MEMPELAJARI KARAKTERISTIK HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT JARINGAN IRIGASI TETES PADA SISTEM HIDROPONIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEMPELAJARI KARAKTERISTIK HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT JARINGAN IRIGASI TETES PADA SISTEM HIDROPONIK"

Transkripsi

1 MEMPELAJARI KARAKTERISTIK HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT JARINGAN IRIGASI TETES PADA SISTEM HIDROPONIK Oleh : Nurbaeti Khoerunnisa F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 MEMPELAJARI KARAKTERISTIK HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT JARINGAN IRIGASI TETES PADA SISTEM HIDROPONIK Oleh : Nurbaeti Khoerunnisa F SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN MEMPELAJARI KARAKTERISTIK HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT JARINGAN IRIGASI TETES PADA SISTEM HIDROPONIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh : Nurbaeti Khoerunnisa F Dilahirkan pada tanggal 8 April 1987 di Cirebon Tanggal ujian: 25 Agustus 2008 Menyetujui, Bogor, Februari 2009 Dr. Ir. Prastowo, MEng. Pembimbing Akademik Mengetahui, Dr. Ir. Desrial, MEng. Ketua Departemen 3

4 Nurbaeti Khoerunnisa. F Mempelajari Karakteristik Hidrolika Pipa Sub-Unit Jaringan Irigasi Tetes pada Sistem Hidroponik. Di bawah bimbingan Prastowo. RINGKASAN Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, tanaman harus disiram dan mendapatkan suplai hara dari luar. Dalam bidang pertanian, eksploitasi air dapat dilakukan secara efisien dengan menerapkan sistem irigasi yang tepat. Sistem irigasi adalah suatu metode pemberian air pada tanaman untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dengan waktu dan jumlah tertentu. Irigasi tetes (trickle irrigation) merupakan cara pemberian air secara langsung, baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui tetesan secara sinambung dan perlahan pada tanah di daerah perakaran tanaman atau di sekitar tanaman. Secara teoritis efisiensi irigasi tetes relatif lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi sistem irigasi yang lain, karena sistem irigasi tetes hanya memberikan air pada daerah perakaran tanaman dan dilakukan dengan kecepatan lambat, sehingga mengurangi.kehilangan air irigasi. Komponen sistem irigasi tetes terdiri atas emitter atau penetes, pipa lateral, pipa sub utama atau manipol, pipa utama, pompa dan tenaga penggerak, serta komponen pendukung antara lain terdiri dari katup-katup, pengatur tekanan, pengatur debit, tangki bahan kimia, dan sistem pengontrol. Untuk semua tipe irigasi tetes, pipa lateral selalu tersambung dengan pipa sub-unit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik hidrolika pipa sub-unit jaringan irigasi tetes pada sistem hidroponik meliputi parameter-parameter sebagai berikut, diameter dan panjang pipa lateral, diameter dan panjang pipa manipol, dan koefisien penyebaran irigasi. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2008 di greenhouse University Farm, Cikabayan, Bogor. Bahan dan alat yang digunakan, jaringan irigasi tetes, pita ukur dan penggaris, gelas ukur, stopwatch, perlengkapan kerja lain seperti alat tulis, kalkulator, dan komputer. Pengumpulan data jaringan irigasi tetes meliputi panjang pipa, diameter pipa, jarak antar pipa lateral, jumlah emitter pada tiap pipa lateral, dan komponen jaringan irigasi tetes lainnya. Pengukuran debit penetes dan jumlah air yang diberikan pada setiap tanaman contoh diukur dengan menampung air yang keluar dari penetes dengan gelas ukur selama proses penyiraman. Total panjang pipa lateral adalah 70 m dan berdiameter 3/4 inci (19.05 mm), panjang pipa manipol adalah 7.10 m dan berdiameter 3/4 inci (19.05 mm), serta jumlah emitter per lateral sebanyak 35 buah dengan jarak antar penetes 50 cm. Pengukuran debit keluaran penetes pada sistem irigasi tetes dilakukan pada saat pengoperasian sistem irigasi. Banyaknya titik pengamatan yang diukur adalah 72 buah dimana pada setiap lateral diambil 18 titik pengukuran dari 35 titik yang ada. Besarnya tekanan pada dua titik pengukuran adalah sama yaitu sebesar 1.7 kg/cm 2. Dalam penelitian ini distribusi debit penetes pada sub unit tidak dapat dihitung karena tidak diketahui nilai Kd (koefisien debit) dan x 4

5 (eksponen debit). Dari hasil perhitungan diperoleh kehilangan tekanan ( H l ) pada pipa lateral sebesar 0.01 m (0.05% H e ) dan pada pipa manipol ( H m ) sebesar 0 m (0% H e ). Nilai tersebut memperlihatkan bahwa besarnya kehilangan tekanan memenuhi persyaratan hidrolika karena H l 11% H e dan H m 9% H e. Debit aliran rata-rata hasil pengukuran pada setiap penetes bervariasi. Ketidakseragaman tersebut dikarenakan oleh pemasangan penetes yang kurang pas serta tersumbatnya beberapa emitter sehingga memperkecil debit yang keluar. Jika variasi debit semakin besar maka nilai keseragaman penyebarannya semakin kecil, sebaliknya jika nilai variasi debit semakin kecil maka nilai keseragaman penyebarannya semakin besar. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai debit penetes rata-rata sebesar 0.87 l/jam. Besarnya debit maksimum dan debit minimum penetes sebesar 1.58 l/jam dan 0.68 l/jam. Nilai koefisien variasi penetes (v) pada sistem irigasi tetes di lokasi rata-rata sebesar Nilai keseragaman penyebaran berkisar antara %. Hasil perhitungan nilai keseragaman penyebaran (EU) irigasi tetes pada lokasi penelitian, menunjukkan bahwa EU < 95%. Apabila dilihat dari nilai kehilangan tekanan yang diperoleh pada pipa lateral dan pipa manipol menunjukkan bahwa jaringan pipa sub unit memenuhi persyaratan hidrolika karena masih dalam toleransi kehilangan head 20%, tetapi pada kenyataannya nilai keseragaman penyebarannya (EU) yang diperoleh dari penelitian ini rendah. Rendahnya nilai EU diduga disebabkan oleh adanya penyumbatan dan pemasangan penetes pada jaringan pipa lateral yang kurang sempurna, sehingga untuk mengatasi penyumbatan perlu pembersihan komponen irigasi secara rutin, dan perbaikan dalam pemasangan sambungan-sambungan agar tidak bocor. Sebaiknya pembersihan penetes dilakukan di tiap periode tanam untuk menghindari penyumbatan pada penetes. 5

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Mempelajari Karakteristik Hidrolika Pipa Sub-Unit Jaringan Irigasi Tetes pada Sistem Hidroponik. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Prastowo, MEng. selaku dosen Pembimbing Akademik. 2. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA dan Ir. Meiske Widyarti, MEng. selaku dosen penguji. 3. Bapak (H. Mokh Said SPd.), Mimih (Hj. Yuyu Ru yatin), dan Teteh (Alifa Jannatul Ma wa SPt.) yang telah banyak memberikan doa dan kasih sayangnya. 4. Dr. Ir. Anas D. Susila, MSi, selaku Kepala University Farm, Pak Koko dan Pak Mamat dari pihak University Farm atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian serta Pak Ahmad, Pak Trisnadi, Pak Karsono, dan Kak Sanz yang telah banyak membantu. 5. Ana, Salix, Difna, Firly, Indra L, Arip, Dena, Erpi, Miranti, Qiqib, Anda, Teh Prita, teman-teman dari TTA dan TEP 41 yang telah memberikan warna selama penulis menempuh pendidikan, serta Ar-Rahmah Crew atas kebersamaan dan keceriaannya. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan-kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dengan harapan dapat memperbaiki isi skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis sendiri maupun bagi pembaca dan rekanrekan yang membutuhkan. Bogor, Februari 2009 Penulis 6

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. SISTEM HIDROPONIK... 3 B. KOMPONEN IRIGASI TETES... 4 C. HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT... 8 D. KESERAGAMAN PENYEBARAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT B. KERANGKA PEMIKIRAN C. METODE PENGUMPULAN DATA D. METODE ANALISIS DATA E. BAHAN DAN ALAT IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT JARINGAN IRIGASI TETES B. KESERAGAMAN ALIRAN PENETES V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Klasifikasi koefisien variasi penetes (v)... 9 Halaman Tabel 2. Koefisien reduksi (F) untuk pipa multi outlet Tabel 3. Karakteristik hidrolika pipa lateral yang digunakan Tabel 4. Karakteristik hidrolika pipa manipol yang digunakan Tabel 5. Hubungan antara variasi debit aliran (q var ) dengan keseragaman penyebaran (EU) penetes pada tiap lateral

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pipa lateral dan pipa penetes... 4 Gambar 2. Pipa lateral yang tersambung dengan pipa manipol... 5 Gambar 3. Katup dan penyaring (filter) pada pipa... 5 Gambar 4. Tata letak jaringan irigasi tetes (Schwab et al. 1981)... 6 Gambar 5. Penetes... 6 Gambar 6. Kerangka pemikiran penelitian Gambar 7. Titik pengukuran Gambar 8. Pengukuran volume penyiraman Gambar 9. Variasi debit penetes sepanjang pipa lateral Gambar 10. Variasi debit penetes sepanjang pipa lateral Gambar 11. Variasi debit penetes sepanjang pipa lateral Gambar 12. Variasi debit penetes sepanjang pipa lateral Gambar 13. Desain penetes Gambar 14. Grafik variasi debit penetes pada ulangan Gambar 15. Grafik variasi debit penetes pada ulangan Gambar 16. Grafik variasi debit penetes pada ulangan

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Nilai debit penetes masing-masing lateral ulangan Lampiran 2. Nilai debit penetes masing-masing lateral ulangan Lampiran 3. Nilai debit penetes masing-masinh lateral ulangan Lampiran 4. Nilai keseragaman penyebaran (EU) debit penetes ulangan Lampiran 5. Nilai keseragaman penyebaran (EU) debit penetes ulangan Lampiran 6. Nilai keseragaman penyebaran (EU) debit penetes ulangan Lampiran 7. Nilai keseragaman penyebaran pada pipa lateral Lampiran 8. Skema tata letak dan konstruksi jaringan irigasi tetes

11 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Budidaya secara hidroponik dapat berhasil apabila kebutuhan air, sirkulasi udara dan hara tanaman tercukupi. Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, tanaman harus disiram dan mendapatkan suplai hara dari luar. Hal ini menyebabkan biaya yang dibutuhkan tinggi dan tenaga kerja yang dibutuhkan banyak. Dalam bidang pertanian, eksploitasi air dapat dilakukan secara efisien dengan menerapkan sistem irigasi yang ada secara tepat. Sistem irigasi adalah suatu metode pemberian air pada lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dengan waktu dan jumlah tertentu. Untuk meminimalkan biaya, penyiraman dan pemupukan dapat dilaksanakan bersamaan dengan menggunakan irigasi tetes. Walaupun biaya investasi awal dalam pembuatan irigasi tetes mahal, namun dalam pengoperasiannya hemat tenaga kerja, air dan hara. Irigasi tetes (trickle irrigation) merupakan cara pemberian air secara langsung, baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui tetesan secara sinambung dan perlahan pada tanah di daerah perakaran tanaman atau di sekitar tanaman (Schwab et al. 1981). Efisiensi irigasi tetes relatif lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi sistem irigasi yang lain, karena sistem irigasi tetes hanya memberikan air pada daerah perakaran tanaman dan dilakukan dengan kecepatan lambat, sehingga mengurangi kehilangan air irigasi. Koefisien keseragaman irigasi dan efisiensi irigasi merupakan parameterparameter yang harus diperhatikan dalam sistem budidaya secara hidroponik. Menurut Raes et al. (1987 di dalam Widayanti, 2003), efisiensi irigasi tetes dapat tercapai apabila jaringan irigasi tetes yang ada dapat memberikan air secara seragam dan pengoperasian jaringan irigasi dilakukan dengan jadwal yang tepat. Penjadwalan irigasi berarti pula merencanakan waktu dan jumlah pemberian air irigasi sesuai kebutuhan air tanaman. Pemberian air dengan jumlah terbatas dapat menurunkan produksi tanaman, sedangkan pemberian air yang berlebihan selain akan menurunkan produksi tanaman juga meningkatkan jumlah irigasi yang hilang dalam bentuk perkolasi. 11

12 B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik hidrolika pipa sub-unit jaringan irigasi tetes pada sistem hidroponik yang meliputi parameterparameter sebagai berikut : 1. Kehilangan tekanan serta diameter dan panjang pipa lateral 2. Kehilangan tekanan serta diameter dan panjang pipa manipol 3. Koefisien penyebaran irigasi 12

13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. SISTEM HIDROPONIK Hidroponik berasal dari bahasa Yunani hydroponic yang berarti bekerja dengan air (Prihmantoro dan Indriani, 1998). Pada awalnya hidroponik ditujukan untuk menumbuhkan tanaman dalam sistem cair, tetapi sekarang mencakup semua sistem yang menggunakan larutan hara dengan atau tanpa penambahan medium seperti pasir, kerikil, rockwool dan vermikulit untuk dukungan mekanis. Hidroponik dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan tempat tumbuh dan berkembangnya akar, yakni hidroponik kultur air/larutan dan hidroponik substrat/agregat. Pada hidroponik kultur air/larutan, akar tanaman tumbuh dan berkembang dalam larutan nutrisi. Pada hidroponik substrat/agregat, akar tanaman tumbuh dan berkembang di dalam media agregat/substrat seperti pasir, kerikil, rockwool, ataupun campuran media organik. Menurut Prihmantoro dan Indriani (1998) bertanam dengan sistem hidroponik mempunyai banyak keuntungan, diantaranya : 1. Menghemat penggunaan lahan, karena kepadatan tanaman per satuan luas dapat dilipatgandakan 2. Kualitas dari daun, buah ataupun bunga yang dihasilkan lebih bagus dan bersih 3. Pengendalian hama dan penyakit tanaman lebih mudah 4. Pemberian nutrisi tanaman mudah diatur 5. Tidak tergantung pada musim, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar Dalam budidaya dengan sistem hidroponik tanaman dapat tumbuh dengan baik apabila tanaman mendapat air dan hara yang cukup serta sirkulasi udara yang baik, sehingga media tanam sebagai tempat akar sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Menurut Schwarz (1995) media tanam yang digunakan untuk hidroponik adalah pasir, kerikil, perlite, vermikulit, peat, serbuk gergaji, spon, sekam padi dan arang sekam. Sementara menurut Prihmantoro dan Indriani (1998), zeolit, sabut kelapa dan batu apung juga dapat digunakan sebagai media hidroponik.

14 B. KOMPONEN IRIGASI TETES Menurut Schwab et al. (1981), pemberian air irigasi pada tanaman dapat dilakukan dengan empat metode, antara lain : 1. Irigasi Permukaan (Surface Irrigation), yaitu pemberian air dengan penggenangan air langsung di antara petakan tanaman (furrow irrigation) dan baris tanaman (corrugation irrigation). 2. Irigasi Bawah Permukaan ( Subsurface Irrigation), merupakan pemberian air pada tanaman melalui saluran-saluran di bawah permukaan tanah. 3. Irigasi Curah (Sprinkler Irrigation), yaitu metode pemberian air pada tanaman yang dilakukan melalui curahan air, seperti curahan air hujan. 4. Irigasi Tetes (Trickle Irrigation), pemberian air pada tanaman secara langsung, baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui tetesan secara sinambung dan perlahan di daerah perakaran tanaman atau di sekitar tanaman. Dengan pemberian air yang hanya sebatas keperluan untuk evapotranspirasi dan penggunaan penetes yang sesuai maka irigasi tetes merupakan salah satu alternatif dalam peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya air pada lahan pertanian (Hillel, 1982 di dalam Sismiyati, 2003). Komponen sistem irigasi tetes terdiri atas emitter atau penetes, pipa lateral, pipa sub utama atau manipol, pipa utama, pompa dan tenaga penggerak, dan komponen pendukung antara lain terdiri dari katup-katup, pengatur tekanan, pengatur debit, tangki bahan kimia, dan sistem pengontrol. Untuk semua tipe irigasi tetes, pipa lateral selalu tersambung dengan pipa manipol. Gambar 1. Pipa lateral dan pipa penetes 14

15 Gambar 2. Pipa lateral yang tersambung dengan pipa manipol Bahan yang digunakan untuk pipa lateral adalah pipa plastik Polyvinyl Chlorida (PVC) atau pipa plastik Polyethylene (PE) dengan diameter berkisar antara 8 20 mm. Ukuran pipa yang sering digunakan adalah pipa dengan diameter 14 mm (Adiharja, 1992 di dalam Cahyadi, 1997). Pipa manipol berfungsi sebagai saluran pembagi dari pipa utama menuju pipa lateral. Pipa manipol terbuat dari bahan PVC dan tahan terhadap karat, karena karat ini akan mengakibatkan penyumbatan pada emitter. Saluran utama dan manipol sebaiknya dilengkapi dengan katup pengendap serta setiap sambungan lateral dan manipol diberi penyaring sekunder untuk mencegah benda asing masuk ke lateral yang akan menyumbat penetes (Adiharja, 1992 di dalam Cahyadi, 1997). Pipa utama berfungsi mengalirkan air dari sumber air melalui pompa menuju pipa manipol yang selanjutnya akan diteruskan menuju pipa lateral. Pipa utama terbuat dari bahan PVC. Gambar 3. Katup dan penyaring (filter) pada pipa Berdasarkan cara penempatan emitter pada pipa lateral, emitter dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu emitter tipe line-source dan tipe point-source. Emitter tipe line-source merupakan emitter yang dipasang secara seri pada pipa lateral, sedangkan emitter tipe point-source merupakan emitter yang dipasang secara individual pada pipa lateral. 15

16 Gambar 4. Tata letak jaringan irigasi tetes (Schwab et al. 1981) Alat yang berfungsi sebagai pengeluaran pada sistem irigasi tetes disebut sebagai penetes atau emitter. Air yang keluar dari emitter meresap ke dalam profil tanah akibat gaya gravitasi. Gambar 5. Penetes Untuk mendapatkan debit penetes yang diharapkan dan terjaganya keseragaman air selama periode irigasi, maka pemilihan penetes sebaiknya memperhatikan faktor-faktor kondisi di lapangan yaitu jenis tanaman, jarak tanaman, topografi lahan, kebutuhan air tanaman, kualitas air, dan tekanan operasi. 16

17 Berikut beberapa kriteria yang dapat dipakai dalam pemilihan penetes sebagai komponen dalam sistem irigasi tetes (Wilastra, 2008): a. Dapat dipercaya untuk mengatasi penyumbatan dan kegagalan dalam pengoperasian. b. Memberikan keseragaman emisi yang memadai. c. Mudah dalam instalasi dan perawatan. d. Dapat mentolerir variasi head akibat tidak ratanya lahan. e. Debit yang dihasilkan kecil. f. Dapat dioperasikan dalam kisaran head operasi yang lebar. g. Terjangkau atau lebih murah dari komponen impor. Sistem irigasi tetes mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan sistem irigasi lainnya antara lain (Keller dan Bliesner, 1990) : 1. Efisiensi irigasi tetes relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sistem irigasi lain, karena pemberian air dilakukan dengan kecepatan lambat dan hanya dilakukan di daerah perakaran tanaman sehingga mengurangi penetrasi air yang berlebihan, evaporasi dan limpasan permukaan. 2. Mencegah timbulnya penyakit leaf burn (daun terbakar) pada tanaman tertentu. 3. Mengurangi terjadinya hama penyakit tanaman dan timbulnya gulma yang disebabkan kondisi yang terlalu basah. 4. Pemberian pupuk ataupun pestisida dapat dilakukan secara efektif dan efisien, karena dapat diberikan bersamaan dengan pemberian air irigasi. 5. Menghemat kebutuhan akan tenaga kerja untuk kegiatan pemberian air irigasi dan pemupukan, karena sistem irigasi tetes bisa dioperasikan secara otomatis. Selain mempunyai kelebihan, sistem irigasi tetes juga mempunyai kekurangan dalam penerapannya, antara lain: 1. Terjadinya penyumbatan yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia dan biologi yang dapat mengurangi efisiensi dan kinerja irigasi tetes. 2. Terjadinya penumpukan garam di daerah yang tidak terbasahi. 3. Pemberian air yang tidak memenuhi kebutuhan air tanaman karena kurangnya kontrol terhadap pengoperasian jaringan irigasi, menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. 17

18 4. Membutuhkan investasi yang relatif tinggi dan membutuhkan penguasaan teknik yang tinggi dalam desain, instalasi dan pengoperasian. C. HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT Rancangan hidrolika jaringan perpipaan irigasi tetes didasarkan pada hidrolika aliran pipa. Perhitungan rancangan hidrolika sub unit merupakan tahapan kunci dalam proses rancangan irigasi tetes. Persyaratan hidrolika jaringan perpipaan harus dipenuhi untuk mendapatkan penyiraman yang seragam. Untuk sistem irigasi tetes nilai koefisien keseragaman/coefficient of uniformity harus > 95%. Model rancangan hidrolika telah dikembangkan oleh Prastowo et al. (2007 di dalam Prastowo, 2007) dalam bentuk tabel, monogram, dan program komputer. Model tersebut dapat digunakan sebagai standar rancangan hidrolika serta dapat dikembangkan menjadi manual (petunjuk teknis) rancangan, untuk melengkapi dan memudahkan proses rancangan irigasi tetes. Parameter rancangan hidrolika yang dapat ditentukan adalah ukuran pipa manipol dan lateral, yang meliputi : 1. diameter pipa manipol dan lateral (inci) 2. panjang maksimum pipa manipol dan lateral (m) 3. jumlah maksimum lateral pada sub unit (unit) 4. jumlah maksimum penetes per lateral (unit) Debit penetes berdasarkan pengukuran volume air langsung di lapangan menggunakan metode volumetrik dihitung dengan rumus (Naswir, 2008) : qe = V (1) t Dimana : qe = debit penetes (l/jam) V = volume (l) t = waktu (jam) 18

19 D. KESERAGAMAN PENYEBARAN Koefisien variasi penetes diperoleh untuk mengetahui variasi debit penetes yang keluar dari masing-masing penetes. Salah satu cara untuk mengetahui nilai koefisien variasi penetes dapat diperoleh dengan persamaan (Keller dan Bliesner, 1990) : ( q1 + q2 + q qn ) ( n qa )/( n 1) v =.... (2) qa Dimana : v = koefisien variasi penetes q = debit penetes (l/jam) qa = debit penetes rata-rata (l/jam) 1,2,3,,n = jumlah sampel penetes yang dihitung Nilai koefisien variasi penetes ini kemudian diklasifikasikan sesuai standar nilai dari America Society of Agricultural Engineers (ASAE). EP (1984 di dalam Naswir, 2008) seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi koefisien variasi penetes (v) Kelas v Sangat baik < 0.05 Rata-rata Marjinal Kurang baik Tidak dapat diterima > 0.15 Sumber : Keller dan Bliesner (1990). Parameter yang biasa digunakan untuk memperlihatkan kinerja sistem irigasi tetes adalah keseragaman penyebaran air (Emission Uniformity, EU) oleh penetes. Nilai keseragaman penyebaran irigasi tetes dapat diketahui dengan persamaan berikut (Keller dan Bliesner, 1990) : 0.5 [ 1.27( v / N )]( ) EU = 100* 1.0 q n / q a... (3) 19

20 Dimana : v = Koefisien keseragaman penetes q n q a N = Debit penetes minimum (l/jam) = Debit penetes rata-rata (l/jam) = Jumlah minimum penetes tiap tanaman Nilai koefisien keseragaman (CU) dapat diperoleh dari persamaan berikut (Keller dan Bliesner, 1990) : ( 1 ( xi xr ) ( n xr) ) CU = 100 /... (4) Dimana : CU = Koefisien keseragaman irigasi (%) n xi xr = Jumlah penetes = Rata-rata debit penetes (l/jam) = Rata-rata debit penetes per lateral (l/jam) Selanjutnya dikatakan bahwa koefisien keseragaman tetesan secara kualitatif dari variasi debit aliran dihitung dengan persamaan (Jensen, 1983 di dalam Rahayu, 1997) : q q q max min var = (5) qmax Dimana : q var = variasi debit aliran penetes q max = debit aliran penetes maksimum (l/jam) q min = debit aliran penetes minimum (l/jam) Secara empiris debit aliran dari kebanyakan emitter dinyatakan dengan persamaan berikut (Keller dan Bliesner, 1990) : x q = k d H....(6) Dimana : q = debit penetes (l/jam) k d = koefisien debit H = head tekanan operasi (m) x = eksponen debit 20

21 Nilai k dan x dapat ditentukan dengan mengetahui dua nilai debit (q1 dan q2) yang dihasilkan dari dua tekanan yang berbeda (H1 dan H2) dan disajikan oleh persamaan berikut (Keller dan Bliesner, 1990) : log x = log ( q1/ q2) ( H1/ H 2)...(7) Rancangan pipa dalam sistem irigasi tetes menyangkut penentuan parameter: a) diameter pipa, b) panjang pipa, dan c) besarnya debit dan head pada pipa pemasukan. Elemen dasar dalam merancang pipa dalam sistem irigasi tetes adalah menghitung kehilangan head di sepanjang pipa. Nakayama dan Bucks (1986) mendefinisikan kriteria untuk kehilangan head akibat gesekan atau variasi debit penetes dapat diizinkan/ditoleransi dalam satu sub unit tersebut menjadi: 1. diinginkan (variasi tekanan < 20% atau variasi debit < 10%), 2. diterima (variasi tekanan 20-40% atau variasi debit 10-20%), 3. tidak direkomendasikan (variasi tekanan > 40% atau variasi debit > 20%). Kehilangan head tekanan pada pipa lateral dan pipa manipol dapat dihitung dengan rumus berikut (Keller and Bliesner, 1990) : Untuk pipa kecil (< 125 mm) : J = 7,89 x 10 7 x (Q 1,75 / D 4,75 )..(8) Untuk pipa besar ( 125 mm) : J =9,58 x 10 7 x (Q 1,83 / D 4,83 ) (9) Tanpa outlet : hf = J x (L / 100). (10) Dengan outlet : hf = J F (L / 100). (11) Untuk sambungan : hl = Kr x 8,26 x 10 4 x (Q 2 / D 4 ).. (12) 21

22 Dimana : J = gradien kehilangan head (m/100 m) hf = kehilangan head akibat gesakan (m) hl = kehilangan head akibat adanya katup dan sambungan (m) Q = debit sistem (l/det) D = diameter dalam pipa (mm) F = koefesien reduksi Kr = koefesien resistansi L = panjang pipa (m) Setiap sambungan akan menyebabkan tambahan kehilangan head. Tambahan kehilangan ini dapat digabungkan dan dinyatakan sebagai J : J = J (S e + f e ) / S e ).. (13) Dimana : J = Gradien kehilangan head ekivalen dari lateral beremiter (m/100 m) S e = Jarak antar sambungan emitter (m) f e = Kehilangan akibat sambungan emitter Besarnya kehilangan head pada lateral dapat dihitung dengan persamaan berikut : h f = J F L /100...(14) Nilai F (faktor reduksi) dapat dihitung dengan persamaan : F ( b 1) = + +. (15) 2 b + 1 2N 6N Dimana : b = eksponen aliran (1,75) N = jumlah outlet sepanjang pipa 22

23 Tabel 2. Koefesien reduksi (F) untuk pipa multi outlet Jumlah F Jumlah F Outlet Ujung Tengah Outlet Ujung Tengah Sumber : Keller dan Bliesner, Jensen (1983 di dalam Widodo, 2001) menyatakan bahwa bahan yang baik digunakan untuk pipa lateral adalah Polyethylene (PE) atau Polyvinyl-Chloride (PVC) dengan ukuran pipa lateral berkisar antara mm ( inci). Perencanaan hidrolis pada setiap bagian pipa merupakan aliran mantap (steady) dengan debit keluaran total pada saluran (lateral, manipol, dan utama) menurun sesuai pertambahan panjang saluran (Jensen, 1983 di dalam Widodo, 2001). IDE (2003 di dalam Naswir, 2008) mengemukakan bahwa kehilangan tekanan pada pipa yang licin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Hazen-William sebagai berikut : Δ H l = ( 5.35ql L) / D... (16) Dimana : H l = Kehilangan tekanan (m) q l L D = Debit aliran (l/det) = Panjang pipa (m) = Diameter pipa (cm) 23

24 Parameter panjang pipa (L) dalam persamaan (16) diperoleh dengan langkah-langkah berikut : L = ne b... (17) Dimana : L = Panjang pipa lateral (m) n e b = Jumlah penetes di sepanjang lateral = Jarak antara penetes pada pipa lateral (m) Debit lateral dihitung dengan rumus : q = q n.. (18) l e Dimana : q l q e e = Debit total lateral (l/det) = Rataan debit penetes (l/det) Karmeli et al. (1985) menyatakan bahwa untuk menghitung head pada pipa lateral pemasukan (inlet) dan ujung akhir (end) dapat menggunakan rumus: H inlet = H ΔH.... (19) l l e e l l H end = H 0. 23ΔH...(20) Dimana : H l inlet H l end H e = Head pada pemasukan pipa lateral (m) = Head pada ujung akhir pipa lateral (m) = Head pada penetes (m) 24

25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2008 di greenhouse University Farm yang terletak di daerah Cikabayan Darmaga, Bogor. B. KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan kerangka pemikiran seperti yang disajikan pada Gambar 6. Volume air irigasi Debit emitter Variasi debit emitter Jaringan irigasi Tetes : 1. jarak antar emitter 2. Jarak antar lateral 3. jumlah emitter tiap lateral 4. Jumlah lateral per manipol 5. Diameter dan panjang pipa lateral 6. Diameter dan panjang pipa manipol Koefisien penyebaran irigasi (EU) Evaluasi karakteristik hidrolika pipa subunit Gambar 6. Kerangka pemikiran penelitian 25

26 C. METODE PENGUMPULAN DATA 1. Pengumpulan data jaringan irigasi tetes meliputi panjang pipa, diameter pipa, jarak antar pipa, jumlah emitter pada tiap pipa lateral, dan komponen jaringan irigasi tetes lainnya. 2. Penggambaran jaringan irigasi (lay out jaringan). Penetes Pipa lateral 151 cm 220 cm Pipa manipol 50 cm 151 cm Gambar 7. Titik pengukuran 3. Debit penetes dan jumlah air yang diberikan pada setiap tanaman contoh diukur dengan menampung air yang keluar dari penetes dengan gelas ukur selama proses penyiraman. Gambar 8. Pengukuran volume penyiraman 26

27 D. METODE ANALISIS DATA 1. Perhitungan koefisien keseragaman irigasi (EU) dengan menggunakan persamaan (3). 2. Evaluasi karakteristik/persyaratan hidrolika pipa sub-unit meliputi beberapa parameter seperti EU, diameter dan panjang pipa manipol dan pipa lateral, jarak antar lateral dan antar penetes, serta jumlah pipa lateral dan jumlah penetes. E. BAHAN DAN ALAT Bahan dan alat yang digunakan : 1. Jaringan irigasi tetes meliputi pipa manipol, pipa lateral, emitter, dan komponen pendukung lainnya. 2. Pita ukur dan penggaris. 3. Gelas ukur dengan ukuran 1 liter dan 2 liter. 4. Stopwatch. 5. Pressure gauge. 6. Perlengkapan tulis, kalkulator, dan komputer. 27

28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT JARINGAN IRIGASI TETES Sistem irigasi tetes secara ideal akan memberikan volume air yang sama untuk semua penetes sehingga masing-masing tanaman akan menerima jumlah air yang sama pula selama periode irigasi. Secara prakteknya di lapangan hal ini tidak mungkin dicapai karena debit penetes akan dipengaruhi oleh variasi tekanan air dan karakteristik penetes. Jaringan pipa manipol menghubungkan jaringan pipa utama dengan pipa lateral. Rangkaian ini merupakan jaringan pipa-pipa PVC dengan total panjang 7.10 m dan diameter 3/4 inci (19.05 mm). Lateral merupakan jaringan pipa yang berhubungan langsung dengan tanaman. Banyaknya pipa lateral dalam sub unit adalah 4 buah pipa lateral. Pada pipa lateral terdapat emitter sebagai komponen pemberi air ke tanaman. Total panjang pipa lateral adalah 70 m dan berdiameter 3/4 inci (19.05 mm), dengan jumlah emitter per lateral sebanyak 35 buah dan jarak antar emitter tiap lateral adalah 50 cm. Jarak antara lateral 1 2 dan lateral 3-4 adalah 151 cm, sedangkan jarak antara lateral 2-3 adalah 220 cm. Keseragaman debit penetes pada pipa lateral merupakan keseragaman debit yang diukur pada penetes dalam satu lateral. Pengukuran keseragaman debit penetes pada pipa lateral dilakukan dalam 3 kali ulangan. Variasi debit penetes (l/jam) sepanjang pipa lateral disajikan pada Gambar 9, 10, 11 dan 12. Debit penetes(l/jam) Panjang lateral (m) Gambar 9. Variasi debit penetes sepanjang pipa lateral 1 28

29 Debit (l/jam) Panjang lateral (m) Gambar 10. Variasi debit penetes sepanjang pipa lateral 2 Debit penetes (l/jam) Debit penetes(l/jam) Panjang lateral (m) Gambar 11. Variasi debit penetes sepanjang pipa lateral Panjang lateral (m) Gambar 12. Variasi debit penetes sepanjang pipa lateral 4 29

30 Dalam merancang pipa sistem irigasi tetes, faktor yang menentukan dimensi pipa lateral (diameter dan panjang pipa) adalah head operasi yang tersedia. Pada sistem irigasi tetes yang telah dikembangkan head operasi yang digunakan bisa diatur sendiri oleh pengguna. Dalam penelitian ini diameter pipa tidak bisa dikendalikan oleh pengguna karena pipa yang digunakan telah tersedia, maka dimensi panjang pipa lateral yang akan menentukan rancangan di lapangan. Grafik yang disajikan pada Gambar 9, 10, 11, dan 12 menunjukkan variasi debit penetes sepanjang pipa lateral yang tidak sesuai dengan teori. Hal tersebut disebabkan oleh pemasangan jaringan pipa yang kurang baik dan menyebabkan perbedaan gesekan yang juga mengakibatkan perbedaan tekanan serta adanya penyumbatan pada penetes akan mengakibatkan kecilnya debit penetes yang keluar. Kehilangan tekanan ( H) dihitung dengan menggunakan Persamaan 16. Tabel 3. Karakteristik hidrolika pipa lateral yang digunakan Parameter Satuan Nilai Diameter, D mm Panjang pipa lateral, L m 70 Head operasi penetes aktual, H e m Debit total lateral, q l l/jam Head pada pemasukan, H l inlet m Head pada ujung akhir, H l end m Kehilangan head sepanjang lateral, H l m 0.01 Kehilangan head sepanjang lateral, (% Hl dari H e ) %

31 Tabel 4. Karakteristik hidrolika pipa manipol yang digunakan Parameter Satuan Nilai Diameter, D mm Panjang pipa manipol, L m 7.10 Head operasi penetes aktual, H e m Debit total manipol, q m l/jam Head pada pemasukan, H m inlet m Head pada ujung akhir, H m end m Kehilangan head sepanjang manipol, H m m 0 Kehilangan head sepanjang manipol, (% H m dari H e ) % 0 Menurut Karmeli et al. (1985) kehilangan head pada sub unit, yaitu pada pipa lateral dan pipa manipol, dibatasi tidak lebih dari 20% tekanan kerja penetes ( H 20% H e ). Untuk menjaga keseragaman air irigasi sepanjang pipa lateral, maka pemilihan dimensi pipa harus diupayakan menghasilkan debit 10% dan variasi tekanan akibat kehilangan tekanan dan perbedaan elevasi pada pipa lateral, H l 11% H e. Perhitungan kehilangan head pada pipa manipol serupa dengan perhitungan kehilangan head pada pipa lateral, namun debit yang dihitung adalah debit dari tiap lateral, yaitu debit yang keluar dari setiap outlet pada pipa manipol. Untuk memperoleh keseragaman debit lateral yang tinggi, maka besarnya kehilangan head tekanan dan perbedaan elevasi pada pipa manipol, H m 9% H e (Keller dan Bliesner, 1990). Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai kehilangan tekanan pada pipa lateral berdiameter 3/4 inci dengan panjang 70 m adalah 0.01 m atau sebesar 0.05% H e. Nilai tersebut memperlihatkan bahwa besarnya kehilangan tekanan memenuhi persyaratan hidrolika karena H l 11% H e. Nilai kehilangan tekanan pada pipa manipol berdiameter 3/4 inci dengan panjang 7.10 m adalah 0 m atau sebesar 0% H e, sehingga kehilangan tekanan pada pipa manipol memenuhi persyaratan hidrolika karena H m 9% H e. Dari nilai kehilangan tekanan yang diperoleh pada pipa lateral dan pipa manipol memperlihatkan bahwa jaringan pipa sub unit memenuhi persyaratan hidrolika karena masih dalam toleransi kehilangan head dibawah 20%. 31

32 Hidrolika penetes yang menunjukkan hubungan antara tekanan kerja dan debit penetes dapat dinyatakan dengan persamaan (6). Tekanan kerja dalam penelitian ini diukur pada dua titik pengukuran, yaitu pada pipa utama dan pipa manipol. Besarnya tekanan pada dua titik pengukuran didapat tekanan yang sama yaitu sebesar 1.7 kg/cm 2. Solomon (1978, di dalam Prastowo, 2007) menyebutkan bahwa distribusi debit penetes pada suatu sub unit dapat dihitung berdasarkan penurunan tekanan kerja pada penetes dan variasi karakteristik penetes sesuai pabrikan. Variasi koefisien penetes merupakan pertimbangan yang penting dalam perancangan irigasi tetes. Dalam penelitian ini, distribusi debit penetes pada sub unit tidak dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (6) karena tidak diketahui nilai Kd (koefisien debit) dan x (eksponen debit). B. KESERAGAMAN ALIRAN PENETES Dalam rancangan sistem irigasi tetes pada penelitian ini, jenis penetes yang digunakan adalah jenis Regulating Stick. Tanaman melon yang ditanam di lokasi penelitian ditanam di dalam pot atau polybag, dan setiap pot berisi 1 buah tanaman dengan jarak antar pot 50 cm. Kebutuhan air tanaman melon pada fase pematangan buah sebesar 2.30 mm/hari dengan debit penyiraman 1.19 l/jam (Sismiyati, 2003). Keuntungan dari penetes jenis ini adalah dapat ditancapkan langsung pada tanah di sekitar tanaman sehingga proses pemberian air menjadi tidak terganggu. Kapasitas standar dari penetes jenis regulating stick adalah 2 l/jam pada tekanan operasi 20 Psi ( m kolom air), sedangkan nilai eksponen debitnya bervariasi antara 0.4 hingga 0.6 dikarenakan bentuk penetes yang labirin (Karmeli et al. 1985). 1. Hidrolika emitter Sistem irigasi tetes secara ideal akan memberikan volume air yang sama untuk semua penetes sehingga masing-masing tanaman akan menerima jumlah air yang sama pula selama periode irigasi. Secara prakteknya di lapangan hal ini tidak mungkin dicapai karena debit penetes akan dipengaruhi oleh variasi tekanan air dan karakteristik penetes. Variasi debit penetes yang disebabkan oleh variasi tekanan air dalam sistem irigasi tetes dapat dikendalikan oleh rancangan hidrolika yang disebut dengan variasi hidrolika. Variasi debit penetes yang disebabkan oleh 32

33 ketidak konsistenan dalam proses pembuatan di pabrik disebut dengan variasi pabrik. Karakteristik penetes yang dapat menggambarkan dan menjelaskan variasi debit penetes dengan jenis yang sama secara teoritis adalah eksponen emisi, koefisien variasi penetes, dan volume basah tanah (Karmeli et al dan Nakayama dan Bucks, 1986). Pengukuran debit penetes pada jaringan irigasi tetes dilakukan pada saat pengoperasian berlangsung. Pengukuran debit dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada 18 penetes di setiap lateral. Dengan 4 pipa lateral, maka titik pengamatan seluruhnya berjumlah 72 penetes. Setiap lateral terdiri dari 35 penetes. Panjang pipa penetes berkisar antara cm dengan diameter 1/4 inci (6.35 mm) seperti yang disajikan pada Gambar 13. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai debit penetes rata-rata sebesar 0.87 l/jam. Besarnya debit maksimum dan debit minimum penetes sebesar 1.58 l/jam dan 0.68 l/jam. 45 cm 12 cm Gambar 13. Desain penetes 2. Koefisien variasi penetes (v) Hasil pengamatan terhadap 72 penetes yang diuji pada tekanan 0.29 m didapat koefisien variasi penetes (v) rata-rata sebesar 0.20 yang dihitung dengan menggunakan persamaan 2. Nilai ini setelah diklasifikasikan sesuai standar dari ASAE.EP yang disajikan pada Tabel 1 termasuk kelas tidak dapat diterima. Hal ini dapat dijelaskan bahwa variasi debit penetes disebabkan oleh kurang 33

34 seragamnya debit penetes. Dengan demikian keseragaman debit penetes sangat mempengaruhi variasi debit penetes yang dihasilkan. Nilai keseragaman penyebaran (EU) pada penetes di tiap lateral berkisar antara % dengan nilai keseragaman rata-rata sebesar 58.39% untuk luas lahan 160 m 2 dengan populasi 140 tanaman dengan jarak tanam 150x50cm. Variasi debit aliran (q var ) dihitung dengan cara membandingkan antara debit maksimum dengan debit minimum pada masing-masing lateral. Hubungan antara variasi debit aliran (q var ) dengan keseragaman penyebaran aliran pada penetes di tiap lateral disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Hubungan antara variasi debit aliran (q var ) dengan keseragaman penyebaran (EU) penetes pada tiap lateral. Pengukuran Lateral q var (%) EU (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan Rata-rata Rata-rata Rata-rata Variasi debit ini dipengaruhi oleh adanya variasi tekanan pada saat pengoperasian jaringan irigasi berlangsung. Dari Tabel 5 dapat dilihat hubungan antara q var dengan EU di tiap lateral. Jika variasi debit semakin besar maka nilai EU semakin kecil, sebaliknya jika nilai variasi debit semakin kecil maka nilai EU 34

35 semakin besar. Keseragaman penyebaran merupakan hubungan antara q min dan qrata-rata penetes dalam sistem yang merupakan faktor penting dalam evaluasi keseragaman rancangan sistem irigasi tetes (Keller dan Karmeli, 1975 di dalam Sismiyati, 2003). Nilai keseragaman penyebaran dan variasi debit aliran pada pipa lateral disajikan pada Lampiran 7. Dari hasil perhitungan sebanyak 3 kali pengukuran diperoleh nilai variasi debit aliran pada ulangan 2 sangat berbeda dengan nilai yang dihasikan pada ulangan 1 dan 3. Hal tersebut dikarenakan perbedaan nilai debit minimum pipa lateral yang dihasilkan pada ulangan 2 sangat kecil yaitu sebesar l/jam. Keseragaman jumlah air yang masuk ke dalam tiap-tiap pot sangat tergantung pada keseragaman dari debit penetes. Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang seragam maka diperlukan keseragaman pemberian air untuk setiap tanaman. Grafik variasi debit penetes dari data pengukuran selama 3 kali ulangan disajikan pada Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16. Debit (l/jam) Penetes Lateral 1 Lateral 2 Lateral 3 Lateral 4 Gambar 14. Grafik variasi debit penetes pada ulangan 1 35

36 Debit (l/jam) Penetes Lateral 1 Lateral 2 Lateral 3 Lateral 4 Gambar 15. Grafik variasi debit penetes pada ulangan 2 Debit (l/jam) Penetes Lateral 1 Lateral 2 Lateral 3 Lateral 4 Gambar 16. Grafik variasi debit penetes pada ulangan 3 Dari Gambar 14, 15, dan 16 dapat dilihat bahwa debit aliran rata-rata pada setiap penetes bervariasi. Di beberapa titik seperti pada penetes ke-11 debitnya lebih tinggi daripada debit di titik sebelumnya. Ketidakseragaman tersebut dikarenakan oleh pemasangan penetes yang kurang pas serta tersumbatnya beberapa emitter sehingga memperkecil debit yang keluar. Penyumbatan terjadi karena beberapa faktor antara lain oleh partikel mineral atau bahan organik yang terkandung di dalam air irigasi. Hal ini terjadi karena lubang emitter sangat kecil. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan pembersihan filter secara intensif dan pemasangan pipa secara cermat. 36

37 Keseragaman debit lateral pada pipa manipol merupakan keseragaman dari debit yang diukur pada setiap pipa lateral dalam satu manipol. Data debit pipa lateral dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 3. Hasil perhitungan nilai keseragaman penyebaran (EU) irigasi tetes pada lokasi penelitian, menunjukkan bahwa nilai keseragaman (EU) < 95%. Menurut Nakayama dan Bucks (1986), jika nilai keseragaman penyebaran (EU) < 95% (perbandingan antara debit maksimum dengan debit minimum lebih dari 1.2) maka desain harus diubah, misalnya dengan memperpendek pipa atau memperbesar diameter pipa. Apabila dilihat dari nilai kehilangan tekanan yang diperoleh pada pipa lateral dan pipa manipol seperti yang disajikan pada Tabel 3 dan 4, menunjukkan bahwa jaringan pipa sub unit memenuhi persyaratan hidrolika karena masih dalam toleransi kehilangan head dibawah 20%, tetapi pada kenyataannya nilai keseragaman penyebarannya (EU) yang diperoleh dari penelitian ini rendah. Rendahnya nilai EU diduga disebabkan oleh adanya penyumbatan dan pemasangan penetes pada jaringan pipa lateral yang kurang sempurna. I-Pai Wu (1997, di dalam Prastowo, 2007) menyatakan bahwa keseragaman irigasi tetes tidak hanya dipengaruhi oleh rancangan hidrolika, tetapi juga ditentukan oleh variasi spesifikasi teknis penetes (pabrikan), penyumbatan, karakteristik hidrolika tanah, dan spasi penetes. Pengaruh rancangan hidrolika akan relatif kecil apabila dalam kondisi ada penyumbatan. 37

38 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Jenis pipa manipol adalah pipa PVC dengan panjang 7.10 m dan diameter 3/4 inci. Kehilangan tekanan pada pipa manipol ( H m ) sebesar 0 m. 2. Pipa lateral yang digunakan adalah pipa jenis PE berdiameter 3/4 inci dengan panjang 70 m. Kehilangan tekanan pada pipa lateral ( H l ) sebesar 0.01 m. 3. Berdasarkan kehilangan tekanan pada pipa manipol sebesar 0% H e dan pada pipa lateral sebesar 0.05% H e maka kehilangan head pada sub unit 20%. 4. Keseragaman penyebaran (EU) pada penetes relatif rendah, yaitu berkisar antara % dengan nilai keseragaman rata-rata sebesar 58.39% dan variasi debit aliran rata-rata sebesar 0.17%. Rendahnya nilai EU diduga disebabkan oleh adanya penyumbatan dan pemasangan penetes pada jaringan pipa lateral yang kurang sempurna. B. SARAN 1. Untuk meningkatkan nilai keseragaman debit maka pemasangan penetes perlu dilakukan dengan baik, sehingga pipa penetes harus benar-benar pas dengan penetes. 2. Peningkatan nilai keseragaman (EU) juga dapat dilakukan melalui penempatan posisi pipa lateral yang datar. 3. Untuk mengatasi penyumbatan perlu pembersihan komponen irigasi secara rutin, dan perbaikan dalam pemasangan sambungan-sambungan agar tidak bocor. Sebaiknya pembersihan penetes dilakukan setiap periode tanam untuk menghindari penyumbatan pada penetes 38

39 DAFTAR PUSTAKA Cahyadi, R Analisis Kinerja Jaringan Irigasi Tetes pada Budidaya Tanaman Tomat dan Melon dalam Rumah Kaca dengan Sistem Hidroponik. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fateta. IPB, Bogor. Karmeli D, Peri G, Todes M Irrigation Systems Design and Operation. Cape Town : Oxford University Press. Keller J, Bliesner RD Sprinkle and Trickle Irrigation. Van Nostrand Reinhold. Newyork. Nakayama FS, Bucks DA Trickle Irrigation for Crop Production, Design, Operation and Management. New York: Elsevier. Naswir Rancangan Sistem Fertigasi Mikro untuk Menunjang Pertanian Lahan Sempit. Ringkasan Disertasi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Prastowo Pengembangan Kriteria Rancangan Hidrolika Irigasi Tetes pada Jaringan Irigasi Airtanah Dangkal. Makalah Seminar Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Prihmantoro, H. dan Indriani YH Paprika Hidroponik dan Non Hidroponik. Penebar Swadaya. Jakarta. Rahayu, I Pengkajian Efisiensi Pemakaian Air pada Sistem Irigasi Tetes untuk Tanaman Krisan (Chrysanthemum sp) di PT Saung Mirwan. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fateta. IPB, Bogor. Schwab, G.O., Frevert R.K., Edmiister T.W., and Barnes K.K Soil and Water Conservation Engineering. John Wiley and Sons. Inc. NewYork. Schwarz, M Soilless Culture Management. Springer-Verlag. Berlin. Sismiyati, D Efektivitas Pemberian Air dengan Irigasi Tetes pada Tanaman Melon (Cucumis Melo). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fateta. IPB, Bogor. Widayanti, M Efisiensi dan Penjadwalan Operasi Irigasi Tetes di Bak Ladang 24 Daerah Irigasi Seropan Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fateta. IPB, Bogor. Widodo, T Perencanaan Irigasi Tetes untuk Budidaya Cemara Udang (Casuarina Equisetifolia) di Perusahaan Bonsai Indonesia, Jakarta. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fateta. IPB, Bogor. 39

40 Wilastra, R Perancangan Prototipe Penetes dengan Menggunakan Komponen Lokal pada Jaringan Irigasi Tetes. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fateta. IPB, Bogor. 40

41 LAMPIRAN 41

42 Lampiran 1. Nilai debit penetes masing-masing lateral ulangan 1 Penetes Volume Siram (ml) Debit (l/jam) Waktu (detik) Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Rata

43 Lampiran 2. Nilai debit penetes masing-masing lateral ulangan 2 Penetes Volume Siram (ml) Debit (l/jam) waktu (detik) Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Rata

44 Lampiran 3. Nilai debit penetes masing-masing lateral ulangan 3 Penetes Volume Siram (ml) Debit (l/jam) waktu (detik) Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Lateral Rata

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT JARINGAN IRIGASI TETES PADA SISTEM HIDROPONIK

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT JARINGAN IRIGASI TETES PADA SISTEM HIDROPONIK MEMPELAJARI KARAKTERISTIK HIDROLIKA PIPA SUB-UNIT JARINGAN IRIGASI TETES PADA SISTEM HIDROPONIK Oleh : Nurbaeti Khoerunnisa F14104058 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR MEMPELAJARI

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA

KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA Skripsi KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA ( Euphorbia phulcherrima) DENGAN SISTEM HIDROPONIK DI PT SAUNG MIRWAN BOGOR Oleh: LENI ANDRIANI F14103028 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya air merupakan dasar peradaban manusia (Sunaryo dkk., 2004).

TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya air merupakan dasar peradaban manusia (Sunaryo dkk., 2004). TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, yakni demi peradaban manusia. Bahkan dapat dipastikan, tanpa pengembangan sumber daya air secara konsisten

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan Juli sampai November 2013 di Greenhouse Sarwo

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan Juli sampai November 2013 di Greenhouse Sarwo 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Juli sampai November 2013 di Greenhouse Sarwo Farm Desa Bandar Agung Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Irigasi Tetes Irigasi tetes adalah suatu metode irigasi baru yang menjadi semakin disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. Irigasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Air Jurusan Teknik Pertanian. Dan Lahan Parkir Jurusan Teknik Pertanian di

METODE PENELITIAN. Air Jurusan Teknik Pertanian. Dan Lahan Parkir Jurusan Teknik Pertanian di 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Sumberdaya Lahan dan Air Jurusan Teknik Pertanian. Dan Lahan Parkir Jurusan Teknik Pertanian di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dengan meningkatnya kebutuhan air di bidang pertanian dan bidang lain,

TINJAUAN PUSTAKA. Dengan meningkatnya kebutuhan air di bidang pertanian dan bidang lain, TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Dengan meningkatnya kebutuhan air di bidang pertanian dan bidang lain, sedangkan potensi air terus menurun, menuntut suatu usaha untuk pemanfaatan air di bidang pertanian secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi berkelanjutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Irigasi Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi berkelanjutan merupakan bagian dari pengembangan kemanusiaan. Pengembangan fisik irigasi (bangunan berikut jaringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air.

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Tetes Irigasi tetes adalah suatu metode irigasi baru yang menjadi semakin disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. Irigasi tetes merupakan metode

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 di Lahan Pertanian Terpadu,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 di Lahan Pertanian Terpadu, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 di Lahan Pertanian Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat dan bahan Alat yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari pencurah bertekanan sedang sebanyak 283 data. Data tersebut diperoleh dari penelusuran informasi melalui internet maupun perusahaan tertentu yang menjual

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem irigasi bertekanan atau irigasi curah (sprinkler) adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem irigasi bertekanan atau irigasi curah (sprinkler) adalah salah satu 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Irigasi Curah Sistem irigasi bertekanan atau irigasi curah (sprinkler) adalah salah satu metode pemberian air yang dilakukan dengan menyemprotkan air ke udara kemudian jatuh

Lebih terperinci

A. SISTEM IRIGASI TETES

A. SISTEM IRIGASI TETES II. TINJAUAN PUSTAKA A. SISTEM IRIGASI TETES Irigasi tetes (trickle irrigation) merupakan sistem irigasi yang pemberian airnya melalui jalur pipa ekstensif biasanya dengan diameter kecil ke tanah dekat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 di lahan percobaan Fakulas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Bahan dan Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci

Skema umum jaringan irigasi curah diperlihatkan pada Gambar 2. Hydrant. Gambar 2. Skema jaringan irigasi curah (Prastowo, 2002).

Skema umum jaringan irigasi curah diperlihatkan pada Gambar 2. Hydrant. Gambar 2. Skema jaringan irigasi curah (Prastowo, 2002). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Irigasi Curah Irigasi curah (sprinkle irrigation) disebut juga overhead irrigation karena pemberian air dilakukan dari bagian atas tanaman terpancar menyerupai curah hujan (Prastowo,

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY JARINGAN IRIGASI PERPIPAAN

EXECUTIVE SUMMARY JARINGAN IRIGASI PERPIPAAN EXECUTIVE SUMMARY JARINGAN IRIGASI PERPIPAAN Desember 2012 KATA PENGANTAR Executive Summary ini merupakan ringkasan dari Laporan Akhir kegiatan Penelitian Jaringan Irigasi Perpipaan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

IRIGASI TETES (DRIP IRRIGATION) Dr.Ir. Sugeng Prijono, MS Irigasi Tetes Definisi: suatu sistem untuk memasok air (dan pupuk) tersaring ke dalam tanah melalui suatu pemancar (emiter / dripper) Debit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. apartemen sekalipun. Hidroponik dapat diusahakan sepanjang tahun tanpa

PENDAHULUAN. apartemen sekalipun. Hidroponik dapat diusahakan sepanjang tahun tanpa PENDAHULUAN Latar Belakang Hidroponik merupakan pertanian masa depan sebab hidroponik dapat diusahakan di berbagai tempat, baik di desa, di kota di lahan terbuka, atau di atas apartemen sekalipun. Hidroponik

Lebih terperinci

Setelah mengikuti mata kuliah Hortikultura ini diharapkan mahasiswa memahami konsep Sistem Budidaya Hidroponik

Setelah mengikuti mata kuliah Hortikultura ini diharapkan mahasiswa memahami konsep Sistem Budidaya Hidroponik Standar Kompetisi : Setelah mengikuti mata kuliah Hortikultura ini diharapkan mahasiswa memahami konsep Sistem Budidaya Hidroponik Kompetisi Dasar Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

, Aditya Prihantoko **) Balai Irigasi, Pusat Litbang Sumber Daya Air, Badan Litbang PU, Jl. Cut Meutia Kotak Pos 147 Bekasi 17113

, Aditya Prihantoko **) Balai Irigasi, Pusat Litbang Sumber Daya Air, Badan Litbang PU, Jl. Cut Meutia Kotak Pos 147 Bekasi 17113 KAJIAN DESAIN DAN KINERJA JARINGAN IRIGASI MIKRO BERBASIS MULTI KOMODITAS DI SUMEDANG (PERFORMANCE OF MICRO IRRIGATION NETWORK BASED ON MULTI COMMODITIES IN SUMEDANG) Oleh : Wildan Herwindo *), Aditya

Lebih terperinci

Analisis Sistem Irigasi Para pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca sativa var. crispa L.) Analysis of Para Irrigation Systemon Selada Cultivation

Analisis Sistem Irigasi Para pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca sativa var. crispa L.) Analysis of Para Irrigation Systemon Selada Cultivation Analisis Sistem Irigasi Para pada Budidaya Selada (Lactuca sativa var. crispa L.) Analysis of Para Irrigation Systemon Selada Cultivation (Lactuca sativa var. crispa L.) Edi Susanto, Taufik Rizaldi, M.

Lebih terperinci

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 1, No. 2 : , September 2014

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 1, No. 2 : , September 2014 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 179 Vol. 1, No. 2 : 179-189, September 2014 KARAKTERISTIK PERUBAHAN LENGAS TANAH PADA PEMBERIAN IRIGASI TETES PIPA PVC DI LAHAN KERING PRINGGABAYA KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 ANALISIS PENGARUH PEMBERIAN IRIGASI SECARA DEFISIT TERHADAP PRODUKSI TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) MELALUI SISTEM IRIGASI TETES Firnanda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kawasan Rumah Pangan Lestari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kawasan Rumah Pangan Lestari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Pengertian Kawasan Rumah Pangan Lestari Kementerian Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Rumah Pangan Lestari (RPL).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Irigasi adalah faktor yang sangat menentukan dalam kegiatan pertanian. Pada mulanya kegiatan irigasi hanya sebatas

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Irigasi adalah faktor yang sangat menentukan dalam kegiatan pertanian. Pada mulanya kegiatan irigasi hanya sebatas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Irigasi adalah faktor yang sangat menentukan dalam kegiatan pertanian. Pada mulanya kegiatan irigasi hanya sebatas mengairi lahan dengan air saja tanpa mempedulikan berapa

Lebih terperinci

Uji Tekanan Air Pompa dan Tinggi Riser terhadap Keseragaman Distribusi Air pada Irigasi Curah

Uji Tekanan Air Pompa dan Tinggi Riser terhadap Keseragaman Distribusi Air pada Irigasi Curah Uji Tekanan Air Pompa dan Tinggi Riser terhadap Keseragaman Distribusi Air pada Irigasi Curah (Test between the Pump Pressure and Height of Riser to Uniformity Water Distribution of Sprinkler Irrigation)

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Mulai. Pembuatan komponen irigasi tetes (emiter alternatif) Pembuatan tabung marihot. Pemasangan jaringan pipa-pipa dan emiter

LAMPIRAN. Mulai. Pembuatan komponen irigasi tetes (emiter alternatif) Pembuatan tabung marihot. Pemasangan jaringan pipa-pipa dan emiter LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alir penelitian Mulai Pembuatan komponen irigasi tetes (emiter alternatif) Pembuatan tabung marihot Pemasangan jaringan pipa-pipa dan emiter Pemasangan instalasi irigasi tetes

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY IRIGASI MIKRO BERBASIS MULTI KOMODITAS

EXECUTIVE SUMMARY IRIGASI MIKRO BERBASIS MULTI KOMODITAS EXECUTIVE SUMMARY IRIGASI MIKRO BERBASIS MULTI KOMODITAS Desember, 2012 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Laporan ini merupakan Executive Summary dari kegiatan Irigasi Mikro Berbasis Multi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Marga Agung, Kecamatan Jati Agung

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Marga Agung, Kecamatan Jati Agung III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Marga Agung, Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan

Lebih terperinci

Asep Sapei 1 dan Irma Kusmawati 2

Asep Sapei 1 dan Irma Kusmawati 2 PERUBAHAN POLA PENYEBARAN KADAR AIR MEDIA TANAM ARANG SEKAM DAN PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans Poir.) PADA PEMBERIAN AIR SECARA TERUS MENERUS DENGAN IRIGASI TETES Asep Sapei 1 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman di dalam larutan hara yang menyediakan semua unsur unsur hara yang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman di dalam larutan hara yang menyediakan semua unsur unsur hara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sistem hidroponik merupakan teknologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman di dalam larutan hara yang menyediakan semua unsur unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes 1 Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu menerangkan tentang pengertian dan komponen irigasi tetes, uniformity dan efisiensi irigasi tetes. Merancang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu 3 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumputrumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

1998 SURUSAN TEKlVIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

1998 SURUSAN TEKlVIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UNTUK TANAMA (Citrulhs vulgaris L.) PADA JARINGAN IRI DI KABUPATEN I OLEH : MUHAMMAD EKA SUAHPUT'RA 1998 SURUSAN TEKlVIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR yang diperlukan

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM IRIGASI TETES PADA TANAMAN KEMBANG KOL (Brassica Oleracea Var. Botrytis L. Subvar. Cauliflora DC) DALAM GREENHOUSE

APLIKASI SISTEM IRIGASI TETES PADA TANAMAN KEMBANG KOL (Brassica Oleracea Var. Botrytis L. Subvar. Cauliflora DC) DALAM GREENHOUSE Jurnal Teknik Pertanian LampungVol.3, No. 2: 141-154 APLIKASI SISTEM IRIGASI TETES PADA TANAMAN KEMBANG KOL (Brassica Oleracea Var. Botrytis L. Subvar. Cauliflora DC) DALAM GREENHOUSE THE APPLICATION OF

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBERIAN AIR IRIGASI (IRRIGATION APPLICATION)

TEKNIK PEMBERIAN AIR IRIGASI (IRRIGATION APPLICATION) TEKNIK PEMBERIAN AIR IRIGASI (IRRIGATION APPLICATION) PENDAHULUAN (INTRODUCTION) FUNGSI IRIGASI Fungsi utama: Memenuhi kebutuhan air tanaman Fungsi spesifik: 1. mengambil air dari sumber (diverting) 2.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. menguji kadar air nilam dengan metode Bindwell-Sterling

III. METODOLOGI. menguji kadar air nilam dengan metode Bindwell-Sterling III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Nilam kering yang berasal dari Kabupaten Kuningan. Nilam segar yang terdiri dari bagian daun dan batang tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. 3. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfir, sehingga menimbulkan. lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman

TINJAUAN LITERATUR. 3. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfir, sehingga menimbulkan. lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman TINJAUAN LITERATUR Irigasi Irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanaman untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Meskipun demikian, suatu definisi

Lebih terperinci

Disebut Hidroponik, apabila menggunakan air bersih dan nutrisi sebagai media tanam

Disebut Hidroponik, apabila menggunakan air bersih dan nutrisi sebagai media tanam Disebut Hidroponik, apabila menggunakan air bersih dan nutrisi sebagai media tanam Disebut Organik, apabila menggunakan bahan organik bersih sebagai media tanam, misal : gambut, kompos, dll. Tipe Media

Lebih terperinci

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 1, No. 1 : 73-80, Maret 2014

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 1, No. 1 : 73-80, Maret 2014 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 73 Vol. 1, No. 1 : 73-80, Maret 2014 ANALISIS SISTIM IRIGASI TETES TERPADU PADA LAHAN KERING PRINGGABAYA KABUPATEN LOMBOK TIMUR Collaboration Drip Irrigation Systems Analysis

Lebih terperinci

2 Penggunaan Pestisida kimia sintetis adalah salah satu faktor menurunya kesuburan tanah, selain itu berkurangnya lahan pertanian dalam produksi akiba

2 Penggunaan Pestisida kimia sintetis adalah salah satu faktor menurunya kesuburan tanah, selain itu berkurangnya lahan pertanian dalam produksi akiba BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mentimun adalah salah satu jenis sayuran yang digemari masyarakat. Salah satu jenis mentimun yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak dicari ialah mentimun Jepang

Lebih terperinci

EVALUASI DEBIT AIR DAN DIAMETER PIPA DISTRIBUSI AIR BERSIH DI PERUMAHAN KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN NELAYAN INDAH BELAWAN SEPTIAN PRATAMA

EVALUASI DEBIT AIR DAN DIAMETER PIPA DISTRIBUSI AIR BERSIH DI PERUMAHAN KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN NELAYAN INDAH BELAWAN SEPTIAN PRATAMA EVALUASI DEBIT AIR DAN DIAMETER PIPA DISTRIBUSI AIR BERSIH DI PERUMAHAN KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN NELAYAN INDAH BELAWAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 TATA LETAK JARINGAN PIPA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 TATA LETAK JARINGAN PIPA V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 TATA LETAK JARINGAN PIPA Kegiatan perencanaan merupakan hal dasar dalam menentukan sistem distribusi air bersih. Menurut Dharmasetiawan (2004), kegiatan perencanaan terdiri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan B. Bahan Dan Peralatan C. Metodologi

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan B. Bahan Dan Peralatan C. Metodologi III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung dari minggu kedua April 2009 sampai minggu awal Juli 2009 di Laboratorium Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

Click for the next show

Click for the next show Click for the next show APA SIH HIDROPONIK?? Hidroponik adalah salah satu sistem bercocok tanam, tanpa tanah, di lahan yang sempit. Dengan hidroponik, kita dapat menghilangkan penggunaan media tanah dan

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR Oleh: SARI ROSMAWATI F14102049 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IRIGASI TETES ASEP SAPEI

IRIGASI TETES ASEP SAPEI IRIGASI TETES ASEP SAPEI BAGIAN TEKNIK TANAH DAN AIR DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FATETA IPB BOGOR 2006 KATA PENGANTAR Buku ini disusun sebagai bahan bacaan tambahan bagi mahasiswa/i program studi Keteknikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang masih satu spesies dengan kol atau kubis (Brassica oleracea) (Pracaya, 2005). Kailan termasuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik 38 PEMBAHASAN Budidaya Bayam Secara Hidroponik Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem hidroponik yang digunakan

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER DESAIN IRIGASI TETES SEDERHANA TYPE DRIPLINE Optimizing of Simple Dripline Pipe Design Parameter

OPTIMASI PARAMETER DESAIN IRIGASI TETES SEDERHANA TYPE DRIPLINE Optimizing of Simple Dripline Pipe Design Parameter 92 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 Vol. 3, No. 1 : 92-98, Maret 2016 OPTIMASI PARAMETER DESAIN IRIGASI TETES SEDERHANA TYPE DRIPLINE Optimizing of Simple Dripline Pipe Design Parameter Humairo Saidah*,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI IRIGASI TETES DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN SAWI (Brassica juncea) PADA TANAH INCEPTISOL

ANALISIS EFISIENSI IRIGASI TETES DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN SAWI (Brassica juncea) PADA TANAH INCEPTISOL ANALISIS EFISIENSI IRIGASI TETES DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN SAWI (Brassica juncea) PADA TANAH INCEPTISOL (Drip Irrigation Efficiency Analysis and Crop Water Requirements of Mustard (Brassica juncea) in

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi berkelanjutan

TINJAUAN LITERATUR. Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi berkelanjutan TINJAUAN LITERATUR Irigasi Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi berkelanjutan merupakan bagian dari pengembangan kemanusiaan. Pengembangan fisik irigasi (bangunan berikut jaringan irigasi)

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Flow chart penelitian. Mulai. Pembuatan menara air. Pemasangan pipa dan emiter. Pengambilan data. Pengukuran parameter.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Flow chart penelitian. Mulai. Pembuatan menara air. Pemasangan pipa dan emiter. Pengambilan data. Pengukuran parameter. LAMPIRAN Lampiran 1. Flow chart penelitian Mulai Pembuatan menara air Pemasangan pipa dan emiter Pengambilan data Pengukuran parameter Analisis Selesai Lampiran 2. Layout jaringan irigasi tetes Keterangan:

Lebih terperinci

TEKNIK FERTIGASI KENDI; untuk Pertanian Lahan Kering Edisi 2, oleh Dr. Ir. Hermantoro Sastrohartono, M.S. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko

TEKNIK FERTIGASI KENDI; untuk Pertanian Lahan Kering Edisi 2, oleh Dr. Ir. Hermantoro Sastrohartono, M.S. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko TEKNIK FERTIGASI KENDI; untuk Pertanian Lahan Kering Edisi 2, oleh Dr. Ir. Hermantoro Sastrohartono, M.S. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398;

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI BERTEKANAN

EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI BERTEKANAN No: DSM/IP.16 03/01/La-IRIGASI/2013 Executive Summary SATKER BALAI IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI BERTEKANAN TAHUN ANGGARAN 2013 DESEMBER, 2013 i KATA PENGANTAR Balai Irigasi, Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Denah kebun DIV I PT LPI SKALA 1 : 70000

Lampiran 1. Denah kebun DIV I PT LPI SKALA 1 : 70000 LAMPIRAN 27 Lampiran 1. Denah kebun DIV I PT LPI SKALA 1 : 70000 28 Lampiran 2. Perhitungan evapotranspirasi acuan 29 Lampiran 3. Perhitungan curah hujan efektif 30 Lampiran 4. Perhitungan kebutuhan air

Lebih terperinci

Sprinkler Tipe BIR Versi 1 Teknologi Tepat, Investasi Hemat

Sprinkler Tipe BIR Versi 1 Teknologi Tepat, Investasi Hemat Tipe BIR Versi 1 Teknologi Tepat, Investasi Hemat KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR Teknologi Tepat Pada Lahan Kering Pemanfaatan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI IRIGASI TETES RO DRIP UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN DI LAHAN KERING DATARAN RENDAH

TEKNOLOGI IRIGASI TETES RO DRIP UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN DI LAHAN KERING DATARAN RENDAH TEKNOLOGI IRIGASI TETES RO DRIP UNTUK BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN DI LAHAN KERING DATARAN RENDAH Kasiran Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F14103033 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 4. Keadaan sebelum dan sesudah adanya pengairan dari PATM

Gambar 4. Keadaan sebelum dan sesudah adanya pengairan dari PATM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Kondisi PATM Gorontalo merupakan salah satu daerah yang menjadi tempat untuk pengembangan sumberdaya lokal berbasis pertanian agropolitan sehingga diperlukan inovasi

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA JARINGAN IRIGASI PADA SISTEM IRIGASI MICRO SPRAY DI KEBUN PERCOBAAN TAJUR - PKBT IPB, BOGOR

EVALUASI KINERJA JARINGAN IRIGASI PADA SISTEM IRIGASI MICRO SPRAY DI KEBUN PERCOBAAN TAJUR - PKBT IPB, BOGOR SKRIPSI EVALUASI KINERJA JARINGAN IRIGASI PADA SISTEM IRIGASI MICRO SPRAY DI KEBUN PERCOBAAN TAJUR - PKBT IPB, BOGOR Oleh : ASTI BUDI UTAMI F14102094 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH PENGAIRAN PADA TANAMAN CABAI

PENGARUH PENGAIRAN PADA TANAMAN CABAI PENGARUH PENGAIRAN PADA TANAMAN CABAI DISUSUN OLEH DWI ARISTA PURWANI (10712011) PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG 2012 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Aspek Teknis

PEMBAHASAN Aspek Teknis 47 PEMBAHASAN Aspek Teknis PT. Gula Putih Mataram menggunakan sistem mekanisasi dalam kegiatan pengolahan lahan, hal ini menyebabkan dalam pelaksanaan pengolahan tanah sangat tergantung pada kondisi tanah.

Lebih terperinci

MODEL RANCANGAN HIDROLIKA SUB UNIT IRIGASI CURAH DENGAN TEKANAN SEDANG

MODEL RANCANGAN HIDROLIKA SUB UNIT IRIGASI CURAH DENGAN TEKANAN SEDANG SKRIPSI MODEL RANCANGAN HIDROLIKA SUB UNIT IRIGASI CURAH DENGAN TEKANAN SEDANG Oleh : Ismail Hadi F14051228 2010 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR MODEL

Lebih terperinci

UJI KEMIRINGAN TALANG SISTEM FERTIGASI HIDROPONIK NFT (Nutrient Film Technique) PADA BUDIDAYA TANAMAN SAWI (Brassica Juncea L) SKRIPSI

UJI KEMIRINGAN TALANG SISTEM FERTIGASI HIDROPONIK NFT (Nutrient Film Technique) PADA BUDIDAYA TANAMAN SAWI (Brassica Juncea L) SKRIPSI UJI KEMIRINGAN TALANG SISTEM FERTIGASI HIDROPONIK NFT (Nutrient Film Technique) PADA BUDIDAYA TANAMAN SAWI (Brassica Juncea L) SKRIPSI DEWI RENITAULI SIMBOLON 060308023 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR Oleh : ADAM SURYA PRAJA F01499004 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EVALUASI KELAYAKAN TEKNIS Parameter yang digunakan untuk melakukan evaluasi kelayakan teknis antara lain adalah keseragaman debit aliran, keseragaman konduktivitas listrik (EC),

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN. TAPAK DARA (Vinca rosea L.) DI PEMBIBITAN. Oleh SLAMET BUDIARTO

PENGARUH BEBERAPA MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN. TAPAK DARA (Vinca rosea L.) DI PEMBIBITAN. Oleh SLAMET BUDIARTO PENGARUH BEBERAPA MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TAPAK DARA (Vinca rosea L.) DI PEMBIBITAN Oleh SLAMET BUDIARTO A28.0102 JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TATA CARA PERENCANAAN TANGKI SEPTIK DENGAN SISTEM RESAPAN

TATA CARA PERENCANAAN TANGKI SEPTIK DENGAN SISTEM RESAPAN TATA CARA PERENCANAAN TANGKI SEPTIK DENGAN SISTEM RESAPAN COPY SNI 03-2398 - 2002 Pendahuluan Tat cara ini dimaksudkan sebagai acuan bagi perencana dalam pembangunan septik dengan sistem resapan. Tata

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Fenomena Dasar Mesin (FDM) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3.2.Alat penelitian

Lebih terperinci

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Nama : Sonia Tambunan Kelas : J NIM : 105040201111171 MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Dengan lahan seluas 1500 m², saya akan mananam tanaman paprika (Capsicum annuum var. grossum L) dengan jarak tanam, pola

Lebih terperinci

SIMULASI PERHITUNGAN OPTIMUM IRIGASI ALUR. Oleh : MARLINA RAMADHANIYATI SM F

SIMULASI PERHITUNGAN OPTIMUM IRIGASI ALUR. Oleh : MARLINA RAMADHANIYATI SM F SIMULASI PERHITUNGAN OPTIMUM IRIGASI ALUR Oleh : MARLINA RAMADHANIYATI SM F14103068 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Marlina Ramadhaniyati SM. F14103068.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Media Terhadap Drainase Lapangan Sepakbola Sebelum tahun 1940an media tanam rumput dalam lapangan sepakbola terdiri dari media campuran yang banyak mengandung liat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam (soilless culture). Media tanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk organik cair adalah ekstrak dari hasil pembusukan bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik ini bisa berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November 2010 di Greenhouse dan Laboraturium Wageningen IPB.

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November 2010 di Greenhouse dan Laboraturium Wageningen IPB. III. METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November 2010 di Greenhouse dan Laboraturium Wageningen IPB. 3.2 ALAT DAN BAHAN Pada penelitian ini ada

Lebih terperinci

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 3, No. 1 : 49-59, Maret 2016

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 3, No. 1 : 49-59, Maret 2016 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 49 Vol. 3, No. 1 : 49-59, Maret 2016 ANALISIS RANCANG BANGUN SISTEM IRIGASI HEMAT AIR TERPADU BERBASIS JARINGAN IRIGASI AIR TANAH (JIAT) PADA LAHAN KERING TANAH BERGRADASI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. B. Bahan dan Peralatan. C. Metodologi

III. METODOLOGI. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. B. Bahan dan Peralatan. C. Metodologi III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung dari minggu pertama April 2010 sampai minggu kedua juni 2010 di Laboratorium Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB.

ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB. ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB. PERENCANAAN DRAINASE KAWASAN STADION SURAJAYA KABUPATEN LAMONGAN OLEH: MAHASISWA : BRANI BIJAKSONO NRP: 3111 105 028 DOSEN PEMBIMBING : UMBORO LASMINTO, ST.MSc.Dr.Techn NIP: 19721202

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI AIR TANAH (IRIGASI MIKRO)

EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI AIR TANAH (IRIGASI MIKRO) EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR IRIGASI AIR TANAH (IRIGASI MIKRO) Desember 2011 KATA PENGANTAR Executive Summary ini merupakan ringkasan dari Laporan Akhir kegiatan Pengkajian Efisiensi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Melon (Cucumis melo L.) Botani

TINJAUAN PUSTAKA. Melon (Cucumis melo L.) Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Melon (Cucumis melo L.) Botani Melon (Cucumis melo L.) tergolong dalam famili Cucurbitaceae genus Cucumis. Di Amerika Serikat, melon yang dibudidayakan dikelompokan dalam dua tipe utama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan pola dua faktor. Faktor pertama adalah

Lebih terperinci

KESERAGAMAN TETESAN PADA IRIGASI TETES SISTEM GRAVITASI Emission Uniformity on Gravitational Drip Irrigation System

KESERAGAMAN TETESAN PADA IRIGASI TETES SISTEM GRAVITASI Emission Uniformity on Gravitational Drip Irrigation System Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 133 Vol. 1, No. 2 : 133-139, September 2014 KESERAGAMAN TETESAN PADA IRIGASI TETES SISTEM GRAVITASI Emission Uniformity on Gravitational Drip Irrigation System Humairo Saidah*,

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI PERPIPAAN

EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI PERPIPAAN EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI PERPIPAAN TAHUN ANGGARAN 2014 Desember, 2014 i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya kegiatan Litbang Pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

AKUAPONIK. Sutrisno Estu Nugroho Anang Hari Kristanto,

AKUAPONIK. Sutrisno Estu Nugroho Anang Hari Kristanto, AKUAPONIK Sutrisno Estu Nugroho Anang Hari Kristanto, 1 PENDAHULUAN Budidaya perikanan umumnya memerlukan lahan yang luas dan sumber air yang melimpah Keterbatasan lahan dan air merupakan kendala, terutama

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv RIWAYAT HIDUP... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL 5.1 Masalah Air Limbah Layanan Kesehatan Air limbah yang berasal dari unit layanan kesehatan misalnya air limbah rumah sakit,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER

PENGGUNAAN PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER SKRIPSI PENGGUNAAN PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER (PLC) UNTUK PENGENDALIAN KELEMBABAN UDARA DAN TEMPERATUR LARUTAN NUTRISI PADA BUDIDAYA TANAMAN HIDROPONIK DENGAN SISTEM EBB AND FLOW Oleh : HARIATUN KUSYUNARTI

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI KINERJA APLIKATOR PUPUK CAIR PADA PROSES BUDIDAYA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

MODIFIKASI DAN UJI KINERJA APLIKATOR PUPUK CAIR PADA PROSES BUDIDAYA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) MODIFIKASI DAN UJI KINERJA APLIKATOR PUPUK CAIR PADA PROSES BUDIDAYA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) Agus Panduwinata 1, Siswoyo Soekarno 2, Tasliman 3 1 Dept of Agricultural Engineering, FTP, Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Irigasi Curah Irigasi curah atau siraman (sprinkler) adalah metode penggunaan air terhadap permukaan tanah dalam bentuk percikan, seperti hujan biasa. Metode pemberian air ini dimulai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Desember 2012 Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air. Ir. Bambang Hargono, Dipl. HE, M.Eng NIP:

KATA PENGANTAR. Bandung, Desember 2012 Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air. Ir. Bambang Hargono, Dipl. HE, M.Eng NIP: KATA PENGANTAR Pengembangan lahan non padi di Indonesia belum sepenuhnya dapat didukung dengan jaringan irigasi yang memadai dan mempunyai efisiensi irigasi yang diharapkan, namun demikian akhir-akhir

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teknik Budidaya Melon

TINJAUAN PUSTAKA. Teknik Budidaya Melon TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Diskripsi Tanaman Melon Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu anggota famili Cucurbitaceae genus Cucumis. Melon berasal dari Afrika Timur dan Afrika Timur-Laut. Melon

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)

RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) Oleh: SANZ GRIFRIO LIMIN F014102010 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Sanz Grifrio Limin.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan maka pada bagian ini penulis akan memberikan beberapa kesimpulan tentang pengaruh modal,

Lebih terperinci

Kajian Teknis Sistem Penyaliran dan Penirisan Tambang Pit 4 PT. DEWA, Tbk Site Asam-asam Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan

Kajian Teknis Sistem Penyaliran dan Penirisan Tambang Pit 4 PT. DEWA, Tbk Site Asam-asam Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan Kajian Teknis Sistem Penyaliran dan Penirisan Tambang Pit 4 PT. DEWA, Tbk Site Asam-asam Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan Uyu Saismana 1, Riswan 2 1,2 Staf Pengajar Prodi Teknik Pertambangan,

Lebih terperinci

MEMPELAJARI MODEL RANCANGAN HIDROLIKA SUB UNIT IRIGASI CURAH DENGAN TEKANAN TINGGI

MEMPELAJARI MODEL RANCANGAN HIDROLIKA SUB UNIT IRIGASI CURAH DENGAN TEKANAN TINGGI SKRIPSI MEMPELAJARI MODEL RANCANGAN HIDROLIKA SUB UNIT IRIGASI CURAH DENGAN TEKANAN TINGGI Oleh : Indri Nursani F14053609 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci