A. LATAR BELAKANG Undang undang No.32 Tahun 2009 mendefinisikan lingkungan hidup sebagai kesatuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. LATAR BELAKANG Undang undang No.32 Tahun 2009 mendefinisikan lingkungan hidup sebagai kesatuan"

Transkripsi

1 A. LATAR BELAKANG Undang undang No.32 Tahun 2009 mendefinisikan lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain. Dengan demikian pengertian lingkungan hidup tercakup pula apa yang didefinisikan sebagai sumber daya alam. Sumber daya alam adalah semua benda, daya, keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup, yang merupakan hasil proses alamiah, baik hayati maupun non hayati, terbarukan maupun tidak terbarukan. 1 Sehingga secara implisit dinyatakan bahwa tingkat kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup. Dengan kata lain, pemanfaatan sumber daya alam yang ada harus diatur sedemikian rupa sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga sebagai tanggung jawab terhadap generasi yang akan datang mengenai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Di era globalisasi sekarang ini, pertumbuhan penduduk yang sangat cepat di Indonesia telah menyebabkan kebutuhan sarana dan prasarana semakin meningkat pula. KotaYogyakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang mulai memiliki tingkat pertumbuhan yang pesat. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ( ) tingkat urbanisasi di Yogyakarta meningkat dari 44,4% hingga mencapai 70,2%. 2 Dengan meningkatnya kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta tentunya diiringi pula dengan pembangunan sarana dan prasarana penunjang bagi kemajuan Kota Yogyakarta yang sudah pasti memberikan dampak negatif terhadap menurunnya kualitas lingkungan sekitar. 1 Menurut naskah akademisi RUU PSDA versi 19 November Sensus penduduk 1990, 2000, 2010, dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995, 2005

2 Kota Yogyakarta tentu memiliki daya tarik tersendiri sebagai sebuah ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dimana Kota Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan dan pusat perekonomian, Sehingga memungkinkan terdapat banyak peluang dan kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu Kota Yogyakarta juga sebagai destinasi wisata yang merupakan salah satu faktor terjadinya kepadatan kota. Selama kurun waktu tren wisatawan baik wisatawan asing maupun wisatawan lokal selalu mengalami peningkatan 3. Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang seringkali dihadapi oleh kabupaten/kota adalah meningkatnya konversi lahan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum di kawasan RTH, belum adanya masterplan RTH dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan RTH 4. Untuk itu pemerintah kota Yogyakarta sendiri telah mengatur RTH publik dalam PERWAL Nomor 5 Tahun 2007 akan tetapi masih sering dijumpai lokasi RTH yang berubah fungsi menjadi tempat pedagang kaki lima (PKL) maupun aktivitas lainnya. Apabila melihat dari pentingnya peranan RTH, dan melihat permasalahan permasalahan yang diakibatkan oleh kepadatan dan pembangunan kota yang pesat, tentunya luasan RTH harus lebih diperbanyak agar lebih optimal menjadi penyeimbang ekologis lingkungan. Saat ini Kota Yogyakarta merupakan salah satu destinasi wisata yang sangat digemari, hal ini tentunya akan memberikan keuntungan ekonomi bagi pemerintah kota Yogyakarta, dan pada akhirnya pemerintah lebih menitik beratkan pembangunan yang selalu mengedepankan masalah dampak positif atau manfaat besar yang akan diperoleh, mulai dari penyediaan lapangan pekerjaan, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mempercepat pembangunan daerah tertinggal 3 Berdasarkan data BPS 2010, 2011, Rilis BLH DIY 06 Oktober 2014 : (Tantangan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau: Konversi lahan dan regulasi)

3 sampai dengan mengurangi kemiskinan, sehingga proses perumusan kebijakan pemerintah adalah lebih kepada kemudahan dalam mengurus perizinan pembangunan, jaminan keamanan investasi, kelonggaran pembayaran pajak maupun persyaratan lingkungan yang tidak ketat. Hal ini terbukti setidaknya selama tahun 2012 terdapat 48 hotel baru yang mengantongi izin IMB, dan untuk 2013 saja ada 16 permohonan izin pembangunan hotel 5. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan kelompok pemerhati lingkungan dalam hal ini diwakili oleh LSM LSM maupun organisasi organisasi masyarakat yang berangkat dari idealisme untuk menjaga kualitas lingkungan hidup sehingga tetap harmonis dengan kehidupan manusia. Salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan adalah Walhi Yogyakarta yang dengan salah satu isu strategisnya adalah permasalahan tata ruang. Secara intensif Walhi Yogyakarta selalu memantau perkembangan tata ruang di kota Yogyakarta, khususnya ruang terbuka hijau. termasuk juga menjadi salah satu pihak yang selalu memperhatikan peraturan pemerintah tentang penataan ruang terbuka hijau, sekaligus implementasi kebijakan tersebut di lapangan. Berikut beberapa kegiatan Walhi Yogyakarta terkait permasalahan kebijakan pemerintah terhadap tata ruang khusunya ruang terbuka hijau di kota Yogyakarta : 1. Diskusi dengan dinas-dinas terkait, dalam hal ini adalah BAPPEDA dan BLH tentang daya tampung kota Yogyakarta yang sudah melebihi batas dari luasan wilayah perkotaan yang tidak diimbangi oleh peningkatan kualitas lingkungan melalui pengelolaan RTH di kota Yogyakarta yang belum mencukupi kuota minimal yang sudah ditentukan 6. 5 Yogyakarta tambah 64 hotel baru, /nasional/jawa-tengah-diy-nasional/mi430k-selama-dua-tahun-yogya-tambah-64- hotel-baru diakses pada 25 Maret Buletin Toe-Goe, Hal 7, Edisi : Oktober Desember 2013.

4 2. Memaksa pemerintah untuk mengeluarkan moratorium pemberian izin hotel, melihat dari pembangunan hotel yang terus meningkat dapat mengurangi area yang seharusnya dapat dipergunakan sebagai ruang terbuka hijau Pendampingan Walhi Yogyakarta terhadap warga Gambiran untuk mendorong pemerintah mendirikan RTH, melihat dari kurangnya RTH publik di kawasan tersebut 8. Peranan Walhi Yogyakarta dalam pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta adalah selain dari hal-hal yang sudah di tentukan diatas juga melakukan pendataan terkait kawasan RTH dan juga melalui diskusi diskusi bersama pemangku kebijakan dan organisasi kemasyarakatan lainnya sekaligus melakukan pendampingan terhadap warga yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan tata ruang khususnya ruang terbuka hijau oleh pemerintah di Kota yogyakarta Berdasarkan pembahasan di atas mengenai keterlibatan kelompok pemerhati lingkungan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam penataan tata ruang khususnya ruang terbuka hijau di kota Yogyakarta, skripsi ini akan memfokuskan analisis mengenai fenomena peran Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan ruang terbuka hijau oleh pemerintah di Kota Yogyakarta sesuai dengan UU Penataan Ruang No 26 Tahun Ibid, Hal 17 8 Ibid

5 B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana peran WALHI Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) oleh pemerintah Kota Yogyakarta? C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan penelitian Untuk mengetahui bagaimana peran Walhi Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta. 2. Manfaat Penelitian - Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk kegiatan penelitian dikemudian hari, khususnya dibidang penataan ruang. - Diharapkan mampu memberikan solusi kepada pemangku kebijkan dalam mengelola penataanruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta.

6 D. KERANGKA DASAR TEORI 1. LSM Lingkungan Pengertian LSM Keberadaan lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia sangat berkaitan dengan bentuk dan hubungannya dengan pemerintah, jumlahnya juga sangat beragam dan berfariasi, karena konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat kompleks. Sehingga tidaklah mudah untuk mengidentifikasi dan memahaminya. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau yang umum dikenal dengan Non-Government Organization (NGO) merupakan organisasi yang dibentuk oleh kalangan kalangan yang bersifat mandiri.organisasi ini tidak menggantungkan diri kepada pemerintah atau negara terutama dalam dukungan finansial. 9 Tetapi di Indonesia terdapat juga LSM yang sulit dilepaskan dari pemerintah, karena tidak jarang mereka justru menjadi lembaga yang merupakan sarana mobilisasi politik untuk kepentingan pemerintah. Peran dan fungsi LSM Menururt Noeleen Hayzer, mengidentifikasikan tiga jenis peranan yang dapat dimainkan LSM 10, yaitu : 1) Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat grassroots yang sangat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. 2) Meningkatkan pengaruh politik secara meluas melalui jaringan kerjasama baik dalam suatu negara ataupun dengan lembaga lembaga internasional lainnya. 3) Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan. 9 Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi menuju demokrasi, Yogyakarta. Pustaka pelajar Hal Affan Gaffar & abdul Gaffar, Negara dan Masyarakat sipil/ (Diktat kuliah social politik) jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Isipol UGM, 1997, hal.51.

7 Berkaitan dengan peranan LSM di Indonesia, ismail hadad menyatakan sebagai organisasi kemasyarakatan LSM mempunyai fungsi diantaranya 11 : 1) Fungsi yang bersifat komplementer dalam arti bahwa LSM dapat melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat dalam bidang atau sektor apapun yang belum termasuk dalam sektor pemerintah. 2) Fungsi subsider atau peranan tambahan dalam arti bahwa LSM hanya berperan untuk memberi dukungan, menunjang atau menjadi pelaksana program-program pemerintah yang ada dan ditujukan pada kelompok sasaran masyarakat yang telah menjalin hubungan baik dengan LSM yang bersangkutan. 3) Fungsi penghubung atau perantara yakni lemabaga birokrasi dan pemerintah belum dapat menjangkau lapisan bawah atau sebaliknya masyarakat tingkat bawah tidak dapat menjangkau atau memperoleh fasilitas yang disediakan pemerintah, maka LSM dapat berperan untuk menghubungkan atau menjadi perantara yang aktif antara masyarakat di tingkat bawah dengan pemerintah ditingkat atas. 4) Sebagai motivator, yaitu menggali motivasi dan menumbuhkan kesadaran anggota kelompok akan masalah yang mereka hadapi, akan potensi sumber daya yang mereka miliki, serta proses untuk memperbaiki nasip dan membangun masa depan yang lebih baik akan potensi dan swadaya mereka sendiri. 5) Sebagai komunikator, dimana LSM dapat mengamati mereka dan menyalurkan aspirasi dan kebutuhan sasaran untuk bahan perumusan kebijaksanaan serta perencanaan program pembangunan yang menyangkut kepentingan mereka. 11 Prisma No 4 tahun 1983 hal 15-16

8 6) Sebagai dinamisator terutama dalam merintis strategi dan merintis metode mengembangkan masyarakat setempat juga untuk memperkenalkan dan merintis metode baru dibidang teknologi dan manajemen yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Dari penjelasan mengenai peran dan fungsi LSM diatas, dapat diketahui bahwa LSM dapat memainkan peranan pada dataran arus bawah melalui pemberdayaan masyarakat tingkat bawah dan juga dapat bermain dalam dataran tingkat atas, yakni melalui upaya upaya lobi untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah.dengan mengacu pada pendapat yang dikemukakan Heyzer di atas maka affan gaffar menggolongkan peranan lsm ke dalam dua kelompok besar, yaitu peranan dalam bidang non politik melalui pemberdayaan masyarakat bidang social, ekonomi dan peranan dalam bidang politik, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani antara masyarakat dengan negara dan pemerintah Ruang Terbuka Hijau RTH. a) Fungsi dan Definisi Ruang terbuka Hijau Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Dalam sebuah kota, persentase luas ruang terbuka hijau terhadap luas wilayah kota harus mencapai 30% yang terdiri dari ruang terbuka hijau publik 20% dan ruang terbuka hijau privat 10%. Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20% dari wilayah perkotaan yang disediakan oleh 12 Ibid,Hal.52.

9 pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih terjamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.. b) Partisipasi Masyarakat dan Sistem Pengawasan Pada pasal 55 tentang Pengawasan Penataan Ruang disebutkan bahwasanya untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang. Pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang, yang terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dan dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat 13. E. DEFINISI KONSEPSIONAL 1. LSM lingkungan adalah organisasi yang dibentuk oleh sejumlah warga Negara yang bersifat independent dan mempunyai kepedulian terhadap persoalan-persoalan lingkungan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. 2. Kelompok penekan adalah beberapa kelompok atau organisasi yang menggunakan cara persuasif, propaganda, atau cara lainnya dengan teratur untuk mempengaruhi dan membentuk kebijaksanaan pemerintah. 3. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu atau organisasi dalam masyarakat. 4. Ruang terbuka Hijau merupakan salah satu kebijakan pemerintah sebagai upaya untuk menjaga kelestarian alam dan meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan, yang pengawasannya melibatkan masyarakat. 13 Pasal 55 Tentang pengawasan Penataan Ruang UU on 26 Tahun 2007

10 F. DEFINISI OPERASIONAL Definisi ini merupakan variable-variabel yang sudah dibahas dalam definisi konsep dan kerangka dasar teori. Untuk itu definisi operasional yang diajukan adalah peran walhi Yogyakarta selaku LSM lingkungan dalam mengawasi pengelolaan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta yang mengacu pada fungsi-fungsi dan peranan LSM Lingkungan : 1) Fungsi Pemberdayaan Masyarakat - Melindungi dan membela kepentingan masyarakat. - Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat - Menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan potensi diri dan lingkungan disekitarnya 2) Fungsi Penghubung - Membangun Lembaga Pemerintah - Advokasi - Melakukan investigasi - Melakukan kampanye secara meluas dan menyeluruh - Membangun critical mass sebagai wujud dari pentingnya Lingkungan hidup 3) Fungsi subsider Fungsi subsider atau peranan tambahan dalam arti bahwa LSM hanya berperan untuk memberi dukungan, menunjang atau menjadi pelaksana program-program pemerintah yang ada dan ditujukan pada kelompok sasaran masyarakat yang telah menjalin hubungan baik dengan LSM yang bersangkutan.

11 G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian pada hakekatnya merupakan wahan untuk menentukan kebenaran atau lebih membenarkan kebenaran.maka dari itu untuk menjawab pertanyaan dari rumusan permasalahan dalam penelitian ini, penyusun menggunakan metode penelitian deskriptif.penelitian deskriptif merupakan istilah yang umum dan mencakup beberapa tekhnik deskriptif, diantaranya penelitian yang menuturkan, mengkalsifikasikan dan menganalisa data serta untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada saat sekarang dengan menggunakan teknik interview, dokumentasi dan studi pustaka Jenis data Secara garis besar sumber data dalam penelitian ini dapat dibagai menjadi 2 (dua) jenis, antara lain sebagai berikut : a. Sumber Primer Sumber primer yaitu sumber sumber yang memberi data secara langsung dari tangan pertama.dalam hal ini kepala atau direktur beserta para staf Walhi Yogyakarta dan pemerintah Kota Yogyakarta. b. Sumber Sekunder Sumber sekunder yaitu semua informasi yang diperoleh tidak secara langsung, tetapi melalui dokumen-dokumen yang mencatat keadaan konsep penelitian (ataupun yang terkait didalamnya) di dalam unit analisa yang dijadikan obyek penelitian. Meliputi profil serta arsip sejarah tentang Walhi Yogyakarta, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dan arsip beberapa kasus yang terkait dengan penelitian. 14 Winarno Surachman, Dasar dan Teknik Research. CV Tarsito, Bandung, Hal. 34.

12 3. Tekhnik Pengumpulan Data a. Teknik Wawancara Dalam menggunakan metode ini harus memperhatikan 4 titik kunci yang ingin diwawancarai, mendapatkan akses dan mengatur wawancara, melakukan wawancara dan menganalisis hasil. Dalam kegiatan penelitian ini yang menjadi narasumber adalah Direktur serta staf Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta, Masyarakat dan pegawai dari kantor BLH dan BAPPEDA Kota Yogyakarta. b. Teknik Dokumentasi Hasil dokumentasi yang ingin didapatkan dalam kegiatan penelitian ini adalah hasil atau laporan dari media massa dari usaha WALHI DIY dalam menjalankan kegiatan advokasinya terkait Ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta 4. Unit Analisia data Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka unit analisanya adalah direktur dengan anggota Walhi Yogyakarta dan Pemerintah Kota Yogyakarta. 5. Teknik Analisa data Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satu yang dapat dikelola, mengsintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain 15. Penelitian yang kaya data tidak akan berarti sama sekali jika data tersebut tidak dirangkai dalam struktur makna yang logis Moloeng, L. J. 2012, Metodologi penelitian kualitatif (ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 16 Alim, Agus Teori dan Paradigma Penelitian Sosial

13 HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN PROPORSI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA YOGYAKART Dalam bab ini akan dibahas sejauh mana aktivitas Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai organisasi masyarakat yang bersifat mandiri, yaitu LSM yang bergerak di bidang advokasi lingkungan hidup dalam berperan sebagai aktor politik yang diharapkan mampu mempengaruhi dan sekaligus merubah kebijakan publik terutama masalah yang menyangkut Lingkungan hidup. Tetapi terlebih dahulu penulis akan memaparkan secara teoritis kemungkinan kemungkinan peran strategis LSM secara umum dalam tatanan kehidupan politik yang demokratis. Untuk kemudian barulah bisa dianalisis data data yang telah ada mengenai fenomena peran Walhi dalam pengelolaan lingkungan hidup yang dalam hal ini diambil studi kasus tentang peran walhi dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Yogyakarta. Peran walhi Yogyakarta selaku LSM lingkungan dalam mengawasi pengelolaan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta yang mengacu pada fungsi dan peranan LSM Lingkungan dalam bidang non politik melalui pemberdayaan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, sekaligus peranan dalam bidang politik. Fungsi penghubung, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani antara masyarakat dengan negara dan pemerintah 17 dan fungsi subside, yang mengacu pada fungsi-fungsi dari LSM Lingkungan. 1. Fungsi Pemberdayaan Peranan LSM sebagai fasilitator, dengan memberikan kegiatan-kegiatan pemberdayaan pemberdayaan, guna membangkitkan kembali rasa kepercayaan diri 17 ibid

14 masyarakat lokal, agar dapat aktif dalam kehidupan sosial, serta terciptanya kesejahteraan sosial. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadiankejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya 18. Pemberdayaan yang sifatnya membangun karakter, agar hidup terus maju kedepan dan dapat menggapai segala cita-cita yang diharapkan. Pemberdayaan artinya adalah penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga mereka bisa menemukan masa depan mereka berpartisipasi serta mempengaruhi kehidupan bermasyarakat 19. Shardlow, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan SosiaL (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h Yusra Kilun (editor), Pengembangan Komunitas Muslim: Pemberdayaan Masyarakat KampungBadak Putih Dan Kampung Satu Duit (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, h. 164.

15 Pemberdayaan bertujuan meningkatkan keberdayaan dari mereka yang dirugikan (the disadvantaged) 21.Pemberdayaan diberikan kepada masyarakat lemah atau masyarakat miskin.pemberdayaan diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat hidup lebih baik lagi.menciptakan kesejahteraan sosial pada tatanan kehidupan masyarakat.masyarakat miskin perlu diberdayakan agar mereka dapat aktif dalam kegiatan sosial dan dapat memenuhi kehidupannya sendiri.dari berbagai konsep tentang pemberdayaan, jelas pemberdayaan (empowerment) bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, penganguran, kebodohan dan keterbelakangan pada masyarakat agar mereka berdaya dan memiliki semangat dalam menjalankan hidup dalam kegiatan sosial di masyarakat. 1. Kegiatan Kegiatan Pemberdayaan WALHI Yogyakarta terkait Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta. Peranan Walhi Yogyakarta dalam melakukan kegiatan kegiatan pemberdayaan masyarakat menggunakan strategi pemberdayaan Aras Makro.Seperti yang sudah dipaparkan diatas, Aras Makro adalah pendekatan yang disebut juga sebagai strategi sistem besar (large system strategy), karena sasaran perubahannya diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas.strategi ini digunakan untuk melakukan 40 perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik.strategi sistem besar ini, memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menemukan strategi yang tepat untuk bertindak Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat DiEra Globalisasi, diterjemahkan oleh Sastrawan Manullang dkk (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), h Ibid

16 Adapun kegiatan pemberdayaan Walhi Yogyakarta dalam menjalankan fungsi pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut : a) Melindungi dan membela kepentingan masyarakat. Pendampingan Walhi Yogyakarta terhadap warga Gambiran untuk mendorong pemerintah mendirikan RTH, melihat dari kurangnya RTH publik di kawasan tersebut.dalam hal ini Walhi Yogyakarta bergerak untuk kepentingan warga Gambiran menuntut pemerintah untuk mendirikan RTH di Kawasan tersebut. Dalam hal ini walhi selaku pendamping warga gambiran melalui divisi investigasi dan respons issue, Walhi berusaha menyikapi fenomena yang terjadi di masyarakat gambiran yang menuntut kepada pemerintah agar dibangunnya RTH di kawasan tersebut. Baru kemudian issue yang masuk dibahas melalui divisi data dan info untuk kemudian akan dipublikasikan melalui divisi kampanye. b) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat Kegiatan Walhi Yogyakarta untuk memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat adalah melalui kegiatan-kegiatan pelatihan dan pendidikan, adapun kegiatan Walhi Tersebut adalah : 1) Pelatihan Paralegal dan AMDAL Kijang 2) Pemantauan Lingkungan dan Pendidikan Kader Rakyat

17 c) Menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan potensi diri dan lingkungan disekitarnya Sebagai salah satu upaya Walhi Yogyakarta dalam melaksanakan fungsinya sebagai LSM lingkungan, yaitu menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan potensi diri dan lingkungan sekitarnya, yaitu Dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang berbentuk pengakomodiran masyarakat untuk ikut terlibat dan peduli terhadap permasalahan lingkungan sekitaradalah pembentukan Sahabat Lingkungan (SHALINK). Sebagai Organ Support, kiprah Sha-Link sangat luar biasa mendukung kegiatan advokasi lingkungan Walhi Yogyakarta. Pada kegiatannya Sha-Link bepfokus pada pendidikan alternatif, dengan betuk kegiatan kampanye lingkungan dan pendidikan lingkungan. Kegiatan kegiatan sahabat lingkungan Walhi Yogyakarta 1. Kampanyelingkungan 2. Pendidikan Lingkungan a) Diskusi rutin anggota Sahabat Lingkungan b) Basic Environmental Training (BET), yang dalam perkembangannya menjadi agendan rutin tahunan Komunitas Sahabat Lingkungan c) Menjadi pemateri pemateri lingkungan disetiap kegiatan yang mengundang partisipatif Sahabat Lingkungan 2. Fungsi Penghubung WALHI mengemban misi sebagai wahana perjuangan penegakan kedaulatan rakyat dan demokrasi untuk pemenuhan keadilan, pemerataan sosial, pengawasan rakyat atas

18 Dalam menjalankan fungsinya sebagai penghubung antara pemerintah dan masyarakat, Walhi Yogyakarta mengupayakan antara lain : 1) Membangun Lembaga Mitra Pemerintah 2) Melakukan Advokasi 3) Melakukan Investigasi Terhadap Kasus-kasus Pencemaran lingkungan 4) Melakukan Kampanye Secara Luas dan Menyeluruh 5) Membangun Critical Mass Sebagai Wujud Dari Pentingnya Lingkungan Hidup; 3. Fungsi Subsider Walhi Yogyakarta sebagai salah satu pihak paling depan dalam menjaga kelestarian lingkungan selalu berupaya untuk meiningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan lingkungan, untuk itu dalam menjalankan fungsi subsider atau tambahan Walhi Yogyakarta menjalankan kegiatan sebagai berikut : 1. Sosialisasi terkait kebijakan RTH di Kota Yogyakarta Seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya Walhi Yogyakarta dalam menjalankan fungsinya sebagai LSM lingkungan melakukan kegiatan kampanye secara menyeluruh, melalui berbagai media termasuk melalui kampanye. Seperti : a) Workshop dan seminar. b) Aksi dengan menggunakan massa untuk memberi preassure kepada para pelaku kebijakan. B. Kendala Walhi Yogyakarta dalam menjalankan fungsinya sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat Hambatan yang dirasakan Walhi Yogyakarta secara garis besar berasal dari luar instansi, namun di dalam lingkungan Walhi Yogyakarta sendiri ada beberapa hambatan meskipun oleh Direktur bukan dianggap sebuah halangan untuk terus bekerja. Hambatan

19 dari sisi internal lembaga adalah dengan kurangnya staf, juga komunikasi yang masih kurang baik dalam lingkup anggota.hal ini karena dalam realitanya staf yang berada dibawah komando Direktur tidak selalu bisa selalu bekerja sesuai masa jabatan Direktur selama empat tahun. Pergantian staf sendiri memang menjadi kendala yang masih sering ditemukan, entah karena faktor staf tersebut menikah, atau mendapat pekerjaan yang tetap ditempat lain. Tabel.III.2 Hambatan dan Kendala WALHI Yogyakarta Hambatan internal Hambaran Eksternal Kurangnya staf dalam Keterbukaan informasi dari pemerintah kabupaten maupun eksekutif kepengurusan propinsi WALHI Yogyakarta Komunikasi yang kurang luwes antar staf Kebijakan yang tidak konsisten aneh dari pemerintah menyebabkan banyak celah yang dapat menyebabkan masalah baru, dan juga menyebabkan upaya WALHI Yogyakarta dalam gerakan advokasinya terbentur Kaderisasi yang minim Kultur masyarakat yang masih sulit terbuka terhadap kedatangan WALHI, namun perlahan dapat ditangani Ancaman dari pihak yang merasa dirugikan oleh gerakan WALHI Yogyakarta terutama ketika membantu masyarakat

20 PENUTUP A. KESIMPULAN Peranan Walhi Yogyakarta dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta adalah dengan melakukan kegiatan kegiatan sesuai dengan fungsi dan peranan LSM Lingkungan, yaitu pemberdayaan, fungsi penghubung dan fungi subsider. a. Fungsi Pemberdayaan 1. Melindungi dan membela kepentingan masyarakat 2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat dengan melakukan kegiatan diantaranya Pelatihan Paralegal dan Amdal Kijang dan Pemantauan Lingkungan dan Pendidikan Kader Rakyat. 3. Menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan potensi diri dan lingxkungan disekitarnya dengan mendirikan organ support seperti Sahabat Lingkungan (SHALINK) dan pembentukan Warga berdaya. b. Fungsi Penghubung Dalam menjalankan fungsi penghubung Walhi Yogyakarta melakukan beberapa kegiatan yaitu : 1) Membangun Lembaga Mitra Pemerintah 2) Melakukan Advokasi 3) Melakukan Investigasi Terhadap Kasus-kasus Pencemaran lingkungan 4) Melakukan Kampanye Secara Luas dan Menyeluruh 5) Membangun Critical Mass Sebagai Wujud Dari Pentingnya Lingkungan Hidup. c. Fungsi Subsider 1. Sosialisasi terkait kebijakan RTH di Kota Yogyakarta

21 Dalam menjalankan Fungsi Subsider Walhi Yogyakarta mencoba membantu pemerintah dengan melaksankan kegiatan sosialisasi-sosialisasi terkait kebijakan Ruang terbuka hijau di kota yogyakarta, seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya Walhi Yogyakarta dalam menjalankan fungsinya sebagai LSM lingkungan melakukan kegiatan kampanye secara menyeluruh, melalui berbagai media termasuk melalui kampanye. Seperti : 1. Workshop dan seminar. 2. Aksi dengan menggunakan massa untuk memberi preassure kepada para pelaku kebijakan. Dengan melihat dari data-data tersebut diatas, maka bisa di simpulkan bahwasanya : a. Walhi Yogyakarta aktif dalam kegiatan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat dalam mendapatkan keadilan akan hak kualitas lingkungan yang bersih dan sehat. b. Walhi Yogyakarta telah melakukan advokasi demi perubahan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan ruang terbuka hijau. c. Dalam mendukung program Ruang terbuka hijau, Walhi Yogyakarta bersama masyarakat secara aktif dan masif melaksanakan program-program terkait ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta. Sejauh ini, peran Walhi Yogyakarta dalam mendukung dan mensukseskan program pemerintah dalam meningkatkan proporsi ruang terbuka hijau sudah melakukan beberapa kegiatan secara maksimal. Hal ini mengacu pada indikator dan fungsi yang telah dilakukan oleh Walhi yogyakarta.

22 Didalam menjalankan fungsi dan perannya, Walhi Yogyakarta mengalami beberapa kendala. Seperti halnya kendala internal dan eksternal. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian peran dan fungsi Walhi dalam mendukung program dan kebijakan pemerintah terkait Ruang Terbuka Hijau. B. SARAN 1. Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta a. Lebih mengembangkan kemauan politik rakyat dengan cara bersama-sama masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak atas kebutuhan lingkungan yang bersih dan sehat. b. Lebih aktif dan kritis dalam kaitannya terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terutama yang menyangkut masalah kelestarian lingkungan. c. Meningkatkan jaringan kerja sama dalam setiap kegiatan advokasinya, sehingga dirasa akan lebih efektif dalam melakukan kegiatan penuntutan kebijakn maupun peraturan yang dirasa belum berpihak kepada masyarakat dan lingkungan. d. Penguatan kaderisasi di Walhi Yogyakarta. 2. Pemerintah Kota Yogyakarta a. Kebijakan terkait masalah lingkungan memang merupakan suatu permasalahan yang harus didudukan bersama, bukan hanya oleh pemerintah yang mungkin melihat bahwa suatu pembangunan lebih memberikan dampak positif kepada ekonomi dibandingkan terhadap lingkungan. b. Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat ataupun organisasi-organisasi non pemerintah yang mungkin dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan dikawasan perkotaan khususnya ruang terbuka hijau.

23 DAFTAR PUSTAKA Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi menuju demokrasi, Yogyakarta. Pustaka pelajar Hal.200 Affan Gaffar & abdul Gaffar, Negara dan Masyarakat sipil/ (Diktat kuliah social politik) jurusan IlmuPemerintahan Fakultas Isipol UGM, 1997, hal.51. Alim, Agus Teori dan Paradigma Penelitian Sosial Buletin Toe-Goe, Hal 7, Edisi : Oktober Desember 2013 David Korten dalam Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Social:Pergolakan Ideologi LSM Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996, Hal Dr. Lexy. J. Moeleuong. MA. Methodologi Penelitian Kualitatif, Bandung. Remaja rosda karya Hal 135 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan SosiaL (Bandung: PT Refika Aditama, 2005)/ Eko Budiharjo dan Djoko Sujarto, kota berkelanjutan, penerbit PT.ALUMNI hal 91 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), Hasni, Op Cit, hal bandingkan dengan pasal 2 Permendagri no 1 tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan Hadiwinata S Bob, The Politics of NGOS Ni Indonesia: Developing Democracy Ana Managing a movement, Routledge Curzon, New York, Disunting oleh Bonnie Setyawan, Global JusticeIsbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, h Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat DiEra Globalisasi, diterjemahkan oleh Sastrawan Manullang dkk (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), h. 130 Kutanegara, Pande Made.Kebijakan Kependudukan Dan Daya Dukung Lingkungan Kota Yogyakarta. PSKK Universitas Gadjah Mada Meuthia-Ganie-Rochman dalam Maruto MD dan Anwari WMK (ed.) Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi,LP3ES, Jakarta, Maurice Duverger, Partai Politik Dan Kelompok-Kelompok Penekan, Disunting oleh Affan Gaffar, Bina Aksara

24 Moloeng, L. J. 2012, Metodologi penelitian kualitatif (ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Ryker dalam Afan Gaffar, Politik Indonesia: transisi menuju Demokrasi. Hal Stuart Gerry Brown dalam ceppy Haricahyono, ilmu politik dan perspektifnya, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1991 Winarno Surachman, Dasar dan Teknik Research. CV Tarsito, Bandung, 1972 Yusra Kilun (editor), Pengembangan Komunitas Muslim: Pemberdayaan MasyarakatKampungBadak Putih Dan Kampung Satu Duit (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, 2007) Peter Willet, Pressure Group in the global system, New york, St. martin Press Sensus penduduk 1990, 2000, 2010, dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995, 2005 Berdasarkan data BPS 2010, 2011, 2012 Menurut naskah akademisi RUU PSDA versi 19 November 2002 Undang undang No 26 tahun 2007 UU RI No.4 tahun 1982, Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Budi Setiyono, Pengawasan Pemilu oleh LSM, Suara merdeka, 15 oktober 2003 Rilis BLH DIY 06 Oktober 2014 : (Tantangan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau: Konversi lahan dan regulasi) Yogyakarta tambah 64 hotel baru, /nasional/jawa-tengah-diy-nasional/mi430k-selama-dua tahunyogya-tambah-64-hotel-baru diakses pada 25 Maret

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN PROPORSI RUANG

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN PROPORSI RUANG BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN PROPORSI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA YOGYAKART Pada bagian sebelumnya telah dipaparkan bagaimana lembaga Swadaya Massyarakat (LSM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikannya kebebasan yang luas memberikan kesempatan pada kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. diberikannya kebebasan yang luas memberikan kesempatan pada kelompok-kelompok BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ruang politikyang semakin terbuka lebar pada era reformasi, seiring dengan diberikannya kebebasan yang luas memberikan kesempatan pada kelompok-kelompok masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian rumusan masalah yang telah dijelaskan, maka penulis akan menjelaskan inti dari setiap uraian dari bab sebelumnya. Kesimpulan dari rumusan masalah tersebut adalah

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Ikhtisar Eksekutif Pembangunan sistem administrasi modern yang andal, professional, partisipatif serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, merupakan kunci sukses menuju manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari elemen perkotaan. Ruang terbuka hijau memiliki fungsi ekologis, estetika, sosial budaya dan ekonomi. Namun pada pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP 4.1. Visi dan Misi 4.1.1. Visi Bertitik tolak dari dasar filosofi pembangunan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS FREEDOM OF INFORMATION NETWORK INDONESIA (FOINI)

RENCANA STRATEGIS FREEDOM OF INFORMATION NETWORK INDONESIA (FOINI) RENCANA STRATEGIS FREEDOM OF INFORMATION NETWORK INDONESIA (FOINI) TENTANG FOINI Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) merupakan jaringan organisasi masyarakat sipil dan individu yang intensif

Lebih terperinci

SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN

SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN LENA MARYANA MUKTI Anggota DPR/MPR RI 2004-2009 Jakarta, 21 Mei 2015 1 PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMBUAT

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung sebagai pusat perdagangan, industri, dan pariwisata.

IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung sebagai pusat perdagangan, industri, dan pariwisata. 59 IV. GAMBARAN UMUM A. Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung. Oleh karena itu selain merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode kualitatif menurut Sugiono (2011:7) adalah proses penelitian dan

III. METODE PENELITIAN. Metode kualitatif menurut Sugiono (2011:7) adalah proses penelitian dan III. METODE PENELITIAN A. Tipe dan Jenis Penelitian Metode kualitatif menurut Sugiono (2011:7) adalah proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP 4.1. Visi dan Misi SKPD 4.1.1. Visi Filosofi yang mendasari pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta seperti tercantum

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada Pemerintahan Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di banyak negara berkembang pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72%

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan kemiskinan tingkat pendidikan, kepadatan penduduk, daerah kumuh dan akhirnya pada

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH Strategi pembangun daerah adalah kebijakan dalam mengimplementasikan program kepala daerah, sebagai payung pada perumusan program dan kegiatan pembangunan di dalam mewujdkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kondisi umum sanitasi di Indonesia sampai dengan saat ini masih jauh dari kondisi faktual yang diharapkan untuk mampu mengakomodir kebutuhan dasar bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

Pendahuluan. Latar Belakang

Pendahuluan. Latar Belakang Pendahuluan Latar Belakang Pembangunan daerah Kabupaten Bangkalan yang dilaksanakan dalam kurun waktu Tahun 2008 2013 telah memberikan hasil yang positif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi lingkungan hidup sudah mulai memprihatinkan serta kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu kelompok yang memiliki kepentingan yang sama serta cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu kelompok yang memiliki kepentingan yang sama serta cita-cita yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik sendiri hakikatnya adalah sebagai sarana bagi masyarakat atau suatu kelompok yang memiliki kepentingan yang sama serta cita-cita yang sama dengan mengusung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan politik demokratik berjalan semenjak reformasi tahun 1998. Perkembangan tersebut dapat dilihat melalui sejumlah agenda; penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap sumberdaya hutan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap sumberdaya hutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya penggunaan hutan dan beragamnya alih fungsi hutan di Indonesia telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap sumberdaya hutan. Sumberdaya hutan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tatacara penyelenggaraan pemerintah mengelola dan mengatur pemerintah sangat mempengaruhi baik atau buruknya suatu pemerintahan berjalan. Pemerintah yang dikelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Fakta tersebut tidak terhindarkan juga terjadi pada Kota Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Fakta tersebut tidak terhindarkan juga terjadi pada Kota Yogyakarta. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini peningkatan pencemaran pada kawasan perkotaan semakin meningkat. Fakta tersebut tidak terhindarkan juga terjadi pada Kota Yogyakarta. Sebagai ibukota provinsi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001 TENTANG TUGAS POKOK FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT BADAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROPINSI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam maupun sumber daya manusia yang rendah. timbulnya perkumpulan dan perhimpunan sukarela (voluntary association).

BAB I PENDAHULUAN. daya alam maupun sumber daya manusia yang rendah. timbulnya perkumpulan dan perhimpunan sukarela (voluntary association). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PLAN Internasional adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat yang berpusat pada anak, tetapi salah satu dari misi Plan ini ada yang mencoba untuk turut juga memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi yang efektif. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program dan kegiatan yang terukur dan

Lebih terperinci

BAB VI REFLEKSI PENDAMPINGAN BERBASIS ASET KAMPUNG PENELEH. Pendampingan masyarakat Peneleh dalam memanfaatkan aset yang

BAB VI REFLEKSI PENDAMPINGAN BERBASIS ASET KAMPUNG PENELEH. Pendampingan masyarakat Peneleh dalam memanfaatkan aset yang BAB VI REFLEKSI PENDAMPINGAN BERBASIS ASET KAMPUNG PENELEH Pendampingan masyarakat Peneleh dalam memanfaatkan aset yang mereka miliki merupakan salah satu cara untuk merubah pola pikir mereka. Upaya-upaya

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD Lingkungan yang baik sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT BRIEF NOTE AMERTA Social Consulting & Resourcing Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 132 13220 Email: amerta.association@gmail.com Fax: 62-21-4719005 MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. LSM, komunitas anak, dan dunia usaha. Partisipasi LSM bisa ditemukan mulai

BAB V PENUTUP. LSM, komunitas anak, dan dunia usaha. Partisipasi LSM bisa ditemukan mulai BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Ada beberapa kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Mengacu pada jenis kategori pemain kebijakan nonformal yaitu kelompok kepentingan, partisipasi

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-Undang No. 40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Pembangunan Desa adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah desa, dalam rangka memajukan desa dan meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat desa. Dana pembangunan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pencapaian tujuan daerah diawali dengan perumusan perencanaan yang berkualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan devisa melalui upaya pengembangan dan pengelolaan dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH 5.1 VISI DAN MISI KOTA CIMAHI. Sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

Laporan Tahunan. Sloka Institute 2010

Laporan Tahunan. Sloka Institute 2010 Laporan Tahunan Sloka Institute 2010 Pengantar Tahun 2010 membawa harapan baru bagi keterbukaan informasi di Indonesia. Sejak tanggal 1 Mei 2010 lalu, Undangundang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan

Lebih terperinci

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya.

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya. Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN Minggu ke 12 Pemberdayaan (empowerment) Power/daya Mampu Mempunyai kuasa membuat orang lain melakukan segala sesuatu yang diinginkan pemilik kekuasaan Makna Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini,

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini, BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini, yaitu: 1. Tahapan dan Bentuk Gerakan Lingkungan di

Lebih terperinci

STRATEGI MEMAJUKAN PERAN & KEBERLANJUTAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA 1

STRATEGI MEMAJUKAN PERAN & KEBERLANJUTAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA 1 STRATEGI MEMAJUKAN PERAN & KEBERLANJUTAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA 1 Handoko Soetomo 2 Peran organisasi masyarakat sipil (OMS) di Indonesia tak dapat dilepaskan dari konteks dan tantangan

Lebih terperinci

Anggaran Dasar KONSIL Lembaga Swadaya Masyarakat INDONESIA (Konsil LSM Indonesia) [INDONESIAN NGO COUNSILINC) MUKADIMAH

Anggaran Dasar KONSIL Lembaga Swadaya Masyarakat INDONESIA (Konsil LSM Indonesia) [INDONESIAN NGO COUNSILINC) MUKADIMAH Anggaran Dasar KONSIL Lembaga Swadaya Masyarakat INDONESIA (Konsil LSM Indonesia) [INDONESIAN NGO COUNSILINC) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia menunjukkan nilai rata-rata 33,37 1 pada skala 1 sampai dengan 100.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia menunjukkan nilai rata-rata 33,37 1 pada skala 1 sampai dengan 100. 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kondisi kawasan hutan di semua kabupaten di provinsi Jambi menurut hasil pengukuran indeks tata kelola hutan di 9 Kabupaten di provinsi oleh PGA UNDP

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Bab I Pendahuluan 1.1. LatarBelakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara berbagai dimensi, baik dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1 Bab 1 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah dewasa ini semakin meningkat, namun tidak diimbangi secara optimal dengan penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi

Lebih terperinci

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak.

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak. INTISARI Sebagai respon terhadap tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mendirikan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) Rekso

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun jajaran pemerintahan di daerah untuk dapat mempercepat terwujudnya

I. PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun jajaran pemerintahan di daerah untuk dapat mempercepat terwujudnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang No 22 Tahun 1999 menuntut seluruh jajaran pemerintahan di daerah untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, serta baiknya pengelolaan sumber daya alam yang ada. diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan dalam model

BAB I PENDAHULUAN. hidup, serta baiknya pengelolaan sumber daya alam yang ada. diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan dalam model BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan ekonomi yang bersifat kerakyatan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, lebih fokus untuk tujuan mengurangi kemiskinan, pengangguran, kesenjangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, bahwa pembangunan yang dilaksanakan dengan pendekatan top-down dan sentralistis, belum berhasil

Lebih terperinci

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah Petunjuk Umum: Baca dan tandatangani pernyataan patuh pada Etika Akademik Pilihan Ganda 1. Berilah tanda silang pada lembar jawaban dengan memilih

Lebih terperinci

PROGRAM WARGA MADANI: PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT*)

PROGRAM WARGA MADANI: PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT*) PROGRAM WARGA MADANI: PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT*) Oleh Dr. Leonardus Banilodu, M.S. Dosen Biologi dan Ekologi FMIPA dan FKIP Unika Widya Mandira Jln. Jend. A. Yani 50-52 Telp. (0380) 833395 Kupang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada era Orde Baru, pemerintah daerah tidak mempunyai kemandirian untuk berkembang. Semua kebijakan pemerintah daerah dikontrol oleh pemerintah pusat. Reformasi diawal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PROPOSAL DESIGNING PROJECT PENANGANAN SAMPAH DAN PENCEMARAN SUNGAI BRANTAS DI KAWASAN SPLENDID-MALANG. Oleh. WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)

PROPOSAL DESIGNING PROJECT PENANGANAN SAMPAH DAN PENCEMARAN SUNGAI BRANTAS DI KAWASAN SPLENDID-MALANG. Oleh. WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) PROPOSAL DESIGNING PROJECT PENANGANAN SAMPAH DAN PENCEMARAN SUNGAI BRANTAS DI KAWASAN SPLENDID-MALANG Oleh WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) (Untuk memenuhi tugas pengganti UTS mata kuliah Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan bidang sanitasi di berbagai daerah selama ini belum menjadi prioritas, sehingga perhatian dan alokasi pendanaan pun cenderung kurang memadai. Disamping

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA

IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA Oleh: Ir. Imam S. Ernawi, MCM, M.Sc. Direktur Jenderal Penataan Ruang, Dep. Pekerjaan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai ideologi negara telah mengamanatkan bahwa keadilan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai ideologi negara telah mengamanatkan bahwa keadilan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pancasila sebagai ideologi negara telah mengamanatkan bahwa keadilan sosial merupakan hal yang paling esensial dalam mewujudkan cita-cita negara. Dalam bidang ilmu

Lebih terperinci