ANALISIS BIAYA USAHA MADU ODENG DI DESA BANTAR JAYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT SURYA LEONARD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS BIAYA USAHA MADU ODENG DI DESA BANTAR JAYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT SURYA LEONARD"

Transkripsi

1 ANALISIS BIAYA USAHA MADU ODENG DI DESA BANTAR JAYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT SURYA LEONARD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 28

2 ANALISIS BIAYA USAHA MADU ODENG DI DESA BANTAR JAYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT SURYA LEONARD Skripsi Sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 28

3 RINGKASAN SURYA LEONARD. E Analisis Biaya Usaha Madu Odeng di Desa Bantar Jaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di bawah bimbingan Ir. E.G. Togu Manurung MS, Ph.D. Selama ini pemanfaatan hasil hutan di Indonesia terfokus pada kayu dalam bentuk kayu bulat. Hal tersebut berdampak kerusakan hutan yang saat ini diperkirakan telah mencapai 1,6-2 juta ha per tahun. Akibat kerusakan hutan tersebut maka jumlah kayu bulat di hutan Indonesia berkurang sehingga produksi kayu menjadi menurun. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan pemanfaatan hasil hutan non kayu sehingga kita tidak lagi terfokus pada kayu dalam pemanfaatan hasil hutan. Salah satu hasil hutan non kayu yang sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia adalah madu. Madu dapat diperoleh dengan beternak lebah madu (Apis mellifera). Selain menghasilkan madu, peternak juga akan memperoleh beberapa produk lebah lainnya seperti royal jelly, bee venom, propolis, pollen, dan malam (wax). Semua produk lebah tersebut memiliki nilai manfaat yang tinggi. Indonesia sangat cocok untuk usaha budidaya lebah madu karena sangat kaya akan ragam tanaman berbunga dan hasil pertanian yang dapat diusahakan sepanjang tahun, namun jumlah peternakan lebah madu di Indonesia masih sangat sedikit. Sedikitnya jumlah peternakan lebah madu di Indonesia disebabkan oleh besarnya modal yang diperlukan untuk memulai usaha ini. Selain itu juga informasi dan pengetahuan tentang tata cara pengelolaan lebah yang baik juga belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Atas dasar ini, maka analisis biaya pengusahaan lebah madu dilakukan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis biaya terhadap Madu Odeng yang berlokasi di Desa Bantar Jaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis data yang dilakukan meliputi : analisis biaya produksi madu, analisis Break Even Point, analisis harga pokok, dan analisis profitabilitas usaha perlebahan madu. Biaya produksi setiap jenis produk Madu Odeng masing-masing adalah : Madu Kapuk Rp /kg, Madu Karet Rp /kg, Madu Rambutan Rp /kg, Madu Mangga Rp /kg, Madu Klengkeng Rp. 45.3/kg, Madu Kaliandra Rp. 3.54/kg, Madu Pahit Rp /kg, Madu Pollen Rp /kg, Madu Superstrong Rp /kg, Bee pollen Rp /kg, dan Royal jelly Rp /kg. Biaya produksi tersebut terdiri dari biaya tetap yang berkisar antara Rp /kg sampai Rp /kg dan biaya variabel yang berkisar antara Rp /kg sampai Rp /kg. Tingkat Break Even Point yang diperoleh untuk setiap jenis produk Madu Odeng, yaitu Madu Kapuk 1.84 kg, Madu Karet 325,86 kg, Madu Rambutan 52,34 kg, Madu Mangga 112,7 kg, Madu Klengkeng 56,84 kg, Madu Kaliandra 164,81 kg, Madu Pahit 113,96 kg, Madu Pollen 347,5 kg, Madu Superstrong 57 kg, Bee Pollen 6,59 kg, dan Royal Jelly 1,88 kg. Untuk memproduksi produk lebah pada tingkat BEP maka Madu Odeng harus memelihara 196 koloni lebah. Harga pokok produksi untuk setiap jenis produk lebah, dengan asumsi keuntungan 2 % adalah Madu Kapuk Rp /kg, Madu Karet Rp /kg, Madu Rambutan Rp /kg, Madu Mangga Rp /kg, Madu Klengkeng

4 Rp /kg, Madu Kaliandra Rp /kg, Madu Pahit Rp /kg, Madu Pollen Rp /kg, Madu Super Strong Rp /kg, Bee Pollen Rp /kg, dan Royal Jelly Rp /kg. Keuntungan Madu Odeng telah optimum karena semua produk dijual pada tingkat harga yang lebih tinggi dari pada harga pokok. Analisis profitabilitas usaha Madu Odeng untuk setiap jenis produk, menghasilkan nilai B/C ratio Madu Kapuk 1,37, Madu Karet 1,41, Madu Rambutan 1,67, Madu Mangga 1,55, Madu Klengkeng 1,45, Madu Kaliandra 1,35, Madu Pahit 1,94, Madu Pollen 1,59, Madu Superstrong 1,21, Bee Pollen 1,58, dan Royal Jelly 1,36, dengan nilai B/C ratio rata-rata 1,41. Untuk nilai ROI, Perlebahan Madu Odeng memiliki nilai 49,25 %. Berdasarkan nilai B/C ratio dan ROI tersebut maka usaha Perdagangan Madu Odeng layak untuk diusahakan. Usaha perlebahan berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, karena dapat membuka lapangan kerja, membantu penyerbukan tanaman hutan dan perkebunan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kata kunci : Hasil Hutan Non Kayu (HHNK), Break Even Point (BEP), Benefit Cost Ratio (B/C), Return On Investment (ROI).

5 SUMMARRY SURYA LEONARD. E Cost Analysis of Madu Odeng in Bantar Jaya Village Bogor District, West Java. Under the direction of Ir. E.G. Togu Manurung MS, Ph.D. All this time forest exploitation was focused on logs. It caused forest degradation with degradation rate 1,6-2 million hectare per year. Therefore it s necessary to develop the non wood forest product so forest exploitation is not only focused on log. One of non wood forest product that suitable to be developed in Indonesia is Honey. Honey can be produced by farming the honey bee (Apis mellifera) which produced honey, royal jelly, bee venom, propolis, bee pollen, and wax. Indonesia, which has so many species of plants and agriculture products that can be produced along the year, is very suitable country to develop the honey bee farm. As a matter of fact, the number of honey bee farm in Indonesia is low. The high investment that is required to build honey bee farm is the main problem that cause the number of honey bee farm in Indonesia is still very few. Besides that, information and knowledge of good honey bee management were not well known among common people. Based on these, the research of cost analysis of honey bee farm was done. This research was done by analyzing the cost of honey production, break even point, honey base price, and profitability of Madu Odeng in Bantar Jaya village, Bogor District, West Java. Production cost of Madu Odeng products are Madu Kapuk Rp /kg, Madu Karet Rp /kg, Madu Rambutan Rp /kg, Madu Mangga Rp /kg, Madu Klengkeng Rp. 45.3/kg, Madu Kaliandra Rp. 3.54/kg, Madu Pahit Rp /kg, Madu Pollen Rp /kg, Madu Superstrong Rp /kg, Bee pollen Rp /kg, and Royal Jelly Rp /kg. That s consists of fixed cost, ranged from Rp /kg to Rp /kg and variable cost ranged between Rp /kg and Rp /kg. Break even point of Madu Odeng were varies for every product, which are 1.84 kg of Madu Kapuk, 325,86 kg of Madu Karet, 52,34 kg of Madu Rambutan, 112,7 kg of Madu Mangga, 56,84 kg of Madu Klengkeng), 164,81 kg of Madu Kaliandra, 113,96 kg of Madu Pahit, 37,5 kg of Madu Pollen, 427 kg of Superstrong honey, 6,59 kg of bee pollen, dan 1,88 kg of royal jelly. In order to produce their product on break even point, Madu Odeng have to farming 196 bees colony. On the other hand, base price of Madu Odeng product were varies for every product, which are Madu Kapuk Rp /kg, Madu Karet Rp /kg, Madu Rambutan Rp /kg, Madu Mangga Rp /kg, Madu Klengkeng Rp /kg, Madu Kaliandra Rp /kg, Madu Pahit Rp /kg, Madu Pollen Rp /kg, Madu Super Strong Rp /kg, Bee Pollen Rp /kg, and Royal Jelly Rp /kg. These prices were calculated based on 2 % of profit margin. Profitability analysis of Madu Odeng was presented by value of B/C ratio and Return on Investment. The average B/C ratio of Madu Odeng is 1,41, while B/C ratio of every product are Madu Kapuk 1,37, Madu Karet 1,41, Madu Rambutan 1,67, Madu Mangga 1,55, Madu Klengkeng 1,45, Madu Kaliandra 1,35,

6 Madu Pahit 1,94, Madu Pollen 1,59, Madu Superstrong 1,21, Bee Pollen 1,58, dan Royal Jelly 1,36. The ROI value of Madu Odeng is 49,25 %. Based on that B/C ratio and ROI value, Madu Odeng honey bee business is feasible to be conducted. Honey bee business have a positif to the spciety and environment, because it creates job field, aids plant pollination, and increases society welfare. Key words : Non Wood Forest Product, Break Even Point (BEP), Benefit Cost Ratio (B/C), Return On Investment (ROI).

7 Judul : Analisis Biaya Usaha Madu Odeng di Desa Bantar Jaya Kabupaten Bogor, Jawa Barat Nama : Surya Leonard NIM : E24129 Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. E.G. Togu Manurung MS, Ph.D (NIP : ) Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr (NIP : ) Tanggal Lulus :

8 PRAKATA Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan karunia-nya karya ini dapat diselesaikan. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Orang tua, abang, dan adik-adikku, atas cinta, doa dan dukungannya. 2. Ir. E.G. Togu Manurung, MS. Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dari awal penelitian sampai akhir. 3. Ir. Kasno, M.Sc dan Ir. Siswoyo, M.Si, selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran kepada penulis. 4. Bpk. Ade Karna selaku pemilik Perlebahan Madu Odeng, Bpk Suminta selaku petugas lapangan Madu Odeng, yang telah memberikan informasi yang penulis butuhkan. 5. Sang pujaan hati Charoline S. Panjaitan atas doa, cinta, kesabaran, semangat, dan dukungannya. 6. Step (thanks for computer), Willy (bapuk), Edgar (Telepati), B Lukman (dora), Wayan, Tommy, dan seluruh penghuni Buaya. 7. Teman-teman seperjuangan Ace, Bayu, Dwi (it s u re turn ), John (wake up man), dan Ogu untuk segala dukungan, dorongan, dan bantuan kalian. 8. Seluruh rekan-rekan Lab. Ekonomi Industri (Nelly, Vina, Sahat, Elsya, dan Ruslia). 9. Seluruh rekan-rekan THH 4 atas dorongan dan dukungan kalian. 1. Rekan-rekan komisi kesenian Jimmy, Enrico & Oci, Julyan, Boni, Sony, Eva, Adi, dan semua anak Komkes. 11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bogor, July 28 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, pada tanggal 15 Agustus 1984, dari pasangan Drs. Sabam Purba V. Nainggolan dan Ratna Juita R. Simanungkalit. Penulis merupakan anak ke dua dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 199 di SDK. Ignatius Slamet Riyadi Jakarta lulus pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke SLTPN 223 Jakarta lulus pada tahun 1999, kemudian penulis melanjutkan ke SMUN 39 Jakarta dan lulus pada tahun 22. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke perguruan tinggi melalui program Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Program studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Baturraden-Cilacap dan Kampus Lapangan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada di Getas Jawa Tengah. Penulis juga telah melakukan Praktek Kerja Lapang di C.V. Sylva Kriya Gemilang Semarang pada tahun 27. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di organisasi Komisi Kesenian Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB dan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN).

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Tujuan Manfaat... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Jenis Kelompok Sosial Lebah Madu Lokasi Peternakan Lebah Madu Proses Produksi Lebah Madu Produk Lebah Madu Madu Bee Pollen Royal Jelly Malam Propolis Apitoxin Usaha Budidaya Lebah Madu Biaya Produksi Analisis Harga Pokok Analisis Break Even Point (BEP) Analisis Profitabilitas BAB III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Jenis Data Cara Pengumpulan Data Analisis Data... 2

11 ii 3.5 Biaya Produksi Biaya Tetap Biaya Penyusutan dan Bunga Modal Biaya Gaji Pegawai Biaya Pajak dan Pembebanan Lainnya Biaya Variabel Harga Pokok Break Even Point Profitabilitas BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Usaha Madu Odeng Biaya Usaha Madu Odeng Analisis Rugi-Laba Analisis Harga Pokok Analisis Break Even Point Perbandingan dengan Hasil Penelitian Sebelumnya Pemasaran Produk Madu Odeng Dampak terhadap Kesejahteraan Masyarakat BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 53

12 iii DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Jenis Tumbuhan Sumber Pakan Lebah Jumlah Produksi dan Konsumsi Madu Indonesia Jumlah Ekspor dan Impor Produk Madu Indonesia Elemen Biaya Penyusun Biaya Produksi Madu Jumlah dan Jenis Produk Madu Odeng Jumlah dan Asal Bahan Baku Madu Odeng Biaya Usaha Madu Odeng Biaya Produksi Tiap Jenis Produk Madu Odeng Harga Beli Bahan Baku Madu dari Peternak Lain Biaya Usaha Madu Odeng Berdasarkan Kegiatan Produksi Analisis Rugi Laba Usaha Madu Odeng Tingkat ROI Usaha Madu Odeng Penurunan Kadar Air Madu Selama 4 Minggu Analisis Rugi Laba Kurniastuti di Perlebahan Rakyat dan Perhutani Analisis Rugi Laba Nengsih di Perlebahan Putera Apiari Analisis Rugi Laba Gultom di Puspa Alas Roban Tahun

13 iv DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Break Even Point pada Pasar Persaingan Sempurna Peternakan Lebah Madu Odeng Pemanenan Bee Pollen Pemberian Stimulan Larutan Gula Pengemasan Produk Madu Odeng Salah Satu Kedai/Outlet Madu Odeng... 47

14 v DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Investasi, Penyusutan, dan Bunga Modal di Peternakan Madu Odeng Investasi, Penyusutan, dan Bunga Modal Bersama Biaya Variabel Peternakan Madu Odeng (Bahan Baku Sendiri) Biaya Produksi Bahan Baku Sendiri Biaya Pembelian Bahan Baku Beli Biaya Produksi Tiap Jenis Produk Madu Odeng Produksi dan Pendapatan Madu Odeng Gaji Pegawai Madu Odeng Perhitungan Bobot Biaya Produk Bersama Berdasarkan Nilai Pasar Perhitungan Harga Pokok Madu Odeng Perhitungan Break Even Point Madu Odeng Perhitungan B/C Ratio dan ROI Madu Odeng... 65

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini pemanfaatan hasil hutan di Indonesia terfokus pada kayu dalam bentuk kayu bulat. Hal tersebut berdampak kerusakan hutan yang saat ini diperkirakan telah mencapai 1,6-2 juta ha per tahun (Irwanto, 27). Akibat kerusakan hutan tersebut, maka jumlah kayu bulat di hutan Indonesia berkurang sehingga produksi kayu menjadi menurun. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan pemanfaatan hasil hutan non kayu, sehingga kita tidak lagi terfokus pada kayu dalam pemanfaatan hasil hutan. Salah satu hasil hutan non kayu yang sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia adalah madu. Madu dapat diperoleh dengan beternak lebah madu (Apis mellifera). Selain menghasilkan madu, peternak juga akan memperoleh beberapa produk lebah lainnya seperti royal jelly, bee venom, propolis, pollen, dan malam (wax). Semua produk lebah tersebut memiliki nilai manfaat yang tinggi. Indonesia sangat cocok untuk usaha budidaya lebah madu karena sangat kaya akan ragam tanaman berbunga dan hasil pertanian yang dapat diusahakan sepanjang tahun, namun jumlah peternakan lebah madu di Indonesia masih sangat sedikit. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi madu nasional (8.8 ton) yang masih jauh dari tingkat kebutuhan madu nasional, yaitu 25. ton per tahun ( 27). Sedikitnya jumlah peternakan lebah madu di Indonesia disebabkan oleh besarnya modal yang diperlukan untuk memulai usaha ini. Saat ini untuk mendapatkan modal yang besar masih cukup sulit, apalagi bagi masyarakat sekitar hutan. Selain itu juga informasi dan pengetahuan tentang tata cara pengelolaan lebah yang baik juga belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Melihat kondisi ini sebaiknya pemerintah mengembangkan usaha budidaya lebah madu karena dapat dikatakan bahwa wilayah Indonesia, dengan ragam tanaman berbunga yang tinggi, sangat berpotensi untuk budidaya lebah madu. Masih rendahnya jumlah produksi madu nasional yang masih jauh dari tingkat kebutuhan madu nasional menyebabkan usaha ini sangat prospektif untuk dikembangkan.

16 2 Sebagai salah satu usaha untuk mengembangkan usaha budidaya lebah madu maka penulis melakukan penelitian mengenai analisis biaya pengusahaan lebah madu. 1.2 Tujuan Penelitian 1.Menganalisis biaya produksi Madu Odeng. 2.Menganalisis harga pokok produksi Madu Odeng. 3.Menganalisis tingkat Break Even Point (BEP) dan tingkat profitabilitas usaha Madu Odeng. 1.3 Manfaat Penelitian 1.Pengusaha madu dapat mengetahui struktur biaya dan tingkat profitabilitas usaha Madu Odeng. 2.Masyarakat mengetahui kelayakan usaha peternakan lebah madu. 3.Bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan mengenai analisis biaya pengusahaan peternakan lebah madu..

17 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Jenis Lebah Madu Lebah madu sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Keadaan ini dapat diketahui dengan adanya berbagai nama lebah dalam bahasa daerah, misalnya nyiruan (Sunda), tawon (Jawa), labah (Minang), loba (Tapanuli), dan sebagainya (Pusat Pelebahan Apiari Pramuka, 23). Secara umum, klasifikasi lebah madu dapat dijelaskan sebagai berikut : Kerajaan : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hymenoptera Famili : Apidae Genus : Apis Spesies : Apis andreniformis, Apis cerana, Apis dorsata, Apis florae, Apis koschevnikovi, Apis laboriosa, Apis mellifera Menurut Halim dan Suharno (21) lebah madu terdiri dari 5 jenis, yaitu Apis florae, Apis trigona, Apis cerana javanica/ indica, Apis mellifera, dan Apis dorsata. Namun tidak semua lebah madu dapat dibudidayakan (Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 23) Lebah madu yang telah dibudidayakan a. Apis koschevnikovi Jenis ini banyak tersebar di Pulau Kalimantan dan Sumatera Barat. Ciri-ciri yang paling menonjol bila dibandingkan dengan A. cerana adalah warna merah disebagian besar tubuhnya yang berukuran sedikit lebih besar. Menurut beberapa peternak lebah di Kalimantan Selatan lebah madu jenis ini lebih produktif dari pada jenis A. cerana. b. Apis mellifera Jenis ini merupakan lebah madu utama yang dibudidayakan hampir disemua

18 4 negara, termasuk Indonesia. Lebah ini banyak terdapat di Eropa seperti Perancis, Yunani, Spanyol, dan Yugoslavia. Di Negara-negara tersebut, lebah yang utama dibudidayakan adalah A. mellifera (lebah coklat Eropa), A. mellifera ligustica (lebah kuning Italia), dan A. mellifera carnica (lebah kelabu Carniola). Jenis ini berukuran sedikit lebih besar dari A. cerana dan memiliki gelang berwarna di belakang abdomen. Jenis ini dibudidayakan karena produksi madunya yang tinggi. c. Apis cerana Jenis ini merupakan lebah madu asli Asia yang menyebar mulai dari Afganistan, Cina, sampai Jepang termasuk Indonesia. Jenis ini banyak dibudidayakan karena memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap iklim setempat. Produktivitas madu A. cerana di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu antara 1-5 kg per koloni per tahun. Bentuk tubuhnya hampir menyerupai A. dorsata hanya saja lebih kecil dan lebih jinak Lebah madu yang belum dapat dibudidayakan a. Apis dorsata Jenis ini hanya berkembang di kawasan sub tropis dan tropis Asia, seperti Indonesia, Philipina, dan pulau-pulau lainnya. Sejak dulu madu lebah jenis ini telah diperdagangkan sebagai madu hutan yang terkenal di kawasan Asia. Madu alam yang banyak dihasilkan dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian, dan pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat serta Nusa Tenggara timur berasal dari jenis A. doersata. Sarang A. dorsata tergantung di cabang pohon, tebing batuan, atau pada celah bangunan. Ukuran sarang bervariasi dengan ukuran terpanjang dan tertinggi dapat mencapai dua meter. Oleh karena keagresifan dan keganasannya, sampai sekarang A. dorsata belum dapat dibudidayakan (Pusat Pelebahan Apiari Pramuka, 23). Produksi madunya bervariasi tergantung musim dan komposisi populasi dalam koloni. b. Apis andreniformis Lebah jenis ini merupakan lebah madu asli Indonesia yang membangun

19 5 sarangnya secara tunggal atau selembar dan menggantungnya di tempat-tempat terbuka pada cabang pohon atau bukit batu yang terjal. Lebah madu ini dapat ditemukan di daerah pemukiman dan hutan-hutan pada ketinggian tempat 5 mdpl. Sampai sekarang jenis ini belum berhasil dibudidayakan dan informasi mengenai jenis ini sangat terbatas. c. Apis florea Ukuran tubuh jenis ini paling kecil diantara jenis lebah madu lainnya. Jenis ini tersebar mulai dari Oman dan Iran di Asia Barat terus ke dataran India hingga Indonesia, tetapi tidak terdapat di utara Pegunungan Himalaya. Satu koloni A. florea biasanya membangun sarang tunggal satu sisiran dengan lebar ± 35 cm, tinggi ± 27 cm, dan tebal ± 1,8 cm. Sisiran sarang tersebut menggantung pada sehelai daun atau melingkari dahan pohon. Terkadang sarang dibangun juga dalam rongga liang atau gua, ataupun rongga pohon. Jenis ini termasuk lebah liar dan tidak dibudidayakan karena produksi madu yang rendah, yaitu sekitar 1-3 kg per koloni per tahun. d. Apis laboriosa Jenis ini hanya terdapat di Pegunungan Himalaya, pada ketinggian tempat lebih dari 1.2 mdpl. Informasi mengenai jenis ini masih sangat terbatas. 2.2 Kelompok Sosial Lebah Lebah madu mempunyai satu karakteristik yang sangat unik, yaitu merupakan kelompok sosial yang sangat terorganisasi dengan baik yang disebut dengan koloni lebah. Koloni tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi melalui pembagian tenaga kerja dan untuk memperpanjang umur dari lebah betina. Sebuah koloni berperan sebagai individu yang mengumpulkan dan memakan bahan makanan, melindungi diri sendiri, dan berkembang biak. Koloni lebah madu yang sangat terorganisasi dengan baik tidak akan pernah mati walaupun komponen individu lebah madu yang menyusunnya telah mati dan digantikan dengan individu yang baru (Gojmerac, 1983).

20 6 Koloni lebah memiliki sifat polimorfisme, yaitu setiap anggota koloni memiliki keunikan anatomis, fisiologis, dan fungsi biologi yang berbeda satu golongan dengan golongan lainnya (Pusat Pelebahan Apiari Pramuka, 23). Dalam satu koloni lebah madu, terdapat hanya satu ekor ratu (queen), beberapa puluh sampai ratusan lebah jantan (drones), belasan ribu sampai puluhan ribu lebah pekerja (worker-bees), ditambah anggota lainnya seperti telur, larva, dan pupa. Jumlah anggota masing-masing strata, kecuali ratu lebah madu yang hanya satu ekor, tergantung dari spesies lebah, dan kondisi lingkungan, terutama ketersediaan pakan lebah dan temperatur lingkungan. 1. Ratu (queen) Ratu lebah berperan sebagai penghasil telur. Lebah ratu kehilangan kemampuannya dalam beberapa hal penting seperti pengasuh keturunan (telur, larva, pupa), menghasilkan malam (lilin lebah, wax), membuat sarang dan mencari makan, berukuran dua kali panjang lebah pekerja dan bobotnya mencapai 2,8 kali bobot lebah pekerja. Ovarium lebah tersebut berkembang dengan sempurna sehingga mampu menghasilkan telur sebanyak butir telur per hari (tertunas dan tidak tertunas). Lebah ratu mampu bertelur hingga umur 3-5 tahun dengan masa produktif 2 tahun. Untuk mempertahankan diri, lebah ini memiliki sengat yang digunakan untuk menyengat ratu lawannya. 2. Lebah jantan (drones) Lebah jantan berukuran lebih besar dan stouter dari lebah ratu atau lebah pekerja. Lebah ini hanya berperan sebagai pejantan dalam proses reproduksi sehingga tidak memiliki keranjang pollen, sengat, dan wax. Setelah mengawini lebah ratu maka alat vital lebah jantan akan terlepas dari tubuhnya sehingga lebah jantan akan mengalami pendarahan dan mati (Gojmerac, 1983). 3. Lebah pekerja (workers) Lebah pekerja merupakan lebah yang berukuran paling kecil di dalam suatu koloni. Lebah pekerja ini merupakan lebah betina yang memiliki ovarium relatif kecil sehingga tidak mampu menghasilkan telur dalam kondisi normal (Gojmerac, 1983). Lebah pekerja memiliki organ tubuh yang memungkinkannya untuk

21 7 melakukan berbagai tugas dalam koloni, seperti membuat sarang, membersihkan sarang, mengisi madu, memberi makan larva, mengangkut pollen, maupun menjaga sarang (Pusat Pelebahan Apiari Pramuka, 23). 2.3 Lokasi Peternakan Lebah madu Menurut Pusat Perlebahan Apiari Pramuka (23), pemilihan lokasi peternakan lebah madu merupakan faktor penting karena berpengaruh terhadap produktifitas dan perkembangbiakan lebah madu. Lokasi peternakan yang dipilih sebaiknya memiliki persyaratan sebagai berikut : 1.Kaya akan tanaman pakan lebah yang mengandung nektar dan pollen dengan jarak terjauh 1-2 km. 2.Terdapat sumber air bersih. 3.Tidak ada angin kencang. 4.Terhindar dari polusi udara dan suara serta jauh dari keramaian. 5.Ketinggian tempat 2-1. mdpl dengan suhu 2-3 o C. 6.Lokasi mudah dijangkau dengan kendaraan. 2.4 Proses Produksi Madu Proses produksi madu meliputi persiapan peralatan dan perlengkapan, pengadaan lebah, perawatan lebah, pembuatan madu, dan pemanenan madu (Pusat Pelebahan Apiari Pramuka, 23). a. Persiapan peralatan dan perlengkapan Dalam proses produksi peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan meliputi peralatan utama, peralatan pelengkap, dan perlengkapan petugas (Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 23). Peralatan utama dalam beternak lebah madu adalah stup. Dengan adanya stup maka setiap koloni dapat diperiksa setiap saat dengan cara mengangkat sisiran-sisiran sarang satu persatu dan pemanenan madu dapat dilakukan dengan selektif tanpa merusak sisiran sarang. Stup terbuat dari bahan kayu dengan ketebalan 2 cm, panjang 5 cm, lebar 4 cm, dan tinggi 26 cm, sedangkan frame mempunyai panjang 48 cm, lebar 3 cm, dan tinggi 23 cm. Bahan kayu yang digunakan sebaiknya tidak berbau, tahan lama dan mudah didapat.

22 8 Peralatan pelengkap digunakan untuk kelancaran dan tertibnya pelaksanaan pemeliharaan lebah madu. 1.Pondasi sarang, digunakan untuk mempercepat pembangunan sarang. 2.Penyekat ratu, berfungsi untuk menahan gerak atau menghalangi ratu supaya tidak naik ke kotak di atasnya. 3.Kurungan ratu, digunakan untuk mengamankan ratu atau untuk mengenalkan ratu pada koloni yang membutuhkan ratu baru. 4.Mangkokan ratu, digunakan untuk menempatkan calon-calon ratu baru. 5.Bingkai stimulasi, digunakan untuk wadah atau tempat pakan tambahan. Dalam kegiatan perlebahan petugas lapangan wajib menggunakan perlengkapan petugas. Perlengkapan petugas tersebut berguna untuk melindungi petugas dari serangan lebah. Perlengkapan petugas meliputi : 1.Pengasap, digunakan untuk menjinakkan lebah. 2.Penutup muka, digunakan untuk melindungi muka dari sengatan lebah. 3.Pengungkit, digunakan untuk membantu mengangkat sisiran yang melekat kuat pada stup. 4.Sarung tangan untuk melindungi tangan dari sengatan lebah. 5.Sikat lebah untuk menghalau lebah dari sisiran sarang. b. Pengadaan lebah Lebah madu yang banyak dibudidayakan adalah jenis lebah unggul Apis mellifera. Lebah ini tidak hidup liar kecuali di Papua, sehingga untuk mendapatkan bibit lebah ini dapat diperoleh di peternak lebah atau Apiari. Bibit yang baik dicirikan dengan keadaan yang sehat dan dalam satu koloni terdapat banyak lebah, calon anakan, dan ratu produktif (Pusat Pelebahan Apiari Pramuka, 23). c. Perawatan perlebahan Seminggu sekali lebah perlu diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan tenang, teliti dan cekatan. Petugas pemeriksa harus memakai perlengkapan secara lengkap. Selain itu kandang juga harus dibersihkan dari kotoran untuk

23 9 menghindari penyebaran dan penularan hama penyakit. Pemeriksaan juga dilakukan untuk melihat persediaan pakan dan telur. Pemeriksaan yang intensif dilakukan terutama pada saat panceklik. Kegiatan pemeriksaan antara lain pembenahan dan penggantian bingkai sarang dengan dilengkapi sarang pondasi (Sarwono, 21). Pemeriksaan juga harus memperhatikan ketersediaan pakan lebah. Sumber pakan bagi lebah madu sebagian dihasilkan oleh tanaman, yaitu berupa pollen (tepung sari) dan nektar (cairan manis di bunga) atau eksreakfroral, yaitu cairan manis pada bagian tanaman selain bunga (Perum Perhutani, 1992). Tanaman pakan lebah yang ideal adalah yang memenuhi persyaratan: a. Menghasilkan pollen dan nektar yang disukai oleh lebah. b. Pollen hendaknya bernilai gizi tinggi. c. Nektar tersedia dalam jumlah yang cukup dan bisa diambil oleh lebah. d.tanaman dapat menyediakan pakan dan nektar secara terus menerus. Pakan berupa nektar berguna bagi lebah sebagai sumber karbohidrat (untuk energi), sumber air, sumber vitamin dan mineral. Oleh lebah nektar disimpan cairan kental yang dinamakan madu. Pollen berguna bagi lebah sebagai sumber protein (untuk kesehatan tubuh dan pertumbuhan anakan), sumber vitamin dan mineral. Jenis tanaman yang merupakan sumber pakan lebah dapat dilihat pada Tabel 1.

24 1 Tabel 1 Beberapa jenis tumbuhan sebagai sumber pakan lebah Nama Tanaman Kandungan N (Nektar) Keterangan P (Pollen) Tanaman kehutanan Kaliandra (Calliandra callothyrsus) N Sangat baik Aren (Arenga pinnata) N, P Sangat baik Petai cina/lamtoro (Leucaena glauca) P Baik Kayu putih (Melaleuca leucadendron) N,P Baik Acacia mangium N,P Cukup baik Eukaliptus (Eucalyptus spp) N,P Cukup baik Lamtoro gung (Leucaena leucocephala) P Cukup baik Sonobrit (Dalbergia sisso) N Cukup baik Sengon (Paraserianthes falcataria) N, P Cukup baik Acacia auriculiformis P Cukup baik Tanaman buah-buahan Klengkeng (Euphorbia longan) N, P Sangat baik Rambutan (Nephelium lappaceum) N, P Baik Mangga (Mangifera indica) N, P Cukup baik Durian (Durio zibethinus) N, P Cukup baik Jambu air (Eugenia spp) N, P Cukup baik Apokat N, P Cukup baik Jeruk (Citrus spp) N, P Cukup baik Tanaman perkebunan/industri Kapuk randu (Ceiba petandra) N,P Sangat baik Kelapa (Coccos nucifera) P Sangat baik Karet (Hevea brasiliensis) N Sangat baik Jambu mete (Anacardium occidentale) N,P Cukup baik Sumber : Pemeriksaan juga dilakukan pada saat panceklik, yaitu pada saat tanaman pakan lebah tidak berbunga atau tidak tersedia di lapangan dalam jumlah yang cukup sehingga koloni lebah kurang pakan. Untuk mengatasi masalah panceklik, langkah yang terbaik yang harus dilakukan yaitu dengan memindahkan atau mengangon koloni-koloni lebah ke lokasi yang baru yang mempunyai ketersediaan pollen yang cukup banyak. Untuk mengatasi kekurangan nektar, dapat diberikan stimulan berupa larutan gula (1 bagian gula + 1 bagian air). Pemberian stimulan gula diharapkan dapat merangsang peletakan telur dan memacu aktivitas lebah pekerja lapangan dalam mengumpulkan pollen.

25 11 Menurut Sihombing (1997), hama dan penyakit biasanya menyerang lebah pada masa panceklik, namun lebah Apis cerana lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibandingkan lebah Apis mellifera. Beberapa hama yang menyerang lebah baik Apis cerana maupun Apis mellifera antara lain adalah ngengat lilin (Galleria mellonella), semut, kutu Verroa Jacobsoni, cecak dan tokek serta tikus sedangkan predator lebah antara lain tabuhan, katak, burung pemakan lebah dan laba-laba (Warisno, 1996). Penyakit yang umumnya menyerang lebah ada tiga macam yaitu, Foul Brood, Stone Brood dan Aricane. Penyakit Foul Brood terbagi menjadi dua yaitu, American Foul Brood yang disebabkan oleh Bacillus larva dan European Foul Brood yang disebabkan oleh Streptococus plutan. Cara pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan penyemprotan serbuk sulfatiazol pada sisiran setiap 1 hari sekali sampai penyakit ini hilang. Penyakit Stone Brood disebabkan oleh jamur Asfergillus flavus dan Asfergillus fumigatus. Cara mengatasi penyakit ini adalah dengan menjauhkan peti lebah dari suhu dingin dan lembab dan sirkulasi sekitar peti diatur sebaik mungkin. Acarine disebabkan oleh kutu, yakni jenis parasit yang dinamakan Acarapis woodi Rennie. Cara mengatasi penyakit ini adalah dengan membersihkan tempat-tempat di sekitar stup, menjauhkan lokasi stup dari tempat-tempat becek dan tempat pembuangan sampah (Warisno, 1996). d. Proses pembuatan madu Madu adalah cairan manis yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga. Pembuatan madu diawali dari lebah pekerja mengumpulkan nektar dengan cara menghisap melalui mulut dan asafagus, yang kemudian masuk ke dalam perut. Dalam perut lebah, nektar bercampur dengan saliva yang mengandung enzim invertise, amylase dan glucose oxidase. Sesampainya di sarang nektar ditransfer ke lebah lain yang bertugas khusus sebagai penerima kemudian disimpan dalam sel sarang. Perubahan nektar menjadi madu melalui proses kimia dan fisik. Secara kimiawi ditandai dengan proses perubahan gula nektar (senyawa kompleks) menjadi gula sederhana yaitu fruktosa, glukosa, oleh enzim invertase dan amylase ketika enzim tetap bekerja. Secara fisik perubahan nektar manjadi madu melalui proses penguapan yang menyebabkan turunnya kadar air nektar

26 12 secara signifikan selama proses transfer antara lebah pekerja dan penyimpan dalam sarang. Madu yang sudah matang ditandai dengan sel sarang yang tutup lapisan lilin dan kadar air rata-ratanya 21% (Sumaprasto dan Suprapto, 198 dalam Kurniastuti, 24). e. Pemanenan madu Pemanenan madu dilakukan bila sisiran sarang yang berisi madu telah tertutup oleh lilin lebah. Sebagai patokan saat panen madu yaitu paling sedikit sepertiga dari sel-sel sarang madu telah tertutup lilin dengan tujuan agar kadar air madu tidak terlalu tinggi atau < 2 %. Pemanenan madu tidak begitu sulit bahkan teramat mudah dan pelaksanaannya pun sangat sederhana, yaitu : 1.Membuka tutup stup lebah dan hembuskan asap ke dalam stup melalui penutup dalam (kasa). 2.Buka tutup dalam (kasa) dan angkat sisiran. 3.Hentakan sisiran sarang kea rah dalam stup sehingga lebah lepas dari sisiran dan jatuh ke dasar stup. Lebah yang masih menepel pada sisiran dibersihkan dengan sikat lebah. 4.Kupas lilin penutup madu dengan pisau. Lilin tersebut lalu ditempatkan pada wadah penampung. 5.Sisiran yang telah dikupas lilinnya, dimasukkan ke dalam ekstraktor untuk mengeluarkan madunya. Ekstraktor kemudian diputar agar madu keluar dari sarang lebah. 6.Setelah madu keluar semua, sisiran dikembalikan ke dalam stup agar dapat diisi kembali oleh lebah. 7.Madu yang tertampung dalam ekstraktor disaring dan ditempatkan ke dalam drum penampung madu. Kemudian, madu dibawa ke gudang untuk dikemas ke dalam botol dengan beberapa macam ukuran. 2.5 Produk Lebah Madu Kegiatan peternakan lebah madu mampu menghasilkan berbagai macam produk seperti madu, bee pollen, royal jelly, malam, propolis, dan apitoxin.

27 Madu Madu adalah cairan kental yang dihasilkan oleh lebah madu dari berbagai sumber nektar yang masih mengandung enzim diatase aktif (Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 23). Madu juga mengandung substan mineral seperti natrium, calcium, magnesium, cuprun, alumunium, mangan, besi, fosfor, dan berkalori ± 3.28 cal/kg (Halim dan Suharno, 21). Jenis madu bermacam-macam tergantung jenis tanaman yang menjadi sumber nektar, yaitu Kapuk, Karet, Rambutan, Mangga, Kaliandra, Klengkeng, dan rumput. Setiap jenis madu tersebut mempunyai warna dan rasa yang berbeda-beda Bee Pollen Bee pollen adalah butiran serbuk halus yang mengandung gula, protein, asam amino, vitamin B, dan vitamin C. Bee pollen banyak dibutuhkan oleh industri obat-obatan dan kosmetik (Halim dan Suharno, 21). Bee pollen dapat dipanen dari lebah pekerja lapangan yang baru kembali ke sarang. Bee pollen yang berbentuk pellet dan menempel pada keranjang pollen (kaki belakang lebah pekerja) akan terlepas pada saat lebah pekerja masuk melalui lubang sempit yang merupakan perangkap pollen. Bee pollen yang terjatuh ditampung pada wadah penampung pollen yang ada dalam perangkap pollen (Pusat Pelebahan Apiari Pramuka, 23) Royal Jelly Royal jelly adalah cairan kental asam-manis berwarna putih-susu, yang diolah secara alami dari nektar dan tepung sari bunga oleh lebah pekerja muda melalui kelenjar pharingen di kepalanya dan dikeluarkan melalui kelenjar rahang atas. Royal jelly tersebut merupakan makanan pokok ratu lebah (Halim dan Suharno, 21). Royal jelly merupakan jenis makanan dengan kandungan nutrisi yang sangat kompleks, bahan katalis yang terlibat dalam menyimpan dan menjaga nutrisi untuk keseimbangan sistem dan meningkatkan metabolisme (Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 23)

28 Malam (lilin lebah, wax) Malam (lilin) yang tersusun dari senyawa hidrokarbon, alkohol monosiklik, asam amino, eter, kolesterol, zat mineral, dan zat warna banyak diperlukan industri kosmetik, batik, dan industri lilin penerang. Lilin malam dapat diambil dengan cara mengumpulkan sisiran sarang lebah yang sudah tidak difungsikan lagi, misalnya lilin penutup sel larva, lilin penutup sel madu, dan lilin penutup sel royal jelly (Halim dan Suharno, 21) Propolis Propolis adalah bahan perekat atau dempul bersifat resin yang dikumpulkan lebah pekerja dari kuncup, kulit, atau bagian lain tumbuhan. Dalam sarang, propolis berguna untuk menutup celah-celah, mendempul retakan, mengurangi atau mengecilkan lubang (pintu masuk), atau menutup lubang dari luar (Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 23) Apitoxin (bee venom) Apitoxin adalah sengat lebah berupa cairan bening, rasanya pahit-pedas, dan berbau spesifik yang keluar dari sengat lebah banyak diyakini memiliki daya terapiotik terhadap beberapa jenis penyakit. Cairan sengat dapat diambil dan dikumpulkan sebagai produk tersendiri dengan jalan memasang schock electronic di pintu stup (Halim dan Suharno, 21). 2.6 Usaha Budidaya Lebah Madu Rata-rata produksi madu Indonesia hanya sekitar ton per tahun. Sebagian besar madu tersebut dihasilkan oleh perlebahan di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, NTB dan Riau. Namun nilai tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan madu untuk konsumsi dan industri di Indonesia yang mencapai 3.292,6 ton per tahun (Tabel 2). Padahal kebutuhan madu untuk bahan industri, seperti industri kosmetik, rokok, obat, makanan, minuman dan lainnya diperkirakan akan terus meningkat (Kurniastuti, 24).

29 15 Tabel 2 Produksi dan konsumsi madu Indonesia tahun Tahun Produksi Madu (ton) 1.944, , , , ,2 Konsumsi (ton) 2.71, ,8 3.92, , ,6 Populasi (juta jiwa) 211,6 214,4 261,8 22,1 224,7 Sumber : Sensus penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik) Statistik Kehutanan Indonesia tahun (Departemen Kehutanan) Konsumsi per Kapita (gram/kapita) 12,8 12, 18, 17,8 15, Dari rata-rata perbandingan terhadap volume ekspor Indonesia dengan volume impor ke Indonesia kurun waktu (Tabel 3) terlihat bahwa volume ekspor madu Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan volume impor madu ke Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah produksi madu dalam negeri belum dapat memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Rata-rata ekspor madu kita ialah 83,26 ton/tahun sedangkan impor madu kita rata-rata ialah 982,36 ton/tahun. Tabel 3 Jumlah Ekspor dan Impor Madu di Indonesia tahun Tahun Ekspor (ton) Impor (ton) ,3 28,4 1.27, ,6 1.18,5 1.39, ,9 1.71,8 776,3 857,5 Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia tahun (BPS) Untuk dapat memenuhi kebutuhan madu dalam negeri, Indonesia selalu mengimpor madu dari beberapa negara penghasil madu seperti Amerika Serikat, Saudi Arabia, Vietnam, China dan Australia. Walaupun demikian, ternyata masih ada madu dari Indonesia yang di ekspor. Negara utama tujuan ekspor Indonesia adalah Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darrusalam. (Badan Pusat Statistik, 27). 2.7 Biaya Produksi Menurut Kuswadi (25), biaya adalah pengorbanan atau nilai sumber

30 16 ekonomis (economic resources) yang dikeluarkan karena memproduksi atau melakukan sesuatu yang membutuhkan biaya. Biaya ini mengandung 2 unsur, yaitu : Kuantitas sumber daya yang digunakan Harga tiap unit sumber daya yang digunakan itu Garrison (1997) menyebutkan biaya sebagai pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan barang atau jasa. Pengorbanan tersebut dapat diukur sebagai uang tunai yang dikeluarkan, harta yang dialihkan, jasa yang diberikan, dan sebagainya. Produksi adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan proses menciptakan dan menambah kegunaan dari suatu barang atau jasa. Untuk melakukan kegiatan tersebut dibutuhkan faktor-faktor produksi yang dalam ilmu ekonomi meliputi tanah, modal, tenaga kerja, dan keahlian (Assauri, 1999). Menurut Mulyadi (199) dalam Nugroho (22) biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi. Misalnya adalah biaya bahan baku, upah langsung, dan overhead. Berdasarkan perilaku biaya terhadap perubahan volume kegiatan, biaya dapat dibedakan ke dalam 2 jenis yaitu : 1. Biaya tetap (fixed cost) Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya totalnya tetap dalam satuan unit waktu tetentu, tetapi akan berubah per satuan unitnya jika volume produksi persatuan waktu tersebut berubah. Biaya ini akan terus dikeluarkan, walaupun tidak berproduksi. Misalnya depresiasi (penyusutan), bung modal, pajak langsung, gaji karyawan tetap dan lain sebagainya. 2. Biaya variabel (variable cost) Biaya variabel adalah biaya yang per satuan unit produksinya tetap, tetapi akan berubah jumlah totalnya jika volume produksi berubah. Biaya ini tidak diperlukan apabila tidak berproduksi. Misalnya upah borongan, bahan baku, pemeliharaan dan perbaikan, dan lain sebagainya.

31 Analisis Harga Pokok Harga pokok adalah gambaran jumlah pengorbanan yang harus dijadikan pegangan oleh produsen pada waktu penukaran barang atau jasa. Tujuan dilakukannya analisis harga pokok adalah untuk mengetahui harga pokok dari hasil produksi yang akan dijual. Harga pokok ini ditetapkan berdasarkan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan mempertimbangkan tingkat keuntungan yang dikehendaki. Menurut Kartadinata dalam Purnama (25), ada tiga metode yang digunakan dalam menghitung harga pokok, yaitu metode kalkulasi, metode angka pembanding, dan metode kalkulasi tambahan. Dalam metode kalkulasi, harga pokok dihitung dengan membagi semua biaya yang dikeluarkan dengan jumlah satuan yang dihasilkan. Pada metode angka pembanding harga pokok dihitung dengan cara menetapkan angka-angka pembanding antara jenis atau tipe yang berbeda-beda. Metode kalkulasi tambahan menghitung harga pokok dengan cara terlebih dahulu menentukan perkiraan atau taksiran biaya-biaya yang perlu dikeluarkan untuk memproduksi dalam periode yang akan datang, yang terperinci ke dalam biaya bahan, upah langsung dan biaya fabrikasi tak langsung. Kemudian dihitung harga pokok dengan kalkulasi yang dilakukan, dan biasanya dilakukan sebanyak dua kali. 2.9 Analisis Break Even Point (BEP) Break even point (BEP) atau titik impas adalah titik yang menunjukkan kombinasi tingkat volume penjualan dan harga jual perusahaan, yang tidak mendapatkan laba ataupun menderita kerugian. Titik impas menggambarkan jumlah hasil produksi sama dengan jumlah biaya produksi. Laba akan diperoleh jika produksi dan penjualannya melampaui titik impas. Apabila penjualan masih berada di bawah titik impas, berarti perusahaan menderita kerugian (Kuswadi, 25). Menurut Kuswadi (25), ada beberapa manfaat memahami dan menghitung analisis break even point, yaitu : 1.Untuk mengetahui hubungan volume penjualan (produksi), harga jual, biaya produksi dan biaya-biaya lain serta mengetahui laba rugi perusahaan.

32 18 2. Sebagai sarana merencanakan laba (profit planning). 3. Sebagai alat pengendalian (controlling) kegiatan operasi yang sedang berjalan. 4. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual. 5. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan perusahaan, misalnya menentukan usaha yang perlu dihentikan atau yang harus tetap dijalankan ketika perusahaan dalam keadaan tidak mampu menutup biaya-biaya tunai. Salah satu cara untuk mengetahui break even point adalah dengan membuat gambar break even. Perusahaan dengan jumlah produksi berada sebelum titik impas akan mengalami kerugian, sedangkan bila jumlah produksinya berada setelah titik impas maka perusahaan akan memperoleh keuntungan (Hidayat, 25). TC TR : Total Penerimaan TR TC : Total Biaya TR BEP : Titik impas(tr=tc) A : Daerah Rugi (TR<TC) BEP B A B : Daerah Untung (TR>TC) Q : Jumlah produksi A Q Gambar 1 Break even point pada pasar persaingan sempurna 2.1 Analisis Profitabilitas Waldiyono et al. (1989) dalam Hidayat (25) menyatakan bahwa analisis profitabilitas pada dasarnya adalah penelahan untuk menentukan sampai dimana suatu proyek dapat dipertanggungjawabkan. Profitabilitas atau disebut juga rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada, seperti kegiatan penjualan, kas, jumlah karyawan dan sebagainya. Profitabilitas umumnya dinyatakan dalam Return on Investment (ROI). ROI diperoleh dengan membagi laba bersih yang dihasilkan

33 19 perusahaan dengan seluruh aset atau modal yang dimilikinya. Selain itu, menurut Klemperer dalam Kurniastuti (24), Benefit Cost Ratio (B/C) juga digunakan sebagai penunjuk profitabilitas. B/C dihitung dengan membagi present value pendapatan dengan present value biaya. Suatu proyek dapat diterima jika memiliki nilai B/C 1.

34 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada Perlebahan Madu Odeng, di Desa Bantar Jaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Maret Jenis Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dapat berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan meliputi : 1. Proses produksi serta peralatan dan perlengkapan yang digunakan. 2. Pengadaan lebah, tenaga kerja, pakan lebah, serta peralatan dan perlengkapan beternak lebah. 3. Jenis dan jumlah unit sumberdaya yang tersedia dan digunakan untuk menghasilkan produk lebah. 4. Kegiatan pengemasan dan pemasaran. Data sekunder yang diperlukan antara lain : 1. Nilai perolehan, nilai rongsokan, masa pakai dan suku bunga untuk bangunan, kendaraan, barang inventaris, ratu lebah, serta peralatan dan perlengkapan perlebahan. 2. Jumlah produksi dan harga jual madu dan produk sampingannya. 3. Data statistik kehutanan untuk madu. 4. Data ekspor-impor produk madu di Indonesia. 3.3 Cara Pengumpulan Data Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung dan wawancara di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan data dokumentasi perusahaan. 3.4 Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah analisis biaya produksi, harga pokok,

35 21 break even point, profitabilitas serta sistem pemasaran produk. 3.5 Biaya Produksi Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui struktur biaya yang diperlukan dalam pengusahaan lebah madu, serta besarnya keuntungan yang dapat diperoleh oleh pengusaha madu yang dalam hal ini peternak lebah. Biaya pengusahaan lebah madu merupakan hasil dari penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel yang diperlukan untuk memproduksi madu. Elemen-elemen biaya yang menyusun biaya pengusahaan budidaya lebah madu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Elemen Penyusun Biaya Produksi Madu Jenis data Komponen 1. Biaya tetap 2. Biaya Variabel Depresiasi dan bunga modal untuk bangunan, kendaraan, barang inventaris, serta mesin-mesin produksi. Pajak Gaji Pegawai Biaya kantor Pemeliharaan inventaris Biaya material Upah pekerja Biaya sewa, meliputi sewa kendaraan, dll. 3.6 Biaya Tetap Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan dan bunga modal untuk alat produksi sendiri (perlengkapan perlebahan, kendaraan perlebahan, alat produksi madu olahan), dan alat produksi bersama (bangunan, kendaraan pemasaran, barang inventaris) serta gaji karyawan, pajak-pajak, biaya kantor dan pemeliharaan inventaris Biaya penyusutan dan bunga modal Biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus seperti pada persamaan (1), sedangkan bunga modal dihitung menggunakan persamaan (2),

36 22 dengan tingkat bunga 8,3 % per tahun. D i = ( Pi Ri ) Ni ( Pi Ri) { ( Ni + 1) + Ri} M i = x i % (2) 2Ni dimana : D i : Depresiasi dari investasi ke-i (Rp/ tahun); dimana i : bangunan, kendaraan, barang inventaris, peralatan dan perlengkapan, ratu lebah Mi P i N i R i : Bunga modal dari investasi ke-i (Rp/ tahun); dimana i : bangunan, kendaraan, barang inventaris, peralatan dan perlengkapan, ratu lebah : Harga beli dari investasi ke-i (Rp); dimana i : bangunan, kendaraan, barang inventaris, peralatan dan perlengkapan, ratu lebah : Masa pakai ekonomis dari investasi ke-i (tahun); dimana i : bangunan, kendaraan, barang inventaris, peralatan dan perlengkapan, ratu lebah : Nilai sisa (rongsokan) dari investasi ke-i (Rp); dimana i : bangunan, kendaraan, barang inventaris, peralatan dan perlengkapan, ratu lebah i % : Tingkat bunga per tahun (% per tahun). (1) Untuk menghitung biaya penyusutan dan bunga modal bersama yang dibebankan kepada produk ke-i, digunakan persamaan (3) dan (4). D i = ( Pi Ri ) Ni ( Pi Ri) x W j (3) { ( Ni + 1) + Ri} M i = x i % x W j (4) 2Ni dimana : W j : Bobot produk ke-j (%). Bobot yang digunakan adalah ratio antara biaya dengan nilai pasar masingmasing produk ke-j (%) Biaya gaji tetap pegawai Biaya gaji tetap pegawai untuk setiap kilogram madu yang diproduksi dihitung dengan cara :

37 23 dimana : B Gj B Gj = ( G ) x Wj (5) Qj : Biaya gaji tetap yang dibebankan kepada produk ke-j (Rp/kg) G : Gaji yang dikeluarkan setiap bulan (Rp/tahun) Q j : Rata-rata produksi produk ke-j (kg/tahun). W j : Bobot produk ke-j (%) Biaya pajak, dan pembebanan lainnya Besarnya pajak dan pembebanan dihitung dengan persamaaan (6) : T B Lj = x Wj (6) Qj dimana : B Lj T Q j : Biaya pajak dan pembebanan lainnya untuk setiap produk ke-j (Rp/kg) : Biaya pajak dan pembebanan lainnya setiap tahun (Rp/tahun) : Rata-rata produksi produk ke-j setiap tahun (kg/tahun) W j : Bobot produk ke-j (%). 3.7 Biaya Variabel Biaya variabel terdiri dari biaya material, upah pekerja dan sewa. Biayabiaya tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan (7). Xij B ij = (7) Q dimana : B ij X ij Q j : Biaya variabel ke-i untuk memproduksi produk ke-j (Rp/kg); dimana i : material, sewa dan upah pekerja; j : jenis produk ke-j : Sumber daya ke-i yang dibutuhkan setiap tahun untuk memproduksi produk ke-j (Rp/tahun); dimana i : material, sewa, upah pekerja : Rata-rata produksi produk ke-j (kg/tahun) Biaya upah langsung Biaya upah langsung tiap bulan dihitung dengan persamaan (8) :

38 24 B uj = ( UL ) P (8) dimana : B uj : Biaya upah langsung untuk memproduksi produk ke-j (Rp/kg) UL : Upah langsung (Rp/hari) P : Produktifitas pekerja (kg/hari) 3.8 Harga Pokok Harga pokok dihitung dengan menggunakan persamaan (9) : HP = ( 1+ P% ) BP Q (9) dimana : HP : Harga pokok madu (Rp/kg) BP : Total biaya untuk memproduksi madu (Rp/tahun) Q : Rata-rata produksi (kg/tahun) p % : Persen keuntungan yang ingin diperoleh (% per tahun) 3.9 Break Even Point Perhitungan break even point menggunakan persamaan (1). BEP j = Qj ( R C) x F (1) dimana : BEP j = Tingkat produksi produk ke-j pada titik impas (kg/tahun) Q j R C F = Produksi produk ke-j (kg/tahun) = Penerimaan total per tahun (Rp/tahun) = Biaya variabel total per tahun (Rp/tahun) = Biaya tetap total per tahun (Rp/tahun) 3.1 Profitabilitas Analisis Profitabilitas dilakukan untuk melihat kemampuan perusahaan memperoleh laba dan kelayakan usaha. Kemampuan perusahaan memperoleh laba dapat dilihat dari nilai ROI yang dihasilkan dengan menggunakan persamaan (11).

39 25 Semakin besar nilai ROI yang dihasilkan, maka semakin besar pula laba bersih yang dihasilkannya. Layak atau tidaknya suatu usaha dinilai dari B/C Ratio yang dihitung berdasarkan persamaan (12) jika nilai B/C Ratio 1, maka usaha tersebut layak dilakukan. Sebaliknya jika B/C Ratio nya < 1, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. ROI = AV NI x 1 % (11) dimana : ROI : Kemampuan perusahaan memperoleh laba (%) NI : Laba bersih perusahaan per tahun (Rp/tahun) AV : Semua aset/modal yang dimiliki perusahaan (Rp/tahun) dimana : B/C ratio = PV revenues PV costs (12) B/C ratio : Laba yang dihasilkan perusahaan; PV revenues : Seluruh pendapatan yang dihasilkan berdasarkan nilai sekarang (Rp/tahun); PV cost : Seluruh biaya yang dikeluarkan berdasarkan nilai sekarang (Rp/tahun).

40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Usaha Madu Odeng Madu Odeng merupakan suatu perusahaan yang memproduksi berbagai jenis produk lebah yang terdiri dari madu, bee pollen, royal jelly. Adapun jenis madu yang diproduksi Madu Odeng adalah Madu Kapuk, Madu Karet, Madu Rambutan, Madu Mangga, Madu Kaliandra, Madu Klengkeng, dan Madu Pahit. Selain menjual madu murni Madu Odeng juga memproduksi madu olahan seperti Madu Pollen dan Madu Super Strong. Madu Pollen merupakan hasil pencampuran antara Madu Kapuk (KA 21 %) dan Bee Pollen kering dengan perbandingan 11 liter madu dan 2 kg bee pollen kering. Madu Super Strong merupakan pencampuran antara 11 liter Madu Kapuk (KA 21 %), 2 kg bee pollen kering, dan 8 cc (88 gram) royal jelly. Madu Kapuk dengan KA 21 % digunakan untuk menjaga kualitas produk dari Madu Odeng. Semakin rendah tingkat kadar air madu maka semakin tinggi kualitas madu tersebut (Sihombing, 1997). Produk madu olahan tersebut dikemas ke dalam botol berukuran 3 ml dan 6 ml. Jumlah produksi Madu Odeng dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan jenis produk Madu Odeng Madu Kapuk Madu Karet Madu Rambutan Madu Mangga Madu Kaliandra Madu Klengkeng Madu Pahit Madu Pollen Madu Superstrong Bee Pollen Royal Jelly Jenis Produk Produksi (kg/tahun) Jumlah 9.48 Untuk memproduksi produknya Madu Odeng menggunakan bahan baku yang berasal dari peternakan lebah Madu Odeng dan pembelian dari peternak lain.

41 27 Hal ini dilakukan karena jumlah bahan baku yang dihasilkan peternakan Madu Odeng tidak mampu memenuhi kebutuhan produksi Madu Odeng. Pada tahun 27 peternakan Madu Odeng hanya mampu menghasilkan 1.85 kg madu dan 7 kg bee pollen, sedangkan kebutuhan produksi Madu Odeng mencapai 9.29 kg madu, 215 kg bee pollen, dan 56 kg royal jelly. Untuk dapat memenuhi kebutuhan produksi Madu Odeng maka Madu Odeng harus melakukan pembelian bahan baku dari peternak lain. Adapun jumlah bahan baku yang diproduksi sendiri dan yang dibeli dari peternak lain dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan Asal Bahan Baku Madu Odeng Sumber Perolehan Jenis Madu Peternakan Sendiri Peternak Rekanan Total kg % kg % (kg) % Madu , , Madu Kapuk 1. 1, , ,6 Madu Kapuk (21 %) , ,96 Madu Karet 35 3, , ,5 Madu Rambutan 15 1, , Madu Mangga 238 2, ,59 Madu Klengkeng , ,95 Madu Kaliandra 35 3, ,78 Madu Pahit 242 2, ,63 Bee Pollen 7, , ,27 Royal Jelly 56,59 56,59 Total Peternakan lebah Madu Odeng didirikan oleh H. Odeng (Alm.) pada bulan Oktober Peternakan ini berdiri dengan modal awal yang berasal dari Hibah Dirjen industri kecil, Departemen Perindustrian, yaitu 25 koloni lebah dan lahan seluas 2. m 2 di Sukabumi. Dengan berbekal pengalaman sebagai pengelola Apiari Pramuka ( ), maka H. Odeng terus mengembangkan peternakan lebahnya. Pada tahun 1992 H. Odeng meninggal dunia dan pengelolaan peternakan lebah diteruskan oleh bapak Ade Karna yang merupakan anak dari H. Odeng. Jenis lebah yang dibudidayakan adalah Apis mellifera. Sampai dengan tahun 27 jumlah lebah yang dibudidayakan mencapai 86 koloni. Proses produksi Madu pada peternakan ini pada dasarnya sama dengan proses produksi Madu pada

42 28 peternakan lebah lainnya seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Secara umum, keadaan peternakan lebah Madu Odeng adalah sebagai berikut : Jenis lebah : Apis mellifera Jumlah koloni : 86 koloni Lokasi peternakan : Desa Bantar Jaya, Kecamatan Bantar Kambing, Kabupaten Bogor Pengadaan lebah : Hibah Pemeliharaan lebah : Pemeriksaan dilakukan setiap 1 kali seminggu Migratory : Dilakukan dengan pakan Jagung, Kapuk Randu, Rambutan, Karet, Kaliandra Pengobatan lebah : Dilakukan saat musim paceklik Hama : Varroa sp., semut, predator Penyakit : Busuk larva Pemanenan : Pemanenan dilakukan setiap 1-15 hari selama 6 bulan (Mei - Oktober) Pengemasan : Pengemasan dilakukan dengan botol, plastik, tabung film Pemasaran : Dilakukan di outlet/kedai Madu Odeng Gambar 2 Peternakan lebah Madu Odeng Saat ini peternakan lebah Madu Odeng dikelola sendiri oleh pemilik usaha Madu Odeng, yaitu bapak Ade Karna. Peternakan ini memiliki 1 orang tenaga kerja tetap yang bertugas untuk pemeliharaan lebah. Pada masa panen Madu

43 29 Odeng juga mempekerjakan tenaga borongan untuk membantu kegiatan pemanenan produk lebah di peternakan Madu Odeng. Pada musim bunga, lebah diangon oleh petugas pemeliharaan lebah ke daerah Pati, Pasuruan serta daerah yang banyak terdapat pohon Randu dan biasanya dilakukan pada bulan Mei-Juli. Memasuki bulan Agustus biasanya lebah diangon ke Sukabumi untuk mendapatkan bunga Kaliandra. Setelah Kaliandra selesai maka lebah diangon ke Purwakarta untuk mendapatkan bunga Karet, yaitu pada bulan September. Pada bulan Oktober-November biasanya lebah diangon ke daerah Subang untuk mendapatkan bunga Rambutan. Pada saat musim paceklik lebah diangon ke daerah pakan jagung, yaitu di daerah Bantar Kambing Kabupaten Bogor. Pada masa ini biasanya dimanfaatkan untuk perawatan, pengobatan dan perkembangbiakan lebah. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan lebah untuk memasuki musim bunga berikutnya. Karena musim bunga telah berakhir maka lebah tidak dapat memperoleh madu sebagai makanan. Oleh karena itu dilakukan pemberian stimulan berupa larutan gula. Pada masa ini juga dapat dilakukan panen produk lebah lainnya seperti Bee Pollen dan Royal Jelly, namun pada tahun 27 peternakan lebah Madu Odeng tidak memproduksi Royal Jelly karena pada tahun tersebut kondisi lebah tidak memungkinkan untuk melakukan produksi Royal Jelly. Peternak lebih memilih mempersiapkan lebah untuk panen Madu pada periode berikutnya. Gambar 3 Pemanenan Bee Pollen 4.2 Biaya Usaha Madu Odeng Biaya pengusahaan Madu Odeng dalam penelitian ini dihitung selama satu tahun, yaitu pada tahun 27. Komponen biaya tetap pada usaha Madu Odeng terdiri dari : penyusutan (depresiasi), bunga modal, pajak, biaya pemeliharaan

44 3 inventaris, biaya kantor, serta gaji tetap, sewa, listrik, dll). Komponen penyusun biaya variabel pada usaha Madu Odeng terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong seperti kemasan produk Madu Odeng dan biaya pemasaran produk Madu Odeng. Tabel 7 Biaya Usaha Madu Odeng Uraian Biaya Usaha Madu Odeng (Rp/tahun) (Rp/kg) Biaya Usaha Madu Odeng ,18 Biaya tetap ,58 Depresiasi ,95 Bunga Modal ,82 Biaya Kantor ,16 Pemeliharaan Inventaris ,96 Pajak ,19 Gaji Tetap ,11 Listrik ,1 Sewa Kedai ,86 Sumbangan ,42 Biaya Variabel ,6 Bahan baku ,7 Kemasan ,55 Pemasaran ,98 Dari tabel dapat diketahui bahwa besarnya biaya usaha Madu Odeng adalah Rp /tahun atau Rp ,18/kg. Biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Tidak seperti usaha lain dimana biaya tetapnya lebih besar dari pada biaya variabelnya, Madu Odeng memiliki biaya variabel per kg madunya lebih tinggi dari biaya tetapnya, yaitu Rp ,6/kg sementara biaya tetapnya Rp ,58/kg. Hal ini disebabkan oleh adanya komponen biaya untuk bahan baku madu, bee pollen dan royal jelly dalam proses produksi yang mencapai Rp ,7/kg. Biaya bahan baku tersebut terdiri dari biaya variabel yang digunakan untuk menghasilkan bahan baku berupa madu dan bee pollen dari peternakan Madu Odeng, yaitu biaya material (gula pasir, karung goni, pondasi sarang, paku, obat-obatan lebah), biaya upah peternakan lebah (bongkar muat stup,

45 31 makan petugas angon, petugas jaga, dan tenaga bantuan panen), serta biaya sewa (sewa lahan, kendaraan, dll). Selain itu juga terdapat biaya pembelian bahan baku berupa madu, bee pollen, dan royal jelly dari peternakan lain, karena peternakan Madu Odeng hanya mampu menghasilkan bahan baku madu sebanyak 1.85 kg dan 7 kg bee pollen, sedangkan kebutuhan bahan baku Madu Odeng untuk madu mencapai 9.29 kg, bee pollen 215 kg, dan royal jelly 56 kg. Untuk mencukupi kekurangan tersebut, maka Perusahaan Madu Odeng membeli produk lebah tambahan dari peternak lain. Selain itu juga dalam pemasaran produk, Madu Odeng memasarkan produknya melalui kedai/ outlet Madu Odeng yang tersebar di wilayah Jakarta dan Jawa Barat, sehingga membutuhkan biaya distribusi yang tinggi. Madu Odeng juga menjual produknya dalam kemasan botol, sehingga terdapat komponen biaya kemasan dalam biaya variabelnya yang mencapai Rp. 1.39,55/kg. Jika dilihat dari komponen biaya tetapnya, komponen biaya tetap tertinggi dikeluarkan untuk membayar gaji karyawan., yaitu sebesar Rp /tahun (6.954,11/kg). Biaya tersebut digunakan untuk membayar gaji staf lapangan 1 orang dan 9 orang staf pemasaran atau penjaga kedai. Komponen biaya tetap tertinggi kedua adalah depresiasi, yaitu Rp /tahun atau Rp ,95/kg. Nilai tersebut diperoleh dari penyusutan alat produksi peternakan (peralatan dan perlengkapan perlebahan) ditambah dengan depresiasi bersama, yaitu depresiasi alat produksi yang digunakan untuk memproduksi semua produk Madu Odeng. Adapun investasi bersama tersebut berupa rumah, kendaraan, etalase, serta peralatan produksi seperti baskom dan mixer (Lampiran 2). Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Madu Odeng memproduksi berbagai macam produk, yaitu Madu Kapuk, Madu Karet, Madu Rambutan, Madu Mangga, Madu Kaliandra, Madu Klengkeng, Madu Pahit, Madu Pollen, Madu Super Strong, bee pollen dan Royal jelly. Hal ini menyebabkan terjadinya biaya produksi bersama, yaitu biaya yang terjadi untuk beberapa jenis produk yang berbeda dan merupakan jumlah keseluruhan yang tak dapat dipisahkan. Oleh karena itu memerlukan pengalokasian dan pendistribusian pada masing-masing produk. Salah satu cara yang digunakan untuk mengalokasikan biaya produk bersama kepada masing-masing produk adalah metode nilai pasar. Pada metode

46 32 nilai pasar pengalokasian biaya dilakukan berdasarkan nilai pasar masing-masing produk secara relatif (Rony, 199). Adapun biaya produk bersama yang terjadi pada peternakan Madu Odeng meliputi depresiasi dan bunga modal peralatan perlebahan serta biaya pemeliharaan lebah. Biaya produk bersama yang terjadi pada produk Madu Odeng secara keseluruhan meliputi depresiasi dan bunga modal investasi bersama, gaji tetap, biaya kantor, pemeliharaan inventaris, pajak, serta biaya sewa, sumbangan, listrik kedai, dan biaya pemasaran. Perhitungan bobot nilai pasar yang menjadi dasar pengalokasian biaya produk bersama dapat dilihat pada Lampiran 9. Secara umum biaya produksi tiap jenis produk Madu Odeng dapat dilihat pada Tabel 8. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa biaya produksi tertinggi terjadi pada biaya produksi Royal Jelly, yaitu Rp ,5/kg. Hal ini terjadi karena peternakan lebah Madu Odeng tidak memproduksi Royal Jelly, sehingga bahan baku Royal Jelly harus dibeli dari peternak lain dengan harga Rp. 6./kg. Tabel 8 Biaya produksi tiap jenis produk Madu Odeng Jenis Produk Produksi (kg) Biaya Produksi Rp/tahun Rp/kg Madu Kapuk ,37 Madu Karet ,49 Madu Rambutan ,52 Madu Mangga ,87 Madu Kaliandra ,33 Madu Klengkeng ,77 Madu Pahit ,58 Madu Pollen ,36 Madu Superstrong ,6 Bee pollen ,78 Royal jelly ,5 Tingginya harga beli Royal Jelly dari peternak lain menyebabkan biaya produksi Madu Super Strong lebih tinggi dari pada jenis madu lainnya, karena jenis madu ini juga menggunakan bahan baku Royal Jelly dalam proses produksi. Hal ini mempengaruhi tingkat biaya produksi Madu Super Strong yang mencapai Rp ,6/kg. Selain menggunakan Royal Jelly, jenis madu ini juga

47 33 menggunakan Madu Kapuk (KA 21 %) dan bee pollen, sehingga menyebabkan biaya variabel yang tinggi untuk setiap kilogramnya. Tabel 9 Harga beli bahan baku madu dari peternak lain Jenis Produk Madu Kapuk Madu Kapuk 21 Madu Karet Madu Rambutan Madu Mangga Madu Klengkeng Madu Pahit Bee Pollen Royal Jelly Harga Beli (Rp/kg) Biaya produksi per kilogram untuk jenis madu terendah dapat dilihat pada jenis Madu Karet. Hal ini terjadi karena Madu Karet diproduksi dengan menggunakan bahan baku madu yang dihasilkan sendiri dan bahan baku madu beli. Dalam memproduksi sendiri bahan baku Madu Karet, biaya produksi per kilogram madu karet paling rendah bila dibandingkan jenis lainnya, yaitu hanya sebesar Rp /kg, Hal ini dipengaruhi oleh biaya sewa lahan karet paling rendah bila dibandingkan dengan biaya sewa lahan kapuk dan rambutan, tidak terdapat komponen biaya keamanan, tidak adanya biaya panen, serta produksi peternakan yang cukup tinggi (35 kg). Selain itu, bila dibandingkan dengan jenis lain, Madu Karet merupakan jenis Madu dengan harga beli terendah, yaitu hanya Rp. 13./kg (Tabel 9). Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa biaya terbesar dalam biaya pengusahaan lebah madu pada Peternakan Madu Odeng adalah biaya pembelian produk lebah (madu, bee pollen, royal jelly), yaitu sebesar Rp Produksi peternakan Madu Odeng yang rendah menyebabkan Madu Odeng membeli bahan baku madu dari peternak rekanan untuk mencukupi kebutuhan produksi Madu Odeng. Pada tahun 27 peternakan Madu Odeng hanya memproduksi 1,85 ton madu dan 7 kg bee pollen, sedangkan kebutuhan produksi Madu Odeng mencapai 8,98 ton madu, 215 kg bee pollen, dan 56 kg royal jelly. Oleh karena itu Madu Odeng melakukan pembelian kebutuhan bahan baku (madu, bee pollen, dan royal jelly) dari peternak lain.

48 34 Tabel 1 Biaya usaha Madu Odeng berdasarkan kegiatan produksi Uraian Biaya produksi per tahun (Rp/tahun) Pemeliharaan lebah Migratory Pengobatan Lebah 425. Pemanenan Produk Lebah Pengolahan Madu 45.6 Pengemasan Produk Pemasaran Pembelian Produk Lebah Total Berbeda dengan peternakan lebah pada umumnya yang memiliki biaya terbesar pada kegiatan Migratory, karena Peternakan Lebah Madu Odeng hanya memiliki 86 stup (27), sehingga biaya material (paku), upah (bongkar muat stup, survey lokasi, makan petugas angon, upah penjaga, panen), dan sewa (lokasi, kendaraan, kost, dan keamanan) yang terjadi rendah. Biaya usaha terbesar kedua adalah biaya pemasaran. Biaya pemasaran meliputi biaya material seperti transportasi, pulsa, keperluan kedai, dan plastik. Madu Odeng memiliki sepuluh kedai, yaitu : Cibubur (Jakarta), Depok, Bantar Kambing (Bogor), Parung (Bogor), Parung Kuda (Sukabumi), Cianjur, Sumedang, Nagrek (Bandung), Purwakarta, dan Bekasi. Dalam satu bulan dilakukan pengiriman produk Madu Odeng ke tiap-tiap kedai sebanyak 2 kali, yaitu dengan menggunakan motor Madu Odeng, mobil Madu Odeng, dan kendaraan umum. Biaya usaha terbesar ketiga adalah biaya pengemasan produk. Hal ini dikarenakan Madu Odeng mengemas produk madunya ke dalam botol berukuran 2 ml, 3 ml, dan 6 ml, sedangkan untuk bee pollen dikemas kedalam botol 2 ml dan plastik 1 kg. Royal jelly dikemas ke dalam tabung film. Madu Odeng memilih untuk menjual produknya secara eceran (botolan), karena harga jual madu secara eceran lebih tinggi dari pada secara curah. Dengan kata lain perusahaan ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Dalam kegiatan pemeliharaan lebah terdapat komponen biaya seperti biaya penyusutan, bunga modal, kebutuhan material seperti gula pasir pada musim paceklik, pondasi sarang, BBM (untuk kendaraan operasional), dan karung goni. Pada masa paceklik (Desember-Mei), biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan lebah cukup besar karena pada masa ini jumlah pakan lebah, dalam

49 35 hal ini bunga, tidak tersedia di lapangan. Untuk itu peternak biasanya membawa lebah ke perkebunan jagung untuk mencukupi kebutuhan pakan berupa pollen lebah. Untuk memenuhi pakan lebah berupa nektar, maka peternak memberikan pakan berupa stimulan gula (1 bagian gula + 1 bagian air) yang diletakkan ke dalam feeder. Stimulan berfungsi untuk meningkatkan perkembangan koloni lebah. Kebutuhan gula ini pada masa ini dapat mencapai 1,5 ton/tahun atau sekitar 12,21 kg/ koloni/tahun. Gambar 4 Pemberian stimulan larutan gula Tidak seperti pada peternakan lebah lainnya yang menjual produknya secara curah, Madu Odeng menjual produknya secara eceran dalam kemasan botol, sehingga dalam terdapat komponen biaya pengemasan. Madu Odeng mengemas produk madunya ke dalam botol berukuran 2 ml, 3 ml, dan 6 ml, sedangkan untuk bee pollen dikemas ke dalam botol 2 ml dan plastik 1 kg (Gambar 5). Royal jelly dikemas ke dalam tabung film. Madu Odeng memilih penjualan produk secara eceran karena harga jual madu secara eceran lebih tinggi dari pada secara curah. Dengan kata lain perusahaan ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Gambar 5 Pengemasan produk Madu Odeng

50 36 Biaya pengolahan madu dalam usaha Madu Odeng merupakan biaya penyusutan dan bunga modal peralatan pengolahan madu saja (Mixer dan Baskom). Untuk biaya variabel pengolahan madu (listrik) tidak dimasukkan karena pengolahan madu dilakukan di rumah pemilik usaha, sehingga pembebanannya digabungkan dengan biaya listrik rumah (biaya kantor). 4.3 Analisis Rugi-Laba Analisis rugi-laba merupakan salah satu metode analisis yang digunakan untuk mengetahui layak tidaknya suatu usaha dan untuk mengetahui tingkat keuntungan atau kerugian yang dicapai dari suatu kegiatan usaha. Salah satu analisis rugi-laba adalah Benefit and Cost Ratio method (B/C), yaitu suatu teknik analisis yang membandingkan antara besaran manfaat dengan besaran biaya yang dikeluarkan/diperoleh dari suatu kegiatan investasi yang dianalisis. Suatu usaha dianggap layak apabila nilai B/C > 1. Selain menggunakan analisis Benefit and Cost Ratio method, analisis rugilaba dalam penelitian ini juga menggunakan analisis profitabilitas. Analisis profitabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu usaha dalam memperoleh laba dari hasil penjualannya. Kemampuan suatu usaha dalam memperoleh laba dapat dilihat dari nilai ROI, dimana semakin besar nilai ROI (Return on Investment) maka laba bersih yang dihasilkan oleh suatu usaha akan semakin besar. Analisis rugi-laba usaha Madu Odeng dapat dilihat pada Tabel 11, sedangkan perhitungan B/C Ratio dan ROI Madu Odeng dapat dilihat pada Lampiran 12.

51 37 Tabel 11 Analisis Rugi-laba usaha Madu Odeng Produksi Komponen Satuan (kg/tahun Harga Jual* (Rp/kg) Harga Pokok** Penjualan (Rp/kg) Penerimaan (Rp/tahun) Biaya Variabel (Rp/tahun) Biaya Tetap (Rp/tahun) Biaya Total (Rp/tahun) Keuntungan (Rp/tahun) BEP (kg/tahun) B/C Ratio Total 55, ,6, 237,887, ,483,73 373,37, ,229,573 4, Per kilogram kg/tahun 25,94 14,291 39,385 Produksi Madu Odeng kg/tahun 9,48 Madu Kapuk kg/tahun 3,831 42,131 36, ,44, 74,224,49 43,661,67 117,885,115 43,518,885 1, Madu karet kg/tahun ,448 3,232 24,53, 1,129,327 7,34,569 17,433,896 7,96, Madu rambutan kg/tahun 1,15 53,767 38,681 59,412, 2,377,31 15,242,19 35,619,14 23,792, Madu mangga kg/tahun ,613 41,569 12,76, 5,163,817 3,8,79 8,244,526 4,515, Madu klengkeng kg/tahun 1,191 65,433 54,36 77,931, 34,815,199 18,815,259 53,63,457 24,3, Madu kaliandra kg/tahun 35 41,371 36,648 14,48, 5,58,892 5,18,224 1,689,117 3,79, Madu pahit kg/tahun 242 7,785 43,856 17,13, 4,78,493 4,135,779 8,844,271 8,285, Madu pollen Kg/tahun ,755 44,72 42,938, 16,7,595 1,366,729 27,67,324 15,87, Madu superstrong Kg/tahun 1,76 118,192 98,65 17,2, 62,574,638 25,881,815 88,456,454 18,743, Bee pollen kg/tahun ,71 134,46 2,465, 968,73 595,137 1,563,867 91, Royal jelly kg/tahun 4 1,337,5 1,18,878 5,35, 2,644,584 1,291,676 3,936,26 1,413, * Harga jual Madu diperoleh dari total pendapatan Madu dengan total produksi Madu. ** Harga pokok dalam penelitian ini dihitung dengan asumsi peternak menginginkan excess profit sebesar 2 %.

52 38 Berdasarkan hasil perhitungan, Usaha Madu Odeng memiliki B/C Ratio yang bervariasi antar jenis produk, namun keseluruhan produk tersebut menunjukkan B/C rasio > 1, dengan tingkat B/C rasio rata-rata 1,41. Nilai B/C rasio terendah dan tertinggi berturut-turut diperoleh pada Madu Superstrong dan Madu Pahit, yaitu sebesar 1,21 dan 1,94. Berdasarkan nilai B/C rasio tersebut maka usaha ini layak untuk dilakukan asalkan peternak mampu mengelola usaha dengan baik. Tabel 12 Tingkat ROI usaha Madu Odeng Investasi Satuan Biaya Bangunan Rp Kendaraan Rp 57.. Barang inventaris Rp Ratu Lebah Rp Perlengkapan dan peralatan Rp Total Investasi Rp Total Penerimaan Rp/tahun ROI % 49,25 Dengan skala usaha yang tergolong kecil, yaitu 86 stup, perusahaan milik rakyat ini mempunyai nilai ROI sebesar 49,25 % (Tabel 12). Nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha ini menghasilkan laba sebesar 49,25 % dari jumlah investasi atau modal yang ditanamkan pada usaha Madu Odeng. Dengan tingkat suku bunga bank 8,3 % per tahun maka ROI pada perusahaan Madu Odeng berada jauh di atas suku bunga bank. Hal ini berarti dengan menjalankan usaha ini peternak akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dari pada menyimpan modal mereka di bank. Walaupun usaha ini cukup menguntungkan dan layak untuk dikembangkan, tetapi saat ini usaha tersebut belum banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti modal usaha yang cukup besar serta keterampilan dan keahlian dalam mengelola koloni lebah dengan baik. Saat ini untuk mendapatkan modal yang besar masih cukup sulit, apalagi bagi masyarakat di sekitar hutan. Informasi dan pengetahuan tentang tata cara pengelolaan lebah yang baik juga belum banyak diketahui oleh masyarakat luas, karena saat ini

53 39 pelatihan tentang tata cara beternak lebah yang baik belum banyak dilakukan di Indonesia. Selain itu, pengetahuan masyarakat tentang manfaat lebah dalam membantu penyerbukan dan meningkatkan hasil panen kurang, sehingga banyak masyarakat di daerah yang banyak terdapat pakan lebah merasa kalau lebah itu akan mengganggu tanaman mereka dan menurunkan hasil panen buah mereka. Hal ini menyebabkan peternak lebah sulit untuk mengangon lebah mereka. Faktor lain yang menghambat perkembangan usaha perlebahan di Indonesia adalah kondisi iklim. Iklim di Indonesia termasuk iklim tropis dengan curah hujan dan kelembaban udara yang tinggi. Hal ini bertentangan dengan sifat madu yang higroskopis (mudah menyerap air), sehingga menyebabkan kadar air madu yang dihasilkan menjadi tinggi. Umumnya kadar air madu alami Indonesia di atas 21 %. Madu yang baik memiliki kadar air kurang dari 17 % karena pada kondisi demikian madu akan terhindar dari fermentasi, sehingga keasaman madu tetap rendah dan kadar sukrosa menurun. Salah satu syarat madu untuk dapat diekspor adalah memiliki kadar air ± 17 %. Madu yang diproduksi sendiri oleh peternakan lebah Madu Odeng memiliki kadar air %, sedangkan Madu yang dibeli dari peternak lain memiliki kadar air 21 % dan 22 %. Madu dengan kadar air 21 % digunakan untuk memproduksi Madu Pollen dan Super Strong, sedangkan madu dengan kadar air 22 % digunakan untuk memproduksi Madu Murni. Untuk dapat menurunkan kadar air madu digunakan dehumidifier, yaitu alat yang berfungsi untuk menurunkan kelembaban udara, yang diset pada Rh 45 %. Agar suhu ruangan tidak terlalu panas digunakan air conditioner yang diset pada suhu o C, sehingga suhu dapat dipertahankan pada suhu kamar. Penelitian mengenai penurunan kadar air madu ini sudah dilakukan oleh Febrinda (1993) terhadap madu dengan kadar air awal 21 % (Tabel 13).

54 4 Tabel 13 Penurunan kadar air madu yang dilakukan selama 4 minggu Lama (Minggu) Kadar Air (%) 21, 17,1 15,9 15,1 14,35 Sumber : Febrinda, 1993 (skripsi) Aktifitas Enzim Diatase (DN) 14,15 14, 13,8 13,5 13, Kadar Sukrosa (%),64,61,56,52,5 Biaya tahun 1993 (Rp/kg) 146,57 293,13 439,7 586,26 Biaya tahun 23 (Rp/kg) 475,71 951, ,9 1.92,76 Dari Tabel 13 dapat diketahui penurunan kadar air madu menimbulkan biaya tambahan. Jika diasumsikan madu hasil produksi negeri rata-rata 21 % maka peternak memerlukan biaya tambahan sebesar Rp. 475,71 per kg madu untuk mencapai kadar air madu 17 %. Dalam proses penurunan kadar air tersebut terjadi penyusutan jumlah madu sebesar 1 %, sehingga jumlah madu yang akan dijual menjadi berkurang. Oleh karena itu peternak kurang tertarik untuk menurunkan kadar air madunya jika bukan untuk diekspor, karena akan mengurangi pendapatan mereka. 4.4 Analisis Harga Pokok Harga pokok dihitung dengan metode kalkulasi, dimana total biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing produk dibagi dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan. Cara perhitungan harga pokok dapat dilihat pada Lampiran 1. Pemilik perlebahan Madu Odeng tidak menetapkan besarnya keuntungan yang diinginkan. Oleh karena itu, harga pokok penjualan dihitung dengan asumsi bahwa Madu Odeng menginginkan keuntungan (excess profit) sebesar 2 % dari biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi madu (tingkat suku bunga 8,3 %). Dari hasil perhitungan diperoleh harga pokok berbagai jenis produk Madu Odeng seperti tertera pada Tabel 11. Semua jenis produk Madu Odeng memiliki harga jual diatas harga pokok. Harga pokok tertinggi dapat dilihat pada Royal Jelly, yaitu sebesar Rp /kg. Hal ini terjadi karena Royal Jelly memiliki biaya produksi yang paling tinggi dari pada produk lainnya. Biaya produksi yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh biaya pembelian bahan baku Royal Jelly yang tinggi (Rp. 6./kg). Harga pokok terendah dapat dilihat pada Madu Karet. Hal ini dipengaruhi biaya produksi Madu Karet merupakan biaya produksi yang terendah

55 41 bila dibandingkan dengan produk lainnya. Bila harga jual lebih tinggi dari pada harga pokok, maka laba yang dihasilkan Madu Odeng telah optimum. 4.5 Analisis Break Even Point Analisis Break Even Point digunakan untuk mengetahui pada tingkat produksi berapa Madu Odeng tidak mengalami keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian atau jumlah hasil produksi sama dengan jumlah biaya produksi. Cara perhitungan Break Even Point dapat dilihat pada Lampiran 11. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa tingkat BEP Madu Odeng dicapai pada berbagai tingkat produksi seperti terlihat pada Tabel 11. Untuk Madu Murni berkisar antara 112 kg/tahun 1.84 kg/tahun, sedangkan Madu Pollen 347,5 kg/tahun, Madu Super Strong 57 kg/tahun, Pollen 6,59 kg/tahun, dan Royal Jelly 1,88 kg/tahun. Adapun tingkat BEP total Madu Odeng adalah 4.364,11/kg. Dengan tingkat produksi lebah Madu Odeng sebesar 22,32 kg/stup/tahun, maka untuk memproduksi sendiri Madu pada tingkat BEP Madu Odeng harus memelihara lebah Apis mellifera sebanyak 196 stup/tahun. Dengan melihat jumlah produksi lebah Madu Odeng yang hanya 1,85 ton/tahun dengan jumlah koloni lebah 86 stup, maka tingkat produksi ini masih jauh di bawah tingkat BEP. Seharusnya perusahaan Madu Odeng mengalami kerugian yang cukup besar, namun pada kenyataannya perusahaan Madu Odeng mengalami keuntungan yang cukup besar. Hal ini terjadi karena untuk memproduksi produknya, Madu Odeng tidak hanya mengandalkan bahan baku madu yang dihasilkan oleh peternakan Madu Odeng. Madu Odeng juga mengandalkan bahan baku madu yang dihasilkan oleh peternak lain yang telah menjadi rekan Madu Odeng. Selain itu juga Madu Odeng menjual produk madunya secara eceran (botol), sehingga harga jual di pasaran menjadi jauh lebih tinggi dari pada secara curah (kiloan). 4.6 Perbandingan Biaya Usaha Madu Odeng dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai biaya pengusahaan lebah madu sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Kurniastuti (24) di perlebahan milik rakyat dan Perhutani, Nengsih (26) di Perlebahan Putera Apiari, serta Gultom (27) di Perlebahan

56 42 Puspa Alas Roban, seperti terlihat pada Tabel 14, Tabel 15 dan Tabel 16. Namun demikian, ketiga usaha tersebut memiliki kegiatan yang berbeda dengan Madu Odeng. Perbedaannya adalah madu yang diproduksi oleh Madu Odeng tidak semuanya berasal dari peternakan lebah Madu Odeng, tetapi sebagian besar (8 %) berasal dari peternakan lain seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Oleh karena itu perbandingan dilakukan terhadap tingkat B/C Ratio dan ROI-nya saja. Tabel 14 Analisis Rugi-Laba Kurniastuti tahun 24 No Komponen Satuan Skala usaha Produksi Madu Pollen Royal Jelly Propolis Harga Jual* Madu Pollen Royal jelly Propolis Stup kg/thn kg/stup kg/thn kg/stup kg/thn kg/stup kg/thn kg/stup Rp./kg Rp./kg Rp./kg Rp./kg Pati Sukabumi UP3 Regaloh Harapan Maju Kaliandra UP3 G. Arca Semesta sari A. mellifera A. mellifera A. mellifera A. cerana A. mellifera ,95 19, , ,11 2,22 11,2 35, 35, ,97 33, ,97 33, , 15,8 43,75 3, 3., 4 5 Harga pokok Pendapatan Madu Pollen Royal jelly Propolis Rp./kg Rp.Juta/thn Rp.Juta/thn Rp.Juta/thn Rp.Juta/thn Rp.Juta/thn 55,291 19,38 19,38 8,93 665,16 56,16 35, 7, 56, ,71 139,71 69,557 1,95 1,95 2, ,5 262,5 6, 45, 6 7 Biaya usaha Biaya tetap Biaya variabel Laba Rp.Juta/thn Rp./kg Rp.Juta/thn Rp.Juta/thn Rp.Juta/thn 257,15 46,8 137,36 119,79-147,77 337,22 6,74 22,88 134,34 327,94 196,6 46,77 136,9 59,7-56,35 3,42 57,96 2,98,48-1,47 14,61 17,44 3,84 73,77 262, BEP B/C ratio Investasi ROI Kg/thn Koloni/thn,43 2,74-73, , ,97 44,72 81,3 7153,93 377,71 87,64-64,29 118,16 6,57 3,79-38,74 Rp.Juta/thn % Sumber : Kurniastuti, 24 (Skripsi) Keterangan : *Harga pokok dalam sama dengan harga jual karena telah ditetapkan oleh perlebahan tersebut **Break even point UP3 Regaloh negatif karena biaya variabel per unit lebih besar dari harga jual produk 98, ,51 111,6 236,71

57 43 Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniastuti pada tahun 24 (Tabel 14) dapat diketahui bahwa nilai B/C Ratio yang dihasilkan oleh Perhutani, baik UP3 Regaloh Pati maupun UP3 G. Arca Sukabumi, memiliki nilai kurang dari 1. Dari nilai tersebut maka pengusahaan lebah yang dijalankan oleh Perhutani tersebut tidak layak untuk diusahakan. Jika dilihat dari nilai ROI yang dihasilkan Perhutani maka dapat dipastikan bahwa Perhutani mengalami kerugian. Nilai ROI yang dihasilkan UP3 Regaloh adalah -71,63 %, sedangkan ROI UP3 Gunung Arca adalah -64,29 % (A. mellifera) dan -38,74 % (A. cerana). Hal ini disebabkan oleh jumlah produksi madu yang sangat kecil, sehingga pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. Rendahnya produksi madu yang dihasilkan perlebahan milik Perhutani disebabkan oleh pengelolaan lebah yang kurang optimal (Kurniastuti, 24). Dari nilai B/C Ratio dan ROI pada peternakan milik rakyat yang diteliti Kurniastuti (24), baik untuk perlebahan Harapan Maju Semesta dan Kaliandra Sari menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. Nilai B/C Ratio kedua peternakan milik rakyat tersebut bernilai lebih besar dari 1, sedangkan nilai ROI kedua peternakan tersebut berturut-turut adalah 81,3 % dan 236,71 %. Nilai ROI Kaliandra Sari yang berada diatas 1 % menunjukkan bahwa Kaliandra Sari memiliki laba yang sangat besar. Bila dibandingkan dengan Harapan Maju Semesta dan Kaliandra Sari, nilai ROI Putera Apiari lebih kecil, yaitu hanya 63,18 % (Tabel 15). Hal ini disebabkan karena skala usaha Putera Apiari lebih kecil dari Harapan Maju Semesta, namun alasan yang sama tidak dapat digunakan untuk Kaliandra Sari. Dengan memiliki 2 stup Kaliandra Sari memiliki ROI yang jauh lebih tinggi dari pada Putera Apiari yang memiliki 4 stup. Hal ini terjadi karena Kaliandra Sari menjual semua madunya dalam kemasan botol, sehingga memiliki harga jual yang lebih tinggi dan keuntungan yang dihasilkan pun menjadi lebih tinggi, sedangkan Putera Apiari menjual sebagian besar madunya secara curah sehingga harga jualnya relatif lebih rendah. Selain itu juga semakin banyak jumlah lebah yang dipelihara maka biaya variabel yang dihasilkan pun menjadi lebih besar.

58 44 Tabel 15 Analisis Rugi Laba Nengsih pada Perlebahan Putera Apiari Tahun 26 No. Komponen Satuan Putera Apiari 1 2 Stup 4 3 Skala usaha Produksi Madu Pollen Royal Jelly Harga jual* Madu Pollen Royal Jelly kg/thn kg/stup kg/thn kg/stup kg/thn kg/stup Rp./kg Rp./kg Rp./kg ,5 2,5 5, Harga pokok Rp./kg Pendapatan Madu Pollen Royal Jelly Rp/thn Rp/thn Rp/thn Rp/thn Biaya usaha Biaya tetap Biaya variabel Laba BEP 9 B/C Ratio 1 ROI Sumber : Nengsih, 26 (Skripsi) Rp/thn Rp./kg Rp/thn Rp/thn Rp/thn kg/thn Koloni/tahun % ,3 63,18 Nilai B/C Ratio Putera Apiari lebih tinggi dari pada nilai B/C Ratio perlebahan Perhutani, dan Harapan Maju Semesta. Namun nilai B/C Ratio Putera Apiari Lebih Kecil dari pada Kaliandra Sari. Hal ini terjadi karena Kaliandra Sari menjual produknya dalam kemasan botol, sehingga harga jualnya lebih tinggi dari pada Putera Apiari yang sebagian besar produknya secara curah. Akibatnya keuntungan Kaliandra Sari lebih tinggi dari pada Putera Apiari.

59 45 Tabel 16 Analisis Rugi-Laba Gultom di Puspa Alas Roban Tahun 27 No Komponen Satuan Puspa Alas Roban 1. Stup Skala usaha Produksi Madu Bee Pollen Ratu lebah Harga jual Madu* Madu Klengkeng Madu Karet Madu randu Bee Pollen Ratu lebah Harga pokok penjualan Madu** Pendapatan Madu Madu Klengkeng Madu Karet Madu randu Bee Pollen Ratu lebah Biaya pengusahaan lebah Madu Biaya tetap Biaya variabel Keuntungan Break Even Point 9. B/C Ratio 1. ROI Sumber : Gultom, 27 (skripsi) kg/tahun kg/stup kg/tahun kg/stup stup Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/kg Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun kg/tahun koloni % ,27 2 1, , , , ,42 19,79 Bila dibandingkan dengan penelitian Gultom (27) pada perlebahan Puspa Alas Roban (Tabel 16) maka nilai ROI perlebahan Perhutani lebih rendah dari pada Puspa Alas Roban, namun nilai ROI dan B/C Ratio Puspa Alas Roban jauh lebih rendah dari pada perlebahan rakyat lainnya. Hal ini terjadi karena skala usaha Puspa Alas Roban memang lebih kecil dari pada ketiga perlebahan rakyat tersebut. Selain itu, Puspa Alas Roban menjual semua madunya secara curah sehingga harga jualnya lebih rendah dan keuntungan yang diperoleh lebih rendah dari perlebahan rakyat lainnya. Bila dibandingkan dengan perlebahan Perhutani, Madu Odeng memiliki nilai ROI dan B/C Ratio yang jauh lebih tinggi, yaitu 49,25 % (ROI) dan 1,41 (B/C Ratio rata-rata), namun nilai tersebut masih berada dibawah nilai ROI dan B/C Ratio perlebahan Harapan Maju Semesta dan Putera Apiari yang memiliki

60 46 ROI di atas 5 % dan B/C Ratio di atas 1,5. Tingginya nilai B/C Ratio dan ROI kedua perlebahan tersebut disebabkan oleh tingginya jumlah madu yang diproduksi. Selain itu juga, seluruh madu yang diproduksi oleh perlebahan Harapan Maju Semesta dan Putera Apiari merupakan madu yang dihasilkan sendiri oleh kedua perlebahan tersebut, sedangkan Madu Odeng sebagian besar madunya (8 %) berasal dari pembelian dari peternak lain. Akibatnya biaya produksi madu yang siap dijual menjadi tinggi dan menyebabkan rendahnya nilai B/C Ratio-nya. Jika Madu Odeng dibandingkan dengan perlebahan Kaliandra Sari, maka Madu Odeng memiliki nilai ROI dan B/C Ratio yang lebih rendah dari pada Kaliandra Sari. Hal ini terjadi karena madu yang diproduksi oleh perlebahan Kaliandra Sari juga merupakan madu yang dihasilkan dari peternakan sendiri, sedangkan pada Madu Odeng tidak semua produknya dihasilkan dari peternakan Madu Odeng, tetapi sebagian besar (8 %) diperoleh dari pembelian dari peternak lain. Nilai B/C Ratio Puspa Alas Roban adalah sebesar 1,42. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut memang layak untuk dilakukan dan dikembangkan. Untuk nilai ROI, Puspa Alas Roban mempunyai nilai sebesar 19,79 % (tingkat suku bunga 8,5 %). Angka tersebut menunjukkan bahwa tingkat laba bersih Puspa Alas Roban sebesar 19,79 persen dari total investasi. Bila dibandingkan dengan Puspa Alas Roban, Madu Odeng memiliki nilai ROI yang lebih tinggi, karena Madu Odeng menjual produknya secara eceran (botolan). Harga jual madu secara eceran lebih tinggi dari pada secara curah, seperti yang dilakukan oleh Puspa Alas Roban, sehingga keuntungan yang diperoleh dari penjualan secara botolan menjadi lebih tinggi. Selain itu juga Puspa Alas Roban menjual produknya dibawah harga pokok, sehingga keuntungan yang diperoleh Puspa Alas Roban tidak optimal. 4.7 Pemasaran Dalam memasarkan produknya Madu Odeng membuka outlet/kedai madu pada berbagai daerah di Jakarta dan Jawa Barat. Sampai tahun 27 Madu Odeng sudah memiliki 1 kedai, yaitu Cibubur, Depok, Bekasi, Parung (Bogor), Bantar

61 47 Kambing (Bogor), Parung Kuda (Sukabumi), Nagrek (Bandung), Cianjur, Sumedang dan Purwakarta. Setiap kedai, kecuali Cibubur yang dijaga oleh pihak keluarga, terdapat satu orang pegawai tetap yang bertugas menjaga kedai sekaligus memasarkan produk Madu Odeng. Untuk meningkatkan penjualannya Madu Odeng menerapkan sistem bonus kepada penjaga kedai untuk meningkatkan penjualannya. Selebihnya pemasaran berjalan dengan sendirinya yaitu dari mulut ke mulut. Intinya Madu Odeng tetap menjaga kualitas produknya sehingga tidak mengecewakan konsumen Madu Odeng. Madu Odeng juga telah mendapatkan ijin dari Departemen Kesehatan RI untuk memproduksi produk lebah. Pengiriman produk Madu Odeng dilakukan 2 kali dalam satu bulan, yaitu setiap tanggal dan Pengiriman dilakukan dengan menggunakan mobil pemilik Madu Odeng, motor, dan kendaraan umum. Pengiriman dilakukan sendiri oleh pemilik Madu Odeng, dan terkadang penjaga kedai yang menjemput Madu ke rumah produksi Madu Odeng, yaitu di Cibubur. Oleh karena itu dalam biaya produksi terdapat biaya konsumsi BBM dan transportasi. Gambar 6 Salah satu kedai/outlet Madu Odeng Berbeda dengan peternakan lainnya yang menjual produknya secara curah, Madu Odeng lebih memilih menjual produknya secara eceran karena harga jualnya lebih tinggi dari pada secara curah. Produksi lebah Madu Odeng yang sangat rendah akan menyebabkan kerugian apabila dijual secara curah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. b. Apis mellifera Jenis ini merupakan lebah madu utama yang dibudidayakan hampir disemua

II. TINJAUAN PUSTAKA. b. Apis mellifera Jenis ini merupakan lebah madu utama yang dibudidayakan hampir disemua II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Jenis Lebah Madu Lebah madu sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Keadaan ini dapat diketahui dengan adanya berbagai nama lebah dalam bahasa daerah, misalnya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.4 Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah analisis biaya produksi, harga pokok,

III. METODOLOGI. 3.4 Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah analisis biaya produksi, harga pokok, III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada Perlebahan Madu Odeng, di Desa Bantar Jaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Maret 2008.

Lebih terperinci

Jenis Lebah Yang Ada di Indonesia Friday, 08 February 2013 Pemutakhiran Terakhir Tuesday, 28 May 2013

Jenis Lebah Yang Ada di Indonesia Friday, 08 February 2013 Pemutakhiran Terakhir Tuesday, 28 May 2013 Jenis Lebah Yang Ada di Indonesia Friday, 08 February 2013 Pemutakhiran Terakhir Tuesday, 28 May 2013 eskalisa.sch.id Jenis Lebah Yang Ada di Indonesia Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lebah Madu Lebah madu termasuk hewan serangga bersayap, sebagai penghasil madu yang telah lama dikenal manusia. Tubuh lebah madu beruas-ruas dan ruas tersebut saling berhubungan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Investasi, Penyusutan, dan Bunga Modal Peternakan Madu Odeng

Lampiran 1 Investasi, Penyusutan, dan Bunga Modal Peternakan Madu Odeng Lampiran 1 Investasi, Penyusutan, dan Bunga Modal Peternakan Odeng Komponen Jumlah Satuan Harga satuan (Rp,000,-/unit) Umur Teknis (tahun) Nilai Sisa Total Investasi Penyusutan Bunga Modal Pemeliharaan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS TERNAK LEBAH. Di susun oleh : Nama : Muammar Mufti NIM : Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS TERNAK LEBAH. Di susun oleh : Nama : Muammar Mufti NIM : Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS TERNAK LEBAH Di susun oleh : Nama : Muammar Mufti NIM : 07.12.2638 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AMIKOM YOGYAKARTA 2012 - Abstraksi Lebah merupakan insekta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lubang-lubang pohon dan tempet-tempat lain untuk diambil madunya. Lebah

II. TINJAUAN PUSTAKA. lubang-lubang pohon dan tempet-tempat lain untuk diambil madunya. Lebah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lebah Madu Lebah madu merupakan insekta penghasil madu yang telah lama dikenal manusia. Sejak zaman dahulu, manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-lubang pohon dan

Lebih terperinci

Lampiran 12. Aspek Agronomis / Usahatani Lebah Madu. Diantara jenis lebah, ada yang produksi madunya sedikit seperti Apis Cerana,

Lampiran 12. Aspek Agronomis / Usahatani Lebah Madu. Diantara jenis lebah, ada yang produksi madunya sedikit seperti Apis Cerana, 48 Lampiran 12. Aspek Agronomis / Usahatani Lebah Madu. Pemeliharaan lebah yang bertujuan untuk mengambil madunya disebut peternakan lebah.orang yang bertenak lebah disebut peternak lebah.selain madu,

Lebih terperinci

BUDIDAYA LEBAH MADU. Oleh ODJON SOLIKIN, SP. Penyuluh Kehutanan Kab. Ciamis

BUDIDAYA LEBAH MADU. Oleh ODJON SOLIKIN, SP. Penyuluh Kehutanan Kab. Ciamis BUDIDAYA LEBAH MADU Oleh ODJON SOLIKIN, SP. Penyuluh Kehutanan Kab. Ciamis Budidaya lebah ada 2 cara yaitu : 1) Budidaya Lebah Secara Menetap, dan 2) Budidaya Lebah Secara Berpindah. Pada budidaya lebah

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH USAHA LEBAH MADU

KARYA ILMIAH USAHA LEBAH MADU KARYA ILMIAH USAHA LEBAH MADU Disusun Oleh : Muhammad Burhan Kurniawan NIM : 10.11.4556 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Meraup Untung dari Usaha Lebah Madu Abstraksi Bisnis lebah madu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah berupa flora dan fauna. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha peternakan lebah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Sejak zaman purba manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-lubang pohon

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Sejak zaman purba manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-lubang pohon 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Lebah merupakan insekta penghasil madu yang telah lama dikenal manusia. Sejak zaman purba manusia berburu sarang lebah di goa-goa,

Lebih terperinci

PERLEBAHAN DI INDONESIA

PERLEBAHAN DI INDONESIA PERLEBAHAN DI INDONESIA Oleh : Kuntadi Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi QUIZ 1. Yang mana sarang lebah madu? 1 2 3 4 1 QUIZ 2 2 1 3 5 4 A. dorsata A. laboriosa A. dorsata binghami A. cerana A.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial Apis cerana merupakan serangga sosial yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera, Famili Apidae hidup berkelompok membentuk koloni. Setiap koloni terdiri

Lebih terperinci

Gambar 1. Koloni Trigona sp

Gambar 1. Koloni Trigona sp BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP Oleh : Victor Winarto *) Rusmalia *) I. PENDAHULUAN Madu adalah salah satu produk primadona HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) di Indonesia. Banyaknya manfaat madu bagi kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II PEMBUDIDAYAAN LEBAH DI PUSBAHNAS. II.1 Pengertian Pembudidayaan

BAB II PEMBUDIDAYAAN LEBAH DI PUSBAHNAS. II.1 Pengertian Pembudidayaan BAB II PEMBUDIDAYAAN LEBAH DI PUSBAHNAS II.1 Pengertian Pembudidayaan Budidaya adalah salah satu usaha mengembangbiakan yang memberikan manfaat dan merupakan suatu tindakan yang menjaga, memelihara, dan

Lebih terperinci

CARA PRAKTIS. Budidaya Lebah Madu ( Apis indica )

CARA PRAKTIS. Budidaya Lebah Madu ( Apis indica ) CARA PRAKTIS Budidaya Lebah Madu ( Apis indica ) Pelatihan Budidaya Lebah Madu ( Apis indica ) di Desa Karangmulya Kecamatan Bojong dan Desa Sesepan Kecamatan Balapulang Kabupaten Tegal Oleh : TIM PELATIHAN

Lebih terperinci

AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : ISSN :

AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : ISSN : AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : 106 112 ISSN : 1411-1063 ANALISIS EFISIENSI EKONOMI USAHATANI LEBAH MADU DI DESA KALISARI, KECAMATAN CILONGOK, KABUPATEN BANYUMAS Purwanto Badan Pelaksana Penyuluhan

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PRODUKSI MADU HUTAN, MADU POLLEN DAN POLLEN PADA USAHA MADU D-BEE S DI SINDANGKERTA, BANDUNG BARAT HERALDY RISVA SIREGAR

ANALISIS BIAYA PRODUKSI MADU HUTAN, MADU POLLEN DAN POLLEN PADA USAHA MADU D-BEE S DI SINDANGKERTA, BANDUNG BARAT HERALDY RISVA SIREGAR ANALISIS BIAYA PRODUKSI MADU HUTAN, MADU POLLEN DAN POLLEN PADA USAHA MADU D-BEE S DI SINDANGKERTA, BANDUNG BARAT HERALDY RISVA SIREGAR DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkatan kasta di dalam koloninya. Lebah pekerja yang merupakan lebah betina

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkatan kasta di dalam koloninya. Lebah pekerja yang merupakan lebah betina 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Klasifikasi Lebah Madu Lebah madu merupakan serangga sosial yang hidup berkoloni dan memiliki tiga tingkatan kasta di dalam koloninya. Lebah pekerja yang merupakan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN LEBAH MADU RAKYAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN LEBAH MADU RAKYAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN LEBAH MADU RAKYAT (Studi Kasus Kelompok Ternak Lebah Madu Sri Buana, Kampung Nyalenghor, Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya) SKRIPSI VERLANE

Lebih terperinci

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. penangkaran sederhana dan penangkaran modern. Penangkaran sederhana

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. penangkaran sederhana dan penangkaran modern. Penangkaran sederhana 48 V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Perencanaan Persyaratan Teknis Penangkaran 1. Tempat pemeliharaan Penangkaran lebah madu pada dasarnya ada dua macam, yaitu penangkaran sederhana dan penangkaran

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MENINGKATKAN PRODUKSI DAN KUALITAS HASIL PERLEBAHAN

LANGKAH-LANGKAH MENINGKATKAN PRODUKSI DAN KUALITAS HASIL PERLEBAHAN LANGKAH-LANGKAH MENINGKATKAN PRODUKSI DAN KUALITAS HASIL PERLEBAHAN Oleh : Kuntadi Pusat Litbang Konservasi Dan Rehabilitasi MANFAAT PERLEBAHAN Optimalisasi sumberdaya tumbuhan/tanaman (tanpa dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Madu merupakan bahan pangan berbentuk cairan kental yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Madu merupakan bahan pangan berbentuk cairan kental yang memiliki I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Madu merupakan bahan pangan berbentuk cairan kental yang memiliki rasa manis alami yang dihasilkan oleh lebah berbahan baku nektar bunga. Madu kaya akan kandungan nutrisi

Lebih terperinci

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN sangat kaya akan ragam tanaman berbunga dan hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN sangat kaya akan ragam tanaman berbunga dan hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.I Latar Belakang lndonesia sangat cocok untuk usaha peternakan lebah, karena sangat kaya akan ragam tanaman berbunga dan hasil pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan lebah

Lebih terperinci

BUDIDAYA TERNAK LEBAH

BUDIDAYA TERNAK LEBAH TTG BUDIDAYA PETERNAKAN BUDIDAYA TERNAK LEBAH 1. SEJARAH SINGKAT Lebah merupakan insekta penghasil madu yang telah lama dikenal manusia. Sejak zaman purba manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-lubang

Lebih terperinci

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (29 36)

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (29 36) ANALISIS FINANSIAL USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU Apis cerana Fabr. DI DUSUN SIDOMUKTI DESA BUANA SAKTI KECAMATAN BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (FINANCIAL ANALYSIS OF HONEY BEE (Apis cerana Fabr.) ENTERPRISES

Lebih terperinci

BUDIDAYA TERNAK LEBAH

BUDIDAYA TERNAK LEBAH BUDIDAYA TERNAK LEBAH 1. SEJARAH SINGKAT Lebah merupakan insekta penghasil madu yang telah lama dikenal manusia. Sejak zaman purba manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-lubang pohon dan tempat-tempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Dusun Sidomukti Desa Buana Sakti

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Dusun Sidomukti Desa Buana Sakti 11 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Dusun Sidomukti Desa Buana Sakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur pada bulan Maret sampai bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Lebah Madu Apis cerana, Fabr Indonesia dikenal memiliki potensi yang cukup besar dalam pengembangan perlebahan yang berupa kekayaan sumber daya alam hayati seperti berbagai

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU KOMERSIAL

KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU KOMERSIAL KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU KOMERSIAL Oleh: Sri Agung Fitri Kusuma, M.Si., Apt UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS FARMASI JANUARI 2009 LEMBAR PENGESAHAN KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU

Lebih terperinci

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (23 28)

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (23 28) MANAJEMEN PENANGKARAN LEBAH MADU (Apis cerana Fabr.) DI DESA BUANA SAKTI KECAMATAN BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (MANAGEMENT OF BREEDING THE HONEY BEE (Apis cerana Fabr.) IN BUANA SAKTI VILLAGE, DISTRICT

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) SKRIPSI FAJAR MUTAQIEN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. anak-anak bermain. Tempat yang terbuka akan memudahkan bagi lebah untuk

TINJAUAN PUSTAKA. anak-anak bermain. Tempat yang terbuka akan memudahkan bagi lebah untuk TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Lokasi Peternakan Lebah Tempat yang cocok untuk peternakan akan mendukung keberhasilan dalam beternak lebah ini, seperti terbuka dan agak jauh dari lalu lintas orang atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 35/MENHUT-II/2007 Tentang HHBK, definisi HHBK adalah hasil hutan baik

I. PENDAHULUAN. 35/MENHUT-II/2007 Tentang HHBK, definisi HHBK adalah hasil hutan baik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil hutan dapat dikelompokkan menjadi hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 35/MENHUT-II/2007 Tentang HHBK,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2012 di PT. Pindo Deli Pulp and Paper, Karawang, Jawa Barat. 3.2 Jenis Data Penelitian

Lebih terperinci

BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP MUDAH DAN MURAH

BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP MUDAH DAN MURAH BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP MUDAH DAN MURAH Oleh : Septiantina Dyah Riendriasari, S. Hut PENDAHULUAN Dulu, banyak masyarakat yang tidak mengetahui adanya lebah madu Trigona sp ini. Hanya jenis Apis

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK LEBAH MADU JAYA MAKMUR DI DESA JONO OGE KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK LEBAH MADU JAYA MAKMUR DI DESA JONO OGE KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI e-j. Agrotekbis 4 (1) :84-90, Februari 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK LEBAH MADU JAYA MAKMUR DI DESA JONO OGE KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI FeasibilityAnalysis of Honey

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya lebah madu merupakan salah satu alternatif usaha peternakan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap produk madu secara nasional. Beberapa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN PRE-TREATMENT MADU

KARAKTERISTIK DAN PRE-TREATMENT MADU KARAKTERISTIK DAN PRE-TREATMENT MADU Firman Jaya 1 KARAKTERISTIK MADU SIFAT FISIK SIFAT KIMIA Sifat Higrokopis Tekanan Osmosis Kadar Air Warna Madu Karbohidrat Enzim Keasaman Komposisi Kimia Madu Granulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS SISTEM BAGI HASIL PETERNAKAN AYAM BROILER Kasus PT Kusuma Niaga Persada Nusantara

ANALISIS PROFITABILITAS SISTEM BAGI HASIL PETERNAKAN AYAM BROILER Kasus PT Kusuma Niaga Persada Nusantara ANALISIS PROFITABILITAS SISTEM BAGI HASIL PETERNAKAN AYAM BROILER Kasus PT Kusuma Niaga Persada Nusantara SKRIPSI FERI ANDRIASTUTI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lebah merupakan serangga yang termasuk kedalam genus Apidae dan ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lebah merupakan serangga yang termasuk kedalam genus Apidae dan ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Koloni dan Distribusi Lebah Madu Lebah merupakan serangga yang termasuk kedalam genus Apidae dan ordo Hymenoptera (serangga bersayap selaput). Lebah bersifat polimorfisme, yaitu

Lebih terperinci

STUDI POPULASI Apis cerana (Hymenoptera:Apidae) PADA KEBUN CAMPUR DI DESA PAGAR PUDING KECAMATAN TEBO ULU KABUPATEN TEBO JAMBI ARTIKEL

STUDI POPULASI Apis cerana (Hymenoptera:Apidae) PADA KEBUN CAMPUR DI DESA PAGAR PUDING KECAMATAN TEBO ULU KABUPATEN TEBO JAMBI ARTIKEL STUDI POPULASI Apis cerana (Hymenoptera:Apidae) PADA KEBUN CAMPUR DI DESA PAGAR PUDING KECAMATAN TEBO ULU KABUPATEN TEBO JAMBI ARTIKEL ADI DARMAWAN NIM. 08010002 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS KOLONI LEBAH Apis mellifera dan Apis cerana YANG DIPELIHARA DI AREAL Acacia crassicarpa

TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS KOLONI LEBAH Apis mellifera dan Apis cerana YANG DIPELIHARA DI AREAL Acacia crassicarpa TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS KOLONI LEBAH Apis mellifera dan Apis cerana YANG DIPELIHARA DI AREAL Acacia crassicarpa A. Luas Hutan Tanaman khususnya HTI Nasional: Definitif : 9 juta Ha Target s/d

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan ekonomi masyarakat melalui produk yang dihasilkan. Perlebahan juga merupakan komponen penting di dalam strategi

I. PENDAHULUAN. peningkatan ekonomi masyarakat melalui produk yang dihasilkan. Perlebahan juga merupakan komponen penting di dalam strategi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlebahan memiliki peran penting dalam membantu penyediaan pangan dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui produk yang dihasilkan. Perlebahan juga merupakan komponen

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2011 di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat dan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 3.2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lebah Trigona Lebah trigona adalah lebah yang tidak memiliki sengat atau dikenal dengan nama Stingless bee (Inggris), termasuk famili Apidae. Berikut adalah klasifikasi dari lebah

Lebih terperinci

Perkandangan dan Proses Pembuatan Stup Lebah Apis mellifera

Perkandangan dan Proses Pembuatan Stup Lebah Apis mellifera Perkandangan dan Proses Pembuatan Stup Lebah Apis mellifera Dosen Pengampu Mata Kuliah Ilmu Produksi Aneka Ternak Kmoditi Lebah Madu: Prof. Dr. Ir. H. MOCHAMMAD JUNUS, MS Disusun oleh : Kelompok 4 / Kelas

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LEBAH HUTAN

PENGELOLAAN LEBAH HUTAN PENGELOLAAN LEBAH HUTAN Kuntadi Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi POSISI LEBAH HUTAN DALAM KELUARGA LEBAH MADU FAMILY Apidae SUBFAMILY Apinae GENUS Apis SUBFAMILY Meliponinae GENUS Trigona, Mellipona,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

FINANCIAL ANALYSIS OF FATTENING CROSSING BOER (F1) LIVESTOCK COMPANY IN CV. AGRIRANCH KARANGPLOSO MALANG

FINANCIAL ANALYSIS OF FATTENING CROSSING BOER (F1) LIVESTOCK COMPANY IN CV. AGRIRANCH KARANGPLOSO MALANG FINANCIAL ANALYSIS OF FATTENING CROSSING BOER (F1) LIVESTOCK COMPANY IN CV. AGRIRANCH KARANGPLOSO MALANG Amam 1), Zaenal Fanani 2) and Umi Wisaptiningsih 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, Brawijaya

Lebih terperinci

Praktikum Biologi Fapet Unpad: Bagian Insecta IIa. 1

Praktikum Biologi Fapet Unpad: Bagian Insecta IIa. 1 CLASSIS : ARTHROPODA (SERANGGA) Kode MPB2a Fapet I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan dan mengetahui karakteristik Apis sp b. Mengetahui serangga-serangga

Lebih terperinci

PRODUKSI PROPOLIS MENTAH LEBAH MADU TRIGONA SPP. DI PULAU LOMBOK. Septiantina Dyah Riendriasari* dan Krisnawati

PRODUKSI PROPOLIS MENTAH LEBAH MADU TRIGONA SPP. DI PULAU LOMBOK. Septiantina Dyah Riendriasari* dan Krisnawati Ulin J Hut Trop 1(1): 71-75 pissn 2599 1205, eissn 2599 1183 Maret 2017 PRODUKSI PROPOLIS MENTAH LEBAH MADU TRIGONA SPP. DI PULAU LOMBOK Septiantina Dyah Riendriasari* dan Krisnawati Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

PENAMBAHAN PROBIOTIK STARBIO PADA SUPLEMEN MULTINUTRISI TERHADAP ANALISIS USAHA SAPI BALI (Bos sondaicus)

PENAMBAHAN PROBIOTIK STARBIO PADA SUPLEMEN MULTINUTRISI TERHADAP ANALISIS USAHA SAPI BALI (Bos sondaicus) PENAMBAHAN PROBIOTIK STARBIO PADA SUPLEMEN MULTINUTRISI TERHADAP ANALISIS USAHA SAPI BALI (Bos sondaicus) SKRIPSI Oleh : SALWA PUTRA 060306019 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terkenal dengan kekayaan alamnya. Berbagai macam flora dan fauna dapat ditemui serta dapat dimanfaatkan, salah satunya

Lebih terperinci

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

Bab XIII STUDI KELAYAKAN Bab XIII STUDI KELAYAKAN STUDI KELAYAKAN DIPERLUKAN 1. Pemrakarsa sebagai bahan pertimbangan a. Investasi - Merencanakan investasi - Merevisi investasi - Membatalkan investasi b. Tolak ukur kegiatan/investasi

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR Abel Gandhy 1 dan Dicky Sutanto 2 Surya University Tangerang Email: abel.gandhy@surya.ac.id ABSTRACT The

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

THE RELATIONSHIP BETWEEN HEIGHT OF

THE RELATIONSHIP BETWEEN HEIGHT OF THE RELATIONSHIP BETWEEN HEIGHT OF Apis dorsata COMBS ABOVE GROUND TO LENGTH, WIDTH, THICKNESS, AS WELL AS COMBS WEIGHT THE JUNGLE AREA OF HARAPAN PT. REKI JAMBI Dika Dwi Sasongko 1), Moch. Junus 2), and

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

POTENSI SAGU SEBAGAI SUMBER PANGAN GLOBAL Oleh Bambang Hariyanto dan Agus Tri Putranto

POTENSI SAGU SEBAGAI SUMBER PANGAN GLOBAL Oleh Bambang Hariyanto dan Agus Tri Putranto POTENSI SAGU SEBAGAI SUMBER PANGAN GLOBAL Oleh Bambang Hariyanto dan Agus Tri Putranto Disampaikan pada Acara Semiloka Sagu Tanggal 9 November 2016 di Bogor BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 2016

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BUDIDAYA TANAMAN DURIAN Dosen Pengampu: Rohlan Rogomulyo Dhea Yolanda Maya Septavia S. Aura Dhamira Disusun Oleh: Marina Nurmalitasari Umi Hani Retno

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PRODUKSI ANEKA TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2009

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PRODUKSI ANEKA TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2009 LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PRODUKSI ANEKA TERNAK MATERI: LEBAH MADU Apis mellifera Oleh: Sohibul Himam Haqiqi (0710510087) Kelompok 8 Kelas B FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2009 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Lebah Polinator Utama pada Tanaman Hortikultura

Lebah Polinator Utama pada Tanaman Hortikultura Lebah Polinator Utama pada Tanaman Hortikultura PENDAHULUAN Lebah merupakan serangga penghasil madu, royal jeli, propolis, lilin, dan penyerbuk tanaman (polinasi). Pada umumnya semua tanaman berbunga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang berasal dari hewan merupakan sumber protein dan mengandung asam amino esensial yang tidak disuplai dari bahan pangan lain, sehingga sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

AGRITECH : Vol. XIX No. 2 Desember 2017 : ISSN :

AGRITECH : Vol. XIX No. 2 Desember 2017 : ISSN : AGRITECH : Vol. XIX No. 2 Desember 2017 : 137-143 ISSN : 1411-1063 ANALISIS KONTRIBUSI USAHA LEBAH MADU TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA TANI (STUDI KASUS) DI DESA SIPATUHU KECAMATAN BANDING AGUNG KABUPATEN

Lebih terperinci

DI BALI LILIK SEKOLAH

DI BALI LILIK SEKOLAH AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN dan IDENTIFIKASI POLEN DI PERLEBAHAN TRADISIONAL DI BALI LILIK MUNTAMAH SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia sering terjadi di masyarakat indonesia. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan

Lebih terperinci

ANALISIS TITIK PULANG POKOK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU JAYA MAKMUR DI DESA JONO OGE KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

ANALISIS TITIK PULANG POKOK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU JAYA MAKMUR DI DESA JONO OGE KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI e-j. Agrotekbis 4 (5) : 587-594, Oktober 016 ISSN : 338-3011 ANALISIS TITIK PULANG POKOK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU JAYA MAKMUR DI DESA JONO OGE KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI Analysis of Break

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

THE INFLUENCE OF ADDING FEED STIMULANTS AND FRAME PARTITIONS TOWARD THE ACTIVITY OF THE WORKER BEES Apis mellifera CLOSE TO FLOWER SEASON ABSTRACT

THE INFLUENCE OF ADDING FEED STIMULANTS AND FRAME PARTITIONS TOWARD THE ACTIVITY OF THE WORKER BEES Apis mellifera CLOSE TO FLOWER SEASON ABSTRACT THE INFLUENCE OF ADDING FEED STIMULANTS AND FRAME PARTITIONS TOWARD THE ACTIVITY OF THE WORKER BEES Apis mellifera CLOSE TO FLOWER SEASON Ahmad Nurohim 1), Mochammad Junus 2), Sri Minarti 2) 1) 2) Student

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

Peternakan Tropika. Journal of Tropical Animal Science

Peternakan Tropika. Journal of Tropical Animal Science ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA BUDIDAYA PULLET (Studi Kasus pada UD Prapta di Desa Pasedahan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem) Arta, I M. G., I W. Sukanata dan R.R Indrawati Program Studi Peternakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional rakyat Indonesia yang relatif murah dan mudah di dapat. Tempe berasal dari fermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN.

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. Dwi Nugroho Artiyanto E 24101029 DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN

PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN MADU MADU ADALAH SUBSTANSI PEMANIS BUATAN ALAMI YANG DIPRODUKSI OLEH LEBAH MADU YANG BERASAL DARI BEBERAPA BUNGA ATAU SEKRESI TUMBUHAN. Kandungan Madu Gula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar Nasional Indonesia nomor 01-3141-1998 didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing ternak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Agronomi Tanaman Kelapa Sistematika tanaman kelapa: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas :

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE)

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE) TESIS MAGISTER Oleh DIDA HAMIDAH 20698009 BIDANG KHUSUS ENTOMOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci