BAB VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. berupa kontribusi dalam keilmuan dan implikasi kebijakan. Masing-masing

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. berupa kontribusi dalam keilmuan dan implikasi kebijakan. Masing-masing"

Transkripsi

1 BAB VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan hasil penelitian, dan selanjutnya dirumuskan implikasi penelitian berupa kontribusi dalam keilmuan dan implikasi kebijakan. Masing-masing kesimpulan dan implikasi penelitian diuraikan sebagai berikut : 8.1. Kesimpulan. 1. Penilaian petani lokal dan petani eks-transmigran mengenai sikap terhadap wirausaha, norma subjektif dalam wirausaha, kontrol perilaku wirausaha yang dirasakan (efikasi diri), peran kelompok tani, peran lembaga penunjang, minat wirausaha petani, persepsi terhadap modal usaha, motivasi wirausaha, keterampilan wirausaha, pengalaman berusaha, pelatihan usaha, interaksi sosial dalam wirausaha, pembelajaran sosial dalam wirausaha dan perilaku wirausaha, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.1. Sikap terhadap wirausaha pada petani lokal dan petani eks-transmigran dinilai dalam kategori baik. Petani eks-transmigran memberikan penilaian yang lebih besar dalam hal sikap terhadap inovasi dalam usaha dan sikap terhadap resiko dalam usaha, sedangkan petani lokal memberikan penilaian yang lebih besar dalam sikap terhadap peluang usaha. Penilaian yang positif terhadap inovasi dalam usaha ditunjukkan dengan kesukaan petani terhadap inovasi yang sudah terbukti dan dapat diaplikasikan dengan murah, dan kecenderungan untuk menerapkan jika diimbangi dengan pelatihan yang memadai. Petani lokal menunjukkan 495

2 496 sikap terhadap peluang usaha dengan cara meniru usaha orang lain dan kecenderungan akan memanfaatkan setiap peluang usaha pertanian dan non pertanian, sedangkan petani eks-transmigran menunjukkan sikap dengan kesukaannya mengamati petani/wirausahawan yang berhasil sebagai ide usaha dan peluang mengembangkan usaha industri rumahtangga. Baik petani eks-transmigran maupun petani lokal menilai kemampuan menilai resiko usaha menjadi hal penting bagi keberhasilan usaha dan kecenderungan memanfaatkan peluang usaha pertanian karena resikonya dapat diperhitungkan. Sikap positif terhadap inovasi dalam usaha, peluang usaha dan resiko usaha yang diperlihatkan petani lokal dan eks-transmigran, menunjukkan adanya potensi untuk meningkatkan kewirausahaan petani lokal dan petani eks-transmigran Norma subjektif dalam wirausaha pada petani lokal dan petani ekstransmigran dinilai dalam kategori baik. Penilaian tersebut menunjukkan bahwa baik petani lokal maupun petani eks-transmigran memandang adanya dukungan yang kuat dari orang-orang yang ada disekitarnya (keluarga, sesama petani, orang yang dinilai berhasil) dapat menguatkan keyakinan mereka ketika ingin mengembangkan suatu usaha baru atau untuk meningkatkan usaha yang ada. Secara umum petani lokal mendapatkan dukungan yang besar dalam mengembangkan usaha dari keluarga dan orang yang dinilai berhasil, sedangkan petani ekstransmigran mendapatkan dukungan yang besar dalam mengembangkan usaha dari sesama petani. Norma subjektif dalam wirausaha yang besar

3 497 menunjukkan adanya potensi mengembangkan kewirausahaan petani melalui pelibatan orang-orang yang ada disekitarnya Kontrol perilaku wirausaha yang dirasakan (efikasi diri) pada petani lokal dan petani eks-transmigran dinilai dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan adanya keyakinan yang besar pada petani lokal dan petani eks-transmigran bahwa mereka mampu dan berhasil dan bertahan ketika mengembangkan usaha baru, dan memiliki keyakinan terhadap faktorfaktor yang dapat menentukan keberhasilan dalam usaha, serta memiliki keyakinan yang besar mampu berhasil meningkatkan usaha yang ada. Petani lokal memiliki keyakinan mampu dan berhasil yang besar berkaitan dengan pengembangan usaha perikanan, sebaliknya petani ekstransmigran memiliki keyakinan mampu dan berhasil mengembangkan usaha budidaya tanaman dan usaha peternakan. Faktor kesabaran dalam mengembangkan usaha merupakan faktor penentu keberhasilan usaha yang dinilai sangat penting oleh petani lokal dan petani eks-transmigran. Selain memperbaiki proses produksi, pemilahan hasil dan menciptkan nilai tambah dinilai petani lokal dan petani eks-transmigran sebagai salah satu cara untuk meningkatkan usaha yang ada. Penguatan keyakinan diri mampu dan berhasil untuk mengembangkan disamping usaha yang biasa digeluti dapat meningkatkan kewirausahaan petani Peran kelompok tani dalam pengembangan wirausaha dinilai petani lokal dan petani eks-transmigran dalam kategori sedang. Hal ini dapat diartikan bahwa baik petani lokal maupun petani eks-transmigran

4 498 menilai peran kelompok tani sebagai unit belajar, unit kerjasama, unit produksi, dan unit bisnis dalam pengembangan kewirausahaan petani kadang-kadang dilakukan. Petani eks-transmigran menilai peran kelompok tani sebagai unit produksi cukup membantu dalam pengembangan usaha, sedangkan peran sebagai unit bisnis dinilai sangat kurang. Petani lokal menilai peran kelompok tani yang cukup baik sebagai unit belajar dan yang dinilai lebih rendah adalah sebagai unit bisnis. Rendahnya penilaian petani lokal dan petani eks-transmigran terhadap peran kelompok tani sebagai unit bisnis, menunjukkan adanya potensi untuk meningkatkan kewirausahaan anggota melalui peningkatan kemampuan kelompok tani dalam mengembangkan bisnis berbasis kelompok Peran lembaga penunjang (Pemerintah Daerah, Penyuluh dan LSM) dalam pengembangan kewirausahaan petani dinilai petani lokal dan petani eks-transmigran dalam kategori sedang. Hal ini berarti masingmasing lembaga yang tersebut kadang-kadang melakukan perannya dalam penunjang kewirausahaan petani. Penyuluh dinilai petani lokal dan petani eks-transmigran berperan besar dalam mengembangkan kemampuan petani, terutama perannya sebagai motivator yang memotivasi petani dalam pengembangan usaha baru atau usaha yang sudah ada. Pemerintah daerah juga dinilai berperan besar dalam pengembangan kewirausahaan petani, dan secara khusus petani lokal menilai peran yang besar dalam hal penumbuhan iklim usaha melalui

5 499 pembangunan infrastruktur, sedangkan petani eks-transmigran menilai peran pemerintah daerah yang besar dalam hal memfasilitasi pengembangan usaha. Petani lokal memberikan penilaian yang cukup baik atas peran LSM dalam pengembangan kewirausahaan petani dengan kata lain LSM kadang-kadang melakukan perannya, khususnya sebagai motivator dalam pengembangan usaha. Sebaliknya petani ekstransmigran menilai LSM jarang melaksanakan kegiatan pengembangan kewirausahaan petani Minat wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran dalam hal mengembangkan usaha baru di bidang pertanian dan usaha baru di bidang non pertanian maupun minat meningkatkan usaha yang ada dikategorikan tinggi. Hal ini menujukkan petani lokal dan petani ekstransmigran sangat ingin melakukan pengembangan usaha atau meragamkan jenis usahanya. Petani lokal memiliki minat yang besar untuk mengembangkan usaha perikanan (budidaya dan pembibitan ikan), sedangkan petani eks-transmigran lebih memilih mengembangkan usaha budidaya tanaman (pangan, ho rtikultura dan perkebunan) dan peternakan. Diluar bidang pertanian, petani lokal dan petani ekstransmigran lebih berminat pada usaha perdagangan. Baik petani lokal maupun petani eks-transmigran sepakat bahwa untuk meningkatkan usaha dilakukan dengan cara menambah modal usaha dan memperluas pemasaran hasil produksi dan mengolah hasil produksi. Tingginya minat wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran menunjukkan adanya

6 500 potensi untuk menumbuhkembangkan petani lokal dan petani ekstransmigran menjadi petani yang memiliki jiwa kewirausahaan yang kuat Persepsi petani terhadap modal usaha (sumber modal, akses modal, dan prosedur/persyaratan peminjaman modal) dikategorikan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa pada sumber modal tertentu yang dinilai baik oleh petani, sedangkan pada sumber lainnya dinilai kurang oleh petani lokal dan petani eks-transmigran. Sumber modal dari keluarga dekat menjadi prioritas pertama bagi petani lokal dan petani eks-transmigran jika ingin mencari modal untuk mendanai kegiatan usaha, sedangkan sumber modal yang sangat jarang atau bahkan tidak pernah diakses adalah dari lembaga formal (perbankan). Modal dari program pemerintah kadangkadang dimanfaatkan petani secara individu, hal ini karena kemampuan untuk mengansur pinjaman terkendala penerimaan petani umumnya permusim tanam, sebagian besar penerima manfaat pendanaan usaha melalui program pemerintah adalah individu yang memiliki mata pencaharian sebagai pedagang dan industri kecil/rumah tangga. Disamping itu karena ada sifat tanggung renteng bagi pendanaan yang disalurkan melalui kelompok, sehingga bagi individu yang kinerjanya baik dalam mengembalikan pinjaman akan mengalami kesulitan untuk meminjam kembali jika rekan satu kelompoknya ada yang kesulitan atau tidak bisa mengembalikan pinjaman.

7 Petani lokal dan petani eks-transmigran sama-sama memiliki motivasi yang besar untuk berwirausaha. Hal ini menunjukkan adanya keinginan yang kuat dari petani lokal dan petani eks-transmigran dapat mencapai kesuksesan ketika mengembangkan suatu usaha. Kebutuhan untuk berprestasi dan kebutuhan membina hubungan (afiliasi) dalam usaha, menjadi keinginan yang besar bagi petani lokal dan petani ekstransmigran dibandingkan dengan dua kebutuhan lainnya (yakni, kebutuhan akan kekuasaan/pengaruh dan kebutuhan akan kemandirian). Besarnya kebutuhan untuk berprestasi dan membina hubungan menunjukkan petani lokal dan petani eks-transmigran sangat ingin berhasil dalam usahanya dan dikenal sebagai orang yang sukses dalam menjalankan usahanya dan mempertahankan hubungan baik dengan jaringan usaha. Terdapat kecenderungan pada petani lokal dan petani eks-transmigran untuk menghindari memperlihatkan keinginan yang besar untuk mempengaruhi petani lainnya dan dinilai tidak membutuhkan orang lain (mandiri) Keterampilan yang berkaitan dengan kewirausahaan, yaitu keterampilan menangkap peluang, keterampilan strategis dan keterampilan kerjasama, dinilai petani dalam kategori sedang. Petani lokal keterampilan memberikan penilaian mampu menguasai keterampilan menangkap peluang usaha dan keterampilan kerjasama, sedangkan petani ekstransmigran menilai mampu menguasai keterampilan strategi dan keterampilan kerjasama dalam wirausaha. Baik petani lokal maupun

8 502 petani eks-transmigran sama-sama menilai keterampilan kerjasama merupakan keterampilan yang paling mampu dikuasai. Tingginya penilaian kedua kelompok petani terhadap keterampilan kerjasama, menunjukkan adanya keinginan petani untuk dapat menghimpun sumberdaya dari berbagai pihak Sebagian besar petani lokal dan petani eks-transmigran memiliki pengalaman menjalankan usaha berkisar tahun. Rata-rata lama menjalankan usaha petani lokal adalah 22,8 tahun dan petani ekstransmigran adalah 25,3 tahun. Dilihat dari banyaknya jenis usaha yang pernah dilakukan petani, diketahui bahwa pada usaha pertanian petani transmigran lebih banyak memiliki pengalaman mengusahakan 5 8 jenis usaha, sedangkan yang mengusahakan lebih dari 9 jenis usaha pertanian hanya dilakukan oleh petani eks-transmigran. Pada usaha non pertanian, baik petani lokal maupun petani eks-transmigran sama-sama pernah mengusahakannya, namun jumlah usaha non pertanian yang pernah diusahakan lebih dari 3 jenis, lebih banyak dilakukan oleh petani lokal. Pengalaman usaha petani lokal dan petani eks-transmigran sebagian besar dilakukan pada kegiatan usaha pertanian dan pada komoditas tertentu, sehingga untuk mengimplementasikan minat usaha diluar usaha yang dijalankan membutuhkan pertimbangan tertentu Petani lokal dan petani eks-transmigran jarang mendapatkan pelatihan usaha pertanian dan usaha non pertanian, hal ini terlihat dari rata-rata pelatihan usaha pertanian yang pernah diikuti oleh petani lokal dan

9 503 petani eks-transmigran masing-masing sebanyak 5 kali, sedangkan ratarata pelatihan usaha non pertanian sebanyak 1 kali. Sebagian besar petani lokal dan petani eks-transmigran pernah mengikuti pelatihan usaha pertanian antara 1 8 kali, sedangkan yang pernah mengikuti pelatihan antara 9 17 kali jumlahnya tidak banyak yaitu sekitar 7 10 persen. Petani yang pernah mengikuti pelatihan usaha pertanian lebih dari 18 kali, hanya petani lokal. Terdapat perbedaan pada petani lokal dan petani eks-transmigran dalam pelatihan usaha non pertanian. Jumlah petani lokal yang belum pernah mengikuti pelatihan usaha non pertanian lebih banyak dibandingkan dengan petani eks-transmigran Interaksi sosial dalam wirausaha dinilai petani lokal dan petani ekstransmigran dalam kategori sedang atau kadang-kadang dilakukan petani. Petani lokal lebih banyak melakukan kegiatan interaksi sosial dalam kegiatan wirausaha dibandingkan dengan petani eks-transmigran. Petani lokal memberikan penilaian yang besar terhadap kerjasama dengan berbagai pihak, sedangkan petani eks-transmigran memberikan penilaian yang besar dalam hal pertukaran informasi peluang usaha. Baik petani lokal maupun petani eks-transmigran menilai informasi yang diperoleh membuka kesempatan/peluang usaha, sedangkan kerjasama dengan pihak lain dapat menutupi kekurangan sumberdaya atau membagikan sumberdaya yang dimiliki kepada pihak lain Pembelajaran sosial dinilai petani lokal dan petani eks-transmigran dalam kategori sedang. Proses pembelajaran sosial dalam wirausaha

10 504 yaitu proses perhatian ( attention) hingga proses peniruan ( motor reproduction) kadang kadang dilakukan baik oleh petani lokal maupun oleh petani eks-transmigran, sedangkan tahapan terakhir yaitu proses motivasional jarang dilakukan kedua petani tersebut. Proses perhatian, pengingatan dan peniruan dalam usaha (jenis usaha/komoditi yang menguntungkan, cara pengelolaan usaha yang memberi keuntungan, dan cara mengatasi hambatan/masalah dalam usaha) lebih banyak dilakukan petani eks-transmigran dari dalam kelompok/desa, sedangkan petani lokal lebih banyak melakukan proses pembelajaran tersebut dari luar kelompok Perilaku wirausaha dinilai petani lokal dan petani eks-transmigran dalam kategori sedang. Penilaian yang besar diberikan petani lokal terutama dalam hal perilaku mengidentifikasi peluang usaha dan memanfaatkan peluang usaha, sedangkan petani eks-transmigran memberikan penilaian yang besar dalam hal mengidentifikasi peluang usaha. Kemampuan petani eks-transmigran dalam hal mencari informasi dan mengidentifikasi peluang usaha lebih besar dibandingkan pada petani lokal, namun pada perilaku memanfaatkan peluang usaha terlihat bahwa kemampuan petani lokal lebih besar dibandingkan petani ekstransmigran 2. Faktor sikap terhadap wirausaha, norma subjektif wirausaha, peran kelompok tani dan peran lembaga penunjang berpengaruh signifikan terhadap minat wirausaha petani lokal, sedangkan faktor kontrol perilaku wirausaha yang

11 505 dirasakan tidak berpengaruh signifikan terhadap minat wirausaha petani lokal. Sebaliknya pada petani eks-transmigran, faktor sikap terhadap wirausaha, norma subjektif wirausaha, peran kelompok tani, dan peran lembaga penunjang, dan kontrol perilaku wirausaha berpengaruh signifikan terhadap minat wirausaha petani eks-transmigran. Faktor yang tidak berpengaruh signifikan terhadap minat wirausaha petani lokal disimpulkan sebagai berikut : 2.1. Kontrol perilaku yang dirasakan menunjukkan keyakinan diri (efikasi diri) seseorang terhadap suatu perilaku, dan dapat berpengaruh langsung terhadap perilaku atau berpengaruh tidak langsung terhadap perilaku melalui minat. Salah satu penyebab kontrol perilaku wirausaha yang dirasakan tidak berpengaruh terhadap minat wirausaha petani lokal, karena besarnya kontrol volisional (kontrol atas kemauan sendiri) yang dipersepsikan petani lokal terhadap perilaku wirausaha, yakni keyakinan diri yang tinggi mampu dan berhasil mengembangkan usaha, menyebabkan petani lokal merasa dapat langsung mengimplementasikan suatu perilaku wirausaha, tanpa mempertimbangkan atau tidak melalui minat wirausaha tertentu. Kondisi ini juga ditunjukan dengan capaian tingkat kontrol perilaku yang dirasakan yang tinggi pada petani lokal atau dengan kata lain petani lokal mempersepsikan dirinya mampu mengontrol perilaku wirausaha yang diinginkan. Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa kontrol perilaku wirausaha yang dirasakan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap perilaku wirausaha.

12 Faktor kontrol perilaku wirausaha yang dirasakan, motivasi wirausaha dan interaksi sosial berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani lokal, sedangkan faktor minat wirausaha, persepsi terhadap modal usaha, keterampilan wirausaha, pengalaman usaha, pelatihan usaha, dan pembelajaran sosial wirausaha tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani lokal. Sebaliknya pada petani eks-transmigran, faktor motivasi wirausaha, keterampilan wirausaha, interaksi sosial dan pembelajaran sosial berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani ekstransmigran, sedangkan faktor kontrol perilaku wirausaha yang dirasakan, minat wirausaha, persepsi terhadap modal usaha, pengalaman usaha, pelatihan usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani ekstransmigran, Beberapa faktor yang tidak berpengaruh terhadap perilaku wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran disimpulkan sebagai berikut : 3.1. Kontrol perilaku wirausaha tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku wirausaha pada petani eks-transmigran. Kondisi ini dapat terjadi karena kontrol volisional yang rendah, hal ini karena : a) persepsi petani ekstransmigran atas keyakinan diri mampu melakukan perilaku yang diminati yang kurang, terutama pada usaha non pertanian ; b) petani ekstransmigran tidak memiliki keyakinan yang besar mengenai tersedia tidaknya kesempatan dan sumber-sumber yang diperlukan, terutama ketersediaan modal usaha yang dimiliki dan rendahnya akses terhadap pendanaan usaha.

13 Minat wirausaha tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran. Meskipun petani lokal dan petani eks-transmigran memiliki minat wirausaha yang besar, tetapi minat tersebut sulit untuk menjadi sebuah perilaku wirausaha. Beberapa kondisi atau prasyarat yang dibutuhkan agar minat wirausaha dapat ditransformasikan menjadi perilaku wirausaha sulit terpenuhi, misalnya, minimnya modal yang dimiliki untuk mengembangkan usaha dan adanya ketakutan untuk memanfaatkan pendanaan usaha (khususnya dari perbankan). Hal ini juga ditunjukkan dengan rendahnya persepsi petani terhadap akses modal usaha dan prosedur dan persyaratan meminjam modal usaha Persepsi petani terhadap modal usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha pada petani lokal dan petani ekstransmigran. Persepsi terhadap sumber modal (pemerintah, bank, LSM, kelompok dan kelurga) dinilai cukup baik, karena tersedianya berbagai sumber modal tersebut dinilai dapat memberikan berbagai alternatif jika ingin mencari modal usaha). Namun demikian, persepsi petani lokal dan petani eks-transmigran yang rendah terhadap akses modal dan prosedur persyaratan meminjam modal, menjadi salah satu faktor yang mengurangi keberhasilan prediksi persepsi modal usaha terhadap perilaku wirausaha Keterampilan wirausaha pada petani lokal, tidak dimasukkan dalam model karena tidak memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas model.

14 508 Hasil analisis model dasar keterampilan wirausaha tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani lokal. Hal ini dapat terjadi karena persepsi petani lokal yang rendah terhadap kemampuan manajerialnya (keterampilan strategi usaha berupa perencanaan, pengorganisasian atau kepemimpinan), diduga mempengaruhi kewirausahaan petani lokal. Kemampuan untuk memperoleh dan mengatur sumberdaya operasional (pencarian modal dan sumberdaya manusia dan mengatur sistem dan operasi yang baru) dibutuhkan untuk memulai dan menumbuhkan organisasi usaha Pengalaman usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran. Hal ini dimungkinkan terjadi karena pengalaman usaha yang dimiliki mungkin tidak mendukung petani lokal dan petani eks-transmigran jika ingin mewujudkan perilaku wirausaha yang diminati. Disamping itu budaya berusaha yang sudah lama terbentuk, ketika mengelola usaha pertanian/perikanan, mungkin berbeda jauh dengan budaya berusaha pada bidang yang baru bagi petani lokal dan petani eks-transmigran (misal, usaha non pertanian) Pelatihan usaha yang pernah diikuti tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran. Hal ini mungkin terjadi karena, secara umum petani di wilayah penelitian cukup jarang mendapatkan pelatihan usaha. Pelatihan usaha pertanian rata-rata sebanyak 5 kali dan usaha non pertanian 1 kali. Disamping itu,

15 509 jenis pelatihan usaha yang diterima lebih banyak berkaitan dengan halhal teknis dan manajerial usaha (Lampiran 6), sementara pelatihan yang berkaitan dengan pembentukan karakter wirausahawan (pembentukan sikap, penguatan motivasi wirausaha, dan lain-lain) hampir tidak pernah dilaksanakan Pembelajaran sosial dalam wirausaha tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku wirausaha pada petani lokal. Hal ini disebabkan rendahnya penilaian petani lokal terhadap model peran yang berasal dari dalam kelompok/desa untuk dijadikan rujukan atau acuan, sebaliknya model peran yang berasal dari luar kelompok/desa dinilai lebih tinggi sebagai acuan atau rujukan. Hal ini ditunjukkan dengan penilaian proses pembelajaran sosial dalam wirausaha yang rendah, dalam hal : memperhatikan jenis usaha/produk di dalam kelompok yang menghasilkan keuntungan; mengingat metode/cara menjalankan usaha di dalam kelompok yang memberi keuntungan; meniru kiat-kiat/cara di dalam kelompok untuk mengatasi hambatan/masalah usaha; keinginan meniru terus menerus jenis usaha/produk di dalam dan di luar kelompok yang menghasilkan keuntungan Implikasi Penelitian Kontribusi dalam Keilmuan. Upaya petani untuk mengembangkan usaha baru atau untuk meningkatkan usaha yang ada menunjukkan suatu perilaku yang direncanakan. Petani mempertimbangkan berbagai faktor, baik internal maupun eksternal, yang

16 510 diperkirakan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan apakah melanjutkan pengembangan usaha atau tidak. Salah satu pendekatan yang peneliti gunakan untuk menjelaskan perilaku wirausaha petani adalah teori perilaku yang direncanakan (Theory of Planned Behavior/TPB) dari Ajzen (1991). Teori perilaku yang direncanakan dapat menjelaskan dan memprediksi beragam perilaku manusia pada berbagai keadaan, dan dikembangkan untuk model pembuatan keputusan yang dilakukan secara sadar atau dengan sengaja yang didasarkan pada pertimbangan yang hati-hati dari informasi yang tersedia. Teori perilaku yang direncanakan menekankan bahwa minat individu sebagai faktor penentu utama dari perilakunya. sedangkan sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku yang dirasakan merupakan penentu dari minat. Krueger dan Carsrud (1993) menyatakan bahwa dua anteseden dari minat mengukur harapan subjektif mengenai ketertarikan personal terhadap perilaku tertentu, yaitu : (a) sikap pribadi terhadap perilaku (pendugaan tergantung pada dampak hasil dari perilaku yang dituju); (b) norma sosial yang dirasakan (pendugaan tergantung pada tekanan sosial yang dirasakan yang mendukung/tidak mendukung perilaku yang dituju), sedangkan anteseden lainnya, yaitu ; (c) kontrol perilaku yang dirasakan, menunjukkan optimisme bahwa perilaku yang dituju secara aktual mampu dikerjakan atau dicapai, serta menunjukkan mudah atau sulitnya untuk melakukan perilaku tertentu. Kontrol perilaku yang dirasakan identik dengan gagasan efikasi diri ( self efficacy) dari Bandura (1986). Berdasarkan pengertian tersebut, pada model dasar dari Ajzen, dapat dirumuskan bahwa semakin baik sikap dan norma subjektif seseorang terhadap suatu perilaku wirausaha, semakin

17 511 kuat kontrol perilaku (keyakinan diri) yang dirasakannya untuk melakukan perilaku, maka semakin besar minat seseorang untuk berperilaku, dan semakin besar minat untuk berperilaku, maka semakin besar kecenderungan seseorang untuk mentransformasikan minat tersebut kedalam sebuah perilaku, sebagaimana digambarkan pada gambar 8.1 sebagai berikut : Sikap terhadap Perilaku Norma subjektif MINAT untuk BERPERILAKU PERILAKU Kontrol perilaku Gambar 8.1. Model Dasar Teori Perilaku yang Direncanakan (Ajzen,1991). Ajzen (1991) menyatakan bahwa model teori perilaku yang direncanakan adalah model yang terbuka terhadap masuknya variabel tambahan, dengan tujuan untuk meningkatkan proporsi varian yang dijelaskan dan memungkinkan generalisasi terhadap kontek penelitian lainnya. Berlandaskan pada teori Ajzen yang digunakan sebagai teori utama (grand theory) untuk menjelaskan perilaku, penelitian ini ingin memberikan kontribusi keilmuan dengan cara memperluas model perilaku Ajzen menjadi suatu model perilaku wirausaha yang bersifat multidimensi, yaitu dengan cara menambahkan beberapa variabel penjelas yang dapat mewakili berbagai perspektif, sesuai dengan perspektif yang dinyatakan Hamilton dan Harper (dalam Wijaya,2008) yaitu, penelitian mengenai perilaku

18 512 wirausaha berkembang dari perspektif ekonomi, psikologi dan sosiologi, sehingga model yang disusun diharapkan mampu menjelaskan perilaku wirausaha petani secara komprehensif, seperti pada Gambar 8.2. Model perilaku wirausaha yang dihasilkan digunakan untuk menilai perilaku wirausaha petani dari dua komunitas yang berbeda, yaitu petani lokal dan petani eks-transmigran. Peran Kelompok Tani Sikap Terhadap Persepsi Modal Usaha Keterampilan Motivasi Pengalaman Usaha Norma Subjektif MINAT WIRAUSAHA PERILAKU WIRAUSAHA Kontrol Perilaku Peran Lembaga Penunjang Interaksi Sosial Pembelajaran Sosial wirausaha Pelatihan Usaha Gambar 8.2. Model Perilaku Petani, Perluasan dari Model Perilaku Ajzen (1991) Hasil penelitian menunjukkan bahwa model perilaku wirausaha yang diterapkan pada dua kelompok/komunitas petani ( yaitu, petani lokal dan petani eks-transmigran), menghasilkan prediksi minat dan perilaku wirausaha yang sama dan berbeda dengan pernyataan secara teoritis dari Ajzen pada beberapa variabel penjelas. Disamping itu, terdapat perbedaan dari hasil analisis pada model perilaku wirausaha petani eks-transmigran dan petani lokal, sebagaimana pada Gambar 8.3 dan gambar 8.4.

19 513 Peran Kelompok Tani Keterampilan Motivasi Sikap Terhadap Norma Subjektif MINAT WIRAUSAHA PERILAKU WIRAUSAHA Kontrol Perilaku Peran Lembaga Penunjang Interaksi Sosial Pembelajaran Sosial wirausaha Gambar 8.3. Ringkasan Hasil Analisis Model Perilaku Petani eks- Transmigran Ket : = non signifikan, = signifikan Peran Kelompok Tani Motivasi Sikap Terhadap Norma Subjektif MINAT WIRAUSAHA PERILAKU WIRAUSAHA Kontrol Perilaku Peran Lembaga Penunjang Interaksi Sosial Gambar 8.4. Ringkasan Hasil Analisis Model Perilaku Petani Lokal Ket : = non signifikan, = signifikan

20 514 Secara umum model perilaku wirausaha yang diperluas dapat menghasilkan prediksi yang memadai untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi minat dan perilaku wirausaha petani lokal dan petani ekstransmigran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani lokal dan petani ekstransmigran memiliki potensi untuk menjadi wirausahawan. Hal ini didasarkan pada penilaian petani lokal dan petani eks-transmigran yang positif atas sikap terhadap wirausaha, baik sikap terhadap inovasi dalam usaha, sikap terhadap peluang usaha dan sikap terhadap resiko dalam usaha. Disamping itu, adanya dukungan yang besar dari lingkungan sekitar, terutama keluarga dekat dan sesama petani (terlihat dari norma subjektif yang signifikan), memberikan keleluasaan bagi petani lokal dan petani eks-transmigran jika memiliki minat untuk mengembangkan usaha baru atau meningkatkan usaha yang ada. Hasil analisis ini sesuai dengan konsep dari Ajzen, yang menyatakan bahwa semakin besar sikap terhadap wirausaha dan norma subjektif wirausaha, maka semakin besar minat wirausaha. Salah satu temuan yang berbeda dengan teori Ajzen adalah kontrol perilaku wirausaha yang dirasakan tidak berpengaruh signifikan terhadap minat wirausaha petani lokal, sebaliknya kontrol perilaku wirausaha yang dirasakan pada berpengaruh signifikan terhadap minat wirausaha petani eks- transmigran. Secara teoritis dinyatakan bahwa semakin besar kontrol perilaku wirausaha yang dirasakan (keyakinan diri), secara signifikan mempengaruhi minat wirausaha. Perbedaan ini dapat terjadi karena petani lokal memiliki tingkat keyakinan diri yang lebih besar dibandingkan petani eks-transmigran. Hal ini ditunjukkan dengan

21 515 capaian tingkat kontrol perilaku wirausaha pada petani lokal yang lebih tinggi (79,7%), dibandingkan petani eks-transmigran (68,5%) (Tabel 6.11). K ontrol perilaku wirausaha petani lokal yang besar menyebabkan besarnya kontrol volisional (kontrol atas kemauan sendiri) pada petani lokal, yang menyebabkan mereka merasa mampu untuk langsung melakukan perilaku usaha yang diinginkan, hal ini ditunjukkan dengan kontrol perilaku wirausaha petani lokal memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap perilaku wirausaha (gambar 8.4). Berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa pada kondisi, situasi dan individu yang berbeda, dimungkinkan terjadi kontrol perilaku yang tinggi menghasilkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap minat individu, namun berpengaruh langsung dan signifikan terhadap perilaku. Perluasan model perilaku yang direncanakan dari Ajzen, menghasilkan model yang dapat memperkuat prediksi minat dan perilaku wirausaha pada petani lokal dan petani eks-transmigran. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel yang berpengaruh signifikan dan tidak signifikan terhadap minat dan perilaku wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran. Keberadaan kelembagaan formal maupun non formal yang bergerak atau ada di wilayah perdesaan seperti, kelompok tani, penyuluh, pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) memiliki peran yang positif dalam pengembangan kewirausahaan petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kelompok tani dan peran lembaga penunjang berpengaruh signifikan terhadap minat wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran. Keberadaan kelompok tani diperlukan, khususnya berkaitan dengan peran kelompok tani sebagai unit

22 516 belajar wirausaha, unit kerjasama dalam usaha dan unit produksi, sedangkan peran kelompok tani sebagai unit bisnis, dinilai petani lokal maupun petani ekstransmigran masih belum optimal meningkatkan kemampuan usaha anggota maupun usaha kelompok. Lembaga penunjang yang dinilai positif adalah penyuluh terutama dengan perannya sebagai fasilitator dan motivator, dan pemerintah daerah yang memiliki peran besar dalam penumbuhan iklim usaha melalui penyediaan infrastruktur yang diperlukan bagi pengembangan usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari beberapa variabel yang ditambahkan, terdapat variabel yang sama-sama berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran, yaitu motivasi wirausaha dan interaksi sosial dalam wirausaha. sedangkan keterampilan wirausaha, dan pembelajaran sosial dalam wirausaha hanya berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani eks-transmigran, sebaliknya kontrol perilaku yang dirasakan hanya berpengaruh pada perilaku wirausaha petani lokal. Beberapa variabel lainnya, termasuk variabel inti dari model teori Ajzen, samasama tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran, yaitu variabel minat wirausaha, persepsi terhadap modal usaha, pengalaman usaha dan pelatihan usaha. Perluasan model perilaku wirausaha menghasilkan kesimpulan yang berbeda dengan model dasar dari Ajzen. Secara teoritis dapat dinyatakan bahwa semakin besar sikap terhadap wirausaha, norma subjektif wirausaha, kontrol perilaku wirausaha, dan minat wirausaha. maka semakin besar kecenderungan minat wirausaha tersebut akan ditransformasikan menjadi sebuah perilaku

23 517 wirausaha. Namun demikian, dari hasil analisis diketahui bahwa minat wirausaha tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran. Walaupun terdapat beberapa variabel penjelas lainnya yang ditambahkan dan memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha, (yaitu, variabel motivasi wirausaha, keterampilan wirausaha, interaksi sosial dalam wirausaha dan pembelajaran sosial dalam wirausaha pada petani ekstransmigran, dan variabel kontrol perilaku wirausaha, motivasi wirausaha dan interaksi sosial pada petani lokal), akan tetapi variabel-variabel tersebut belum mampu mendukung terjadinya perubahan kecenderungan minat wirausaha menjadi perilaku wirausaha. Hal ini dapat terjadi karena pada derajat tertentu kinerja perilaku tergantung pada faktor non motivasional seperti ketersediaan peluang dan sumberdaya yang dibutuhkan (misalnya, waktu, modal, keterampilan, kerjasama dengan pihak lain, dan lain-lain). Faktor-faktor tersebut menunjukkan kontrol aktual seseorang atas perilaku (Ajzen,1991). Sebagai contoh, ketika petani mendapatkan suatu peluang wirausaha dan memiliki minat untuk memanfaatkan peluang usaha tersebut menjadi sebuah usaha, namun terkendala pada sumberdaya (misal, modal, keterampilan, dan lain-lain) yang dia butuhkan untuk mewujudkan peluang usaha tersebut menjadi sebuah usaha, maka minat wirausaha tersebut cenderung tidak akan terwujud menjadi sebuah perilaku wirausaha. Beberapa kontribusi dalam keilmuan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini, antara lain : 1. Model dasar teori perilaku yang direncanakan (Theory of Planned Behaviour) dari Azjen (1991) belum mencukupi untuk menjelaskan realita yang terjadi

24 518 berkaitan dengan minat dan perilaku wirausaha, terutama jika diaplikasikan pada individu petani yang memiliki karakteristik lingkungan usaha yang berbeda dengan individu wirausahawan lainnya (misalnya pada bidang non pertanian). sehingga model perilaku yang direncanakan dari Ajzen perlu diperluas agar diperoleh model perilaku yang dapat menghasilkan prediksi minat dan perilaku wirausaha petani secara lebih komprehensif. 2. Meskipun didukung dengan sikap terhadap wirausaha yang positif, norma subjektif yang besar, dan kontrol perilaku (keyakinan diri) yang kuat serta minat wirausaha yang besar, tetapi minat wirausaha tersebut tidak selalu mampu ditransformasikan menjadi suatu perilaku wirausaha. Sesuai pernyataan Ajzen (1991) bahwa minat individu sebagai faktor penentu utama perilaku manusia. Namun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa minat tidak secara penuh dapat menjelaskan perilaku. Oleh karena itu penambahan variabel penjelas lainnya (gambar 8.2) dapat menggambarkan pengaruh variabel yang dapat mempercepat, memfasilitasi atau bahkan menghambat minat wirausaha menjadi perilaku wirausaha yang dituju. 3. Penambahan variabel eksogen yaitu peran kelompok tani dan peran lembaga penunjang (penyuluh, pemerintah daerah, LSM) pada model perilaku yang direncanakan mampu memperkuat prediksi minat wirausaha petani. Disamping itu, penambahan variabel motivasi wirausaha, keterampilan wirausaha, interaksi sosial wirausaha, dan pembelajaran sosial wirausaha, dalam model perilaku yang direncanakan juga dapat menjelaskan perilaku wirausaha petani.

25 Model perilaku wirausaha yang sama, jika diterapkan kepada kelompok petani dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda, dapat menghasilkan prediksi terhadap minat dan perilaku wirausaha yang berbeda (Gambar 8.3 dan Gambar 8.4) Implikasi Kebijakan. Penelitian ini memiliki implikasi praktis bagi petani yang ada di kawasan eksplg. khususnya bagi petani yang memiliki minat yang besar menjadi petani yang memiliki jiwa kewirausahaan yang kuat. Beberapa upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan minat dan perilaku wirausaha pada petani lokal dan petani eks-transmigran, yaitu melalui : 1. Penguatan sikap petani lokal dan petani eks-transmigran terhadap wirausaha. Salah satu cara untuk mengubah sikap individu adalah melalui komunikasi persuasif (Azwar,2002; Faturochman,2006). Sikap petani dapat dirubah atau ditingkatkan melalui pelibatan komunikasi persuasif. Agar isi komunikasi (pentingnya jiwa kewirausahaan bagi petani) dapat diterima penerima informasi (petani lokal dan petani eks-transmigran), untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah, antara lain : a) menghadirkan komunikator yang kredibel dan kompeten dalam bidang kewirausahaan untuk menyampaikan pesan, dan memiliki daya tarik (misalnya, penyuluh wirausaha, peneliti atau praktisi wirausaha yang sukses); b) Penyediaan materi komunikasi mengenai wirausaha yang menarik, sesuai kebutuhan dan mampu diaplikasikan pada situasi dan kondisi yang ada pada petani, dan ; c) Mengkondisikan mood

26 520 (suasana hati) penerima pesan (petani lokal dan petani eks -transmigran), dengan mood yang baik, perubahan sikap yang besar kemungkinan terjadi. 2. Menilai seberapa besar norma subjektif wirausaha atau dukungan dari orang yang dinilai penting oleh petani lokal dan petani eks-transmigran (yaitu, keluarga dekat, sesama petani, dan petani/wirausahawan yang berhasil) ketika ingin mengembangkan usaha baru atau meningkatkan usaha yang ada, hal ini dilakukan agar diketahui pihak mana saja yang memberikan dukungan terbesar terhadap minat wirausaha petani 3. Meningkatkan kontrol perilaku yang dirasakan atau keyakinan diri ( self efficacy) petani lokal dan petani eks-transmigran terhadap wirausaha. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan mudah tidaknya melakukan perilaku tertentu (Ajzen,1991). Untuk meningkatkan keyakinan diri petani mampu berhasil mengembangkan usaha baru atau meningkatkan usaha yang ada, dengan cara menyediakan berbagai informasi yang diperlukan terkait peluang usaha yang diinginkan dan menyediakan atau memfasilitasi petani agar mampu mengakses sumberdaya yang dibutuhkan. 4. Meningkatkan peran kelompok tani dalam pengembangan kewirausahaan petani, dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan kelompok tani (>80% kelompok tani di wilayah penelitian berada pada kelas kelompok pemula), terutama dalam hal kemampuan sebagai unit belajar wirausaha, sebagai unit kerjasama dan sebagai unit produksi, sedangkan kemampuan kelompok tani sebagai unit bisnis akan terbentuk dengan sendirinya jika ketiga peran sebelumnya dapat dicapai dengan baik.

27 Meningkatkan peran lembaga penunjang (penyuluh, pemerintah daerah dan LSM) dalam mengembangkan kewirausahaan petani, dilakukan dengan cara : a) meningkatkan peran penyuluh khususnya sebagai motivator dan fasilitator bagi petani ketika ingin mengembangkan usaha baru atau memberikan nilai baru pada usaha yang ada; b) meningkatkan peran pemerintah daerah untuk mempercepat penumbuhan iklim usaha di wilayah perdesaan (berupa perbaikan atau penyediaan infrastruktur penunjang wirausaha dan kemudahan mendapatkan pendanaan usaha), agar tumbuh petani yang memiliki jiwa wirausaha yang kuat. 6. Meningkatkan motivasi wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran. Motivasi merupakan proses yang menyebabkan perilaku digerakkan, diarahkan dan dipertahankan (Umstot, 1999), oleh karena itu untuk meningkatkan motivasi wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran diperlukan upaya, antara lain : a) menggerakkan petani agar mau berwirausaha, dengan cara memenuhi kebutuhan atau keinginan petani, misal, keinginan akan modal usaha dan sarana produksi ; b) mengarahkan petani dalam sejumlah cara, dengan memastikan upaya yang dilakukan petani disalurkan sesuai kebutuhan, misal, membantu petani mengakses sumberdaya yang dibutuhkan; c) mempertahankan perilaku yang diinginkan dengan cara memberikan ganjaran atau dan umpan balik, misal, memberikan penghargaan ketika petani mampu berhasil mengembangkan usaha dengan modal yang dipinjam (dana PUAP atau KKP -E) dan mampu mengembalikan modal pinjaman tersebut sesuai waktu yang ditentukan. Disamping itu memberikan

28 522 masukan atau umpan balik kepada petani yang kurang mampu mengembangkan usaha. 7. Meningkatkan keterampilan wirausaha petani lokal dan petani ekstransmigran, yaitu dengan cara memberikan pelatihan kewirausahaan secara berkala, baik yang berkaitan dengan keterampilan teknis, keterampilan manajerial dan keterampilan yang berkaitan dengan kewirausahaan (misal, kemampuan mengenali, mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang usaha, dan kemampuan menilai dan mengambil resiko usaha). 8. Meningkatkan kemampuan interaksi sosial petani dalam wirausaha. Kemampuan berinteraksi dengan berbagai pihak yang terkait kepentingan usaha (misal, sesama petani, penyuluh, pedagang sarana produksi dan hasil produksi, pedagang umum, penyedia dana, dan lain-lain) dapat membantu petani untuk membangun jaringan usaha baru atau memperkuat jaringan usaha yang telah ada. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kemampuan petani dalam mengkomunikasikan kepentingan usahanya secara efektif, melalui berbagai pelatihan wirausaha. 9. Meningkatkan proses pembelajaran sosial dalam wirausaha bagi petani ekstransmigran dan petani lokal. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan kesempatan bagi petani/kelompok tani yang memiliki minat wirausaha yang besar untuk mengunjungi petani/kelompok tani atau wirausahawan di wilayah lain, yang dapat dijadikan model peran karena dinilai berhasil mengembangkan komoditi, metode, atau teknik budidaya yang baru.

29 523 Penelitian ini memiliki implikasi bagi pengambil kebijakan dalam upaya untuk mengembangkan kewirausahaan petani di kawasan eksplg. Penelitian ini menunjukkan bahwa minat wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran yang besar tidak selalu dapat atau mampu ditransformasikan menjadi suatu perilaku wirausaha. Hal ini ditunjukkan dengan variabel minat wirausaha tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha. Minat wirausaha berkenaan dengan fase sebelum individu secara aktual menjalankan usahanyanya, hal ini berkenaan dengan variabel persepsi yaitu apa yang dirasakan dan bukan kenyataan aktual. Jika petani memiliki persepsi yang positif terhadap faktor penunjang wirausaha (misalnya pendanaan usaha) maka terdapat kecenderungan minat wirausaha akan ditransformasikan menjadi perilaku wirausaha, demikian juga sebaliknya. Salah satu faktor yang dominan menyebabkan minat wirausaha petani lokal dan petani eks-transmigran sulit untuk ditransformasikan menjadi perilaku wirausaha adalah rendahnya kemampuan petani dalam menyediakan sumberdaya modal untuk pengembangan usaha. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya persepsi petani terhadap akses modal usaha dan prosedur dan persyaratan meminjam modal usaha, terutama dari lembaga perbankan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa persepsi terhadap modal usaha tidak berpengaruh terhadap perilaku wirausaha. Faktor lainnya yang diduga tidak mendukung perilaku wirausaha adalah pengalaman usaha dan pelatihan usaha. Meskipun jumlah tahun lama berusaha cukup besar (rata-rata >20 tahun), namun sebagian besar pengalaman usaha yang dimiliki petani lokal dan petani eks-transmigran hanya pada 1 2 jenis usaha,

30 524 terutama pada usaha pertanian (tanaman pangan/perkebunan/hortikultura), usaha perikanan dan usaha peternakan. Sehingga untuk memulai kegiatan yang baru atau berbeda dengan kegiatan sebelumnya, petani membutuhkan informasi yang memadai agar memberikan keyakinan bahwa mereka mampu mengusahakannya. Selama lima tahun terakhir, petani di wilayah penelitian sangat jarang mengikuti pelatihan usaha. Jenis pelatihan usaha yang pernah diikuti lebih banyak dalam hal teknis budidaya, sedangkan pelatihan manajerial dan pelatihan kewirausahaan hampir tidak pernah diikuti. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa pengalaman usaha dan pelatihan usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha. Kondisi yang terjadi pada perilaku wirausaha petani lokal dan petani ekstransmigran tersebut menunjukkan bahwa bagi pengambil kebijakan di Kalimantan Tengah, khususnya bagi pengambil kebijakan di wilayah yang masuk dalam kawasan eks-plg, ketika ingin mengembangkan kewirausahaan petani, diperlukan pemahaman yang komprehensif mengenai faktor internal (karakteristik individu) dan faktor eskternal (karakteristik lingkungan) yang mempengaruhi perilaku wirausaha petani. Karakteristik budaya berusaha pada petani lokal dan petani eks-transmigran juga dapat menghasilkan perilaku wirausaha yang berbeda. Berdasarkan konsep Lewin (dalam Azwar,200 7) yang menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu (yaitu, motif, sikap, sifat dan lain-lain) berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi dengan faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan

31 525 kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Hal ini sesuai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa meskipun faktor lingkungan (peran kelompok tani dan peran lembaga penunjang) berpengaruh signifikan terhadap minat wirausaha petani petani lokal dan petani eks-transmigran, namun faktor lingkungan lainnya (sumber modal usaha) menjadi kendala yang dominan sehingga minat wirausaha petani yang besar tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku wirausaha, dengan kata lain minat wirausaha tersebut tidak mampu ditransformasikan menjadi perilaku wirausaha, Peneliti menyadari bahwa kendala waktu, tenaga dan biaya menyebabkan tulisan ini belum mampu menjawab semua persoalan yang berkaitan dengan perilaku wirausaha petani. Beberapa hal yang dapat diteliti lebih lanjut, antara lain : 1) Budaya berusaha pada masing-masing kelompok masyarakat di kawasan eks- PLG (lokal dan eks-transmigran) yang dikaitkan dengan perilaku wirausaha, dan dilakukan melalui pendekatan kualitatif agar diperoleh penjelasan yang komprehensif; 2) Ketersediaan berbagai sumber modal usaha (perbankan, pemerintah, individu, kelompok dan lain) yang dikaitkan dengan perilaku wirausaha petani; 3) Peran kelompok tani sebagai unit bisnis yang rendah perlu didalami lebih lanjut melalui pendekatan kualitatif.

BAB I. PENDAHULUAN. perekonomian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbesar

BAB I. PENDAHULUAN. perekonomian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbesar BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Sektor pertanian dipandang sebagai sektor yang penting dalam perekonomian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbesar kontribusi sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan suatu bangsa. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan suatu bangsa. Kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan sumber daya manusia dewasa ini telah menjadi hal yang semakin penting dalam pembangunan nasional. Sumber daya manusia berkualitas tinggi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taufik Pardita, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taufik Pardita, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini isu mengenai pengembangan kewirausahaan menjadi kajian yang hangat karena kewirausahaan perannya sangat penting dalam pembangunan suatu negara. Keinginan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana atau Theory of Planned Behavior (selanjutnya disingkat TPB, dikemukakan olehajzen (1991). Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresifitas yang amat pesat. Hal ini bisa diidentifikasikan melalui eksistensi

BAB I PENDAHULUAN. progresifitas yang amat pesat. Hal ini bisa diidentifikasikan melalui eksistensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan syari ah di Indonesia di masa sekarang mengalami laju progresifitas yang amat pesat. Hal ini bisa diidentifikasikan melalui eksistensi lembaga keuangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha 1.1. Pengertian Intensi Berdasarkan teori planned behavior milik Ajzen (2005), intensi memiliki tiga faktor penentu dasar

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia.

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana siswa setalah lulus Jumlah Persentase (%) Manjadi Pegawai Berwirausaha 8 10 Melanjutkan sekolah Total

BAB I PENDAHULUAN. Rencana siswa setalah lulus Jumlah Persentase (%) Manjadi Pegawai Berwirausaha 8 10 Melanjutkan sekolah Total 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Minat berwirausaha di Indonesia masih sangat rendah khususnya lulusan SMK. Menurut Direktur Pembinaan SMK Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen)

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu program pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan Nasional yang bertujuan untuk membangun dan mengembangkan manusia

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut : 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara lain (www.smecda.com). Berdasarkan data General Enterpreuner

BAB I PENDAHULUAN. negara lain (www.smecda.com). Berdasarkan data General Enterpreuner BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan wirausaha di Indonesia sangat lambat dibandingkan dengan negara lain (www.smecda.com). Berdasarkan data General Enterpreuner Monitorong (GEM) 2009, jumlah

Lebih terperinci

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen 55 PEMBAHASAN Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa profil contoh mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pada contoh yang hanya mengikuti

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN. Sebagai jawaban atasrumusan pertanyaan dalam penelitian ini, dapat

BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN. Sebagai jawaban atasrumusan pertanyaan dalam penelitian ini, dapat BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Sebagai jawaban atasrumusan pertanyaan dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil analisis regresi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia,

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Jumlah penduduk di Indonesia setiap harinya semakin bertambah. Pertambahan penduduk tersebut menyebabkan Indonesia mengalami beberapa masalah, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minat terhadap profesi wirausaha (entrepreneur) pada masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Minat terhadap profesi wirausaha (entrepreneur) pada masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Minat terhadap profesi wirausaha (entrepreneur) pada masyarakat Indonesia masih sangat kurang. Kurangnya profesi wirausaha pada masyarakat Indonesia ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang terlahir dengan bakat berwirausaha, namun sifat-sifat kewirausahaan

BAB I PENDAHULUAN. semua orang terlahir dengan bakat berwirausaha, namun sifat-sifat kewirausahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia wirausaha menimbulkan ketertarikan tersendiri bagi orang-orang yang memiliki keinginan untuk memulai dan mengembangkan usahanya. Tidak semua orang terlahir dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahasia lagi bahwa tanpa krisis keuangan global (global financial crisis), global (Sumber : Kompas, Kamis, 11 Desember 2008).

BAB I PENDAHULUAN. rahasia lagi bahwa tanpa krisis keuangan global (global financial crisis), global (Sumber : Kompas, Kamis, 11 Desember 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tantangan dalam pembangunan suatu negara adalah menangani masalah pengangguran. Pengangguran merupakan salah satu masalah sosial yang dihadapi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai dengan saat ini jumlah angkatan kerja berbanding terbalik dengan kesempatan kerja yang

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

ENTREPRENEURSHIP KELOMPOK TANI TERNAK STUDI KASUS DI KABUPATEN KEDIRI

ENTREPRENEURSHIP KELOMPOK TANI TERNAK STUDI KASUS DI KABUPATEN KEDIRI ENTREPRENEURSHIP KELOMPOK TANI TERNAK STUDI KASUS DI KABUPATEN KEDIRI Nur Solikin, Fakultas Peternakan UNP Kediri Edy Djoko Suprianto, Fakultas Ekonomi UNP Kediri Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah pengangguran merupakan salah satu masalah penting di suatu negara, termasuk di Indonesia. Masalah pengangguran ini terjadi karena peningkatan jumlah penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa menjadi bibit wirausaha (Indra 2010). Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa menjadi bibit wirausaha (Indra 2010). Pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Jumlah penduduk di Indonesia setiap harinya semakin bertambah. Pertambahan penduduk tersebut menyebabkan Indonesia mengalami beberapa masalah, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ini dikarenakan angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan diperlukan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan diperlukan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan diperlukan pembangunan pendidikan. Salah satu orientasi pembangunan pendidikan dewasa ini adalah peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di 63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proporsi yang terkait secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper dan Schindler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA ANGGOTA LANUD ADI SOEMARMO YANG MENJELANG PENSIUN.

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA ANGGOTA LANUD ADI SOEMARMO YANG MENJELANG PENSIUN. HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA ANGGOTA LANUD ADI SOEMARMO YANG MENJELANG PENSIUN Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kinerja penyuluh pertanian yang baik merupakan dambaan setiap stakeholder pertanian. Petani yang terbelenggu kemiskinan merupakan ciri bahwa penyuluhan pertanian masih perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan banyak sekali pengangguran khususnya di Kota Denpasar. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan banyak sekali pengangguran khususnya di Kota Denpasar. Jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Banyaknya masyarakat yang sulit menemukan lapangan pekerjaan menimbulkan banyak sekali pengangguran khususnya di Kota Denpasar. Jumlah pencari kerja yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia memiliki hak untuk memilih jenis pekerjaan apa yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia memiliki hak untuk memilih jenis pekerjaan apa yang diinginkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu cara untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia perlu untuk bekerja. Setiap manusia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada pembangunan. Kini pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA UNTUK BERWIRAUSAHA DI WILAYAH INDRAMAYU

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA UNTUK BERWIRAUSAHA DI WILAYAH INDRAMAYU ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA UNTUK BERWIRAUSAHA DI WILAYAH INDRAMAYU Nama : Uswatun Hasanah NPM : 19210685 Jurusan : Manajemen Pembimbing : DR. Waseso Segoro, IR. MM Banyak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Motivasi stakeholder pelaksana UKS dalam penyelenggaraan UKS karena adanya kebutuhan keamanan dan berprestasi disertai motif tanggung jawab dan ibadah dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyebutkan bahwa penyuluhan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Upaya untuk mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nisa Fadilah, 2014 Peran Pelatih Pada Pelatihan Pra Purnabakti dalam Kemampuan Berwirausaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nisa Fadilah, 2014 Peran Pelatih Pada Pelatihan Pra Purnabakti dalam Kemampuan Berwirausaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai makhluk hidup manusia harus bekerja untuk dapat mempertahankan hidupnya, karena dengan bekerja segala yang berhubungan dengan kebutuhan sandang, pangan,

Lebih terperinci

A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA

A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA B. ANALISIS SITUASI Menjadi wirausaha yang handal tidaklah mudah. Tetapi

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sumberdaya manusia berkualitas yang dicirikan oleh keragaan antara lain: produktif, inovatif dan kompetitif adalah tercukupinya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kepemimpinan kelompok merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi anggota kelompoknya, sehingga anggota kelompoknya bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tujuan utama penelitian ini adalah memodelkan hubungan antar variabelvariabel

BAB V PENUTUP. Tujuan utama penelitian ini adalah memodelkan hubungan antar variabelvariabel BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan Tujuan utama penelitian ini adalah memodelkan hubungan antar variabelvariabel pembentuk intensi kewirausahaan sosial mahasiswa. Tujuan utama tersebut ditempuh melalui pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah ekonomi yang di alami Indonesia kian memprihatinkan.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah ekonomi yang di alami Indonesia kian memprihatinkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Masalah-masalah ekonomi yang di alami Indonesia kian memprihatinkan. Apalagi dengan tingginya inflasi di Indonesia dari tahun ke tahun sehingga terjadi pelemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan suatu bangsa di masa yang akan datang sangat tergantung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan suatu bangsa di masa yang akan datang sangat tergantung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa di masa yang akan datang sangat tergantung pada mutu pendidikan generasi muda saat ini termasuk kemajuan ekonomi Islam. Perbankan islam adalah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar mengalami kebangkrutan dan memberikan beban berat bagi negara

BAB I PENDAHULUAN. besar mengalami kebangkrutan dan memberikan beban berat bagi negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Indonesia dilanda krisis pada tahun 1998, pemerintah baru tersadar bahwa usaha besar yang dibangga-banggakan justru sebagian besar mengalami kebangkrutan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Suryana (2008:2), mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Suryana (2008:2), mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Niat Berwirausaha Suryana (2008:2), mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran 283 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kumpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aditya Anwar Himawan, 2014 Sikap Kewirausahaan Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Aditya Anwar Himawan, 2014 Sikap Kewirausahaan Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kewirausahaan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Kewirausahaan mampu membuat suatu negara maju dan makmur karena kewirausahaan

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 240,559 juta penduduk Indonesia jumlah daftar angkatan kerja mencapai 116

BAB 1 PENDAHULUAN. 240,559 juta penduduk Indonesia jumlah daftar angkatan kerja mencapai 116 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data tenaga kerja tahun 2010 menurut Bappenas menyebutkan, dari 240,559 juta penduduk Indonesia jumlah daftar angkatan kerja mencapai 116 juta, dan sebanyak 8,59 juta

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera No.166, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5719) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Fajrinur (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor

BAB II URAIAN TEORITIS. Fajrinur (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Fajrinur (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mendorong Wirausahawan Memulai Usaha Kecil (Studi Kasus Pada Pajak USU Kampus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu prioritas utama yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu prioritas utama yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu prioritas utama yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam membangun kemajuan suatu Negara. Pendidikan bertransformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam berorganisasi. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam berorganisasi. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam berorganisasi. Komunikasi merupakan hal yang mengikat kesatuan organisasi. Yang mana komunikasi dapat membantu anggota-anggota

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Semakin banyaknya angka pengangguran jaman sekarang, memaksa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Semakin banyaknya angka pengangguran jaman sekarang, memaksa BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan Semakin banyaknya angka pengangguran jaman sekarang, memaksa seseorang untuk bisa lebih kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan baik dasar, menengah maupun pendidikan tinggi (Herwan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan baik dasar, menengah maupun pendidikan tinggi (Herwan, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era modern seperti saat ini, harapan besar untuk diterima di dunia kerja tentunya tidaklah keliru, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kesempatan kerja pun

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KETERAMPILAN HIDUP MENJADI WIRAUSAHA PADA MAHASISWA UPN VETERAN JAWA TIMUR ABSTRAK

KARAKTERISTIK DAN KETERAMPILAN HIDUP MENJADI WIRAUSAHA PADA MAHASISWA UPN VETERAN JAWA TIMUR ABSTRAK KARAKTERISTIK DAN KETERAMPILAN HIDUP MENJADI WIRAUSAHA PADA MAHASISWA UPN VETERAN JAWA TIMUR Supamrih ; Maroeto ; Yuliatin Moch Arifin ; Abdullah Fadil ABSTRAK Generasi muda terutama mahasiswa menghadapi

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan

PENGANTAR. Latar Belakang. merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan PENGANTAR Latar Belakang Pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang berkelanjutan merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan baku industri; memperluas lapangan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa pada dasarnya tempat wanita adalah di dapur, yang berarti bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa pada dasarnya tempat wanita adalah di dapur, yang berarti bahwa dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai yang cukup dominan dalam kultur berbagai bangsa menyatakan bahwa pada dasarnya tempat wanita adalah di dapur, yang berarti bahwa dalam masyarakat peran

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini berjudul Studi deskriptif mengenai tingkat kematangan bawahan pada pramugara PT X Bandung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan sebagai jenis budidaya. Pasokan ikan di dunia ini sebagian

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan sebagai jenis budidaya. Pasokan ikan di dunia ini sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan komoditas potensial yang bernilai ekonomis dan penting untuk dikembangkan sebagai jenis budidaya. Pasokan ikan di dunia ini sebagian besar berasal dari

Lebih terperinci

KOMPETENSI KEPEMIMPINAN WIRAUSAHAWAN. (Studi kasus pada lulusan Akademi Pimpinan Perusahaan, Jakarta tahun 2013)

KOMPETENSI KEPEMIMPINAN WIRAUSAHAWAN. (Studi kasus pada lulusan Akademi Pimpinan Perusahaan, Jakarta tahun 2013) KOMPETENSI KEPEMIMPINAN WIRAUSAHAWAN (Studi kasus pada lulusan Akademi Pimpinan Perusahaan, Jakarta tahun 2013) Lilik Aslichati 1), Gede Umbaran Dipodjoyo 2) Universitas Terbuka, Jakarta Universitas Persada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kewirausahaan (entrepreneurship)merupakan salah satu alternatif bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kewirausahaan (entrepreneurship)merupakan salah satu alternatif bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kewirausahaan (entrepreneurship)merupakan salah satu alternatif bagi pemerintah untuk meningkatkan perekonomian negara dan juga untuk menambahkan lapangan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

PEMANFAATAN HASIL PELATIHAN BUDIDAYA JAMUR TIRAM DALAM MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN BERWIRAUSAHA

PEMANFAATAN HASIL PELATIHAN BUDIDAYA JAMUR TIRAM DALAM MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN BERWIRAUSAHA PEMANFAATAN HASIL PELATIHAN BUDIDAYA JAMUR TIRAM DALAM MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN BERWIRAUSAHA Muhamad Kuncoro Hadi Saputro 1, Ihat Hatimah 2, Sardin 3 kuncoorosa@gmail.com 1 Penggerak Program Pemberdayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan suatu bangsa terletak pada generasi mudanya yang akan meneruskan estafet kepemerintahan Indonesia, salah satu pilar pentingnya adalah mahasiswa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan lapangan kerja pada saat ini telah yang di akibatkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan lapangan kerja pada saat ini telah yang di akibatkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN Keterbatasan lapangan kerja pada saat ini telah yang di akibatkan oleh tingginya persaingan diantara para pencari kerja, terutama persaingan pada lulusan universitas. Data Biro Pusat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua masalah pokok, yakni 1) bagaimana mengadaptasikan dengan benar kurikulum dan metode pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN 68 BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN Pengorganisasian lebih dimaknai sebagai suatu kerangka menyeluruh dalam rangka memecahkan masalah ketidakadilan sekaligus membangun tatanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain : 5.1.1 Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara

Lebih terperinci