BAB II LANDASAN TEORI. sebagai derajat elastisitas dalam sistem, kemampuan untuk rebound (memantul)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. sebagai derajat elastisitas dalam sistem, kemampuan untuk rebound (memantul)"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi Resilience is popularly understood as the degree of elasticity in a system, its ability to rebound or bounce back after experiencing some stress or shock ( Pelling, 2011) Pelling (2011) menyatakan bahwa resiliensi secara umum dimengerti sebagai derajat elastisitas dalam sistem, kemampuan untuk rebound (memantul) atau bounce back (melambung kembali) setelah merasakan stress atau goncangan. Kata resiliensi sendiri berasal dari kata resilience yang artinya daya pegas, daya kenyal. Gotberg (1999) melihat resiliensi sebagai kapasitas indvidu untuk menghadapi, mengatasi, memperkuat diri dan tetap melaksanakan perubahan dalam ujian kehidupan Kapastitas itulah yang membuat seseorang bisa bertahan dan mampu beradaptasi dalam masa kesukaran. Hal ini juga sejalan dengan definisi definisi dari Reivich dan Shatte (2002) tentang resiliensi, yaitu kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Kondisi adversity akan membuat seseorang untuk keluar dari kondisi tersebut. Walsh(2006) menyatakan resiliensi adalah lebih dari berjuang, melewati tantangan atau menghindar dari cobaan yang berat. Dia menyatakan bahwa orang yang berjuang bisa tidak resilien beberapa bisa terjebak sebagai korban, merawat luka mereka dan terhambat dari perkembangan karena kemarahan dan rasa bersalah. Reivich & Shatte (2002) menyatakan bahwa orang yang resilien itu akan mengalami pencapaian-pencapaian dalam hidup. 25

2 Walsh (2006) menyatakan setiap individu memiliki stress kehidupan dalam dirinya, beberapa memiliki trauma, yang lain memiliki luka-luka, ada juga yang mengalami peristiwa yang menggoncangkan. Walsh (2006) menambahkan bahwa resiliensi berbicara mengenai kemampuan untuk menangani kesukaran: apakah trauma bisa tidak terselesaikan atau tidak atau apakah pengalaman kesukaran akan menghancurkan diri seseorang atau tidak. Hal serupa dinyatakan oleh Cougle, dkk (2008) resiliensi membuat seseorang bisa bertahan dan bebas secara emosional terhadap sebuah trauma. Kaplan dalam Vambreda (2001) mengemukakan bahwa resiliensi adalah sebuah konstruk psikologis yang didefinisikan dalam hal kehadiran faktor protektif (personal, sosial, keluarga dan jaringan institusi) yang membuat individu bertahan dalam stress kehidupan. Berdasarkan definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan dan kapasitas individu yang memampukan individu beradaptasi dan mengatasi masa kesukaran atau trauma kehidupan, kemampuan ini bahkan membuat individu mengalami pencapaian-pencapaian kehidupan. 2. Faktor-faktor Resiliensi Ada tujuh faktor yang membentuk kemampuan resiliensi. Ketujuh faktor ini bisa diukur, dipelajari dan ditingkatkan (Reivich dan Shatte, 2002): a. Regulation Emotion Regulation emotion merupakan kemampuan untuk tetap tenang bila mengalami tekanan. Orang-orang resilien menggunakan seperangkat ketrampilan yang sudah matang yang membantu mereka mengontrol emosi, perhatian dan perilakunya. Misalnya ketika kita kecewa atau marah maka emosi kita tersebut 26

3 dapat mempengaruhi bagaimana kita beraktivitas maka kita harus tenang dan berpikir jernih. Kita bukan membuang emosi negatif tersebut tetapi mengekspresikannya dengan cara yang tepat. Regulasi diri penting untuk membentuk hubungan yang intim, sukses dalam bekerja dan menjaga kesehatan fisik. b. Impulse Control Orang yang mampu mengontrol dorongannya, menunda kepuasan kebutuhannya akan lebih sukses secara sosial dan akademi. Orang yang kurang mampu mengontrol dorongan berarti memiliki id yang lebih besar dan superego yang kurang. Seperti ketika seseorang sedang marah mungkin orang tersebut akan berteriak atau beradu argumen, impulse control membuat orang tersebut memutuskan untuk berperilaku yang tidak memperburuk keadaan mungkin ia akan diam dan meredakan amarahnya. Pola khasnya adakah merasa bergairah ketika mendapatkan pekerjaan baru, melibatkan diri sepenuhnya, namun tiba-tiba kehilangan minat dan meninggalkan pekerjaannya. Regulation emotion dan impulse control merupakan hal yang berhubungan. Jika impulse control tinggi maka kecenderungan regulation emotion juga tinggi. Ketika impulse control kita rendah maka kita akan berperilaku menggunakan dorongan atau impuls yang pertama kita yakin benar contohnya jika saat orang marah yang pertama kali diinginkan ialah berteriak maka ia akan melakukan hal tersebut. c. Optimism Orang yang memiliki resiliensi adalah orang yang optimis. Mereka yakin bahwa kondisi dapat berubah menjadi lebih baik. mereka memilii harapan ke 27

4 masa depan dan yakin bahwa mereka dapat mengatur bagian-bagian kehidupan mereka. Orang yang optimis memiliki kesehatan yang baik. memiliki kemungkinan kecil untuk mengalami depresi, berprestasi lebih baik di sekolah, lebih produktif dalam pekerjaan dan berprestasi dalam berbagai bidang. Optimis tentu saja melihat masa depan sebagai sesuatu yang relatif cerdas atau cemerlang. Optimism menunjukkan bahwa kita yakin memiliki kemampuan untuk mengatasi segala kesusahan yang akan terjadi di masa depan. Optimism bukan hanya melihat hal positif saja dan menutup mata tentang kejadian negatif, tapi melihat sesuatu hal yang dapat dilakukan dengan cara yang terbaik, kemampuan untuk mempertahankan pandangan positif tanpa menyangkal suatu kenyataan. d. Causal Analysis Causal analysis menunjukkan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab masalahnya secara akurat. Jika seseorang mampu mengidentifikasikan penyebab masalah secara akurat, maka ia tidak akan melakukan kesalahan yang sama terus menerus. e. Emphaty Emphaty menunjukkan bagaimana seseorang mampu membaca sinyalsinyal dari orang lain mengenai kondisi psikologis dan emosional mereka, melalui isyarat nonverbal, untuk kemudian menentukan apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Juga sering dideskripsikan sebagai kemampuan kita mengerti apa yang dirasakan dan dibutuhkan orang lain. Membaca ekspresi wajah seseorang, nada bicaranya, bahasa tubuhnya dapat menentukan apa yang sedang orang tersebut pikir dan rasakan. 28

5 f. Self Efficacy Self Efficacy menggambarkan perasaan seseorang tentang seberapa efektifnya ia berfungsi di dunia ini. Hal itu menggambarkan keyakinan bahwa kita dapat memecahkan masalah, kita dapat mengalami dan memiliki keberuntungan dan kemampuan untuk sukses. Orang yang memiliki self-efficacy percaya bahwa mereka memiliki apa yang diperlukan untuk mengatasi sebagian besar dari masalah yang mereka hadapi dan bangkit kembali dari situasi yang sulit tersebut. Sikap ini mempengaruhi kemampuan mereka untuk bertahan dan mempertahankan pandangan yang realistis dan optimis dengan masa depan g. Reaching out Resiliensi bukan hanya tetang mengatasi, melewati dan keluar dari masalah, resiliensi juga meningkatkan aspek kehidupan kita. Resiliensi adalah kemampuan untuk keluar (reach out) dari zona nyaman dan mengejutkan sejumlah orang yang tidak bisa melakukannya. Mereka tidak terperangkap dalam suatu rutinitas-rutinitas, mereka memiliki rasa ingin tahu dan ingin mencoba halhal baru dalam lingkungan kehidupan mereka. Bagian terpenting dari reaching out ialah menjadi akurat dan realistik tentang bagaimana kita dapat mengatasi sesuatu hal dan meminta pertolongan jika kita butuh. Kita mencari dukungan dari teman, rekan kerja, komunitas dan para profesional. Ketujuh faktor ini yaitu regulasi emosi, causal analysis, impulse control, self efficacy, emphaty, optimism dan reaching out membentuk resliensi menjadi satu kesatuan. 29

6 3. Faktor Protektif Resiliensi Faktor protektif memerankan peran penting dalam mengurangi efek negatif dari kesulitan hidup dan menguatkan resiliensi. Beberapa individu berhasil mengatasi rintangan dan menghancurkan lingkaran setan. Penelitaian sebelumnya meunjukkan bahwa tiga variabel yang berperan sebagai faktor protektif yang menghalangi dampak dari pengalamana yang menyulitkan. Faktor-faktor ini adalah(schoon dalam Schoon, 2006): a. Atribut-atribut individu Atribut-atribut individual yang menunjukkan faktor protektif individu seperti menunjukkan performa yang baik saat tes akademik di sekolah, lebih sedikit menunjukkan masalah perilaku, memiliki banyak hobi, jarang menjadi orang yang mudah diserang oleh teman sebaya, menunjukkan keyakinan yang kuat akan kemampuan diri sendiri, individu menunjukkan perencanaan yang baik dengan rekan kerja dan pilihan berkarir, dan memiliki pandangan yang positif pada hidup. b. Karakteristik keluarga Karakteristik keluarga diasosiasikan dengan penyesuaian positif selama masa kanak-kanak dan remaja termasuk lingkungan keluarga yang stabil dan mendukung hal ini dikarakteristikan dengan orang tua yang mampu memahami anak, aktif dan ikut berpartisipasi dalam pendidikan anak dan perencanaan karir. c. Aspek konteks sosial yang lebih luas Aspek konteks sosial yang lebih luas termasuk orang-orang diluar orang tua yang memberikan dukungan seperti guru yang mampu menyadari 30

7 kemampuan murid serta mendorong dan mendukung perjuangan pendidikan dan pekerjaan murid. Lingkungan sekolah juga berperan penting dalam membantu perkembangan adaptif. Selain itu, dorongan komunitas yang positif seperti dukungan tetangga dan rasa saling memiliki dalam komunitas. 4. Fungsi Resiliensi Penelitian menunjukkan bahwa manusia memiliki empat penggunaan resiliensi dalam kehidupan yaitu (Reivich dan Shatte, 2002) 1. Mengatasi hambatan-hambatan pada masa kecil Setiap orang membutuhkan resiliensi untuk mengatasi dampak-dampak kejadian buruk yang terjadi pada masa kecil kita dan bertanggung jawab untuk menciptakan masa dewasa yang kita inginkan. Seseorang tidak bisa mengubah masa lalunya tetapi seseorang bisa tetap bebas dari kesulitan masa lalunya dan bekerja keras untuk keluar dari kesulitan tersebut. Ini membutuhkan kemampuan untuk tetap fokus dan membuat perbedaan antara bagian mana yang bisa dikontrol dan bagian mana yang tidak bisa. 2. Melewati tantangan-tantangan dalam kehidupan keseharian Kita setiap hari membutuhkan resiliensi karena setiap orang berhadapan dengan masalah, tekanan dan pertengkaran. Orang yang resilien menggunakan kemampuan yang ada dalam dirinya untuk mengatasi pekerjaan berat yang terus menerus dialaminya. Hidup penuh dengan tekanan dan pertengkaran, jika kita resilien kita tidak akan membiarkan kesukaran tiap hari mengganggu produktivitas dan kesejahteraan kita. 3. Bangkit kembali dari kehidupan yang traumatis 31

8 Dalam kehidupan dewasa, adakalanya kita hidup dengan melawan kesulitan besar, sebuah kejadian besar yang mengubah kehidupan kita seoerti kehilangan pekerjaan, perceraian, kematian dan lain-lain. Kondisi adalah krisis mau ta mau yang membutuhkan resiliensi. Dr. Judith Herman, penulis Trama and Recovery menjelaskan bahwa resilien meningkatan resistensi kepada tekanan dan kesempatan untuk PTSD berkembang. Mereka menunjukkan gaya coping task oriented incremental Bergantung kepada resiliensi kita, kita akan merasa tidak berdaya atau kita melambung dan menemukan jalan keluar. 4. Mencapai prestasi terbaik Kita juga akan mengembangkan kegunaan keempat dari resiliensi yang lebih penting dari keinginan untuk melindungi dan menjaga diri kita. Orang yang ingin mencapai tujuan dan menemukan makna baru dan tujuan hidup dan terbuka kepada pengalaman juga tantangan dapat menggunakan resiliensi untuk reach out sehingga bisa mencapai apa yang kita mampu kerjakan. B.Social Support 1. Definisi Social Support Cobb dalam Winnubst & Schabraq (1996) mendefinisikan bahwa social support mendefinisikan sejumlah informasi yang meyakinkan seseorang bahwa orang lain peduli kepada mereka (care support) menghormati dan menghargai (affirmative support) dan bahwa mereka adalah bagian dari satu komunitas yang saling mendukung (network support). Social support sering didefinisikan dengan jumlah teman yang ada bagi individu tersebut. Akan tetapi, sudah dikembangkan 32

9 bahwa social support bukan hanya menyangkut jumlah teman tetapi kepuasan dangan dukungan yang diberikan(sarason dalam Ogden, 2000). Odgen menyatakan (2000), istilah dukungan sosial secara umum mengacu kepada kenyamanan, kepedulian dan penghargaan individu yang dirasakan dari orang lain (Ogden, 2000). Hal ini didukung oleh pendapat Will (dalam Sarafino 2008) yang menyatakan social support mengacu pada kenyamanan yang diterima, perhatian, menghargai, atau membantu penerimaan diri seseorang dari orang lain ataupun kelompok. Dukungan ini datang dari berbagai sumber, pasangan atau kekasih, keluarga, teman, rekan sekerja, dokter, atau organisasi komunitasmenurut Sidney Cobb(dalam Sarafino, 2008), orang dengan social support yang tinggi percaya mereka dicintai dan diperhatikan, dihargai dan dinilai berarti dan bagian dari sebuah grup seperti keluarga atau organisasi yang bisa saling menyediakan kebutuhan, melayani dan menjaga ketika dibutuhkan atau dalam bahaya (Sarafino, 2008). Social support juga dikaitkan dengan kemampuan yang membantu seseorang menghadapi stress. Lazarus dan Folkman mendefinisikannya sebagai sumber dari personal dan sosial yang membuat individu mampu melakukan coping. Thoits mengkonseptualisasikan social support sebagai sumber bantuan untuk coping, seperti dana sosial dari orang-orang saat menangani tekanan. Baron & Byrne (1997) mengemukakan social support sebagai rasa nyaman baik secara fisik dan psikologis, yang diberikan oleh para sahabat dan keluarga kepada orang yang menghadapi stress, sehingga dengan dukungan sosial tersebut orang cenderung untuk berada dalam keadaan kesehatan fisik yang lebih baik dan dapat 33

10 mengatasi stres yang dialaminya. Dan hal ini ditegaskan oleh Broman dalam Taylor dkk (2000) bahwa social support secara efektif menurunkan tekanan psikologis dalam masa-masa yang sulit. Berdasarkan defenisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa social support adalah bentuk pertolongan yang dapat berupa materi, emosi, dan informasi yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti seperti keluarga, sahabat, teman, saudara, rekan kerja ataupun atasan atau orang yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Bantuan atau pertolongan ini diberikan dengan tujuan individu yang mengalami masalah merasa diperhatikan dan didukung sehingga mampu mengatasi masalah yang dia hadapi. 2. Bentuk-bentuk Social Support Dukungan sosial (social support) memberi empat fungsi penting (Cutrona, Russell&Uchino dalam Sarafino, 2006), yaitu: a. Emotional or esteem support Menyangkut adanya empati, perhatian, kepedulian, berpandangan positif, dan memberikan dorongan atau semangat terhadap seseorang. Dukungan ini memebrikan kenyamanan dan jaminan dengan rasa saling memiliki dan dicintai pada masa sulit. b. Tangible or instrumental support Melibatkan bantuan langsung, misalnya memberi atau meminjamkan uang kepada seseorang. Dukungan ini adalah jenis dukungan berupa dukungan material. Instrumental support efektif untuk mencegah munculnya sebuah masalah dan mengurangi efek sebuah masalah. 34

11 c. Informational support Memberikan informasi yang bisa digunakan penerima untuk mengatasi masalah. Dukungan ini meliputi pemberian nasehat, pengarahan, saran atau feedback mengenai apa yang sedang dilakukan seseorang. d. Companionship support Mengacu kepada dengan keberadaan seseorang untuk menghabiskan waktu bersama orang lain, dengan demikian memberikan perasaan keanggotaan di dalam kelompok yang berbagi minat dan aktivitas sosial. Sarafino (2008) mengatakan tipe support yang dibutuhkan atau diperoleh seseorang tergantung pada individu itu sendiri. Tidak semua orang memperoleh dukungan sosial yang mereka butuhkan. Antonucci (dalam Sarafino, 2008) menyatakan Banyak faktor yang menentukan apakah seseorang menerima dukungan. Beberapa faktor berhubungan dengan kemampuan penerima dukungan. Seseorang akan sedikit menerima dukungan jika mereka tidak suka bergaul, tidak membantu orang lain, dan tidak membiarkan orang lain tahu bahwa mereka membutuhkan bantuan. Faktor lain yang berhubungan adalah kemampuan pemberi dukungan. Misalnya, mereka tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan, atau mungkin mereka sedang dalam keadaan stres dan butuh untuk menolong diri mereka sendiri, atau mungkin saja tidak sensitif mengenai kebutuhan orang lain. Apakah seseorang mendapatkan dukungan sosial juga tergantung pada ukuran, komposisi, tingkat keintiman, dan frekuensi kontak individu dengan jaringan sosialnya (Schaefer, dalam Sarafino, 2006). 35

12 3. Cakupan Social Support Menurut Saranson (1983), dukungan sosial itu selalu mencakup 2 hal yaitu; 1. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia Merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas). 2. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas). b. Ibu Tunggal 1. Definisi Ibu Tunggal Schacht & Knox (2010) mendefinisikan bahwa keluarga orangtua tunggal adalah dimana salah satu orangtua sudah tidak ada lagi dikarenakan kematian, donasi sperma, atau keluarga tidak memiliki kontak dengan keluarga yang lain. Keluarga single-parent, keluarga yang menjalankan pengasuhan sendirian. Degenova membagi bentuk keluarga tunggal ini dengan dua pola yaitu single fatherhood dan single motherhood. Single fatherhood adalah pengasuhan yang dilakukan oleh ayah tunggal dan single motherhood adalah pengasuhan yang dilakukan oleh ibu tunggal. Menurut Wan Halim dalam Hassan dkk (2006), Ibu tunggal adalah seorang ibu yang memikul tanggung jawab mendidik, membimbing, menjaga, 36

13 membiayai, dan mebesarkan anak tanpa penglibatkan aktif suami (yang hilang upaya atau meninggalkan keluarga). Beliau menegaskan bahwa seorang wanita dikatakan sebagai Ibu Tunggal sekiranya : a. Wanita yang kematian suami dan sedia meneruskan tugas membesarkan anakanak. b. Wanita yang telah bercerai dengan suami dan diberi hak penjagaan ke atas anak-anaknya. c. Wanita yang tidak diberi nafkah oleh suami untuk hidupnya dan anakanaknya. d. Wanita yang berada di dalam proses penceraian (yang mungkin akan mengambil masa yang panjang). e. Wanita yang membesarkan anak tanpa pertolongan suami misalnya suami kerja diluar kota. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa ibu tunggal adalah wanita yang membesarkan bantuan anak tanpa bantuan dari pasangannya. 2. Peran Pengasuhan oleh Ibu Tunggal Hastuti (2008) menyatakan pengasuhan dilakukan untuk memenuhi aspek fisik dan non-fisik pada anak agar anak bisa hidup dengan mandiri di masa yang akan datang. Pengasuhan mencakup pengasuhan makan, pengasuhan hidup sehat, pengasuhan akademik, pengasuhan sosial emosi, serta pengasuhan moral dan disiplin. Pengasuhan umumnya dilakukan oleh Ayah dan Ibu sesuai dengan perannya masing-masing. Ibu tunggal melakukan kedua peran itu, adapun deskripsi kedua peran tersebut adalah sebagai berikut: 37

14 a. Peran sebagai Ayah Peran ayah sebagai kepala rumah tangga sering terfokus hanya pada usaha memenuhi kebutuhan keluarga terutama masalah keuangan. Peran ayah yang lain adalah sebagai pelindung, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. b. Peran sebagai ibu Adapun peranan ibu adalah sebagai ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Kedua peran itu dilakukan sendirian oleh ibu tunggal dan berusaha diseimbangkan. Tetapi adakalanya ibu kesulitan mengelola diri untuk melakukan kedua peran tersebut. 3. Tantangan yang Dihadapi Ibu Tunggal Peran sebagai ibu tunggal adalah peran yang sulit. Ibu tunggal akan mengalami banyak tantangan dalam hidupnya. Adapun beberapa tantangan yang umumnya dialami oleh ibu tunggal adalah sebagai berikut: a. Masalah finansial Banyak keluarga ibu tunggal menyatakan bahwa mereka selalu mengalami masalah keuangan (Knox & Schact, 2010). Penelitian menunjukkan bahwa bahkan dengan pengontrolan efek pendidikan, Ayah tunggal lebih baik secara ekonomi dibandingkan ibu tunggal (Zhan & Pandey, 2004 dalam 38

15 Degenova, 2008). Kesulitan keuangan pada ibu tunggal mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Hal ini akan berakibat pada efek ketidakadaan ibu yang berakibat pada anak. b. Mengatasi tuntutan hidup dalam berbagai keterbatasan Ada banyak tuntutan yang dialami oleh Ibu Tunggal. Salah satu tuntutan terbesar yang di alami oleh ibu tunggal adalah menjaga kebutuhan fisik, emosi dan kedisiplinan anak-anaknya sendirian (Knox & Schact, 2012 ). Berbagai kebutuhan hidup harus ditanggung Ibu Tunggal untuk anaknya seperti biaya hidup, sekolah dan kebutuhan mendesak lainnya. Ibu harus mengisi peran ayah yaitu pengarah, pelindung dan kepala bagi anak. Dan tetap menjadi ibu sebagai pengasuh, pemberi kehangatan dan pendengar bagi anak. Ibu bisa mengalami role strain karena banyaknya peran yaitu: ibu bekerja, membersihkan rumah, menyiapkan makanan, mencuci baju, membayar tagihan-tagihan setiap bulan, dan memperhatikan kebutuhan emosional anak (DeGenova, 2008). Banyak keluarga pengasuhan tunggal menyelesaikan masalah dengan mendapatkan bantuan dari orangtua, teman, keluarga besar atau mencari pembantu rumah tangga. c. Kurangnya kebutuhan emosional Ada kebutuhan emosional ibu tunggal yang tidak bisa dipuaskan dengan anak mereka. Ibu tunggal membutuhkan tempat untuk berbagi tentang hidupnya (Knox & Schacht, 2010). Ibu tunggal mengalami tantangan yang berat dalam pengasuhan, ibu bisa mengalami kemarahan, kegagalan, self esteem yang rendah dan kesepian (DeGenova, 2008). Ibu tunggal membutuhkan tempat untuk berbagi cerita tentang hidupnya. Jika ibu tidak menemukan tempat untuk berbagi emosi, 39

16 beban ibu akan semakin berat sebagai ibu tunggal. Beberapa ibu tunggal menyelesaikan masalah ini dengan koneksi kepada teman-temannya (Knox & Schact, 2010) d. Kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan seksual Beberapa ibu tunggal yang memiliki pacar, memandang peran pengasuhan menganggu hubungan seksual. Hal ini akan menyulitkan mereka dalam memenuhi kebutuhan seksual mereka karena ketiadaan pasangan. Di Amerika Serikat, ibu tunggal yang memiliki pacar memiliki kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan seksual, mereka takut anak mereka akan mengetahuinya dan merasa frustasi jika harus berkencan meninggalkan anak untuk memenuhi kebutuhan seksualnya (Knox & Schact, 2010). e. Ketiadaan peran Ayah Konsekuensi lain dari anak-anak dengan ibu tunggal adalah mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan hubungan emosional yang suportif dengan ayah mereka (Knox & Schact, 2010). Ketiadaan ayah ini membuat ibu harus menggantikan peran ayah bagi anak-anak. 4. Karakteristik Ibu Tunggal yang Sukses Berdasarkan wawancara dengan ibu tunggal yang sukses ditemukan beberapa tema dalam hidup mereka(olsen & Haynes, 1993 dalam ): 40

17 a. Penerimaan dari tanggung jawab dan tantangan sebagai ibu tunggal Ibu tunggal yang sukses melihat diri mereka menjadi orang yang paling bertanggung jawab kepada keluarga. Mereka menetapkan diri untuk melakukan yang terbaik yang mereka bisa lakukan b. Pengasuhan menjadi prioritas utama Dalam menyeimbangkan keluarga dan pekerjaan, pengasuhan menjadi hal yang terutama. Hubungan yang romantic diseimbangkan dengan keutuhan keluarga c. Konsisten dalam disiplin Ibu tunggal yang sukses yang menyadari perkembangan anak membutuhkan disiplin. Mereka mengadopsi gaya otoritatif dalam disiplin dan menolong mereka dalam mengembangkan kemandirian. d. Menekankan pada komunikasi terbuka Mereka menghargai dan mendukung anak-anak untuk mengeluarkan perasaan dan ide-ide. Orangtua juga menunjukkan perasaan mereka kepada anak e. Mendukung individualitas dalam keluarga Anak-anak didukung untuk mengembangkan tujuan dan minat mereka, perbedaan diharga di keluarga tersebut f. Menghargai kebutuhan merawat diri Ibu tunggal meyadari bahwa mereka membutuhkan untuk diri mereka. Mereka menjaga kebebasan diri yang mereka capai melalui aktivitas lain seperti music, menaro, membaca dan lain-lain. 41

18 g. Dedikasi kepada ritual dan tradisi Ibu tunggal sukses menjaga dan mengembangkan ritual-ritual dalam keluatga seperti membacakan cerita pada anak, doa keluarga atau meditasi, duduk bersama selama makan malam minimal semunggu sekali, piknik pada hari minggu, mengunjungi nenek atau menonton televisi bersama. D. Pengaruh Social Support terhadap Resiliensi Ibu Tunggal Hastuti (2008) menyatakan pengasuhan dilakukan untuk memenuhi aspek fisik dan non-fisik pada anak agar anak bisa hidup dengan mandiri di masa yang akan datang. Pengasuhan mencakup pengasuhan makan, pengasuhan hidup sehat, pengasuhan akademik, pengasuhan sosial emosi, serta pengasuhan moral dan disiplin. Pengasuhan umumnya dilakukan oleh ayah dan ibu sesuai dengan perannya masing-masing. Akan tetapi beberapa kejadian seperti perceraian dan kematian suami bisa membuat Ibu melakukan pengasuhan tunggal. Pada saat itu, Ibu yang menjalani pengasuhan tunggal bukan hanya menangani masalah rumah tangga tetapi juga coping terhadap perpisahan. Degenova (2008) mengungkapkan kondisi pengasuhan tunggal kerap membuat ibu tunggal mengalami tekanan yang besar, sebagian besar ibu tunggal akan mengalami kemarahan, kehilangan, kegagalan, self esteem yang rendah, kurang percaya diri, dan kesepian. James Lynch dalam Sarafino (2006) menyatakan sendirian atau patah hati adalah faktor resiko untuk penyakit jantung karena orang yang ditinggal kematian, perceraian dan tidak pernah menikah memiliki angka kematian yang tinggi dibanding pasangan menikah. Penelitian lain tentang Gambaran kesepian pada ibu tunggal yang dilakukan oleh Sinaga 42

19 (2007) menunjukkan bahwa Ibu tunggal bercerai mengalami kesepian yang lebih dalam dibanding ibu tunggal akibat kematian pasangan. Hal ini disebabkan oleh pandangan masayarat dan stigma masyarakat akibat perceraiannya sehingga ibu mengalami isolasi sosial (Sinaga, 2007). Pengasuhan tunggal akan menambah beberapa tantangan dalam kehidupan ibu tunggal yaitu masalah finansial, tuntutan rumah tangga dan keterbatasan diri, kebutuhan emosional, seksual dan ketiadaan peran Ayah (Knox & Schact, 2010). Masalah finansial menjadi lebih berat bagi ibu tunggal, dalam sebuah penelitian banyak ibu tunggal menyatakan finansial adalah masalah terbesar dalam hidup mereka (Zhan & Pandey dalam De Genova, 2008). Masalah ekonomi ini bisa berdampak negatif bagi anak seperti masalah figur Ayah dan pendidikan, contohnya menurut hasil penelitian, dibandingkan dengan keluarga lengkap, keluarga tunggal memiliki anak dengan nilai rendah pada konsep diri, pencapaian akademik dan kompetensi diri dan nilai tinggi pada masalah perilaku (De Genova, 2008). Walsh (2006) mengungkapkan Ibu yang gagal melakukan coping terhadap situasi ini akan merasa bersalah atas kondisi anaknya. Ibu yang menghadapi masalah terjebak dalam rasa bersalah dan kemarahan. Kondisi lain yang bisa muncul adalah depresi dan tidak bahagia. Ibu tidak dapat kembali seperti proses awal dan semula. Tetapi bagi individu yang berhasil melakukan coping dengan baik akan merasa bermakna. Seperti yang dinyatakan oleh Weinraub (2002) menjalankan pengasuhan sendirian adalah hal yang sulit, apalagi ketika yang di asuh adalah anak berkebutuhan khusus tetapi untuk beberapa ibu 43

20 tunggal masalah-masalah tersebut bisa diatasi dan menjadi ibu tunggal yang sukses. Proses untuk kembali beradaptasi seperti semula disebut resiliensi. Resiliensi adalah kapasitas untuk melambung dari kesukaran hidup. Walsh (2006) mengungkapkan ini adalah proses aktif dari ketahanan, perbaikan diri dan pertumbuhan dalam merespon tantangan. Hal ini menolong ibu tetap kuat dan bertahan meskipun ada banyak kesulitan dalam mengasuh anak sendirian. Ibu yang resilien tidak hanya akan bertahan tetapi berjuang untuk mendapatkan hasil yang positif. Sesuai dengan pernyataan Walsh (2006) bahwa individu yang resilien percaya bahwa akan membuang waktu jika hanya menyesak dan mengobati luka, akan lebih baik jika melihat kembali apa yang sudah terjadi dan mencoba mengambil pelajaran. Individu yang resilien akan berusaha mencari dukungan kepada orangorang di sekitarnya. Nasution (2011) mengungkapkan dukungan sosial yang diterima ibu dari keluarga besar, kerabat dan lainnya dapat menjadi hal terpenting yang menolong mereka bertahan dalam menghadapi tekanan besar. Sementara individu yang kurang resilien merasa sulit berbagi mengenai pengalamannya dengan orang lain. Reiveich & Shatte (2002) menyatakan kurangnya dukungan orang lain lain akan menghambat penyembuhan. Dukungan sosial juga dikaitkan dengan kemampuan yang membantu seseorang ketahanan menghadapi stress. Lazarus dan Folkman mendefinisikannya dukungan sosial sebagai sumber dari personal dan sosial yang membuat individu mampu melakukan coping. 44

21 Ada banyak penelitian yang mendukung hubungan dukungan sosial dan resiliensi. Walsh (2006) menyatakan bahwa hasil banyak studi menunjukkan bahwa individu yang resilien akan lebih sering mencari dukungan sosial dibandingkan individu yang tidak resilien. Adanya hubungan postif dukungan sosial dan resiliensi memang sudah terbukti. Akan tetapi tidak semua dukungan sosial akan berfungsi positif pasa stressful event. Berkman dalam Sarafino (2006) menyatakan dukungan sosial tidak selalu mengurangi stress dan bermanfaat bagi kesehatan, apabila kita tidak menganggapnya sebagai dukungan. Penelitian yang telah dilakukan Lestari (2007) kepada penyintas pasca gempa di Desa Canan, Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten tentang bentuk dukungan sosial dan resiliensi menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial dengan tingkat resiliensi paska gempa di Desa Canan. Sedangkan, dukungan instrumental tidak memiliki hubungan dengan tingkat resiliensi penyintas gempa sehingga semakin tinggi dukungan instrumental bukan berarti tingkat resiliensi paska gempa di Desa Canan akan semakin tinggi pula. Sarafino (2006) mengungkapkan hal ini bisa terjadi karena pertolongan tidak cukup atau kita tidak menginginkan bantuan atau karena terlalu putus asa untuk menyadarinya, saat kita tidak menganggap itu mendukung, itu tidak akan mengurangi stress kita. Alasan lain kenapa dukungan sosial tidak selalu menolong adalah karena tipe dukungan yang kita terima tidak cocok dengan tekanan yang kita terima (Sarafino, 2006). 45

22 Carolyn Uctrona dan Dabiel Russel (dalam Sarafino 2008) menyatakan bentuk matching support yang disesuaikan dengan kebutuhuan. Dukungan instrumental adalah beberapa hal yang bernilai untuk stressful event yang bisa dikontrol, kita bisa mencapai tujuan atau menghindari situasi sebelum menjadi lebih sulit. Dukungan emosional adalah untuk masalah yang tidak bisa dihindari seperti kehilangan orang yang dikasihi, tetapi tipe dukungan bisa dibutuhkan, contohnya jika masalah yang tidak bisa dihindari seperti kehilangan pekerjaan, dukungan penghargaan dan tangible akan menolong (Sarafino, 2008). Pada ibu tunggal dukungan sosial (social support) memberi empat fungsi penting (Cutrona & Russell dalam Sarafino, 2006), yaitu (1) Emotional or esteem support, menyangkut adanya empati, perhatian, kepedulian, berpandangan positif, dan memberikan dorongan atau semangat terhadap seseorang. Bagi seorang ibu tunggal dukungan seseorang yang menggantikan peran suami sebagai partner berbagi sangat penting, dengan dukungan emosional ibu tunggal bisa mengusir kesepian yang dialaminya sehingga ibu mengalami kepercayaan diri dan keberhargaan diri. (2) Tangible or instrumental support, melibatkan bantuan langsung, misalnya memberi atau meminjamkan uang kepada seseorang. Bantuan langsung berupa material dapat membantu ibu tunggal untuk mengatasi persoalan finansial yang dialaminya atau penawaran penjagaan anak (3)Informational support, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, saran atau feedback mengenai apa yang sedang dilakukan seseorang. Banyak ibu tunggal yang mengalami kesulitan dalam beberapa masalah terutama pengasuhan anak dan pendisiplinan, adanya bantuan dalam bentuk informational tentang pengasuhan akan membantu 46

23 ibu dalam perawatan anak. Bantuan informasional juga dibutuhkan oleh ibu tunggal yang tidak memiliki kapasitas dalam bekerja (4) Companionship support, mengacu kepada dengan keberadaan seseorang untuk menghabiskan waktu bersama orang lain, dengan demikian memberikan perasaan keanggotaan di dalam kelompok yang berbagi minat dan aktivitas sosial (Sarafino, 2006). E.Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian di atas hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh dari tipe-tipe dukungan sosial yaitu esteem/emotional support, companionship support, informational support dan instrumental support terhadap resiliensi ibu tunggal. 47

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah Nama : Gemi Arthati NPM : 13513674 Pembimbing : Mimi Wahyuni. Jurusan Psikologi 2016 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu para remaja harus memiliki bekal yang baik dalam masa perkembangannya. Proses pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang selalu mengharapkan kehidupan yang bahagia. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik secara fisik maupun mental.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah merasakan kesedihan, kekecewaan, kegagalan serta kondisi sulit lainnya. Hal ini sesuai dengan yang

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Impian setiap pasangan adalah membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Dalam menjalani rumah tangga setiap pasangan pasti memiliki berbagai keinginan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti menginginkan memiliki keluarga yang bahagia. Menurut Sigmund Freud, pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block dengan nama ego resilience, yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan single parent adalah perempuan yang telah bercerai dengan pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi, membimbing, dan merawat

Lebih terperinci

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional 15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. pada diri seseorang terkadang membuat hilangnya semangat untuk berusaha, akan

BAB II KAJIAN TEORITIS. pada diri seseorang terkadang membuat hilangnya semangat untuk berusaha, akan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Optimisme 2.1.1 Definisi Optimisme Optimisme merupakan bagaimana seseorang bereaksi terhadap kegagalan sosial dalam kehidupannya (Myers, 2008). Dalam keadaan yang memicu stress

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk membantu anak-anak yang tidak memiliki orang tua. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi Resiliensi adalah kemampuan individu untuk tidak hanya bertahan melainkan juga tumbuh dan berkembang menjadi individu yang lebih baik setelah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi Menurut Smet (1994, dalam Desmita, 2009) istilah resiliensi pertama kali dikenalkan oleh Redl pada tahun 1969 dan digunakan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja berasal dari Bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan merupakan lembaga yang bergerak di bidang sosial untuk membantu anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. Sedangkan Hildayani (2005) menyatakan resiliensi atau ketangguhan adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. Sedangkan Hildayani (2005) menyatakan resiliensi atau ketangguhan adalah suatu 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Reivich dan Shatte (2000) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk bertahan, beradaptasi terhadap sesuatu yang menekan, mampu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Defenisi Motivasi Pintrich & Schunk (2002) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang mengarahkan pada suatu tujuan, yang melibatkan adanya aktivitas dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Blue Print Kuisioner. Dukungan Sosial

LAMPIRAN 1. Blue Print Kuisioner. Dukungan Sosial LAMPIRAN 1 Blue Print Kuisioner Dukungan Sosial Variabel Aspek Indikator Favorable Unfavorable Dukungan Sosial Emotional esteem support or Menerima perhatian dari keluarga Menerima perhatian dari teman/kerabat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Task Commitment 1. Definisi Task Commitment Task Commitment atau pengikatan diri terhadap tugas adalah kemauan yang berasal dari dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk tekun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjalani kehidupan profesional di dunia modern yang serba cepat seperti saat ini merupakan sebuah tantangan hidup. Selain tuntutan untuk mampu bertahan dalam lingkungan

Lebih terperinci

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PERKEMBANGAN SOSIAL : KELUARGA S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PENGANTAR Keluarga adalah tempat dan sumber perkembangan sosial awal pada anak Apabila interaksi yang terjadi bersifat intens maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak 2.1.1. Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan secara intensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kekerasan 2.1.1. Pengertian Kekerasan Krug, Dahlberg, Mercy, Zwi, dan Lozano (2002) kesengajaan menggunakan kekuatan fisik atau kekuasaan, mengancam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orang tua, atau pasangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengguna Narkoba 1. Pengertian Pengguna Narkoba Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang menggunakan narkotika atau psikotropika tanpa indikasi medis dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Alfan Nahareko F 100 030 255 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius yang berpegang pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran agamanya dalam sikap atau tingkah laku serta keadaan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan bangsa. Dengan adanya pendidikan, anak-anak diasah melalui seperangkat pengetahuan untuk

Lebih terperinci

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan BAB V PEMBAHASAN Setiap individu pasti menginginkan pekerjaan yang memiliki masa depan yang jelas, seperti jenjang karir yang disediakan oleh perusahaan, tunjangan tunjangan dari perusahaan berupa asuransi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi Istilah resiliensi berasal dari kata Latin `resilire' yang artinya melambung kembali. Awalnya istilah ini digunakan dalam konteks fisik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Selama 10 tahun saya menjanda, tidak ada pikiran untuk menikah lagi, karena pengalaman yang tidak menyenangkan dengan perkawinan saya. Tapi anak sudah besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Pengertian Psychological Well Being Psychological well-being adalah tingkat kemampuan individu dalam menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan

Lebih terperinci

o Ketika hasil pekerjaan saya yang saya harapkan tidak tercapai, saya malas untuk berusaha lebih keras lagi

o Ketika hasil pekerjaan saya yang saya harapkan tidak tercapai, saya malas untuk berusaha lebih keras lagi Skala 1 Skala Kecerdasan Emosional 1. UNFAVORABLE Kesadaran Diri o Saya merasa tidak mengerti perasaan saya sendiri o Saya kurang tahu penyebab kekecewaan yang saya rasakan o Saya malas bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak yang normal baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak yang normal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan orang yang sedang dalam proses pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut maupun akademi. Mahasiswa adalah generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahap perkembangan remaja, individu memiliki tugas perkembangan membangun hubungan intim dengan lawan jenis yang berguna untuk membentuk hubungan berpacaran pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai Dinamika Personal Growth periode anak anak dewasa muda pada individu yang mengalami masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker serviks menempati terbanyak kedua di seluruh dunia yang mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi penyebab kanker terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tipe penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah pendekatan dalam penelitian atau biasa disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir hingga lansia. Ketika memasuki usia dewasa awal tugas perkembangan individu

Lebih terperinci

Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com

Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com Krisis merupakan suatu titik balik yang memungkinkan individu untuk tumbuh dan berkembang, atau menyebabkan dirinya merasa tidak puas, gagal, dan kehidupannya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING PADA PENDERITA PASCA STROKE

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING PADA PENDERITA PASCA STROKE HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING PADA PENDERITA PASCA STROKE SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah tempat di mana anak berkembang dan bertumbuh, baik secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit terkecil dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris BAB II LANDASAN TEORI A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Resiliensi (daya lentur) merupakan sebuah istilah yang relatif baru dalam khasanah psikologi, terutama psikologi perkembangan (Desmita, 2010).

Lebih terperinci

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Wahyu Cahyono hanyasatukata@yahoo.com / 0813 140 23 148 Tim Pengembang Dukungan Psikologis Awal Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Outline

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lebih kuat dan berkembang setelah melewati masa krisis. 2005) melalui model yang dibangunnya yang bernama the resilience

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lebih kuat dan berkembang setelah melewati masa krisis. 2005) melalui model yang dibangunnya yang bernama the resilience BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Family Resilience 1. Pengertian Family Resilience Family resilience merupakan suatu konsep yang berkembang dari resiliensi individu (Kalil, 2003). Menurut Walsh (2006), resiliensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang

Lebih terperinci

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc. EQ KEMAMPUAN EMOTIONAL INTELLIGENCE UNTUK MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN. Laporan untuk Sam Poole ID HC560419 Tanggal 23 Februari 2017 2013 Hogan Assessment Systems Inc. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak selamanya berjalan baik sesuai dengan apa yang telah kita inginkan, namun ternyata ada beberapa faktor yang

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai dari gempa bumi berkekuatan 8.9 SR diikuti tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran diri (body image) dan dukungan sosial pada tiga orang wanita yang mengalami penyakit kanker payudara yang telah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Fenomena perempuan bercadar merupakan sebuah realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita. Fenomena yang terjadi secara alamiah dalam setting dunia

Lebih terperinci

A. Remaja. Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti

A. Remaja. Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah tersebut mempunyai arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan maupun perusahaan, baik di Indonesia maupun diluar negeri. Definisi asuransi menurut

Lebih terperinci