ARAHAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KOTA BOGOR ADE MEUTIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ARAHAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KOTA BOGOR ADE MEUTIA"

Transkripsi

1 i ARAHAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KOTA BOGOR ADE MEUTIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2013 iii Ade Meutia NRP A

4 RINGKASAN ADE MEUTIA. Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan MUHAMMAD ARDIANSYAH. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan sosial ekonomi menyebabkan peningkatan kebutuhan air, terutama dari sektor rumah tangga di Kota Bogor. Dilain pihak ketersediaan air bersih cenderung menurun karena kekurangan sumber daya air, perubahan iklim, pencemaran badan air, over-eksploitasi air bawah tanah dan rendahnya efisiensi penggunaan air. Oleh karena itu, penyediaan air perkotaan merupakan faktor penting dan sistem penyediaan air menjadi tugas penting pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk menganalisis keseimbangan ketersediaan dan kebutuhan air Kota Bogor 20 tahun akan datang, (2) untuk menganalisis spasial daerah yang terlayani dan berpotensi tidak terlayani oleh sistem distribusi air PDAM, (3) untuk merumuskan arahan pengembangan sistem penyediaan air minum Kota Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan air pada tahun 2031 tidak dapat terpenuhi, dimana ketersediaan air akan mengalami kekurangan sekitar liter per detik. Simulasi EPANET 2.0 menunjukkan 7 kelurahan berpotensi tidak terlayani sistem distribusi perpipaan PDAM karena elevasi yang tinggi dan tekanan air perpipaan yang rendah. Prioritas pertama pengembangan sistem penyediaan air minum Kota Bogor adalah sistem penyediaan yang dikelola oleh PDAM, dan mempromosikan penggunaan sistem komunal untuk daerah yang sulit dilayani oleh sistem distribusi perpipaan yang dikelola PDAM secara teknis dan ekonomis. Kata kunci: sistem penyediaan air minum, analisis spasial, analisis hirarki proses

5 iii SUMMARY ADE MEUTIA. The Direction for Development of Water Supply System at Bogor. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and MUHAMMAD ARDIANSYAH. Population growth and socioeconomic development are currently driving a rapid increase in water demand, especially from household sectors at Bogor City. Meanwhile availability of fresh water is likely to decrease since lack of water resources, climate change, water pollution, over-exploitation of ground water and low efficiency of water usage. Therefore, municipal water management is an important factor and water supply system becomes most essential duties of the government. The objectives of this research are: (1) to analyze the balance of water supply and water demand at Bogor s water supply system, (2) to perform spatial analysis on regions where the populations have (and not) been served by PDAM water distribution system, (3) to formulate the direction for development of water supply system at the study sites. The results show that water demand in 2031 can not be satisfied, where water supply would have a lack around liters per second. EPANET 2.0 simulation show 7 kelurahan potentially underserved by PDAM pipe-based water distribution system, due to its high elevation and low water pressure on pipe. The primary strategy for development of water supply system at Bogor is to push the development of water supply system by PDAM - as the first priority and promote the use of communal-based wells water supply for the areas that are technically (and or economically) difficult to be served by PDAM water distribution system. Keywords: water supply system, spatial analysis, analytical hierarchy process

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 i ARAHAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KOTA BOGOR ADE MEUTIA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8 Penguji pada Ujian Tesis : Dr Ir Yayat Hidayat, MSi

9 iii Judul Tesis : Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor Nama : Ade Meutia NRP : A Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Dwi PutroTejo Baskoro, MSc Ketua Dr Ir Muhammad Ardiansyah Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr Tanggal Ujian: 22 Maret 2013 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini adalah air minum, dengan judul Arahan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc dan Bapak Dr Ir Muhammad Ardiansyah selaku pembimbing yang telah membagikan ilmu dan memberikan arahan selama penyusunan karya ilmiah ini. Kepada Bapak Dr Ir Yayat Hidayat, MSc selaku penguji, terima kasih untuk kritikan dan masukannya. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus, sebagai Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah yang senantiasa memberikan dukungan dan dorongan motivasi dalam penyelesaian studi serta saran penyempurnaan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan PWL 2011 atas kebersamaannya. Serta terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan data dan informasi serta meluangkan waktunya untuk diwawancarai selama penelitian. Terima kasih penulis kepada Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) yang telah memberikan beasiswa dalam pembiayaan pendidikan dan penelitian penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami dan anak tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2013 Ade Meutia

11 v DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Sistem Penyediaan Air Minum 4 Kebutuhan Air Minum 5 Ketersediaan Air Baku 7 Aplikasi EPANET 2.0 dalam Sistem Penyediaan Air Minum 9 Penentuan Persepsi Masyarakat 10 Analisis Hirarki Proses 11 Penelitian Sebelumnya 12 METODE PENELITIAN 14 Kerangka Pemikiran 14 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 Metode Pengumpulan Data 17 Bahan dan Alat 17 Metode Analisis Data 17 HASIL DAN PEMBAHASAN 22 Analisis Kebutuhan Air Minum Kota Bogor 22 Analisis Ketersediaan Air Baku 27 Analisis Spasial Penyediaan Air Minum 51 Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan SPAM 67 Arahan Kebijakan Pengembangan SPAM melalui AHP 69 SIMPULAN DAN SARAN 73 Simpulan 73 Saran 74 DAFTAR PUSTAKA 75 LAMPIRAN 77 RIWAYAT HIDUP 86 vi vii vii

12 DAFTAR TABEL 1 Standar kebutuhan air domestik 6 2 Standar kebutuhan air non domestik 6 3 Tujuan, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa 16 data dan output yang diharapkan 4 Tingkat persepsi berdasarkan interval nilai tanggapan 20 5 Nilai skala dasar perbandingan Saaty dalam AHP 21 6 Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor per kelurahan 23 7 Perhitungan prediksi kebutuhan air Kota Bogor 25 8 Prediksi kebutuhan air per zona 26 9 Debit historis Sungai Cisadane Debit transformasi bulanan Sungai Cisadane Koefisien random yang telah dinormalisasi Hasil pembangkitan debit sintetis Sungai Cisadane Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang Debit historis Mata air Tangkil tahun Debit transformasi Mata air Tangkil Koefisien random yang telah dinormalisasi Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Tangkil Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang Debit historis Mata air Bantarkambing tahun Debit transformasi Mata air Bantarkambing Koefisien random yang telah dinormalisasi Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Bantarkambing Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang Debit historis Mata air Kotabatu tahun Debit transformasi Mata air Kotabatu Koefisien random yang telah dinormalisasi Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Kotabatu Retransformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang Debit historis dan debit prediksi mataair Palasari Jumlah keluarga pengguna PDAM dan sumur di Kota Bogor Wilayah terlayani SPAM non PDAM Kebutuhan air minum zona Kebutuhan air minum zona Kebutuhan air minum zona Kebutuhan air minum zona Kebutuhan air minum zona Kebutuhan air minum zona Kelangkaan sumber air minum Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan Pamsimas 67 per kelurahan 38 Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan sistem komunal 68 per kelurahan

13 vii DAFTAR GAMBAR 1 Peta Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor 7 2 Peta Hidrogeologi CAT Bogor 8 3 Kerangka pikir penelitian 15 4 Hirarki AHP penyusunan arahan pengembangan SPAM 20 5 Uji normal data random untuk debit sintetis Sungai Cisadane 30 6 Debit historis dan debit bangkitan S.Cisadane 33 7 Prediksi debit Sungai Cisadane tahun Water balance Sungai Cisadane tahun Prediksi water balance Sungai Cisadane tahun Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Tangkil Debit historis dan debit bangkitan Ma Tangkil Prediksi debit Mata air Tangkil tahun Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Bantarkambing Debit historis dan debit bangkitan Mata air 44 Bantarkambing 15 Prediksi debit Mata air Bantarkambing tahun Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Kotabatu Debit historis dan debit bangkitan Mata air 49 Kotabatu 18 Prediksi debit Mata air Kotabatu tahun Fluktuasi debit bulanan Mata air Palasari tahun Prediksi debit Mata air Palasari Peta zona pelayanan sistem penyediaan air minum PDAM Kota Peta pelayanan SPAM zona Peta simulasi sistem perpipaan zona 1 tahun 2031 Peta wilayah terkendala pelayanan perpipaan Peta pelayanan SPAM zona Peta simulasi sistem perpipaan zona 2 tahun Peta pelayanan SPAM zona Peta simulasi sistem perpipaan zona 3 tahun Peta pelayanan SPAM zona Peta simulasi sistem perpipaan zona 4 tahun Peta pelayanan SPAM zona Peta simulasi sistem perpipaan zona 5 tahun Peta pelayanan SPAM zona Peta simulasi sistem perpipaan zona 6 tahun Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Bappeda Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi PDAM Tirta Pakuan Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Dinas Pengawasan Bangunan Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Akademisi Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi pengamat tata kota Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi stakeholders 73

14 DAFTAR LAMPIRAN 1 Nilai koefisien determinasi (R 2 ) model pertumbuhan penduduk Kota 77 Bogor 2 Persamaan proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor 79 3 Peta tingkat persepsi masyarakat terhadap SPAM 81 4 Kuesioner AHP 82

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan terhadap air minum terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya (Labadie 2004). Air minum dalam konteks ini adalah sumber air bersih untuk air minum, baik yang berasal dari sumber terlindungi, sumber tidak terlindungi, dan air perpipaan (Bappenas 2007). Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga merupakan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dilakukan dengan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pemenuhan kebutuhan air minum tersebut dapat dilakukan dengan sistem perpipaan atau non perpipaan sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Pengembangan SPAM merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah terhadap Millennium Development Goals (MDG) atau tujuan pembangunan global. MDG disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB. Terdapat 8 tujuan dan 18 target MDG yang dideklarasikan dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Tanggal 18 September 2000 tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tujuan ketujuh dan target kesepuluh MDG adalah menurunkan separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun Pencapaian Indonesia untuk target ini sebesar 47.71% pada tahun 2009, sedangkan target tahun 2015 adalah 68.87%, sehingga dibutuhkan perhatian khusus untuk meningkatkan akses terhadap air minum agar target dapat tercapai (Bappenas 2010). Akses penduduk terhadap air minum di kawasan perkotaan terus mengalami penurunan menurut Laporan Pencapaian MDG Indonesia 2010, dimana penduduk perkotaan yang mendapatkan akses air minum pada tahun 2001 adalah 59.50% dan tahun 2009 turun menjadi 49.82%, sedangkan target akses terhadap air minum penduduk perkotaan yang harus dicapai pada tahun 2015 cukup tinggi yaitu 75.29%. Relatif rendahnya akses terhadap air minum tersebut mencerminkan tingkat pembangunan infrastruktur air minum belum bisa menyamai pertumbuhan penduduk khususnya di daerah perkotaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah fasilitas air minum yang tidak terawat dan tidak dikelola secara berkelanjutan. Penyediaan air minum di kawasan perkotaan umumnya ditangani oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penyediaan air minum yang lebih andal (reliable) dan lebih sehat adalah penyediaan air minum sistem perpipaan (Bappenas 2007). Disamping itu penyediaan air minum yang disarankan adalah air dengan sumber yang terlindungi.

16 2 Sistem penyediaan air minum di Kota Bogor ditangani oleh PDAM Tirta Pakuan sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bogor. Data produksi PDAM Tirta Pakuan tahun 2011 mencatat bahwa pelanggan yang dilayani sebesar pelanggan atau sekitar 56.28% penduduk kota, dengan kapasitas produksi liter/detik dan debit distribusi sebesar liter/detik. Untuk mencapai target MDG, penduduk yang terlayani tahun 2015 adalah 70.50%, dan target tahun 2031 sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor Tahun , adalah 87.71%. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan perencanaan penyediaan air minum yang mengikuti pertumbuhan dan perkembangan kota untuk mencapai target tersebut. Studi Environmental Health Risk Assesment (EHRA) yang dilaksanakan oleh Bappeda Kota Bogor tahun 2010, mencatat bahwa penduduk Kota Bogor yang menggunakan PDAM sebesar 43.78%, menggunakan sumur (sumur dangkal, sumur bor, sumur gali, dan sumur tidak terlindungi) sebesar 44.85%, menggunakan mata air 3.61%, dan lainnya 7.78%. Studi EHRA menemukan sekitar 10.50% rumah tangga mengalami kelangkaan dari sumber air yang digunakan dalam satu tahun terakhir (Bappeda 2010) Sumber utama air baku PDAM Tirta Pakuan berasal dari Sungai Cisadane dan empat mata air yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane Hulu, yaitu Mata air Tangkil, Mata air Bantarkambing, Mata air Kotabatu dan Mata air Palasari. Keandalan mata air sebagai air baku yang ekonomis mengalami penurunan terus menerus karena dampak meningkatnya konversi lahan di catchment area. Sementara air baku dari Sungai Cisadane mengalami pencemaran yang tinggi yang membutuhkan biaya besar dalam pengolahan untuk menjadikannya air bersih dan layak untuk diminum. Perubahan penutupan lahan di DAS Cisadane Hulu menyebabkan terjadinya pengurangan luas hutan dari 63.53% (tahun 2004) menjadi 15.41% (tahun 2008) dan terjadi peningkatan luas permukiman dari 10.13% pada tahun 2004 menjadi 34.66% pada tahun 2008 (Stevanus 2010). Tingginya perubahan penutupan lahan menjadi area terbangun menyebabkan kapasitas infiltrasi air hujan menjadi berkurang, dan pada akhirnya mempertinggi run off. Dengan kondisi yang demikian, jebakan air tanah akan berada jauh di dalam batuan dasarnya sehingga muka air tanah menjadi turun dan debit air yang tersedia di catchment area akan mengalami penurunan. Laju konversi lahan di catchment area menyebabkan debit mata air semakin berkurang dari perkiraan rencana debit produksi. Data produksi PDAM Tirta Pakuan tahun 2011 menunjukkan debit Mata air Tangkil dari 170 liter/detik turun menjadi 124 liter/detik pada tahun 2011, kapasitas debit produksi Mata air Bantarkambing dari 170 liter/detik turun menjadi 150 liter/detik pada tahun 2011, dan debit Mata air Kotabatu pada tahun 2011 menurun menjadi 48 liter/detik, sedangkan debit tahun 2005 adalah 61 liter/detik. Untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang terus meningkat dan kondisi ketersediaan sumber air baku yang semakin menurun perlu direncanakan pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk Kota Bogor dalam pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) hingga 20 tahun kedepan, dan mensinergiskan rencana tersebut dengan RTRW Kota Bogor dan Rencana Induk PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.

17 3 Perumusan Masalah Masalah ketersediaan sumber air baku yang semakin terbatas dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan keseimbangan antara supply dan demand air minum penting untuk diestimasi, sehingga perlu diprediksi kebutuhan dan ketersediaan air minum hingga 20 tahun akan datang. Masih jauhnya target yang akan dicapai untuk melayani kebutuhan air minum Kota Bogor perlu dianalisis kemampuan pelayanan air bersih secara spasial untuk mengetahui proporsi penduduk yang dapat terlayani air minum PDAM dan yang dilayani non PDAM. Permasalahan selanjutnya yang menjadi fokus penelitian ini adalah terkait sistem penyediaan air minum yang belum terintegrasi antara pelayanan PDAM dengan non PDAM, agar target pelayanan air minum dapat tercapai maka arahan pengembangan SPAM yang tepat perlu disinergikan antara pihak pengelola, pelaksana dan pemangku kepentingan bidang air minum di Kota Bogor. Permasalahan yang telah diuraikan tersebut menghasilkan beberapa pertanyaan yang akan dijawab pada penelitian ini, yaitu: 1. Berapa besarnya kebutuhan air minum hingga 20 tahun yang akan datang dan bagaimana keandalan air baku yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut? 2. Kelurahan apa yang dapat dilayani melalui sistem PDAM dan kelurahan apa saja yang berpotensi dikembangkan pelayanan non PDAM? 3. Bagaimana persepsi masyarakat dan stakeholders terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum, dan arahan yang tepat untuk Kota Bogor hingga 20 tahun yang akan datang agar sistem SPAM yang terintegrasi dapat terwujud. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kebutuhan air minum hingga 20 tahun akan datang (tahun 2031) dan menganalisis ketersediaan sumber air baku yang dimanfaatkan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. 2. Menganalisis wilayah yang dapat dilayani dan berpotensi tidak terlayani oleh sistem distribusi perpipaan PDAM Tirta Pakuan. 3. Menyusun arahan untuk pengembangan sistem penyediaan air minum Kota Bogor. Manfaat Penelitian Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai masukan untuk review Rencana Tata Ruang Kota Bogor tahun khususnya arahan pengembangan infrastruktur air minum dalam rencana struktur ruang Kota Bogor.

18 4 TINJAUAN PUSTAKA Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara. Indonesia diperkirakan akan terancam krisis air sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat besar, dan pengelolaan sumber daya air yang lemah. Dalam masa seratus tahun berlalu, jumlah penduduk dunia naik tiga kali lipat, sedangkan kebutuhan air naik tujuh kali lipat (Rajasa 2002). Perbandingan antara jumlah penduduk dan kebutuhan air ini mengakibatkan terjadinya kelangkaan air akibat kurangnya ketersediaan pasokan air (water supply) dibandingkan dengan permintaannya (water demand). Menurut pandangan konvensional, air merupakan barang sosial yang dapat diperoleh secara gratis namun sejak kelangkaan air bersih menjadi masalah dunia pandangan air sebagai barang sosial mulai bergeser menjadi barang ekonomi karena keterbatasan air untuk masyarakat (Fauzi 2004). Air adalah komoditas yang dibutuhkan manusia untuk bermacam kebutuhan. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 menjelaskan bahwa penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan. Penyediaan air minum merupakan penyediaan kebutuhan pokok masyarakat sehingga menjadi prioritas utama dalam pengalokasian sumber daya air. Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air. Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada 5 pilar yaitu; (1) upaya konservasi, (2) pendayagunaan sumber daya air, (3) pengendalian daya rusak air, (4) manajemen pengelolaan sumber daya air yang terbuka, dan (5) keterlibatan peran masyarakat. Sistem Penyediaan Air Minum Penyediaan air minum adalah kegiatan memenuhi kebutuhan air minum masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Sistem penyediaan air minum (SPAM) merupakan satu kesatuan sistem fisik dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum, meliputi sistem pelayanan untuk suatu komunitas yang menyeluruh, termasuk untuk keperluan domestik, non domestik (sarana umum dan sarana komersial) dan industri (Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005). Penyediaan air minum dapat dibedakan dalam dua sistem, yaitu; (1) penyediaan air minum individual merupakan sistem untuk penggunaan individu dan untuk pelayanan terbatas, sistem ini sangat sederhana seperti halnya sumursumur yang digunakan dalam satu rumah tangga, (2) penyediaan air minum

19 komunal atau perkotaan disebut juga public water supply system, adalah suatu sistem untuk pelayanan komunitas dan pelayanan untuk keperluan menyeluruh seperti keperluan domestik, sarana perkotaan maupun industri. Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM dilakukan oleh badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan SPAM. (Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005). Sistem penyediaan air minum perkotaan terbagi dalam tiga komponen, yaitu berturut-turut komponen sumber air, komponen pengolahan air dan komponen distribusi pelayanan air. Pada komponen distribusi pelayanan air, kepuasaan konsumen harus memenuhi standar kualitas air, kuantitas air, kontinuitas air, dan harga jual air yang kompetitif. Keberhasilan distribusi pelayanan air bersih sangat tergantung pada keandalan sumber air baku baik kualitas air maupun kontinuitas sumber air (Arwin dan Mukmin 2006). Pengambilan air dari sumbernya harus memperhatikan daya dukung sumber daya air tersebut dan dilarang menimbulkan kerusakan pada sumber air dan lingkungannya serta memperhatikan aspirasi masyarakat setempat dan kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air. Prediksi keberhasilan pembangunan sistem penyediaan air minum dapat dianalisis dengan melakukan beberapa tahapan, yaitu; (1) menghitung persentase jumlah penduduk yang terlayani sistem perpipaan, (2) menghitung persentase jumlah sistem menurut kondisi jaringan perpipaan, (3) menghitung pencapaian pelayanan hingga tahun yang ditargetkan dengan memproyeksikan kondisi eksisting, serta dibandingkan dengan target daerah dan nasional, (4) menentukan faktor yang mempengaruhi kondisi jaringan perpipaan, (5) menganalisis kemungkinan pencapaian target pelayanan dengan memperhatikan kendala yang mungkin terjadi (Masduqi et al. 2007). 5 Kebutuhan Air Minum Sistem penyediaan air minum memerlukan besarnya kebutuhan dan pemakaian air. Kebutuhan air dipengaruhi oleh besarnya populasi penduduk, tingkat ekonomi dan faktor-faktor lainnya. Data mengenai keadaan penduduk daerah yang akan dilayani dibutuhkan untuk memudahkan permodelan evaluasi sistem distribusi air minum. Kebutuhan air secara garis besar mencakup kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan domestik merupakan kebutuhan untuk pemukiman penduduk, sedangkan non domestik memenuhi kebutuhan di sektor kehidupan lainnya. Studi kebutuhan air bersih selain kebutuhan domestik dan non domestik harus memperhitungkan kemungkinan terjadinya kehilangan air (misal kebocoran), kebutuhan untuk hydrant, dan untuk perawatan kota (Mayangsari 2008). Kebutuhan air domestik meliputi kebutuhan untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan lain sebagainya. Kebutuhan rumah tangga adalah hasil perkalian antara jumlah penduduk dengan standar kebutuhan air rumah tangga yang dapat dilihat pada Tabel 1.

20 6 Tabel 1 Standar kebutuhan air domestik Jumlah penduduk (jiwa) Jenis kota Jumlah kebutuhan (liter/orang/hari) > Metropolitan >210 > Metropolitan > > Besar > > Besar > > Sedang > Kecil > Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2005) dalam Bappenas (2006) Kebutuhan non domestik meliputi kebutuhan di sarana perkotaan (public use) seperti sarana sosial, niaga, industri, pendidikan, kesehatan, lembaga, hiburan, olah raga, tempat ibadah, pasar, dan lainnya. Kebutuhan non domestik dihitung dari jumlah pemakai air dikalikan standar pemakaian kebutuhan domestik, seperti yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 2 Standar kebutuhan air non domestik Kategori kota berdasarkan jumlah jiwa Standar konsumsi non domestik % l/o/h Metropolitan > x >210 Metropolitan > x Besar > x Besar > x Sedang > x Kecil x Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2005) dalam Bappenas (2006) Konsumsi air berubah sesuai dengan aktivitas masyarakat. Pemakaian ratarata harian adalah pemakaian rata-rata dalam sehari atau pemakaian setahun dibagi 365 hari. Pada hari tertentu di setiap minggu, bulan atau tahun akan terdapat pemakaian air yang lebih besar daripada kebutuhan rata-rata perhari, pemakaian air tersebut disebut pemakaian hari maksimum. Kebutuhan hari maksimum (Qhm) adalah perkalian kebutuhan rata-rata dengan nilai faktor hari maksimum. Demikian pula pada jam-jam tertentu di dalam satu hari, pemakaian air akan meningkat lebih besar daripada kebutuhan air rata-rata perhari yang dikenal dengan pemakaian jam puncak. Untuk mengetahui kebutuhan jam puncak adalah dengan mengalikan nilai faktor jam puncak dengan kebutuhan air rata-rata perhari. Berdasarkan pedoman standar konsumsi air minum Departemen Pekerjaan Umum (2005) nilai faktor hari maksimum adalah 1.15 dan nilai faktor jam puncak adalah 1.05.

21 7 Ketersediaan Air Baku Bagian hulu DAS umumnya merupakan daerah resapan air yang mengalirkan air ke daerah hilir, sehingga keterkaitan antara hulu dan hilir sangat kuat, artinya wilayah hilir tidak mungkin mendapatkan pasokan air minum berkelanjutan secara kuantitas dan kualitas yang memadai bila kondisi ekosistem wilayah hulu yang menjadi resapan airnya terganggu (Acreman 2004). Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2009 memiliki data bahwa debit aliran air tanah yang relatif besar di Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor. CAT tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh besarnya ketersediaan air tanah yang berkorelasi dengan besarnya pengisian kembali (jumlah imbuhan air tanah), berasal dari curah hujan yang masuk ke CAT Bogor, sehingga kapasitas air tanah yang berada di wilayah cekungan Bogor berpotensi dijadikan sumber air baku untuk pengembangan penyediaan air bersih atau air minum. CAT Bogor meliputi wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor seperti yang ditampilkan pada Gambar 1. Meskipun air tanah mempunyai potensi untuk dijadikan sumber air baku, pemanfaatannya harus memperhatikan daya dukung lingkungan karena air tanah juga berfungsi untuk menjaga kestabilan permukaan tanah, sehingga khususnya untuk air tanah dalam sangat penting untuk dijaga keberadaannya secara berkelanjutan guna terjaganya kontinuitas sumber air baku tersebut. Gambar 1 Peta Cekungan Air Tanah (CAT) Bogor Penelitian yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung tahun 2007, terdapat mata air pada akuifer DAS Cisadane hulu pada bagian kaki Gunung Salak dan Gunung Pangrango tepatnya di bagian selatan Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Daerah yang banyak ditemukan mata air untuk menghasilkan sumber air baku sebagai sumber air bersih atau air minum. Disamping itu dilakukan juga penelitian jejaring DAS Cisadane bahwa air tanah di DAS Cisadane secara umum mengalir dari arah selatan menuju utara, dengan elevasi tertinggi meter dari permukaan laut (mdpl) ke elevasi daerah yang terendah yaitu 0 mdpl.

22 8 Gambar 2 Peta Hidrogeologi CAT Bogor Sumber: Bappeda (2008) Peta Hidrogeologi CAT Bogor seperti Gambar 2 menunjukkan secara umum Kota Bogor bagian utara merupakan akuifer dengan aliran antar butir produktif sedang dengan sebaran luas dan kedudukan muka air tanah dalam dengan debit umumnya kurang dari 5 liter/detik. Kota Bogor bagian tengah, selatan dan barat merupakan akuifer produktif tinggi dengan penyebaran luas tersebar, banyak ditemui mata air dengan debit umumnya lebih dari 5 liter/detik. Bagian barat daya Kota Bogor hingga bagian utara Gunung Salak merupakan akuifer dengan aliran antar celah produktif sedang dengan penyebaran luas, air tanah terdapat pada poripori dan rekahan endapan vulkanik muda, bagian ini ditemukan mata air dengan debit kurang dari 5 liter/detik. Sungai utama yang mengalir di Cekungan Bogor adalah Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung. Kedua sungai tersebut dapat diandalkan sebagai sumber air baku untuk pengembangan penyediaan air minum di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Fluktuasi debit sungai Cisadane mulai Oktober-Februari debit sungainya meningkat, kemudian menurun dan berfluktuasi dari Maret-Juni. Selanjutnya menurun pada Bulan Juli dan mengalami debit paling minimal pada Bulan Agustus dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. (Sutopo 2011). Prediksi ketersediaan air baku pada suatu DAS dapat menggunakan model hidrologi yang menggambarkan proses-proses fisik yang sesungguhnya dari siklus hidrologi. Model hidrologi menirukan (simulasi) peristiwa-peristiwa hidrologi yang terjadi secara deterministik, probabilistik ataupun stokastik. Dalam hidrologi deterministik, variabilitas waktu dianggap terjelaskan seluruhnya oleh variabelvariabel lain dalam penerapan model yang tepat. Dalam hidrologi probabilistik, tidak diperhatikan urutan-urutan waktu, yang diperhatikan hanyalah probabilitas atau peluang sama atau terlampauinya suatu kejadian. Sedangkan dalam hidrologi

23 stokastik urutan unit waktu adalah mutlak penting, penyajian stokastik mempertahankan sifat-sifat peluang yang berhubungan dengan urutan-urutan kejadiannya (Nuraeni 2011). Model stokastik berusaha mengungkapkan kembali perilaku statistik dari serangkaian waktu hidrologi tanpa memperhatikan kejadian yang sebenarnya. Hidrologi stokastik mampu mengisi kekosongan yang ada di antara metodemetode deterministik, dan hidrologi probabilistik (Weilbull, 2005). Pada model stokastik, karakteristik dan urutan aliran di masa lampau memberikan pertanda untuk aliran dimasa datang. Jika aliran tahun ini kecil, meskipun belum pasti, mungkin aliran tahun berikutnya akan lebih kecil daripada nilai tengahmya. Demikian pula aliran besar cenderung mengikuti aliran-aliran besar. Data historis memberikan informasi yang berharga tentang aliran yang mungkin terjadi dimasa mendatang. Model untuk meregenerasi haruslah menggunakan informasi tersebut untuk menggambarkan aliran di masa datang secara eksak (Nuraeni 2011). Model stokastik yang dikenal dan sering dipergunakan antara lain; (1) Model Autoregresive (Model AR) (2) Model Moving Average (Model MA), (3) Model Autoregresive Moving Average (Model ARMA), (4) Model Autoregresive Integrated Moving Average (Model ARIMA), dan (5) Model Disagregasi. Model Autoregresif adalah model yang paling menarik karena model ini paling sederhana penggunaannya dan mempunyai pola gerakan yang tergantung dari waktu, dimana harga dari variabel pada waktu saat ini tergantung harga pada waktu yang lalu (Salas et al. 1980). Model Autoregresif secara umum dikemukakan oleh Thomas dan Fiering pada tahun 1962, Yevjevich pada tahun 1963, serta Box-Jenkins pada tahun Model Thomas dan Fiering banyak digunakan untuk membangkitkan debit aliran sungai bulanan. Data dari setiap bagian diregresikan terhadap bulan sebelumnya, sehingga didapatkan 12 persamaan regresi linir. 9 Aplikasi EPANET 2.0 dalam Sistem Penyediaan Air Minum EPANET 2.0 adalah program komputer yang berbasis windows yang merupakan program simulasi dalam perekayasaan suatu jaringan pipa sistem penyediaan air bersih, yang di dalamnya terdiri dari titik/node/junction pipa, pompa, katup dan reservoir. Output yang dihasilkan dari program EPANET 2.0 ini antara lain debit yang mengalir dalam pipa, tekanan air dari masing-masing titik/node/junction yang dapat dipakai sebagai analisa dalam menentukan operasi instalasi, pompa dan reservoir serta besarnya konsentrasi unsur kimia yang terkandung dalam air bersih yang didistribusikan serta penentuan umur air dan dapat digunakan sebagai simulasi penentuan lokasi sumber sebagai arah pengembangan. EPANET 2.0 dapat memberikan informasi kepada pengguna mengenai simulasi hidrolika dan perilaku air didalam sistem jaringan perpipaan bertekanan dalam rentang waktu tertentu. Yang dimaksud dengan sistem jaringan perpipaan itu sendiri merupakan sebuah sistem yang terdiri dari kombinasi antara pipa, node, pompa, valve dan tanki atau reservoir, yang saling terhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. EPANET 2.0 mampu menelusuri aliran air didalam pipa,

24 10 tekanan ditiap node, tinggi muka air didalam tanki/reservoir dan konsentrasi bahan kimia seperti desinfektan klor (Rossman 2000). Data keluaran dari program EPANET 2.0 dapat memberikan gambaran nilai debit aliran air dalam pipa, tinggi tekanan air pada node tertentu, tinggi/elevasi air pada masing-masing bak tampungan (reservoar), dan perkiraan konsentrasi sisa bahan kimia pada node tertentu. Teknik pemodelan EPANET 2.0 urutannya adalah membuat gambar jaringan yang akan dimodelkan kemudian memberikan penomoran node-node dan pipanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan arah aliran secara visual di dalam jaringan dan mengisi properti data masukan model jaringannya sesuai tabel input (Suhardi 2007). EPANET dikembangkan oleh Water Supply and Water Resources Division of the US Environmental Protection Agency's National Risk Management Research Laboratory. EPANET 2.0 adalah perangkat lunak publik domain dan terbuka yang dapat melakukan pengeditan terhadap input data, running hydraulic dan simulasi air serta menampilkan jaringan perpipaan dan node dalam berbagai format dengan kode warna, tabel, grafik terhadap waktu dan plot kontur sesuai kebutuhan analisis pengguna. Hasil analisis simulasi tersebut bermanfaat bagi pengambil keputusan, baik ditingkat manajemen maupun dilingkup tim perencana, sebagai input dalam pengelolaan sistem distribusi air maupun sebagai input data dalam perencanaan desain sistem distribusi air. Untuk meningkatkan pelayanan distribusi air bersih kepada masyarakat maka dibutuhkan pengelolaan suatu sistem distribusi air secara baik. Pengelolaan sistem distribusi air yang baik membutuhkan suatu sistem pengelolaan dan penyajian data yang cepat dan tepat sehingga aktivitas pelayanan akan selalu mengikuti perkembangan secara dinamis. Untuk pengoptimalan pengelolaan distribusi air bersih diperlukan suatu sistem informasi dari distribusi air bersih yang mampu menyelesaikan permasalahan pengelolaan dan penyajian data (Suhardi 2007). Penentuan Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat adalah tanggapan atau pengetahuan lingkungan dari kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi karena mempunyai nilainilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur merupakan kebutuhan bersama berupa suatu sistem adat-istiadat yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu identitas bersama yang diperoleh melalui interpretasi data indera (Adrianto 2006). Masyarakat merupakan salah satu komponen utama dalam pelaksanaan pembangunan. Keterlibatan masyarakat akan sangat mendorong terciptanya suatu hasil pembangunan yang baik, karena biar bagaimanapun masyarakatlah yang mengetahui sekaligus memahami kondisi apa yang ada di wilayahnya. Disamping itu, dengan melibatkan mereka dalam proses pembangunan, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada masyarakat sehingga mereka dapat merasa ikut bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan. Persepsi masyarakat merupakan aktivitas yang integrated, maka seluruh yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam persepsi tersebut (Walgito 2000). Berdasarkan hal tersebut, dapat dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi karena

25 pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antara individu dengan individu yang lain tidak sama (Nurcahyo 2005). Untuk mengkaji persepsi masyarakat terhadap sesuatu dapat dilakukan sejumlah pertanyaan yang akan diajukan kepada responden yang disusun dengan alternatif jawaban yang sekiranya sesuai dengan pendapat, pengetahuan dan pandangan dari responden. Selanjutnya metode analisis deskriptif kuantitatif yang didukung dengan analisa kualitatif dapat dilakukan untuk mempermudah menganalisa persepsi masyarakat tersebut (Adrianto 2006). 11 Analisis Hirarki Proses (AHP) AHP adalah teknik yang digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang diambil. Menurut Saaty (1993) hirarki suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dapat dipecahkan ke dalam kelompok kelompok, lalu diatur menjadi suatu bentuk hirarki. AHP didesain untuk dapat digunakan pada penilaian yang bersifat subyektif untuk menyusun urutan dari prioritas elemen elemen berdasarkan bobot elemen yang ditinjau dengan menggunakan perbandingan berpasangan antar elemen. AHP digunakan untuk mendapatkan bobot elemen, atau dalam metode ini bisa disebut sebagai skala rasio, dari perbandingan pasangan pada struktur hirarki yang multi level. Model AHP dalam proses pengambilan keputusan menggunakan pendekatan kolektif dari beberapa opini atau pendapat individu. Prinsip dasar kerja metode AHP dalam pengambilan keputusan didasarkan pada, yaitu: 1. Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah yang dilakukan untuk mendefinisikan suatu masalah yang rumit dan kompleks hingga menjadi lebih jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan dan opini dari pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan pada bidang yang bersangkutan. Keputusan yang akan diambil dijadikan sebagai tujuan dan dibuat menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga tercapai suatu tahapan yang terukur. Hirarki permasalahan akan mempermudah pengambil keputusan untuk menarik kesimpulan dari permasalahan tersebut. 2. Penentuan prioritas elemen-elemen kriteria dapat dilihat sebagai kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen sehingga seluruh elemen yang ada tercakup. Prioritas dibuat berdasarkan pandangan para pihak yang dianggap ahli dan yang memiliki kepentingan terhadap pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Penilaian kriteria melalui perbandingan berpasangan. Dalam menentukan tingkat kepentingan (bobot) dari elemen keputusan, penilaian pendapat dilakukan dengan menggunakan fungsi berpikir dan dikombinasi dengan intuisi, perasaan, penginderaan dan pengetahuan. Penilaian pendapat ini dilakukan dengan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkatan hirarki secara berpasangan sehingga akhirnya dapat diketahui tingkat kepentingan elemen

26 12 dalam pendapat yang bersifat kualitatif. Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. 4. Konsistensi logis dari jawaban yang diberikan oleh responden merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen. Jika A>B dan B>C maka secara logis responden harus menyatakan bahwa A>C, berdasakan nilai numerik yang telah disediakan. AHP banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Proses keputusan yang komplek dapat diuraikan menjadi keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah oleh AHP, selain itu AHP juga menguji konsistensi penilai, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Penelitian Sebelumnya Kajian Pemanfaatan Air di Daerah Irigasi Katulampa Rizali (2007) melakukan analisis keseimbangan neraca air di Sungai Ciliwung Bendung Katulampa. Ketersediaan air di saluran irigasi Katulampa menunjukkan inflow yang terbesar sekitar 6.36 m 3 /detik terjadi di hampir seluruh bulan dan yang terkecil terjadi pada bulan Agustus dan September. Ketersediaan air di Bendung Katulampa ditentukan dengan debit andalan dengan membuat hubungan antara debit dengan probabilitas. Kurva durasi debit aliran diperoleh melalui perhitungan debit andalan ditentukan dengan tingkat peluang 80% dan 90%. Kebutuhan air dianalisis kebutuhan domestik dan non domestik, kebutuhan irigasi, kebutuhan perikanan, kebutuhan industri dan kebutuhan untuk pemeliharaan saluran. Pemanfaatan air di saluran Irigasi Katulampa dipergunakan untuk keperluan domestik Kota Bogor hanya dialokasikan sebesar 120 liter/detik karena sebagian dipasok dari mata air dan Sungai Cisadane dan keperluan non domestik yaitu Istana Bogor sebesar 200 liter/detik, industri sebesar 25 liter/detik, perikanan sebesar 100 liter/detik, situ sebesar 50 liter/detik dan untuk

27 pemeliharaan sungai sebesar 636 liter/detik. Setelah diketahui ketersediaan dan kebutuhan air selanjutnya dianalisis keseimbangannya dengan neraca air. Ketersediaan air dan kebutuhan air pada tahun 2006 dapat dikatakan bahwa air masih mencukupi untuk sektor yang ada. Proyeksi masa yang akan datang (tahun 2020) dengan skenario yang digunakan, ketersediaan air tahun 2020 masih dapat dipenuhi sesuai dengan asumsi yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan air domestik, pertanian, industri dan lainnya. Kajian Keandalan Air Sungai Cisadane Memenuhi Laju Permintaan Air Baku PDAM Kota Bogor Arwin dan Mukmin (2006) menganalisis keandalan debit Sungai Cisadane dalam memenuhi kebutuhan debit PDAM Kota Bogor. Debit sumber air baku yang harus dipenuhi untuk memenuhi target pemerintah Kota Bogor (2010) adalah liter/detik, dimana eksisting sumber air baku tahun 2004 adalah liter/detik, sehingga pada tahun 2010 diperlukan penambahan debit air baku sebesar liter/detik. Prospek air Sungai Cisadane sebagai air baku PDAM Kota Bogor dalam rangka peningkatan pelayanan hingga tahun 2010 dianalisis secara statistik dengan meneliti perilaku debit air kering yang tercatat di masa lampau untuk dapat menentukan keandalan debit air masa depan sesuai dengan ketentuan teknis penyediaan air minum perkotaan. Dari analisis statistik data aliran minimum Sungai Cisadane pada periode musim-musim kemarau (debit air ekstrim kering) dari penelurusan debit air kering di Pos Batubelaah ( ) bahwa besaran debit air tidak ditemukan suatu distribusi teoritis yang mutlak seragam untuk semua uji kesesuian distribusi teoritis tetapi ada kecenderungan didominasi oleh distribusi Log-Pearson III. Kisaran sumber air baku domestik dari Intake Ciherang Pondok diperoleh dari analisis keandalan debit rencana kering disarankan yaitu liter/detik, dan debit rencana kering maksimum diperkenankan adalah liter/detik. Laju permintaan tambahan air baku Kota Bogor pada tahun 2004 adalah liter/detik dan pada tahun 2010 menjadi liter/detik sedangkan potensi sumber air baku dengan mengembangkan kapasitas sadap Sungai Cisadane adalah 860 liter/detik (Intake Ciherang Pondok, Intake Cipaku). Bila pengembangan Penyediaan Air Minum PDAM Kota Bogor, berpedoman kriteria air baku menggunakan keandalan debit air musim kering disarankan adalah liter/detik. 13

28 14 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Target penduduk Kota Bogor yang terlayani air bersih pada tahun 2031 adalah 87.71% (Bappeda Kota Bogor 2011). Ketersediaan sumber air dalam memenuhi kebutuhan semakin terbatas. Kapasitas penyadapan air baku di intake dan kapasitas instalasi pengolahan air mempunyai ambang batas tertentu. Sementara jumlah penduduk semakin meningkat dan kebutuhan air minum terus meningkat. Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan air minum Kota Bogor, dan kapasitas pelayanan air minum maka perlu dilakukan analisis estimasi kebutuhan dan ketersediaan air masa yang akan datang agar kebutuhan penduduk dapat terpenuhi. Penyediaan air minum 20 tahun yang akan datang (tahun 2031) dianalisis secara spasial untuk mengetahui wilayah yang penduduknya dilayani PDAM dan non PDAM. Analisis spasial dilakukan dengan analisis pemetaan pelayanan air minum PDAM dan simulasi hidrolika pelayanan perpipaan PDAM untuk melihat kemampuan kapasitas infrastruktur yang ada. Selanjutnya dilakukan analisis persepsi masyarakat yang pemenuhan kebutuhan air minumnya berasal dari non PDAM, untuk mengetahui sistem pelayanan yang paling tepat dan cocok dalam pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat tersebut. Rencana penyediaan air minum PDAM dan Non PDAM mengacu pada RTRW Kota Bogor , Master Plan SPAM Kota Bogor Tahun 2008, dan Review Rencana Induk SPAM Kota Bogor Tahun Berbagai rencana yang disusun untuk memenuhi kebutuhan air minum hingga tahun 2031 perlu ditentukan prioritas arahan yang tepat sasaran dengan menghimpun pendapatpendapat stakeholders. Analisis Hirarki Proses (AHP) digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan dengan pilihan terbaik dari beberapa alternatif rencana dan arahan pengembangan SPAM Kota Bogor. Rencana dan arahan pengembangan SPAM prioritas akan menjadi masukan untuk review rencana tata ruang wilayah khususnya dalam rencana struktur ruang, rencana sistem jaringan air minum. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan objek Kota Bogor yang terletak diantara BT BT dan LS LS. Kota Bogor mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter di atas permukaan laut dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 kilometer dan mempunyai luas wilayah km 2. Kota Bogor dikelilingi morfologi perbukitan di bagian timur dan barat, serta lereng gunung api di bagian selatan (Gunung Salak dan Gunung Pangrango) dan Kota Bogor terletak di cekungan yang terbuka kearah utara. Kota Bogor dilalui 2 sungai besar yaitu: Sungai Ciliwung dan Cisadane dengan 7 anak sungai yang berasal dari lereng Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Pengumpulan data, pengolahan dan analisis data hingga penulisan penelitian dilakukan dari Bulan Mei sampai Oktober 2012.

29 15 Kondisi aktual: -Pertumbuhan dan kebutuhan penduduk semakin meningkat -Ketersediaan air baku ekonomis semakin menurun -Proporsi penduduk terlayani SPAM belum mencapai target RTRW & Rencana induk SPAM Analisis kebutuhan dan ketersediaan air 20 tahun akan datang Analisis spasial pelayanan air minum perpipaan PDAM 20 tahun akan datang Wilayah terlayani Wilayah tidak terlayani Persepsi masyarakat tentang SPAM yang representatif Pengembangan SPAM PDAM Pengembangan SPAM non PDAM Pencarian sumber baru Efisiensi operasional& maintenance Penambahan jaringan distribusi Pengelolaan SPAM berbasis masyarakat Sistem komunal Analisis AHP untuk arahan pengembangan sistem penyediaan air minum Gambar 3 Kerangka pikir penelitian

30 16 Tabel 3 Tujuan, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan output yang diharapkan No Tujuan Jenis data Sumber data 1 Menganalisis kebutuhan dan ketersediaan air Jumlah penduduk Jumlah pelanggan per zona Data debit mata air Data debit Sungai Cisadane Teknik pengumpulan data BPS Pengumpulan PDAM data sekunder Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air Ciliwung- Cisadane Teknik analisis data Analisis pertumbuhan penduduk (growth) Analisis debit bangkitan untuk ketersediaan air baku Output yang diharapkan a.prediksi kebutuhan air hingga tahun 2031 b. Prediksi ketersediaan air baku 2 Menganalisis wilayah terlayani air bersih yang dikelola PDAM melalui perpipaan Peta jaringan air bersih Peta citra Kota Bogor Peta struktur ruang Data panjang &diameter pipa Output 1 PDAM Bappeda Pengumpulan data sekunder Analisis spasial a. Peta wilayah yang perpipaan PDAM terlayani PDAM Simulasi EPANET b. Peta wilayah yang distribusi perpipaan tidak terlayani PDAM 20 th yad 3 Menyusun arahan untuk pengembangan SPAM Kota Bogor Rencana induk SPAM RTRW Data studi EHRA Output 2a Output 2b PDAM Bappeda Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman Wawancara persepsi masyarakat Wawancara AHP Analisis persepsi masyarakat Analisis AHP Arahan pengembangan SPAM

31 17 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti data dari PDAM Tirta Pakuan, BPS, Bappeda Kota Bogor, Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air (PSDA) Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane maupun literatur-literatur dari perpustakaan, internet dan jurnal. Adapun data primer diperoleh dari wawancara dengan masyarakat yang tidak terlayani oleh PDAM, dan kuesioner AHP dengan stakeholders yang terkait dengan sistem penyediaan air minum. Jenis data, sumber data, dan metode analisis yang digunakan pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 3. Bahan dan Alat Bahan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait serta data-data lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Data primer didapatkan dari wawancara dan kuesioner dari masyarakat dan para pakar. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer dengan perangkat lunak Python, ArcGIS, AutoCad, MapInfo dan EPANET 2.0, dan peralatan penunjang lainnya. Metode Analisis Data Penyediaan air minum perkotaan diprioritaskan pelayanan dengan sistem perpipaan yang dikelola oleh PDAM karena lebih andal dan sehat (Bappenas 2007), sehingga analisis pertama yang dilakukan adalah terhadap wilayah pelayanan PDAM dengan sistem perpipaan. Analisis Kebutuhan Air Minum Analisis kebutuhan air minum untuk memprediksi kebutuhan 20 tahun mendatang diawali dengan memproyeksikan jumlah penduduk dengan analisis pertumbuhan, kemudian memperkirakan jumlah penduduk yang akan dilayani sesuai target RTRW. Selanjutnya prediksi kebutuhan domestik dihitung dari perkalian jumlah jiwa terhadap kebutuhan domestik Model pertumbuhan penduduk menggunakan persamaan pertumbuhan (persamaan 1 sampai 4), dengan menggunakan software pemograman Phyton. Software ini dipilih karena mampu mengeksekusi persamaan yang cukup banyak, jumlah persamaan yang dieksekusi dalam penelitian ini sebanyak 272 persamaan (4 persamaan model proyeksi jumlah penduduk di 68 kelurahan). Discrete Time Model : Pt=Po (1+r) Continuous Time Model : Pt=Po+αt. 2 Exponensial : Pt=Po exp (αt)... 3 Kurva Gompertz/Saturation : Pt= Wexp(α+βt) 1+exp(α+βt).... 4

32 18 Pt merupakan prediksi jumlah penduduk pada tahun yang ditentukan dalam satuan jiwa. Po merupakan jumlah penduduk tahun awal. R merupakan pertumbuhan penduduk. t merupakan titik tahun yang akan dihitung prediksinya (selisih tahun antar Pt dan Po). W, α, β adalah konstanta. Model yang digunakan adalah model pertumbuhan dengan nilai R 2 tertinggi, yaitu mendekati nilai 1. Analisis Debit Bangkitan untuk Prediksi Ketersediaan Air Baku Prediksi ketersediaan air dari Sungai Cisadane dan empat mata air yang dikelola oleh PDAM Tirta Pakuan 20 tahun akan datang dianalisis dengan debit bangkitan menggunakan pemodelan stokastik Thomas Fiering. Data debit historis yang dipakai adalah data debit bulanan. Langkah awal yang dilakukan adalah pengecekan kenormalan data debit dilihat dari koefisien skewness (Cs), jika nilai Cs tidak mendekati nol maka data asli harus ditransformasi terlebih dahulu menjadi data yang mendekati normal dengan nilai Cs mendekati nol. Transformasi dilakukan dengan menggunakan metode Probability Plot of Correlation Coefficient (PPCC) dengan rumus: X tmλ ( j ) = λ ( X m ( j ) λ 1) λ 0 X = X tmλ ( j ) log m( j ) λ = 0 dimana : X λ = Debit hasil transformasi λ tm ( j) = Parameter transformasi X m( j) = Debit historis Selanjutnya adalah melakukan pembangkitan data debit bulanan, persamaan model stokastik dengan metode Thomas Fiering dengan rumus sebagai berikut: Qx 1 = q j+ 1 + b j ( Qx i q j ) + ξ i j+ 1 (1 r i+ σ σ j+ 1 b j = r j. σ j Dimana : Qx i+1, Qx i = nilai sintetik pada bulan ke i+1 dan ke-i q = nilai rata-rata bulanan pada saat bulan ke j dan j+1, +1 j q j bj = koefisien regresi least square ξi = nilai acak pada saat ke i σ j+1 = simpangan baku pada saat bulan ke j+1 rj = koefisien korelasi data bulanan pada saat bulan ke j Untuk mendapatkan pemodelan stokastik menggunakan Formula Thomas Fiering maka diperlukan suatu nilai acak (ξ) yang mengikuti fungsi normal. Bilangan acak tersebut berdistribusi seragam antara 0 dan 1, dapat diperoleh dengan program komputer Excel atau Python dan diubah menjadi bilangan acak berdistribusi normal baku dengan dengan nilai tengah 0 dan variasi 1. 2 )

33 Berikutnya melakukan re-transformasi debit bulanan hasil metode Thomas Fiering untuk menghasilkan data debit sebenarnya dengan rumus sebagai berikut: X = ( Xt.λ +1) 1/λ Dimana : X Xt λ = Debit re-transformasi = Debit transformasi = Parameter transformasi Analisis Spasial terhadap Wilayah Pelayanan Air Minum Analisis spasial wilayah pelayanan air minum dilakukan pada wilayah pelayanan yang dikelola PDAM Tirta Pakuan, untuk mengetahui wilayah yang terlayani PDAM dan persentase penduduk yang terlayani. Wilayah pelayanan dengan sistem perpipaan dibagi menjadi 6 zona. Pembagian zona ini berdasarkan kemampuan debit dan tekanan air dari reservoir, karena sistem pengaliran mengandalkan sistem gravitasi. Jaringan perpipaan yang telah dibangun dalam bentuk sistem informasi geografis (Geographic Information System atau GIS) dibentuk jaringan topologi setiap zonanya. Pengecekan fitur line dan point pada koneksi pipa perlu diperhatikan dalam pembentukan GIS network topologi. Topologi tersebut merupakan aturan yang membentuk relasi spasial antar fitur. Setelah topologi terbentuk data GIS tersebut ditransfer ke perangkat lunak EPANET 2.0. Dengan EPANET 2.0 pengecekan fitur dan topologi dapat dilakukan, semua node pipa dipastikan saling terhubung, dan diidentifikasi kemiripan 2 node berdekatan dengan syarat diameter pipa tepat, tidak ada pipa paralel yang overlap dan pompa atau asesoris pipa terkoneksi dengan fitur line (Edwards 2009) Dalam menjalankan program EPANET 2.0 data-data yang diperlukan antara lain: 1. Koordinat X dan Y, digunakan untuk menentukan posisi node pada arah horizontal dan vertikal. 2. Titik elevasi node, dimana digunakan untuk perhitungan sisa tekanan. 3. Kebutuhan rata-rata air untuk suplai atau besar debit suplai dari sumber. 4. Pola kebutuhan. 5. Tinggi tekanan pada titik reservoar yang biasanya dimasukkan adalah nilai tinggi elevasi titik reservoar. 6. Titik awal node pipa, dalam pembuatan titik awal sebaiknya dimulai dari titik perkiraan arah aliran dalam pipa. 7. Titik akhir node pipa. 8. Panjang pipa dan diameter pipa. 9. Koefisien kekasaran pipa. 10. Koefisien kehilangan tekanan di aksesoris pipa, jika dimasukan "0" maka minor losses diabaikan. 11. Status keadaan pipa, tertutup, terbuka atau aliran pipa hanya satu arah. Penggunaan aplikasi EPANET 2.0 urutannya adalah membuat gambar jaringan yang akan dimodelkan kemudian memberikan penomoran node-node dan pipanya. Tahapan selanjutnya adalah mengisi properti data masukan model jaringannya sesuai tabel input. Tahap sebelum simulasi adalah memeriksa ulang kemungkinan adanya node atau pipa yang belum masuk ke dalam model. 19

34 20 Analisis Deskriptif Kuantitatif terhadap Persepsi Masyarakat Penentuan persepsi responden terhadap prioritas sistem penyediaan air minum Kota Bogor dilakukan dengan sejumlah pertanyaan melalui wawancara. Responden akan ditanyakan tentang sistem penyediaan air minum yang paling tepat diterapkan di wilayah permukiman mereka. Masing-masing kategori jawaban akan diberi nilai dari 0 sampai 9, dimana nilai terbesar adalah Sangat Setuju (SS) dengan nilai 9 dan yang terkecil adalah Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 0. Hasil dari kuesioner dicari nilai rata-rata dari tiap butir pernyataan dengan menjumlahkan nilai dari tiap jawaban dan membaginya dengan jumlah responden, sehingga dapat diperoleh nilai yang menggambarkan tingkat persepsi responden. Interval nilai rata-rata dari pernyataan/tanggapan untuk tingkat persepsi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Tingkat persepsi berdasarkan interval nilai tanggapan Interval nilai tanggapan 6,00 9,00 Tinggi 3,00 5,99 Sedang 0,00 2,99 Rendah Tingkat persepsi Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif untuk mengkaji persepsi masyarakat terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum. Daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden disusun dengan alternatif jawaban yang sekiranya sesuai dengan pendapat, pengetahuan dan pandangan dari responden. Analisis Hirarki Proses (AHP) untuk Arahan Pengembangan SPAM Prioritas arahan pengembangan SPAM Kota Bogor ditentukan dengan menggunakan AHP dalam menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang diambil. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dalam penelitian ini memuat dua level hirarki seperti yang terlihat pada Gambar 4. Prioritas Pengembangan SPAM di Kota Bogor PDAM Non PDAM Penambahan Jaringan Distribusi Penambahan Sumber Air Baku Baru Efisiensi operasional& maintenance Pengelolaan Air Minum Berbasis Masyarakat Pengelolaan Sistem komunal Gambar 4 Hirarki AHP penyusunan prioritas arahan pengembangan SPAM

35 Menentukan prioritas dari setiap kriteria dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Penilaian kepentingan dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i memiliki salah satu angka tingkat kepentingan pada skala dasar, misalnya dinilai 3 kali lebih penting dibandingkan elemen j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali (kebalikannya) ketika dibandingkan elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya, sama penting. Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Saaty menetapkan skala 1 sampai 9 untuk menilai perbandingan berpasangan (paired comparison). Skala perbandingan berpasangan tersebut disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai skala dasar perbandingan Saaty dalam AHP Nilai skala Keterangan 1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu dari dua nilai yang berdekatan 21 Nilai-nilai perbandingan kemudian konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Apabila rasio konsistensi (consistency ratio atau CR) sudah memenuhi syarat dibawah 0.10 maka dilakukan penggabungan pendapat dari setiap pengambil keputusan untuk dibuat matriks pendapat gabungan dan dilakukan perhitungan bobot prioritas masing-masing sub-elemen, lalu dilakukan pengolahan vertikal untuk memperoleh vektor prioritas sistem. Untuk mengetahui prioritas pengembangan SPAM Kota Bogor, disusun sejumlah pertanyaan yang terstruktur dan berhirarki, melibatkan responden berasal dari pemerintah, PDAM, akademisi dan tokoh masyarakat. Pemilihan responden dilakukan secara purposive (sengaja) dari stakeholder tersebut. Prinsip penilaian AHP adalah membandingkan tingkat kepentingan prioritas antara satu elemen dengan elemen lain yang berbeda, pada tingkatan hirarki yang sama berdasarkan pertimbangan tertentu. Data diolah dan dianalisis dengan bantuan program Expert Choice 2000, analisis yang dilakukan mencakup analisis pendapat individu dan analisis pendapat gabungan.

36 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan Air Minum Kota Bogor Kebutuhan air secara umum dikelompokkan menjadi kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan domestik merupakan kebutuhan rumah tangga yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, persentase penduduk yang dilayani, dan konsumsi pemakaian air. Kebutuhan non domestik dapat dihitung dari persentase kebutuhan domestik, dimana mencakup kebutuhan air di fasilitas sosial, niaga, perkantoran dan industri. Tingkat kebutuhan air suatu wilayah dengan jumlah populasi yang lebih besar akan lebih tinggi dibandingkan wilayah yang berpopulasi lebih sedikit. Tingkat kebutuhan air di suatu wilayah berkaitan dengan jumlah populasi. Populasi merupakan faktor yang terpenting dalam memperkirakan penggunaan air pada masa mendatang. Prediksi kebutuhan air diawali dengan memproyeksikan jumlah penduduk pada masa yang akan datang. Proyeksi Jumlah Penduduk Perkiraan penggunaan air didasarkan pada proyeksi penduduk, beberapa metode telah dikembangkan sehubungan dengan proyeksi populasi. Untuk memproyeksi jumlah penduduk Kota Bogor 20 tahun akan datang digunakan analisis pertumbuhan (growth). Model pertumbuhan penduduk yang digunakan pada penelitian ini adalah discrete time, continuous time, eksponensial dan saturation. Pertumbuhan penduduk Kota Bogor diproyeksikan per kelurahan karena prediksi kebutuhan air dihitung berdasarkan zona pelayanan yang menggunakan satuan wilayah terkecil kelurahan. Kota Bogor terdiri dari 68 kelurahan, pada kurun waktu pertumbuhan penduduk pada setiap kelurahan memiliki model pertumbuhan yang berbeda, kelurahan di pusat kota mengalami penurunan jumlah penduduk dan kelurahan di sub pusat kota mengalami peningkatan. Dari empat model pertumbuhan yang digunakan dipilih salah satu model yang memiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) tertinggi untuk memproyeksikan jumlah penduduk. Data eksisting yang digunakan pada penelitian ini adalah data sensus penduduk tahun 1990, 2000 dan 2010, kemudian data Kecamatan Dalam Angka tahun 2006, 2007, 2008 dan Dari empat model pertumbuhan yang digunakan, model yang dominan terpilih adalah saturation, dimana 59 kelurahan menggunakan model ini dan 9 kelurahan dengan model ekponensial seperti yang ditampilkan pada Lampiran 1. Jika nilai R 2 suatu model pertumbuhan sama dengan model yang lain, maka model saturation menjadi pilihan utama karena model tersebut paling sesuai dengan perkembangan Kota Bogor. Pertumbuhan Kota Bogor terus meningkat hingga mencapai batas ambang tertentu atau titik jenuh (saturation) dikarenakan keterbatasan ketersediaan ruang dan keterbatasan kota dalam memenuhi kebutuhan penduduknya. Persamaan proyeksi masing-masing kelurahan dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan persamaan proyeksi tersebut selanjutnya dihitung prediksi jumlah penduduk masa yang akan datang seperti yang tampilkan pada Tabel 6.

37 Tabel 6 Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor per kelurahan 23 Kecamatan Kelurahan Jumlah penduduk (jiwa) Sensus Tahun Proyeksi jumlah penduduk(jiwa) Tahun Bogor Selatan Mulyaharja Pamoyanan Ranggamekar Genteng Kertamaya Rancamaya Bojongkerta Harjasari Muarasari Pakuan Cipaku Lawanggintung Batutulis Bondongan Empang Cikaret Bogor Timur Sindangsari Sindangrasa Tajur Katulampa Baranangsiang Sukasari Bogor Utara Bantarjati Tegalgundil Tanahbaru Cimahpar Ciluar Cibuluh Kedunghalang Ciparigi Bogor Tengah Paledang Gudang Babakan Pasar Tegallega Babakan Sempur Pabaton Cibogor Panaragan Kebonkalapa Ciwaringin Bogor Barat Pasirmulya Pasirkuda Pasirjaya Gunungbatu Loji Menteng Cilendek Timur Cilendek Barat Sindangbarang Margajaya Balungbangjaya Situgede Bubulak Semplak Curugmekar Curug Tanah Sareal Kedungwaringin Kedungjaya Kebonpedes Tanahsareal Kedungbadak Sukaresmi Sukadamai Cibadak Kayumanis Mekarwangi Kencana Kota Bogor

38 24 Secara umum prediksi pertumbuhan penduduk Kota Bogor 20 tahun akan datang mengalami peningkatan (Tabel 6). Beberapa kelurahan mengalami penurunan jumlah penduduk, yaitu Kelurahan Lawanggintung, Batutulis, Bondongan, Sukasari, Gudang, Babakanpasar, dan Pabaton. Tujuh kelurahan tersebut telah mengalami titik jenuh (saturation) dikarenakan beberapa hal, diantaranya keterbatasan ketersediaan ruang seperti yang terjadi di Kelurahan Lawanggintung, Batutulis dan Bondongan, serta adanya keterbatasan fungsi ruang perkotaan yang beralih menjadi pusat perekonomian dan jasa seperti Kelurahan Sukasari, Gudang, Babakanpasar, dan Pabaton. Prediksi Kebutuhan Air Minum Perkiraan kebutuhan air minum dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk yang telah dianalisis sebelumnya, selanjutnya persentase penduduk terlayani direncanakan sebesar 87.71% pada tahun Dari prediksi jumlah penduduk yang akan dilayani dapat diperkirakan jumlah sambungan rumah tangga, dengan asumsi satu rumah tangga terdiri atas 5 jiwa penduduk. Selanjutnya pemakaian air rumah tangga direncanakan sesuai dengan standar pemakaian air untuk sambungan rumah Kota Bogor dalam Rencana Induk SPAM PDAM Tirta Pakuan, yaitu 155 l/o/h pada tahun 2031, dan pemakaian air hidran umum (HU) adalah 30 l/o/h, dengan asumsi setiap hidran dipergunakan oleh 100 orang. Target pelayanan penduduk melalui HU disetiap zona didasarkan atas rencana pada Rencana Induk SPAM PDAM, dimana tahun 2031 persentase masyarakat dilayani HU sebesar 0.1% dari perkiraan penduduk terlayani. Selanjutnya dihitung merupakan jumlah kebutuhan domestik dari penjumlahan kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan hidran umum tersebut. Perkiraan kebutuhan non domestik dihitung dari persentase kebutuhan domestik. Kebutuhan non domestik Kota Bogor berdasarkan Rencana Induk PDAM adalah 22% terhadap kebutuhan domestik, sehingga angka ini menjadi acuan untuk perhitungan kebutuhan fasilitas non domestik pada penelitian ini. Besaran debit air baku yang dibutuhkan harus memperhitungkan debit kehilangan air baik di pipa distribusi maupun kehilangan air untuk operasional dan maintenance. Tingkat kehilangan air ditargetkan pada tahun 2031 sebesar 29% berdasarkan RTRW. Debit air yang hilang dihitung dengan mengalikan tingkat kehilangan air tersebut dengan total kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan rata-rata harian (Qhrt) selanjutnya dihitung dengan menjumlahkan kebutuhan domestik dan non domestik ditambahkan dengan prediksi kehilangan air. Dengan mengetahui nilai Qhrt maka debit kebutuhan maksimum (Qhm) dapat diketahui untuk menentukan volume reservoar dan perkiraan debit untuk operasional dan maintenance sistem distribusi seperti pengurasan dan penggelontoran pipa. Debit kebutuhan maksimum didapatkan dengan mengalikan Qhrt dengan faktor hari maksimum (1.15). Selanjutnya dapat diketahui besar kebutuhan air baku dari perkalian Qhm dengan faktor kehilangan air saat produksi, dalam Rencana Induk SPAM PDAM Tirta Pakuan faktor kehilangan air tersebut adalah 1.05, dimana kehilangan air saat pengolahan air baku terjadinya sebesar 5% dari debit air baku yang diambil dari sumber. Kehilangan air saat produksi terjadi pada saat proses pengolahan di Water Treatment Plant. Perhitungan perkiraan kebutuhan air baku setiap zona terdapat perbedaan pada target penduduk yang dilayani dan tingkat kehilangan air. Target

39 penduduk yang akan dilayani dan tingkat kehilangan air masing-masing zona ditetapkan berdasarkan Rencana induk SPAM PDAM, dimana penentuannya mengacu pada target yang direncanakan dalam RTRW. Perhitungan prediksi penduduk yang terlayani, prediksi kebutuhan domestik dan non domestik hingga prediksi kebutuhan air baku dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Prediksi kebutuhan air minum Kota Bogor Uraian Satuan Kondisi Proyeksi thn 2011 thn 2031 A Jumlah penduduk kota jiwa B Target penduduk terlayani a % C Penduduk terlayani (C = A x B) jiwa D Keluarga terlayani (D = C : 5) unit E Jumlah sambungan rumah unit (E = % b X D) F Standar pemakaian air rumahtangga c l/o/h G Kebutuhan air rumah tangga liter/detik (G = (F x E x 5) / (24 x 3600) H Jumlah hidran umum (HU) unit I Standar pemakaian HU d l/o/h J Kebutuhan air melalui HU (J = I x H x 100 e / (24 x 3600) 25 liter/detik K Total kebutuhan domestik (K = G + J) liter/detik L Total kebutuhan non domestik (L = f % x K) liter/detik M Kehilangan air g % N Debit harian rata-rata (Qhrt) (N = (K+L) x 100 / 100 M liter/detik O Debit harian maksimum (Qhm) (O = 1.15 h x N) liter/detik P Debit kebutuhan air baku (P = 1.05 i x O) liter/detik a Target penduduk dilayani berdasarkan RTRW dan Rencana Induk PDAM tahun 2011 b Jumlah sambungan rumah adalah 93.54% dari total sambungan, 6.46% adalah sambungan niaga sosial, instansi pemerintah dan industri (PDAM 2011) c Sesuai dengan rencana standar pemakaian air rumah tangga dalam satuan liter per orang per hari pada Rencana Induk PDAM tahun 2011 d Standar pemakaian air hidran umum berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum (2005) dalam Bappenas (2006) e Setiap unit hidran umum diasumsikan melayani 100 orang (PDAM 2011) f Kebutuhan non domestik di Kota bogor tahun 2011 adalah 22% kebutuhan domestik (PDAM 2011), dan pada tahun 2031 diasumsikan kebutuhan non domestik meningkat menjadi 25% kebutuhan domestik. g Target kehilangan air di jaringan distribusi tahun 2015 adalah 32% dan menurun pada tahun 2031 menjadi 29% (RTRW ) h nilai faktor hari maksimum adalah 1.15 berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum (2005) dalam Bappenas (2006) i Diasumsikan terjadi kehilangan air saat produksi sebesar 5% sehingga kebutuhan air baku dikalikan 1.05 (PDAM 2011)

40 26 Proyeksi Kebutuhan Air per Zona Pelayanan Perhitungan perkiraan kebutuhan air penduduk Kota Bogor dikelompokkan dalam enam zona (Tabel 8). Pengelompokkan tersebut berdasarkan sistem distribusi PDAM Tirta Pakuan, dan zona tersebut terbentuk berdasarkan letak sumber air baku dan pengaliran jaringan perpipaan secara gravitasi. Setiap zona terdiri atas beberapa kelurahan, yaitu: 1. Zona 1 terdiri atas Kelurahan Kertamaya, Rancamaya, Harjasari, Muarasari, Pakuan, Sindangsari, Sindangrasa, Tajur, 45% Kelurahan Genteng, 34% Kelurahan Cipaku, 57% Kelurahan Lawanggintung, 4% Kelurahan Baranangsiang, 91% Kelurahan Katulampa, dan direncanakan akan melayani Kelurahan Bojongkerta yang sebelumnya belum terlayani. 2. Zona 2 terdiri atas 9% Kelurahan Ranggamekar, 55% Kelurahan Genteng, 66% Kelurahan Cipaku, 17% Kelurahan Batutulis. 3. Zona 3 terdiri atas Kelurahan Bondongan, Empang, Sukasari, Paledang Gudang, Babakan Pasar, 5% Kelurahan Mulyaharja, 43% Kelurahan Lawanggintung, 83% Kelurahan Batutulis, 96% Kelurahan Baranangsiang, 9% Kelurahan Katulampa, 24% Kelurahan Panaragan, 36% Kelurahan Pasirjaya. 4. Zona 4 terdiri atas Kelurahan Tegallega, Babakan, Sempur, Pabaton, Cibogor, Panaragan (76%), Kebonkalapa, Ciwaringin, Kedungwaringin, Kedungjaya, Kebonpedes, Tanahsareal, Kedungbadak, Sukaresmi, Sukadamai, Cibadak, Kayumanis, Mekarwangi, Kencana, Bantarjati, Tegalgundil, Tanahbaru, Cimahpar, Ciluar, Cibuluh, Kedunghalang, Ciparigi, Menteng, Cilendek Timur, Cilendek Barat, Sindangbarang (7%), Margajaya, Bubulak, Semplak Curugmekar, Curug, Balungbangjaya, dan Situgede. 5. Zona 5 terdiri atas Kelurahan Pamoyanan dan Ranggamekar(91%). 6. Zona 6 terdiri atas Kelurahan Mulyaharja (95%), Cikaret, Pasirmulya, Pasirkuda, Pasirjaya (64%), Gunungbatu (99%), Loji, Sindangbarang (93%) Uraian Tabel 8 Prediksi kebutuhan air per zona Satuan Proyeksi tahun 2031 Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 1 Proyeksi jumlah penduduk jiwa Target penduduk terlayani % Penduduk terlayani jiwa Keluarga terlayani unit Jumlah sambungan rumah unit Kebutuhan air rumah tangga l/dtk Rencana jumlah hidran umum unit Kebutuhan air melalui HU l/dtk Kebutuhan domestik l/dtk Kebutuhan non domestik l/dtk Kehilangan air % Debit harian rata-rata (Qhrt) l/dtk Debit harian maksimum (Qhm) l/dtk Debit kebutuhan air baku l/dtk

41 27 Analisis Ketersediaan Air Baku Ketersediaan air baku yang dianalisis adalah sumber air baku yang dikelola oleh PDAM Tirta Pakuan yang berasal dari Sungai Cisadane dan 4 mata air yang meliputi Mata air Tangkil, Mata air Bantarkambing, Mata air Kotabatu dan Mata air Palasari. Ketersediaan air baku yang berasal dari mata air semakin menurun dari kapasitas yang telah direncanakan. Mata air adalah sumber air baku yang paling ekonomis, karena air dari mata air tidak memerlukan pengolahan lengkap untuk memenuhi syarat baku mutu air minum, dan tidak memerlukan biaya besar. Pada tahun 2011 pasokan air baku dari empat mata air adalah 21.94% ( liter/detik) dan dari Sungai Cisadane liter/detik (78.06%). Karena kemampuan mata air semakin menurun menyebabkan Sungai Cisadane menjadi sumber air baku tumpuan Kota Bogor. Sumber air baku yang diambil dari Sungai Cisadane memerlukan pengolahan lengkap karena kualitas air yang belum memenuhi syarat baku mutu air bersih. Analisis Ketersediaan Debit Sungai Cisadane Hulu Sungai Cisadane adalah sumber air baku utama Kota Bogor. Pasokan air baku untuk air minum dari Sungai Cisadane ditangkap dari dua lokasi yaitu Intake Cipaku dan Intake Ciherang Pondok yang selanjutnya diolah di Water Treatment Plant (WTP) Cipaku dan WTP Dekeng. Ketersediaan air dari Sungai Cisadane hingga tahun 2031 diprediksi menggunakan data debit historis Sungai Cisadane dari Pos Duga Air (PDA) Legokmuncang yang terletak di hulu sungai. Data ini dipilih karena ketersediaan datanya lengkap dengan interval waktu lebih dari 20 tahun, dan terletak di antara dua intake PDAM, yaitu berjarak sekitar 13 km bagian utara (hilir) Intake Ciherang Pondok dan berjarak sekitar 1 km ke selatan (hulu) Intake Cipaku. Prediksi ketersediaan air dari Sungai Cisadane 20 tahun akan datang dianalisis dengan debit bangkitan Metode Thomas Fiering. Langkah awal yang dilakukan adalah pengecekan kenormalan data dengan melihat nilai koefisien skewness (Cs) dari data debit historis. Jika data tidak normal atau nilai Cs tidak mendekati nol maka data asli harus ditransformasi terlebih dahulu menjadi data yang mendekati normal dengan nilai Cs mendekati nol. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan nilai koefisien skewness adalah: 3 n ( x x) Cs = 3 ( n 1)( n 2)( stdev( x)) contoh perhitungan nilai koefisien skewness Bulan Januari: [( ) ( ) ] Cs = 3 (22 1)(22 2)(19.33) = 2.69 Nilai koefisien skewness debit historis Bulan Januari-Desember yang ditunjukkan pada Tabel 9 tidak mendekati nol, sehingga langkah selanjutnya adalah melakukan transformasi.

42 28 Bulan Tahun Tabel 9 Debit historis Sungai Cisadane Debit Historis Bulanan (X m ), satuan m 3 /detik Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des x stdev Skewness Transformasi dilakukan dengan metode Probability Plot of Correlation Coefficient (PPCC) menggunakan rumus: X tmλ ( j ) = λ ( X m ( j ) λ 1) λ 0 dimana : X λ = Debit transformasi λ tm ( j) = Parameter transformasi X m( j) = Debit historis contoh perhitungan debit transformasi Bulan Januari tahun 1988: X tm 0.80 ( ) = 0.80 λ ( januari 1988 ) = 1.07 Selengkapnya hasil debit transformasi yang telah memiliki nilai koefisien skewness nol ditampilkan pada Tabel 10.

43 Tabel 10 Debit transformasi bulanan Sungai Cisadane Bulan Debit transformasi (m 3 /detik) Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des λ Rata-rata Stdev Skewness Pemodelan stokastik menggunakan Formula Thomas Fiering memerlukan suatu nilai random yang mengikuti fungsi normal (Tabel 11) untuk pembangkitan nilai debit selama 22 tahun menggunakan Program Python. Tabel 11 Koefisien random yang telah dinormalisasi Bulan Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

44 30 Nilai random seperti Tabel 11 dilakukan uji untuk membuktikan data tersebut telah mengikuti fungsi normal dengan menggunakan Program Python, hasil uji ditampilkan pada Gambar 5, dimana data random tersebut telah mengikuti fungsi normal dengan nilai tengah 0 dan standar deviasi 1. Gambar 5 Uji normall data random untuk debit sintetis Sungai Cisadane Langkah berikutnya adalah pembangkitan debit untuk 22 tahun dengan menggunakan data transformasi menggunakan Formula Thomas Fiering. Persamaan stokastik debit bulanan b dengan rumus sebagai berikut: Qx 2 i + 1 = q j+ 1 + b j ( Qx i q j ) + ξ iσ j+ 1 (1 r ) σ j+ 1 b j = r j. σ Dengan : Qx i+1, Qx i q j, q j +1 bj ξi σ j+1 rj j = nilai sintetik pada bulan ke i+1 dan ke-i = nilai rata-rata bulanan pada saat bulan ke j dan j+1 = koefisien regresi least square = nilai random pada saat ke i = simpangan baku pada saat bulan ke j+1 = koefisien korelasi data bulanan pada saat bulan ke j Hasil pembangkitan debit ditampilkan pada Tabel 12. sintetis bulanan untuk 22 tahun yang akan datang

45 Tabel 12 Hasil pembangkitan debit sintetis Sungai Cisadane Bulan Debit sintetis(m 3 /detik) Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Langkah selanjutnya nilai transformasi debit bulanan pada Tabel 10 dikembalikan ke data asli dengan re-transformasi dan hasil pembangkitan debit sintetis bulanan metode Thomas Fiering (Tabel 12) juga dilakukan re-transformasi untuk menghasilkan data debit bangkitan 22 tahun mendatang dengan rumus sebagai berikut: X = ( Xt.λ +1) 1/λ dimana : X = Debit re-transformasi Xt = Debit transformasi λ = Parameter transformasi (Tabel 10) Contoh re-transformasi data debit historis (Tabel 10) Bulan Januari tahun 1988: X = ( 1.07 x ) 1/-0.80 = Contoh re-transformasi pembangkitan debit sintetis (Tabel 12) Bulan Januari tahun 2010: X = ( 1.08 x ) 1/-0.80 = Hasil perhitungan re-transformasi data debit historis dan debit bangkitan hasil retransformasi selengkapnya ditampilkan pada Tabel 13.

46 32 Tabel 13 Re-transformasi data debit historis dan debit bangkitan 22 tahun mendatang Bulan Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Debit historis (m 3 /detik) Debit bangkitan (m 3 /detik)

47 33 Estimasi debit Sungai Cisadane tahun dari analisis debit bangkitan Metode Thomas Fiering ditampilkan pada Gambar Debit (m 3 /detik) Debit historis Debit bangkitan Tahun Gambar 6 Debit historis tahun dan debit bangkitann Metode Thomas Fiering Prediksi debit Sungai Cisadane pada 20 tahun akan datang (tahun 2031) berdasarkan hasil debit bangkitan Metode Thomas Fiering adalah berkisar antara m 3 /detik dengan debit rata-rata dalam setahun m 3 /detik. Hasil prediksi debit tahun 2031 Bulan Januari-Desember ditampilkan pada Gambar 7. Gambar 7 Prediksi debit Sungai Cisadane tahun 2031 Kondisi eksisting ketersediaan (debit sungai) dan kebutuhan air di hulu Sungai Cisadane tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 8.

48 34 Debit (m 3 /detik) * : Sumber data dari Pos duga air Legokmuncang (2009) ** : Sumber data dari Balai Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (2009) *** : Sumber data dari PDAM Tirta Pakuan (2009) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Ketersediaan debit sungai * Total kebutuhan ** Kebutuhan PDAM*** Gambar 8 Water balance Sungai Cisadane tahun 2009 Prediksi ketersediaan dan kebutuhan air di hulu Sungai Cisadane tahun 2031 dapat dilihat pada Gambar 9. Ketersediaan debit sungai adalah hasil analisis sebelumnya yaitu debit bangkitan (Tabel 13). Proyeksi kebutuhan air di Sungai Cisadane tahun 2031 berdasarkan studi water balance yang dilaksanakan Balai Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane tahun 2009 meliputi kebutuhan air irigasi, kebutuhan air perkotaan, kebutuhan domestik dan industri, kebutuhan air untuk ternak dan kebutuhan air untuk pemeliharaan saluran dan lain-lain. Sedangkan kebutuhan air baku PDAM adalah hasil analisis (Tabel 8), dimana kebutuhan air baku PDAM dari Sungai Cisadane hulu (zona 3 dan zona 4) adalah liter/detik atau 2.72 m 3 /detik dan masih di bawah garis ketersediaan debit sungai, meskipun water balance semakin kritis, nilai defisit semakin besar karena kebutuhan air di Kota Bogor semakin tinggi. Debit (m 3 /detik) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun * : Data dari analisis debit bangkitan (Tabel 13) ** : Proyeksi dari studi water balance Balai Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (2009) *** : Data dari analisis kebutuhan air baku (Tabel 8) Jul Agt Sep Okt Nov Des Prediksi ketersediaan d.sungai * Proyeksi kebutuhan** Rencana Keb PDAM*** Gambar 9 Prediksi water balance Sungai Cisadane tahun 2031

49 Ketersediaan Debit Mata air Tangkil Mata air Tangkil dimanfaatkan PDAM Tirta Pakuan mulai tahun 1976 pada masa proyek Colombo Plan dengan kapasitas 170 liter/detik. Prediksi ketersediaan air dari Mata air Tangkil 20 tahun akan datang dianalisis dengan debit bangkitan Metode Thomas Fiering seperti analisis yang dilakukan pada Sungai Cisadane. Langkah awal yang dilakukan adalah pengecekan kenormalan data dengan melihat nilai koefisien skewness (Cs) dari data debit historis. Nilai Cs debit historis Bulan Januari-Desember yang ditunjukkan pada Tabel 14 tidak mendekati nol, sehingga langkah selanjutnya adalah melakukan transformasi. Bulan Tahun Tabel 14 Debit historis Mata air Tangkil tahun Debit historis (liter/detik) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Rerata Stdev Skewness Transformasi dilakukan dengan metode PPCC, debit transformasi yang telah memiliki nilai koefisien skewness nol ditampilkan pada Tabel 15. Bulan Tahun Tabel 15 Debit transform Mata air Tangkil tahun Debit transform (liter/detik) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E λ Rerata E E E E E E Stdev E E E E E E Skewness

50 36 Untuk mendapatkan pemodelan stokastik menggunakan Formula Thomas Fiering maka diperlukan suatu nilai random yang mengikuti fungsi normal. Nilai random untuk pembangkitan debit selama 20 tahun ditampilkan pada Tabel 16. Tabel 16 Koefisien random yang telah dinormalisasi Bulan Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Nilai random tersebut (Tabel 16) dilakukan uji untuk membuktikan data tersebut telah mengikuti fungsi normal, hasil uji ditampilkan pada Gambar 10, dimana data random tersebut telah mengikuti fungsi normal, memiliki nilai ratarata 0 dan standar deviasi 1. Gambar 10 Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Tangkil

51 Langkah berikutnya adalah pembangkitan debit untuk 22 tahun menggunakan data transformasi dengan Formula Thomas Fiering, persamaannya sebagai berikut: Qx 1 = q j+ 1 + b j ( Qx i q j ) + ξ i j+ 1 (1 r i+ σ 2 ) 37 Hasil pembangkitan debit sintetis bulanan untuk 20 tahun yang akan datang ditampilkan pada Tabel 17. Tabel 17 Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Tangkil Bulan Debit sintetis (liter/detik) Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E Langkah selanjutnya adalah melakukan re-transformasi data pada Tabel 15 sehingga data tersebut dikembalikan menjadi data asli dan hasil pembangkitan debit sintetis bulanan metode Thomas Fiering (Tabel 17) juga dilakukan retransformasi untuk menghasilkan data debit bangkitan 20 tahun akan datang. Hasil re-transformasi data debit historis dan debit bangkitan selengkapnya ditampilkan pada Tabel 18.

52 38 Tabel 18 Re-transformasi debit historis dan debit bangkitan 20 tahun mendatang Bulan Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Debit historis (liter/detik) Debit bangkitan (liter/detik) Debit historis tahun dan estimasi debit Mata air Tangkil tahun dari analisis debit bangkitan Metode Thomas Fiering ditampilkan pada Gambar 11.

53 39 Debit (liter/detik) Tahun Debit historis Debit bangkitan Gambar 11 Debit historis tahun dan debit bangkitan Metode Thomas Fiering Prediksi debit Mata air Tangkil pada 20 tahun akan datang (tahun 2031) berdasarkan hasil debit bangkitan Metode Thomas Fiering adalah berkisar antara liter/ /detik dengan debit rata-rata dalam setahun liter/detik. Hasil prediksi debit tahun 2031 Bulan Januari-Desember ditampilkan pada Gambar 12. Gambar 12 Prediksi debit Mata air Tangkil tahun 2031

54 40 Ketersediaan Debit Mata air Bantarkambing Mata air Bantarkambing mulai dikelola pada tahun 1970 pada masa proyek Colombo Plan dengan kapasitas rencana sebesar 170 liter/detik, beberapa tahun terakhir terjadi kecendrungan penurunan debit dari kapasitas rencana. Berdasarkan data PDAM Tirta Pakuan debit rata-rata pada tahun 2011 adalah 149 liter/detik. Prediksi ketersediaan air dari Mata air Bantarkambing 20 tahun akan datang dianalisis dengan debit bangkitan Metode Thomas Fiering seperti analisis sebelumnya yang dilakukan pada Mata air Tangkil. Langkah awal yang dilakukan adalah pengecekan kenormalan data dengan melihat nilai koefisien skewness (Cs) dari data debit historis (Tabel 19). Bulan Tabel 19 Debit historis Mata air Bantarkambing tahun Debit historis (liter/detik) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun Rerata Stdev Skewness Nilai Cs debit historis yang ditunjukkan pada Tabel 19 tidak mendekati nol, sehingga perlu ditransformasi dengan metode PPCC (Tabel 20). Bulan Tabel 20 Debit transform Mata air Bantarkambing Debit transform (liter/detik) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E λ Rerata 7.05E E E E E E Stdev 2.13E E E E E E Skewness

55 Untuk mendapatkan pemodelan stokastik menggunakan Formula Thomas Fiering maka diperlukan suatu nilai random yang mengikuti fungsi normal. Nilai random yang digunakan sama dengan nilai yang digunakan sebelumnya pada Mata air Tangkil, seperti yang ditampilkan pada Tabel 21. Tabel 21 Koefisien random yang telah dinormalisasi Bulan Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Nilai random (Tabel 16) dilakukan uji untuk membuktikan data tersebut telah mengikuti fungsi normal dengan menggunakan Program Python, hasil uji ditampilkan pada Gambar 13, dimana data random tersebut telah mengikuti fungsi normal. 41 Gambar 13 Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Bantarkambing

56 42 Langkah berikutnya adalah pembangkitan debit untuk 22 tahun menggunakan data transformasi dengan Formula Thomas Fiering, persamaannya sebagai berikut: Qx 1 = q j+ 1 + b j ( Qx i q j ) + ξ i j+ 1 (1 r i+ σ Hasil pembangkitan debit sintetis bulanan untuk 20 tahun yang akan datang ditampilkan pada Tabel ) Bulan Tahun Tabel 22 Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Bantarkambing Debit sintetis (liter/detik) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Langkah selanjutnya adalah melakukan re-transformasi data pada Tabel 20, data transformasi dikembalikan menjadi data asli dan hasil pembangkitan debit sintetis bulanan metode Thomas Fiering (Tabel 22) juga dilakukan re-transformasi untuk menghasilkan data debit bangkitan 20 tahun akan datang. Hasil retransformasi data debit historis dan debit bangkitan selengkapnya ditampilkan pada Tabel 23.

57 43 Tabel 23 Re-transformasi debit historis dan debit bangkitan 20 tahun mendatang Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Bulan Tahun Debit historis (liter/detik) Debit bangkitan (liter/detik) Debit historis tahun dan estimasi debit Mata air Bantarkambing tahun dari analisis debit bangkitan Metode Thomas Fiering ditampilkan pada Gambar 14.

58 Debit (liter/detik) Debit historis Debit bangkitan Tahun Gambar 14 Debit historis tahun dan debit bangkitan Metode Thomas Fiering Prediksi debit Mata air Bantarkambing pada 20 tahun akan datang (tahun 2031) berdasarkan hasil debit bangkitan Metode Thomas Fiering adalah berkisar antara liter/detik dengan debit rata-rata dalam setahun liter/detik. Hasil prediksi debit tahun 2031 Bulan Januari-Desember ditampilkan pada Gambar 15. Gambar 15 Prediksi debit Mata air Bantarkambing tahun 2031

59 Tahun Bulan Ketersediaan Debit Mata air Kotabatu Mata air Kotabatu adalah sumber mata air pertama, dibangun pada tahun 1918 oleh pemerintah Belanda dengan kapasitas 70 liter/detik. Debit rata-rata mata air pada tahun 2011 adalah 49 liter/detik. Prediksi ketersediaan air dari Mata air Bantarkambing 20 tahun akan datang dianalisis dengan debit bangkitan Metode Thomas Fiering seperti analisis 2 mata air sebelumnya. Langkah awal yang dilakukan adalah pengecekan kenormalan data dengan melihat nilai koefisien skewness (Cs) dari data debit historis (Tabel 24). Bulan Tahun Tabel 24 Debit historis Mata air Kotabatu tahun Debit historis (liter/detik) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Rerata Stdev Skewness Nilai skewness debit historis yang ditunjukkan pada Tabel 23 tidak mendekati nol, sehingga perlu ditransformasi dengan metode PPCC (Tabel 25), sehingga memiliki nilai koefisien skewness nol atau mendekati fungsi normal. Tabel 25 Debit transform Mata air Kotabatu Debit transform (liter/detik) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des λ Rerata Stdev Skewness

60 46 Untuk mendapatkan pemodelan stokastik menggunakan Formula Thomas Fiering maka diperlukan suatu nilai random yang mengikuti fungsi normal. Pada Tabel 26 adalah nilai random normal untuk pembangkitan nilai debit selama 20 tahun yang diperoleh dari Program Python. Tabel 26 Koefisien random yang telah dinormalisasi Bulan Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Nilai random seperti Tabel 26 selanjutnya dilakukan uji untuk membuktikan data tersebut telah mengikuti fungsi normal dengan menggunakann Program Python, hasil uji ditampilkan pada Gambar 16, dimana data random tersebut telah mengikuti fungsi normal. Gambar 16 Uji normal data random untuk debit sintetis Mata air Kotabatu

61 47 Langkah berikutnya adalah pembangkitan debit untuk 22 tahun menggunakan data transformasi dengan Formula Thomas Fiering, persamaannya sebagai berikut: Qx 1 = q j+ 1 + b j ( Qx i q j ) + ξ i j+ 1 (1 r i+ σ Hasil pembangkitan debit sintetis bulanan untuk 20 tahun yang akan datang ditampilkan pada Tabel ) Bulan Tahun Tabel 27 Hasil pembangkitan debit sintetis Mata air Kotabatu Debit sintetis (liter/detik) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Langkah selanjutnya adalah melakukan re-transformasi data pada Tabel 24, dimana data transformasi dikembalikan menjadi data asli dan hasil pembangkitan debit sintetis bulanan metode Thomas Fiering (Tabel 25) juga dilakukan retransformasi untuk menghasilkan data debit bangkitan 20 tahun akan datang. Hasil re-transformasi data debit historis dan debit bangkitan selengkapnya ditampilkan pada Tabel 26.

62 48 Tabel 26 Re-transformasi debit historis dan debit bangkitan 20 tahun mendatang Bulan Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Debit historis (liter/detik) Debit bangkitan (liter/detik) Debit historis tahun dan estimasi debit Mata air Bantarkambing tahun dari analisis debit bangkitan Metode Thomas Fiering ditampilkan pada Gambar 17.

63 Debit (liter/detik) Debit historis Debit bangkitan Tahun Gambar 17 Debit historis tahun dan debit bangkitan Metode Thomas Fiering Prediksi debit Mata air Kotabatu pada 20 tahun akan datang (tahun 2031) berdasarkan hasil debit bangkitan Metode Thomas Fiering adalah berkisar antara liter/detik dengan debit rata-rata dalam setahun liter/detik. Hasil prediksi debit tahun 2031 Bulan Januari-Desember ditampilkan pada Gambar 18. Gambar 18 Prediksi debit Mata air Kotabatu tahun 2031

64 50 Ketersediaan Debit Mata air Palasari Mata air Palasari dibangun pada Bulan September 2009 dan operasional dimulai pada Bulan Maret 2010 dengan kapasitas rencana 30 liter/detik. Debit mata air yang diproduksi kurang dari debit rencana yang diharapkan. Debit Mata air Palasari berkisar antaraa liter/detik dan rata-rata liter/detik, fluktuasi debit bulanan ditampilkan pada Gambar 19. Debit (liter/detik) Bulan Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Tahun 2010 Gambar 19 Fluktuasi debit bulanan Mata Air Palasari tahun Mata air Palasari baru beroperasional sehingga data debit historis yang digunakan tidak panjang sehingga prediksi debit diestimasi dengan debit terendah setiap bulannya menggunakan data Bulan Maret 2010 hingga Februari Debit prediksi mata air dapat dilihat pada Tabel 27. Bulan Tahun Tabel 27 Debit historis dan prediksi debit Mata Air Palasari Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Debit historis (liter/detik) Debit prediksi (liter/detik) Prediksi Prediksi debit Mataa air Palasari adalah berkisar antara liter/detik dengan debit rata-rata dalam setahun liter/detik. Hasil prediksi debit Bulan Januari-Desember ditampilkan pada Gambar Gambar 20 Prediksi debit Mata air Palasari

65 51 Analisis Spasial Penyediaan Air Minum Sistem penyediaan air minum hingga 20 tahun akan datang dianalisis secara spasial dengan menggunakan data hasil analisis sebelumnya. Kebutuhan penduduk 20 tahun mendatang, apakah dapat dipenuhi dari ketersediaan air baku yang telah diprediksi. Analisis spasial dilakukan per zona pelayanan yang terdiri atas 6 zona seperti yang digambarkan pada Gambar 21. Gambar 21 Peta zona pelayanan sistem penyediaan air minum PDAM Kota Bogor

66 52 Sistem penyediaan air minum Kota Bogor terdiri atas; (a) SPAM yang dikelola oleh PDAM dan (b) SPAM non PDAM yang dikelola Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman (Bappeda 2008). Tahun 2011 sebanyak rumah tangga dan pelanggan non domestik menggunakan SPAM dengan PDAM Tirta Pakuan, sedangkan yang menggunakan PDAM Tirta Kahuripan ada sebanyak rumah tangga. Dari jumlah sambungan rumah tangga yang dilayani kedua PDAM dikalikan dengan 5 jiwa (asumsi jumlah jiwa per rumah tangga), maka penduduk yang dilayani PDAM sebesar 44.81% dari total penduduk Kota Bogor (Tabel 28). Tabel 28 Jumlah keluarga pengguna PDAM dan sumur di Kota Bogor Wilayah Jumlah KK PDAM 1 (%) PDAM 2 (%) Sumur 3 (%) Wilayah Jumlah KK PDAM 1 (%) PDAM 2 (% Sumur 3 (%) Bogor Selatan Bogor Timur Mulyaharja Sindangsari Pamoyanan Sindangrasa Ranggamekar Tajur Genteng Katulampa Kertamaya Baranangsiang Rancamaya Sukasari Bojongkerta Bogor Barat Harjasari Pasirmulya Muarasari Pasirkuda Pakuan Pasirjaya Cipaku Gunungbatu Lawanggintung Loji Batutulis Menteng Bondongan Cilendek Empang Cilendek Barat Cikaret Sindangbarang Bogor Utara. Margajaya Bantarjati Balungbangjaya Tegalgundil Situgede Tanahbaru Bubulak Cimahpar Semplak Ciluar Curugmekar Cibuluh Curug Kedunghalang Tanah Sareal Ciparigi Kedungwaringin Bogor Tengah Kedungjaya Paledang Kebonpedes Gudang Tanahsareal Babakan Pasar Kedungbadak Tegallega Sukaresmi Babakan Sukadamai Sempur Cibadak Pabaton Kayumanis Cibogor Mekarwangi Panaragan Kencana Kebonkalapa Ciwaringin Sumber : PDAM Tirta Pakuan (2011) 2 Sumber : PDAM Tirta Kahuripan (2011) 3 Sumber : Sensus penduduk BPS Kota Bogor (2010) Kota SPAM non PDAM yang dikelola Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman, terdapat di 15 kelurahan yang masih berfungsi (Tabel 29), dimana masing-masing unit melayani sekitar 60 rumah tangga, artinya SPAM non PDAM melayani penduduk sekitar 0.38% terhadap rumah tangga di Kota Bogor.

67 53 Tabel 29 Wilayah terlayani SPAM non PDAM No Kelurahan Tahun Sumber Kapasitas Keterangan (liter/detik) 1 Genteng 2001 Mata air 1 Tidak berfungsi 2 Ranggamekar Mata air Sumur dalam 1 2 Tidak berfungsi Berfungsi 3 Harjasari Mata air Sumur dalam 1 2 Tidak berfungsi Berfungsi 4 Cilendek Barat 2002 Mata air 1 Tidak berfungsi 5 Sindang barang 2002 Mata air 1 Tidak berfungsi 6 Balumbang jaya Mata air Sumur dalam 1 2 Tidak berfungsi Berfungsi 7 Katulampa Mata air Mata air Mata air Tidak berfungsi Tidak berfungsi Berfungsi 8 Kebon kelapa 2003 Mata air 1 Tidak berfungsi 9 Pamoyanan Mata air Sumur dalam 1 2 Tidak berfungsi Berfungsi 10 -Bojongkerta 2008 Sumur dalam 1.5 Berfungsi -SMP 17 Bojongkerta 2005 Sumur dalam 1 Berfungsi 11 -Situgede 2003 Mata air Sumur dalam 2 -Kantor kelurahan Situgede 2006 Sumur dalam 1 Berfungsi Tidak berfungsi Berfungsi 12 Tanah baru 2006 Sumur dalam 2 Tidak berfungsi 13 Mulyaharja Mata air Mata air 2 2 Tidak berfungsi Berfungsi 14 Bubulak Mata air Mata air Tidak berfungsi Berfungsi 15 Margajaya 2009 Sumur dalam 2 Berfungsi 16 Pasirmulya 2009 Sumur dalam 4 Berfungsi 17 Semplak 2012 Mata air 1.5 Berfungsi 18 Rancamaya Sumur dalam Mata air 2 1 Berfungsi Berfungsi 19 Ciluar 2012 Mata air 1 Berfungsi 20 Sindang barang 2012 Sumur dangkal 2 Berfungsi 21 Bondongan 2012 Mata air 1 Berfungsi Sumber: Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman Kota Bogor (2012) Analisis spasial ketersediaan dan kebutuhan air minum penduduk Kota Bogor dilakukan per zona pelayanan, dimana setiap zona terdiri atas beberapa kelurahan. Analisis pelayanan yang dianalisis adalah pelayanan PDAM karena SPAM 20 tahun akan datang memprioritaskan PDAM untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hasil analisis spasial untuk mengetahui wilayah mana yang dapat dilayani PDAM dan wilayah mana yang perlu dilayani SPAM non PDAM. Penyediaan Air Minum Sistem Perpipaan Zona 1 Sumber air baku untuk wilayah pelayanan zona 1 berasal dari Mata air Tangkil dan melayani 14 kelurahan di wilayah selatan dan timur Kota Bogor. Kebutuhan air minum pada tahun 2031 adalah liter/detik (Tabel 30), terjadi peningkatan 3 kali lipat kebutuhan tahun Prediksi ketersediaan debit mata air Tangkil pada tahun 2031 adalah liter/detik, sehingga sumber air baku dari mata air ini diprediksi tidak mencukupi kebutuhan tahun Zona 1 membutuhkan penambahan supply sumber air baku sekitar liter/detik pada tahun 2031.

68 54 Tabel 30 Kebutuhan air minum zona 1 Penduduk dilayani j Kebutuhan air minum Jumlah penduduk (jiwa) (jiwa) (liter/detik) Kelurahan tahun Genteng (45%) Kertamaya Rancamaya Harjasari Muarasari Pakuan Cipaku (34%) Lawanggintung (57%) Sindangsari Sindangrasa Tajur Baranangsiang (4%) Katulampa (91%) Bojongkerta Total j Penduduk dilayani tahun 2011 adalah 62% dan target tahun 2031 adalah 73% Sistem perpipaan zona 1 mengambil sumber air baku dari Mata air Tangkil dan didistribusikan dari arah selatan ke utara, dari Reservoar Rancamaya ke 14 kelurahan, dengan wilayah layanan terjauh adalah Kelurahan Lawanggintung, Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Katulampa. Peta pelayananan SPAM zona 1 dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22 Peta pelayanan SPAM zona 1

69 Kemampuan hidrolis jaringan pipa melayani wilayah zona 1 dianalisis secara spasial menggunakan perangkat lunak EPANET 2.0. Input yang digunakan dalam analisis adalah kebutuhan air masing-masing kelurahan, elevasi wilayah layanan, panjang dan diameter pipa. Simulasi dilakukan menggunakan jaringan pipa utama zona 1 kondisi tahun 2011 yang telah sukses dieksekusi dan kemudian menginputkan kebutuhan tahun Peta simulasi distribusi air minum sistem perpipaan zona 1 tahun 2031 dengan EPANET 2.0 dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil simulasi menunjukkan terjadinya kendala hidrolis, dimana wilayah pelayanan memiliki tekanan yang rendah (pressure kurang dari 15 meter) ditunjukkan dengan node berwarna biru. 55 Gambar 23 Peta simulasi sistem perpipaan zona 1 tahun 2031 Tekanan yang rendah menyebabkan air mengalir dengan debit yang rendah atau bahkan tidak mengalir sama sekali. Wilayah yang berpotensi mengalami tekanan rendah adalah Kelurahan Bojongkerta, sebagian Kelurahan Harjasari, Muarasari, dan Sindangsari. Pengaliran secara gravitasi tidak terpenuhi karena elevasi yang lebih tinggi di empat kelurahan tersebut. Karena adanya kendala hidrolis di wilayah tersebut menyebabkan distribusi ke Kelurahan Sindangrasa, Pakuan, Tajur, Katulampa, Baranangsiang dan Lawanggintung menjadi terhambat. Sedangkan Kelurahan Rancamaya, Kertamaya, Genteng dan Cipaku hasil simulasi menunjukkan wilayah tersebut dapat terlayani ditunjukkan dengan node merah yang berarti tekanan memenuhi syarat. Untuk jaringan yang bertekanan rendah pada wilayah yang berelevasi tinggi dapat menggunakan sistem pemompaan agar tekanan meningkat dan wilayah tersebut dapat dialiri air. Gambar 24 menunjukkan wilayah yang berpotensi mengalami kendala hidrolis pada tahun 2031.

70 56 Gambar 24 Peta wilayah terkendala pelayanan perpipaan Penyediaan Air Minum Sistem Perpipaan Zona 2 Wilayah pelayanan zona 2 melayani 4 kelurahan, yaitu sebagian kecil Kelurahan Ranggamekar, sebagian kecil Kelurahan Batutulis, separuh Kelurahan Genteng, dan separuh Kelurahan Cipaku. Kebutuhan air minum pada tahun 2031 adalah liter/detik (Tabel 31), terjadi peningkatan 2 kali lipat kebutuhan tahun Prediksi ketersediaan debit Mata air Bantarkambing tahun 2031 adalah liter/detik, artinya sumber air baku yang ada dapat mencukupi kebutuhan tahun 2031 dan berlebih. Kelebihan debit tersebut pada kondisi eksisting dapat dialirkan ke Reservoir Cipaku untuk membantu zona 1 dan zona 5. Tabel 31 Kebutuhan air minum zona 2 Kelurahan Penduduk dilayani k Kebutuhan air minum Jumlah penduduk (jiwa) (jiwa) (liter/detik) Tahun Ranggamekar (9%) Genteng (55%) Cipaku (66%) Batutulis (17%) Total k Penduduk dilayani tahun 2011 adalah 61% dan target tahun 2031 adalah 86% Sistem perpipaan zona 2 mengambil sumber air baku dari Mata air Bantarkambing. Pengaliran air dari brouncaptering Bantarkambing ke pelanggan adalah secara gravitasi dan langsung tanpa menggunakan reservoir, dan debit berlebihnya dialirkan ke Reservoir Cipaku. Wilayah layanan terjauh adalah Kelurahan Batutulis dan Kelurahan Ranggamekar. Peta pelayananan SPAM zona 2 dapat dilihat pada Gambar 25.

71 57 Gambar 25 Peta pelayanan SPAM zona 2 Simulasi EPANET 2.0 distribusi air minum pada Zona 2 dengan input kebutuhan tahun Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 26, dimana seluruh node memiliki tekanan yang cukup dengan pressure lebih dari 15 meter ditunjukkan dengan node berwarna biru muda, hijau, kuning dan merah. Seluruh wilayah dapat dialiri air perpipaan dan dilayani dengan baik oleh sistem perpipaan. Peta simulasi distribusi air minum sistem perpipaan zona 2 tahun 2031 Gambar 26 Peta simulasi sistem perpipaan zona 2 tahun 2031

72 58 Kebutuhan penduduk di wilayah zona 2 hingga 20 tahun mendatang dapat terpenuhi oleh debit Mata air Bantarkambing dan mampu melayani 87% penduduk zona 2. Rencana pengembangan pelayanan 20 tahun akan datang adalah meningkatkan operasional dan maintenance pemeliharaan pipa distribusi dengan menurunkan target angka kebocoran pipa dari angka 29% (tahun 2011) menjadi 26% di tahun Penyediaan Air Minum Sistem Perpipaan Zona 3 Zona 3 mengambil sumber air dari Sungai Cisadane yang diolah di Water Treatment Plant (WTP) Cipaku. Kebutuhan air zona 3 pada tahun 2011 adalah liter/detik dan kapasitas produksi WTP Cipaku (300 liter/detik) tidak mencukupi kebutuhan kebutuhan tahun 2011, sehingga dibantu dari Mata air Bantarkambing (zona 2). Kebutuhan air baku tahun 2031 adalah liter/detik dengan target penduduk dilayani 97%. Kebutuhan air bersih penduduk di zona 3 mengalami peningkatan 16% dari kondisi eksisting (Tabel 32), dan kebutuhan tersebut 2 kali lipat kemampuan produksi eksisting, sehingga tahun 2031 kemampuan produksi WTP Cipaku ditingkatkan 2 kali lipat. Kelurahan Tabel 32 Kebutuhan air minum zona 3 Jumlah penduduk (jiwa) Penduduk dilayani l (jiwa) Kebutuhan air (liter/detik) Mulyaharja (5%) Lawanggintung (43%) Batutulis (83%) Bondongan Empang Sukasari Baranangsiang (96%) Katulampa Paledang Gudang Babakan Pasar Panaragan (24%) Pasir Jaya (36%) Total l Target penduduk dilayani tahun eksisting 2011 adalah 87% dan target tahun 2031 adalah 97% Sistem distribusi zona 3 melayani 13 kelurahan, pengaliran air dari Reservoar Cipaku secara gravitasi dari selatan ke bagian barat dan timur Kota Bogor. Wilayah layanan terjauh adalah Kelurahan Pasirjaya dan Kelurahan Katulampa. Peta pelayananan SPAM zona 3 dapat dilihat pada Gambar 27.

73 59 Gambar 27 Peta pelayanan SPAM zona 3 Simulasi EPANET 2.0 distribusi air minum pada Zona 3 dengan input kebutuhan tahun 2031 memperlihatkan bahwa tidak terjadi kendala hidrolis, dimana node terjauh tetap menunjukkan warna merah yang berarti tekanan air di perpipaan distribusi dapat menjangkau hingga wilayah paling jauh dikarenakan elevasi wilayah zona 3 tidak ada yang ekstrim. Peta simulasi distribusi air minumm sistem perpipaan zona 3 tahun 2031 dapat dilihat pada Gambar 28.. Gambar 28 Peta simulasi sistem perpipaan zona 3 tahun 2031

74 60 Seluruh wilayah di zona 3 dapat dilayani baik dengan sistem perpipaan, tekanan dan aliran menjangkau seluruh wilayah dengan asumsi kebutuhan dipenuhi dengan peningkatan dua kali lipat produksi WTP Cipaku. Sehingga untuk tahun 2031 ditargetkan tingkat kehilangan air di zona 3 dapat turun, dimana tingkat kehilangan air dari 51% (tahun 2011) menjadi 43% di tahun 2031 agar target 97% penduduk zona 3 dapat terlayani. Penyediaan Air Minum Sistem Perpipaan Zona 4 Zona 4 merupakan sistem distribusi terbesar di Kota Bogor dengan sumber air baku dari Sungai Cisadane, diambil melalui Intake Ciherang Pondok yang terletak di luar Kota Bogor sekitar 1 km di selatan Kelurahan Rancamaya. Sistem ini menggunakan pengolahan lengkap di WTP Dekeng dengan kapasitas liter/detik dan melayani 36 kelurahan seperti yang ditampilkan pada Tabel 33. Tabel 33 Kebutuhan air minum zona 4 Penduduk dilayani m Kebutuhan air Jumlah penduduk (jiwa) Kelurahan (jiwa) (liter/detik) Tegallega Babakan Sempur Pabaton Cibogor Panaragan (76%) Kebonkalapa Ciwaringin Kedungwaringin Kedungjaya Kebonpedes Tanahsareal Kedungbadak Sukaresmi Sukadamai Cibadak Kayumanis Mekarwangi Kencana Bantarjati Tegalgundil Tanahbaru Cimahpar Ciluar Cibuluh Kedunghalang Ciparigi Menteng Cilendek Timur Cilendek Barat Sindangbarang (7%) Margajaya Bubulak Semplak Curugmekar Curug Situgede Balungbangjaya Total m Penduduk dilayani tahun 2011 adalah 55% dan target tahun 2031 adalah 92%

75 Kebutuhan air minum pada tahun 2011 adalah liter/detik, terjadi peningkatan kebutuhan 3 kali lipat ditahun 2031 yaitu liter/detik. Prediksi debit Sungai Cisadane pada tahun 2031 adalah liter/detik (debit rata-rata 12 bulan), artinya sumber air baku yang ada dapat mencukupi kebutuhan tahun Jika kapasitas produksi WTP Dekeng ditingkatkan menjadi liter/detik, maka debit sungai yang diambil sebesar 22% dari debit di badan air. Sistem distribusi zona 4 melayani 36 kelurahan, pengaliran air dari Reservoar Pajajaran dengan kapasitas m 3 secara gravitasi dari selatan ke utara. Wilayah layanan terjauh adalah Kelurahan Mekarwangi dan Kelurahan Margajaya. Peta pelayananan SPAM zona 4 dapat dilihat pada Gambar Gambar 29 Peta pelayanan SPAM zona 4 Simulasi EPANET 2.0 distribusi air minum pada zona 4 dengan input kebutuhan tahun 2031 memperlihatkan bahwa terjadi kendala hidrolis di Kelurahan Kayumanis dan Cimahpar yang ditunjukkan dengan node berwarna biru yang berarti tekanan air di pipa tersebut rendah (pressure 1 m). Peta simulasi distribusi air minum sistem perpipaan zona 4 tahun 2031 dapat dilihat pada Gambar 30.

76 62 Gambar 30 Peta simulasi sistem perpipaan zona 4 Pemenuhan kebutuhan 20 tahun akan datang memerlukan peningkatan kapasitas WTP Dekeng menjadi sekitar liter/detik. Selain itu penambahan reservoir juga dibutuhkan untuk mengatasi kebutuhan kendala hidrolis pada zona 4, reservoir tersebut didirikan di sekitar wilayah tanah sareal dengann kapasitas yang sama dengan kapasitas Reservoar Pajajaran untuk memenuhi kebutuhan debit di tahun 2031 yang tiga kali lipat kebutuhan pada kondisi eksisting. Penyediaan Air Minum Sistem Perpipaan Zona 5 Pelayanan zona 5 menggunakan sistem unit produksi Palasari yang menggunakan air permukaan (sungai) dan mata air. Unit produksi palasari tahun 2011 memiliki kapasitas 20 liter/detik dari sungai dan 30 liter/detik dari mata air, Kebutuhan zona 5 pada tahun 2011 adalah liter/detik, sehingga ketersediaan air zona 5 dapat memenuhi kebutuhan dan berlebih. Debit berlebih dari sumber air zona 5 dialirkan ke wilayah palasari (Kabupaten Bogor). Sedangkan kebutuhan tahun 2031 mengalami peningkatan 3 kali lipat (98.51 liter/detik) dan prediksi debit Mata air Palasari liter/detik, sehingga suplai air untuk zona 5 kurang sekitar liter/detik dan membutuhkan sumber baru. Prediksi kebutuhan tahun 2031 dapat dilihat pada Tabel 34.

77 Kelurahan Tabel 34 Kebutuhan air minum zona 5 Jumlah penduduk (jiwa) Penduduk dilayani n (jiwa) Kebutuhan air (liter/detik) Pamoyanan Ranggamekar (91%) Total n Penduduk dilayani tahun 2011 adalah 49% dan target tahun 2031 adalah 73% 63 Sistem distribusi zona 5 melayani 2 kelurahan yaitu Kelurahan Pamayonan dan Ranggamekar, pengaliran air dari Reservoar Palasari secara gravitasi dari selatan ke utara dengan wilayah layanan terjauh adalah Kelurahan Ranggamekar. Peta pelayananan SPAM zona 5 dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31 Peta pelayanan SPAM zona 5 Simulasi Epanet 2.0 distribusi air minum zona 5 dengan input kebutuhan tahun 2031 dapat dilihat pada Gambar 31. Seluruh node memiliki tekanan yang baik dengan pressure lebih dari 15 meter ditunjukkan dengan node berwarna merah, diprediksi tidak ada kendala hidrolis yang terjadi pada tahun Perbedaan elevasi yang cukup tinggi dari Reservoir Palasari (383 mdpl) ke wilayah pelayanan terjauh (297 mdpl) di Kelurahan Ranggamekar menyebabkan pengaliran distribusi air minum dapat menjangkau seluruh wilayah.

78 64 Gambar 31 Peta simulasi sistem perpipaan zona 5 Penyediaan Air Minum Sistem Perpipaan Zona 6 Mata air Kotabatu adalah sumber air baku pelayanan zona 6 dilengkapi Reservoir Kotabatu kapasitas m 3. Tahun 2011 pelanggan yang dilayani pada zona 6 adalah unit sambungan langganan dengan kebutuhan liter/detik dan debit produksi mata air sebesar liter/detik, sehingga kebutuhan penduduk di zona 6 tidak dapat dipenuhi dan pada kondisi eksisting kebutuhan supply air dibantu dari WTP Dekeng melalui Reservoar Cipaku. Sedangkan kebutuhan tahun 2031 adalah sebesar liter/detik, sedangkan prediksi debit Mata air Kotabatu sebesar liter/detik. Ketersediaan air baku tidak bisa memenuhi kebutuhan karena debit mata air ini sudah optimum diproduksi, sehingga untuk tahap selanjutnya memerlukan sumber air baku baru untuk melayani penduduk zona 6 pada tahun 2031(Tabel 35). Tabel 35 Kebutuhan air minum zona 6 Jumlah penduduk (jiwa) Penduduk dilayani o (jiwa) Kebutuhan air (liter/detik) Kelurahan Mulyaharja (95%) Cikaret Pasirmulya Pasirkuda Pasirjaya (64%) Gunungbatu (99%) Loji Sindangbarang (93%) Total o Penduduk dilayani tahun 2011 adalah 48% dan target tahun 2031 adalah 73%

79 65 Sistem perpipaan zona 6 mengambil sumber dari Mata air Kotabatu dan didistribusikan dari Reservoar Kotabatu ke 8 kelurahan, dari arah selatan ke utara, dengan wilayah layanan terjauh adalah Kelurahan Sindangbarang. Peta pelayananan SPAM zona 6 dapat dilihat pada Gambar 32. Gambar 32 Peta pelayanan SPAM zona 6 Simulasi EPANET 2.0 distribusi air minum pada Zona 6 dengan input kebutuhan tahun 2031 memperlihatkan bahwa terjadi kendala hidrolis di Kelurahan Sindangbarang, dimana terdapat node yang berwarna biru yang menunjukkan tekanan yang rendah. Peta simulasi distribusi air minum sistem perpipaan zona 6 tahun 2031 dapat dilihat pada Gambar 33. Gambar 333 Peta simulasi sistem perpipaan zona 6 tahun 2031

80 66 Fokus wilayah pengembangan SPAM Analisis spasial pelayanan air minum yang dikelola PDAM pada subbab sebelumnya terdapat 7 kelurahan berpotensi mengalami kendala hidrolis atau tekanan perpipaan yang rendah pada tahun 2031, yaitu Kelurahan Bojongkerta, Harjasari, Muarasari, Sindangsari, Kayumanis, Cimahpar, dan Sindangbarang, dan terdapat 3 kelurahan yang belum dilayani jaringan distribusi PDAM pada kondisi eksisting yaitu Kelurahan Situgede, Balungbangjaya dan Bojongkerta. Disamping itu terdapat 3 zona yang prediksi kebutuhan lebih besar dari ketersediaan debit sumber air sehingga membutuhkan sumber air baku baru. Fokus pengembangan SPAM PDAM adalah; (1) pengoptimalan operasional dan maintenance pada 7 kelurahan yang disebut di atas, dengan upaya teknis untuk menyelesaikan kendala hidrolis, (2) penambahan dan perluasan jaringan distribusi di Kelurahan Situgede, Balungbang jaya dan Bojongkerta, (3) pencarian sumber air baku baru untuk melayani wilayah di zona 1, zona 5 dan zona 6. Fokus pengembangan SPAM non PDAM adalah; (1) penyediaan air minum berbasis masyarakat (Pamsimas) dan (2) sistem komunal. Pamsimas adalah kegiatan penyediaan air minum melalui pelibatan seluruh masyarakat (perempuan, laki-laki, kaya dan miskin) dan dilakukan melalui pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (demand responsive approach), agar masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam menyiapkan, melaksanakan, mengoperasionalkan dan memelihara sarana yang telah dibangun, serta melanjutkan kegiatan peningkatan derajat kesehatan di masyarakat. Sistem komunal adalah sistem penyediaan air yang dipakai secara bersama oleh masyarakat untuk pemanfaatan sumber air yang lebih ramah lingkungan baik dari sumber air tanah dalam maupun mata air, dikarenakan penduduk Kota Bogor yang menggunakan sumur cukup banyak yaitu sebesar 40.97% dari total rumah tangga (Tabel 28). Wilayah yang menjadi fokus pengembangan SPAM non PDAM diketahui dengan survey dan wawancara persepsi masyarakat. Wilayah yang disurvey adalah kelurahan yang penduduknya dominan menggunakan sumur yaitu 38 kelurahan yang telah ditampilkan pada Tabel 28. Kondisi air sumur pada 38 kelurahan tersebut dalam memenuhi kebutuhan mengalami kelangkaan di 12 kelurahan yaitu di Kelurahan Genteng, Kertamaya, Rancamaya, Bojongkerta, Muarasari, Pakuan, Cipaku, Sindangrasa, Sukaresmi, Kayumanis, Mekarwangi dan Bubulak, berdasarkan acuan dari data studi Environmental Health Risk Assesment (EHRA) yang dilaksanakan oleh Bappeda Kota Bogor tahun 2010 (Tabel 36). Jika ditarik hubungan dari 7 kelurahan yang berpotensi terkendala hidrolis dengan 12 kelurahan yang pernah mengalami kelangkaan, maka Kelurahan Bojongkerta, Muarasari dan Kayumanis adalah wilayah yang mendapatkan masalah keduanya. Untuk penduduk yang menggunakan air tanah dangkal telah dilakukan pantuan terhadap kualitas air tanah oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor, dimana sebagian besar sumur dangkal telah tercemar oleh E. Coli. Hal ini disebabkan oleh kondisi sanitasi yang buruk dimana kriteria perletakan untuk buangan cair dan padat tidak diterapkan sebagaimana mestinya sehingga penggunaan sumur dangkal tidak menjadi pilihan terbaik dimasa yang akan datang (Bappeda 2010).

81 Wilayah Pernah (%) Tabel 36 Kelangkaan sumber air minum m Tidak pernah (%) Tidak tahu (%) Wilayah Pernah (%) Tidak pernah (%) Bogor Selatan Bogor Barat Mulyaharja Pasirjaya Pamoyanan Gunungbatu Ranggamekar Loji Genteng Cilendek Barat Kertamaya Sindangbarang Rancamaya Balungbangjaya Bojongkerta Situgede Harjasari Bubulak Muarasari Semplak Pakuan Curug Cipaku Bogor Utara Lawanggintung Tanahbaru Batutulis Cimahpar Cikaret Ciluar Tanah Sareal Cibuluh Kedungjaya Ciparigi Sukaresmi Bogor Timur Cibadak Sindangsari Kayumanis Sindangrasa Mekarwangi Katulampa Kencana Kota Bogor Sumber: Studi EHRA 2010 m Kelangkaan sumber air minum selama 24 jam atau lebih dalam 1 tahun terakhir Tidak tahu (%) 67 Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan SPAM Non PDAM Persepsi masyarakat dari 38 kelurahan tersebut perlu diketahui untuk menentukan pengembangan SPAM yang tepat, bagaimana persepsi masyarakat terhadap pengembangan SPAM non PDAM di wilayah mereka dan apakah masyarakat memilih pamsimas atau sistem komunal. Tingkat persepsi masyarakat terhadap Pamsimas dapat dilihat pada Tabel 37. Keca matan Bogor Selatan Bogor Utara Tabel 37 Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan Pamsimas Kelurahan Bobot Tingkat persepsi Keca matan Kelurahan Bobot Tingkat persepsi Mulyaharja 0.60 Rendah Bogor Sindangsari 1.20 Rendah Pamoyanan 5.40 Sedang Timur Sindangrasa 0.60 Rendah Ranggamekar 2.80 Rendah Katulampa 6.00 Tinggi Genteng 2.60 Rendah Bogor Pasirjaya 3.80 Sedang Kertamaya 3.20 Sedang Barat Gunungbatu 3.60 Sedang Rancamaya 2.40 Rendah Loji 1.40 Rendah Bojongkerta 5.00 Sedang Cilendek Barat 3.20 Sedang Harjasari 2.60 Rendah Sindangbarang 0.20 Rendah Muarasari 2.80 Rendah Balungbangjaya 3.40 Sedang Pakuan 4.00 Sedang Situgede 2.80 Rendah Cipaku 0.60 Rendah Bubulak 3.00 Rendah Lawanggintung 1.40 Rendah Semplak 6.40 Tinggi Batutulis 0.80 Rendah Curug 2.00 Rendah Cikaret 2.40 Rendah Tanah Kedungjaya 2.40 Rendah Tanahbaru 2.60 Rendah Sareal Sukaresmi 3.00 Rendah Cimahpar 7.20 Tinggi Cibadak 2.40 Rendah Ciluar 3.00 Rendah Kayumanis 1.60 Rendah Cibuluh 4.00 Sedang Mekarwangi 3.40 Sedang Ciparigi 1.20 Rendah Kencana 2.20 Rendah

82 68 Pada umumnya persepsi masyarakat terhadap pengembangan Pamsimas rendah, kecuali Kelurahan Cimahpar dan Katulampa yang berpersepsi tinggi. Untuk mengetahui tingkat persepsi masyarakat terhadap sistem komunal dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan sistem komunal Keca matan Bogor Selatan Bogor Utara Kelurahan Bobot Tingkat persepsi Keca matan Kelurahan Bobot Tingkat persepsi Mulyaharja 3.80 Sedang Bogor Sindangsari 4.60 Sedang Pamoyanan 6.00 Tinggi Timur Sindangrasa 5.00 Sedang Ranggamekar 6.00 Tinggi Katulampa 7.20 Tinggi Genteng 6.20 Tinggi Bogor Pasirjaya 5.60 Sedang Kertamaya 4.60 Sedang Barat Gunungbatu 6.20 Tinggi Rancamaya 8.00 Tinggi Loji 6.40 Tinggi Bojongkerta 6.00 Tinggi Cilendek Barat 7.00 Tinggi Harjasari 6.80 Tinggi Sindangbarang 1.20 Rendah Muarasari 6.80 Tinggi Balungbangjaya 8.60 Tinggi Pakuan 6.80 Tinggi Situgede 7.00 Tinggi Cipaku 2.40 Rendah Bubulak 5.00 Sedang Lawanggintung 5.60 Sedang Semplak 7.60 Tinggi Batutulis 7.60 Tinggi Curug 7.20 Tinggi Cikaret Tanahbaru Tinggi Sedang Tanah Sareal Kedungjaya Sukaresmi Tinggi Tinggi Cimahpar 8.00 Tinggi Cibadak 8.00 Tinggi Ciluar 8.00 Tinggi Kayumanis 7.20 Tinggi Cibuluh 7.80 Tinggi Mekarwangi 6.80 Tinggi Ciparigi 5.60 Sedang Kencana 6.00 Tinggi Hasil wawancara persepsi masyarakat di 38 kelurahan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pada umumnya persepsi masyarakat terhadap pengembangan sistem komunal cukup tinggi, dimana 27 kelurahan memiliki persepsi tinggi, 9 kelurahan berpersepsi sedang dan 2 kelurahan berpersepsi rendah. 2. Kelurahan yang belum dilayani jaringan distribusi PDAM yaitu Kelurahan Bojongkerta, Situgede, dan Balungbangjaya memiliki persepsi yang tinggi terhadap sistem komunal. Sedangkan persepsi terhadap Pamsimas adalah sedang di Kelurahan Bojongkerta dan Balungbangjaya, serta memiliki persepsi rendah terhadap Pamsimas di Kelurahan Situgede. 3. Wilayah yang terkendala dengan kemampuan hidrolis sistem distribusi PDAM yaitu (1) Kelurahan Bojongkerta berpersepsi tinggi terhadap sistem komunal dan persepsi sedang terhadap pamsimas, (2) Kelurahan Harjasari memilih sistem komunal, (3) Kelurahan Muarasari memilih sistem komunal, (4) Kelurahan Sindangsari berpersepsi sedang terhadap sistem komunal dan persepsi rendah terhadap pamsimas, (5) Kayumanis memilih sistem komunal, (6) Kelurahan Cimahpar berpersepsi tinggi terhadap pamsimas dan sumur komunal, dan (7) Kelurahan Sindangbarang berpersepsi rendah terhadap pamsimas dan sumur komunal, karena lebih memilih sumur individu. Fokus pengembangan SPAM non PDAM dengan kegiatan pamsimas dapat direkomendasikan pada Kelurahan Cimahpar, Katulampa dan Semplak dan kegiatan sistem komunal di kelurahan yang ditampilkan seperti Tabel 38, tetapi diprioritaskan pada Kelurahan Bojongkerta, Muarasari dan Kayumanis karena 3 kelurahan ini terkendala kemampuan hidrolis PDAM dan berpotensi mengalami kelangkaan sumur dangkalnya, sehingga SPAM non PDAM sistem komunal dapat menjadi alternatif terbaik untuk penyediaan ai di wilayah ini.

83 Menurut data dari Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, debit air tanah bebas adalah liter/detik dan aliran air tanah tertekan adalah liter/detik. Jika melihat dari kapasitasnya, dapat disimpulkan bahwa air tanah untuk cekungan bogor termasuk Kota Bogor berpotensi dijadikan sumber air untuk pengembangan penyediaan air minum. Tetapi air tanah ini juga berfungsi untuk menjaga kestabilan permukaan tanah, sehingga khususnya untuk air tanah dalam sangat penting untuk dijaga keberadaannya. Peta yang menggambarkan persepsi masyarakat tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Persepsi masyarakat telah diketahui untuk pengembangan SPAM beberapa tahun ke depan, arahan pengembangan yang tepat maka perlu diketahui persepsi stakeholder melalui analisis AHP yang akan dibahas pada subbab selanjutnya. 69 Arahan Kebijakan Pengembangan SPAM Kota Bogor Prioritas pengembangan SPAM Kota Bogor penting diketahui menurut persepsi stakeholders yang dianggap menguasai hal-hal yang terkait air minum. Persepsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor Bappeda memiliki persepsi bahwa arahan pengembangan air minum hingga tahun 2031 yang paling prioritas adalah penyediaan air minum yang dikelola oleh PDAM dengan mengutamakan pencarian sumber baru disamping memaksimalkan operasional dan maintenance kinerja PDAM, dan perluasan jaringan distribusi. Bappeda memilih penyediaan air minum non PDAM pada prioritas kedua yaitu melalui kegiatan pamsimas (penyediaan air minum berbasis masyarakat) ataupun sistem komunal dengan nilai yang sama. Urutan prioritas menurut persepsi Bappeda disajikan pada Gambar 34. Prioritas Arahan Pengembangan SPAM PDAM 0.88 Non PDAM 0.12 Penambahan Jaringan Distribusi 0.53 Penambahan Sumber Air Baku Baru 0.33 Efisiensi operasional& maintenance 0.14 Pengelolaan Air Minum Berbasis Masyarakat 0.50 Pengelolaan Sistem komunal 0.50 nilai rasio konsistensi 0,05 nilai rasio konsistensi 0,00 Gambar 34 Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Bappeda

84 70 Persepsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Persepsi arahan pengembangan air minum dalam penelitian diwakili oleh Bagian Perencanaan PDAM Tirta Pakuan. Arahan pengembangan SPAM hingga tahun 2031 yang paling prioritas adalah penyediaan air minum yang dikelola oleh PDAM dengan mengutamakan pencarian sumber air baku baru disamping memaksimalkan operasional dan maintenance kinerja PDAM, dan selanjutnya penambahan dan perluasan jaringan distribusi. Pihak dari PDAM Tirta Pakuan memiliki prioritas kedua untuk arahan pengembangan SPAM yaitu penyediaan air minum non PDAM melalui sistem komunal untuk masyarakat dan pamsimas (penyediaan air minum berbasis masyarakat). Urutan nilai prioritas menurut persepsi PDAM Tirta Pakuan ditampilkan pada Gambar 35. Prioritas Arahan Pengembangan SPAM PDAM 0.90 Non PDAM 0.10 Penambahan Jaringan Distribusi 0.49 Penambahan Sumber Air Baku Baru 0.31 Efisiensi operasional& maintenance 0.20 Pengelolaan Air Minum Berbasis Masyarakat 0.14 Pengelolaan Sistem komunal 0.86 nilai rasio konsistensi 0,05 nilai rasio konsistensi 0,00 Gambar 35 Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi PDAM Tirta Pakuan Persepsi Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman Kota Bogor Sistem pengembangan air minum Kota Bogor hingga tahun 2031 menurut persepsi Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman adalah pengintegrasian antara penyediaan air minum yang dikelola oleh PDAM dengan sistem non PDAM karena untuk masyarakat berpenghasilan rendah masih memilih dan membutuhkan sistem non PDAM. Untuk pengembangan sistem PDAM pihak dinas memprioritaskan operasional dan maintenance kinerja PDAM dan selanjutnya pencarian sumber air baku baru, dan kemudian penambahan dan perluasan jaringan distribusi. Disamping itu memberikan arahan kedua yaitu penyediaan air minum non PDAM melalui sistem komunal untuk masyarakat dan pamsimas (penyediaan air minum berbasis masyarakat). Urutan nilai prioritas menurut persepsi Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman disajikan pada Gambar 36.

85 71 Prioritas Arahan Pengembangan SPAM PDAM 0.50 Non PDAM 0.50 Penambahan Jaringan Distribusi 0.09 Penambahan Sumber Air Baku Baru 0.72 Efisiensi operasional& maintenance 0.20 Pengelolaan Air Minum Berbasis Masyarakat 0.33 Pengelolaan Sistem komunal 0.67 nilai rasio konsistensi 0,05 nilai rasio konsistensi 0,00 Gambar 36 Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman Persepsi Akademisi Persepsi akademisi dalam penelitian ini diwakili Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB). Arahan pengembangan air minum yang paling prioritas hingga tahun 2031 adalah penyediaan air minum yang dikelola oleh PDAM dengan mengutamakan pencarian sumber air baku baru dan selanjutnya penambahan dan perluasan jaringan distribusi dan setelah itu memaksimalkan operasional dan maintenance kinerja PDAM. Menurut pihak akademisi prioritas kedua arahan pengembangan SPAM adalah penyediaan air minum non PDAM melalui sistem komunal untuk masyarakat dan pamsimas (penyediaan air minum berbasis masyarakat). Urutan nilai prioritas menurut persepsi Akademisi disajikan pada Gambar 37. Prioritas Arahan Pengembangan SPAM PDAM 0.90 Non PDAM 0.10 Penambahan Jaringan Distribusi 0.49 Penambahan Sumber Air Baku Baru 0.08 Efisiensi operasional& maintenance 0.44 Pengelolaan Air Minum Berbasis Masyarakat 0.13 Pengelolaan Sistem komunal 0.87 nilai rasio konsistensi 0,01 nilai rasio konsistensi 0,00 Gambar 37 Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi Akademisi

86 72 Persepsi Pengamat Tata Kota Persepsi pengamat dalam penelitian ini diwakili oleh pengamat tata kota yang juga pakar dibidang air minum. Arahan pengembangan air minum yang paling prioritas hingga tahun 2031 adalah penyediaan air minum yang dikelola oleh PDAM dengan mengutamakan operasional dan maintenance kinerja PDAM kemudian pencarian sumber air baku baru, selanjutnya penambahan dan perluasan jaringan distribusi. Pengamat tata kota memberikan arahan prioritas kedua yaitu penyediaan air minum non PDAM melalui sistem komunal untuk masyarakat dan pamsimas (penyediaan air minum berbasis masyarakat). Urutan nilai prioritas menurut persepsi Pengamat Tata Kota disajikan pada Gambar 38. Prioritas Arahan Pengembangan SPAM PDAM 0.90 Non PDAM 0.10 Penambahan Jaringan Distribusi 0.23 Penambahan Sumber Air Baku Baru 0.71 Efisiensi operasional& maintenance 0.06 Pengelolaan Air Minum Berbasis Masyarakat 0.14 Pengelolaan Sistem komunal nilai rasio konsistensi 0,07 nilai rasio konsistensi 0, Gambar 38 Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi pengamat tata kota Persepsi Seluruh Stakeholders Persepsi seluruh stakeholders merupakan persepsi dari berbagai pendapat responden yang diolah dengan mencari rata-rata geometrik sehingga menjadi persepsi bersama dengan bobot nilai yang baru untuk setiap prioritas arahan pengembangan SPAM. Berdasarkan persepsi seluruh stakeholders, prioritas utama untuk arahan pengembangan SPAM di Kota Bogor adalah penyediaan air minum yang dikelola oleh PDAM dengan nilai prioritas 0.85 dan arahan pengelolaan non PDAM menjadi prioritas kedua dengan nilai 0.15 (Gambar 39). Untuk pengembangan penyediaan air minum PDAM sampai dengan tahun 2031 diprioritaskan untuk mengoptimalkan operasional dan maintenance dengan nilai prioritas 0.41, selanjutnya pencarian sumber air baku baru dengan nilai prioritas 0.38, dan kemudian penambahan dan perluasan jaringan distribusi dengan nilai prioritas Disamping itu arahan pengembangan penyediaan air minum non PDAM lebih memprioritaskan sistem komunal dengan nilai prioritas 0.78 setelahnya penyediaan air minum berbasis masyarakat dengan nilai prioritas 0.22 (nilai konsistensi 0.04)

87 73 Prioritas Arahan Pengembangan SPAM PDAM 0.85 Non PDAM 0.15 Penambahan Jaringan Distribusi 0.21 Penambahan Sumber Air Baku Baru 0.38 Efisiensi operasional& maintenance 0.41 Pengelolaan Air Minum Berbasis Masyarakat 0.22 Pengelolaan Sistem komunal 0.78 nilai rasio konsistensi 0,04 nilai rasio konsistensi 0,00 Gambar 39 Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi stakeholders SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Penduduk Kota Bogor membutuhkan air baku untuk air minum sebesar liter/detik pada tahun 2031, artinya 20 tahun yang akan datang kebutuhan air baku meningkat sebesar 148% dari kebutuhan tahun Prediksi ketersediaan debit air baku adalah liter/detik, artinya ketersediaannya 20 tahun mendatang kurang sekitar liter/detik. 2. Analisis spasial SPAM sistem distribusi perpipaan yang dikelola PDAM, terdapat 3 kelurahan belum dilayani PDAM yaitu Kelurahan Bojongkerta, Situgede, dan Balungbangjaya dan ditargetkan tahun 2031 kelurahan tersebut telah dilayani PDAM. Terdapat 7 kelurahan yang terkendala dengan kemampuan hidrolis distribusi PDAM yaitu Kelurahan Bojongkerta, Kelurahan Harjasari, Muarasari, Sindangsari, Cimahpar, Kayumanis dan Sindangbarang. Dari 68 kelurahan terdapat 30 kelurahan yang dominan penduduknya menggunakan PDAM dan 38 kelurahan penduduknya dominan memanfaatkan sumur. 3. Masyarakat memiliki persepsi yang tinggi terhadap PDAM sebagai prioritas pertama dan memberikan persepsi yang baik juga terhadap SPAM non PDAM dengan sistem komunal. Arahan pengembangan SPAM di Kota Bogor diprioritaskan pada penyediaan air minum yang dikelola oleh PDAM dan arahan pengelolaan non PDAM menjadi prioritas kedua. Untuk pengembangan penyediaan air minum PDAM sampai dengan tahun 2031 diprioritaskan untuk mengoptimalkan operasional dan maintenance, selanjutnya pencarian sumber air baku merupakan prioritas kedua, kemudian penambahan dan perluasan jaringan distribusi menjadi prioritas ketiga. Disamping itu arahan pengembangan penyediaan air minum non PDAM lebih memprioritaskan sistem komunal dan penyediaan air minum berbasis masyarakat menjadi prioritas kedua.

88 74 Saran 1. Perlu pencarian sumber air baku baru dan pengkajian rencana sumber baru dengan analisis keandalan debit sumber baru tersebut di masa mendatang untuk zona 1, zona 5 dan zona Sistem distribusi air minum perpipaan membutuhkan penanganan operasional dan maintenance PDAM yaitu pemasangan pipa baru untuk melayani Kelurahan Bojongkerta, Situgede dan Balungbangjaya dan pemasangan pompa untuk melayani daerah terkendala dengan kemampuan hidrolis distribusi perpipaan yaitu Kelurahan Bojongkerta, Kelurahan Harjasari, Muarasari, Sindangsari, Cimahpar, Kayumanis dan Sindangbarang. 3. Untuk wilayah terkendala hidrolis sistem perpipaan dan wilayah yang mayoritas penduduknya menggunakan sumur SPAM non PDAM dengan sistem komunal bisa menjadi alternatif kedua untuk mendukung prioritas pertama dimana masyarakat dan stakeholders mendukung pengembangan sistem komunal tersebut.

89 75 DAFTAR PUSTAKA Acreman M Water and Ecology. Paris (FR): United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Adrianto B Persepsi dan Partisipati Masyarakat terhadap Pembangunan Prasarana Dasar Permukiman yang Bertumpu pada Swadaya Masyarakat di Kota Magelang [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Arwin, Mukmin Y Kajian Keandalan Air Sungai Cisadane Memenuhi Laju Permintaan Air Baku PDAM Kota Bogor. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 17 : [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Identifikasi Masalah Pengelolaan Sumber Daya Air di Pulau Jawa, Laporan Akhir, Buku 2. Jakarta (ID): Bappenas Direktorat Pengairan dan Irigasi, Laporan Pencapaian Millenium Development Goals Indonesia Jakarta (ID): Bappenas., Report on the Achievement of the Millenium Development Goals Indonesia Jakarta (ID): Bappenas. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor Masterplan Sistem Penyediaan Air Minum Kota Bogor. Bogor (ID): Bappeda Kota Bogor Buku Putih Sanitasi Kota Bogor. Bogor (ID): Bappeda Kota Bogor Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun Bogor (ID): Bappeda Kota Bogor. Edwards J, Koval E, Lendt B, Ginther P GIS and Hydraulic Model Integration: Implementing Cost-Effective Sustainable Solution. Journal of the American Water Works Association. 110: Fauzi A Ekonomi Sumber Daya Air dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Labadie JW Optimal Operation of Multi-reservoir Systems: State-of-the- Art Review. Journal of Water Resources Planning and Management ASCE.130: Masduqi A, Endah N, Soedjono E S, Hadi W Capaian Pelayanan Air Bersih Perdesaan sesuai Millenium Development Goals Studi Kasus di Wilayah DAS Brantas. Jurnal Purifikasi.8: Mayangsari M Kajian Teknis Jaringan Distribusi Air Minum Kota Bandung Tahun 2010 Menggunakan EPANET 2.0 [Skripsi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Nuraeni Y Metode Memperkirakan Debit Air yang Masuk ke Waduk dengan Metode Stokastik Chain Markov (Contoh Kasus: Pengoperasian Waduk Air Saguling). Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil.18: Nurcahyo MY Kajian Persepsi Masyarakat terhadap Rencana Umum Tata Ruang Kota Kendal [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. [PDAM] Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Pakuan Kota Bogor Review Rencana Induk SPAM PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Bogor (ID): PDAM Tirta Pakuan.

90 76 Rajasa MH Tantangan dan Peluang dalam Sumberdaya Air di Indonesia. Jakarta (ID): Gramedia. Rizali Kajian Pemanfaatan Air di Daerah Irigasi Katulampa [Tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Rossman LA EPANET 2.0 Users Manual. Cincinnati (US): Environmental Protection Agency, Water Supply and Water Resources Division National Risk Management Research Laboratory Saaty TL Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin (Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Cetakan Kedua. Jakarta (ID): Gramedia. Salas JD, Delleur JW, Yevjevic V, Lane WL Applied Modelling of Hydrologic Time Series, Colorado (US): Water Resources Publication, Littleton. Stevanus CT Evaluasi Kinerja Rehabilitasi Lahan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suhardi Kajian Spasial Tingkat Pelayanan Air Bersih di Perumahan Limbangan Baru Kabupaten Banjarnegara [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro. Sutopo MF Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa lingkungan dalam Pengelolaan Air Minum (Studi Kasus DAS Cisadane Hulu) [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Walgito B Psikologi Sosial (suatu pengantar). Yogyakarta (ID): Andi. Weilbull A-Statistical Theory of The Strength of Material. Stockholm (DK): Vetenskaps Akad.

91 Lampiran 1 Nilai Koefisien Determinasi (R 2 ) Model Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor Nilai R 2 per kelurahan, (%) Kecamatan Kelurahan Discrete Continuous time time Eksponensial Saturation Bogor Selatan Mulyaharja Pamoyanan Ranggamekar Genteng Kertamaya Rancamaya Bojongkerta Harjasari Muarasari Pakuan Cipaku Lawanggintung Batutulis Bondongan Empang Cikaret Bogor Timur Sindangsari Sindangrasa Tajur Katulampa Baranangsiang Sukasari Bogor Utara Bantarjati Tegalgundil Tanahbaru Cimahpar Ciluar Cibuluh Kedunghalang Ciparigi Bogor Utara Paledang Gudang Babakan Pasar Tegallega Babakan Sempur Pabaton Cibogor Panaragan Kebonkalapa Ciwaringin

92 78 Lampiran 1 (Lanjutan) Nilai R 2 per kelurahan, (%) Kecamatan Kelurahan Discrete Continuous time time Eksponensial Saturation Bogor Barat Pasirmulya Pasirkuda Pasirjaya Gunungbatu Loji Menteng Cilendek Timur Cilendek Barat Sindangbarang Margajaya Balungbangjaya Situgede Bubulak Semplak Curugmekar Curug Tanah Sareal Kedungwaringin Kedungjaya Kebonpedes Tanahsareal Kedungbadak Sukaresmi Sukadamai Cibadak Kayumanis Mekarwangi Kencana Kota Bogor

93 79 Lampiran 2 Persamaan Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Bogor Kecamatan Kelurahan Persamaan Proyeksi Bogor Selatan Mulyaharja Bogor Timur Bogor Utara Pamoyanan Ranggamekar Genteng Kertamaya Rancamaya Bojongkerta Harjasari Muarasari Pakuan Cipaku Lawanggintung Batutulis Bondongan Empang Cikaret Sindangsari Sindangrasa exp( 81,35+0,038) = 1+exp ( 81,35+0,038) exp( 136,83+0,068) = 1+exp ( 136,83+0,068) = 21054exp( 143,849+0,072) 1+exp ( 143,849+0,072) exp( 122,63+0,061) = 1+exp ( 122,63+0,061) = exp( 76,45+0,033) 1+exp ( 76,45+0,033) = exp( 71,30+0,032) 1+exp ( 71,30+0,032) = exp( 77,27+0,034) 1+exp ( 77,27+0,034) exp( 233,26+0,117) = 1+exp ( 233,26+0,117t) = exp( 3,45 0,002) 1+exp ( 3,45 0,002) = exp( 27,98+0,009) 1+exp ( 27,98+0,009) exp( 106,11+0,053) = 1+exp ( 106,11+0,053) 8622 exp(64,02 0,031) = 1+exp 64,02 0,031) = exp( 3,45 0,002) 1+exp ( 3,45 0,002) exp(2,11 0,005) = 1+exp (2,11 0,005) exp( 7377,32+3,69) = 1+exp ( 7377,32+3,69) = 21845exp( 102,62+0,052) 1+exp ( 102,62+0,052) = exp( 39,42+0,014) 1+exp ( 39,42+0,014) exp( 137,49+0,069) = 1+exp ( 137,49+0,069) = exp( 13,93+0,003) 1+exp ( 13,93+0,003) = 32303exp( 259,27+0,129) 1+exp ( 259,27+0,129) = exp( 29,14+0,011) 1+exp ( 29,14+0,011) exp(395,73 0,195) = 1+exp (395,73 0,195) Proyeksi jumlah penduduk (jiwa) Lampiran 2 Persamaan Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Bogor (lanjutan) Tajur Katulampa Baranangsiang Sukasari Bantarjati Tegalgundil Tanahbaru Cimahpar Ciluar Cibuluh Kedunghalang Ciparigi exp( 172,35+0,087) = 1+exp ( 172,35+0,087) exp( 232,60+1,117) = 1+exp ( 232,60+1,117) exp( 161,11 0,081) = 1+exp ( 161,11 0,081) = exp( 95,02+0,042) 1+exp ( 95,02+0,042) exp( 94,43+0,046) = 1+exp ( 94,43+0,046) exp( 299,42+0,151) = 1+exp ( 299,42+0,151) exp( 72,95+0,036) = 1+exp ( 72,95+0,036) exp( 172,83+0,086) = 1+exp ( 172,83+0,086)

94 80 Kecamatan Kelurahan Persamaan Proyeksi Proyeksi tahun (jiwa) Bogor Tengah Paledang =0, exp(0,010) Gudang = exp(8,29 0,008) exp (8,29 0,008) Babakan Pasar exp(7,31 0,008) = 1+exp (7,31 0,008) Tegallega exp( 36,64+0,013) = 1+exp ( 36,64+0,013) Babakan =4,21 exp(0,004) Sempur =5,69 exp(0,004) Pabaton exp(32,59 0,022) = 1+exp (32,59 0,022) Cibogor =423,83exp(0,001) Panaragan =1,65 10 exp(0,013) Kebonkalapa =0,003 exp(0,008) Ciwaringin =3,30 10 exp(0,013) Bogor Barat Pasirmulya exp( 36,81+0,015) = 1+exp ( 36,81+0,015) Pasirkuda exp( 37,35+0,014) = 1+exp ( 37,35+0,014) Pasirjaya exp( 43,99+0,021) = 1+exp ( 43,99+0,021) Gunungbatu = 19050exp( 194,50+0,099) exp ( 194,50+0,099) Loji exp( 62,91+0,032) = 1+exp ( 62,91+0,032) Menteng = exp( 20,70+0,006) exp ( 20,70+0,006) Cilendek Timur = exp( 79,10+0,034) exp ( 79,10+0,034) Cilendek Barat exp( 66,65+0,033) = 1+exp ( 66,65+0,033) Sindangbarang = exp( 53,11+0,021) exp ( 53,11+0,021) Margajaya 5477 exp( 289,98+0,146) = 1+exp ( 289,98+0,146) Balungbangjaya exp( 64,68+0,027) = 1+exp ( 64,68+0,027) Situgede exp( 83,01+0,041) = 1+exp ( 83,01+0,041) Bubulak exp( 77,47+0,033) = 1+exp ( 77,47+0,033) Semplak exp( 50,68+0,024) = 1+exp ( 50,68+0,024) Curugmekar exp( 194,37+0,097) = 1+exp ( 194,37+0,097) Curug exp( 92,89+0,041) = 1+exp ( 92,89+0,041) Tanah Sareal Kedungwaringin exp( 226,87+0,113) = 1+exp ( 226,87+0,113) Kedungjaya exp( 45,19+0,017) = 1+exp ( 45,19+0,017) Kebonpedes exp( 18,63+0,005) = 1+exp ( 18,63+0,005) Tanahsareal =3,689 exp(0,004) Kedungbadak = exp( 45,41+0,017) exp ( 45,41+0,017) Sukaresmi exp( 127,53+0,063) = 1+exp ( 127,53+0,063) Sukadamai = exp( 66,18+0,027) exp ( 66,18+0,027) Cibadak exp( 99,67+0,046) = Kota Bogor Kayumanis Mekarwangi Kencana = 1+exp ( 99,67+0,046) exp( 95,15+0,042) 1+exp ( 95,15+0,042) = exp( 135,43+0,061) 1+exp ( 135,43+0,061) = exp( 150,94+0,069) 1+exp ( 150,94+0,069) = exp( 60,26+0,025) 1+exp ( 60,26+0,025)

95 81

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Penyediaan Air Minum

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Penyediaan Air Minum 4 TINJAUAN PUSTAKA Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran 14 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Target penduduk Kota Bogor yang terlayani air bersih pada tahun 2031 adalah 87.71% (Bappeda Kota Bogor 2011). Ketersediaan sumber air dalam memenuhi kebutuhan semakin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN 62 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian awal dilakukan pada periode 10 September 2012 dengan menghimpun data PDAM Tirta Lawu Kabupaten Karanganyar tahun

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (RI SPAM) KABUPATEN CIREBON TAHUN 2015-2030 DENGAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 160 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian sebelumnya telah dibahas berbagai temuan yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian akhir ini selanjutnya akan dibahas mengenai kesimpulan yang didapat

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

Perencanaan Pengembangan Sistem Distribusi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kedunguling Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur

Perencanaan Pengembangan Sistem Distribusi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kedunguling Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur Perencanaan Pengembangan Sistem Distribusi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kedunguling Kecamatan Candi Kabupaten Jawa Timur Oleh : Muhammad Ali Abdur Rosyid *) dan Indah Nurhayati **) Abstrak Cakupan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN)

DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN) DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN) Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja, Tommy Jansen Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

4.1. PENGUMPULAN DATA

4.1. PENGUMPULAN DATA Metodologi adalah acuan untuk menentukan langkah-langkah kegiatan yang perlu diambil dalam suatu analisa permasalahan. Penerapan secara sistematis perlu digunakan untuk menentukan akurat atau tidaknya

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Oleh : Benny Gunawan Ardiansyah, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal 1. Pendahuluan Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n MAKALAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n J U R U S A N G E O G R A F I FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN KRITERIA WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH 14 JULI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN KRITERIA WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH 14 JULI RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2006 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air vii B Tinjauan Mata Kuliah uku ajar pengelolaan sumber daya air ini ditujukan untuk menjadi bahan ajar kuliah di tingkat sarjana (S1). Dalam buku ini akan dijelaskan beberapa pokok materi yang berhubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM... 2 BAB II LANDASAN PENGELOLAAN AIR TANAH... 3 Bagian Kesatu Umum... 3 Bagian Kedua Kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok untuk kehidupan manusia dengan segala macam kegiatannya, dipergunakan untuk keperluan rumah tangga, keperluan umum, industri, perdagangan,

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2014. TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air minum merupakan kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Untuk itu, sejalan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sumber daya yang tersebar secara luas di bumi ini walaupun dalam jumlah yang berbeda, air terdapat dimana saja dan memegang peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Objektif Kota Bekasi 5.1.1 Keadaan Geografis Kota Bekasi Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 LS dengan ketinggian 19 meter diatas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA G U B E R N U R NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air merupakan sumber kehidupan manusia. Ketersediaan air yang aman untuk dikonsumsi adalah sangat penting dan merupakan kebutuhan dasar bagi semua manusia di bumi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH KELURAHAN KAYAWU KOTA TOMOHON

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH KELURAHAN KAYAWU KOTA TOMOHON PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH KELURAHAN KAYAWU KOTA TOMOHON Brian Victori Langi Isri R. Mangangka, Sukarno Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGERJAAN

BAB III METODOLOGI PENGERJAAN BAB III METODOLOGI PENGERJAAN Tugas akhir ini merupakan pengembangan dari tugas akhir dari Rahmat Satria Dewangga yang berjudul Pemodelan Jaringan dan Sistem Distribusi Air Minum pada Pipa Primer dengan

Lebih terperinci

Analisis Perencanaan dan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih di PDAM Tulungagung

Analisis Perencanaan dan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih di PDAM Tulungagung JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-25 Analisis Perencanaan dan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih di PDAM Tulungagung Firga Yosefa dan Hariwiko Indarjanto

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 5 2013 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2014-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk semakin hari semakin meningkat. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka semakin meningkat pula kebutuhan air bersih. Peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam (SDA) merupakan unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan. SDA merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA DUMOGA II KECAMATAN DUMOGA TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA DUMOGA II KECAMATAN DUMOGA TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA DUMOGA II KECAMATAN DUMOGA TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW Tio Herdin Rismawanto Alex Binilang, Fuad Halim Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KELURAHAN TINOOR

DESAIN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KELURAHAN TINOOR DESAIN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KELURAHAN TINOOR Marvil Fredrik Sulong T. Mananoma, L. Tanudjaja, H. Tangkudung Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi email: my_vheel@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Metropolitan Makassar, ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan pusat pemerintahan dengan berbagai kegiatan sosial, politik, kebudayaan maupun pembangunan.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 20

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 20 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 20 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015-2035

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2012 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup termasuk manusia. Keberadaan air baik kualitas maupun kuantitas akan berpengaruh pada kehidupan manusia. Sistem penyediaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 e-issn : 2443-3977 Volume 15 Nomor 1 Juni 2017 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Permen ESDM No.2 tahun 2017, tentang Cekungan Airtanah di Indonesia, daerah aliran airtanah disebut cekungan airtanah (CAT), didefinisikan sebagai suatu wilayah

Lebih terperinci

b. bahwa Ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun 2003 tentang

b. bahwa Ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun 2003 tentang SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENGKAJIAN TEKNIS UNTUK MENETAPKAN KELAS AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Solok merupakan kota yang sedang berkembang, dimana pertumbuhan penduduknya bertambah kian pesat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Solok, Jumlah

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai peran yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air sebagai komponen ekologi mempunyai sifat khas yaitu: pertama merupakan benda yang mutlak dibutuhkan oleh kehidupan, kedua, air mempunyai mobilitas yang tinggi dalam

Lebih terperinci

Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan

Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan Oleh : Gatot Irianto Fakta menunjukkan bahhwa kemarau yang terjadi terus meningkat besarannya (magnitude), baik intensitas, periode ulang dan lamanya.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH UNTUK ZONA PELAYANAN IPA PILOLODAA KOTA GORONTALO

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH UNTUK ZONA PELAYANAN IPA PILOLODAA KOTA GORONTALO PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH UNTUK ZONA PELAYANAN IPA PILOLODAA KOTA GORONTALO Mohamad Oktora Yassin Lingkan Kawet, Fuad Halim, M. I. Jasin Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muka bumi yang luasnya ± 510.073 juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas 148.94 juta Km 2 (29.2%) dan lautan 361.132 juta Km 2 (70.8%), sehingga dapat dikatakan bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan keseimbangan antara

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan untuk memelihara kelestarian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN AIR PERKOTAAN BANJARMASIN SEBAGAI IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN ABSTRAK

STUDI KEBUTUHAN AIR PERKOTAAN BANJARMASIN SEBAGAI IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN ABSTRAK STUDI KEBUTUHAN AIR PERKOTAAN BANJARMASIN SEBAGAI IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Ulfa Fitriati, M.Eng, Novitasari, M.Eng dan M. Robiyan Noor M Program Studi Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN MATA AIR SEBAGAI SUMBER AIR MINUM DI KECAMATAN BANDONGAN DAN WINDUSARI KABUPATEN MAGELANG Hermin Poedjiastoeti 1) dan Benny Syahputra 2) Abstrak Mata air menjadi salah satu alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

ABSTRAK. : SPAM Kampus, Sistem Pengaliran Kombinasi, Pompa, Menara Reservoir, WaterNet

ABSTRAK. : SPAM Kampus, Sistem Pengaliran Kombinasi, Pompa, Menara Reservoir, WaterNet ABSTRAK Kawasan Kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran di masa yang akan datang mengalami beberapa perubahan berupa tata letak kampus dan pengembangan fasilitas tambahan sesuai dengan Master Plan (2017-2026),

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH 30 Juni 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa pengaturan pengelolaan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR DOMESTIK PENDUDUK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR DOMESTIK PENDUDUK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR DOMESTIK PENDUDUK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG Nelya Eka Susanti, Akhmad Faruq Hamdani Universitas Kanjuruhan Malang nelyaeka@unikama.ac.id, hamdani_af@ymail.com

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG

KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG Kajian Alternatif Penyediaan Air Baku I Wayan Mundra Hirijanto KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG I Wayan Mundra

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 8 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan peristiwa alam yang tidak bisa dicegah namun bisa dikendalikan. Secara umum banjir disebabkan karena kurangnya resapan air di daerah hulu, sementara

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

STUDI JARINGAN AIR BERSIH PDAM DI KECAMATAN PONTIANAK TENGGARA

STUDI JARINGAN AIR BERSIH PDAM DI KECAMATAN PONTIANAK TENGGARA STUDI JARINGAN AIR BERSIH PDAM DI KECAMATAN PONTIANAK TENGGARA Ikas 1) Abstrak Pengkajian terhadap pelayanan jaringan air bersih PDAM di Kecamatan Pontianak Tenggara masih kurang mendapat perhatian yang

Lebih terperinci