BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting karena memiliki karakteristik prevalensi, mortalitas, morbiditas, serta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting karena memiliki karakteristik prevalensi, mortalitas, morbiditas, serta"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal jantung merupakan salah satu penyakit yang menjadi kontributor terhadap besarnya biaya pengeluaran kesehatan nasional. Dengan usia penduduk yang bertambah tua, dampak buruk dari gagal jantung diperkirakan akan meningkat secara signifikan. Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang penting karena memiliki karakteristik prevalensi, mortalitas, morbiditas, serta biaya perawatan yang tinggi (Heidenreich dkk., 2013). Berdasarkan analisis pada 197 negara (yang mencakup 98,7% dari populasi dunia), gagal jantung menimbulkan besarnya beban ekonomi dimana diperkirakan pada tahun 2012 telah menghabiskan biaya negara hingga 108 miliar dolar pertahun. Adanya pertambahan usia dan pertumbuhan populasi yang terus bertambah, maka angka biaya gagal jantung diperkirakan akan terus meningkat dengan menghabiskan biaya langsung berkisar 60 persen serta biaya tidak langsung berkisar 40 persen dari keseluruhan biaya total gagal jantung (Cook dkk., 2014). Studi penelitian oleh Heidenreich dkk., (2013) menyatakan bahwa pada tahun 2030, 1 diantara 33 orang Amerika atau lebih dari 8 juta individu akan menderita gagal jantung dan total biaya gagal jantung pada kelompok usia 18 hingga 44 tahun diperkirakan akan terus meningkat dari 1,51 juta dolar hingga 1

2 2 mencapai 2,48 juta dolar sedangkan biaya untuk usia 65 hingga 79 tahun meningkat sekitar 11,5 hingga 29,9 juta dolar. Dampak terhadap kesehatan masyarakat dan pentingnya intervensi akibat memburuknya epidemi gagal jantung saat ini menjadi kepentingan nasional. Lebih dari 39 miliar dolar Amerika Serikat per tahun telah dialokasikan untuk biaya perawatan kesehatan bagi 5,8 juta pasien yang hidup dengan gagal jantung di Amerika Serikat. Penyakit gagal jantung telah menjadi beban besar pada sistem pelayanan kesehatan. Pada tahun 2006, gagal jantung merupakan faktor yang memicu terjadinya lebih dari kasus kematian. Gagal jantung merupakan penyebab utama lebih dari 1 juta dan penyebab yang memicu lebih dari 3 juta kasus perawatan di rumah sakit (Norton dkk., 2011). Mulai tahun 2010 hingga saat ini, pemerintah sedang memantapkan penjaminan kesehatan melalui Jamkesmas, yang sekarang termasuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sebagai langkah awal dalam pencapaian tujuan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk. Berdasarkan pada Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN), seluruh jaminan sosial di bidang kesehatan, termasuk Jamkesmas, menjadi termasuk dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran maupun iurannya dibayar oleh pemerintah. Khusus untuk JKN diselenggarakan melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

3 3 Kesehatan yang disahkan melalui undang-undang nomor 24 tahun 2011, dan implementasinya dimulai pada 1 Januari 2014 (Kemenkes RI, 2014 a ). Melalui berlakunya undang-undang tentang BPJS tersebut, setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan maka wajib menjadi anggota BPJS. Pelaksanaan program oleh BPJS tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui jaminan kesehatan secara universal. Melalui BPJS, pemerintah mengupayakan agar dapat mengatasi segala macam penyakit dengan melakukan upaya efisiensi (Kemenkes RI, 2014 a ). Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah diatur pola pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah dengan INA- CBG s (Indonesia Case Based Groups) sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 (Kemenkes RI, 2014 a ). Sistem pembayaran INA-CBG s merupakan pembayaran berdasarkan tarif pengelompokan diagnosis dan prosedur yang mempunyai kedekatan secara klinis dan homogenitas sumber daya yang dipergunakan. Konsep INA-CBG s semula bernama INA-DRG s (Indonesia Diagnosis Related Groups). Konsep INA- DRG s ini telah diterapkan selama kurun waktu 5 tahun terakhir di Indonesia. Pengelompokan diagnosis INA-DRG s diperbarui dengan INA-CBG s pada tahun 2011 dengan software pengelompokan diagnosis yang disempurnakan (Indriyani, 2013).

4 4 Pada tahun 2011, National Casemix Center Kementrian Kesehatan RI menilai adanya ketidakcocokkan dalam penerapan tarif Indonesia Diagnosis Related Group (INA-DRG s) bagi rumah sakit, kemudian dilakukan evaluasi dan dilakukan penggantian keputusan menteri kesehatan nomor 1161/2007 tentang penetapan tarif rumah sakit berdasarkan INA-DRG s diganti dengan keputusan menteri kesehatan nomor 440/2012 tentang penerapan tarif rumah sakit berdasarkan Indonesia Case Based Groups (INA-CBG s), yang dibagi dalam empat regional dan masing-masing regional dikelompokkan berdasarkan tipe dan kelas rumah sakit (Kemenkes RI, 2016 a ). Tarif INA-CBG s tersebut berlaku untuk rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, milik pemerintah dan milik swasta yang bekerja sama dalam program JKN. Penerapan tarif paket INA-CBG s ini menuntut manajemen rumah sakit untuk mampu mengefisiensi biaya dan mengoptimalkan pengelolaan keuangan rumah sakit, serta melakukan kendali mutu, kendali biaya dan akses melalui penghitungan biaya pelayanan dari masing-masing clinical pathway berdasarkan perhitungan unit cost yang dimiliki rumah sakit (Kemenkes RI, 2016 a ). Penyusunan clinical pathway dan perhitungan cost of care untuk kasus yang sering terjadi sangat diperlukan untuk pengendaian mutu dan biaya rumah sakit mengingat standar Akreditasi International Rumah Sakit berdasarkan Joint Commission International (JCI) yang diadopsi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) mensyaratkan agar rumah sakit bersangkutan menyusun setidaknya 5 clinical pathway setiap bulan. Hal ini menyebabkan perlunya pemahaman

5 5 khusus dalam penyusunan clinical pathway sehingga rumah sakit dapat menghitung biaya pelayanan kesehatan dari masing-masing clinical pathwayberdasarkan perhitungan unit cost yang telah dimiliki oleh rumah sakit dan membandingkannya dengan tarif INA-CBG s (Kemenkes RI, 2016 a ). Adanya implementasi sistem INA-CBG s bagi pasien penyakit katastropik (jantung, kanker, stroke) peserta Jamkesmas di rumah sakit, memberikan konsekuensi di satu pihak bahwa penyakit katastropik merupakan ancaman terhadap membengkaknya pembiayaan Jamkesmas di masa mendatang. Sedangkan di pihak lain, rumah sakit merasakan bahwa biaya penggantian klaim INA-CBG s lebih rendah dibandingkan tarif yang dikeluarkan oleh rumah sakit, sehingga rumah sakit merasakan kerugian dengan pola klaim berdasarkan INA- CBG s (Budiarto, 2013). RSUP Dr. Sardjito merupakan salah satu rumah sakit umum kelas A yang telah menerapkan metode INA-CBG s sejak tahun Beberapa hambatan terjadi selama penerapan metode INA-CBG s. Salah satunya adalah terdapat gap/selisih antara biaya aktual pelayanan kesehatan dengan tarif INA-CBG s. Beberapa kelompok kasus atau CBG menunjukkan gap negatif sehingga rumah sakit dirugikan, namun beberapa kelompok CBG lain menunjukkan gap positif sehingga rumah sakit diuntungkan (Indriyani, 2013). Menurut hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan (JKN) terutama pada proses klaim INA-CBG s di Fasilitas Kesehatan Rujuan Tingkat Lanjut (FKRTL), masih terdapat perbedaan pendapat untuk beberapa kasus antara pihak FKRTL dengan BPJS Kesehatan yang menyebabkan

6 6 terjadinya penundaan atau permasalahan dalam pembayaran klaim INA-CBG s (Kemenkes RI, 2014 a ). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis biaya aktual yang dihasilkan dari total pengobatan gagal jantung di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2016 serta dianalisis faktor manakah yang menyebabkan peningkatan biaya, sehingga dapat disimpulkan pihak manakah yang dirugikan dan evaluasi serta tindakan apa yang harus dilakukan berdasarkan angka atau nominal kerugian biaya tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah: 1. Berapakah rata-rata total biaya riil serta komponen apakah yang memerlukan biaya terbesar pada pengobatan gagal jantung di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2016? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi besarnya biaya riil pengobatan gagal jantung di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2016? 3. Bagaimanakah kesesuaian biaya serta selisih biaya antara biaya rill dengan tarif paket INA-CBG s pengobatan gagal jantung di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2016?

7 7 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui besarnya rata-rata total biaya pengobatan gagal jantung serta komponen biaya terbesar yang diperlukan pada pengobatan gagal jantung di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya total biaya riil pengobatan gagal jantung di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun Mengetahui gambaran kesesuaian biaya serta selisih biaya antara biaya riil dengan tarif paket INA-CBG s pengobatan gagal jantung di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi rumah sakit, menjadi masukan serta evaluasi terhadap kualitas pelayanan sehingga menjadi pedoman dalam perencanaan clinical pathway dan pelayanan pasien yang lebih baik dan tepat. Selain itu, menjadi pedoman rumah sakit dalam melakukan kendali mutu dan kendali biaya dengan upaya efisiensi. 2. Bagi tenaga medis, menjadi evaluasi dalam memberikan terapi yang efektif untuk pasien. 3. Bagi pihak penyelenggara asuransi (BPJS), menjadi evaluasi dalam penerapan sistem INA-CBG s pada rumah sakit tipe A dan sebagai acuan dalam pengembangan perbaikan sistem asuransi kesehatan tersebut.

8 8 4. Bagi peneliti, dapat memberikan sebuah pengalaman yang berharga dalam menerapkan ilmu pengetahuan secara nyata yang diperoleh selama studi serta pemahaman dan pendalaman ilmu yang diperoleh mengenai analisis biaya berdasarkan penerapan tarif paket INA-CBG s. E. Tinjauan Pustaka 1. Gagal Jantung Kongestif a. Definisi Gagal Jantung Gagal jantung adalah kumpulan gejala klinik yang kompleks yang disebabkan oleh abnormalitas struktural atau fungsional yang menyebabkan penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan intrakardia saat istirahat maupun saat kondisi stres. Manifestasi utama dari gagal jantung adalah sesak napas dan terjadi retensi cairan, yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi abnormal dari cairan tubuh pada paru-paru serta udem perifer (Ponikowski dkk., 2016). Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang progresif yang dapat mengakibatkan gangguan pada kemampuan pengisian ventrikel maupun pengeluaran darah dari ventrikel sehingga menyebabkan jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Gagal jantung adalah kondisi akhir dari berbagai macam gangguan jantung yang mempengaruhi perikardium, katup jantung dan miokardium (Dipiro dkk., 2008). Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus memiliki tampilan berupa gejala gagal jantung (nafas pendek yang

9 9 tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas, disertai atau tidak disertai kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki) serta adanya bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat (Yancy dkk., 2013). b. Epidemiologi Gagal Jantung Data oleh National Health Nutrition Examination Survey menunjukkan 5,7 juta penduduk Amerika yang berusia lebih dari 20 tahun berisiko memiliki kondisi gagal jantung. Studi proyeksi menunjukkan bahwa prevalensi gagal jantung meningkat sebesar 46% dari tahun 2012 hingga 2030, pada lebih dari 8 juta penderita gagal jantung dengan usia lebih dari 18 tahun. Insidensi gagal jantung mendekati 10 per 1000 populasi pada usia diatas 65 tahun, sedangkan perkiraan prevalensi gagal jantung di seluruh Asia berkisar antara 1,26% hingga 6,7% (Mozaffarian dkk., 2016) Tingkat insidensi gagal jantung pada laki-laki meningkat dua kali lipat setiap peningkatan usia 10 tahun pada rentang usia 65 tahun hingga 85 tahun, sedangkan tingkat insidensi gagal jantung pada perempuan meningkat tiga kali lipat pada rentang usia 65 tahun hingga 74 tahun dan 74 tahun hingga 84 tahun (Benjamin dkk., 2017) Gagal jantung merupakan masalah epidemi kesehatan masyarakat di Amerika Serikat. Sekitar 5 juta orang Amerika mengalami gagal jantung dengan kasus tambahan yang terdiagnosia setiap tahunnya. Insidensi, prevalensi, dan lama rawat inap pada penyakit gagal jantung diperkirakan akan terus meningkat selama beberapa dekade mendatang sebagaimana meningkatnya usia penduduk. Sebagian besar pasien dengan gagal jantung berada pada usia lanjut,

10 10 dengan beberapa kondisi komorbiditas yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Insiden gagal jantung meningkat dua kali setiap 10 tahun dan mempengaruhi hampir 10% populasi usia lebih dari 75 tahun (Dipiro dkk., 2008). Di Indonesia, estimasi penderita gagal jantung menurut diagnosis dokter pada Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 0,25% dimana melebihi persentase nasional yaitu sebesar 0,13% (Kementrian RI, 2013). Menurut data Kementrian Kesehatan RI, prevalensi gagal jantung di Indonesia meningkat seiring dengan bertambahnya umur, yaitu tertinggi pada usia tahun (0,5%) dan mengalami penurunan pada usia ³75 tahun (0,4%). Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, prevalensi gagal jantung lebih tinggi pada perempuan (0,2%) dibanding laki-laki (0,1%) berdasarkan terdiagnosis dokter, sedangkan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala, prevalensi antara laki-laki dan perempuan memiliki persentase sama banyak. c. Etiologi Gagal Jantung Gagal jantung dapat disebabkan dari berbagai gangguan yang mempengaruhi kemampuan jantung untuk berkontraksi (disfungsi sistolik) atau fungsi relaksasi (disfungsi diastolik). Penyebab umum gagal jantung terdiri dari: 1) Gangguan sistolik yaitu penurunan kemampuan kontraktilitas meliputi penurunan massa otot seperti pada infark miokard, kardiomiopati dan hipertropi ventrikel yang terdiri dari tekanan yang berlebihan seperti hipertensi sistemik atau hipertensi pulmonar dan stenosis katup pulmonal (Dipiro dkk., 2008).

11 11 2) Gangguan diastolik yaitu gangguan pengisian ventrikel meliputi peningkatan kekakuan ventrikel seperti hipertropi ventrikel, iskemi miokard dan infark miokard serta gangguan perikardial (Dipiro dkk., 2008). Gangguan kardiovaskuler umum seperti infark miokard dan hipertensi menyebabkan gangguan sistolik maupun diastolik, sehingga banyak dari pasien gagal jantung mengalami penurunan kontraktilitas miokard dan gangguan pengisian ventrikel (Dipiro dkk., 2008). Gagal jantung merupakan suatu kondisi dimana terjadi kerusakan atau kerja paksa dari otot jantung dan seiring waktu dapat menyebabkan kerja jantung melemah. Hal ini menyebabkan jantung tidak dapat mengisi serta memompa darah sebagaimana mestinya. Akibat dari jantung yang melemah, protein dan zat-zat tertentu mungkin akan dilepaskan ke dalam darah. Zat ini memiliki efek toksik pada aliran darah dan jantung dan akan memperburuk kondisi gagal jantung (Yancy dkk., 2013). Penyebab dari gagal jantung meliputi: a. Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner adalah suatu kondisi dimana terdapat suatu plak yang menumpuk didalam arteri koroner. Arteri tersebut berperan dalam memasok darah kaya oksigen ke otot jantung. Plak atau sumbatan dapat mempersempit arteri dan mengurangi aliran darah ke otot jantung. Penumpukan plak juga dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan darah dalam arteri. Gumpalan darah tersebut sebagian atau seluruhnya dapat menghambat aliran darah. Penyakit

12 12 jantung koroner dapat menyebabkan nyeri dada atau ketidaknyamanan yang disebut angina, serangan jantung, dan kerusakan jantung (Anonim, 2015 b ). b. Diabetes Diabetes adalah penyakit dimana kadar glukosa darah dalam tubuh terlalu tinggi. Tubuh biasanya memecah makanan menjadi glukosa dan kemudian memdistribusikan ke sel-sel di seluruh tubuh. Sel-sel menggunakan hormon insulin untuk mengubah glukosa menjadi energi. Pada diabetes, tubuh tidak dapat mencukupi produksi insulin sehingga seiring waktu kadar gula darah yang tinggi dapat merusak dan melemahkan otot jantung dan pembuluh darah di sekitar jantung yang menyebabkan gagal jantung (Anonim, 2015 b ). c. Tekanan Darah Tinggi Tekanan darah adalah kekuatan darah dalam mendorong dinding arteri. Jika tekanan ini meningkat dan tetap tinggi dari waktu ke waktu, hal itu dapat melemahkan jantung dan menyebabkan penumpukan plak. Tekanan darah dianggap tinggi jika tetap pada atau diatas 140/90 mmhg dari waktu ke waktu (satuan mmhg adalah milimeter air raksa-unit yang digunakan untuk mengukur tekanan darah). Seseorang yang memiliki diabetes atau penyakit ginjal kronis, memiliki hasil pengukuran tekanan darah berkisar 130/80 mmhg atau lebih tinggi (Anonim, 2015 b ). d. Kondisi Gangguan Jantung Lainnya Kondisi dan penyakit lain yang dapat menyebabkan gagal jantung, seperti: 1) Aritmia yaitu terjadi gangguan pada tingkat atau irama detak jantung.

13 13 2) Kardiomiopati yaitu terjadi ketika otot jantung menjadi membesar, tebal atau kaku. 3) Cacat jantung bawaan yaitu terdapat masalah dengan struktur jantung yang terjadi pada saat lahir. 4) Penyakit katup jantung yaitu terjadi jika salah satu atau lebih katup jantung tidak bekerja dengan benar, yang terjadi pada saat lahir atau disebabkan oleh infeksi, usia dan kondisi jantung lainnya (Anonim, 2015 b ). e. Faktor Penyebab Lainnya Faktor-faktor lain yang dapat melukai otot jantung dan menyebabkan gagal jantung, meliputi: 1) Penyalahgunaan alkohol atau kokain dan penggunaan narkoba ilegal lainnya. 2) Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS). 3) Gangguan tiroid. 4) Terlalu banyak vitamin E. 5) Pengobatan pada kanker, seperti radiasi dan kemoterapi (Anonim, 2015 b ). d. Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan klasifikasi fungsional New York Heart Association (NYHA), kondisi pasien gagal jantung dibagi menjadi 4 kategori menurut level keterbatasan aktivitas fisiknya. Klasifikasi kondisi gagal jantung menurut NYHA terterapada

14 14 tabel I. American College of Cardiology Foundation/ American Heart Association mengklasifikasikan gagal jantung berdasarkan abnormalitas struktural jantung (Yancy dkk., 2013). Klasifikasi menurut ACCF/AHA tercantum pada tabel II. Tabel I. Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA) (AHA, 2017) Kelas Penilaian Obyektif Gejala Kelas I (ringan) Kelas II (ringan) Kelas III (sedang) Kelas IV (parah) Tidak terdapat tanda obyektif dari penyakit jantung Tidak terdapat gejala maupun keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik biasa. Menunjukkan tanda obyektif yang minimal dari penyakit jantung. Gejala ringan dan sedikit keterbatasan dalam menjalankan aktivitas fisik. Tanda obyektif menunjukkan penyakit jantung yang cukup parah. Ditandai dengan keterbatsan dalam beraktivitas diakibatkan oleh gejala, bahkan saat aktivitas biasa yang minim. Keluhan berhenti saat istirahat. Tanda obyektif menunjukkan keparahan dari penyakit jantung. Gejala dirasakan meskipun saat isitirahat. Tidak terdapat keterbatasan saat melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik umumnya tidak menyebabkan kelelahan, detak jantung berlebih, maupun sesak napas. Sedikit keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik. Tidak terdapat keluhan saat istirahat aktivitas fisik sehari-hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak. Ditandai dengan keterbatasan dalam menjalankan aktivitas. Tidak terdapat keluhan saat beristirahat, namun dengan aktivitas yang minim dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau sesak napas. Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas. Tabel II. Klasifikasi Gagal Jantung menurut ACCF/AHA (AHA, 2017) Kelas A B C D Penilaian Obyektif Resiko tinggi gangguan jantung namun tanpa adanya gangguan struktural jantung maupun gejala dari gagal jantung. Gangguan struktural jantung namun tanpa adanya tanda atau gejala gagal jantung. Gangguan struktural jantung dengan gejala sebelumnya maupun saat ini mengalami gejala gagal jantung. Gagal jantung refrakter yang membutuhkan intervensi khusus.

15 15 e. Tatalaksana Terapi Gagal Jantung 1) Tata Laksana Farmakologi Tujuan dari terapi gagal jantung yaitu untuk meningkatkan status klinik, kapasitas fungsional dan kualitas hidup serta mengurangi morbiditas dan mortalitas (Ponikowski dkk., 2016). Tindakan preventif dan pencegahan terhadap perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata laksana penyakit jantung. Hal penting lainnya adalah untuk mendeteksi dan mempertimbangkan pengobatan terhadap komorbid kardiovaskular dan non kardiovaskular yang sering ditemukan pada gagal jantung (Yancy dkk., 2013). Diantara obat-obatan yang digunakan untuk terapi farmakologi pada gagal jantung yaitu: a) Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI) ACEI diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan memiliki kategori fraksi ejeksi ventrikel kiri 40%. ACEI dapat memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup pasien, mengurangi kejadian rawat inap di rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (Yancy dkk., 2013). Studi dengan randomized control trial menunjukkan keuntungan penggunaan ACEI pada pengobatan pasien dengan gagal jantung ringan, sedang dan berat, baik dengan gangguan arteri koroner atau tidak (Yancy dkk., 2013). ACEI dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal yang adekuat dan kadar kalium normal (Yancy dkk., 2013).

16 16 b) Beta Blocker Beta blocker harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40% kecuali jika terjadi komplikasi. Beta blocker dapat memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi kejadian perawatan di rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Yancy dkk., 2013). Beta blocker diberikan pada pasien dengan kondisi fraksi ejeksi ventrikel kiri 40%, pasien yang menderita gejala ringan sampai berat (kelas fungsional NYHA II-IV), pasien yang sudah mendapatkan terapi ACEI atau ARB (dan antagonis aldosteron jika diindikasikan) dan pasien yang stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik intravena dan tidak ada tanda retensi cairan berat) (Yancy dkk., 2013). Beta blocker tetap diberikan kepada pasien dengan gejala ringan atau dalam posisi terkontrol sedang menerima terapi diuretik dan ACEI. Studi terhadap tiga agen beta blocker terbukti dapat menurunkan mortalitas dibandingkan placebo yaitu carvedilol, metoprolol sediaan extended release dan bisoprolol (Dipiro dkk., 2008). c) Antagonis Aldosteron Penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi 35% dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional NYHA III-IV) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat, kecuali jika terjadi komplikasi. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan

17 17 rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup (Yancy dkk., 2013). d) Angiotensin Receptor Blockers (ARB) Penggunaan ARB sebagai terapi gagal jantung menjadi pertimbangan dan terdapat beberapa kontroversi. Hal ini disebabkan pada suatu studi meta analisis diketahui bahwa ARB tidak cukup baik dalam menurunkan mortalitas dan kejadian rawat inap (Kossovsky, 2002). Golongan ARB dapat menyebabkan vasodilatasi arteriola aferen, menurunkan tekanan perfusi dan penurunan filtrasi glomerular pada pasien dimana proses pemeliharaan tekanan perfusinya bergantung pada angiotensin II (Dipiro dkk., 2008). Kombinasi ARB dan ACEI terbukti lebih efektif dalam menghambat efek merugikan dari angiotensin II jika dibandingkan dengan penggunaan salah satu agen tersebut (Dipiro dkk., 2008). ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40% dimana tetap mengalami gejala meskipun sudah diberikan ACEI dan beta blocker secara optimal. Terapi dengan ARB dapat memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung. ARB direkomendasikan sebagai alternatif pada pasien yang intoleran pada ACEI (Yancy dkk., 2013). e) Hydralazine dan Isosorbid Dinitrat (H-ISDN) Obat ini diberikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40%, kombinasi hydralazine dan isosorbid dinitrat digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB (Yancy dkk., 2013).

18 18 f) Diuretik Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolumia (volume cairan tubuh normal) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien (Yancy dkk., 2013). Diuretik dianjurkan untuk mengurangi tanda dan gejala kongestif pada pasien gagal jantung dengan pengurangan fraksi ejeksi. Meta analisis Cochrane menunjukkan bahwa pada pasien dengan gagal jantung kronis, pemberian diuretik hemat kalium dan thiazid memberikan efek pengurangan terhadap resiko kematian dan memburuknya kondisi akibat gagal jantung, selain itu diuretik dapat meningkatkan kapasitas exercise (Ponikowski dkk., 2016). g) Digoksin Terapi digoksin menjadi terapi yang efektif pada pasien dengan fraksi ejeksi 25% atau lebih rendah serta pada pasien dengan stadium keparahan NYHA III atau IV (Haji dan Movahed, 2000). Digoksin telah digunakan bertahun-tahun sebagai terapi gagal jantung karena dapat memperbaiki profil hemodinamik. Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti betablocker) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40% dengan gangguan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung (Yancy dkk., 2013).

19 19 f. Komorbid Gagal Jantung Penanganan komorbiditas (penyakit penyerta) merupakan hal yang penting pada tatalaksana pasien dengan gagal jantung. Terdapat 4 alasan utama dalam hal ini, yaitu: 1) Penyakit penyerta dapat mempengaruhi pengobatan (regimen terapi) gagal jantung. 2) Terapi untuk penyakit penyerta dapat memperburuk gejala dan kondisi gagal jantung, seperti pada penggunaan NSAID. 3) Obat yang digunakan pada terapi gagal jantung serta obat yang digunakan pada terapi penyakit penyerta dapat saling berinteraksi (seperti penggunaan beta blocker pada penderita asma berat) sehingga akan mengurangi kepatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan. 4) Sebagian besar penyakit penyerta berkaitan dengan keadaan klinis pada gagal jantung dan dapat menyebabkan prognosis yang lebih buruk, seperti penyakit diabetes dan hipertensi (Anonim, 2015 a ). Penyakit penyerta yang biasa menyertai gagal jantung diantaranya gagal ginjal kronik, anemia, stroke, diabetes, penyakit paru obstruktif kronik, apnea tidur, hipotiroid dan hipertiroid. Komorbid dengan angka prevalensi yang tinggi menyertai kondisi gagal jantung diantaranya gagal ginjal kronik, anemia dan diabetes (Deursen dkk, 2014). 2. Evaluasi Farmakoekonomi a. Definisi Farmakoekonomi Farmakoekonomi diartikan sebagai deskripsi dan analisis biaya dari terapi obat dalam sistem pelayanan kesehatan. Penelitian farmakoekonomi diperlukan

20 20 untuk mengidentifikasi, mengukur serta membandingkan biaya seperti penggunaan sumber daya dan konsekuensinya misalnya klinis, ekonomi, humanistic dari suatu produk dan pelayanan farmasi (Bootman dkk., 2005). Farmakoekonomi merupakan cabang dari ekonomi kesehatan yang secara khusus fokus pada biaya dan keuntungan dari terapi obat. Pengetahuan tentang farmakoekonomi menjadi penting pada farmakolog klinik yang terlibat dalam peresepan obat yang rasional (Walley dkk., 1997). Penilaian evaluasi ekonomi berupa efisiensi, hubungan antara konsekuensi (outcome) dan biaya. Tujuan utama dari evaluasi ekonomi adalah memberikan keputusan bagi pembuat keputusan layanan kesehatan untuk mengalokasikan sumber daya yang lebih baik (Vogenberg, 2001). b. Tipe Studi Farmakoekonomi 1) Cost-Minimization Analysis (CMA) Didefinisikan sebagai tipe analisis yang memilih biaya terendah dari dua atau lebih alternatif terapi dengan asumsi besarnya manfaat/outcome yang diperoleh adalah sama. Dengan analisis ini, alternatif terapi harus memiliki bukti terkait dengan keamanan dan efikasinya serta outcome yang dihasilkan adalah sama atau mirip. Jika outcome tersebut terbukti ekivalen, biaya dapat diidentifikasi, diukur dan dibandingkan dalam nilai mata uang yang sesuai (Sanchez, 2008). 2) Cost-Effectiveness Analysis (CEA) CEA mengukur outcome dalam unit natural (seperti mmhg, kadar kolesterol dan lain-lain). Kelebihan CEA adalah outcome lebih mudah diukur jika

21 21 dibandingkan dengan CUA atau CBA, serta klinisi lebih familiar dengan mengukur outcome kesehatan tipe ini karena outcome tersebut selalu tercatat dalam uji klinik maupun praktek klinik. Kekurangan dari CEA adalah tidak bisa membandingkan program dengan tipe outcome yang berbeda (Andayani, 2013). 3) Cost-Utility Analysis (CUA) Dalam analisis ini hanya dilakukan pengukuran lamanya hidup karena terapi dan tidak mempertimbangkan kualitas atau utility dalam tahun tersebut. CUA mengukur outcome berdasarkan tahun kehidupan yang disesuaikan dengan pertimbangan utility, dengan rentang dari 1,0 untuk kesehatan sempurna hingga 0,0 untuk kematian. Jika morbiditas dan mortalitas merupakan outcome yang penting dalam terapi, CUA dapat digunakan untuk menggabungkan keduanya dalam satu unit outcome (Andayani, 2013). 4) Cost-Benefit Analysis (CBA) CBA merupakan metode analisis yang khusus karena tidak hanya biaya yang dinilai dengan moneter, tetapi juga benefit. Mengukur baik biaya maupun benefit dalam mata uang mempunyai dua kelebihan utama, yaitu pertama, klinisi dan pengambil keputusan dapat menentukan apakah keuntungan dari suatu program atau intervensi lebih tinggi dari pada biaya yang diperlukan untuk implementasi. Kedua, klinisi dan pengambil keputusan dapat membandingkan beberapa program atau intervensi dengan outcome yang sama atau outcome yang sama sekali tidak berhubungan (Andayani, 2013).

22 22 5) Analisis Biaya Analisis ini merupakan tipe analisis yang mengevaluasi dua atau lebih intervensi, dan hanya biaya yang terkait dengan tiap intervensi yang akan dievaluasi (Walley dkk., 2004). Analisis biaya dapat mengidentifikasi berbagai biaya yang muncul akibat penyakit atau biaya terapi dan digunakan untuk mengetahui besar biaya yang berpengaruh, terpusat pada peningkatan pelayanan kesehatan dan kebijakan pelayanan kesehatan. Biaya ini dikategorikan menjadi tiga yakni biaya medis langsung, biaya medis tidak langsung dan biaya tidak langsung (Vogenberg, 2001). a) Kategori Biaya Biaya (cost) merupakan nilai dari sumber daya yang digunakan dalam melakukan suatu tindakan atau pada terapi obat (Sanchez, 2008). Biaya dikategorikan menjadi beberapa jenis diantaranya: (1). Biaya Medik Langsung Biaya medik langsung adalah biaya yang langsung dibayarkan untuk pelayanan kesehatan termasuk biaya dokter, biaya obat, bahan habis pakai yang berhubungan dengan pemberian obat, biaya laboratorium dan lain-lain (Kulkarni, 2009). Biaya medik langsung adalah biaya yang paling sering diukur, merupakan input yang digunakan secara langsung untuk memberikan terapi. Biaya medik langsung meliputi biaya pengobatan, biaya tes diagnostik, biaya visite dokter, biaya rawat inap, jasa ambulance, jasa perawatan, monitoring terapi, administrasi terapi dan lain-lain (Andayani, 2013).

23 23 (2). Biaya Non Medik Langsung Biaya non-medik langsung adalah biaya untuk pasien atau keluarga yang terkait langsung perawatan pasien, tetapi tidak terkait langsung dengan terapi. Contoh dari biaya non-medik langsung adalah biaya transportasi menuju rumahsakit, jasa pelayanan kepada anak dari pasien, makanan dan penginapan yang dibutuhkan pasien dan keluarga selama terapi di luar kota (Andayani, 2013). (3). Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung adalah sejumlah biaya yang terkait dengan hilangnya produktivitas akibat menderita suatu penyakit, termasuk biaya transportasi, biaya hilangnya produktivitas dan biaya pendamping (anggota keluarga yang menemani pasien) (Bootman dkk., 2005). (4). Biaya Tidak Teraba Biaya tidak teraba adalah biaya yang sulit diukur dalam unit moneter, namun seringkali terlihat dalam pengukuran kualitas hidup, misalnya rasa sakit dan rasa cemas yang diderita pasien akibat penyakit atau terapi suatu penyakit (Andayani, 2013). b) Biaya Riil Biaya riil adalah hospital cost yaitu biaya aktual yang merujuk pada seberapa banyak biaya yang harus dikeluarkan rumah sakit untuk suatu pelayanan atau perawatan kesehatan dari suatu penyakit. Untuk prosedur tertentu, biaya riil rumah sakit ini mungkin kurang dari jumlah yang akan dibayarkan pasien kepada rumah sakit, yang berarti rumah sakit memperoleh keuntungan. Dalam kasus lain,

24 24 biaya dapat melebihi jumlah dari yang akan dibayarkan pasien kepada rumah sakit sehingga rumah sakit mengalami kerugian keuangan (Anonim, 2014 c ). 3. Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan Nasional merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU nomor 40 tahun 2004, dengan tujuan agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. Tujuan dari pemerintah adalah mewujudkan pemerataan hak atas akses sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau, sehingga pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan (Anonim, 2016). Usaha untuk mencapai tujuan diatas telah dirintis oleh pemerintah melalui penyelenggaraan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, yaitu melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani pegawai negeri sipil, penerima pensiunan, veteran dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Pada pelaksanaan program diatas terdapat masalah bahwa biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Untuk mengatasi hal tersebut, UU nomor 40 tahun 2004 mengamanatkan bahwa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilaksanakan melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Khusus

25 25 untuk Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya telah dilaksanakan sejak 1 Januari a. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan (Kemenkes RI, 2016 a ). b. Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBG s) Pada tahun 2013, Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui UU Nomor 69 tahun 2013 mengeluarkan peraturan mengenai penyelenggaraan program jaminan kesehatan melalui standar tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yaitu melalui pelaksanaan Indonesian Case Base Groups (INA-CBG s) dimana paket layanan didasarkan atas pengelompokkan diagnosis penyakit (Kemenkes RI, 2016 a ). Tarif Indonesia-Case Based Groups (INA-CBG s) adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokkan diagnosis penyakit dan prosedur. Dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional telah ditetapkan tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan lanjutan dilakukan dengan pola pembayaran Indonesian-Case Based Groups (INA-CBG s) (Kemenkes RI, 2014 b ). Terdapat dua metode pembayaran rumah sakit yang digunakan oleh payer yaitu metode pembayaran retrospektif dan metode pembayaran prospektif.

26 26 Metode pembayaran retrospektif yaitu metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien berdasarkan setiap aktifitas layanan yang diberikan, semakin banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar biaya yang harus dibayarkan. Contoh dari pembayaran retrospektif adalah fee for service. Metode pembayaran prospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Contoh pembayaran prospektif adalah global budget, perdiem, kapitasi dan case based payment (Kemenkes RI, 2014 a ). Pilihan sistem pembiayaan tergantung pada kebutuhan dan tujuan dari implementasi pembayaran kesehatan tersebut. Sistem pembayaran prospektif menjadi pilihan dikarenakan alasan sebagai berikut: 1. Dapat mengendalikan biaya kesehatan. 2. Mendorong pelayanan kesehatan tetap bermutu dan sesuai standar. 3. Membatasi pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan secara berlebihan atau under use. 4. Mempermudah administrasi klaim. Di Indonesia, metode pembayaran prospektif dikenal dengan casemix (case base payment) dan sudah diterapkan sejak tahun 2008 sebagai metode pembayaran pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Sistem casemix adalah pengelompokkan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip atau sama dan penggunaan sumber daya atau biaya perawatan yang mirip atau sama. Pengelompokkan dilakukan dengan menggunakan software grouper (Kemenkes RI, 2014 a ).

27 27 Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah diatur pola pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah dengan INA- CBG s sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 tahun Untuk tarif yang berlaku pada 1 Januari 2014, telah dilakukan penyesuaian dari tarif INA-CBG s Jamkesmas dan telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan (Kemenkes RI, 2013). Sejak diimplementasikannya sistem casemix di Indonesia, telah dihasilkan 3 kali perubahan besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG tahun 2008, tarif INA-CBG s tahun 2013 kemudian tarif INA-CBG s tahun Tarif INA-CBG s mempunyai kelompok tarif yang terdiri dari 789 kode grup atau kelompok rawat inap dan 288 kode grup atau kelompok rawat jalan, menggunakan sistem koding dengan ICD-10 untuk diagnosis serta ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan. Pengelompokkan kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan grouper UNU (UNU grouper). UNU grouper adalah grouper casemix yang dikembangkan oleh United Nations University (UNU) (Kemenkes RI, 2014 a ). Masing-masing group dilambangkan dengan kode kombinasi alfabet dan numerik seperti pada gambar 1.

28 28 Gambar 1. Struktur Kode INA-CBG s (Kemenkes RI, 2014 a ) Keterangan: 1. Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main Groups) 2. Digit ke-2 merupakan tipe kasus 3. Digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus 4. Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level. Pada pasien gagal jantung kongestif maka kode INA-CBG s diklasifikasikan menjadi kode grouping I-4-12-I, I-4-12-II dan I-4-12-III yang mencakup kelompok kasus dengan kategori ringan, sedang dan berat (Kemenkes RI, 2014). Digit pertama berupa huruf I menunjukkan Case-Mix Main Groups untuk Cardiovascular System Groups, digit kedua berupa angka 4 menunjukkan tipe kasus rawat inap bukan prosedur, digit ketiga berupa angka 12 yang menunjukkan tipe spesifik CBG dan digit keempat merupakan severity level yang terbagi menjadi tingkat keparahan I, II dan III. Untuk menggunakan aplikasi INA-CBG maka rumah sakit harus melakukan aktivasi aplikasi INA-CBG sesuai kelas rumah sakit serta regionalisasinya. Proses entri data pasien ke dalam aplikasi INA-CBG s dilakukan

29 29 setelah pasien mendapatkan pelayanan di rumah sakit, kemudian data yang diperoleh dari resume medis diolah dengan alur seperti pada gambar 2. Gambar 2. Alur Entri Data Software INA-CBG s 4.0 (Kemenkes RI, 2014 a ) Sesuai dengan PMK tahun 59 tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan untuk Tarif INA-CBG s 2014 Regional 1 Rumah Sakit Kelas A Pemerintah untuk pasien rawat inap gagal jantung kongestif pada beberapa kelompok dapat dilihat pada tabel III. Tabel III. Ketetapan Tarif INA-CBG s Gagal Jantung untuk Regional 1 Rumah Sakit Kelas A Tahun 2014 Kode INA-CBG Deskripsi Kode INA-CBG Tarif Kelas Perawatan 3 (Rp.) Tarif Kelas Perawatan 2 (Rp.) Tarif Kelas Perawatan 1 (Rp.) I-4-12-I Kegagalan Jantung Ringan I-4-12-II Kegagalan Jantung Sedang I-4-12-III Kegagalan Jantung Berat (Kemenkes RI, 2014 b ) Perhitungan tarif INA-CBG s berbasis pada data costing dan data koding rumah sakit. Data costing didapatkan dari rumah sakit terpilih (rumah sakit sampel) representasi dari kelas rumah sakit, tidak termasuk obat yang sumber

30 30 pembiayaannya dari pemerintah (seperti HIV, TB, dan lainnya). Data koding diperoleh dari data koding rumah sakit Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) BPJS. Untuk penyusunan tarif JKN digunakan data costing 137 rumah sakit pemerintah dan swasta serta 6 juta data koding atau kasus (Kemenkes RI, 2014 a ). Pemerintah melalui Peraturan Presiden nomor 111 tahun 2013 juga mengamanatkan tarif ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 tahun. Upaya peninjauan tarif dimaksudkan untuk mendorong agar tarif semakin merefleksikan actual cost (biaya sesungguhnya) dari pelayanan yang telah diberikan rumah sakit. Selain itu untuk meningkatkan keberlangsungan sistem pentarifan yang berlaku, mampu mendukung kebutuhan medis yang diperlukan dan dapat memberikan reward terhadap rumah sakit yang memberikan pelayanan dengan outcome yang baik. Hal ini menjadikan keterlibatan rumah sakit dalam pengumpulan data koding dan data costing yang lengkap dan akurat menjadi sangat diperlukan dalam proses updating tarif (Kemenkes RI, 2014 a ). Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan (JKN) terutama pada proses klaim INA-CBG s di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL), masih terdapat perbedaan pendapat untuk beberapa kasus antara pihak FKRTL dengan BPJS Kesehatan yang menyebabkan terjadinya penundaan atau permasalahan dalam pembayaran klaim INA-CBG s (Kemenkes RI, 2013).

31 31 F. Landasan Teori Gagal jantung merupakan salah satu penyakit yang menjadi kontributor terhadap besarnya beban dan biaya pengeluaran kesehatan nasional. Peningkatan biaya gagal jantung salah satunya disebabkan oleh insidensi gagal jantung yang terus bertambah dan diprediksi akan bertambah hingga tahun 2030, insidensi tersebut salah satunya dipengaruhi oleh faktor resiko diantaranya usia populasi dan peningkatan jumlah populasi yang memiliki kondisi seperti penyakit jantung iskemi, hipertensi dan diabetes, yang menjadi kontributor dalam berkembangnya gagal jantung (Heidenreich dkk., 2013). Berdasarkan persentase diagnosis dokter, prevalensi penyakit gagal jantung di D.I Yogyakarta tahun 2013 sebesar 0,25% atau diperkirakan sekitar 6,943 orang, ini merupakan persentase prevalensi tertinggi dari 33 provinsi di Indonesia menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, sedangkan berdasarkan persentase diagnosis/gejala yaitu sebesar 0,4% atau diperkirakan sekitar orang, persentase ini berada di atas rata-rata persentase nasional yaitu 0,3%. Prevalensi gagal jantung terus meningkat selama beberapa dekade terakhir dan diperkirakan terus meningkat dimasa depan, terutama disebabkan proporsi populasi lansia yang bertambah dan peningkatan pasien yang memiliki kondisi gangguan jantung maupun gangguan non-kardia seperti infark miokard akut, hipertensi, diabetes, gagal ginjal, dan sindrom metabolik yang memicu perkembangan dari disfungsi sistolik dan diastolik gagal jantung (Braunschweig dkk., 2011). Adanya kondisi komorbid defisiensi anemia telah meningkatkan sebanyak 5% median cost dari biaya gagal jantung dan diestimasikan

32 32 menyebabkan biaya tambahan sebesar 536 dolar Amerika pada setiap pasien gagal jantung. Stadium keparahan penyakit merupakan salah satu variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap biaya gagal jantung (Titler dkk., 2008). Pada penelitian oleh Titler dkk., (2008) menganalisis variabel berupa karakteristik pasien dalam mempengaruhi biaya gagal jantung. Karakteristik pasien tersebut termasuk usia dan jenis kelamin, meskipun hasilnya tidak signifikan. Penelitian oleh Roger dkk., (2004) menyebutkan bahwa terjadinya insidensi gagal jantung lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Berdasarkan data distribusi biaya perawatan gagal jantung di Amerika Serikat, biaya perawatan rumah sakit memiliki persentase sebesar 60% dalam mempengaruhi biaya gagal jantung di Amerika Serikat. Besarnya komponen biaya rawat inap ini khususnya dipengaruhi oleh stadium keparahan penyakit dan komorbid yang lebih kompleks (Braunschweig dkk., 2011). Komorbid perlu diperhatikan pada manajemen terapi gagal jantung karena memiliki dampak yang besarpada kasus rawat inap dan mortalitas akibat gagal jantung. Komorbid yang sering menyertai kondisi gagal jantung seperti insufisiensi renal, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronik, gangguan tidur seperti sindrom apnea obtruktif maupun sentral serta anemia (Fritz, 2011). Studi lainnya menyebutkan bahwa biaya gagal jantung pertahun bahkan meningkat menjadi dolar Amerika setiap orang, pada gagal jantung dengan kondisi komorbid seperti penyakit arteri koroner dan penyakit paru obstruktif kronik (Voigt dkk., 2014). Menurut penelitian dari Wardani (2012), diketahui bahwa komponen yang memberikan proporsi terbesar terhadap biaya gagal jantung adalah biaya

33 33 pemeriksaan (29,42%), biaya rawat inap (24,59%) dan tindakan non-operatif (18,7%), kemudian faktor yang mempengaruhi secara bermakna terhadap besarnya rata-rata total biaya terapi per pasien gagal jantung di RSUP Dr. Sardjito adalah length of stay dan kelas perawatan. Menurut penelitian Rosvita (2011), pada komponen direct medical cost pada pengobatan gagal jantung, alokasi biaya terbesar selama perawatan gagal jantung utamanya dihabiskan untuk farmasi (obat-obatan), patologi klinik/laboratorium, dan oksigen (untuk mengatasi syok kardiogenik akibat hipoksia dan gagal napas). Pada pelaksanakan sistem universal health coverage yang diselenggarakan BPJS sejak tahun 2014 lalu, gagal jantung termasuk dari kasus yang akan ditangani fasilitas kesehatan tingkat lanjut, sistem pembiayaannya adalah INA- CBG s yaitu dibuat dalam bentuk paket biaya tertentu berdasarkan rata-rata biaya kasus dengan kesamaan diagnosis (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terutama pada proses klaim INA-CBG s di Fasilitas Kesehatan Rujuan Tingkat Lanjut (FKRTL), masih terdapat perbedaan pendapat untuk beberapa kasus antara pihak FKRTL dengan BPJS Kesehatan yang menyebabkan terjadinya penundaan atau permasalahan dalam pembayaran klaim INA-CBG s (Kemenkes RI, 2014 a ). Menurut penelitian Indriyani (2013), menyebutkan bahwa di RSUP Dr. Sardjito masih ditemukan ketidaksesuaian tarif INA-CBG s dengan tarif pelayanan kesehatan.

34 34 G. Kerangka konsep Kerangka konsep penelitian ini telah disusun sedemikian rupa yang memuat skema hubungan antar variabel, yang tertera pada gambar 1. H. Keterangan Empiris Gambaran biaya terapi berupa rerata biaya pengobatan dan komponen biaya pengobatan selama menjalani rawat inap penting untuk dianalisis dengan tujuan mengetahui profil biaya aktual pengobatan gagal jantung di rumah sakit, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman evaluasi dalam penentuan biaya pengobatan gagal jantung. Pada penelitian ini, diharapkan peneliti dapat memperoleh data hasil mengenai perhitungan biaya meliputi rerata biaya terapi dan komponen biaya terapi pasien gagal jantung rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyarta pada periode 1 Oktober 2015 hingga 24 Oktober I. Hipotesis Hipotesis yang diambil dalam penelitian adalah: 1. Usia, jenis kelamin, jumlah komorbid, kelas perawatan dan LOS (Length of Stay) mempengaruhi besarnya biaya riil pengobatan gagal jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Terdapat ketidaksesuaian dalam penerapan tarif INA-CBG s pada pengobatan gagal jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

35 Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian 35

36 36

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung yang cukup untuk kebutuhan tubuh sehingga timbul akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks (sekumpulan tanda dan gejala) akibat kelainan struktural dan fungsional jantung. Manifestasi gagal jantung yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gagal jantung tanpa adanya gejala kongestif (T. Dipiro, et al., 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gagal jantung tanpa adanya gejala kongestif (T. Dipiro, et al., 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Jantung 1. Definisi Dahulu gangguan gagal jantung disebut gagal jantung kongestif, namun saat ini istilah yang berlaku adalah gagal jantung karena pasien dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung. Prevalensi juga akan meningkat karena pertambahan umur baik lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. jantung. Prevalensi juga akan meningkat karena pertambahan umur baik lakilaki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi penyebab utama kematian di negara- negara maju dan tampak adanya kecenderungan meningkat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan penyebab kematian ketiga (10%) di dunia setelah penyakit jantung koroner (13%) dan kanker (12%) dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Asia saat ini terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti peningkatan konsumsi kalori, lemak, garam;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi penyakit tidak menular (non communicable diseases) diprediksi akan terus mengalami peningkatan di beberapa negara berkembang. Peningkatan penderita penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jantung merupakan suatu organ yang memompa darah ke seluruh organ tubuh. Jantung secara normal menerima darah dengan tekanan pengisian yang rendah selama diastol dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian 1. Gambaran karakteristik Pasien Hasil penelitian diperoleh jumlah subjek sebanyak 70 pasien. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria

Lebih terperinci

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan masalah kesehatan dunia karena di berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya peningkatan angka insidensi dan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. 2. di vena sehingga menimbulkan kenaikan tekanan vena. 3 Penyebab utama gagal

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. 2. di vena sehingga menimbulkan kenaikan tekanan vena. 3 Penyebab utama gagal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung merupakan sindroma klinis yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. 1 Dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut data statistik WHO (World Health Organization) penyakit kardiovaskular mengalami pertumbuhan, diprediksi pada tahun 2020 penyakit kronis akan mencapai

Lebih terperinci

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia saat ini adalah penyakit gagal jantung (Goodman and Gilman, 2011). Menurut data WHO 2013 pada tahun 2008,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung. BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit ini diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan prevalensinya hampir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan 140 mmhg dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan dengan berbasis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan dengan berbasis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Clinical pathway adalah alur yang menunjukkan secara rinci tahap-tahap penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan dengan berbasis pada bukti-bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acute coronary syndrome (ACS) adalah salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universal Health Coverage merupakan sistem penjaminan kesehatan yang memastikan semua orang dapat menerima pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa harus mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009). A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit kronis yang dapat merusak organ tubuh. Jumlah penderita penyakit hipertensi di dunia hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan darah di atas nilai nomal. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk

PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk PENDAHULUAN Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme, dengan kata lain diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi secara paralel, transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengubah pola penyebaran penyakit dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai jaminan social (Depkes RI, 2004). Penyempurna dari. bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai jaminan social (Depkes RI, 2004). Penyempurna dari. bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disahkannya Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional memberikan landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs,

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs, I. PENDAHULUAN Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskular masih menduduki peringkat yang tinggi. Menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang 1 BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang Aneurisma aorta abdominalis adalah dilatasi aorta dengan ukuran lima puluh persen melebihi ukuran diameter pembuluh normal, ukuran diameter aneurisma 3 cm dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. WHO (2005) melaporkan penyakit kronis telah mengambil nyawa lebih dari 35 juta orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang semakin berkembang, tantangan terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa mekanisme pasar didominasi oleh organisasi kesehatan yang mampu memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan diwajibkan melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatannya dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu masalah kesehatan yang serius di dunia. Hal ini dikarena penyakit ginjal dapat menyebabkan kematian, kecacatan serta penurunan kualitas hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh pertumbuhan sel jaringan tubuh yang tidak terkontrol sehingga berubah menjadi sel kanker (1). Data Riset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan fungsi ginjal karena adanya kerusakan dari parenkim ginjal yang bersifat kronis dan irreversibel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara berkembang, hipertensi telah menggeser penyakit menular sebagai penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas. Hal ini dibuktikan hasil Riset Kesehatan Dasar

Lebih terperinci

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang umum di negara berkembang, secara khusus bagi masyarakat Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak dan investasi, dan semua warga negara berhak atas kesehatannya termasuk masyarakat miskin. Diperlukan suatu sistem yang mengatur pelaksanaan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri, mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum melanda dunia. Hipertensi merupakan tantangan kesehatan masyarakat, karena dapat mempengaruhi resiko penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan kemakmuran di negara berkembang banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan penyebab peningkatan mortalitas pasien jantung (Maggioni, 2005).

I. PENDAHULUAN. merupakan penyebab peningkatan mortalitas pasien jantung (Maggioni, 2005). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan mortalitas pasien jantung (Maggioni, 2005). Prevalensi gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup menyebabkan berubahnya pola penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung yang prevalensinya

Lebih terperinci

4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.

4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... vii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi atau lebih dikenal dengan istilah tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana seseorang mempunyai tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmhg dan tekanan

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas), edema dan tanda objektif adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. insektisida antikolinesterase, serta gangguan hepar dan gagal ginjal akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. insektisida antikolinesterase, serta gangguan hepar dan gagal ginjal akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keracunan memiliki dampak negatif, baik terhadap kesehatan maupun sosial-ekonomi. Keracunan akut maupun kronis akan menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju (Adrogue and Madias, 2007). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol (Chobanian,

I. PENDAHULUAN. dilakukan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol (Chobanian, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah arteri secara terus menerus (Saseen & Maclaughlin, 2008). Peningkatan tekanan darah dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana terdapat penebalan dalam dinding pembuluh darah disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia melalui kementerian kesehatan di awal tahun 2014, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia melalui kementerian kesehatan di awal tahun 2014, mulai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemerintah Indonesia melalui kementerian kesehatan di awal tahun 2014, mulai mengoperasikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program JKN diselenggarakan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang

Lebih terperinci

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh MONITORING EFEKTIVITAS TERAPI DAN EFEK-EFEK TIDAK DIINGINKAN DARI PENGGUNAAN DIURETIK DAN KOMBINASINYA PADA PASIEN HIPERTENSI POLIKLINIK KHUSUS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG SKRIPSI SARJANA FARMASI Oleh YUANITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam non-communicable disease atau penyakit tidak menular (PTM) yang kini angka kejadiannya makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard merupakan perkembangan yang cepat dari nekrosis miokard yang berkepanjangan dikarenakan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan masalah kesehatan besar di seluruh dunia sebab tingginya prevalensi dan berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan di pembuluh darah naik secara persisten. Setiap kali jantung berdenyut maka darah akan terpompa ke seluruh pembuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi telah menjadi penyebab kematian yang utama dari 57,356 penduduk Amerika, atau lebih dari 300,000 dari 2.4 milyar total penduduk dunia pada tahun 2005. Selebihnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hipertensi merupakan salah satu penyakit dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi di berbagai belahan dunia. Prevalensi penyakit hipertensi terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia berkembang cukup pesat. Hal ini sesuai dengan kebutuhan akan layanan rumah sakit yang meningkat. Selain sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO pada tahun 2002, memperkirakan 783 000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan seperti sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, kelelahan, edema tungkai,takikardia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Operasi caesar atau dalam isitilah kedokteran Sectio Caesarea, adalah

BAB I PENDAHULUAN. Operasi caesar atau dalam isitilah kedokteran Sectio Caesarea, adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Operasi caesar atau dalam isitilah kedokteran Sectio Caesarea, adalah prosedur persalinan melalui pembedahan irisan di perut ibu (laparotomi) dan rahim (histerotomi)

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia 23 BAB 4 HASIL 4.1 Karakteristik Umum Sampel penelitian yang didapat dari studi ADHERE pada bulan Desember 25 26 adalah 188. Dari 188 sampel tersebut, sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam thypoid biasanya mengenai saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 40/2004, penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 40/2004, penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Dasar pasal 28-H, Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 40/2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung disebabkan oleh beberapa keadaan yang menyebabkan kerusakan otot jantung, termasuk Coronary Artery Disease (CAD), heart attack, kardiomiopati dan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam hal mewujudkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit ini diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan prevalensinya hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia 4. HASIL Sampel penelitian diambil dari data sekunder berdasarkan studi Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) pada bulan Desember 2005 Desember 2006. Jumlah rekam medis yang didapat adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta tahun Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta tahun Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 65 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengkaji analisis biaya pada pasien rawat inap yang terdiagnosa kegagalan jantung dengan atau tanpa penyakit penyerta di RS Yogyakarta tahun 2015. Sampel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menghimpun beberapa negara di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada tahun 2014. Masyarakat mulai menyadari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah adalah gaya yang diberikan oleh darah kepada dinding pembuluh darah yang dipengaruhi oleh volume darah, kelenturan dinding, dan diameter pembuluh darah

Lebih terperinci