PENGATURAN PERLINDUNGAN WARTAWAN PERANG DAN PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL.

Transkripsi

1 PENGATURAN PERLINDUNGAN WARTAWAN PERANG DAN PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Anugrah Sukma Agung 1, Dwi Astuti Palupi S.H., M.H 2., Poniar Warsono S.H 1., 1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta agunganugrah62@yahoo.com ABSTRAK War correspondent included in part of non-combatenthat has protecting regulation in International Humaniter law and being state responsibility to frotecting the jurnalist rights in their jurnalitic order. The protect is given to the jurnalist if they re not doing harms act and harm their place as war correspondent. Although it has regulation about the war correspondent protect ekspeciali at geneva convention 1949, yet in implementation of this convention at the times got foult to an interest. This studied puposed to a) to knowing how the protect regulation of war correspondent in humaniter law b) to knowing rights and obligations under humanitarian law of warjournalists c) to knowing state resposibility of rights violations of war correspondent.metoderesearch used inthis studyis anormativeyurisdismethod. While the technique of collecting data from various literature books, journals written reports, magazines and other documents and inqualitative analysis. From the results of this study concluded a) granting the status of a civil specifically stipulated in the 1949 Geneva Conventions, and they should not be the target of a military attack b) war correspondent news right to seek and disseminate information, and obligeduntudid not participate inarmed conflict c) Crimes committed by state officials or persons acting on behalf of the statecan becharged to thestate. Key Word : Humaniter Law, Setting, Protection, The Responbility of the State. War correspondent Latar Belakang Jenis pekerjaan dan profesi sangat beragam, mulai dari yang sedikit mengandung resiko hingga yang beresiko besar yang dapat mengancam keselamatan diri si pelaku yang melakukan profesi tersebut.seperti halnya profesi yang dilakukan sebagai seorang wartawan. Jika dilihat sekilas, profesi wartawan sama sekali tidak menimbulkan suatu resiko apapun yang dapat membahayakan keselamatan pada dirinya dalam melaksanakan profesinya. Hal tersebut jika kita melihatnya hanya dari sudut pandang dimana ia bertugas untuk mendapatkan suatu berita ataupun informasi dari seseorang. Tetapi apabila kita melihat dari segi lainnya, dimana wartawan tersebut ditempatkan untuk memperoleh informasi atau berita di suatu daerah yang sedang mengalami bencana alam atau sedang terjadi peperangan dalam suatu wilayah, hal tersebut menjadi lain dan lebih memberikan pemahaman kepada kita bahwa profesi wartawan memang mengandung resiko yang besar. Resiko yang dialami oleh wartawan pada akhir-akhir ini tampaknya semakin 1

2 berat, tidak hanya berat dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya tapi juga harus menghadapi ancaman kekerasan fisik, serta ancaman kekerasan dalam melakukan dan melaksanakan tugasnya. Pada saat ini salah satu personil yang paling dituntut profesionalitas dan kinerjanya adalah seorang wartawan.seorang wartawan harus dapat menampilkan pemberitaan yang memenuhi persyaratan kelayakan suatu berita.untuk dapat menyajikan berita yang memenuhi standar persyaratan informasi yang layak dan berkualitas, seorang wartawan tidak jarang harus bertaruh dengan jiwa raganya. Hal inilah yang kerap dihadapi oleh seorang wartawan perang yang tengah bertugas di medan pertempuran demi terwujudnya sebuah pemberitaan yang subjektif dan memenuhi syarat kelayakan sebuah berita. Setiap tahunnya selalu ada laporan mengenai kru media yang terbunuh, luka-luka, ditangkap atau hilang pada saat mereka bertugas. Jurnalis dalam melakukan profesi mereka dalam situasi konflik bersenjata untuk melayani kepentingan publik, karena mereka memainkan peran penting dalam membawa perhatian masyarakat internasional dan realitas konflik.pengadilan menilai bahwa investigasi dan laporan oleh jurnalis memungkinkan warga masyarakat internasional untuk menerima informasi penting dari zona konflik.atas dasar itu, pengadilan memberikan kehormatan atas testimonial mereka sehubungan dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan profesi mereka untuk melindungi jurnalis dalam melaksanakan profesi mereka dalam konflik bersenjata. Begitu pentingnya jurnalis perang yang meliput di situasi konflik dikemukakan oleh Peter Arnett, seorang jurnalis veteran perang yang meliput konflik bersenjata di berbagai negara di dunia, dimana ia mengatakan bahwa fungsi jurnalis dalam meliput peperangan adalah sebagai saksi yang mengemukakan apa yang dilihat dan apa yang didengarnya. Hal tersebut dilakukan oleh jurnalis agar pada peristiwa yang terjadi pada saat peperangan dapat diketahui oleh pihak-pihak di luar para pelaku dan penderita peperangan. Seorang wartawan perang yang melakukan tugasnya di medan pertempuran akan dihadapkan kepada bermacam-macam bahaya yang akan dihadapi oleh seorang penduduk sipil yang berada diluar medan pertempuran. Bagi negara yang berkedaulatan rakyat, laporan media atau wartawan menjadi bahan bagi lembaga perwakilan dan elemen-elemen masyarakat yang memiliki kesadaran untuk melakukan kontrol, koreksi, dan pengawasan kekuasaan agar selalu berjalan pada jalur yang benar.meskipun peradaban manusia 2

3 telah berada pada era setiap warga dapat menjadi pewarta sebuah era (citizen journalism), Jurnalis/wartawan tetap mempunyai peranan penting dan tidak dapat diabaikan di dalam distribusi informasi demi terkawalnya kekuasaan. Pada Internasional Committee of the Red Cross Study on Custumary Rules of Internasional Humanitiran Law, Rule 34 Chapter 10 menyatakan bahwa Civilian Journalist enganged in profesional missions in areas of armed conflict must be respected and protected as long as they are not taking a direct part in hostilities. State practice establishes this rule as an norm of international law applicable in both international and non international armed conflict.(wartawan sipil yang ikut serta dalam misi profesional dalam konflik bersenjata harus di hargai dan dilindungi selama mereka tidak mengambil bagian dalam pertempuran, praktek negara dalam mengatur peraturan ini sebagai norma hukum internasional kebiasaan yang berlaku dalam konflik bersenjata internasional maupun non-internasional) Jurnalis secara hukum berhak atas otonomi yang lebih besar daripada warga sipil lainnya, dan berhak atas perlindungan hukum yang sama sebagai tawanan perang, termasuk hak untuk tidak menanggapi interogasi. Wartawan dalam menjalankan profesinya memerlukan adanya suatu perlindungan hukum.perlindungan bagi penduduk sipil disaat terjadinya perang diatur secara khusus dalam konvensi ke 4 Konvensi Jenewa 1949.Pengaturan yang berkaitan dengan wartawan juga terdapat pada Konvensi Den Haag Tahun 1899 tentang Hukum Perang dan Kejahatan Perang. Walaupun telah banyak Undang- Undang yang mengatur mengenai Wartawan Perang, namun kedudukan wartawan belum penuh mendapatkan perlindungan hukum. Beberapa contoh kasus yang terjadi pada wartawan perang diantaranya: Wartawan (Metro TV) Indonesia yang hilang di Irak, wartawan itu adalah Meutya Hafid dan Budiyanto yang diculik oleh sebuah kelompok yang menamakan diri Faksi Tentara Mujahidin Irak. Hal ini diketahui dari video yang diterima jaringan televisi Associated Press Television Network (APTN) di Baghdad, jumat 18 Februari Contoh kasus lain terjadi pada Balibo Timor Timur yaitu tentang lima jurnalis asing tewas saat melakukan peliputan ke Timor Timur yang bergolak karena referendum. Pemerintah Indonesia menyebutkan, penyebab kelima jurnalis itu tewas akibat kebakaran saat peperangan di Kota Balibo. Namun investigasi yang terungkap di Pengadilan Koroner Australia, 3

4 pada 2007, menyebutkan, kelimanya tewas akibat di bunuh tentara Indonesia. Kasus lainnya juga terjadi di Suriah, wilayah tersebut merupakan tempat paling mematikan bagi wartawan yang menjadi target pemerintah maupun kelompok militan. Sedikitnya sudah 36 wartawan tewas di Suriah sejak Pihak pemerintah dan oposisi juga menarget berita online, meretas situs, dan mengirim ancaman pembunuhan.laporan Amnesty Internasional mengatakan baik wartawan profesional maupun warga dibunuh, diculik, disiksa, atau diancam. Pada Februari 2012, reporter Sunday Times, Marie Colvin dan fotorgrafer Prancis, Remi Ochlik dibunuh di media centre di Homs. Jurnalis yang menjalankan profesinya di medan pertempuran termasuk ke dalam kelompok penduduk sipil, berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 yang dibentuk khusus untuk memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil di saat terjadi suatu peperangan. Perlindungan yang diberikan kepada jurnalis perang yang tengah berada di medan perang adalah diberikannya status sebagai orang sipil yang diatur secara khusus dalam Konvensi Jenewa dan Protokol tambahan Seharusnya semua warga negara di manapun ia berada, tetap akan mendapat suatu perlindungan, baik dari negara asal maupun negara tempat mereka berada.begitu juga sebaliknya dengan wartawan, seharusnya wartawan wajib mendapatkan perlindungan, baik dari hukum nasional maupun hukum Internasional dalam melaksanakan profesinya yang tidak bisa dipandang gampang dalam melaksanakan tugasnya.dari ketentuan nasional maupun internasional ditemukan peraturan mengenai perlindungan terhadap wartawan. Dalam hukum nasional perlindungan terhadap wartawan terdapat dalam : 1.Pasal 28E ayat (2) dan (3). 2.Pasal 28F UUD RI Pasal 8UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sedangkan dalam hukum internasional dalam artikel 3 (1) Konvensi Jenewa I Tahun 1949 tentang perlindungan Korban Pertikaian Bersenjata Internasional.Namun dalam pelaksanaannya konvensi tersebut sering kali dilanggar untuk kepentingankepentingan tertentu.bentuk pelanggaran bukan hanya dilakukan oleh negara, tetapi juga dilanggar oleh kelompok bersenjata di suatu wilayah yang sedang bertikai. Dengan adanya beberapa peraturan mengenai perlindungan wartawan perang tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah yang berjudul: Pengaturan Perlindungan Wartawan Perang dan Pertanggungjawaban Negara 4

5 menurut Hukum Humaniter Internasional. Penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana pertanggungjawaban dan perlindungan negara terhadap wartawan perang dan sesuai dengan hukum Humaniter Internasional METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normative Penelitian hukum normatif adalah sebuah metode penelitian hukum yang menitik beratkan pada bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang memandang hukum sebagai norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. 2. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen, buku, laporan, arsip dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Jadi sumber data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari : a. Bahan Hukum Primer 1)Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers 2)Konvensi Den Haag Tahun 1899 tentang Hukum Perang dan Kejahatan Perang sebagaimana telah disempurnakan dalam Konvensi kedua Tahun )Konvensi Jenewa Tahun 1949 b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan yang merupakan penjelasan dari bahan hukum primer yang penulis dapatkan dari : 1.Perpustakaan Universitas Bung Hatta 2.Perpustakaan Universitas Andalas 3.Bahsn-bahan kuliah yang penulis miliki 4.Literatur-literatur yang berhubungan dengan pembahasan. 3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah studi dokumen.studi dokumen yaitu dengan mempelajari beberapa literatur dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek yang diteliti.wujud dari studi dokumen ini adalah buku humaniter, dan peraturan perundang-undangan yang terkait.teknik pengumpulan data meliputi pengamatan/observasi, studi literatur/pustaka, angket, dll. 4. Analisis data Analisis data adalah proses penyusunan data agar dapat dipahami dan ditafsirkan. Analisa dilakukan dengan mendeskripsikan masalah, tentunya dengan data-data yang ditemukan dan diolah secara kualitatif. Data kualitatif adalah data yang dihimpun berdasarkan cara-cara yg melihat proses suatu objek penelitian. Data kualitatif ini 5

6 lebih melihat kepada proses dari pada hasil karena didasarkan pada deskripsi proses dan bukan pada perhitungan matematis.penulis akan mengolah data sekunder sedemikian rupa dan menyusun data serta mengelompokkan data ke dalam pola-pola atau kategori, ini dilakukan untuk menghindari tumpang tindih terhadap data yang telah dikumpulkan, sehingga dapat dipahami dan ditafsirkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bila terjadi konflik bersenjata internasional, kegiatan ICRC mempunyai dasar hukum yang kuat yaitu, 4 Konvensi Jenewa 1949 mengenai perlindungan orang sipil diwaktu perang (Geneva Convention relative to the Protection of Civilian Persons in Time War, Augus 12, 1949) dan protokol tambahan 1, Pasal 79 yang terdiri dari 3 ayat yang berbunyi : 1. Wartawan-wartawan yang melakukan tugas-tugas pekerjaan yang berbahaya didaerah pertikaian bersenjata harus dianggap sebagai orang sipil didalam pengertian pasal 50 ayat Mereka ini harus dilindungi dibawah konvensi dan protokol tambahan asal mereka tidak mengambil tindakan yang mempengaruhi secara merugikan kedudukan mereka sebagai orang sipil dan tanpa mengurangi hak mereka sebagai wartawan perang. 3. Mereka ini boleh mempergunakan kartu pengenal yang sama dengan model kartu pengenal dalam lampiran 11 yang terdapat dalam protokol tambahan Bila seorang wartawan ditangkap, dia akan diperlakukan sama sepertiorang sipil dibawah Hukum Humaniter Internasional. Jika wartawan tersebut berasal dari negara musuh, dia dapat ditahan sebagai tahanan sipil, dia berhak diperlakukan secara manusiawi untuk melakukan kontak dengan keluarganya, untuk dikunjungi oleh wakil ICRC dan bila dia dituduh melanggar hukum perang, dia akan diadili sebagaimana mestinya. Adapun bentuk-bentuk perlindungan wartawan perang antara lain : 1.Wartawan-wartawan yang melakukan tugas dan pekerjaannya yang berbahaya didaerah konflik atau sengketa bersenjata harus dianggap sebagai orang sipil. 2.Wartawan perang akan dilindungi sedemikian rupa dibawah Konvensi dan Protokol, asalkan mereka tinak mengambil tindakan yang mempengaruhi secara merugikan kedudukan mereka sebagai wartawan perang dengan kedudukan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 4A (4) dari Konvensi ketiga. 6

7 3.Wartawan perang dapat memperoleh kartu pengenal yang sama dengan model kartu pengenal dalam Protokol I 1977 yang dikeluarkan oleh Pemerintah dari Negara, dimana wartawan itu adalah warga negaranya atau wilayah ia bertempat tinggal. 4.Wartawan sebagai orang sipil tidak boleh menjadi sasaran serangan. Tindakan atau ancaman kekerasan yang bertujuan untuk menciptakan teror dilarang. 5.Pemerintah, terutama aparat keamanan, wajib melindungi wartawan perang yang sedang bertugas dari tindakan kekerasan oleh siapapun. 6.Perusahaan pers wajib melengkapi wartawannya dengan alat-alat perlindungan yang diperlukan, termasuk proteksi asuransi, sebelum wartawan tersebut meliput peristiwa beresiko tinggi, seperti huru hara, unjuk rasa, perang, bencana alam dan sebagainya. 7.Wartawan yang akan meliput peristiwa beresiko tinggi perlu mengikuti pelatihan cara menghindaribahaya dan mampu melakukan pertolongan pertama pada saat kecelakaan. 8.Dalam situasi konflik bersenjata, wartawan harus mendapatkan perlindungan maksimal dan diperlukan sebagai orang sipil yang menjalankan tugas profesional.jika waratawan ditangkap dalam insiden konflik bersenjata Non Internasional atau Internasional, wartawan harus diperlakukan sebagai orang sipil dibawah Hukum Humaniter Internasional dan berhak diperlakukan sebagai orang sipil dibawah hukum Humaniter Internasional dan berhak diperlakukan manusiawi dan boleh dikunjungi oleh Palang Merah Internasional. 9.Perusahaan Pers dan Organisasi Pers hendaknya melakukan advokasi yang sungguh-sungguh terhadap warawan yang mengalami tindak kekerasan. Kewajiban dari wartawan antara lain : 1)Dalam menjalankan kewajibannya seorang wartawan harus menggunakan tanda pengenal. 2)Tidak ikut secara aktif dalam konflik tersebut. Berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-wartawan adalah civilian dan sebagai civilian mereka harus dilindungisedemikian rupa di bawah Konvensi dan Protokol ini. Perlindunganitu hanya diberikan apabila wartawan tersebut tidak melakukantindakan-tindakan yang mempengaruhi secara merugikan kedudukanmereka sebagai wartawan perang yang ditugaskan pada AngkatanPerang dengan kedudukan seperti 7

8 yang ditetapkan dalam Pasal 4 a(4) dari Konvensi Ketiga Pasal 4 menyebut enamgolongan yang menjadi Tawanan Perang apabila jatuh dalam kekuasaan lawan, yang relevan bagi uraian ini adalah golongan keempat. Adapun golongan keempat dirumuskan sebagai berikut: a. Wartawan-wartawan yang melakukan profesinya yang berbahaya didaerah-daerah pertikaian bersenjata harus dianggap sebagai civilian (orang sipil) dalam arti seperti yang dirumuskan dalampasal 50, ayat 1 dari protokol I. b. Wartawan adalah civilian dan sebagai civilian mereka harus dilindungisedemikian rupa di bawah Konvensi dan Protokol ini. Perlindunganitu hanya diberikan apabila wartawan tersebut tidak melakukantindakan-tindakan yang mempengaruhi secara merugikan kedudukanmereka sebagai wartawan perang yang ditugaskan pada AngkatanPerang dengan kedudukan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 4 a(4) dari Konvensi Ketiga. c. Wartawan dapat mempergunakan kartu pengenal (identity card) yang sama dengan model kartu pengenal yang dicantumkan dalamlampiran II dari Protokol I. Kartu pengenal ini harus dikeluarkan olehpemerintah dari Negara, darimana wartawan itu adalah warganegaranya atau yang diwilayahnya ia bertempat tinggal atau dimanaalat pemberitaan yang memperkerjakannya berada harus menyatakansebenarnya kedudukannya sebagai seorang wartawan. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal berikut. 1. Pemberian status pada seorang sipil ( civilian ), diatur secara khusus dalam Konvensi ke 4 Konvensi Jenewa 1949 (Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War ). Jika pada saat menjalankan profesinya, kemudian ia tertangkap atau ditahan, maka akan diberikan perlindungan selayaknya. Hal ini juga diatur dalam Protokol Tambahan mengenai Measures of Protection for I Pasal 79 Journalist apabila seorang wartawan perang memiliki kartu akreditasi dari pimpinan Angkatan Bersenjata, maka pada saat ia menjalankan profesinya ditahan atau ditangkap oleh musuh, maka ia akan menjadi seorang tawanan seperti yang disebutkan dalam Pasal 4A (4) Konvensi III Konvensi Jenewa 1949, wartawan tersebut akan diperlakukan selayaknya menurut aturan yang terdapat dalam Konvensi ke III. 2. Hukum Humaniter melalui Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan

9 telah menjadi acuan dan kebiasaan dalam praktek negara-negara untuk berperang.wartawan perang diakui haknya untuk mencari berita dan menyebarluaskan informasi, dan kewajiban mereka untuk tidak iikut dalam konflik bersenjata kecuali hanya untuk melaksanakan tugas jurnalisnya. 3. Kejahatan yang dilakukan oleh petugas negara atau orang yang bertindak atas nama negara dapat dibebankan kepada negara. Karena pembebanan itu, maka kejahatan yang dilakukan oleh petugas tersebut menimbulkan pertanggungjawaban negaranya. Di dalam pembebanan tersebut ada batasnya atau syarat, tidak setiap kejahatan petugas negara dapat membebani pertanggungjawaban negara. Huala Adolf Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional. Jakarta: Rajawali Pers. J.G Starke Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Justitia Study Group KGPH Haryo Mataram, Pengantar Hukum Humaniter, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Muchtar kusuma admadja.kovensi palang merah DAFTAR PUSTAKA A. BUKU A Masyur Efendi. Hukum Humaniter Internasional 2 Bagian Khusus. Penerbit : Armico, Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Budiono Kusumohamidjojo. Suatu Studi Terhadap Aspek Internassional Konvensi Wina Tahun 1969, Hukum Perjanjian Internasional, Bina Cipta, Bandung,