BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebuah sistem dari kumpulan nilai, gagasan, dan praktek yang memiliki fungsi
|
|
- Dewi Budiaman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Representasi Sosial 1. Definisi Representasi Sosial Moscovici (dalam Smith, 2011) mengartikan reprensentasi sosial sebagai sebuah sistem dari kumpulan nilai, gagasan, dan praktek yang memiliki fungsi membangun urutan pada individu untuk menyesuaikan atau mengorientasikan dirinya pada dunia materi dan sosial mereka serta untuk menguasai lingkungannya. Dalam pengertian ini, represntasi sosial menjadi proses pemahaman suatu objek sosial yang terdapat dalam masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa representasi sosial merupakan proses sosial yang tidak universal tetapi bersifat khusus dalam suatu masyarakat tertentu. Flick (1998) menambahkan bahwa representasi sosial sering terbentuk melalui pendapat-pendapat masyarakat awam dan professional. Dengan kata lain representasi sosial memberikan suatu dampak bagi individu untuk mempersepsikan sebuah objek sosial dan memberikan arah untuk berprilaku. Berdasarkan definisi representasi sosial dari beberapa tokoh di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa representasi sosial adalah nalar sosial yang ada di dalam masyarakat yang berfungsi untuk panduan dalam berpikir, berprilaku dan berkeyakinan. 12
2 13 2. Proses Pembentukan Representasi Sosial Moscovici (dalam Smith, 2011) menjelaskan bahwa Representasi sosial dapat merubah suatu hal yang tidak lazim dan atau tidak dikenal menjadi sesuatu hal yang dapat dikenali, melalui dua proses pembentukan. Proses pembentukan representasi sosial tersebut terjadi dalam dua tahapan. (Deuaxdan Philogene, 2001) menjelaskan tahap pertama adalah Anchoring yang merupakan proses pengenalan atau pengaitan suatu objek tertentu dalam pikiran individu. Pada proses ini informasi yang baru didapat diintegrasikan ke dalam sistem pemikiran dan sistem makna yang telah dimiliki oleh individu sebelumnya. Tahap kedua adalah Objectification yang merupakan proses penerjemahan ide-ide yang abstrak dari suatu objek ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit atau mengaitkan abstraksi tersebut dengan objek konkrit. Proses ini dipengaruhi oleh kerangka sosial individu, misalnya norma, nilai, dan kode-kode yang merupakan bagian dari proses kognitif atau afek dari komunikasi serta pemilihan dan penataan representasi mental atas objek tersebut. 3. Elemen Representasi Sosial Menurut Arbic (dalam Smith, 2011) representasi sosial terdiri atas elemen informasi yaitu segala informasi yang diketahui oleh anggota suatu komunitas mengenai suatu objek tertentu, keyakinan yaitu segala sesuatu hal yang dipercayai dan diyakini, pendapat ialah hasil pemikiran mereka, dan sikap tentang suatu objek ialah, suka atau tidak suka, penilaian, pengaruh atau penolakan, serta kepositifan atau kenegatifan.
3 14 B. Agama 1. Definisi Agama Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada TuhanYang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungan. Sedangkan definisi beragama adalah menganut agama, taat kepada agama, dan sangat memuja-muja. Semuel Patty (2009) menjelaskan agama merupakan kata yang berasal dari Bahasa Arab yang telah menjadi Bahasa Indonesia yang dimaknai sebagai suatu sistem kepercayaan manusia yang memuja atau menyembah sesutau yang dianggap memiliki kemampuan luar biasa yang tidak dimiliki oleh manusia itu sendiri. Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang konsep agama atau religi hal tersebut dikarenakan masing-masing orang memiliki pengalaman keagamaan yang tidak sama. Berman & Snyder (2012) mengatakan agama merupakan sistem keyakinan dan praktik yang terorganisir, agama juga menawarkan akses dan ekspresi spiritual. Ancok dan Suroso (2001) menambahkan bahwa keberagamaan memiliki macam sisi dan dimensi seperti melakukan suatu aktivitas sehari-hari yang di dorong oleh kekuatan supranatural. Rasa keagamaan yang dimiliki seseorang bersumber dari perasaan tentang segala keterbatasaan dan kelemahannya, terkait dengan hal itulah manusia mencari kekuatan yang besar untuk dapat dijadikan sebagai pelindung dalam kehidupannya.
4 15 Dalam penelitian ini peneliti menyimpulkan agama sebagai suatu kepercayaan dan keyakinan yang dipegang oleh seseorang dalam sisi dan dimensi kehidupa seperti aktivitas sehari-hari, rasa keagamaan tersebut bersumber dari perasaan keterbatasan dan kelemahan yang di miliki manusia sehingga manusia mencari kekuatan yang lebih besar yang dapat dijadikan pelindung dalam kehidupan yang dijalani. Rudolf Pasaribu (1980) mendefinisikan agama suku merupakan agama yang dianut oleh suku tertentu dengan batasan tertentu pula, agama tersebut hanya berlaku pada kumpulan orang-orang yang memiliki Suku yang sama dan mempercayai Tuhan yang hanya memberkati Suku tertentu saja. C. Kepercayaan Suku Karo 1. Sejarah Kepercayaan Suku Karo Sarjani (2011) mengatakan kepercayaan tradisional Karo dahulu disebut perbegu. Secara etimologi perbegu berasal dari bahasa Karo yaitu begu yang dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai mahkluk halus. Kemudian berganti dengan istilah pemena hal itu dikarenakan untuk menghidari pemahaman yang negatif pada kata begu yang sering disamakan dengan setan, hantu dan sebagainya. Tarigan (1990) mengatakan pemena sendiri berasal dari kata bena yang di dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai awal atau asli, jadi pemena tersebut merupakan kepercayaan awal Suku Karo jauh sebelum agama-agama besar masuk ke dalam masyarakat Suku Karo seperti Katolik, Kristen Protestan, Islam. Hal
5 16 serupa juga dikatakan oleh Milala (2008) bahwa kepercayaan Suku Karo adalah animisme karena masih percaya pada roh-roh leluhur dan percaya pada kekuatan magis yang terdapat dalam benda-benda, alam, dan diri manusia. Ginting (1999) mengatakan konsep kepercayaan Masyarakat Karo yang paling tua adalah Animisme dan Dinamisme didalamnya dilakukan pemujaan dan penyembahan kepada sesuatu yang dianggap suci dan berkuasa, konsep kepercayaan ini diperkirakan berasal dari zaman pra Hindu yaitu sejak Proto Melayu masuk ke daerah yang sekarang diduduki oleh masyarakat Suku Karo. Selanjutnya konsep kepercayaan Suku Karo juga dipengaruhi agama Hindu yang dibawa oleh pedagang yang berasal dari India diperkiran pada abad ke-iii dan pada saat itu Masyarakat Karo mulai mengenal konsep Dewata yang di dalam bahasa Karo disebut Dibata, dan akhirnya Masyarakat Karo memiliki konsep kepercayaan yang berasal dari kombinasi antara animisme, dinamisme dan konsep agama Hindu. Dari uraian di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa kepercayaan awal Suku Karo adalah animisme dan dinamisme ini ditandai dengan penyembahaan kepada alam, benda-benda tua serta roh-roh nenek moyang, kemudian kepercayaan Suku Karo berkembang dengan adanya konsep dewa-dewa yang dipengaruhi oleh ajaran Agama Hindu yang di bawa oleh pedagang dari India sehingga Masyarakat Karo memiliki konsep Dibata Sitelu. 2. Konsep Tuhan dalam Kepercayaan Suku Karo Sarjani (2011) mengatakan kepercayaan Suku Karo memiliki istilah Dibata Sitelu yang dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai tiga Dewa
6 17 yaituguru Butara yang menguasai langit, Padukah ni Aji yang menguasi dunia atau tempat manusia tinggal, dan Banua Koling yang menguasai alam bawah atau di bawah tempat manusia tinggal. Ginting (1999) Menurut konsep kosmologi yang dimiliki Suku Karo alam semesta ini dibagi atas tiga bagian yaitu dunia atas, bawah, dan tengah yang diciptakan oleh sang Maha Kuasa yaitu Dibata Kaci-Kaci, tempat Dibata tersebut berubah-ubah sesuai dimana Dia berada baik di dunia atas, bawah, atau tengah karena Dibata Kaci-Kcai merupakan satu kesatuan dengan Dibata Sitelu. 3. Guru Sibaso dalam Kepercayaan Suku Karo Ginting (1999) kepercayaan Suku Karo juga mengenal istilah guru yang merupakan orang-orang pilihan Dibata, guru tersebut memiliki berbagai fungsi dan keahlian yang biasanya menjadi pemimpin dalam upacara tradisional Karo, keahlian yang dimiliki oleh seorang guru antara lain: meramal, memimpin ritual, berkomunikasi dengan roh-roh atau mahluk gaib, serta dapat mengobati suatu penyakit. Ginting (1999) juga menjelaskan guru memiliki suatu pengetahuan tentang aspek-aspek kehidupan yang tidak dimiliki oleh orang-orang biasa, peran guru tersebut sering disamakan dengan dukun, paranormal atau orang pintar. Sri Alem (2005) juga menambahkan bahwa peran guru dalam kepercayaan Suku Karo adalah sebagai penyeimbang bagi kelompok masyarakat tertentu, keseimbangan dalam kepercayaan Suku Karo yang dimaksud adalah keseimbangan dalam diri manusia yaitu perasaan dan kesehatan tubuh dan keseimbangan alam semesta yaitu bencana dan hasil bumi. Berdasarkan teori diatas peneliti mengambil kesimpulan bahwa guru merupakan tokoh adat Suku
7 18 Karo yang memiliki kekuatan supranatural, dan mempunyai keahlian-keahlian mistis. Sarjani (2011) mengatakan Guru dalam kepercayaan Suku Karo terbagi ke dalam beberapa jenis sesuai keahlian antara lain: Guru Belin (Mbelin) guru atau orang yang sanggup mengobati pelbagai penyakit, Guru Penawar yaitu guru yang membuat obat-obatan dalam bentuk tawar (ramuan obat), Guru Pengarkari yaitu yang pandai melakukan upaya-upaya untuk menghindari kemalangan yang mungkin terjadi di dalam sebuah keluarga, Guru Ngolak (ken) yaitu yang pandai untuk pengobatan suatu penyakit yang dibuat oleh orang lain dan atas bantuan si guru ngolakken penyakit tersebut dikembalikan kepada si pembuatnya. Guru Ersilihi yaitu guru yang pandai melakukan pengobatan kepada orang yang terkena penyakit birawan (ketakutan yang amat sangat karena suatu peristiwa) atau karena rohnya ditawan oleh roh-roh keramat, maka guru membuat persilihi (gantinya) sebagai tumbal, Guru Siniktik wari yaitu guru yang mampu membaca hari dan saat-saat yang baik untuk melakukan pekerjaan agar sehatsehat dan terhindar dari celaka, Guru Si Baso yaitu guru yang mampu memanggil roh orang yang sudah meninggal dan guru ini menjadi mediumnya, Guru Si Dua lapis pengenen matana yaitu guru yang dapat melihat roh-roh, Guru Si Ngoge gerek-gereken yaitu guru yang mampu membaca fenomena tertentu dengan memakai medianya adalah telur ayam yang sudah direbus, Guru Ngeluncang yaitu guru yang pandai melakukan ritual mengusir roh-roh jahat dari sebuah desa, sehingga Masyarakat Desa terhindar dari segala malapetaka.
8 19 Sri Alem (2002) menambahkan peran sebagai guru yang dimiliki seseorang merupakan sebuah takdir yang ditentukan dari lahir oleh Sang Pencipta dan setiap guru pasti mempunyai roh pelindung, roh tersebut membantu seorang guru ketika melakukan ritual-ritual dalam upacara Suku Karo, masyarakat Suku Karo menyebut roh tersebut dengan istilah Jenunjung. 4. Upacara dan Ritual Kepercayaan Suku Karo Sri Alem (2005) mengatakan bahwa sebuah ritual dilakukan apabila terjadi ketidakseimbangan antara jiwa perasaan, nafas dan pikiran dalam diri seseorang sebagai sebuah semesta kecil (mikro-kosmos). Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan berbagai kerugian, seperti bangger (sakit), mara (malapetaka) dan akhirnya kematen (kematian). Daya pikir manusia dianggap mempunyai tanggungjawab ke kosmos (alam semesta) yang meliputi dunia gaib, kesatuan sosial, dan lingkungan alam sekitar. Dalam adat Suku Karo terdapat beberapa jenis upacara atau ritual yang dalam prakteknya masih ada kekuatan magis, dan terdapat juga interaksi antara orang-orang yang melakukan ritual dengan roh-roh nenek moyang yang sudah meninggal dunia. Sarjani (2011) mengatakan terdapat beberapa jenis upacara yang masih sering dilakukan oleh Masyarakat Karo, antara lain: a. Erpangir ku lau Erpangir ku lau merupakan ritual yang sudah lama di percaya oleh Masyarakat Karo dapat membawa keberuntungan dan menjauhkan diri dari mara bahaya dan kesialan dalam kehidupan. Secara literal kata erpangir berasal dari Bahasa Karo yaitu pangiryang berarti mandi.
9 20 Erpangir ku lau dilaksanakan di sebuah sungai biasanya Guru sibaso akan mencari tempat yang cocok untuk dilakukannya ritual, adapun bahanbahan yang diperlukan antara lain seperti sebelas jenis Jeruk, daun-daun, pisang emas, dan seekor ayam hitam. Gurutersebut akan meramu semua bahan-bahan untuk dimandikan ke seseorang yang melakukan ritual tersebut. b. Raleng Tendi Raleng tendi bertujuan untuk memanggil roh seseorang untuk masuk kembali ke tubuhnya, hal ini sesuai dengan kepercayaan Masyarakat Karo bahwa tubuh seseorang bisa saja tidak lagi memilik roh namun masih tetap dapat hidup. Sarjani (2011) mengatakan seseorang yang rohnya tidak lagi berada dalam tubuhnya biasanya akan berperilaku aneh, seperti tiba-tiba menjadi sangat pendiam, tiba-tiba marah tanpa sebab, dan tidak menghiraukan apapun yang terjadi di sekelilingnya. Masyarakat Karo percaya bahwa roh yang tidak lagi berada ditubuh orang yang masih hidup dikarenakan adanya roh-roh jahat yang membawanya pergi ke tempat-tempat tertentu. Ritual ini juga dipimpin oleh guru dengan doa-doa dan mantra yang dikuasai oleh seorang guru. c. Perumah Begu Perumah Begu bertujuan untuk memanggil kembali roh-roh orang yang sudah mati dengan tujuan untuk berkomunikasi melalui media guru.
10 21 d. Ndilo Wari Udan Ndilo wari udan yaitu suatu ritual yang dilakukan oleh masyarakat secara beramai-ramai dan juga dipimpin oleh guru, ritual ini dilakukan untuk mendatangkan hujan adapun peralatan yang dipakai dalam ritual ini berupa tempat air dari bambu, selang dari bambu dan wadah tempat air yang dibawa masing-masing oleh masyarakat. Untuk memulainya guru dan masyarakat berdoa bersama kepada leluhur untuk meminta bantuan agar hujan turun setelah itu semua orang yang ikut dalam ritual tersebut saling menyiram satu dengan yang lain dan berteriak memanggil hujan agar segera turun. D. Demografi Desa Gunung 1. Letak Geografis Desa Gunung Desa gunung terletak di Kabupaten Tanah Karo dan berada dalam wilayah Kecamatan Tigabinanga. Letak Desa Gunung berada di sebelah barat daya Kabanjahe. Jarak Desa Gunung dari kecamatan Tigabinanga sekitar 2 Km dan dari Kabanjahe jarak tempuh sekitar 36 Km. Desa Gunung memiliki batas di sebelah utara dengan Kelurahan Tigabinanga, sebelah timur berbatasan dengan Desa Pergendangen, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Perlamben, sebelah barat berbatasan dengan Desa Lau kapur. 2. Kondisi Perekomoniman Masyarakat Desa Gunung Mata pencaharian Masyarakat Desa Gunung sebagian besar adalah petani dan pedagang sedangkan hasil produksi ekonomis desa yang menonjol adalah
11 22 jagung, coklat, padi sawah, kemiri, dan sirsak. Sisanya memiliki mata pencaharian sebagai supir, buruh bangunan, pegawai negeri/swasata. 3. Sarana dan Prasarana Keagamaan Desa Gunung Desa Gunung memiliki beberapa sarana tempat ibadah yaitu Gereja GBKP (Gereja Batak Karo Protestan), Gereja Katolik Santo Fransiskus, satu Masjid Alhasanah, dan satu Musolah Gunung Jaya. Kondisi tempat ibadah tersebut dikategorikan baik namun untuk Musolah Gunung Jaya kondisi musolah tersebut ada kerusakkan ringan di bagian atapnya. Desa Gunung juga memiliki satu rumah adat Karo yang disebut dengan Rumah Siwaluh Jabu, di dalam rumah adat tersebut beberapa Masyarakat Desa Gunung tinggal dan di dalamnya. Rumah adat Karo juga diisi tulang belulang leluhur yang di simpan oleh masyarakat. Satu gedung serba guna khas Suku Karo (Jambur) yang biasa dipakai masyarakat untuk keperluan acara-acara adat, seperti pesta kematian, pernikahaan, kerja tahun dan sebagainya. E. Paradigma Teori Penelitian Smith (2011) mengatakan Fungsi dari representasi sosial sendiri adalah memberikan sebuah model pada sumber dan transformasi pengetahuan sosial dan fungsinya dalam komunikasi dan interaksi. Moscovici (2001) mengatakan Representasi sosial adalah hasil proses interaktif yaitu hasil dari percakapan yang intens dan dialog diantara individu dalam suatu kelompok.dalam interaksi tersebut representasi sosial terbentuk, diubah, dan disebarkan melalui kelompok-kelompok sosial tertentu. Dari sudut
12 23 pandang representasi sosial peneliti dapat memahami apa yang diketahui orangorang tentang objek tertentu dan bagaimana mereka menggunakan pengetahuan tersebut dalam interaksi dan perilaku yang muncul. Masyarakat yang tinggal di Desa Gunung secara keseluruhan sudah memeluk agama resmi pemerintah seperti Kristen, Katolik dan Islam. Sesuai dengan definisi agama yang ada dalam penelitian ini bahwa agama adalah suatu kepercayaan, keyakinan yang dipegang dan dijalankan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupannya Masyarakat Desa Gunung sudah menjalankan ajaran-ajaran yang berasal dari agama-agama resmi pemerintah yang dianut hal ini terlihat dari tempat-tempat ibadah seperti Gereja, Mesjid dan Musolah di Desa Gunung tersebut. Kenyataanya dalam kehidupan sehari-hari ada hal yang tidak dapat ditinggalkan dan sampai saat ini masih dijalankan oleh masyarakat di Desa Gunung yaitu mereka masih tetap memiliki kepercayaan animisme, dinamisme dan masih melaksakan ritual-ritual yang berasal dari konsep pemena hal ini senada dengan Sri Alem (2005) mengatakan era globalisasi, dan kemajuan teknologi dunia maya ternyata tidak mampu melengserkan beberapa praktekpraktek ritual tradisional dari sekelompok orang-orang Karo yang tinggal di Tanah Karo. John Tondowidjojo (1992) juga mengatakan akibat dari kepercayaan yang bersifat animistik dan dinamistik ini orang akan selalu berhubungan dengan rohroh nenek moyang, terlebih ketika orang-orang tersebut mengalami suatu bencana, kesusahan, penderitaan, mereka akan memunculkan sikap untuk menghormati
13 24 roh-roh nenek moyang hal tersebut sekaligus membuat mereka merasa takut untuk mengubah adat-istiadat dan tradisi yang berasal dari nenek moyang. Hal tersebut juga terjadi pada Masyarakat Desa Gunung yang masih sangat dekat dengan leluhurnya dalam kehiduapan sehari-hari. Fenomema tersebutlah yang membuat peneliti tertarik untuk melihat bagaimana Masyarakat Desa Gunung memaknai dan memahamipemena melalui teori representasi sosial. Melalui teori representasi sosial ini peneliti ingin mengungkapkan pemaknaan yang dimiliki Masyarakat Desa Gunung tentang pemena yang diharapkan dapat memberikan kontribusi solusi pada fenomena yang ada pada Masyarakat Desa Gunung. Setelah mendapatkan bagaimana pemaknaan dan pengetahuan Masyarakat Desa Gunung tentang pemena maka diharapkan penelitian ini dapat mengidentifikasi mengapa ada kecenderungan Masyarakat Desa Gunung melakukan atau percaya dengan praktek animisme dan dinamisme walaupun mereka sudah menganut agama resmi pemerintah.
14 25 Diagram Paradigma Penelitian: PEMENA AGAMA RESMI PEMERINTAH Agama Suku Karo Kristen, Islam, Katolik Animisme dan Dinamisme Tempat ibadah Guru Sibaso Beribadah Masyarakat Desa Gunung Masyarakat Karo yang tinggal di Desa Gunung sudah memeluk agama resmi pemerintah, dan menjalankan sesuai ajaran. Tetapi disatu sisi dalam kehidupan mereka masih sangat dekat dengan konsep pemena, seperti menghormati leluhur, ritual-ritual dan Guru Sibaso. Bagaimana pemaknaan dan pengetahuan Masyarakat Desa Gunung tentang pemena? Pemaknaan dan pengetahuan yang ada pada masyarakat dapat dilihat melalui teori representasi sosial.
Universitas Sumatera Utara
60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 INFORMED CONSENT Lembar Pernyataan Persetujuan oleh Subjek Saya yang bertanda tangan dibawah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada karena ada masyarakat pendukungnya. Salah satu wujud kebudayaan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah berkembang sejak masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki aliran kepercayaan lokal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan dengan cara cara yang tradisional. Masyarakat. lingkungan dimana mereka bertempat tinggal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hampir setiap komunitas masyarakat mempunyai pengetahuan yang diturunkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, dikembangkan dan dilestarikan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan
Lebih terperinciDAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual)
DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Timbangan Perangin-angin : Medan Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) 2. Nama : Mail bangun : kabanjahe Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional
Lebih terperinciReprersentasi Sosial Tentang Pemena Pada Masyarakat Desa Gunung Kabupaten Tanah Karo
Reprersentasi Sosial Tentang Pemena Pada Masyarakat Desa Gunung Kabupaten Tanah Karo SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh : Firman A Sebayang 111301123 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan satu ekspresi mengenai apa yang sekelompok manusia pahami, hayati, dan yakini baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang memiliki keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki suatu bangsa dapat dijadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam ritual yang menjadi ciri khasnya. Masyarakat Karo pada masa dahulu percaya akan kekuatan mistis yang
Lebih terperinciBAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus
BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual yang dilaksanakan dan dilestarikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebelum agama-agama besar (dunia), seperti Agama Islam, katolik, Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, ternyata di Indonesia telah terdapat agama suku atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan suatu daerah dengan daerah lain pada umumnya berbeda, dan kebudayaan tersebut seantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Kebudayaan tersebut berkembang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide - ide,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia memiliki kebudayaannya masing - masing, dan masing - masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide - ide, gagasan, nilai - nilai,
Lebih terperinciOta Rabu Malam. Musik Ritual. Disusun oleh Hanefi
Ota Rabu Malam Musik Ritual Disusun oleh Hanefi MUSIK RITUAL Disusun oleh Hanefi Sistem Kepercayaan Pendekatan Sosiologis Tokoh: Emile Durkheim (1858-19170 Bentuk agama yang paling elementer dapat ditemukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu Negara kesatuan yang menganut paham demokrasi, memiliki 33 provinsi yang terbagi kedalam lima pulau besar yaitu Pulau Jawa, Pulau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. [Type text]
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Karo merupakan suku bangsa tersendiri dalam tubuh bangsa Indonesia. Suku Karo mempunyai bahasa tersendiri yaitu bahasa Karo. Suku Karo yang merupakan bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap tradisi-tradisi yang memuja roh roh leluhur. Maka telah tercipta sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya setiap agama percaya terhadap Ketuhan Yang Maha Esa dan menolak terhadap kepercayaan-kepercayaan roh-roh halus yang berbau mistis. Semua ini tercetus
Lebih terperinciDAFTAR INFORMAN. 1. Nama : Piyai Br Ginting (Iting Juni) Umur : 78 tahun Pekerjaan : Petani
DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Piyai Br Ginting (Iting Juni) Umur : 78 tahun 2. Nama : Rustina Br Sembiring (Nd.Mena) Umur : 52 tahun 3. Nama : Sanggup Br Ginting (Nd.Atin) Umur : 65 tahun 4. Nama : Ngasali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan dan kematian merupakan dua hal yang harus dihadapi oleh setiap manusia termasuk orang Toraja, karena ini merupakan hukum kehidupan menurut adat Toraja. Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan tidak dapat di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat hidup seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di pulau Jawa berpengaruh besar pada adat istiadat, tata cara hidup, maupun praktik keagamaan sehari-hari orang Jawa.
Lebih terperinciBAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam
BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI IV.1 Pengantar Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab I bahwa meskipun sebagian besar masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam
Lebih terperinciBAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.
BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan
Lebih terperinciBAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.
BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT Bab ini merupakan pembahasan atas kerangka teoritis yang dapat menjadi referensi berpikir dalam melihat masalah penelitian yang dilakukan sekaligus menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun
Lebih terperinciMAKNA PERAYAAN LIMBE DALAM MASYARAKAT DENGKA DULU DAN SEKARANG
MAKNA PERAYAAN LIMBE DALAM MASYARAKAT DENGKA DULU DAN SEKARANG [Sebuah Penjelajahan Sosio-Antropologi Terhadap Perayaan Limbe di Nusak Dengka, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur] TESIS Diajukan kepada Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama sekali terdiri dari pesta keupacaraan yang disebut slametan, kepercayaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut James Danandjaja (1997:52), terdapat fakta dan data yang ditemukan dalam masyarakat Indonesia yang masih memiliki kepercayaan terdapat mitos-mitos yang berkaitan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.
BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK A. Letak Geografis dan Demografis 1. Geografis Desa Teluk Batil merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Apit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat. beragam keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat dan kepercayaan pada setiap etnik bangsa yang menjadikan sebuah daya tarik tersendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan penyebaran agama-agama di Indonesia selalu meningkat, baik itu agama Kristen Katholik, Protestan, Islam, dan sebagainya. Tidak hanya menyebarkan
Lebih terperinciJURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)
JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki keanekaragaman suku yang tersebar diseluruh bagian tanah air. Masing-masing dari suku tersebut memiliki sejarahnya tersendiri. Selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Berdirinya Kelurahan Sail Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di bawah kecamatan, dalam konteks merupakan wilayah kerja lurah sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama merupakan sebuah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperincilambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm
BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tergabung dalam suku-suku, baik suku yang besar maupun. kepercayaan yang melandasi tata aturan hidup keseharian.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia dengan bentangan wilayahnya yang luas mengandung banyak budaya dan adat istiadat yang beragam, hal ini terlihat dalam bentuk kehidupan masyarakat yang
Lebih terperinciBAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam
40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau, baik dalam bidang politik, militer, sosial, agama, dan
Lebih terperinci2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif
2. Fungsi tari Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tari dalam kategori tari tradisional dan tari non trasional disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal
Lebih terperinciRELIGI. Oleh : Firdaus
RELIGI Oleh : Firdaus Pertemuan ini akan Membahas : 1. Konsep Religi 2. Komponen sistem Religi 3. Teori Berorintasi Keyakinan Pertanyaan untuk Diskusi Awal: 1. Apa Konsep Religi 2. Apa Komponen Sistem
Lebih terperinciBAB IV UNSUR-UNSUR YANG BERAKULTURASI PADA BUDAYA JAWA DALAM TRADISI PERKAWINAN DI DESA CENDORO
56 BAB IV UNSUR-UNSUR YANG BERAKULTURASI PADA BUDAYA JAWA DALAM TRADISI PERKAWINAN DI DESA CENDORO Ada satu angapan yang cukup kuat ditenggah-tenggah masyarakat, bahwa upacara perkawinan Jawa di desa Cendoro
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli
BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi/data yang ingin kita teliti. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka yang Relevan Kepustakaan yang relevan atau sering juga disebut tinjauan pustaka ialah salah satu cara untuk mendapatkan referensi yang lebih tepat dan sempurna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (1947), wujud kebudayaan ada tiga macam: 1)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan kebiasaan lain. Menurut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang dibuat dengan bahan alami secara tradisional (Agoes, Azwar H:
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengobatan tradisional merupakan pengobatan yang menggunakan obatobatan yang dibuat dengan bahan alami secara tradisional (Agoes, Azwar H: 1992). Obat ini merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan masa prasejarah pada masyarakat sekarang di antaranya hanya dapat
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan masa prasejarah pada masyarakat sekarang di antaranya hanya dapat dilihat dari tinggalan-tinggalan budaya materi dan beberapa perilaku masyarakatnya.
Lebih terperinciBAB II. IDENTIFIKASI GEREJA KATOLIk. 2.1 Sejarah Berdirinya Gereja Katolik Santo Diego Martoba
BAB II IDENTIFIKASI GEREJA KATOLIk 2.1 Sejarah Berdirinya Gereja Katolik Santo Diego Martoba Pada tahun 1952 penduduk km 9 dan 10 yang sebahagian besar berasal dari toba samosir dan janjiraja yang beragama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prasejarah. Pada zaman yunani kuno misalnya, sudah mulai mempertanyakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama merupakan fenomena universal yang dapat kita temui disetiap kehidupan manusia. Eksistensi agama telah ada sejak lama, bahkan sejak zaman prasejarah. Pada zaman
Lebih terperinciGLOSARIUM. : Hari kelima dalam sisten penanggalan Karo. : Hari ke-13 dalam sistem penanggalan Karo.
242 GLOSARIUM Aditia Aditia Naik Aditia Turun Aerophone : Hari pertama dalam sistem penanggalan Karo. : Hari kedelapan dalam sistem penanggalan Karo. : Hari ke-22 dalam sistem penanggalan Karo. : Alat
Lebih terperinciBAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389
BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Senakin kabupaten Landak Kalimantan Barat. Teori-teori tersebut dalah sebagai
BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam Bab II ini penulis akan menjelaskan kajian teori yang akan digunakan dalam menganalisis data hasil penelitian yang berjudul pergeseran makna Tangkin bagi masyarakat Dayak Kanayatn
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap kebudayaan memiliki sistem religi atau sistem kepercayaan, termasuk dalam kebudayaan etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa selalu melestarikan kebudayaan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Surade 4.1.1 Kondisi Geografis, Topografi, dan Demografi Kelurahan Surade Secara Geografis Kelurahan Surade mempunyai luas 622,05 Ha,
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. wilayah dari Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar yaitu:
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Kasikan Desa Kasikan berada di Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar yang mempunyai luas 22.700 ha yang terdiri dari 4 dusun dan 11 RW dan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terletak dipinggir sungai Kundur. Sekitar tahun 70-an bupati Alamsyah
10 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Kesuma Nama Kesuma dulunya namanya adalah Kalam Pasir yang dulunya terletak dipinggir sungai Kundur. Sekitar tahun 70-an bupati Alamsyah berkunjung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumatera utamanya di Sumatera Utara, awalnya Gereja Pentakosta Indonesia dibawa orangorang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masuknya Ajaran Kharismatik Gereja Pentakosta Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan gereja pada umumnya dari zaman ke zaman. Demikian juga diwilayah
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Daerah tersebut merupakan daerah yang mempunyai iklim tropis dimana terdapat
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Geografis Penelitian ini dilakukan di Desa Kebun Durian Kecamatan Gunung Sahilan Kabupaten Kampar. Daerah ini mempunyai luas wilayah ± 28.500 Ha. Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda, yang di dalam kebudayaan tersebut terdapat adat istidat, seni tradisional dan bahasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sidikalang merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Dairi,
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Letak Geografis Sidikalang merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Jarak kecamatan dengan pusat pemerintahan hanya
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM DESA PUJUD KECAMATAN PUJUD KABUPATEN ROKAN HILIR
33 BAB II GAMBARAN UMUM DESA PUJUD KECAMATAN PUJUD KABUPATEN ROKAN HILIR A. Letak Geografis Berdirinya desa pujud pada tahun ± 1901, dimana desa ini di sebelah barat berbatasan dengan desa kasangbangsawan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.
BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pekanbaru, terdiri atas 65 RW dan 318 RT. Luas wilayah Kecamatan Tampan
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Tampan merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kota Pekanbaru, terdiri atas 65 RW dan 318 RT. Luas wilayah Kecamatan Tampan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari yaitu dengan bercocok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Palipi merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir, daerah ini dekat dengan Danau Toba, memiliki kekayaan alam yang berpotensi dan yang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. provinsi Sumatera dan Suku Mandailing adalah salah satu sub suku Batak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan
Lebih terperinciPARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :
PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat : Pertanyaan-pertanyaan : 1. Aspek manusia : penjual, pembeli dan si anak (Pada saat wawancara,
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI KECAMATAN TIGABINANGA. Propinsi Sumatera Utara. Luas wilayahnya adalah 160,38 km 2
BAB II DESKRIPSI KECAMATAN TIGABINANGA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Tiga Binaga adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara. Luas wilayahnya adalah 160,38 km 2 dengan jumlah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaan Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budhi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. RT dengan jumlah penduduk jiwa yang terdiri dari kepala
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Kasikan Desa Kasikan berada di Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar yang mempunyai luas 22.700 ha yang terdiri dari 4 dusun dan 11 RW dan
Lebih terperinciBAB 4 CINGCOWONG DI KUNINGAN ANTARA RITUAL DAN TARIAN
BAB 4 CINGCOWONG DI KUNINGAN ANTARA RITUAL DAN TARIAN Pada bab-bab terdahulu telah dijelaskan bahwa ritual cingcowong merupakan tradisi masyarakat Desa Luragung Landeuh. Cingcowong merupakan ritual masyarakat
Lebih terperinciBAB II PROFIL DESA KASIKAN. Propinsi. Desa Kasikan merupakan desa paling ujung sebelum Desa Talang
BAB II PROFIL DESA KASIKAN A. Kondisi Geografi dan Demokrafi Desa kasikan adalah salah satu desa diantara beberapa desa yang terletak di Kecamatan Tapung Hulu lebih kurang 35 Km dari pusat kecamatan lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja
13 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Padang Lawas di Propinsi Sumatera Utara dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu menciptakan pola bagi kehidupannya berupa kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pandangan Emile Durkheim terhadap Kepercayaan Tradisional
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandangan Emile Durkheim terhadap Kepercayaan Tradisional Agama muncul karena manusia hidup di dalam masyarakat dan dengan demikian mengembangkan kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang
13 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang 1. Sejarah Singkat Desa sikijang adalah sebuah desa yang terletak Di Kecamatan Logas Tanah Darat, kabupaten
Lebih terperinciB A B II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
B A B II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Letak Desa Desa Lau Rakit merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Desa Lau
Lebih terperinci