BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang rawan terjadi bencana alam. Bencana gempa bumi dan Tsunami Aceh pada tahun 2004 merupakan salah satu bencana terbesar yang terjadi di Indonesia. Dengan kekuatan gempa 8,9-9,3 S.R., bencana ini telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur di Aceh serta menimbulkan korban yang tidak sedikit. Menurut informasi dari Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP) pada Maret 2005 diperkirakan sebanyak orang meninggal dunia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan orang hilang. 1 Tidak hanya itu, korban selamat yang kemudian tinggal di barak pengungsian mencapai orang, dengan hampir setengahnya adalah anak-anak. 2 Ketika terjadi bencana alam, anak-anak merupakan salah satu korban yang paling rentan karena belum mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Dalam keadaan pasca Tsunami, anak-anak akan terenggut hak-haknya yang meliputi hak untuk tinggal bersama orangtuanya, hak atas pendidikan, hak bermain dan berekreasi, hak terhindar dari kekerasan, eksploitasi, serta penyalahgunaan seksual, serta hak memperoleh kesehatan tertinggi. Keadaan tersebut berkaitan dengan kondisi pasca Tsunami dimana berbagai fasilitas seperti sekolah, rumah sakit, hingga rumah masyarakat hancur dan tidak bisa digunakan. Tsunami juga berdampak pada terpisahnya anak-anak dengan orangtuanya, sehingga anak-anak semakin sulit memperoleh kebutuhan dasarnya. Hunian sementara yang digunakan pengungsi pun sangat terbatas fasilitasnya bahkan cenderung kurang layak. Terlebih lagi, anak-anak sebagai subyek yang lemah malah disepelekan oleh pemerintah dan tidak menjadi salah satu prioritas ketika Tsunami terjadi. Dari berbagai tindakan awal pemerintah, tidak ada tindakan khusus yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi hak anak. Padahal, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak-anak korban Tsunami karena Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention on The Rights of The Child (UNCRC) atau biasa disebut Konvensi Hak Anak (KHA), serta memiliki UU No. 1 Pemerintah Indonesia, Buku Induk Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias, Sumatera Utara, Jakarta, April 2005, pp A. Featherstone, Tsunami Ten Years On, Stories of Change, Save The Children, London, 2014, p. 3. 1

2 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ketentuan ini dapat dilihat pada UU No. 23 tahun 2002 pasal 59 yang menyebutkan bahwa Pemerintah dan lembaga lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, dimana yang dimaksud adalah ketika bencana alam terjadi. 3 KHA juga membahas mengenai anak korban bencana alam dimana pasal 22 menjelaskan bahwa negara akan menjamin perlindungan dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada anak-anak yang menjadi pengungsi akibat terjadi bencana alam. Kemudian dijelaskan juga bahwa dalam pelaksanaannya negara dapat bekerjasama dengan United Nations (UN), lembaga pemerintah dan lembaga non-pemerintah lainnya yang layak diajak bekerjasama. 4 Dalam keadaan gagalnya pemerintah tersebut muncul aktor-aktor lain seperti Non- Governmental Organization (NGO) lokal maupun asing yang memberikan bantuan dan menjadi aktor komplementer pemerintah dalam melaksanakan pemenuhan hak anak di Aceh. Tercatat lebih dari 300 NGO asing datang ke Aceh untuk menyalurkan bantuannya. 5 Salah satu NGO yang turut membantu korban Tsunami di Aceh adalah Save The Children, sebuah NGO dari Inggris yang telah berada di Indonesia sejak Ketika NGO lain hanya memberikan bantuan pada situasi tanggap darurat saja, Save The Children secara konsisten terus mendampingi pemerintah dan anak-anak korban Tsunami sehingga mereka memperoleh perlindungan serta menerima hak-haknya. Save The Children melihat bahwa anak-anak korban Tsunami masih memerlukan bantuan setelah situasi darurat berakhir, terutama ketika pemerintah daerah masih mengalami kelumpuhan dan memprioritaskan hal lainnya. Karena itulah Save The Children berusaha terus mendampingi mereka melalui berbagai jenis program bantuan. Upaya pendampingan lain yang dilakukan oleh Save The Children terhadap pemerintah adalah advokasi kepada Departemen Sosial (Depsos) hingga memasukkan dua orang staffnya untuk melakukan penelitian mengenai efektivitas Panti Asuhan tempat anak-anak korban Tsunami. 7 Advokasi lain kepada berbagai pihak serta kerjasama pun dilakukan oleh Save The Children ketika menjalankan program-programnya. Berdasarkan hal-hal 3 Republik Indonesia, UU RI Nomor 23 Tahum 2002 tentang Perlindungan Anak, 2002, pasal 59, p United Nations, Konvensi Hak-hak Anak (Terjemahan dari UNCRC), 1989, pasal 22, pp Indonesia: A Review of NGO Coordination in Aceh Post Earthquake/Tsunami, Reliefweb (daring), 8 April 2005, diakses 15 April Save The Children, 96 Tahun Berdedikasi untuk Anak-anak, Save The Children Indonesia (daring), diakses 4 April F. Martin & T. Sudrajat, A Rapid Assessment of Children s Homes in post-tsunami Aceh, Save The Children & Departemen Sosial RI, Jakarta, 2006, p. x. 2

3 tersebut penulis tertarik untuk melihat mengapa pemerintah tidak mampu melakukan pemenuhan hak anak ketika terjadi bencana Tsunami di Aceh. Selain itu penulis juga ingin menganalisis lebih dalam mengenai berbagai peran dari Save The Children dalam pemenuhan hak anak pasca Tsunami Aceh pada tahun Rumusan Masalah 1. Mengapa pemerintah tidak mampu melakukan pemenuhan hak anak ketika dan pasca Tsunami Aceh 2004? 2. Bagaimana Save The Children berperan dalam pemenuhan hak anak Indonesia pasca Tsunami Aceh 2004? 1.3 Landasan Konseptual Kapabilitas Pemerintah Dalam Manajemen Bencana Walaupun ilmu mengenai Hubungan Internasional terus berkembang dan telah memunculkan aktor-aktor baru yang tidak kalah pentingnya dengan negara, namun setiap negara tetap memiliki kedaulatan sehingga negara tetap menjadi aktor utama ketika terjadi suatu permasalahan, termasuk bencana alam. Negara tetap memiliki kewajiban untuk menjadi aktor utama dari penyelesaian setiap masalah. Namun, ketika negara menunjukkan faktor-faktor ketidakmampuan dalam menyelesaikan sebuah masalah, maka aktor-aktor lain baik lokal maupun internasional akan turut serta dalam usaha penyelesaian masalah tersebut. Ketika terjadi bencana alam, maka negara melalui pemerintahannya memerlukan kapabilitas manajemen bencana yang baik sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat yang menjadi korban. Penanganan yang buruk akan berakibat pada terjadinya kerentanan di masyarakat. Kerentanan tersebut akan mempersulit kehidupan tiap individu di masyarakat. Terdapat beberapa kapabilitas pemerintah yang menjadi faktor-faktor penting dalam manajemen bencana. Faktor tersebut dapat dilihat dalalm tabel berikut. 3

4 Tabel 1 : Hubungan antara Kapabilitas Pemerintah dan Faktor-Faktor Penting Kapabilitas Pemerintah Kelembagaan Sumber Daya Manusia Implementasi Kebijakan Keuangan Teknis Kepemimpinan dalam Manajemen Bencana Faktor Penting (Key Functional Success Factors) Pengaturan kelembagaan yang efektif seperti memiliki struktur organisasi, peran, tugas, tanggung jawab yang jelas serta mampu menjalin network-ing dengan semua level pemerintah Memiliki sumber daya yang cukup disertai dengan pembagian pekerjaan dan delegasi yang jelas Tersedianya undang-undang, kebijakan, dan peraturan sebagai landasan pengambilan keputusan, menjalin hubungan dengan institusi lainnya serta untuk memobilisasi sumber daya Memiliki dukungan keuangan yang memadai untuk mendukung semua aktivitas dalam manajemen bencana Memiliki sistem logistik manajemen dan sistem teknologi informasi yang efektif untuk dapat berkomunikasi dan menjalin network dengan berbagai stakeholder Memiliki kapasitas kepemimpinan yang dapat membuat keputusan yang cepat dan tepat Sumber : Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal (Bevaola Kusumasari, PhD) Berdasarkan tabel tersebut, terdapat enam faktor yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan manajemen bencana yang dilakukan oleh pemerintah yaitu kelembagaan, sumber daya manusia, implementasi kebijakan, keuangan, teknis, dan kepemimpinan. 8 Ketika kerentanan masih terjadi maka manajemen bencana yang dilakukan tidak efektif dan negara tidak memiliki kapabilitas dalam menangani bencana tersebut. Selain minimnya kapabilitas dari pemerintah, kerentanan juga dapat terjadi karena beberapa hal seperti faktor sosial-ekonomi, pola demografi, degradasi lingkungan, dan perilaku dan budaya masyarakat. 9 Dalam penelitian ini, penulis akan menilai kapabilitas dari pemerintah Indonesia dalam melakukan manajemen bencana. Kegagalan yang ditunjukkan oleh sebuah negara dalam melakukan manajemen bencana akan mendapatkan perhatian dari masyarakat internasional. Dengan adanya interaksi transnasional yang mempermudah penyebaran informasi, aktor-aktor transnasional akan semakin aware terhadap keadaan di negara lain. Salah satu bidang yang banyak mendapatkan perhatian adalah mengenai pemenuhan hak asasi manusia. 8 B. Kusumasari, Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal, Penerbit Gava Media, Yogyakarta, 2014, p R. Misomali & D. McEntire, Disaster Management Handbook, Taylor & Francis Group, Boca Raton,

5 Dalam beberapa keadaan, negara mengalami loss of control dimana negara tidak mampu mengontrol lingkungannya untuk waktu yang lama walaupun lingkungan tersebut telah mengalami perubahan atau memiliki teknologi yang sudah canggih. Pada keadaan tersebut, transnational relations dapat melakukan control gap antara keinginan untuk kontrol dan kemampuan negara untuk mencapainya. Ketika negara tidak mampu untuk melakukan tindakan dalam memenuhi kontrolnya tersebut, maka negara harus bersedia beradaptasi dan melakukan interaksi transnasional dengan aktor transnasional lainnya. 10 Dalam penelitian ini, penulis juga akan melihat bagaimana kegagalan pemerintah tersebut sampai ke masyarakat internasional hingga akhirnya melibatkan aktor-aktor transnasional dalam mengisi gap di bidang pemenuhan hak anak Peran Aktor Transnasional dalam Pemenuhan Hak Asasi Manusia David Lewis dan Nazneen Kanji mengklasifikasikan peran NGO pada praktek pembangunan kontemporer menjadi 3 hal yaitu Service Delivery, Catalysis, dan Partnership. Sebuah NGO bisa hanya melakukan salah satu perannya saja, tetapi bisa juga melakukan ketiga perannya sekaligus. Pasca terjadinya Tsunami, Save The Children menunjukkan ketiga perannya di Aceh yaitu peran Service Delivery, peran Catalyst dan peran Partnership. Service Delivery adalah mobilisasi sumber daya untuk menyediakan barang dan jasa untuk mereka yang membutuhkannya. 11 Peran service delivery di negara berkembang ini penting karena di sebuah negara berkembang banyak warganya yang tidak mendapatkan akses terdapat kebutuhan dasar atau hanya memiliki kebutuhan dasar dengan kualitas yang buruk. Service delivery tidak selalu dilakukan secara langsung kepada masyarakat lokal. Terkadang bentuk dari bantuan ini diberikan melalui pelatihanpelatihan baik kepada NGO, pemerintah, dan sektor privat, melalui penelitian, serta melalui pemberian input spesialis mengenai pelatihan suatu isu seperti konflik. Peran service delivery ini akan digunakan untuk melihat peran Save The Children dalam memberikan service baik kepada korban ataupun pihak lainnya seperti sektor privat, NGO, serta pemerintah. 10 J. Nye, R. O. Keohane, Transnational Relations and World Politics, International Organization, Vol 24, Summer. 1990, p Lewis & Kanji, p

6 Dilema dalam peran service delivery adalah pertanyaan apakah service delivery dilakukan NGO untuk mempertemukan masyarakat dengan kebutuhan mendesaknya, untuk menjembatani gap antara yang ada sampai pemerintah mampu mengatasinya sendiri, atau NGO sebagai sektor privat melakukan service delivery melalui kontrak. 12 Hal ini berkaitan dengan efektivitas dari service delivery yang dilakukan oleh NGO. Ketika service delivery yang dilakukan NGO dapat memberikan dampak pembangunan maka NGO tersebut dapat dikatakan efektif. Penelitian ini juga akan menjawab dilema mengenai service delivery yang dilakukan oleh Save The Children. Melalui programprogramnya, akan dilihat efektivitas dari service delivery tersebut. Peran Catalyst dapat diartikan sebagai kemampuan NGO untuk menginspirasi dan mengubah kerangka berpikir aktor lain. 13 Dapat diartikan bahwa NGO menjadi agen yang mampu menimbulkan perubahan, baik melalui advokasi maupun inovasi untuk menemukan solusi baru mengenai suatu isu. Peran ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu advokasi, inovasi, serta melalui peran watchdog. Salah satu advokasi yang dilakukan Save The Children adalah ketika melakukan penelitian di Depsos mengenai Panti Asuhan. Advokasi kepada Departemen Pendidikan Nasional juga dilakukan untuk menambahkan materi dalam kurikulum siswa. Peran advokasi ini akan digunakan untuk menjelaskan tindakan advokasi yang dilakukan Save The Children kepada pemerintah. Advokasi tersebut juga kemudian dapat berkaitan dengan partnership dimana Save The Children melakukan kerjasama langsung dengan pemerintah untuk mengubah paradigma mereka. Dalam keterkaitannya dengan pembangunan, advokasi dilakukan dengan mencari penyebab struktural dari kemiskinan sehingga upaya pengurangan kemiskinan dapat berjalan dengan berkelanjutan. 14 Advokasi juga merupakan strategi NGO untuk meningkatkan efektivitas dan dampak dari kerjanya di sebuah negara. Selama ini, kekurangan dari sebuah NGO adalah terlalu fokus melakukan kampanye melalui grassroots community yang cenderung kurang diperhatikan dan tidak banyak mengubah keadaan. Karena itulah Save The Children berusaha melakukan tindakan lain yang dinilai lebih efektif untuk menyuarakan pendapatnya sehingga dapat memberikan dampak yang lebih nyata bagi masyarakat yaitu advokasi langsung ke pemerintah pusat. 12 Lewis & Kanji, p Lewis & Kanji, p Lewis & Kanji, p

7 Sebuah NGO dalam melakukan advokasi dapat menjadi aktor policy entrepreneur. Untuk menjadi policy entrepreneur, ada tiga tahapan yang dilalui yaitu agenda setting, policy development, dan policy implementation. 15 Agenda setting adalah persetujuan yang dilakukan atas isu dan prioritas yang akan dilakukan. Dalam hal ini Save The Children dan pemerintah saling setuju untuk membahas suatu permasalahan yang dianggap penting. Policy development adalah penyusunan pilihan-pilihan kebijakan dari kemungkinan alternatif yang ada.sedangkan policy implementation adalah bentuk tindakan yang merupakan hasil dari kebijakan yang dipilih. Setelah mendapatkan asistensi dari Save The Children, pemerintah menyetujui beberapa saran dari Save The Children dan mengubah regulasi yang dapat meningkatkan pemenuhan hak anak di Indonesia. Sedangkan peran Partnership adalah kerjasama yang dilakukan dengan aktor lain baik pemerintah, donatur, ataupun sektor privat dimana kedua belah pihak berbagi keuntungan ataupun risiko dari kerjasamanya. 16 Bentuk partnership juga dapat dilihat pada kerjasama antara NGO dengan aktor lain baik individu maupun NGO berupa pembentukan program Capacity Building untuk meningkatkan dan memperkuat kapabilitas NGO ataupun masyarakat yang menjadi sasarannya. Dalam kasus pasca Tsunami, Save The Children melakukan kerjasama dengan berbagai pihak baik pemerintah, NGO lokal, serta masyarakat. Peran partnership ini akan digunakan penulis untuk melihat sejauh mana kerjasama tersebut dilakukan dan dampaknya terhadap hubungan Save The Children dengan masyarakat Indonesia dan keberhasilan programprogramnya. 1.4 Argumen Utama Tsunami Aceh pada tahun 2004 menimbulkan perhatian dari masyarakat internasional untuk turut memberikan bantuan dan mengisi kekosongan peran dari pemerintah termasuk dalam hal pemenuhan hak anak. Save The Children sebagai salah satu NGO dari Inggris menunjukkan peran yang cukup besar dalam memberikan bantuan pemenuhan hak anak di Aceh pasca Tsunami. Save The Children menunjukkan perannya melalui service delivery, advokasi dan partnership. 15 Lewis & Kanji, p Lewis & Kanji, pp

8 Pasca bencana Tsunami, Save The Children tetap konsisten membantu anak-anak korban Tsunami yang sedang dalam tahap rehabilitasi. Service Delivery yang dilakukan oleh Save The Children mampu memenuhi beberapa hak anak yang ditelantarkan oleh pemerintah seperti hak pendidikan dengan menyediakan fasilitas pendidikan dan pelatihan kepada para pengajar, hak bermain dengan menyediakan tempat aman bermain, sertaa hak kesehatan dengan menyalurkan obat-obatan. Dalam melakukan advokasi, Save The Children menjadi Policy Enterpreneur dengan melakukan ketiga fase yaitu agenda setting, policy development, dan policy implementation. Advokasi ini kemudian mampu mempengaruhi tindakan pemerintah dalam melakukan beberapa pemenuhan hak anak seperti di bidang pengasuhan anak dan pendidikan. Sedangkan peran partnership dilakukan sebagai cara Save The Children mempermudah pelaksanaan programprogramnya. Seluruh peran yang dilakukan oleh Save The Children memperlihatkan suatu keberhasilan bagi sebuah NGO dalam mempengaruhi pemerintah dalam melakukan pemenuhan hak anak Indonesia pasca Tsunami di Aceh tahun Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan melalui metode kualitatif. Objek penelitian ini adalah sebuah Non-Governmental Organization (NGO) Save The Children yang bergerak di bidang pemenuhan hak anak di seluruh dunia. Pengumpulan data akan dilakukan melalui studi pustaka dan literatur. Studi pustaka tersebut sebagian besar berasal dari laporan-laporan program yang dirilis oleh Save The Children ketika menangani Tsunami di Aceh, baik berupa advokasi, service delivery dan partnership. Setelah mendapatkan data tersebut penulis akan mengolahnya dan menganalisisnya dengan landasan konseptual yang sudah dijelaskan sebelumnya. 1.6 Jangkauan Penelitian Penelitian akan difokuskan kepada peran aktor transnasional Save The Children di Indonesia pasca terjadinya Bencana Tsunami di Aceh tahun Rentang waktu aktivismenya dimulai pada tahun 2005 ketika rekonstruksi dan rehabilitasi mulai dilakukan oleh pemerintah hingga

9 1.7 Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama adalah Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, landasan konseptual, argumen utama, metodologi penelitian, jangkauan penelitian dan sistematika penulisan. Bagian kedua adalah mengenai Tsunami Aceh 2004 dan kegagalan pemenuhan hak anak oleh pemerintah. Bagian ketiga adalah penjelasan peran Save The Children baik berupa service delivery, advokasi, dan partnership. Kemudian bagian terakhir dari skripsi ini adalah kesimpulan. 9

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, tanah longsor, badai dan banjir. Bencana tersebut datang hampir setiap

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEGIATAN TANGGAP DARURAT DAN PERENCANAAN SERTA PERSIAPAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA ALAM GEMPA BUMI DAN GELOMBANG TSUNAMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) atau Support for Poor and Disadvantaged Area (SPADA) merupakan salah satu program dari pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA INDUK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA INDUK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, dan demografis yang unik dan beragam. Kondisi geologi Indonesia yg merupakan pertemuan lempeng-lempeng

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 237/PMK.04/2010 TENTANG PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN DAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR BARANG BANTUAN HIBAH UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA ALAM GEMPA BUMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam seakan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) pada Nopember 2010 (seperti

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGANAN PERMASALAHAN HUKUM DALAM RANGKA PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA INDUK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan adalah Qisthiarini (2012) dengan judul penelitian NGO dan Sustainable

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan adalah Qisthiarini (2012) dengan judul penelitian NGO dan Sustainable 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian selanjutnya berkaitan dengan pengaruh NGO dalam pelestarian lingkungan adalah Qisthiarini (2012) dengan judul penelitian NGO dan Sustainable Development:

Lebih terperinci

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA Ida Ngurah Plan International Indonesia Ida.Ngurah@plan-international.org Konteks Bencana dan Dampak Pendidikan

Lebih terperinci

Nomor : 5/PER/BP-BRR/I/2007 TENTANG

Nomor : 5/PER/BP-BRR/I/2007 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PELAKSANA BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATERA UTARA Nomor : 5/PER/BP-BRR/I/2007

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia sangatlah beragam baik jenis maupun skalanya (magnitude). Disamping

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia sangatlah beragam baik jenis maupun skalanya (magnitude). Disamping BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai daerah rawan bencana. Bencana yang terjadi di Indonesia sangatlah beragam baik jenis maupun skalanya (magnitude). Disamping bencana, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk

Lebih terperinci

RANCANGAN KERTAS POSISI SEKOLAH/MADRASAH AMAN DARI BENCANA

RANCANGAN KERTAS POSISI SEKOLAH/MADRASAH AMAN DARI BENCANA RANCANGAN KERTAS POSISI SEKOLAH/MADRASAH AMAN DARI BENCANA Dibacakan oleh Inspektur Utama BNPB Working Session 2: Sekolah Aman Ballroom 3, The Sunan Hotel, Kota Surakarta I. Pengantar Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. Menurut Center of Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), bencana didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

Empowerment in disaster risk reduction

Empowerment in disaster risk reduction Empowerment in disaster risk reduction 28 Oktober 2017 Oleh : Istianna Nurhidayati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.kom Bencana...??? PENGENALAN Pengertian Bencana Bukan Bencana? Bencana? Bencana adalah peristiwa atau

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Respon bencana secara umum di bagi menjadi tiga periode yaitu kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan rekonstruksi serta rehabilitasi. Masingmasing periode bencana memerlukan

Lebih terperinci

Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 15 TAHUN 2011

Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 15 TAHUN 2011 Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Proyek yang berfokus pada pemulihan masyarakat adalah yang paling awal dijalankan MDF dan pekerjaan di sektor ini kini sudah hampir

Lebih terperinci

Peran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia. Oleh: Rudi Saprudin Darwis

Peran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia. Oleh: Rudi Saprudin Darwis Peran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia Oleh: Rudi Saprudin Darwis Pendahuluan Secara geografis, Indonesia berada di daerah rawan bencana; negara yang memiliki risiko gempa bumi lebih dari

Lebih terperinci

KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Sekilas Berdirinya BNPB Indonesia laboratorium bencana Terjadinya bencana besar : Tsunami NAD dan Sumut, 26 Desember 2004,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

PENGANTAR LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN DAN PERENCANAAN KONTINJENSI. Painan, 29 November 3 Desember 2005 BAKORNAS PBP KABUPATEN PESISIR SELATAN

PENGANTAR LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN DAN PERENCANAAN KONTINJENSI. Painan, 29 November 3 Desember 2005 BAKORNAS PBP KABUPATEN PESISIR SELATAN WORLD HEALTH ORGANIZATION BAKORNAS PBP PENGANTAR KABUPATEN PESISIR SELATAN LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN DAN PERENCANAAN KONTINJENSI Painan, 29 November 3 Desember 2005 LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan penanggulangan bencana. Penetapan Undang-Undang tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan penanggulangan bencana. Penetapan Undang-Undang tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 oleh Pemerintah Pusat merupakan suatu upaya untuk memperkuat keterlibatan Pemerintah Daerah dalam kegiatan penanggulangan

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 1 abad (1900-2012), tercatat lebih dari 212,000 orang meninggal, lebih

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2006 TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA

Lebih terperinci

Penataan Kota dan Permukiman

Penataan Kota dan Permukiman Penataan Kota dan Permukiman untuk Mengurangi Resiko Bencana Pembelajaran dari Transformasi Pasca Bencana Oleh: Wiwik D Pratiwi dan M Donny Koerniawan Staf Pengajar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sangat rawan terhadap bencana telah mengalami rentetan bencana dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir baik bencana alam maupun bencana

Lebih terperinci

PEMETAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN LOGISTIK DALAM PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA

PEMETAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN LOGISTIK DALAM PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA PEMETAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN LOGISTIK DALAM PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA Rienna Oktarina Jurusan Teknik Industri, Universitas Widyatama Jl. Cikutra No. 204 A Bandung 40125 Indonesia. e-mail:

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2005 PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2005 BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Lebih terperinci

Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial

Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial Ringkasan terjemahan laporan Persons with Disabilities in Indonesia: Empirical Facts and Implications for Social Protection Policies (Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL Pasal l Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal l Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; Menimbang Mengingat QANUN KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN B. Wisnu Widjaja Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan TUJUAN PB 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 9 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada akhir Desember 2004, terjadi bencana gempa bumi dan gelombang Tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam (NAD) dan Sumatera Utara. Bencana ini mengakibatkan:

Lebih terperinci

KONDISI TEKTONIK INDONESIA

KONDISI TEKTONIK INDONESIA KONDISI TEKTONIK INDONESIA 2 Bencana Tsunami Aceh dan Sumatra Utara Desember 2004 Bencana Gempabumi Yogyakarta dan Jawa Tengah Mei 2006 Bencana Tsunami Pangandaran Juli 2006 UU No. 24 Tahun 2007 : Penanggulangan

Lebih terperinci

Butir-Butir Laporan Gubernur NAD pada Sidang Kabinet Terbatas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias, 5 Juli 2005

Butir-Butir Laporan Gubernur NAD pada Sidang Kabinet Terbatas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias, 5 Juli 2005 Butir-Butir Laporan Gubernur NAD pada Sidang Kabinet Terbatas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias, 5 Juli 2005 Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Banda Aceh, 5 Juli 2005 Status

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah bentuk pelanggaran HAM yang terjadi pada anak. Salah satu contoh eksploitasi seksual komersial anak tersebut adalah perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

PENANGANAN ANAK DALAM MASA TANGGAP DARURAT BENCANA ALAM: TINJAUAN KONVENSI HAK ANAK DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK

PENANGANAN ANAK DALAM MASA TANGGAP DARURAT BENCANA ALAM: TINJAUAN KONVENSI HAK ANAK DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK PENANGANAN ANAK DALAM MASA TANGGAP DARURAT BENCANA ALAM: TINJAUAN KONVENSI HAK ANAK DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK M. Ulil Absor Dosen Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Dakwah, UIN Sunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

SAYA SAVE THE CHILDREN

SAYA SAVE THE CHILDREN SAYA SAVE THE CHILDREN Selamat Bergabung! Dear sahabat anak-anak Indonesia, Dengan penuh suka cita saya ucapkan terima kasih karena telah bersedia membantu anak-anak Indonesia melalui Yayasan Sayangi Tunas

Lebih terperinci

Oleh Prof Dr Abdullah Ali

Oleh Prof Dr Abdullah Ali EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD-NIAS Oleh Prof Dr Abdullah Ali Ketua Dewan Pengawas Rapat Tripartite BRR NAD-Nias Jakarta, 20 Oktober 2005 Isu dalam Pelaksanaan Rehabilitasi dan

Lebih terperinci

KERENTANAN (VULNERABILITY)

KERENTANAN (VULNERABILITY) DISASTER TERMS BENCANA (DISASTER) BAHAYA (HAZARD) KERENTANAN (VULNERABILITY) KAPASITAS (CAPACITY) RISIKO (RISK) PENGKAJIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, yang sekaligus merupakan tunas, potensi dan generasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disaster Reduction) 2005, dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi

BAB I PENDAHULUAN. Disaster Reduction) 2005, dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Resiko Bencana (World Conference on Disaster Reduction) 2005, dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema

Lebih terperinci

1. Mengelola penyampaian bantuan

1. Mengelola penyampaian bantuan KODE UNIT : O.842340.004.01 JUDUL UNIT : Pengaturan Bidang Kerja dalam Sektor Penanggulangan Bencana DESKRIPSIUNIT : Unit kompetensi ini mendeskripsikan keterampilan, pengetahuan, dan sikap kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang yang menunjukkan masalah ini penting untuk diteliti dan diselesaikan, perumusan dari masalah yang akan diselesaikan, tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

1.1 Latar belakang masalah

1.1 Latar belakang masalah Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, berada diantara dua benua yaitu Asia dan Australia serta diantara dua

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

Primary Health Care Disaster Management. VIDA RAHMI UTAMI FK Trisakti

Primary Health Care Disaster Management. VIDA RAHMI UTAMI FK Trisakti Primary Health Care Disaster Management VIDA RAHMI UTAMI 030.08.250 FK Trisakti PERENCANAAN PUSKESMAS KECAMATAN PANGANDARAN PENANGANAN BENCANA ANGIN PUTING BELIUNG 2014 TOPIK BENCANA : ANGIN PUTING BELIUNG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2006 TENTANG Menimbang : a. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK ANAK

PERLINDUNGAN HAK ANAK PERLINDUNGAN HAK ANAK oleh Elfina Lebrine Sahetapy, SH., LLM Penulis adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas Surabaya Sebelum kita membahas lebih lanjut permasalahan tentang perlindungan anak, maka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia.

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Tris Eryando LATAR BELAKANG Secara geografis sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah rawan bencana yaitu bencana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.474, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Perlakuan. PPN. Pajak Penjualan. Barang Mewah. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/PMK.011/2012 TENTANG PERLAKUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter diatas permukaan laut. secara geografis terletak pada posisi 7 32.5 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah Desa Rusak Tidak Total Kabupaten/Kota

I. PENDAHULUAN. Jumlah Desa Rusak Tidak Total Kabupaten/Kota I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten dari beberapa kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengalami kerusakan akibat tsunami. Dari 204 desa yang

Lebih terperinci

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA Koordinasi merupakan suatu tindakan untuk mengintegrasikan unit-unit pelaksana kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam hal penanggulangan bencana

Lebih terperinci

TAGANA Relawan Sosial Penanggulangan Bencana

TAGANA Relawan Sosial Penanggulangan Bencana TAGANA Relawan Sosial Penanggulangan Bencana Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial RI Kementerian Sosial Visi Terwujudnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan diartikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

KESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH UNTUK MENGANTISIPASI BENCANA ALAM DI KOTA BENGKULU LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI), 2006 BENCANA ALAM

KESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH UNTUK MENGANTISIPASI BENCANA ALAM DI KOTA BENGKULU LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI), 2006 BENCANA ALAM KESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH UNTUK MENGANTISIPASI BENCANA ALAM DI KOTA BENGKULU LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI), 2006 BENCANA ALAM Bencana alam adalah keadaan yang mengganggu kehidupan sosial

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara. 13.1.1* Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

PERATURAN WALIKOTA TEGAL WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permukiman kembali masyarakat pesisir di Desa Kuala Bubon Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat merupakan upaya membangun kembali permukiman masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN

Lebih terperinci

Setting Kasus. Kebijakan dan Manajemen Komunikasi Penanganan Bencana di Indonesia (Studi

Setting Kasus. Kebijakan dan Manajemen Komunikasi Penanganan Bencana di Indonesia (Studi Kebijakan dan Manajemen Komunikasi Penanganan Bencana di Indonesia (Studi Kasus Penanganan Bencana Gempa Bumi di Padang) Dewi S. Tanti (5528110004) Ahmad Toni (5528110034) Setting Kasus Gempa 7.9 SR mengguncang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA Pemikiran untuk Kabupaten Kediri

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA Pemikiran untuk Kabupaten Kediri KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA Pemikiran untuk Kabupaten Kediri Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada kumoro@map.ugm.ac.id website: www.kumoro.staff.ugm.ac.id

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DALAM RANGKA PENANGANAN BENCANA ALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB II VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA

BAB II VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BAB II Rencana Aksi Daerah (RAD) VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA 2.1 Visi Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Badan Penanggulangan Bencana Derah Kabupaten Pidie Jaya, menetapkan Visinya

Lebih terperinci

Komponen ini dilaksanakan melalui tiga subkomponen, umum di tingkat desa. Komponen ini dilaksanakan oleh LSM nasional dan LSM lokal yang meliputi

Komponen ini dilaksanakan melalui tiga subkomponen, umum di tingkat desa. Komponen ini dilaksanakan oleh LSM nasional dan LSM lokal yang meliputi Komponen ini dilaksanakan melalui tiga subkomponen, yaitu: mobilisasi kelompok tani dan perencanaan desa, pengembangan kelembagaan, dan investasi fasilitas umum di tingkat desa. Komponen ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Diperlukan Infrastruktur Tangguh untuk Kurangi Risiko Bencana di Indonesia

Diperlukan Infrastruktur Tangguh untuk Kurangi Risiko Bencana di Indonesia Rilis PUPR #1 23 September 2017 SP.BIRKOM/IX/2017/469 Diperlukan Infrastruktur Tangguh untuk Kurangi Risiko Bencana di Indonesia Gyeongju--Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dilakukan dalam proses pengurangan Risiko bencana di wilayah rawan bencana. Kabuaten Sinjai, dapat disimpulkan temuan sebagai berikut;

BAB VI PENUTUP. dilakukan dalam proses pengurangan Risiko bencana di wilayah rawan bencana. Kabuaten Sinjai, dapat disimpulkan temuan sebagai berikut; BAB VI PENUTUP Dari hasil temuan lapangan dan pembahasan yang dilakukan maka dapat disusun kesimpulan dari hasil penelitian ini. Adapun kesimpulan dari penelitian meliputi ringkasan temuan, kontribusi

Lebih terperinci