BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. remaja yang menyimpang dari norma hukum, norma agama, maupun norma masyarakat.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. remaja yang menyimpang dari norma hukum, norma agama, maupun norma masyarakat."

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Teoretis Pengertian Kenakalan Siswa Kenakalan siswa merupakan salah satu wujud dari proses pencarian jati diri pada usia remaja yang menyimpang dari norma hukum, norma agama, maupun norma masyarakat. Pada proses tersebut timbul kebimbangan pada diri remaja dalam menentukan sikap. Siswa bukan siswa kecil lagi tetapi juga belum bisa dikatakan dewasa. Oleh karena itu, siswa yang berada pada tahap remaja mencari sosok terdekat dengan kehidupannya sehari-hari untuk dijadikan panutan, misalnya remaja laki-laki meniru perilaku ayahnya sedangkan remaja putri bertingkah laku seperti ibunya. Lingkungan sekitar juga turut menentukan dalam proses pembentukan jati diri remaja. Menurut Dariyo, (2007 :91) bahwa kenakalan adalah perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan oleh seseorang baik secara sendirian maupun berkelompok yang bersifat melanggar ketentuan-ketentuan hukum, moral, dan sosial yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Pengertian kenakalan yang dimaksud disini adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum yang dilakukan oleh siswa di sekolah (Sarwono,2003:207). Kenakalan menurut Sudarsono, (2004:10), apabila perbuatan perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat di mana ia hidup atau suatu perbuatan yang anti sosial di mana di dalamnya terkandung unsur-unsur normatif. Dari penjelasan para ahli tersebut, maka dapat dipertegas bahwa kenakalan siswa adalah segala bentuk perilaku yang ditunjukkan dalam bentuk perorangan ataupun kelompok yang 6 bertentangan dengan aturan/tata tertib yang berlaku di dalam lingkungan sekolah.

2 2.1.2 Bentuk-bentuk Perilaku Kenakalan Siswa Kenakalan pada diri siswa tidak timbul begitu saja. Kenakalan siswa terjadi karena suatu sebab yang dirasakan mengganggu diri siswa, sehingganya terjadi satu bentuk perilaku/sikap yang ditunjukkan untuk mencari suatu perhatian. Kartono (2002:21-23), mengemukakan wujud perilaku kenakalan siswa sebagai berikut: a. Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain. b. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan, yang mengacaukan ketentraman sekitar. Tindakan ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan primitif yang tidak terkendali serta kesukaan menteror lingkungan. c. Perkelahian antar gang, antar kelompok, antar sekolah, antar suku (tawuran), sehingga kadang-kadang membawa korban. d. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempattempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macamkedurjanaan dan tindakan a-susila. e. Kriminalitas anak, remaja dan adolesens lain berupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri, mencopet, merampas, menjambret, menyerang, merampok, menggarong, melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya, mencekik, meracun, tindakan kekerasan, dan pelanggaran lainnya. f. Berpesta pora sambil mabuk-mabukkan, melakukan hubungan seks bebas yang mengganggu lingkungan. g. Perkosaan, agresivitas seksual, dan pembunuhan dengan motif sosial.( Pratiwi. 2004:74)

3 h. Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika (obat bius, drugs) yang erat bergandengan dengan tindak kejahatan. i. Tindakan-tindakan immoral seksual secara terang-terangan, tanpa tedeng alingaling, tanpa rasa malu dengan cara yang kasar. j. Homoseksualitas, erotisme anal dan oral, dan gangguan seksual lain pada siswa remaja disertai tindakan-tindakan sadistis. k. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, sehingga mengakibatkan ekses kriminalitas. l. Komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadis-gadis delinkuen, dan pembunuhan bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin. m. Tindakan radikal dan ekstrim, dengan cara kekerasan, penculikan, dan pembunuhan yang dilakukan anak-siswa remaja. 14. Perbuatan a-sosial dan anti sosial lain disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-siswa remaja. n. Tindak kejahatan disebabkan luka di kepala dengan kerusakan otak ada kalanya membuahkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan kontrol diri. o. Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakteristik siswa yang menuntut kompensasi. Jensen (dalam Santoso,2003:207) mengemukakan pembagian kenakalan siswa menjadi 4 (empat) jenis, antara lain: 1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain : perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.

4 2) Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain. 3) Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum nikah dalam jenis ini. 4) Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status siswa sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggatdari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya. Karakteristik bentuk-bentuk kenakalan siswa menurut Hariyadi (2003:160) dapat dilihat dari gejala: a) Membohong : memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan. b) Membolos: pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. c) Kabur: meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua atau menentang keinginan orang tua. d) Keluyuran: pergi sendiri maupun kelompok tanpa tujuan, dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif. e) Bersenjata tajam: memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga terangsang untuk menggunakannya. f) Pergaulan buruk: bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal. g) Berpesta pora berhura-hura: berpesta pora semalam tanpa pengawasan, sehingga timbul tindakan-tindakan yang kurang bertangganggung jawab (amoral dan a-sosial).

5 h) Membaca pornografi: membaca buku-buku cabul, pornografi, dan kebiasaan menggunakan bahasa yang tidak sopan, tidak senonoh, seolah-olah menggambarkan kurangnya perhatian dan pendidikan dari orang dewasa. i) Mengkompas: secara berkelompok meminta uang pada orang lain dengan paksa, makan di rumah makan tanpa membayar, atau naik bus tanpa karcis. j) Melacurkan diri: turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan ekonomis maupun tujuan lainnya. k) Merusak diri: merusak diri dengan mentato tubuhnya, minum-minuman keras, menghisap ganja, pecandu narkoba, sehingga merusak dirinya maupun orang lain. Tampil urakan, berpakaian tidak pantas juga termasuk tingkak laku merusak diri. Kartono (2002:21) Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindakan a-susila merupakan salah satu bentuk kenakalan pada remaja (siswa) Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa Kenakalan siswa dilakukan oleh individu/sekelompok siswa yang tidak taat terhadap peraturan dan tata tertib sekolah. Kenakalan siswa ini ditunjukkan melalui perilaku, sikap, yang cenderung untuk menolak norma-norma yang berlaku dalam lingkungan sekolah yang dianggap sebagai pemikat kebebasan siswa. Sebab terjadinya kenakalan dikemukakan oleh Kartono (2002:25) adalah sebagai berikut: a. Teori Biologis Tingkah laku kenakalan pada anak-siswa dan remaja dapat muncul karena beberapa faktor fisiologis dan stuktur jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Misalnya cacat

6 jasmaniah bawaan dan diabetes insipidus (sejenis penyakit gula) itu erat berkorelasi dengan sifat-sifat kriminal serta penyakit mental. b. Teori Psikogenis Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku kenakalan anak-siswa dari aspek psikologis atau isi kejiwaaan. Antara lain: faktor intelegensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial, kecenderungan psikopatologis, dan lain-lain. c. Teori Sosiologis Penyebab tingkah laku kenakalan pada anak-siswa remaja adalah murni sosiologis atau sosial-psikologis sifatnya. Misalnya disebabakan oleh tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau internalisasi simbolis yang keliru. d. Teori Subkultur Menurut teori subkultur ini, sumber juvenile delinquency ialah: sifat-sifat suatu struktur sosial dengan pola budaya (subkultur) yang khas dari lingkungan familial, tetangga, dan masyarakat yang didiami oleh para remaja delinkuen tersebut. Sifat-sifat masyarakat tersebut antara lain: punya populasi yang sangat padat, status sosial-ekonomis penghuninya rendah, kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk dan banyak disorganisasi familial dan sosial bertingkat tinggi. Dari beberapa faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kenakalan siswa dapat berasar dari dalam diri siswa dan dapat pula berasal dari luar diri siswa Penanganan Kenakalan Siswa Kenakalan siswa banyak menimbulkan kerugian materiil dan kesengsaraan pada subyek pelaku sendiri maupun pada para korbannya, maka masyarakat dan pemerintah dipaksa untuk melakukan tindakan preventif dan penanggulangan secara kuratif. (Kartono, 2002:95-97) menyebutkan penanganan kenakalan siswa terbagi menjadi 2, yakni tindakan preventif dan kuratif.

7 a. Tindakan preventif yang dilakukan berupa: a) Meningkatkan kesejahteraan keluarga b) Perbaikan lingkungan, yaitu kampung-kampung miskin c) Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka d) Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja e) Membentuk badan kesejahteraan anak f) Mengadakan panti asuhan g) Mengadakan lembaga-lembaga reformatif untuk memberikan latihan korektif, pengoreksian dan asistensi untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-siswa dan para remaja yang membutuhkan h) Membuat badan supervisi dan pengontrol terhadap kegiatan siswa kenakalan, disertai program yang korektif i) Mengadakan pengadilan anak j) Menyusun undang-undang khusus untuk pelanggaran yang dilakukan oleh siswa dan remaja k) Mendirikan sekolah bagi siswa gembel (miskin) l) Mengadakan rumah tahanan khusus untuk siswa dan remaja m) Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan kelompok untuk membangun kontak manusiawi diantara para remaja delinkuen dengan masyarakat luar n) Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreativitas para remaja delinkuen dan non delinkuen a. Tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan siswa delinkuen, antara lain:

8 a) Menghilangkan semua sebab-musabab timbulnya kejahatan remaja, yang berupa pribadi familial, sosial ekonomis, dan kultural b) Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat atau asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi pengembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-siswa remaja c) Memindahkan anak-siswa nakal ke sekolah yang baik, atau ke tengah lingkungan sosial yang baik d) Memberikan latihan bagi remaja untuk hidup teratur, tertib dan disiplin e) Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, untuk membiasakan diri bekerja, belajar, dan melakukan rekreasi sehat dengan disiplin f) Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokasional untuk mempersiapkan siswa remaja delinkuen itu bagi pasaran kerja dan hidup di tengah masyarakat g) Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan h) Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflik emosional dan kejiwaan lainnya Pengertian Pola Asuh Orangtua Keluarga merupakan pendidik utama dan pertama, dikatakan yang pertama karena sebelum siswa sekolah, ia telah mengenal terlebih dahulu lingkungan keluarga, dan dikatakan yang utama karena pendidikan dalam keluarga merupakan landasan atau dasar untuk perkembangan siswa pada masa selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan siswa dalam sebuah keluarga berlangsung setahap demi setahap. Keluarga juga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat seorang siswa berinteraksi, di mana dalam keluarga akan selalu

9 timbul hubungan timbal balik yang terus-menerus antar anggota keluarga. Karena melalui hubungan timbal balik tersebut, siswa pertama kali belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerjasama, dan belajar membantu orang lain. Orang tua dalam keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk perilaku siswa dalam kehidpan seharihari. Peranan tersebut dapat diungkapkan melalui pola asuh dalam kehidupan sehari-hari. Di lihat dari segi bahasa, kata pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Pola berarti model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang tetap). Sedang kata asuh mengandung arti menjaga, merawat, mendidik siswa agar dapat berdiri sendiri. Menurut Kohn, pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua ini meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya, (Depdiknas, 2003:3). Tarsis Tarmudji, menyatakan bahwa, pola asuh merupakan interaksi antara orangtua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi siswa untuk mencapai kedewasaan dengan norma-norma yang ada di masyarakat. (Depdiknas, 2003:3). Siswa lahir, tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. Dari lingkungan keluarga siswa mendapatkan banyak pengalaman dan akan membawa siswa ke dalam pengalaman hidup yang beragam. Dari pengalaman tersebut siswa mampu bersosialisasi dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan di luar keluarganya dengan norma-norma dan aturanaturan tertentu sehingga siswa mendapatkan pengalaman-pengalaman yang baru, belajar memerankan diri sebagai remaja yang dewasa, bergaul secara wajar, menadapatkan kepuasan akan keadaan dirinya dan mampu mengambil sikap dan tindakan yang bertanggung jawab.

10 Pola asuh berasal dari dua suku kata yang masing-masing mempunyai arti sendiri-sendiri. Dalam kamus besar bahasa Indonesia pola adalah system, gambar yang dipakai untuk contoh sedangkan asuh adalah menjaga (merawat dan mendidik) supaya dapat berdiri sendiri. Maurice (2000:83) mengatakan bahwa mengasuh bukan hanya merawat atau mengawasi siswa, melainkan lebih dari itu akni meliputi; pendidikan, sopan santun, disiplin, tanggung jawab, pengetahuan dan pergaulan yang bersumber pada pengetahuan orang tua. Apa yang dialami dalam proses pengasuhan akan menentukan sikap dari perilaku individu dalam bermasyarakat. Menurut Poerwadarminta, (2002:163) pola asuh adalah system yang diterapkan orang tua dalam merawat dan mendidik siswa agar dapat mandiri. Sedangkan menurut Setiono (2007:82) bahwa pola asuh orang tua merupakan strategi yang digunakan oleh orang tua dalam membentuk kepribadian siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat ini diperkuat oleh hasil penelitian Pendidikan siswa pada keluarga merupakan dasar utama dan pertama bagi pembentukan perilaku anak. Hal ini dijelaskan oleh Yusuf (2011:37) bahwa keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Pola asuh orangtua yang penuh dengan kasih sayang pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan siswa menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Menurut Ahmadi dan Supriyono (2010:85) bahwa orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya, mungkin acuh tak acuh, tidak memperhatikan kemajuan belajar anak-anaknya akan menjadi penyebab kesulitan belajarnya. Gunarsa (2004: 185) mengemukakan pengertian keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat yang peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangannya yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. Kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada keluarga yang ada dalam

11 masyarakat itu. Apabila seluruh keluarga sudah sejahtera, maka masyarakat tersebut cenderung akan sejahtera pula. Shohib (2000: 2) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pola asuh adalah upaya orang tua dalam menciptakan situasi dan kondisi yang didasarkan pada nilai moral, sehingga siswa didik menjadi pribadi yang utuh dan terintegrasi. Selanjutnya dijealskan pula pola asuh ditentukan pula oleh kehadiran orang tua tetap dirasakan secara utuh, terutama oleh anak-anak, sehingga memungkinkan adanya rasa kebersamaan. Selain itu, perlu adanya situasi yang dihayati bersama sehingga ada kemudahan dari orang tua untuk mengaktifkan anak-siswa melalui nilainilai moral yang dipatuhi dan ditaati dalam berperilaku. Pola asuh orang tua sangat mempengaruhi setiap kepribadian yang telah terbentuk. Segala gaya atau model pengasuhan orang tua akan membentuk suatu kepribadian yang berbedabeda sesuai apa yang telah diajarkan oleh orang tua. Orang tua merupakan lingkungan pertama bagi siswa yang sangat berperan penting dalam setiap perkembangan siswa khususnya perkembangan kepribadian anak. Oleh karena itu, diperlukan cara yang tepat untuk mengasuh siswa sehingga terbentuklah suatu kepribadian siswa yang diharapkan oleh orang tua sebagai harapan masa depan. Orang tua dan keluarga adalah penanggung jawab pertama dan utama penanaman sopan santun dan budi pekerti bagi anak. Baru kemudian, proses penanaman akan dilanjutkan oleh guru dan mansyarakat. Ketiga unsur ini, menurut Sujiono, (2003: 43), hendaknya bekerja sama secara harmonis. Menurut Thoha (1996:109) yang mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik siswa sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga menjadi penting untuk mendidik siswa baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Jika

12 pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian siswa menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua adalah segala bentuk perlakuan yang diberikan kepada siswa dalam upaya membentuk pribadi siswa yang positif Jenis Pola Asuh Orang tua Pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru, namun didalamnya lebih besar tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak. Peran orang tua dalam mendidik siswa sangatlah penting, dan orangtua memegang peranan utama dan pertama bagi pendidikan anak, mengasuh, membesarkan dan mendidik siswa merupakan tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan, sedangkan guru disekolah merupakan pendidik yang kedua setelah orangtua di rumah. Pada umunnya siswa atau siswa adalah merupakan insan yang masih perlu dididik atau diasuh oleh orang yang lebih dewasa dalam hal ini adalah ayah dan ibu, jika orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama ini tidak berhasil meletakan dasar perilaku yang baik maka akan sangat berat untuk berharap sekolah mampu membentuk siswa menjadi pribadi yang baik. Meski dunia pendidikan atau sekolah juga turut berperan dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk memiliki perilaku tidak nakal berdasarkan pergaulan teman sebaya, pola asuh orang tua tetap merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk siswa untuk berakhlak baik. Orangtua mana yang tidak mau melihat anaknya tumbuh menjadi siswa tidak nakal. Tampaknya memang itulah salah satu tujuan yang ingin dicapai orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

13 Para orang tua hendaknya memperhatikan suasana harmonis dan kondusif dalam keluarga, sehingga memungkinkan terbentuknya perilaku siswa yang positif. Menurut Dariyo (2004:97) membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi empat, yaitu : a. Pola Asuh Otoriter (parent oriented) Ciri-ciri dari pola asuh ini, menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Siswa harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua. Dalam hal ini, siswa seolah-olah mejadi robot, sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan tetapi disisi lain, siswa bisa memberontak, nakal, atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba. Dari segi positifnya, siswa yang dididik dalam pola asuh ini, cenderung akan menjadi disiplin yakni mentaati peraturan. Akan tetapi bisa jadi, ia hanya mau menunjukkan kedisiplinan di hadapan orang tua, padahal dalam hatinya berbicara lain, sehingga ketika di belakang orang tua, siswa bersikap dan bertindak lain. Hal itu tujuannya semata hanya untuk menyenangkan hati orang tua. Jadi siswa cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu. Prasetya (2003:29), bahwa dalam pola asuh otoriter cenderung tidak memikirkan apa yang akan terjadi dikemudian hari, jadi fokusnya lebih pada masa kini. Dari segi positifnya, siswa yang dididik dalam pola asuh ini, cenderung akan menjadi disiplin yakni mentaati peraturan. Akan tetapi bisa jadi, ia hanya mau menunjukkan kedisiplinan di hadapan orang tua, padahal dalam hatinya berbicara lain, sehingga ketika di belakang orang tua, siswa bersikap dan bertindak lain. Hal itu tujuannya semata hanya untuk menyenangkan hati orang tua. Jadi siswa cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu. Siswa yang berasal dari keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter dan pengawasan ketat akan memperlihatkan cirri

14 kepribadian/karakter yang tidak berhasil, tidak bahagia, penyendiri, dan sulit mempercayai orang lain, kadar harga dirinya rendah, jika dibandingkan dengan siswa yang dibesarkan oleh orang tua yang tidak terlalu mengatur. Menurut Dariyo (2007:98) ciri-ciri dari pola asuh otoriter, menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Siswa harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua. Dalam hal ini, siswa seolah-olah mejadi robot, sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan tetapi disisi lain, siswa bisa memberontak, nakal, atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba. Pola asuh orangtua yang autoritarian adalah orangtua yang memberikan batasan-batasan tertentu dan aturan yang tegas terhadap anaknya, tetapi memiliki komunikasi verbal yang rendah. Pola asuh ini merupakan cara yang membatasi dan bersifat menghukum sehingga siswa harus mengikuti petunjuk orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha orangtua. Contoh orangtua yang authoritarian akan berkata : Kamu melakukan hal itu sesuai dengan cara saya atau orang lain. Dalam hal ini nampak sekali orangtua bersikap kaku dan banyak menghukum anak-siswa mereka yang melanggar, karena sikap otoriter orangtua. Biasanya pola asuh ini memiliki kontrol yang kuat, sedikit komunikasi, membatasi ruang gerak anak, dan berorientasi pada hukuman fisik maupun verbal agar siswa patuh dan taat. Ada ketakutan yang tinggi dalam diri orangtua terhadap anaknya karena adanya pertentangan dalam kemauan dan keinginan. Jadi anak-siswa ini sering sekali tidak bahagia, ketakutan dan cemas dibandingkan dengan siswa lain, gagal memulai suatu kegiatan, menarik diri karena tidak puas diri dan memiliki ketrampilan komunikasi yang lemah.

15 Lebih lanjut Setiono (2007:79) pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Siswa harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua. Dalam hal ini, siswa seolah-olah menjadi robot, sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pergaulan, tetapi disisi lain siswa bisa memberontak, nakal atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba. b. Pola Asuh Permisif (children centered) Sifat pola asuh ini, yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh siswa diperbolehkan orang tua. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Siswa cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Dari sisi negatif lain, siswa kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila siswa mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab, maka siswa akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya. Menurut Thoha (1996:109) yang mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik siswa sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga menjadi penting untuk mendidik siswa baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Jika pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian siswa menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal.

16 Pola asuh orang tua permisif memungkinkan seorang siswa untuk menentukan pilihannya sendiri, tanpa larangan dan tidak ada istilah persetujuan orang tua. Setiono (2007:84). Orang tua lebih suka lepas tangan dalqam pendidikan anak-anaknya dan membiarkan mereka belajar dari konsekuensi yang didapat dari perbuatannya sendiri. Meskipun pola ini memacu seorang siswa menjadi lebih kreatif dan mampu mengembangkan kemampuannya sendiri, mereka kerap mengalami masalah saat harus berhadapan dengan komunitasnya serta tidak bisa bekerja pada tempatnya yang penuh tekanan. Pola asuh ini juga tidak baik mengajarkan mana yang baik dan mana tidak baik yang harus mereka lakukan. Menurut Gunarsa (2003:83), bahwa orangtua yang menerapkan pola asuh permisif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku siswa dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengan anak. Dalam pola asuh ini, perkembangan kepribadian siswa menjadi tidak terarah, dan mudah mengalami kesulitan jika harus menghadapi larangan-larangan yang ada di lingkungannya. Menurut Prasetya (2003:31), bahwa pola asuh permissif atau biasa disebut pola asuh penelantar, yaitu di mana orangtua lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri, perkembangan kepribadian siswa terabaikan, dan orangtua tidak mengetahui apa dan bagaimana kegiatan siswa sehari-harinya. Di samping pengertian pola asuh permissif atau penelantar di atas, dalam hal ini Dariyo (2004:98), menambahkan bahwa pola asuh permissif yang diterapkan orangtua, dapat menjadikan siswa kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Namun bila siswa mampu menggunakan kebebasan secara bertanggung jawab, maka dapat menjadi seorang yang mandiri, kreatif, dan mampu mewujudkan aktualitasnya.

17 Dari uraian para ahli seperti di atas, dapat diambil pemahaman bahwa pola asuh permissif mempunyai ciri sebagai berikut: Siswa diberi kebebasan penuh menentukan tindakannya sendiri, hadiah dan hukuman tidak diterapkan, orangtua kurang membimbing, dan kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan sehari-hari. Pola asuh permissif atau penelantar yang diuraikan di atas, memiliki keterkaitan dengan pola asuh penyabar atau pemanja yaitu di mana orangtua selalu berpusat pada kepentingan anak, orangtua tidak mengendalikan dan tidak menegur perilaku anak, dalam hal ini orangtua tidak ingin terkesan mengecewakan anak. Kondisi demikian, akan memunculkan kebiasaan manja, selalu tergantung pada orang lain di sekitarnya. c. Pola Asuh Demokratis Kedudukan antara orang tua dan siswa sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Siswa diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh siswa tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan siswa tidak dapat berbuat semena-mena. Rich (2008:2) menjelaskan adalah penting bagi orang tua mangatakan pada anak-siswa mereka bahwa mereka mampu untuk merasakan rasa percaya diri yang sesungguhnya,anak-siswa perlu mengalami dan merasakan keberhasilan mereka sendiri. Siswa diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini, siswa akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat negatif, siswa akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan siswa dan orang tua. d. Pola Asuh Situsional

18 Pada pola asuh ini orang tua tidak menerapkan salah satu tipe pola asuh tertentu. Tetapi kemungkinan orang tua menerapkan pola asuh secara fleksibel, luwes dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu. Santi (2009: 73) menjelaskan pada umumnya orang tua selalu menyalahkan anak-siswa apabila tingkah laku mereka tidak seperti yang diinginkan. Hal ini lebih banyak dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman kita terhadap perkembangan jiwa anak, sehingga orang tua sering melakukannya dengan kurang tepat. Selanjutnya diuraikan pula anak-siswa selalu memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa dan kemampuan untuk menyerap informasi sangat tinggi. Pola asuh yang bergaya autoritatif mendorong siswa untuk bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka. Adanya sikap orangtua yang hangat dan bersifat membesarkan hati anak, dan komunikasi dua arah yang bebas membuat siswa semakin sadar dan bertanggung jawab secara sosial. Hal ini disebabkan karena orang tua dapat merangkul dan mencarikan alasan untuk solusi di masa depan. Contoh sikap orangtua yang autoritative : Kamu tahu bahwa kamu seharusnya tidak melakukan hal itu, tetapi sekarang mari kita diskusikan bersama bagaimana bisa mengatasi situasi tersebut dengan lebih baik di masa depan. Sebenarnya pola asuh ini merupakan gabungan dari kedua pola asuh yaitu pola asuh autoritarian dan permisif. Dalam pola asuh ini dipandang bahwa kebebasan pribadi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya baru bisa tercapai dengan sempurna apabila siswa mampu mengontrol dan mengendalikan diri serta menyesuaikan diri dengan lingkungan baik keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini siswa diberi kebebasan namun dituntut untuk mampu mengatur dan mengendalikan diri serta menyesuaikan diri dan keinginannya dengan tuntutan lingkungan. Oleh

19 karena itu sebelum siswa mampu mengatur dan mengendalikan dirinya sendiri, maka dalam dirinya perlu ditumbuhkan perangkat aturan sebagai alat kontrol yang dapat mengatur dan mengendalikan dirinya sesuai dengan aturan yang berlaku di lingkungannya. Pengontrolan dalam hal ini, walaupun dalam bentuk apapun hendaknya selalu ditujukan supaya siswa memiliki sikap bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap lingkungan masyarakat. Dengan demikian siswa itu akan memiliki otonomi untuk melakukan pilihan dan keputusan yang bernilai bagi dirinya sendiri dan bagi lingkungannya. Dalam hal ini perlu disadari bahwa kontrol yang ketat harus diimbangi dengan dorongan kuat yang positif agar individu tidak hanya merasa tertekan tetapi juga dihargai sebagai pribadi yang bebas. Komunikasi antara orang tua dengan siswa atau siswa dengan orang tua dan aturan intern keluarga merupakan hasil dari kesepakatan yang telah disetujui dan dimengerti bersama. Untuk hal ini Baumrind (1978) menekankan bahwa dalam pengasuhan autoritatif mengandung beberapa prinsip : pertama, kebebasan dan pengendalian merupakan prinsip yang saling mengisi, dan bukan suatu pertentangan. Kedua, hubungan orang tua dengan siswa memiliki fungsi bagi orang tua dan anak. Ketiga, adanya kontrol yang diimbangi dengan pemberian dukungan dan semangat. Keempat, adanya tujuan yang ingin dicapai yaitu kemandirian, sikap bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan tanggung jawab terhadap lingkungan masyarakat Kerangka Berpikir Seorang siswa yang dibiasakan dengan suasana keluarga yang terbuka saling menghargai, saling menerima dan mendengarkan pendapat anggota keluarganya, maka ia akan tumbuh menjadi generasi yang terbuka, fleksibel, penuh inisiatif, dan produktif, suka akan tantangan dan percaya diri. Perilaku kreatif dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

20 Dariyo (2004:97) membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi empat, yaitu : pola asuh otoriter, pola asuh permisif, pola asuh demokratis, pola asuh penelantar. Dalam penelitian ini, dapat digambarkan kerangka hubungan pola asuh orangtua terhadap kenakalan siswa adalah sebagai berikut : Pola Asuh Orangtua Pola Asuh Demokratis Pola Asuh Permisif Pola Asuh Otoriter Pola Asuh Situasional Kenakalan siswa 2.2 Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah Terdapat hubungan antara pola asuh orangtua dengan kenakalan siswa di SMA Negeri 1 Bongomeme Kabupaten Gorontalo.

21

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kenakalan Remaja 2.1.1. Pengertian Kenakalan Remaja Menurut Arif Gunawan (2011) definisi kenakalan remaja adalah : Istilah juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG BAB XII PERILAKU MENYIMPANG A. Pengertian Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang dapat terjadi di mana-mana dan kapan saja, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Banyak faktor atau sumber yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

a. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja bersifat Amoral/ Asosial yang terjadi di SMPN 2 Sumbergempol

a. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja bersifat Amoral/ Asosial yang terjadi di SMPN 2 Sumbergempol A. Temuan Penelitian Berdasarkan paparan dan analisis data diatas maka diperoleh temuan data sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja Yang Dilakukan Remaja Di SMPN 2 Sumbergempol a. Bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO SKRIPSI Diajukan oleh : Bonnie Suryaningsih F. 100020086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JULI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja merupakan salah satu problem sosial yang sangat mengganggu keharmonisan, juga keutuhan segala nilai dan kebutuhan dasar kehidupan sosial. Dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja a. Pengertian Kepercayaan Diri Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

FAJAR DWI ATMOKO F

FAJAR DWI ATMOKO F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU DELINKUENSI PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kenakalan remaja bukan merupakan permasalahan baru yang muncul kepermukaan, akan tetapi masalah ini sudah ada sejak lama. Banyak cara, mulai dari tindakan prefentif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang dalam hidup bermasyarakat dan sebagai prasyarat kehidupan. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang dalam hidup bermasyarakat dan sebagai prasyarat kehidupan. Pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat dan sebagai prasyarat kehidupan. Pada dasarnya manusia telah melakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KENAKALAN REMAJA DI MA AL-AZHAR SERABI BARAT MODUNG BANGKALAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KENAKALAN REMAJA DI MA AL-AZHAR SERABI BARAT MODUNG BANGKALAN. A. Latar Belakang Lailatul Fitriyah 11410114 HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KENAKALAN REMAJA DI MA AL-AZHAR SERABI BARAT MODUNG BANGKALAN A. Latar Belakang Penelitian ini mengambil background di salah satu desa pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu Kenakalan Remaja 1 Definisi Kelainan tingkah laku/tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Bakolak Inpres No. 6/1977

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian analisis adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian analisis adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Ruang Lingkup Kenakalan Siswa 2.1.1 Pengertian Kenakalan Remaja Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat kurang baik

Lebih terperinci

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha mencapai tujuan bangsa Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha mencapai tujuan bangsa Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian dari generasi muda yang merupakan suatu kekuatan sosial yang sangat berperan dalam pembangunan bangsa Indonesia.Sebagai generasi penerus

Lebih terperinci

Suka bolos, berkelahi dengan anak sini dan luar, suka minum-minum, suka merokok, pernah bantah guru

Suka bolos, berkelahi dengan anak sini dan luar, suka minum-minum, suka merokok, pernah bantah guru BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, juvenile delinquency kian mengerikan di tengah masyarakat, padahal seorang remaja merupakan bibit pemegang kunci keberhasilan suatu negara di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbuat tidak baik, suka mengganggu, dan suka tidak menurut. Sedangkan kenakalan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbuat tidak baik, suka mengganggu, dan suka tidak menurut. Sedangkan kenakalan adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Pengertian Kenakalan Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kenakalan dengan kata dasar nakal adalah suka berbuat tidak baik, suka mengganggu, dan suka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman yang bertambah modern ini nilai-nilai yang bersifat baik atau nilai moral menjadi semakin berkurang didalam kehidupan bermasyarakat. Pergaulan yang salah dan terlalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing bisa masuk ke negara Indonesia dengan bebas dan menempati sector-sektor

BAB I PENDAHULUAN. asing bisa masuk ke negara Indonesia dengan bebas dan menempati sector-sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi ini membawa Indonesia dalam tantangan yang berat, khususnya dalam sektor tenaga kerja. Sebab pada era globalisasi ini tenaga kerja asing bisa

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa untuk lancarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan masyarakat, tak hanya masyarakat di perkotaan, masyarakat didesapun mulai merasa resah dengan perilaku

Lebih terperinci

Kenakalan Remaja Ditinjau dari Tempat Tinggal Padat Penduduk. : Andri Sudjiyanto

Kenakalan Remaja Ditinjau dari Tempat Tinggal Padat Penduduk. : Andri Sudjiyanto Kenakalan Remaja Ditinjau dari Tempat Tinggal Padat Penduduk Nama Fakultas Jurusan Universitas Dosen Pembimbing : Andri Sudjiyanto : Psikologi : Psikologi : Universitas Gunadarma : Dr Eko Djuniarto,MPsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prilaku remaja pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada remaja itu sendiri, prilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara

Lebih terperinci

A. LatarBelakangMasalah

A. LatarBelakangMasalah BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Saat ini banyak kita jumpai remaja yang berperilaku ugal-ugalan dan tidak taat pada peraturan dan norma. Perilaku tersebut umum terjadi dan remaja melakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah pelik yang dihadapi bangsa Indonesia dari tahun ke tahun. Lalu apa sebenarnya penyebab kenakalan remaja? Harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya. Bahkan keduanya saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, banyak ditemukan perubahan-perubahan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, banyak ditemukan perubahan-perubahan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modernisasi dan globalisasi seperti pada saat ini dimana IPTEK berkembang dengan pesat, banyak ditemukan perubahan-perubahan yang terjadi secara radikal. Perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis dalam mengembangkan segenap potensi yang ada pada diri manusia, tingkat pendidikan suatu bangsa merupakan cermin kesejahteraan

Lebih terperinci

PERAN POLWILTABES DALAM PENANGANAN KENAKALAN REMAJA DI KOTA SEMARANG SKRIPSI

PERAN POLWILTABES DALAM PENANGANAN KENAKALAN REMAJA DI KOTA SEMARANG SKRIPSI PERAN POLWILTABES DALAM PENANGANAN KENAKALAN REMAJA DI KOTA SEMARANG SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pada Universitas Negeri Semarang Oleh Fitri Amalia NIM.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

PENYIMPANGAN SOSIAL, DAMPAK DAN UPAYA PENCEGAHANNYA

PENYIMPANGAN SOSIAL, DAMPAK DAN UPAYA PENCEGAHANNYA PENYIMPANGAN SOSIAL, DAMPAK DAN UPAYA PENCEGAHANNYA Standar Kompetensi: Memahami masalah penyimpangan sosial. Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi berbagai penyakit sosial (miras, judi, narkoba, HIV/Aids,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan tempat awal kontak anak dalam anggota keluarga (ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan tempat awal kontak anak dalam anggota keluarga (ibu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan tempat awal kontak anak dalam anggota keluarga (ibu dan bapak) sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting bagi proses sosialisasi anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini dunia pendidikan sedang berkembang, banyak sekolah-sekolah yang berdiri dengan kegiatan-kegiatan yang menarik untuk mendukung proses belajar siswa mereka, namun

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG. GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG Dyna Apriany ABSTRAK Usia balita merupakan masa-masa kritis sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai mempertanyakan tentang identitas dirinya, remaja merasa sebagai seseorang yang unik, seseorang dengan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di sekolah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar kenakalan siswa dalam hal ini remaja secara umum, bahwa diartikan sebagai perbuatan dan tingkah laku yang merupakan pelanggaran-pelanggaran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Meraih Gelar S1 Psikologi Oleh : Diah Peni Sumarni F 100990135

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergaulan adalah salah satu kebutuhan manusia, sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani prosesproses perkembangan jiwanya,

Lebih terperinci

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan pendidikan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai organisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan Pada Program Ekstensi Bimbingan dan Konseling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang indah. Banyak hal yang terjadi dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Suatu proses masa yang semua anak manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Kenakalan Remaja Batas masa remaja kalau dilihat dari umur sangatlah sulit, karena datangnya fase puberitas ini tiap-tiap individu berlainan, namun pada umumnya terjadi pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan bagian dari generasi muda yang menjadi peletak dasar bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan oleh remaja

Lebih terperinci

MAKALAH PANCASILA OLEH : MIKHAEL ALEXIUS WAHIDMA NIM : : SYSTEM INFORMASI(S1-SI) DOSEN. : MOHAMMAD IDRIS.P,Drs,MM

MAKALAH PANCASILA OLEH : MIKHAEL ALEXIUS WAHIDMA NIM : : SYSTEM INFORMASI(S1-SI) DOSEN. : MOHAMMAD IDRIS.P,Drs,MM MAKALAH PANCASILA OLEH NAMA : MIKHAEL ALEXIUS WAHIDMA NIM : 11.12.5657 JURUSAN : SYSTEM INFORMASI(S1-SI) KELAS : 11 (S1-SI)05 DOSEN : MOHAMMAD IDRIS.P,Drs,MM KENAKALAN REMAJA SEBAGAI PRILAKU MENYIMPANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi, dan urbanisasi memunculkan banyak masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Artikel MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Oleh: Drs. Mardiya Selama ini kita menyadari bahwa orangtua sangat berpengaruh terhadap pengasuhan dan pembinaan terhadap anak. Sebab

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan sangat menentukan bagi perkembangan serta kualitas diri individu dimasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan, dapat dilihat pada akhir akhir ini telah timbul akibat negatif

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan, dapat dilihat pada akhir akhir ini telah timbul akibat negatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah remaja adalah suatu masalah yang sebenarnya sangat menarik untuk dibicarakan, dapat dilihat pada akhir akhir ini telah timbul akibat negatif yang sangat mencemaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sosial Ekonomi Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Dalam Departemen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003). 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan masa dimana seorang manusia mengalami peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa peralihan ini setiap remaja meninggalkan identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kekerasan baik fisik maupun non fisik yang melibatkan remaja sebagai pelaku ataupun korban. Kekerasan yang sering terjadi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

2015 UPAYA GURU PENJASORKES DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA SMA/SMK SE- KECAMATAN MARGAHAYU KABUPATEN BANDUNG

2015 UPAYA GURU PENJASORKES DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA SMA/SMK SE- KECAMATAN MARGAHAYU KABUPATEN BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa menjalani dunia Pendidikan bagi siswa yang memiliki rentang usia 15-18 tahun adalah Pendidikan berjenjang Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan,

Lebih terperinci