BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (industri.bisnis.com/2014)

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dan perkembangan dunia bisnis yang semakin cepat medorong perusahaan-perusahaan dari berbagai bidang industri untuk terus berpacu mengikuti perkembangan tersebut. Dalam keadaan seperti ini, perusahaan harus memperhatikan situasi pasar dan prospeknya serta dapat memanfaatkan setiap peluang yang ada dengan memperhatikan segala aspek baik di dalam maupun diluar perusahaan. Semakin ketatnya persaingan, perusahaan dituntut untuk selalu melakukan performa yang terbaik. Salah satu sektor bisnis yang berkembang pesat seiring dengan perkembangan dunia bisnis ini adalah industri farmasi. Perkembangan industri farmasi dewasa ini semakin meningkat pesat, hal ini didorong oleh meningkatnya daya beli masyarakat akan obat-obatan dari berbagai kalangan. Peningkatan kebutuhan akan obat-obatan ini tentunya ditopang juga oleh kalangan industri farmasi, dimana saat ini berdasarkan data Kementrian Kesehatan pada tahun 2014 terdapat 206 perusahaan farmasi yang beroperasi di Indonesia. Terdiri dari 4 perusahan BUMN, 26 perusahaan multinasional dan 176 perusahaan lokal. ( Dari sisi kinerja pun industri farmasi menunjukkan pertumbuhan yang positif. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor farmasi mengalami pertumbuhan tertinggi diantara sektor industri manufaktur skala sedang dan besar lainnya. Sektor industri ini tumbuh 10,2% pada triwulan II/2014 terhadap periode yang sama tahun lalu (year-on-year). (industri.bisnis.com/2014). Selain itu, Indonesia termasuk negara dengan pertumbuhan tinggi di dunia. Bersama dengan China, India, Thailand, Vietnam dan Brazil, Indonesia tergolong negara Pharmeging Market karena memiliki pertumbuhan yang mencapai dua digit dengan rata-rata pertumbuhan 10%-16%. 1

2 2 Pada kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki pangsa pasar terbesar yaitu 37% atau jika digabung dengan Thailand dan Filiphina menguasai pasar industri farmasi dikawasan ini sebesar 80% ( Meningkatnya pertumbuhan industri farmasi ini oleh didukung oleh potensi peningkatan belanja kesehatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Survei Badan Pusat Statistik mengindikasikan pertambahan penduduk Indonesia rata-rata 1,49 % per tahun, dengan pertumbuhan paling cepat pertumbuhan pada usia produktif. Populasi Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 257 juta dan tahun 2030 mencapai 319 juta. Proyeksi ini menjadikan pangsa pasar obat di Indonesia sangat potensial dan termasuk salah satu yang terbesar di dunia. ( Disamping itu, tingkat konsumsi obat generik di Indonesia terus meningkat yaitu mencapai 60% - 70%. Hal ini ditopang oleh pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun SJSN dikoordinasi oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia HK.02.02/MENKES/068/I/2010 mengenai kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah ( Kondisi ini menjadi pendorong utama bagi pengembangan industri farmasi nasional sehingga tidak heran masa depan farmasi Indonesia memilki potensi sangat besar. Semakin pesatnya perkembangan industri farmasi yang diikuti dengan semakin tingginya permintaan akan kebutuhan obat-obatan, membuat emitenemiten farmasi membutuhkan dana yang besar. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh pihak perusahaan agar dapat mencukupi kebutuhan modal perusahaan adalah melalui pasar modal. Menurut Martalena & Malinda (2011:2) pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi pemerintah, dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi.

3 3 Para investor yang akan melakukan investasi dengan membeli saham dipasar modal akan menganalisis kondisi perusahaan terlebih dahulu agar investasi yang dilakukannya dapat memberikan keuntungan (return) dari jumlah dana yang diivestasikan. Apabila seorang investor menginginkan return rendah maka resiko yang akan ditanggung juga rendah, begitu pula sebaliknya. Mengingat pentingnya harga saham dalam menentukan besarnya return saham maka dinamika perubahan harga saham atau return merupakan hal yang menarik untuk dikaji. (Ang, 2010) Di Indonesia, terdapat perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI diantaranya PT Kimia Farma (Persero) Tbk, PT. Kalbe Farma Tbk, PT. Merck Tbk, PT. Indofarma (Persero) Tbk, PT. Pyridam Farma Tbk, Perusahaanperusahaan farmasi ini telah cukup lama go public menerbitkan sahamnya. Saham dari perusahaan-perusahaan tersebut setiap tahunnya memiliki nilai return yang berbeda-beda. Berikut adalah data return saham pada perusahaan yang listing di BEI selama tahun 2010 hingga 2014 sebagai berikut: Grafik 1.1 Rata-rata Return Saham Perusahaan Farmasi di Bursa Efek Indonesia Periode % 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% -5.00% % Rata-rata Return Saham Rata-rata Return Saham Sumber: (data diolah) % 34.61% 31.62% -4.26% 29.80%

4 4 Data hasil pengolahan return saham diatas bahwa secara keseluruhan dari sembilan perusahaan dari tahun 2010 hingga 2014 return saham menunjukkan trend yang menurun, dimana pada laporan keuangan kuartal III/2013 yang telah dirilis beberapa emiten farmasi, sebagian besar emiten mengalami penurunan pendapatan dan laba bersih. Hal ini dipicu oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar yang berimbas pada meningkatnya beban usaha emiten. Karena emiten farmasi masih mengandalkan sebagian besar bahan baku impor, maka laba bersihnya tergerus oleh selisih kurs. Laba bersih per saham dasar (earning per share/eps) beberapa saham tercatat mengalami penurunan yang cukup signifikan, seperti saham PYFA dari Rp. 7,45/saham turun menjadi Rp. 4,27/saham (- 42,68%), KAEF dari Rp. 26,67/saham menjadi Rp. 21,87/saham (-17,99 %), dan DVLA dari Rp. 97/saham menjadi Rp. 85/saham (-12,37%) ( Pada tahun 2014 memang terjadi peningkatan return saham, namun ditahun berikutnya diindikasikan return saham mengalami penurunan kembali dikarenakan sampai dengan triwulan II tahun 2015, IHSG melemah bahkan anjlok selama beberapa pekan. Data diatas menunjukkan bahwa perkembangan return saham perusahaan farmasi menunjukkan pergerakan fluktuatif dari tahun ke tahun. Pergerakan return seperti ini mengindikasikan bahwa keadaan keuangan masing-masing perusahaan tersebut tidak stabil sehingga berdampak pada return saham yang dihasilkan. Ketidakpastian ini tentunya akan membuat kekhawatiran tersendiri bagi calon investor yang akan berinvestasi saham pada perusahaan farmasi ini. Sebelum investor memutuskan untuk menginvestasikan dananya di pasar modal, ada kegiatan terpenting yang perlu dilakukan yaitu penilaian dengan cermat terhadap emiten, investor harus percaya bahwa informasi yang diterimanya adalah informasi yang benar. Salah satu aspek perusahaan yang dinilai investor adalah kinerja perusahaan. Ukuran kinerja yang sangat banyak digunakan yaitu kinerja keuangan perusahaan yang diukur dari laporan keuangan perusahaan (Halim, 2005). Informasi tentang kinerja perusahaan tercermin dari laporan posisi

5 5 keuangan, laporan laba rugi dan aliran kas perusahaan serta informasi lain yang terkait dapat diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Untuk mengukur kinerja suatu perusahaan, investor dapat melihat kinerja keuangan yang tercermin dari berbagai macam rasio keuangan. Disadari bahwa penggunaan analisis rasio keuangan sebagi alat pengukuran kinerja keuangan memiliki kelemahan utama yaitu tidak memperhatikan risiko yang dihadapi perusahaan dengan mengabaikan adanya biaya modal. Untuk mengatasi kelemahan dari analisis rasio keuangan tersebut, maka dikembangkan konsep pengukuran kinerja keuangan berdasarkan nilai tambah (value added) yaitu Economic value added (EVA), Market value added (MVA) dan Refined economic value added (REVA). Menurut Kasmir (2010:54) bahwa EVA mempunyai kelebihan yang bermanfaat sebagai penilai kinerja yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation), membuat perusahaan lebih memperhatikan struktur modal, dan dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian yang lebih tinggi daripada biaya modal. Perusahaan yang memiliki EVA tinggi (positif) cenderung dapat lebih menarik investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut, hal ini dikarenakan bahwa perusahaan telah mampu menghasilkan kinerja keuangan yang efektif dan efisien yang berarti bahwa tingkat pengembalian (return) yang dihasilkan perusahaan melebihi biaya modal atas tingkat yang diharapkan investor Rahayu (2013). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji ada tidaknya pengaruh EVA terhadap return saham. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2014), Awan et al (2014), dan Alexander & Destriana (2013) menyebutkan bahwa EVA berpengaruh terhadap return. Sedangkan menurut Widiati (2013) dan

6 6 Gholamhossein & Kamal (2009) menyebutkan bahwa EVA tidak berpengaruh terhadap return saham. Pengukuran kinerja keuangan lain berdasarkan nilai tambah adalah MVA. Menurut Brigham & Houston (2010:111) MVA adalah perbedaan antara nilai pasar yang dibandingkan dengan nilai bukunya. Perusahaan dengan nilai MVA positif mencerminkan prospek yang menguntungkan atas investasi modal yang ditanamkannya di masa yang akan datang. Oleh karena itu, apabila nilai MVA perusahaan mengalami kenaikan maka return yang akan diterima oleh investor juga akan mengalami kenaikan Rois (2010). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh MVA terhadap return saham. Penelitian yang dilakukan oleh Dwimulyani & Djamhuri (2014), Saputro (2014), dan Widiati (2013) menyebutkan bahwa MVA berpengaruh terhadap return saham. Namun hal ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2014) menyebutkan bahwa MVA tidak berpengaruh terhadap return saham. Selain menggunakan EVA dan MVA dapat digunakannya REVA sebagai pengukuran kinerja keuangan yang berdasarkan nilai tambah (value added). Menurut Bacidore dalam Bakar (2010) bahwa REVA is a appropriate performance measure than EVA when considering is shareholders view of the firm. Konsep ini dalam perhitungannya memakai komponen seperti dalam perhitungan EVA, namun dibedakan dalam memperlakukan modal. REVA menggunakan nilai pasar badan usaha (market value of the firm), karena dianggap lebih mencerminkan kekayaan pemegang saham daripada nilai buku ekonomis. Perusahaan yang mampu menciptakan nilai REVA yang positif maka mencerminkan kinerja perushaan yang baik karena perusahaan dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang melebihi tingkat biaya modal yang di dapatkan oleh pemegang saham.

7 7 Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008) dan Bosra et al (2013) menyatakan bahwa REVA berpengaruh terhadap return saham. Hal ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gholamhossein & Kamal (2009) yang menyatakan bahwa REVA tidak berpengaruh terhadap return saham. Dengan menggunakan pengukuran kinerja yang berbasis pada nilai tambah (value added based) pada perusahaan farmasi diharapkan didapat hasil pengukuran kinerja perusahaan yang realistis dan mendukung penyajian laporan keuangan yang membuat return saham perusahaan-perusahaan tersebut bergerak tidak stabil, bahkan sempat mengalami kerugian. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisis bagaimana kinerja keuangan yang diukur metode nilai tambah dengan menggunakan pertumbuhan Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) dan Refined Economic Value Added (REVA) memberikan pengaruh terhadap return saham perusahaan farmasi yang listing di Bursa Efek Indonesia. Maka dari itu peneliti mengambil judul untuk penelitian ini yaitu: PENGARUH PERTUMBUHAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA), MARKET VALUE ADDED (MVA) DAN REFINED ECONOMIC VALUE ADDED (REVA) TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN FARMASI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA(BEI) PERIODE Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya maka masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan pertumbuhan Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Refined Economic Value Added (REVA), dan return Saham pada perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI periode ? 2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA), dan Refined Economic Value Added (REVA)

8 8 secara simultan terhadap return saham pada perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI periode ? 3. Bagaimana pengaruh pertumbuhan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA), dan Refined Economic Value Added (REVA) secara parsial terhadap return saham pada perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI periode ? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Refined Economic Value Added (REVA), dan return Saham pada perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI periode Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA), dan Refined Economic Value Added (REVA) secara simultan terhadap return saham pada perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI periode Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA), dan Refined Economic Value Added (REVA) secara parsial terhadap return saham pada perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI periode Manfaat dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis dalam bidang ilmu keuangan, khususnya dalam ilmu kinerja keuangan, Economic Value Added, Market Value Added (MVA) dan Refined Economic Value Added (REVA)

9 9 2. Investor Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam penentuan investasi yang akan dilakukan dengan melihat kinerja keuangan perusahaan sehingga investasi yang dilakukan sejalan dengan risiko yang dihadapi yang diharapkan akan memberikan nilai sesuai dengan keinginan investor. 3. Perusahaan Penelitian ini dapat digunakan sebagi acuan strategi perusahaan dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang sehingga dapat memaksimalkan tujuan perusahaan yang sudah ditetapkan. 4. Akademis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi peneliti selanjutnya mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap return saham menggunakan metode Economic Value Added, Market Value Added, dan Refined Economic Value Added 1.5 Metode Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan metode penelitian deskriptif dan verifikatif. Metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjabarkan dan menginterprestasi suatu kondisi tertentu berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi apa adanya tanpa direkayasa. Menurut Nazir (2013:54) adalah sebagai berikut: Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Sedangkan metode verifikatif menurut Sangadji dan Sopiah (2010:20) yaitu: Penelitian yang bertujuan untuk menguji kebenaran suatu pengetahuan atau teori.

10 10 Maksudnya, penelitian verifikatif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menguji suatu pengetahuan atau teori atau hasil penelitian sebelumnya, sehingga kelak akan diperoleh hasil yang memperkuat atau menggugurkan teori atau hasil penelitian yang telah ada. 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan-perusahan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode Lokasi penelitian di Perpustakaan Universitas Widyatama Bandung jalan Cikutra 204 A Bandung, dirumah peneliti melalui internet, dan ditempat lainnya yang dapat memungkinkan peneliti melaksanakan penelitian. Waktu penelitian ini terhitung dari bulan September 2015 hingga penelitian ini selasi dilaksanakan.