ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO"

Transkripsi

1 ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Penentuan Jenis Kawanan Ikan Berdasarkan Deteksi Fasa Pantulan Gelombang Akustik dan Penerapan Hidden Markov Model adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 2007 Arman Djohan Diponegoro NIM C

3 ABSTRAK ARMAN D DIPONEGORO. Analisis Penentuan Jenis Kawanan Ikan Berdasarkan Deteksi Fasa Pantulan Gelombang Akustik dan Penerapan Hidden Markov Model. Dibimbing oleh Dr. Ir. INDRA JAYA M.Sc., Prof. Dr. Ir. BONAR P. PASARIBU M.Sc., Dr. Ir. TOTOK HESTIRIANTO M.Sc. Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan bahwa perubahan fase dari pendeteksian gelombang pantul dari gerakan kawanan ikan dan bentuk gelombang dari perubahan fase gelombang pantul tersebut tergantung dari jenis ikan yang diamati. Disamping itu dengan menggunakan teknik Hidden Markov Model (HMM) dapat dikenal jenis ikan yang diamati terhadap sejumlah jenis ikan lainnya. Penelitian ini dilakukan dalam tiga kegiatan yaitu simulasi perubahan fase, uji coba di lapangan dan simulasi adanya gangguan. Data perubahan fase yang diperoleh dari hasil simulasi perubahan fase dengan menggunakan ikan-ikanan dalam bentuk, ukuran, bahan permukaan dan formasi susunan ikan-ikanan dalam satu kelompok yang berbeda Simulasi dilakukan dengan cara menarik ikan-ikanan oleh motor listrik dengan kecepatan dan arah gerakan terhadap posisi transducer yang berbeda. Simulasi gangguan dilakukan untuk mengetahui besar pengaruh gangguan yang mungkin terjadi seperti pantulan dari obyek sekitarnya, suara motor, gelombang dari perangkat instrumen lainnya yang mempunyai frekuensi sama. Simulasi dilakukan dengan menggunakan beberapa rangkaian elektronik yang mewakili gelombang yang dipantulkan kawanan ikan, gelombang yang dipantulkan obyek sekitarnya dan suara motor. Untuk memperoleh kondisi yang nyata, dilakukan eksperimen di kolam ikan karantina Seaword dan di P. Genteng kecil Kep. Seribu dengan menggunakan keramba apung 4x4 m. Jenis ikan yang digunakan adalah sejumlah jenis ikan schooling, shoaling dan soliter. Dalam penelitian ini gelombang perubahan fase dari semua jenis ikan yang digunakan, dideteksi dengan perangkat akustik pendeteksi jenis ikan dengan menggunakan teknik phase shifted detection. Untuk menganalisis gelombang perubahan fase dari masing-masing jenis ikan atau ikan-ikanan, gelombang perubahan fase tersebut dikonversi ke bentuk frekuensi spektrum dengan teknik Fast Fourier Transform (FFT). Untuk membedakan jenis ikan atau ikan-ikanan yang dideteksi dihitung sudut antara garis kemiringan puncak spektrum dari percobaan-percobaan yang akan dibandingkan. Bila dua garis yang dibandingkan sejajar atau sudut antaranya 0 0 berarti gelombang perubahan fase yang dibandingkan bentuknya sama. Demikian sebaliknya bila membentuk sudut tertentu berarti bentuk gelombang perubahan fase yang dibandingkan tidak sama. Untuk melakukan proses pengenalan (recognition) digunakan metode Hidden Markov Model (HMM) salah satu dari teknik Kecerdasan Tiruan (artificial intellegent). Dari hasil proses pengenalan dengan teknik HMM diperoleh bahwa deteksi perubahan fasa untuk jenis ikan schooling dapat dikenal secara akurat atau jenis ikan yang teridentifikasi 100 % kecuali untuk jenis ikan shoaling dan soliter. Dari hasil simulasi gangguan gelombang pantul dari obyek sekitarnya, suara motor dan gelombang akustik dengan frekuensi yang sama tidak mempengaruhi hasil akhir proses pengenalan. Kata Kunci : Akustik, Deteksi fase, Pengenalan Jenis kawanan Ikan, Hidden markov Model

4 ABSTRACT ARMAN D DIPONEGORO. Analysis to Recognize The Schooling of Fish Species Based on The Phase of Acoustic Reflection Wave and The Application of Hidden Markov Model. Under direction of Dr. Ir. INDRA JAYA M.Sc., Prof. Dr. Ir. BONAR P. PASARIBU M.Sc., Dr. Ir. TOTOK HESTIRIANTO M.Sc. The aim of this research was to show that detection of phase shifted of acoustic wave reflection due to the movement of the fish school could identify the kind of fish school or the moving targets from its properties. Using the Hidden Markov Model (HMM), the observed fish school could be recognized from other fish schools. The research were executed into three experiments, namely phase shifted detection simulation, interference simulation and in situ experiment. The phase shifted detection simulation was executed to prove that the waveform of phase shifted reflected acoustic wave of moving target could identify its characteristics based on its dimension, shape, speed and structure in a group that simulated by the number of imitation fishes. During experiment, the imitation fishes were pulled by electric motor with different speed and transducer positions toward the direction of imitation fish. The research also analyzed the influences of several kind of possible interferences generated during the phase detection of the acoustic wave reflection. The simulation were done by means of electronic circuitry that represented.the fishes wave reflection and by the interference waves such as the reflection wave, and the engine sound. In situ experiment were executed to observe the real condition of the phase shifted reflection wave for 3 (three) kind of fishes. The three kind of fishes, consist of schooling fish species, shoaling fish species and a solitary fishes species. The phase shifted data were collected from the experiments in the fishing pool in the Seaworld and in a 4x4 m sea cage in Genteng Island. In this research, the phase shifted wave of all kind of fishes and all kind of imitation fishes was be detected by the fish species detector using a phase shifted detection technique. To distinguish the kind of fishes or imitation fishes, the angle between two or more line slope of the spectrum envelope of each phase shifted waves were calculated. If the two lines were parallel or the angle between the lines were 0 o, the spectrum or the phase shifted wave were coincide each other, or the two wave were the same and, if the two lines formed a certain angle, then such spectrums or phase shifted waves were different. Hidden Markov Model (HMM) technique was applied for recognition processing. Computational results, showed that the reflection wave of the schooling fishes could recognized the fish school accurately (the fish school were 100 % identified successfully), however such recognition processing was not valid for shoaling and solitary fishes. From the interference simulation results, the reflection wave due to the surrounding areas of the objects, engine noise, fish direction and transducer position were not affected the result of identification and recognition processes. Keywords : Phase Detection, Acoustic, Fish School Recognition, Hidden Markov Model

5 ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO C Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Disertasi : Analisis Penentuan Kawanan Jenis Ikan Berdasarkan Deteksi Fasa Pantulan Gelombang Akustik dan Penerapan Hidden Markov Model. Nama Mahasiswa : Arman Djohan Diponegoro NRP. : C Program Studi : Teknologi Kelautan Menyetujui. Komisi Pembimbing Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc Ketua Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M.Sc Anggota Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc Anggota Mengetahui,. Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ketua, Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. Tanggal Ujian : 13 Agustus 2007 Tanggal Lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 13 November Pada tahun 1976 lulus S1 di Fakultas Teknik UI Jurusan Elektro dan pada tahun lulus S2 di Program Studi Computer Engineering faculty of Engineering, National University of Singapore. Sejak tahun 1985 sampai sekarang penulis bertugas di Departemen Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Pada saat itu juga yaitu dari tahun 1997 sampai tahun 2005 bertugas di Pusat Sains dan Teknologi Universitas Indonesia (PPST-UI) sebagai Sekretaris PPST-UI. Sebelum bergabung di Universitas Indonesia, sejak 1978 sampai tahun 1984, penulis bertugas di berbagai perusahaan. Di bidang penelitian penulis telah melakukan beberapa penelitian antara lain : penelitian mengenai Pengenalan jenis ikan soniferous dari suara yang dibangkitkan dengan menggunakan teknik Neural Network dan teknik Hidden Markov model (HMM), Pengenalan jenis kawanan ikan dari pendeteksian perubahan fase gelombang yang dipantulkan dengan menggunakan teknik Neural Network dan teknik Fuzzy Logic, dan Pengenalan pola renang kawanan ikan schooling dari tampilan echogram dari split beam echo sounder EK60 dengan menggunakan teknik Fuzzy Logic, teknik Neural Network dan teknik HMM. Paten yang diperoleh Identifikasi jenis ikan dengan mendeteksi perubahan fase gelombang yang dipantul oleh gerakan ikan yang diamati, Pengenalan jenis ikan dengan menerapkan teknik Hidden Markov Model. Publikasi yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain 1. The Fish Species Recognition in a Schooling Structure Using the Hidden Markov Model Based on The Phase Detection of Sonar Reflection Wave, Proceeding The 2 nd Indonesian Japan Scientific Symposium 2006, The Analysis of The Interferences on the Phase Shifted Detection of Fish Schooling Reflection Wave, Proceeding The 2 nd Indonesian Japan Scientific Symposium 2006, The Comparison of Three Vector Quantization Algorithms on The Fish Species Recognition Using The Hidden Markov Model, Proceeding The 2 nd Indonesian Japan Scientific Symposium 2006,

8 PRAKATA Penulis sangat bersyukur pada Allah SWT, yang karena kurnia-nya telah menjadikan penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Dalam penyusunan disertasi ini penulis mencoba untuk mengatasi masalah yang dihadapi para nelayan di Indonesia dalam melakukan penangkapan di laut. Mereka sangat kesulitan untuk mengetahui lokasi fishing ground dari jenis ikan tertentu terutama untuk memperoleh ikan dengan ukuran tertentu atau ukuran dewasa dalam rangka menghindari penangkapan ikan-ikan yang belum berproduksi. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh penangkapan yang ramah lingkungan dalam menjaga kesinambungan kehidupan jenis ikan tertentu di perairan Indonesia. Demikian pula untuk menghindari waktu yang terbuang dan usaha yang sia-sia akibat melakukan penangkapan dengan cara mencoba-coba atau tanpa perhitungan, perlu dibuat perangkat yang dapat mendeteksi jenis ikan yang diinginkan. Berdasarkan hal tersebut diatas penulis melakukan penelitian untuk memperoleh alat yang mampu mendeteksi jenis ikan tertentu. Terima kasih kepada Dr Ir Indra Jaya M.Sc. Prof Dr Ir Bonar P. Pasaribu dan Dr Ir. Hestirianto M.Sc yang telah meluangkan waktu dalam membimbing serta melakukan penelitian dan penyusunan disertasi ini. Demikian pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Penelitian Sains dan Teknologi Universitas Indonesia yang telah membiayai sebagian besar biaya penelitian disamping juga dukungan moril yang penulis peroleh selama penulis menempuh pendidikan S3 di Institut Pertanian Bogor. Semoga disertasi ini dapat dipergunakan sebagai dasar penelitian dalam pengembangan perangkat pendeteksi atau pengenalan jenis ikan di masa mendatang yang lebih sempurna. Bogor, Agustus 2007

9 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.... i DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN... xvi DAFTAR ISTILAH xvii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Manfaat Lingkup Kegiatan Batasan Perumusan Hipotesis Perubahan fase akibat gerakan target pantulan dengan bentuk random Gerakan schooling berbagai jenis ikan Pengaruh gangguan Posisi transducer terhadap arah gerakan kawanan ikan Pengaruh pantulan pada permukaan perairan Pengaruh azas Doppler Posisi transducer terhadap gerakan kawanan ikan ke arah vertikal Sistimatika Penulisan TINJAUAN PUSTAKA Gerakan Kawanan Ikan Gerakan Ikan Secara Individu Pengolahan Sinyal Deteksi Perubahan Fase Persamaan Akustik Proses Pengenalan... 28

10 ii 2.7 Hidden Markov Model METODOLOGI Deteksi Perubahan Fase Frekuensi yang digunakan Proses penerimaan gelombnag perubahan fase Kegiatan Penelitian yang Dilakukan Simulasi pendeteksian perubahan fase Simulasi pengaruh gangguan Uji coba di kolam Uji coba di laut Metode untuk Memperlihatkan Perbedaan Karakteristik Sekelompok Obyek Bergerak atau Gerakan Jenis Kawanan Ikan Proses Pengenalan dengan Teknik HMM Pembentukan basis data Proses pengenalan Proses ekstraksi Pembentukan state dari Markov chain Log of probabilty HASIL RANCANG BANGUN SISTIM DETEKSI KAWANAN IKAN Rancang Bangun Perangkat Pendeteksi Jenis Ikan Diagram blok Frekuensi yang digunakan Daya pancar yang diperlukan Transducer Rangkaian osilator Rangkaian penguat daya Rangkaian penerima low pass filter... 69

11 iii Phase shifted detector Uji coba rangkaian keseluruhan Rancang Bangun Perangkat Lunak HMM Algoritma membangun basis data (data base) sebagai pembanding Algoritma proses pengenalan MATLAB TOOLBOX command Rancang Bangun Perangkat Simulasi Gangguan Rangkaian simulasi pembangkit gelombang perubahan fase akibat pantulan gerakan kawanan Ikan Rangkaian penggeser fase Rangkaian penggabung Foto perangkat simulasi pengaruh gangguan Rancang Bangun Perangkat Simulasi Perubahan Fase Unit penggerak Unit pembawa ikan-ikanan Unit pengendali Foto konstruksi simulasi SIMULASI DAN UJI COBA SISTIM DETEKSI Simulasi Perubahan Fase Konfigurasi uji coba Uji coba simulasi gerakan unit pembawa ikan-ikanan dalam keadaan kosong Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari tripleks Uji coba simulasi ikan-ikanan dengan permukaan karet Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 30 cm Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 30 cm 2 lapis

12 iv Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 10 cm Uji coba simulasi ikan-ikanan 10 cm dengan permukaan cembung Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 30 cm dengan kecepatan lambat 1 m/detik Uji coba simulasi dengan posisi transducer 30 0 dan dari arah gerakan ikan-ikanan Simulasi Pengaruh Gangguan Uji coba simulasi pengaruh pantulan gelombang pembawa Uji coba simulasi pengaruh adanya gangguan dari pantulan gelombang pantul gerakan kawanan ikan itu sendiri Uji coba simulasi pengaruh gangguan dari suara motor Uji coba simulasi pengaruh gelombang yang frekuensi nya sama dengan frekuensi pembawa (200 khz) Uji Coba di Kolam Konfigurasi uji coba Pelaksamaan Uji coba Hasil uji coba Uji Coba di Laut Konfigurasi Pelaksanaan uji coba Hasil uji coba Proses Pengenalan Pelaksanaan uji coba Rangkuman hasil uji coba ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Simulasi Perubahan Fase Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm

13 v Perbandingan spektrum ikan-ikanan berukuran 30 cm Perbandingan spektrum ikan-ikanan berukuran 10 cm Perbandingan spektrum ikan-ikanan dengan permukaan tripleks dan karet Perbandingan spektrum ikan-ikanan dengan bentuk permukaan rata dan permukaan cembung Perbandingan spektrum ikan-ikanan untuk 3 (tiga) lapis frame Perbandingan spektrum ikan-ikanan untuk 2 (dua) Kecepatan Perbandingan spektrum 3 (susun) ikan-ikanan dalam satu frame Perbandingan spektrum ikan-ikanan untuk 3 (tiga) posisi transducer Perbandingan spektrum untuk 3 (tiga) jenis ukuran ikan-ikanan Analisis Simulasi Pengaruh Gangguan Pengaruh gangguan dari gelombang lainnya dengan frekuensi berbeda Pengaruh gangguan dari pantulan gelombang yang dipancarkan Pengaruh gangguan dari pantulan gelombang gerakan schooling ikan itu sendiri Pengaruh gangguan dari suara mesin dan noise lainnya Pengaruh gangguan dari peralatan akustik lainnya dengan frekuensi dan fase sama Analisis Hasil Uji Coba di Lapangan Analisis hasil uji coba bandeng Analisis hasil uji coba 10 ekor bandeng Analisis hasil uji coba hiubambu Analisis hasil uji coba kerong Analisis hasil uji coba bendera

14 vi Analisis hasil uji coba kakap Analisis hasil uji coba untuk berbagai posisi transducer Analisis hasil uji coba untuk adanya gangguan Analisis perbandingan spektrum 4 jenis ikan Analisis Proses Pengenalan Pengaruh perubahan ukuran codebook Pengaruh perubahan ukuran repetisi Pengaruh perubahan ukuran durasi Perbandingan proses pengenalan untuk berbagai Jenis kawanan ikan KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 194

15 vii DAFTAR TABEL halaman 1 Jarak pancar untuk berbagai frekuensi dan daya pancar Spesifikasi Transducer yang digunakan Spesifikasi jenis ikan yang digunakan uji coba di kolam Seaworld Spesifikasi jenis ikan yang digunakan uji coba di laut Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 32, durasi 0,2 detik Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 64, durasi 0,2 detik Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 128, durasi 0,2 detik Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 32, durasi 1 detik Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 64, durasi 1 detik Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 128, durasi 1 detik Rangkuman hasil uji coba untuk bandeng Rangkuman hasil uji coba untuk hiubambu Rangkuman hasil uji coba untuk kerong Rangkuman hasil uji coba untuk bendera Rangkuman hasil uji coba untuk kakap merah Besar amplitude spektrum dari 5 (lima) percobaan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dalam db Amplitude spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dalam skala linear yang dinormalisir Besar spektrum bandeng dalam skala linear yang dinormalisir

16 viii 19 Besar spektrum untuk 10 ekor bandeng dalam skala linear yang dinormalisir Besar spektrum frekuensi hiubambu dalam skala linear yang dinormalisir Besar spektrum kerong dalam skala linear yang dinormalisir Besar spektrum gerakan bendera dalam skala linear yang dinormalisir Besar spektrum gerakan kakap dalam skala linear yang dinormalisir Besar spektrum bandeng dengan tiga posisi transducer dalam skala linear yang dinormalisir Besar spektrum dengan adanya gangguan dalam skala linear yang dinormalisir Nilai LoP dari file bendera19a untuk ukuran codebook 64 dan 128 dengan ukuran repetisi Nilai LoP dari file bendera16a untuk ukuran repetisi 10 dan 15 dengan ukuran codebook

17 ix DAFTAR GAMBAR halaman 1 Proses perubahan fase gelombang pantul dari target yang bergerak Dimana TX adalah transducer pemancar dan RX adalah transducer penerima Ilustrasi simpangan gerakan ikan Formasi schooling horisontal sebagai fungsi fasa, φ(t) Perubahan fase akibat formasi vertikal schooling ikan Gangguan gelombang pantul dari gelombang yang dipantulkan kawanan ikan Bentuk gelombang yang dihasilkan dari gabungan beberapa gelombang dengan frekuensi yang sama tetapi berbeda fase Arah pancar transducer terhadap arah gerakan kawanan ikan Posisi tranducer membentuk sudut α secara vertikal terhadap gerakan ikan Kepadatan schooling yang berhubungan dengan panjang ikan untuk jenis-jenis saithe, herring, dan sprat Kepadatan schooling herring Perubahan bentuk schooling harengula clupeola dari pandangan horisontal selama pengamatan satu jam Posisi antar individu untuk tiga jenis ikan, seithe, herring dan cod dilihat dari pandangan (a) atas (horisontal) dan (b) vertikal Pola gerakan ikan (a) gerakan pectoral fin movement (b) gerakan amplitude horizontal wriggle Bentuk gelombang sinusoida Gelombang pulsa segiempat periodik Spektrum frekuensi gelombang segiempat periodik Diagram blok phase modulator dan phase shifted detector Diagram pembuatan basis data referensi dan proses identifikasi MFCC processor Mel-spaced filterbank Codebook dari suatu input vektor

18 x 22 Diagram konsep pembentukan codebook dengan vector quantization. sinyal satu dan lainnya dapat dibedakan berdasarkan lokasi dari centroidnya Diagram alir dari algoritma LBG State Diagram dari HMM atau HMM chain dengan 4 state Diagram blok perangkat pendeteksi fase gerakan kawanan jenis ikan. TX adalah transducer pemancar dan RX adalah transducer penerima Hubungan panjang ikan dengan frekuensi Konfigurasi pelaksanaan simulasi pendeteksian perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan ikan-ikanan (a) konstruksi kolam percobaan (b) struktur unit ikan-ikanan Diagram blok simulasi pengaruh gangguan Lintasan gelombang pantul dan gelombang langsung Uji coba di kolam Uji coba dengan keramba di laut Metode untuk memperoleh kurva kemiringan puncak (envelope) spektrum frekuensi Diagram alir proses pembentukan basis data Diagram alir proses pengenalan Penggalan gelombang dari gelombang satu jenis kawanan ikan Diagram blok perangkat pendeteksi jenis kawanan ikan Foto transducer Rangkaian osilator dengan rangkaian penguat Unjuk kerja rangkaian osilator Rangkaian penguat daya Unjuk kerja rangkaian penguat daya untuk (a) frekuensi 50 khz (b) frekuensi 200 khz Rangkaian penerima (reveiver) Unjuk kerja rangkaian penerima Rangkaian low pass filter Unjuk kerja rangkaian low pass filter Rangkaian phase shifted detector Diagram blok uji coba rangkaian phase shifted

19 xi detector dengan menggunakan balance modulator Unjuk kerja rangkaian phase shifted detector Diagram blok uji coba sistim perangkat keseluruhan Foto dari peralatan secara keseluruhan Foto rangkaian dari masing-masing unit Codebook dari basis data Tampilan dimensi 2 dari pembelajaran codebook Rangkaian pembangkit perubahan fase Diagram blok uji coba simulasi pembangkit perubahan fase Unjuk kerja rangkaian pembangkit perubahan fase (a) amplitude pada skala 10 mv (b) amplitude pada skala 5 mv (c) gelombang segiempat dengan amplitude pada skala 10 mv Rangkaian pengeser fase Diagram blok uji coba rangkaian penggeser fase Unjuk kerja rangkaian penggeser fase (a) penggeseran fase sebesar dengan tegangan DC maksimum (3 V) (b) penggeseran fase sebesar 90 0 untuk tegangan DC 1 V (c) penggeseran fase dengan amplitude gelombnag pantul Lebih kecil dari gelombnag datang karena jarak Rangkaian penggabung (adder/ mixer) Foto perangkat simulasi pengaruh gangguan Konstruksi perangkat simulasi perubahan fase Konstruksi unit penggerak Konstruksi unit pembawa ikan-ikanan Bentuk ikan ikanan berukuran 20 x 25 cm (a) dari bahan tripleks (b) dari bahan karet Bentuk ikan-ikanan berukuran 30 cm Bentuk ikan-ikanan berukuran 10 cm Konstruksi stop otomatis Tampilan tombol pengendali jarak jauh Rangkaian pengatur gerakan maju mundur Rangkaian pengatur kecepatan Foto konstruksi simulasi perubahan fase (a) unit penggerak

20 xii (b) unit ikan-ikanan (c) unit pengendali (d) bagian penyanggah (e) bagian motor listrik Konfigurasi Uji coba simulasi perubahan fase Tampak muka tampilan pengendali Foto uji coba simulasi unit pembawa dalam keadaan kosong Hasil uji coba simulasi gerakan unit pembawa dalam keadaan kosong (a) bentuk gelombang (b) spektrum frekuensi Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm Bentuk gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari tripleks (a) masih mengandung noise (b) tanpa noise Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari karet Tampilan gelombang perubahan fase dari gelombang pantul gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dengan permukaan dari karet setelah dibebaskan dari noise gerakan unit pembawa ikan-ikanan Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 30 cm (a) susunan belah ketupat (b) dengan susunan tidak teratur Tampilan gelombang perubahan fase akibat pantulan gerakan ikan-ikanan berukuran 30 cm tanpa noise unit pembawa ikan-ikanan (a) susunan belah ketupat (b) susunan tidak teratur Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 30 cm 2 (dua) lapis Tampilan bentuk gelombang perubahan fase akibat pantulan 2 lapis kawanan ikan-ikanan berukuran 30 cm tanpa noise Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 10 cm dengan permukaan rata dari tripleks Bentuk gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berukuran 10 cm dengan permukaan rata dari tripleks tanpa noise Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 10 cm dari kayu cembung Tampilan bentuk gelombang perubahan fase akibat pantulan gerakan ikan-ikanan dengan permukaan cembung dari kayu tanpa noise Tampilan bentuk gelombang perubahan fase akibat pantulan

21 xiii gerakan ikan-ikanan berukuran 30 cm dengan kecepatan 1 m/det (a) Uji coba simulasi dengan posisi transducer 30 0 dari arah gerakan ikan-ikanan dan (b) Uji coba simulasi dengan posisi tarnsducer Tampilan bentuk gelombang perubahan fase akibat pantulan gerakan ikan-ikanan berukuran 30 cm (a) dengan posisi transducer 30 0 dan (b) dari gerakan ikan-ikanan Konfigurasi uji coba simulasi gangguan pantulan gelombanggelombang yang dipancarkan Hasil uji coba gangguan dari pantulan gelombang yang dipancarkan (a) input ke mixer (b) gelombang yang keluar rangkaian phase detector setelah melewati rangkaian LPF Konfigurasi rangkaian simulasi pantulan gelombang pantul obyek bergerak seperti gerakan ikan Hasil uji coba gangguan dari pantulan gelombang pantul gerakan kawanan ikan itu sendiri (a) input ke mixer (b) perbandingan gelombang mewakili gerakan ikan dan output dari phase detector setelah LPF Konfigurasi uji coba simulasi pengaruh gangguan suara motor Hasil uji coba gangguan suara motor (a) gelombang yang masuk ke rangkaian mixer (b) perbandingan keluaran LPF dengan gelombang yang mewakili gerakan kawanan ikan Konfigurasi uji coba simulasi pengaruh gangguan pada frekuensi yang sama Hasil uji coba gangguan dengan frekuensi yang sama Konfigurasi proses uji coba sinyal yang diterima dari sinyal pantulan yang dipancarkan transducer pemancar Posisi transducer tegak lurus pada jarak 4 m dari gerakan kawanan ikan untuk semua jenis ikan yang diuji Posisi transducer untuk beberapa posisi transducer (a) posisi 30 0 (b) posisi (c) jarak 1 m Hasil uji coba bandeng (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga Hasil uji coba gerakan kawanan bandeng dengan transducer

22 xiv pada posisi 30 o (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga Hasil uji coba gerakan kawanan bandeng dengan transducer pada posisi 150 o (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga Hasil uji coba gerakan kawanan bandeng dengan transducer pada posisi 90 o dengan jarak 1 m (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga Hasil uji coba gerakan kawanan hiubambu dengan transducer pada posisi 90 o dengan jarak 4 m (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga Konfigurasi uji coba di laut Konstruksi keramba jaring untuk uji coba Hasil uji coba gerakan kawanan kerong (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga Hasil uji coba gerakan kawanan bendera (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga Bentuk gelombang kakap merah (a) percobaan pertama untuk satu ekor (b) percobaan kedua satu ekor (c) percobaan kedua untuk 2 (dua) ekor (d) percobaan ketiga untuk 3 (tiga) ekor Konfigurasi proses pengenalan Spektrum frekuensi gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari percobaan Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm Spektrum ikan-ikanan berukuran 30 cm Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 10 cm Spektrum gerakan ikan-ikanan dengan permukaan dari tripleks dan karet Spektrum gerakan ikan-ikanan dengan permukaan rata dan cembung Perbedaan spektrum gerakan ikan-ikanan 1 (satu) lapis dengan 2 (dua) lapis jarak 5 cm dan 2 (dua) lapis dengan jarak 10 cm Perbandingan spektrum gerakan ikan-ikanan untuk

23 xv 2 (dua) kecepatan..., Spektrum 3 (susun) ikan-ikanan dalam satu frame Spektrum ikan-ikanan untuk 3 (tiga) posisi transducer Perbandingan spektrum untuk 3 (tiga) jenis ukuran ikan-ikanan Pengertian persamaan Cos (2ω c t + φ(t)) dengan Cos (2ω c t + θ) Perbandingan envelope spektrum gerakan kawanan bandeng Foto bandeng bergerak balik arah Spektrum untuk 10 ekor bandeng Spektrum perubahan fase gelombang pantul gerakan kawanan hiubambu Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan Kerong Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan bendera Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan kakap Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan ikan untuk beberapa posisi transducer Diagram polar atau beamwidth transducer yang digunakan Spektrum 10 ekor bandeng dengan adanya gangguan Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan 4 (empat) jenis kawanan ikan

24 xvi DAFTAR LAMPIRAN halaman 1 Foto uji coba deteksi perubahan fase di Lab. Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Foto uji coba di Seaworld Ancol Foto uji coba di P.Genteng Kecil List dari pemograman Matlab Peta Pulau Genteng Kecil Kep. Seribu. 208

25 xvii DAFTAR ISTILAH 1 Akustik : ilmu tentang suara 2 Aliasing : tumpang tindih antara beberapa gelombang 3 Amplifier : rangkaian penguat tegangan atau daya suatu gelombang. 4 Balance Modulator : suatu chip elektronik (Integrated circuit) yang dapat digunakan sebagai rangkaian pendeteksi perubahan fase. 5 Centroid : sebuah titik yang mewakili beberapa titik-titik sample (codeword) dan satu cluster 6 Cluster : suatu ruang dua dimensi dari suatu bidang yang bentuknya tergantung dari teknik yang digunakan 7 Codebook : kumpulan sejumlah codeword dari beberapa codeword 8 Codeword : titik-titik sample dari besaran komponen-komponen spektrum frekuensi dari suatu gelombang yang diperoleh dari hasil transformasi Fourier. 9 Cool Edit Pro : Perangkat lunak aplikasi untuk memproses sinyal 10 Distorsi : cacat gelombang akibat kondisi alat atau rangkaian. 11 Dorsal aspect : pandangan arah vertikal dari atas 12 Echo Sounder : Perangkat untuk mendeteksi jarak atau kedalaman dengan menggunakan teknik pantulan gelombang akustik 13 Ekstraksi : Proses pemenggalan gelombang sampai ke proses pembentukan codebook 14 Function generator : Instrumen pembangkit gelombang dengan frekuensi RF 15 Far field : daerah jangkauan diluar pengaruh side loop dari transducer 16 Feature Extraction : mengubah suatu bentuk gelombang ke bentuk gelombang dengan waktu durasi tertentu agar dapat diproses ke besaran codeword 17 FFT : Fast Fourier Transform, teknik atau cara untuk mengubah suatu gelombang dari domain waktu ke domain frekuensi. 18 Frame blocking : pembatasan panjang gelombang dalam satu frame 19 Frequency domain : Bentuk gelombang dalam domain frekuensi

26 xviii 20 Gelombang akustik kontinyu : gelombang yang tidak terputus-putus seperti halnya pada perangkat Fish Finder dimana gelombang yang dipancarkan dalam bentuk penggalan-penggalan dengan waktu durasi tertentu 21 HMM : Hidden Markov Model 22 HMM Recognition : proses pengenalan dengan menggunakan metode HMM. 23 Interference : gelombang gangguan yang mungkin terjadi dalam suatu sistim 24 Lateral aspect : pandangan kearah samping badan ikan. 25 LBG : Linde, Buzo, and Gray salah satu teknik VQ 26 LoP : Log of probability, besarnya kemungkinan munculnya suatu pengamatan dari suatu sederetan munculnya suatu kejadian ke kejadian tertentu (probability of transition) dengan memperhitungkan kemungkinan munculnya kejadian yang mengikuti sebelumnya. 27 LPC : Linear Predictive Coding, salah satu teknik untuk mengompres gelombang suara pembicaraan. 28 LPF : Low Pass Filter, penampis frekuensi rendah 29 Main loop : bagian utama pola radiasi suatu transducer 30 MFCC : Mel Frequency Cepstrum Coefficient, 31 Near field : jarak pancar yang masih dipengaruhi side loop dari suatu antena atau transducer 32 Noise : derau atau galat, adalah gangguan yang muncul dari dalam alat itu sendiri atau dari luar dalam bentuk gelombang dengan spektrum yang sangat lebar. 33 Osilator : rangkaian pembangkit gelombang dengan frekuensi yang diinginkan 34 Osiloskop : alat ukur untuk melihat bentuk suatu gelombang. 35 Phase delay : perbedaan fase 36 Phase modulator : rangkaian yang menumpangkan gelombang sinyal dalam hal ini gelombang perubahan fase ke gelombang pembawa (akustik) dengan cara menggeser fasenya. 37 Phase shifted : perubahan fase 38 PSK : Phase Shifted Keying, teknik perubahan fase 39 PSD : Phase Shifted Detector, alat pendeteksi perubahan fase

27 xix 40 Probability of state occurance : besar kemungkinan munculnya setiap state (kejadian) 41 Probability of transition : besar kemungkinan munculnya suatu kejadian ke kejadian tertentu. 42 Schooling : suatu gerakan kawanan ikan dengan arah yang sama dimana setiap individu bergerak seirama 43 Shoaling : suatu gerakan kawanan ikan dengan arah yang dapat berbeda-beda dan setiap individu bergerak tidak seirama. 44 Side loop : bagian tepi dari pola radiasi suatu transducer 45 Signal generator : perangkat pembangkit gelombang 46 State : kejadian dalam suatu rantai HMM, dapat berupa gelombang-gelombang pendek dari suatu deretan gelombang yang panjang, atau huruf-huruf dalam suatu teks dan sebagainya. 47 Target Strength : faktor pantul dari badan ikan 48 Transducer : perangkat yang digunakan untuk mengubah gelombang dalam besaran listrik ke besaran akustik dan sebaliknya. 49 Trainning : proses pembelajaran 50 VQ : Vector Quantization, mengumpulkan sejumlah titik-titik sample (codeword) dalam suatu cluster ke satu titik centroid. 51 VQ distortion : jarak antara suatu titik sample dengan centroid 52 Waveform : bentuk gelombang dalam waktu (time domain). 53 Wavelab : suatu perangkat lunak aplikasi yang digunakan untuk mengolah suatu bentuk gelombang. 54 Windowing : Teknik membatasi lebar spektrum suatu gelombang diskrit dengan teknik tertentu dimana besar spektrum yang dihasilkan masih mirip dengan spektrum dari gelombang yang masuk.

28 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini teknologi hidroakustik atau perangkat lunak pengolah sinyal akustik masih sulit untuk dapat mengetahui jenis dan panjang ikan secara langsung dan akurat. Selama ini perangkat yang berhasil digunakan adalah perangkat untuk mengetahui kepadatan ikan pada lokasi tertentu di perairan laut, estimasi stock kelimpahan ikan atau untuk mengetahui migrasi ikan tertentu (Xie, 2000), kecepatan dan arah renang (Jaya dan Pasaribu. 2000). Umumnya alat yang digunakan adalah perangkat fish finder dengan teknologi tertentu seperti split beam fish finder atau fish finder yang menggunakan metode integration method. Meskipun demikian beberapa pakar mencoba menggunakan perangkat fish finder untuk menentukan jenis ikan tertentu dilihat dari besarnya Target Strenght (TS) atau faktor pantul dari tubuh ikan yang diterima, misalnya Furusawa dan kawan-kawan (Furusawa et.al., 1992) mencoba mengidentifikasi jenis ikan dengan menerapkan metode two-step echo integration method. Cara tersebut tidak berhasil karena ada sejumlah ikan mempunyai TS yang sama, misalnya capelin dengan panjang 16 cm mempunyai TS yang sama dengan makerel yang berukuran 40 cm. Lu dan Lee (Lu and Lee, 1994) mencoba untuk mengidentifikasi jenis ikan dengan menggunakan echo-signal image processing system, yaitu dengan menerapkan metode pemerosesan citra yang hasilnya mempunyai tingkat ketelitian sebesar 90 %. Tetapi ikan yang dibandingkan adalah ikan-ikan yang ukurannya jauh berbeda seperti scad dengan panjang 50 cm, anchovy dengan panjang 15 cm, Skipjack dengan panjang 100 m dan mackerel dengan panjang 35 cm. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Pitcher and Partridge, (1979) dilihat dari struktur gerakannya, ikan berenang membentuk pola tertentu tergantung dari jenis ikan. Umumnya semua jenis ikan berenang dengan membentuk barisan berupa kisi-kisi (lattice) belah ketupat (rhombic lattice) dan ada pula membentuk barisan kisi-kisi bujur sangkar (cubic lattice) baik secara vertikal maupun horisontal. (Patridge et al., 1980) Jarak atau sudut antar individu berbeda untuk setiap jenis ikan. Kepadatan struktur schooling ikan (jumlah ikan

29 2 per unit volume) tergantung dari jenis dan panjang ikan. Makin panjang makin kecil kepadatannya. Bentuk dan dimensi dari schooling tergantung dari waktu (Squire, 1978), jenis ikan (Misund et al, 1995; Hara, 1985), kedalaman (Misund, 1993b) dan penghindaran terhadap serangan predator (Freon et al, 1992). Demikian pula dimensi horisontal school lebih besar dari dimensi school vertical (Oshihimo, 1996). Bentuk schooling herring tergantung dari kedalaman (Misund, 1993b). 70 % dari schooling hering berbentuk circular atau oval, 20 % berbentuk parabola atau rod, dan 10 % berbentuk amorphous. (Misund et al, 1995). Dengan memperhatikan kejadian pada suatu sistim komunikasi radio bergerak yang menggunakan metode modulasi fase, dimana akibat adanya pengaruh pantulan oleh bangunan maupun pohon-pohonan disekitarnya, akan terjadi fluktuasi yaitu perubahan fase naik turunnya daya sinyal informasi yang tidak teratur sesuai dengan profil permukaan pantulan serta kecepatan gerakan dalam hal ini kecepatan kendaraan. Makin cepat gerakannya makin makin cepat fluktuasi yang terjadi. Berdasarkan kejadian di atas dan dengan mengasumsikan bahwa struktur kawanan ikan tetap untuk satu jenis ikan tertentu, maka bila suatu gelombang merambat pada suatu media tertentu (air atau udara) dipantulkan oleh gerakan renang kawanan jenis ikan tertentu, maka gelombang yang dipantulkan tersebut akan mengalami perubahan fase pada setiap satuan waktu sesuai dengan bentuk/ struktur permukaan dan kecepatan gerakan kawanan ikan yang dipantulkan tersebut. Jadi dengan mendeteksi fase gelombang akustik yang dipantulkan oleh gerakan kawanan suatu jenis ikan tertentu maka dari gelombang perubahan fase yang dideteksi tersebut akan dapat diketahui jenis kawanan ikannya. 1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan dari desertasi ini adalah untuk memperoleh metode yang mampu menentukan atau mengidentifikasi jenis kawanan ikan pada kedalaman tertentu dengan mendeteksi fase gelombang pantul akustik yang diterima serta proses identifikasi dilakukan dengan menggunakan metode Hidden Markov Model. Manfaat penelitian ini adalah untuk mengembangkan teknologi perikanan tangkap agar diperoleh penangkapan yang selektif dan ramah lingkungan serta

30 3 mempermudah para nelayan untuk memperoleh ikan tangkap yang diinginkan. Disamping itu pula manfaat teknologi ini untuk pengembangan teknologi untuk 1) menerapkan beberapa aplikasi lainnya dengan menggunakan metode pendeteksian perubahan fase dari gelombang pantul suatu gerakan sekelompok obyek yamg diamati dan 2) menentukan jenis kawanan ikan langsung di laut lepas dalam jangkauan yang lebih luas 1.3 Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan dalam penelitian ini meliputi : 1) Rancang bangun peralatan fish school finder dengan teknologi pendeteksian fase gelombang pantul yang diterima. 2) Rancang bangun perangkat lunak untuk mengenal/identifikasi jenis kawanan ikan yang diamati dengan metode Hidden Markov Model. 3) Simulasi perubahan fase dalam bentuk ikan-ikanan 4) Simulasi pengaruh gangguan dalam bentuk rangkaian elektronika 5) Uji coba baik di dalam kolam dan keramba di laut. 6) Proses pengenalan dengan metode Hidden Markov Model 1.4 Batasan Dalam disertasi ini pelaksanaanya dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Dilakukan di kolam dan di dalam keramba di laut (tidak dilakukan di laut lepas). 2) Uji coba dilakukan pada beberapa jenis ikan, tetapi pengamatan dilakukan secara bergantian hanya untuk satu jenis ikan bukan multi species yang diamati, baik di dalam kolam maupun di dalam keramba dalam setiap percobaan. 3) Jumlah dan jenis ikan yang digunakan terbatas pada jenis ikan yang dapat diperoleh maupun yang dijual di tambak dalam keadaan hidup.

31 4 4) Sinyal atau gelombang akustik yang dipancarkan menggunakan gelombang kontinyu dan tidak menggunakan gelombang periodik atau pulsa seperti halnya pada perangkat fish finder umumnya. 5) Posisi pengamatan dilakukan kearah horisontal obyek (kawanan ikanikanan) atau lateral aspect untuk kawanan ikan 6) Untuk pengujian menggunakan dua transducer terpisah untuk pemancar dan penerima dan tidak menggunakan satu transducer baik untuk pemancar maupun untuk penerima. 7) Daya pancar yang digunakan dibatasi sebesar 10 Watt yaitu sebesar daya minimum dari transducer Simrad yang digunakan. 8) Transducer yang digunakan adalah transducer yang ada di pasar dan bukan khusus dipesan sehingga beam width yang digunakan terbatas 9) Proses pengenalan (recognition) dilakukan tidak langsung pada ikan yang diamati tetapi menggunakan gelombang gerakan ikan hasil rekaman pada komputer terpisah. 1.5 Perumusan Hipotesis Perubahan fase akibat gerakan target pantulan dengan bentuk random Gambar 1 memperlihatkan proses terjadinya perubahan fase akibat adanya gerakan target pantul dengan permukaan yang tidak rata, atau berubah-ubah. Waktu gelombang pantul yang diterima adalah : τ = 1+ 2L c - nt (1) sedangkan besarnya perbedaan fase antara gelombang pantul yang diterima dengan gelombang datang adalah : φ 2 π = T τ φ = 2πτ T (2)

32 5 t Pergerakan target RX TX l(t) L Gelombang datang Gelombang pantul yang diterima TX θ n T 0 φ π 2π τ RX T t 2 L l Gambar 1. Proses perubahan fase gelombang pantul dari target yang bergerak dimana TX adalah transducer pemancar dan Rx adalah transducer penerima. Dengan mensubtitusikan persamaan 2 ke persamaan 1 maka besarnya perbedaan fase antara gelombang pantul yang diterima dengan gelombang datang adalah :

33 6 2π L n φ = fl + 2πf 2 (3) c c f Bila l berubah sesuai dengan pergerakan dan bentuk target maka persamaan dapat ditulis sebagai berikut : dφ 2πf dl 2L = + 2πf dt c dt c n f (4) dimana c adalah kecepatan suara di dalam air, f frekuensi sinyal yang dipancarkan. Dari persamaan di atas fase gelombang φ (t) berubah secara linear terhadap perubahan simpangan target l (t) dimana target berubah secara random tergantung dari pergerakan target yang meliputi kecepatan dan bentuk perubahan dari target tersebut. Untuk singkatnya persamaan 4 dapat ditulis sebagai berikut dφ = dt C dl dt + 1 C 2 (5) atau dapat juga ditulis φ ( t ) = C l + C (6) 1 ( t) 2 dimana φ (t) adalah perubahan fase gelombang sinyal yang dipantulkan, l(t) perubahan simpangan target pantulan yang besarnya tergantung dari bentuk (manuver) dan kecepatan pergerakan target pantulan. Dari perumusan tersebut di atas diajukan hipotesis sebagai berikut : dengan adanya pantulan gelombang akustik oleh sekelompok obyek yang bergerak akan mengakibatkan terjadinya perubahan fase dari gelombang yang dipantulkan tersebut.

34 Gerakan schooling berbagai jenis ikan Gerakan kawanan ikan (schooling) berbeda tergantung jenisnya dan dibedakan oleh beberapa faktor yaitu : 1. Besarnya simpangan gerakan (l) 2. Kecepatan simpangan [l(t)] dan kecepatan berenang 3. Kepadatan ikan vertikal atau jumlah dan jarak lapisan vertikal schooling / kawanan ikan 4. Jarak vertikal antar ikan dalam suatu kelompok 5. Besar, bentuk dan panjang ikan. 1) Besar dan kecepatan simpangan gerakan ikan Gambar 2. Besar dan kecepatan simpangan gerakan ikan dapat dijelaskan pada l t T Gerakan maju Gambar 2. Ilustrasi simpangan gerakan ikan. dimana l adalah simpangan maksimum yang besarnya tergantung dari jenis ikan. Untuk ikan tertentu harga l = 0, sedangkan harga T tergantung dari kecepatan renang masing-masing jenis ikan. Dari perumusan di atas, diajukan hipotesis sebagai berikut : gerakan suatu kawanan ikan akan menghasilkan perubahan fase gelombang yang

35 8 dipantulkan yang bentuknya tergantung dari besar simpangan dan kecepatannya. 2) Formasi horisontal atau jumlah lapisan schooling ikan Jumlah dan jarak lapisan schooling ikan tampak atas (dorsal aspect) dapat dijelaskan pada Gambar 3. Dari gambar dapat dilihat, makin besar jarak antar individu, lapisan ke tiga atau seterusnya makin berpengaruh. Pada gambar lapisan ketiga tidak berpengaruh karena panjang per individu lebih kecil dari jarak antar individu sehingga saat lapisan ketiga mendapat gelombang datang tetapi gelombang pantulnya terhalang oleh lapisan kedua, maka pada saat tersebut besar fase yang diterima adalah nol. (φ t3 - φ t4 ). Jadi ketentuan tersebut berlaku bila panjang ikan jauh lebih besar dari panjang gelombang datang (yang dipancarkan). φ t7 φ t6 φ t5 φ t3 φ t2 φ t1 φ(t) Gambar 3. Formasi schooling horisontal sebagai fungsi fasa, φ(t). Dari perumusan di atas, diajukan hipotesis sebagai berikut: formasi horisontal suatu obyek bergerak yang tersusun dalam format tertentu akan menghasilkan suatu perubahan fase gelombang yang dipantulkan yang bentuknya tergantung dari susunan horisontal schooling kawanan ikan.

36 9 3) Formasi vertikal schooling ikan Struktur schooling ikan terdiri dari 3 (tiga) jenis formasi vertikal yaitu : 1. Formasi belah ketupat 2. Formasi jajaran jenjang 3. Formasi persegi empat sedangkan untuk ikan bersisik, sisik ikan akan berpengaruh bila panjang satu sisik lebih dari 0.7. Pada Gambar 4 dapat dilihat pengaruh perubahan fase struktur schooling ikan dilihat dari arah samping untuk formasi belah ketupat. Lapisan 1 φ(t) Lapisan 2 φ(t) Lapisan 3 φ(t) Lapisan 4 φ(t) Resultante φ(t) Gambar 4. Perubahan fase akibat formasi vertikal schooling ikan.

37 Pengaruh gangguan Gangguan (interferences) yang terdapat di dalam laut adalah getaran dari suara ikan, suara ombak, getaran suara motor dengan frekuensi dibawah 5 khz dan getaran gelombang fish finder atau echo sounder yang mempunyai frekuensi sekitar 36 khz sampai dengan 200 khz. 1) Frekuensi kerja / pembawa tidak sama dengan frekuensi gangguan Dengan menggunakan transistor dengan bandwidth 10 khz (frekuensi audio), frekuensi yang dapat diterima oleh penerima (receiver) berkisar dari 190 khz sampai 210 khz sehingga frekuensi-frekuensi gangguan tersebut di atas tidak dapat diterima oleh penerima kecuali yang menggunakan frekuensi 200 khz. Demikian pula transduser yang digunakan hanya untuk frekuensi kerja tertentu sehingga tidak dapat mendeteksi frekuensi lainnya. 2) Gangguan terhadap frekuensi yang sama dengan frekuensi echo sounder atau fish finder yang beroperasi disekitarnya Sinyal pantul dari gerakan ikan V i = C [cos (ω c t + φ(t)] (7) Sinyal pantul dari echo sounder atau fish finder yang masuk ke penerima V n = N [cos (ω c t + Δφ)] (8) Sinyal yang keluar dari detektor fase adalah : V o = {C [cos (ω c t + φ(t))] + N [cos (ω c t + Δφ)]} sin (ω c t) = C [cos (ω c t + φ(t))]. sin (ω c t) + N [cos (ω c t + Δφ)]. sin (ω c t) = sin (φ(t)) + sin (Δφ) (9) Δφ adalah konstan sehingga sin (Δφ) = 0 jadi V o tidak dipengaruhi oleh gangguan dari perangkat echo sounder lainnya. 3) Gangguan terhadap gelombang-gelombang pantul disekitarnya Akibat adanya obyek-obyek yang dapat memantulkan gelombang yang dipancarkan oleh transduser maka akan terjadi gangguan terhadap gelombang yang dipantulkan kawanan ikan yang diamati.

38 11 Sinyal pantul dari gerakan ikan V i = C [cos (ω c t + φ(t)] (10) dimana ω c = 2πf c f c = frekuensi gelombang pembawa (carrier) atau gelombang akustik φ(t)] = perubahan fase Sinyal pantul dari obyek sekitarnya yang masuk ke penerima V n = C 1 [cos (ω c t + Δφ 1 )] + C 2 [cos (ω c t + Δφ 2 )] + C 3 [cos (ω c t + Δφ 3 )] (11) Sinyal yang keluar phase detektor adalah : V o = {C [cos (ω c t + φ(t))] + C 1 [cos (ω c t + Δφ 1 )] + C 2 [cos (ω c t + Δφ 2 )] + C 3 [cos (ω c t + Δφ 3 )] } sin (ω c t) = C [cos (ω c t + φ(t))]. sin (ω c t) + C 1 [cos (ω c t + Δφ 1 )]. sin (ω c t) + C 2 [cos (ω c t + Δφ 2 )]. sin (ω c t) + C 3 [cos (ω c t + Δφ 3 )]. sin (ω c t) = sin (φ(t)) + sin (Δφ 1 ) + sin (Δφ 2 ) + sin (Δφ 3 ) (12) dimana Δφ 1, Δφ 2, Δφ 3, adalah konstan sehingga sin (Δφ 1 ) = sin (Δφ 2 ) = sin (Δφ 3 ) = 0 jadi V o tidak dipengaruhi oleh noise dari sinyal pantul obyek di sekitarnya. 4) Gangguan terhadap gelombang pantul dari pantulan kawanan ikan Sinyal pantul akibat pantulan dari kawanan ikan tertentu ada kemungkinan dipantulkan oleh obyek-obyek disekitarnya (Gambar 5) Adapun terhadap gelombang pantul tersebut secara matematis sebagai berikut : Sinyal pantul dari gerakan ikan V i = C [cos (ω c t + φ(t)] (13) Sinyal pantul dari obyek sekitarnya yang masuk ke penerima

39 12 V n = C 1 [cos (ω c t + φ(t) + Δφ 1 )] + C 2 [cos (ω c t + φ(t) + Δφ 2 )] + C 3 [cos (ω c t + φ(t) + Δφ 3 )] Gambar 5 Gangguan gelombang pantul dari gelombang yang dipantulkan kawanan ikan. Sinyal yang keluar dari detektor fase adalah : V o = {C [cos (ω c t + φ(t))] + C 1 [cos (ω c t + φ(t) + Δφ 1 )] + C 2 [cos (ω c t + φ(t) + Δφ 2 )] + C 3 [cos (ω c t + φ(t) + Δφ 3 )]} sin (ω c t) = C [cos (ω c t + φ(t))]. sin (ω c t) + C 1 [cos (ω c t + φ(t) + Δφ 1 )] sin (ω c t)+ C 2 [cos (ω c t + φ(t) + Δφ 2 )]. sin (ω c t) + C 3 [cos (ω c t + φ(t) + Δφ 3 )]. sin (ω c t) = sin (φ(t)) + sin (φ(t) + Δφ 1 ) + sin (φ(t) + Δφ 2 ) + sin (φ(t) +Δφ 3 ) (14) hal ini berakibat perubahan bentuk dari sinyal yang diterima seperti pada Gambar 6. t Gambar 6. Bentuk gelombang yang dihasilkan dari gabungan beberapa gelombang dengan frekuensi yang sama tetapi berbeda fase. Bentuk gelombang yang dihasilkan tersebut tergantung dari jarak pantul dan amplitude gelombang pantul yang diterima yang besarnya tergantung selain

40 13 dari jarak tempuh juga tergantung dari Target Strength (TS) ikan yang dipantulkan. Dari perumusan pengaruh dari beberapa jenis gangguan terhadap penerimaan perubahan fase dari gelombang pantul obyek bergerak atau gerakan kawanan ikan di atas, diajukan hipotesis sebagai berikut : Gangguan akibat pantulan oleh obyek disekitarnya, dari perangkat lainnya dengan frekuensi sama dengan frekuensi keja alat dan dari bising suara mesin, tidak mempengaruhi perubahan fase gelombang pantul dari gerakan kawanan ikan atau obyek yang bergerak Posisi transducer terhadap arah gerakan kawanan ikan ke arah horisontal Dalam kenyataan kawanan ikan yang akan diamati arah gerakannya tidak selalu tegak lurus terhadap arah pancar transducer secara horisontal. Berdasarkan Gambar 7 posisi transducer terhadap arah gerakan kawanan ikan tidak d 1 d 2 d 1 d 2 t 1 (a) t 2 Arah gerakan α v ϕ φ Arah gerakan v t 1 = d 1 /v t 2 = d 2 /v t 1 = d 1 /v (b) t 1 t 2 t 2 = d 2 /v t 1 = t 1 t (c) t 2 = t 2 Gambar 7. Arah pancar transducer terhadap arah gerakan kawanan ikan (a) arah gerakan tegak lurus pancaran transducer (b) arah gerakan φ 0 terhadap arah pancar transducer (c) bentuk gelombang pantul yang dihasilkan.

41 14 mempengaruhi bentuk gelombang yang dipantulkan gerakan kawanan ikan tersebut. Hal tersebut dapat dikatakan juga arah gerakan kawanan ikan terhadap posisi transducer tidak berpengaruh sehingga perubahan fase dari gelombang pantul yang diterima tidak terpengaruh arah datangnya kawanan ikan yang diamati. Dari perumusan di atas, diajukan hipotesis sebagai berikut : pengaruh terhadap posisi transducer terhadap arah gerakan kawanan ikan tidak mempengaruhi perubahan fase gelombang yang dipantulkan oleh gerakan kawanan ikan Pengaruh pantulan pada permukaan perairan Pengaruh pantulan pada permukaan perairan terjadi bila gelombang dipancarkan kearah horisontal. Peristiwa ini dapat terjadi bila jarak transducer sedemikian dekatnya dengan permukaan perairan sehingga dapat terjadi pantulan pada permukaan perairan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan indeks bias antara udara dengan air. Bedasarkan hukum Snellius, bila gelombang mengenai lapisan yang berbeda indeks biasnya akan terjadi pantulan atau pembiasan tergantung dari besar sudut datangnya. Untuk gelombang yang arah rambatannya horisontal, makin jauh jaraknya, makin besar sudut datangnya sehingga pada saat sudut datangnya besarnya adalah (critical angle) : η Sinθ = 0,707 i η air udara (15) dimana η air = indeks bias air = ε air = 1.26 η udara = indeks bias udara = 1 maka sudut datang kritis (critical angle) θ i = 63 o. Jika θ i > 63 o maka gelombang akan dibiaskan ke udara. Untuk transducer dengan beamwidth 45 0, untuk sudut 63 0 redamannya terhadap daya pada sudut 0 0 atau pada arah horisontal adalah 63/45 x = 0.98 atau besar gain terhadap null dalam db turun 5.9 db dimana untuk sudut 45 0 gainnya turun 3 db. Untuk transducer dengan beamwidth 15 0, gain pada sudut 63 0 turun menjadi db terhadap gain pada sudut null, dimana gain pada

42 15 sudut 15 0 turun 3 db. Untuk menghindari adanya pantulan pada perumukaan perairan, digunakan transducer dengan beamwidth sekecil mungkin. Meskipun demikian dari hipotesis pada Subbab (3), gelombang yang dipantulkan obyek disekitarnya termasuk permukaan perairan tidak berpengaruh nyata. Dari perumusan di atas, diajukan hipotesis sebagai berikut : pengaruh pantulan dari permukaan perairan dapat diredam sesuai dengan hipotesis pada Subbab ) Pengaruh azas Doppler Pengaruh azas Doppler terhadap gelombang yang dipantulkan gerakan kawanan ikan terjadi bila arus air mengalir searah rambatan gelombang ke arah penerima. Perubahan frekuensi yang terjadi besarnya tergantung dari kecepatan arus air kearah penerima yang diwakili oleh partikel-pertikel yang menyerap energi gelombang tersebut dalam air. Dengan mangacu hipotesis pada Subbab ), frekuensi Doppler tersebut tidak berpengaruh. Dari perumusan di atas, diajukan hipotesis sebagai berikut : azas Doppler berpengaruh tetapi dapat diredam sesuai dengan hipotesis pada Subbab ) Posisi transducer terhadap gerakan kawanan ikan kearah vertikal Pada Gambar 8 dapat dilihat posisi transducer terhadap kawanan ikan kearah vertikal dimana posisinya dinyatakan dengan sudut α. α t t α t = t Cos α Gambar 8. Posisi tranducer membentuk sudut α secara vertikal terhadap gerakan ikan.

43 16 Tinggi badan ikan yang terdeteksi adalah t yang besarnya = t Cos α. Makin besar sudut α, makin kecil tinggi badan ikan yang terdeteksi dan ukurannya tidak lagi mendekati tinggi sesungguhnya. Untuk mengetahui sudut α yang optimum perlu dilakukan uji coba tersendiri diluar dari penelitian yang saat ini dilakukan yang dibatasi untuk pancaran kearah horizontal (lateral aspect). 1.6 Sistimatika Penulisan Penulisan disertasi ini terdiri dari 9 (sembilan) bab yaitu Bab 1 : Menjelaskan latar belakang, tujuan, lingkup kegiatan, luaran yang diharapkan dan batasan-batasan yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Dalam bab ini dijelaskan pula hipotesis hasil-hasil yang akan diharapkan berdasarkan teori yang ada. Bab 2 : Menjelaskan teori-teori yang menunjang proses penelitian dalam disertasi Bab 3 : Bab ini menjelaskan metodologi penelitian yang akan dilakukan Bab 4 : Bab ini menjelaskan rancang bangun pendeteksi jenis ikan yang dapat mendeteksi jenis ikan yang diamati berdasarkan pendeteksian fase gelombang pantul gerakan kawanan ikan yang diamati, dan rancang bangun perangkat lunak proses pengenalan dengan menggunakan metode Hidden Markov Model Bab 5 : Menjelaskan proses simulasi perubahan fase dari penerimaan penerimaan gelombang pantul akibat gerakan kawanan berbagai bentuk ikan-ikanan yang dilakukan dengan menggunakan motor listrik dan simulasi pengaruh berbagai gangguan dengan menggunakan rangkaian elektronika Bab 6 : Bab ini menjelaskan proses uji coba di dalam kolam dan di keramba laut Bab7 : Bab ini memperlihatkan proses pengenalan (recognition) dengan menggunakan metode Hidden Markov Model. Bab 8 : Dalam bab ini dibahas analisis hasil uji coba yang telah dilakukan serta hasil proses pengenalan dengan metode Hidden Markov Model Bab 9 : Kesimpulan dan saran

44 17 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gerakan Kawanan Ikan Gerakan kawanan jenis ikan tertentu di perairan baik di laut maupun di air tawar terdiri dari 3 (tiga) gerakan yaitu : schooling, shoaling dan soliter. Pada penelitian ini akan dibahas ikan bergerak secara schooling dan ikan yang bergerak secara shoaling Dilihat dari gerakannya pengertian schooling suatu kelompok ikan diartikan bermacam-macam oleh beberapa pakar antara lain : 1) Breder dan Halpern (1946) : schooling adalah kelompok ikan yang mempunyai kesamaan orientasi, dengan jarak antar individu sama dan berenang dengan kecepatan yang sama. 2) Breder (1967) : schooling adalah untuk species hampir seluruh hidupnya berenang dengan polarisasi yang sama dan mempunyai kelompok yang permanen. 3) Radakov (1973) : school adalah sebuah kelompok ikan yang berenang bersama-sama. 4) Shaw (1983) : menyatakan bahwa kelompok dari ikan secara kesatuan melakukan atraksi secara bersamaan. 5) Pitcher (1983) : mendefinisikan schooling adalah ikan yang berenang terpolarisasi dan sinkron.. 6) Partridge (1982) : tiga atau beberapa kelompok ikan dimana setiap anggotanya (individu) secara konstan mengatur (adjust) kecepatan dan arahnya sesuai dengan gerakan ikan-ikan lainnya. Tetapi pada prinsipnya schooling dapat disimpulkan adalah pergerakan kawanan ikan tertentu dengan pola, arah (polarisasi), dengan irama dan struktur yang sama untuk setiap individu. Sekumpulan ikan yang secara individual koordinasinya tidak terlalu ketat disebut shoaling. Menurut Pitcher (1983), menyatakan bahwa schooling adalah kejadian khusus dari shoaling, tetapi dengan penekanan pada gerakan sinkronisasi dan polarisasi. Umumnya schooling sekumpulan ikan pada malam hari menyebar dan mengembangkan (memperluas) bentuk dan batasan kumpulan.

45 18 Fungsi dari schooling dari kawanan ikan adalah : 1) Menghindari serangan dari predator 2) Mencari makan yang efektif 3) Keuntungan dalam hidrodinamik 4) Migrasi 5) Reproduksi 6) Pembelajaran Kepadatan schooling ikan (jumlah ikan per unit volume) tergantung dari jenis dan panjang ikan (Pitcher and Partridge, 1979). Makin panjang makin kecil kepadatannya. Pada Gambar 9 dapat dilihat kepadatan ikan dalam satu schooling untuk tiga jenis ikan yaitu saithe, heering (kembung) dan sprat. Pada Gambar 10 dapat dilihat volume rata-rata per ikan untuk schooling saithe lebih besar dari schooling herring. Dari hasil pengamatan beberapa pakar, antara lain untuk herring dengan panjang 27 cm, kepadatannya dalam akuarium berukuran 0,7 m 3, kepadatannya mencapai 60 per m 3 (Foote, 1983), sedangkan kondisi Fish length (cm) Gambar 9. Kepadatan schooling yang berhubungan dengan panjang ikan untuk jenis-jenis saithe, herring, dan sprat. (Misund, 1993b).,( o = saithe, = herring, = sprat)

46 19 Gambar 10. kepadatan schooling herring (Misund and Floen, 1993). dimana herring berenang bebas, kepadatannya rata-rata mencapai 2 ikan per m 3 (Misund, 1993b). Untuk ikan jenis saithe dengan ukuran 35 cm mempunyai kepadatan sekitar 100 per m 3 dan sprat dengan panjang 10 cm, kepadatannya sekitar 200 m 3 (Rottingen, 1976). Berdasarkan hasil pengamatan echo sounder dari tiga transect, diperoleh gambaran dimana setiap transect diperoleh bentuk schooling yang berbeda dengan kepadatan per transect yang bervariasi. Gambar 10 memperlihatkan bentuk dan kepadatan schooling herring dari pandangan horisontal sangat bervariasi. Umumnya bagian dalam schooling mempunyai kepadatan yang paling besar Bentuk dan dimensi dari schooling tergantung dari waktu (Squire, 1978), jenis ikan (Misund et al, 1995; Hara, 1985), kedalaman (Misund, 1993b) dan penghindaran terhadap serangan predator (Freon et al, 1992). Demikian pula dimensi schooling horisontal lebih besar dari dimensi school vertikal (Oshihimo, 1996). Bentuk schooling herring tergantung dari kedalaman (Misund, 1993b). 70 % dari schooling hering berbentuk circular atau oval, 20 % berbentuk parabola atau rod, dan 10 % berbentuk amorphous. (Misund et al, 1995).

47 20 Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Freon, (1992) melalui udara (pesawat terbang) selama satu jam diperoleh bentuk schooling secara horisontal dari jenis harengula clupeola selalu berubah-ubah (Gambar 11) Gambar 11. Perubahan bentuk schooling harengula clupeola dari pandangan horisontal selama pengamatan satu jam. (Freon et.al., 1992). Pada gambar dapat dilihat selama periode satu jam, luas permukaan schooling berubah dari m 2. beberapa sepecies seperti herring, bentuk schoolingnya mempunyai perubahan yang lebih kecil dibandingkan dengan species lainnya (Partridge et. al, 1980) Ikan berenang membentuk pola tertentu tergantung dari jenis ikan. Umumnya semua jenis ikan berenang dengan membentuk barisan berupa kisi-kisi (lattice) belah ketupat (rhombic lattice) dan ada pula membentuk barisan kisi-kisi bujur sangkar (cubic lattice) baik secara vertikal maupun horisontal. Jarak atau sudut antar individu berbeda untuk setiap jenis ikan. Gambar 12 memperlihatkan

48 21 (a) Gambar 12. (b) Posisi antar individu untuk tiga jenis ikan, seithe, herring dan cod dilihat dari pandangan (a) atas (horisontal) dan (b) vertical (Partridge et al., 1980). posisi antar individu dari tiga jenis ikan yaitu saithe, herring dan cod. Baik secara vertikal maupun horizontal (Partridge et. al, 1980). Umumnya schooling atau shoaling campuran beberapa jenis ikan terdapat pada kawanan ikan demersal atau semi demersal dan beberapa perairan terumbu karang di daerah tropis (Ehrlich, 1973, Alevizon, 1976). Akan tetapi ada pula untuk ikan pelagis yang umumnya campuran jenis ikan tertentu misalnya dari hasil pengamatan in situ juvenile anchovetas (cetengraulis mysticetus) dengan flatiron herring (Hobson, 1963) di di perairan Teluk California. Demikian pula Radovich (1979) melakukan pengamatan yang sama dimana schooling northern

49 22 anchoy (engraulix mordax) berenang dikelilingi schooling californian sardines anchovy (sardinops sagax). Di perairan Indonesia belum ada pengamatan yang meneliti schooling ikan yang berenang campuran. 2.2 Gerakan Ikan secara Individu (Bone,1978) Gerakan ikan dilihat dari pandangan horisontal (lateral aspect) terdapat 2 (dua) gerakan yaitu : 1. Pectoral fin movement, adalah gerakan ikan yang diakibatkan adanya dorongan dari gerakan sirip pectoral, contohnya untuk ikan karang pada umumnya (typical coral fish) seperti pada Gambar 13 (a). Gerakan ikan tersebut disebut juga gerakan meluncur (gliding). 2. Amplitude horizontal wriggle, adalah gerakan ikan yang dibangkitkan oleh gerakan meliuk badan ikan secara horisontal, contohnya ikan pelagis besar dan ikan hiu. (Gambar 13 (b)). Arah gerakan (a) Arah gerakan (b) Gambar 13. Pola gerakan ikan (a) gerakan pectoral fin movement (b) gerakan amplitude horizontal wriggle

50 Pengelohan Sinyal (signal processing) Gelombang adalah perubahan amplitude suaru getaran baik fisik suara, maupun getaran gelombang radio per satuan waktu. Bentuk suatu gelombang dasar adalah gelombang sinuasoida dengan frekuensi dan amplitude tertentu (Gambar 14). Persamaan gelombang dasar tersebut dapat ditulis V = A sin 2π f t (16) dimana A = amplitude maksimum, dan f = frekuensi (Hz). Bentuk gelombang (waveform) suatu getaran tidak selalu berbentuk sinusoida tetapi dapat berbentuk segiempat, segitiga atau berbentuk acak yang ditentukan dari banyaknya gelombang-gelombang sinusoida yang dikandung dengan frekuensi dan amplitude tertentu. Kumpulan gelombang-gelombang sinusoida tersebut dinamakan spektrum frekuensi dari suatu gelombang. Untuk mengetahui spektrum frekuensi suatu gelombang dilakukan dengan menggunakan Fourier Transform. Gambar 15 memperlihatkan contoh suatu gelombang dengan spektrum frekuensinya. Amplitude Gelombang sinusoida A t Frekuensi f = 1/T T Gambar 14. Bentuk gelombang sinusoida.

51 24 Perubahan bentuk gelombang pada domain waktu ke domain frekuensi dapat dilakukan dengan Persamaan Fourier Transform dibawah ini (Cheng, 1963) g(ω) = f(t) e - jnωt dt (17) - dimana f(t) = a 0 /2 + (a n cos nωt + b n sin nωt) (18) a n = 1/T f(t) cos nωt dt (19) b n = 1/T f(t) sin nωt dt (20) Sebagai contoh untuk gelombang pulsa segiempat periodik seperti pada Gambar 15 dimana f(t) dalam satu periode (-T/2 < t < T/2). A f(t) -3T/4 -T/4 0 T/4 3T/4 t Gambar 15. Gelombang pulsa segiempat periodik. 0, -T/2 < t < -T/4, f(t) = A, -T/4 < t < T/4, (21) 0, T/4 < t < T/2. Dari Persamaan 18 untuk bagian cosine diperoleh : T/2 a n = 2/T f(t) cos nωt dt -T/2 2A nπ = sin (22) nπ 2

52 25 dimana ω = 2π/T, sehingga pada persamaan di atas nilai ω T = 2π. Untuk bagian sinusoida dari Persamaan 18 diperoleh : T/2 b n = 2/T f(t) sin nωt dt -T/2 T/4 = 2/T A sin nωt dt = 0 (23) -T/4 sedangkan harga rata-rata gelombang tersebut a o /2 = rata-rata dari f(t) = A/2 Untuk berbagai harga a n Persamaan (21) dapat ditulis : a 0 = 0 jika n = 2, 4. 6,.. 2A a0 = jika n =1, 5, 9,... Nπ a 2A = jika n = 3, 7, 11,... Nπ 0 Sehingga Persamaan (21) menjadi : f A 2 2A π () t = + ( cosωt 1/ 3cos3ωt + 1/ 5cos5ωt...) (24) Dari Persamaan (24) di atas dapat dilihat gelombang segiempat mempunyai spektrum pada frekuensi ganjil. Berdasarkan Persamaan (24) tersebut spektrum gelombang segiempat periodik dapat dilihat pada Gambar 16.

53 26 2A/π A/2 2A/3π 2A/5π 2A/7π 2A/9π 0 ω 3ω 5ω 7ω 9ω ω Gambar 16. Spektrum frekuensi gelombang segiempat periodik. 2.4 Deteksi Perubahan Fase Gambar 17 memperlihatkan diagram blok dari pendeteksian sinyal dari gelombang pembawanya (carrier) yang mengalami perubahan fase sesuai dengan sinyal yang dimodulasi. V m X V O V i X V d LPF V S V c V c GEN GEN ω c = 2πf c ω χ = 2πf c phase modulator phase shifted detector Gambar 17. Diagram Blok phase modulator dan phase shifted detector. Sinyal gelombang akustik kontinyu dengan frekuensi pembawa f c : V c = A sin (ω c t), (25)

54 27 dimana ω c = 2π f c. Sinyal yang dimodulasi (untuk penelitian ini dapat merupakan gelombang gerakan ikan yang diambil untuk mewakili satu frekuensi spektral dari frekuensi-frekuensi yang terdapat dalam gelombang gerakan ikan) adalah : V m = B sin (ω m t) (26) Sinyal keluaran modulator yang dapat berupa sinyal yang dipantulkan masuk ke penerima adalah : V O = A B sin (ω c t). sin (ω m t) = ½ A B [cos (ω c t + ω m t) - cos (ω c t - ω m t)] (27) Sinyal yang masuk ke rangkaian phase shifted detector V i = C [cos (ω c t + ω m t)] = C [cos (ω c t + φ(t))] (28) dimana ω m t = φ (t). Selanjutnya sinyal yang keluar dari phase shifted detector V d = V i. V c V d = C cos (ω c t + φ(t)). sin (ω c t) = ½ C {sin [ω c t + φ(t) + ω c t] + sin [ω c t + φ(t) - ω c t]} = ½ C {sin [2ω c t + φ(t)] + sin [φ(t)]} (29) Sinyal yang keluar low pass filter (LPF) V o = ½ C sin φ(t) (30) atau V o = ½ C sin ω m t (31) Bentuk V o sama dengan sinyal yang dimodulasi V m 2.5 Persamaan Akustik Persamaan akustik digunakan untuk menentukan daya pancar yang diperlukan pada jarak pengamatan atau sebaliknya untuk menentukan jarak

55 28 pengamatan dengan daya pancar tertentu. Persaman akustik dapat ditulis sebagai berikut (Ehrenberg at al, 1972) : El = log μ P + Di - 20 log R - α + TS (32) dimana : El = Echo intensity (db/1 μ Pa) P = daya pemancar (W) μ = efisiensi = 0.6 Di = Directivity index (db/ 1 μ Pa/ 1 m) R = jarak pancar (m) α = redaman /m (db/m) tergantung dari frekuensi, salinitas dan suhu TS = Target Strength (db) Besarnya Target Strength (TS) tergantung dari jenis ikan. Umumnya untuk beberapa jenis ikan mmpunyai besar TS yang sama, sedangkan besar Di dan El tergantung dari transducer dan frekuensi yang digunakan 2.6 Proses Pengenalan (Recognition) Diagram blok proses pengenalan dapat dilihat pada Gambar 18 Sebelum proses pengenalan dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pembentukan basis data (data base) yang merekam data sebagai acuan. Baik untuk pembentukan basis data maupun proses pengenalan, tahap pertama adalah melakukan proses ekstraksi gelombang yang dideteksi

56 29 Gelombang beberapa jenis ikan yang diterima Proses Ekstraksi PEMBENTUKAN BASIS DATA Gelombang jenis ikan yang diamati PROSES PENGENALAN Proses Ekstraksi Discrete Hidden Markov Model untuk trainning Discrete Hidden Markov Model untuk recognition Basis Data Identifikasi/ Recognition Gambar 18. Diagram pembuatan basis data referensi dan proses identifikasi. Proses ekstraksi fase gelombang pantul yang diterima Tujuan feature extraction ini adalah untuk mengubah bentuk gelombang yang diterima (sinyal suara atau gelombang perubahan fase) menjadi berbagai tipe parameter yang merepresentasikan gelombang aslinya untuk dianalisis (Liu at al, 2002) Gelombang perubahan fase tergolong sebagai slowly time varing signal yang disebut juga sebagai quasi stationary. Ketika dianalisis dengan short periode of time yang cukup (5 10 ms), karakteristik yang dimiliki tidak berubah atau tetap. Bila diterapkan long periode of time (1/5 detik atau lebih), karakteristiknya berubah dan merepresentasikan gelombang perubahan fase yang berbeda dengan aslinya. Oleh karena itu short time spectral analysis merupakan cara yang lebih baik untuk mengkarakterisasikan gelombang perubahan fase gerakan kawanan ikan. Metode yang digunakan untuk mendapatkan parameter yang dapat merepresentasikan gelombang suara adalah denganl Linear Prediction Coding (LPC), Mel-Frequency Cepstrum Coefficient (MFCC) dan lainnya. sedangkan pada proses pengenal gelombang perubahan fase digunakan metode MFCC. MFCC didasarkan pada variasi yang telah diketahui dari batas bandwidth pendengaran manusia dengan frekuensi sampai 5 khz, sehingga untuk gelombang

57 30 perubahan fase yang diperkirakan mencapai 100 khz masih dapat digunakan. MFCC menyaring secara linear pada frekuensi rendah dan secara logaritmik pada frekuensi tinggi yang digunakan untuk menangkap karakteristik dari suatu sinyal suara. Ini diekspresikan dengan skala mel-frequency. Pemetaan secara linear untuk frekuensi dibawah 1000 Hz dan logaritmik untuk frekuensi di atas 1000 Hz. Mel-Freq Ceptrum Coefficient Processor Gambar 19 adalah diagram struktur blok dari MFCC processor. Speech input secara khusus direkam pada sampling rate di atas 10 KHz. Sampling frekuensi ini dipilih untuk meminimalisasi efek aliasing dalam pengubahaan sinyal analog ke digital. Sampling sinyal tersebut dapat menangkap dengan baik semua frekuensi sampai dengan 5 KHz, dan mengkonversikan semua energi gelombang perubahan fase. (Liu at al, 2002). continues frame speech mel spectrum mel spectrum Gambar 19. MFCC processor (Liu et al, 2002). Frame blocking Continous speech diblok dalam frame dari N sampel, dengan frame yang berdekatan yang terpisah oleh M (M<N). Frame pertama terdiri dari N sampel pertama. Frame kedua mulai M sampel setelah frame pertama dan saling menyusul dengan N M sampel. Begitu pula dengan frame ketiga mulai dari sampel 2M setelah frame pertama (atau M sampel setelah frame kedua) dan menyusul N 2M sampel. Proses ini terus berlanjut sampai semua suara dihitung dalam satu frame

58 31 atau lebih. Nilai khusus untuk N dan M adalah N = 256, yang mana sama dengan 30 ms windowing, sedangkan nilai M = 100. Windowing Langkah selanjutnya adalah windowing masing-masing individual frame untuk meminimalisasikan diskontinuitas sinyal pada permulaan dan akhir dari masing-masing frame. Windowing ini untuk meminimalisasikan spectral distortion dengan menggunakan window untuk men-taper sinyal ke nol pada permulaan dan akhir masing-masing frame. Jika kita mendefinisikan window sebagai w(n), 0 n N 1, dimana N adalah angka sampel pada masing-masing frame. Hasil windowing adalah signal yang dinyatakan dengan persamaan (Liu et al, 2002). y n) = x ( n) w( ), 0 n N 1 (33) 1( 1 n Pada penelitian ini menggunakan Hamming Windowing yang dinyatakan dalam persamaan 2πn w( n) = cos, 0 n N 1 (34) N 1 Fast Fourier Transform (FFT) FFT mengubah masing-masing frame dari domain waktu ke domain frekuensi. FFT adalah fast algorithm untuk mengimplementasikan Discrete Fourier Transform (DFT) yang mana didefinisikan sebagai N sampel {xn}, yaitu X n = N 1 xk k = 0 e 2πjkn / N (35) Hasil sequence {xn} diinterpretasikan sebagai berikut : 1) frekuensi nol untuk harga n = 0 2) frekuensi positif < f < f / 2 untuk harga 1 n N / s 3) frekuensi negatif f s / 2 < f < 0 untuk harga N / n N 1 Gambar 20 merupakan filterbank yang diperoleh dengan menempatkan pusat frekuensi pada skala mel-frekuensi dan hasil pemetaan dikembalikan lagi sebagai lebar dari triangular bandpass. Filter bank yang diaplikasikan dalam

59 32 domain frekuensi menyederhanakan perhitungan untuk mengambil triangle-shape window pada spektrum. Keuntungan dari pemikiran mel wrapping filter bank adalah bahwa masing-masing filter dapat digambarkan sebagai sebuah histogram pada domain frekuensi. Gambar 20. Mel-spaced filterbank (Liu et al, 2002). Cepstrum Ini adalah langkah terakhir dalam feature extraction, log mel spectrum diubah kembali ke waktu. Hasilnya disebut MFCC. Representatif spectral dari speech spectrum memberikan representatif yang baik untuk local spectral properties dari sinyal suara untuk analisis frame yang diberikan. Karena mel spectrum coefficient (dan logaritmiknya) adalah angka real, kita dapat mengubahnya ke time domain menggunakan Discrete Cosine Transform (DCT). Oleh karena itu mel power spectrum coefficient tersebut merupakan hasil dari langkah terakhir yang dinotasikan dengan S ~ k, dimana c ~ n dapat dihitung dengan persamaan (Liu at al, 2002).. k = 1,2,..., K, maka MFCC, K c ~ ~ 1 n = (log Sk )cos n k π, k = 1,2,..., K (36) k = 1 2 K

60 33 Vector Quantization (VQ) VQ adalah proses dari pemetaan vektor dari ruang vektor yang besar menjadi sebuah wilayah yang terbatas. Masing-masing wilayah ini disebut cluster dan dapat direpresentasikan dengan centroid yang disebut codeword. Koleksi dari semua codeword disebut codebook yang berhubungan untuk gelombang yang telah diketahui. VQ diinterpretasikan dengan skalar kuantisasi. Sinyal input akan dikuantisasi menjadi codebook C = { yk k = 1,..., N}. Hampir keseluruhan sinyal input merupakan sebuah vektor yang harus dikodekan kedalam ruang multidimensi. Gambar 21 merupakan contoh ruang dua dimensi dari codebook. Gambar 21 menunjukan partisi dari ruang multidimensi sebuah input vektor yang dibagi menjadi L wilayah yang dapat dinotasikan sebagai P = C, C,..., C } dimana (Thomas, 1990) { 1 2 L C i = { x d( x, y ) d( x, y ), j i} (37) i j Gambar 21 menunjukan konseptual diagram untuk mengilustrasikan proses recognition. Pada gambar tersebut hanya digambarkan 2 suara dari 2 pembicara (speaker) dalam ruang akustik dua dimensi. Lingkaran menunjukkan vektor akustik dari suara 1, sedangkan segitiga adalah vektor akustik dari suara 2. Dalam tahap trainning, VQ codebook untuk masing-masing suara yang telah diketahui dibuat dengan mengumpulkan vektor akustik trainning-nya menjadi sebuah cluster. Hasil codeword-nya ditunjukkan pada Gambar 22 dengan lingkaran dan segitiga hitam untuk suara 1 dan 2.

61 34 Gambar 21. Codebook dari suatu input vektor (Thomas, 1990)..Jarak dari sebuah vektor ke codeword terdekat disebut VQ distortion. Pada tahap recognition, sebuah input dari suara atau gelombang lainnya yang tidak dikenal akan dilakukan proses vector-quantized dengan menggunakan semua trained codebook dan selanjutnya dihitung total VQ distortion-nya. Total VQ distortion yang paling kecil antara codeword dari salah satu suara dalam basis data dan VQ codebook dari suara input diambil sebagai hasil identifikasi. Dalam pembentukan codebook untuk iterasi guna memperbaiki VQ digunakan General Lloyd Algorithm (GLA) atau yang sering disebut dengan algoritma LBG.. Algoritma LBG prosedur rekursif sebagai berikut (Thomas, 1990) : tersebut dapat diimplementasikan dengan 1) Mendesain suatu vektor codebook yang merupakan centroid dari keseluruhan vektor pembelajaran (trainning vector). 2) Menjadikan ukuran codebook dua kali lipat dengan membagi masing-masing current codebook C n menurut aturan + C = ( 1+ ε) (38) n C n C n - = C n (1 - ε) (39)

62 35 Gambar 22. Diagram konsep pembentukan codebook dengan vector quantization. sinyal satu dan lainnya dapat dibedakan berdasarkan lokasi dari centroidnya (Liu at al, 2002). dimana n bervariasi dari 1 sampai dengan current size codebook dan ε adalah parameter splitting ( ε = 0.01). 3) Nearest neighboor search, yaitu mengelompokkan trainning vector yang mengumpul pada blok tertentu. Selanjutnya menentukan codeword dalam current codebook yang terdekat dan memberikan tanda vektor yaitu cell yang diasosiasikan dengan codeword yang terdekat. 4) Centroid update, yaitu menentukan centroid baru yang merupakan codeword yang baru pada masing-masing cell dengan menggunakan trainning vector pada cell tersebut. 5) Iterasi 1, mengulang step 3 dan 4 sampai jarak rata-rata dibawah present threshold. 6) Iterasi 2, mengulang step 2, 3, 4 sampai codebook berukuran M. Gambar 23 menunjukan diagram alir, langkah detail dari LBG algorithm. Cluster vector menerapkan prosedur nearest neighboor search yang menandai masing-masing trainning vector ke sebuah cluster yang diasosiasikan dengan codeword terdekat. find centroid merupakan prosedur meng-update centroid

63 36 untuk menentukan codeword yang baru. Compute D (distortion) berarti menjumlah jarak semua trainning vector dalam nearest neighboor search terhadap centroid untuk menentukan besarnya distortion Gambar 23. Diagram alir dari algoritma LBG (Thomas, 1990). 2.7 Hidden Markov Model (HMM) Hidden Markov Models (HMM) merupakan model dengan pendekatan statistik yang digunakan dalam berbagai implementasi pengenal suara. Time variance dalam suatu bahasa dimodelkan sebagai proses Markov dengan discrete state. Masing-masing state menghasilkan observasi menurut karakteristik distribusi

64 37 probabilitas dari state tersebut. Observasi dapat bernilai diskrit atau kontinyu. Observasi merepresentasikan durasi waktu yang tetap yang disebut frame. Pada model ini state tidak secara langsung dapat diamati, hal ini yang menjadikan model ini disebut sebagai Hidden Markov Model. Tipe-tipe Hidden Markov Models (Rabiner and Juang, 1993) Salah satu cara untuk mengklasifikasikan HMM adalah dengan melihat bentuk matriks transisinya (A) dari rantai Markov (Markov chain) Bentuk yang umum adalah bentuk ergodic atau bentuk yang setiap state saling terhubung (fully connected HMM). Seperti terlihat pada Gambar 24 untuk N = 4 state model, model ini mempunyai nilai a ij antara 0 dan 1. Nilai 0 dan 1 tidak termasuk, jika tidak maka bentuk model ergodic tidak akan terwujud. Matriks transisi untuk ergodic model dapat dimisalkan seperti dibawah ini. A = a a a a a a a a a a a a a a a a (40) Untuk voice recognition atau speech recognition model yang tepat digunakan adalah model left-right HMM atau biasa disebut Bakis Model. Mengikuti kenyataan bahwa dalam suara aliran waktu terus bertambah, hal ini dapat diwakili oleh perpindahan state dari kiri ke kanan (left-to-right),. seperti terlihat pada Gambar 24.

65 38 a 22 a 15 a 24 a 11 a 12 a 21 a 42 a 51 State 1 state 2 state 3 state 4 state 5 Gambar 24. State diagram dari rantai HMM atau HMM chain dengan 4 state (Rabiner and Juang, 1993). Elemen- elemen Hidden Markov Model Elemen-elemen Hidden Markov Model meliputi (Rabiner and Juang, 1993) (1) N, jumlah state dalam model. Umumnya state dapat diinterkoneksi, sehingga setiap state dapat dicapai dari state yang lain. State individual dinotasikan sebagai S = { S1, S2,... SN} dan state pada waktu t adalah q t (2) M, jumlah observasi simbol yang berbeda tiap state. Simbol-simbol tersebut dapat dinotasikan dalam V = v, v,... v } { ij { 1 2 M (3) A = a }, distribusi probabilitas transisi state, dimana a = P q + = S q = S ], 1 i, j N (41) ij [ t 1 j t i (4) B = { b ( k)}, distribusi probabilitas simbol observasi pada state j, dimana j b k) = P[ v _ pada _ t q = S ] 1 j N, 1 k M (42) j ( k t j (5) π = π }, distribusi state initial, dimana { i π = P q = S ] 1 i N (43) i [ 1 i Hidden Markov Model dapat dituliskan sebagai λ = ( A, B, π ). (Rabiner and Juang, 1993). Dengan diketahuinya N, M, A, B, dan π, Hidden Markov

66 39 Model dapat menghasilkan urutan observasi observasi O = O O... O dimana masing-masing O t adalah simbol dari V, dan T adalah jumlah urutan observasi. Perhitungan yang efisien dari P ( O λ), yaitu probabilitas urutan observasi apabila diberikan urutan observasi λ = ( A, B, π ). Misalkan diberikan urutan state q T 1 2 T T O = O O O... O dan sebuah model Q = q q... (44) 1 2 dimana q 1 adalah inisial state. Dengan demikian probabilitas urutan observasi O untuk urutan state pada persamaan (44) adalah sehingga didapatkan T P( O Q, λ ) = P( O t q t, λ) (45) t = 1 P O Q, λ ) = b ( O ). b ( O )... b ( O ) (46) ( q1 1 q2 2 qt T Probabilitas dari urutan state Q dapat dituliskan P ( Q ) = π q aq q aq q... a q T 1 q T λ (47) Probabilitas gabungan dari O dan Q yaitu probabilitas dari O dan Q yang terjadi secara bersamaan. Probabilitas gabungan ini dapat dituliskan P ( O, Q λ) = P( O Q, λ) P( Q λ) (48) Probabilitas observasi O yang diberikan, diperoleh dengan menjumlahkan seluruh probabilitas gabungan terhadap semua kemungkinan urutan state q, yaitu atau dapat juga ditulis P ( O λ ) = P( O Q, λ) P( Q λ) (49) allq P(O λ) = π q bq ( O1 ) aq q. bq ( O2 )... aq T q b T q ( O T T ) (50) q1q2... qt Untuk menghitung persamaan (50) dengan menggunakan prosedur forward. Variabel forward α ( ) didefinisikan sebagai probabilitas sebagian urutan 1 i observasi O1O2 Ot (hingga waktu t) dan state yang diberikan. S i pada waktu t, dari model λ

67 40 α i ) = P( O O... O, q = S ) (51) t ( 1 2 t t i λ untuk menyelesaikan α ( ) adalah sebagai berikut : 1. Inisialisasi 2. Induksi 1 i α i) = b ( ) 1 i N (52) 1( π i i O1 N α t+ 1 ( j) = αt ( i) aij b j ( Ot + 1) i= 1 1 j N (53) 3. Terminasi N P( O λ ) = α ( i) (54) i= 1 T

68 41 3 METODOLOGI 3.1 Deteksi Perubahan Fase Dalam penelitian ini deteksi perubahan fase dari gerakan suatu target atau gerakan kawanan ikan dilakukan dengan menggunakan perangkat dengan diagram blok seperti pada Gambar 25. TX AMPLIFIER PEMANCAR OSILATOR RX AMPLIFIER PENERIMA PHASE SHIFTED DETECTOR LPF Gambar 25. Diagram blok perangkat pendeteksi fase gerakan kawanan jenis ikan. TX adalah transducer pemancar dan RX adalah transducer penerima. Pemancar mengirim gelombang akustik kontinyu (continues wave) ke arah horisontal (lateral aspect) gerakan kawanan ikan atau target yang bergerak dalam air melalui transducer pemancar. Daya pancar yang digunakan besarnya 10 Watt yaitu daya minimum dari transducer yang digunakan. Berbeda dengan perangkat echo sounder atau fish finder umumnya yang memancar gelombang akustik dengan teknik gelombang pulsa (pulse wave) atau single released wave (SRW). Dengan menggunakan gelombang kontinyu tidak diperlukan rangkaian pembangkit pulsa sehingga rangkaian lebih sederhana. Transducer diarahkan horisontal ke bagian samping ikan (lateral aspect) hal ini disebabkan bentuk ikan di bagian samping atau pandangan vertikal (lateral) dapat jelas dibedakan dibandingkan ke arah atas atau pandangan horisontal (dorsal). Disamping itu bentuk strukturnya selalu berubah-ubah. Hal ini dapat dilihat pada Subbab 2.1.

69 Frekuensi yang digunakan Frekuensi yang digunakan tergantung dari 3 (tiga) faktor yaitu : 1. Perangkat transducer yang ada dipasaran 2. Panjang ikan minimum yang dapat dideteksi 3. Jarak jangkau untuk daya pemancar sekecil mungkin 1) Transducer yang terdapat dipasar Frekuensi transducer yang ada di pasaran adalah 38 khz, 70 khz, 120 khz, 50 khz dan 200 khz. Jadi untuk perangkat pendeteksi perubahan fase menggunakan transducer dengan frekuensi di atas agar mudah diperoleh dengan harga pasar.. 2) Hubungan frekuensi dengan panjang ikan Hubungan antara frekuensi dengan panjang ikan dapat dilihat pada Gambar 26. Panjang ikan L terhadap panjang gelombang besarnya adalah L = nλ 1 dimana λ = 1500/φ dan n =1, 2, 3,.dan seterusnya. Agar seluruh badan ikan terdeteksi nilai n minimum adalah n = 1, meskipun demikian idealnya n = 2. Untuk frekuensi f = 50 khz, λ = 1500/50000 = 3 cm, dengan ukuran ikan l = 2 x 3 cm = 6 cm. Untuk frekuensi f = 200 khz, λ = 1500/ = 0.75 cm untuk n = 2 dapat digunakan untuk mendeteksi ikan berukuran l = 1.5 cm. Jadi makin tinggi frekuensi yang digunakan makin kecil ukuran ikan yang dapat dideteksi, sehingga dengan menggunakan frekuensi 200 khz dapat digunakan untuk melakukan pengamatan ikan berukuran sampai 5 cm dengan sempurna ( n = 4).. 3) Daya pancar yang digunakan Daya yang digunakan minimal 10 Watt sesuai dengan daya minimal yang dapat mengaktifkan transducer. Pada penelitian ini jarak jangkau tidak lebih dari 10 m, maka dengan menggunakan frekuensi 200 khz daya 10 Watt lebih dari cukup karena berdasarkan persamaan (32) daya 10 Watt dapat mencapai jarak 50 m. Pada kondisi real, frekuensi yang digunakan diusahakan sekecil mungkin untuk mengatasi redaman yang besarnya

70 43 tergantung frekuensi. Makin kecil frekuensi yang digunakan makin kecil redamannya dalam air. Gelombang akustik kontinyu L t T 1 λ 1 L = 2 λ 1, idealnya diambil L = 4 λ 1, Gambar 26. Hubungan panjang ikan dengan frekuensi. Proses penerimaan gelombang perubahan fase Gelombang perubahan fase yang keluar dari rangkaian LPF di kirim ke komputer laptop yang selanjutnya direkam dengan menggunakan perangkat lunak Cool Edit Pro dalam file dengan nama *.wav. 3.2 Kegiatan Penelitian yang Dilakukan Penelitian ini dilakukan dengan 4 (empat) kegiatan yaitu : (1) Simulasi pendeteksian perubahan fase digunakan untuk memperoleh gelombang perubahan fase untuk berbagai gerakan obyek dengan bermacam-macam ukuran, dimensi, jenis dan bentuk permukaan, kecepatan serta formasi dalam struktur kawanan atau kelompok dari obyek yang bergerak tersebut. Dalam penelitian ini akan dibuktikan adanya perbedaan perubahan fase untuk setiap parameter di atas. (2) Simulasi pengaruh gangguan. Tujuannya adalah untuk membuktikan pengaruh adanya macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada proses pendeteksian perubahan fase

71 44 (3) Penelitian di lapangan (di kolam dan di laut) yang dilakukan untuk memperoleh data perubahan fase secara langsung dari gerakan beberapa jenis kawanan ikan. (4) Penelitian menggunakan metode Hidden Markov Model untuk proses pengenalan jenis ikan yang dideteksi agar dapat ditampilkan jenisnya. Untuk penelitian (1) dan (3) data yang diperoleh adalah bentuk gelombang perubahan fase dari gelombang yang dipantulkan setiap sekelompok target yang bergerak atau gerakan berbagai jenis kawanan ikan yang dideteksi Simulasi pendeteksian perubahan fase Metodologi simulasi yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 27. Pada gambar, ikan-ikanan ditarik oleh motor listrik dengan kecepatan yang dapat diatur. Ikan-ikanan tersebut dapat diganti untuk berbagai ukuran bentuk, jenis permukaan dan lain-lain. Transducer dipasang horisontal dengan arah tegak lurus atau membentuk sudut tertentu terhadap gerakan ikan-ikanan. Agar ikan-ikanan dapat mudah diganti-ganti, digunakan carrier atau pembawa ikanikanan yang dihubungkan dengan tali penarik dan dapat di selipkan ikan-ikanan secara bergantian. Pada Gambar 27 (b) ditunjukkan beberapa ukuran dan struktur atau susunan ikan-ikanan secara vertikal. Ikan-ikanan yang ditarik oleh motor listrik akan melewati gelombang akustik yang dipancarkan dari transducer pemancar pada frekuensi 200 khz. Gelombang pantul akibat gerakan sekawanan ikan-ikanan tersebut diterima oleh transducer penerima. Setelah dikuatkan oleh rangkaian penguat, gelombang yang mengalami perubahan fase tersebut akan dideteksi oleh rangkaian pendeteksi fase (phase detector). Setelah melewati rangkaian LPF, output LPF akan menghasilkan gelombang perubahan fase. Bentuk gelombang fase yang dideteksi tergantung dari ukuran, bentuk, jenis permukaan, susunan serta kecepatan ikan-ikanan yang ditarik (digerakkan). Gelombang perubahan fase tersebut diterima dengan menggunakan komputer, dari hasil ujicoba tersebut, gelombang perubahan fase dari setiap percobaan di analisis dengan memperhatikan spektrum frekuensinya dengan menggunakan perangkat lunak wavelab.

72 45 MOTOR LISTRIK ikanikanan PEMBAWA IKAN-IKANAN Posisi Posisi TRANSDUCER (a) PENDETEKSI PERUBAHAN FASE Tali monofilament (b) Ikan-ikanan Gambar 27. Konfigurasi pelaksanaan simulasi pendeteksian perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan ikan-ikanan (a) konstruksi kolam percobaan (b) Struktur unit ikan-ikanan.

73 46 Spektrum frekuensi yang dihasilkan dari setiap percobaan, nilai amplitude setiap komponen spektral dari setiap spektrum diubah kedalam bentuk tabel melalui MS Excel. Dari nilai amplitude setiap spektral dibuat grafik sehingga perbedaan bentuk spektrum dari setiap percobaan dilihat dari sudut kemiringan garis puncak dari spektrum yang akan dibandingkan. Dalam simulasi tersebut kawanan jenis ikan diwakili dengan ikanikanan untuk berbagai ukuran, dimensi, jenis permukaan, kecepatan dan kondisi lainnya, yaitu : 1) Ikan-kanan berbadan/berukuran lebar 20 x 25 cm 2) Ikan-ikanan berbadan/ berukuran panjang 30 cm 3) Ikan-ikanan berukuran kecil 10 cm 4) Ikan-ikanan dengan permukaan keras dari teripleks 5) Ikan-ikanan dengan permukaan lembut dari karet 6) Ikan-ikanan dengan permukaan cembung 7) Berbagai struktur kawanan pada bidang vertikal (lateral aspect) 8) Jumlah lapisan kawanan dengan berbagai jarak (misalnya 5 dan 10 cm) 9) Posisi transducer terhadap arah gerakan sekelompok ikan-ikanan yang diamati. (90 o, 45 o, dan ) 10) Berbagai kecepatan (1 m/detik dan 1.5 m/detik) Agar ikan-ikanan dapat mudah diganti-ganti, digunakan carrier atau pembawa ikan-ikanan yang dihubungkan dengan tali penarik (belt) dan dapat di selipkan ikan-ikanan secara bergantian Simulasi pengaruh gangguan. Tujuan simulasi ini adalah untuk mensimulasikan pengaruh gangguan terhadap deteksi perubahan fase gelombang pantul dari gerakan sekelompok ikan yang diterima oleh perangkat penerima. Gangguan tersebut meliputi gangguan : 1) Gangguan dari pantulan gelombang yang dipancarkan dari obyek di sekitarnya. 2) Gangguan dari gelombang dengan frekuensi di bawah frekuensi kerja alat.

74 47 3) Gangguan dari gelombang dengan frekuensi dan fase sama dengan frekuensi alat. 4) Gangguan dari suara mesin 5) Gangguan dari pantulan gelombang pantul dari gerakan kawanan ikan yang diterima bersamaan dengan gelombang pantul gerakan kawanan ikan itu sendiri. Simulasi ini dilakukan secara elektronik. Diagram blok simulasi pengaruh gangguan dapat dilihat pada Gambar 28. Rangkaian phase modulator digunakan sebagai pembangkit gelombang 200 khz yang fasenya berubah-ubah akibat pantulan gerakan ikan, dimana carrier generator sebagai pembangkit gelombang akustik dengan frekuensi 200 khz dan signal generator sebagai pembangkit gerakan kawanan ikan yang diwakili oleh gelombang sinusoida. Pembangkit gelombang pantul diwakili rangkaian penggeser fase (phase shifter) yang dapat diatur fasenya melalui tahanan putar (variable resistor). Hubungan antara fase dengan gelombang pantul dapat dijelaskan melalui Gambar 29 Beda fase gelombang pantul dengan gelombang langsung besarnya adalah : ϕ = τ/t x (55) dimana τ adalah waktu tunda yang besarnya adalah : ( l1 + l L τ = 2) (56) c dimana l 1 + l 2 jarak tempuh gelombang pantul, L adalah jarak tempuh gelombang langsung dan c adalah kecepatan rambat suara di air 1500 m/det.

75 48 # 1 CARRIER GENERA TOR # 2 # 3 PHASE MODU- LATOR PENDETEKSI FASE # 4 PHASE MODU- LATOR ADDER / MIXER PHASE DETEC- TOR LPF OSILATOR 200 KhZ # 5 SIGNAL GENE- RATOR PHASE MODU- LATOR MEWAKILI GERAKAN IKAN Keterangan : #1 : Mewakili gangguan gelombang dengan frekuensi tertentu #2 : Mewakili gangguan suara mesin #3 : Mewakili gelombang pantul dari pantulan gerakan kawanan ikan dengan gelombang pembawa diperoleh dari keluaran rangkaian #5 yaitu rangkaian yang mewakili gelombang pantul gerakan kawanan ikan #4 : Mewakili gelombang pantul dari gelombang pembawa 200 khz #5 : Mewakili pantulan gerakan kawanan ikan Gambar 28. Diagram blok simulasi pengaruh gangguan.

76 49 Kawanan ikan L l 1 l 2 TX/RX Dinding dasar perairan Gambar 29. Lintasan gelombang pantul dan gelombang langsung. Bising yang ditimbulkan suara mesin dibangkitkan dari dalam cassette recorder dan pembangkit gelombang untuk frekuensi yang sama atau berbeda di wakili oleh carrier generator yang dapat diatur frekuensinya sebesar 200 khz, 50 khz dan 210 khz. Untuk menggabungkan gelombang pantul kawanan ikan dengan gelombang gangguan dilakukan melalui rangkaian penggabung atau mixer. Gelombang pantulan kawanan ikan dan gelombang gangguan dideteksi oleh rangkaian phase detector serta rangkaian low pass filter (LPF) yang keluarannya dihubungkan ke osiloskop pada kanal 1, sedangkan kanal 2 dihubungkan ke signal generator sehingga pada monitor dapat dilihat perbandingan gelombang gerakan ikan yang diperoleh dari signal generator dengan gelombang yang keluar dari low pass filter (LPF) Uji coba di kolam Uji coba dilakukan di kolam untuk mengamati pengaruh pantulan terhadap perubahan fase gelombang pantul yang diterima berbagai jenis ikan dengan konfigurasi, bentuk dan ukuran berbeda.. Gambar 30 memperlihatkan diagram blok uji coba di kolam. Kolam yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Bentuk lingkaran 2) Diameter minimum 4 m 3) Kedalaman kolam minimum 1.1/2 m dan kedalaman air 1 m

77 50 4) Dilengkapi dengan airgenerator agar udara (0 2 ) tersirkulasi serta air kolam tersaring. TX Bentuk gelombang RX Perangkat pendeteksi perubahan fase Jaring penggiring Cool Edit Pro Gambar 30. Uji coba di kolam. Proses uji coba mengikuti prosedur sebagai berikut : 1) Jarak transducer dengan obyek minimum 2 m maksimum 10 m 2) Setiap jenis ikan dilakukan percobaan 5 kali 3) Sebelum uji coba di lakukan terlebih dahulu di uji dalam kondisi tanpa ikan untuk melihat pengaruh pantulan 4) Uji coba dilakukan untuk 3 posisi transducer terhadap arah gerakan kawanan ikan yaitu 30 0, dan tegak lurus tetapi jarak 1 m terhadap gerakan kawanan ikan. 5) Uji coba dilakukan dengan adanya suara bising dari motor. Hasil uji coba ditampilkan di monitor komputer dengan bantuan perangkat lunak Cool Edit Pro yang selanjutnya disimpan dalam file dengan nama *. wav contoh bandeng 2.wav Uji coba di laut Uji coba di laut dilakukan dengan menggunakan keramba jaring berukuran 4 x 4 m yang ditengahnya terdapat jaring penggiring berukuran 2 x

78 51 2 cm dimaksud untuk menggiring kawanan ikan mengelilingi keramba. Konstruksi uji coba di laut dapat dilihat pada Gambar 31. Jaring penggiring Pelampung keramba utama 2 5 m transducer Perangkat pendeteksi perubahan fase Jaring dengan jenis bahan dengan efek pantul yang rendah seperti dari katun Pantai Gambar 31. Uji coba dengan keramba di laut Metode untuk Memperlihatkan Perbedaan Karakteristik Sekelompok Obyek Bergerak atau Gerakan Jenis Kawanan ikan. Cara untuk melihat perbedaan karakteristik gerakan sekelompok obyek bergerak atau jenis kawanan ikan yang diamati dilakukan dengan membandingkan garis puncak kemiringan spektrum frekuensi yang dihasilkan dari gelombang perubahan fase hasil uji coba beberapa jenis sekelompok obyek yang bergerak atau dari beberapa jenis gerakan kawanan ikan yang dideteksi. Hal ini dilakukan karena bentuk gelombang yang dihasilkan sulit diidentifikasi dengan mata (visual) Dari hasil uji coba di atas diperoleh bentuk gelombang dalam domain waktu.. Untuk mengetahui perbedaan secara visual dapat dilakukan dengan mengamati kemiringan puncak permukaan (envelope) dari spektrum frekuensinya. Untuk memperoleh kemiringan puncak permukaan dari spektrum frekuensi tersebut dilakukan dengan metode pada Gambar 32.

79 52 Bila dua gelombang mempunyai garis kemiringan saling sejajar berarti kedua gelombang tersebut dapat dikatakan mempunyai bentuk yang sama, tetapi bila garis kemiringannya membentuk suatu sudut kedua gelombang tersebut dapat dikatakan mempunyai bentuk yang tidak sama. Untuk beberapa uji coba dari satu jenis ikan yang sama, seyogianya garis kemiringan puncaknya saling sejajar dan sebaliknya untuk dua jenis kawanan ikan yang berbeda garis kemiringan puncaknya saling membentuk sudut tertentu, makin besar sudutnya makin besar perbedaannya. Gelombang perubahan fase hasil deteksi FFT dengan Wavelab Spektrum frekuensi (gambar) Dibaca dari gambar spektrum Tabel spektrum dalam db Besaran ASCII dengan MS EXCEL Amplituda (mv) Spektrum ikan ikanan berbadan lebar 4.50E E E E E E E E E E+00 perc 1 perc 2 perc 3 perc 4 perc 5 0,00 21,53 43,07 64,60 86,13 107,67 Frekuensi (Hz) 129,20 150,73 Tabel spektrum dalam skala mv MS EXCEL Grafik Gambar kurva envelope spektrum Gambar 32. Metode untuk memperoleh kurva kemiringan puncak (envelope) spektrum frekuensi.

80 Proses Pengenalan dengan Metode HMM Untuk menampilkan nama jenis ikan yang akan didentifikasikan atau dikenal (recognized) dilakukan dengan menggunakan metode Hidden Markov Model (HMM) yang diproses dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB ver 7. Diagram blok proses pengenalan dapat dilihat pada tinjauan pustaka pada Gambar 18. Selama ini untuk membandingkan perbedaan gelombang perubahan fase dari setiap jenis kawanan ikan dilakukan dengan menampilkan spektrum frekuensi dari masing-masing jenis ikan. Metode ini tidak dapat menampilkan nama jenis ikan yang dikenal secara langsung. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan metode Hidden Markov Model, salah satu metode Kecerdasan Tiruan (Artificial Intellegent). Sebelum proses pengenalan dilakukan, terlebih dahulu dibangun basis data untuk menyimpan data codeword dan parameter HMM dari beberapa jenis kawanan ikan untuk 20 (dua puluh) bentuk gelombang. Parameterparameter di dalam basis data selanjutnya digunakan sebagai pembanding dalam proses pengenalan. Proses ekstraksi adalah proses pemenggalan gelombang sedemikian rupa agar diperoleh pengenalan yang akurat. Dalam penelitian ini uji coba dilakukan untuk memperoleh parameter ekstraksi dan parameter HMM yang optimum (hasil pengenalan yang paling akurat dengan waktu proses yang paling cepat). Dalam penelitian ini proses pembelajaran untuk setiap jenis kawanan ikan dilakukan sebanyak 5 (lima) kali. Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam penelitian ini dilakukan pengamatan pada beberapa nilai atau ukuran parameter HMM yang diterapkan yaitu : 1. Waktu durasi pencuplikan dari gelombang yang diamati yaitu untuk 2 (dua) proses waktu periode yaitu proses dengan waktu periode pendek (short periode of time) dan proses dengan waktu periode panjang (long periode of time) 2. Penerapan waktu periode : aplikasi hanya dengan waktu periode pendek, aplikasi hanya dengan waktu periode panjang dan gabungan kedua waktu periode 3. Jumlah repetisi (proses pengulangan) pada proses pembelajaran.

81 54 4. Ukuran Codebook misalnya 32 bit, 64 bit, 128 bit dan seterusnya Pembentukan basis data Gambar 33 memperlihatkan diagram alir pembentukan basis data. MULAI Menangkap gelombang perubahan fase Sampling Ekstraksi (matriks sample point) Vector quantization (Codebook) Trainning HMM Pembentukan HMM Data Base SELESAI Gambar 33. Diagram alir proses pembentukan basis data.

82 55 Dari Gambar 33 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) Tahap pertama gelombang perubahan fase setiap gerakan jenis kawanan ikan yang diperoleh dari keluaran perangkat pendeteksi gerakan jenis kawanan ikan di rekam di komputer dengan menggunakan perangkat lunak Cool Edit Pro ke file dengan nama *.wav, contoh : bandeng1.wav. Setiap jenis kawanan ikan trainning dilakukan sebanyak 5 kali percobaan. (2) Selanjutnya gelombang yang direkam tersebut dipenggal dengan panjang waktu 0.1 ms yang dilakukan dengan bantuan Cool Edit Pro. (3) Kemudian penggalan gelombang perubahan fase tersebut di sampling sebanyak 800 samples. (8000 Hz * 0.1 detik). (4) Selanjutnya sample penggalan gelombang perubahan fase tersebut di blocking atau di dibagi-bagi dalam beberapa frame di mana satu frame terdiri dari N frame yang dalam penelitian ini terdiri dari 256 sample. (5) Proses windowing dilakukan dengan menggunakan Hamming windowing (6) Selanjutnya setelah dilakukan windowing, sample tersebut dikonversi ke domain frekuensi dengan menggunakan Fast Fourier Transform (FFT) sehingga diperoleh spektrum frekuensinya. Dalam proses FFT hasilnya dibagi 1000 agar spektrum yang dihasilkan tidak terlalu besar dan dibatasi pada spektrum dari frekuensi 20 Hz sampai 500 Hz. (7) Komponen spektrum yang diperoleh merupakan nilai vector real dan imaginer dari semua jenis ikan. (8) Selanjutnya nilai vektor tersebut diplot dalam suatu bidang datar yang disebut dengan nama titik sample. atau codeword (9) Selanjutnya beberapa titik-titik sample yang terdekat dikuantisasikan ke satu titik vektor yang dinamakan centroid sehingga diperoleh beberapa titik centroid. Proses tersebut dinamakan vector quantization (VQ). (10) Pada penelitian ini algoritma VQ yang digunakan adalah algoritma LBG. (11) Nilai titik sample setiap jenis kawanan ikan untuk 5 (lima) kali pembelajaran direkam menjadi sebuah codebook dalam suatu basis

83 56 data dengan nama label tertentu, misalnya bandeng1, bandeng2, kerong1 dan seterusnya. (12) Berdasarkan nilai centroid dari setiap label dihitung jumlahnya untuk menentukan jumlah state dari HMM chain (13) Berdasarkan jumlah state tersebut dan urutan penggalan sampling yang diwakili oleh masing-masing centroid, dari gelombang perubahan fase untuk semua jenis ikan berikut beberapa hasil percobaan diperoleh nilai-nilai. parameter HMM yang kemudian direkam dalan sebuah basis data Proses pengenalan Diagram alir proses pengenalan dapat dilihat pada Gambar 34. Pada gambar dapat dilihat prosesnya mirip dengan proses pembentukan basis data hanya pada proses pengenalan tidak dilakukan proses pembelajaran. Pada proses pengenalan gelombang jenis ikan yang diamati (yang akan dikenal) dipenggal menjadi sample-sample yang selanjutnya di blok menjadi 256 samples. Kemudian sample-sample tersebut diubah ke domain frekuensi dengan FFT. Hasilnya membentuk titik-titik sample dan dicari nilai centroidnya dalam basis data. Berdasarkan nilai centroid tersebut dihitung besar log of probability (LoP) untuk semua nilai parameter HMM yang diperoleh. Demikian pula dengan nilai parameter HMM dari semua jenis ikan yang terdapat dalam basis data dihitung LoP-nya. Dari nilai LoP untuk semua ikan dalam basis data dan LoP jenis ikan yang diamati dicari nilai yang terbesar. Bila nama ikan dalam basis data mempunyai nilai LoP nya yang sama dengan nama ikan yang diamati maka nilai untuk jenis ikan yang diamati mempunyai nilai LoP terbesar. Bila ternyata nilai LoP nya yang paling besar adalah untuk jenis ikan lainnya berarti proses pengenalan mengalami galat (error).

84 57 MULAI Inisialisasi Menentukan urutan observasi Menangkap gelombang perubahan fase Sampling Tentukan nilai parameter dari HMM Hitung Log of Probability (LoP) Data Base (HMM) Data base (code book) Ekstraksi Hitung distorsi berdasarkan data base Cari nilai LoP yang terbesar Tentukan nama jenis ikannya D = min SELESAI Dapatkan nilai centroidnya Gambar 34. Diagram alir proses pengenalan Proses ekstraksi Proses ekstraksi adalah proses dimana gelombang yang diterima dipenggal dengan waktu durasi tertentu yang besarnya perlu dilakukan uji coba.yang selanjutnya ditentukan codebooknya dari nilai sample point yang diperoleh. Gambar 35 memperlihatkan contoh proses pemenggalan gelombang. Panjang waktu penggalan (duration time) ditentukan untuk beberapa durasi yang setiap durasi dilakukan uji coba pengenalan (recognition) dengan HMM

85 58 sehingga akan diperoleh durasi yang optimum atau tingkat akurasi pengenalan yang paling tinggi Pembentukan state dari Markov chain Setiap penggalan gelombang dari satu jenis kawanan ikan pada contoh Gambar 35, dikonversi ke domain frekuensi dengan menggunakan metode FFT yang selanjutnya besaran vektor spektrum yang dihasilkan dari masing-masing penggalan gelombang dikuantisasi untuk memperoleh nilai centroid-nya. dalam hal ini kemungkinan beberapa bentuk penggalan gelombang yang mirip mempunyai nilai centroid yang sama. Hal ini disebabkan sample point yang diperoleh dari beberapa penggalan gelombang yamg mirip berada dalam satu cluster. amplitude W1 W2 W3 W4 W5 Waktu pengamatan Gambar 35. Penggalan gelombang dari gelombang satu jenis kawanan ikan. Contoh dari Gambar 35 di atas diperoleh nilai centroid sebagai berikut : Penggalan gelombang W1 centroid 1 Penggalan gelombang W2 centroid 2 Penggalan gelombang W3 centroid 3 Penggalan gelombang W4 centroid 4 Penggalan gelombang W5 centroid 5

86 59 Demikian pula untuk bentuk gelombang jenis kawanan ikan lainnya akan diperoleh penggalan-penggalan gelombang lainnya atau sama dengan salah satu penggalan gelombang jenis kawanan ikan sebelumnya. Secara langsung penggalan-penggalan gelombang tersebut menyatakan state dari Markov chain, tetapi secara perhitungan tidak dapat dilakukan sehingga penggalan gelombang tersebut diwakili dari nilai centroid nya dalam menentukan state dari Markov chain Log of probability (LoP) Pada proses pengenalan titik sample dari kawanan ikan yang akan dikenal dicari nilai codeword nya pada basis data yang kemudian diperoleh jenis kawanan ikannya sesuai yang terdapat dalam basis data. Dari data jenis kawanan ikan tersebut ditentukan parameter HMM nya dan selanjutnya dihitung nilai LoP seperti contoh di bawah ini ikan 1 (w1, w2, w2, w1, w1) = a 12 * b 1 * a 22 *b 2 * a 21 *b 2 * a 11 *b 1 ikan 2 (w1, w2, w1, w3, w1) = a 12 * b 1 * a 21 *b 2 * a 13 *b 1 * a 31 *b 3 ikan x (w4, w5, w4, w5, w4) = a 45 * b 4 * a 54 *b 5 * a 45 *b 4 * a 54 *b 5 dimana w1, w2, w2 dan seterusnya yang diwakili oleh nilai centroidnya menyatakan keadaan (state) dari Markov chain yang diambil berdasarkan jumlah centroid yang ada dalam basis data atau perpindahan suatu penggalan gelombang yang satu ke penggalan gelombang kedua dan selanjutnya perpindahan penggalan gelombang kedua ke penggalan gelombang yang sama. Adapun nilai a ij pada contoh a 12 adalah peluang transaksi (probability of transaction) yang dapat dijelaskan pada contoh di atas. Nilai b i adalah peluang munculnya state ke i. Proses ini diulang untuk semua jenis ikan dan selanjutnya dicari nilai LoP yang paling besar. Bila nama jenis kawanan ikan untuk nilai LoP yang besar namanya sama dengan jenis kawanan ikan yang akan dikenal berarti pengenalannya tepat dan sebaliknya bila tidak sama berarti proses pengenalannya salah

87 60 4 HASIL RANCANG BANGUN SISTIM DETEKSI KAWANAN IKAN 4.1 Rancang Bangun Perangkat Pendeteksi Kawanan Ikan Diagram blok Diagram blok dari perangkat pendeteksi jenis kawanan ikan dapat dilihat pada Gambar 36. Perangkat pendeteksi jenis kawanan ikan terdiri dari 5 unit yaitu: 1. Osilator (oscillator) 2. Penguat daya (power amplifier) 3. Penguat penerima (receiver) 4. Pendeteksi perubahan fase (phase shifted detector) 5. Penapis frekuensi rendah (low pass filter, LPF). Zout = 100 kω TRANSDUCER Zin = 10 kω PENGUAT DAYA PENGUAT PENERIMA OSILATOR PHASE SHIFTED DETECTOR LPF output Zout = 50 Ω Gambar 36. Diagram blok perangkat pendeteksi jenis kawanan ikan Frekuensi yang digunakan Rangkaian osilator membangkitkan gelombang pembawa kontinyu dengan frekuensi 200 khz. Gelombang tersebut kemudian dikuatkan oleh rangkaian penguat daya agar diperoleh daya yang diinginkan serta impedansi yang sesuai dengan impedansi transducer pemancar yang digunakan. Melalui transducer tersebut, gelombang akustik yang keluar dari transducer dipancarkan ke arah gerakan kawanan ikan yang kemudian dipantulkan dan diterima oleh rangkaian penguat penerima melalui transducer penerima. Oleh rangkaian penguat penerima gelombang yang keluar dari transducer diperkuat dan selanjutnya fasenya

88 61 dideteksi oleh rangkaian pendeteksi perubahan fase. Bila ada gerakan maka pada keluaran rangkaian pendeteksi perubahan fase akan menghasilkan gelombang perubahan fase yang bentuknya sesuai dengan karakteristik gerakan kawanan ikan yang dideteksi. Berdasarkan teori pada subbab 2.4, gelombang yang keluar rangkaian pendeteksi perubahan fase terdiri dari gelombang perubahan fase itu sendiri dan gelombang pembawa. Untuk menahan gelombang pembawa tersebut, digunakan rangkaian penapis frekuensi rendah (LPF) sehingga yang keluar hanya gelombang perubahan fase saja. Gelombang perubahan fase tersebut selanjutnya direkam di komputer melalui input mikrofon dari komputer dalam file dengan bentuk *. wav Daya pancar yang diperlukan Dari persamaan akustik pada persamaan 32 dapat dicari jarak pancar R untuk Echo Intensity El = 108 db/1 μ Pa, serta untuk berbagai daya pancar dengan frekuensi 50 khz dan frekuensi 200kHz yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jarak pancar untuk berbagai frekuensi dan daya pancar Frekuensi R (m) Redaman 10 W 20 W 50 W 100 W db/km 50 khz 30 m 50 m 80 m 100 m khz 50 m 70 m 90 m 120 m 8 Dari Tabel 1, untuk frekuensi 50 khz jarak tempuhnya lebih pendek dari 200 khz. Hal ini disebabkan directivity transducer yang digunakan untuk frekuensi 50 khz lebih kecil dari directivity untuk frekuensi 200 khz bila menggunakan transducer yang sama. Jadi untuk penelitian frekuensi yang digunakan adalah 200 khz, sedangkan daya pancar yang dibutuhkan untuk mendeteksi perubahan fase tidak lebih dari 10 m, pada penelitian ini cukup menggunakan pemancar dengan daya 10 Watt Transducer Transducer yang digunakan adalah transducer dengan frekuensi 200 khz, beamwidth Adapun spesifikasi transducer dapat dilihat pada pada Tabel 2.

89 62 Tabel 2. Spesifikasi transducer yang digunakan N Transducer Tipe Z Beam Width Daya maksimum. 1 Transmitter AIRMAR 100 kω 45 0 / W Thru-Hull Flush P219 2 Receiver GARMIN 10 kω 45 0 / W Pada Gambar 37 dapat dilihat foto dari transducer pemancar dengan menggunakan transducer tipe Thru-Hull Flush sedangkan tranducer penerima menggunakan Transducer GARMIN. Masing-masing transducer mempunyai frekuensi kerja yaitu frekuensi 50 khz dan 200 khz Transducer pemancar Transducer penerima Osilator Gambar 37. Foto transducer. Rangkaian osilator digunakan untuk membangkitkan gelombang akustik pada frekuensi tertentu. Pada penelitian ini frekuensi yang dibangkitkan adalah 50 khz dan 200 khz, dimana frekuensi 50 khz digunakan sebagai pembanding. Rangkaian osilator dapat dilihat pada Gambar 38.

90 63 B1 B2 100 k A1 +12V +12V k Ke Balance modulator A2-12V -12V k 10 k 100 k A1 B1 +12V 50 p 100 p R1 R2 10 k Ke Power Amplifier Switch yang bergerak bersaman -12V 20 k A2 B2 Gambar 38. Rangkaian osilator dengan rangkaian penguat. Besar frekuensi yang dibangkitkan tergantung dari nilai variable resistor R1 dan kapasitor 50 pf untuk frekuensi 50 khz, sedangkan untuk frekuensi 200 khz tergantung dari variable resistor R2 dan kapasitor 100 pf. Resistor R1 dan

91 64 R2, menggunakan tipe variable agar dapat diatur pada frekuensi yang tepat. Frekuensi diukur dengan menggunakan instrumen frequency counter. Unjuk kerja rangkaian osilator dapat dilihat pada Gambar 39. Pada gambar, bentuk gelombang yang dibangkitkan berbentuk gelombang segitiga yaitu gelombang yang mempunyai beberapa komponen spektral diatas frekuensi dasarnya yaitu di atas 200 khz yang selanjutnya akan diredam oleh transducer. Tegangan (mv) 1 mv Waktu (detik) Gambar 39. Unjuk kerja rangkaian osilator Rangkain penguat daya (power amplifier) Rangkaian penguat daya digunakan untuk memperkuat daya yang keluar dari osilator. Daya pancar yang dibutuhkan tergantung dari kemampuan transducer dan jarak jangkau yang diinginkan. Kemampuan transducer yang digunakan maksimun 100 watt dan minimum 10 Watt. Disamping sebagai penguat, rangkaian juga berfungsi sebagai penyesuian impedansi dengan transducer yaitu 100 kω dengan connector tipe 7 pin. Agar dapat menggunakan baterei tegangan catu dirancang untuk 12 VDC. Rangkaian penguat daya dapat dilihat pada Gambar 40. Rangkaian penguat daya terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu : bagian penguat antara dan bagian penguat akhir. Bagian penguat akhir terdiri dari sepasang transistor 2SC1987 yang dipasang parallel untuk mencapai daya output 10 Watt. Untuk memperoleh daya tersebut dibutuhkan daya input minimum sebesar 50 mw. Untuk memperoleh daya

92 65 tersebut, sinyal dari osilator dikuatkan terlebih dahulu oleh rangkaian penguat antara dengan menggunakan transistor BC 108. dengan penguatan sebesar 60 mw. Unjuk kerja dari rangkaian penguat daya (power amplifier) dapat dilihat pada Gambar 41 (a) untuk frekuensi 50 khz dan Gambar 41 (b) untuk frekuensi +12 VDC 60 k Ke Transducer Pemancar Dari Oskilator BC μf.5 μf.5 μf 2SC k 470 Gambar 40. Rangkaian penguat daya. 200 khz. Pada gambar dapat dilihat untuk frekuensi 50 khz keluaran dari rangkaian penguat daya berupa gelombang segiempat sedangkan output untuk frekuensi 200 khz berupa gelombang sinusoida yang masing-masing penguatannya sebesar 100 kali dengan skala input pada osiloskop pada posisi 50 mv dan output pada posisi skala 5 V. Untuk frekuensi 50 khz keluaran dari osilator lebih besar dari keluaran pada frekuensi 200 khz karena transistor yang digunakan mempunyai gain lebih besar pada frekuensi yang lebih rendah, yaitu makin tinggi frekuensi makin kecil penguatannya, sehingga tegangan gelombang dengan frekuensi 50 khz yang masuk ke rangkaian penguat daya lebih besar dari tegangan pada frekuensi 200 khz.

93 66 Tegangan (mv/v) OUTPUT (skala 5 V) INPUT dari osilator (skala 50 mv) Waktu deti (detik) (a) Tegangan (mv)/ V OUTPUT (skala 5V) INPUT dari osilator (skala 50 mv) Waktu (detik) (b) Gambar 41. Unjuk kerja rangkaian penguat daya untuk (a) frekuensi 50 khz (b) frekuensi 200 khz. Rangkaian penguat daya dirancang untuk penguat gelombang pada frekuensi 200 khz sehingga pada frekuensi 50 khz gelombang yang masuk ke

94 67 rangkaian penguat daya mengalami cacat nonlinear pada bagian puncak gelombang sehingga gelombang pada frekuensi 50 khz akan terpotong dan gelombang yang keluar mendekati bentuk segiempat. Disamping itu pula gelombang segitiga, komponen frekuensi tingginya diperkuat lebih kecil dari frekuensi dasarnya sehingga gelombang yang keluar pada frekuensi 200 khz menjadi gelombang sinusoida Rangkaian penerima (receiver) Fungsi dari rangkaian penerima adalah untuk menyesuaikan impedansi input rangkaian dengan impedansi transducer penerima yaitu sebesar 10 kω dan menguatkan tegangan transducer untuk mencapai tegangan yang dapat diolah oleh balance modulator Rangkaian penerima dapat dilihat pada Gambar 42. Pada gambar rangkaian penerima terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu bagian penguat awal terdiri dari Transistor Tr 1 dan Tr 2, bagian penguat antara dengan transistor Tr3 dan bagian penyesuai impedansi rendah 50 Ω yang menggunakan rangkaian Darlington dengan transistor Tr4 dan Tr5 yang semuanya menggunakan Transistor BC 108. Rangkaian bagian penguat awal dirancang sedemikian rupa agar mampu mencapai penguatan 100 kali dengan impedansi input 10 kω. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan rangkaian seperti pada gambar karena rangkaian penguat Class A tidak dapat dikompromikan antara impedansi dengan penguatan yang diinginkan. Pada gambar nilai R 1, R 2 dan R 3 dihitung agar diperoleh impedansi 10 kω serta bersama R 4 + R 5 diperoleh titik kerja untuk mencapai penguatan 100 kali. Resistor R 6 digunakan hanya bila sinyal yang keluar cacat sehingga perlu dibatasi oleh resistor R 6 tersebut.

95 68 18 Dari BC Transducer R 5 22 penerima BC μf 5 μf 820 Tr1 820 R R 1 R 4 Tr2 R k 5 μf Tr4 Tr5 BC 108 BC 108 Tr k VDC Ke Balance Modulator Z = 50 Ω 100 R 3 Gambar 42. Rangkaian penerima (receiver). Unjuk kerja dari rangkaian penerima dapat dilihat pada Gambar 43 untuk frekuensi 50 khz dan frekuensi 200 khz dengan masukan gelombang sinusoida menghasilkan penguatan dengan bentuk gelombang yang sama yaitu gelombang sinusoida. Perbedaannya adalah tegangan yang dihasilkan pada fekuensi 50 khz 5 mv lebih besar dari frekuensi 200 khz. Hal ini tidak mempengaruhi terhadap proses pendeteksian penggeseran fase oleh rangkaian phase shifted detector. Tegangan (mv) Waktu (detik) Gambar 43. Unjuk kerja rangkaian penerima.

96 69 Pada gambar dapat dilihat bentuk gelombang yang dihasilkan garisnya agak tebal, hal ini disebabkan karena derau (noise) thermal dari rangkaian penerima Low pass filter (LPF) Fungsi LPF adalah untuk memblok sinyal gelombang pembawa frekuensi 50 khz atau 200 khz atau diatasnya dan hanya melewatkan frekuensi gelombang perubahan fase. Rangkaian LPF dapat dilihat pada Gambar 44. Rangkaian ini dirancang untuk memperoleh frekuensi Cut off 1 khz, dan menggunakan teknik Active Filte. Rangkaian LPF menggunakan komponen OpAmp LM 741 Unjuk kerja rangkain LPF dapat dilihat pada Gambar 45. Pada gambar dapat dilihat frekuensi diatas frekuensi cutoff 1 khz diredam sedangkan frekuensi dibawah frekuensi cutoff 1 khz dilewatkan. 0.1 μf 1 k 10 k 10 k 1 μf 0.1 μf V 6 Gambar 44. Rangkaian low pass filter (Texas Instrument, 1986). db Gain 3 db PASS/ lewat STOP / teredam ω=2πf ω cutoff = 1 khz ω c - ω i ω c = 200 khz ω c + ω i 2ω c Gambar 45. Unjuk kerja rangkaian low pass filter.

97 Phase shifted detector Fungsi rangkaian phase shifted detector adalah untuk mendeteksi perubahan fase dari sinyal gelombang yang dipantulkan oleh pergerakan kawanan (schooling) jenis ikan tertentu. Rangkaian phase shifted detector dapat dilihat pada Gambar 46. Pada penelitian ini rangkaian phase shifted detector menggunakan teknik balance modulator, yaitu dengan menggunakan komponen MC1496 dari Motorola (Motorolla, 1990) Uji coba rangkaian phase shifted detector dilakukan dengan menggunakan rangkaian modulator fase sebagai pembangkit gelombang sinyal yang fasenya berubah-ubah sesuai dengan sinyal yang dibangkitkan signal generator (Gambar 47). Dari uji coba tersebut diharapkan bentuk gelombang sinyal yang dibangkitkan signal generator sama dengan bentuk gelombang yang keluar dari rangkaian Filter. 1 k 1 k k 3.9 k 3.9 k MC k 6.8 k - 8 V Gambar 46. Rangkaian phase shifted detector (Motorola, 1990).

98 71 Vm = A cos [2πf c + φ(t)] dimana φ(t) = 2πf m Signal Genera tor f m Phase Modula tor Phase Detector LPF f Oskilator 50 khz & 200 khz f c f c Rangkaian yang diuji f m Gambar 47. Diagram blok uji coba rangkaian phase shifted detector dengan menggunakan balance modulator. Bentuk gelombang yang digunakan pada uji coba tersebut adalah gelombang sinusoida, dan gelombang segiempat. Hasil uji coba untuk kedua bentuk gelombang dapat dilihat pada Gambar 48. Pada Gambar 48 (a) dapat dilihat gelombang yang keluar dari rangkaian phase shifted detector sesudah rangkaian LPF sama dengan gelombang masuk ke phase modulator. Hal ini juga membuktikan bahwa phase shifted detector mampu mendeteksi perubahan fase dari gelombang modulasinya dalam hal ini mewakili gelombang gerakan kawanan ikan. Untuk gelombang input berbentuk segiempat, keluarannya tetap gelombang sinusoida seperti pada Gambar 48 (b). Hal ini disebabkan spektrum diatas frekuensi dasar dari gelombang segiempat diredam oleh rangkaian LPF sehingga yang keluar adalah gelombang dengan frekuensi dasar yang bentuknya merupakan gelombang sinusoida.

99 72 Gelombang input phase modulator Tegangan (mv) Gelombang output phase detector Tegangan (mv) Waktu (detik) (a) Gelombang output phase detector Gelombang input phase modulator Waktu (detik) (b) Gambar 48. Unjuk kerja rangkaian phase shifted detector Uji coba rangkaian keseluruhan Diagram blok uji coba rangkaian keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 49. Sebagai pembangkit gelombang perubahan fase digunakan rangkaian phase modulator yang sinyalnya dikuatkan oleh rangkaian penguat daya.

100 73 Signal generator Phase Modu lator Power Ampl DALAM AIR Penguat Penerima Osilator 200 Khz Phase Detector LPF Gambar 49. Diagram blok uji coba sistim perangkat keseluruhan. Uji coba dilakukan dengan memasukkan transducer ke dalam air. Gelombang dari signal generator akan terdeteksi pada monitor komputer dengan menggunakan perangkat lunak Cool Edit Pro. Pada monitor akan terlihat gelombang yang sama bentuknya dengan gelombang yang dibangkitkan signal generator. Foto peralatan secra keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 50 sedangkan Foto dari setiap unit rangkaian dapat dilihat pada Gambar 51. komputer Batereii Transducer pemancar Perangkat pendeteksi jenis kawanan ikan Transducer penerima Gambar 50. Foto dari peralatan secara keseluruhan.

101 74 Rangkaian Osilator Rangkaian Penerima Rangkaian phase shifted detectection Gambar 51. Foto rangkaian dari masing-masing unit. 4.2 Rancang Bangun Perangkat Lunak HMM Algoritma membangun basis data sebagai pembanding Proses pembentukan basis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB. Diagram alir proses pembentukan basis data sebagai pembanding dapat dilihat pada Gambar 33 di Subbab Tahap pertama dalam proses membangun basis data adalah membuat label dari nama-nama jenis ikan yang diamati. Algoritma membuat label adalah : Untuk I = 1 sampai 5 Input nama ikan; Tulis nama ikan; Nama label nama ikan[i] = nama ikan Kembali

102 75 Proses selanjutnya adalah proses ekstraksi yang didahului dengan membuat sample dari gelombang perubahan fase yang diterima. Algoritmanya sebagai berikut : Tentukan (define) parameter sampling; Dari i = 1 sampai n Imread nama ikan.wav; Gelombang [i] = nama ikan.wav; Gelombanginput = gelombang[i]; make sample (gelombang input); sample[i] = gelombang input; kembali Pada proses FFT dan proses kuantisasi vector dengan algoritma LBG algoritma pemogramanya sebagai berikut : Tentukan besar nilai N Untuk I = 1 sampai M Hitung FFT untuk setiap sample[i]; Sample point[i] = milai FFT; kembali Tentukan cluster; Untuk j =1 sampai cluster Hitung centroid dengan LBG; Simpan centroid[j] berdasarkan urutan labelnya; Kembali Proses pembentukan HMM untuk memperoleh parameternya untuk setiap label berdasarkan centroid yang diperoleh dalam basis data algoritma nya sebagai berikut : Hitung jumlah centroid; State = jumlah centroid;

103 Algoritma proses pengenalan (recognition) Diagram alir proses pengenalan dapat dilihat pada Gambar 34 Subbab Algoritma mulai dari sampling sampai VQ sama seperti pada proses pembentukan basis data di Subbab Proses pengenalan dengan HMM algoritma dapat ditulis sebagai berikut : mulai imread nama ikanuji.wav; gelombang = nama ikanuji.wav; penggal gelombang per 0.1 detik; untuk g = 1 sampai M gelombangikanuj[g] = penggal gelombang; kembali tentukan nilai sampling dari gelombang_ikanuji; sampling gelombang_ikanuji; untuk i = 1 sampai jml_penggal H hitung FFT untuk N; matriks codeword_ikanuji[i,m,n]; cari centroid pada basis data untuk codeword_ikanuji; tentukan observasi dari urutan dari centroid; tentukan parameter HMM; untuk h = 1 sampai jml_label baca data parameter HMM untuk jenis ikan lainnya dari basis data; hitung log of probability (LoP) untuk semua label dan ikanuji; LoP[jml_label] = LoP; Cari LoP[jml_label] = tertinggi; tentukan nama label untuk LoP tertinggi kembali kembali selesai.

104 MATLAB TOOL BOX command 1) Membuat Label Label dimaksud untuk memperoleh file dari basis data untuk setiap jenis gerakan ikan yang berisi hasil pembelajaran dengan list program terlampir (Lampiran 5) Berikut ini langkah-langkah untuk membuat label untuk basis data : 1. Menuliskan fungsi pada Command Window Matlab make_labels(5); Fungsi ini membuat basis data dengan vektor pembelajaran masingmasing data sebanyak 5 kali. 2. Menuliskan nama untuk label pertama dalam hal ini adalah bandeng. 3. Merekam gelombang gerakan ikan untuk vektor pembelajaran yang pertama. Durasi waktu untuk merekam suara adalah 3 detik.. Bila sinyal gelombang gerakan dapat dideteksi maka akan muncul plot sinyal, energi dan spektrogram dari sinyal yang direkam. Pada grafik sinyal akan terlihat start-end dari gelombang gerakan ikan. Bila start-end gagal terdeteksi maka akan keluar kata error, dan akan terlihat pada layar Matlab Bad Detection, out of range. 4. Selanjutnya komputer akan menanyakan apakah akan menyimpan vektor pembelajaran yang dibuat atau tidak. Bila terjadi kata error maka ketik n untuk tidak menyimpan vektor pembelajaran tersebut, dan sistem akan kembali mengulang langkah sebelumnya dimana user akan kembali memasukan vektor pembelajaran yang pertama. Bila tidak terjadi kata error maka ketik y untuk menyimpan vektor pembelajaran tersebut. 5. Merekam gelombang gerakan ikan yang sama untuk pembelajaran yang ke-2 sampai ke Mengulangi langkah ke-2 sampai semua label direkam. 2) Proses pembelajaran Proses pembelajaran dilakukan bersamaan pada saat pembuatan label mulai dari pembentukan VQ dengan list program terlampir (Lampiran 5).

105 78 3) Membangun code book List program untuk membangun codebook dicantumkan pada Lampiran 5 Setelah proses pembelajaran dilakukan, langkah selanjutnya adalah membuat codebook dari vektor pembelajaran yang telah dibuat. Codebook ini dibuat dengan menggunakan fungsi make_codebook(filename,m,iteration) dimana filename : nama file codebook yang akan disimpan M : ukuran dari codebook Iteration : banyaknya iterasi pada General LloydAlgorithm File codebook yang terbentuk akan disimpan pada folder yang sama dengan letak m-file dari fungsi ini. Pada penelitian program pengenal gelombang gerakan, nama dari file codebook yang terbentuk adalah DSP_codebook, ukuran codebook yang digunakan adalah 32 dan iterasi sebanyak 5 kali. make_codebook('dsp_codebook',32,5); Fungsi make_codebook ini akan membuat file codebook tersebut. Tampilan codebook dari database dapat dilihat pada Gambar 52, sedangkan tampilan codebook dari pembelajaran dalam 2 (dua) dimensi dapat dilihat pada Gambar 53. Gambar 52. Codebook dari basis data.

106 79. Gambar 53. Tampilan dimensi 2 dari pembelajaran codebook.. 1) Membuat proses HMM Proses HMM dalam penelitian ini dilakukan dengan membuat program dengan list program sebagaimana tercantum pada Lampiran 5 Model-model HMM akan terdiri dari matrik-matrik Ai, Bi, dan p0i untuk setiap label(i), (i=1 5). Untuk membuat model HMM ini digunakan fungsi make_hmm(model_file,codebook,iteration) dimana model_file : nama file dari model-model HMM A : matrik transisi B : probabilitas matrik dari observasi p0 : vektor dari initial probability codebook : nama file dimana data codebook disimpan iteration : jumlah iterasi dari Baum Welch Algorithm Pada penelitian ini digunakan fungsi make_hmm('model_dsp','dsp_codebook',10); Fungsi tersebut akan membuat file model HMM dengan nama model_dsp.mat dengan menggunakan file DSP_codebook.mat untuk

107 80 mengkuantisasi observasi. Observasi tersebut disimpan dalam file fileobservation.mat. Jumlah iterasi untuk Baum Welch Algoritm adalah 5. Tampilan layar monitor dalam membuat model HMM adalah grafik probabilitas dari label. 2) Proses HMM untuk recognition Pemograman untuk proses HMM dapat dilihat pada Lampiran 5 function make_hmm(model_file,codebook,iteration) Pada tahap pengenalan (recognition) sistem ini akan membandingkan parameter centroid gelombang gerakan kawanan ikan yang masuk dalam basis data. Sistem ini akan menggunakan file DSP_codebook untuk mengkuantisasi gelombang input yang masuk agar dapat diketahui urutan observasi, nilai kuantisasi dan rata-rata distorsi-nya. Selanjutnya sistem juga menggunakan label-label dari model-model HMM dalam file model_dsp untuk dicocokkan dengan gelombang input. Fungsi pemograman yang digunakan untuk proses recognition ini adalah recognition(model,book); dimana model : nama file dimana model HMM disimpan book : nama file dimana data codebook disimpan Pada penelitian ini digunakan fungsi recognition('model_dsp','dsp_codebook'); Untuk memulai proses recognition setelah menuliskan fungsi di atas, maka akan muncul daftar nama jenis kawanan ikan yang ada dalam basis data. Untuk memulai merekam sinyal input yang akan dikenali harus menekan tombol terlebih dulu. Waktu durasi untuk merekam sinyal input hanya selama 3 detik. Selanjutnya akan ditampilkan plot sinyal, energi dan spektrogram sinyal input yang berhasil direkam. Pada akhirnya sistem akan menampilkan probabilitas untuk masing-masing label. Label yang memiliki probabilitas terbesar akan diambil sebagai keputusan.

108 Rancang Bangun Perangkat Simulasi Gangguan Perangkat simulasi digunakan untuk menguji pengaruh berbagai gangguan yang mungkin timbul terhadap gelombang yang diterima. Perangkat simulasi dibangun dengan menggunakan rangkaian elektronik Adapun gangguan yang akan disimulasi adalah : 1. Simulasi gangguan terhadap pantulan gelombang yang dipancarkan 2. Simulasi gangguan terhadap pantulan gelombang pantul dari kawanan ikan yang akan diterima. 3. Simulasi gangguan terhadap derau (noise) dari suara motor. 4. Simulasi gangguan terhadap gelombang dari sumber lainnya (seperti fish finder) dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi yang dipancarkan. Dari blok diagram pada Gambar 25 di Bab 3, rangkaian simulasi terdiri dari : 1. Rangkaian phase modulator sebagai pembangkit gelombang pantul akibat pergerakan kawanan ikan yang membentuk suatu gelombang pantul dengan fase yang berubah-ubah dimana perubahan tersebut mewakili gerakan kawanan ikan. 2. Rangkaian penggeser fase sebagai pembangkit gelombang pantul yang fasenya berbeda dengan gelombang datang, baik gelombang yang dipancarkan atau gelombang pantul dari kawanan ikan. Pada rangkaian penggeser fase pengaturan fasenya dilakukan dengan mengatur potensiometer (variable resistor), sedangkan frekuensi akustiknya tergantung dari frekuensi gelombang yang dipantulkan. 3. Rangkaian simulasi pembangkit noise dilakukan dengan menggunakan cassette recorder yang berisi rekaman sinyal noise suara motor 4. Rangkaian penggabung atau rangkaian penyampur (mixer) sinyal gangguan dengan sinyal pantul pergerakan kawanan ikan yang diterima bersamaan oleh rangkaian phase detector. 5. Rangkaian phase detector yang terdiri dari rangkaian phase shifted detector dan low pass filter (LPF).

109 Rangkaian simulasi pembangkit gelombang perubahan fase akibat pantulan gerakan kawanan Ikan Fungsi rangkaian simulasi pembangkit gelombang perubahan fase mempunyai fungsi sebagai pembangkit gelombang pantul dari gerakan kawanan ikan. Rangkaian pembangkit gelombang perubahan fase akibat adanya pantulan dari gerakan kawanan ikan, dapat dilihat pada Gambar 54. +Vcc Dari RF generator Dari audio generator C1= 0.01μF C2=50pF RFC C4= 0.01 μf RFC C3 = 0.01 μf Output MPF 102 C5 = 0.01 μf R = 10 kω Gambar 54. Rangkaian pembangkit perubahan Ffase. Phase Modulator Pembangkit gelombang pembawa (carrier) 200 khz Pembangkit gelombang modulasi Hz yang mewakili gerakan kawanan ikan Gambar 55. Diagram blok uji coba simulasi pembangkit perubahan fase.

110 83 Tegangan (mv) Tegangan (mv) Waktu (detik) (a) Waktu (detik) Tegangan (mv) (b) Waktu (detik) Gambar 56 (c) Unjuk kerja rangkaian pembangkit perubahan fase (a) samplitude pada skala 10 mv (b) dengan amplitude pada skala 5 mv (c) gelombang segiempat dengan amplitude pada skala 10 mv.

111 84 Kapasitor C1 dan C3 berfungsi sebagai kopel untuk mencegah (memblok) tegangan DC agar tidak mempengaruhi tegangan bias dari FET tetapi mampu menyalurkan sinyal RF. Besar nilai kapasitor C1 dan C3 tergantung dari frekuensi RF yang digunakan, sedangkan tegangan bias dari FET tersebut ditentukan oleh resistor R yang nilainya dibuat sedemikian rupa agar FET bekerja pada titik optimum. Kapasitor C2 berfungsi sebagai penggeser fase yang besar penggeserannya tergantung dari besaran sinyal dari signal generator yang masuk. Kapasitor C5 sebagai bypass agar sinyal RF tidak melewati resistor R1. Koil RFC berfungsi untuk memblok sinyal RF agar tidak masuk ke catu daya dan generator sinyal. Diagram blok uji coba simulasi pembangkit perubahan fase dapat dilihat pada Gambar 55 dan hasil uji coba unjuk kerja rangkaian tersebut dapat dilihat pada Gambar 56 dimana output rangkaian memperlihatkan gelombang carrier mengalami perubahan fase dengan kecepatan perubahan tergantung dari frekuensi sinyal yang dimodulasi (dalam hal ini mewakili gelombang gerakan kawanan ikan). Adapun besar penggeseran fase tergantung dari amplitude sinyal yang dimodulasi Rangkaian penggeser fase Fungsi rangkaian penggeser fase adalah sebagai rangkaian simulasi gelombang pantul yang mempunyai fase tertunda (delay) dari gelombang yang datang (incident wave) Gambar 57 adalah gambar rangkaian penggeser fase gelombang pembawa dimana fase gelombang pembawa yang keluar mempunyai fase yang berbeda dari gelombang pembawa yang masuk yang besarnya tergantung dari tegangan DC yang besarnya diatur oleh nilai potensiometer R2. Polarisasi tegangan DC akan menentukan posisi penggeseran fase positif atau negatif (mendahului atau terlambat) dari fase yang masuk, sedangkan besarnya penggeseran fase tergantung dari besar tegangan DC yang diberikan. Jadi untuk memperoleh fase yang dapat bergeser positif dan negatif diperlukan baterei dengan dua polarisasi. Untuk penelitian ini digunakan fase negatif atau terlambat karena gelombang pantul selalu mempunyai fase terlambat dari fase yang dipancarkan.

112 85 Diagram blok uji coba simulasi penggeser fase dapat dilihat pada Gambar 58 sedangkan hasil uji coba unjuk kerja simulasi dapat dilihat pada Gambar 59. Pada gambar diperlihatkan perbedaan fase gelombang input dengan gelombang output untuk dua kondisi yaitu untuk tegangan DC 3 Volt dan untuk tegangan DC 1 Volt +Vcc RFC Dari RF generator R3 =100 kω C1= 0.01μF RFC C2= 50 pf C3= 0.01μF Output MPF 102 R2 = 50 kω C4= 0.01μF C5= 0.01μF R1 = 10 kω Gambar 57. Rangkaian pengeser fase. RF Generator Pembangkit gelombang pembawa 200 khz Phase Shiefted Tombol untuk megatur perbedaan fase Baterei 3 VDC catu penggeseran fase Gambar 58. Diagram blok uji coba simulasi penggeser fase.

113 86 Tegangan (mv) Tegangan (mv) Waktu (detik) (a) Tegangan (mv) 90 0 Waktu (detik) (b) Waktu (detik) (c) Gambar 59. Unjuk kerja rangkaian penggeser fase (a) penggeseran fase sebesar dengan tegangan DC maksimum (3 V) (b) penggeseran fase sebesar 90 0 untuk tegangan DC 1 Volt (c) penggesera fase dengan amplitude gelombang pantul lebih kecil dari gelombang datang karena jarak.

114 Rangkaian penggabung Fungsi rangkaian penggabung atau penyampur (Adder/ Mixer) berfungsi sebagai penggabung sinyal-sinyal (gelombang-gelombang) yang diterima oleh phase detector disamping gelombang langsung yang dipantulkan gerakan kawanan ikan Rangkaian penggabung dapat dilihat pada Gambar 60. Rangkaian penggabung terdiri dari dua bagian yaitu bagian penggabung, bagian penguat dan bagian penyesuaian impedansi. Bagian penggabung terdiri dari resistor R4, R5 dan R6 serta potensiometer R1, R2 dan R3 yang fungsinya untuk mengatur level gelombang sinyal di setiap masukan. Bagian penguat terdiri dari rangkaian transistor TR1, sedangkan bagian penyesuaian impedansi terdiri dari transistor TR2 dan TR3 yang merupakan pasangan rangkaian Darlington. Rangkaian tersebut mempunyai impedansi keluaran sebesar 50 Ohm sesuai dengan impedansi masukan dari rangkaian phase detector. INPUT 1 10 k + Vcc 100 k INPUT 2 R1 10 k 50 μf 1.5 TR1 600 k 50 μf TR2 TR3 Ke Phase Detector Z = 50 Ω 100 k R2 BC 108 BC 108 INPUT 3 10 k k 51 R3 Gambar 60. Rangkaian penggabung (Adder/ Mixer).

115 Foto perangkat simulasi pengaruh gangguan Foto perangkat simulasi pengaruh gangguan dapat dilihat pada Gambar 61 lengkap dengan instrumen untuk uji coba. Rangkaian Phase Modulator untuk membangkitkan gelombang pantul oleh sekelompok ikan Rangkaian Phase Modulator untuk membangkitkan pantulan gelombang pembawa (pemancar) Pengatur fase Rangkaian Penyampur/ Adder / mixer Baterei 3 VDC Low Pass Filter Balance modulator Gambar 61. Foto perangkat simulasi pengaruh gangguan.

116 Rancang Bangun Perangkat Simulasi Perubahan Fase Konstruksi perangkat simulasi gerakan kawanan ikan yang terdapat pada Gambar 62, dapat diatur kecepatan renang, struktur formasi schooling baik vertikal maupun horisontal, jenis permukaan dan bentuk ikan. Perangkat terdiri dari 3 (tiga) bagian besar (Unit) yaitu : 1. Unit Penggerak dan penyanggah belakang 2. Unit ikan-ikanan 3. Unit pengendali jarak jauh Konstruksi terbuat dari besi siku yang berlubang yang digunakan sebagai rangka perangkat, yang dilengkapi dengan motor listrik DC, Pulley, gear berikut as dan gigi payung atau trapesium Unit penggerak Unit penggerak terdiri dari Motor DC yang digunakan mempunyai spesifikasi 220 VAC 500 Watt. Motor tersebut dihubungkan ke as penggerak melalui pulley 1 inci yang dikopel dengan pulley 4 inci agar diperoleh perbedaan kecepatan 4 : 1. Untuk motor dengan kecepatan 1200 rpm, maka kecepatan as penggerak adalah 300 rpm cukup untuk menarik ikan-ikanan dengan kecepatan 1.5 m/detik. Hubungan pulley 1 inci dengan as penggerak digunakan gear trapesium. Untuk menarik unit pembawa ikan-ikanan digunakan sepasang tali belt atas bawah sepanjang 12 m melalui pulley yang terdapat 2 buah di as bergerak (Gambar 63 a.) dan 2 buah di as diam di bagian penyanggah (Gambar 63 b.) As bergerak berputar bersamaan dengan pulley sedangkan as diam pulley bergerak (berputar) tetapi as dalam keadaan diam. Bagian pengendali (pengatur) pada unit pengendali terdiri dari fuse sebagai pengaman, tombol maju mundur, tombol on/off. (Gambar 63 c.).

117 90 UNIT PENGGERAK Bagian penyanggah Bagian pengendali UNIT PEMBAWA IKAN-IKANAN Arah Bagian polley ikanikanan belt air Tampak atas unit pembawa ikan-ikanan Kerangka menyusun formasi ikan-ikanan Gambar 62. Konstruksi simulasi perubahan fase.

118 91 pulley Tombol Power on/off Tombol maju mundur Readout Stopwatch Gigi trapesium Gear Fuse Soket penyam bung As berputar (c) Tampak muka bagian pulley penyanggah tampak muka Unit pembawa ikanikanan pulley As diam (b) (b) (d) Gambar 63. Konstruksi unit penggerak Unit pembawa ikan-ikanan Konstruksi unit pembawa ikan-ikanan dapat dilihat pada Gambar 64. Unit pembawa ikan-ikanan terdiri dari bagian pembawa ikan-ikanan, bagian penyusun ikan-ikanan dan ikan-ikanan itu sendiri.

119 92 Bagian pembawa ikan-ikanan terdiri dari 4 (empat) slot untuk menyelipkan penyusun formasi ikan-ikanan yang terbuat dari kayu sebagai rangka slot atas bawah, batang baja bulat sebagai penyanggah rangka slot tersebut. Penggunaan batang bulat untuk menghindari turbulensi dari air. (Gambar 64) Kerangka Penyusun formasi ikanikanan Kawat penyusun ikan-ikanan plat besi penyanggah kerangka Kayu pengikat kawat/senar batang baja penyanggah Carrier Pembawa ikanikanan (Carrier) Slot untuk kerangka penyusun ikan-ikanan Gambar 64. Konstruksi unit pembawa ikan-ikanan.

120 93 Penyusun ikan-ikanan terdiri dari plat besi 1 x 0.04 m yang dipasang tegak dengan kayu pengikat senar / kawat untuk menyusun ikan-ikanan. Ikan ikanan disusun zig-zag (belah ketupat), dan jajaran jenjang Jenis ikan-ikanan yang digunakan adalah : 1. ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari bahan tripleks 2. ikan-ikanan berukuran 30 cm dari bahan tripleks 3. ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari bahan karet 4. ikan-ikanan berukuran kecil permukaan rata dari bahan tripleks 5. ikan-ikanan ukuran kecil permukan cembung dari bahan kayu Ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dengan permukaan dari tripleks dan dari karet dapat dilihat pada Gambar 65, ikan-ikanan berukuran 30 cm dapat TRIPLEKS 20 cm 25 cm (a) KARET (b) Gambar 65. Bentuk ikan ikanan berukuran 20 x 25 cm (a) dari bahan tripleks (b) dari bahan karet.

121 94 dilihat pada Gambar 66 dan ikan-ikanan berukuran 10 cm dapat dilihat pada Gambar 67. Permukaan dari tripleks 30 cm Gambar 66. Bentuk ikan-ikanan berukuran 30 cm.. 10 cm Permukaan rata dari bahan tripleks Permukaan cembung dari bahan kayu Gambar 67. Bentuk ikan-ikan berukuran 10 cm Unit pengendali Unit pengendali terdiri dari stop otomatis, pengendali jarak jauh, rangkaian pengatur maju mundur dan pengatur kecepatan. Konstruksi stop otomatis digunakan untuk menjaga agar unit ikan-ikanan yang ditarik tidak menabrak pulley sehingga sebelum sampai ke pulley secara otomatis unit ikan-ikanan berhenti. Konstruksi stop otomatis dapat dilihat pada Gambar 68.

122 95 kerangka unit pembawa ikanikanan maju Ke rangkaian listrik kerangka unit pembawa ikanikanan maju Gambar 68. Konstruksi stop otomatis. Selanjutnya tombol pengendali jarak jauh dibangun untuk dapat mengatur gerak maju mundur dan mengatur kecepatan pada lokasi dimana perangkat pendeteksi jenis kawanan ikan berada agar dapat langsung dilihat gelombang perubahan fase yang dibangkitkan pada monitor komputer saat ikan-ikanan ditarik Tampilan tombol pengendali jarak jauh dapat dilihat pada Gambar 69. Tombol maju mundur Tombol pengatur kecepatan Konektor ke tombol maju mundur di motor Tombol on/off Konektor ke motor Gambar 69. Tampilan tombol pengendali jarak jauh.

123 96 Rangkaian pengatur maju mundur ikan -ikanan dapat dilihat pada Gambar 70. Rangkaian tersebut dihubungkan dengan rangkaian stop otomatis. Switch maju/ mundur Stop switch Maju : off Fuse Stop switch 220 VAC Switch on/off LED lampu Ke motor Gambar 70. Rangkaian pengatur gerakan maju mundur. Rangkaian pengatur kecepatan dapat dilihat pada Gambar 72 Pengatur kecpatan dilakukan dengan menggunakan komponen TRIAC. Ke motor listrik 68 R ,1 μ F TR TR R ,1 μ F 0,1 μ F Gambar 71. Rangkaian pengatur kecepatan Foto konstruksi simulasi Foto kontruksi simulasi perubahan fase dapat dilihat pada Gambar 72. Gambar memperlihatkan unit penggerak, unit pengendali dan unit ikan-ikanan.

124 97 (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 72. Foto konstruksi simulasi perubahan fase (a) unit penggerak (b) unit ikan-ikanan (c) unit pengendali (d) bagian penyanggah. (e) bagian motor listrik

125 98 5 SIMULASI DAN UJI COBA SISTIM DETEKSI 5.1 Simulasi Perubahan Fase Konfigurasi uji coba Simulasi dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan fase yang diterima dari gelombang pantul berbagai kondisi gerakan berbagai jenis kawanan ikan. Kawanan ikan tersebut di simulasikan dalam bentuk ikan-ikanan dari tripleks, karet dan kayu cembung. Demikian pula simulasi tersebut dilakukan untuk berbagai posisi ikan-ikanan dengan susunan vertikal maupun jumlah dan jarak lapisan horisontal, kecepatan, arah transducer terhadap arah gerakan ikan-ikanan, yaitu 45 0 dan ( hanya untuk satu jenis ikan-ikanan saja). Pada semua uji coba, dilakukan dengan posisi transducer di arahkan tegak lurus arah gerakan ikan-ikanan. Uji coba dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap satu macam percobaan. Uji coba dilakukan di kolam laboratorium Akustik ITK, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor dengan diameter 6 m dan kedalaman 3 m dari permukaan lantai. Konfigurasi uji coba dapat dilihat pada Gambar 73 dan bagian pengendali pada Gambar 74. Pada gambar unit penggerak berada di sebelah kiri pengamatan, unit pengendali, perangkat pendeteksi jenis ikan dan komputer dan posisi transducer berada tegak lurus arah gerakan. Untuk kondisi default uji coba dilakukan untuk kecepatan 1.5 m/detik Uji coba yang dilakukan meliputi : 1. Uji coba ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari tripleks 2. Uji coba ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari karet 3. Uji coba ikan-ikanan berukuran 30 cm dari tripleks 4. Uji coba ikan-ikanan berukuran 30 cm 2 (dua ) lapis dengan jarak 5 cm 5. Uji coba ikan-ikanan berukuran 30 cm 2 (dua ) lapis dengan jarak 10 cm 6. Uji coba ikan-ikanan berukuran 10 cm permukaan rata dari tripleks 7. Uji coba ikan-ikanan berukuran 10 cm permukaan cembung dari kayu 8. Uji coba untuk kecepatan 1 m/det

126 99 9. Uji coba untuk posisi transducer 45 0 dan terhadap arah gerakan ikan-ikanan (lihat Gambar 73). Arah gerakan ikan-ikanan Posisi Posisi Pengendali jarak jauh Posisi Tegak lurus (90 0 ) Gambar 73. Konfigurasi uji coba simulasi perubahan fase. Gambar 74. Tampak muka tampilan pengendali.. Uji coba dilakukan dengan memancarkan gelombang akustik 200 khz ke arah gerakan ikan-ikanan melalui transducer pemancar. Oleh ikan-ikanan tersebut gelombang yang dipancarkan dipantulkan ke rangkaian penguat penerima melalui transducer penerima. Oleh rangkaian penguat penerima gelombang yang

127 100 keluar dari transducer diperkuat yang kemudian perubahan fasenya dideteksi oleh rangkaian pendeteksi fase. Gelombang dengan frekuensi 200 khz dan frekuensi diatasnya ditapis oleh rangkaian LPF sehingga yang keluar hanya gelombang perubahan fasenya. Selanjutnya gelombang perubahan fase tersebut di salurkan ke komputer dengan bantuan perangkat lunak Cool edit Pro yang kemudian disimpan dalam file dengan nama *. wav. Untuk menampilkan spektrum frekuensi dari gelombang perubahan fase setiap hasil uji coba dalam file *.wav tersebut, dilakukan dengan menggunakan teknik Fast Fourier Tranform (FFT) yang terdapat pada perangkat lunak Wavelab. Besaran FFT yang digunakan, yaitu jumlah sampling 512 dan teknik penghalusan menggunakan Hamming Window. Selanjutnya data spektrum yang diperoleh disimpan dalam file MS Excell untuk proses analisis Uji coba simulasi gerakan unit pembawa ikan-ikanan dalam keadaan kosong. Bentuk gelombang keluaran dari phase detector masih mengadung noise. Noise tersebut diperoleh dari gerakan unit pembawa ikan-ikanan itu sendiri. Untuk menghilangkan noise tersebut, gelombang keluaran dari rangkaian pendeteksi fase dari gerakan ikan-ikanan yang diamati direduksi terlebih dahulu dengan noise dari unit pembawa ikan-ikanan. Untuk itu perlu dilakukan uji coba untuk mendeteksi perubahan fase unit pembawa ikan-ikanan yang bergerak dalam keadaan kosong. Pada Gambar 75 dapat dilihat foto uji coba simulasi gerakan unit pembawa dalam keadaan kosong. Gambar 76 (a) memperlihatkan bentuk gelombang perubahan fase gerakan unit pembawa ikan-ikanan dalam keadaan kosong, sedangkan Gambar 76 (b) adalah spektrum frekuensi dari gelombang tersebut. Selanjutnya gelombang tersebut akan digunakan untuk mereduksi gelombang keluaran dari hasil uji coba simulasi untuk semua ikan-ikanan sehingga diperoleh hasil simulasi yang bersih dari noise akibat adanya gelombang gerakan unit pembawa ikan-ikanan tersebut. Untuk mereduksi gelombang keluaran dari setiap hasil uji coba dilakukan dengan cara mengurangi spektrum frekuensi keluaran dari setiap hasil uji coba dengan spektrum frekuensi dari noise dengan menggunakan fasilitas cool edit pro.

128 Gambar 75. Foto uji coba simulasi unit pembawa dalam keadaan kosong. 101

129 102 Amplitude (db) Waktu (ms) (a) (b) Gambar 76. Hasil uji coba simulasi gerakan unit pembawa dalam keadaan kosong (a) bentuk gelombang b) spektrum frekuensi Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari tripleks Uji coba dilakukan dengan menggunakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari tripleks dan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari karet seperti yang diperlihatkan pada Gambar 77. Hasil uji coba dapat dilihat pada Gambar 78.

130 103 Dari Gambar 78 (a) tersebut dapat dilihat salah satu bentuk gelombang dari 5 (lima) hasil uji coba keluaran dari perangkat pendeteksi jenis kawanan ikan yang masih mengandung noise dari gerakan unit pembawa ikan-ikanan. Untuk menghilangkan noise tersebut gelombang keluaran yang diperoleh direduksi terlebih dahulu dengan noise tersebut setelah dikurangi dengan noise dari gerakan unit pembawa ikan-ikanan dengan cara seperti yang telah dijelaskan pada subbab Bentuk gelombang perubahan fase untuk ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari tripleks setelah direduksi dari noise dapat dilihat pada Gambar 78 (b). Gambar 77. Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm.

131 104 Amplitude (db) Amplitude (db) Waktu (ms) (a) 0.01 ms Waktu (ms) (b). Gambar 78. Bentuk gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari tripleks (a) masih mengandung noise (b) tanpa noise Uji coba simulasi ikan-ikanan dengan permukaan karet Uji coba dilakukan dengan menggunakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dengan bahan dari karet yang diperlihatkan pada Gambar 79, sedangkan gelombang output dari penggeseran fase akibat adanya pantulan dari gerakan ikan-

132 105 ikanan berukuran 20 x 25 cm dengan permukaan dari karet yang bebas dari noise akibat gerakan unit pembawa ikan-ikanan dapat dilihat pada Gambar 80. Gambar 79. Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dari karet. Amplitude (db) ms Waktu (ms) Gambar 80. Tampilan gelombang perubahan fase akibat pantulan gerakan ikan- ikanan berukuran 20 x 25 cm dengan permukaan dari karet setelah dibebaskan dari noise gerakan unit pembawa ikanikanan.

133 Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 30 cm Uji coba dilakukan dengan menggunakan ikan-ikanan berukuran 30 cm dari tripleks dengan susunan belah ketupat dan acak seperti yang diperlihatkan masing-masing pada pada Gambar 81 (a) dan Gambar 81 (b). (a) Susunan tidak beraturan Gambar 81. Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 30 cm (a) susunan belah ketupat (b) dengan susunan tidak teratur. (b)

134 107 Bentuk gelombang hasil uji cobanya dapat dilihat pada Gambar 82. Amplitude (db) 0.01 ms Waktu (ms) Amplitude (db) (a) 0.01 ms Waktu (ms) (b) Gambar 82. Tampilan gelombang perubahan fase akibat pantulan gerakan ikan-ikanan berukuran 30 cm tanpa noise unit pembawa ikan-ikanan (a) susunan belah ketupat (b) susunan tidak teratur.

135 Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 30 cm 2 lapis Uji coba dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) lapis ikan-ikanan berukuran 30 cm dari tripleks yang diperlihatkan pada Gambar 83 dan pada Gambar 84 diperlihatkan bentuk gelombang gerakan ikan-ikanan berukuran 30 cm dari tripleks tanpa noise. 2 (dua) lapis Gambar 83. Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 30 cm 2 (dua) lapis. Pada Gambar 84 dapat dilihat bentuk gelombang yang dihasilkan mendekati bentuk sinusoida dengan panjang gelombang 0.01 ms atau frekuensi sekitar 1 khz.

136 109 Amplitude (db) 0.01 ms Waktu (ms) Gambar 84. Tampilan bentuk gelombang perubahan fase akibat pantulan 2 lapis kawanan ikan-ikanan berukuran 30 cm tanpa noise Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 10 cm Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 10 cm dilakukan dengan menggunakan ikan-ikanan dengan panjang 10 (sepuluh) cm yang terbuat dari tripleks seperti yang diperlihatkan pada Gambar 85, sedangkan Gambar 86 memperlihatkan spektrum frekuensi dari gelombang perubahan fase gerakan ikanikanan berukuran 10 cm dengan permukan rata dari tripleks.

137 110 Gambar 85. Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 10 cm dengan permukaan rata dari tripleks. Amplitude (db) 0.01 ms Waktu (ms) Gambar 86. Bentuk gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berukuran 10 cm dengan permukaan rata dari tripleks tanpa noise.

138 Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 10 cm dengan permukaan cembung Uji coba dilakukan dengan menggunakan ikan-ikanan berukuran 10 cm dengan permukaan cembung dari kayu, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 87, sedangkan Gambar 88 adalah gambar bentuk gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berukuran 10 cm dengan permukaan cembung dari kayu tanpa noise. Gambar 87. Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 10 cm dari kayu cembung.

139 112 Amplitude ( db) 0.01 ms Waktu (ms) Gambar 88. Tampilan bentuk gelombang perubahan fase akibat pantulan gerakan ikan-ikanan dengan permukaan cembung dari kayu tanpa noise Uji coba simulasi ikan-ikanan berukuran 30 cm dengan kecepatan lambat Uji coba dilakukan dengan menggunakan ikan-ikanan berukuran 30 cm dengan kecepatan 3/4 dari kecepatan biasanya (default) yaitu 1 m/det, dengan transducer diarahkan tegak lurus arah gerakan ikan-ikanan seperti yang dilakukan pada uji coba ikan-ikanan berukuran 30 cm hanya bedanya kecepatan yang digunakan lebih lambat. Bentuk gelombang perubahan fase gerakan ikanikanan berukuran 30 cm dengan kecepatan 1 m/det dapat dilihat pada Gambar 89.

140 113 Amplitude (db) 0.01 ms Waktu (ms) Gambar 89. Tampilan bentuk gelombang perubahan fase akibat pantulan gerakan ikan-ikanan berukuran 30 cm dengan kecepatan 1 m/det Uji coba simulasi dengan posisi transducer 30 0 dan dari arah gerakan ikan-ikanan Uji coba tersebut dilakukan dengan menggunakan ikan-ikanan berukuran 30 cm dengan transducer diarahkan 30 0 dan dari arah gerakan ikan-ikanan dengan kecepatan 1.5 m/det (default). Posisi transducer dapat dilihat pada Gambar 90 (a) dan 90 (b)., sedangkan Gambar 91 (a). adalah gambar bentuk gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berukuran 30 cm untuk posisi tansducer yang diarahkan ke gerakan ikan-ikanan dengan sudut 30 0 dan Gambar 91 (b) untuk posisi transducer ke arah gerakan ikan-ikanan.

141 114 Transducer ± 30 0 (a) ± Transducer (b) Gambar 90. (a) Uji coba simulasi dengan posisi transducer 30 0 dari arah gerakan ikan-ikanan dan (b) Uji coba simulasi dengan posisi tarnsducer

142 115 Amplitude (db) 0.01 ms Amplitude (db) Waktu (ms) (a) 0.01 ms Waktu (ms) (b) Gambar 91. Tampilan bentuk gelombang perubahan fase akibat pantulan gerakan ikan-ikanan berukuran 30 cm (a) dengan posisi transducer 30 0 dan (b) dari gerakan ikan-ikanan.

143 Uji Coba Simulasi Pengaruh Gangguan Uji coba tersebut untuk menguji pengaruh gangguan atau gangguan yang diterima secara bersamaan dengan gelombang pantul gerakan kawanan ikan yang diamati. Ada pun jenis gangguan yang di amati adalah : 1. Gangguan yang mewakili pantulan gelombang yang dipancarkan alat itu sendiri pada frekuensi 200 khz 2. Gangguan dengan frekuensi 50 khz, dan 250 khz 3. Gangguan frekuensi yang sama dengan frekuensi alat 200 khz untuk fase yang sama dan berbeda yang mewakili gangguan dari perangkat fish finder atau echo sounder yang beroperasi disekitarnya pada frekuensi yang sama. 4. Gangguan dari suara mesin 5. Gangguan yang mewakili pantulan dari gelombang pantul gerakan kawanan ikan yang diterima bersamaan dengan gelombang pantul dari gerakan kawanan ikan itu sendiri Uji coba simulasi pengaruh pantulan gelombang pembawa Konfigurasi uji coba simulasi pengaruh gelombang pantul yang diterima dapat dilihat pada Gambar 92. Untuk melakukan uji coba pengaruh pantulan dari gelombang pembawa 200 khz, diperlukan 1. Sebuah rangkaian simulasi pembangkit gelombang yang dipantulkan kawanan ikan yang diwakili oleh rangkaian phase modulator yang dihubungkan dengan alat pembangkit function generator dan pembangkit gelombang 200 khz. 2. Sebuah rangkaian simulasi pantulan gelombang pembawa yang diwakili oleh rangkaian penggeser fase. 3. Sebuah rangkaian penyampur yang menggabungkan output dari phase modulator dan penggeser fase yang kemudian dihubungkan ke input rangkaian pendeteksi fase. 4. Rangkaian pendeteksi fase yang outputnya dihubungkan ke rangkaian LPF. Keluaran dari LPF adalah merupakan gelombang gerakan kawanan ikan yang diamati.

144 117 RF Generator phase modulator MIXER Pembangkit gelombang pembawa 200 khz Batere 3 VDC catu perubahan fase Function Gen Sebagai pembangkit gelombang gerakan kawanan ikan Ch 1 Ch 2 LPF phase detector Gambar 92. Konfigurasi uji coba simulasi gangguan pantulan gelombang-gelombang yang dipancarkan. Dalam simulasi gelombang yang keluar dari phase detector diharapkan sama dengan gelombang input modulasi phase modulator atau output dari function generator. Hasil uji coba untuk adanya gangguan (interference) dari pantulan gelombang-gelombang yang dipancarkan (gelombang pembawa) dapat dilihat pada Gambar 93 (a) dan Gambar 93 (b).

145 118 Tegangan (mv) gelombang pantul oleh gerakan kawanan ikan Pantulan gelombang yang dipancarkan Delay akibat pantulan Tegangan (mv) φ Waktu (detik) (a) Output dari rangkaian phase detector Output dari Function Generator mewakili gerakan ikan Waktu (detik) Gambar 93. Hasil uji coba dari pantulan gelombang yang dipancarkan (a) input ke mixer (b). Gelombang yang keluar rangkaian phase detector setelah melewati rangkaian LPF. (b)

146 Uji coba simulasi pengaruh adanya gangguan dari pantulan gelombang pantul gerakan kawanan ikan itu sendiri Disamping gelombang yang dipantulkan oleh gerakan kawanan ikan diterima langsung oleh penerima, gelombang-gelombang tersebut juga mengalami pantulan dari obyek sekitarnya dan ikut diterima bersama-sama gelombang pantul gerakan kawanan ikan itu sendiri. Pantulan pada uji coba ini khusus pantulan dari obyek yang tidak bergerak. Konfigurasi uji coba dapat dilihat pada Gambar 94. Gelombang pantulan oleh gerakan kawanan ikan yang mengalami pantulan obyek sekitarnya, diwakili oleh rangkaian phase modulator yang frekuensi 200 khz nya digeser terlebih dahulu oleh rangkaian penggeser fase. Penggeser fase Pembangkit gelombang pembawa 200 khz Batere 3 VDC catu perubahan fase Function generator MIXER Sebagai pembangkit gelombang gerakan kawanan ikan Ch 1 Ch 2 LPF Phase detector Gambar 94. Konfigurasi rangkaian simulasi pantulan gelombang pantul obyek bergerak seperti gerakan ikan.

147 120 Hasil uji coba dapat dilihat pada Gambar 95 (a) dan 95 (b). masing-masing menunjukkan foto dari gelombang yang masuk ke rangkaian mixer dan gelombang yang keluar LPF dari rangkaian phase detector. Tegangan (mv) Pantulan gelombang pantul oleh gerakan kawanan ikan Delay akibat pantulan Tegangan (mv) φ Waktu (detik) (a) gelombang pantul oleh gerakan kawanan ikan Output dari LPF Bentuknya berbeda Gambar 95. Waktu (detik) (b) Output dari Function Generator mewakili gerakan ikan Hasil uji coba gangguan dari pantulan gelombang pantul gerakan kawanan ikan itu sendiri.(a) input ke mixer (b) perbandingan gelombang mewakili gerakan ikan dan output dari phase detector setelah LPF.

148 121 Pada gambar dapat dilihat bentuk gelombang yang keluar dari phase detector setelah melewati LPF berbeda bentuk dengan gelombang yang mewakili gerakan ikan. Hal tersebut akan dibahas dalam Bab analisis Uji coba simulasi pengaruh gangguan dari suara motor. Uji coba ini dilakukan untuk melihat pengaruh adanya gangguan dari suara motor terhadap gelombang perubahan fase akibat adanya gerakan kawanan ikan. Gangguan suara motor diperoleh dari cassette recorder yang digabungkan dengan gelombang pantulan akibat adanya gerakan kawanan ikan. Konfigurasi uji coba dapat dilihat pada Gambar 96. Hasil uji coba RF Generator Phase modulator MIXER Function generator Pembangkit gelombang gerakan kawanan ikan CASETTE Pembangkit suara mesin dan suara gangguan Ch 1 Ch 2 LPF Phase detector Gambar 96. Konfigurasi uji coba simulasi pengaruh gangguan suara motor.

149 122 dapat dilihat pada Gambar 97 (a). dan 97 (b). Gambar 97 (a) gelombang yang masuk ke rangkaian. memperlihatkan Tegangan (mv) Tegangan (mv) Waktu (detik) (a) Output dari LPF Bentuknya mirip Waktu (detik) (b) Output dari Function Generator mewakili gerakan ikan Gambar 97. Hasil uji coba gangguan suara motor a). gelombang yang masuk ke rangkaian mixer b) perbandingan keluaran LPF dengan gelombang yang mewakili gerakan kawanan ikan.

150 123 mixer, sedangkan Gambar 97 (b). memperlihatkan foto dari keluaran rangkaian phase detector setelah melewati rangkaian LPF dan gelombang yang mewakili gerakan ikan. Pada gambar dapat dilihat kedua gelombang mempunyai bentuk mirip. Hal ini berarti gangguan suara mesin tidak berpengaruh Uji coba simulasi pengaruh gelombang yang frekuensinya sama dengan frekuensi pembawa (200 khz) Uji coba ini dilakukan untuk melihat pengaruh gangguan dari peralatan atau instrumen akustik lainnya seperti perangkat fish finder lainnya yang digunakan pada frekuensi yang sama dengan frekuensi kerja alat. (200 khz). Konfigurasi uji coba simulasi pengaruh gangguan pada frekuensi sama dengan fase sama atau berbeda dapat dilihat pada Gambar 98. RF Generator Penggeser fase Pembangkit gelombang pembawa 200 khz MIXER Function generator Pembangkit gelombang gerakan kawanan ikan Phase modulator Gambar 98. Ch 1 Ch 2 LPF Phase detector Konfigurasi uji coba simulasi pengaruh gangguan pada frekuensi yang sama.

151 124 Pada uji coba tersebut dilakukan pengamatan untuk frekuensi dengan fase sama dan fase berbeda dengan gelombang pembawa. Rangkaian penggeser fase digunakan untuk menggeser fase gelombang pembawa 200 khz, yang mewakili gangguan dari fase 0 0 sampai fase Hasil uji coba dapat dilihat pada Gambar 99 yang menunjukkan perbandingan gelombang yang keluar phase detector sesudah melewati rangkaian LPF dan gelombang yang mewakili gerakan sekelompok ikan. Dari hasil uji coba dapat dilihat bahwa bentuk gelombang yang keluar dari rangkaian pendeteksi fase setelah melewati rangkaian LPF mirip dengan gelombang gerakan kawanan ikan yang diwakili oleh output dari function generator. Tegangan (mv) Output dari LPF Bentuknya sama Waktu (detik) Output dari Function Generator mewakili gerakan ikan Gambar 99. Hasil uji coba gangguan dengan frekuensi yang sama.

152 Uji Coba di Kolam Konfigurasi uji coba Uji coba di kolam dilakukan dengan menggunakan fasilitas unit Karantina ikan air laut dari Seaworld. Dengan memanfaatkan kolam berbentuk angka delapan yang terbuat dari fiber (Gambar 100). Bagian muka dari kolam digunakan untuk ikan yang akan diuji. Agar ikan-ikan tersebut tidak keluar dari kolam bagian muka, kolam bagian belakang dengan kolam bagian belakang dibatasi oleh jaring. Perangkat transducer diletakkan di ujung kolam bagian belakang. Agar ikan-ikan tersebut diupayakan berenang mengelilingi kolam bagian muka, dipasang pagar penggiring ditengah-tengah kolam tersebut dengan ukuran diameter 2 m dan tinggi 2 m. Pagar penggiring tersebut terbuat dari lembaran pastik yang terpasang pada 8 (delapan) pipa paralon yang bagian bawahnya disanggah dengan masing-masing oleh sebuah coran batako yang berfungsi sebagai pemberat. PVC 1 Lembaran plastik 1 mm, keliling : 6 m Tinggi : 2 m 2 m Jaring dengan bahan polyethylene φ = 1 cm, 8 m batako Transducer Gambar 100. Konfigurasi proses uji coba sinyal yang diterima dari sinyal pantulan yang dipancarkan transducer pemancar.

153 Pelaksamaan Uji coba Uji coba yang dilakukan di kolam terdiri dari : 1. Uji coba deteksi perubahan fase akibat pantulan 2 jenis kawanan ikan yaitu bandeng, dan hiubambu dimana setiap jenis ikan dilakukan sebanyak 5 (lima) kali percobaan pada jarak 4 m dengan transducer. 2. Uji coba untuk bandeng dilakukan untuk beberapa posisi transducer yaitu 30 0, dan 90 0 pada jarak 1 m terhadap arah gerakan kawanan ikan serta uji coba pada kondisi adanya gangguan dari suara motor. Spesifikasi jenis ikan yang digunakan dalam uji coba di kolam Seaworld dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Spesifikasi jenis ikan yang digunakan uji coba di kolam Seaworld No Nama ikan Species Kawanan Panjang Jumlah (cm) 1 Bandeng Elops hawaiensis schooling Hiubambu Chioscyllium punctatum shoaling Bandeng diperoleh dari tambak dipantai Bekasi Utara. Pada awal kedatangan di Seaworld bandeng tersebut diletakkan dalam kolam khusus untuk dapat beradaptasi di air laut dengan tingkat salinitas sesuai yang digunakan di karantina Seaworld dengan cara mengganti air dengan air laut secara bertahap (aklimatisasi). Untuk semua jenis ikan (bandeng dan hiubambu) uji coba dilakukan sebanyak 5 kali percobaan dengan transducer berada pada posisi 90 o dengan jarak 4 m yang konfigurasinya dapat dilihat pada Gambar 101. Uji coba juga dilakukan untuk posisi transducer 30 0, dan 90 0 dengan jarak 1 m hanya untuk bandeng dan konfigurasinya dapat dilihat pada Gambar 102. Untuk uji coba hiubambu dilakukan dalam kolam terpisah, karena hiubambu masih dalam kondisi karantina sehingga tidak dapat dipindahkan ke kolam percobaan seperti pada Gambar 100 yang dilakukan untuk uji coba bandeng. Jarak antara kawanan hiubambu hanya 3 (tiga) m, dan hiubambu bergerak di dalam kolam seluas 2 x 2 m yang dibatasi dengan jaring ke arah posisi transducer.

154 127 4 m Gambar 101. Posisi transducer tegak lurus pada jarak 4 m dari gerakan kawanan ikan untuk semua.jenis ikan yang diuji.

155 (a) (b) 1 m (c) Gambar 102. Posisi transducer khusus untuk bandeng (a) posisi 30 0 (b) posisi (c) jarak 1 m.

156 Hasil uji coba 1) Bandeng dengan posisi transducer 90 o gerakan pada jarak 4 m Gambar 103 memperlihatkan 3 (tiga) bentuk gelombang hasil uji coba gerakan kawanan bandeng dari 5 (lima) kali percobaan dengan skala waktu 0.01 sampai dengan 0.19 ms dan skala amplitudo ± 34.6 db. Amplitude (db) Amplitude (db) Waktu (ms) (a) Waktu (ms) (b) Amplitude (db) Waktu (ms) (c) Gambar 103. Hasil uji coba bandeng (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga.

157 130 2) Bandeng dengan transducer pada posisi 30 0 Gambar 104. memperlihatkan 3 (tiga) bentuk gelombang hasil uji coba bandeng dari 5 (lima) kali percobaan. Amplitude (db) Amplitude (db) Waktu (ms) (a) Waktu (ms) (b) Amplitude (db) Waktu (ms) (c) Gambar 104. Hasil uji coba gerakan kawanan bandeng dengan transducer pada posisi 30 o (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga.

158 131 3) Bandeng dengan transducer pada posisi Gambar 105 memperlihatkan 3 (tiga) bentuk gelombang hasil uji coba gerakan kawanan bandeng dengan transducer pada posisi 150 o dari 5 (lima) kali percobaan. Amplitude (db) Amplitude (db) Waktu (ms) (a) Waktu (ms) (b) Amplitude (db) Waktu (ms) (c) Gambar 105. Hasil uji coba gerakan kawanan bandeng dengan transducer pada posisi 150 o (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga.

159 132 4) Bandeng dengan transducer pada posisi 90 0 dan jarak 1 m Gambar 106 memperlihatkan 3 (tiga) bentuk gelombang hasil uji coba gerakan kawanan bandeng dengan transducer pada posisi 90 o dengan jarak 1 m, dari 5 (lima) kali percobaan. Amplitude (db) Amplitude (db) Waktu (ms) (a) Waktu (ms) (b) Amplitude (db) Waktu (ms) (c) Gambar 106. Hasil uji coba gerakan kawanan bandeng dengan transducer pada posisi 90 o dengan jarak 1 m (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga.

160 133 5) Hiubambu pada posisi transducer 90 o jarak 4 m Gambar 107 memperlihatkan 3 (tiga) bentuk gelombang hasil uji coba gerakan kawanan hiubambu dengan transducer pada posisi 90 o dengan jarak 4 m, dari 5 (lima) kali percobaan. Amplitude (db) Amplitude (db) Waktu (ms) (a) Waktu (ms) (b) Amplitude (db) Waktu (ms) (c) Gambar 107. Hasil uji coba gerakan kawanan hiubambu dengan transducer pada posisi 90 o dengan jarak 4 m (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga.

161 Uji Coba di Laut Konfigurasi Konfigurasi uji coba di laut dapat dilihat pada Gambar 108., sedangkan pada Gambar 109 memperlihatkan konstruksi dari keramba uji coba. Keramba uji coba terdiri dari 2 (dua) jaring, yaitu jaring utama dan jaring dalam. Jaring dalam berfungsi sebagai jaring penggiring agar kawanan ikan yang diuji bergerak mengelilingi bagian dalam jaring utama. Ukuran keramba 4 x 4 m dengan tinggi 1.5 m, sedangkan ukuran jaring dalam adalah 2 x 2 m. Jaring utama Jaring dalam 4m 4 m DERMAGA / JETI Gambar 108. Konfigurasi uji coba di laut.

162 135 Jarak antara keramba uji coba dengan transducer sejauh 4 m. Perangkat uji coba terletak di dermaga. Kedalaman air laut di bawah keramba sekitar 6 m. Perangkat yang digunakan disamping transducer adalah perangkat pendeteksi fase pantulan gerakan kawanan ikan, komputer laptop dan osiloskop sebagai alat penguji operasi perangkat pendeteksi fase pantulan gerakan kawanan ikan. Gentong Minyak Bambu Pelam pung Jaring dalam 4 m 2 m (a) Permukaan air 1.5 Batu Pemberat (b) Gambar 109. Konstruksi Keramba jaring untuk uji coba. (a) tampak atas (b) tampak samping.

163 Pelaksanaan uji coba.jenis ikan yang digunakan pada uji coba tersebut adalah kerong, bendera yang keduanya mudah diperoleh di perairan sekitarnya, sedangkan kakap merah diperoleh dari hasil tangkap dengan menggunakan bubu. Kerong yang diperoleh di perairan P. Genteng Besar mengalami strees akibat cara pembawaannya sehingga pada saat sampai di tempat uji coba, kerong tersebut dalam jangka waktu 3 (tiga) hari yang hidup hanya sekitar 10 dari 40 ekor kerong yang hidup dan sebagian masih.dapat bergerak secara acak. Spesifikasi jenis ikan yang digunakan pada uji coba tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Spesifikasi jenis ikan yang digunakan uji coba di laut No Nama ikan Species Famili Panjang Qty (ekor) kawanan 1 kerong Therapon Theraphonidae 15 cm 40 Schooling theraps 2 bendera Heniochus chaetodontidae 10 cm 10 Shoaling acumeratus 3 kakap merah Lutjanus Lutjanidae 40 cm 3 Soliter Uji coba dilakukan pada malam hari untuk menghindari gangguan dari gerakan ikan lainnya yang melintas sepanjang areal uji coba. Setiap jenis ikan uji coba dilakukan sebanyak 5 (lima) kali. Jumlah ikan yang digunakan tidak mempengaruhi hasil uji coba karena jumlah ikan yang dideteksi hanya sekitar 5 (lima) ekor dari sejumlah ikan yang digunakan. Makin banyak jumlah ikan yang digunakan makin sempurna gerakan schooling atau shoaling nya. Jadi jumlah ikan hanya menentukan kesempurnaan dari schooling atau shoaling yang diperoleh kecuali untuk ikan soliter seperti kakap merah Hasil uji coba Bentuk gelombang hasil uji coba ditampilkan pada skala waktu 0.01 ms per grid yaitu dari 0.01 ms sampai dengan 0.19 ms, sedangkan amplitude pada skala db dan db.

164 137 1) Kerong Bentuk gelombang hasil uji coba pendeteksian perubahan fase gelombang pantul gerakan kawanan kerong dari 5 (lima) percobaan dapat dilihat pada Gambar 110. Amplitude (db) Amplitude (db) Waktu (ms) (a) Waktu (ms) (b) Amplitude (db) Waktu (ms) (c) Gambar 110. Hasil uji coba gerakan kawanan kerong (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga.

165 138 2) Bendera Gambar 111 memperlihatkan 3 (tiga) bentuk gelombang hasil uji coba pendeteksian perubahan fase gelombang pantul gerakan kawanan bendera. Amplitude (db) Amplitude (db) Waktu (ms) (a) Waktu (ms) (b) Amplitude (db) Waktu (ms) (c) Gambar 111. Bentuk gelombang bendera (a) percobaan pertama (b) percobaan kedua (c) percobaan ketiga.

166 139 3) Kakap merah Terdapat 3 (tiga) bentuk gelombang hasil uji coba kakap merah untuk berbagai jumlah ikan yang dapat dilihat pada Gambar 112, yaitu 1 (satu) ekor, 2 (dua) ekor dan 3 (tiga) ekor. Amplitude (db) Amplitude (db) Waktu (ms) Waktu (ms) Amplitude (db) (a) Amplitude (db) (b) Waktu (ms) (c) Waktu (ms) (d) Gambar 112. Bentuk gelombang kakap merah (a) percobaan pertama untuk satu ekor (b) percobaan kedua satu ekor (c) percobaan ketiga untuk 2 (dua) ekor (d) percobaan keempat untuk 3 (tiga) ekor.

167 Proses Pengenalan (Recognition) Pelaksanaan uji coba Dalam penelitian ini uji coba pengenalan (recognition) dilakukan secara tidak langsung yaitu dilakukan dengan menerima gelombang perubahan fase yang terlebih dahulu disimpan dalam file di komputer. Untuk melakukan uji coba secara langsung memerlukan waktu dan biaya seperti pada saat melakukan uji coba sebelumnya dimana gelombang perubahan fase dideteksi langsung di lapangan melalui perangkat pendeteksi perubahan fase. Konfigurasi uji coba dapat dilihat pada Gambar 113. Proses pengenalan dilakukan dengan menggunakan teknik Hidden Markov Model (HMM) yaitu dengan menghitung nilai log of probability (LoP) dari setiap pembelajaran. Dengan menggunakan teknik HMM, gelombang perubahan fase dari jenis ikan yang dideteksi dapat dikenal secara akurat dengan melakukan beberapa uji coba untuk berbagai besaran dari beberapa faktor variable HMM dan gelombang yang diamati. Adapun faktor variable tersebut adalah : 1. Waktu durasi pencuplikan dari gelombang yang diamati untuk 2 (dua) proses waktu periode yaitu proses dengan waktu periode pendek dan proses dengan waktu periode panjang 2. Penerapan waktu periode : dengan waktu periode pendek 0.2 detik, dengan waktu periode panjang 1 detik dan gabungan kedua waktu periode. 3. Jumlah repetisi (proses pengulangan) pada proses pembelajaran 5, 10 dan Ukuran Codebook 32, 64 dan 128 bit Untuk memperoleh tingkat pengenalan yang optimum (jumlah kegagalan rendah) perlu dilakukan perhitungan nilai LoP untuk setiap variable diatas. Dari setiap perhitungan lop tersebut, dilakukan proses pengenalan untuk setiap jenis ikan yang diamati dan dari hasil proses pengenalan tersebut (untuk setiap variable) dapat dicari berapa besar ukuran variable yang paling akurat pengenalannya. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan beberapa uji coba untuk beberapa kondisi ukuran variable yaitu : 1. Uji coba untuk ukuran codebook 32 dan durasi sinyal 0.2 detik 2. Uji coba untuk ukuran codebook 64 dan durasi sinyal 0.2 detik

168 Uji coba untuk ukuran codebook 128 dan durasi sinyal 0.2 detik 4. Uji coba untuk ukuran codebook 32 dan durasi sinyal 1 detik 5. Uji coba untuk ukuran codebook 64 dan durasi sinyal 1 detik 6. Uji coba untuk ukuran codebook 128 dan durasi sinyal 1 detik dan masing-masing uji coba dilakukan perhitungan untuk 3 (tiga) jumlah repetisi Komputer pengirim Komputer penerima Data gerakan ikan yang akan diamati 1. basis data 2. proses recognition Gambar 113. Konfigurasi proses pengenalan. Proses pengenalan untuk semua jenis kawanan ikan dan untuk semua variable dilakukan seperti contoh tampilan pengujian hiubambu di bawah ini :» Voice labels: names = '1: Bandeng' '2: bendera' '3: Hiubambu' '4: Kreong' '5: kakap' Press any key to start recording! Recording...Finished! Extracting Features Done! Label Log of Probability The voice is 3: Hiubambu Untuk semua hasil uji coba untuk setiap variable hasilnya dikumpul masingmasing dalam sebuah tabel

169 142 1) Hasil uji coba untuk ukuran Codebook 32 dan waktu durasi sinyal 0.2 detik Kumpulan hasil uji coba proses pengenalan untuk ukuran codebook 32 dan durasi 0,2 detik. dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 32, durasi 0,2 detik No Repetisi Teridentifikasi Nama File bandeng1a bandeng bandeng bandeng 2 bandeng2a bandeng bandeng bandeng 3 bandeng3a bandeng bandeng bandeng 4 bandeng4a bandeng bandeng bandeng 5 bandeng5a bandeng bandeng bandeng 6 bandeng6a bendera bandeng bandeng 7 bandeng7a bendera bandeng bandeng 8 bandeng8a bandeng bandeng bandeng 9 bandeng9a bandeng bandeng bandeng 10 bandeng10a bandeng bandeng bandeng 11 bandeng11a Bendera bandeng bandeng 12 bandeng12a bendera bandeng bandeng 13 bandeng13a bandeng bendera bandeng 14 bandeng14a Kakap kakap bandeng 15 bandeng15a bandeng bandeng bandeng 16 bandeng16a hiubambu bandeng Hiubambu 17 bandeng17a bandeng bandeng Hiubambu 18 bandeng18a bandeng bandeng Hiubambu 19 bandeng19a bandeng bandeng bandeng 20 bandeng20a bandeng bandeng bandeng 21 bendera1a bendera bendera bendera 22 bendera2a bendera bendera bendera 23 bendera3a bendera bendera bendera 24 bendera4a bendera bendera bendera 25 bendera5a bendera bendera bendera 26 bendera6a kerong bendera bendera 27 bendera7a Bandeng bendera bandeng 28 bendera8a bandeng bendera bendera 29 bendera9a bendera bendera bendera 30 bendera10a bendera bendera bendera 31 bendera11a bendera bendera bendera 32 bendera12a kerong bendera bendera 33 bendera13a kerong kerong bendera 34 bendera14a kakap kakap kerong 35 bendera15a kerong kerong bendera 36 bendera16a kakap kakap kerong 37 bendera17a kakap kakap kakap 38 bendera18a kerong kerong bendera 39 bendera19a bendera bendera bandeng 40 bendera20a bendera bendera kakap 41 kakap1a kakap kakap kakap 42 kakap2a kakap kakap kakap 43 kakap3a kakap kakap kakap 44 kakap4a kakap kakap kakap

170 45 kakap5a kakap kakap kakap 46 kakap6a hiubambu kakap kakap 47 kakap7a kakap kakap kakap 48 kakap8a bendera kakap kakap 49 kakap9a kakap kakap kakap 50 kakap10a kerong kakap kakap 51 kakap11a kerong kakap kakap 52 kakap12a kakap kakap kakap 53 kakap13a kakap kerong kakap 54 kakap14a bendera kakap kakap 55 kakap15a bendera kakap kakap 56 kakap16a kakap bendera Kerong 57 kakap17a bandeng kakap Kerong 58 kakap18a kakap kakap kakap 59 kakap19a kakap kakap kakap 60 kakap20a kakap kerong kakap 61 kerong1a kerong kerong kerong 62 kerong2a kerong kerong bendera 63 kerong3a kerong kerong kerong 64 kerong4a kerong kerong kerong 65 kerong5a kerong kerong kerong 66 kerong6a bandeng kerong kerong 67 kerong7a kakap kerong kerong 68 kerong8a kerong kerong kerong 69 kerong9a kerong kerong kerong 70 kerong10a bendera kerong kerong 71 kerong11a kerong kerong kerong 72 kerong12a kerong kerong kerong 73 kerong13a kerong kakap kerong 74 kerong14a bendera kerong kerong 75 kerong15a kakap kakap kakap 76 kerong16a kerong kakap kakap 77 kerong17a kerong kerong kerong 78 kerong18a kerong kakap bendera 79 kerong19a kerong kakap kerong 80 kerong20a kakap kerong kerong 81 hiubambu1a hiubambu hiubambu hiubambu 82 hiubambu2a hiubambu hiubambu hiubambu 83 hiubambu3a hiubambu hiubambu hiubambu 84 hiubambu4a hiubambu hiubambu hiubambu 85 hiubambu5a hiubambu hiubambu hiubambu 86 hiubambu6a hiubambu hiubambu hiubambu 87 hiubambu7a hiubambu hiubambu hiubambu 88 hiubambu8a bendera hiubambu hiubambu 89 hiubambu9a hiubambu hiubambu hiubambu 90 hiubambu10a kakap hiubambu hiubambu 91 hiubambu11a hiubambu hiubambu hiubambu 92 hiubambu12a hiubambu hiubambu hiubambu 93 hiubambu13a hiubambu hiubambu hiubambu 94 hiubambu14a bendera bandeng hiubambu 95 hiubambu15a hiubambu hiubambu hiubambu 96 hiubambu16a hiubambu hiubambu hiubambu 97 hiubambu17a hiubambu hiubambu hiubambu 98 hiubambu18a hiubambu hiubambu hiubambu 99 hiubambu19a hiubambu hiubambu hiubambu 100 hiubambu20a hiubambu hiubambu hiubambu 143

171 144 2) Hasil uji coba untuk ukuran codebook 64 dan durasi sinyal 0.2 detik Kumpulan hasil uji coba proses pengenalan untuk ukuran codebook 64 dan durasi 0,2 detik dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 64, durasi 0,2 detik No Repetisi Teridentifikasi Nama File bandeng1a bandeng bandeng bandeng 2 bandeng2a bandeng bandeng bandeng 3 bandeng3a bandeng bandeng bandeng 4 bandeng4a bandeng bandeng bandeng 5 bandeng5a bandeng bandeng bandeng 6 bandeng6a kerong bandeng bandeng 7 bandeng7a bandeng bandeng bandeng 8 bandeng8a bandeng bandeng bandeng 9 bandeng9a bandeng bandeng bandeng 10 bandeng10a bandeng bandeng bandeng 11 bandeng11a kerong bendera bandeng 12 bandeng12a bandeng bandeng bandeng 13 bandeng13a bandeng bandeng bandeng 14 bandeng14a bendera bendera bandeng 15 bandeng15a bandeng bandeng bandeng 16 bandeng16a hiubambu hiubambu Bendera 17 bandeng17a bandeng bendera Bendera 18 bandeng18a bandeng bandeng Bendera 19 bandeng19a bandeng bandeng bandeng 20 bandeng20a bandeng bandeng bandeng 21 bendera1a bendera bendera Bendera 22 bendera2a bendera bendera bandeng 23 bendera3a bendera bendera Bendera 24 bendera4a bendera bendera Bendera 25 bendera5a bendera bendera Bendera 26 bendera6a Kerong bendera Bendera 27 bendera7a bendera bendera Bendera 28 bendera8a kerong bendera Bendera 29 bendera9a bendera bendera Bendera 30 bendera10a Bandeng bendera bendera 31 bendera11a Bendera bendera bendera 32 bendera12a kerong Kerong bendera 33 bendera13a kerong kerong bendera 34 bendera14a kerong kakap bendera 35 bendera15a kerong kerong bendera 36 bendera16a kerong kakap kerong 37 bendera17a kakap kakap kerong 38 bendera18a kerong bendera kerong 39 bendera19a bendera bendera bendera 40 bendera20a bendera kakap bendera 41 kakap1a kakap Kakap kakap 42 kakap2a kakap Kakap kakap 43 kakap3a kakap Kakap kakap 44 kakap4a kakap Kakap kakap 45 kakap5a kakap Kakap kakap

172 46 kakap6a hiubambu Kakap kakap 47 kakap7a kerong Kakap kakap 48 kakap8a bendera Kakap kakap 49 kakap9a kerong Kakap kakap 50 kakap10a kerong Kakap kakap 51 kakap11a kerong kerong kakap 52 kakap12a hiubambu kakap kakap 53 kakap13a kerong kakap kakap 54 kakap14a bendera kakap kakap 55 kakap15a kakap kakap kakap 56 kakap16a bendera kakap Bandeng 57 kakap17a bandeng kakap bandeng 58 kakap18a kakap kakap kakap 59 kakap19a kakap kakap kakap 60 kakap20a kerong kerong kerong 61 kerong1a kerong kerong kerong 62 kerong2a kerong kerong kerong 63 kerong3a kerong kerong kerong 64 kerong4a kerong kerong kerong 65 kerong5a kerong kerong kerong 66 kerong6a kerong kerong kerong 67 kerong7a bandeng kerong kerong 68 kerong8a kerong kerong kerong 69 kerong9a kerong kerong kerong 70 kerong10a bendera kerong kerong 71 kerong11a kerong kerong kerong 72 kerong12a kerong kerong kerong 73 kerong13a kerong kerong kerong 74 kerong14a kerong Kakap kerong 75 kerong15a bandeng kakap kerong 76 kerong16a kerong kerong kerong 77 kerong17a kerong kerong kerong 78 kerong18a kerong kerong kerong 79 kerong19a kerong kakap bendera 80 kerong20a kerong kerong kerong 81 hiubambu1a hiubambu hiubambu hiubambu 82 hiubambu2a hiubambu hiubambu hiubambu 83 hiubambu3a hiubambu hiubambu hiubambu 84 hiubambu4a hiubambu hiubambu hiubambu 85 hiubambu5a hiubambu hiubambu hiubambu 86 hiubambu6a hiubambu hiubambu hiubambu 87 hiubambu7a hiubambu hiubambu hiubambu 88 hiubambu8a bandeng hiubambu hiubambu 89 hiubambu9a hiubambu hiubambu hiubambu 90 hiubambu10a bendera hiubambu hiubambu 91 hiubambu11a hiubambu hiubambu hiubambu 92 hiubambu12a hiubambu hiubambu hiubambu 93 hiubambu13a hiubambu hiubambu hiubambu 94 hiubambu14a bendera bendera hiubambu 95 hiubambu15a hiubambu hiubambu hiubambu 96 hiubambu16a hiubambu hiubambu hiubambu 97 hiubambu17a hiubambu hiubambu hiubambu 98 hiubambu18a hiubambu hiubambu hiubambu 99 hiubambu19a hiubambu hiubambu hiubambu 100 hiubambu20a hiubambu hiubambu hiubambu 145

173 146 3) Hasil uji coba untuk ukuran codebook 128 dan durasi sinyal 0.2 detik Kumpulan hasil uji coba proses pengenalan untuk ukuran codebook 128 dan durasi 0,2 detik dapat dilihat Tabel 7. Tabel 7 Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 128, durasi 0,2 detik No Repetisi Teridentifikasi Nama File bandeng1a bandeng bandeng bandeng 2 bandeng2a bandeng bandeng bandeng 3 bandeng3a bandeng bandeng bandeng 4 bandeng4a bandeng bandeng bandeng 5 bandeng5a bandeng bandeng bandeng 6 bandeng6a kerong bandeng bandeng 7 bandeng7a bandeng bandeng bandeng 8 bandeng8a bandeng bandeng bandeng 9 bandeng9a bandeng bandeng bandeng 10 bandeng10a bandeng bandeng bandeng 11 bandeng11a bandeng bandeng bandeng 12 bandeng12a bandeng bandeng bandeng 13 bandeng13a bandeng bandeng bandeng 14 bandeng14a bandeng bendera bandeng 15 bandeng15a bandeng bandeng bandeng 16 bandeng16a bandeng bandeng bandeng 17 bandeng17a bandeng bandeng bandeng 18 bandeng18a bendera bandeng bandeng 19 bandeng19a bandeng bandeng bandeng 20 bandeng20a bandeng bandeng bandeng 21 bendera1a bendera bendera bendera 22 bendera2a bendera bendera bendera 23 bendera3a bendera bendera bendera 24 bendera4a bendera bendera bendera 25 bendera5a bendera bendera bendera 26 bendera6a kerong bendera bendera 27 bendera7a bendera bendera bendera 28 bendera8a kerong bendera bendera 29 bendera9a bendera bendera bendera 30 bendera10a bandeng bendera bendera 31 bendera11a bendera kerong bendera 32 bendera12a kerong kerong bendera 33 bendera13a kerong kerong bendera 34 bendera14a kerong kerong bendera 35 bendera15a kerong kerong bendera 36 bendera16a kakap kerong bendera 37 bendera17a kerong kerong bendera 38 bendera18a kerong kerong bendera 39 bendera19a bandeng bendera bandeng 40 bendera20a bendera bendera bendera 41 kakap1a kakap kakap kakap 42 kakap2a kakap kakap kakap 43 kakap3a kakap kakap kakap 44 kakap4a kakap kakap kakap 45 kakap5a kakap kakap kakap

174 46 kakap6a kakap kakap kakap 47 kakap7a Kerong kakap kakap 48 kakap8a Kakap kakap kakap 49 kakap9a Kakap kakap kakap 50 kakap10a Kerong kakap kakap 51 kakap11a kerong kerong kakap 52 kakap12a kakap hiubambu kakap 53 kakap13a kakap kakap kakap 54 kakap14a kerong bendera kakap 55 kakap15a kakap kakap kakap 56 kakap16a bendera kakap kakap 57 kakap17a kakap kerong kerong 58 kakap18a kakap kakap bendera 59 kakap19a kakap kakap kakap 60 kakap20a kakap kakap kerong 61 kerong1a kerong kerong kerong 62 kerong2a kerong kerong kerong 63 kerong3a kerong kerong kerong 64 kerong4a kerong kerong kerong 65 kerong5a kerong kerong kerong 66 kerong6a kerong kerong kerong 67 kerong7a bandeng kerong kerong 68 kerong8a kerong kerong kerong 69 kerong9a kerong kerong kerong 70 kerong10a bendera kerong kerong 71 kerong11a kerong kerong kerong 72 kerong12a kerong kerong kerong 73 kerong13a kerong kerong kerong 74 kerong14a bendera bandeng kerong 75 kerong15a kakap kakap kerong 76 kerong16a kakap kerong Bendera 77 kerong17a kerong kerong Kerong 78 kerong18a kerong kerong Kerong 79 kerong19a bendera kerong kakap 80 kerong20a kerong kerong kerong 81 hiubambu1a hiubambu hiubambu hiubambu 82 hiubambu2a hiubambu hiubambu hiubambu 83 hiubambu3a hiubambu hiubambu hiubambu 84 hiubambu4a hiubambu hiubambu hiubambu 85 hiubambu5a hiubambu hiubambu hiubambu 86 hiubambu6a hiubambu hiubambu hiubambu 87 hiubambu7a hiubambu hiubambu hiubambu 88 hiubambu8a Bendera hiubambu hiubambu 89 hiubambu9a hiubambu hiubambu hiubambu 90 hiubambu10a hiubambu hiubambu hiubambu 91 hiubambu11a hiubambu hiubambu hiubambu 92 hiubambu12a hiubambu hiubambu hiubambu 93 hiubambu13a hiubambu hiubambu hiubambu 94 hiubambu14a bendera bandeng hiubambu 95 hiubambu15a hiubambu hiubambu hiubambu 96 hiubambu16a hiubambu hiubambu hiubambu 97 hiubambu17a hiubambu hiubambu hiubambu 98 hiubambu18a hiubambu hiubambu hiubambu 99 hiubambu19a hiubambu hiubambu hiubambu 100 hiubambu20a hiubambu hiubambu hiubambu 147

175 148 4) Hasil uji coba untuk ukuran codebook 32 dan durasi sinyal 1 detik Kumpulan hasil uji coba proses pengenalan untuk ukuran codebook 32 dan durasi 1 detik dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 32, durasi 1 detik No Repetisi Teridentifikasi Nama File bandeng1a bandeng bandeng bandeng 2 bandeng2a bandeng bandeng bandeng 3 bandeng3a bandeng bandeng bandeng 4 bandeng4a bandeng bandeng bandeng 5 bandeng5a bandeng bandeng bandeng 6 bandeng6a bandeng bandeng bandeng 7 bandeng7a bendera bandeng bandeng 8 bandeng8a bandeng bandeng bandeng 9 bandeng9a bandeng bandeng bandeng 10 bandeng10a Bendera bandeng bandeng 11 bandeng11a bandeng bandeng bandeng 12 bandeng12a bandeng bandeng bandeng 13 bandeng13a bandeng bandeng bandeng 14 bandeng14a bandeng bandeng bandeng 15 bandeng15a bandeng bandeng bandeng 16 bandeng16a bandeng bandeng bandeng 17 bandeng17a bandeng bandeng bandeng 18 bandeng18a bandeng bandeng bandeng 19 bandeng19a bandeng bandeng bandeng 20 bandeng20a bandeng bandeng bandeng 21 bendera1a Bendera bendera bendera 22 bendera2a Bendera bendera bendera 23 bendera3a Bendera bendera bendera 24 bendera4a Bendera bendera bendera 25 bendera5a Bendera bendera bendera 26 bendera6a kakap bendera bendera 27 bendera7a kakap bendera bendera 28 bendera8a bandeng bendera bendera 29 bendera9a Bendera bendera bendera 30 bendera10a Kakap bendera bendera 31 bendera11a bendera bendera bendera 32 bendera12a kerong kerong bendera 33 bendera13a kerong kerong kerong 34 bendera14a bendera kerong bendera 35 bendera15a kakap kerong bendera 36 bendera16a kerong kerong bendera 37 bendera17a kakap kakap kerong 38 bendera18a kakap kakap kerong 39 bendera19a bendera bendera bendera 40 bendera20a bendera bendera bendera 41 kakap1a Kakap kakap kakap 42 kakap2a Kakap kakap kakap 43 kakap3a Kakap kakap kakap 44 kakap4a Kakap kakap kakap

176 45 kakap5a Kakap kakap kakap 46 kakap6a kakap kakap kakap 47 kakap7a kakap bendera kakap 48 kakap8a kakap kakap kakap 49 kakap9a kakap kakap kakap 50 kakap10a kakap kakap kakap 51 kakap11a kakap bendera kakap 52 kakap12a kakap bendera kakap 53 kakap13a kerong kakap kakap 54 kakap14a bendera bendera kakap 55 kakap15a kakap kakap kakap 56 kakap16a kakap kakap kakap 57 kakap17a kakap kakap kakap 58 kakap18a bendera kakap kakap 59 kakap19a kakap kakap kakap 60 kakap20a kerong kakap bendera 61 kerong1a kerong kerong kerong 62 kerong2a kerong kerong kerong 63 kerong3a kerong kerong kerong 64 kerong4a kerong kerong kerong 65 kerong5a kerong kerong kerong 66 kerong6a kerong kerong kerong 67 kerong7a kerong kerong kerong 68 kerong8a kerong kerong kerong 69 kerong9a kerong kerong kerong 70 kerong10a kakap bendera kerong 71 kerong11a bendera bendera bendera 72 kerong12a kerong kerong kerong 73 kerong13a kerong kerong kerong 74 kerong14a kerong kerong kerong 75 kerong15a kerong kerong kerong 76 kerong16a kerong kerong kerong 77 kerong17a kerong kerong kerong 78 kerong18a kerong kerong kerong 79 kerong19a kerong kerong kerong 80 kerong20a kerong kerong kerong 81 hiubambu1a hiubambu hiubambu hiubambu 82 hiubambu2a hiubambu hiubambu hiubambu 83 hiubambu3a hiubambu hiubambu hiubambu 84 hiubambu4a hiubambu hiubambu hiubambu 85 hiubambu5a hiubambu hiubambu hiubambu 86 hiubambu6a hiubambu hiubambu hiubambu 87 hiubambu7a hiubambu hiubambu hiubambu 88 hiubambu8a bendera hiubambu hiubambu 89 hiubambu9a hiubambu hiubambu hiubambu 90 hiubambu10a bendera hiubambu hiubambu 91 hiubambu11a hiubambu hiubambu hiubambu 92 hiubambu12a hiubambu hiubambu hiubambu 93 hiubambu13a hiubambu hiubambu hiubambu 94 hiubambu14a bendera hiubambu hiubambu 95 hiubambu15a bendera hiubambu hiubambu 96 hiubambu16a hiubambu hiubambu hiubambu 97 hiubambu17a hiubambu hiubambu hiubambu 98 hiubambu18a hiubambu hiubambu hiubambu 99 hiubambu19a bendera bendera bendera 100 hiubambu20a hiubambu hiubambu hiubambu 149

177 150 5) Hasil uji coba untuk ukuran codebook 64 dan durasi sinyal 1 detik Kumpulan hasil uji coba proses pengenalan untuk ukuran codebook 64 dan durasi 1 detik dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 64, durasi 1 detik No Repetisi Terindetifikasi Nama File bandeng1a bandeng bandeng bandeng 2 bandeng2a bandeng bandeng bandeng 3 bandeng3a bandeng bandeng bandeng 4 bandeng4a bandeng bandeng bandeng 5 bandeng5a bandeng bandeng bandeng 6 bandeng6a bandeng bandeng bandeng 7 bandeng7a bandeng bandeng bandeng 8 bandeng8a bandeng bandeng bandeng 9 bandeng9a bandeng bandeng bandeng 10 bandeng10a bandeng bandeng bandeng 11 bandeng11a bandeng bandeng bandeng 12 bandeng12a bandeng bandeng bandeng 13 bandeng13a bandeng bandeng bandeng 14 bandeng14a bandeng bandeng bandeng 15 bandeng15a bandeng bandeng bandeng 16 bandeng16a bandeng bandeng bandeng 17 bandeng17a bandeng bandeng bandeng 18 bandeng18a bandeng bandeng bandeng 19 bandeng19a bandeng bandeng bandeng 20 bandeng20a bandeng bandeng bandeng 21 bendera1a bendera bendera bendera 22 bendera2a bendera bendera bendera 23 bendera3a bendera bendera bendera 24 bendera4a bendera bendera bendera 25 bendera5a bendera bendera bendera 26 bendera6a kakap bendera bendera 27 bendera7a kerong bendera bendera 28 bendera8a bandeng bendera bendera 29 bendera9a bendera bendera bendera 30 bendera10a kakap bendera bendera 31 bendera11a bendera kakap bendera 32 bendera12a kerong kerong kerong 33 bendera13a kerong kerong bendera 34 bendera14a kakap kerong bendera 35 bendera15a kakap kerong bendera 36 bendera16a kerong kerong bendera 37 bendera17a kakap kakap kakap 38 bendera18a kakap kakap kakap 39 bendera19a bendera bendera bendera 40 bendera20a bendera hiubambu bendera 41 kakap1a kakap kakap kakap 42 kakap2a kakap kakap kakap 43 kakap3a kakap kakap kakap 44 kakap4a kakap kakap kakap 45 kakap5a kakap kakap kakap

178 46 kakap6a kakap kakap kakap 47 kakap7a kakap kakap kakap 48 kakap8a kakap kakap kakap 49 kakap9a kakap kakap kakap 50 kakap10a kakap kakap kakap 51 kakap11a kakap bendera kakap 52 kakap12a kerong kakap kakap 53 kakap13a kerong kakap kakap 54 kakap14a kerong kakap kakap 55 kakap15a kakap kakap kakap 56 kakap16a kakap kakap kakap 57 kakap17a kakap kakap kakap 58 kakap18a kakap kakap kakap 59 kakap19a kakap kakap kakap 60 kakap20a kerong kerong bendera 61 kerong1a kerong kerong kerong 62 kerong2a kerong kerong kerong 63 kerong3a kerong kerong kerong 64 kerong4a kerong kerong kerong 65 kerong5a kerong kerong kerong 66 kerong6a kerong kerong kerong 67 kerong7a kerong kerong kerong 68 kerong8a kerong kerong kerong 69 kerong9a kerong kerong kerong 70 kerong10a kakap kerong kerong 71 kerong11a bendera bendera bendera 72 kerong12a kerong kerong kerong 73 kerong13a kerong kerong kerong 74 kerong14a kerong kerong kerong 75 kerong15a kerong kerong kerong 76 kerong16a kerong kerong kerong 77 kerong17a kerong kerong kerong 78 kerong18a kerong kerong kerong 79 kerong19a kerong kerong kerong 80 kerong20a kerong kerong kerong 81 hiubambu1a hiubambu hiubambu hiubambu 82 hiubambu2a hiubambu hiubambu hiubambu 83 hiubambu3a hiubambu hiubambu hiubambu 84 hiubambu4a hiubambu hiubambu hiubambu 85 hiubambu5a hiubambu hiubambu hiubambu 86 hiubambu6a hiubambu hiubambu hiubambu 87 hiubambu7a hiubambu hiubambu hiubambu 88 hiubambu8a bendera hiubambu bendera 89 hiubambu9a hiubambu hiubambu hiubambu 90 hiubambu10a bendera hiubambu hiubambu 91 hiubambu11a hiubambu hiubambu hiubambu 92 hiubambu12a hiubambu hiubambu hiubambu 93 hiubambu13a hiubambu hiubambu hiubambu 94 hiubambu14a bendera hiubambu hiubambu 95 hiubambu15a bendera hiubambu hiubambu 96 hiubambu16a hiubambu hiubambu hiubambu 97 hiubambu17a hiubambu hiubambu hiubambu 98 hiubambu18a hiubambu hiubambu hiubambu 99 hiubambu19a bendera hiubambu hiubambu 100 hiubambu20a hiubambu hiubambu hiubambu 151

179 152 6) Hasil uji coba untuk ukuran codebook 128 dan durasi sinyal 1 detik Kumpulan hasil uji coba proses pengenalan untuk ukuran codebook 128 dan durasi 1 detik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kumpulan hasil uji coba untuk ukuran codebook 128, durasi 1 detik No Repetisi Teridentifikasi Nama File bandeng1a bandeng bandeng bandeng 2 bandeng2a bandeng bandeng bandeng 3 bandeng3a bandeng bandeng bandeng 4 bandeng4a bandeng bandeng bandeng 5 bandeng5a bandeng bandeng bandeng 6 bandeng6a bandeng bandeng bandeng 7 bandeng7a bandeng bandeng bandeng 8 bandeng8a bandeng bandeng bandeng 9 bandeng9a bandeng bandeng bandeng 10 bandeng10a bandeng bandeng bandeng 11 bandeng11a bandeng bandeng bandeng 12 bandeng12a bandeng bandeng bandeng 13 bandeng13a bandeng bandeng bandeng 14 bandeng14a bandeng bandeng bandeng 15 bandeng15a bandeng bandeng bandeng 16 bandeng16a bandeng bandeng bandeng 17 bandeng17a bandeng bandeng bandeng 18 bandeng18a bandeng bandeng bandeng 19 bandeng19a bandeng bandeng bandeng 20 bandeng20a bandeng bandeng bandeng 21 bendera1a bendera bendera bendera 22 bendera2a bendera bendera bendera 23 bendera3a bendera bendera bendera 24 bendera4a bendera bendera bendera 25 bendera5a bendera bendera bendera 26 bendera6a bandeng bendera bendera 27 bendera7a kerong bendera bendera 28 bendera8a kakap bendera bendera 29 bendera9a bendera bendera bendera 30 bendera10a bendera bendera bendera 31 bendera11a bendera bendera bendera 32 bendera12a kerong kerong bendera 33 bendera13a kerong kerong bendera 34 bendera14a kakap kerong bendera 35 bendera15a kakap kakap bendera 36 bendera16a kakap kerong bendera 37 bendera17a kakap kakap kakap 38 bendera18a kakap kakap kakap 39 bendera19a bendera bendera bendera 40 bendera20a bendera bendera bendera 41 kakap1a kakap kakap kakap 42 kakap2a kakap kakap kakap 43 kakap3a kakap kakap kakap 44 kakap4a kakap kakap kakap 45 kakap5a kakap kakap kakap

180 46 kakap6a kakap kakap kakap 47 kakap7a bendera kakap kakap 48 kakap8a kakap kakap kakap 49 kakap9a kakap kakap kakap 50 kakap10a bendera kakap kakap 51 kakap11a kakap kakap kakap 52 kakap12a kakap kakap kakap 53 kakap13a kerong kakap kakap 54 kakap14a bendera bendera kakap 55 kakap15a kakap kakap kakap 56 kakap16a kakap kakap kakap 57 kakap17a kakap kakap bendera 58 kakap18a kakap kakap kakap 59 kakap19a kakap kakap kakap 60 kakap20a kerong kakap bendera 61 kerong1a kerong kerong kerong 62 kerong2a kerong kerong kerong 63 kerong3a kerong kerong kerong 64 kerong4a kerong kerong kerong 65 kerong5a kerong kerong kerong 66 kerong6a kerong kerong kerong 67 kerong7a kerong kerong kerong 68 kerong8a kerong kerong kerong 69 kerong9a kerong kerong kerong 70 kerong10a kakap kerong kerong 71 kerong11a bendera bendera bendera 72 kerong12a kerong kerong kerong 73 kerong13a kerong kerong kerong 74 kerong14a kerong kerong kerong 75 kerong15a kerong kerong kerong 76 kerong16a kerong kerong kerong 77 kerong17a kerong kerong kerong 78 kerong18a kerong kerong kerong 79 kerong19a kerong kerong kerong 80 kerong20a kerong kerong kerong 81 hiubambu1a hiubambu hiubambu hiubambu 82 hiubambu2a hiubambu hiubambu hiubambu 83 hiubambu3a hiubambu hiubambu hiubambu 84 hiubambu4a hiubambu hiubambu hiubambu 85 hiubambu5a hiubambu hiubambu hiubambu 86 hiubambu6a hiubambu hiubambu hiubambu 87 hiubambu7a hiubambu hiubambu hiubambu 88 hiubambu8a bendera hiubambu hiubambu 89 hiubambu9a hiubambu hiubambu hiubambu 90 hiubambu10a hiubambu hiubambu hiubambu 91 hiubambu11a hiubambu hiubambu hiubambu 92 hiubambu12a hiubambu hiubambu hiubambu 93 hiubambu13a hiubambu hiubambu hiubambu 94 hiubambu14a hiubambu hiubambu hiubambu 95 hiubambu15a hiubambu hiubambu hiubambu 96 hiubambu16a hiubambu hiubambu hiubambu 97 hiubambu17a hiubambu hiubambu hiubambu 98 hiubambu18a hiubambu hiubambu hiubambu 99 hiubambu19a bandeng hiubambu hiubambu 100 hiubambu20a hiubambu hiubambu hiubambu 153

181 Rangkuman hasil uji coba Rangkuman hasil uji coba pada Tabel 5 sampai dengan Tabel 10 berdasarkan jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 11 sampai dengan Tabel 15. Tabel 11. Rangkuman hasil uji coba untuk bandeng Repetisi Durasi Codebook 0.2 detik 1 detik 0.2 detik 1 detik 0.2 detik 1 detik 32 70% 90% 90% 100% 85 % 100% 64 80% 100% 80% 100% 85% 100% % 100% 95% 100% 100% 100% Tabel 12. Rangkuman hasil uji coba untuk hiubambu Repetisi Durasi Codebook 0.2 detik 1 detik 0.2 detik 1 detik 0.2 detik 1 detik 32 85% 75% 95% 95% 100 % 95% 64 85% 75% 95% 100% 100% 95% % 90% 95% 100% 100% 100% Tabel 13. Rangkuman hasil uji coba untuk kerong Repetisi Durasi Codebook 0.2 detik 1 detik 0.2 detik 1 detik 0.2 detik 1 detik 32 70% 90% 75% 90% 80% 95% 64 85% 90% 85% 95% 95% 95% % 90% 90% 95% 90% 95% Tabel 14. Rangkuman hasil uji coba untuk bendera Repetisi Durasi Codebook 0.2 detik 1 detik 0.2 detik 1 detik 0.2 detik 1 detik 32 50% 50% 70% 65% 70% 85% 64 50% 45% 65% 55% 80% 85% % 50% 65% 65% 95% 90% Tabel 15. Rangkuman hasil uji coba untuk kakap merah Repetisi Durasi Codebook 0.2 detik 1 detik 0.2 detik 1 detik 0.2 detik 1 detik 32 65% 80% 85% 80% 90% 95% 64 40% 80% 90% 90% 85% 95% % 75% 80% 95% 85% 90%

182 155 6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Simulasi Perubahan Fase Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm Untuk memperoleh spektrum frekuensi dari gelombang ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dengan amplitude dalam satuan db, dilakukan dengan cara yang dijelaskan pada Subbab 3.3 metodologi melalui Gambar 32. Gambar spektrum untuk percobaan 1 ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dapat dilihat pada Gambar 114 Dalam bentuk tabel, amplitude dalam satuan db dari spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm untuk 5 (lima) percobaan dapat dilihat pada Tabel 16. Frekuensi (Hz) Gambar 114. Spektrum frekuensi gelombang perubahan fase gerakan ikanikanan berukuran 20 x 25 cm dari percobaan 1.

183 156 Tabel 16. Besar amplitude spektrum dari 5 (lima) percobaan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dalam db Frekuensi percobaan percobaan percobaan percobaan percobaan No (Hz) , E E E E E , E E E E E , E E E E E , E E E E E , E E E E E , E E E E E , E E E E E , E E E E E+01 Dari spektrum pada Gambar 114 dapat dilihat frekuensi yang dominan berada pada frekuensi 0 Hz sampai dengan 160 Hz dengan batas pengamatan 40 db, sehingga dalam pembahasan ini pengamatan dilakukan maksimum sampai frekuensi 190 Hz. Hal tersebut berarti frekuensi range gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berkisar 20 sampai sekitar 160 Hz. Untuk membandingkan spektrum dari kelima percobaan tersebut agar dapat jelas dilihat perbedaannya, digunakan amplitude dalam skala linear yang dinormalisir dimana nilai amplitude terbesar adalah 1 (satu) yang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel tersebut diperoleh dari hasil olahan MS Excel berdasarkan bilangan ASCII suatu amplitude spektrum gelombang perubahan fase hasil uji coba hasil olahan FFT dengan menggunakan perangkat lunak wavelab. Selanjutnya besarnya amplitude tersebut dikonversi ke skala linear yang dinormalisir. Tabel 17. Amplitude spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm dalam skala linear yang dinormalisir No. Frekuensi (Hz) percobaan 1 percobaan 2 percobaan 3 percobaan 4 percobaan 5 1 0, , , , , , , , Dari data pada Tabel 17 tersebut diatas, diperoleh perbandingan spektrum frekuensi dalam bentuk puncak kemiringan (envelope) dari kelima hasil percobaan

184 157 untuk ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm yang dapat dilihat pada Gambar 115. Dari gambar tersebut dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum percobaan 1 (satu) sampai ke percobaan 4 (empat) mendekati sejajar, kecuali garis kemiringan puncak spektrum percobaan kelima membentuk sudut 30 0 akibat posisi ikanikanan mulai berubah. 1.2 Perbandingan spektrum 5 percobaan ikan-ikanan berbadan lebar Amplitude (skala norm) perc 1 perc 2 perc 3 perc 4 perc ,00 21,53 43,07 64,60 86,13 107,67 Frekuensi (Hz) 129,20 150,73 Gambar 115. Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm Perbandingan spektrum ikan-ikanan berukuran 30 cm Dengan cara yang sama seperti pada percobaan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm, perbandingan spektrum frekuensi dari ikan-ikanan berukuran 30 cm untuk 5 (lima) percobaan dapat dilihat pada Gambar 116, yang diperoleh berdasarkan bentuk gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berukuran 30 cm yang sebagian terdapat pada Gambar 81. Pada gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum percobaan saling sejajar hanya pada percobaan 2 (dua) dan 3 (tiga). sedangkan percobaan 1 (satu) membentuk sudut sebesar 30 0 dengan spektrum pada percobaan 2 (dua). Demikian pula spektrum percobaan 3 (tiga) membentuk sudut 40 0 dengan spektrum percobaan 2 (dua). Hal ini disebabkan pada percobaan 2 (dua) dan percobaan 4 (empat) posisi ikan-ikanan berubah akibat bentuknya yang panjang sehingga mudah dibelokkan oleh arus air. Demikian pula beberapa ikan-ikanan pada akhir percobaan posisinya tidak lagi sejajar.

185 158 Perbandingan spektrum 4 percobaan ikan-ikanan panjang 1.2 Amplitude (skala norm) Perc 1 Perc 2 Perc 3 Perc ,83 64,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 Frekuensi (Hz) 129,20 139,97 150,73 Gambar 116. Spektrum ikan-ikanan berukuran 30 cm Perbandingan spektrum ikan-ikanan berukuran 10 cm Berdasarkan bentuk gelombang perubahan fase gerakan ikan-ikanan berukuran 10 cm yang sebagian terdapat pada Gambar 85, diperoleh spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 10 cm untuk 4 (empat) percobaan yang dapat dilihat pada Gambar 117. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan-ikanan kecil untuk 4 percobaan perc perc perc perc ,00 21,53 43,07 64,60 86,13 107,67 Frekuensi (Hz) 129,20 150,73 Gambar 117. Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 10 cm.

186 159 Pada gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum setiap percobaan saling sejajar yang berarti spektrum untuk semua percobaan ikan ikanan berukuran 10 cm bentuknya sama Perbandingan spektrum ikan-ikanan dengan permukaan tripleks dan karet Spektrum frekuensi dalam bentuk garis puncak ikan-ikanan dengan permukaan tripleks dan permukaan dari karet masing-masing untuk dua percobaan dapat dilihat pada Gambar 118. Pada gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum dua percobaan ikan-ikanan dengan permukaan dari tripleks maupun dari karet masingmasing saling sejajar. Tetapi kemiringan garis puncak spektrum permukaan karet dengan permukaan dari tripleks membentuk sudut 33 0, yang berarti deteksi ikanikanan dari perbedaan jenis bahan permukaannya dapat saling diidentifikasikan. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum untuk ikanikanan lebar bahan karet & tripleks karet 1 karet 2 tripleks 1 tripleks ,00 21,53 43,07 64,60 86,13 107,67 Frekuensi (Hz) 129,20 150,73 Gambar 118. Spektrum gerakan ikan-ikanan dengan permukaan dari tripleks dan karet.

187 Perbandingan spektrum ikan-ikanan dengan bentuk permukaan rata dan permukaan cembung Spektrum frekuensi ikan-ikanan dengan bentuk permukaan rata dan bentuk permukaan cembung masing-masing untuk dua percobaan dapat dilihat pada Gambar 119. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan-ikanan permukaan cembung & rata rata cembung1 cembung2 43,07 53,83 64,60 75,37 86,13 Frekuensi (Hz) 96,90 107,67 118,43 129,20 139,97 150,73 Gambar 119. Spektrum gerakan ikan-ikanan dengan permukaan rata dan cembung. Pada gambar dapat dilihat garis garis kemiringan puncak spektrum semua percobaan saling sejajar, berarti dengan mendeteksi perubahan fase untuk ikanikanan berukuran kecil tidak dapat membedakan bentuk permukaannya. Hal terebut karena tinggi badan ikan-ikanan 2 cm (cembungnya kearah vertikal) lebih kecil dari panjang gelombang minimum 7.5 cm untuk 200 khz sehingga perubahan bentuk permukaannya tidak dapat terdeteksi Perbandingan spektrum ikan-ikanan untuk 3 (tiga) lapis frame Spektrum frekuensi ikan-ikanan untuk satu lapis, dua lapis dengan jarak 5 cm dan dua lapis dengan jarak 10 cm frame masing-masing dapat dilihat pada Gambar 120. Dari gambar, garis kemiringan puncak spektrum lapisan kedua dengan jarak 5 cm terhadap spektrum 1 (satu) lapis membentuk sudut 16 0 dan garis kemiringan puncak spektrum lapisan kedua dengan jarak 10 cm terhadap garis

188 161 kemiringan puncak spektrum 1 (satu) lapis saling membentuk sudut Dari sini dapat disimpulkan makin jauh jaraknya makin besar perbedaannya. Disamping itu pula dengan mendeteksi perubahan fase dapat membedakan banyaknya lapisan dan jarak antar lapisan. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan-ikanan untuk berbagai lapis 53,83 64,60 75,37 86, , ,67 118,43 Frekuensi (Hz) 129,20 1 lapis 2 lp 5 cm 2 lp 10 cm 139,97 150,73 Gambar 120. Perbedaan spektrum gerakan ikan-ikanan 1 (satu) lapis dengan 2 (dua) lapis jarak 5 cm dan 2 (dua) lapis dengan jarak 10 cm Perbandingan spektrum ikan-ikanan untuk 2 (dua) kecepatan Spektrum frekuensi ikan-ikanan untuk kecepatan 1 m/det dan kecepatan 1.5 m/det masing-masing dapat dilihat pada Gambar 121. Pada gambar, garis kemiringan puncak spektrum antara gerakan ikanikanan dengan kecepatan 1 m/detik dengan garis kemiringan puncak spektrum ikan-ikanan dengan kecepatan 1.5 m/detik membentuk sudut sekitar 6 0, berarti pendeteksian perubahan fase mampu membedakan gerakan ikan-ikanan dengan kecepatan yang berbeda. Dengan membentuk sudut sebesar 6 0 dapat dikatakan spektrum pada kecepatan 1 m/det mirip dengan spektrum ikan-ikanan pada kecepatan 1.5 m/det. Hal tersebut berarti perbedaan kecepatan 1 m/detik dengan kecepatan 1,5 mdetik tidak dapat dibedakan.

189 162 Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum untuk 2 kecepatan 1m/det 1.5/det ,07 53,83 64,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 Frekuensi (Hz) 129,20 139,97 150,73 Gambar 121. Perbandingan spektrum gerakan ikan-ikanan untuk 2 (dua) kecepatan Perbandingan spektrum 3 (susun) ikan-ikanan dalam satu frame Spektrum frekuensi 3 (tiga) susun ikan-ikanan dalam satu frame masingmasing dapat dilihat pada Gambar Perbandingan spektrum 3 (tiga) susun ikan-ikanan dalam satu frame Amplitude (skala norm) acak 1 acak 2 zig zag ,53 43,07 64,60 86,13 107,67 129,20 150,73 Frekuensi (Hz) Gambar 122. Spektrum 3 (susun) ikan-ikanan dalam satu frame..

190 163 Pada gambar, garis kemiringan puncak spetrum untuk susunan acak dengan susunan zig zag membentuk sudut sekitar Hal tersebut membuktikan bahwa pendeteksian perubahan fase gerakan ikan ikanan dengan berbagai susunan dalam satu frame dapat saling dibedakan Perbandingan spektrum ikan-ikanan untuk 3 (tiga) posisi transducer Spektrum frekuensi ikan-ikanan untuk 3 (tiga) posisi transducer masingmasing dapat dilihat pada Gambar 123. Pada gambar dapat dilihat bentuk spektrum frekuensi yang dihasilkan dari gelombang perubahan fase untuk 3 (tiga) posisi transducer saling berbeda, yang seyogyanya spektrumnya harus sama sesuai dengan hipotesis pada subbab hal tersebut disebabkan setiap percobaan susunan ikan-ikanannya berubah sehinggan bentuk gelombang yang dihasilkan tidak sama. 1.2 Perbandingan spektrum untuk berbagai posisi transducer Amplitude (skala norm) normal 135 der 45 der ,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 Frekuensi (Hz) 129,20 139,97 150,73 Gambar 123. Spektrum ikan-ikanan untuk 3 (tiga) posisi transducer Perbandingan spektrum untuk 3 (tiga) jenis ukuran ikan-ikanan Spektrum frekuensi untuk 3 (tiga) jenis ukuran ikan-ikanan masingmasing dapat dilihat pada Gambar 124.

191 164 Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan-ikanan berbagai ukuran panjang lebar kecil 0.0 0,00 21,53 43,07 64,60 86,13 107,67 Frekuensi (Hz) 129,20 150,73 Gambar 124. Perbandingan spektrum untuk 3 (tiga) jenis ukuran ikan-ikanan. Dari gambar, garis kemiringan puncak spektrum untuk ketiga jenis ukuran ikan-ikanan masing-masing membentuk sudut. Hal ini membuktikan bahwa pendeteksian perubahan fase gerakan ikan-ikanan dapat membedakan jenis ukurannya. 6.2 Analisis Simulasi Pengaruh Gangguan Pengaruh gangguan dari gelombang lainnya dengan frekuensi berbeda Dari hasil uji coba simulasi, output dari rangkaian phase detector setelah melewati rangkaian LPF bentuknya sama dengan gelombang dari gerakan ikanikanan yang diwakili oleh gelombang output dari signal generator. Hal ini disebabkan karena transducer yang digunakan hanya dapat menerima gelombang dengan frekuensi f c = 200 khz. Untuk kondisi khusus bila gangguan yang terjadi mempunyai frekuensi sangat mendekati frekuensi transducer yaitu masih dalam frequency range dari transducer yaitu sekitar 200 khz ± 10 Hz maka pengaruhnya terhadap sinyal yang diterima dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Persamaan gekombang yang diterima akibat pantulan gerakan kawanan ikan

192 165 V o (t) = C [cos (ω c t + φ(t))] (57) dimana ω c = 2 πf c dan φ(t) adalah perubahan fase akibat pantulan gerakan kawanan ikan. 2) Persamaan simulasi gangguan yang digunakan adalah V g (t) = A Cos ω 1 t (58) dimana ω 1 ω c, 1 Hz < (ω 1 - ω c ) < 10 Hz atau 1 Hz < (ω c - ω 1 ) < 10 Hz. 3) Gelombang yang masuk ke rangkaian phase detector V i (t) = A Cos ω 1 t + C [cos (ω c t + φ(t))] (59) 4) Gelombang yang keluar rangkaian phase detector V PD (t) = A Cos ω 1 t Cos ω c t + C [cos (ω c t + φ(t))]cos ω c t = ½ A [Cos (ω c t + ω 1 t) + Cos (ω c t - ω 1 t)] + ½ C [Cos (ω c t + φ(t) + ω c t ) + Cos (ω c t + φ(t) - ω c t ) = ½ A [Cos (ω c t + ω 1 t) + Cos (ω c t - ω 1 t)] + ½ C [Cos (2ω c t + φ(t) ) + Cos φ(t)] (60a) atau untuk ω 1 > ω c V PD (t) = ½ A [Cos (ω c t + ω 1 t) + Cos (ω 1 t - ω c t)] + ½ C [Cos (2ω c t + φ(t) ) + Cos φ(t)] (60b) Setelah melewati rangkaian LPF komponen frekuensi (ω c t + ω 1 t) >> ω cutoff dan 2ω c t + φ(t) >> ω cutoff akan diredam sehingga yang keluar LPF hanya frekuensi dibawah f c =1 khz (ω cutoff = 2π f c ), yaitu Cos (ω 1 t - ω c t)] untuk ω 1 > ω c atau Cos (ω c t - ω 1 t)] untuk ω c > ω 1 dan Cos φ(t) dimana φ(t) = ω m t, ω m = 2πf m, sedangkan f m besarnya berkisar 20 Hz Hz berdasarkan hasil uji coba. V LPF (t) = Cos (ω 1 t - ω c t)] + Cos φ(t) untuk ω 1 > ω c (61a) atau V LPF (t) = Cos (ω c t - ω 1 t)] + Cos φ(t) untuk ω c > ω 1 (61b)

193 166 Jadi yang keluar rangkaian LPF adalah gelombang perubahan fase φ(t) yaitu gelombang pantul akibat gerakan kawanan ikan dan gelombang gangguan dengan frekuensi ω c - ω 1 atau ω 1 - ω c yang besarnya sekitar 1 10 Hz. Adapun φ(t) itu sendiri dapat berupa gelombang sinusoida, gelombang nonsinusoida atau gelombang tidak beraturan tergantung dari gerakan kawanan ikan yang diamati. Jadi gangguan dengan frekuensi lebih kecil atau lebih besar dari frekuensi pembawa yang besarnya diluar frequency range transducer tidak berpengaruh terhadap keluaran dari sistim pendeteksian fase dari gelombang pantul gerakan kawanan ikan tetapi bila gangguan berada dalam frequency range transducer akan timbul gangguan pada frekuensi 1 10 Hz yang seyogianya masih diluar dari frequency range gerakan kawanan ikan itu sendiri yaitu sekitar Hz Pengaruh gangguan dari pantulan gelombang yang dipancarkan Dari Gambar 93 gelombang yang keluar dari rangkaian phase detector setelah melewati LPF terhadap pengaruh gangguan pantulan gelombang yang dipancarkan sama bentuknya dengan gelombang dari output function generator yang mewakili gelombang gerakan kawanan ikan. Hal tersebut dapat dibuktikan secara matematis sebagai berikut : 1) Persamaan gelombang pantul akibat gerakan kawanan ikan : V o (t) = C [cos (ω c t + φ(t))] (62) 2) Persamaan simulasi gangguan yang digunakan adalah V g (t) = A Cos ( ω c t + θ) (63) dimana θ adalah perbedaan fase dari gelombang pembawa ω c yang masuk ke transducer penerima akibat pantulan dari obyek sekitarnya 3) Gelombang yang masuk ke rangkaian phase detector V i (t) = A Cos(ω c t + θ) + C [cos (ω c t + φ(t))] (64) 4) Gelombang yang keluar rangkaian phase detector V PD (t) = A [Cos (ω c t + θ)] Cos ω c t + C [cos (ω c t + φ(t))] Cos ω c t

194 167 = ½ A [Cos (ω c t + θ + ω c t) + Cos (ω c t + θ - ω c t)] + ½ C [Cos (ω c t + φ(t) + ω c t ) + Cos (ω c t + φ(t) - ω c t ) = ½ A [Cos (2ω c t + θ) + Cos θ] + ½ C [Cos (2ω c t + φ(t)) + Cos φ(t)] (65) 5) Setelah melewati rangkaian LPF Cos (2ω c t + θ), Cos (2ω c t + φ(t) akan teredam karena 2ω c >> ω cutoff (ω c = 2π f c dimana f c = 200 khz dan ω cutoff = 2π f cutoff dimana f cutoff = 1 khz) V LPF (t) = Cos φ(t) (66) Dari persamaan diatas perbedaan antara θ dan φ(t) dapat dijelaskan pada Gambar 125., dimana θ besarnya tetap, sedangkan φ(t) besarnya berubah-ubah. Jadi yang keluar rangkaian LPF adalah Cos φ(t) karena (2ω c t + φ(t)), (2ω c t + θ), teredam. Jadi gangguan dari gelombang pantul frekuensi pengirim (pembawa) tidak berpengaruh terdap keluaran dari sistim pendeteksian fase dari gelombang pantul gerakan kawanan ikan. Cos (2ω c t + θ), θ tetap Cos 2ω c t Cos (2ω c t + φ(t)) φ (t) Gambar 125. Pengertian persamaan Cos (2ω c t + φ(t)) dengan Cos (2ω c t + θ).

195 Pengaruh gangguan dari pantulan gelombang gerakan schooling ikan itu sendiri Dari Gambar 95 gelombang yang keluar dari rangkaian phase detector setelah melewati LPF bentuknya agak berubah dari gelombang output function generator yang mewakili gelombang gerakan kawanan ikan. Hal tersebut dapat dijelaskan secara matematis sebagai berikut : 1) Persamaan gelombang pantul akibat gerakan kawanan ikan V o (t) = C [cos (ω c t + φ(t))] (67) 2) Persamaan simulasi gangguan yang digunakan adalah V g (t) = A Cos (ω c t + φ(t) + θ) (68) dimana θ adalah perbedaan fase gelombang pantul akibat gerakan kawanan ikan dengan pantulan gelombang pantul gerakan kawanan ikan itu sendiri dari obyek sekitarnya. 3) Gelombang yang masuk ke rangkaian phase detector V i (t) = A Cos(ω c t + φ(t) + θ) + C [cos (ω c t + φ(t))] (69) 4) Gelombang yang keluar rangkaian phase detector V PD (t) = A [Cos (ω c t + φ(t) + θ)] Cos ω c t + C [cos (ω c t + φ(t))] Cos ω c t = ½ A [Cos (ω c t + φ(t) + θ + ω c t) + Cos (ω c t + φ(t) + θ - ω c t)] + ½ C [Cos (ω c t + φ(t) + ω c t ) + Cos (ω c t + φ(t) - ω c t ) = ½ A [Cos (2ω c t + φ(t) + θ) + Cos( φ(t) + θ)] + ½ C [Cos (2ω c t + φ(t) ) + Cos φ(t)] (70) Setelah melewati rangkaian LPF V LPF (t) = Cos (φ(t) + θ) + Cos φ(t) (71) Jadi output dari phase detector setelah melewati rangkaian LPF terdapat 2 (dua) gelombang dengan frekuensi yang sama tetapi beda fase sebesar θ.

196 169 Hal tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 7 subbab bab hipotesis yang hasilnya menjadi sebuah gelombang dengan bentuk tergantung dari besar perbedaan fase θ dan amplitude dari gelombang pantul yang tergantung dari faktor pantul obyek yang dipantulkan. Hal ini sesuai dengan Gambar 95 dimana bentuk gelombang yang keluar phase detector setelah melewati rangkaian LPF bentuknya berubah Pengaruh gangguan dari suara mesin dan noise lainnya Dari hasil uji coba noise dari suara mesin tidak berpengaruh (Gambar 97). Noise dari mesin atau suara motor lainnya mempunyai frequency band sekitar 5 sampai Hz atau 5 khz yang merupakan batas maksimum getaran mekanik (Taub and Shilling, 1987). Dengan analisis pada subbab dan pada Gambar 45, harga ω c - ω i besarnya adalah 2π (200 khz 5 khz) atau 2π.195 khz dan untuk frekuensi 5 Hz harga ω c - ω i besarnya adalah 2π.199,995 khz. Hargaharga tersebut masih jauh berada diatas nilai ω cutoff dari LPF yaitu sekitar 2 π 1 khz. sehingga gelombang yang keluar dari LPF adalah Cos φ(t) dan frekuensi dari noise yang terimposisi dengan gelombang pembawa 200 khz akan teredam Pengaruh gangguan dari peralatan akustik lainnya dengan frekuensi dan fase sama Dari hasil uji coba (Gambar 99), gangguan dari peralatan akustik dengan frekuensi dan fase sama dengan gelombang pembawa tidak berpengaruh terhadap gelombang perubahan fase dari pantulan gerakan kawanan ikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan penjabaran matematis seperti pada persaman 63 hanya besar fase θ = 0. sehingga persaman 63 menjadi : V g (t) = A Cos ω c t (72) Sehingga gelombang yang keluar rangkaian phase detector V PD (t) = A Cos ω c t Cos ω c t + C [cos (ω c t + φ(t))] Cos ω c t = ½ A [Cos(ω c t + ω c t) + Cos (ω c t - ω c t)] +

197 170 ½ C [Cos (ω c t + φ(t) + ω c t ) + Cos (ω c t + φ(t) - ω c t ) = ½ A Cos 2ω c t + ½ C [Cos (2ω c t + φ(t) ) + Cos φ(t)] (73) Jadi gelombang yang keluar dari rangkaian LPF adalah Cos φ(t) sama dengan fase gerakan ikan. Dari analisis tersebut diatas, semua gangguan yang timbul tidak berpengaruh terhadap penerimaan perubahan fase yang diterima kecuali 1) Gelombang pantul dari pantulan gelombang gerakan schooling kawanan ikan itu sendiri. 2) Gelombang dari perangkat akustik lainnya yang frekuensi kerjanya sama 200 khz tetapi dalam kenyataannya tidak tepat 200 Kz misalnya frekuensi 200 ± 5 Kz. 6.3 Analisis Hasil Uji Coba di Lapangan Analisis hasil uji coba bandeng Berdasarkan hasil uji coba pada Gambar 103, dapat diperoleh spektrum frekuensi dari gerakan kawanan bandeng yang pada skala linear yang dinormalisir dapat dilihat pada Tabel 18. Besaran-besaran pada tabel tersebut diperoleh dari hasil pemrosesan FFT pada Wavelab yang dikonversi kebesaran skala linear dengan bantuan MS Excel. Dari tabel tersebut dapat ditampilkan spectrum frekuensi dalam bentuk kurva garis. Dengan memperhatikan garis kemiringan puncak dari kurva garis setiap spektrum-spektrum yang ditampilkan, dapat dilihat perbedaannya atau kesamaannya. Bila garis kemiringan puncak dari dua atau lebih spektrum saling sejajar, berarti bentuk gelombang dari spektrum yang dibandingkan tersebut mirip satu sama lainnya. Sebaliknya bila garis kemiringan puncak beberapa spektrum saling membentuk sudut berarti bentuk gelombang dari spektrum yang dibandingan tidak mirip atau tidak sama. Spektrum garis atau garis kemiringan puncak spektrum gerakan kawanan bandeng dapat dilihat pada Gambar 126.

198 171 Tabel 18. Besar spektrum bandeng dalam skala linear yang dinormalisir Frek (Hz) percobaan 1 percobaan 2 percobaan 3 percobaan 4 64, , , , , , , , , , , , , , , , , Pada Gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum untuk setiap percobaan agak berbeda. Hal ini disebabkan karena susunan schooling ikan selama uji coba tidak stabil. Bandeng tersebut tidak bergerak Amplitude (mv) Perbandingan spektrum ikan bandeng untuk 4 percobaan perc 1 perc 2 perc 3 perc 4 64,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 Frekuensi (Hz) 129,20 139,97 150,73 Gambar 126. Perbandingan envelope spektrum gerakan kawanan bandeng.

199 172 mengelilingi kolam yang disediakan tetapi balik kembali setelah berada di ujung kiri maupun di ujung kanan kolam seperti yang dapat dilihat pada Gambar 126. Hal ini menyebabkan susunannya selalu berubah karena mulai dari gerak balik sampai ke posisi pengamatan susunannya belum sempat stabil. Hal ini disebabkan karena saat kawanan ikan tersebut melintasi jaring ikan-ikan tersebut melihat kesempatan untuk keluar dari daerah gerakannya sehingga saat jaring tidak terlihat ikan-ikan tersebut berusaha kembali ke daerah jaring. Dari Gambar 126 envelope spektrum gerakan kawanan bandeng tersebut, dapat dilihat daerah frekuensi yang dominan berada pada cakupan (range) 75 Hz 120 Hz Analisis hasil uji coba 10 ekor bandeng Dengan cara yang sama seperti pada analisis bandeng sebelumnya, diperoleh besar spektrum frekuensi dari gerakan kawanan 10 ekor ikan bandeng (sebelumnya digunakan sebanyak 40 ekor). Dengan mengurangi jumlah ikan yang diamati, besar spektrum frekuensi pada skala linear yang dinormalisir pada frekuensi dari 43 sampai dengan 150 Hz untuk 4 (empat) percobaan dapat dilihat pada Tabel 19, sedangkan gambar kurva kemiringan puncak spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 128. Dari gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum masing-masing percobaan saling sejajar hanya berbeda 5 0 antara percobaan keempat dengan percobaan pertama yang disebabkan bentuk schoolingnya mulai berubah. Dibandingkan dengan pengamatan gerakan kawanan ibandeng dengan jumlah 40 ekor, spektrum frekuensi gerakan kawanan untuk 10 ekor lebih teratur. Hal ini disebabkan saat berbalik ke areal pengamatan ikan dengan jumlah kecil lebih cepat menyesuaikan susunan schoolingnya.

200 173 Balik arah Gambar 127. Foto bandeng bergerak berbalik arah.

201 174 Tabel 19. Besar spektrum untuk 10 ekor bandeng dalam skala linear yang dinormalisir Frekuensi (Hz) percobaan 1 percobaan 2 percobaan 3 percobaan 4 43, , , , , , Perbandingan spektrum 10 ekor ikan bandeng Amplitude (skala nomalisasi) Perc 1 perc 2 perc 3 perc ,07 64,60 86,13 107,67 129,20 150,73 Frekuensi (Hz) Gambar 128. Spektrum untuk 10 ekor bandeng Analisis hasil uji coba hiubambu Besar spektrum frekuensi dari gelombang perubahan fase hiubambu hasil uji coba dalam skala linear yang dinormalisir untuk 4 (empat) percobaan dapat dilihat pada Tabel 20, sedangkan gambar garis kemiringan puncak spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 129. Pada gambar dapat dilihat kemiringan garsi puncak spektrum untuk setiap percobaan saling membentuk sudut tertentu. Hal ini berarti gerakan hiubambu untuk setiap percobaan posisi ikannya tidak selalu sama meskipun demikian dilihat dari bentuk gelombangnya hampir seirama.

202 175 Tabel 20. Besar spektrum frekuensi dinormalisir Frek. (Hz) percobaan 1 percobaan 2 hiubambu dalam skala linear yang percobaan 3 percobaan 4 64, , , , , , , , , , , , , , , , , Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan hiubambu untuk 4 percobaan perc 1 perc 2 perc 3 perc ,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 Frekuensi (Hz) 139,97 150,73 Gambar 129. Spektrum perubahan fase gelombang pantul gerakan kawanan hiubambu.

203 Analisis hasil uji coba kerong Bentuk gelombang perubahan fase gerakan kawanan kerong hasil uji coba yang ditampilkan pada Gambar 110. untuk setiap percobaan percobaan tidak sama dan bentuk gelombangnya acak. Hal ini disebabkan hanya 4 ekor dari 10 ekor yang masih bergerak secara schooling sisanya masih tidak beraturan (Subbab 5.4.2). Ikan-ikan yang bergerak tidak beraturan tersebut berada pada daerah yang terdeteksi, sedangkan ikan yang bergerak secara schooling berada di posisi jauh dari daerah deteksi. Akibatnya bentuk gelombang perubahan fasenya acak dimana setiap perubahan gelombang pada Gambar 110 mewakili gerakan individu seekor ikan yang terdeteksi. Dari bentuk gelombang hasil uji coba tersebut, diperoleh besar spektrum perubahan fase gerakan kerong dalam skala linear yang dinormalisir yang dapat dilihat pada Tabel 21, sedangkan envelope spektrum perubahan fase tersebut untuk 3 percobaan dapat dilihat pada Gambar 130. Tabel 21. Besar spektrum kerong dalam skala linear yang dinormalisir Frekuensi (Hz) percobaan 1 percobaan 2 percobaan 3 64, , , , , , , , , , , , , , , , , ,

204 177 Pada gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum untuk setiap percobaan saling membentuk sudut karena gerakan kerong tidak beraturan. Hal ini disebabkan seperti yang telah dijelaskan di atas yaitu disebabkan ikan-ikan yang terdeteksi adalah ikan-ikan yang bergerak secara acak. Perbandingan spektrum ikan kerong 1.2 Amplitude (skala norm) Perc 1 perc 2 perc ,60 75,37 86,13 96,90 Frekuensi (Hz) 107,67 118,43 129,20 139,97 150,73 Gambar 130. Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan Kerong Analisis hasil uji coba Bendera Besar spektrum gelombang pantul gerakan kawanan bendera pada skala linear yang dinormalisir dapat dilihat pada Tabel 22. Dari besar spektrum tersebut diperoleh envelope spektrum dari gerakan kawanan bendera untuk 3 (tiga) percobaan yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 131. Pada gambar dapat dilihat garis kemiringan puncak spektrum untuk setiap percobaan bentuknya saling membentuk sudut, yang berarti gerakan untuk setiap percobaan tidak sama. Hal ini disebabkan bendera yang diamati secara individu gerakannya tidak seirama (shoaling).

205 178 Tabel 22. Besar spektrum gerakan bendera dalam skala linear yang dinormalisir Frekuensi (Hz) percobaan 1 percobaan 2 percobaan 3 percobaan 4 64, , , , , , , , , , , , , , , , , , Perbandingan spektrum ikan bendera untuk 4 percobaan Amplitude (skala norm) perc 1 perc 2 perc3 perc ,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 Frekuensi (Hz) 139,97 150,73 Gambar 131. Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan bendera.

206 Analisis hasil uji coba kakap Dari hasil uji coba pada Gambar 112, dapat dilihat bentuk gelombang perubahan fase untuk kakap merah tergantung dari jumlah ikan yang diamati. Pada gambar juga dapat dilihat besar simpangan gerakan kakap merah jauh lebih besar dari simpangan kerong yang juga terdapat di dalamnya. Hal ini disebabkan karena ukuran kakap jauh lebih besar dari kerong dan kakap berenang dengan pola amplitude horizontal wriggle yaitu bergerak dengan menggoyangkan ekor dan sebagian badannya secara horisontal. Pada kakap merah pada uji coba ini simpangan geraknya sekitar 5 cm. Jadi simpangan gelombang yang dibangkitkan diakibatkan dari simpangan gerak badan kakap tersebut, sehinggan makin besar simpangan gerak badan ikan makin besar simpangan gelombang yang dibangkitkan. Besar spektrum gelombang pantul gerakan kawanan kakap merah untuk 3 (tiga) percobaan dapat dilihat pada Tabel 23, sedangkan bentuk puncak spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 132 dimana percobaan pertama dan kedua uji coba untuk satu ekor ikan. Percobaan ketiga uji coba untuk 2 ekor ikan Tabel 23. Frekuensi (Hz) Besar spektrum gerakan kakap dalam skala linear yang dinormalisir percobaan 1 percobaan 2 percobaan 3 percobaan 4 21, , , , , , , , , , , , , , ,

207 180 dan percobaan keempat untuk tiga ekor ikan. Pada gambar dapat dilihat spektrum untuk setiap percobaan bentuknya tidak mirip. Frekuensi yang paling besar berada pada frekuensi dibawah 43 Hz karena gerakan i kakap sangat lambat dan simpangan geraknya (meliuk) jauh lebih besar dibandingkan dari gerakan ikan yang jauh lebih kecil seperti kerong, dan bendera yang umumnya bergerak dengan pola pectoral fin movement yaitu bergerak dengan gerakan sirip pectoralnya. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum ikan kakap untuk 4 percobaan Perc 1 Perc 2 Perc 3 Perc ,53 32,30 43,07 53,83 64,60 75,37 86,13 96,90 Frekuensi (Hz) Gambar 132. Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan kakap Analisis hasil uji coba untuk berbagai posisi transducer Besar spektrum gelombang pantul gerakan kawanan 10 ekor bandeng untuk tiga posisi transducer dalam skala linear yang dinormalisir dapat dilihat pada Tabel 24 sedangkan bentuk kurva spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 133. Dari kurva dapat dilihat pengaruh terhadap posisi transducer terhadap arah gerakan kawanan ikan tidak berpengaruh sesuai dengan hipotesis pada subbab kecuali posisi transducer pada jarak 1m karena pada jarak tersebut beamwidth transducer menjadi lebar (45 0 ) akibat side loop dari transducer (lihat Gambar 134) sehingga gerakan kawanan ikan sepanjang 1.42 m berada dalam 1 (satu) loop sehingga akan terdeteksi secara bersamaan, atau dengan kata lain

208 181 pendeteksian harus berada pada daerah far field. Bila gain side-loop 2 db dan gain main loop 10 db, perbedaannya adalah 8 db atau 1/6 kali. Bila jarak maksimum 10 m, maka jarak batas near field ke far field adalah 10m/6 = 1.6 m dari transducer. Tabel 24. Besar spektrum bandeng dengan tiga posisi transducer dalam skala linear yang dinormalisir Frekuensi (Hz) normal 45 deg 135 deg 90 deg 1 m 86, , , , , , , , , Perbandingan spektrum ikan bandeng untuk berbagai posisi transducer Amplitude (skala norm) normal 45 deg 135 deg 90 deg 1 m 86,13 91,52 96,90 102,28 107,67 113,05 118,43 123,82 129,20 Frekuensi (Hz) Gambar 133. Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan ikan untuk beberapa posisi transducer.

209 182 Β = 45 o α = 12 o Far Field Near Field 1m 3 db 1.42 m Gambar 134. Diagram polar atau beamwidth transducer yang digunakan Analisis hasil uji coba untuk adanya gangguan Dalam uji coba ini bandeng yang diuji jumlahnya 10 ekor. Besar spektrum gelombang pantul gerakan kawanan ikan dengan adanya gangguan suara motor, gangguan dari perangkat fish finder dengan frekuensi sama dalam skala linear yang dinormalisir dapat dilihat pada Tabel 25, sedangkan bentuk kurva spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 135. Dari kurva dapat dilihat garis garis kemiringan puncak spektrum dengan adanya gangguan suara motor/mesin saling sejajar dengan kemiringan garis puncak tanpa gangguan, sedangkan garis kemiringan puncak spektrum adanya gangguan dari fish finder membentuk sudut sekitar 8 0 dengan garis kemiringan puncak tanpa gangguan, hal tersebut berarti gangguan dari perangkat fish finder mempunyai frekuensi tidak sepenuhnya sama 200 khz tetapi lebih besar 3 Hz.

210 183 Tabel 25. Frekuensi (Hz) Besar spektrum dengan adanya gangguan dalam skala linear yang dinormalisir normal Fish finder suara motor 64, , , , , , , , , , , , , Perbandingan spektrum gerakan ikan bandeng untuk berbagai gangguan Amplitude (skala norm) normal Fish F engine ,60 69,98 75,37 80,75 86,13 91,52 96,90 102,28 Frekuensi (Hz) 107,67 113,05 118,43 123,82 129,20 Gambar 135. Spektrum 10 ekor bandeng dengan adanya gangguan.

211 Analisis perbandingan spektrum 4 jenis ikan Pada Gambar 136 dapat dilihat perbandingan spektrum perubahan fase dari gerakan untuk 4 (empat) jenis kawanan ikan yaitu bandeng, hiubambu, bendera dan kerong. Amplitude (skala norm) Perbandingan spektrum untuk berbagai jenis ikan bandeng Hiu bendera kerong 64,60 75,37 86,13 96,90 107,67 118,43 129,20 139,97 Frekuensi (Hz) Gambar 136. Spektrum perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan 4 (empat) jenis kawanan ikan. Dari Gambar 136 dapat dilihat secara jelas perbedaan spektrum dari gerakan 4 (empat) jenis kawanan ikan. Jadi dengan menerapkan teknik pendeteksian perubahan fase dari gelombang pantul gerakan kawanan berbagai jenis ikan dapat dibedakan satu sama lainnya. Dari hasil uji coba spektrum untuk setiap percobaan dari 1 (satu) jenis ikan, hanya kawanan ikan yang berenang secara schooling mempunyai spektrum frekuensi yang sama, sedangkan untuk jenis kawanan ikan yang berenang secara shoaling atau soliter spektrumnya saling berbeda hal ini disebabkan ikan shoaling dan ikan soliter, secara individu bergeraknya tidak teratur atau tidak pasti, sehingga tehnik ini hanya dapat digunakan untuk mengidetifikasi jenis kawanan ikan schooling.

212 Analisis Proses Pengenalan HMM Pengaruh perubahan ukuran codebook Peningkatan besarnya tingkat akurasi akibat ukuran codebook (yang dinyatakan dengan jumlah bit yang digunakan) yang lebih besar disebabkan karena jumlah codeword (centroid) yang dihasilkan semakin banyak. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 22 dimana banyaknya codeword ini akan membuat proses kuantisasi pemilihan nilai vektor data semakin teliti, sehingga pemetaan terhadap vektor data dapat dilakukan dengan jarak yang lebih kecil. Dengan kata lain, distorsi VQ (jarak antara sebuah vektor data dengan codeword terdekat) pada akhir iterasi akan makin kecil. Sebelumnya telah diketahui bahwa peningkatan ukuran codebook dapat meningkatkan tingkat akurasi secara keseluruhan, akan tetapi bila kita melihatnya dari tiap label (jenis ikan) maka peningkatan ukuran codebook belum tentu meningkatkan tingkat akurasi. Ada label dari gelombang perubahan fase yang tingkat akurasinya tetap dan menurun ketika ukuran codebooknya meningkat. Kondisi ini dapat dilihat dari Tabel Menurunnya tingkat akurasi untuk tiap label ketika ukuran codebook meningkat tidak mempengaruhi kemampuan keseluruhan sistem sebab tingkat akurasi untuk keseluruhan sistem tetap meningkat. Berkurangnya tingkat akurasi untuk tiap label ini dikarenakan beberapa gelombang pantulan fase yang awalnya teridentifikasi oleh sistem menjadi tidak teridentifikasi. Salah satunya terjadi pada file bendera19a untuk besar repetisi 5 dari codebook 64 ke 128 seperti yang terlihat dalam Tabel 9 dan Tabel 10. Salah pengidentifikasian ini bisa terjadi karena ketidakstabilan dari gelombang perubahan fase yang dimiliki oleh bendera sebab gerakan bendera adalah shoaling yaitu gerakan secara bergerombol tetapi tidak beraturan. Ketidak stabilan ini akan membuat titik sample dari gelombang perubahan fase untuk bendera19a lebih dekat (distorsi kecil) kepada codeword label lain, sehingga perhitungan untuk mendapatkan nilai LoP juga ikut berubah. Pada Tabel 26 dapat dilihat nilai-

213 186 nilai LoP dari tiap label untuk file bendera19a dengan berbagai ukuran codebook pada ukuran repetisi yang sama. Tabel 26. Nilai LoP dari file bendera19a untuk ukuran codebook 64 dan 128 dengan ukuran repetisi 5 Label Log of probability (LoP) Codebook 64 Codebook 128 Bendera Bandeng Kerong Kakap Hiubambu Dari nilai LoP diatas dapat dilihat bahwa nilai LoP untuk label bendera dengan file yang sama berubah dari untuk ukuran codebook 64 menjadi untuk ukuran codebook 128. Nilai LoP untuk label bandeng pada ukuran codebook 128 lebih besar dari pada label bendera yaitu Oleh karena inilah maka sistem akan salah mengindentifikasi dan label yang diidentifikasi adalah label bandeng Pengaruh perubahan ukuran repetisi Perubahan ukuran repetisi yang semakin meningkat akan membuat tingkat akurasi dari sistem pengenalan gelombang perubahan fase semakin meningkat, peningkatan ini dapat dilihat pada Tabel 11. Peningkatan besar repetisi akan membuat jumlah data dari gelombang perubahan fase semakin banyak, sehingga data yang digunakan untuk pembuatan basis data pada proses make label akan semakin banyak pula. Perubahan data ini tentu akan mempengaruhi proses make codebook dan make HMM menjadi lebih akurat karena data ini lebih mewakili keseluruhan gelombang perubahan fase yang mempunyai karakteristik tertentu yang belum tercakup oleh repetisi sebelumnya. Dari Tabel 11 juga dapat dilihat peningkatan tingkat akurasi ini lebih baik dibandingkan dengan peningkatan tingkat akurasi ketika ukuran codebook meningkat.

214 187 Peningkatan besar repetisi jika dilihat dari tiap label belum tentu meningkatkan besar tingkat akurasi. Sama seperti pada peningkatan ukuran codebook ada label dari gelombang perubahan fase yang tingkat akurasinya tetap dan menurun seperti yang terlihat pada Tabel Akan tetapi, tetap dan menurunnya tingkat akurasi tiap label ini tidak mempengaruhi terhadap tingkat akurasi dari keseluruhan sistem sebab nilai tingkat akurasi ini tetap meningkat. Berkurangnya tingkat akurasi untuk tiap label ini dikarenakan beberapa gelombang pantulan fase yang awalnya teridentifikasi oleh sistem menjadi tidak teridentifikasi. Salah satunya terjadi pada file bandeng16a untuk besar codebook 32 dari besar repetisi 10 ke 15 seperti yang terlihat dalam hasil recognition pada Tabel 5. Salah pengidentifikasian ini bisa terjadi karena peningkatan repetisi berarti menambah data untuk membuat label data base. Ketika repetisi ini bertambah masing-masing label akan mempunyai data baru terhadap keseluruhan sinyal gelombang perubahan fase yang direpetisi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Data baru ini akan mempengaruhi proses pembentukan codebook dan pembentukan model HMM sehingga perhitungan untuk mendapatkan nilai LoP juga ikut berubah. Ternyata data baru ini terhadap file bandeng16a lebih mengarah ke label yang berbeda dikarenakan ada sedikit dari penambahan data yang cenderung ke label lain. Pada Tabel 27 adalah nilai-nilai LoP dari tiap label untuk file bandeng16a dengan ukuran codebook berbeda. Tabel 27. Nilai LoP dari file bendera16a untuk ukuran repetisi 10 dan 15 dengan ukuran codecook 32 Label Log of Probability Repetisi 10 Repetisi 15 Hiubambu Bandeng Kakap Bendera Kerong Dari nilai LoP diatas dapat dilihat bahwa nilai LoP untuk label bandeng dengan file yang sama berubah dari untuk besar repetisi 10 menjadi

215 188 untuk besar repetisi 15. Nilai LoP untuk label hiubambu pada besar repetisi 15 lebih besar dari pada label bandeng yaitu Oleh karena inilah maka sistem akan salah mengindentifikasi dan label yang diidentifikasi adalah label hiubambu Pengaruh perubahan ukuran durasi Perubahan durasi sinyal dari 0.2 detik menjadi 1 detik memberikan tingkat akurasi yang lebih besar, seperti yang terlihat pada Tabel 11. Gelombang perubahan fase untuk durasi sinyal 0.2 detik merupakan bagian dari durasi sinyal 1 detik. Perubahan durasi sinyal yang semakin lama akan memberikan lebih banyak titik sampling pada pembuatan label, sehingga mempengaruhi pembuatan codebook dan model HMM. Penambahan durasi ini juga akan membuat jumlah titik sampling yang dibandingkan lebih banyak sehingga kemungkinannya menjadi lebih besar untuk teridentifikasi. Penambahan durasi sinyal jika dilihat dari tiap label belum tentu meningkatkan besar tingkat akurasi. Sama seperti pada peningkatan ukuran codebook dan peningkatan besar repetisi ada label dari gelombang perubahan fase yang tingkat akurasinya tetap dan menurun seperti yang terlihat pada Tabel Akan tetapi tetap dan menurunnya tingkat akurasi tiap label ini tidak mempengaruhi terhadap tingkat akurasi dari keseluruhan sistem sebab nilai tingkat akurasi ini tetap meningkat. Berkurangnya tingkat akurasi untuk tiap label ini dikarenakan beberapa gelombang pantulan fase yang awalnya teridentifikasi oleh sistem menjadi tidak teridentifikasi. Salah satunya terjadi pada file bendera7a dan bendera7b untuk besar repetisi 5 dan codebook 64 seperti yang terlihat dalam Tabel 6 dan Tabel 9. Salah pengidentifikasian ini bisa terjadi karena titik sampling sebanyak 0.8 detik untuk durasi 1 detik yang berbeda dengan titik sampling untuk durasi 0.2 lebih dekat kepada codeword label lain atau dengan kata lain karakteristik sinyal sepanjang 0.8 detik lebih mirip ke karakteristik sinyal lain, sehingga nilai LoP

216 189 untuk file bendera7b terhadap label bendera lebih kecil dibandingkan dengan nilai LoP file bendera7b terhadap label lain, untuk file ini adalah label kerong, kakap dan bandeng seperti terlihat pada urutan nilai LoP dibawah ini. Ukuran codebook 64, besar repetisi 5, file bendera7b Kerong Kakap Bandeng Bendera Hiu Bambu Oleh karena itulah maka sistem akan salah mengindentifikasi dan label yang teridentifikasi adalah label kerong Perbandingan proses pengenalan untuk berbagai jenis kawanan ikan Berdasarkan data pada Tabel 11, baik untuk berbagai ukuran codebook, durasi dan jumlah repetisi, pengenalan untuk jenis kawanan ikan schooling yang diwakili ikan bandeng mempunyai tingkat akurasi yang paling tinggi dan hasilnya sesuai dengan pembahasan sebelumnya. Untuk kawanan ikan shoaling yang diwakili kawanan bendera, tingkat akurasi maksimum hanya mencapai 85 % sampai 95 %. Untuk beberapa ukuran tingkat akurasinya tidak teratur. Hal ini disebabkan gerakan ikan secara individu tidak teratur, sehingga bentuk gelombang perubahan fase yang dihasilkan sangat berbeda dan kemungkinan centroidnya akan sama dengan jenis ikan lainnya. Untuk ikan yang gerakannya tidak teratur seperti hiubambu, kerong dan kakap merah tingkat akurasinya rendah dan tidak juga teratur karena setiap gelombang yang dibentuk akan tidak teratur akibatnya besar LoP yang dihasilkan juga tidak teratur.

217 KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisis dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dengan menerapkan teknik pendeteksian perubahan fase dari gelombang sonar yang dipantulkan oleh gerakan sekelompok target tertentu dapat di identifikasi karakteristiknya dari bentuk, ukuran, struktur dan susunan individu dalam suatu kawanan, dan kecepatannya dengan menggunakan gelombang sonar kontinyu yang dipancarkan kearah gerakan secara horisontal. 2. Dengan menggunakan Teknik Hidden Markov Model, pengenalan jenis ikan dapat dilakukan dengan tingkat akurasi mencapai 100 % untuk ikan dengan gerakan schooling dengan ukuran codebook 128, waktu durasi sinyal 1 ms, jumlah repetisi Arah gerakan kawanan ikan terhadap transducer ke arah horisontal relatif tidak berpengaruh. 4. Gangguan dari suara mesin, gelombang pantul akustik yang dipancarkan, perangkat akustik dengan frekuenasi sama, lebih besar atau lebih kecil dari frekuensi kerja perangkat akustik yang digunakan dalam uji coba tidak berpengaruh nyata, kecuali gangguan dari pantulan gelombang pantul dari gerakan kawanan ikan itu sendiri dan perangkat akustik lainnya yang bekerja pada frekuensi diatas frekuensi kerja alat yang masih dapat diterima oleh transducer yang digunakan.. 5. Sebagai saran, dalam penelitian lanjutannya perlu dilakukan : 1) Penelitian dengan melakukan uji coba berbagai kondisi (berbagai kecepatan, arah renang baik dilihat dari lateral aspect dan dorsal aspect dan berbagai lokasi) untuk satu jenis ikan tertentu yang dilakukan di laut lepas. 2) Penelitian dengan melakukan uji coba untuk memperoleh data perubahan fase jenis kawanan ikan schooling ekonomis penting lainnya yang dilakukan di laut lepas.dengan berbagai kedalaman. 3) Dilakukan penelitian dengan menggunakan gelombang nonkontinyu atau single wave seperti pada perangkat akustik lainnya.

218 191 DAFTAR PUSTAKA Alevizon, W. S., 1976, Mixed schooling and its possible significance in a tropical western Atlantic parrotfish and surgeonfish, Copea, (4), Bayliff, W.H., 1988, Integrity of schools of skipjact tuna, Katsuwonus pelamis, In the eastern Pacific ocean as determined from tagging data. Fish Bull. (US), 84 (4), Bone, Q., 1978, Locomotors muscle, in Fish Physiology, Vol. 7, Academic Press, New York, Breder, C.M., 1967, On the survival value of fish schools. Zoologica, 52, Breder, C.M., and Halpern, F., 1946, Innate and acquired behaviour effecting the aggregation of fishes, Physial Zool, 19, Cheng, D.K., 1960, Analysis Linear Systems. Addison-Wesley Publishing Company, Ehrenberg, J.E. and Lytle, D.W., 1972, Acoustic techniques for estimating fish abundance. Geoscience Electronics, 10(3), Ehrlich, P.R. & Ehrlich, A.H., 1973, Convolution heterospecific schooling in Caribbean reef fish. Am Nat.,107, Ferguson J.D., 1980, Hidden Markov Analysis : An Introduction, in Hidden Markov for Speech. Institute for Defense Analysis, Princeton, N.J. 5 pages. Foote, K.G.,1983, Linearity of fisheries acoustics, with addition theorems. J..Acoust. Soc. Am,, 78, Freon, P.,Gerlotto, F. & Soria, M., 1992, Changes in school structure according to external stimuli : description and influence on acoustic assessment. Fish. Res., 15, Freon, P.,Gerlotto, F. & Soria, M., 1996, Diel variability of school structure with special reference to transition periods. ICES J. Mar. Sci., 53, Furusawa, M.H, Takao, J.I., Miyonohana, Y.C., Kawaguchi, S.I., 1992, Twostep echo integration method for accurate estimation of fish abudance, Nippon Suisan Gakkaishi, 58, Hara, I.,1985, Shape and size of Japanese sardine school in the water of the southeastern Hokkaido on the basic of acoustic and serial surveys. Bull. Japan. Soc. Fish.,51,

219 192 Hobson, E.S.,1963, Selective feeding by the gafftopsail pompano Trachinotus rhodopus, in mixed schools of herring and anchovies in the Gulf of California. Copeia, 3, Jaya dan Pasaribu, B.P., 2000, Evaluation of swimming speed and direction of pelagic fish in Sunda straits: acoustical approach. The 3 nd JSPS International Seminar Sustainable Fishing Technology in Asia toward the 21 st century, Liu, Zhongmin, Yin, Qizhang, Zhang, Weimin, 2002, A Speaker Identification and Verification System. EEL6586 Final Project, 5 pages Lu, H.J., Lee, K.T., 1994, Species identification of fish shoals from echograms by an echo-signal image processing system. Fisheries Research, 24, Misund, O.A., 1993b, Dynamics of moving masses: variability in packing density, shape, and size among herring, sprat and saithe schools. ICES J. Marine Science., 50, Misund, O.A. & Floen, S., 1993, Packing density structure of herring schools. ICES Marine. Science. Symp., 196, Misund, O.A., Aglen, A. & Fronaes, E., 1995, Mapping the size, shape and density of fish schools by echo integration and a high resolution sonar. ICES Marine. Science. Symp., 52, Motorolla, 1990, Data sheet of balance Modulator MC1496, Motorolla semiconductor Inc., New York, USA, 5 pages. Ohshimo, S., 1976, Acoustic estimation of biomass and school character of anchovy Engraulis japonicus in the East China Sea and the Yellow Sea. Fish. Sci., 62, Partridge, B.L, 1980, Internal dynamics and interrelations of fish in schools. Anim. Behav., 30, Partridge, B.L, 1982b, Structure and function of fish schools. Scient. Amer., 245, Partridge, B.L. and Pitcher, T.J., 1980, The sensory basis of fish schools: relative roles of lateral line and vision. J.Com. Physial.,135, Pitcher, T.J., 1973, The three dimensional structure of fish schools in the minnow. Phoxinus phoxinus. Anim. Behav., 21, Picher, T.J. & Partridge, B.L., 1979, Fish schools density and Volume. Mar. Biol., 54,

220 193 Pitcher, T.J., 1983, Heuristic definition of shoaling behavior. Anim. Behav., 31, Rabiner L.R., 1989, A Tutorial on Hidden Markov Models and Selected Applications in Speech Recognition. Proc. IEEE, 77 (2), Rabiner L.R., Juang B. H., 1993, Fundamentals of Speech Recognition. Prentice Hall Signal Processing Series, New Jersey, Radakov, D.V., 1973, Schooling in the ecology of fish. Israel Program for Scientific Translations, Jerusalem. John Willey and Sons, New York, 2 pages. Radovich, J., 1979, managing pelagic schooling prey species. In: Predator-prey Systems in Fisheries management, pp Rottinger, I., 1976, Un the relation between echo intensity and fish density. FiskDir. Skr. Der. Havunders. 16, Serebrov, L.I., 1984, Relationship between school density and size of fish. J. Ichthyol., 16, Shaw, E., 1978, Schooling fishes. Am. Scient.,66, Squire, J.L.. Jr., 1978, Northern anchovy school shapes as related to problems in school size estimation. Fish. Bull. (US), 76, Thomas, M.P., 1990, Vector quantization codebook design using neural networks. AFOSR/JSEP, 2 pages. Xie, Y., 2000, A range dependent echo association algorithm and its application in split-beam sonar tracking of migratory Salmon in the Fraser River watershed. IEEE J. Ocean Engineering 26 (3),

221 194 Lampiran 1. Foto uji coba simulasi deteksi perubahan fase di Lab Akustik ITK Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Gambar 1. Foto unit penarik ikan-ikanan

222 Gambar 2. Foto motor listrik pada unit penarik ikan-ikanan. 195

223 196 Gambar 3. Unit Ikan-ikanan yang ditarik oleh motor listrik pada unit penarik ikanikan. Gambar 4. Foto pemasangan unit ikan-ikanan.

224 Gambar 5. Foto unit pengendali 197

225 206 Lampiran 2. Foto uji coba di Seaworld Ancol Transducer Pagar penggiring Jaring pemisah Ikan yang diamati Gambar 1. Foto lokasi uji coba di SeaWorld. PAGAR PENGGIRING Gambar 2. Foto lokasi pagar penggring.

226 207 Transducer Oskiloskop Gambar 3. Foto lokasi transducer dan peralatan Oskiloskop Kolam uji coba Fish Species Detector Gambar 4. Foto lokasi peralatan pada posisi matahari di Barat.

227 Lampiran 3. Foto uji coba di P. Genteng Kecil 206

228 207 Gambar 1. Foto pemasangan keramba apung Foto 2. Uji coba di dermaga pada malam hari.

229 208 Foto 3. Pandangan muka dermaga P. Genteng Kecil. Foto 4. Tempat peristirahatan di P.Genteng Kecil.

230 203 Lampiran 4 : List dari pemograman Matlab 1. Proses feature extraction % Output : - coeffs1 : mfcc coefficients dihitung dari % P1(i)=sum(log S(k) *filterbank(k)) % sebagai koefisien power dan % 1/N*sum(P(i)*cos(2*pi*k*n/N)) % sebagai koefisien mfcc % - coeffs2 : koefisien mfcc dihitung dari % P1(i)=sum( S(k) *filterbank(k)) sebagai % koefisien power dan % 1/N*sum(log(P(i))*cos(2*pi*k*n/N)) % sebagai koefisien mfcc % % Spectrum (fft) adalah spec=fft(signal); % logspec=log(abs(spec(1:floor((length(spec)+1)/2)))); % nbpts=length(logspec); % % Membuat filter bank %% membuat vektor dari 150 mels spaced frequencies i=1; freq(i)=1; f(i)=1; while freq(i)<nbpts i=i+1; f(i)=(exp(log(2)*(150*(i-1))/1000)-1)*1000; freq(i)=floor((exp(log(2)*(150*(i-1))/1000)- 1)*1000*2/fs*nbpts); end freq(i+1)=floor((exp(log(2)*(150*i)/1000)- 1)*1000*2/fs*nbpts); %% Membuat triangular filters NbFilters=length(freq)-2; filters=zeros(nbfilters,freq(end)-freq(end-1)); for k=1:nbfilters filters(k,1:freq(k+2)-freq(k))=triang(freq(k+2)- freq(k))'; end % Adding zeros to the spectrum to match the filter % bank's length ZerosVect=zeros(freq(end)-1-length(logSpec),1); logspec=[logspec;zerosvect]; spec=[spec(1:floor((length(spec)+1)/2));zerosvect]; % Menghitung power coefficients

231 204 for j=1:nbfilters Pcoeff1(j)=sum(filters(j,1:freq(j+2)- freq(j))'.*logspec(freq(j):freq(j+2)-1)); Pcoeff2(j)=sum(filters(j,1:freq(j+2)- freq(j))'.*abs(spec(freq(j):freq(j+2)-1))); end % Menghitung mel cepstral coefficients NbCoeffs=floor(NbFilters/2)+1; MAX=max(10*log10(Pcoeff2)); for k=0:nbcoeffs-1 coeffs1(k+1)=1/nbfilters*sum(pcoeff1.*cos(2*pi*k/nb Filters*[0:NbFilters-1])); coeffs2(k+1)=1/nbfilters*sum((10*log10(pcoeff2)- MAX+50).*cos(2*pi*k/NbFilters*[0:NbFilters-1])); end 2 Membuat label function make_labels(rep) % Function make_labels(rep); % 5 labels dibuat dengan melakukan "rep" repetions. % ketika menjalankan aplikasi folder berada pada % direktori the "\data", (pwd -> ans = % C:\..\HMM_Demo\data). for i=1:5 fprintf('recording label nr:%i\n',i) etiqueta=input('ketik nama dari label\n','s'); makelabel(['label' int2str(i)],etiqueta,rep,3); end; 3. Proses training function Cfinal=VQ_training(gerakan,M,iteration); %C=VQ_training(gerakan,length_frame,overlap,fs,bins, %M,iteration); %M :ukuran dari codebook %bins:resolution %iteration gerakan=preemphasis(gerakan); %extraction F=extraction(gerakan,100,78,11025); %delta %DF=delta(F); %F=[DF F]; save feat_default F %load feat_default %F=features2matlab;

232 205 [a,b]=size(f); fprintf('number of points to train VQ:%i\n',a); %generate initial codebook %Cinitial=source(F,bins,M); %training %[Cfinal,V,k]=gla2(F,Cinitial,iteration); Cfinal=split2(F,floor(log(M)/log(2)),iteration); Code=Cfinal; save codebook Code 3. Membuat codebook function make_codebook(filename,m,iteration); % make_codebook('vq_filename',m,iteration) % % VQ_filename = Nama dari file dimana data codebook % disimpan. % M = Ukuran dari codebook (Recommended 32). % iteration = Jumlah iterasi untuk General Lloyd % Algorithm (GLA). function [A_new,B_new,p0_new]=HMM_training(A,B,p0,O); % A transition matrix (n,n) % B the observation symbol probability matrix (n,m) % p0 initial state distribution vector [n,1] % O observation sequence vector (1,T) % Menghitung scaleds variables [alfa,c]=hmm_forward(a,b,p0,o); beta=hmm_backward(a,b,p0,o,c); T=length(O); [n,m]=size(b); % Menghitung A_new A_temp=zeros(n,n); for i=1:n, for j=1:n, for t=1:t-1, % start sum A_temp(i,j)=A_temp(i,j)+alfa(i,t)*A(i, j)*b(j,o(t+1))*beta(j,t+1); end; % end sum end; end; for i=1:n, A_new(i,:)=A_temp(i,:)/sum(A_temp(i,:)); end;

233 206 % Menghitung gama for t=1:t, gama(:,t)=(alfa(:,t).*beta(:,t))/(alfa(:,t)'*beta (:,t)); end; % Menghitung B_new B_new=zeros(n,m); for l=1:m, for j=1:n, for t=1:t, if O(t)==l B_new(j,l)=B_new(j,l)+gama(j,t); end; end; B_new(j,l)=B_new(j,l)/sum(gama(j,:)); end; end; % Menghitung p0_new p0_new=gama(:,1); 4. Vector Quantization LBG function [O,Y,Distortion]=vq(X,C); % [O,Y,Distortion]=vq(X,C); % O :Nilai observasi sequences discrete % Y :nilai kuantisasi % Distortion: Distorsi rata-rata % X NxL vectored signal(l = baris dari matriks) % C MxL codebook [N,L]=size(X); [M,L]=size(C); Distortion=0; for t=1:n, for c=1:m, dist(c)=norm(x(t,:)-c(c,:)); end; [val,o(t)]=min(dist); Distortion=Distortion+val^2; Y(t,:)=C(O(t),:); end; Distortion=Distortion/N; 6. Program HMM % make_hmm('model_file','codebook',iteration); % % model_file = Nama dari file dimana data HMM % disimpan.

234 207 % codebook = Nama dari file dimana data codebook % disimpan. % iteration = Jumlah iterasi untuk Baum-Welch % algorithm. % % Transform file gelombang gerakan ikan ke discrete % observations dengan menggunakan codebook. % kemudian latih (train) model dengan menggunakan % Algoritma Baum-Welch. load(codebook); [M,a]=size(Code); SAVING_OBSERVATION_new(codebook,'fileobservation'); % Buat HMM models y kemudian simpan ke model_file TRAIN_PART_demo(model_file,'fileobservation',iteration,M);

235 Lampiran 5 : Peta Pulau Genteng Kecil Kep. Seribu 208

236 Lampiran 6 : Peta Pulau Genteng Kecil Kep. Seribu 245

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini teknologi hidroakustik atau perangkat lunak pengolah sinyal akustik masih sulit untuk dapat mengetahui jenis dan panjang ikan secara langsung dan akurat. Selama

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO

ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO ANALISIS PENENTUAN JENIS KAWANAN IKAN BERDASARKAN DETEKSI FASA PANTULAN GELOMBANG AKUSTIK DAN PENERAPAN HIDDEN MARKOV MODEL ARMAN DJOHAN DIPONEGORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 155 6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Simulasi Perubahan Fase 6.1.1 Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm Untuk memperoleh spektrum frekuensi dari gelombang ikan-ikanan berukuran 20 x

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Deteksi Perubahan Fase

3 METODOLOGI. 3.1 Deteksi Perubahan Fase 41 3 METODOLOGI 3.1 Deteksi Perubahan Fase Dalam penelitian ini deteksi perubahan fase dari gerakan suatu target atau gerakan kawanan ikan dilakukan dengan menggunakan perangkat dengan diagram blok seperti

Lebih terperinci

5 SIMULASI DAN UJI COBA SISTIM DETEKSI

5 SIMULASI DAN UJI COBA SISTIM DETEKSI 98 5 SIMULASI DAN UJI COBA SISTIM DETEKSI 5.1 Simulasi Perubahan Fase 5.1.1 Konfigurasi uji coba Simulasi dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan fase yang diterima dari gelombang pantul berbagai kondisi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENENTUKAN JENIS IKAN SECARA REAL-TIME DENGAN MENGGUNAKAN METODA HIDDEN MARKOV

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENENTUKAN JENIS IKAN SECARA REAL-TIME DENGAN MENGGUNAKAN METODA HIDDEN MARKOV UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENENTUKAN JENIS IKAN SECARA REAL-TIME DENGAN MENGGUNAKAN METODA HIDDEN MARKOV SKRIPSI YUNANTO WIDYATMAJI 0404030881 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi PLL (Phase Locked Loop) sebagai modul praktikum demodulator FM sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septianda mahasiswa Program Studi Teknik

Lebih terperinci

4 HASIL RANCANG BANGUN SISTIM DETEKSI KAWANAN IKAN

4 HASIL RANCANG BANGUN SISTIM DETEKSI KAWANAN IKAN 60 4 HASIL RANCANG BANGUN SISTIM DETEKSI KAWANAN IKAN 4.1 Rancang Bangun Perangkat Pendeteksi Kawanan Ikan 4.1.1 Diagram blok Diagram blok dari perangkat pendeteksi jenis kawanan ikan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengenalan kata merupakan salah satu fungsi dari

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengenalan kata merupakan salah satu fungsi dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Proses pengenalan kata merupakan salah satu fungsi dari voice recognition. Voice recognition dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker

Lebih terperinci

PENGENALAN JENIS IKAN DENGAN METODE HIDDEN MARKOV MODEL MENGGUNAKAN DSK TMS320C6713 SKRIPSI

PENGENALAN JENIS IKAN DENGAN METODE HIDDEN MARKOV MODEL MENGGUNAKAN DSK TMS320C6713 SKRIPSI PENGENALAN JENIS IKAN DENGAN METODE HIDDEN MARKOV MODEL MENGGUNAKAN DSK TMS320C6713 SKRIPSI Oleh ARIO MUHAMAD FANIE 0403030195 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GANJIL 2007/2008

Lebih terperinci

udara maupun benda padat. Manusia dapat berkomunikasi dengan manusia dari gagasan yang ingin disampaikan pada pendengar.

udara maupun benda padat. Manusia dapat berkomunikasi dengan manusia dari gagasan yang ingin disampaikan pada pendengar. BAB II DASAR TEORI 2.1 Suara (Speaker) Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan amplitudo tertentu melalui media perantara yang dihantarkannya seperti media air, udara maupun

Lebih terperinci

Pengenalan Pembicara dengan Ekstraksi Ciri MFCC Menggunakan Kuantisasi Vektor (VQ) Yoyo Somantri & Erik Haritman dosen tek elektro fptk UPI.

Pengenalan Pembicara dengan Ekstraksi Ciri MFCC Menggunakan Kuantisasi Vektor (VQ) Yoyo Somantri & Erik Haritman dosen tek elektro fptk UPI. Pengenalan Pembicara dengan Ekstraksi Ciri MFCC Menggunakan Kuantisasi Vektor (VQ) Yoyo Somantri & Erik Haritman dosen tek elektro fptk UPI. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK MENENTUKAN JENIS KAWANAN IKAN, JARAK KAWANAN IKAN, DAN POSISI KAPAL

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK MENENTUKAN JENIS KAWANAN IKAN, JARAK KAWANAN IKAN, DAN POSISI KAPAL xxxi BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK MENENTUKAN JENIS KAWANAN IKAN, JARAK KAWANAN IKAN, DAN POSISI KAPAL Perangkat lunak pengenal gelombang perubahan fasa ini dilakukan dengan menggunakan komputer

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN REALISASI

BAB 3 PERANCANGAN DAN REALISASI ABSTRAK Transceiver (transmitter receiver) tidak hanya digunakan untuk komunikasi suara saja tetapi dapat digunakan untuk komunikasi data dengan menggunakan sebuah modem. Untuk komunikasi jarak jauh biasa

Lebih terperinci

BAB IV UJI COBA DAN ANALISA

BAB IV UJI COBA DAN ANALISA xlix BAB IV UJI COBA DAN ANALISA 4.1. PENGENALAN JENIS IKAN Uji coba pengenalan (Recognition) dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: secara langsung dan secara tidak langsung. Secara tidak langsung, uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Prinsip teknologi dikembangkan adalah untuk membuat alat atau sarana yang dapat membantu dan memberi kemudahan bagi manusia untuk melakukan kegiatan dalam hidup. Seiring

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENELITIAN TERDAHULU Sebelumnya penelitian ini di kembangkan oleh mustofa, dkk. (2010). Penelitian terdahulu dilakukan untuk mencoba membuat alat komunikasi bawah air dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Manusia dianugrahi oleh Tuhan dua telinga yang memiliki fungsi untuk menangkap sinyal-sinyal suara. Namun untuk mengoptimalkan dari fungsi telinga tersebut manusia harus belajar

Lebih terperinci

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Pendahuluan Telekomunikasi = Tele -- komunikasi Tele = jauh Komunikasi = proses pertukaran informasi Telekomunikasi = Proses pertukaran

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 25 BAB III PERANCANGAN SISTEM Sistem monitoring ini terdiri dari perangkat keras (hadware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras terdiri dari bagian blok pengirim (transmitter) dan blok penerima

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 21 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Sebelum citra tanda tangan dikenali dengan menggunakan Hidden Markov Model (HMM) citra tanda tangan tersebut ditransmisikan dengan dikompresi menggunakan Run Length Encoding

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU Oleh: Arief Wijaksana C64102055 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Model Sistem Komunikasi Sinyal listrik digunakan dalam sistem komunikasi karena relatif gampang dikontrol. Sistem komunikasi listrik ini mempekerjakan sinyal listrik untuk membawa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2005/2006 PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI FILE DENGAN PASSWORD SUARA Rendy Sesario 0600615431 Samanta Limbrada

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode hidroakustik Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic instrumen), antara lain: echosounder,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI CAMPURAN NADA PADA SUARA PIANO MENGGUNAKAN CODEBOOK

IDENTIFIKASI CAMPURAN NADA PADA SUARA PIANO MENGGUNAKAN CODEBOOK IDENTIFIKASI CAMPURAN NADA PADA SUARA PIANO MENGGUNAKAN CODEBOOK Ade Fruandta dan Agus Buono Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti

Lebih terperinci

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Oleh: Ayu Destari C64102022 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM 52 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM Bab ini membahas pengujian alat yang dibuat, kemudian hasil pengujian tersebut dianalisa. 4.1 Pengujian Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan

Lebih terperinci

Pengukuran Waktu Tunda (Time Delay) pada Dua Sinyal dengan Cross Correlation Function (CCF)

Pengukuran Waktu Tunda (Time Delay) pada Dua Sinyal dengan Cross Correlation Function (CCF) Jurnal Penelitian Sains Volume 12 Nomer 1(B) 12102 Pengukuran Waktu Tunda (Time Delay) pada Dua Sinyal dengan Cross Correlation Function (CCF) Erry Koriyanti Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Sriwijaya,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan yang dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Agustus menggunakan data hasil olahan dalam bentuk format *raw.dg yang

Lebih terperinci

PRINSIP UMUM. Bagian dari komunikasi. Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu

PRINSIP UMUM. Bagian dari komunikasi. Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu TEKNIK MODULASI PRINSIP UMUM PRINSIP UMUM Bagian dari komunikasi Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu PRINSIP UMUM Modulasi merupakan suatu proses dimana informasi, baik berupa sinyal audio,

Lebih terperinci

PENGENALAN SUARA BURUNG MENGGUNAKAN MEL FREQUENCY CEPSTRUM COEFFICIENT DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA SISTEM PENGUSIR HAMA BURUNG

PENGENALAN SUARA BURUNG MENGGUNAKAN MEL FREQUENCY CEPSTRUM COEFFICIENT DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA SISTEM PENGUSIR HAMA BURUNG PENGENALAN SUARA BURUNG MENGGUNAKAN MEL FREQUENCY CEPSTRUM COEFFICIENT DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA SISTEM PENGUSIR HAMA BURUNG TUGAS AKHIR MUHAMMAD AGUNG NURSYEHA 2211100164 Pembimbing: Dr. Muhammad

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... BAB I Pendahuluan Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... BAB I Pendahuluan Latar Belakang... ABSTRAK Kemajuan teknologi sudah berkembang dengan pesat terutama dengan banyak terciptanya berbagai macam peralatan dalam bidang telekomunikasi yang salah satunya yaitu modem sebagai alat modulasi dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Nilai Target Strength (TS) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Nilai target strength (TS) merupakan parameter utama pada aplikasi metode akustik dalam menduga kelimpahan

Lebih terperinci

Perbandingan Sistem Perhitungan Suara Tepuk Tangan dengan Metode Berbasis Frekuensi dan Metode Berbasis Amplitudo

Perbandingan Sistem Perhitungan Suara Tepuk Tangan dengan Metode Berbasis Frekuensi dan Metode Berbasis Amplitudo Tersedia secara online di: http://journal.ipb.ac.id/index.php.jika Volume 2 Nomor 1 halaman 29-37 ISSN: 2089-6026 Perbandingan Sistem Perhitungan Suara Tepuk Tangan dengan Metode Berbasis Frekuensi dan

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 206/207 JUDUL SINGLE SIDEBANDD-DOUBLE SIDEBAND (SSB-DSB) GRUP 2 3C PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal. BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulasi Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk memperoleh transmisi yang efisien dan handal. Pemodulasi yang merepresentasikan pesan yang akan dikirim, dan

Lebih terperinci

TAKARIR. periode atau satu masa kerjanya dimana periodenya adalah nol.

TAKARIR. periode atau satu masa kerjanya dimana periodenya adalah nol. TAKARIR AC {Alternating Current) Adalah sistem arus listrik. Sistem AC adalah cara bekerjanya arus bolakbalik. Dimana arus yang berskala dengan harga rata-rata selama satu periode atau satu masa kerjanya

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU Oleh: Munawir C64102020 PR AN TEKNOLOGI KELAUTAN AN DAN I Lm KELAUTAN INSTITUT PERTANLAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan Acoustical length adalah panjang target dalam akustik pada sebuah target, dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau panjang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TUTUR DENGAN METODE KUANTISASI VEKTOR LINDE - BUZO - GRAY TUGAS AKHIR OLEH: YOHANES AGUNG SANTOSO PRANOTO

IDENTIFIKASI TUTUR DENGAN METODE KUANTISASI VEKTOR LINDE - BUZO - GRAY TUGAS AKHIR OLEH: YOHANES AGUNG SANTOSO PRANOTO IDENTIFIKASI TUTUR DENGAN METODE KUANTISASI VEKTOR LINDE - BUZO - GRAY TUGAS AKHIR OLEH: YOHANES AGUNG SANTOSO PRANOTO 02.50.0020 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 SENSOR MEKANIK KETINGGIAN LEVEL AIR Transduser adalah alat yang mengubah suatu energi dari satu bentuk ke bentuk lain. Sebuah tranduser digunakan untuk mengkonversi suatu besaran

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISA DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK PERINTAH SUARA SEBAGAI PENUNJANG SARANA INPUT PADA SISTIM OPERASI MICROSOFT WINDOWS XP

ANALISA DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK PERINTAH SUARA SEBAGAI PENUNJANG SARANA INPUT PADA SISTIM OPERASI MICROSOFT WINDOWS XP UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Tehnik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2006/2007 ANALISA DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK PERINTAH SUARA SEBAGAI PENUNJANG SARANA INPUT PADA

Lebih terperinci

Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta MSK dan GMSK Dr. Risanuri Hidayat Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Minimum-Shift Keying (MSK) adalah salah satu jenis modulasi frequency-shift

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

Welcome to Marine Acoustic Virtual Lab!

Welcome to Marine Acoustic Virtual Lab! Welcome to Marine Acoustic Virtual Lab! Halaman ini akan memperlihatkan setup peralatan (termasuk instruments dan peralatan lain) dan memberikan ide kepada mahasiswa bagaimana melakukan eksperimen. Gambar

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER Septian Nanda - 3311401055 dan Aprillina Idha - 3311401056 Geomatics Engineering Marine Acoustic, Batam State Politechnic Email : prillyaprillina@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda.

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda. BAB II DASAR TEORI. Umum Pada kebanyakan sistem, baik itu elektronik, finansial, maupun sosial sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda. Karena sebagian besar sinyal

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012)

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Digital Signal Processing Pada masa sekarang ini, pengolahan sinyal secara digital yang merupakan alternatif dalam pengolahan sinyal analog telah diterapkan begitu luas. Dari

Lebih terperinci

Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04

Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04 Fandhi Nugraha K D411 13 313 Teknik Elektro Makalah Tugas Sensor Ultrasonik HC-SR04 Universitas Hasanuddin Makassar 2015/2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan teknologi saat ini sangat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. sesuai dengan sinyal pemodulasinya. Modulasi ada dua macam, yaitu modulasi

BAB II DASAR TEORI. sesuai dengan sinyal pemodulasinya. Modulasi ada dua macam, yaitu modulasi BAB II DASAR TEORI Modulasi adalah proses dimana parameter gelombang pembawa diubah sesuai dengan sinyal pemodulasinya. Modulasi ada dua macam, yaitu modulasi sinyal analog dan modulasi sinyal digital.

Lebih terperinci

Modulasi adalah proses modifikasi sinyal carrier terhadap sinyal input Sinyal informasi (suara, gambar, data), agar dapat dikirim ke tempat lain, siny

Modulasi adalah proses modifikasi sinyal carrier terhadap sinyal input Sinyal informasi (suara, gambar, data), agar dapat dikirim ke tempat lain, siny Modulasi Modulasi adalah proses modifikasi sinyal carrier terhadap sinyal input Sinyal informasi (suara, gambar, data), agar dapat dikirim ke tempat lain, sinyal tersebut harus ditumpangkan pada sinyal

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 2. SISTEM MODULASI DALAM PEMANCAR GELOMBANG RADIO Modulasi merupakan metode untuk menumpangkan sinyal suara pada sinyal radio. Maksudnya, informasi yang akan disampaikan kepada

Lebih terperinci

Simulasi Pendeteksian Sinyal Target Tunggal Yang Mengalami Gangguan Pada Radar ABSTRAK

Simulasi Pendeteksian Sinyal Target Tunggal Yang Mengalami Gangguan Pada Radar ABSTRAK Simulasi Pendeteksian Sinyal Target Tunggal Yang Mengalami Gangguan Pada Radar Imanudin Muchtiar / 0122180 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri 65, Bandung 40164, Indonesia

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA SALURAN TRANSMISI MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET. Oleh : RHOBI ROZIEANSHAH NIM : 13203054

PENENTUAN LOKASI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA SALURAN TRANSMISI MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET. Oleh : RHOBI ROZIEANSHAH NIM : 13203054 PENENTUAN LOKASI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA SALURAN TRANSMISI MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET LAPORAN TUGAS AKHIR Dibuat sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Teknik Elektro dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

SINYAL & MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

SINYAL & MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung SINYAL & MODULASI Ir. Roedi Goernida, MT Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung 2012 1 Pengertian Sinyal Merupakan suatu perubahan amplitudo dari tegangan,

Lebih terperinci

Sistem Verifikasi Penutur menggunakan Metode Mel Frequensi.

Sistem Verifikasi Penutur menggunakan Metode Mel Frequensi. SISTEM VERIFIKASI PENUTUR MENGGUNAKAN METODA MEL FREQUENCY CEPSTRAL COEFFICIENTS-VECTOR QUANTISATION (MFCC-VQ) SERTA SUM SQUARE ERROR (SSE) DAN PENGENALAN KATA MENGGUNAKAN METODA LOGIKA FUZZY Oleh : Atik

Lebih terperinci

TEE 843 Sistem Telekomunikasi. 7. Modulasi. Muhammad Daud Nurdin Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016

TEE 843 Sistem Telekomunikasi. 7. Modulasi. Muhammad Daud Nurdin Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016 TEE 843 Sistem Telekomunikasi 7. Modulasi Muhammad Daud Nurdin syechdaud@yahoo.com Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016 Modulasi Prinsip Dasar Modulasi Modulasi Gelombang Kontinu Modulasi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen Dasar Laut Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Tujuan Latar Belakang Ruang Lingkup Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Nada dan Chord Gitar

PENDAHULUAN Tujuan Latar Belakang Ruang Lingkup Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Nada dan Chord Gitar PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem pendengaran manusia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menangkap dan mengenali sinyal suara. Dalam mengenali sebuah kata ataupun kalimat bukanlah hal yang sulit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Jarak Near Field (R nf ) yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan formula (1) adalah 0.2691 m dengan lebar transducer 4.5 cm, kecepatan suara 1505.06

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PSD Bab I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. PSD Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Pengolahan Sinyal Digital (Digital Signal Processing, disingkat DSP) adalah suatu bagian dari sain dan teknologi yang berkembang pesat selama 40 tahun terakhir. Perkembangan ini terutama

Lebih terperinci

APLIKASI PERINTAH SUARA UNTUK MENGGERAKKAN ROBOT. Disusun Oleh : Nama : Astron Adrian Nrp :

APLIKASI PERINTAH SUARA UNTUK MENGGERAKKAN ROBOT. Disusun Oleh : Nama : Astron Adrian Nrp : APLIKASI PERINTAH SUARA UNTUK MENGGERAKKAN ROBOT Disusun Oleh : Nama : Astron Adrian Nrp : 0422014 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,, Jl. Prof.Drg.Suria Sumantri, MPH no.65, Bandung, Indonesia.

Lebih terperinci

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI 425-890 MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan

Lebih terperinci

PEMANCAR DAN PENERIMA RADIO MOD. f c AUDIO AMPL. f LO MOD FREK LOCAL OSCIL

PEMANCAR DAN PENERIMA RADIO MOD. f c AUDIO AMPL. f LO MOD FREK LOCAL OSCIL VII. PEMANCAR DAN PENERIMA RADIO VII.1. BLOK DIAGRAM PEMANCAR AM / FM a. MOD Sinyal AM / FM / SSB Antena b. MOD AMP POWER Mikr s.akustik s. Listrik f LO LOCAL OSCIL Antena c. MOD FREK FREQ. MULTI PLIER

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA SEISMOELEKTRIK. palu. Dari referensi pengukuran seismoelektrik di antaranya yang dilakukan oleh

BAB III METODE PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA SEISMOELEKTRIK. palu. Dari referensi pengukuran seismoelektrik di antaranya yang dilakukan oleh BAB III METODE PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA SEISMOELEKTRIK 3.1 Metode Pengambilan Data Ada beberapa konfigurasi pengukuran yang digunakan dalam pengambilan data seismoelektrik di lapangan. Konfigurasi

Lebih terperinci

Gambar 8. Lokasi penelitian

Gambar 8. Lokasi penelitian 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Januari-3 Februari 2011 yang di perairan Pulau Gosong, Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang, Kabupaten

Lebih terperinci

PENGENALAN SUARA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MODEL PROPAGASI BALIK

PENGENALAN SUARA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MODEL PROPAGASI BALIK ABSTRAK PENGENALAN SUARA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN Dosen Jurusan Teknik Elektronika Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar Pada penelitian ini dibuat sebuah sistem pengenalan suara manusia dengan

Lebih terperinci

BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK)

BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK) BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK) Sigit Kusmaryanto http://sigitkus@ub.ac.id I Pendahuluan Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi pada sinyal pembawa sehingga menghasilkan sinyal termodulasi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Genre musik adalah pengelompokan musik sesuai dengan kemiripan satu dengan yang lain, seperti kemiripan dalam hal frekuensi musik, struktur ritmik, dan konten harmoni. Genre

Lebih terperinci

INDEPT, Vol. 3, No.1, Februari 2013 ISSN

INDEPT, Vol. 3, No.1, Februari 2013 ISSN SISTEM SPEAKER RECOGNITION (PENGENAL PENGUCAP) UNTUK MENCARI KARAKTERISTIK UCAPAN SESEORANG DENGAN METODE MEL FREQUENCY CEPTRUM COEFFISIENT (MFCC) MENGGUNAKAN SOFTWARE MATLAB Andriana, ST., MT. Dosen Fakultas

Lebih terperinci

Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial

Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial Modulasi sudut / Modulasi eksponensial Sudut gelombang pembawa berubah sesuai/ berpadanan dengan gelombang informasi kata lain informasi ditransmisikan dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sensor Mekanik Ketinggian Level Air Transduser adalah alat yang mengubah suatu energi dari satu bentuk ke bentuk lain. Sebuah tranduser digunakan untuk mengkonversi suatu besaran

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. 4.1 Spesifikasi Hardware dan Software yang digunakan dalam penelitian

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. 4.1 Spesifikasi Hardware dan Software yang digunakan dalam penelitian BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Hardware dan Software yang digunakan dalam penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan satu set komputer dengan prosesor berkecepatan 1,18 GHz,

Lebih terperinci

ON-BOARD FUNDAMENTAL FREQUENCY ESTIMATION OF ROCKET FLIGHT EXPERIMENTS USING DSP MICROCONTROLLER AND ACCELEROMETER

ON-BOARD FUNDAMENTAL FREQUENCY ESTIMATION OF ROCKET FLIGHT EXPERIMENTS USING DSP MICROCONTROLLER AND ACCELEROMETER Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 7 No. 1 Juni 29:46-5 ON-BOARD FUNDAMENTAL FREQUENCY ESTIMATION OF ROCKET FLIGHT EXPERIMENTS USING DSP MICROCONTROLLER AND ACCELEROMETER Agus Harno Nurdin Syah, Sri Kliwati,

Lebih terperinci

BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF

BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF 3.1. Pendahuluan Fungsi SAW Filter sendiri dalam unit IF pada televisi adalah untuk memberikan bentuk respon sinyal IF yang dihasilkan dari tuner

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

Jurnal Komputer Terapan Vol. 1, No. 2, November 2015, Jurnal Politeknik Caltex Riau

Jurnal Komputer Terapan Vol. 1, No. 2, November 2015, Jurnal Politeknik Caltex Riau Jurnal Komputer Terapan Vol. 1, No. 2, November 2015, 121-132 121 Jurnal Politeknik Caltex Riau http://jurnal.pcr.ac.id Aplikasi Pengenalan Ucapan Dengan Ekstraksi Ciri Mel- Frequency Cepstrum Coefficients

Lebih terperinci

Praktikum Sistem Komunikasi

Praktikum Sistem Komunikasi UNIT V Modulasi BPSK dan DPSK 1. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui perbedaan komunikasi analog dengan komunikasi digital 2. Mengetahui jenis-jenis format data coding 3. Mampu memahami sistem komunikasi digital

Lebih terperinci

PENERJEMAH FILE MUSIK BEREKSTENSI WAV KE NOT ANGKA. Albertus D Yonathan A / ABSTRAK

PENERJEMAH FILE MUSIK BEREKSTENSI WAV KE NOT ANGKA. Albertus D Yonathan A / ABSTRAK PENERJEMAH FILE MUSIK BEREKSTENSI WAV KE NOT ANGKA Albertus D Yonathan A / 0422001 y0y02k4@gmail.com Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri 65 Bandung 40164, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wicara atau ucapan adalah cara berkomunikasi yang paling sederhana dan sering digunakan oleh manusia. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, proses komunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya teknologi telekomunikasi, internet menjadi sesuatu yang tidak lagi sulit dan mahal. Kemudahan ini menyebabkan internet dipenuhi berbagai

Lebih terperinci

Rijal Fadilah. Transmisi & Modulasi

Rijal Fadilah. Transmisi & Modulasi Rijal Fadilah Transmisi & Modulasi Pendahuluan Sebuah sistem komunikasi merupakan suatu sistem dimana informasi disampaikan dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya tempat A yang terletak ditempat yang

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun sirkit sebagai pembangkit gelombang sinus synthesizer berbasis mikrokontroler

1.2 Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun sirkit sebagai pembangkit gelombang sinus synthesizer berbasis mikrokontroler BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dewasa ini dunia telekomunikasi berkembang sangat pesat. Banyak transmisi yang sebelumnya menggunakan analog kini beralih ke digital. Salah satu alasan bahwa sistem

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER 3 GANJIL 2017/2018 DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T Sinyal Digital Selain diwakili oleh sinyal analog, informasi juga dapat diwakili oleh sinyal digital.

Lebih terperinci

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri / Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN Warta Qudri / 0122140 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jl. Prof.Drg.Suria Sumantri, MPH 65, Bandung, Indonesia, Email : jo_sakato@yahoo.com ABSTRAK Kombinasi

Lebih terperinci

Kinerja Sistem Komunikasi Satelit Non-Linier BPSK Dengan Adanya Interferensi Cochannel.

Kinerja Sistem Komunikasi Satelit Non-Linier BPSK Dengan Adanya Interferensi Cochannel. Kinerja Sistem Komunikasi Satelit Non-Linier BPSK Dengan Adanya Interferensi Cochannel. Agung Rosdian Purnomo (1122078) Email: agung.rosdianpurnomo@gmail.com Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kardiawarman, Ph.D. Modul 7 Fisika Terapan 1

PENDAHULUAN. Kardiawarman, Ph.D. Modul 7 Fisika Terapan 1 PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Rangkaian Elektronika Dalam eknologi Audio Visual yang mencakup: teknik pemancar dan penerima audio, serta pemancar dan penerima audio-video.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN 3.1. Blok Diagram Sistem Untuk mempermudah penjelasan dan cara kerja alat ini, maka dibuat blok diagram. Masing-masing blok diagram akan dijelaskan lebih rinci

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive).

BAB II DASAR TEORI. radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive). BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengerian Smart Antenna Istilah smart antenna umumnya mengacu kepada antena array yang dikombinasikan dengan pengolahan sinyal yang canggih, yang mana desain fisiknya dapat dimodifikasi

Lebih terperinci

BOBI KURNIAWAN, JANA UTAMA Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia

BOBI KURNIAWAN, JANA UTAMA Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia bidang TEKNIK PERANCANGAN RADIO PORTABEL UNTUK MASYARAKAT PEDESAAN DI INDONESIA BERBASIS FREKUENSI MODULASI (FM) DENGAN MENGGUNAKAN MP3, MEMORY CARD, KOMPUTER DAN LINE IN MICROPONE SEBAGAI MEDIA INPUT

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT PENDETEKSI WARNA CAT NIRKABEL

PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT PENDETEKSI WARNA CAT NIRKABEL PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT PENDETEKSI WARNA CAT NIRKABEL Disusun Oleh: Nama : Robert Anthony Koroa NRP : 0722016 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,, Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri, MPH no.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE HIDDEN MARKOV MODEL DAN VECTOR QUANTIZATION UNTUK APLIKASI IDENTIFIKASI SUARA

PERBANDINGAN METODE HIDDEN MARKOV MODEL DAN VECTOR QUANTIZATION UNTUK APLIKASI IDENTIFIKASI SUARA PERBANDINGAN METODE HIDDEN MARKOV MODEL DAN VECTOR QUANTIZATION UNTUK APLIKASI IDENTIFIKASI SUARA M. G. J. Harry Khesa S 1, W. Setiawan 2, I.G.A.K. Diafari Djuni H 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro dan Komputer,

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN UCAPAN SEBAGAI PENGATUR MOBIL DENGAN PENGENDALI JARAK JAUH

APLIKASI PENGENALAN UCAPAN SEBAGAI PENGATUR MOBIL DENGAN PENGENDALI JARAK JAUH APLIKASI PENGENALAN UCAPAN SEBAGAI PENGATUR MOBIL DENGAN PENGENDALI JARAK JAUH Muh. Widyanto Tri Saksono*, Achmad Hidayatno, ST, MT **, Ajub Ajulian Z, ST, MT ** Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci