PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP WAKTU REAKSI KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) SEKTOR BARITO PLTD TRISAKTI BANJARMASIN

Transkripsi

1 PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP WAKTU REAKSI KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) SEKTOR BARITO PLTD TRISAKTI BANJARMASIN Adelina Octavia 1, Asnawati 2, Alfi Yasmina 3 1 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin 2 Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin 3 Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin ABSTRACT: PLN Trisakti Banjarmasin is an industry that uses diesel power for generating electric power by using machines and work tools which produce loud noise, increasing exposure to noise. Noise with high intensity can change the accuracy of movement coordination, which assumed to lengthen the reaction time. This study was conducted with the objective to find out the effect of occupational noise exposure on the reaction time among the employees of PT. PLN Trisakti Banjarmasin. It was an observational research with cross-sectional approach, conducted on 30 employees of PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin, choosen with purposive sampling. The result showed that the average reaction time for employees in operator division was seconds and that for employees in maintenance division was seconds. Statistical analysis with Mann-Whitney test with 95% confidence interval showed that there was a significant difference between reaction time of employees in operator division and those in maintenance division (p = 0.004). It was concluded that occupational noise exposure intensity had effect on the reaction time among the employees of PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin. Keywords: noise, reaction time ABSTRAK: PT. PLN Trisakti Banjarmasin merupakan industri yang menggunakan tenaga diesel untuk pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan mesin dan alat kerja yang mempunyai suara keras, sehingga meningkatkan paparan bising. Kebisingan yang tinggi dapat mengubah ketepatan koordinasi gerakan sehingga diduga dapat memperpanjang waktu reaksi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas kebisingan lingkungan kerja terhadap waktu reaksi karyawan PT. PLN Trisakti Banjarmasin. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan studi pendekatan cross sectional, dengan sampel 30 orang pekerja di PT PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin, yang dipilih dengan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata waktu reaksi karyawan di bagian operator (dengan tingkat kebisingan < NAB) adalah sebesar 0,318 detik, sedangkan rerata waktu reaksi karyawan di bagian pemeliharaan (dengan tingkat kebisingan > NAB) adalah sebesar 0,356 detik. Analisis statistik dengan uji Mann-Whitney dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara waktu reaksi karyawan bagian operator dan bagian pemeliharaan (p = 0,004). Dapat disimpulkan bahwa terdapat 181

2 Berkala Kedokteran Vol. 9 No. 2 Sep 2013: pengaruh intensitas kebisingan lingkungan kerja dengan waktu reaksi karyawan PT. PLN Trisakti Banjarmasin. Kata-kata kunci: kebisingan, waktu reaksi 182

3 PENDAHULUAN Kebisingan merupakan masalah kesehatan kerja yang selalu timbul pada industri besar yang menggunakan tenaga mesin. Berkembangnya industri di Indonesia menyebabkan makin banyak tenaga kerja yang terpapar pada kebisingan berintensitas tinggi dan berlangsung lama, sehingga dapat menimbulkan penyakit akibat kerja (1,2).PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sektor Barito Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Trisakti Banjarmasin merupakan salah satu industri yang menggunakan tenaga mesin diesel untuk pembangkit tenaga listrik di kawasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Mesin-mesin dan alat-alat kerja PT. PLN Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin menimbulkan suara keras, yang akan meningkatkan pemaparan kebisingan pada pekerja serta menambah risiko bahaya. Berdasarkan pengukuran tahun 2008 ditemukan tingkat kebisingan yang bervariasi antara mesin-mesin yang terdapat di PLTD Trisakti, dengan tingkat kebisingan yang sudah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB), di antaranya mesin Pielstick dengan tingkat kebisingan 105 db dan mesin Stork Wekspoor Diesel dengan tingkat kebisingan 102 db (3). Kebisingan dapat menyebabkan gangguan auditorik, dan menimbulkan gangguan fisiologis pada sistem internal tubuh seperti sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, sistem muskuloskeletal, sistem syaraf, dan sistem endokrin. Kebisingan yang tinggi juga dapat mengubah ketepatan koordinasi gerakan, memperpanjang waktu reaksi, dan dapat mengakibatkan human error (4). Salah satu akibat kebisingan adalah kelelahan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hanifa di Industri Pengolahan Kayu Brumbung Perum Perhutani Semarang, terdapat korelasi kuat (r = 0,655, p < 0,003) antara kebisingan dengan kelelahan. Kelelahan dapat menurunkan kekuatan otot karena kehabisan tenaga dan peningkatan sisa-sisa metabolisme seperti asam laktat, karbondioksida, dan lain-lain. Kelelahan juga dapat menurunkan motivasi, menaikkan ambang rangsang, serta menurunkan kecermatan dan kecepatan pemecahan persoalan Parameter yang dapat digunakan untuk mendeteksi kelelahan adalah waktu reaksi (5,6). Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Terdapat struktur susunan syaraf pusat yang sangat penting yang mengontrol fungsi secara luas, yaitu formatio reticularis karena meningkatkan atau mengurangi sensitivitas korteks serebri. Korteks serebri merupakan pusat kesadaran, meliputi persepsi, perasaan subyektif, refleks, dan kemauan. Korteks serebri dipengaruhi sistem antagonistik, yaitu sistem penghambat (inhibisi) yang terdapat pada talamus dan sistem penggerak (aktivasi) yang terdapat pada formatio reticularis yang saling bergantian. Sistem penghambat mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi, sedangkan sistem penggerak dapat merangsang pusatpusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan dalam tubuh untuk bekerja. Pada keadaan kelelahan, korteks serebri mengalami penurunan aktivasi, sehingga terjadi perubahan pengarahan pada sistem 183

4 Berkala Kedokteran Vol. 9 No. 2 Sep 2013: penggerak dan penghambat, akibatnya tubuh tidak secara cepat menjawab sinyal-sinyal, dan dapat memperpanjang waktu reaksi (7,8). Dengan demikian, diduga kebisingan akan menyebabkan kelelahan yang akan memperpanjang waktu reaksi. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mempelajari pengaruh intensitas kebisingan terhadap waktu reaksi karyawan PT. PLN Trisakti Banjarmasin. Penelitian ini dilakukan pada dua lingkungan kerja yang mempunyai intensitas kebisingan berbeda, yaitu di bagian pemeliharaan mesin yang mempunyai intensitas kebisingan melebihi NAB ( 85 db) dan di bagian operator yang mempunyai intensitas kebisingan kurang dari NAB. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian dengan metode observasionalanalitik yang menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh pekerja di PT PLN Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik purposive sampling didapatkan 30 subyek yang memenuhi kriteria inklusi yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 15 orang pada bagian operator yang memiliki intensitas kebisingan di bawah NAB ( 85 db) dan 15 orang pada bagian pemeliharaan mesin yang mempunyai intensitas kebisingan di atas NAB (> 85 db). Kriteria inklusi adalah: 1. Berjenis kelamin laki-laki dengan umur tahun. 2. Tampak dalam keadaan sehat. 3. Terpapar kebisingan selama ratarata 8 jam sehari. 4. Subyek dalam keadaan tenang. 5. Subyek tidak dalam keadaan puasa atau lapar dan haus. 6. Bersedia mengikuti prosedur penelitian. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar informed consent, komputer, Kosinki s time reaction software dan Sound Level Meter. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yakni tahap persiapan dan tahap pengukuran dan pencatatan. 1. Tahap Persiapan Dibuat surat permohonan izin untuk penelitian di PT. PLN Trisakti Banjarmasin kemudian dilakukan survey awal untuk mengetahui tentang data profil perusahaan dan jumlah karyawan PLTD Trisakti Banjarmasin. Sebelum penelitian dan pengambilan data dilakukan, terlebih dahulu peneliti memperkenalkan diri serta memberikan penjelasan kepada subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi tentang cara, tujuan dan manfaat penelitian dilakukan setelah itu dilakukan pengisian informed consent, apabila subyek menyetujui untuk diteliti dan penyediaan alat Sound Level Meter Model 308 Aproval 2G-2556 yang sudah dikalibrasi untuk mengukur intensitas kebisingan yang dihasilkan dari suatu mesin di lingkungan karyawan. 2. Tahap pengukuran dan pencatatan Pelaksanaan pengambilan data penelitian dengan pembagian lembar 184

5 pengisian untuk mengetahui identitas karyawan dan pengukuran intensitas kebisingan dari suatu mesin dengan Sound Level Meter Model 308 Aproval 2G-2556 di 6 titik lokasi pengukuran dimana karyawan bekerja yang dibantu oleh teknisi. Pada waktu yang ditentukan saat waktu istirahat, setiap subyek dalam penelitian diukur waktu reaksinya dengan waktu reaksi sederhana menggunakan Kosinki s time reaction software dengan cara X at a known location, dengan langkah sebagai berikut: a. Dilakukan persiapan alat, yaitu satu buah kursi, satu buah meja, satu buah komputer, dan program Kosinki s time reaction software. b. Subyek duduk di kursi yang telah disediakan dan diminta menghadap ke depan komputer, dan diminta untuk bersikap rileks, tidak cemas, dan tidak tegang. c. Subyek menekan spacebar apabila melihat tanda X di dalam kotak, yang akan ditunjukkan sebanyak 10 kali. Hal ini diulang sebanyak 3 kali dan dihitung rata-ratanya Waktu reaksi yang didapatkan dicatat dalam tabel. Data yang didapatkan dari setiap kelompok dianalisis secara statistik dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan t-test tidak berpasangan. Sebelumnya dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk, namun karena data tidak terdistribusi normal, maka dilakukan transformasi data terlebih dahulu. Setelah dilakukan transformasi data ternyata data tetap tidak terdistribusi normal, sehingga digunakan uji alternatif yaitu uji Mann-Whitney. HASIL DAN PEMBAHASAN Peneliti telah melakukan penelitian mengenai waktu reaksi antara karyawan Bagian Operator yang mengalami paparan bising di bawah NAB dan karyawan Bagian Pemeliharaan yang mengalami paparan bising di atas NAB di PT. PLN Trisakti Banjarmasin. Pada penelitian ini ditetapkan subyek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi sebanyak 15 orang pada masingmasing bagian. Paparan kebisingan yang diterima subyek penelitian diukur dengan menggunakan alat Sound Level Meter Model 308 Aproval 2G yang dilakukan pada 6 titik lokasi. Hasil pengukuran intensitas kebisingan di Bagian Pemeliharaan di PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan di Bagian Pemeliharaan di PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin. Titik Intensitas Kebisingan db 2 98 db db db 5 96 db db Berdasarkan tabel 5.1, diketahui intensitas kebisingan di Bagian Pemeliharaan PT. PLN Trisakti Banjarmasin berada di atas NAB (> 85 db), dengan rata-rata intensitas kebisingan sebesar 104 db. Kebisingan terendah berada pada intensitas 96 db dan kebisingan 185

6 Berkala Kedokteran Vol. 9 No. 2 Sep 2013: tertinggi berada pada intensitas 113 db. Hasil pengukuran intensitas kebisingan di Bagian Operator PT. PLN Trisakti Banjarmasin dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 2 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan di Bagian Operator di PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin. Titik Intensitas Kebisingan 1 77 db 2 79 db 3 74 db 4 80 db 5 69 db 6 70 db Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa intensitas kebisingan di Bagian Operator PT. PLN Trisakti Banjarmasin berada di bawah NAB (< 85 db). Rerata intensitas kebisingan di Bagian Operator tersebut adalah sebesar 75 db, dengan kebisingan terendah sebesar 69 db dan kebisingan tertinggi sebesar 80 db. Bagian Operator terletak di lantai 2 dan mempunyai sekat pemisah antara mesin produksi dengan tempat kerja operator. Dari kedua hasil pengukuran ini dapat disimpulkan bahwa intensitas kebisingan di Bagian Pemeliharaan melebihi NAB yang diperkenankan, sedangkan intensitas kebisingan di Bagian Operator masih di bawah NAB. Waktu reaksi diukur dengan Kosinski s time reaction software. Dari hasil pengukuran waktu reaksi ini, diketahui bahwa rerata waktu reaksi karyawan bagian operator adalah sebesar 0,318 detik, sedangkan rerata waktu reaksi karyawan bagian pemeliharaan adalah sebesar 0,356 detik. Dari kedua hasil pengukuran ini dapat disimpulkan bahwa waktu reaksi karyawan bagian operator lebih cepat daripada waktu reaksi karyawan bagian pemeliharaan di PT. PLN Trisakti Banjarmasin. Pengaruh intensitas kebisingan terhadap waktu reaksi karyawan bagian operator dan karyawan bagian pemeliharaan dapat diketahui dengan melakukan analisis uji t-test tidak berpasangan. Sebelumnya dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk. Hasil uji Shapiro-Wilk menunjukkan nilai p = 0,001, yang artinya data tidak terdistribusi normal. Transformasi data dilakukan, namun data tetap tidak terdistribusi normal. Oleh karena itu, uji yang digunakan adalah uji alternatifnya, yaitu uji Mann- Whitney. Hasil uji Mann-Whitney memberikan nilai p = 0,004, yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara waktu reaksi karyawan Bagian Operator dan karyawan Bagian Pemeliharaan di PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin. Hasil tersebut menunjukkan bahwa waktu reaksi karyawan Bagian Operator lebih cepat secara bermakna daripada karyawan Bagian Pemeliharaan. Hal ini mendukung hipotesis bahwa terdapat pengaruh intensitas kebisingan terhadap waktu reaksi karyawan PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin. Salah satu akibat kebisingan adalah kelelahan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hanifa di Industri Pengolahan Kayu Brumbung Perum Perhutani 186

7 Semarang, terdapat korelasi kuat (r = 0,655, p < 0,003) antara kebisingan dengan kelelahan. Kjellberg (1990) menemukan gangguan perhatian signifikan dan gangguan tidur pada individu yang bekerja di bawah kondisi bising yang konstan. Kjelberg juga menemukan bukti dari efek bising terhadap waktu reaksi, kewaspadaan dan tugas pemahaman verbal yaitu memanjangnya waktu reaksi, berkurangnya kewaspadaan dan kurangnya ketepatan dalam tugas pemahaman verbal (0039). Tingkat kebisingan yang tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan stress sehingga mempercepat timbulnya kelelahan. Kelelahan dapat menurunkan kekuatan otot yang disebabkan karena kehabisan tenaga dan peningkatan sisa-sisa metabolisme, seperti asam laktat dan karbondioksida. Kelelahan juga dapat menurunkan motivasi, menaikkan ambang rangsang, serta menurunkan kecermatan dan kecepatan pemecahan persoalan (6). Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Terdapat struktur susunan syaraf pusat yang sangat penting yang mengendalikan fungsi secara luas, yaitu formatio reticularis, yang dapat meningkatkan atau mengurangi sensitivitas korteks serebri. Korteks serebri merupakan pusat kesadaran, meliputi persepsi, perasaan subyektif, refleks, dan kemauan. Korteks serebri dipengaruhi sistem antagonistik, yaitu sistem penghambat (inhibisi) yang terdapat pada talamus dan sistem penggerak (aktivasi) yang terdapat pada formatio reticularis yang saling bergantian. Sistem penghambat mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi, sedangkan sistem penggerak dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan dalam tubuh untuk bekerja. Pada keadaan kelelahan, korteks serebri mengalami penurunan aktivasi, sehingga terjadi perubahan pengarahan pada sistem penggerak dan penghambat, sehingga tubuh tidak secara cepat menjawab sinyalsinyal, dan dapat memperpanjang waktu reaksi (7,8). Kebisingan dapat dikontrol salah satunya dengan pemakaian alat pelindung diri. Alat pelindung diri yang digunakan adalah tutup telinga (earmuff/protective caps/circumaural protectors) yang mentutupi seluruh telinga eksternal dan dapat mengurangi bising sampai dengan db. Jadi walaupun kebisingan di bagian pemeliharaan melebihi NAB dengan rerata intensitas kebisingan sebesar 104,5 db tetapi dapat dikurangi dengan penggunaan earmuff hingga kebisingan yang ditangkap telinga hanya sebesar kurang lebih 65 db. Namun, kenyataannya di lapangan masih banyak ditemukan karyawan yang tidak memakai alat pelindung telinga sehingga intensitas kebisingan lingkungan kerja di bagian pemeliharaan yang melebihi NAB masih dapat memberikan efek terhadap karyawan. Salah satu efek dari kebisingan telah diketahui dapat memperpanjang waktu reaksi, sehingga disarankan agar meningkatkan program pengendalian kebisingan pada pekerja PT. PLN Trisakti Banjarmasin, khususnya bagian pemeliharaan. Mereka diharapkan selalu disiplin dalam menggunakan alat pelindung telinga yang telah disediakan pihak 187

8 Berkala Kedokteran Vol. 9 No. 2 Sep 2013: perusahaan dengan baik, benar, dan konsisten. Perusahaan juga sebaiknya mempertahankan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan mengadakan pelatihan K3, inspeksi K3, pemantauan lingkungan, dan melakukan penggantian alat pelindung telinga secara terjadwal agar dapat mereduksi kebisingan yang ada di tempat kerja. Untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar juga dilakukan pengukuran waktu reaksi sebelum bekerja dan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai waktu reaksi dengan menggunakan metode lain misalnya dengan rangsang cahaya dan pengukuran waktu reaksi pilihan. PENUTUP Simpulan penelitian ini adalah rerata intensitas kebisingan di Bagian Pemeliharaan PT. PLN Trisakti Banjarmasin adalah sebesar 104 db (melebihi NAB), sedangkan rerata intensitas kebisingan di Bagian Operator adalah sebesar 75 db (di bawah NAB); sementara rerata waktu reaksi pada karyawan Bagian Operator PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin adalah sebesar 0,318 detik, dan pada karyawan Bagian Pemeliharaan sebesar 0,356 detik; serta terdapat pengaruh intensitas kebisingan lingkungan kerja terhadap waktu reaksi karyawan PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin. Kebisingan telah diketahui dapat memperpanjang waktu reaksi, sehingga disarankan agar meningkatkan program pengendalian kebisingan dan pekerja PT. PLN Trisakti Banjarmasin, khususnya bagian pemeliharaan hendaknya selalu disiplin dalam menggunakan alat pelindung telinga yang telah disediakan pihak perusahaan dengan baik, benar dan konsisten. Perusahaan sebaiknya mempertahankan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan mengadakan pelatihan K3, inspeksi K3, pemantauan lingkungan dan melakukan penggantian ear plug secara terjadwal agar dapat mereduksi kebisingan yang ada di tempat kerja. Untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai waktu reaksi dengan menggunakan metode dan pengukuran lain. DAFTAR PUSTAKA 1. Kurniawati D. Intensitas kebisingan dan keluhan subjektif (non auditory effect) pada Perawat di Irna Medik RSU Dr. Soetomo Surabaya. Buletin Penelitian RSU Dr. Soetomo 2007; 9: Sukarto H. Transportasi perkotaan dan lingkungan. Jurnal Teknik Sipil 2006; 3(2): Paradina R. Pengaruh lama paparan kebisingan menurut masa kerja terhadap nilai ambang dengar pekerja. Skripsi. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat, Rosidah. Studi kejadian hipertensi akibat bising pada 188

9 wanita yang tinggal di sekitar lintasan kereta api di kota Semarang. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro, Soetomo. Kelelahan (fatigue) dalam penerbangan. Cermin Dunia Kedokteran, Anonymous. Buku petunjuk praktikum fisiologi kedokteran II. Banjarbaru: Fakultas Kedokteran Unlam, Grandjean E. Fatigue in Industry. Br J Industry Med 1979; 36: Astrand PO, Rodahl K. Textbook of work physiology. 3 rd edition. New York: McGraw Hill, Kjellberg A. Subjective, behavioral, and psychophysiological effects of noise. Scandinavian Journal of Work, Environment & Health, 1990; 16,