BAB IV PERHITUNGAN OPTIMASI SOLAR COLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH Perhitungan Akibat Gerakan Semu Harian Matahari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PERHITUNGAN OPTIMASI SOLAR COLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH Perhitungan Akibat Gerakan Semu Harian Matahari"

Transkripsi

1 BAB IV PERHITUNGAN OPTIMASI SOLAR COLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH Dalam melakukan optimasi pada penulisan tugas akhir ini maka langkah pertama adalah melakukan perhitungan terhadap variabel yang telah ditentukan (Tanggal penelitian, jarak fokus dan sudut arah matahari). Sehingga, perhitungan efisiensi dan nilai berguna akan didapatkan atas pergabungan keiga variabel tersebut. Berikut adalah langkah langkah perhitungan yang berhubungan dengan masing masing variabel sampai dengan perhitungan akhir nilai efisiensi dan energy berguna 4.1. Perhitungan Akibat Gerakan Semu Harian Matahari Perhitungan yang dipengaruhi dengan tanggal penelitian adalah perhitungan akibat gerakan semu harian matahari dimana hasil akhir yang akan didapatkan dari bagian perhitungan ini adalah nilai radiasi masukan (Gt). Berikut adalah persamaan perhitungan yang akan digunakan hingga mendapatkan nilai akhir radiasi masukan (Gt). Perhitungan Sudut Deklinasi δ = ( ) Dimana nilai dari sudut deklinasi akan digunakan untuk perhitungan persamaan waktu Sudut Matahari sebagai berikut E = 229,2{0, , cos B 0, sin B - 0,

2 cos 2B - 0,04089 sin 2B} Nilai dari persamaan waktu sudut matahari akan digunakan untuk perhitungan waktu surya dimana persamaannya adalah sebagai berikut Solar Time = Standart Time + [4(Lst Lloc) + E], Nilai dari persamaan waktu surya akan digunakan untuk perhitungan sudut jam dimana persamaannya adalah sebagai berikut = 15 (Standet Time 12:00:00) Nilai dari perhitungan sudut jam akan digunakan untk perhitungan sudut zenith dimana persamaannya adalah sebagai berikut cos z = cos cos cos + sin sin nilai dari perhitungan sudut zenith akan digunakan untuk Radiasi ekstraterrestrial yang akan menentukan nilai (Gt) tesebut Perhitungan Sudut Deklinasi Untuk mengetahui sudut deklinasi (δ) menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ]: δ = ( )... Pers. 1 Dimana n adalah hari penilitian, dari jumlah hari adalah jumlah satu tahun (360 hari) dalam penelitian ini dipilih 3 hari yang dianggap hari terpanas pada hari di indonesia, yaitu pada hari ke 152, 158, dan 165 berikut perhitungannyan menggunkan persamaan [Wiliam A. Beckman ]. Persamaan (2.1) pada tanggal 1 juni maka n = 152 δ = ( ) = 22,04 o 49

3 pada tanggal 7 juni maka n = 158 δ = ( ) = 22,74 o pada tanggal 14 juni maka n = 165 δ = ( ) = 23,27 o Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Sudut Deklinasi 3 Variabel NO TANGGAL PENGUJIAN Variabel (n) HASIL (δ) 1 tanggal 1 juni ,04 o 2 tanggal 7 juni ,74 o 3 tanggal 14 juni ,27 o Dari hasil perhitungan sudut Deklinasi (δ) yang di dapat deri waktu pengujian, maka hasil sudut deklinasi tersebut akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan persamaan waktu (E) Perhitungan Persamaan Waktu Putaran Sudut Matahari Untuk mengetahui persamaan waktu (E) menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.6) E = 229,2{0, , cos B 0, sin B - 0, cos 2B - 0,04089 sin 2B}... Pers. 2 50

4 Dan sebelum menghitung persamaan waktu (E) maka kita harus mencari nilai B dengan rumus sebagai berikut ( ) dimana n adalah waktu pengujian berikut adalah perhitungan untuk mencari nilai B Untuk mencari nilai B menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.7) Nilai B1 Dengan ( ) ( ) 148,9 o Nilai B2 Dengan ( ) ( ) 154,85 o Nilai B3 Dengan ( ) ( ) 161,8 o Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Nilai B Untuk Mencari E 3 Variabel No TANGGALPENGUJIAN Hari ke HASIL Variabel B 1 tanggal 1 juni ,9 o 2 tanggal 7 juni ,9 o 3 tanggal 14 juni ,8 o 51

5 Setelah nilai B sudah di temukan, dari waktu pengujian yaitu pada 152, 158,dan 165 maka kita menghitung persamaan waktu (E) berikut adalah perhitungan peramaan waktu (E) Maka persamaan waktu (E) variabel 1 dengan nilai dari B1 adalah : E1 = 229,2{0, , cos (148,9 0 ) 0, sin (148,9 0 ) - 0, cos (2 x148,9) - 0,04089 sin (2 x148,9 0 ) } = 2,576 menit Maka persamaan waktu(e) variabel 2 dengan nilai dari B2 adalah : E2 = 229,2{0, , cos (154,85 0 ) 0, sin (154,85 0 ) - 0, cos (2 x 154,85 0 ) - 0,04089 sin (2 x 154,85 0 ) } =1,576 menit Maka persamaan waktu variabel 3 dengan nilai dari B3 adalah : E3 = 229,2{0, , cos (161,8 0 ) 0, sin (161,8 0 ) - 0, cos (2 x161,8 0 ) - 0,04089 sin (2 x 161,8 0 ) } =0,189 menit Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Mencari Persamaan Waktu E 3 Variabel No Hari ke Nilai B Persamaan Waktu (E) ,9 o 2,576 menit ,9 o 1,576 menit ,8 o 0,189 menit 52

6 Dari hasil perhitungan sudut Persamaan Waktu (E) yang didapat deriperhitungan nilai B, maka hasil Hasil Persamaan Waktu (E) tersebut akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan waktu surya (solar time) Perhitungan waktu surya Untuk mengetahui waktu surya (solar time) saat matahri tepat di atas kita bisa menggunkan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.8) Solar Time = Standart Time + [4(Lst Lloc) + E]... Pers. 3 Standart time diambil jam tengah antara jam awal pengambilan data dan jam akhir pengambilan data : penelitan ini mengambil waktu antara jam wib wib maka persamaan wakutu Solar Time perhitungan 1 : Standart Time = 12:00:00 AM Solar Time = Standart Time + [4 ( ) + 2,576]... Pers.4 =12:10:50 maka persamaan wakutu Solar Time perhitungan 2 : Standart Time = 12:00:00 AM Solar Time = Standart Time + [4 ( ) + 2,576]... Pers.4 =12:09:57 Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Mencari Standart TIme 3 Variabel No VARIABEL(n) Deklinasi (δ) PersamaanWaktu (E) waktu surya (solar time) ,04 o 2,576 menit 12:10: ,74 o 1,576 menit 12:09: ,27 o 0,189 menit 12:08:18 53

7 Dari hasil perhitungan waktu surya (solar time (ST)) yang di dapat dari prhitungan persamaan waktu, maka perhitungan waktu surya (solar time (ST)) tersebut akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan sudut jam Perhitungan Sudut Jam Untuk mengetahui sudut jam dimana sudut jam itu kemiringan matahri pada setiap hari tersebut maka untuk menghitungnya kita bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.5) = 15 (ST 12:00:00)... Pers.5 Dimana : ST = Solar Time Maka sudut jam perhitungan 1 : = 15 (ST 12:00:00) = 15 (12:10:50 12:00:00) = 2,64 Maka sudut jam perhitungan 2 : = 15 (ST 12:00:00) = 15 (12:09:57 12:00:00) = 2,48 Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Mencari sudut jam 3 Variabel No variabel(n) Persamaan Waktu(E) Waktu surya(solar time) sudut jam ,576 menit 12:10:50 2, ,576 menit 12:09:57 2, ,189 menit 12:08:18 2,5 54

8 Dari hasil peritungan sudut jam yang di penagruhi oleh waktu surya (solar time), maka perhitungan sudut jam akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan Sudut zenit ( z) Perhitungan Sudut Zenith Untuk mengetahui sudut zenith ( z) kita bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.9) cos z = cos cos cos + sin sin... Pers.5 Dimana sudut Zenith ( z) dipengaruhi oleh variabel sudut deklinasi sehingga nilai sudut Zenith akan mempunyai 3 variabel dan berikut adalah perhitungan serta rekapitulasinya Sudut zenith ( z) variabel 1 cos z = cos cos cos + sin sin = cos 22,04 cos ( 6,2 ) cos 2,64 ) + sin 22,04 sin ( 6,2 ) z = 28,34 Sudut zenith ( z) variabel 2 cos z = cos cos cos + sin sin = cos 22,74 cos ( 6,2 ) cos 2,48 ) + sin 22,74 sin ( 6,2 ) z = 29,04 Sudut zenith ( z) variabel 3 cos z = cos cos cos + sin sin = cos 23,27 cos ( 6,2 ) cos 2,50 ) + sin 23,27 sin ( 6,2 ) z = 29,56 55

9 Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Sudut zenith ( z) 3 Variabel No Variabel (n) Sudut Deklinas (δ) sudut jam Sudut zenith ( z) ,04 2,64 28, ,74 2,48 29, ,27 2,5 29,56 Dari hasil peritungan Sudut zenith ( z) yang di penagruhi oleh sudut jam dan Sudut Deklinas (δ) maka perhitungan akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan altitude matahari (αs) Perhitungan Sudut Altitute Matahari Untuk mengetahui sudut altitude matahari (αs) yaitu dimana Sudut antara garis horisontal dengan garis matahari datang maka untuk menghitungnya kita bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.10) Diman sudut altitude matahari (αs) dipengaruhi oleh Sudut zenith ( z) ) sehingga nilai sudut Altitute matahari akan mempunyai 3 variabel dan berikut adala perhitungan serta rekapitulasinya sudut altitude matahari (αs) 1 αs = 90 - z = 90-28,34 = 61,65 56

10 sudut altitude matahari (αs) 2 αs = 90 - z = 90-29,04 = 60,96 sudut altitude matahari (αs) 3 αs = 90 - z = 90-29,56 = 60,43 Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil sudut altitude matahari (αs) 3 Variabel NO Variabel (n) Sudut Deklinas (δ) Sudut zenith ( z) sudut altitude matahari (αs) ,04 28,34 o 61,65 o ,74 29,04 o 60,96 o ,27 29,56 o 60,43 o Dari hasil peritungan sudut altitude matahari (αs) yang di penagruhi oleh Sudut zenith ( z) maka perhitungan altitude matahari (αs) akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan sudut azimuth matahari Perhitungan Sudut Azimuth Matahari Untuk mengetahui sudut azimuth matahari bisa menggunakan persmaan [Wiliam A. Beckman ] (2.11) 57

11 Diman sudut azimuth matahari dipengaruhi oleh variabel sudut deklinasi dan Sudut zenith ( z) ) sehingga nilai sudut Altitute matahari akan mempunyai 3 variabel dan berikut adala perhitungan serta rekapitulasinya Sudut Azimuth Matahari 1 Dengan = 4,846 o Sudut Azimuth Matahari 2 Dengan = 4,715 o Sudut Azimuth Matahari 3 Dengan = 4,620 o Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Sudut Azimuth Matahari 3 Variabel NO Variabel (n) Sudut Deklinas (δ) Sudut zenith ( z) Sudut Azimuth Matahari ,04 28,34 4,846 o ,74 29,04 4,715 o ,27 29,56 4,620 o 58

12 4.2. Komponen Radiasi Masukan Sistem Perhitungan Radiasi Ekstraterrestrial Untuk mengetahui Radiasi masukan (Gt) kita perlu mengetahui radiasi ekstraterrestrial pada bidang horizontal (G 0 ) bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.12) Dimana perhitungan radiasi ekstraterrestrial (G 0 ) dipengaruhi oleh (n) dimana n adalah angaka hari pengujian dan perhitungan radiasi ekstraterrestrial dan juga di pengaruhi oleh Sudut zenith ( z) ) sehingga nilai sudut Altitute matahari akan mempunyai 3 variabel dan berikut adala perhitungan serta rekapitulasinya Radiasi Ekstraterrestrial (G 0 ) 1 G 0 = Gsc ( ) = 1353 ( = 1318,99 W/m 2 Radiasi Ekstraterrestrial (G 0 ) 2 G 0 = Gsc ( ) = 1353 ( = 1317,38 W/m 2 Radiasi Ekstraterrestrial (G 0 ) 3 G 0 = Gsc ( ) = 1353 ( = 1315,91 W/m 2 59

13 Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Radiasi Ekstraterrestrial (G 0 ) 3 Variabel NO Variabel (n) Sudut zenith ( z) Radiasi Ekstraterrestrial (G 0 ) , ,99 W/m , ,38 W/m , ,91 W/m 2 Dari hasil peritungan Radiasi Ekstraterrestrial (G 0 ) yang di penagruhi oleh Sudut zenith ( z) maka perhitungan Radiasi Ekstraterrestrial (G0) akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan kecerahan langit (K T ) Perhitungan Indeks Kecerahan Langit Untuk mengetahui indeks kecerahan langit (K T ) bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.13) Diman perhitungan indeks keerahan langit (K T ) dipengaruhi oleh radiasi ekstraterrestrial (G 0 ) sehinggah indeks keerahan langit (K T ) akan mempunyai 3 variabel dan berikut adala perhitungan serta rekapitulasinya Indeks Kecerahan Langit (K T ) 1 K T = = = 0,508 60

14 Indeks Kecerahan Langit (K T ) 2 K T = = = 0,508 Indeks Kecerahan Langit (K T ) 3 K T = = = 0,510 Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil kecerahan langit (K T ) 3 Variabel No Hari ke Sudut zenith( z) Radiasin Ekstraterrestrial (G 0 ) kecerahan langit (K T ) , ,99 W/m 2 0, , ,38 W/m 2 0, , ,91 W/m 2 0,510 Dari hasil peritungan kecerahan langit (K T ) yang di penagruhi oleh) maka Radiasin Ekstraterrestrial (G 0 ) maka perhitungan kecerahan langit (K T ) akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan Radiasi hambur (diffuse) (Gd) Perhitungan Radiasi Hambur (Diffuse) Untuk mengetahui Radiasi hambur (diffuse) (Gd) bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.14) 61

15 Dimana Radiasi hambur (diffuse) (Gd) dipengaruhi oleh indeks kecerahan langit (K T ) Radiasi hambur (diffuse) (Gd) akan mempunyai 3 variabel dan berikut adala perhitungan serta rekapitulasinya Radiasi Hambur (diffuse) (Gd) 1 Untuk : 0,22 kt 0,80 Maka Gd = G (0,9511 0,1604 kt + 4,388 kt 2 16,638kT ,336 kt 4 ) = G (0,9511 0,1604 (0,508) + 4,388 (0,508) 2 16,63 (0,508) ,336 (0,509) 4 ) Gd = 430,23 W/m 2 Radiasi Hambur (diffuse) (Gd) 2 Untuk : 0,22 kt 0,80 Maka Gd = G (0,9511 0,1604 kt + 4,388 kt 2 16,638kT ,336 kt 4 ) = G (0,9511 0,1604 (0,509) + 4,388 (0,509) 2 16,63 (0,509) ,336 (0,509) 4 ) Gd = 429,34 W/m 2 Radiasi Hambur (diffuse) (Gd) 3 Untuk : 0,22 kt 0,80 Maka Gd = G (0,9511 0,1604 kt + 4,388 kt 2 16,638kT ,336 kt 4 ) = G (0,9511 0,1604 (0,510) + 4,388 (0,510) 2 16,63 (0,510) ,336 (0,510) 4 ) Gd = 428,54 W/m 2 62

16 Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Radiasi Hambur (diffuse) (Gd) 3 Variabel No Variabel (n) Radiasin E (G 0 ) Kecerahan langit (K T ) Radiasi Hambur (diffuse) (Gd) ,99 W/m 2 0, ,23 W/m ,38 W/m 2 0, ,34 W/m ,91 W/m 2 0, ,54 W/m 2 Dari hasil peritungan Radiasi Hambur (diffuse) (Gd) yang di pengaruhi oleh Kecerahan langit (K T ) maka perhitungan Radiasi Hambur (diffuse) (Gd) akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan Radiasi Langsung (Beam) (Gb) Perhitungan Radiasi Langsung (Beam) (Gb) Untuk mengetahui Radiasi Langsung (Beam) (Gb) bisa menggunakan [Wiliam A. Beckman ] (2.15) Gb = G Gd Diman Radiasi Langsung (Beam) (Gb) dipengaruhi oleh Radiasi hambur (diffuse) (Gd) akan mempunyai 3 variabel dan berikut adala perhitungan serta rekapitulasinya Radiasi Langsung (Gb) 1 Gb = G Gd = (670, ,23) W/m2 = 240,25 W/m 2 63

17 Radiasi Langsung (Gb) 2 Gb = G Gd = (670, ,34) W/m2 = 241,14 W/m 2 Radiasi Langsung (Gb) 3 Gb = G Gd = (670, ,54) W/m2 = 241,94 W/m 2 Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Radiasi Langsung (Gb) 3 Variabel No Variabel (n) Radiasin E (G 0 ) Radiasi Hambur (diffuse) (Gd) Radiasi Langsung (Gb) ,99 W/m 2 430,32 W/m 2 240,25 W/m ,38 W/m 2 429,34 W/m 2 241,14 W/m ,91 W/m 2 428,54 W/m 2 241,94 W/m 2 Dari hasil peritungan Radiasi Langsung (Gb) yang di pengaruhi oleh Radiasi Hambur (diffuse) (Gd) maka perhitungan Radiasi Langsung (Beam) (Gb) akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan Radiasi Masukan (G T ) Perhitungan Radiasi Masukan Dimana Radiasi masukan (G T ) dipengaruhi oleh indeks Radiasi Langsung (Gb) danradiasi hambur (diffuse) (Gd) akan mempunyai 3 variabel dan berikut adala perhitungan serta rekapitulasinya 64

18 Radiasi Masukan (G T ) 1 G T = G b.r b + G d + G. g = 240,25 x ,32( ) + x 0.6 ( ) = W/m 2 Radiasi Masukan (G T ) 2 G T = G b.r b + G d + G. g =241,14 x 1 + ( ) + x 0.6 ( ) = 670,48 W/m 2 Radiasi Masukan (G T ) 3 G T = G b.r b + G d + G. g = 241,94 x 1 + ( ) + x 0.6 ( ) = W/m 2 Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Radiasi Masukan (G T ) 3 Variabel No Variabel (n) Radiasi Langsung (Gb) Radiasi Hambur (diffuse) (Gd) Radiasi Masukan (G T ) ,25 W/m 2 430,32 W/m ,14 W/m 2 429,34 W/m ,94 W/m 2 428,54 W/m 2 65

19 4.3. Bentuk Gambar Parabolic Trough 4.4. Perhitungan Pada System Parabolic Trough Menetukan Dimensi Parabolic Trough Untuk menentukan ukuran parabola kita bisa menggunakan parabola calculator agar kita bisa mengetahui garis fokus. program excel digunakan untuk mencari grafik/posisi titik-titik pada parabola dengan menggunakan persamaan parabola y = 4px 2 dengan x dan y sebagai posisi titik-titik pada sumbu-x dan sumbuy,p adalah jarak titik focus dan parabola.posisi titik parabola bisa dilihat pada table 4.1 dan geometri parabola didapat dengan menggambarkan titik-titik koordinat ini seperti terlihat pada gambar 4.1 dibawah ini Table 4.14 Tabel Parabola Pada Titik. Koordinat (X,Y) Dengan Titik Fokus 250 x (cm) y(cm) Diagram 4.2 Grafik Parabola Pada Koordinat (X,Y) Dengan Titik Fokus 250. Ms.Excel (atas) dan Parabola Calculator (Bawah) 66

20 Dalam pembuatan grafik parabola yang terdapat di atas menggunakan parabola calculator namun akan dijelaskan secara teoritis perhitungan manual dalam menentukan setiap titik koordinat untuk membuat grafik parabola tersebut. Berikut adalah perhitungan dalam menentukan titik koordinat (X,Y) : Dimana : a : b : 0 c : x X : titik koordinat pada sumbu X Dari persamaan di atas maka dapat yang harus ditentukan adalah nilai dari koordinat pada sumbu Y sedangkan pada sumbu X telah ditentukan berdasarkan variabel titik fokus yang akan dioptimasi yaitu titik fokus 200, 250 dan Nilai X untuk perhitungan grafik parabola dengan optimasi titik fokus pada nilai 200 memiliki nilai tertinggi adalah 400 dan nilai terendah adalah -400 dengan diferensial/perbedaan sebesar 50. sehingga dapat ditentukan nilai koordinat Y pada masing masing titik koordinat X. Berikut adalah salah satu contoh perhitungan koordinat pada sumbu Y. Koordinat X : -400 dimana titik fokus adalah

21 2. Nilai X untuk perhitungan grafik parabola dengan optimasi titik fokus pada nilai 250 memiliki nilai tertinggi adalah 500 dan nilai terendah adalah -500 dengan diferensial/perbedaan sebesar sehingga dapat ditentukan nilai koordinat Y pada masing masing titik koordinat X. Berikut adalah salah satu contoh perhitungan koordinat pada sumbu Y. Koordinat X : -500 dimana titik fokus adalah Nilai X untuk perhitungan grafik parabola dengan optimasi titik fokus pada nilai 300 memiliki nilai tertinggi adalah 600 dan nilai terendah adalah -600 dengan diferensial/perbedaan sebesar 75. sehingga dapat ditentukan nilai koordinat Y pada masing masing titik koordinat X. Berikut adalah salah satu contoh perhitungan koordinat pada sumbu Y. Koordinat X : -600 dimana titik fokus adalah

22 Tabel 4.15 Rekapitulasi Hail titik fokus dan Diamete parabola calculator 3 Variabel No Titik fokus Diameter dari parabola calculator mm mm mm Setelah kita menemukan titik fokus dengan menggunakan parabola calculator maka didapat diameter dari parabola calculator tersebut sehinggah diameter parabola itu berpengaruh pada luas Area Terkensontrasi Kalor (Ac) dan luas arperture area (Aa) berikut adalah perhitungan Area Terkensontrasi Kalor (Ac), Luas Area Terkonsentrasi Kalor (Ac) Dimana diameter pada komponen parabola yang menerima radiasi panas matahari hingga adanya radiositas yang di berikan kepada pipa, sebelum kita mencari niali konsentrasi kalor kita harus mencari nilai jari-jari terlebih dahulu yaitu 800/1000 = 0,8 1000/1000 = 1, dan 1200/1000 = 1,2. 0,8/2= 0,4 1/2= 0,5 dan 1,2/2 = 0,6 Tabel 4.16 Rekapitulasi Hail jari-jari (r) 3 Variabel No Titik fokus Diameter dari parabola calculator jari-jari (r) mm 0, mm 0, mm 0,6 Dari hasil peritungan jari-jari (r) yang di pengaruhi diameter parabola, maka hasil jari-jari akan berhubungan dan digunakan untuk perhitunga Terkensontrasi Kalor (Ac) 69

23 Maka selanjutnya adalah Perihitungan Terkensontrasi Kalor (Ac) perhitungan ini akan di gunakan untuk mencari efisinsi energi pada keseluruhan. Untuk mencari nilai tersebut kita bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ]. Terkensontrasi Kalor (Ac) 2 Ac Terkensontrasi Kalor (Ac) 2 2 Ac Tabel 4.17 Rekapitulasi Hasil Area Terkensontrasi Kalor (Ac) 3 Variabel No Titik fokus Diameter parabola calculator Jari-jari (r) Terkensontrasi Kalor(Ac) mm 0, mm 0, mm 0,6 3,768 m 2 setelah kita menghitung Area Terkensontrasi Kalor (Ac), maka selanjutnya perhitungan luas arperture area (Aa) dengan mengunakan diameter parabola, berikut dalah perhitungan luas arperture area (Aa), Perhitungan Luas Arperture Area (Aa) Untuk mengetahui luas arperture area (Aa) bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.18) Diman untuk menghitung arperture area (Aa) di perlukan diameter dari parabola tersebut yg telah dihitung oleh parabola calculator maka akan mempunyai 3 variabel dan berikut adala perhitungan serta rekapitulasinya Arperture Area (Aa) Variabel 1 Aa = P x L 70

24 = 800 x 800 = 640,000 mm = 0,64m 2 Arperture Area (Aa) Variabel 2 Aa = P x L = 800 x 1000 = 800,000 mm = 0,8 m 2 Arperture Area (Aa) Variabel 3 Aa = P x L = 800 x 1200 = 960,000 mm = 0,96 m 2 Tabel 4.18 Rekapitulasi Hasil luas arperture area (Aa) 3 Variabel No Titik fokus Diameter parabola calculator Hasil (Aa) mm 0,64m mm 0,80m mm 0,96m 2 Dari hasil peritungan luas arperture area (Aa) yang di pengaruhi oleh titik fokus dari parabola maka perhitungan luas arperture area (Aa) akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan Rasio konsentrasi (Cr), factor geometri (A f ), dan Perhitungan radiasi bersih (I ) Perhitungan Luas Pipa Absorber (Ar) 71

25 Untuk mengetahui luas pipa receiver (Ar) bisa menggunakan persamaan[wiliam A. Beckman ] (2.19) Sebelum kita menghitung Rasio konsentransi (Cr) maka kita harus menghitung luas pipa absorber (Ar), berikut adalah perhitungan luas pipa absorber (Ar) Dimensi Ukuran Pipa Receiver : Panjang Pipa (m) = 900 mm = 0,9 m Diameter Luar (m) = 13 mm = 0,013m Diameter Dalam (m) = 10 mm = 0,01 m Ar = π.d.l = 3,14 0,013 0,9 = 0,0367 m^ Rasio Konsentrasi (Cr) Untuk mengetahui Rasio konsentrasi (Cr) bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.20) Diman untukdi Rasio konsentrasi (Cr) perlukan arperture area (Aa) maka akan mempunyai 3 variabel dan berikut adala perhitungan serta rekapitulasinya Rasio konsentrasi (Cr) Variabel 1 Cr = = = 21,8 Rasio konsentrasi (Cr) Variabel 2 72

26 Cr = = = 17,3 Tabel 4.19 Rekapitulasi Hasil Rasio konsentrasi (Cr) 3 Variabel No Titik fokus Diameter parabola calculator Hasil (Aa) Rasio konsentrasi (Cr) mm 0,64m 2 21, mm 0,80m 2 17, mm 0,96m 2 26,2 Dari hasil peritungan rasio konsentrasi (Cr) yang di pengaruhi oleh luas arpertur area (Aa) maka perhitungan Rasio konsentrasi (Cr) akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan factor geometri (A f ) Perhitungan sudut rim ( r) Untuk mengetahui sudut rim ( r) bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.21) r = 2 tan -1 = 2 tan -1 = 100 o Perhitungan Factor Geometri (A f ) 73

27 Untuk mengetahui Factor Geometri (A f ) bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.22) Diman untuk mengetahui Factor Geometri (A f ) di perlukan arperture area (Aa) maka akan mempunyai 3 variabel dan berikut adala perhitungan serta rekapitulasinya Factor Geometri (A f ) Variabel 1 A f = = = 0,50 Factor Geometri (A f ) Variabel 2 A f = = = 0,63 Tabel 4.20 Rekapitulasi Hasil Factor Geometri (A f ) 3 Variabel No Titik fokus Diameter parabola calculator arperture area (Aa) Factor Geometri (A f ) mm 0,64m 2 0, mm 0,80m 2 0, mm 0,96m 2 0,75 Dari hasil peritungan fator Geometri (A f ) yang di pengaruhi oleh luas arpertur area (Aa) maka perhitungan factor geometri (A f ) akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan efisiensi optic ( 0 ) 74

28 4.3.7 Perhitungan Nilai Energi Netto (q) Untuk mencari nilai energy radiasi bersih total yang akan di terima parabola dan akan di pantulkan dengan factor reflektifitas yang di pengaruhi oleh nilai emitansi material yang di gunakan pada alat PTSC. Kita bias menggunakan persamaan [ J.P HOLMAN] EnergiBerguna Reflektifitas Radiositas Radiasi Bersih Perhitungan radiasi bersih (I ) yang diterim oleh colector di pengaruhi oleh arperture area (Aa) berikut adalah rumus radiasi bersih, 75

29 Radiasi bersih perhitungan 1 q net Radiasi bersih perhitungan 2 q net Radiasi bersih perhitungan 3 q net Tabel 4.21 Rekapitulasi Hasil Radiasi Bersih ( ) 3 Variabel No Titik fokus Diameter parabola calculator Arperture area (Aa) Radiasi Bersih mm 0,64m 2 248,625 76

30 mm 0,80m mm 0,94m 2 Dari hasil peritungan Radiasi Bersih ( ) yang di pengaruhi oleh luas arpertur area (Aa) maka perhitungan Radiasi Bersih ( ) akan berhubungan dan digunakan untuk perhitungan efisiensi optic ( 0 ) efisiensi collector (F ) Perhitungan efisiensi optic ( 0 ) Untuk mengetahui efisiensi optic ( 0 ) kita bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ] (2.23) 0 = m c a [(1-A f tan ) cos )] Nilai dari acuan : m = 0,89 c = 1 a = 0,93 sputtered alumunium optical reflector tidak menggunakan cover untuk tembaga dalam alumunium = 0,81 dari table = -10 o / 0 o /10 o tepat mengarah ke matahari Karena efisiensi optic concentrator dipengaruhi oleh variable sudut incident yang berubah-ubah tiap waktu maka efisiensi optic pun bisa berubah-ubah setiap saat. Dengan sudut incident 0 o berarti efisiensi pada perhitungan ini adalah efisiensi maksimum yang dapaat dicapai concentrator. Maka di dapat efisiensi optic 1 0 = 0,89 x 1 x 0,93 x 0,81[(1-0,27 tan (-10 o )) cos (-10 o ))] 77

31 0 = 0,89 x 1 x 0,93 x 0,81[(1-0,27 tan (0 o )) cos (0 o ))] Tabel 4.22 Tabel Rekapitulasi Nilai Efisiensi Optic ( 0 ) No Faktor Geometri Sudut mengarah Matahari Efisiensi Optic perhitungan 1 0, ,70 perhitungan 2 0,27 0 0,67 perhitungan 3 0, ,64 perhitungan 4 0, ,71 perhitungan 5 0,33 0 0,67 perhitungan 6 0, ,63 perhitungan 7 0,4-10 0,72 perhitungan 8 0,4 0 0,67 perhitungan 9 0,4 10 0, perhitungan dari nialai varaiabel yng terbaik Setelah hasil optimasi kita telah ditemukan yaitu optimasi dari 3 varaiabel yaitu waktu pengujian, Titik fokus parabola, dan sudut arah matahari Waktu penelitian (n) Tabel 4.23 Variabel optimasi 1 juni = n juni = n juni = n 165 Titik fokus parabolic Sudut mengarah matahari Maka selanjutnya perhitungan dari nilai efisiensi yang tertingi berikut dalah perhitungan dari nialai efisiensi yang tertinggi radiasi yang terserap pipa receiver 78

32 Sedangkan untuk radiasi yang terserap pipa receiver sebesar : = (Energi bersih) x 0,67w x 0,64 Nilai optimasi perhitungan 1 perhitungan 2 perhitungan 3 perhitungan 4 perhitungan 5 perhitungan 6 perhitungan 7 perhitungan 8 perhitungan 9 Hari ke sudut mengarah matahri titik fokus luas arpeture (Aa) 0,64 0,64 0,64 0,8 0,8 0,8 0,96 0,96 0,96 luas terkonsentrasi (Ac) 1,01 1,01 1,01 1,57 1,57 1,57 2,26 2,26 2,26 factor geometry (Af) 0,5 0,5 0,5 0,63 0,63 0,63 0,75 0,75 0,75 efisiensi optic (h0) 0,71 0,67 0,64 0,71 0,67 0,63 0,71 0,67 0,62 persamaan waktu (E) 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 radiasi masukan (Gt) 673,54 673,54 673,54 673,54 673,54 673,54 673,54 673,54 673,54 Energi bersih (l Net) 310,78 310,78 310,78 248,63 248,63 248,63 207,19 207,19 207,19 overal het loss coeffiien (UL) 322, , , , , , , , ,603 rasio konsentrasi (Cr) 17,3 17,3 17,3 21,8 21,8 21,8 26,16 26,16 26,16 energy berguna (qu) 211,36 240,77 175,77 263,65 329,71 219,71 316,58 395,48 263,65 efisinsi termal (h) hari ke 152 0,42 0,61 0,36 0,65 0,58 0,54 0,63 0,7 0, Suhu Parabola ( ) 79

33 4.4.3 Suhu Pipa Tembaga = = = = Perhitungan overall heat transfer coefficient terhadap pipa absorber Untuk melakukan perhitungan overall heat transfer coefficient (ħ) kita diharuskan mencari bilangan Re, dengan nilai debit aliran di asumsikan secara normal 80

34 yaitu 0,05 m/s dan memiliki suhu air normal, dan beberapa nilai yang di pengaruhi oleh tabel sifai-sifat fluida.untuk mencari nilai perpindahan panas rata-rata kita bisa menggunakan persamaan [J.P HOLMAN] Re = = =882,9 Diketahui aliran dalam pipa memiliki nilai 882,9 yang di nyatakan sebagai aliran Laminar. Dalam perhitungan selanjutnya adalah mencari nilai Angka Nuselt sebelum mencari nilai koefisien panas dalam pipa tembaga yang telah di cat hitam. Aliran fluida dalam pipa terkonsentrasi dengan kalor dan di pengaruhi oleh faktor perpindahan kalor konveksi secara paksa yang memiliki nilai suhu dinding pipa dari sumber kalor yaitu dengan nilai viskositas gesek terhadap fluida sebesar. Untuk mencari nilai Nud kita bisa menggunakan persamaan [J.P HOLMAN] [ ] [ ] = * + * + = = Dengan nilai di atas yang sudah ada, kita dapat mencari nilai koefisien perpindahan panas rata-rata dalam pipa tersebut yang di alirkan fluida yang memiliki sifat aliran 81

35 laminar.untuk mencari nilai koefisien perpindahan kalor rata-rata kita bisa menggunakan persamaan [J.P HOLMAN] = = = Perhitungan mencari nilai laju aliran massa dan temperatur suhu air yang keluar dari dalam pipa Laju aliran rata-rata sangatlah penting untuk mencari nilai efisiensi alat PTSC. Untuk mencari nilai lajua liran massa yang terdapat pada pipa absorber mkita bisa menggunakan persamaan [J.P HOLMAN] Mensubstitusikan nilai ħ ke dalam persamaan m dengan nilai temperatur awal air masuk Tb1 dan temperatur kalor tetap pada pipa Tw, untuk mencari nilai perubahan suhu air keluar pada pipa absorber. Untuk mencari nilai temperatur yang keluar dari dalam pipa dengan suhu air normal dan factor suhu ambient pada lingkungan kita bisa menggunakan persamaan [J.P HOLMAN]. 82

36 4.4.6 Perhitungan overall heat loss coefficient Untuk melakukan perhitungan overall heat loss coefficient (U L ) kita diharuskan mencari bilangan Reynold terlebih dahulu dengan nilai suhu ambient dan untuk sifat-sifat fluida nilai tersebut di dapatkan, bisa menggunakan persamaan [J.P HOLMAN]. Re= = = 3312 Untuk aliran udara melewati pipa tunggal dengan mempunyai batasan nilai 1000<Re>50000, bilangan Nuselt sekitar 25% lebih besar dari pada persamaan Nu. 83

37 Untuk mengetahui h w kita bisa menggunakan persamaan[j.p HOLMAN]. = Untuk mengetahui h r kita bisa menggunakan persamaan [ J.P HOLMAN ]. Untuk mengetahui U L kita bisa menggunakan persamaan [ J.P HOLMAN ] Perhitungan efisiensi collector (F ) Untuk melakukan perhitungan efisiensi collector (F ) kita bisa menggunakan persamaan [Wiliam A. Beckman ]. 84

38 = = F r = [1 e -] ( [1 ( )] [ ] Berdasarkan pada standard ASHRAE 93 (Duffie &Beckman,1982), performa concentrating collector yang beroprasi pada kondisi steady state dapat dituliskan dalam persamaan q u = F r A a [ 0 ] = Dari persamaan ini,ruas kiri adalah rumus teoritis. Dengan asumsi-asumsi dan perhitungan yang telah dilakukan diatas didapat energy berguna dari kolektor concentrating. Energi berguna ini digunakan untuk memanaskan air/fluida yang mengalir dengan laju aliran tertentu sehingga menghasilkan perbedaan temperature masuk dan temperature keluar fluida sebesar ( ). Mencari niali energi yang berguna ratarata, antara qu1 dan qu 2. = * + 85

39 = * + = * + = = = Jadi secara teoritis solar concentrator ini dapat menghasilkan perbedaan temperature masuk dan keluar sebesar 9,92 o C dengan asumsi-asumsi dan perhitungan parameter diatas. Efisiensi termal dari concentrating collector menurut 93 (Duffie &Beckman,1982),bisa menggunakan persamaan (2.32) = F r [ 0 ] = = = = 0,75 Maka energi berguna yang terpakai (qu) adalah 509,17 (Watt) Dan efisiensinya adalah 0,75 x 100 % = 75 % 86

40 Perhitungan diatas merupakan nilai energi berguna tertinggi yang mampu dicapai dalam proses penelitian dengan menggunakan beberapa variabel dan berikut kami sertakan tabel rekapitulasi nilai dari efisiensi thermal yang telah diperoleh selama penelitian. 4.5 Menentukan variabel percobaan Dari perhitungan awal diatas maka kita dapat membuat berbagai macam optimasi guna mendapatkan hasil maksimal. Namun kali ini optimasi yang dilakukan adalah optimasi dari segi waktu pengujian, Titik fokus parabolic, sudut mengarah matahri dan masing-masing dibuat 3 variabel berbeda. Dan variabelnya sebagai berikut : Tabel 4.24 Variabel percobaan Waktu penelitian (n) 1 juni = n juni = n juni = n 165 Titik fokus parabolic Sudut mengarah matahari Dari variabel diatas maka dapat diurai kembali menjadi lebih variatif sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih maksimal. Variabel diata terdiri dari 3 kolom dan 3 baris sehingga nilainya menjadi atau sama dengan 27 variabel. Data 27 variabel tersebut adalah seagai berikut : Tabel 4.25 Jumlah perhitungan variabel No Perhitungan Waktu penelitian (n) Titik fokus Sudut mengarah 87

41 parabolic matahari 1 1 juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n juni = n Setelah didapat 27 variabel maka langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan berikut adalah variabel yang telah di hitung. 88

42 1 s/d 9 Tabel Tabel Rekapitulasi nilai Energi berguna dan efisiensi thermal perhitungan Nilai optimasi perhitungan 1 perhitungan 2 perhitungan 3 perhitungan 4 perhitungan 5 perhitungan 6 perhitungan 7 perhitungan 8 perhitungan 9 Hari ke sudut mengarah matahri titik fokus luas arpeture (Aa) 0,64 0,64 0,64 0,8 0,8 0,8 0,96 0,96 0,96 luas terkonsentrasi (Ac) 1,01 1,01 1,01 1,57 1,57 1,57 2,26 2,26 2,26 factor geometry (Af) 0,5 0,5 0,5 0,63 0,63 0,63 0,75 0,75 0,75 efisiensi optic (h0) 0,71 0,67 0,64 0,71 0,67 0,63 0,71 0,67 0,62 persamaan waktu (E) 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 radiasi masukan (Gt) 673,54 673,54 673,54 673,54 673,54 673,54 673,54 673,54 673,54 Energi bersih (l Net) 310,78 310,78 310,78 248,63 248,63 248,63 207,19 207,19 207,19 overal het loss coeffiien (UL) 322, , , , , , , , ,603 rasio konsentrasi (Cr) 17,3 17,3 17,3 21,8 21,8 21,8 26,16 26,16 26,16 energy berguna (qu) 311,36 440,77 175,77 363,65 429,71 219,71 316,58 501,11 433,65 efisinsi termal (h) hari ke 152 0,42 0,61 0,26 0,48 0,58 0,22 0,43 0,7 0,57 89

43 Eisiensi termal hari ke -152 perhitungan 1 s/d 9 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 42% 61% 48% 58% 43% 70% 57% 30% 20% 26% 22% 10% 0% Grafik 4.1 rekap pitulasi perhitungan eisiensi 1 s/d 9 Berdasarkan rekapitulasi dari variabel 1 s/d variabel 9 maka diperoleh nilai tertinggi pada variabel 8 dengan data sebagai berikut: - Nilai energi berguna sebesar 501,11 dan efisiensi thermal sebesar 70% - Penelitian dilakukan pada tanggal ke Penelitian dilakukan pada sudut matahari bernilai Titik Fokus Parabola berada pada nilai variabel 300 dengan luas arperture (Aa) adalah 0,96 m 2 dan faktor geometri (Af) adalah 0,75 - Efisiensi optik berada pada nilai variabel sebesar 0,67 90

44 Tabel perhitungan 10 s/d Tabel Rekapitulasi nilai Energi berguna (qu) dan efisiensi thermal nilai optimasi perhitungan 10 perhitungan 11 perhitungan 12 perhitungan 13 perhitungan 14 perhitungan 15 perhitungan 16 perhitungan 17 perhitungan 18 Hari ke sudut mengarah matahri titik fokus luas arpeture (Aa) 0,64 0,64 0,64 0,8 0,8 0,8 0,96 0,96 0,96 luas terkonsentrasi (Ac) 1,01 1,01 1,01 1,57 1,57 1,57 2,26 2,26 2,26 factor geometry (Af) 0,5 0,5 0,5 0,63 0,63 0,63 0,75 0,75 0,75 efisiensi optic (h0) 0,71 0,67 0,64 0,71 0,67 0,63 0,71 0,67 0,62 persamaan waktu (E) 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 radiasi masukan (Gt) 670,48 671,48 673,48 674,48 675,48 675,48 676,48 677,48 678,48 Energi bersih (l Net) 311,78 310,78 312,78 248,63 249,63 250,63 207,19 208,19 209,19 overal het loss coeffiien (UL) 322, , , , , , , , ,603 rasio konsentrasi (Cr) 17,3 17,3 17,3 21,8 21,8 21,8 26,16 26,16 26,16 energy berguna (qu) 294,02 509,17 161,18 448,97 370,91 202,71 191,53 464,17 242,75 efisinsi termal (h) hari ke 158 0,34 0,75 0,27 0,65 0,51 0,39 0,25 0,67 0,37 91

45 Efisiensi termal hari ke-152 perhitungan 10 s/d % 90% 80% 75% 70% 65% 67% 60% 50% 40% 30% 34% 27% 51% 39% 25% 37% 20% 10% 0% Grafik 4.2 rekap pitulasi perhitungan eisiensi 10 s/d 18 Berdasarkan rekapitulasi dari variabel 10 s/d variabel 18 maka diperoleh nilai tertinggi pada variabel 10 dengan data sebagai berikut: - Nilai energi berguna sebesar 509,17 dan efisiensi thermal sebesar 75% - Penelitian dilakukan pada tanggal ke Penelitian dilakukan pada sudut matahari bernilai Titik Fokus Parabola berada pada nilai variabel 200 dengan luas arperture (Aa) adalah 0.64 m 2 dan faktor geometri (Af) adalah Efisiensi optik berada pada nilai variabel sebesar

46 Tabel perhitungan 19 s/d Tabel Rekapitulasi nilai Energi berguna (qu) dan efisiensi thermal nilai optimasi perhitungan 19 perhitungan 20 perhitungan 21 perhitungan 22 perhitungan 23 perhitungan 24 perhitungan 25 perhitungan 26 perhitungan 27 Hari ke sudut mengarah matahri titik fokus luas arpeture (Aa) 0,64 0,64 0,64 0,8 0,8 0,8 0,96 0,96 0,96 luas terkonsentrasi (Ac) 1,01 1,01 1,01 1,57 1,57 1,57 2,26 2,26 2,26 factor geometry (Af) 0,5 0,5 0,5 0,63 0,63 0,63 0,75 0,75 0,75 efisiensi optic (h0) 0,71 0,67 0,64 0,71 0,67 0,63 0,71 0,67 0,62 persamaan waktu (E) 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 2,576 radiasi masukan (Gt) 670,28 671,28 672,28 673,28 674,28 675,28 676,28 677,28 678,28 Energi bersih (l Net) 311,78 310,78 311,78 248,63 249,63 250,63 207,19 208,19 209,19 overal het loss coeffiien (UL) 322, , , , , , , , ,603 rasio konsentrasi (Cr) 17,3 17,3 17,3 21,8 21,8 21,8 26,16 26,16 26,16 energy berguna (qu) 277,32 505,14 327,6 292,91 118,31 484,25 266,48 510,85 351,9 efisinsi termal (h) hari ke 165 0,33 0,72 0,53 0,32 0,19 0,66 0,4 0,68 0,5 93

47 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 33% 72% 53% efesiensi termal hari ke 165 perhitungan 19 s/d 27 32% 19% 66% 40% 68% 50% Grafik 4.3 rekap pitulasi perhitungan eisiensi 18 s/d 27 Berdasarkan rekapitulasi dari variabel 19 s/d variabel 27 maka diperoleh nilai tertinggi pada variabel 21 dengan data sebagai berikut: - Nilai energi berguna sebesar 505,14 dan efisiensi thermal sebesar 72% - Penelitian dilakukan pada tanggal ke Penelitian dilakukan pada sudut matahari bernilai Titik Fokus Parabola berada pada nilai variabel 200 dengan luas arperture (Aa) adalah 0,64 m 2 dan faktor geometri (Af) adalah 0,5 - Efisiensi optik berada pada nilai variabel sebesar 0,64 Dari tabel 4.19 yang merupakan tabel akhir rekapitulasi dari keseluruhan perhitungan dalam penulisan tugas akhir ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 94

48 1. Diperoleh 1 nilai tertinggi dari setiap 27 perhitungan dimana dengan data sebagai berikut: - Penelitian dilakukan pada tanggal yang berbeda (152, 158 dan 165). - Penelitian dilakukan pada sudut matahari bernilai Titik Fokus Parabola berada pada nilai variabel 200 dengan luas arpeture (Aa) adalah 0.64 m 2 dan faktor geometri (Af) adalah Efisiensi optik berada pada nilai variabel sebesar 0.65 Berikut adalah gambar dari paraboala tersebut 1. Lebar parabola dan panjang parabola adalah 800 mm maka titik focusnya adalah 200 mm dengan bahan reflector sputtered alumunium optical reflector yang memiliki tingkat pantulan sebesar 0,83.Sedangkan diameter luar pipa absorber adalah 127 mm dan diameter dalam pipa absorber adalah 105 mm. 95

BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH

BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH 4.1. Perhitungan Akibat Gerakan Semu Harian Matahari 4.1.1 Perhitungan Sudut Deklinasi Untuk mengetahui sudut deklinasi (δ) menggunakan persamaan

Lebih terperinci

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber LAPORAN TUGAS AKHIR Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

Perancangan Solar Thermal Collector tipe Parabolic Trough

Perancangan Solar Thermal Collector tipe Parabolic Trough LAPORAN TUGAS AKHIR Perancangan Solar Thermal Collector tipe Parabolic Trough Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metodologi perancangan merupakan langkah-langkah yang dijadikan pedoman dalam melakukan optimasi perancangan untuk hasil yang baik serta memperkecil kesalahan-kesalahan yang mungkin

Lebih terperinci

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam Pendekatan Perhitungan untuk intensitas radiasi langsung (beam) Sudut deklinasi Pada 4 januari, n = 4 δ = 22.74 Solar time Solar time = Standard time + 4 ( L st L loc ) + E Sudut jam Radiasi ekstraterestrial

Lebih terperinci

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber JTM Vol. 04, No. 2, Juni 2015 26 Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber Hartamas Ridho Prasetyo, Abdul Hamid Program Studi

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Studi Eksperimental Pengaruh Perubahan Debit Aliran... (Kristian dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Rio Adi

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Variasi Diameter Receiver Dan Intensitas Cahaya Terhadap Efisiensi Termal Model Kolektor Surya Tipe Linear Parabolic Concentrating

Analisa Pengaruh Variasi Diameter Receiver Dan Intensitas Cahaya Terhadap Efisiensi Termal Model Kolektor Surya Tipe Linear Parabolic Concentrating JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (212) 1-5 1 Analisa Pengaruh Variasi Diameter Receiver Dan Intensitas Cahaya Terhadap Efisiensi Termal Model Kolektor Surya Tipe Linear Parabolic Concentrating Hendra

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan manusia akan energi semakin meningkat setiap tahun seiring dengan

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan manusia akan energi semakin meningkat setiap tahun seiring dengan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan energi semakin meningkat setiap tahun seiring dengan kemajuan teknologi. Hal ini karena semakin banyak diciptakan mesin-mesin yang membutuhkan

Lebih terperinci

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang cermat dalam perhitungan dan ukuran. Teori-teori yang berhubungan dengan alat

BAB II LANDASAN TEORI. yang cermat dalam perhitungan dan ukuran. Teori-teori yang berhubungan dengan alat BAB II LANDASAN TEORI Proses perancangan suatu alat ataupun mesin yang baik, diperlukan perencanaan yang cermat dalam perhitungan dan ukuran. Teori-teori yang berhubungan dengan alat yang dibuat perlu

Lebih terperinci

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 5 No.1. April 2011 (98-102) Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap Made Sucipta, Ketut

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH VARIASI DIAMETER RECEIVER DAN INTENSITAS CAHAYA TERHADAP EFISIENSI TERMAL MODEL KOLEKTOR SURYA TIPE LINEAR PARABOLIC CONCENTRATING

ANALISA PENGARUH VARIASI DIAMETER RECEIVER DAN INTENSITAS CAHAYA TERHADAP EFISIENSI TERMAL MODEL KOLEKTOR SURYA TIPE LINEAR PARABOLIC CONCENTRATING Tugas Akhir Konversi Energi ANALISA PENGARUH VARIASI DIAMETER RECEIVER DAN INTENSITAS CAHAYA TERHADAP EFISIENSI TERMAL MODEL KOLEKTOR SURYA TIPE LINEAR PARABOLIC CONCENTRATING Disusun Oleh : Hendra n y

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN Studi Eksperimental Pengaruh Sudut Kemiringan... (Nabilah dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN Inas Nabilah

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK Energi fosil di bumi sangat terbatas jumlahnya. Sedangkan pertumbuhan penduduk dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup Edo Wirapraja, Bambang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Pengeringan Dari sejak dahulu pengeringan sudah dikenal sebagai salah satu metode untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA BAB IV HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA Data hasil pengukuran temperatur pada alat pemanas air dengan menggabungkan ke-8 buah kolektor plat datar dengan 2 buah kolektor parabolic dengan judul Analisa

Lebih terperinci

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar Philip Kristanto Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin - Universitas Kristen Petra Yoe Kiem San Alumnus Fakultas

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMA KOLEKTOR SURYA TIPE PARABOLIC TROUGH SEBAGAI PENGGANTI SUMBER PEMANAS PADA GENERATOR SISTEM PENDINGIN DIFUSI ABSORBSI

ANALISA PERFORMA KOLEKTOR SURYA TIPE PARABOLIC TROUGH SEBAGAI PENGGANTI SUMBER PEMANAS PADA GENERATOR SISTEM PENDINGIN DIFUSI ABSORBSI 1 ANALISA PERFORMA KOLEKTOR SURYA TIPE PARABOLIC TROUGH SEBAGAI PENGGANTI SUMBER PEMANAS PADA GENERATOR SISTEM PENDINGIN DIFUSI ABSORBSI Ardika Oki Pratama Suwito, Sudjud Darsopuspito Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOLEKTOR SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE-V Oleh : REZA ARDIANSYAH 2015 100 033 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. DJATMIKO ICHSANI, M.Eng OUTLINE LATAR BELAKANG PERUMUSAN, batasan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-62 Studi Eksperimental Pengaruh Laju Aliran Air terhadap Efisiensi Thermal pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa Sandy Pramirtha dan Bambang Arip Dwiyantoro

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980)

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980) PENDEKATAN TEORITIS Radiasi Matahari pada Bidang Horisontal Matahari merupakan sumber energi terbesar. Radiasi matahari yang sampai permukaan bumi ada yang diserap dan dipantulkan kembali. Dua komponen

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN Optimalisasi Penyerapan Radiasi Matahari Pada Solar Water Heater... (Sulistyo dkk.) OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN Agam Sulistyo *,

Lebih terperinci

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 4 No.1. April 2010 (7-15) Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap I Gst.Ketut Sukadana, Made Sucipta & I Made Dhanu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Matahari Matahari merupakan sebuah bola yang sangat panas dengan diameter 1.39 x 10 9 meter atau 1.39 juta kilometer. Kalau matahari dianggap benda hitam sempurna, maka energi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Radiasi Matahari Radiasi Matahari adalah pancaran energi yang berasal dari proses thermonuklir yang terjadi di Matahari. Energi radiasi Matahari berbentuk sinar dan gelombang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR...xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puluhan kali menggunakan sistem Solar Thermal Collector yang memiliki fungsi utama

BAB I PENDAHULUAN. puluhan kali menggunakan sistem Solar Thermal Collector yang memiliki fungsi utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi matahari adalah salah satu alternatif yang tidak polutif, dan gratis, energi matahari yang berada di permukaan Bumi dapat dikonsentrasikan puluhan kali menggunakan

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA Walfred Tambunan 1), Maksi Ginting 2, Antonius Surbakti 3 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Pekanbaru 1) e-mail:walfred_t@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Proses optimasi dari sebuah rancagan benda kerja memerlukan perencanaan yang cermat. Teori-teori yang berhubungan dengan benda kerja ataupun alat yang akan dioptimasi perlu dijadikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Hasil Pertanian dan Perkebunan Pengeringan hasil pertanian dan perkebunan merupakan salah satu unit operasi energi paling intensif dalam pengolahan pasca panen.

Lebih terperinci

BAB II. Landasan Teori

BAB II. Landasan Teori BAB II Landasan Teori Penelitian ini diperlukan adanya teori-teori yang melandasi dan mendasari penelitian ini antara lain: 2.1 Cahaya Cahaya menurut Newton (1642-1727) terdiri dari partikel-partikel ringan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit

TUGAS AKHIR. Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit TUGAS AKHIR Perbandingan Temperatur Pada PTC Dengan Kamera Infrared antara Fluida Air dan Minyak Kelapa Sawit Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun

Lebih terperinci

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA Tekad Sitepu Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Pengembangan mesin-mesin pengering tenaga surya dapat membantu untuk

Lebih terperinci

Analisa Performa Kolektor Surya Tipe Parabolic Trough Sebagai Pengganti Sumber Pemanas Pada Generator Sistem Pendingin Difusi Absorpsi

Analisa Performa Kolektor Surya Tipe Parabolic Trough Sebagai Pengganti Sumber Pemanas Pada Generator Sistem Pendingin Difusi Absorpsi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print B-394 Analisa Performa Kolektor Surya Tipe Parabolic Trough Sebagai Pengganti Sumber Pemanas Pada Generator Sistem Pendingin

Lebih terperinci

Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas terhadap performansi kolektor suya tubular dengan pipa penyerap disusun secara seri

Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas terhadap performansi kolektor suya tubular dengan pipa penyerap disusun secara seri Jurnal Energi dan Manufaktur Vol 9. No. 2, Oktober 2016 (161-165) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jem ISSN: 2302-5255 (p) ISSN: 2541-5328 (e) Pengaruh variasi jenis pasir sebagai media penyimpan panas

Lebih terperinci

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder Ketut Astawa, I Ketut Gede Wirawan, I Made Budiana Putra Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana, Bali-Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 37 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA Pada bab ini dijelaskan bagaimana menentukan besarnya energi panas yang dibawa oleh plastik, nilai total laju perpindahan panas komponen Forming Unit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengujian dalam penulisan skripsi ini adalah berupa pengambilan data data eksperimen berupa temperature, debit air dan besarnya irradiasi matahari selama proses pengujian

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor

Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor B-68 Performansi Kolektor Surya Pemanas Air dengan Penambahan External Helical Fins pada Pipa dengan Variasi Sudut Kemiringan Kolektor Dendi Nugraha dan Bambang Arip Dwiyantoro Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

collectors water heater menggunakan

collectors water heater menggunakan Pengaruh Bentuk Kolektor Konsentrator Terhadap Efisiensi Pemanas Air Surya Darwin*, M. Ilham Maulana, Irwandi ZA Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk. Syeh Abdurrauf No.

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB

RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN PEMANAS AIR TENAGA SURYA ABSORBER GELOMBANG TIPE SINUSOIDAL DENGAN PENAMBAHAN HONEYCOMB OLEH : YANUAR RIZAL EKA SB 2105 100 127 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. DJATMIKO ICHSANI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis Energi Unit Total Exist

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang   Jenis Energi Unit Total Exist 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari, misalnya dalam bidang industri, dan rumah tangga. Saat ini di Indonesia pada umumnya masih menggunakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TANGKI PEMANAS AIR TENAGA SURYA KAPASITAS 60 LITER DAN INSULASI TERMALNYA

PERANCANGAN TANGKI PEMANAS AIR TENAGA SURYA KAPASITAS 60 LITER DAN INSULASI TERMALNYA PERANCANGAN TANGKI PEMANAS AIR TENAGA SURYA KAPASITAS 60 LITER DAN INSULASI TERMALNYA Rasyid Atmodigdo 1, Muhammad Nadjib 2, TitoHadji Agung Santoso 3 Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Rancang Bangun Kolekor Surya Tipe Parabolic Trough untuk Menguapkan Air Laut berbahan Stainless dan Tembaga dengan Luas Tangkapan Cahaya 1 M 2

Rancang Bangun Kolekor Surya Tipe Parabolic Trough untuk Menguapkan Air Laut berbahan Stainless dan Tembaga dengan Luas Tangkapan Cahaya 1 M 2 Rancang Bangun Kolekor Surya Tipe Parabolic Trough untuk Menguapkan Air Laut berbahan Stainless dan Tembaga dengan Luas Tangkapan Cahaya 1 M 2 Kusaeri 1, Tachli Supriyad 1, Setya Permana Sutisna 1, 1 Program

Lebih terperinci

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING Mulyanef 1, Marsal 2, Rizky Arman 3 dan K. Sopian 4 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin Universitas Bung Hatta,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sel Surya Sel surya sebenarnya adalah sebuah sel fotovoltaik yang berfungsi sebagai pengkonversi energi cahaya matahari menjadi energi listrik dalam bentuk arus searah secara

Lebih terperinci

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON Caturwati NK, Agung S, Chandra Dwi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jend. Sudirman

Lebih terperinci

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar JURNA TEKNIK MESIN Vol. 3, No. 2, Oktober 2001: 52 56 Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-575

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-575 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-575 Studi Simulasi Numerik dan Eksperimental Pengaruh Penambahan Fin Berbentuk Prisma Segitiga Tegak Lurus Aliran yang Dipasang

Lebih terperinci

KAJIAN EXPERIMENTAL KOLEKTOR SURYA PRISMATIK DENGAN VARIASI JARAK KACA TERHADAP PLAT ABSORBER MENGGUNAKAN SISTEM TERTUTUP UNTUK PEMANAS AIR

KAJIAN EXPERIMENTAL KOLEKTOR SURYA PRISMATIK DENGAN VARIASI JARAK KACA TERHADAP PLAT ABSORBER MENGGUNAKAN SISTEM TERTUTUP UNTUK PEMANAS AIR 1 KAJIAN EXPERIMENTAL KOLEKTOR SURYA PRISMATIK DENGAN VARIASI JARAK KACA TERHADAP PLAT ABSORBER MENGGUNAKAN SISTEM TERTUTUP UNTUK PEMANAS AIR SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belakangan ini terus dilakukan beberapa usaha penghematan energi fosil dengan pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan. Salah satunya yaitu dengan pemanfaatan

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Pertanian Jurusan Teknik Pertanian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Pertanian Jurusan Teknik Pertanian 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bengkel Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2012

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kalibrasi Kalibrasi dilakukan untuk termokopel yang berada pada HTF, PCM dan permukaan kolektor. Hasil dari kalibrasi tiap termokopelnya disajikan pada Tabel 4.1,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. ENERGI MATAHARI Radiasi matahari dapat digunakan untuk menghasilkan energi termal untuk air, bisa juga digunakan sebagai sumber pemanas pada siklus pemanas mesin sebagai tenaga

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR

PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK MEMANASKAN AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PARABOLA MEMAKAI CERMIN SEBAGAI REFLEKTOR Nafisha Amelya Razak 1, Maksi Ginting 2, Riad Syech 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika 2 Dosen

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa

Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (215 ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print B-31 Pengaruh Sudut Kemiringan Kolektor Surya Pelat Datar terhadap Efisiensi Termal dengan Penambahan Eksternal Annular Fin pada Pipa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pendingin Mesin pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas ke suatu tempat yang temperaturnya

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN SIMULASI PERPINDAHAN PANAS PADAKOLEKTOR SURYA PELAT DATAR

PEMODELAN DAN SIMULASI PERPINDAHAN PANAS PADAKOLEKTOR SURYA PELAT DATAR ISSN 2302-0180 7 Pages pp. 32-38 PEMODELAN DAN SIMULASI PERPINDAHAN PANAS PADAKOLEKTOR SURYA PELAT DATAR Faisal Amir 1, Ahmad Syuhada 2, Hamdani 2 1) Magister Ilmu Hukum Banda Aceh 2) Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

TEKNOLOGI ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING

TEKNOLOGI ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING TEKNOLOGI ALAT PENGERING SURYA UNTUK HASIL PERTANIAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING Maksi Ginting, Salomo, Egi Yuliora Jurusan Fisika-Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

Lebih terperinci

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED

PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED PERFORMANCE ANALYSIS OF FLAT PLATE SOLAR COLLECTOR WITH ADDITION OF DIFFERENT DIAMETER PERFORATED FINS ARE COMPILED BY STAGGERED Author Guidance : Agus Junianto : Ketut Astawa, ST., MT Ir. Nengah Suarnadwipa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Prinsip kerja kolektor surya pelat penyerap adalah memindahkan radiasi matahari ke fluida kerja. Radiasi matahari yang jatuh pada cover kaca sebagian akan langsung dipantulkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER ABSTRAK

PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER ABSTRAK PENGARUH BENTUK DAN OPTIMASI LUASAN PERMUKAAN PELAT PENYERAP TERHADAP EFISIENSI SOLAR WATER HEATER Arief Rizki Fadhillah 1, Andi Kurniawan 2, Hendra Kurniawan 3, Nova Risdiyanto Ismail 4 ABSTRAK Pemanas

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik OLEH CHRIST JULIO BANGUN

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3845 PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS

TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS TEKNOLOGI PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR TIPE TRAPEZOIDAL BERPENUTUP DUA LAPIS Ayu Wardana 1, Maksi Ginting 2, Sugianto 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika 2 Dosen Bidang Energi Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BB III METODOLOGI PENELITIN Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah pengujian eksperimental terhadap lat Distilasi Surya dengan menvariasi penyerapnya dengan plastik hitam dan aluminium foil.

Lebih terperinci

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Pengantar KONDUKSI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI RADIASI Perpindahan Panas Konveksi Konveksi

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ANGIN DAN WARNA PELAT KOLEKTOR SURYA BERLUBANG TERHADAP EFISIENSI DI DALAM SEBUAH WIND TUNNEL

PENGARUH KECEPATAN ANGIN DAN WARNA PELAT KOLEKTOR SURYA BERLUBANG TERHADAP EFISIENSI DI DALAM SEBUAH WIND TUNNEL PENGARUH KECEPATAN ANGIN DAN WARNA PELAT KOLEKTOR SURYA BERLUBANG TERHADAP EFISIENSI DI DALAM SEBUAH WIND TUNNEL Irwin Bizzy, Dendi Dwi Saputra, Muhammad Idris Dwi Novarianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER Oleh: Zainul Hasan 1, Erika Rani 2 ABSTRAK: Konversi energi adalah proses perubahan energi. Alat konversi energi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 50 BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 4.1 Menentukan Titik Suhu Pada Instalasi Water Chiller. Menentukan titik suhu pada instalasi water chiller bertujuan untuk mendapatkan kapasitas suhu air dingin

Lebih terperinci

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP RANCANG BANGUN ALAT PENGERING IKAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT GELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN CYCLONE UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS ALIRAN UDARA PENGERINGAN Lingga Ruhmanto Asmoro NRP. 2109030047 Dosen

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFISIENSI TERMAL PADA KOLEKTOR PANAS MATAHARI JENIS PLAT DATAR

PENGARUH LAJU ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFISIENSI TERMAL PADA KOLEKTOR PANAS MATAHARI JENIS PLAT DATAR ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.1 April 217 Page 64 PENGARUH LAJU ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFISIENSI TERMAL PADA KOLEKTOR PANAS MATAHARI JENIS PLAT DATAR EFFECT OF FLUID FLOW RATE

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi viii x xii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH) TURBO Vol. 6 No. 1. 2017 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

PENENTUAN EFISIENSI DARI ALAT PENGERING SURYA TIPE KABINET BERPENUTUP KACA

PENENTUAN EFISIENSI DARI ALAT PENGERING SURYA TIPE KABINET BERPENUTUP KACA PENENTUAN EFISIENSI DARI ALAT PENGERING SURYA TIPE KABINET BERPENUTUP KACA Meilisa, Maksi Ginting, Antonius Surbakti Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA KMT-8 Marwani Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang Prabumulih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci