BAB I PENDAHULUAN. oleh Pemerintah Kota Batam dalam kegiatan ekonomi ilegal penyelundupan dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. oleh Pemerintah Kota Batam dalam kegiatan ekonomi ilegal penyelundupan dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini merupakan penelitian tentang pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam dalam kegiatan ekonomi ilegal penyelundupan dan pasar gelap di Kota Batam. Ekonomi Ilegal yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah kasus penyelundupan dan perdagangan secara ilegal barang elektronik atau yang biasa di sebut sebagai Black Market di Batam. Latar belakang munculnya ide untuk meneliti tentang pengawasan pemerintah kota Batam terkait Penyelundupan dan perdagangan ilegal elektronik adalah karena sebagai warga asli Batam, penulis sendiri merasa kasus ini hingga sekarang belum terselesaikan. Tindak pidana penyelundupan sendiri disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya faktor geografis, pasar produksi dan permintaan masyarakat. Secara geografis, Batam terletak sangat dekat dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yaitu ± 20 KM dengan jarak tempuh antara Batam-Singapura sekitar 45 menit melalui Kapal dan Batam-Malaysia sekitar 2 jam perjalanan melalui kapal. Selain itu, Batam juga berada di pintu gerbang perdagangan internasional yang ramai yakni Selat Malaka. Hal ini tentu saja memberikan kesempatan atau peluang, bahkan merangsang para pengusaha di luar negeri untuk melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara memasukkan barang-barang secara ilegal ke wilayah hukum Indonesia yakni Kota Batam. 14

2 Beredarnya produk-produk luar negeri di pasaran domestik yang merupakan produk yang terkena ketentuan larangan dan pembatasan, seperti pakaian bekas, elektronik bekas, rokok produk luar negeri yang tidak dilekati pita cukai Indonesia, minuman keras (minuman yang mengandung etil alkohol) dan produk-produk lainnya. Hal tersebut membuktikan masih terdapat praktik pemasukan barang impor secara ilegal atau tindak pidana penyelundupan yang tidak memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan bidang kepabeanan ke dalam wilayah Batam. Praktek penyelundupan memang identik dengan daerah bertipe perbatasan seperti Batam. Lalu lintas sejumlah pelabuhan di Batam yang padat setiap hari masih dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan dengan memasukan barang-barang yang tidak memiliki izin dan surat-surat resmi ke Batam. Aksi penyelundup ini bukan hanya merugikan daerah secara finansial yang mana pada tahun 2015 KPU Bea Cukai Batam menghitung kisaran kerugian atas kegiatan penyelundupan sebesar Rp , tetapi juga melemahkan wibawa pemerintah yang selalu dikibuli oleh para pelaku penyelundupan. Apalagi dengan pemberlakuan Perpu Free Trade Zone (FTZ), sedikit banyak membuat Direktorat Bea dan Cukai (BC) kerepotan untuk melakukan pengawasan karena bebasnya barang-barang keluar masuk ke Batam. 2 `1 Anonim,Press Release KPU Bea Cukai Batam Tahun 2015.(Batam:KPU Bea Cukai,2015) 2 Anonim,Development Progress Of Batam Edisi IX. (Batam:BP Batam,2014). hlm. 6 15

3 Batam adalah salah satu pulau dalam gugusan Kepulauan Riau. Batam merupakan sebuah pulau di antara 329 pulau yang terletak antara Selat Malaka dan Singapura yang secara keseluruhan membentuk wilayah Batam. Karena langkanya catatan tertulis dari pulau ini, maka hanya ada satu literatur yang menyebut nama Batam, yaitu Traktat London yang mengatur pembagian wilayah kekuasaan antara Belanda dan Inggris. Namun, menurut para pesiar dari China, pulau ini sudah dihuni sejak 231 M ketika Singapura masih disebut Pulau Ujung. Pada tahun 1970-an Batam mulai dikembangkan sebagai basis logistik dan operasional untuk industri minyak dan gas bumi oleh Pertamina. Kemudian berdasarkan Kepres No. 41 tahun 1973, pembangunan Batam dipercayakan kepada lembaga pemerintah yang bernama Otorita Pengembangan Industri Pulau Batam atau sekarang dikenal dengan Badan Pengusahaan Batam 3 Dalam rangka melaksanakan visi dan misi untuk mengembangkan Batam, maka dibangun berbagai insfrastruktur modern yang berstandar internasional serta berbagai fasilitas lainnya, sehingga diharapkan mampu bersaing dengan kawasan serupa di Asia Pasifik. Beberapa tahun belakangan ini sejak digulirkan penerapan Free Trade Zone Batam (FTZ Batam), Bintan, dan Karimun yang mengacu pada UU No 36 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan kemudian dirubah beberapa kali melalui PERPU, sehingga di undangkan menjadi UU no 44 tahun Ibid. hlm. 2 16

4 Ada juga Undang-Undang 36 tahun 2000 Tentang " Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang Undang serta masih banyak Undang-Undang lainnya yang berkaitan dengan FTZ Batam 4. Penyempurnaan status Batam dari kawasan berikat (bonded zone) menjadi FTZ memiliki nilai strategis bagi Indonesia untuk memaksimalkan posisi Batam di Selat Malaka. Di samping itu, kepiawaian kawasan yang diperluas dengan Pulau Rempang dan Galang diharapkan semakin kuat memposisikan Batam sebagai kawasan yang kompetitif di Asia Pasifik 5. Sejak dijadikannya Batam sebagai Free Trade Zone, Batam mengalami kemajuan yang cukup pesat. Banyaknya industri perkapalan, pelabuhan, perusahaan, serta peti kemas membuat Batam menjadi salah satu daerah tujuan transmigrasi yang semakin hari semakin padat. Hal ini dikarenakan letaknya yang sangat startegis berada di perairan Selat Malaka berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia. 4 Ibid., hlm. 9 hlm. ix 5 Seda, Frans.2003.Membangun Indonesia: Studi Kasus Batam.Jakarta, 17

5 Di sisi lain, sisi negatif dari diberlakukannya Free Trade Zone ini adalah lalu lintas barang yang menjadi sulit terkendali oleh Direktorat Bea dan Cukai. Apalagi, banyaknya pelabuhan-pelabuhan tikus di Batam. Banyaknya jalur masuk ilegal di Batam melalui pelabuhan tikus membuat menjamurnya barang-barang ilegal milik luar negri yang masuk ke Batam tanpa izin resmi 6 Upaya penanggulangan masalah penyelundupan, dihadapkan pada kendala yaitu adanya hukum pasar dimana banyaknya permintaan di masyarakat akan barang elektronik murah dan up to date serta didukung penawaran dari banyak pengusaha di negara-negara maju seperti Singapura dan Malaysia yang kelebihan produksi dan sulit memasarkan produknya sehingga dijual secara murah dan cepat kepada para pengusaha di dalam negeri melalui jalur yang tidak resmi. Selama ini Media massa di Batam cukup memuat berita-berita tentang penyelundupan, tetapi masyarakat masih tetap pasif, karena pada hakikatnya semua orang akan mencari barang yang murah dan mudah didapatkan. Masyarakat Kota Batam khususnya dan Indonesia pada umumnya yang masih international minded, artinya lebih memilih produk-produk luar negeri dikarenakan produksi dalam negri yang dianggap kurang berkualitas. Faktor kecenderungan masyarakat yang lebih memilih produk luar negeri tersebut menimbulkan kesempatan atau peluang yang merangsang para importir di Batam maupun eksportir di luar negeri untuk melakukan perbuatan melawan hukum menyelundupan barang ke Batam. Hal ini tentu saja salah satu faktor yang menyebabkan masih banyaknya terjadi kasus-kasus Penyelundupan barang 6 Andiantono,Purnomo.2003.Menuju Batam yang lebih Cemerlang.Jakarta, hlm

6 elektronik ke dalam Kota Batam serta masih menjamurnya pasar-pasar gelap di malam hari yang menjual berbagai jenis elektronik secara tidak resmi (tidak berizin) 7. Di dalam fokus pembahasan ini yaitu membahas tentang perdagangan barang elektronik di pasar gelap yang lebih dikenal dengan istilah Black Market. Barang-barang elektronik yang berasal dari Singapura, Malaysia, Cina, Hongkong, Thailand, dan lain lain sangat mudah masuk ke Batam melalui jalurjalur pelabuhan tikus tadi dan jelas tidak berpajak dan memiliki izin secara resmi. Kondisi tersebut semakin parah dengan adanya kegiatan jual beli barang elektronik ilegal tersebut di pasar gelap (Black Market) tersebut. Sebenarnya, arti dari itu sendiri merupakan sebuah julukan terhadap kegiatan perdagangan barang barang elektronik dengan harga miring dari harga aslinya yang bersumber dari penyelundupan barang-barang elektronik secara illegal dan tidak melewati pemeriksaan Bea Cukai dan Imigrasi setempat. Barang-barang tersebut tidak terkena pajak Bea Cukai karena diselundupkan melalui jalur-jalur tersembunyi seperti di daerah Sekupang, Hutan Bakau Jembatan Barelang, Punggur, Nongsa dan lain-lain oleh kapal-kapal penyelundup. Selain itu, barang-barang yang dijual notabene nya adalah barangbarang yang bukan asli atau original, melainkan replika maupun rekondisi. Hingga sekarang, perdagangan ilegal tersebut masih eksis di Batam walaupun pada kenyataannya melanggar hukum dan undang-undang karena illegal serta merugikan pemerintah maupun konsumen. 7 Wawancara personal dengan Bapak Marlon Siahaan, Ketua Komisi II DPRD Kota Batam, 26 Januari

7 Penelitian ini ingin berfokus kepada upaya dan peran pemerintah dalam melakukan penanganan dengan kapasitas yang dimilikinya terhadap praktek penyelundupan barang elektronik hingga praktek jual beli barang elektronik secara ilegal di pasar gelap. Kata kunci di dalam penelitian ini adalah upaya dan peran pemerintah dalam bentuk pengawasan terhadap kasus Penyelundupan barang elektornik dan perdagangannya di Kota Batam. Penulis ingin meneliti lebih jauh terkait langkah-langkah yang ditempuh oleh Pemerintah daerah, bentuk-bentuk pelaksanaannya oleh aparatur pelaksana, proses monitoring yang dilakukan terhadap kasus penyelundupan dan perdagangan ilegal tersebut. B. Rumusan Masalah : Bagaimana upaya dan peran pengawasan Pemerintah Pusat dan Daerah (Kota Batam) dalam menangani praktek ekonomi ilegal barang elektronik di Kota Batam? C. Tujuan : 1. Memahami Kapasitas pengawasan Pemerintah Daerah perbatasan dalam merespon perdagangan ilegal 2. Memahami Strategi atau cara yang ditempuh pemerintah daerah perbatasan dalam menangani perdagangan illegal 3. Memahami praktek-praktek perdagangan Ilegal di dalam ekonomi sebuah wilayah (Kota Batam) 4. Memahami bagaimana berjalannya perekonomian ilegal kota Batam 5. Memahami keterlibatan dan peran negara dalam konteks Ilegallity 20

8 D. Manfaat : 1. Bermanfaat untuk penulis dan pembaca mengetahui sisi lain perekonomian illegal di daerah perbatasan seperti Batam 2. Lembaga-lembaga berwenang di daerah Kota Batam dan Nasional yang terkait dengan praktek-praktek illegal dalam menyusun atau merevisi peraturan dan mekanisme pengawasan dan pencegahan praktek-praktek illegal. 3. Kelompok kepentingan masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat lokal untuk dasar upaya-upaya advokasi pengawasan dan pencegahan praktek-praktek illegal. E. Review Literatur : Literatur yang menjadi bahan penulis menyusun skripsi ini nantinya adalah Literatur yang banyak menjelaskan tentang Perdagangan Ilegal, bentukbentuk pengawasan Pemerintah, hubungan kapasitas pengawasan Negara dengan Praktek Perdagangan Illegal, Jaringan Bisnis Mafia Hitam dalam negara, serta beberapa literatur yang menjelaskan tentang Kondisi sosial, politik dan ekonomi di Kota Batam. Diantara literatur tersebut, penulis akan lebih fokus terhadap literatur yang menjelaskan hubungan pengawasan negara terhadap praktek illegal. Hal ini dikarenakan itulah yang menjadi pertanyaan akhir yang akan penulis jawab dan hubungkan dengan adanya fenomena Black Market di Kota Batam. 21

9 Penelitian tentang perdagangan ilegal ini tentu saja sudah banyak diteliti oleh penulis lain di berbagai daerah perbatasan di Indonesia. Penelitian tentang perdagangan illegal sendiri biasanya identik dengan daerah-daerah tapal batas atau perbatasan dengan negara lain. Daerah-daerah tersebut misalnya seperti Timor Leste, Kalimantan, Kepulauan Talaud, dan lain-lain. Tema yang diusung pun kebanyakan tentang pengelolaan daerah perbatasan serta permasalahan yang identik terjadi di sana. Beberapa penelitian maupun literature yang mirip dengan tema yang peneliti ambil adalah sebagai berikut : 1. Konsep Pengelolaan Wilayah Perbatasan NTT-Timor Leste oleh Yohanes Sanak Tahun 2010 Di dalam bukunya, penulis mengambil Studi Kasus di wilayah Perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste. Kajian tersebut difokuskan pada strategi politik pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara untuk membangun Human security di perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Kajian tersebut juga fokus akan bagaimana Human Security dikelola sebagai ujung tombak melindungi wilayah perbatasan Indonesia. Turut serta di dalamnya penulis memasukkan berbagai macam problematika yang ada di wilayah perbatasan. Tema sentral di dalam kajian penulis ini adalah pengelolaan Human Security di antara wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Penelitian ini menceritakan bagaimana masifnya penyelundupan dan perdagangan ilegal senjata, sembako, BBM di wilayaha perbatasan anatara Indonesia dan Timor Leste. Kemudian peneliti mencoba mengkonsepkan Human Security dengan upaya atau strategi pemerintah daerah Timor Tengah Utara untuk 22

10 membangun strategi melindungi perekonomian maupun keamanan di wilayah perbatasan mereka. Menurut peneliti, untuk kasus perbatasan Timor Leste yang paling tepat adalah dengan bukan hanya melalui cara state security namun yang juga sangat penting adalah dengan konsep human security yaitu lebih mengedepankan kesejahtraan masyarakat di wilayah perbatasan. Dari penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa konsep-konsep pengawasan perbatasan khususnya di Bidang ekonomi tidak melulu harus menggunakan strategi militer atau state security. Adakalanya daerah perbatasan tertentu lebih cocok untuk diterapkan konsep Human Security dimana kesejahteraan sebagai indikator utama yang perlu diperhatikan dan dibenahi. Penulis menyerap ide-ide peneliti di dalam tulisan ini terkait karakteristik masyarakat yang ada di wilayah perbatasan guna menentukan bagaimana pengawasan yang efektif untuk diterapkan. Hal yang bisa dipelajari dari tulisan ini adalah mengenai konsep pengelolaan perbatasan yang harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat baik social ekonomi maupun budayanya guna penerapan yang optimal dan efektif di wilayah tersebut. 2. Praktek Transaksi Ilegal di Kawasan Free Trade Zone Batam oleh Muhammad Zaenuddin, Didi Istardi, dan Muslim Ansori (Tim Peneliti Hibah Kompetitif Penelitian Unggulan DIKTI tahun 2009) Politeknik Negeri Batam Tahun 2009 Penelitian ini bertujuan untuk meneliti maraknya transaksi-transaksi ilegal di Batam mulai dari illegal fishing, money laundry, trafficking, dan lain lain serta pihakpihak yang terlibat dan kerugian yang ditimbulkan. Penelitian ini juga dilakukan 23

11 dengan melakukan survei ke instansi/lembaga terkait, namun juga melakukan investigasi dan konfirmasi ke lapangan kepada pihak-pihak yang terkait transaksi tersebut. Penelitian ini banyak membahas hal-hal yang lebih deskriptif bukan analitis. Peneliti menjelaskan jenis-jenis perdagangan ilegal, pihak-pihak yang terkait dalam penanganannya, serta kerugian yang ditimbulkan. Peneliti lebih banyak mengambil data melalui media Koran sehingga hasil penelitian lebih banyak berisikan data berupa tabel dan diagram yang tidak dideskriptifkan. Peneliti memanfaatkan beberapa Data dari hasil Penelitian ini tentang Kegiatan ekonomi Ilegal di Kota Batam guna memperkaya Data penulis dalam menjelaskan bagaimana berjalannya praktek ekonomi illegal di Kota Batam. Selain itu, juga untuk menambah data tentang lembaga-lembaga apa saja yang berwenang untuk melakukan pengawasan terkait kegiatan illegal tersebut. 3. The Limits of Legality oleh John F. McCarthy Tahun 2011 Di dalam tulisannya McCarthy menjelaskan bahwa negara sebagai suatu entitas yang terorganisir yang disusun dengan dibatasi oleh undang-undang dan oleh prinsip-prinsip dasar legalitas. Dengan kata lain otoritas yang dimiliki disesuaikan dengan 'nilai-nilai keadilan secara prosedural atau proses hukum yang diterapkan sesuai dengan hukum yang berlaku. Untuk itu, jika sebuah kegiatan melanggar hukum negara dan tidak dapat diterima secara legal maka kegiatan tersebut disebut sebagai kegiatan ilegal. Negara memiliki kapasitas untuk 24

12 menentukan aturan hukum secara normatif yang diberlakukan untuk semua aktifitas bernegera. Negara juga bekerja untuk menciptakan, memperkuat, membatasi dan melegitimasi pola tertentu penggunaan sumber daya dengan memberikan status hukum terhadap hak penguasaan sumber daya. Namun, kapasitas ini kerapkali dijadikan alat untuk memenuhi kepentingan pribadi aktor-aktor tertentu di dalam negara. Legitimasi dan otoritas yang dimiliki dimanfaatkan untuk melancarkan kegiatan ilegal. Ada dua penyebab mengapa negara melakukan penyelewengan tersebut. Pertama, semenjak setelah kemerdekaan negara gagal mengembangkan kapasitas fiskal untuk mendukung ketercukupan lembaga negara khususnya di daerah. Padahal pendanaan dibutuhkan untuk mendanai jaringan di daerah seperti militer dan partai yang bekerja terus seperti mesin. Hal ini membuat terjadinya tindakan Korupsi oleh aktor-aktor negara di lokal dengan memperlancar praktek ilegal. Kedua, sistem negara kurang memberikan ruang yang lebih fleksibel terhadap hak pengelolaan sumberdaya lokal. Sistem dengan pengaturan birokrasi yang panjang dan izin usaha yang sulit membuat kegiatan ilegal dipilih sebagai jalan yang mudah dan cepat. Dalam upaya penanganan kegiatan ilegal tersebut tentu dibutuhkan kapasitas negara. Negara tentu saja bisa menggunakan kapasitasnya secara koersif namun nyatanya kapasitas digunakan hanya untuk mengkontrol daerah-daerah yang mnejadi kantong sumberdaya seperti daerah yang kaya akan mineral dan minyak yang menjadi kepentingan investasi pemerintah. Di luar itu, daerah- 25

13 daerah yang tidak memiliki sumberdaya mineral dan minyak sebagai kantong investasi luput dari kontrol secara tegas oleh pemerintah. Oleh karena itu, praktek ilegal kerapkali terjadi di daerah-daerah tersebut. Dari tulisan Mc Carthy ini penulis menyimpulkan bahwa Negara sebagai actor formal yang memiliki kekuasaan juga turut ambil peran dalam ilegalitas. Negara merupakan actor yang memanfaatkan kekuasaan dan keabsahannya untuk mengumpulkan keuntungan-keuntungan dari kegiatan illegal. Hal tersebut dijelaskan oleh penulis dalam tulisan ini yang mana Negara lebih peduli dan memperhatikan daerah-daerah dengan kantong sumberdaya yang potensial untuk dilakukan pengawasan guna mengambil keuntungan, namun cenderung tidak memperhatikan daerah-daerah lain yang tidak terlalu potensial kandungan SDA nya sehingga kegiatan illegal kerapkali terjadi di wilayah-wilayah tersebut. Hal yang dapat penulis serap dari penelitian ini adalah tentang keterlibatan Negara dalam kegiatan illegal. Tulisan ini dapat membantu penulis menjawab hal bahwa Negara juga actor yang terlibat dalam ilegalitas. Kekuasaan yang dimilikinya adalah kunci untuk melakukan penyelewengan tersebut. Batam sebagai salah satu daerah di Indonesia yang Sumber Daya Alam nya tidak terlalu berlimpah dibandingkan daerah sekitarnya seperti Natuna selain itu juga karena letaknya yang lebih dekat dengan Negara tetangga membuiat Batam sangat beresiko menjadi tempat kegiatan ekonomi illegal. Keterlibatan pemerintah merupakan hal yang sudah menjadi rahasia umum dan peneliti ingin membuktikan hal tersebut di dalam penjelasan bab selanjutnya. 26

14 4. When Crime Crosses Borders : A Southern African Prespective oleh Daniel D. Ntanda Nsreko Tahun 1997 Penyelundupan merupakan suatu kejahatan yang biasanya dilakukan oleh suatu kelompok yang terorganisir, dan dalam melakukan aksinya terdapat suatu mekanisme pergerakan yang tersusun rapi dan sistematis. Penyelundupan itu sendiri merupakan suatu kejahatan transnasional yakni kejahatan yang terjadi dengan melintasi batas-batas antar negara. Dalam penelitian ini dijelaskan mengenai upaya penyelundupan narkotika yang terjadi di wilayah Afrika Selatan yang sering terjadi di pelabuhan mombasa, Dar es Salaam, Maputo dan Durban. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa penyelundupan narkotika yang terjadi di pelauhan tersebut dikarenakan lemahnya pengawasan atau kontrol yang dilakukan disana. Pengiriman-pengiriman narkotika dalam jumlah yang besar yang disisipkan di dalam kontainer seringkali tidak terdeteksi oleh pengawas perbatasan dan Pelabuhan di sana. Lebih lanjut, ketiadaan suatu kerjasama antar polisi dan petugas Bea Cukai yang tidak menganggap suatu tindakan dalam mendeteksi narkotika itu sebagai bagian dari tugasnya membuat penyelundupan narkotika dapat lolos dari pengawasan perbatasan dan di pelabuhan tersebut. Penelitian ini pada hakikatnya ingin menjelaskan bahwa selain kelalaian petugas pelabuhan dan kemanan seperti polisi serta Bea Cukai, keterlibatan mereka dalam suap-menyuap peredaran narkoba di Afrika Selatan merupakan factor pendorong maraknya kasus tersebut terjadi. Ide tersebut membantu penulis menjawab bagaimana hubungan atau relasi antar actor informal (penyelundup) dan Formal (pemerintah, petugas keamanan) di Batam dalam transaksi-transaksi 27

15 di lapangan. Apakah ada praktek suap-menyuap yang terjadi dan bagaimana hal tersebut biasa terjadi. 5. Pola Penyelundupan dan Peredaran Senjata Api Ilegal di Indonesia Oleh Anggi Setio Rachmanto Tahun 2009 Di dalam tulisannya Penulis memaparkan bahwa praktek penyelundupan dan perdagangan ilegal senjata api merupakan kerjahatan lintas batas. Praktek tersebut dipengaruhi oleh salah satunya letak geografis. Indonesia merupakan negara kepulauan yang geografisnya berupa perairan. Hal ini dimanfaatkan oleh oknumoknum di dalam maupun luar negeri untuk melakukan Arm smuggling atau penyelundupan senjata api. Walaupun mayoritas senjata api yang diselundupkan ke Indonesia merupakan senjata api golongan ringan, namun tetap saja mengganggu keamanan dan stabilitas nasional. Di Indonesia, penyelundupan dan perdagangan senjata api banyak digunakan oleh kelompok separatis, kelompok kejahatan terorganisir maupun pelaku kriminal lainnya. Hal ini mengakibatkan munculya ancaman terhadap integritas teritorial. Permasalahan yang menjadi dasar dalam tulisan penulis ini adalah mengenai kurang adanya pengawasan aparat kepolisian maupun militer pada jalur perdagangan internasional melalui laut, pengawasan pada pelabuhan-pelabuhan dekat perbatasan yang menjadi pintu masuk utama seperti Selat Malaka. Dari hasil penelitian penulis, ada dua kelompok yang terlibat dalam penyelundupan senjata api ilegal tersebut. Kelompok pertama, adalah pihak sipil dalam hal ini anggota kelompok sipil yang dipersenjatai dan mendapatkan pelatihan militer seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik Maluku 28

16 Selatan (RMS), Organisasi Papua Merdeka (OPM), serta Jamaah Islamiyah yang kini diketahui sebagai jaringan kelompok islam radikal terbesar di kawasan Asia. Kelompok kedua adalah aparat militer dan aparat kepolisian. Sebagaimana diketahui karena Sumber Daya Manusia dengan anggaran negara yang diturunkan untuk setiap operasi militer tidak mencukupi, maka pelaku dari pihak militer juga terlibat dalam criminal economy, diantaranya bisnis ilegal di daerah konflik, perjudian, penyelundupan BBM dan Senjata Api. Peneliti menyimpulkan penjelasan dari penelitian ini adalah penulis ingin menyampaikan bahwa kegiatan perdagangan senjata api illegal di Indonesia dilakukan oleh dua kelompok dimana yang pertama merupakan kelompok islam Radikal, dan yang kedua merupakan kelompok aparat keamanan yang kehidupannya belum sejahtera sehingga memilih terlibat dalam perdagangan senjata api illegal tersebut. Selain itu, letak Geografis Indonesia yang memiliki banyak jalau masuk juga mendukung peredaran senjata api tersebut yang memang diimpor dari luar negri. Dari penelitian ini bias membantu peneliti menjawab bahwa letak geografis Batam juga mempengaruhi kegiatan ekonomi illegal yang terjadi disana termasuk peredaran barang-barang elektornik illegal. Selain itu, juga terhadap keterlibatan aparatur keamanan serta jaringan antar sesama pelaku ekonomi illegal yang juga dijelaskan di dalam tulisan ini. 29

17 6. Peran PPNS Bea dan Cukai sebagai Penyidik dalam menangani Tindak Pidana Penyelundupan Barang Elektronik di Kepulauan Riau Oleh Ridho Aprison Tahun 2015 Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ridho Aprison dalam melihat peran Bea dan Cukai dalam menangani kasus penyelundupan barang elektronik ilegal di Kepulauan Riau. Peneliti melakukan survey dan wawancara ke kantor Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun. Data yang ditemukan yaitu selama periode 2011 sampai dengan periode 2015 Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun telah berhasil mengungkap 9 kasus penyelundupan barang-barang elektronik ilegal yang terjadi di wilayah hukum Kepulauan Riau. Pada tahun 2011 terdapat 2 kasus penyelundupan, tahun 2012 terdapat 3 kasus, tahun 2013 terdapat 2 kasus, tahun 2014 terdapat 1 kasus dan tahun 2015 terdapat 1 kasus. Fokus di dalam penelitiannya adalah tentang peran Penyidikan yang dilakukan oleh Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun dalam penanganan kasus tersebut. Tugas Direktorat Penindakan dan Penyidikan ialah menyiapkan perumusan kebijakan standarisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan intelijen, penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan, dan penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai. Selain itu, tugas dari Seksi Penindakan dan Penyidikan adalah melakukan intelijen, patroli dan operasi pencegahan, dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan di Bidang Kepabeanan dan Cukai serta pengelolaan dan pengadministrasian sarana operasi, sarana komunikasi, dan senjata api. 30

18 Dalam kasus tindak pidana Kepabeanan dalam hal ini tindak pidana penyelundupan barang elektronik tanpa izin paling sering terjadi karena tertangkap tangan. Kasus penyelundupan barang elektronik tanpa izin tertangkap tangan oleh petugas-petugas yang sedang melakukan patroli, maupun pada saat merapat diwilayah pabean dalam hal ini pelabuhan Tanjung Balai Karimun, kemudian diminta dokumen-dokumennya dan diperiksa isi muatan kontainernya, jika tidak ada dokumen-dokumennya maupun pemberitahuan Pabean secara salah maka akan langsung dilakukan pemeriksaan selanjutnya oleh PPNS Bea dan Cukai yang memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan dan penindakan. Penelitian ini lebih banyak menjelaskan peran Bea dan Cukai Kepulauan Riau secara dekrispitif namun diakhir tidak ada temuan baru yang bisa di jawab di bagian kesimpulan. Namun, penelitian ini bias membantu penulis unutk menjelaskan bagaimana peran dari KPU Bea dan Cukai di bidangan pengawasan didukung juga dengan data yang penulis dapatkan dari hasil penelitian penulis sendiri ke KPU Bea dan Cukai Kota Batam. Kesimpulan yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian dalam skripsi ini Praktek penyelundupan maupun semua bentuk praktek-praktek ilegal kerap kali dan memang sering terjadi di daerah-daerah perbatasan. Hal ini dikarenakan kemudahan akses perpindahan barang serta mindset masyarakat yang lebih gemar menggunakan barang-barang dari luar. Selain itu, keterbatasan infrastruktur, ketidakpiawaian aparatur melaksanakan fungsi maupun transaksi 31

19 ilegal yang dilakukan oleh birokrat di lapangan menjadikan penyelundupan merupakan kasus yang sangat lazim terjadi khususnya di daerah perbatasan. Hal yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian dalam skripsi ini adalah peneliti lebih memfokuskan pada pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam menangani kegiatan ekonomi ilega di Kota Batam. Peneliti tidak terlalu fokus kepada kasus penyelundupan maupun perdagangan ilegal yang terjadi. Peneliti lebih mengarah ke aspek negara dalam hal ini pengawasan pemerintah. Selain itu, penyelundupan juga difokuskan lagi kepada penyelundupan barang kena cukai seperti elektronik buatan Luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan lain-lain. Pertanyaan yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai pemanfaatan kapasitas dalam memanfaatkan peran. Peneliti juga tidak hanya mengambil satu aspek saja yakni pemerintah daerah dalam penelitian ini. Penulis turut serta memasukkan opini dari masyarakat maupun dari pelaku penyelundupan sendiri mengenai kasus tersebut, sehingga penelitian berisikan bukan hanya data secara organisasional namun data hasil wawancara yang penulis deskripsikan ke dalam skripsi ini. Tabel.1. Ringkasan Literature Review JUDUL PENELITIAN Konsep PRAKTEK ILEGAL Penyelundupan dan RELASI NEGARA DAN PELAKU Kerjasama antara UPAYA PENGAWASAN Upaya yang dilakukan IDE YANG BISA DISERAP 1. Karakteristik Pengelolaan perdagangan illegal aparat penjaga adalah dengan masyarakat Wilayah sembako,bbm, garis perbatasan merumuskan konsep perbatasan 32

20 Perbatasan oleh dan Senjata api dengan Human Security ke 2. Karakteristik Yohanes Sanak penyelundup dalam rumusan ekonomi Tahun 2010 yakni tindakan dan bentuk perbatasan melancarkan lalu pengawasan yang 3. Upaya lintas barang yang dilakukan. Jadi, aspek Pengawasan masuk tanpa masyarakat lebih melihat dari dokumen diperhatikan dalam kondisi social upaya pengawasan dan ekonomi karena kondisi suatu daerah masyarakat memang masih tertinggal dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Timor Leste sehingga komunikasi lebih sering terjadi. Praktek Illegal fishing, Kerjasama yang Pengaawasan Data Statistik mengenai Transaksi Ilegal Money Laundry, kerap kali terjadi dilakukan oleh banyak jenis-jenis transaksi di Kawasan Free Trafficking, Illegal antara oknum pihak dimulai dari illegal salah satunya Trade Zone Trading aparat dengan kepolisian, bea cukai, barang-barang Batam oleh pelaku baik di dinas maupun aparat elektronik, aktor-aktor Muhammad pelabuhan keamanan lain yang berwenang Zaenuddin dkk maupun di misalkan Bakamla melakukan pengawasan Tahun 2009 perairan serta keikutsertaan dan penindakan serta 33

21 NGo di dalamnya angka kerugian yang ditimbulkan The Limits of 1. Batam bukan daerah Legality oleh Keterlibatan Negara dengan Pemerintah hanya dengan Kantong SDA John F. Negara dalam aktor-aktor muncul ketika yang potensial McCarthy praktek-praktek ekonomi illegal di masalah di daerah 2. Batam memiliki 2 illegal khususnya daerah rendah rendah SDA muncul instansi daerah yang yang terjadi di SDA sehingga ke permukaan dan sama-sama mengurusi daerah dengan tidak terlalu dirasa perlu mendapat aktifitas pemerintahan kantong mendapat upaya secara tegas. salah satunya perizinan sumberdaya yang perhatian usaha yakni BP Batam rendah sehingga pemerintah akan dan Pemko Batam sangat beresiko pengawasan sehingga proses usaha terjadinya kegiatan lebih rumit dan panjang ekonomi ilegal membuat pengusaha banyak memilih jalur illegal 3. aktor-aktor Negara yang terlibat dalam kegiatan ekonomi ilegal When Crime 1. Rendahnya Crosses Borders : Penyelundupan Aparat petugas Upaya pengawasan tingkat A Southern Narkoba di pelabuhan kerap yang dilakukan pengawasan African Pelabuhan- kali melancarkan petugas pelabuhan dapat dilihat 34

22 Prespective oleh pelabuhan minim barang-barang dengan memeriksa dari kelalaian Daniel D. Ntanda pengawasan tanpa dokumen dokumen kelengkapan petugas Nsreko Tahun dan luput dirasa belum pelabuhan 1997 mengawasi maksimal karena terhadap narkoba yang dibalik tersebut ada Narkoba yang disembunyikan di narkoba-narkoba yang diselundupkan balik barang- diselundupkan di dalam kapal barang tersebut sehingga pengawasan pengangkut harus ditambah barang dengan memeriksa 2. Praktek suap- atau membongkar menyuap di muatan kapal. pelabuhan 3. Kerjasama antar lembaga merupakan indikator penting agar tingkat keamanan semakin meningkat Pola Penyelundupan dan Relasi antara Upaya pengawasan 1. Letak Geografis Penyelundupan peredaran Senjata militer di daerah, dilakukan dengan salah satu dan Peredaran Api illegal di relasi antara mengetahui terlebih pendorng Senjata Api Indonesia kelompok- dulu jaringan-jaringan kegiatan 35

23 Ilegal di kelompok kelompok separatis di ekonomi illegal Indonesia Oleh separatis dengan daerah kemudian 2. Aparat yang Anggi Setio pemasok senjata pemerintah bertugas di Rachmanto api illegal di mengawasi jalur-jalur lapangan Tahun 2009 daerah-daerah masuk yang diduga dengan gaji dan rawan konflik di menjadi jalur masuk intensif yang Indonesia seperti senjata-senjata api rendah apalagi Aceh, Papua, illegal ke Indonesia berada di Poso, dan lain- wilayaha rawan lain konflik dan perbatasan cenderung ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi ilegal Peran PPNS Bea Penyelundupan 1. Menambah dan Cukai barang elektronik Tidak Upaya pengawasan penjelasana sebagai Penyidik di Tanjung Balai terdeskripsikan melalui penyidikan mengenai peran dalam menangani Karimun secara gamblang oleh Bea dan Cukai pengawasan Bea Tindak Pidana relasi antara Tanjung Balai dan Cukai Penyelundupan Negara dengan Karimun melalui dalam lalu lintas Barang aktor. patrol I laut. perdagangan Elektronik di Kepulauan Riau Oleh Ridho Aprison Tahun

24 F. Landasan Teori F.1 Illicit Trade (Perdagangan Ilegal) Illicite trade atau perdagangan ilegal merupakan perdagangan yang melanggar peraturan-peraturan seperti hukum, undang-undang, lisensi, sistem pajak, embargo, dan segala prosedur yang digunakan negara untuk mengatur perdagangan. 8 Perdagangan ilegal dalam prakteknya di berbagai Industri, memiliki faktor pendorong permintaan serta penawaran yang sama dalam terjadinya perdagangan ilegal, seperti dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel. 2. Faktor Pendorong Permintaan dan Penawaran dalam Perdagangan Ilegal Karakteristik Pasar Penawaran Permintaan Karakteristik Produk Keuntungan unit yang tinggi Harga murah Ukuran pasar potensial yang Kesan kualitas dapat diterima besar Kekuatan merk asli Produksi, distribusi, dan teknologi Kemampuan untuk menyembunyikan status Karakteristik Konsumen Kebutuhan sedang untuk investasi Tidak peduli dengan permasalahan kesehatan atau 8 Thornton, G., Illicit Trade in Ireland: Uncobering The Cost to The Irish Economy, Retail Ireland dalam Picard, J., What is Illicit Trade?, Black Market Watch (online), April 2013 diakses melalui < 37

25 Kebutuhan teknologi tidak tinggi peraturan Tidak peduli dengan keamanan Distribusi dan penjualan tidak Dana personal yang terbatas rumit Kepedulian akan hak cipta yang Kemampuan tinggi dalam menyembunyikan operasi rendah Penetrasi internet meningkat Mudah menipu konsumen Karakteristik Institutional Karakteristik Institutional Resiko penemuan dan penuntutan rendah Lemah, tidak ada penghalang atau pengaturan Kerangka hukum dan peraturan Dalam faktor sosial-ekonomi, yang lemah terdapat penerimaan masyarakat Penegakan hukum yang lemah Ketersediaan dan kemudahan akuisisi Sumber : G. Thornton, p. 3. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa faktor-faktor pendorong terjadinya suatu perdagangan ilegal, baik dari segi penawaran yang merupakan representasi dari pengekspor, maupun dari segi pemerintahan yang merupakan representasi dari pembeli. Jika dihubungkan dengan kasus perdagangan ilegal di Batam, Batam merupakan daerah perbatasan yang idel untuk dijadikan pasar penjualan elektronik secara ilegal. Sebagai daerah perbatasan sekaligus daerah yang masyarakatnya sangat prestige, membuat hal tersebut merupakan suatu kesempatan bagus bagi para pelaku penyelundup dan pedagang ilegal. 38

26 Konsep ini dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan penyelundupan dan perdagangan secara ilegal barang-barang elektronik eks luar negeri di Kota Batam. Di dalam Konsep ini adanya penjelasan mengenai permintaan dan penawaran yang terjadi dalam sebuah alur kegiatan ekonomi illegal akan digunakan peneliti untuk menjelaskan bahwasannya hal tersebut juga berlaku adanya dalam kegiatan ekonomi illegal penyelundupan dan perdagangan illegal barang-barang elektronik di Kota Batam. Karakteristik masyarakat yang diantaranya seperti keterbatasan dana yang dimiliki, tidak peduli akan hak cipta serta konsumtif dirasa bisa membantu menjelaskan karakteristik dari masyarakat Kota Batam itu sendiri sehingga tingkat permintaan akan barang-barang elektornik di Kota Batam masih tinggi. Selain itu, penawaran yang melihat kondisi pasar yang potensial seperti Batam misalnya dimana memang tingkat ekonomi masyarakatnya dapat dikatakan menengah sehingga pasar sangat potensial dipenuhi oleh konsumen-konsumen yang menyebabkan penawaran akan barang-barang apapun termasuk elektronik masih tinggi. Karakteristik penawaran dan permintaan akan peneliti gunakan untuk membaca data wawancara yang peneliti temukan di lapangan kepada masyarakat dan pemerintah dalam hal ini lembaga yang sudah secara pragmatis peneliti tentukan yakni Bea dan Cukai, Ditpolair, Disperindag, dan Bakamla. Dikaitkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang peneliti paparkan di dalam literature review, pasar yang potensial, pemerintah yang masih lemah penegakan hukumnya, tuntutan masyarakat yang kurang serta kemmapuan yang tinggi dalam menyembunyikan operasi seperti yang terjadi di beberapa kasus yakni penyelundupan Narkoba di Afrika Selatan melalui pelabuhan-pelabuhan 39

27 resmi, peredaran senjata api illegal, penyelundupan barang-barang seperti Sembako, BBM dan Senjata di NTT-Timor Leste, serta penyelundupan elektronik di Kepulauan Riau mengindikasikan beberapa karakteristik di dalam Konsep Illicit Trade ini F.2. Kapasitas Pengawasan Pemerintah Dalam hal melaksanakan fungsi dan tugas yang diberikan, Pemerintah pusat maupun tentu saja memiliki kapasitas yang siap digunakan. Pemerintah juga dituntut untuk memiliki kapasitas yang baik sehingga dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Kapasitas pemerintah bisa diukur dari apa yang ada di dalam pemerintah itu sendiri. Kapasitas yang ada tersebutlah yang membuat pemerintah mampu menjalankan tugas dan kewajiban yang diembannya. Kapasitas pemerintah menurut Gabriel Almond ada lima yakni : Pertama, kapasitas Ekstraktif, merupakan ukuran-ukuran kinerja pemerintah dalam mengumpulkan sumbersumber material dan manusia dari lingkungan domestik dan internasional. Aktualisasi dari kapasitas ini adalah seperti negara yang memungut pajak dari warga negaranya untuk pembangunan nasional maupun daerah. Kedua, kapasitas Regulatif, merujuk pada aliran kontrol perilaku individu dan relasi kelompok. Kapasitas ini mengenai bagaimana pemerintah mampu mengkontrol masyarakatnya melalui kebijakan yang diterapkan. Kontrol dalam artian ini juga penulis kaitkan dengan bagaimana pemerintah melalukan fungsi pengawasannya terhadap semua aktfiitas di sebuah negara atau daerah. 40

28 Ketiga adalah kapasitas Distributif, merujuk pada kemampuan dalam mengalokasi barang-barang, jasa layanan, penghargaan status, dan berbagai kesempatan yang berasal dari individu dan kelompok masyarakat. Kapasitas ini mempunyai arti bahwa Pemerintah lah yang memiliki kapasitas untuk memberikan pelayanan publik yang baik dan menunjang kepada masyarakat. Empat, kapasitas simbolik, merujuk pada tuntutan-tuntutan perilaku simbolik dari elit-elit politik, memamerkan kegaungan dan kekuasaan ada saat ada ancaman dan kesempatan-kesempatan, harapan-harapan akan norma, atau komunikasi yang intens dari elit politik kepada rakyatnya. Pengertian dalam kapasitas ini adalah Elit Politik atau Pejabat Politik merupakan simbol dari negara yang ada di pusat maupun di daerah yang memiliki legitimasi kekuasaan untuk mengatur masyarakatnya dan berkewajiban menampung serta merespon keluhan-keluhan dari masyarakat melalui komunikasi yang intens. Lima, kapasitas responsif, merujuk kepada kemampuan untuk menangkap tuntutan-tuntutan yang berasal dari lingkungan masyarakat dan aktoraktor lainnya 9. Kapasitas ini memiliki relasi dengan kapasitas sebelumnya yaitu simbolik dimana kapasitas ini merupakan ketepatan dan responsifitas pemerintah dalam merespon tuntutan serta keluhan masyarakat. Dalam definisi lain Skocpol mendefinisiikkan kapasitas pemerintah adalah kemampuan pemerintah mengelola wilayahnya secara efektif. Dalam definisinya, skocpol menyebutkan ada empat kapasitas dasar dari pemerintah yaitu kemampuan untuk memobilisasi sumber daya keuangan dari masyarakat untuk mengejar apa yang para pembuat kebijakan pusat anggap sebagai "kepentingan 9 Sahdan, Gregorius dkk Hlm

29 nasional" (kapasitas ekstraktif); kapasitas untuk memandu pembangunan sosial ekonomi nasional (kapasitas steering); kapasitas mendominasi dengan menggunakan simbol-simbol dan menciptakan konsensus (legitimasi kapasitas); dan kapasitas untuk mendominasi dengan penggunaan atau ancaman kekerasan (kapasitas koersif) 10. Di dalam penelitian ini peneliti mengambil fokus terhadap kapasitas regulatif atau kapasitas Pemerintah untuk melakukan pengawasan dan mengkontrol kegiatan lalu lintas perdagangan dan lalu lintas orang antar negara. Pengawasan sendiri merupakan salah satu fungsi yang memang melekat dalam tubuh pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pengatur jalannya kehidupan bernegara agar tercapai tujuan yang diharapkan. Pengawasan mengandung artian Proses pengawasan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya 11 Menurut Henry Fayol yang di kutif oleh Sofyan menyatakan definisi pengawasan adalah sebagai berikut: Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuatu dengan rencana yang di tetapkan, perintah yang di keluarkan dan prinsip di anut. 10 Andrew, G The Waning of the Communist State: Economic Origins of Political Decline in China and Hungary dalam Four The Rise of the Regions: Fiscal Reform and the Decline of Central State Capacity in China, hal 90 diakses melalui &toc.depth=100&toc.id=d0e3492&brand=ucpresss tanggal 04 Maret Siagian,sondang.2008.Manajemen SDM.cet 16. Jakarta, hlm

30 Juga di maksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya di kemudian hari 12 Sedangkan, menurut Kusnadi, dkk sebagai berikut: Pengawasan adalah memantau atau memonitor pelaksanaan rencana apakah telah dikerjakan dengan benar atau tidak atau suatu proses yang menjamin bahwa tindakan telah sesuai dengan rencana. Pengawasan tidak akan dapat dilakukan jika tidak ada rencana dan rencana akan menjadi kenyataan jika ditindak lanjuti oleh pengawasan 13. Fathoni juga mendefinisikan bahwa: Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan aparat atau unit bertindak atas nama pimpinan organisasi dan bertugas mengumpulkan segala data dan informasi yang diperlukan oleh pimpinan organisasi untuk menilai kemajuan dan kemunduran dalam pelaksanaan pekerjaan 14. Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan adalah fungsi yak dilakukan untuk menjamin terlaksananya sutu tindakan sesuai dengan rencana dan menghindari penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. 12 Harahap,Sofyan Syafri.2001.Sistem Pengawasan Manajemen.Jakarta. hlm Kusnadi, dkk.,1999.pengantar Menajemen.Malang. hlm Abdurrahmat,Fathoni Manajemen Sumberdaya Manusia.Bandung. Hlm., 30 43

31 Tujuan dari pengawasan sendiri adalah agar seluruh kegiatan maupun aktifitas di dalam sebuah organisasi yang dilakukan secara individu maupun kelompok dapat berjalan sesuai harapan dan untuk meminimalisir penyimpanganpenyimpangan yang terjadi. Bentuk-bentuk pengawasan itu sendiri terdiri dari : 1. Pengawasan Pendahuluan. Pengawasan bentuk ini dirancang untuk mengantisipasi penyimpangan standard dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum kegiatan terselesaikan. 2. Pengawasan Concurrent, yaitu pengawasan Ya-Tidak, dimana suatu aspek dari prosedur harus memenuhi syarat yang ditentukan sebelum kegiatan dilakukan guna menjamin ketepatan pelaksanaan kegiatan. 3. Pengawasan Umpan Balik, yaitu mengukur hasil suatu kegiatan yang telah dilaksanakan, guna mengukur penyimpangan yang mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standard 15. Pengawasan Pabean Dalam kasus penyelundupan dan perdagangan illegal barang elektronik di Kota Batam, Peneliti merasa perlu juga menggunakan penjelasan mengenai konsep pengawasan Pabean guna berfokus pada pembahasan tentang pengawasan dan guna menganalisis data yang peneliti dapatkan dari KPU Bea dan Cukai Batam mengenai kinerjanya dalam melakukan pengawasan terhadap lalu lintas perdagangan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeaan, kepabeaan di definisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan lalu lintas barang yang masuk atau keluar 15 Harahap,Sofyan syafri.2001.hlm

32 daerah pabean dan pemungutan bea masuk. Sementara itu, daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu seperti zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang No. 17 Tahun Pengawasan Pabean adalah pengawasan yang bertujuan untuk memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan dan orang-orang yang melintas perbatasan Negara berjalan dalam kerangka hukum, peraturan dan prosedur pabean yang ditetapkan. 17. Selain melakukan penyidikan dan penindakan, di dalam fungsi pengawasan Pabean juga dilakukan upaya-upaya Preventif yakni berupa Patroli dan pemeriksaan dokumen-dokumen barang muatan kapal guna menghindari pelanggaran-pelanggaran berupa penyelundupan. Fungsi Penindakan dan Penyidikan serta upaya-upaya Preventif tadilah yang akan penulis gunakan dalam membaca data tentang fungsi pengawasan yang dilakukan oleh KPU Bea Cukai maupun aparatur pengawas lalu lintas barang dan orang lainnya. Di dalam beberapa literature review yang telah peneliti paparkan sebelumnya juga banyak membahas tentang pengawasan kepabeanan. Peran dan fungsi pabean yang dimiliki oleh Bea dan Cukai maupun fungsi pengawasan yang juga dimiliki oleh polisi dan aparatur lain menjadi hal kunci untuk menimalisir tindakan penyelundupan dan perdagangan illegal. Namun, yang menjadi 16 Undang-Undang No.17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan diakses melalui tanggal 08 Juni Vasarotti,Colin Risk management : a Customs perspective.canberra: Australian Customs Service diakses melalui tanggal 08 Juni

33 permasalahan yang hampir ditemukan disetiap penelitian sebelumnya yaitu tentang kinerja dan moral dari aparatur di lapangan itu sendiri sehingga dalam beberapa kasus menyebabkan kegiatan ekonomi illegal tersebut masih saja berjalan dan lolos dari pengawasan petugas. F.3. Pengawasan yang Efektif Untuk dapat menilai apakah kapasitas pengawasan efektif atau tidak, peneliti juga ingin memaparkan pengawasan yang efektif adalah pengawasan yang Akurat, Tepat waktu Ekonomis, Fleksibel, Objektif dan bisa dipahami, serta ada Tindakan perbaikan. Penjelasan dari akurat adalah jika pengawasan tersebut dilakukan benar-benar kepada objek yang tepat dan disertakan dengan Blueprint atau perintah tugas yang jelas. Kedua, Tepat Waktu jika pengawasan dilakukan sesuai waktu yang telah ditentukan. Misalkan jadwal Patroli yang memang sudah ditetapkan berapa kali dalam sebulan. Ketiga, Ekonomis apabila pengawasan dilakukan dengan menggunakan biaya yang efisien dan tidak boros. Kelima, Fleksibel yaitu pengawasan bukan hanya dilakukan dengan tepat waktu namun pengawasan dilakukan jika memang dibutuhkan dan dalam kondisi yang memaksa. Keenam, objektif dan bisa dipahami maksudnya pengawasan dilakukan tanpa berdasar kepentingan seseorang atau individu namun memang kepentingan bersama. Terakhir, tindakan perbaikan yang berarati pengawasan dilakukan jika bisa merubah sesuatu menjadi lebih baik. Misalkan dengan adanya pengawasan berupa patrol kuantitatas penyelundupan menjadi berkurang. 46

34 Selain itu, pengawasan yang efektif jika memiliki prinsip yaitu : 1. Prinsip pokok yang pertama merupakan standar atau alat pengukur dari suatu pekerjaan yang dilaksanakan bawahan. Rencana tersebut menjadi penunjuk apakah pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Dengan kata lain yang dimaksudkan dalam prinsip ini adalah adanya Blueprint yang jelas untuk menjadi rencana kerja. 2. Prinsip pokok kedua juga harus ada, agar sistem pengawasan dapat benarbenar efektif dilaksanakan. Wewenang dan juga instruksi-instruksi yang jelas harus diberikan kepada bawahan karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik atau tidak. Dengan kata lain pengawasan dapat dikatakan efektif apabila pembagian wewenang dan instruksi kepada bawahan sudah jelas dan tidak timpang tindih 18 Konsep kapasitas pengawasan pemerintah ini peneliti gunakan untuk membaca data terkait upaya-upaya pengawasan yang telah dilakukan oleh lembaga-lembaga pengawas lalu lintas perdagangan dan keamanan perairan seperti KPU Bea dan Cukai, Ditpolair, Disperindag dan Bakamla. Konsep ini peneliti gunakan dengan melihat kinerja-kinerja dari setiap lembaga serta kelemahan-kelemahan yang ditemukan disetiap lembaga itu juga guna menjawab pertanyaan peneliti terkait apakah kapasitas pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat di Batam dan Pemerintah Kota Batam sendiri untuk menangani kegiatan ekonomi illegal sudah maksimal dan efektif atau belum. 18 Abdurrahmat,fathoni Manajemen Sumberdaya Manusia.Bandung. Hlm., 47 47

35 Hal ini juga seperti yang dijelaskan oleh Morgan bahwa untuk dapat melakukan penilaian kapasitas dapat dilihat melalui daya guna dari salah satun fungsi atau kegiatan organisasi, seperti pengambilan keputusan, kepemimpinan, pemberian pelayanan, pengawasan, dan lain-lain. 19. Pengawasan adalah satu fungsi yang dapat dinilai untuk melihat apakah kapasitas suatu lembaga tersebut kuat ataukah lemah. Peneliti berusaha menilai dari sudut pandang kinerja organisasi dalam melakukan pengawasan dilihat dari kuantitas Patroli, kualifikasi Sumber Daya Manusia di Lapangan, Blueprint yang jelas terkait pembagian tugas pengawasan, kelengkapan infrastrktur untuk melakukan pengawasan misalkan kapal, mesin, pelammpung, dan lain lain serta kuantitas kasus yang ditindaklanjuti. Beberapa kriteria terkait pengawasan yang akan peneliti berikan skor dari setiap lembaga yang datanya penulis dapatkan melalui wawancara yang telah dilakukan yaitu : Kejelasan Blueprint (Rencana Kerja dan Pembagian Tugas) Faktor SDM (kuantitas dan kualifikasi pendidikan) Kelengkapan infrastruktur (kapal,mesin,alat pelampung, dll) Kuantitas kasus yang dilakukan penindakan Beberapa kriteria tersebut mengandung pengertian yang pertama adalah soal kejelasan rencana kerja atau Blueprint dimana kejelasan mengandung artian jika pembagian tugas dan jadwal pengawasan seperti Patroli sudah jelas dan tercatat 19 Dalam skripsi Dwi Astuti, Katerina Kapaistas Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) Rekso Dyah Utami Yogyakarta. UGM 48

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Bab V ini peneliti ingin menyimpulkan keseluruhan dari hasil

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Bab V ini peneliti ingin menyimpulkan keseluruhan dari hasil BAB V KESIMPULAN Di dalam Bab V ini peneliti ingin menyimpulkan keseluruhan dari hasil penelitian yang peneliti lakukan. Mulai dari faktor-faktor penyebab maraknya praktek ekonomi ilegal berupa penyelundupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih dari 2/3 wilayahnya berupa perairan. Dari zaman nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal dan menggunakan transportasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERANTASAN PENEBANGAN KAYU SECARA ILEGAL DI KAWASAN HUTAN DAN PEREDARANNYA DI SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

Kewajiban Pabean Atas Impor- Ekspor Tenaga Listrik

Kewajiban Pabean Atas Impor- Ekspor Tenaga Listrik Kewajiban Pabean Atas Impor- Ekspor Tenaga Listrik ABSTRAK Impor tenaga listrik sebagaimana impor barang/komoditi lainnya wajib menyelesaikan kewajiban pabean berupa penyampaian dokumen pemberitahuan impor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini 1 BAB I PENDAHULUAN ` A. Latar Belakang Perkembangan dunia perdagangan internasional menunjukkan perkembangan yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini diimbangi kemajuan

Lebih terperinci

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa yang dimaksud

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I P E N D A H U L U A N. sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, tertib

Lebih terperinci

PENGAWASAN KEPABEANAN. diwujudkan dengan efektif. Masing-masing organisasi mempunyai rencana untuk mencapai

PENGAWASAN KEPABEANAN. diwujudkan dengan efektif. Masing-masing organisasi mempunyai rencana untuk mencapai PENGAWASAN KEPABEANAN Oleh : Bambang Semedi (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai, periode 10 Mei 2013) Pendahuluan Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk menjamin atau menjaga agar rencana dapat diwujudkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERANTASAN PENEBANGAN KAYU SECARA ILEGAL DI KAWASAN HUTAN DAN PEREDARANNYA DI SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1 ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia. Demi terciptanya suatu good governance, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia. Demi terciptanya suatu good governance, pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai upaya yang lebih nyata dalam meningkatkan kinerja pelayanan kepada para pemangku kepentingan dan pengguna jasa maka Kementerian Keuangan sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia. Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia. Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia atau Pemerintah Indonesia telah banyak melakukan usaha-usaha untuk mensejahterakan rakyatnya.

Lebih terperinci

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL SELEKSI PASAR DAN LOKASI BISNIS INTERNASIONAL Terdapat dua tujuan penting, konsentrasi para manajer dalam proses penyeleksian pasar dan lokasi, yaitu: - Menjaga biaya-biaya

Lebih terperinci

Globalisasi Peredaran Narkoba Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Globalisasi Peredaran Narkoba Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Globalisasi Peredaran Narkoba Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Pendahuluan Globalisasi itu seperti dua sisi koin yang berbeda. Bukan hanya memberikan dampak

Lebih terperinci

Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017

Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017 Contents Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017 Berbagai penindakan yang berhasil ditorehkandalam menjalankan instruksi Presiden Republik Indonesia adalah bukti nyata pelaksanaan penguatan reformasi di

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.108, 2017 EKONOMI. Pelanggaran HKI. Impor. Ekspor. Pengendalian. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6059) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak lebih dari membeli dan menjual baramg antara pengusaha-pengusaha yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak lebih dari membeli dan menjual baramg antara pengusaha-pengusaha yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dalam transaksi perdagangan luar negeri yang lebih dikenal dengan istilah ekspor-impor pada hakikatnya adalah suatu transaksi yang sederhana dan tidak lebih

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara dapat diibaratkan seperti manusia yang tidak bisa hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain, begitu juga dengan negara. Suatu negara memerlukan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan

BAB IV PENUTUP. Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pencurian minyak dengan modus illegal tapping, illegal drilling dan penyelewengan BBM di Indonesia sudah tergolong sebagai kejahatan transnasional dan terorganisir. Hal unik

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KMK.05/1997 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SUMATERA UTARA

BAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SUMATERA UTARA BAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Bea dan cukai sesungguhnya merupakan suatu lembaga dan aktifitas yang telah lama ada di Indonesia. Bahkan jika

Lebih terperinci

PENCEGAHAN UPAYA PENYUAPAN DI LINTAS BATAS NEGARA

PENCEGAHAN UPAYA PENYUAPAN DI LINTAS BATAS NEGARA PENCEGAHAN UPAYA PENYUAPAN DI LINTAS BATAS NEGARA Jakarta, November 2016 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 1 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam

BAB I PENDAHULUAN. merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan wilayah juga harus memperhatikan pembangunan ekonomi daerah untuk dapat memacu pengembangan wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses

Lebih terperinci

Fasilitas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone)

Fasilitas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) Fasilitas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Batam OUTLINE PEMAPARAN 1 2 PENGANTAR PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN IMPOR ATAU EKSPOR BARANG YANG DIDUGA MERUPAKAN ATAU BERASAL DARI HASIL PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

Fathirma ruf

Fathirma ruf Pandangan hukum dan analisa kasus pada tindak kejahatan komputer (black market) Disusun untuk memenuhi tugas ke IV, MK. Kejahatan Komputer (Dosen Pengampu : Yudi Prayudi, S.Si, M.Kom) Fathirma ruf 13917213

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] Pasal 102 Setiap orang yang: a. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pungutan cukai merupakan salah satu komponen penerimaan negara yang memiliki ciri khusus dan berbeda dengan pungutan pajak lainnya. Ciri khusus yang dimaksud

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Yth. 1. Direktur Penindakan dan Penyidikan 2. Para Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 3. Para Pelayanan Utama Bea dan Cukai;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara maritim yang terdiri dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara maritim yang terdiri dari banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara maritim yang terdiri dari banyak pulau.. Hal ini sudah diketahui semua orang bahwa Indonesia merupakan negara persinggahan. Indonesia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG PEMERIKSAAN BARANG, BANGUNAN ATAU TEMPAT LAIN DAN SURAT ATAU DOKUMEN YANG BERKAITAN DENGAN BARANG Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beredarnya produk-produk luar negeri di pasaran domestik yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Beredarnya produk-produk luar negeri di pasaran domestik yang merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beredarnya produk-produk luar negeri di pasaran domestik yang merupakan produk yang terkena ketentuan larangan dan pembatasan, seperti pakaian bekas, elektronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Upaya pemerintah untuk mendorong laju perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Upaya pemerintah untuk mendorong laju perdagangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Upaya pemerintah untuk mendorong laju perdagangan internasional dengan berbagai bentuk insentif dan kemudahan telah banyak dilakukan, antara lain

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai 13 BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Bandar

Lebih terperinci

MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2)

MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2) MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2) ABSTRAK Pengelolaan wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar, selama ini

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sulawesi dan Papua serta ribuan pulau-pulau kecil lainnya (archipelagic

I. PENDAHULUAN. Sulawesi dan Papua serta ribuan pulau-pulau kecil lainnya (archipelagic I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki wilayah daratan yang dipisahkan oleh lautan dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lima

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang :

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 30/KMK.05/1997 TENTANG TATA LAKSANA PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KENA CUKAI KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS

Lebih terperinci

Batam Dalam Data

Batam Dalam Data SEJARAH RINGKAS Sebelum menjadi daerah otonom, Kotamadya Batam merupakan Kotamadya ke 2 (dua) di Provinsi Riau yaitu yang pertama Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom, sedangkan Kotamadya Batam bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya tuntutan manusia terhadap sarana transportasi. Untuk menunjang kelancaran pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya desentralisasi diikuti dengan pelimpahan kewenangan sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Adanya desentralisasi diikuti dengan pelimpahan kewenangan sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya desentralisasi diikuti dengan pelimpahan kewenangan sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah membagi kewenangan antara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

BAB V. keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat

BAB V. keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat BAB V KESIMPULAN Proses monitoring dan evaluasi menjadi sangat krusial kaitannya dengan keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat terdapat berbagai permasalahan baik dari awal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN BANDAR UDARA ABDULRACHMAN SALEH MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diakibatkan dari Illegal Fishing yang dari tahun ketahun terus mengalami

BAB V PENUTUP. diakibatkan dari Illegal Fishing yang dari tahun ketahun terus mengalami BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Sejak meningkatnya ancaman kejahatan maritim di kawasan Selat Malaka pada tahun 2000, dan juga mempertimbangkan dampak dan kerugian yang diakibatkan dari Illegal Fishing yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG IMPOR SEMENTARA ATAU EKSPOR SEMENTARA KENDARAAN BERMOTOR MELALUI POS LINTAS BATAS NEGARA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG IMPOR SEMENTARA ATAU EKSPOR SEMENTARA KENDARAAN BERMOTOR MELALUI POS LINTAS BATAS NEGARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG IMPOR SEMENTARA ATAU EKSPOR SEMENTARA KENDARAAN BERMOTOR MELALUI POS LINTAS BATAS NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B BAB IV PEMBAHASAN A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B Dalam pengumpulan data dan fakta di lapangan tim dari unit pengawasan di Kantor

Lebih terperinci

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG KEMENTERIAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 16 Gedung Mina Bahari III Lantai 15, Jakarta 10110 Telepon (021) 3519070, Facsimile (021) 3520346 Pos Elektronik ditjenpsdkp@kkp.goid

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 pengertian pajak Menurut Adriani (2010:3), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA Oleh Staf Ahli Menneg PPN Bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Tertinggal ikhwanuddin@bappenas.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Namun, jika ada pihak yang mengimpor, mengekspor, memproduksi,

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Namun, jika ada pihak yang mengimpor, mengekspor, memproduksi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika sebenarnya merupakan zat atau obat yang legal digunakan untuk pengobatan penyakit tertentu serta untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, jika

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akan menghasilkan sesuatu dari rangkaian tersebut. Misalnya. rangkaian radio menghasilkan suara, handphone menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. dan akan menghasilkan sesuatu dari rangkaian tersebut. Misalnya. rangkaian radio menghasilkan suara, handphone menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Barang elektronik merupakan barang yang digunakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Barang elektronik merupakan suatu rangkaian dari berbagai komponen yang bisa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Malaysia khususnya Negara Bagian Sarawak. Kondisi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Ukuran kinerja tradisional menggunakan kinerja keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Ukuran kinerja tradisional menggunakan kinerja keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ukuran kinerja tradisional menggunakan kinerja keuangan sebagai pengukuran kinerja utama, ukuran ini kurang fokus terhadap strategi, minim variasi perbaikan, masalah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara

I. PENDAHULUAN. Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara Indonesia dan untuk mengantisipasinya diperlukan perubahan peraturan perundang-undangan, baik

Lebih terperinci

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia Modul E-Learning 1 PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Bagian Keempat. Pengaturan Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia Tujuan Modul bagian keempat yaitu Pengaturan

Lebih terperinci

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA Penyunting Humphrey Wangke Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2011

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pelabuhan merupakan pintu gerbang keluar masuk barang

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Imigrasi telah dicabut dan diganti terakhir dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini mengenai implementasi kebijakan publik. Penelitian implementasi kebijakan dilakukan atas kegiatan pemerintah dalam mengatasi fenomena penangkapan ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk usaha Dalam era globalisasi perdagangan antar negara mengalami peningkatan yang sangat tinggi dalam nilai ekspor Indonesia. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung

Lebih terperinci

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang

Lebih terperinci

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar Tahun 2015 menjadi tahun terburuk bagi masyarakat di Sumatera dan Kalimantan akibat semakin parahnya kebakaran lahan dan hutan. Kasus

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci