BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Penelitian relevan dengan penelitian peneliti yang pertama adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Penelitian relevan dengan penelitian peneliti yang pertama adalah"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA BERPIKIR A. Tinjauan Pustaka Penelitian relevan dengan penelitian peneliti yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Marini (2010: ) dengan judul Analisis Stilistika Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keunikan pemilihan dan pemakaian kosakata terdapat pada leksikon bahasa asing, leksikon bahasa Jawa, leksikon ilmu pengetahuan, kata sapaan, pemilihan dan pemakaian kata konotasi pada judul. Kekhususan aspek morfologis dalam novel Laskar Pelangi yaitu pada penggunaan afiksasi leksikon bahasa Jawa dan bahasa Inggris serta reduplikasi dalam leksikon bahasa Jawa. Aspek sintaksis meliputi penggunaan repetisi, kalimat majemuk dan pola kalimat inversi. Pemanfaatan gaya bahasa figuratif yang unik dan menimbulkan efek-efek estetis pada pembaca yaitu idiom, arti kiasan, konotasi, metafora, metonimia, simile, personifikasi, dan hiperbola. Penelitian Marini memiliki persaman dengan penelitian peneliti yaitu mengkaji stilistika dalam novel. Aspek yang dikaji antara lain: diksi, morfologis, sintaksis, dan bahasa figuratif. Perbedaan yang terdapat pada penelitian peneliti dengan Marini adalah penggunaan aspek citraan. Pada penelitiam Marini tidak menggunakan aspek citraan dalam mengkaji stilistika dalam novel, sedangkan pada penelitian peneliti menggunakan aspek citraan dalam mengkaji stilistika dalam novel.

2 Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Sugiarti (2010: 555) dengan judul Kajian Stilistika Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu Dan Petir Karya Dewi Lestari. Dari penelitian tesebut dapat diketahui bahwa novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu dan Supernova (Petir) karya Dewi Lestari lebih banyak menggunakan stilistika linguistik dan stilistika sastra dalam mengeksplor gagasan yang tertuang dalam teks sastra. Kekhasan pilihan kata serta efek estetik yang ingin dicapai dioptimalkan penggunaannya sedemikian rupa sehingga menimbulkan daya tarik tersendiri bagi pembaca. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiarti terdapat persamaan dengan penelitian peneliti yaitu pendekatan stilistika yang digunakan dalam mengkaji novel. Perbedaan penelitian Sugiarti dengan penelitian peneliti adalah aspek stilistika yang dikaji. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiarti secara garis besar mengkaji stilistika linguistik dan stilistika sastra. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mencakup aspek-aspek stlistika meliputi; diksi, bahasa figuratif, kalimat, wacana, dan citraan. Penelitian ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Yunanta (2013: 75) dengan judul Telaah Stilistika dalam Syair Burung Pungguk. Hasil penelitian ini menunjukkan gaya bahasa yang digunakan pada teks Syair Burung Pungguk berkaitan erat dengan nasehat yang terkandung di dalam bait syair. Penyampaian nasehat dalam tiap bait syairnya dilakukan dengan diksi dan bahasa yang indah. Nasehat yang terdapat pada teks Syair Burung Pungguk ini bisa dijadikan bahan ajar atau upaya pembentukan karakter. Penelitian yang dilakukan oleh Yunanta terdapat persamaan dengan penelitian

3 peneliti yaitu aspek kajian yang digunakan adalah pendekatan stilistika, sedang perbedaan penelitian Yunanta dengan penelitian peneliti adalah jenis teks sastra yang digunakan dalam penelitian. Pada penelitian Yunanta menggunakan teks Syair Burung Pungguk sedangkan pada penelitian peneliti menggunakan teks novel Pulang karya Leila S. Chudori. Penelitian keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Umami (2009: 212) yang berjudul Analisis Wacana Penggunaan Gaya Bahasa dalam Lirik Lagu-Lagu Ungu: Kajian Stilistika. Dari hasil penelitian lirik lagu-lagu Ungu dapat disimpulkan bahwa lirik lagu Ungu tidak hanya didominasi oleh gaya bahasa personifikasi dan hiperbola tetapi juga asonansi, aliterasi, repetisi, pleonasme, simploke, inversi, klimaks, antitesis, dan sinekdok pars pro toto. Penelitian yang dilakukan oleh Umami terdapat persamaan yaitu menggunakan pendekatan stilistika. Meskipun terdapat perbedaan antara lain; pada penelitian Umami teks yang dikaji adalah lirik lagu Ungu, sedangkan pada penelitian peneliti teks novel Pulang karya Leila S. Chudori yang dikaji. Penelitian kelima adalah penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih (2013: 36) dengan judul Kajian Stilistika dalam Serat Pamoring Kawula Gusti Karya Raden Ngabehi Ranggawarsita. Dari hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dalam Serat Pamoring Kawula Gusti ditemukan diksi dan gaya bahasa. Diksi yang ditemukan antara lain dasa nama dan purwakanthi. Gaya bahasa yang ditemukan dalam Serat Pamoring Kawula Gusti karya Raden Ngabehi Ranggawarsita adalah gaya bahasa hiperbola dan metafora. Terdapat persamaan penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih

4 dengan penelitian peneliti yaitu kajian stilistika. Meskipun dalam aspek stilistika yang dikaji terdapat perbedaan. Pada penelitian yang dilakukan Kurniasih menggunakan aspek diksi dan gaya bahasa, sedangkan pada penelitian peneliti menggunakan aspek: diksi, bahasa figuratif, kalimat, wacana, dan citraan. Penelitian keenam adalah penelitian yang dilakukan oleh Munir (2013: 1) yang berjudul Diksi dan Majas dalam Kumpulan Puisi Nyanyian dalam Kelam Karya Sutikno W. S: Kajian Stilistika. Hasil penelitian membuktikan adanya wujud penggunaan diksi dan majas serta fungsinya. Diksi yang dimaksud seperti kata serapan dari bahasa Jawa, bahasa asing, dan pemanfaatan sinonim. Majas yang dimaksud seperti perbandingan, metafora, perumpamaan, epos, personifikasi, metonemia, sinekdoke, dan alegori. Penelitian yang dilakukan Munir terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian peneliti. Persamaannya terletak pada kajian stilistika yang digunakan. Meskipun pada aspek stilistika terdapat perbedaan yang dikaji yaitu pada penelitian Munir menggunakan aspek diksi dan majas, sedangkan pada penelitian peneliti menggunakan aspek: diksi, bahasa figuratif, kalimat, wacana, dan citraan. Perbedaan yang lain terletak pada jenis teks sastra yang dikaji. Pada penelitian Munir teks sastra yang dikaji adalah puisi sedangkan pada penelitian peneliti teks sastra yang dikaji adalah novel. Penelitian ketujuh adalah penelitian yang dilakukan oleh Zhang (2010: 155) dengan judul The Interpretation of a Novel by Hemingway in Terms of Literary Stylistics. Penelitian ini berusaha menginterpretasikan bentuk-bentuk

5 linguistik yang ada pada novel. Penelitian Zhiqin Zhang memiliki persamaan dengan penelitian peneliti yaitu pendekatan stilistika. Meskipun terdapat perbedaan dari segi aspek stilistika yang dikaji. Pada penelitian Zhiqin Zhang bentuk-bentuk linguistik yang dikaji sedangkan pada penelitian peneliti aspek: diksi, bahasa figuratif, kalimat, wacana, dan citraan yang dikaji. Penelitian kedelapan adalah penelitian yang dilakukan oleh Yeibo (2011: 197) yang berjudul A Discourse-Stylistic Analysis of Mood Structures in Selected Poems of J.P. Clark-Bekederemo. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti struktur gramatikal yang berkaitan dengan klausul dalam puisi, dalam rangka untuk menentukan bagaimana bahasa digunakan untuk mengekspresikan cara berbicara dari lawan bicara, dan peran mereka, penilaian dan sikap dalam konteks wacana tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Yeibo memiliki persamaan dengan penelitian peneliti yaitu kajian stilistika. Selain itu, perbedaan yang terdapat dalam penelitian Yeibo dan penelitian peneliti adalah jenis teks sastra yang digunakan. Pada penelitian Yeibo teks sastra yang digunakan adalah puisi sedangkan pada penelitian peneliti teks sastra yang digunakan adalah novel. Penelitian kesembilan adalah penelitian yang dilakukan oleh Chen (2013: 598) yang berjudul Analysis on Three Versions of if by Life You Were Deceived from Perspective of Stylistics. Penelitian ini bertujuan untuk membantu perbedaan bahasa puisi dalam bahasa Rusia, Inggris, dan China supaya lebih jelas dan untuk membandingkan dua versi terjemahan dengan

6 yang asli. Puisi tersebut dianalisis berdasarkan perspektif gaya bahasa yang meliputi: leksikal, irama, sajak, pola kalimat. Penelitian yang dilakukan oleh Chen memiliki persamaan dengan penelitian peneliti yaitu pendekatan yang digunakan pendekatan stilistika. Meskipun pada aspek stilistika yang dianalisis terdapat perbedaan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Chen menggunakan aspek: leksikal; irama; sajak; dan pola kalimat, sedangkan penelitian peneliti menggunakan aspek: diksi; bahasa figuratif; gaya kalimat; gaya wacana; dan citraan. Selain itu, perbedaan yang terdapat dalam penelitian Chen dengan penelitian peneliti adalah jenis teks sastra yang digunakan. Pada penelitian Chen menggunakan puisi, sedangkan dalam penelitian peneliti menggunakan novel. Penelitian kesepuluh adalah penelitian yang dilakukan oleh Galita (2011: 36) dengan judul A Pragma-Stylistic Approach on Deixis. Penelitian tersebut menggabungkan dua pendekatan yaitu pendekatan stilistika dan pragmatik. Pendekatan stilistika yang dianalisis dalam penelitian Galita adalah semua bahasa yang mencakup sarana ekspresi yang meliputi: fonetis; morfologis; sintaksis; leksikal; dan semantik, sedang dalam pendekatan pragmatik berfokus pada suasana hati pengguna bahasa pada waktu dan tempat serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi proses komunikasi. Melanjuti uraian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Galita memiliki persamaan dengan penelitian peneliti yaitu stilistika. Meskipun, dalam penelitian Galita terdapat dua pendekatan sekaligus yaitu stilistika dan pragmatik. Selain itu, perbedaan yang terdapat dalam penelitian Galita dengan

7 penelitian peneliti adalah aspek stilistika yang dikaji dan objek kajian. Pada penelitian Galita aspek stilistika yang dikaji yaitu: fonetis; morfologis; sintaksis; leksikal; dan semantik, sedang pada penelitian peneliti aspek stilistika yang dikaji adalah diksi, bahasa figuratif, gaya kalimat, gaya wacana, dan citraan. Objek kajian yang diteliti dalam penelitian Galita adalah deixis sedang objek kajian yang diteliti dalam penelitian peneliti adalah teks sastra yang berwujud novel. Dari beberapa penelitian di atas, dapat diketahui penelitian ini merupakan kajian stilistika terhadap novel Pulang karya Leila S. Chudori. Aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah diksi, bahasa figuratif (figurative language), gaya kalimat, gaya wacana, dan citraan. Selain itu, dikaji pula nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori. B. Landasan Teori 1. Hakikat Stilistika a. Pengertian Stilistika Stilistika (stylistic) menurut Ratna (2009: 2) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan (style) secara umum adalah cara-cara khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Verdonk (2003: 4) memberi definisi stilistika adalah ilmu yang membahas gaya yang menggunakan bahasa sebagai penyampai ekspresi khusus untuk

8 gambaran maksud dan akibat dari gaya tersebut. Selanjutnya, Simpson (2004:2) memberi definisi mengenai stilistika, yaitu stilistika adalah cara menginterpretasi naskah atau teks yang keunggulannya menggunakan bahasa. Bertemali dengan uraian sebelumnya, style khas dipergunakan oleh seseorang untuk mengutarakan atau mengungkapkan diri gaya pribadi. Cara pengungkapan tersebut bisa meliputi setiap aspek kebahasaan: diksi, penggunaan bahasa kias, bahasa figuratif (figurative language), struktur kalimat, bentuk-bentuk wacana, dan sarana retorik yang lain (Satoto, 2012: 35). Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Sutejo (2010: 5) mengungkapkan style merupakan gaya bahasa termasuk di dalamnya pilihan gaya pengekspresian sesorang pengarang untuk menuangkan apa yang dimaksudkan yang bersifat individual dan kolektif. Selanjutnya, Fairclough (2003:159) menyatakan bahwa gaya atau style adalah aspek dari tulisan yang dapat memberi identitas dari tulisan. Identitas yang dimaksudkan adalah kekhasan bahasa pengarang. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disintesiskan stilistika adalah cabang ilmu sastra yang meneliti tentang gaya. Gaya tersebut merupakan gaya seorang pengarang yang secara khas tertuang dalam karyanya baik itu novel, puisi, maupun cerpen. b. Objek Kajian Stilistika Objek kajian stilistika menurut Ratna (2009: 16) adalah teks atau wacana. Objek analisis bukan bahasa yang digunakan, bahasa dalam proses penafsiran. Pada saat sebuah kalimat diucapkan, sebagai parole, pada saat

9 itulah terjadi komunikasi antara objek dengan pembaca. Pada saat itu juga terjadi proses penafsiran. Penafsiran itulah hasil dari analisis teks yang dapat dituangkan ke dalam karya tulis. Tulisan tersebut kemudian menjadi bahasa yang siap untuk diinterpretasikan kembali, baik oleh pembaca yang berbeda maupun oleh pembaca yang sama pada saat yang berbeda. Selanjutnya, Ratna (2009: 22) menyatakan bahwa stilistika modern menganalisis ciri-ciri formal, diantaranya: a) fonologi, seperti; pola-pola bunyi ujaran, sajak, dan irama, b) sintaksis, seperti; tipe-tipe struktur kalimat, c) leksikal, meliputi; kata-kata abstrak dan konkret, frekuensi relatif kata benda, kata kerja, dan kata sifat, dan d) retorika yaitu ciri penggunaan bahasa kiasan (figuratif) dan perumpamaan. Melanjuti uraian sebelumnya, Satoto (2012: 37) menyatakan stilistika adalah tempat pertemuan diantara makroanalisis sastra dan makroanalisis bahasa. Stilistika, sebagai cabang ilmu sastra yang meneliti stail atau gaya, dibedakan ke dalam: stilistika deskriptif, dan stilistika genetik. Stilistika deskriptif (Ch Bally), mendekati (approach) gaya (style) sebagai keseluruhan daya ungkapan psikis yang terkandung dalam suatu bahasa, dan meneliti nilainilai ekspresif khusus yang terkandung dalam suatu bahasa (language), yaitu secara morfologis, sintaksis, dan semantis. Dalam pandangan ini, pengarang membangkitkan beberapa kemungkinan yang terkandung dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Silistika genetis atau silistika individual (L. Spitzer) memandang stail, gaya (style) sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi (Satoto, 2012: 37).

10 Bertemali dengan uraian sebelumnya, Nurgiyantoro (2009: 280) menyatakan analisis style teks kesastraan dilakukan dengan mengkaji bebagai bentuk dan tanda-tanda linguistik yang dipergunakan seperti terlihat dalam struktur lahir. Dengan cara ini akan diperoleh bukti-bukti konkret tentang style sebuah karya. Metode (teknik) analisis ini akan menjadi penting karena dapat memberikan informasi tentang karakteristik khusus sebuah karya. Tanda-tanda stilistika itu sendiri dapat berupa: a) fonologi, misalnya pola suara ucapan dan irama, b) sintaksis, misalnya jenis struktur kalimat, c) leksikal, misalnya pengggunaan kata benda, kerja, sifat, dan d) penggunaan bahasa figuratif, misalnya bentuk-bentuk pemajasan, permainan struktur, pencitraan, dan sebagainya. Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa bidang kajian stilistika secara umum membicarakan hal-hal yang mengandung ciri-ciri linguistik. Berbeda dengan Al- : 93) yang membatasi kajian stilistika terhadap lima aspek yaitu: gaya diksi, bahasa figuratif (figurative language), gaya kalimat, gaya wacana, dan citraan. Dari beberapa teori yang telah diungkapkan mengenai kajian stilistika, penelitian ini menggunakan teori Al- - mengkaji stilistika dalam karya sastra. Adapun objek kajian stilistika dalam penelitian ini meliputi: 1) diksi, 2) bahasa figuratif (figurative language), 3) gaya kalimat, 4) gaya wacana, dan 5) citraan. Berikut penjelasan mengenai objek kajian stilistika.

11 1) Diksi Al- 09: 49) menyatakan diksi diartikan sebagai pilihan katakata yang dilakukan oleh pengarang dalam karyanya guna menciptakan efek makna tertentu. Kata merupakan unsur bahasa yang paling penting dalam karya sastra. Oleh karena itu, dalam pemilihannya pengarang berusaha agar kata-kata yang digunakannya mengandung kepadatan agar selaras dengan sarana komunikasi puitis lainnya. Hal tersebut senada yang diungkapkan oleh Waluyo (2010: 83), penyair sangat cermat memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, serta kedudukan kata dengan kata lainnya. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Nuroh (2011: 21) menyatakan ketepatan pemilihan kata berkaitan dengan makna kata. Dalam hal ini merujuk pada makna denotasi dan makna konotasi yang harus dipertimbangkan. Denotasi merupakan arti yang sesuai dengan kamus (arti lugas), sedangkan konotasi merupakan yang diasosiasikan atau disarankan (arti kias). Pandangan lain juga diungkapan oleh Keraf (2006: 22-23). Diksi bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk menggunakan suatu ide atau gagasan, tetapi juga dapat meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. AL- 09: 53) menjelaskan mengenai jenis diksi yang terdapat dalam karya sastra antara lain kata konotatif, konkret, kata sapaan khas dan nama diri, kata seru khas Jawa, kata serapan, kata asing, kata arkaik, kata vulgar, kata dengan objek realitas alam, dan kosakata bahasa daerah. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat

12 disintesiskan diksi adalah pilihan kata yang khas oleh pengarang dalam menciptakan suatu karyanya. Adapun jenis-jenis diksi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kata konotatif, konkret, kata sapaan khas, kata serapan, kata asing, kata vulgar, dan kosakata bahasa daerah. 2) Bahasa figuratif (figurative language) Bahasa figuratif menurut Waluyo (2010: 96) adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang. Sesuai dengan pendapat tersebut untuk memahami bahasa figuratif menurut Waluyo (2010: 97) pembaca harus menafsirkan kiasan dan lambang yang dibuat penyair baik lambang konvensional maupun lambang nonkonvensional. Senada dengan pendapat sebelumnya, Al- : 60) menyatakan bahasa figuratif merupakan cara pengarang dalam memanfaatkan bahasa untuk mendapatkan efek estetis melalui pengungkapan gagasan secara kias yang menyaran pada makna literal (literal meaning). Berkaitan dengan hal tersebut, Al- : 61) mengungkapkan bahasa figuratif di dalam penelitian stlitistika karya sastra meliputi majas, idiom, dan peribahasa. Hal tersebut karena ketiga hal tersebut banyak dimanfaatkan sastrawan untuk mengungkapkan gagasan dan meningkatkan nilai estetis karnyanya. Bahasa figuratif (figurative language) yang dianalisis dalam penelitian ini adalah majas. Berikut dibahas mengenai pemajasan tersebut.

13 Pemajasan (figure of thought) menurut Nurgiyantoro (2009: ) adalah teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi, majas merupakan gaya yang sengaja mendayagunakan penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias. Selanjutnya, Nurgiyantoro (2009: 298) menegaskan bahwa bentuk-bentuk pemajasan yang banyak digunakan pengarang adalah bentuk perbandingan atau persamaan, yaitu membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain melalui ciri-ciri kesamaan antara keduanya, misalnya yang berupa ciri fisik, sifat, sikap, keadaan, suasana, tingkah laku, dan sebagainya. Selain bentuk pemajasan tersebut, Nurgiyantoro (2009: ) juga menyebutkan bentuk pemajasan lain antara lain: simile, metafora, personifikasi, metonemia, sinekdoke, hiperbola, dan paradoks. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Keraf (2006: 136) menyebutkan gaya bahasa kiasan dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Selanjutnya, Keraf (2006: 138) menguraikan macam-macam gaya bahasa kiasan, yaitu: (1) persamaan atau simile; (2) metafora, (3) alegori, parabel, dan fabel; (4) personifikasi atau prosopopoeia; (5) alusi; (6) eponim; (7) epitet; (8) sinekdoke; (9) metonimia; (10) antonomasia; (11) hipalase; (12) ironi, sinisme, dan sarkasme; (13) satire; (14) inuendo; dan (15) antifrasis. Senada dengan pernyataan tersebut, Waluyo (2010: 98) membagi enam gaya bahasa (kiasan) yaitu: metafora (kiasan langsung), persamaan (kiasan tidak langsung), personifikasi, hiperbola (overstatment), ironi, dan sinekdoke.

14 Al- : 62) menyatakan penggunaan style yang berwujud majas, dapat mempengaruhi gaya dan keindahan bahasa karya sastra. Selanjutnya, merujuk pandangan dari Scott dan Pradopo, Al- : 62) mengungkapkan majas yang ditelaah dalam kajian stilistika karya sastra meliputi metafora, simile, personifikasi, metonimia, dan sinekdone (pars pro toto dan totem pro parte). Berdasarkan uraian tersebut dapat disintesiskan majas adalah bahasa yang mempunyai makna literal (litreal meaning) yang digunakan pengarang dalam menciptakan karyanya. Adapun jenis-jenis majas yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu: (1) metafora, (2) simile, (3) hiperbola, (4) personifikasi, (5) sinekdoke, (6) sarkasme, (7) metonemia. Berikut penjelasan mengenai beberapa majas dari gaya bahasa figuratif. Majas pertama adalah metafora. Waluyo (2010: 98) menyatakan metafora adalah kiasan langsung, artinya benda-benda yang dikiaskan itu tidak disebutkan. Jadi, ungkapan itu langsung berupa kiasan, sebagai contoh: lintah darat, bunga bangsa, kambing hitam, bunga sedap malam, dan sebagainya. Sependapat dengan pernyataan sebelumnya, Keraf (2006: 139) mengungkapkan metafora adalah sejenis analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Berbeda dengan pernyataan sebelumnya, metafora menurut Nurgiyantoro (2009: 299) merupakan perbandingan yang bersifat tidak langsung dan implisit. Hubungan antara sesuatu yang dinyatakan pertama dengan yang kedua hanya bersifat sugestif, tidak ada kata-kata penunjuk perbandingan eksplisit.

15 Bertemali dengan uraian sebelumnya, Wiyatmi (2006: 65-66) membagi dua jenis metafora yaitu: metafora eksplisit dan metafora implisit. Metafora ekplisit apabila unsur pembanding dan yang dibandingkan disebutkan, misalnya cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar. Cinta sebagai hal yang dibandingkan dan bahaya yang lekas jadi pudar sebagai pembandingnya. Metafora implisit, apabila hanya memiliki unsur pembanding saja, misalnya sambal tomat pada mata, untuk mengatakan mata yang merah, sebagai hal yang dibandingkan. Majas kedua adalah simile. Nurgiyantoro (2009: 298) menyatakan simile menyaran pada adanya perbandingan yang langsung dan implisit, dengan mempergunakan kata-kata tugas tertentu sebagai penanda keeksplisitan seperti: seperti, bagai, bagaikan, sebagai, laksana, mirip dan sebagainya. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya Keraf (2006: 138) menjelaskan simile adalah perbandingan yang langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Selain itu, terdapat kata-kata yang menandai kesamaan tersebut. Kata-kata tersebut adalah seperti, sama, sebagai, bagaikan, dan laksana. Adapun contoh dari penggunaan kata tersebut dalam majas ini adalah sebagai berikut. Bibirnya seperti delima merekah (menyebut objek pertama yang dibandingkan). Seperti menating minyak penuh (tanpa menyebut objek pertama yang dibandingkan). Senada dengan pernyataan sebelumnya, simile (perumpamaan) menurut Wiyatmi (2006: 67) merupakan kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kat-kata pembanding seperti: bagai, seperti,

16 laksana, semisal, seumpama, sepantun, atau kata-kata pembanding lainnya. Lain halnya Waluyo (2010: 99), yang mengungkapkan simile atau perbandingan adalah kiasan yang tidak lansung. Benda-benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya dan digunakan kata-kata seperti, laksana, bak, dan sebagainya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disintessikan bahwa majas simile adalah kiasaan yang membandingkan suatu hal dengan hal lain secara tidak langsung dengan penanda seprtii, bak, seolah dan lain-lain. Majas ketiga adalah hiperbola. Nurgiyantoro (2009: 300) menyatakan hiperbola adalah suatu cara penuturan yang bertujuan menekankan maksud dengan sengaja melebih-lebihkan. Gaya ini banyak dijumpai dalam karya sastra, khusunya fiksi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Waluyo (2010: 99) menjelaskan hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan, sebagai contoh: bekerja membanting tulang, menunggu seribu tahun, hatinya bagai dibelah sembilu, serambut dibagi tujuh, dan sebagainya. Senada dengan pernyataan sebelumnya, Sutejo (2010: 29) mengungkapkan hiperbola merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk melukiskan sesuatu keadaan secara berlebihan daripada sesungguhnya, sebagai contohnya: Hatinya terbakar, kepalaku pecah, nadiku putus, mendengar dia memutuskan cinta. Majas keempat adalah personifikasi. Personifikasi menurut Waluyo (2010: 99) adalah keadaan atau peristiwa alam sering dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda mati

17 digunakan untuk memperjelas penggambaran peristiwa keadaan itu. Hal itu ditegaskan oleh Keraf (2006: 140) yang menyatakan personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Selanjutnya, contoh dari majas tersebut adalah angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Nurgiyantoro (2009: 299) mengungkapkan personifikasi merupakan gaya bahasa yang memberi sifatsifat benda mati dengan sifat-sifat seperti yang dimiliki manusia sehingga dapat bersikap dan bertingkah laku sebagaimana halnya manusia. Jadi, dalam personifikasi terdapat persamaan sifat antara benda mati dengan sifat-sifat manusia. Selaras dengan pernyataan sebelumnya, Sutejo (2010: 31) menjelaskan personifikasi merupakan gaya bahasa perbandingan yang membandingkan benda mati atau tidak bergerak seolah-olah bernyawa dan dapat berperilaku seperti manusia. Contoh: matanya berbicara, hanya dialah lelaki yang dia cintainya. Bertemali dengan uraian sebelumnya, Wiyatmi (2006: 65) menegaskan personifikasi adalah kiasan yang menyamakan benda dengan manusia, bendabenda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi mempunyai efek untuk memperjelas imaji (gambaran angan) pembaca karena dengan menyamakan hal-hal nonmanusia dengan manusia, empati pembaca mudah ditimbulkan karena pembaca merasa akrab dengan hal-hal yang digambarkan atau disampaikan.

18 Majas kelima adalah sarkasme. Keraf (2006: 143) menyatakan sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Sarkasme adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan getir. Sarkasme dapat saja bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Sutejo (2010: 32) mengungkapkan sarkasme adalah gaya bahasa sindiran yang paling kasar dengan mempergunakan kata-kata tertentu yang cenderung tidak sopan, sebagai contoh: Lelaki itu, anjing, yang tidak pernah tahu balas kasih. Majas keenam adalah sinekdoke. Sinekdoke menurut Keraf (2006: 142) adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte). Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Waluyo (2010: 100) menjelaskan sinekdoke adalah menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan, atau menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian. Lain halnya Wiyatmi (2006: 67) yang menyatakan sinekdoke merupakan bentuk kiasan yang mirip dengan metonemia, yaitu pengertian yang satu dipergunakan sebagai pengertian yang lain. Majas ketujuh adalah metonimia. Kata metonimia berasal dari kata Yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Atas dasar itu, metonimia dapat dinyatakan sebagai suatu gaya bahasa

19 yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Bentuk hubungan tersebut dapat berupa penemu untuk hasil, penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya (Keraf, 2006: 142). Sependapat dengan pernyataan tersebut, Nurgiyantoro (2009: ) menyatakan metonimia adalah sebuah gaya yang menunjukkan adanya pertautan atau pertalian yang dekat. Misalnya, seseorang suka membaca karya- 3) Gaya Kalimat Al- : 57-58) menyatakan gaya kalimat adalah penggunaan suatu kalimat untuk memperoleh efek tertentu, misalnya inversi, gaya kalimat tanya, perintah, dan elips. Selanjutnya, Al- : 58) berpendapat penyiasatan struktur kalimat dapat bermacam-macam wujudnya, mungkin berupa pembalikan, pemendekan, pengulangan, penghilangan unsur tertentu, dan sebagainya. Ada pula penyimpangan kalimat seperti konjungsi di awal kalimat guna memperoleh efisiensi dan menekankan pesan tertentu. Bertemali dengan uraian sebelumnya, yang termasuk dalam gaya kalimat menurut Al- : 58) adalah penggunaan sarana retotika, seperti kalimat klimaks, antiklimaks, koreksio, hiperbola, dan antitesis. Kesemuaannya itu dimaksudkan pengarang untuk mencapai efek estetis tertentu di samping untuk menekankan gagasan tertentu. Hal itulah yang dikenal sebagai foregrounding, yang dipandang sebagai salah satu ciri bahasa.

20 Di dalam penelitian ini gaya kalimat yang analisis adalah kalimat, klimaks, kalimat antiklimaks, kalimat repetisi, kalimat paralelisme, dan kalimat antitetsis. Gaya kalimat yang pertama adalah kalimat klimaks. Keraf (2006: 124) menjelaskan klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutanurutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan sebelumnya. Keraf (2006: 125) menyatakan klimaks disebut juga sebagai gradasi. Istilah ini dipakai sebagai istilah umum yang sebenarnya merujuk kepada tingkat atau gagasan tertinggi. Bila klimaks itu terbentuk dari beberapa gagasan yang berturut-turut semakin tinggi kepentingannya, maka ia disebut anabias. Gaya kalimat yang kedua adalah kalimat antiklimaks. Keraf (2006: 125) mengungkapkan antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Anti klimaks sebagai gaya bahawa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Keraf (2006: 125) berpendapat antiklimaks sering kurang efektif karena gagasan yang penting ditempatkan pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagianbagian berikutnya dalam kalimat itu. Gaya kalimat yang ketiga adalah kalimat repetisi. Repetisi menurut Keraf (2006: 127) adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk meberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi, seperti halnya paralelisme dan antitesis, lahir dari kalimat yang berimbang.

21 Gaya kalimat yang keempat adalah kalimat paralelisme. Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama (Keraf, 2006: 126). Selanjutnya, Keraf (2006: 126) menyatakan kesejajaran tersebut dapat pula berbentuk anak kalimat yang bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama. Gaya kalimat ini lahir dari kalimat yang berimbang. Gaya kalimat yang kelima adalah kalimat antitesis. Keraf (2006: 126) menjelaskan antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau sekelompok kata yang berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat yan berimbang. 4) Gaya Wacana Al- : 58) menyatakan gaya wacana adalah gaya bahasa dengan penggunaan lebih dari satu kalimat, kombinasi kalimat, baik dalam prosa maupun puisi. Selain itu, gaya wacana dapat berupa paragraf (dalam prosa atau fiksi), bait (dalam puisi atau sajak), keseluruhan karya sastra, maupun kesuluruhan puisi. Di dalam penelitian ini gaya wacana yang dianalisis meliputi gaya wacana repetisi, gaya wacana klimaks, gaya wacana antiklimaks, gaya wacana campur kode, dan gaya wacana alih kode. 5) Citraan Waluyo (2010: 91) menyatakan citraan atau pengimajian (imagery) adalah kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Selanjutnya, Waluyo

22 (2010: 91) membagi citraan atau imaji ke dalam tiga jenis, yaitu: citraan atau imaji penglihatan (visual), citraan atau imaji pendengaran (auditif), dan citraan atau imaji perasaan (taktil). Senada dengan pendapat sebelumnya, Sayuti (2000: 174) menjelaskan citraan adalah suatu kata atau serangkaian kata yang dapat membentuk gambaran mental atau dapat membangkitkan pengalaman tertentu. Dalam fiksi citraan dibedakan menjadi citraan literal dan citraan figuratif (Sayuti, 200: 174). Citraan literal tidak menyebabkan perubahan atau perluasan arti kata-kata sedangkan citraan figuratif (majas) merupakan citraan yang harus dipahami dalam beberapa arti. Wiyatmi (2006: 68) membagi jenis citraan sesuai dengan indra yang menghasilkannya, yaitu citraan penglihatan (visual imagery), citraan pendengaran (auditory imagery), citraan rabaan (thermal imagery), citraan pencecapan (tactile imagery), citraan penciuman (alfactory imagery), citraan gerak (kinesthetic imagery). Bertemali dengan uraian sebelumnya, Al- 09: 79) menyimpulkan citraan dari pendapat Pradopo dan Brett yang terbagi atas tujuh citraan antara lain: 1) citraan penglihatan, 2) citraan pendengaran, 3) citraan penciuman, 4) citraan pencecapan, 5) citraan gerak, 6) citraan intelektual, 7) citraan perabaan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disintesiskan, citraan merupakan sebuah pengalaman keinderaan dalam berimajinasi sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu yang dihasilkan oleh kata-kata. Selanjutnya, jenis-jenis citraan yang disintesiskan dari beberapa ahli yaitu: citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan

23 gerak, citraan perabaan, citraan penciuman, dan citraan pencecapan. Berikut penjelasan mengenai jenis citraan tersebut. Citraan pertama adalah citraan penglihatan (visual imagery). Al- (2009: 79) menjelaskan citraan penglihatan adalah citraan yang timbul oleh penglihatan. Citraan visual dapat mengusik indera penglihatan pembaca sehingga akan membangkitkan imajinasinya untuk memahami karya sastra. Perasaan estetis akan lebih mudah terangsang melalui citraan visual ini. Selain itu, dalam karya sastra pengarang melukiskan karakter tokoh, melukiskan keadaan tempat, pemandangan, atau bangunan dalam menciptakan citraan visual ini. Citraan kedua adalah citraan pendengaran (auditory imagery). Citraan pendengaran adalah citraan yang ditimbulkan oleh pendengaran (Al- 09: 80). Di samping itu, citraan pendengaran akan lebih mudah melukiskan keadaan untuk merangsang imaji pembaca dalam mencapai efek estetis. Citraan ketiga adalah citraan gerak (kinesthetic imagery). Citraan gerak sangat produktif digunakan dalam karya sastra karena mampu membangkitkan imaji pembaca. Hal tersebut dapat terjadi karena di dalam pikiran pembaca terdapat imaji gerakan itu. Citraan gerak adalah citraan yang melukiskan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak ataupun gambaran gerak umumnya (Al- 09: 82). Citraan keempat adalah citraan perabaan (tactile imagery). Citraan perabaan menurut Al- 09: 83) adalah citraan yang ditimbulkan melalui perabaan. Biasanya, citraan perabaan digunakan untuk menghidupkan imaji pembaca

24 dalam memahami karya sastra sehingga timbul efek estetis. Dalam fiksi, citra perabaan terkadang dipakai untuk melukiskan keadaan emosianal tokoh. Citraan peraban agak sedikit dipakai oleh pengarang dalam karya sastra, berbeda dengan citraan penglihatan dan pendengaran yang produktif. Citraan kelima adalah citraan penciuman (smell imagery). Al- (2009: 84) menjelaskan citraan penciuman adalah pelukisan imajinasi yang diperoleh dari indera penciuman. Citraan penciuman dipakai pengarang untuk membangkitkan imaji pembaca dalam hal memperoleh pemahaman yang utuh atas teks sastra yan dibacanya melalui indera penciumannya. Citraan keenam adalah citraan pencecapan (taste imagery). Alcitraan pencecapan adalah pelukisan imajinasi yang ditimbulkan oleh pengalaman indera pencecapan dalam hal ini lidah. Jenis citraan pencecapan dalam karya sastra dipergunakan untuk menghidupkan imajinasi pemabaca dalam hal-hal yang berkaitan dengan rasa di lidah atau membangkitkan selera makan. 2. Hakikat Nilai Pendidikan Karakter a. Pengertian Karakter Hidyatullah (2010: 16) menyatakan karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain. Dengan demikian, karakter pendidik adalah kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti pendidik

25 yang merupakan kepribadian khusus yang harus melekat pada pendidik dan yang menjadi pendorong dan pengerak dalam melakukan sesuatu. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Samani (2013: 43) menjelaskan karakter adalah nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Senada dengan pernyataan sebelumnya, Mulyasa (2012: 3) mengungkapkan karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur, bertanggung jawab, hormat terhadap orang lain, dan nilainilai karakter mulia lainnya. Berdasarkan beberapa definisi karakter, dapat disintesakan karakter adalah perwujudan seseorang yang dapat dilihat dan diamati oleh orang lain melalui proses sosialisasi dan komunikasi antar individu yang tercipta dari pembawaan dan pembiasaan dari masing-masing individu dalam ruang lingkup kejadian yang dialami individu tersebut baik di lingkungan sosial, keluarga, maupun sekolah. b. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan karakter menurut Samami (2013: 45-46) adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Selain itu, pendidikan karakter dapat dimaknai pula sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan

26 mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Kemendiknas dalam Wibowo (2012: 35) menyatakan pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Senada dengan pernyataan sebelumnya, Wibowo (2012: 48) menjelaskan pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilainilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Selaras dengan pernyataan tersebut, Maksudin (2013: 56) mengungkapkan pendidikan karakter adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai dalam diri peserta didik yang tidak harus merupakan satu program atau pelajaran khusus. Penanaman dan pengembangan nilai itu merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan yang tidak hanya terfokus pada pengembangan ilmu, keterampilan, teknologi, tetapi juga pengembangan aspek-aspek lainnya, seperti kepribadian, etik-moral, dan yang lainnya.

27 Bertemali dengan uraian sebelumnya, Mulyasa (2012: 3) menyatakan pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan, sehingga anak/peserta didik memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Lain halnya Sudrajat (2011: 49), yang mengungkapkan pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disintesiskan pendidikan karakter adalah wujud kepribadian yang dilandasi dengan nilai dan karakter luhur untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik bermasyarakat, beragama, dan bernegara. c. Komponen Nilai Pendidikan Karakter Lickona (2013: 74) menjelaskan tiga komponen karakter yang baik. Pertama adalah pengetahuan moral yang meliputi: kesadaran moral, pengetahuan nilai-nilai moral, pengambilan perspektif, keberalasan moral, pengambilan keputusan, pemahaman diri. Kedua adalah perasaan moral yang meliputi: hati nurani, penghargaan diri, empati, menyukai kebaikan, kontrol diri, kerendahan hati. Ketiga adalah tindakan moral yang meliputi: kompetensi, kemauan, kebiasaan. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Mulyasa (2012: 14-15) menyatakan pendidikan karakter bergerak dari kesadaran (awareness),

28 pemahaman (understanding), kepedulian (concern), dan komitmen (commitment), menuju tindakan (doing atau acting). Aspek pertama moral understanding memiliki enam unsur yaitu: a) kesadaran moral (moral awareness), b) pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing about moral values), c) penentuan sudut pandang (perspective taking), d) logika moral (moral reasoning), e) keberanian mengambil keputusan (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Aspek selanjutnya moral loving/moral feeling meliputi: kesadaran akan jati diri, percaya diri (self esteem), motivasi diri (self motivation), disiplin diri (self discipline), kepekaan terhadap penderitaan orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), dan kerendahan hati (humility). Jika kedua aspek sudah terwujud, maka moral acting sebagai outcome akan mudah dilakukan oleh peserta didik. Berbeda dengan pernyataan sebelumnya, Samani (2013: 144) membagi dua cara dalam memahami nilai karakter. Pertama melihat hubungan nilainilai tersebut dengan prinsip empat olah (olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa). Kedua melihat hubungan nilai-nilai dengan kewajiban terhadapt Tuhan Sang Maha Pencipta, dengan kewajiban terhadap diri sendiri, dengan kewajiban terhadap keluarga, dengan kewajiban terhadap masyarakat dan bangsa, dan kewajiban terhadap alam sekitar. Hidayatullah (2010:85) menjelaskan butir-butir karakter yang terdapat di dalam kehidupan meliputi: 1) adil, 2) amanah, 3) pengampunan, 4) antisipatif, 5) arif, 6) baik sangka, 7) kebajikan, 8) keberanian, 9) bijaksana, 10) cekatan,

29 11) cerdas, 12) cerdik, 13) cermat, 14) pendaya guna, 15) demokratis, 16) dermawan, 17) dinamis, 18) disiplin, 19) efisien, 20) empan papan, 21) empati, 22) fair play, 23) gigih, 24) gotong royong, 25) hemat, 27) hormat, 28) kehormatan, 29) ikhlas, 30) inisiatif, 31) inovatif, 32) kejujuran, 33) pengendalian diri, 34) kooperatif, 35) kreatif, 36) kukuh hati, 37) lugas, 38) mandiri, 39) kemurahan hati, 40) pakewuh, 41) peduli, 42) penuh perhatian, 43) produktif, 44) rajin, 45) ramah, 46) sabar, 47) saleh, 48) santun, 49) setia, 50) sopan, 51) susila, 52) ketaatan, 53) tabah, 54) tangguh, 55) tanggap, 56) tanggung jawab, 57) bertaqwa, 58) tegar, 59) tegas, 60) tekad atau komitmen, 61) tekun, 62) tertib, 63) ketertiban, 64) tahu berterima kasih, 65) trengginas, 66) ketulusan, 67) tepat waktu, 68) toleran, 69) ulet, dan 70) berwawasan jauh ke depan. Bertemali dengan uraian sebelumnya, Kemendiknas dalam Wibowo (2012: 43) menyatakan delapan belas komponen nilai pendidikan karakter. Nilai pertama adalah religius yang meliputi: sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Nilai kedua adalah jujur yang meliputi: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Nilai ketiga adalah toleransi yang meliputi: sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Nilai keempat adalah disiplin yang meliputi: tindakan yang menunjukkan perilaku

30 tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Nilai kelima adalah kerja keras yang meliputi: perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Nilai keenam adalah kreatif yang meliputi: berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Nilai ketujuh adalah mandiri yang meliputi: sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Nilai kedelapan adalah demokratis yang meliputi: cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Nilai kesembilan adalah rasa ingin tahu yang meliputi: sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Nilai kesepuluh adalah semangat kebangsaan yang meliputi: cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Nilai kesebelas adalah cinta tanah air yang meliputi: cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Nilai kedua belas adalah menghargai prestasi yang meliputi: sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Nilai ketiga belas adalah

31 bersahabat/berkomunikatif yang meliputi: tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Nilai keempat belas adalah cinta damai yang meliputi: sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Nilai kelima belas adalah gemar membaca yang meliputi: kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Nilai keenam belas adalah peduli lingkungan yang meliputi: sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Nilai ketujuh belas adalah peduli sosial yang meliputi: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Nilai kedelapan belas adalah tanggung jawab yang meliputi: sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Dari beberapa pendapat tentang pendidikan karakter yang telah dijelaskan sebelumnya, maka nilai-nilai yang perlu diinternalisasikan kepada peserta didik dalam pengembangan karakter adalah: 1) Religius, 2) Jujur 3) Toleransi, 4) Disiplin, 5) Kerja keras, 6) kreatif, 7) Mandiri, 8) Demokratis, 9) Rasa ingin tahu, 10) Semangat kebangsaan, 11) Cinta tanah air, 12) Menghargai prestasi, 13) Bersahabat atau komunikatif, 14) Cinta damai, 15)

32 Gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) Peduli sosial, dan 18) Tanggung jawab. 3. Hakikat Novel a. Pengertian Novel Novel menurut Waluyo (2011: 5) adalah bentuk karya sastra cerita fiksi yang paling baru. Nurgiyantoro (2009: 9-10) menjelaskan novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2009: 9-10). Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang membangun novel itu (Nurgiyantoro, 2009: 11). Sayuti (2000: 7) mengategorikan novel dalam bentuk karya fiksi yang bersifat formal. Bagi pembaca umum, pengategorian ini dapat menyadarkan bahwa sebuah fiksi apapun bentuknya diciptakan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian, pembaca dalam mengapresiasi sastra akan lebih baik. Pengategorian ini berarti juga bahwa novel yang kita anggap sulit dipahami, tidak berarti bahwa novel tersebut memang sulit. Pembaca tidak mungkin meminta penulis untuk menulis novel dengan gaya yang menurut anggapan pembaca luwes dan dapat dicerna dengan mudah, karena setiap novel yang diciptakan dengan suatu cara tertentu mempunyai tujuan tertentu pula.

33 Bertemali dengan uraian sebelumnya, novel biasanya memungkinkan adanya penyajian secara meluas (expands) tentang tempat atau ruang, sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik utama (Sayuti, 2000: 6-7). Masyarakat tentunya berkaitan dengan dimensi ruang atau tempat, sedangkan tokoh dalam masyarakat berkembang dalam dimensi waktu semua itu membutuhkan deskripsi yang mendetail supaya diperoleh suatu keutuhan yang berkesinambungan. Perkembangan dan perjalanan tokoh untuk menemukan karakternya, akan membutuhkan waktu yang lama, apalagi jika penulis menceritakan tokoh mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Novel memungkinkan untuk menampung keseluruhan detail untuk perkembangkan tokoh dan pendeskripsian ruang. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disintesiskan novel merupakan sebuah cerita rekaan yang berusaha menggambarkan kehidupan tokoh-tokoh dengan menggunakan alur. b. Jenis-jenis Novel Nurgiyantoro (2009: 16) membedakan novel menjadi novel populer dan novel serius. Pada kenyataanya sungguh tidak mudah untuk menggolongkan sebuah novel ke dalam kategori serius atau populer. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis novel tersebut. 1) Novel Populer Nurgiyantoro (2009: 18) menjelaskan novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan

Kajian Stilistika dalam Karya Sastra

Kajian Stilistika dalam Karya Sastra Kajian Stilistika dalam Karya Sastra Gaya diartikan sesuai dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam kreasi penulisan sastra, efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan makna, baik penggambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tes merupakan sebuah instrumen yang berfungsi sebagai media evaluasi. Tes biasa digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa selama periode tertentu. Tes di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran karakter menjadi orientasi pengajaran di sekolah saat ini. Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan oleh : EMA WIDIYAS

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan hingga pembahasan, dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Gaya Kata (Diksi) Pada naskah film Kembang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015)

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015) 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan memberikan pemaparan mengenai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Setelah terkumpul landasan teoretis dan kerangka berpikir pada bab sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah metode. Metode digunakan untuk menyederhanakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 289 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian sebagaimana perumusan masalah yang telah diajukan di bagian pendahuluan, maka peneliti menyimpulkan berikut ini. 1. Aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan BAB II LANDASAN TEORI Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan Alternatif Penerapannya dalam Pembelajaran Gaya Bahasa Puisi di SMA Kelas X Semester I berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dalam bahasanya yaitu puisi. Waluyo (1991:3) mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis gaya bahasa, nilai pendidikan serta relevansi gaya bahasa dan nilai

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis gaya bahasa, nilai pendidikan serta relevansi gaya bahasa dan nilai BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis gaya bahasa, nilai pendidikan serta relevansi gaya bahasa dan nilai pendidikan dalam Serat Wedhatama pupuh Pangkur sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purwokerto ada dua yaitu skripsi Muput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pengarang karya sastra tentu mempunyai berbagai ciri khas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pengarang karya sastra tentu mempunyai berbagai ciri khas dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengetahui dan mengerti maksud sebuah tulisan merupakan tujuan utama dalam membaca karya sastra. Karya sastra dibuat oleh pengarang karena adanya maksud atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan sastra memiliki hubungan yang erat. Kekuatan sastra berada pada kekuatan dan cara pengarang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003: 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN  A. Bahasa Karya Sastra BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metaforis, lokalitas merupakan sebuah wilayah tempat masyarakatnya secara

BAB I PENDAHULUAN. metaforis, lokalitas merupakan sebuah wilayah tempat masyarakatnya secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lokalitas dalam bahasa menunjukan identitas budaya yang dipakai dalam konteks sebuah komunitas bahasa dalam hal ini masyakat Minangkabau. Lokalitas dalam konteks

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mengetahui penelitian tersebut,

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK SKRIPSI Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan 1 I. PENDAHULUAN Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan mengenai latar belakang penelitian mengenai gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi, seni dan penciptaan. Bahasa yang digunakan dalam sastra mengemban fungsi utama sebagai fungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan

BAB II LANDASAN TEORI. Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan BAB II LANDASAN TEORI A. Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) adalah susunan sebuah nyanyian (Moeliono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya bahasa, manusia tidak dapat mengungkapkan perasaan, menyampaikan keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia, baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetika yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi diri (Chaer, 2007:33). Oleh karena itu, bahasa merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi diri (Chaer, 2007:33). Oleh karena itu, bahasa merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer,

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 55 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Dalam metode penelitian ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian, yakni metode penelitian, teknik pengumpulan data, data dan sumber data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR P ISSN 2614-624X E ISSN 2614-6231 DOI: http://dx.doi.org/10.22460/p.v1i2p%25p.193 ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR Risma Despryanti 1, Riska Desyana 2, Amalia Siddiqa Rahayu 3, Yeni

Lebih terperinci

bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna.

bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. PUISI bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh: diksi, majas, rima dan irama yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Adapun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang penting adalah keberdayaan kata untuk meninggalkan kesan kepada pembaca atau pendengarnya. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Hubungan bahasa dan sastra dikatakan seperti dua sisi mata uang, keduanya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. Ungkapan tersebut berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, dan keyakinan dalam suatu kehidupan, sehingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Ada beberapa buku yang dipakai dalam memahami dan mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dihayati oleh penyairnya ke dalam suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang terhadap

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Wujud sarana retorika yang digunakan dalam Puisi-puisi Anak di Harian

BAB V PENUTUP. 1. Wujud sarana retorika yang digunakan dalam Puisi-puisi Anak di Harian 112 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Wujud sarana retorika yang digunakan dalam Puisi-puisi Anak di Harian Kedaulatan

Lebih terperinci

GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN INSTAGRAM @PuisiLangit SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, Veronica Melinda Nurhidayati Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dan bahasa merupakan dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1990:218).

Lebih terperinci

ANALISIS MAJAS DALAM NOVEL AYAH KARYA ANDREA HIRATA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ANALISIS MAJAS DALAM NOVEL AYAH KARYA ANDREA HIRATA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA ANALISIS MAJAS DALAM NOVEL AYAH KARYA ANDREA HIRATA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Mei Arisman Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II STYLE GAYA BAHASA DAN STILISTIKA

BAB II STYLE GAYA BAHASA DAN STILISTIKA BAB II STYLE GAYA BAHASA DAN STILISTIKA A. Style Gaya Bahasa Kata style (bahasa Inggris) berasal dari kata Latin stilus yang berarti alat (berujung tajam) yang dipakai untuk menulis di atas lempengan lilin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan berbagai fenomena kehidupan manusia. Fenomena kehidupan manusia menjadi hal yang sangat menarik

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Umi Fatonah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum adalah program kegiatan yang terencana disusun guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu kurikulum yang pernah berjalan di

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang membahas mengenai nilai sosial dalam karya sastra sebelumnya dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi. Hal ini menunjukkan sastra sebagai

Lebih terperinci

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi yang diciptakan oleh sastrawan melalui kontemplasi dan suatu refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam

Lebih terperinci

GAYA BAHASA KIAS DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI ARTIKEL OLEH VERRI YULIYANTO ( )

GAYA BAHASA KIAS DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI ARTIKEL OLEH VERRI YULIYANTO ( ) 1 GAYA BAHASA KIAS DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI ARTIKEL OLEH VERRI YULIYANTO (906212403156) UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA JURUSAN SASTRA INDONESIA JULI 2012 GAYA BAHASA KIAS DALAM NOVEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi merupakan bentuk karya sastra yang sangat populer di kalangan masyarakat sampai saat ini. Puisi digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena kemajuan masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KUMPULAN CERPEN INSOMNIA KARYA ANTON KURNIA SKRIPSI

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KUMPULAN CERPEN INSOMNIA KARYA ANTON KURNIA SKRIPSI 0 ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KUMPULAN CERPEN INSOMNIA KARYA ANTON KURNIA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Moral dalam Sastra Moral dari segi etimologis berasal dari bahasa latin yaitu Mores yang berasal dari suku kata Mos. Mores berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal yang lain (KBBI, 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal yang lain (KBBI, 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada di luar bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, manusia dapat menyampaikan ide, gagasan, dan pikirannya terhadap orang lain. Seiring

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, manusia dapat menyampaikan ide, gagasan, dan pikirannya terhadap orang lain. Seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sangat penting bagi kehidupan manusia sebagai sarana komunikasi. Melalui bahasa, manusia dapat menyampaikan ide, gagasan, dan pikirannya terhadap orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang lagu sehingga lirik-lirik lagunya menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang lagu sehingga lirik-lirik lagunya menarik untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gaya bahasa menimbulkan efek keindahan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Efek keindahan gaya bahasa berkaitan dengan selera pribadi pengarang dan kepekaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. 1.1

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan penelitian ini tidak terlepas dari buku-buku dan skripsi pendukung yang relevan dengan judul penelitian ini. Sesuai dengan judul penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kajian Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kajian Pustaka BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: kajian pustaka, landasan teori, dan kerangka berpikir A. Kajian Pustaka Penelitian stilistika memiliki keterkaitan erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN 1 DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN

PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Definisi Pendidikan Karakter 2.1.1 Pendidikan Karakter Menurut Lickona Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Moral, kebudayaan, kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki ruang lingkup yang luas di kehidupan masyarakat, sebab sastra lahir dari kebudayaan masyarakat. Aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. estetik dan keindahan di dalamnya. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena

BAB I PENDAHULUAN. estetik dan keindahan di dalamnya. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seni, sebagai karya seni yang mengandung unsur estetik dan keindahan di dalamnya. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena sosial

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK) KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli P U I S I A. PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984) Pengertian Puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, rima, matra serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yaitu tentang hakikat menulis puisi, hakikat puisi, hakikat metode pembelajaran. Selain itu,

BAB II KAJIAN TEORI. yaitu tentang hakikat menulis puisi, hakikat puisi, hakikat metode pembelajaran. Selain itu, BAB II KAJIAN TEORI Dalam kajian teori di bawah ini diuraikan beberapa hal sebagai landasan penelitian, yaitu tentang hakikat menulis puisi, hakikat puisi, hakikat metode pembelajaran. Selain itu, dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, batasan masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinasinya ke dalam suatu karya. Karya sastra lahir di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. imajinasinya ke dalam suatu karya. Karya sastra lahir di tengah-tengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil kreativitas manusia yang mampu menuangkan imajinasinya ke dalam suatu karya. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA KIAS DALAM LIRIK LAGU IWAN FALS SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X

ANALISIS MAKNA KIAS DALAM LIRIK LAGU IWAN FALS SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X ANALISIS MAKNA KIAS DALAM LIRIK LAGU IWAN FALS SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X Oleh: Supriyanto Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya bahasa adalah gaya bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

Lebih terperinci

BAB 1 MENGENAL KRITIK SASTRA

BAB 1 MENGENAL KRITIK SASTRA BAB 1 MENGENAL KRITIK SASTRA A. Pendahuluan Salah satu objek dalam studi sastra atau cabang ilmu sastra yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap karya sastra, yaitu kritik sastra. Kritik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO. Jurnal Publikasi Skripsi

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO. Jurnal Publikasi Skripsi ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO Jurnal Publikasi Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia

Lebih terperinci

Novel Selamat Tinggal Jeanette merupakan novel yang mempunyai latar belakang adatistiadat

Novel Selamat Tinggal Jeanette merupakan novel yang mempunyai latar belakang adatistiadat Novel Selamat Tinggal Jeanette merupakan novel yang mempunyai latar belakang adatistiadat Jawa dan perpaduan antara Jawa dan Prancis. Perpaduan budaya tersebut berdampak memperkaya bahasa yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sehingga memberikan efek estetik di dalam karya sastra. berbahasa, demi pencapaian suatu efek estetika.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sehingga memberikan efek estetik di dalam karya sastra. berbahasa, demi pencapaian suatu efek estetika. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stilistika merupakan ilmu linguistik yang mengkaji tentang aspek gaya atau style di dalam karya sastra dengan menggunakan medium bahasa sebagai media telaahnya.

Lebih terperinci

ABSTRAK

ABSTRAK STIMULUS KESANTUNAN BERBAHASA MEMBENTUK KARAKTER PADA ANAK Octaria Putri Nurharyani Roch Widjatini Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Email: octariaputri97@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Ahmadiyah, yang penulis lakukan menghasilkan simpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. Ahmadiyah, yang penulis lakukan menghasilkan simpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Simpulan Penelitian dengan judul Diksi dan Gaya Bahasa Penulisa Opini pada Situs www.ahmadiyah.org dalam Mengklarifikasi Tuduhan Sesat Ajaran Ahmadiyah, yang penulis lakukan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan landasan bagi peneliti dalam pengambilan masalah. Kemudian masalah

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan landasan bagi peneliti dalam pengambilan masalah. Kemudian masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini peneliti memaparkan mengenai latar belakang masalah yang dijadikan landasan bagi peneliti dalam pengambilan masalah. Kemudian masalah tersebut peneliti rumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting pada manusia, yaitu berbahasa. Menurut Tarigan (1986:3), menulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai seni dalam sebuah karya tidak selalu berwujud pada benda tiga dimensi saja. Adapun kriteria suatu karya dapat dikatakan seni jika karya tersebut memiliki

Lebih terperinci

struktur yang terdapat dalam Mozaik 2 Simpai Keramat! 2. Presentasikan hasil diskusi Anda!

struktur yang terdapat dalam Mozaik 2 Simpai Keramat! 2. Presentasikan hasil diskusi Anda! 1. Diskusikan bersama kelompok Anda permajasan dan penyiasatan struktur yang terdapat dalam Mozaik 2 Simpai Keramat! 2. Presentasikan hasil diskusi Anda! BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sesuai dengan rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deskripsi atau pemerian merupakan sebuah bentuk tulisan yang bertalian dengan usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang dibicarakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci