III. METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 12 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan mulai bulan Maret 2010 sampai dengan bulan September Lokasi penelitian adalah DAS Kali Bekasi bagian hulu terletak pada koordinat geografis BT sampai BT dan LS sampai LS. Sebagian besar kawasan hulu DAS Kali Bekasi berada di wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bogor (sepuluh kecamatan), sisanya berada di wilayah Kabupaten Bekasi (satu kecamatan) dan Kota Depok (satu kecamatan). Luas hulu DAS Kali Bekasi adalah ,50 hektar dengan ketinggian berkisar antara 0 m dpl sampai m dpl dengan batas hulu DAS di sebelah utara adalah DAS Kali Bekasi bagian tengah, batas sebelah timur adalah DAS Citarum, sedangkan batas sebelah selatan dan barat adalah DAS Ciliwung (Gambar 2). Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Kawasan Hulu DAS Kali Bekasi

2 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini difokuskan pada tiga lokasi pengamatan berdasarkan ketinggian yang berbeda di dalam satuan wilayah kampung sebagai masyarakat pengelola bambu. Lokasi pengamatan hulu DAS bagian atas berada pada ketinggian >700 m dpl, hulu DAS bagian tengah berada pada ketinggian m dpl, dan hulu DAS bagian bawah berada pada ketinggian m dpl. Penentuan lokasi pengamatan tersebut menggunakan peta DEM SRTM (Digital Elevation Model, Shuttle Radar Topography Mission). Pengambilan lokasi kampung selain mewakili lokasi hulu DAS bagian atas, tengah, dan bawah juga ditentukan berdasarkan keterjangkauan wilayah. Lokasi pengamatan kampung yang mewakili ketinggian hulu DAS bagian atas adalah Kampung Cimandala yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Sedangkan lokasi pengamatan kampung yang mewakili kawasan hulu DAS bagian tengah adalah Kampung Landeuh yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Untuk kawasan lokasi pengamatan kampung yang mewakili hulu DAS bagian bawah adalah Kampung Leuwijambe yang terletak di Desa Kadumanggu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Batas DAS Kali Bekasi bagian hulu diperoleh melalui dijitasi peta analog DAS Kali Bekasi lembar A menggunakan perangkat lunak ArcView 3.2. Ruang lingkup kawasan yang diteliti meliputi lanskap tegakan bambu baik berupa kebun bambu, talun bambu, maupun tegakan bambu sebagai tanaman pembatas atau pagar yang diamati dalam plot pengamatan. Ruang lingkup penelitian difokuskan pada pendistribusian pertanaman bambu di hulu DAS Kali Bekasi melalui interpretasi pola tutupan lahan dengan menggunakan citra ALOS AVNIR-2, menganalisis keanekaragaman jenis tegakan bambu dan tegakan non-bambu serta potensi biomassanya, serta mengidentifikasi bentuk pengelolaan bambu dan pemanfaatannya yang telah diterapkan oleh petani maupun masyarakat lokal setempat. 3.3 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peta rupabumi Indonesia berskala 1: lembar (Ciawi), (Cisarua), 1209-

3 (Bogor), dan (Tajur), citra ALOS AVNIR-2 (A D B2 17 Juli 2009) resolusi 10 m, dan DEM SRTM resolusi 90 m. Adapun alat yang digunakan antara lain GPS, DBH meter, kamera, lembar panduan wawancara, dan perangkat lunak pengolah peta seperti ERDAS IMAGINE 9.1, ArcView 3.2, dan ArcGIS Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian di lapangan dipandu dengan rincian jenis data, sumber data, dan kegunaannya (Tabel 2). Hal Tersebut memudahkan dalam pengumpulan data. Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Studi Jenis Indikator Metode Unit Sumber Data Data Pengamatan Biofisik Jenis dan luas tutupan lahan kawasan serta ha Citra ALOS AVNIR-2 resolusi 10x10 m (JAXA) citra klasifikasi tutupan lahan distribusi bambu Tipe iklim, jenis - BP DAS Ciliwung- fisik tanah, hidrologi Cisadane deskriptif Curah hujan mm BMKG deskriptif Ketinggian wilayah m DEM SRTM resolusi 90x90m topografi vegetasi Sosial Sosialekonomi Diameter setinggi dada (DBH) bambu dan nonbambu Keragaman jenis dan jumlan bambu dan pohon Jenis tumbuhan bawah cm ( Pengukuran di lapangan (metode jalur dan metode petak bergaris) Indeks biomassa bambu dan pohon (buluh) Observasi, wawancara Indeks keragaman Shannon s- Wienner - Observasi di lapangan (metode jalur dan metode petak bergaris) deskriptif Luas wilayah km 2 BPS, potensi desa deskriptif Jumlah penduduk jiwa BPS, potensi desa deskriptif Tingkat pendidikan, mata pencaharian, aktivitas pariwisata - BPS, BP DAS Ciliwung- Cisadane deskriptif

4 15 Lanjutan Tabel 2 Jenis Indikator Data Pengamatan Pengetahuan kepemilikan, nilai Aspek ekologi penting, lokal pengelolaan, dan tingkat pengetahuan ekologi lokal Unit Sumber Data - Wawancara dengan informan kunci Metode deskriptif pengetahuan ekologi lokal 3.5 Teknik Pengumpulan Data Observasi Tanaman Pengumpulan data jumlah dan jenis tegakan bambu maupun non-bambu di lokasi pengamatan dilakukan dengan membuat plot dengan menerapkan metode kombinasi, yaitu menggabungkan antara metode jalur dan metode garis berpetak (Indriyanto, 2006). Terdapat tiga plot ulangan di dalam satu lokasi pengamatan baik itu di hulu DAS bagian atas, tengah, maupun bawah. Plot ditentukan secara purposive acak di dalam kebun campuran yang di dalamnya terdapat pertanaman bambu maupun di dalam lahan yang bukan kebun campuran namun di dalamnya juga terdapat tegakan bambu. Dalam pelaksanaan di lapangan, metode jalur digunakan untuk melakukan observasi jenis tegakan bambu maupun tegakan nonbambu dalam plot pengamatan. Dalam metode jalur dibuat jalur-jalur dengan jarak 10 m yang dibuat sejauh 50 m (Gambar 3). Observasi pada tegakan bambu dilakukan dengan menganalisis jumlah dan jenis bambu serta mengukur diameter bambu setinggi dada atau DBH (diameter at breast heigh). Sedangkan pada tegakan non-bambu dilakukan dengan menganalisis jumlah dan jenis tegakan pohon yang tumbuh di sekitar bambu serta mengukur DBH pohon yang memiliki diameter >2 cm. Pengukuran DBH dilakukan untuk menghitung indeks biomassa dalam rangka mengetahui potensi pertumbuhannya baik tegakan bambu maupun non-bambu. Untuk mengetahui keragaman jenis tumbuhan bawah yang terdapat dalam masing-masing jalur digunakan metode garis berpetak. Metode ini dilakukan dengan membuat petakpetak kecil berukuran 2 m x 2 m di dalam petak berukuran 10 m x 10 m sejauh jalur pengamatan (50 m).

5 16 50 m 10 m m 3 2 m m Arah jalur pengamatan Gambar 3. Bentuk dan Ukuran Jalur Pengamatan Bambu, Non-bambu, dan Tumbuhan Bawah Wawancara Wawancara dilakukan secara terfokus (focused interviews) dengan metode wawancara semi terstruktur (semi-structured) dan menerapkan metode the knowledge based-systems methodology atau sistem berbasis pengetahuan (SBP) untuk mengumpulkan data pengetahuan lokal berbasis ekologi (Walker et al., 1997; Sinclair dan Walker, 1999; Mulyoutami et al., 2009). Penerapan metode ini dilakukan dengan memilih informan kunci (key informant) yang memiliki pengetahuan mengenai pengelolaan tegakan bambu, serta bersedia dan kooperatif untuk diwawancara. Dalam penelitian ini, jumlah informan kunci yang dipilih adalah sebanyak sembilan orang. Informan kunci yang dipilih merupakan petani maupun masyarakat lokal yang merupakan pemilik kebun bambu atau tegakan bambu, atau petani maupun masyarakat lokal yang mengelola kebun bambu serta memanfaatkan bambu yang tumbuh di sekitar tempat tinggal mereka Kegiatan wawancara dilakukan dengan disertai kegiatan observasi di lapangan. Hal ini dilakukan sebagai rangkaian kegiatan yang saling terintegrasi dalam aktivitas wawancara. Panduan pertanyaan dalam wawancara meliputi empat aspek pertanyaan terkait kepemilikan, nilai penting tanaman, pengelolaan, dan pengetahuan ekologi lokal (Tabel 3). Untuk aspek kepemilikan lahan, baik berupa kebun bambu atau talun bambu maupun tegakan bambu sebagai tanaman pembatas pertanyaan yang diajukan meliputi lama tinggal dan luasan kebun bambu atau talun bambu yang dimiliki atau dikelola. Selanjutnya pertanyaan mengenai aspek nilai penting dari keberadaan tegakan bambu meliputi pemahaman responden tentang manfaat bambu, baik itu manfaat ekologis bambu bagi lingkungan maupun manfaat sosial bambu bagi masyarakat sekitar.

6 17 Untuk aspek pengelolaan dari tegakan bambu tersebut juga menjadi pertanyaan penting untuk digali terkait pelaku pengelolaan, kegiatan pengelolaan, frekuensi pengelolaan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan tersebut. Sedangkan untuk aspek tingkat pengetahuan lokal dalam pengelolaan bambu terkait dengan praktek-praktek yang diterapkan dalam mengelola bambu yang terkait dengan aspek ekologis serta sumber dari pengetahuan yang diterapkan tersebut, apakah merupakan introduksi dari luar atau merupakan warisan pengetahuan. Tabel 3. Aspek Dalam Menggali Pengetahuan Ekologi Lokal Bambu No. Aspek Yang Diamati Daftar Pertanyaan 1. Kepemilikan 1. Berapa lama anda tinggal di sini? 2. Ada berapa generasi yang telah tinggal di sini? 3. Apakah anda memiliki kebun bambu/kebon awi/tegakan bambu? 4. Jika iya, berapa luasan kebon awi/tegakan bambu yang anda miliki? Jika tidak, siapa pemilik kebon awi/tegakan bambu ini? 2. Nilai penting 1. Apa persepsi anda tentang kebon awi/tegakan bambu yang anda miliki/kelola? 2. Menurut anda, nilai penting apa saja yang dimiliki dengan adanya kebon awi/tegakan bambu? 3. Menurut anda, apa peran kebon awi/tegakan bambu bagi lingkungan, masyarakat, sumber pendapatan (dalam rupiah, jika ada)? 3. Pengelolaan 1. Siapa yang melakukan kegiatan pengelolaan terhadap kebon awi/tegakan bambu ini? 2. Apakah anda melakukan kegiatan pengelolaan kebon awi/tegakan bambu? Jika iya, bagaimana anda mengelola kebon awi/tegakan bambu ini? 3. Berapa sering (frekuensi) kebon awi/tegakan bambu ini dikelola (dipanen, dimanfaatkan, dll)? 4. Berapa biaya yang dibutuhkan dalam mengelola kebon awi/tegakan bambu ini (sebulan/setahun/semusim panen)?

7 18 Lanjutan Tabel 3 No. Aspek Yang Diamati Daftar Pertanyaan 4. Tingkat pengetahuan ekologi lokal atau tradisional 1. Adakah nilai pengetahuan lokal yang diterapkan dalam mengelola kebon awi/tegakan bambu? Jika ada, sebutkan bentuk-bentuk pengelolaan yang diterapkan. 2. Darimanakah asal pengetahuan lokal pengelolaan kebon awi/tegakan bambu tersebut? Apakah pengetahuan tersebut diwariskan/diturunkan? 3. Apakah pengetahuan yang diterapkan di tempat ini mendapat introduksi dari luar (kombinasi pengetahuan tradisional dengan pengetahuan modern)? Atau merupakan pengetahuan asli? 4. Apakah ada kegiatan penyuluhan atau pembinaan (pemerintah/swasta) terkait dengan kegiatan pengelolaan kebon awi/tegakan bambu? Sumber: Walker et al. (1997), Sinclair dan Walker (1999), Mulyoutami (2009), dengan modifikasi Penelusuran Literatur Teknik pengumpulan data dengan melakukan studi literatur terkait tentang pustaka yang berhubungan dengan topik penelitian seperti data kondisi biofisik dan sosial kawasan hulu DAS Kali Bekasi. Pengumpulan data statistika yang terkait dengan kondisi biofisik dan sosial kawasan hulu DAS Kali Bekasi diperoleh melalui pustaka yang diterbitkan oleh BP DAS Ciliwung-Cisadane, BPS Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok, maupun profil desa. Data iklim di sekitar kawasan hulu DAS diperoleh melalui Stasiun Klimatologi milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Darmaga. Data spasial meliputi peta tematik jenis tanah, sungai, maupun iklim diperoleh dari BPDAS Ciliwung-Cisadane. Data citra ALOS AVNIR-2 dengan resolusi spasial 10 m diperoleh dari badan antariksa Jepang JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency). Sedangkan data ketinggian kawasan penelitian menggunakan data DEM SRTM (Digital Elevation Model Shuttle Radar Topography Mission) milik NGA (National Geospatial-Intelligence Agency) dan NASA (National Aeronautics and Space Administration) dengan resolusi spasial 90 m diunduh dari laman pusat data USGS (U.S. Geological Survey) EROS pada alamat

8 Metode Citra Klasifikasi Tutupan Lahan Dalam melakukan analisis citra, data satelit image yang digunakan adalah ALOS AVNIR-2 yang diambil pada tanggal 17 Juli 2009 menggunakan resolusi spasial 10 m. Kombinasi band yang digunakan adalah kombinasi band Seluruh proses analisis citra dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERDAS IMAGINE 9 dengan melewati beberapa proses kegiatan yang terdiri dari tahap persiapan (pra-proses) yang meliputi kegiatan koreksi geometrik (georeference) dan proses memotong image (subset image) (Gambar 4). Tahap selanjutnya adalah proses analisis yang dimulai dengan ground truthing terhadap image yang telah dikoreksi dan di potong. Tahapan ini kemudian dilanjutkan dengan membuat training area dengan pembuatan AOI (area of interest) dan melakukan klasifikasi terbimbing (supervised classification) menggunakan metode peluang maksimum atau maximum likelihood method. Pendugaan terhadap tingkat akurasi atau accuracy assessment dilakukan pada tahap akhir kegiatan. Pendugaan tingkat akurasi menggunakan overall accuracy dan akurasi Kappa. Setelah peta tutupan lahan dihasilkan, untuk mengetahui distribusi bambu dan luasannya di hulu DAS bagian atas, tengah, maupun bawah selanjutnya dilakukan proses tumpang susun (overlay) antara peta tutupan lahan bambu dengan peta kelas ketinggian hulu DAS dengan membuat tiga kelas ketinggian yaitu ketinggian m dpl, m dpl, dan >700 m dpl. Proses ini diselesaikan dengan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.2 dan selanjutnya dihasilkan peta sebaran luas tutupan lahan bambu untuk masingmasing lokasi berdasarkan ketinggian hulu DAS bagian atas, tengah, dan bawah. Berikut dijelaskan secara rinci mengenai masing-masing tahapan yang dilakukan dalam proses analisis citra klasifikasi tutupan lahan.

9 20 PRAPROSES Citra ALOS AVNIR-2 Georeference Subset image PROSES Ground truthing Citra ALOS AVNIR-2 terkoreksi Penentuan training area AOI Supervised classification (Maximum Likelihood Method) Accuracy assessment Peta tutupan lahan Gambar 4. Proses Pengolahan Citra ALOS AVNIR Koreksi geometrik Menurut Jaya (2010), koreksi geometrik merupakan proses melakukan transformasi data dari satu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Pertimbangan dilakukannya koreksi geometri ini antara lain bertujuan untuk: 1. Membandingkan dua citra atau lebih untuk lokasi tertentu, 2. Membangun SIG dan melakukan permodelan spasial, 3. Meletakkan lokasi-lokasi pengambilan training area sebelum melakukan klasifikasi, 4. Membuat peta dengan skala yang teliti, 5. Melakukan overlay citra dengan data spasial lainnya, 6. Membandingkan citra dengan data spasial lainnya yang mempunyai skala yang berbeda,

10 21 7. Membuat mozaik citra, dan 8. Melakukan analisis yang memerlukan lokasi geografis dengan presisi yang tepat. Tahapan georeference ini dilakukan dengan memproyeksikan citra dengan menggunakan sistem proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator) WGS 84 dengan zona UTM 48S. Keseluruhan proses dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine Memotong Image (Subset Image) Proses memotong image suatu citra dengan menggunakan ERDAS disebut dengan subset image. Setelah citra dikoreksi dilanjutkan dengan melakukan pemotongan citra (subset image) sesuai lokasi studi yaitu hulu DAS Kali Bekasi. Pemotongan citra menggunakan peta deliniasi DAS bagian hulu diperoleh dari BPDAS Ciliwung-Citarum yang didijitasi ulang dan disimpan dalam format.aoi file. Proses pemotongan citra dengan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.1 dilakukan dengan menggunakan menu DATAPREP-SUBSET IMAGE. Setelah proses subset selesai, maka citra siap dianalisis (Gambar 5). Sebelum Sesudah Gambar 5. Proses Pemotongan Citra ALOS AVNIR Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) Klasifikasi terbimbing merupakan proses klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analis (supervised classification). Kriteria pengelompokan kelas

11 22 ditetapkan berdasarkan penciri kelas atau class signature yang diperoleh analis melalui pengamatan area contoh atau training area. Penciri kelas ini merupakan suatu set data yang diperoleh dari suatu training area, ruang fitur (feature space), dan klaster. Penciri kelas diperlukan dalam proses klasifikasi. Penciri kelas dapat berupa penciri kelas parametrik dan penciri kelas non-parametrik. Dalam penciri kelas parametrik didasarkan pada parameter-parameter statistik seperti jumlah band/kanal dalam citra input, nilai minimum dan maksimum masing-masing band dari suatu contoh training area atau klaster, nilai rata-rata masing-masing band pada masing-masing kelas atau klaster, nilai ragam-peragam dari suatu kelas atau klaster, dan jumlah piksel dalam setiap klaster. Dalam penciri non-parametrik penciri kelas berdasarkan pada area of interest (AOI) yang dibuat pada gambar feature space untuk citra yang akan diklasifikasi. Metode non-parametrik menggunakan penciri kelas non-parametrik untuk mengelompokkan pikselnya ke dalam suatu kelas berdasarkan lokasinya, baik di dalam maupun di luar area feature space. Metode klasifikasi terbimbing yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode peluang maksimum (maximum likelihood classifier) dengan menggunakan penciri non-parametrik AOI. Dalam penelitian ini penciri kelas yang dibuat adalah sebanyak sepuluh kelas dengan masing-masing penciri kelas dibuat sebanyak 4-5 training area secara merata pada seluruh kawasan. Jenis-jenis penciri kelas yang dibuat antara lain tanah terbuka (bare land), semak (shrub and bush), sawah (paddy field), ladang (dry land agriculture), kebun (mix garden), hutan (forest), badan air (water bodies), area terbangun (built area), awan (cloud and shade), serta interpretasi tegakan bambu (bamboo stands) Pendugaan Tingkat Akurasi (Accuracy Assessment) Pendugaan terhadap tingkat akurasi digunakan untuk mengetahui tingkat keakuratan hasil klasifikasi yang telah dilakukan. Pendugaan tingkat akurasi dapat menggunakan titik-titik hasil ground truthing di lapangan. Dengan menggunakan ERDAS, pendugaan akurasi dapat dilakukan dengan membuat tiga bentuk laporan yaitu matriks yang secara sederhana membandingkan kelas acuan dengan kelas hasil dalam matriks c x c, laporan total akurasi yang dihitung secara statistik, dan Kappa statistik. Menurut Jaya (2010), secara konvensional tingkat akurasi dapat

12 23 diukur berdasarkan persentase jumlah piksel yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah total piksel yang diklasifikasi. Akurasi tersebut sering disebut dengan overall accuracy atau akurasi umum. Namun, akurasi ini jarang digunakan sebagai indikator yang baik untuk mengukur kesuksesan suatu klasifikasi karena hanya menggunakan piksel-piksel yang terletak pada diagonal suatu matriks kontingensi. Akurasi yang dianjurkan adalah akurasi Kappa. Penelitian ini menggunakan akurasi Kappa dengan ekstensi Jaya s Kappa & Dendogram V 1.2 pada ArcView 3.2. Akurasi ini menggunakan semua elemen dalam matriks. Persamaan matematis dari akurasi Kappa adalah sebagai berikut: K= % Keterangan: X ii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i X +i = jumlah piksel dalam kolom ke-i X i+ = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya piksel dalam contoh Indeks Biomassa Biomassa merupakan berat bahan organik per unit area yang ada dalam beberapa komponen ekosistem pada waktu tertentu. Pengukuran terhadap biomassa dilakukan dengan melakukan pengukuran DBH. Pengukuran DBH bambu maupun DBH pohon dilakukan dengan cara mengukur diameter pohon pada ketinggian 1.3 m di atas tanah atau sekitar setinggi dada. Selanjutnya, dari pengukuran DBH dapat diduga biomassanya Indeks Biomassa Tegakan Bambu Perhitungan indeks biomassa bambu dapat dibedakan menurut usia kemunculan buluh bambu muda (rebung), yaitu indeks biomassa pada bambu yang berusia di atas satu tahun atau lebih (1-year-old and older culms) dan indeks biomassa bambu yang berusia kurang dari satu tahun (current year emerged-culm) (Saroinsong, 2007). Dalam penelitian ini, pengukuran indeks biomassa yang digunakan adalah indeks biomassa bambu yang berusia satu tahun atau lebih dengan asumsi bahwa plot-plot bambu yang dipilih merupakan plot bambu yang permanen yang sudah lama dibudidayakan dan dikelola secara aktif. Indeks

13 24 biomassa bambu dapat dihitung dengan melihat hubungan antara DBH buluh dengan total berat kering bambu yang berasal dari buluh (culms), cabang (branches), dan daun (leaves). Persamaan indeks biomassa bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengikuti persamaan indeks biomassa yang digunakan Saroinsong (2007) sebagai berikut: B C =0,09103(D 2 ) 1,1286 B B =0,04469(D 2 ) 0,7569 B L =0,00122(D 2 ) 1,0064 Keterangan: D= Diameter setinggi dada (DBH) B B = Indeks biomassa cabang B C =Indeks biomassa buluh B L = Indeks biomassa daun Indeks Biomassa Tegakan Pohon Indeks biomassa pohon didefinisikan sebagai jumlah total dari total bahan organik yang terdapat di atas tanah atau berat kering dalam ton per unit area (Brown, 1997). Persamaan dalam menentukan volume pohon (biomassa) dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan Brown (1997) adalah: Keterangan: Y = biomassa D = diameter setinggi dada (cm) a,b = konstanta untuk daerah tropis lembab, dengan a=0,11 dan b=2, Indeks Keanekaragaman Shannon s-wienner Keanekaragaman spesies merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk

14 25 menyatakan struktur komunitas dan mengukur stabilitas komunitas (Soegianto, 1994). Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika disusun oleh banyak spesies. Untuk mengetahui keanekaragaman spesies baik itu keanekaragaman spesies bambu dan non-bambu digunakan perhitungan dengan menggunakan indeks keragaman Shannon-Wienner (Odum, 1993; Soegianto, 1994). H pi log pi Keterangan: H = Indeks keanekaragaman Shannon s pi = proporsi spesies ke-i dalam komunitas Deskriptif Pengetahuan Ekologi Lokal Pengukuran terhadap pengetahuan ekologi lokal dilakukan dengan mengadaptasi metode yang disampaikan oleh Walker et al. (1997), Sinclair dan Walker, (1999), dan Mulyoutami (2009) yaitu metode sistem berbasis pengetahuan (the knowledge based-sistem methodology). Di dalam penerapan metode ini dilakukan pemilihan individu sebagai informan kunci (key informant). Setelah informan kunci terpilih, kemudian dilakukan wawancara. Selanjutnya, untuk mendapatkan data mengenai keragaman spesies yang ada, maka dilakukan observasi langsung dengan mengidentifikasi jenis-jenis tanaman yang ditemui baik itu untuk jenis bambu maupun non-bambu serta wawancara untuk memperoleh informasi mengenai pengetahuan ekologi lokal yang diterapkan petani maupun masyarakat dalam kegiatan pengelolaan. dilakukan secara deskriptif berdasarkan daftar pertanyaan terhadap berbagai aspek yang terkait tentang pengetahuan lokal, seperti tentang latar belakang pemilik dan kepemilikan terhadap tegakan bambu yang dimiliki atau dikelola, nilai penting dari adanya tegakan bambu, pengelolaannya, serta bagaimana tingkat pengetahuan pemilik atau pengelola dalam mengelola tegakan bambu secara ekologi (LEK). Selain melakukan observasi pada jenis tegakan

15 26 bambu, juga dilakukan observasi pada jenis tegakan non-bambu yang tumbuh di sekitar bambu, serta tumbuhan bawah yang terdapat di dalam plot pengamatan. terhadap bambu, non-bambu, serta tumbuhan bawah dilakukan untuk mengetahui ragam jenis tanaman tersebut. 3.7 Teknik Penyajian Data Teknik penyajian data dilakukan dengan menggunakan tabel, foto, maupun diagram untuk menampilkan data-data hasil olahan dari literatur, survei lapangan, maupun wawancara. Selain itu terdapat juga penyajian data dalam bentuk peta hasil olahan citra untuk menunjukkan pola tutupan lahan di hulu DAS Kali Bekasi dan sebaran bambu. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian meliputi empat tahap utama mulai dari tahap persiapan, tahap pengumpulan data dan klasifikasi data, tahap analisis data, dan tahap sintesis (Gambar 6). Detil tahap kegiatan dijelaskan sebagai berikut: 1. Tahap persiapan Meliputi kegiatan perumusan permasalahan dan menentukan lokasi studi. Perumusan permasalahan yang terjadi merupakan kondisi dan peran penting hulu DAS Kali Bekasi bagi lingkungan sekitar terutama bagi daerah hilir; 2. Tahap pengumpulan data dan klasifikasi data Meliputi kegiatan pengumpulan data biofisik, dan data sosial baik yang diperoleh secara langsung maupun melalui penelusuran literatur. Data biofisik seperti pola tutupan lahan, jenis vegatasi, dan potensi pertumbuhan tegakan. Sedangkan data sosial seperti bentuk pengelolaan yang berbasis pengetahuan lokal yang diterapkan; 3. Tahap analisis data Terdiri dari beberapa kegiatan analisis yaitu menghitung indeks keragaman baik untuk jenis bambu maupun non-bambu, indeks biomassa, menganalisis citra untuk mengetahui pola tutupan lahan serta distribusi tegakan bambu, serta menganalisis secara deskriptif bentuk pengelolaan tegakan bambu berdasarkan pengetahuan ekologi lokal;

16 27 4. Sintesis Berupa rekomendasi pengelolaan berdasarkan hasil analisis pada lanskap tegakan bambu secara berkelanjutan. PERSIAPAN Potensi dan Permasalahan di Hulu DAS Kali Bekasi Isu Keanekaragaman Jenis Bambu yang Dikhawatirkan Menurun Penting Untuk Mengetahui Ekosistem Lanskap Tegakan Bambu Hulu DAS bagian Atas Tengah Bawah PENGUMPULAN DATA DAN KLASIFIKASI DATA ANALISIS Biofisik: Sosial Tutupan Lahan Keanekaragaman Jenis Bambu dan Non-bambu Potensi Biomassa Bambu dan Non-bambu Bentuk Pengelolaan dan Pemanfaatan Klasifikasi Tuplah Shannon s Index Indeks Biomassa LEK Peta Tutupan Lahan dan Distribusi Bambu Indeks Keragaman Jenis Bambu dan Non-bambu Indeks Biomassa Bambu dan Non-bambu Pengelolaan dan Pemanfaatan Berbasis Pengetahuan Ekologi Lokal SINTESIS Pengelolaan Lanskap Tegakan Bambu Berbasis pada Konservasi Keragaman Jenis Tanaman dan Pengetahuan Ekologi Lokal Rekomendasi Pengelolaan Lanskap Tegakan Bambu yang Berkelanjutan di Hulu DAS bagian Atas-Tengah-Bawah Gambar 6. Kerangka Kerja Penelitian

17 Batasan Istilah Penelitian Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Tegakan Bambu: Sekumpulan tanaman dari jenis bambu (rumpun bambu) yang masih dapat berdiri (hidup). 2. Tegakan Non-bambu: Sekumpulan tanaman dari jenis selain bambu yang masih berdiri tegak (hidup) yang terdapat di sekitar tegakan bambu. 3. Lanskap Tegakan Bambu: Suatu bentang alam dengan unsur pembentuk utama berupa sekumpulan tanaman bambu (rumpun) dan tanaman jenis lainnya yang bercampur serta unsur-unsur pembentuk lanskap lainnya baik yang bersifat biofisik maupun sosial. 4. Tumbuhan bawah: Jenis tanaman yang tumbuh di bawah tegakan bambu maupun tegakan non-bambu baik dari jenis rumput-rumputan, herba, perdu, atau semak yang berfungsi sebagai tanaman penutup tanah di dalam suatu lanskap tegakan bambu. 5. Daerah Aliran Sungai (DAS): suatu wilayah daratan yang menerima hujan, menampung dan mengalirkannya melalui satu sungai utama ke laut atau danau dimana satu wilayah DAS dipisahkan dari wilayah DAS lainnya oleh pemisah alam topografi seperti punggung bukit dan gunung (BP DAS Ciliwung-Cisadane, 2007). 6. Keanekaragaman Hayati: Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan keanekaragaman mahluk hidup yang ada baik itu hewan maupun tumbuhan termasuk wilayah habitatnya. 7. Pengetahuan Ekologi Lokal (LEK): Ilmu pengetahuan yang meliputi pengalaman dan kepercayaan tentang hubungan antara jasad hidup (termasuk manusia) dan lingkungannya yang diperoleh melalui pengamatan yang dilakukan secara intensif dan interaksinya dengan ekosistem lokal. 8. Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan: Upaya manusia dalam mengubah, mengatur, dan menata ekosistem atau lanskap agar manusia memperoleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan kontinuitas produksinya atau keberadaannya yang dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu, dan energi.

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit Latar Belakang Meningkatnya pembangunan di Cisarua, Bogor seringkali menimbulkan dampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu Jawa Barat dengan luasan sebesar + 230.802 ha. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga September 2010 dan mengambil lokasi di wilayah DAS Ciliwung Hulu, Bogor. Pengolahan data dan analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Hulu DAS Kali Bekasi yang secara administratif pemerintahan sebagian besar termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan sebuah fenomena yang dapat dijelaskan sebagai volume air yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, termasuk genangan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LANSKAP TEGAKAN BAMBU DI HULU DAS KALI BEKASI NI WAYAN FEBRIANA UTAMI

KARAKTERISTIK LANSKAP TEGAKAN BAMBU DI HULU DAS KALI BEKASI NI WAYAN FEBRIANA UTAMI KARAKTERISTIK LANSKAP TEGAKAN BAMBU DI HULU DAS KALI BEKASI NI WAYAN FEBRIANA UTAMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

Laporan Praktikum III KLASIFIKASI CITRA SATELIT MENGGUNAKAN ERDAS IMAGINE

Laporan Praktikum III KLASIFIKASI CITRA SATELIT MENGGUNAKAN ERDAS IMAGINE Mata Kuliah Dasar Sistem Informasi Geografi dan Lingkungan [PSL640] Dosen : Prof.Dr.Ir. Lilik B. Prasetyo Laporan Praktikum III KLASIFIKASI CITRA SATELIT MENGGUNAKAN ERDAS IMAGINE Oleh : Muhammad Ramdhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas

Lebih terperinci

Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007

Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Oktober, 2013) ISSN: 2301-9271 Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007 Latri Wartika

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 10 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2011 dan berakhir pada bulan Oktober 2011. Penelitian ini terdiri atas pengamatan di lapang dan analisis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Tahun 2009 Peta penutupan lahan dihasilkan melalui metode Maximum Likelihood dari klasifikasi terbimbing yang dilakukan dengan arahan (supervised) (Gambar 14).

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.

Lebih terperinci

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Koreksi Geometrik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Koreksi geometrik citra adalah proses memberikan sistem referensi dari suatu citra satelit. Dalam penelitian ini sistem koordinat yang digunakan adalah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sintang Kalimantan Barat, terletak kurang lebih 395 km dari K ota Pontianak Ibu Kota Propinsi Kalimantan Barat. Meliputi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Ada beberapa data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data angin serta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAS TERPADU

PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di KPH Banyumas Barat (Bagian Hutan Dayeuluhur, Majenang dan Lumbir). Penelitian ini dilakukan dengan mengolah dan menganalisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DAS Ciliwung bagian hulu

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DAS Ciliwung bagian hulu III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga September 2007 di hulu DAS Ciliwung, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, hulu DAS Ciliwung terletak pada 106º55

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk membuat model kesesuaian habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) dilakukan di Suaka Margasatwa Sungai Lamandau.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian 16 III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian Ruang lingkup dan batasan-batasan kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wilayah kajian adalah wilayah administratif Kabupaten b.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bambu Bambu tergolong kedalam suku poaceae atau gramineae, marga bambuseae, dan anak suku bambusoideae. Bambu dikenal memiliki karakter yaitu tumbuh merumpun, memiliki batang

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Taman Nasional Lore Lindu, Resort Mataue dan Resort Lindu, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di kawasan agropolitan Cendawasari, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Kegiatan analisis data dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan 10 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelititan Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium dan di lapangan. Pengolahan citra digital dan analisis data statistik dilakukan di Bagian Perencanaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

TM / 16 Mei 2006 U.S. Geological Survey* Landsat 5 4 Mei 2000 Global Land Cover Facility** 124/64 ETM+ / Landsat-7. 2 Maret 2005

TM / 16 Mei 2006 U.S. Geological Survey* Landsat 5 4 Mei 2000 Global Land Cover Facility** 124/64 ETM+ / Landsat-7. 2 Maret 2005 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Tambling Wildlife Nature Conservation Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TWNC TNBBS) Provinsi Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki

Lebih terperinci