BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ANTARA PEMILIK TANAH DAN PEMILIK MODAL (DENGAN SISTEM BANGUN BAGI)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ANTARA PEMILIK TANAH DAN PEMILIK MODAL (DENGAN SISTEM BANGUN BAGI)"

Transkripsi

1 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ANTARA PEMILIK TANAH DAN PEMILIK MODAL (DENGAN SISTEM BANGUN BAGI) A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian Bangun Bagi Bahwa bisnis perumahan yang dilakukan dengan cara pembangunan dan pembagian rumah sangat banyak ditemui saat ini, tetapi masih banyak juga masyarakat yang belum mengetahui tentang pembangunan dan pembagian rumah. Konsep bisnis pembangunan dan pembagian rumah yang selanjutnya yang disebut juga dengan istilah perjanjian bangun bagi dalam bidang perumahan dianggap menguntungkan bagi kedua belah pihak yang melakukan perjanjian. Djaren Saragih memberikan pengertian dan fungsi dari perjanjian bagi hasil atau disebut juga dengan deelbouw overeenkomst yaitu hubungan hukum antara seorang yang berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini di perkenankan mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan hasil dari pengolahan tanah dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah tanah itu. 35 Setiap perjanjian menganut azas kebebasan berkontrak, yang memberikan kebebasan untuk mengadakan dan menentukan perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Pasal 1338 ayat 3 KUH 35 Djaren Saragih, hukum adat Indonesia, Bandung Tersito, 1984, hal

2 40 perdata yang mengatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. 36 Perjanjian bangun bagi seperti perjanjian lainnya memiliki kendala dalam proses pelaksanaannya, problematika yang sering terjadi dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi adalah hasil pembangunan yang dilakukan developer tidak sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya. Adapun dalam hal ini akan dilakukan pembahasan mengenai akta perjanjian bangun bagi yang dibuat oleh Nyonya Salembal selaku pihak pertama yang merupakan pemilik tanah dengan pihak kedua Tuan Santo Wijaya yang merupakan developer perorangan. Wanprestasi yang dilakukan pihak kedua tersebut dikarenakan tidak menyelesaikan pembangunan tepat pada waktunya, dan juga dikarenakan pihak pertama tidak kunjung dapat menyelesaikan surat-surat tanah menjadi sertifikat, oleh karena itu wanprestasi atau kelalaian mempunyai akibat yang begitu penting, maka harus ditentukan terlebih dahulu apakah pihak pertama atau pihak kedua benar telah melakukan wanprestasi, untuk mengetahui itu harus dilihat isi dari suatu perjanjian yang telah disepakati baru dapat diketahui siapa yang telah melakukan wanprestasi apabila ia tidak melaksanakan kewajibannya. Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Apabila seorang berjanji kepada orang lain, kontrak 36 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung Citra Aditia Bakti, 2001, hal. 83

3 41 tersebut merupakan kontrak yang biasa diistilahkan dengan kontrak sepihak di mana hanya seorang yang wajib menyerahkan sesuatu kepada orang lain, sedangkan orang yang menerima penyerahan itu tidak memberikan sesuatu sebagai balasan (kontra prestasi) atas sesuatu yang diterimanya. Sementara itu, apabila dua orang saling berjanji, ini berarti masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang dijanjikan oleh pihak lain. Hal ini berarti bahwa masing-masing pihak dibebani kewajiban dan diberi hak sebagaimana yang dijanjikan. Di dalam kontrak pada umumnya janji-janji para pihak itu saling berlawanan, misalnya dalam perjanjian jual beli, tentu saja satu pihak menginginkan barang, sedangkan pihak lainnya menginginkan uang karena tidak mungkin terjadi jual beli kalau kedua belah pihak menginginkan hal yang sama. 37 Dengan demikian kontrak merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat diamati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini berbeda dari perikatan yang tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat diamati karena perikatan itu hanya merupakan akibat dari adanya kontrak tersebut yang menyebabkan orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang dijanjikan. 37 Ahmadi Miru, Op.Cit., hal. 3.

4 42 Selanjutnya sebelum membahas lebih jauh tentang perjanjian bagi hasil atau dalam penulisan ini disebut perjanjian bangun bagi dikemukakan pula pengertian perjanjian yang menjadi dasar dilakukannya kontrak atau perjanjian bangun bagi. Perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUH Perdata, sedangkan mengenai perjanjian-perjanjian secara khusus diatur dalam Bab V sampai dengan Bab VIII. Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah: suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. J. Satrio mendefinisikan perjanjian sebagai berikut : Dalam arti yang lebih luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki (atau dianggap dikehendaki) oleh para pihak, sedang dalam arti sempit perjanjian disini hanya ditujukan pada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja seperti yang termaksud dalam Buku III KUH Perdata. 38 Untuk mengetahui yang dimaksud dengan perjanjian, berikut dikemukakan pendapat para sarjana. Dalam mendefinisikan perjanjian, para Sarjana Hukum belum mempunyai pendapat yang sama. Perbedaan dalam memberikan definisi perjanjian disebabkan karena penerjemahan kata Verbintenis dan overeenkomst. Sebagian sarjana menterjemahkan perjanjian untuk verbintenis dan persetujuan untuk kata overeenkomst. 39 Sedangkan Utrecht menterjemahkan perhutangan untuk verbintenis dan perjanjian overeenkomst J. Satrio, Hukum Perikatan, Alumni Bandung, 1992, hal Ahmad Ichsan, Hukum Perdata I B, Pembimbing Masa, Jakarta, 1999, hal Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Balai Bulan, Jakarta, hal 320.

5 43 Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata di atas, juga dapat dipahami, perjanjian hanya mengenai perjanjian sepihak termasuk juga pada perbuatan dan tindakan, seperti zaakwaarneming, onrechtmatige daad. Abdulkadir Muhammad mengatakan Pasal 1313 KUH Perdata kurang memuaskan karena ada kelemahannya yaitu : 1. Hanya menyangkut sepihak saja. Dari rumusan ini diketahui, satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih. Kata kerja mengingat sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu saling mengikat diri terlihat adanya konsensus dari kedua belah pihak. 2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus maksudnya dalam pengertian perbuatan termasuk tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwaarneming) dan tindakan melawan hukum yang tidak mengandung adanya konsensus. Seharusnya dipakai kata persetujuan saja. 3. Pengertian perjanjian terlalu luas. Dikatakan terlalu luas karena terdapat juga di dalam lapangan hukum keluarga yang terdapat dalam buku I seperti janji kawin, pelangsungan perkawinan. Sedangkan perjanjian yang dikehendaki oleh Buku III KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan bersifat personal. 4. Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikat dirinya tidak jelas untuk apa. 41 Berdasarkan alasan di atas, Abdulkadir Muhammad memberikan pengertian perjanjian sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 42 Subekti mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau lebih, di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal Abdul kadir Muhammad, Op.Cit.,hal Ibid. 43 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1994, hal. 14

6 44 Perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Apabila seseorang berjanji kepada orang lain, kontrak tersebut merupakan kontrak yang biasa diistilahkan dengan kontrak sepihak, di mana hanya seorang saja yang wajib menyerahkan sesuatu kepada orang lain, sedangkan orang yang mennerima penyerahan itu tidak memberikan sesuatu sebagai balasan (kontra prestasi) atas sesuatu yang diterimanya. Sementara itu, apabila dua orang saling berjanji, ini berarti masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang diperjanjikan oleh pihak lain. Hal ini berarti bahwa masingmasing pihak dibebani kewajiban dan diberi hak sebagaimana yang dijanjikan. Mengenai adanya suatu perjanjian yang terdapat di luar ketentuan Buku III KUH Perdata tersebut didasarkan pada asas kebebasan berkontrak, yang ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Para pihak bebas menentukan objek perjanjian, sesuai dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, ditegaskan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Sedangkan wujud dari suatu perjanjian menurut Pasal 1234 KUHPerdata dapat berupa pemberian sesuatu, perbuatan atau tidak berbuat sesuatu. Perjanjian bangun bagi pembangunan ruko antara pemilik tanah dengan pelaksana pembangunan dalam praktek secara umum berpedoman pada ketentuan pada asas kebebasan berkontrak Pasal 1338 ayat (1) jo Pasal 1320 KUHPerdata.

7 45 Bahwa perbedaan antara bangun bagi dan bagi hasil kedua istilah tersebut satu sama lain tidak terpisahkan karena adanya pembangunan tujuannya hasil dari pembangunan bangunan-bangunan hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan pemilik modal ( developer ) jadi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Lebih lanjut menurut Hilman Hadikusuma yang menjadi latar belakang terjadinya bagi hasil adalah : 1. Bagi pemilik : a. Tidak berkesempatan mengerjakannya hartanya sendiri. b. Keinginan mendapatkan hasil tanpa susah payah dengan memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengerjakannya. 2. Bagi penggarap : a. Tidak atau belum mempunyai pekerjaan tetap. b. Kelebihan waktu bekerja. c. Keinginan mendapatkan tambahan hasil garapan. Dasar timbulnya perjanjian bangun bagi ini adalah sama halnya dengan perjanjian bagi hasil atau dalam perjanjian pembangunan disebut perjanjian bangun bagi karena orang yang mempunyai hak atas tanah tidak mempunyai kesempatan ataupun kemampuan untuk membangun atau mendirikan bangunan sesuai yang diinginkannya. Oleh karena itu, dengan membuat kesepakatan atau perjanjian bangun bagi tersebut pemilik tanah mengizinkan orang lain untuk membangunnya dengan ketentuan agar hasilnya dalam hal ini dibagi dua atau sesuai dengan kesepakatan.

8 46 Di dalam Buku III KUH Perdata mengatur tentang perikatan, di mana perikatan tersebut ada yang bersumber dari persetujuan dan yang ada yang bersumber dari undang-undang. Sehubungan dengan hal itu, perjanjian bangun bagi pembangunan toko termasuk salah satu jenis perikatan yang bersumber dari perjanjian atau persetujuan. Dengan demikian, untuk sahnya perjanjian bangun bagi pembangunan toko harus mengikuti pula syarat-syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; 3. Mengenai suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Keempat syarat sahnya perjanjian yang disebut di atas harus ada pada setiap perjanjian bangun bagi pembangunan toko yang diadakan oleh para pihak. Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orangorangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek perbuatan dilakukan itu Sepakat Mereka yang Mengikatkan Diri Dalam kesepakatan tersebut menunjukkan bahwa di antara para pihak harus ada kemauan yang bebas untuk saling mengadakan kesepakatan. Kemauan yang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang sah dianggap tidak ada, apabila kata sepakat itu diberikan atau terjadi karena adanya kekhilafan, penipuan atau 44 R. Subekti, Op.Cit.,hal. 17.

9 47 paksaan. Kekhilafan dapat terjadi mengenai orang atau mengenai barang yang menjadi pokok atau tujuan dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. 45 Penipuan dapat terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar disertai dengan akal-akal cerdik, sehingga pihak lainnya terbujuk untuk memberikan perizinannya. Dengan kata lain, kata sepakat tidak mungkin terjadi apabila dilandasi dengan penipuan atau keterangan yang tidak benar. Hal tersebut adalah sejalan dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menentukan bahwa semua perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 2. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perjanjian Pada umumnya orang itu dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum, apabila ia sudah dewasa artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum berumur 21 tahun. Untuk melaksanakan suatu perjanjian bangun bagi diharuskan orang yang cakap bertindak dalam lalu lintas hukum, karena dalam perjanjian itu seseorang terikat untuk melaksanakan suatu prestasi dan mereka harus dapat mempertanggungjawabkannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1329 KUH Perdata yang menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk mengadakan suatu persetujuan, kecuali orang yang oleh undangundang dinyatakan tidak cakap, seperti orang yang belum dewasa, orang gila atau orang yang berada di bawah pengampuan Hartono Hadi Soerapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogjakarta, 1984, hal Lihat Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata

10 48 3. Suatu Hal Tertentu Suatu perjanjian termasuk perjanjian bangun bagi harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. 47 Barang yang dimaksudkan di sini adalah paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang yang sudah ada ditangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan. Demikian pula halnya dalam perjanjian bangun bagi juga harus ditentukan objeknya seperti halnya perumahan yang menjadi objek penelitian ini. Persyaratan yang demikian itu sejalan dengan ketentuan Pasal 1333 KUH Perdata yang menyatakan bahwa Suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Dengan demikian hal-hal yang diperjanjikan dalam perjanjian haruslah tertentu barangnya atau sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. 4. Suatu Sebab yang Halal Untuk sahnya suatu perjanjian juga harus memenuhi suatu syarat yang dinamakan dengan sebab atau alasan yang diperbolehkan. Tetapi yang dimaksudkan dengan sebab (causa) yang halal dalam Pasal 1320 KUH Perdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak. 47 R. Subekti, Op. Cit, hal. 19

11 49 Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, yang diperhatikan atau diawasi oleh undang-undang ialah isi perjanjian itu yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah dilarang oleh undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak. Jika perjanjian yang berisi sebab (causa) yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum. Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Demikianlah juga apabila perjanjian yang dibuat itu tanpa sebab (causa), ia dianggap tidak pernah ada. Oleh karena itu, perjanjian bangun bagi juga bukanlah suatu perjanjian yang dilarang oleh ketentuan undangundang. Dengan demikian, apabila dalam membuat suatu perjanjian tidak terdapat suatu hal tertentu, maka dapat dikatakan bahwa objek perjanjian tidak ada. Oleh karena itu, perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang apa yang diperjanjikan. Sedangkan suatu perjanjian yang isinya tidak ada sebab yang diperbolehkan atau isinya melanggar ketentuan, maka perjanjian itu juga tidak dapat dilaksanakan karena melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. B. Hak dan Kewajiban Serta Akibat Hukum Perjanjian Bangun Bagi Menurut KUH Perdata suatu perjanjian merupakan perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Berdasarkan pengertian tersebut suatu perjanjian baru dapat dibuat apabila

12 50 terdapat dua orang atau lebih yang sepakat untuk saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu prestasi yang merupakan tujuan dari pada perjanjian yang mereka buat tersebut. Para pihak dapat melakukan perjanjian yang merupakan salah satu bentuk perikatan. Para pihak ataupun subjek hukum yang merupakan peserta dalam suatu perjanjian hanya terbatas pada orang-orang dan badan hukum. Menurut teori hukum, yang disebut subjek hukum adalah manusia yang berkepribadian hukum dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, yang oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. Setiap individu merupakan subjek sejak mulai dia lahir sampai ia meninggal, kecuali apabila undang-undang menentukan lain, maka bayi dalam kandunganpun sudah merupakan subjek hukum apabila menyangkut kepentingannya. Namun individu atau subjek hukum yang dapat membuat perjanjian adalah individu yang mempunyai kecakapan untuk suatu perbuatan hukum. Hal ini penting untuk kelancaran dari pelaksanaan perjanjian karena kecakapan subjek hukum syarat subjektif dari syarat sahnya suatu perjanjian, apabila syarat tersebut tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dalam suatu perjanjian, para pihak merupakan pendukung hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian tersebut. Setiap perjanjian melahirkan perikatan sebagai hubungan hukum yang menyebabkan para pihak mempunyai hak dan kewajiban. Pada perbuatan hukum

13 51 bersegi dua, yaitu perjanjian yang terdapat hak dan kewajiban di antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa dalam pelaksanaan perjanjian bangun bagi yang menjadi hak dari pemilik tanah adalah mendapatkan atau memperoleh hasil berupa sejumlah unit bangunan sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang diperjanjikan dan jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Sedangkan hak lainnya dari pemilik tanah adalah : 1. Berhak mengawasi hasil pelaksanaan pekerjaan usaha pembangunan toko khususnya dalam penggunaan material sesuai dengan perjanjian. 2. Berhak memberi teguran (mengambil tindakan yang tegas) apabila terjadi penyalahgunaan bahan material dan apabila tidak menerima bagian sebagaimana yang diperjanjikan. 3. Berhak mengalihkan objek perjanjian kepada pihak lain apabila pelaksana pembangunan tidak melaksanakan kewajibannya. Sedangkan kewajiban pemilik tanah adalah : 1. Menyerahkan tanah miliknya untuk dipergunakan oleh pelaksana pekerjaan usaha pembangunan toko dan memberi jaminan terhadap lancarnya proses pembangunan dilaksanakan. 2. Pemilik tanah wajib menyerahkan dan mengakui bagian dari hasil pembangunan yang menjadi hak pelaksanaan pekerjaan usaha pembangunan toko sesuai dengan perjanjian. Sedangkan yang menjadi kewajiban pelaksana pembangunan sebagai pelaksana pembangunan adalah merupakan hak dari pemilik tanah, antara lain : 1. Melaksanakan pekerjaan pembangunan toko yang menjadi objek perjanjian sesuai dengan rencana dan persyaratan serta menggunakan material sesuai dengan yang diperjanjikan. 2. Wajib menyerahkan bagian bangunan toko yang menjadi bagian hak pemilik tanah. 3. Wajib melaksanakan pembangunan toko sesuai dengan perjanjian dan menjaga agar tanah tidak dipergunakan untuk usaha lain yang tidak sesuai dengan perjanjian dan kegiatan lain yang dapat merugikan lingkungan di sekitarnya.

14 52 Menurut Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menjadi akibat hukum dari suatu perjanjian bangun bagi adalah: 1. Perjanjian tersebut mengikat para pihak. Maksudnya, perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat para pihak yang membuatnya danberlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. 2. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena merupakan kesepakatan di antara kedua belah pihak dan alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Maksudnya, perjanjian yang sudah dibuat, tidak bisa dibatalkan secara sepihak tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini sangat wajar, agar kepentingan pihak lain terlindungi sebab perjanjian itu dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak, maka pembatalannya pun harus atas kesepakatan kedua belah pihak. Selain itu, pembatalan secara sepihak hanya dimungkinkan jika ada alasan yang cukup oleh undang-undang. 3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik Menurut Subekti, itikad baik berarti kejujuran atau bersih. Dengan kata lain, setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan penuh kejujuran. 48 Demikian pula dalam perjanjian bangun bagi apabila hak dan kewajiban tersebut tidak terlaksana tentunya akan menyebabkan kerugian bagi salah satu 48 Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001.

15 53 pihak, oleh karena itu para pihak dapat menuntut pihak yang menyebabkan kerugian tersebut. Tuntutan dapat dilakukan melalui tuntutan pemenuhan perjanjian ganti rugi sampai pada pembatalan perjanjian. Tuntutan pembatalan perjanjian itu sendiri kemudian menyebabkan timbulnya perselisihan atau sengketa. Didalam masyarakat Indonesia sendiri penyelesaian terhadap sengketa akibat suatu perjanian akibat suatu perjanjian seperti halnya dalam perjanjian bagi hasil atau perjanjian bangun bagi juga memerlukan upaya untuk menyelesaikannya, baik upaya penyelesaian melalui pengadilan ( legitasi ) dengan menggunakan ketentuan hukum formal maupun melalui upaya diluar pengadilan ( non-legitasi ). Peranan notaris dalam penyelesaian tuntutan pembatalan bangun bagi ini adalah karena notaris merupakan pejabat umum yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dengan kewenangan untuk membuat segala perjanjian dan akta serta yang dikehendaki oleh yang berkepentingan. 49 Dalam hal ini Notaris dapat menjadi mediator dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa antara para pihak yang terlibat dalam akta perjanjian yang dibuatnya termasuk dalam hal ini untuk menyelesaikan perselisihan atau tuntutan pembatalan terhadap akte perjanjian bangun bagi. C. Berakhirnya Perjanjian Bangun Bagi 1. Pasal 1381 KUHperdata Perikatan-perikatan hapus : 49 Suhrawadi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, 1994, Sinar Grafik Jakarta, hal. 59

16 54 a. Karena pembayaran; b. Karena penawaran pembayaran tunai, dikuti dengan penyimpangan atau penitipan; c. Karena pembaharuan utang; d. Karena perjumpaan utang atau kompensasi; e. Karena percampuran utang; f. Karena pembebasan utang; g. Karena musnahnya barang yang terutang; h. Karena kebatalan atau pembatalan; i. Karena berlakunya suatu syarat batal; j. Karena lewatnya waktu. Pada dasarnya Pasal 1381 KUHPerdata mengatur berbagai cara hapusnya perikatan-perikatan untuk perjanjian dan perikatan lahir dari undang-undang dan cara-cara yang ditunjukkan oleh pembentuk undang-undang itu tidaklah bersifat membatasi pihak-pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan. Juga cara-cara tersebut dalam pasal 1381 KUHPerdata itu tidaklah lengkap, karena tidak mengatur misalnya hapusnya perikatan, karena meninggalnya seorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat dilaksanakan oleh salah satu pihak. Di dalam perjanjian bangun bagi bangunan adanya pembayaran atau penyerahan berupa tanah suatu prestasi yang utama harus dilaksanakan. Sehingga dengan dilakukannya penyerahan tanah ini tercapailah tujuan perjanjian yang diadakan. Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hukum perikatan bukanlah sebagaimana ditafsirkan dalam bahasa pergaulan sehari-hari, yaitu pembayaran sejumlah uang, tetapi setiap tindakan, pemenuhan prestasi, walau bagaimanapun sifat dari prestasi itu. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah

17 55 pembayaran. Dengan terjadinya pembayaran, maka terlaksanalah perjanjian kedua belah pihak. Disamping itu berakhirnya perjanjian bangun bagi bangunan ini adalah pembayaran. Dengan terjadinya pembayaran, maka terlaksanalah perjanjian kedua belah pihak. Disamping itu berakhirnya perjanjian bangun bagi bangunan ini adalah karena pihak pengembang telah menyelesaikan atau memenuhi kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati. Mengenai permbayaran uang harga pembelian dalam perjanjian jual beli Pasal 1514 KUHperdata menentukan bahwa pembayaran itu tempatnya digantungkan pada tempat dimana barang yang dibeli harus diserahkan, kecuali diperjanjikan ditempat lain. Sebagai kontraprestasi dari pembayaran yang dilakukan pembeli maka bagi penjual diwajibkan untuk mengadakan penyerahan. Yang harus diserahkan penjual kepada pembeli bukan sekedar kepuasan atas barangnya melainkan harus ia serahkan adalah hak milik atas barang, jadi yang harus dilakukannya adalah penyerahan atau levering secara yuridis. 2. Ditentukan oleh Putusan Hakim Didalam perjanjian bangun bagi bangunan suatu perjanjian bisa berakhir karena adanya suatu putusan hakim. Hal ini dapat terjadi karena adanya tuntutan salah satu pihak yang merasa bahwa perjanjian itu terdapat adanya kekurangankekurangan yang merugikan bagi dirinya sehingga mengajukan tuntutan ke pengadilan. Contohnya dalam suatu perjanjian bangun bagi bangunan yang terjadi dengan adanya penipuan, maka dalam hal ini pihak yang merasa dirugikan ini

18 56 mengajukan tuntutan ke pengadilan dan selanjutnya oleh hakim akan dijatuhkan suatu keputusan untuk menghentikan perjanjian yang mereka buat. 3. Ditentukan dalam Perjanjian Oleh Kedua Belah Pihak Suatu perjanjian bangun bagi bangunan dapat berakhir karena adanya suatu ketentuan yang dibuat oleh pihak. Dalam hal ini kedua pihak telah sepakat bahwa perjanjian jual beli yang mereka buat itu akan berakhir dengan adanya suatu peristiwa yang telah mereka sepakati bersama dalam perjanjian yang dibuat. Pembatalan dalam suatu kesepakatan jual beli tidak dapat dilaksanakan jika hanya berpedoman kepada keinginan dari salah satu pihak saja, baik pihak pemilik tanah maupun pihak pembangun. Jika jual beli tanah dibuat dengan syarat batal, Pasal 1266 KUHperdata menyatakan bahwa : Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang timbale balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan atas permintaan tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun tidak boleh lebih dari satu bulan.

19 BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERANAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN ANTARA PEMILIK TANAH DAN PEMILIK MODAL DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM ( Study Putusan No. 704/Pdt.G/2015/PN.Mdn ) A. Proses Pembuatan Akta Perjanjian Antara Pemilik Tanah dan Pemilik Modal Dalam bab 4 ini saya mencoba mengemukakan proses pembuatan akta perjanjian sampai timbulnya perkara. Notaris sesuai dengan Undang-undang No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dalam pasal 1 jelas diterangkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. Proses permbuatan akta dimulai dengan adanya kehendak dari pihak-pihak yang datang menghadap notaris untuk dicatatkan/dibuatkan kesepakatan pihakpihak agar mempunyai kekuatan dan kepastian hukum. Bahwa Notaris dalam pembuatan perjanjian antara pemilik tanah dan pemilik modal harus berhati-hati jangan sampai ada pihak yang dirugikan yang mengakibatkan timbulnya perselisihan. Bahwa kewenangan, kewajiban dan larangan notaris telah diatur dengan jelas dalam Pasal 15 dan 16 UUJN No.30 Tahun 2004 yang telah dirubah dengan UU No. 2 Tahun Sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tersebut diatas 57

20 58 notaris berupaya semaksimal mungkin agar tidak terjadi sengketa/ perselisihan. Namun dalam kegiatan dimasyarakat masalah bangun bagi ini banyak terjadi perselisihan yang berujung kepengadilan ( Study Putusan No. 704/Pdt.G/2015/PN.Mdn ) hal ini disebabkan lewatnya waktu dalam perjanjian yang disebabkan terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh para pihak. Bahwa tidak terlaksananya perjanjian antara pemilik modal dengan pemilik lahan bias saja dan sering terjadi karena adanya unsur kelalaian atau disengaja untuk melaksanakan prestasi yang tidak diperjanjikan. Namun demikian, sebelumnya jika timbul perselisihan mengenai apa yang diperjanjikan tersebut akan diselesaikan oleh kedua belah pihak secara musyawarah dan mufakat berdasarkan kekeluargaan, jika tidak bias diselesaikan dengan cara tersebut, maka kedua belah pihak sepakat untuk diselesaikan melalui pengadilan negeri medan. Bahwa notaris dalam membuat perjanjian yang dikehendaki antara pemilik modal dan pemilik tanah haruslah sesuai dengan ketentuan Undang-undang seperti yang diatas Pasal 1338 ayat (3) KUHperdata setiap perjanjian menganut azas kebebasan berkontrak, yang melakukan kebebasan untuk mengadakan dan menentukan perjanjian yang tidak bertentangan Undang-undang kesusilaan dan ketentuan umum. Bahwa perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan iktikat baik pelaksanaan perjanjian bangun bagi antara pemilik modal dan pemilik tanah yang berisi hak dan kewajiban para pihak merupakan akta yang dibuat dihadapan notaris yang bersifat autentik. Notaris merupakan pejabat umum yang diberikan oleh peraturan Perundang-undangan dengan kewenangan untuk membuat segala

21 59 perjanjian dan akta serta yang dikehendaki oleh yang berkepentingan hubungan hukum antara pihak yang satu dengan pihak yang lain tidak bias timbul dengan sendirinya, hubungan itu tercipta oleh adanya tindakan hukum. Begitu juga dengan perjanjian antara pemilik modal dan pemilik tanah, perjanjian seperti ini memiliki kendala dalam proses pelaksanaannya, problematika yang sering terjadi dalam pelaksanaan perjanjian ini adalah hasil pembangunan yang dilakukan oleh developer ( pemilik modal ) tidak sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya dan pemilik tanah tidak kunjung selesai dalam proses pensertifikan tanah, yang menghambat proses pengurusan izin mendirikan bangunan dan hal ini berdampak pada pelaksanaan isi perjanjian yang sudah disepakati yang dibuat dihadapan notaris. Adapun dalam hal ini akan dilakukan pembahasan mengenai akta perjanjian kerja sama dan bagi hasil yang dibuat oleh nyonya X selaku pihak pertama yang merupakan pemilik tanah dengan pihak kedua tuan Y yang merupakan pemilik modal ( developer perorangan ). Wanprestasi yang dilakukan pihak pertama dikarenakan tidak menyelesaikan surat-surat tanah menjadi sertifikat tepat pada waktunya, sehingga pihak kedua merasa sangat dirugikan akan hal tersebut karena tidak dapat mengurus kelanjutan yaitu untuk membangun bangunan diatas tanah tersebut, dan pihak pertama juga tidak mendapat bagi hasil. Oleh karena pihak kedua tidak bias membangun diatas tanah milik pihak pertama maka pihak pertama juga merasa keberatan dan belum mendapat bahagian yang seharusnya diterima, oleh karena hal tersebut pihak pertama mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri Medan untuk menuntut ganti kerugian dan pembatalan atas

22 60 perjanjian bangun bagi tersebut gugatan yang diajukan oleh pihak pertama tersebut ( Study Putusan No. 704/Pdt.G/2015/PN.Mdn ). Bahwa proses pembuatan akta perjanjian antara pemilik tanah dan pemilik modal sesuai ketentuan UU adalah dihadapan notaris. Notaris mempunyai kedudukan dan peran yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena mempunyai kewenangan atau authority yang ada ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan, kewenangan notaris telah ditentukan dalam Pasal 15 UU No.2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No.30 Tahun 2004, Tentang Jabatan Notaris ( telah dibahas di awal tulisan ini ). Proses pembuatan akta perjanjian antara pemilik modal dan pemilik tanah yang dibuat oleh notaris tersebut unsur-unsurnya meliputi : 1. Adanya akta atau bukti tertulis; 2. Dibuat dihadapan notaris; 3. Adanya subjek hukum; 4. Adanya objek; dan 5. Adanya hak dan kewajiban yang timbal balik. Hak dan kewajiban para pihak dalam akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil antara Nyonya X ( pemilik tanah ) dan Tuan Y ( pemilik modal/pengembang perorangan ) adalah : Hak dan kewajiban Nyonya X sebagai pihak pertama dan sebagai pemilik tanah dalam perjanjian tersebut yaitu 1. Harus menyelesaikan pensertifikatan tanah sampai selesai.

23 61 2. Menyelesaikan persoalan hukum yang timbul jika terdapat persoalan hukum atas tanah tersebut. 3. Menerima bagian rumah atau bagi hasil jika ketentuan-ketentuan nomor 1 dan 2 telah selesai yang dapat dikonpensasi dengan nilai rupiah. 4. Jika dalam waktu 2 tahun setelah penanda tanganan akta tersebut sertifikat belum selesai maka perjanjian ditinjau kembali. Hak dan kewajiban Tuan Y sebagai developer ( pengembang perorangan ) yaitu 1. Mengurus IMB ( ijin mendirikan bangunan ) jika sertifikat telah selesai. 2. Membangun rumah sebanyak 78 kafling bangunan. 3. Menyerahkan beberapa unit bangunan yang menjadi milik pihak pertama ( sesuai yang disepakati dalam akte tersebut ) Persoalan atau problematika timbul atas pelaksanaan akte perjanjian kerja sama tersebut antara lain 1. Pengurusan pensertifikatan tanah yang tidak kunjung selesai padahal pengembang baru dapat membangun setelah izin mendirikan bangunan diterbitkan oleh instansi tata kota setempat. Izin mendirikan bangunan baru bisa diterbitkan jika sertifikat telah selesai Pasal 20 ayat 1 UUPA menjelaskan bahwa sertifikat hak milik merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya untuk memiliki, menggunakan, mengambil

24 62 manfaat lahan tanahnya secara turun temurun terkuat dan terpenuh. 50 Dasar untuk mendirikan bangunan mempunyai langkah-langkah yang harus ditempuh dari segi aspek legal seperti : a. Izin lokasi, yang melibatkan kelurahan untuk merekomendasikan perihal pembangunan perumahan di lokasi tanah milik pihak pertama. b. Izin pemanfaatan ruang, badan pelayanan perizinan terpadu dinas tata kota setempat akan mengirim orang untuk mengecek ke lokasi lahan dan melihat batasan lahan yang dikuasai. c. Penurunan hak, jika sertifikat hak milik akan diturunkan jadi hak guna bangunan. d. Pengesahan Site Plan, dimana lokasi tanah 60% untuk pembangunan, sedangkan 40% untuk fasum (fasilitas umum) 2. Akibat keterlambatan ini timbul iktikat tidak baik dari pihak pertama yang mengakibatkan isi dari perjanjian tidak dapat terlaksana sebagai mana mestinya. 3. Permasalahan tersebut diatas mengakibatkan timbul persoalan hukum berupa perselisihan yang berujung pada perkara di Pengadilan Negeri. B. Peran Notaris dalam Pembuatan Akta Perjanjian Bangun Bagi Dalam Mewujudkan Kepastian Hukum di Masyarakat Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Pasal 1 angka 1 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta 50 Syarifuddin Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan, Jakarta Grasindo Tahun 2005, Hal. 22

25 63 autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Peran notaris di tengah-tengah masyarakat semakin dibutuhkan tentu hal ini sejalan dengan kemajuan yang dicapai oleh masyarakat itu sendiri hal itulah yang membuat kemajuan masyarakat, pesatnya pertumbuhan kemajuan di bidang produksi barang, jasa terutama dalam bidang perekonomian dimana peran serta notaris sangat diperlukan dalam pembuatan akta dan perjanjian-perjanjian. Dengan demikian bahwa peranan notaris dalam pembuatan akta perjanjian antara pemilik tanah dan pemilik modal adalah agar perjanjian yang dibuat tersebut mempunyai kekuatan dan kepastian hukum. Bahwa dalam kenyataan di dalam masyarakat sering terjadi perselisihan bahkan pertengkaran yang menjurus kepada gugatan/ perkara di pengadilan, yang hal ini terjadi jika para pihak memang benar-benar tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang disepakati bersama yang berujung pada pemutusan hubungan bahkan pembatalan perjanjian. Peran notaris dalam pemmbuatan perjanjian akta bangun bagi adalah sangat diperlukan sebab kesepakatan antara pihak pertama dan pihak kedua mengenai perjanjian bangun bagi isinya mengikat kepada para pihak sehingga dengan dibuatnya dihadapan notaris maka perjanjian bangun bagi itu mempunyai kekuatan dan kepastian hukum. Bahwa peranan notaris harus menjelaskan isi dari perjanjian bangun bagi sampai dimengerti pihak-pihak yang membuat perjanjian. Akte perjanjian yang dibuat dengan sistem bangun bagi jelas mempunyai kekuatan hukum karena dibuat dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris. Hukum tentang perjanjian mempunyai sifat system terbuka maksudnya dalam

26 64 hukum perikatan/perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subjek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. 51 Berlakunya manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban dimulai saat dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. 52 Subjek yang berupa manusia, harus memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah yakni harus sudah dewasa, sehat pikiran dan tidak dilarang atau dibatasi dalam melakukan suatu perbuatan hukum. 53 Notaris selaku pejabat yang berwenang harus berhati-hati agar kekuatan hukum dari akte perjanjian tersebut nantinya dapat mewujudkan kepastian hukum di masyarakat yang harus dipatuhi oleh para pihak. Untuk mewujudkan kepastian hukum dari suatu akta maka notaris harus meneliti terlebih dahulu antara lain : Penghadap yang disebut juga pihak yang akan menjadi subjek hukum dalam akta, disini subjek hukum harus memenuhi 3 syarat yang meliputi : 1. Umur paling sedikit 18 tahun atau telah menikah. 2. Cakap melakukan perbuatan hukum. 3. Harus dikenal oleh notaris dengan menunjukkan identitas dari subjek hukum atau diperkenalkan oleh notaris. 4. Mengerti bahasa Indonesia. 5. Ada 2 orang saksi. 51 R.Subekti, Aneka Perjanjian Cetakan Kesepuluh, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal Komariah, Hukum Perdata UMM, Press, Malang, 2008, hal Djoko Prakoso dan Bambang Riyaldi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal. 6

27 65 Saksi, saksi disini adalah orang yang menjadi saksi pengenal, seperti yang diatur dalam Pasal 39 ayat 2 dari UUJN, ditentukan syarat yang akan menjadi saksi dalam akta yaitu : 1. Umur 18 tahun. 2. Cakap melakukan perbuatan hukum. 3. Mengerti bahasa Indonesia. 4. Harus menandatangani akte. C. Analisis Kasus Perkara Perdata ( Study Putusan No. 704/Pdt.G/2015/PN.Mdn ) Kasus Posisi : Kasus Putusan Pengadilan Negeri No. 704/Pdt.G/2015/PN.Mdn : Salembal perempuan, Kewarganegaraan Indonesia, lahir di Medan, tanggal 12 September 1965, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat Jl. Antariksa Gang Palem No. 16 Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan yang disebut sebagai Penggugat yang mengajukan gugatan kepada Shanto Wijaya laki-laki, Kewarganegaraan Indonesia, lahir di Medan, tanggal 09 Mei 1970, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jl. Brigadier Jenderal Katamso No. 142, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan yang disebut sebagai Tergugat dan NotarisMariama, SH perempuan, warga negara Indonesia, pekerjaan Notaris, beralamat di Jalan Sikambing Nomor 1-E Kelurahan Silalas, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan selanjutnya disebut Turut Tergugat.

28 66 Penggugat merupakan rekan kerja sama dari Tergugat dimana Penggugat bersama-sama dengan Tergugat membuat suatu perjanjian kerja sama dan bagi hasil dihadapan Mariama SH Notaris di Medan, yang sebagai Turut Tergugat, Penggugat bersama dengan Tergugat telah membuat dan menandatangani akte kerja sama dan bagi hasil tertanggal 11 April 2008 No.37 di hadapan Mariama SH Notaris di Medan sebagai Turut Tergugat. Bahwa pada tanggal 18 Maret 2008 Penggugat ada menerima Persetujuan dan Kuasa dari sdr. Arifin untuk mengurus tanah miliknya seluas M2 ( sepuluh ribu dua ratus enam puluh tujuh ribu ) meter persegi yang terletak di Jalan Stasiun Desa Lalang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, yaitu sesuai dengan AKTA PERNYATAAN PERSETUJUAN DAN KUASA Nomor 17 Tanggal 18 Maret 2008 yang diperbuat dihadapan Notaris Mariama SH di Medan. Kemudian atas dasar itu pada tanggal 11 April 2008 Penggugat ada membuat Perjanjian Kerja Sama dan Bagi Hasil dengan tergugat yaitu menyangkut masalah tanah milik sdr. Arifin, yang seluas M2 ( sepuluh ribu dua ratus enam puluh tujuh ribu ) meter persegi yang terletak di Jalan Stasiun Desa Lalang, Kecamatan Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Hal ini dikuatkan dengan adanya Surat Pernyataan/Pengakuan dari sdr. Arifin tanggal 21 Desember 2015 yang telah dilegalisasi dibawah nomor 339/L/NOT/DB/XII/2015 oleh Notaris Dana Barus SH. Berdasarkan perjanjian Akta Perjanjian Kerja Sama dan Bagi Hasil Nomor 37 tanggal 11 April 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Mariama SH. Dimana

29 67 Tergugat dalam perjanjian kerja sama dan bagi hasil tersebut Tergugat menyanggupi Kepada Penggugat akan menyediakan modal kerja sama sebesar Rp ,- ( tiga miliar lima ratus juta rupiah ). Bahwa dalam akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil Nomor 37 tanggal 11 April 2008 tersebut Tergugat juga menyanggupi kepada Penggugat pembayarannya dilakukan secara bertahap dalam bentuk uang tunai. Bahwa dalam perkara gugatan yang diajukan penggugat adalah bahwa dari hasil kerja sama tersebut Penggugat merasa Tergugat telah melakukan Wanprestasi yaitu Tergugat tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud didalam pasal 3 akta Perjanjian Kerja Sama dan Bagi Hasil Nomor 37 tanggal 11 April 2008 khususnya pada saat pembayaran tahap pertama dan tahap kedua hanya diberikan oleh Tergugat kepada Penggugat sebesar Rp ( seratus empat puluh juta rupiah ),. Yang seharusnya adalah sebesar Rp ( tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah ) dari tenggang waktu pembayaran Tergugat yang diperjanjikan dari tanggal 11 April 2008 s/d 11 April 2010 ( selama 2 tahun ) atau 24 bulan. Sejak Tahun 2011 penggugat telah berulang kali menegur kepada Tergugat untuk membayar lagi kekurangannya sesuai perjanjian tetapi Tergugat tidak menghiraukannya. Bahwa dalam gugatan Penggugat dinyatakan Tergugat telah Wanprestasi yaitu tidak memenuhi di dalam syarat-syarat perjanjian dan tidak melakukan kewajibannya yang telah disepakati bersama maka konsekuensinya Penggugat hanya berkewajiban untuk mengembalikan uang milik Tergugat sebesar yang diterimanya dan akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil batal.

30 68 Sebagaimana yang dikemukakan diatas sejalan dengan Pasal 1265 menghentikan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan, hanya lah ia mewajibkan si berpiutang mengembalikan apa yang telah diterimanya apabila peristiwa yang dimaksudkan terjadi. Juga sejalan dengan Pasal 1266 KUHPerdata yang berbunyi syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik mana kala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dan 1249 KUHPerdata yaitu jika suatu dalam perikatan ditentukannya bahwa si yang lalai memenuhinya sebagai ganti rugi harus membayar jumlah uang tertentu maka kepada pihak yang lain tidak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih maupun yang kurang dari pada jumlah itu. Analisis Putusan Perkara Perdata ( Study Putusan No. 704/Pdt.G/2015/PN.Mdn ) Gugatan Penggugat adalah kabur atau Obscuur Libel bahwa penggugat telah melakukan penggabungan gugatan yang bertentangan dengan ketentuan hukum acara yang berlaku pada peradilan. Dalam surat gugatan Penggugat diuraikan pada pokoknya Penggugat mendalilkan Tergugat telah melakukan perbuatan Wanprestasi dan Penggugat juga jelas-jelas menyebutkan menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji atau Wanprestasi namun dilain hal secara bersamaan dalam suatu surat gugatan, Penggugat juga meminta menyatakan batal dan tidak berkekuatan hukum akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil Nomor 37 Tanggal 11 April 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Mariama SH.

31 69 Penggugat telah melanggar ketentuan yang berlaku pada peradilan yaitu dengan menggabungkan gugatan wanprestasi dan gugatan pembatalan perjanjian dalam satu surat gugatan. Bahwa dalam ketentuan hukum acara yang berlaku pada peradilan salah satu syarat harus terpenuhi adanya dalam suatu penggabungan gugatan adalah adanya hubungan yang erat/keterkaitan antara gugatan yang satu dengan gugatan yang lainnya dan terdapat hubungan koneksitas yang erat. Bahwa Penggugat telah menggabungkan 2 jenis gugatan yang berbeda sama sekali yang tidak mempunyai hubungan yang erat ( innerlijke samen hang ) yakni ternyata dalam surat gugatan Penggugat dalam uraiannya yang pada pokoknya penggugat mendalilkan Tergugat telah melakukan perbuatan Wanprestasi demikian juga pada petitum gugatan Penggugat jelas menyebutkan menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji atau Wanprestasi namun dilain hal secara bersamaan dalam 1 surat gugatan Penggugat juga meminta dalam petitum menyatakan batal dan tidak berkekuatan hukum akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil Nomor 37 Tanggal 11 April 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Mariama SH. Sehingga menurut Tergugat, Penggugat telah melanggar ketentuan lazimnya yang berlaku pada peradilan dengan menngabungkan gugatan Wanprestasi dan gugatan pembatalan perjanjian dalam satu surat gugatan. Bahwa suatu perbuatan wanprestasi sangat berbeda alasan maupun sebab hukumnya dengan alasan hukum dalam pembatalan suatu perjanjian atau perikatan timbal balik atau 2 arah. Bahwa alasan lain lagi gugatan Penggugat adalah kabur adalah sebagai berikut bahwa dalam surat gugatannya penggugat mendalilkan bahwa berdasarkan

32 70 perjanjian akta perjanjian kerja sama dan bagi hasil nomor 37 Tanggal 11 April 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Mariama SH dimana Shanto Wijaya dalam perjanjian kerja sama dan bagi hasil tersebut Tergugat menyanggupi kepada penggugat akan menyediakan modal kerja sama sebesar Rp ( tiga miliar lima ratus juta rupiah ). Bahwa dalam posita surat gugatan, penggugat lebih lanjut mendalilkan bahwa tergugat juga menyanggupi kepada penggugat dengan cara pembayarannya dilakukan secara bertahap dalam bentuk uang tunai dengan rincian sebagaimana yang dimaksud dalam akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil nomor 37 tanggal 11 April tahun 2008 dalam pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut : Tahap I dalam bentuk uang tunai sebesar Rp ( lima ratus juta rupiah ) dengan sistem pembayaran ; a. Tanda jadi sebesar Rp ( seratus dua puluh lima juta rupiah ) dan telah dibayar penuh sebelum penanda tanganan akta ini. b. Sebesar Rp ( tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah ) akan dibayarkan tergugat setelah selesai sertifikat. Tahap II dalam bentuk uang tunai sebesar Rp ( dua ratus lima puluh juta rupiah ) yang dipergunakan masing-masing untuk : a. Sebesar Rp ( seratus lima puluh juta rupiah ) yang dibayar pengurusan sertifikat dan diserahkan sesuai kebutuhan. b. Sebesar Rp ( seratus juta rupiah ) dipergunakan untuk pengurusan penyelesaian dan pencabutan sertifikat hak milik nomor 126 tersebut diatas dan diserahkan sesuai kebutuhan, untuk keperluan ini telah

33 71 dipergunakan sebesar Rp ( dua puluh lima juta rupiah ) maka tersisa sebesar Rp ( tujuh puluh lima juta rupiah ). Tahap III dalam bentuk bangunan sebesar Rp ( dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah ) dimana penentuan bahagian yang diterima oleh masing-masing pihak akan dibuat tersendiri dalam suatu gambar yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan merupakan bahagian dari perjanjian ini. Bahwa berdasarkan uraian diatas, jelaslah gugatan penggugat kabur atau ( obscuur libel ) adanya dan oleh karenanya patut dan beralasan kiranya menurut hukum jika gugatan penggugat ditolah seluruhnya atau setidaknya dinyatakan tidak dapat diterima ( niet onvanklijke verklaard ). Bahwa gugatan penggugat tidak mempunyai dasar ( rechtsgrond ) sebab ternyata penggugat tidak punya suatu hak yang didasarkan pada hak mendapatkan modal kerja dari tergugat yang disebut penggugat sebesar Rp ( tiga miliar lima ratus juta rupiah ) karena memang tidak ada hubungan hukum antara penggugat dengan tergugat dalam hal pemberian modal kerja karena hubungan hukum yang terjadi antara penggugat dengan tergugat adalah dalam hal konpensasi jumlah uang sebesar Rp ( tiga miliar lima ratus juta rupiah ) yang harus diserahkan oleh tergugat kepada penggugat dalam bentuk atau cara tiga tahap sebagaimana tahap I, tahap II, dan tahap III yang telah diuraikan diatas. Bahwa dengan tidak adanya dasar ( rechtsgrond ) dalam posita gugatan penggugat maka jelaslah tidak ada suatu feitelijkegrond antara penggugat dan tergugat karena ternyata tidak ada sesuatu perbuatan apapun yang dilakukan

34 72 tergugat yang bersifat melanggar hak penggugat. Sehingga dengan tidak adanya hubungan hukum mengenai kewajiban tergugat menyediakan modal kerja sama kepada penggugat sebesar Rp ( tiga miliar lima ratus juta rupiah ) maka jelaslah secara hukum tidak dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi terhadap penggugat. Bahwa pada kenyataannya dalam perjanjian antara penggugat dengan tergugat sebagaimana dalam akta perjanjian kerja sama dan bagi hasil nomor 37 tanggal 11 April tahun 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Mariama SH tidaklah pernah ada mengatur tentang ketentuan waktu pembayaran maupun waktu berlangsungnya perjanjian diperjanjikan dari tanggal 11 April 2008 s/d 11 April 2010, karena yang ada di perjanjikan adalah jangka waktu perjanjian kerja sama dan bagi hasil ini adalah selama kurang lebih 2 tahun atau 24 bulan lamanya terhitung mulai pada saat izin mendirikan bangunan dan sertifikat diterbitkan oleh instansi yang berwenang. Bahwa oleh karena akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil tanggal 11 April tahun 2008, yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris Mariama SH selaku notaris di Medan tersebut dibuat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka patut dan beralasan kiranya menurut hukum jika akter perjanjian dan kerja sama ini dinyatakan sah dan berkekuatan hukum adanya serta mengikat bagi penggugat dan tergugat. Selanjutnya dalam pasal 8 dalam akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil ini disepakatin pula suatu klausula yang berbunyi setelah perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka salah satu pihak tidak bias mencabut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Bangun Bagi Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan; BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA A. Pengertian Pemborongan Kerja Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum.

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum. ABSTRAK Dita Kartika Putri, Nim 0810015183, Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Tidak Tertulis Sewa-Menyewa Alat Berat di CV. Marissa Tenggarong, Dosen Pembimbing I Bapak Deny Slamet Pribadi, S.H., M.H dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian 19 BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak )

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak ) PERJANJIAN PINJAMAN Perjanjian pinjaman ini ( Perjanjian ) dibuat pada hari dan tanggal yang disebutkan dalam Lampiran I Perjanjian ini, oleh dan antara: 1. Koperasi Sahabat Sejahtera Anda, suatu koperasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI (STUDI PADA PEMBANGUNAN RUMAH TOKO OLEH DEVELOPER PERORANGAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI (STUDI PADA PEMBANGUNAN RUMAH TOKO OLEH DEVELOPER PERORANGAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG) Rachel Sheila Sitorus 1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BANGUN BAGI (STUDI PADA PEMBANGUNAN RUMAH TOKO OLEH DEVELOPER PERORANGAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG) RACHEL SHEILA SITORUS ABSTRACT Construction

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia. Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM A. Pengertian kontrak Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang bermakna perjanjian. Dalam bahasan belanda kontrak dikenal dengan kata

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA 53 BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengertian Hutang Piutang Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Koperasi Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013 menjatuhkan putusan batal demi hukum atas perjanjian yang dibuat tidak menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah : Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya, diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan,

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA

BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA 51 BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA A. Pengertian Perjanjian pada Umumnya Perjanjian adalah suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

1 KETENTUAN MENDAPATKAN FASILITAS PINJAMAN

1 KETENTUAN MENDAPATKAN FASILITAS PINJAMAN PERJANJIAN PINJAMAN Perjanjian pinjaman ini ( Perjanjian ) dibuat pada hari [masukan hari penandatanganan] tanggal [masukkan tanggal penandantangan], oleh dan antara: 1. Koperasi Mapan Indonesia, suatu

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia BAB III PENUTUP Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan dan juga saran sebagai alternatif pemecahan terhadap permasalahan kasus yang lainnya yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci