bertanya lanjut pada mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 9 Merangin Kabupaten Merangin.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "bertanya lanjut pada mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 9 Merangin Kabupaten Merangin."

Transkripsi

1 1

2 2 PENDAHULUAN Guru merupakan salah satu komponen utama dalam proses belajar-mengajar dan ikut berperan dalam usaha pembentukan Sumber Daya Manusia yang potensial di bidang pembangunan. Guru harus memperhatikan keterampilan dalam mengajar (Sadiman, 2001: 123). Guru atau pendidik adalah manusia yang memiliki fungsi utama dalam dirinya untuk membudayakan secara konkret potensi yang ada, demi kepentingan bersama. Pendidik dapat dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran, jika metode pembelajaran yang diterapkan mampu mengembangkan semangat dan kemampuan belajar lebih lanjut. Caranya dapat dilakukan dengan dialog, diskusi, dan mencari kebenaran bersama ; misalnya membahas topiktopik yang nyata, logis, masuk akal, dan menantang untuk dipecahkan. Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, terutama Pasal 1, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sementara itu, tenaga pendidik adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, guru atau dosen sudah diakui sebagai tenaga profesional setara dengan profesi lain. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Mengingat begitu pentingnya peranan guru dalam proses peningkatan mutu pendidikan, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas guru. Hal ini ditegaskan dalam Permendiknas Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Berdasarkan Permendiknas tersebut dijelaskan bahwa seorang guru harus memiliki empat kompetensi utama yaitu: kompetensi pedagogik, professional, kepribadian dan sosial. Berkaitan dengan strategi pembelajaran, guru selain harus menguasai materi yang akan diajarkan dan juga harus mengetahui dan menerapkan sejumlah keterampilan dasar dalam mengajar, sehingga proses belajar mengajar akan berjalan secara maksimal. Salah satu keterampilan yang harus dikuasai guru adalah keterampilan bertanya (Djamarah, 2000). Keterampilan bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respon dari seseorang yang dikenal. Respon yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Jadi, bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berfikir. Dalam proses belajar mengajar, bertanya memainkan peranan penting sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap siswa, diantaranya: meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah yang sedang dihadapi atau dibicarakan. Keterampilan bertanya sangat penting dikuasai oleh guru karena hampir semua kegiatan-kegiatan belajar guru mengajukan pertanyaan dan kualitas guru menentukan jawaban dari murid. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di SMA Negeri 9 Merangin Kabupaten Merangin tanggal 15 April 2015, dari 2 (dua) orang guru yang mengajar Sejarah di kelas X guru belum menggunakan seluruh komponen keterampilan bertanya dasar dan bertanya lanjut pada saat proses pembelajaran berlangsung, sedangkan dalama proses pembelajaran sangat diperlukan kegiatan bertanya agar guru mengetahui pengetahuan dari siswa tentang topik yang dibahas. Guru sejarah kelas X, Supajrin Nadori menyatakan belum menggunakan seluruh komponen keterampilan bertanya karena kesulitan mengklasifikasi pertanyaan yang akan diajukan kepada siswa. Sementara guru sejara kelas XI, Ade Putra menyatakan bahwa ketika melakukan keterampilan bertanya, jarang siswa yang mampu menjawab pertanyaan yang diajukan, padahal dalam pelaksanaan keterampilan bertanya, guru mengambil pertanyaan dari topik yang sedang dibahas. Dalam kenyataan, guru belum mampu memberikan pertanyaan yang akan memberi umpan balik positif bagi siswa. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru dalam proses pembelajaran diharapkan siswa tertarik untuk mengikuti proses belajar mengajar dan tidak hanya itu murid juga tertantang pada suatu pembahasan yang dilaksanakan. Oleh karena itu guru haruslah terampil dalam bertanya dan menguasai seluruh komponen keterampilan bertanya, baik

3 3 keterampilan bertanya dasar maupun keterampilan bertanya lanjut. Dari permasalahan di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu: 1) Apa kendala-kendala guru dalam pelaksanaan keterampilan bertanya dasar pada mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 9 Merangin Kabupaten Merangin? Dan 2) Apa kendalakendala guru dalam pelaksanaan keterampilan bertanya lanjut pada mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 9 Merangin Kabupaten Merangin. Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan keterampilan bertanya dasar pada mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 9 Merangin Kabupaten Merangin dan 2) Kendalakendala guru dalam pelaksanaan keterampilan bertanya lanjut pada mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 9 Merangin Kabupaten Merangin. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi evaluatif, peneliti berusaha menganalisis kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan keterampilan bertanya dasar pada mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 9 Merangin Kabupaten Merangin di SMA Negeri 9 Merangin Kabupaten Merangin, yang beralamat di Jangkat Kabupaten Merangin. Penelitian dilakukan pada tanggal 3 Agustus- 28 Agustus 2015, tepatnya pada semester ganjil tahun pelajaran Informan penelitian adalah guru yang mengajar mata pelajaran sejarah yang mengajar mata pelajaran sejarah berjumlah 2 orang, kepala sekolah dan wakil kurikulum SMA Negeri 9 Merangin Analisa data menggunakan model interaktif (Interactive Model of Analysis), yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan, dilakukan dengan bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data (data collecting) sebagai suatu siklus HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian a. Kendala guru dalam pelaksanaan keterampilan bertanya dasar 1) Kendala guru dalam memberi acuan Sebuah pertanyaan dapat dijawab jika yang ditanya mengetahui informasi yang berkaitan dengan pertanyaan tersebut. Oleh karena itu sebelum bertanya, guru perlu memberikan acuan berupa informasi yang perlu diketahui siswa. Acuan yang harus dimiliki siswa adalah buku. Hasil pengamatan yang dilakukan di kelas X.1, terlihat kendala guru dalam melakukan keterampilan memberi acuan pertanyaan yang diberikan, karena tidak seluruh siswa memiliki buku paket. Siswa yang memiliki paket di kelas X.1 adalah Mera Irawati, Reni, Siska Ayundari, Eva Krisdanti, Yurnawati dan Odi Suryawan. Hal yang sama juga ditemukan di kelas XI IPS 1, terlihat siswa yang memiliki buku ketika mengikuti pelajaran sejarah hanya 5 orang yaitu Sannah, Resti Wulandari, Reni Hadianti, Dewi dan Marwan. Hasil pengamatan diperkuat oleh ungkapan Supajrin Nadori Guru Sejarah kelas X sebagai Kendala ketika melakukan keterampilan bertanya dengan memberi acuan adalah sumber acuan yang terbatas dimiliki oleh siswa sehingga siswa kebingungan ketika menjawab pertanyaan. Seharusnya siswa memiliki buku 1 per orang sehingga siswa memiliki acuan ketika harus menjawab pertanyaan guru. bahwa dalam bertanya, guru tidak memperlihatkan sumber pertanyaan yang digunakan. Hal serupa juga dinyatakan oleh Ade Ketika bapak menunjukkan acuan dari pertanyaan yang diajukan, siswa tidak memilikinya, padahal acuan yang diberikan adalah buku paket atau buku mata pelajaran sejarah. Seharusnya setiap siswa memiliki buku sehingga tidak kebingungan menjawab pertanyaan yang diajukan. terlihat bahwa banyak siswa yang tidak memiliki buku ketika belajar sejarah, siswa hanya mendengar penjelasan dari guru. kendala yang dihadapi guru dalam melaksanakan keterampilan bertanya dengan memberi acuan umumnya terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh siswa, terutama buku. Kurangnya kepemilikan buku siswa dan tidak adanya disediakan sarana dan prasarana di sekolah menyebabkan kendala ini sulit untuk diatasi. Seharusnya guru dapat melaksanakan keterampilan bertanya dasar, tetapi guru harus menyediakan terlebih dahulu materi yang akan ditanyakan.

4 4 2) Kendala guru dalam memusatkan perhatian siswa ketika melakukan pertanyaan Hasil pengamatan yang dilakukan pada di dalam memusatkan perhatian siswa ketika melakukan pertanyaan pada pembelajaran sejarah. Guru tidak menentukan jumlah pertanyaan yang akan diberikan pada satu pertemuan dan tidak dapat menentukan pertanyaan luas dan pertanyaan sempit. Guru hanya memberikan pertanyaan luas saja sehingga jawaban yang diberikan siswa tidak menjurus pada satu topik yang diharapkan oleh guru, pertanyaan yang diajukan guru adalah tentang jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia. Hal yang sama juga ditemukan pada guru mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS 1, terlihat bahwa pertanyaan yang diajukan oleh guru diambil dari pertanyaan yang ada di buku paket. Hasil pengamatan diperkuat oleh kelas X sebagai Kendala dalam memusatkan perhatian siswa ketika melakukan pertanyaan adalah membagi pertanyaan, maksudnya pertanyaan yang diajukan tersebut dapat dijawab secara rinci oleh siswa. Umumnya pertanyaan yang diajukan bersifat luas dan umum, sesuai dengan tingkat kemampuan siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. bahwa dalam proses pembelajaran guru hanya bertanya tentang satu topik yaitu tentang manusia pra aksara Indonesia. Untuk memberi pertanyaan yang dapat memusatkan perhatian siswa ketika melakukan pertanyaan agak sulit, karena materi yang harus diberikan dan dipelajari oleh siswa banyak sehingga bapak lebih sering menanyakan pertanyaan berdasarkan topik utama saja. terlihat bahwa guru bertanya tentang perkembangan agama Hindu saja. Seharusnya guru bertanya tentang perkembangan agama Hindu dan Budha sesuai dengan materi pelajaran. terlihat bahwa dalam proses belajar sejarah, guru kesulitan melaksanakan keterampilan bertanya dasar dalam memusatkan perhatian siswa ketika melakukan pertanyaan. Kendala yang dihadapi guru adalah tidak dapat menentukan jumlah pertanyaan yang akan diberikan pada satu pertemuan dan tidak dapat menentukan pertanyaan luas dan pertanyaan sempit. 3) Kendala guru dalam melakukan pemidahan giiliran dalam bertanya dalam melakukan pemidahan giliran dalam bertanya. Hal ini terjadi karena siswa kesulitan merespon dalam proses belajar mengajar dan hanya sebagian kecil dari siswa yang mau menjawab pertanyaan yang diajukan, sehingga guru mengajukan pertanyaan kepada beberapa orang saja, diantaranya Odi Suryawan dan Siska Ayundari. Hal yang sama juga ditemukan pada guru mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS 1, terlihat guru memilih beberapa orang siswa ketika mengajukan pertanyaan, yaitu Ezi Mardianto, Sannah dan Anton. Hasil pengamatan diperkuat oleh kelas X sebagai Kendala dalam melakukan pemidahan giliran dalam bertanya, karena banyak siswa yang kurang merespon pelajaran yang diberikan. Disamping itu, kalau diberikan pertanyaan, hanya sebagian kecil dari siswa yang mau menjawab pertanyaan yang diajukan. Observasi penulis di lapangan, terlihat bahwa guru bertanya pada 3 orang saja. Siswa lain terlihat takut untuk mendapat giliran pertanyaan dari guru. Apabila memberi pertanyaan kepada siswa, bapak tidak dapat memilih siswa sesuka hati karena kebanyakan siswa hanya diam ketika ditanya. Kelas XI IPS 1 yang aktif menjawab pertanyaan yang diajukan hanya 3 orang, sementara kelas XI IPS 2 hanya 5 orang. Hal ini menyulitkan ketika harus memberi pertanyaan secara bergilir dan teratur kepada setiap siswa. terlihat bahwa dalam bertanya, guru cenderung memberi pertanyaan kepada beberapa orang siswa saja. Guru tidak melemparkan pertanyaan kepada seluruh siswa di dalam kelas.

5 5 Observasi serta penjelasan guru dan wakil kepala sekolah di atas, terlihat bahwa dalam proses belajar sejarah, guru belum dapat melakukan pemindahan giliran dalam bertanya karena banyak siswa yang tidak merespon pertanyaan yang diajukan oleh guru. Pada proses pembelajaran, hanya sebagian kecil siswa yang mau menjawab pertanyaan guru dan siswa tersebut hanya itu ke itu saja. 4) Kendala guru dalam melakukan penyebaran dalam melakukan penyebaran pertanyaan, karena pertanyaan yang disiapkan oleh guru jumlahnya sedikit. Hal yang sama juga ditemukan pada guru mata pelajaran sejarah kelas XI, guru kesulitan untuk melakukan penyebaran pertanyaan disebabkan kurangnya pengetahuan siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Hal ini terjadi karena siswa yang mau menjawab pertanyaan dari guru guru jumlahnya juga sedikit. Hasil pengamatan diperkuat oleh kelas X sebagai Kendala dalam melakukan penyebaran pertanyaan ketika belajar sejarah adalah kurangnya kemauan siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Siswa di sekolah ini terbiasa menerima penjelasan dari guru, karena sumber belajar di sekolah ini terbatas yaitu buku. Terbatasnya buku membuat wawasan siswa kurang luas sehingga tidak mampu untuk menjawab pertanyaan guru. terlihat masih bertanya kepada siswa yang sama pada pembelajaran sejarah minggu kemaren. Guru belum berani bertanya kepada siswa lain karena takut siswa tersebut tidak mampu untuk menjawab pertanyaan. Kendala yang dihadapi ketika harus melakukan penyebaran pertanyaan adalah kemampuan siswa seluruh siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Untuk masing-masing pertemuan, biasanya siswa yang menjawab orangnya tidak berubah, sementara siswa lain hanya mau mendengarkan penjelasan dari guru. bahwa guru memilih siswa untuk diberi pertanyaan. Siswa yang bertanya cenderung siswa yang aktif dalam belajar atau diskusi. terlihat bahwa dalam proses belajar sejarah, guru telah melakukan keterampilan, tetapi tidak dapat diterapkan seluruh indikator yang ada, salah satunya adalah melakukan penyebaran pertanyaan kepada seluruh siswa dalam kelas. Siswa cenderung untuk menerima penjelasan yang diberikan guru dan kurang dalam menjawab pertanyaan dari guru, terutama jawaban lisan. 5) Kendala guru dalam pemberian tuntunan dalam pemberian tuntunan pada siswa, karena jawaban siswa sering jauh dari jawaban yang sebenarnya. Apabila pertanyaan yang diberikan kurang tepat, biasanya guru memberi tanggapan dengan memberi tuntunan terhadap jawaban pertanyaan. Salah satu contoh pertanyaan yang diajukan guru di kelas X.1 adalah Apa kegunaan sejarah secara instrik, sementara jawaban dari siswa adalah kegunaan sejarah adalah untuk mengenang peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Hal yang sama juga ditemukan pada guru mata pelajaran di kelas XI IPS 1, guru belum memberi tuntunan ketika memberi pertanyaan. Pertanyaan tentang proses masuknya agama Hindu- Budha ke Indonesia tidak disertai dengan peta sebagai media yang dapat memperjelas jawaban siswa. Hasil pengamatan diperkuat oleh kelas X sebagai Ketika harus memberi tuntunan terhadap jawaban pertanyaan yang bapak ajukan, kadang mengalami kendala karena jawaban yang diberikan siswa masih terlalu jauh dari jawaban sebenarnya. Biasanya untuk mendapatkan jawaban yang lebih tepat, bapak memberikan pertanyaan tersebut pada beberapa orang siswa dan sesudah itu membandingkan jawaban seluruh siswa dan menerangkan jawaban yang paling mendekati. Hasil observasi, terlihat bahwa guru meluruskan jawaban yang diberikan oleh siswa.

6 6 Kendala dalam memberi tuntunan jawaban siswa karena siswa kadang asal menjawab pertanyaan yang diajukan, contohnya ketika bapak menanyakan tentang jalur masuknya agama Hindu- Budha ke Indonesia, jawaban siswa umumnya seragam yaitu dari Pulau Bali. Hal ini menyulitkan untuk memberi tuntunan yang benar kepada siswa dan kendala juga karena tidak adanya peta di sekolah ini. guru menuntun siswa sampai siswa tersebut menemukan jawaban yang sebenarnya dari pertanyaan yang diajukan. Guru mengalami kendala dalam pemberian tuntunan pada siswa terhadap jawaban pertanyaan yang diajukan. Jawaban siswa yang sering asalasalan serta tidak tepat membuat guru susah untuk memberikan tuntunan karena jawaban yang diberikan oleh siswa tidak mengarah kepada jawaban pertanyaan yang diajukan. b. Kendala guru dalam Pelaksanaan Keterampilan Bertanya Lanjut 1) Kendala guru dalam pengubahan tuntunan tingkat kognitif dalam melakukan keterampilan bertanya lanjut dengan pengubahan tuntunan tingkat kognitif, guru belum mengajukan pertanyaan berdasarkan tingkatan kognitif sehingga pertanyaan yang diajukan masih pertanyaan dasar. Hal yang sama juga ditemukan pada guru mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS 1, kendala yang dialami guru adalah menentukan tingkat kognitif pertanyaan. Hasil observasi diperkuat oleh kelas X sebagai Kendala dalam pelaksanaan pengubahan tuntunan tingkat kognitif adalah sulit untuk menentukan tingkat kognitif suatu pertanyaan. Ketika bapak memberi pertanyaan, yang lebih diutamakan adalah pertanyaan jelas dan singkat. Hasil observasi, terlihat bahwa pertanyaan yang diajkan oleh guru belum berdasarkan tingkat kognitif. Pertanyaan yang diberi kebanyakan pertanyaan singkat. Ketika harus melaksanakan pengubahan tuntunan tingkat kognitif, kesulitan yang dihadapi adalah tingkat kognitif pertanyaan itu sendiri dan tidak bisa membedakan tingkat kognitif pertanyaan tersebut. Hasil observasi, terlihat bahwa guru belum mampu memberi pertanyaan yang membedakan tingkat kognitif. Berdasarkan observasi serta penjelasan guru di atas, terlihat bahwa kendala yang dihadapi oleh guru mata pelajaran sejarah kelas X dan kelas XI dalam pelaksanaan pengubahan tuntunan tingkat kognitif adalah menentukan tingkat kognitif pertanyaan. Guru umumnya memberi pertanyaan berdasarkan tingkat kejelasan pertanyaan saja tanpa mempertimbangkan tingkat kognitif pertanyaan. 2) Kendala guru dalam pengaturan urutan pertanyaan dalam dalam pelaksanaan keterampilan bertanya lanjut dengan pengaturan urutan pertanyaan, karena pertanyaan yang dijukan umumnya seling-seling tanpa memperhatikan urutan materi yang diajarkan. Hal yang sama juga ditemukan pada guru mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS 1, guru belum mengatur pertanyaan yang diberikan, terutama urutan pertanyaan sesuai dengan materi yang diajarkan. Pernyataan tersebut senada dengan kelas X sebagai Kendala dalam pelaksanaan pengaturan urutan pertanyaan adalah mengatur urutan pertanyaan seuai dengan materi yang diajarkan. Kadang pertanyaan yang diajukan adalah materi yang terakhir diajarkan. Semua pertanyaan tersebut sebenarnya telah disiapkan, tetapi tidak seluruhnya digunakan. Hasil observasi, terlihat bahwa pertanyaan yang diberikan guru adalah pertanyaan berdasarkan materi yang terakhir. Sampai saat ini untuk melakukan keterampilan bertanya kepada siswa secara jelas dan singkat karena hal itu merupakan keterampilan dasar guru. Setiap masuk belajar, bapak selalu

7 7 bertanya, terutama sebelum pelajaran dimulai, tujuannya adalah untuk merangsang siswa untuk saling belajar. terlihat bahwa pertanyaan yang diajukan guru tidak teratur, kadang materi minggu lalu dan kadang materi yang akan dipelajari. Berdasarkan observasi serta penjelasan guru di atas, terlihat bahwa dalam proses belajar sejarah, guru mengalami kendala dalam pelaksanaan keterampilan bertanya lanjut dengan pengaturan urutan pertanyaan. Penyampaian materi sebenarnya sesuai dengan urutan, tetapi pertanyaan yang disampaikan belum berurutan. 3) Kendala guru dalam pertanyaan pelacak kelas X.1 terlihat guru dalam pelaksanaan pertanyaan pelacak, sebenarnya guru telah menggunakan pertanyaan pelacak, tetapi prosesnya belum sesuai dengan petunjuk penggunaan pertanyaan pelacak. Guru mata pelajaran sejarah kelas X menggunakan pertanyaan pelacak, tetapi tidak utuh. Ketika ada siswa yang menjawab pertanyaan, guru tidak menanyakan kepada seluruh anggota kelas mengerti terhadap jawaban dari siswa tersebut. Hal yang sama juga ditemukan pada guru mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS 1, guru tidak menggunakan pertanyaan pelacak ketika memberi pertanyaan kepada siswa. Hal ini senada dengan ungkapan Supajrin Nadori Guru Sejarah kelas X sebagai Kendala dalam menggunakan pelacak adalah kurangnya tanggapan dari siswa lain ketika suatu pertanyaan telah dijawab salah seorang siswa. Siswa lain tidak mampu untuk menentukan apakah jawaban dari teman mereka betul atau salah. Setelah mengajukan pertanyaan, biasanya bapak menerangkan kembali tentang jawaban siswa, tetapi hanya sepintas mengingat banyaknya materi yang harus diterangkan. Hasil observasi terlihat bahwa siswa yang diberi pertanyaan bingung ketika harus menjawab. Jawaban siswa tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan oleh guru. Hal serupa juga diungkapkan oleh Ade Menggunakan pertanyaan pelacak ketika melaksanakan keterampilan bertanya itu termasuk sulit, karena siswa disini kurang paham tentang materi. Hal ini disebabkan terbatasnya pengetahuan siswa tentang materi yang diajarkan. Untuk itu, pertanyaan pelacak jarang digunakan pada proses belajar mengajar. Hasil observasi, terlihat jawaban dari siswa kurang tepat sehingga guru tidak dapat melanjutkan pertanyaan selanjutnya. terlihat bahwa dalam proses belajar Sejarah, guru mengalami kendala dalam pelaksanaan pertanyaan pelacak. Guru sebenarnya telah melaksanakan keterampilan bertanya lanjut dengan pertanyaan pelacak, tetapi tidak utuh. 4) Kendala guru dalam mendorong terjadinya interaksi dalam melaksanakan keterampilan bertanya lanjut dengan mendorong terjadinya interaksi, seperti guru langsung menunjuk satu orang siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dan tidak melempat pertanyaan tersebut ke siswa lain. Hal ini terjadi karena siswa yang mau terlibat dalam menjawab pertanyaan guru jumlahnya sedikit. Hal yang sama juga ditemukan pada guru mata pelajaran sejarah kelas XI, pengamatan di kelas XI IPS 1, guru memberikan 2 buah pertanyaan kepada siswa tetapi tidak ada jawaban siswa yang benar. Hal ini senada dengan ungkapan Supajrin Nadori Guru Sejarah kelas X sebagai Kendala yang bapak alami dalam pelaksanaan keterampilan bertanya lanjut dengan mendorong terjadinya interaksi adalah terbatasnya siswa yang mau dan mampu menjawab pertanyaan yang diajukan sehingga sering menunjuk satu orang siswa untuk menjawab pertanyaan. Hasil observasi, terlihat bahwa belum terjadi interaksi antar siswa. Siswa yang menjawab tidak mau membagi sumber dengan teman. Putra sebagai Kendala yang dialami dalam pelaksanaan keterampilan bertanya lanjut dengan mendorong terjadinya interaksi adalah siswa jarang bahkan tidak pernah bertanya ketika belajar. Siswa di sini lebih condong menerima penjelasan dari

8 8 guru, dan ketika ditanya, hanya beberapa orang siswa saja yang mau menjawab pertanyaan yang diajukan. Seharusnya melalui pertanyaan yang diajukan seluruh anggota kelas dapat saling berinteraksi, yaitu mendiskusikan jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Hasil observasi, terlihat bahwa dalam siswa yang diberi pertanyaan cenderung menanyakan hal yang sama kepada siswa lain. terlihat bahwa dalam proses belajar sejarah, guru belum dapat melaksanakan mendorong terjadinya interaksi. Ketika memberi pertanyaan, hanya beberapa orang siswa yang mampu untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. 2. Pembahasan Kendala yang dihadapi guru dalam dalam pelaksanaan keterampilan bertanya dasar pada mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 9 Merangin Kabupaten Merangin adalah: 1) terbatasnya siswa yang memiliki buku paket sehingga guru sulit untuk memberi acuan pertanyaan yang diajukan, 2) guru tidak dapat menentukan jumlah pertanyaan yang akan diberikan pada satu pertemuan dan tidak dapat menentukan pertanyaan luas dan pertanyaan sempit, 3) sedikit siswa yang merespon pertanyaan yang diajukan oleh guru sehingga guru kesulitan untuk melakukan pemindahan giliran dalam menjawab pertanyaan, 4) kurangnya pengetahuan dan kemauan siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan guru, sehingga tidak dapat melakukan penyebaran pertanyaan dan 5) siswa menjawab pertanyaan yang diajuka guru dengan asalasalan atau jawaban tidak tepat, sehingga guru kesulitan untuk meluruskan jawaban siswa. Kendala yang dihadapi guru dalam dalam pelaksanaan keterampilan bertanya lanjut pada mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 9 Merangin Kabupaten Merangin adalah: 1) guru belum bisa menentukan tingkat kognitif pertanyaan yang diajukan pada siswa, 2) guru tidak melakukan pengurutan pertanyaan karena materi pelajaran terlalu banyak, 3) komponen pertanyaan terlalu banyak sehingga guru kesulitan menentukan komponen yang akan digunakan dalam mengajukan pertanyaan dan 4) pertanyaan yang diajukan tidak mendorong interaksi antar siswa, karena siswa belum memiliki pengetahuan yang dalam. 3. Implikasi Siswa yang tidak memiliki buku sumber ketika mengikuti proses belajar mengajar dapat menambah pengetahuan melalui informasi yang bisa didapatkan dari buku. Untuk itu, siswa perlu memiliki buku sumber yang lebih banyak agar mengikuti proses belajar mengajar dengan baik dan lancar. Masih kurangnya kemampuan guru mengadakan keterampilan bertanya dapat diatasi dengan meningkatkan kualitas guru yang bersangkutan., misalnya guru mengikuti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sehingga dapat menambah kemampuan dalam keterampilan bertanya. Dengan demikian guru bisa memiliki keterampilan bertanya sehingga pelaksanaan keterampilan bertaya dapat dilaksanakan denga baik. KESIMPULAN 1. Kendala yang dihadapi guru dalam dalam pelaksanaan keterampilan bertanya dasar adalah: a) terbatasnya siswa yang memiliki buku paket, b) guru tidak dapat menentukan jumlah pertanyaan yang akan diberikan dan tidak dapat menentukan pertanyaan luas dan pertanyaan sempit, c) sedikit siswa yang merespon pertanyaan yang diajukan oleh guru, d) kurangnya pengetahuan dan kemauan siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan guru, dan e) siswa menjawab pertanyaan yang diajukan guru dengan asalasalan atau jawaban tidak tepat. 2. Kendala yang dihadapi guru dalam dalam pelaksanaan keterampilan bertanya lanjut adalah: a) guru belum bisa menentukan tingkat kognitif pertanyaan yang diajukan pada siswa, b) guru tidak melakukan pengurutan pertanyaan karena materi pelajaran terlalu banyak, c) komponen pertanyaan terlalu banyak dan d) pertanyaan yang diajukan tidak mendorong interaksi antar siswa. Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat disarankan sebgai 1. Diharapkan pihak sekolah memperhatikan kelengkapan sarana dan prasarana untuk mendukung proses belajar mengajar. 2. Seharusnya guru tidak hanya mengetahui secara teori saja manfaat keterampilan bertanya dasar dan lanjut dalam proses pembelajaran tetapi dalam kegiatan belajar mengajar juga dipraktekkan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. 3. Siswa untuk dapat melengkapi sarana prasarana belajar terutama buku sumber

9 9 yang bertujuan untuk lebih memahami materi pelajaran. 4. Peneliti selanjutnya, untuk dapat meneliti tentang keterampilan guru serta kendala yang dihadapi guru dalam menerapkan keterampilan mengajar. DAFTAR PUSTAKA Bukhari, Alma, dkk Guru Professional. Bandung : Alfabeta E. Mulyasa Menjadi Guru Professional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Iskandar Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses Sadiman, Arif Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Syaiful Bahri Djamarah Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : PT Rineka Cipta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara

BAB I PENDAHULUAN. bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar anak

BAB I PENDAHULUAN. bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadian sesuai dengan nilainilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya istilah pendidikan berarti

Lebih terperinci

Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai. guru mata pelajaran IPS, beberapa orang siswa kelas VIII, serta kepala sekolah.

Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai. guru mata pelajaran IPS, beberapa orang siswa kelas VIII, serta kepala sekolah. PENDAHULUAN Peranan guru sangat penting dalam proses peningkatan mutu pendidikan, maka pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas guru. Hal ini ditegaskan dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007

Lebih terperinci

KETERAMPILAN GURU MEMBIMBING DISKUSI KELOMPOK KECIL DI SD NEGERI GAROT ACEH BESAR. Zulfanidar, Alfiati Syafrina, M. Yamin,

KETERAMPILAN GURU MEMBIMBING DISKUSI KELOMPOK KECIL DI SD NEGERI GAROT ACEH BESAR. Zulfanidar, Alfiati Syafrina, M. Yamin, KETERAMPILAN GURU MEMBIMBING DISKUSI KELOMPOK KECIL DI SD NEGERI GAROT ACEH BESAR Zulfanidar, Alfiati Syafrina, M. Yamin, Zulfa_@yahoo.com ABSTRAK Penelitian Ini Berjudul Keterampilan guru membimbing diskusi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Selama melakukan penelitian, pengamatan di SDN Panghegar Permai Kec.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Selama melakukan penelitian, pengamatan di SDN Panghegar Permai Kec. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Kesimpulan Selama melakukan penelitian, pengamatan di SDN Panghegar Permai Kec. Panyileukan Kota Bandung terhadap deskripsi pembelajaran IPS di kelas V, da - pat ditarik

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Tanya Jawab Pada Mata Pelajaran IPS di Kelas IV SDN No. 4 Siboang

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Tanya Jawab Pada Mata Pelajaran IPS di Kelas IV SDN No. 4 Siboang Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Tanya Jawab Pada Mata Pelajaran IPS di Kelas IV SDN No. 4 Siboang Kamelia, Arif Firmansyah, dan Andi Imrah Dewi Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas

Lebih terperinci

Keywords: Integrasi Keterampilan Dasar Mengajar, Implikasi

Keywords: Integrasi Keterampilan Dasar Mengajar, Implikasi OPTIMALISASI PEMBELAJARAN MELALUI INTEGRASI KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR (Kajian Teoritis tentang Implikasi Keterampilan Dasar Mengajar dalam Pembelajaran) Muhammad Syafi'i, M.Pd.I Fakultas Agama Islam

Lebih terperinci

PERAN KELOMPOK KERJA GURU (KKG) DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR DI GUGUS 1 BARUGA KOTA KENDARI

PERAN KELOMPOK KERJA GURU (KKG) DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR DI GUGUS 1 BARUGA KOTA KENDARI PERAN KELOMPOK KERJA GURU (KKG) DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR JURNAL HASIL PENELITIAN SITI MURNI NUR G2G1 015 116 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017 1 PERAN KELOMPOK

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DITINJAU DARI LATAR BELAKANG PENDIDIKAN (Studi Kasus Guru PKn Di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

Oleh. Hamidah SDN 1 Cakranegara

Oleh. Hamidah SDN 1 Cakranegara Media Bina Ilmiah51 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MENCARI PASANGAN (Make a Match) PADA POKOK BAHASAN GEJALA ALAM DI INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA TETANGGA KELAS VI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mental spiritual yang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mental spiritual yang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia dilakukan secara menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual yang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena

Lebih terperinci

Oleh: I Wayan Sirna Program Studi Magister Dharma Acarya RESUME

Oleh: I Wayan Sirna Program Studi Magister Dharma Acarya RESUME PEMANFAATAN MULTIMEDIA PRESENTASI DAN MEDIA CETAK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 DENPASAR TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Pendahuluan Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah (UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah (UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mengajar bukan merupakan hal mudah yang dilakukan seorang guru. Kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan kegiatan akademik yang berupa interaksi komunikasi antara pendidik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dapat memberikan hasil belajar yang optimal. 1. strategi pembelajaran itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau

BAB II KAJIAN TEORI. dapat memberikan hasil belajar yang optimal. 1. strategi pembelajaran itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Teknik Pembelajaran Pertemuan Ganda a. Pengertian Teknik Pembelajaran Slameto menjelaskan teknik pembelajaran adalah suatu rencana tentang cara-cara pendayagunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KINERJA GURU

UPAYA PENINGKATAN KINERJA GURU UPAYA PENINGKATAN KINERJA GURU Oleh : Lailatussaadah Dosen Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar-Raniry Email: lailamnur27@gmail.com ABSTRAK Kinerja guru merupakan hasil, kemajuan dan prestasi kerja guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan dari hasil belajar siswa terhadap materi yang dipelajari yang

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan dari hasil belajar siswa terhadap materi yang dipelajari yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah proses kegiatan yang disengaja atas input siswa untuk menimbulkan suatu hasil yang diinginkan sesuai tujuan yang ditetapkan. 1 Sebagai sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus belajar dan dilakukan tanpa beban. manusia dalam mengembangkan potensi diri sehingga mampu menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. terus belajar dan dilakukan tanpa beban. manusia dalam mengembangkan potensi diri sehingga mampu menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu kegiatan antara peserta didik dengan pendidik, antar peserta didik, ataupun peserta didik dengan berbagai sumber belajar guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya akan sangat dibutuhkan peran serta

Lebih terperinci

VOL. 5 NO. 1 MARET 2016 ISSN:

VOL. 5 NO. 1 MARET 2016 ISSN: 42 PERSEPSI PROGRAM STUDI (PRODI) PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD) STKIP ISLAM BUMIAYU TERHADAP IMPLEMENTASI PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN BUMIAYU DAN PAGUYANGAN TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 adalah: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dimiliki siswa dalam proses belajar mengajar. Pemahaman konsep

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dimiliki siswa dalam proses belajar mengajar. Pemahaman konsep 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman konsep dalam matematika merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa dalam proses belajar mengajar. Pemahaman konsep juga merupakan dasar untuk melanjutkan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET PEDOMAN PERKULIAHAN (HAND OUT) PENGAJARAN MIKRO PROGRAM STUDI PPKN SEMESTER VI/ 2 sks DR. WINARNO, SPD, MSI Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENDAPAT GURU PAMONG TENTANG KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR PRAKTIKAN PPL PRODI PENDIDIKAN TATA BOGA

PENDAPAT GURU PAMONG TENTANG KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR PRAKTIKAN PPL PRODI PENDIDIKAN TATA BOGA 91 PENDAPAT GURU PAMONG TENTANG KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR PRAKTIKAN PPL PRODI PENDIDIKAN TATA BOGA Tia Kusmiati 1, Elly Lasmanawati 2, Rita Partiasih 2 Abstrak : Keterampilan dasar mengajar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci sukses tidaknya suatu bangsa dalam pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala

Lebih terperinci

KETERAMPILAN MENGAJAR

KETERAMPILAN MENGAJAR 8 DASAR MENGAJAR 1. BERTANYA 2. MEMBERIKAN PENGUATAN 3. MELAKUKAN VARIASI 4. MENJELASKAN 5. MEBUKA-MENUTUP PELAJARAN/PERKULIAHAN 6. MEMBIMBING DISKUSI KLP KECIL 7. MENGELOLA KELAS 8. MENGAJAR KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dunia pendidikan Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang memprihatinkan baik dilihat dari sudut pandang internal berhubungan dengan pembangunan bangsa maupun dari

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PENGELOLAAN PROSES DI SD NEGERI 10 MANDONGA JURNAL PENELITIAN OLEH: DEWI HERNIA NENGSIH G2G

ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PENGELOLAAN PROSES DI SD NEGERI 10 MANDONGA JURNAL PENELITIAN OLEH: DEWI HERNIA NENGSIH G2G ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PENGELOLAAN PROSES JURNAL PENELITIAN OLEH: DEWI HERNIA NENGSIH G2G1 15 148 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2017 1 ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik melalui suatu interaksi, proses dua arah antara pendidik dan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. didik melalui suatu interaksi, proses dua arah antara pendidik dan peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses pendewasaan peserta didik melalui suatu interaksi, proses dua arah antara pendidik dan peserta didik yang disebut

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN MEDIA POWER POINT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR EKONOMI

PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN MEDIA POWER POINT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR EKONOMI PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN MEDIA POWER POINT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR EKONOMI (PTK Pembelajaran Ekonomi di Kelas VIII B Semester Gasal SMP Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu persoalan penting bagi kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu persoalan penting bagi kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu persoalan penting bagi kemajuan bangsa. Dalam hal ini sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan tempat terjadinya proses pembelajaran.

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI PADA MATA PELAJARAN PKn MATERI KEBEBASAN BERORGANISASI KELAS V SDN 2 TAPA KEC. TAPA KAB. BONE BOLANGO.

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI PADA MATA PELAJARAN PKn MATERI KEBEBASAN BERORGANISASI KELAS V SDN 2 TAPA KEC. TAPA KAB. BONE BOLANGO. PENERAPAN METODE DEMONSTRASI PADA MATA PELAJARAN PKn MATERI KEBEBASAN BERORGANISASI KELAS V SDN 2 TAPA KEC. TAPA KAB. BONE BOLANGO. Oleh : Stivan Saleh 1. Pembimbing I Dra. Elmia Umar, M.Pd 2. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sebagai suatu susunan, pendekatan, atau kaidah-kaidah untuk mencapai

BAB II KAJIAN TEORI. sebagai suatu susunan, pendekatan, atau kaidah-kaidah untuk mencapai BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Tinjauan Tentang Teknik Cek Kosong a. Pengertian Teknik Pembelajaran Hamdani menjelaskan bahwa teknik pembelajaran diartikan sebagai suatu susunan, pendekatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan kita. Seorang guru dalam pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan kita. Seorang guru dalam pendidikan memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan kita. Seorang guru dalam pendidikan memegang peranan yang penting, oleh karena itu majunya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan dan perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan perlu direspon oleh kinerja pendidikan yang professional dan bermutu tinggi. Mutu pendidikan sangat

Lebih terperinci

Pengaruh Keterampilan Mengajar Guru Terhadap Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Terpadu Di Kelas IX MTs Negeri Bolangitang Timur

Pengaruh Keterampilan Mengajar Guru Terhadap Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Terpadu Di Kelas IX MTs Negeri Bolangitang Timur 1 Pengaruh Keterampilan Mengajar Guru Terhadap Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Terpadu Di Kelas IX MTs Negeri Bolangitang Timur Sasmita Hairia Lauma 1, Salma Bowtha 2, Badriyyah Djula 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. untuk melengkapi dirinya dengan berbagai kemampuan yang diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. untuk melengkapi dirinya dengan berbagai kemampuan yang diharapkan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul 1. Latar Belakang Masalah Guru sebagai ujung tombak pendidikan dan sebagai penentu keberhasilan dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia dalam memperoleh bekal dalam kehidupan. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG KELILING DAN LUAS SEGITIGA MELALUI PEMBELAJARAN PEER TEACHING

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG KELILING DAN LUAS SEGITIGA MELALUI PEMBELAJARAN PEER TEACHING Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 17, No. 5, Oktober 2016 ISSN 2087-3557 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG KELILING DAN LUAS SEGITIGA MELALUI SD Negeri Kedungpatangewu, Kecamatan Kedungwuni,

Lebih terperinci

METODE TANYA JAWAB MENGGUNAKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

METODE TANYA JAWAB MENGGUNAKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA METODE TANYA JAWAB MENGGUNAKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA ROSLIANA Guru SMP Negeri 3 Tapung rrosliana911 @gmail.com ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis 1. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) IPS merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan lingkungan sosial siswa. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep

Lebih terperinci

Penggunaan Media Kartu (Flash Card) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Mutasi bagi Peserta Didik Kelas XII

Penggunaan Media Kartu (Flash Card) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Mutasi bagi Peserta Didik Kelas XII JPK 3 (2) (2017): 143-148 Jurnal Profesi Keguruan https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpk Penggunaan Media Kartu (Flash Card) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Mutasi bagi Peserta Didik Kelas

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Adapun lembaga pendidikan ini didirikan pada tahun 1991 berdasarkan

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Adapun lembaga pendidikan ini didirikan pada tahun 1991 berdasarkan BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Letak Geografis Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Haruai merupakan sekolah yang berada di wilayah kecamatan Haruai. Tepatnya sekolah ini

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN GERAK TARI BERDASAR POLA LANTAI DENGAN METODE DISCOVERY. Erlin Sofiyanti

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN GERAK TARI BERDASAR POLA LANTAI DENGAN METODE DISCOVERY. Erlin Sofiyanti Dinamika Vol. 5, No. 4, April 2015 ISSN 0854-2172 PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN GERAK TARI BERDASAR POLA LANTAI SMP 1 Wiradesa Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah Abstrak Tujuan penelitian yaitu

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk membimbing anak menuju pada pencapaian tujuan ilmu pengetahuan. Proses pendidikan yang diselenggarakan

Lebih terperinci

QUANTUM, Jurnal Inovasi Pendidikan Sains, Vol.5, No.1, April 2014, hlm

QUANTUM, Jurnal Inovasi Pendidikan Sains, Vol.5, No.1, April 2014, hlm QUANTUM, Jurnal Inovasi Pendidikan Sains, Vol.5, No.1, April 2014, hlm. 79-86 79 MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX-A SMP NEGERI 3 PARINGIN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang diatur di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

I. PENDAHULUAN. yang diatur di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) BERDASARKAN KURIKULUM 2013 KELAS VIII DI SMP NEGERI 31 PADANG JURNAL EFRIJONI

PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) BERDASARKAN KURIKULUM 2013 KELAS VIII DI SMP NEGERI 31 PADANG JURNAL EFRIJONI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) BERDASARKAN KURIKULUM 2013 KELAS VIII DI SMP NEGERI 31 PADANG JURNAL EFRIJONI 10020021 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga sangat pesat. Belum lagi pada tahun 2010 kita dihadapkan pada pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. juga sangat pesat. Belum lagi pada tahun 2010 kita dihadapkan pada pasar bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat penting di era sekarang ini, mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga sangat pesat. Belum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perkembangan teknologi yang semakin pesat membawa dampak bagi dunia pendidikan, sehingga muncul persaingan antar lembaga pendidikan. Salah satu cara yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua macam

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua macam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha untuk menumbuh kembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua macam konsep kependidikan yang

Lebih terperinci

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Menggunakan Metode Problem Solving

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Menggunakan Metode Problem Solving Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Menggunakan Metode Problem Solving Eka Fitri Puspa Sari Universitas PGRI Palembang Email: e_etha@rocketmail.com Abstrak Bila siswa diberi tugas rumah, hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfikir kompleks dan abstrak. Di sisi lain guru berupaya memperjelas dan. disajikan dengan strategi yang menarik bagi siswa.

BAB I PENDAHULUAN. berfikir kompleks dan abstrak. Di sisi lain guru berupaya memperjelas dan. disajikan dengan strategi yang menarik bagi siswa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran Matematika banyak hal yang menuntut siswa untuk berfikir kompleks dan abstrak. Di sisi lain guru berupaya memperjelas dan memberikan kesan

Lebih terperinci

Kinerja Guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Painan

Kinerja Guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Painan Kinerja Guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Painan Afnita Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan kinerja guru bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan esensial dalam kehidupan manusia, karena pendidikan, manusia dapat di bedakan dengan makhluk lain yang menempati alam ini. Kenyataan

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PERANAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PEMBELAJARAN PKN DI SMP NEGERI 1 BALINGGI. Maria Fransiska Maramis 1 Asep Mahpudz 2 Hasdin 3

STUDI ANALISIS PERANAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PEMBELAJARAN PKN DI SMP NEGERI 1 BALINGGI. Maria Fransiska Maramis 1 Asep Mahpudz 2 Hasdin 3 1 STUDI ANALISIS PERANAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PEMBELAJARAN PKN DI SMP NEGERI 1 BALINGGI Maria Fransiska Maramis 1 Asep Mahpudz 2 Hasdin 3 ABSTRAK Maria Fransiska Maramis (2015). Studi Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan suatu bangsa adalah mengembangkan ilmu. Diperlukan strategi maupun model pembelajaran yang tepat agar proses

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan suatu bangsa adalah mengembangkan ilmu. Diperlukan strategi maupun model pembelajaran yang tepat agar proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu perkembangan individu, masyarakat maupun suatu bangsa. Salah satu langkah untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa

Lebih terperinci

MOTIVASI GURU DALAM MENINGKATKAN KUALITAS BELAJAR SISWA DI SD NEGERI KLECO 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015

MOTIVASI GURU DALAM MENINGKATKAN KUALITAS BELAJAR SISWA DI SD NEGERI KLECO 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 MOTIVASI GURU DALAM MENINGKATKAN KUALITAS BELAJAR SISWA DI SD NEGERI KLECO 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berupaya mempengaruhi mengarahkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berupaya mempengaruhi mengarahkan dan mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya guru merupakan kunci utama dalam pengajaran. Guru secara langsung berupaya mempengaruhi mengarahkan dan mengembangkan kemampuan siswa didalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa di kelas. Bahan pelajaran yang guru

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa di kelas. Bahan pelajaran yang guru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai pendidikan. Di dalamnya terjadi interaksi edukatif antara guru dan siswa, ketika guru menyampaikan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTRAPESONAL ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA KIHADJAR DEWANTORO KOTA SELATAN

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTRAPESONAL ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA KIHADJAR DEWANTORO KOTA SELATAN PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTRAPESONAL ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA KIHADJAR DEWANTORO KOTA SELATAN Nurjana B. Giasi Haris Mahmud, Rapi Us. Djuko Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini

Lebih terperinci

Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior

Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior STKIP Al Hikmah Surabaya e-mail: kurnia.noviartati@gmail.com Abstrak Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dunia pendidikan sedang diguncang oleh berbagai perubahan seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dunia pendidikan sedang diguncang oleh berbagai perubahan seperti BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan sedang diguncang oleh berbagai perubahan seperti adanya tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta ditantang untuk dapat menjawab berbagai permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa, karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

PERAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR PADA PEMBELAJARAN PKn DI SMA NEGERI 1 TORUE KABUPATEN PARIGI MOUTONG. ABSTRAK

PERAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR PADA PEMBELAJARAN PKn DI SMA NEGERI 1 TORUE KABUPATEN PARIGI MOUTONG. ABSTRAK 1 PERAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR PADA PEMBELAJARAN PKn DI SMA NEGERI 1 TORUE KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Niluh Dewi Arina 1 Bonifasius Saneba 2 Asep Mahfudz 3 Program Studi PPKn, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kajian yang tidak pernah berhenti, dan upaya ke arah pendidikan yang lebih baik

BAB I PENDAHULUAN. kajian yang tidak pernah berhenti, dan upaya ke arah pendidikan yang lebih baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia, karena dengan pendidikan manusia akan berdaya dan berkarya sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan kompetensi setiap individu akan berkembang sesuai dengan jenjang

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan kompetensi setiap individu akan berkembang sesuai dengan jenjang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan setiap individu adalah melalui proses pendidikan. Melalui proses pendidikan diharapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Menurut Sardiman belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta: PT. Fajar Interpratama, 2011). Hal Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran,(

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta: PT. Fajar Interpratama, 2011). Hal Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran,( BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam siswa itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam dan juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam dan juga masyarakatnya yang beranekaragam. Jika dilihat dari komposisi penduduk dan kekayaan alam yang

Lebih terperinci

PENERAPAN PAIKEM PADA MATERI MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA (Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar)

PENERAPAN PAIKEM PADA MATERI MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA (Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar) PENERAPAN PAIKEM PADA MATERI MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA (Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar) Siti Halimatus Sakdiyah, Didik Iswahyudi Universitas Kanjuruhan Malang halimatus@unikama.ac.id,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang mempunyai objek

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang mempunyai objek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mata pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang mempunyai objek manusia yang memfokuskan pada aspek kehidupan di masa lampau. Pelajaran sejarah di Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesional harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran

BAB I PENDAHULUAN. profesional harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komponen terpenting dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan adalah guru. Guru merupakan suatu profesi atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Jenis

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar. PENERAPAN METODE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DALAM PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI PABELAN 01 KARTASURA SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun Untuk

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI 3 WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Arum Rahma Shofiya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat, terutama teknologi informasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar peserta didik dapat mengembangkan kecakapan hidup ( life skills ) yang

BAB I PENDAHULUAN. agar peserta didik dapat mengembangkan kecakapan hidup ( life skills ) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha mengembangkan manusia berkualitas yang siap menghadapi berbagai tantangan hidup dimulai sedini mungkin melalui pendidikan. Kegiatan pendidikan diberikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diteliti. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diteliti. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah semua rencana yang akan dilaksanakan oleh seorang peneliti dalam penelitian untuk menyelesaikan suatu masalah yang sedang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN TINDAK LANJUT. model pembelajaran snowball throwing dapat meningkatkan minat belajar IPS

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN TINDAK LANJUT. model pembelajaran snowball throwing dapat meningkatkan minat belajar IPS BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN TINDAK LANJUT A. Kesimpulan Beradasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran snowball throwing dapat meningkatkan minat belajar IPS siswa kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari guru, guru merupakan sebagai pendidik atau pelaksana dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari guru, guru merupakan sebagai pendidik atau pelaksana dalam dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor untuk menciptakan sumber daya manusia. Dengan adanya sistem pendidikan yang baik dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan manusia lainnya, termasuk dengan lingkungan sekitarnya, sehingga peranan bahasa sebagai alat pengungkap

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh: : JUNI WIHAYANI NIM :

SKRIPSI. Disusun Oleh: : JUNI WIHAYANI NIM : PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM MATERI JENIS-JENIS TANAH MELALUI MEDIA KONKRIT PADA SISWA KELAS V MI MA ARIF NU 01 PETAHUNAN KECAMATAN PEKUNCEN KABUPATEN BANYUMAS TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi, mengatasi persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan. yang terjadi dalam masyarakat pada kini dan masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi, mengatasi persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan. yang terjadi dalam masyarakat pada kini dan masa depan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional di bidang pengembangan sumberdaya manusia Indonesia yang berkualitas melalui pendidikan merupakan upaya yang sungguh-sungguh dan terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari kompetensi guru sebagai pendidik. Sesuai dengan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari kompetensi guru sebagai pendidik. Sesuai dengan Undang-undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keterlibatan guru dalam proses pembelajaran dan mengajar tidak lepas dari kompetensi guru sebagai pendidik. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

STUDI TENTANG PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SMA NEGERI 11 MAKASSAR

STUDI TENTANG PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SMA NEGERI 11 MAKASSAR 9 STUDI TENTANG PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SMA NEGERI 11 MAKASSAR Oleh: HUSNIA ARFAN Mahasiswa Jurusan PPKn FIS Universitas Negeri Makassar MUSTARI Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Belajar erat kaitannya dengan pelaksanaan pendidikan. Pendidikan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Belajar erat kaitannya dengan pelaksanaan pendidikan. Pendidikan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar erat kaitannya dengan pelaksanaan pendidikan. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan yang berlangsung

Lebih terperinci

APRIANI. MANGASOK Dra. Hj. Salma Bowtha. M.Pd (Pembimbing I) Agil Bachsoan. S.Ag, M.Ag (Pembimbing II)

APRIANI. MANGASOK Dra. Hj. Salma Bowtha. M.Pd (Pembimbing I) Agil Bachsoan. S.Ag, M.Ag (Pembimbing II) PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONAL GURU TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI I TINANGKUNG KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH APRIANI. MANGASOK Dra. Hj. Salma Bowtha. M.Pd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat, namun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat, namun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM), yaitu tenaga

BAB I PENDAHULUAN. melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM), yaitu tenaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM), yaitu tenaga terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KOMPETENSI PENELITIAN TINDAKAN KELAS BAGI GURU BAHASA JEPANG SMA/SMK SE-KOTA SEMARANG

PENINGKATAN KOMPETENSI PENELITIAN TINDAKAN KELAS BAGI GURU BAHASA JEPANG SMA/SMK SE-KOTA SEMARANG PENINGKATAN KOMPETENSI PENELITIAN TINDAKAN KELAS BAGI GURU BAHASA JEPANG SMA/SMK SE-KOTA SEMARANG Dyah Prasetiani Pendidikan Bahasa Jepang, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas negeri Semarang Email:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia seutuhnya yang berkualitas. Kualitas pendidikan erat kaitannya dengan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prenada Media Group, 2012), hlm Abdul Kadir, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana

BAB I PENDAHULUAN. Prenada Media Group, 2012), hlm Abdul Kadir, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide. bersama adalah cooperative learning, dalam hal ini belajar bersama

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide. bersama adalah cooperative learning, dalam hal ini belajar bersama 9 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Konsep Teoritis 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide Cooperative berarti bekerja sama dan learning yang berarti belajar, jadi belajar melalui kegiatan bersama.

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. awal tahun Menurut Kurt Lewin PTK atau Classroom Action Research

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. awal tahun Menurut Kurt Lewin PTK atau Classroom Action Research BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS A. Metode Penelitian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research merupakan suatu model penelitian yang dikembangkan oleh Kurt Lewin pada awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan adalah dengan mengikuti pendidikan formal. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan adalah dengan mengikuti pendidikan formal. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dalam rangka mempertahankan hidup. Salah

Lebih terperinci

PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RUANG DIMENSI TIGA PADA SISWA SMAN 8 MATARAM

PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RUANG DIMENSI TIGA PADA SISWA SMAN 8 MATARAM PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RUANG DIMENSI TIGA PADA SISWA SMAN 8 MATARAM Tari Asdiati 1 & Agusfianuddin 2 1 Pemerhati Pendidikan Matematika

Lebih terperinci