Bab I Pendahuluan Latar Belakang Sejarah Layang-Layang Di Indonesia

Transkripsi

1 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sejarah Layang-Layang Di Indonesia Belum ada sumber sejarah yang menyebutnya secara pasti sejak kapan layang-layang dikenal di Indonesia. Beberapa rangkaian relief cerita pada candi sekilas hanya menampilkan layang-layang berupa bagian dari tumbuhan yang diterbangkan dengan seutas tali. Penemuan sebuah lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, pada awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang, menimbulkan spekulasi bahwa tradisi layang-layang sudah lama muncul di Nusantara. Di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) dari abad ke-17, yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan. Menurut sumber lain, layang-layang pertama kali dikenal sekitar tahun yang lalu di China. Di negara itu layang-layang disebut rajawali kertas. Dari sana, layang-layang mulai disebarluaskan ke negara Asia lain seperti Korea, Jepang, Malaysia dan India. Pendapat lain mengatakan, layang-layang ditemukan pada abad ke-5 SM oleh ilmuwan Yunani dari Tarentum. Dalam bahasa Inggris, layang-layang dikenal dengan sebutan kite. Nama kite itu diambil dari nama burung pemangsa yang anggun dan lemah gemulai kepak sayapnya saat terbang. Di Asia, layang-layang kerap kali berkaitan dengan upacara keagamaan atau kepentingan agama. Banyak layang-layang dari China dibuat berwujud naga dari cerita rakyat. Bentuk tradisional lainnya adalah burung, kupu-kupu, bahkan kelabang. Di Malaysia, menerbangkan layang-layang di atas rumah pada malam hari dipercaya dapat menjauhkan roh jahat. Kecuali sebagai permainan, pada abad pertengahan China pernah membuat layanglayang untuk tujuan militer, antara lain untuk mengintai musuh dan mengukur jarak keberadaan musuh. Di Korea, ritual menerbangkan layang-layang yang ditulisi nama dan tanggal lahir seorang bayi selalu dilaksanakan setiap tahun. Tradisi itu dimaksudkan agar si anak selamat sampai hari tua.

2 Layang-layang menyebar hingga ke Selandia Baru. Bentuk layang-layang di Eropa mulai berkembang pada abad pertengahan ( ). Salah satunya dikembangakan dengan panjipanji militer serupa kantung penangkap angin. Baru tahun 1500-an muncul bentuk jajaran genjang, yang kemudian menjadi populer di Eropa Muna Sebagai Saksi Sejarah Layang-layang di Indonesia Masyarakat Suku Muna, Sulawesi Tenggara sudah memainkan layang layang semenjak empat ribu tahun lalu. Temuan ini berdasarkan penelitian Wolfgang Bick pada tahun Ia seorang Consultant of Kite Aerial Photography Scientific Use of Kite Aerial Photography yang berasal dari Jerman. Dalam penelitiannya, Wolfgang Bick menemukan tulisan tangan manusia yang menggambarkan layang layang dalam Gua Sugi, Desa Liangkobori. Dalam Goa tersebut, tergambar seseorang sedang bermain layang layang di dinding batu dengan menggunakan tinta berwarna merah yang terbuat dari oker (campuran tanah liat dan getah pohon). Masyarakat Muna menyebut layang layang dengan istilah Kaghati Kalope. Penemuan lukisan purba di Gua Muna ini, mematahan klaim yang menyatakan bahwa layang layang berasal dari China sekitar 2400 tahun lalu. Layang layang yang ditemukan di China, terbuat dari kain parasut dan batang alumunium. Sementara layangan dari Muna terbuat dari kayu dan dedaunan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa latar belakang munculnya layang layang Kaghati merupakan manifestasi Suku Bangsa Muna terdahulu yang menyembah api dan meyakini bahwa sumber api adalah matahari. Oleh karena itu, cara mereka mencapai Tuhan adalah dengan menerbangkan layang layang Kaghati selama tujuh hari. Tepat dihari ketujuh, tali layang layang tersebut diputus agar bisa terbang menuju langit tempat Tuhan mereka (matahari) berada. Layang layang yang lepas tersebut dipercaya akan memberi perlindungan kepada Masyarakat Suku Bangsa Muna dari siksa api neraka setelah mereka meninggal. Dalam perkembangannya, saat Islam masuk ke Muna, ritual tersebut sudah tidak dilaksanakan lagi. Saat ini layang layang menjadi sarana hiburan bagi masyarakat yang dinaikkan sejak sore sampai pagi hari selama 7 hari 7 malam. Apabila layang layang tersebut tidak lagi diturunkan, maka dibuatlah satu upacara untuk memutuskan tali layangan tersebut. Pada layangan tersebut digantungkan sesajen berpa ketupat dan makanan lainnya. Niat yang terkandung dalam upacara tersebut adalah bahwa seluruh halangan dan rintangan yang tidak

3 baik (kesialan) terbawa bersama layang layang yang telah diputuskan. Selain itu, ada pula masyarakat yang memanfaatkannya untuk menjaga sawah atau ladang dari serangan burung dan babi hutan. Kaghati dibuat dari daun kalope (ubi hutan) yang dikeringkan dan bambu rami sebagai bahan utama. Masyarakt Muna juga menggunakan serat daun nanas hutan yang dipintal untuk benangnya. Untuk merangkai bahan layang layang tersebut digunakan kulit bambu yang dihaluskan dan diruncingkan. Selanjutnya untuk menyeimbangkan layang layang masyarakat melengkapinya dengan kayu yang dipotong potong berukuran kecil. Potongan tersebut dipasang pada sayap kiri dan kanan layang layang Potensi Wisata Budaya di Muna Pulau Muna memiliki potensi besar untuk terus berkembang, baik dari segi pembangunan kota ataupun penduduknya. Dari segi pariwisata, Pulau Muna memiliki anak potensi keindahan alam yang dijadikan pilihan destinasi wisatawan untuk berwisata seperti pantai, danau dan lainlain. Selain wisata alam, pulau Muna juga memiliki potensi wisata dalam hal budaya dan sejarah yang di milikinya. Melihat fakta sejarah mengenai keberadaan layang-layang sejak ribuan tahun lalu yang berkembang di Pulau Muna menjadi sebuah kelebihan yang harus ditanggapi dengan baik agar mampu memberikan efek positif yang bisa dirasakan oleh banyak orang. Dengan demikian Pulau Muna mampu menjadi tempat yang tepat untuk mengenalkan dan mengedukasi masyarakat tentang budaya dan sejarah tidak hanya mengenai layang-layang, namun juga mengenai berbagai budaya yang ada di pulau muna itu sendiri Museum Layang-layang sebagai Objek Wisata Budaya Museum merupakan salah satu fasilitas wisata edukasi yang cukup populer. Museum sudah menjadi bagian dari masyarakat, bahkan di beberapa kota museum telah menjadi tujuan wisata yang wajib dikunjungi baik itu untuk tujuan tertentu atau sekedar untuk menghabiskan waktu luang. Wisata Budaya berarti sebuah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi,

4 atau mempelajari daya tarik budaya dengan memanfaatkan potensi budaya dari tempat yang dikunjungi tersebut. Beberapa contoh Wisata Budaya adalah: wisata religi, wisata edukasi, wisata sejarah, wisata kota dan lain-lain. Fasilitas yang ada pada museum akan menjadi tempat yang mewadahi masyarakat, para pelajar dan kalangan akademisi untuk belajar baik secara formal dan non-formal untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Sehingga museum akan berfungsi sebagai perantara antara sejarah dan budaya secara langsung dengan masyarakat Permasalahan Permasalahan Umum (non arsitektur) Bagaimana menumbuhkan minat masyarakat untuk lebih memahami sejarah dan budaya daerahnya Bagaimana menciptakan sebuah fasilitas untuk mendapatkan informasi mengenai budaya di Muna Permasalahan Khusus (arsitektur) Menciptakan bangunan yang mengangkat karakter arsitektur lokal Menciptakan desain Museum yang edukatif dan rekreatif namun tetap informatif menampilkan budaya Muna Menciptakan konsep perancangan museum layang-layang yang mampu menjadi objek wisata sekaligus sumber ilmu pengetahuan dan promosi budaya Muna 1.3. Tujuan & sasaran Tujuan Mengetahui dan menganalisis standar dan macam - macam museum secara umum dan museum layang-layang secara khusus Menyediakan sebuah pusat edukasi sebagai pusat informasi mengenai budaya muna khususnya layang-layang di Muna Sasaran Untuk menghasilkan sebuah konsep desain bangunan Museum yang dapat menjawab permasalahan kebudayaan di Muna

5 Untuk menciptakan Sebuah bangunan sebagai percontohan bembangunan yang manggangkat budaya di dalamnya Metoda Metode yang digunakan penulis adalah metode studi pustaka, survey, kajian preseden dan wawancara langsung dengan Kepala dinas Kabupaten muna. a. Studi Pustaka atau Studi Literatur Studi literatur pustaka terkait dengan bangunan museum secara umum dengan segala aspek yang mungkin berkaitan seperti gaya arsitektur, tatanan display, materi- materi display,sirkulasi pengunjung, dan lain-lain. Penjelasan dan penerapan terkait dengan buku-buku penelitian dan literatur lainnya. b. Survey Merupakan kegiatan survey lapangan, melihat langsung ke lapangan dan menghasilkan data berupa foto, gambar dan data skematik untuk mendapatkan penjelasan fungsi museum yang akan dirancang. c. Kajian Preseden atau Studi Kasus Kajian preseden museum budaya yang serupa baik yang ada di dalam dan di luar negeri sekaligus membandingkannya dengan mengacu pada konsep yang akan di gunakan. d. Wawancara Kegiatan wawancara berguna untuk mengetahui keadaan faktual lapangan dan untuk mengetahui permasalahan inti perancangan dalam sudut pandang pengguna museum Keaslian Penulisan Pada penulisan ini digunakan berbagai referensi baik secara teoritik maupun analisis lainnya. Beberapa karya tulis juga digunakan sebagai acuan dari penulisan. Referensi yang diambil berupa karya tulis dengan tipologi museum yang memilki karakteristik mendekati museum layang-layang baik seni maupun budaya atau pendekatan konsep yang hampir serupa. Walaupun demikian belum ditemukan judul karya tulis tipologi museum dengan pendekatan atau konsep yang sama.

6 Terdapat jurnal Pra Tugas Akhir dengan kemiripan judul, yaitu Museum Layang-Layang Di Yogyakarta karya Bara Siska Pidrilia Terdapat kesamaan fungsi bangunan sebagai museum layang-layang. Namun latar belakang pemasalahan dan pendekatan konsep yang diterapkan pada museum berbeda. Latar belakang masalah yang diangkat lebih melihat pada potensi wisata yang ada di Yogyakarta. Sementara pada karya tulis Pra Tugas Akhir dengan judul Museum Kaghati di Muna Sulawesi Tenggara Dengan Pendekatan Eksperimental-Pragmatis ini, atar belakang masalah yang diangkat yaitu melihat fakta sejarah layang layang yang ada di pulau Muna.

7 1.6. Kerangka Pemikiran Latar Belakang Sejarah Layanglayang di Muna Potensi Budaya Muna Museum Layanglayang Permasalahan Bagaimana menciptaan bangunan sebagai sebuah fasilitas yang edukatif dan rekreatif namun tetap informatif yang menampilkan kebudayaan Muna Tujuan Merumuskan konsep perencanaan dan perancangan museum Layang-layang yang dapat menjawab masalah yang ada Tinjauan Kajian Pustaka Pendekatan Kajian pustaka museum secara umum dan layanglayang Kalian khusus layang-layang dan Muna sebagai bagian dari sejarahnya Teori Arsitektur Regionalisme Kajian Lapangan Analisa tapak/site kondisi Analisa Konsep Perancangan Fungsi, Teori, Konteks Diagram 1.1 Kerangka Penulisan (Sumber Penulis, 2016)

8 1.7. Sistematika Penulisan Urutan dalam penulisan karya ini sebagai berikut BAB I PENDAHULUAN Membahas latar belakang eksistensi proyek, latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, lingkup studi, metode studi, dan sistematika pembahasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi tinjauan teori tentang museum, yang meliputi pengertian museum dan standar kebutuhan. tinjauan mengenai layang-layang, yang meliputi sejarah dan klasifikasi dan terkhusus mengenai layang layang kanghati. Juga tinjauan mengenai teori eksperimental pragmatis. BAB III Tinjauan Lokasi Berisi tentang tinjauan umum kota Raha Kab. Muna sebagai lokasi perancangan bangunan Museum, tinjauan tapak terpilih, serta tipologi bangunan Museum layang-layang. BAB IV ANALISA Dilakukan untuk menemukan prioritas masalah yang akan diselesaikan dalam kasus ini, berisi analisa permasalahan dari segi fungsi, konteks, dan teori untuk menemukan masalah utama perancangan. BAB V KONSEP Pemaparan gagasan konsep yang merupakan jawaban atar analisa permasalahan yang d lakukan pada bab IV analisa. Serta pemaparan transformasi konsep untuk setiapjawaban masalah yang akan diselesaikan sehingga terlihat gambaran atau visi ke depan pada desain.