KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS TERHADAP PENATAAN RUANG DI KAWASAN STRATEGIS PROVINSI (KSP) SENGGIGI TIGA GILI. Oleh :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS TERHADAP PENATAAN RUANG DI KAWASAN STRATEGIS PROVINSI (KSP) SENGGIGI TIGA GILI. Oleh :"

Transkripsi

1 58 Jurnal Sangkareang Mataram KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS TERHADAP PENATAAN RUANG DI KAWASAN STRATEGIS PROVINSI (KSP SENGGIGI TIGA GILI Oleh : Teddy Hartawan, Eliza Ruwaidah Dosen Tetap pada Fakultas Teknik UNTB Abstrak: Kawasan Senggigi Tiga Gili terdiri dari 2 (dua wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Lombok,Kabupaten Lombok. Kawasan Senggigi Tiga Gili sektor unggulan pariwisata, industri perikanan diharapkan dapat menunjang pertumbuhan Provinsi NTB secara menyeluruh sehingga dibutuhkan regulasi dari aspek perencanaan, pemanfaatan pengendalian ruang untuk menunjang berbagai kegiatan infrastruktur serta kegiatan sektoral lainnya dalam rangka perwuju ruang aman, nyaman, produktif berkelanjutan. Sebagai sebuah dokumen perencanaan menkut aspek keruangan, maka diperlukan pertimbangan lingkungan hidup berkelanjutan agar proses manfaat dapat terlaksana secara optimal lestari. KLHS atau Strategic Environmental Assessement (SEA merupakan suatu rangkaian analisis sistematis, menyeluruh partisipatif serta pendekatan strategis jangka panjang pengelolaan lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan. KLHS wajib dilaksanakan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah serta Kebijakan, Rencana /atau Program (KRP. KLHS wajib diintegrasikan kedalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW beserta rencana rincinya baik di tingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dalam hal ini termasuk memaduserasikan KRP berpotensi menimbulkan dampak atau resiko lingkungan hidup, fungsi dukung tampung lingkungan hidup di suatu wilayah. Berdasarkan hasil kajian pengawasan mutu pelaksanaan kegiatan KLHS, disimpulkan: 1 Sebanyak 8 sub-kegiatan (31% dari total kegiatan telah tercakup sepenuhnya, terutama pada kegiatan sifatnya pengindetifikasian inventarisir. 2 Sebanyak 14 sub-kegiatan (54% dari total kegiatan telah tercakup sebagian besar, terutama pada kajiankajian mengenai isu-isu pembangunan. Meskipun demikian, diperlukan penyempurnaan memperkaya referensi kajian analisis mengenai efek-efek KRP terhadap lingkungan. 3 Hanya 2 subkegiatan (8% dari total kegiatan tercakup sebagian kecil, yaitu pada sub-kegiatan mengonsultasikan menyepakati substansi rekomendasi bersama SKPD mengintegrasikan kesepakatan substansi rekomendasi ke RTR KSP bersama Tim Penyusun RTR KSP. Nilai ini diberikan mengingat proses penyusunan RTR KSP telah rampung telah diperdakan. 4 Hanya 2 sub-kegiatan (8% dari total kegiatan tidak tercakup sama sekali, yaitu pada sub-kegiatan berkaitan penyampaian rancangan RTR KSP kepada Gubernur Bupati serta dokumentasinya. Hal ini disebabkan karena proses ini telah berakhir pada saat itu proses KLHS belum dilaksanakan. Kata kunci : Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS, Kawasan Strategis Provinsi (KSP, Senggigi Tiga Gili PENDAHULUAN Kawasan Senggigi Tiga Gili terdiri dari 2 (dua wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Lombok,Kabupaten Lombok. Kawasan Senggigi Tiga Gili sektor unggulan pariwisata, industri perikanan diharapkan dapat menunjang pertumbuhan Provinsi NTB secara menyeluruh sehingga dibutuhkan regulasi dari aspek perencanaan, pemanfaatan pengendalian ruang untuk menunjang berbagai kegiatan infrastruktur serta kegiatan sektoral lainnya dalam rangka perwuju ruang aman, nyaman, produktif berkelanjutan. Sebagai sebuah dokumen perencanaan menkut aspek keruangan, maka diperlukan Volume 3, No.3, September 2017 pertimbangan lingkungan hidup berkelanjutan agar proses manfaat dapat terlaksana secara optimal lestari. Hal ini sejalan ketentuan Pasal 15 ayat (1 ayat (2 huruf a, Pasal 18 ayat (2, serta Pasal 19 ayat (1 UngUng Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamatkan perlunya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS dalam sebuah produk perencanaan, baik non-spasial maupun spasial agar prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi dasar integrasi dalam pembangunan suatu wilayah.

2 KLHS atau Strategic Environmental Assessement (SEAmerupakan suatu rangkaian analisis sistematis, menyeluruh partisipatif serta pendekatan strategis jangka panjang pengelolaan lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan. KLHS wajib dilaksanakan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah serta Kebijakan, Rencana /atau Program (KRP. Yang dimaksud kebijakan, rencana program secara umum adalah sebagai berikut: a. Kebijakan (Policy, yaitu arah hendak ditempuh (road-map berdasarkan tujuan di gariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan mekanisme untuk mengimplementasikan tujuan. b. Rencana (Plan, yaitu design, prioritas, opsi, sarana langkah-langkah akan ditempuh berdasarkan arah kebijakan mempertimbangkan ketersediaan kesesuaian sumber. c. Program (Programme, yaitu serangkaian komitmen, pengorganisasian akifitas atau sarana akan di implementasikan pada jangka waktu tertentu berlandaskan pada kebijakan rencana telah di gariskan. Di samping itu, KLHS wajib diintegrasikan kedalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW beserta rencana rincinya baik di tingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dalam hal ini termasuk memaduserasikan KRP berpotensi menimbulkan dampak atau resiko lingkungan hidup, fungsi dukung tampung lingkungan hidup di suatu wilayah.penyusunan KLHS memberi kontribusi terhadap proses pengambilan keputusan berorientasi pada keberlanjutan lingkungan hidup meningkatnya mutu KRP dihasilkan, melalui: a. Identifikasi efek atau pengaruh lingkungan akan timbul; b. Mempertimbangkan alternatif ada, termasuk opsi praktek-praktek pengelolaan lingkungan hidup baik; c. Antisipasi pencegahan terhadap dampak lingkungan pada sumber persoalan; d. Peringatan dini atas dampak kumulatif resiko global akan muncul; e. Aplikasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. KLHS juga mendorong pendekatan atau cara baru untuk pengambilan keputusan, melalui: Jurnal Sangkareang Mataram 59 a. Integrasi pertimbangan lingkungan penerapan atas prinsip-prinsip berkelanjutan dalam proses pengambilan keputusan; b. Dialog diskusi para pihak berkepentingan penyelenggaraan konsultasi publik; c. Akuntabilitas transparansi dalam merancang, mempormulasikan memutuskan kebijakan, rencana program. Sementara itu, penataan ruang sebagai suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruangharus diselenggarakan baik. Guna membantu mengupayakan perbaikan kualitas Rencana Tata Ruang (RTR, maka KLHS menjadi salah satu pilihan alat bantu melalui perbaikan kerangka pikir (framework of thinking untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji dokumen KLHS dalam mengidentifikasi pengaruh isu-isu strategis terhadap KRP pembangunan KSP Senggigi Tiga Gili terhadap berbagai aspek dalam komponen lingkungan hidup diksp Senggigi Tiga Gili untuk kemudian diintegrasikan sebagai masukan dalam penyusunan RTR KSP Senggigi Tiga Gili Kabupaten Lombok Kabupaten Lombok. TINJAUAN PUSTAKA a. Kedudukan KLHS dalam Proses Penyusunan RTR KSP Senggigi Tiga Gili KLHS untuk RTR KSP merupakan upaya pertimbangan lingkungan hidup dalam penyusunan RTR KSP Senggigi Tiga Gili disusun sesuai tujuan penataan ruang. Muatan KLHS RTR KSP Senggigi Tiga Gili lebih memfokuskan pada kajian pengaruh KRP terhadap keberlangsungan lingkungan hidup tidak hanya menkut ketersediaan sumber lahan serta meliputi kajian pengaruh terhadap kinerja ekosistem keanekaragaman hayati. Secara diagramatis kedudukan KLHS RTR KSP Senggigi Tiga Gili digambarkan sebagaimana diagram di bawah ini. Gambar 1. Diagram Posisi Proses KLHS dalam Penyusunan RTR KSP Volume 3, No. 3, September 2017

3 60 Jurnal Sangkareang Mataram b. Konsep Dasar KLHS Lingkungan hidup menurut Ung-Ung Nomor 32 tahun 2009 adalah kesatuan ruang semua benda,, keadaan makhluk hidup, termasuk manusia perilakunya, mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Keberlanjutan (sustainability, konsep keberlanjutan digunakan disini berasosiasi konsep pembangunan berkelanjutan diperkenalkan oleh World Commission on Environment and Development sebagaimana tertuang dalam laporan Brundtland: pembangunan mampu memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka. Wikipedia mendefinisikan keberlanjutan sebagai karakteristik suatu proses atau kondisi tertentu dapat terus bertahan untuk jangka waktu tak terbatas. Sementara Partidario (2007 mendefinisikan keberlanjutan sebagai suatu proses atau kondisi tertentu dicapai sebagai hasil pembangunan berkelanjutan berlangsung dalam jangka panjang waktu panjang. Terminologi strategis mengandung arti perbuatan atau aktivitas dilakukan sejak awal proses pengambilan keputusan berakibat signifikan terhadap hasil akhir akan diraih. Dalam konteks KLHS, perbuatan dimaksud adalah suatu kajian dapat menjamin dipertimbangkannya sejak dini aspek lingkungan hidup dalam proses pengambilan keputusan dalam penyusunan kebijakan, rencana atau program. Sejalan pengertian tersebut, pendekatan strategis dalam Kebijakan, Rencana Program (KRP demikian bukanlah untuk mencari tahu apa akan terjadi di masa depan, melainkan untuk merencanakan mengendalikan langkah-langkah akan ditempuh sedemikian rupa sehingga terbangun atau terbentuk route untuk menuju masa depan diinginkan (Partidário, c. Prinsip Dasar Nilai-Nilai KLHS Mengacu pada Permen LH No 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan KLHS, beberapa prinsip dalam melakukan kegiatan KLHS adalah : Terpadu; Berkelanjutan; Fokus; Transparan; Akuntabel; Partisipatif; Interaktif. Volume 3, No.3, September 2017 Di dalam penyelenggaraan KLHS tidak hanya elemen partisipasi masyarakat disentuh tetapi juga persoalan transparansi akuntabilitas. Sebab dituju KLHS pada hakekatnya adalah lahirnya kebijakan, rencana program melalui proses-proses partisipatif, transparan akuntabel mempertimbangkan aspek lingkungan hidup keberlanjutan. Selain prinsip-prinsip dasar tersebut, khusus untuk Indonesia, juga terformulasi nilai-nilai dipang penting untuk dianut dalam aplikasi KLHS di Indonesia. Nilai-nilai dimaksud adalah: 1. Keterkaitan (interdependency digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS maksud agar dalam penyelenggaraan KLHS dipertimbangkan benar keterkaitan antara satu komponen komponen lain, antara satu unsur unsur lain, atau antara satu variabel biofisik variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, seterusnya. Dengan membangun pertautan tersebut KLHS dapat diselenggarakan secara komprehensif atau holistik. 2. Keseimbangan (equilibrium digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS maksud agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai atau dipandu oleh nilai-nilai keseimbangan seperti keseimbangan antara kepentingan sosial kepentingan lingkungan hidup, keseimbangan antara kepentingan jangka pendek jangka panjang, keseimbangan kepentingan pembangunan pusat daerah, lain sebagainya. Implikasinya, forum-forum untuk identifikasi pemetaan kedalaman kepentingan para pihak menjadi salah satu proses metode penting digunakan dalam KLHS. 3. Keadilan (justice digunakan sebagai nilai penting maksud agar melalui KLHS dapat dihasilkan kebijakan, rencana program tidak mengakibatkan marginalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena aya pembatasan akses kontrol terhadap sumber-sumber alam atau modal atau pengetahuan. METODOLOGI PENELITIAN a. Metode Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data (survey dilakukan mencakup 2 jenis kegiatan didasarkan pada jenis datanya,yaitu; 1. Survey primer Survey primer ini dilakukan untuk mendaptakan data-data atau informasi

4 Jurnal Sangkareang Mataram 61 bersifat primer, yaitu data atau infomasi didapat langsung dari lapangan. Teknik untuk mendapatkan data tersebut adalah obsevasi, pengukuran, perhitungan serta wawancara. Kegiatan ini terutama bertujun untuk memperoleh gambaran keadaan spesifik di wilayah studi. 2. Survey Sekunder Survey sekunder ini dilakukan untuk memperoleh data informasi bersifat sekunder, yaitu data-data dihasilkan atau dikumpulkan oleh dinas-dinas maupun instansi sektoral terkait. Teknik pengumpulan data digunakan adalah wawancara maupun mereproduksi dari data ada. Beberapa hal harus diperhatikan dalam pengumpulan data untuk kegiatan penyusunan KLHS ini adalah: a Data informasi dapat diperoleh dari pemangku kepentingan seperti instansi pemerintah, perguruan tinggi, lembaga penelitian b Data informasi dapat berupa data sekunder maupun primer c Data informasi dikumpulkan diperlukan saja, khususnya terkait dengasn isu strategis lingkungan hidup pembangunan berkelanjutan telah disepakati d Verifikasi data iformssi perlu dilakukan untuk menjamin keabsahannya e Informasi sekunder dapat digabungkan data primer dikumpulkan melaui diskusi masyarakat local memahami wilayah studi, misalnya observasi lapangan, wawancara langsung, diskusi stakeholder kelompok terpokus (FGD survey. Data informasi diperoleh dari survey primer sekunder, biasanya masih bersifat kasar, mana masih diperlukan aya pengolahan lebih lanjut sehingga data informasi disajikan lebih iformatif serta mudah dibaca dipahami. Adapun teknik pengolahan penyusunan data didasarkan pada jenis sifat data bersangkutan, antara lain: a Data sifatnya kuantitatif, diolah disusun tabulasi, dalam penyajian akhir berupa tabel-tabel, grafik maupun uraian b Data bersifat kualitatif, diolah disusun secara deskriptif, yaitu berupa uraian menerangkan keadaan data tersebut b. c Data sifatnya menunjukkan letak, diolah disusun menggunakan peta-peta data. Metode Telaah Analisis Teknis Metode digunakan di dalam penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS adalah sebagai berikut : 1. Interpretasi data dasar, digunakan untuk identifikasi masalah pokok lingkungan masalah pembangunan berkelanjutan, selanjutnya ditapis menjadi isu strategis KLHS 2. Content Analysis untuk menelaah materi peraturan perungan dokumendokumen perencanaan. 3. Penyusunan daftar Pertanyaan E_question untuk menelaah pengarusutamaan lingkungan hidup di dalam rumusan kebijakan, rencana program. 4. Daftar Periksa (Cheklist untuk telaah konsistensi rencana program. 5. Bagan alir untuk pendugaan implikasi kebijakan rencana kegiatan. 6. Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG Pemodelan Dinamis untuk menjelaskan aspek spasial isu strategis kebencanaan serta keterkaitan antar komponen. 7. Diskusi Terbatas (FGD untuk membahas hasil-hasil telaah Tim KLHS bersamasama merumuskan alternatif mitigasi. c. Metode Evaluasi Dampak Untuk menganalisis timbulnya dampak dilakukan metode formal informal. Metode formal, yaitu analisis dampak dilakukan menggunakan rumus standar sudah biasa digunakan dalam masing-masing big. Segkan metode informal menggunakan beberapa metode berikut 1. Pendekatan Analogi Prakiraan dampak dilakukan membandingkan atau menggunakan pengalaman kegiatan serupa di tempat lain. 2. Pendugaan Pakar Analisis dampak penting didasarkan atas pengalaman, pertimbangan latar belakang keahlian pakar (profesional judgement. Metode ini digunakan bila terdapat banyak hal bersifat informatif tidak diketahui keadaan sebenarnya secara langsung.analisis ini akan difokuskan untuk menilai keberlanjutan kebijakan direncanakan di dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTR KSP Senggigi Tiga Gili kerangka Kebijakan versus Lingkungan pada matriks berikut ini Volume 3, No. 3, September 2017

5 62 Jurnal Sangkareang Mataram Tabel 1. Model Matriks Penelaahan Kebijakan terhadap Komponen Lingkungan KOMPONEN LINGKUNGAN* KEBIJAKAN Kebijakan A Kebijakan B Kebijakan C * Keterangan: Komponen lingkungan ditentukan berdasarkan isu-isu lingkungan strategis/penting Baseline data serta data hasil survey lapangan observasi akan dimanfaatkan untuk kepentingan analisis tersebut, baik secara kualitatif maupun kuantitatif sesuai karakterisitik data tersedia. Berbagai intsrumen akan digunakan dalam tahap ini, seperti penggunaan GIS pemetaan, matrik, trend analysis, komparasi berbagai standard, professional judgement pendekatan lainnya mungkin. Dampak kebijakan terhadap lingkungan hidup dihasilkan dari analisis akan dipertajam melalui diskusi Tim Pokja KLHS untuk mendapatkan rumusan paling baik melalui pendekatan lebih komprehensif. PEMBAHASAN PENELITIAN Pengkajian dalam evaluasi Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi (RTR KSP Senggigi Tiga Gili terdiri dari 3 (tiga tahap sesuai prinsip pembangunan keberlanjutan, yaitu: 1. Kajian Prinsip Keterkaitan, meliputi: keterkaitan antar wilayah, keterkaitan antar waktu, keterkaitan antar sektor, keterkaitan antar pemangku kepentingan; 2. Kajian Prinsip Keseimbangan, meliputi: kesemimbangan ntar kepentingan, sosial bu, lingkungan hidup; 3. Kajian Prinsip Keadilan, meliputi: keadilan antar kelompok masyarakat keadilan antar generasi. a Volume 3, No.3, September 2017 Kinerja layanan/jasa ekosistem Tingkat efisisensi pemanfaatan sumber alam. Tingkat kerentanan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim. Tingkat ketahanan potensi keanekaragaman hayati. b. Kapasitas DayaDukung DayaTampungLingkunganHidup UntukPembangunan; 1. Ekosistem Pengaturan Iklim Secara umum wilayah Kabupaten Lombok Lombok memiliki potensi tampung lingkungan untuk pengaturan iklim cukup besar. Hampir semua wilayah memiliki potensi mulai dari kategori seg sampai sangat tinggi. Hanya sebagian kecil (< 0,11% saja dari wilayah Kabupaten Lombok Lombok memiliki potensi tergolong rendah sampai sangat rendah. Potensi besar tersebut tersebar hampir di semua wilayah. Tabel 1.2. Distribusi Luas Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim Berdasarkan Kabupaten Seg 2.211,30 0,11 566,40 0,03 14,417,12 0,74 27,278,44 1,40 44,641,54 2,29 252,62 0,01 638,38 0, ,59 0, ,56 1, ,05 2,55 Sumber : Dokumen Daya Dukung Daya 2. Proses Pengkajian Analisis Pengaruh Hasil telaahaan pengaruh kebijakan,rencana /atau program (KRP terhadap lingkungan hidup, di Kabupaten Lombok Lombok khususnya di wilayah Senggigi Tiga Gili adalah untuk mengetahui estimasi dampak KRP terhadap isu telah diidentifikasi di wilayah tersebut. Berikut enam hal menjadi dasar telaah pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup dalam KLHS : 1. Kapasitas Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup. 2. Perkiraan mengenai dampak resiko lingkungan hidup. Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Air Banjir Secara alami, lebih dari 50% wilayah Kabupaten Lombok Kabupaten Lombok memiliki potensi tampung jasa ekosistem tata air pengendalian banjir berkategori tinggi sampai sangat tinggi. Kondisi luas potensi tersebut relatif bervariasi di masing-masing wilayah kabupaten. Tabel 1.3.Distribusi Luas Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Air Banjir Berdasarkan Kabupaten Seg 2.940,34 0, ,76 0, ,60 1, ,57 0, ,54 1,96 666,85 0, ,60 0, ,41 0, ,34 1, ,00 1,89 Sumber : Dokumen Daya Dukung Daya 3. Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan Perlindungan Dari Bencana

6 Jurnal Sangkareang Mataram 63 Kabupaten di Provinsi NTB sebagian besar wilayahnya memiliki potensi tampung lingkungan untuk pencegahan perlindungan bencana tinggi sampai sangat tinggi adalah Kabupaten Lombok (KLU luas wilayah ,20 Ha memiliki total potensi tergolong tinggi sampai sangat tinggi seluas ,57 Ha. Kondisi hutan tutupan kerapatan tinggi akan menjaga keseimbangan daur hidrologi, sehingga dapat meminimalisir terjadinya bencana longsor, banjir bah, kekeringan. Tabel Distribusi Luas Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan Perlindungan BencanaBerdasarkan Kabupaten Seg 2.893,81 0, ,24 0, ,14 1, ,85 1, ,76 1,49 Tabel 1.4. Distribusi Luas Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air Berdasarkan Kabupaten Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air Provinsi NTB merupakan salah satu provinsi memiliki banyak pulau kecil luas total luas daratan ,22 Ha sebagian besar wilayahnya merupakan lereng pegunungan. Dari luasan tersebut hanya ,70 Ha (< 30% wilayahnya memiliki potensi lingkungan jasa pemurnian air tergolong tinggi sampai sangat tinggi. Dengan demikian Provinsi NTB termasuk salah satu provinsi sangat rentan mengalami krisis air bersih. Kondisi tersebut akan semakin parah jika alih fungsi lahan hutan menjadi daerah pemukiman atau infrastruktur lainnya dilakukan tanpa terkendali. Salah satu kabupaten/kota di wilayah Provinsi NTB paling rawan mengalami krisis air bersih adalah Kabupaten Lombok tidak memiliki lingkungan berpotensi tinggi sampai sangat tinggi untuk jasa pemurnian air. Memiliki potensi sangat rendah untuk pemurnian air. nya potensi tersebut karena rendahnya tutupan vegetasi sebagai agen filtrasi pertama dalam proses pemurnian air. Lain halnya Kabupaten Lombok, wilayahnya memiliki potensi lingkungan rendah sampai seg dalam pemurnian air. Wilayah Kabupaten Lombok memiliki potensi rendah sebagian besar berada di wilayah Lombok dekat laut, bentang lahan berupa perbukitan solusional. Seg 2.123,49 0, ,42 0, ,25 2, ,13 1, ,51 0, ,62 0, ,63 0, ,37 0, ,70 1, ,88 0,53 Sumber : Dokumen Daya Dukung Daya 640,61 0, ,56 0, ,46 0, ,72 1, ,85 2,24 Sumber : Dokumen Daya Dukung Daya 4. Topografi miring atau terjal tutupan vegetasi relatif rendah menyebabkan laju kehilangan air sangat tinggi, baik akibat evapotraspirasi maupun aliran permukaan menuju kelaut. Kondisi tersebut menyebabkan kawasan tersebut mengalami tingkat kekeringan sangat tinggi pada saat musim kering sampai tanah permukaan merekah rekahan >5 cm. Segkan pada musim hujan terjadibanjir pada bagian lembah antar bukit. 5. JasaEkosistem Pengaturan Pengolahan Penguraian Limbah Wilayah Provinsi NTB memiliki potensi lingkungan untuk jasa pengolahan penguraian limbah sangat kecil untuk kategori tinggi sampai sangat tinggi. nya potensi tersebut tersebar di semua wilayah kabupaten kota di NTB. Kabupaten Lombok merupakan salah satu kabupaten proporsi wilayahnya memiliki potensi rendah sampai sangat rendah paling besar (Tabel 3. nya potensi tersebut disebabkan karena tutupan lahan di Kabupaten Lombok sebagian besar berupa bangunan pemukiman. Kondisi tersebut menyebabkan keanekaragaman hayati organisme dekomposer, baik tumbuhan maupun hewan menjadi sangat rendah. Dengan demikian sampah atau limbah ada di Kabupaten Lombok akan sulit mengalami penguraian dibandingkan Kabupaten Lombok. Tabel 1.5. Distribusi Luas Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Penguraian Limbah Berdasarkan Kabupaten Seg 1.663,05 0, ,79 2, ,35 1, ,23 0, ,39 0, ,55 0, ,65 1, ,05 1, ,97 0, ,98 0,48 Sumber : Dokumen Daya Dukung Daya Volume 3, No. 3, September 2017

7 64 Jurnal Sangkareang Mataram 6. Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara Sebagian besar wilayah kabupaten/kota di Provinsi NTB memiliki potensi lingkungan untuk pemeliharaan kualitas udara tergolong tinggi sampai sangat tinggi, seperti lingkungan Kabupaten Lombok Kabupaten Lombok. Kedua Kabupaten tersebut memiliki potensi sangat tinggi sebagian besar merupakan bentang alam pegunungan kondisi hutan relatif masih alami, terutama di daerah lereng Gunung Rinjani tutupan berupa pag rumput atau ilalang. Tabel 1.6.Distribusi Luas Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air Berdasarkan Kabupaten Seg 2.137,4 0, ,6 0, ,4 0, ,3 0, ,9 2, ,16 0, ,17 0, ,5 0, ,97 0, ,3 2, Kabupate n Sumber : Dokumen Daya Dukung Daya 7. Perkiraan Mengenai Dampak Risiko LingkunganHidup; Setelah menghitung dukung, tampung, status lingkungan wilayah Senggigi Tiga Gili diatas, langkah selanjutnya adalah analisa perkiraan mengenai dampak resiko dari kegiatan, rencana /atau program di wilayah Senggigi Tiga Gili. Berdasarkan topografi kondisi geografis wilayah Senggigi Tiga Gili, dimana memiliki resiko kebencanaan seperti erupsi gunung merapi, gempa bumi, kekeringan, tanah longsor, erosi, abrasi pantai, angin kencang, banjir lainnya. Adapun analisis dampak KRP terhadap kondisi lingkungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1.7.Analisis Dampak KRP Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup Kerawanan Bencana Di Wilayah Senggigi Tiga Gili No Dampak Lingkungan Kerawanan Bencana Positif Negatif PengembanganPelabuhan Konversi lahan, Penyeberangan Kelancaran lalu penyusutan Senggigi, Pelabuhan transportasi laut dukung air. Melintas Penyeberangan peningkatan kawasan rawan bencana Bangsal, Pelabuhan tanah longsor, erosi, Penyeberangan Teluk nelayan abrasi pantai, angin Nare kencang, banjir. Pengembangan Kelancaran lalu Konversi lahan, pelabuhan pengumpan transportasi laut penyusutan Senggigi Pelabuhan peningkatan dukung air. Melintas Kebijakan Rencana Program (KRP Volume 3, No.3, September 2017 Pengumpan Bangsal nelayan Pengembangan potensi energi alternatif terbarukan Terpenuhinya kebutuhan energi kawasan rawan bencana tanah longsor, erosi, abrasi pantai, angin kencang, banjir. Konversi lahan, penyusutan dukung air. Melintas kawasvvan rawan bencana tanah longsor, erosi, abrasi pantai, angin kencang, banjir. Pengembangan prasarana sistem pengendalian rusak air, konservasi sumber rusak air konservasi sumber air Sumber air Rawan bersih kekeringan penduduk Konflik Konservasi Sosial Air Rawan tanah Sumber longsor Irigasi Penguatan Pengembangan kawasan dukung lahan pertanian tadah hujan pertanian Peningkatan Pengembangan kawasan produksi perkebunan perkebunan Peningkatan produksi Peningkatan Intrusi air laut, abrasi perikanan darat dalam pantai, rawan zona PL berupa tambak nelayan tsunami air tawar payau Konversi lahan Pengembangan kawasan Peningkatan pertanian, penysustan budi laut, air payau kesejahteraan dukung air, air tawar masyarakat pencemaran air. Konversi lahan Pengembangan sarana Peningkatan pertanian, penysustan prasarana perikanan kesejahteraan dukung air, tangkap masyarakat pencemaran air. Peningkatan Pemberan kesejahteraan masyarakat pesisir masyarakat Optimalisasi pengolahan Peningkatan pemasaran hasil perikanan nelayan Sumber: Hasil Kajian Analisis PENUTUP Berdasarkan hasil kajian pengawasan mutu pelaksanaan kegiatan KLHS, dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebanyak 8 sub-kegiatan (31% dari total kegiatan telah tercakup sepenuhnya, terutama pada kegiatan sifatnya pengindetifikasian inventarisir. 2. Sebanyak 14 sub-kegiatan (54% dari total kegiatan telah tercakup sebagian besar, terutama pada kajian-kajian mengenai isu-isu pembangunan. Meskipun demikian, diperlukan penyempurnaan memperkaya referensi kajian analisis mengenai efek-efek KRP terhadap lingkungan. 3. Hanya 2 sub-kegiatan (8% dari total kegiatan tercakup sebagian kecil, yaitu pada subkegiatan mengonsultasikan menyepakati substansi rekomendasi bersama SKPD mengintegrasikan kesepakatan substansi rekomendasi ke RTR KSP bersama Tim Penyusun RTR KSP. Nilai ini diberikan

8 4. mengingat proses penyusunan RTR KSP telah rampung telah diperdakan. Hanya 2 sub-kegiatan (8% dari total kegiatan tidak tercakup sama sekali, yaitu pada sub-kegiatan berkaitan penyampaian rancangan RTR KSP kepada Gubernur Bupati serta dokumentasinya. Hal ini disebabkan karena proses ini telah berakhir pada saat itu proses KLHS belum dilaksanakan. Jurnal Sangkareang Mataram 65 Berdasarkan hasil kajian pengawasan mutu pelaksanaan kegiatan KLHS, dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebanyak 1 sub-kegiatan (10% dari total peran serta telah tercakup sepenuhnya, yaitu pelibatan pemerintah. Disini pemerintah terlibat secara aktif. 2. Sebanyak 6 sub-kegiatan (60% dari total kegiatan telah tercakup sebagian besar. 3. Sebanyak 3 sub-kegiatan (30% dari total kegiatan tercakup sebagian kecil. DAFTAR PUSTAKA Dokumen Teknis RTR KSP Senggigi Tiga Gili, Tahun Dokumen Daya Dukung Daya Tampung Provinsi NTB Tahun 2016 Partidário, 2007, Pendekatan Strategis dalam Kebijakan, Rencana Program (KRP Permen LH No 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan KLHS Ung-Ung Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup Volume 3, No. 3, September 2017

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Jayapura Tahun 2013-2017 merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang harus ada dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan dan lingkungan hidup adalah dua bidang yang saling berkaitan. Di satu sisi pembangunan dirasakan perlu untuk meningkatkan harkat hidup manusia. Tapi di

Lebih terperinci

Modul KLHS DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RPJPD/RPJMD

Modul KLHS DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RPJPD/RPJMD Modul KLHS DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RPJPD/RPJMD BAGAN ALIR TAHAPAN DAN TATACARA PENYUSUNAN RPJPD dan PELAPORAN 1. Laporan Pra-Pelingkupan 3. Laporan Draf Akhir Persiapan Penyusunan RPJPD 0 2. Laporan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN FERRY INDARTO, ST DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR Malang, 24 Oktober 2017 DEFINISI KLHS : RANGKAIAN ANALISIS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: XX/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DALAM PENYUSUNAN ATAU

Lebih terperinci

Modul A: Pendahuluan

Modul A: Pendahuluan Modul A: Pendahuluan Disampaikan Oleh : Suwasono Heddy Tunggul Sutan Haji Euis Elih Nurlaelih 2 Struktur Tim KLHS UB (Kerjasama antara Deputi I KLH-RI Dirjen Bangda Kemendagri PPLH LLPM UB) I. Board of

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Pelayanan Permasalahan PD Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan PD Luas wilayah Kabupaten Lamongan adalah 1.812,8 km², atau menempati

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS RPJMD KABUPATEN BANYUASIN

BAB V KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS RPJMD KABUPATEN BANYUASIN KABUPATEN BANYUASIN 04-08 BAB V HASIL PENGAWASAN MUTU Instrumen Pengawasan Mutu pelaksanaan KLHS dalam penyusunan RPJMD adalah dengan mengisi kolom nilai pada tabel pengawasan mutu diisi dengan pernyataan

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN BONE PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN BONE PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Strategi sanitasi Kabupaten (SSK) Bone adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten.

Lebih terperinci

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PEDOMAN PENYUSUNAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 27 Tahun 2009 Tanggal : 14 Juli 2009 PEDOMAN PENYUSUNAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS 1. PENJELASAN UMUM Seiring dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik No.1048, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion. Norma. Standar. Prosedur. Kriteria. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIQURROHMAN L2D 004 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 KESESUAIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL

PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL Ir. Iman Soedradjat, MPM DIREKTUR PENATAAN RUANG NASIONAL disampaikan pada acara: SEMINAR NASIONAL PERTIMBANGAN LINGKUNGAN DALAM PENATAAN

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

MODUL 6 : PENILAIAN KELENGKAPAN SUBSTANSI MATERI TEKNIS, RAPERDA, DAN PETA UNTUK STANDAR REKOMENDASI GUBERNUR

MODUL 6 : PENILAIAN KELENGKAPAN SUBSTANSI MATERI TEKNIS, RAPERDA, DAN PETA UNTUK STANDAR REKOMENDASI GUBERNUR 0 2 5 12 15 24 25 PENDAHULUAN EVALUASI MATERI TEKNIS EVALUASI RAPERDA EVALUASI PETA PEMBENTUKAN TIM UNTUK PENILAIAN KEAN SUBSTANSI REFERENSI DASAR HUKUM PENILAIAN KEAN SUBSTANSI TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1488, 2013 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dekosentrasi. Lingkungan Hidup. Penyelenggaraan. Petunjuk Teknis PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017 TATACARA PENYUSUNAN a. Tim Penyusun dan Bentuk Dokumen disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah, yang keanggotaannya melibatkan unsur-unsur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Pembaharuan tata kelola pemerintahan, termasuk yang berlangsung di daerah telah membawa perubahan dalam berbagai dimensi, baik struktural maupun kultural. Dalam hal penyelenggaraan

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN, Menimbang

Lebih terperinci

Profil Tata Ruang. Provinsi Gorontalo

Profil Tata Ruang. Provinsi Gorontalo Profil Tata Ruang Provinsi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Profil Tata Ruang Provinsi Direktorat Tata Ruang dan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Latar Belakang

Pendahuluan. Bab Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang sebagai salah satu pusat pertumbuhan di wilayah metropolitan Jabodetabek, yang berada di wilayah barat DKI Jakarta, telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang

Lebih terperinci

INTEGRASI MUATAN RTRW DAN RPJM PROPINSI LAMPUNG SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP. Oleh : Zumrodi

INTEGRASI MUATAN RTRW DAN RPJM PROPINSI LAMPUNG SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP. Oleh : Zumrodi INTEGRASI MUATAN RTRW DAN RPJM PROPINSI LAMPUNG SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP Oleh : Zumrodi 250120150017 Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Perencanaan Lingkungan Dan Tata Ruang PSMIL UNPAD 2016 Pendahuluan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SUBSTANSI DALAM PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1. 2.

DAFTAR ISI TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SUBSTANSI DALAM PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1. 2. DAFTAR ISI Halaman: Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III LAMPIRAN IV...... TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1. Umum 2. Lampiran 1a: Wilayah

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS [KLHS] SEBAGAI KERANGKA BERFIKIR DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS [KLHS] SEBAGAI KERANGKA BERFIKIR DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS [KLHS] SEBAGAI KERANGKA BERFIKIR DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH Oleh : Ir. Bambang Setyabudi, MURP Asisten Deputi Urusan Perencanaan Lingkungan, Kementerian Negara

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DALAM PENYUSUNAN ATAU EVALUASI

Lebih terperinci

ANALISIS RUANG DAN PERENCANAAN PENATAAN RUANG BERKELANJUTAN DALAM KERANGKA KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)

ANALISIS RUANG DAN PERENCANAAN PENATAAN RUANG BERKELANJUTAN DALAM KERANGKA KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Triarko Nurlambanga Dwi Nurcahyadi Adi Wibowo Pusat Penelitian Geografi Terapan Departemen Geografi, FMIPA Universitas Indonesia ANALISIS RUANG DAN PERENCANAAN PENATAAN RUANG BERKELANJUTAN DALAM KERANGKA

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI

Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI BAGAN ALIR TAHAPAN DAN TATACARA PENYUSUNAN RPJPD dan PELAPORAN 1. Laporan Pra-Pelingkupan 3. Laporan Draf Akhir Persiapan Penyusunan RPJPD 0 2. Laporan Pelingkupan 4. Laporan

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, pemerintah daerah memerlukan perencanaan mulai dari perencanaan jangka panjang, jangka menengah hingga perencanaan jangka pendek

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD BLHD a. Visi Dalam rangka mewujudkan perlindungan di Sulawesi Selatan sebagaimana amanah Pasal 3 Ung-Ung RI Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA I-0 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang MPS Kabupaten Bantaeng 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen

Lebih terperinci

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB - I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Atih Rohaeti Dariah

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Atih Rohaeti Dariah Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 IMPLEMENTASI KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) SATU SEKTOR DAN MULTISEKTOR: SEBUAH STUDI KOMPARASI Atih Rohaeti Dariah Prodi Ilmu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK Lien Rosalina KEPALA PUSAT PEMETAAN & INTEGRASI TEMATIK BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Workshop One Data GHG

Lebih terperinci

Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah. PELATIHAN KLHS RPJMD Jogjakarta, MARET 2016

Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah. PELATIHAN KLHS RPJMD Jogjakarta, MARET 2016 Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah PELATIHAN KLHS RPJMD Jogjakarta, 22 24 MARET 2016 PENGANTAR Tujuan Melakukan kajian akademis dari rancangan

Lebih terperinci