RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Transkripsi

1 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS. 1

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. 2. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkunga nhidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 3. Rencana Tata Ruang Wilayah, yang selanjutnya disingkat RTRW, adalah hasil perencanaan kesatuan ruang geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang selanjutnya disingkat RPJP, adalah dokumen perencanaan pembangunan untuk periode 20 (dua puluh) tahun. 5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan pembangunan untuk periode 5 (lima) tahun. 6. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah Pusat/Daerah untuk mencapai tujuan. 7. Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. 8. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. 9. Pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program adalah Menteri, menteri/kepala lembaga non kementerian terkait, gubernur, atau bupati/walikota yang bertanggungjawab terhadap penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program yang menjadi obyek KLHS. 10. Instansi lingkungan hidup adalah instansi di tingkat pusat atau daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 2

3 11. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. 13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Penyelenggaraan KLHS bertujuan memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. BAB II OBYEK KLHS Pasal 3 Penyelenggaraan KLHS dilaksanakan pada pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program yang akan ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan atau peraturan lainnya yang menjadi obyek KLHS. Pasal 4 (1) KLHS tingkat nasional dilakukan dalam rangka penyusunan atau evaluasi: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan; c. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional; d. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; e. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; dan f. Kebijakan, rencana, dan/atau program sesuai dengan urusan Pemerintah yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup (2) KLHS tingkat provinsi dilakukan dalam rangka penyusunan atau evaluasi: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; 3

4 b. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi; c. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi; d. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi; dan e. Kebijakan, rencana, dan/atau program sesuai dengan urusan pemerintah provinsi yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. (3) KLHS tingkat kabupaten/kota dilakukan dalam rangka penyusunan atau evaluasi: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; b. Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota; c. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota; d. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten/Kota; e. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten/Kota; dan f. Kebijakan, rencana, dan/atau program sesuai dengan urusan pemerintah kabupaten/kota yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. (4) Dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, ayat (2) huruf e, dan ayat (3) huruf f meliputi: a. perubahan iklim; b. kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati; c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan; d. penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam; e. peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan; f. peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau g. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. (5) KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dikecualikan terhadap: a. penyusunan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk menanggulangi suatu keadaan darurat bencana; atau b. penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara. 4

5 BAB III PENYELENGGARA KLHS Pasal 5 (1) KLHS tingkat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diselenggarakan oleh Menteri, menteri/kepala lembaga non kementerian. (2) KLHS tingkat provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) diselenggarakan oleh gubernur. (3) KLHS tingkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diselenggarakan oleh bupati/walikota. BAB IV TATA LAKSANA PENYELENGGARAAN Pasal 6 Penyelenggaraan KLHS dilakukan oleh pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program berdasarkan prinsip telaah mandiri (self assessment). Pasal 7 (1) Pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program melaksanakan KLHS secara terintegrasi dengan proses penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program, melalui mekanisme: a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah; b. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. (2) Pelaksanaan KLHS secara terintegrasi dalam penyusunan kebijakan, rencana, dan/atau program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara bersamaan dengan proses perumusan rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program. (3) Pelaksanaan KLHS secara terintegrasi dalam evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam periode berlakunya 5

6 kebijakan, rencana, dan/atau program yang telah ditetapkan sampai dengan dilakukannya evaluasi terhadap kebijakan, rencana, dan/atau program, dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan proses evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program. Pasal 8 (1) Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui tahapan: a. penentuan lingkup KLHS; b. identifikasi pemangku kepentingan; c. identifikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan hidup; dan d. pelaksanaan kajian. (2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d memuat antara lain: a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c. kinerja layanan/jasa ekosistem; d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan/atau f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati. (3) Selain kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan kajian lain, sepanjang gayut dengan rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program atau kebijakan, rencana, dan/atau program yang telah ditetapkan. (4) Penentuan muatan kajian ditentukan berdasarkan karakteristik wilayah, kondisi dan isu pembangunan berkelanjutan, hasil perkiraan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup apabila telah dilakukan sebelumnya dan lingkup kebijakan, rencana, dan/atau program. (5) Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan di suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3) dan (4) dilakukan berdasarkan kaidah kajian akademik. 6

7 Pasal 9 (1) Hasil pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, digunakan oleh pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program untuk merumuskan alternatif bagi penyempurnaan rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program atau kebijakan, rencana, dan/atau program. (2) Alternatif penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk meminimalkan dampak yang timbul dengan cara antara lain: a. memodifikasi ukuran, skala dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program; b. menunda, memperbaiki sekuen atau tempo, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program; atau c. mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program (3) Hasil pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, harus dapat menjelaskan kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup atau kajian lainnya di wilayah dimana kebijakan, rencana dan/atau program tersebut akan diterapkan. bertentangan dengan Pasal 8 ayat (4)? Pasal 10 (1) Hasil perumusan alternatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), digunakan oleh pemrakarsa untuk menyusun rekomendasi perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program. (2) Apabila hasil pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui: a. kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi. (3) Apabila hasil pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) menunjukkan bahwa kondisi lingkungan hidup selain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup telah menurun, maka kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut juga wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS. (4) Rekomendasi perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. perbaikan rumusan kebijakan; b. perbaikan muatan rencana; dan/atau c. perbaikan materi program. 7

8 Pasal 11 Pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program wajib memasukkan rekomendasi perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 untuk penyempurnaan rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Pasal 12 (1) Dalam pelaksanaan KLHS, pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program wajib melibatkan pemangku kepentingan. (2) Pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. instansi yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan b. instansi yang bertanggungjawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 13 Instansi lingkungan hidup mengabsahkan pelaksanaan KLHS. Pasal 14 Biaya penyelenggaraan KLHS dibebankan pada APBN dan APBD. BAB V PARTISIPASI MASYARAKAT Pasal 15 (1) Dalam pelaksanaan KLHS pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program wajib melibatkan masyarakat. (2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. perseorangan dan/atau kelompok orang yang mempunyai informasi dan keahlian; dan/atau b. perseorangan dan/atau kelompok orang yang terkena dampak penerapan kebijakan, rencana, dan/atau program. 8

9 (3) Pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memperoleh informasi, saran, pertimbangan dan/atau pendapat dalam: a. perumusan lingkup KLHS, identifikasi pemangku kepentingan, serta identifikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup; b. pelaksanaan kajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program atau rancangannya terhadap kondisi lingkungan hidup; c. perumusan alternatif bagi penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program, atau rancangannya; dan d. penyusunan rekomendasi perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program, atau rancangannya. (4) Pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui konsultasi publik dan/atau secara tertulis. (5) Pelaksanaan konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melibatkan: a. instansi lingkungan hidup; b. instansi lain yang berkepentingan dengan kebijakan, rencana, dan/atau program terkait; c. perseorangan dan/atau perwakilan kelompok orang atau badan hukum yang mempunyai informasi dan/atau keahlian; dan d. perseorangan dan/atau perwakilan kelompok orang atau badan hukum yang terkena pengaruh pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program. (6) Pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan BABVI DOKUMENTASI DAN PUBLIKASI KLHS Bagian Kesatu Dokumentasi KLHS Pasal 16 (1) Pemrakarsa kebijakan, rencana, dan/atau program wajib mendokumentasikan penyelenggaraan KLHS sebagai bahan akuntabilitas publik. (2) Dokumentasi penyelenggaraan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: 9

10 a. Penentuan lingkup KLHS, hasil identifikasi pemangku kepentingan, hasil identifikasi isu strategis pembangunan berkelanjutan, deskripsi, pengkajian dan evaluasi pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup suatu wilayah yang signifikan, serta alternatif penanggulangannya; b. rumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program; d. rangkaian urutan tahapan pelaksanaan KLHS yang dikerjakan; dan e. laporan pelaksanaan dan kesimpulan dari setiap konsultasi publik. (3) Menteri/kepala lembaga non kementerian terkait menyampaikan salinan dokumentasi hasil KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri. (4) Gubernur atau bupati/wlikota menugaskan instansi lingkungan hidup daerah untuk menyimpan salinan dokumentasi hasil KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 17 Dokumentasi penyelenggaraan KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan, rencana, dan/atau program. Bagian Kedua Publikasi Penyelenggaraan KLHS Pasal 18 (1) Dokumentasi penyelenggaraan KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 merupakan dokumen publik yang dapat diakses oleh setiap orang. (2) Akses terhadap dokumentasi penyelenggaraan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang keterbukaan informasi publik. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 10

11 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang mengatur tentang pelaksanaan kajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan di suatu wilayah yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 11

12 PENJELASAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS I. UMUM Kesadaran akan arti pentingnya kelestarian sumber daya alam yang sifatnya terbatas bagi generasi sekarang maupun yang akan datang, didorong oleh kenyataan tentang ketidakseimbangan antara tingkat kebutuhan dibandingkan ketersediaan sumber daya alam yang telah secara nyata menimbulkan tekanan yang mengancam kesejahteraan dan kualitas hidup manusia. Keadaan ini telah membuktikan kemudian tentang tiadanya pilihan lain, kecuali melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus mengintegrasikan aspek lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Kebijakan yang dimaksud adalah rangkaian konsep dan azas yang menjadi dasar rencana. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk membuat kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Dengan perkataan lain, hasil KLHS harus dijadikan dasar bagi kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, KLHS merupakan bagian dari instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Selain KLHS instrumen lainnya yang termasuk dalam kategori ini adalah: tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL, UKL-UPL, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan. Penjelasan mengenai sustainable driven dan EIA driven, bahan dari Permen 27/2009. Keterkaitan KLHS dengan instrumen pencegahan lainnya adalah bersifat saling melengkapi dan saling mendukung. Dalam perencanaan tata ruang, KLHS 12

13 membantu dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah. Baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, instrumen ekonomi lingkungan hidup, dan analisis risiko lingkungan hidup digunakan sebagai salah satu indikator dan/atau pendekatan dalam pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap lingkungan hidup. KLHS dapat membantu pencegahan degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup di tingkat kebijakan, rencana, dan/atau program sehingga membantu efektifitas pelaksanaan AMDAL, UKL-UPL dan perizinan. Berkaitan dengan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan perlunya pengaturan mengenai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yaitu serangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Melalui KLHS potensi dampak dan/atau risiko lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh suatu kebijakan, rencana, dan/atau program, sebelum pengambilan keputusan dilakukan, dapat diantisipasi. Dampak dan/atau risiko lingkungan yang mungkin timbul oleh suatu kebijakan, rencana, dan/atau program, oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dikategorisasikan, antara lain sebagai potensi: meningkatkan risiko perubahan iklim, meningkatkan kerusakan, kemerosotan atau kepunahan keanekaragaman hayati, meningkatkan intensitas bencana banjir, longsor, kekeringan dan/atau kebakaran hutan dan lahan, menurunkan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, mendorong perubahan penggunaan dan/atau alih fungsi kawasan hutan terutama pada daerah yang kondisinya tergolong kritis, meningkatkan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat, dan/atau meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. KLHS sebagai sebuah kelembagaan baru yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, dalam penyelenggaraannya secara spesifik mendasarkan pada asas: penilaian mandiri (self assessment), akuntabel dan partisipatif. Namun demikian, sebagai sebuah sistem yang tidak terpisah dari ketentuan peraturan perundang-undangan diatasnya yang mengamanatkan, secara umum KLHS dalam penyelenggaraannya juga mendasarkan pada asas-asas sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun Asas-asas tersebut adalah: tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar harus membayar, partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah. Sementara itu, penyelenggaraan KLHS sifatnya adalah wajib bagi Pemerintah maupun pemerintah daerah dalam rangka penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS yang secara prinsip tersebut bersifat wajib, 13

14 dalam rumusannya kemudian dibatasi melalui konstruksi hanya terhadap: (a) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi dan kabupaten/kota, dan (b) Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. Peraturan Pemerintah ini menentukan bahwa dalam rangka penyusunan kebijakan, rencana, dan/atau program, maka penyelengaraan KLHS harus dilakukan secara bersamaan dengan proses perumusan rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program tersebut. Sementara dalam rangka evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program, KLHS dapat dilakukan dalam periode berlakunya kebijakan, rencana, dan/atau program sampai dengan dilakukannya evaluasi terhadap kebijakan, rencana, dan/atau program tersebut. Misalnya untuk kebijakan RTRW yang membuka ruang periode evaluasi setiap 5 (lima) tahun, namun kebijakan yang bersangkutan memiliki masa berlaku selama 20 (dua puluh) tahun. Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS memuat pokokpokok pengaturan sebagai berikut: 1. Bab I Ketentuan Umum; 2. Bab II Obyek KLHS; 3. Bab III Penyelenggara KLHS; 4. Bab IV Tata Laksana Penyelenggaraan; 5. Bab V Partisipasi Masyarakat; 6. Bab VI Dokumentasi dan Publikasi KLHS; 7. Bab VII Ketentuan Peralihan; dan 8. Bab VIII Ketentuan Penutup. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Huruf a, b, c, d dan e Pelaksanaan KLHS bagi Pemerintah pada ayat dan huruf ini sifatnya wajib tanpa penapisan. 14

15 Huruf f Pelaksanaan KLHS bagi Pemerintah dalam rangka penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program (sektoral pembangunan nasional) yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat dan huruf ini sifatnya wajib setelah penapisan. Yang dimaksud dengan urusan Pemerintah adalah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang urusan pemerintah, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Kebijakan, rencana, dan/atau program sesuai dengan urusan Pemerintah pada ayat dan huruf ini adalah yang dijabarkan dalam rencana strategis kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dan dibiayai oleh Pemerintah atau sumber pembiayaan lain yang tidak mengikat. Yang dimaksud dengan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup pada ayat ini adalah dampak dan/atau risiko lingkungan hidup lintas wilayah administratif provinsi dan yang berada dalam wilayah di bawah yurisdiksi Pemerintah (misalnya pada ruang laut di atas 12 mil dari garis pantai). cek PP AMDAL atau UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ayat (2) Huruf a, b, c dan d Pelaksanaan KLHS bagi pemerintah provinsi pada ayat dan huruf ini sifatnya wajib tanpa penapisan. Huruf e Pelaksanaan KLHS bagi pemerintah provinsi dalam rangka penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program (sektoral pembangunan daerah provinsi) yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat dan huruf ini sifatnya wajib setelah penapisan. Yang dimaksud dengan urusan pemerintah provinsi adalah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang urusan pemerintah, seperti Peraturan Pemerintah 15

16 Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota. Kebijakan, rencana, dan/atau program sesuai dengan urusan pemerintah provinsi pada ayat dan huruf ini adalah yang dijabarkan dalam rencana strategis satuan kerja perangkat daerah provinsi dan dibiayai oleh APBD provinsi atau sumber pembiayaan lain yang tidak mengikat. Yang dimaksud dengan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup pada ayat ini adalah dampak dan/atau risiko lingkungan hidup lintas wilayah administratif kabupaten/kota dan yang berada dalam wilayah di bawah yurisdiksi pemerintah provinsi (misalnya pada ruang laut antara 4 sampai 12 mil dari garis pantai) cek PP AMDAL atau UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ayat (3) Huruf a, b, c dan d Pelaksanaan KLHS bagi pemerintah kabupaten/kota pada ayat dan huruf ini sifatnya wajib tanpa penapisan. Huruf f Pelaksanaan KLHS bagi pemerintah kabupaten/kota dalam rangka penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program (sektoral pembangunan daerah kabupaten/kota) yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat dan huruf ini sifatnya wajib setelah penapisan. Yang dimaksud dengan urusan pemerintah provinsi adalah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang urusan pemerintah, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota. Kebijakan, rencana, dan/atau program sesuai dengan urusan pemerintah kabupaten/kota pada ayat dan huruf ini adalah yang dijabarkan dalam rencana strategis satuan kerja perangkat daerah kabuoaten/kota dan dibiayai oleh 16

17 APBD kabupaten/kota atau sumber pembiayaan lain yang tidak mengikat. Yang dimaksud dengan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup pada ayat ini adalah dampak dan/atau risiko lingkungan hidup di dalam wilayah kabupaten/kota dan yang berada dalam wilayah di bawah yurisdiksi pemerintah kabupaten/kota (misalnya pada ruang laut sampai dengan 4 mil dari garis pantai) cek PP AMDAL atau UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ayat (4) Untuk menentukan apakah rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program atau kebijakan, rencana dan/atau program yang berlaku berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan atau tidak, dilakukan proses penapisan, Apabila satu saja dari komponen dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini berpotensi terjadi, maka wajib dilakukan KLHS terhadap rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Komponen dampak dan/atau risiko lingkungan hidup tersebut dapat saling terkait satu sama lain. Dampak atau risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf g dalam ayat ini adalah aspek dampak atau risiko lingkungan hidup tersebut. Aspek-aspek dampak atau risiko lingkungan hidup pada huruf a sampai dengan huruf g tersebut menjelaskan sebab atau akibat dampak dengan skala dan sifat yang tidak setara dan yang bisa terkait satu sama lain. Sebagai contoh gejala perubahan iklim merupakan suatu sistem makro alam yang juga bisa terkait dengan aspek-aspek dampak atau risiko lainnya. Yang dimaksud dengan dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu kebijakan, rencana, dan/atau program. Yang dimaksud dengan risiko lingkungan hidup adalah kemungkinan atau tingkat kejadian, bahaya, dan/atau konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kondisi lingkungan, yang menjadi 17

18 ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Huruf a Yang dimaksud dengan perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global termasuk perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada suatu kurun waktu yang dapat dibandingkan. Yang termasuk sebagai fenomena perubahan iklim antara lain: naiknya permukaan air laut, menurunnya kapasitas penyerapan emisi/karbon, meningkatnya suhu akibat efek gas rumah kaca, kejadian badai dan kekeringan. Huruf b Yang dimaksud dengan kerusakan keanekaragaman hayati adalah penurunan kuantitas dan kualitas keanekaragaman hayati sehingga mengancam kelestariannya. Yang dimaksud kemerosotan keanekaragaman hayati adalah susutnya keanekaragaman hayati dalam luasan, kondisi atau produktivitas dari ekosistem, dan susutnya jumlah, distribusi, atau pemanfaatan dari populasi jenis. Yang dimaksud dengan kepunahan keanekaragaman hayati adalah hilangnya sebagian atau seluruh spesies atau genetik tertentu dan hal-hal yang berhubungan dengan ekologinya dimana makhluk hidup tersebut terdapat. Huruf c Yang dimaksud dengan intensitas adalah frekuensi kejadian dan bobot dari dampak yang ditimbulkan. Yang dimaksud dengan cakupan wilayah adalah luasan, jenis peruntukan, dan jenis pemanfaatan ruang. Huruf d 18

19 Yang dimaksud dengan penurunan mutu sumber daya alam adalah penurunan kualitas sumber daya alam yang berpengaruh terhadap fungsi sumber daya alam tersebut. Yang dimaksud dengan penurunan kelimpahan sumber daya alam adalah penurunan potensi kuantitas atau kuantitas ketersediaan sumber daya alam. Huruf e Yang dimaksud dengan peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan adalah peningkatan luasan atau prosentase tutupan hutan yang beralih menjadi tutupan dan/atau fungsi lain. Huruf f Yang dimaksud dengan penduduk miskin adalah berdasarkan kriteria dalam peraturan perundangan terkait mengenai tingkat kesejahteraan penduduk. Yang dimaksud dengan terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat adalah potensi hilangnya mata pencaharian atau sumber penghidupan masyarakat yang dapat mengganggu kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Huruf g Yang dimaksud dengan peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia adalah meningkatnya kemungkinan penurunan kualitas lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap fungsi tubuh manusia dan menyebabkan kematian. Ayat (5) Huruf a Keadaan darurat bencana berdasarkan status keadaan darurat bencana yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan tentang penanggulangan bencana. Keadaan darurat adalah keadaan atau kondisi yang sedemikian rupa, sehingga mengharuskan dilaksanakannya tindakan segera yang mengandung risiko terhadap lingkungan hidup demi kepentingan umum, 19

20 misalnya pertahanan negara, atau penanggulangan bencana alam. Keadaan darurat ini tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Undangundang keadaan darurat. Huruf b Usulan/rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara relevan dengan pengecualian akses publik untuk memperoleh informasi sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keterbukaan informasi publik. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Yang dimaksud dengan telaah mandiri (self assessment) adalah bahwa pemrakarsa bertanggungjawab terhadap pelaksanaan dan hasil KLHS serta penerapannya/pengintegrasiannya ke dalam kebijakan, rencana, dan/atau program. Pasal 7 Pelaksanaan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kebijakan, rencana dan/atau program tertentu. Sebagai contoh, dalam hal evaluasi rencana tata ruang wilayah, kegiatan ini dilakukan dalam rangka peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah. Pasal 8 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan lingkup KLHS adalah: Bahwa KLHS dilaksanakan untuk RTRW, RPJP, RPJM, atau kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup; 20

21 1. Bahwa KLHS dilaksanakan untuk penyusunan atau evaluasi KRP; dan 2. Bahwa KLHS dilaksanakan pada wilayah nasional, provinsi atau kabupaten/kota Penentuan lingkup KLHS dilakukan oleh pemrakarsa. Huruf b Lihat penjelasan pasal mengenai pemangku kepentingan. Huruf c Identifikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan dilakukan sesuai dengan lingkup KLHS yang telah ditentukan dan ditentukan bersama pemangku kepentingan dan masyarakat. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Kajian yang dimaksud mencakup perkiraan mengenai dampak atau risiko lingkungan hidup dan telaahan terhadap kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan, kinerja layanan/jasa ekosistem, efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, dan/atau tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati, sesuai dengan karakteristik wilayah. Yang dimaksud dengan daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Yang dimaksud dengan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Yang dimaksud dengan kinerja layanan ekosistem adalah proses yang terjadi secara alami dari suatu ekosistem, yang dapat berupa penyediaan barang seperti antara lain makanan, air minum dan kayu, penyediaan barang seperti antara lain kontrol ekosistem terhadap iklim, erosi, aliran air dan penyerbukan tanaman, manfaat budaya seperti antara lain manfaat untuk rekreasi, nilainilai spiritual dan kenikmatan estetika, serta jasa pendukung seperti antara lain proses-proses alam dalam siklus hara. 21

22 Yang dimaksud dengan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam adalah upaya memanfaatkan sumber daya alam dalam tingkat yang optimal sehingga dapat tetap melestarikan sumber daya alam beserta ekosistemnya. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam dapat berupa pencadangan sumber daya alam terhadap sumber daya alam yang dapat dikelola dalam jangka panjang dan waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan. Yang dimaksud dengan tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim adalah kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yangtimbul akibat perubahan iklim dapat diatasi. Yang dimaksud dengan tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati adalah kemampuan mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Peraturan Menteri yang mengatur tentang metode pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan di suatu wilayah setidaknya memuat dapat berupa metode kajian secara cepat (quick assessment), metode kajian secara semi-terperinci (semidetailed assessment), dan atau metode kajian secara terperinci (detailed assessment). Yang dimaksud dengan metode kajian secara cepat (quick assessment) adalah kajian yang tidak memerlukan informasi dasar, tetapi memfokuskan pada pemilihan isu-isu prioritas dan implikasi kerangka penilaian terhadap opsi-opsi perencanaan pada isu-isu prioritas terpilih melalui pengalaman para pakar. 22

23 Yang dimaksud dengan metode kajian secara semi-terperinci (semi-detailed assessment) adalah adalah kajian yang memerlukan informasi dasar dan pengetahuan tentang kondisi yang berkembang untuk melakukan identifikasi daya dukung lingkungan hidup untuk pembangunan dan kendala lingkungan hidup bagi pembangunan di masa depan. Yang dimaksud dengan metode kajian secara rinci (detailed assessment) adalah kajian, yang: a. disertai konsultasi menyeluruh dengan pemangku kepentingan dalam prose pengumpulan data dan pelaksanaan kajian; b. bersifat komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik analisis; dan c. memuat kajian implikasi KRP di masa yang akan datang dan kendalanya. Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Ayat (3) Huruf b Cukup jelas Yang dimaksud dengan segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup adalah usaha dan/atau kegiatan pada lingkup ekosistem pada suatu zonasi tertentu, berdasarkan hasil analisis kebijakan dan teknis terhadap kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tersebut. Pasal 11 Ayat (4) Cukup jelas 23

24 Rekomendasi perbaikan yang wajib dimasukkan adalah rekomendasi yang menjamin pencapaian prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan dapat dilaksanakan Pasal 12 Pemangku kepentingan dilibatkan dalam mekanisme dan tahapan pelaksanaan KLHS, sesuai dengan mekanisme penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program. Pasal 13 Pengabsahan pelaksanaan KLHS dilakukan oleh instansi lingkungan hidup sesuai dengan pembagian urusan Pemerintah, pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota. Pengabsahan dilakukan melalui telaahan terhadap proses dan substansi pelaksanaan KLHS. Pasal 14 Pada dasarnya sumber dana pelaksanaan KLHS oleh pemerintah pusat adalah APBN, sedangkan sumber dana pelaksanaan KLHS oleh pemerintah daerah adalah APBD, namun tidak menutup kemungkinan adanya bantuan pendanaan dari APBN untuk APBD dan bantuan lain yang tidak mengikat. Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) huruf a Yang dimaksud dengan perseorangan dan/atau kelompok orang yang mempunyai informasi dan keahlian ialah antara lain akademisi, asosiasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat huruf b Yang dimaksud dengan perseorangan dan/atau kelompok orang yang terkena dampak penerapan kebijakan, rencana, dan/atau program ialah antara lain dunia usaha, masyarakat yang berada di wilayah dimana kebijakan, rencana, dan/atau program dilaksanakan Ayat (3) Cukup jelas. 24

25 Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Sebagai contoh pelibatan masyarakat dalam penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah dilakukan sesuai dengan peraturan pemerintah tentang bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Yang dimaksud dengan bagian yang tidak terpisahkan adalah bahwa: 1. dokumentasi penyelenggaraan KLHS menjadi satu kesatuan dengan dokumentasi proses penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program itu sendiri; 2. rekomendasi hasil KLHS tertuang sebagai substansi yang telah diintegrasikan ke dalam kebijakan, rencana, dan/atau program; dan 3. dokumen kajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program dan dokumen kajian sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) dapat menjadi lampiran; atau 4. merupakan dokumen yang melengkapi dokumen KRP. Pasal 18 Laporan KLHS bersifat dapat dimutakhirkan melalui input hasil pemantauan dan evaluasi (bersifat clip file). Yang dimaksud dengan penyampaian informasi kepada publik secara berkala adalah secara rutin, teratur dan dalam jangka waktu tertentu, sehingga dapat diakses oleh setiap orang. Yang dimaksud dengan dapat diakses oleh setiap orang adalah diumumkan atau disebarluaskan kepada masyarakat sebagai perwujudan asas transparansi dan akuntabilitas, melalui prasarana atupun wadah informas seperti koran dan sarana pengumuman lainnya, atau melalui instansi yang ditunjuk untuk menyediakan informasi tersebut bagi masyarakat. Pasal 19 25

26 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Jayapura Tahun 2013-2017 merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang harus ada dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan dan lingkungan hidup adalah dua bidang yang saling berkaitan. Di satu sisi pembangunan dirasakan perlu untuk meningkatkan harkat hidup manusia. Tapi di

Lebih terperinci

I. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

I. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup I. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 1 2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN FERRY INDARTO, ST DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR Malang, 24 Oktober 2017 DEFINISI KLHS : RANGKAIAN ANALISIS

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAFTAR ISI BAB I - KETENTUAN UMUM... 2 BAB II - ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP... 4 Bagian Kesatu

Lebih terperinci

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

PERENCANAAN PERLINDUNGAN PERENCANAAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UU No 32 tahun 2009 TUJUAN melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup menjamin keselamatan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU, Menimbang : a. bahwa kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 0 BUPATI SIGI PROVINSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

-1- BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

-1- BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP -1- SALINAN BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 10 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1358, 2012 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dekonsentrasi. Tugas Pembantuan. Penyelenggaraan. Petunjuk Teknis. TA 2013. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DALAM PENYUSUNAN ATAU

Lebih terperinci

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia KMA 43026 Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. UU RI No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kualitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

Lebih terperinci

Peraturan...

Peraturan... SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

SALINAN TENTANG TATA CARA. 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO9 tentang LINGKUNGAN HIDUP. Menimbang :

SALINAN TENTANG TATA CARA. 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO9 tentang LINGKUNGAN HIDUP. Menimbang : SALINAN PRES IDEN REPUELIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM... 2 BAB II LANDASAN PENGELOLAAN AIR TANAH... 3 Bagian Kesatu Umum... 3 Bagian Kedua Kebijakan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa kualitas

Lebih terperinci

Membangun Kesadaran Masyarakat Melalui Strategi Pro Green Regulation & Budgeting dan Pro Green Law Enforcement

Membangun Kesadaran Masyarakat Melalui Strategi Pro Green Regulation & Budgeting dan Pro Green Law Enforcement LEMBAGA MAPALHI JAWA TIMUR SEMINAR NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP Hotel Equator Surabaya, 13 Juni 2012 Membangun Kesadaran Masyarakat Melalui Strategi Pro Green Regulation & Budgeting dan Pro Green Law Enforcement

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.12,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul. Perlindungan, pengelolaan, lingkungan hidup. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN AKSI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan Pewarta-Indonesia, MESKI istilah undang-undang pokok tidak dikenal lagi dalam sistem dan kedudukan peraturan perundang-undangan sekarang ini, namun keberadaan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PERAN MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.521, 2016 KEMEN-LHK. Perubahan Iklim. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33,

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2016 SERI E. 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2016 SERI E. 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2016 SERI E. 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 03 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 03 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: XX/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menserasikan

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci