BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahaya, Risiko, dan Kecelakaan Kerja Bahaya adalah keadaan yang mempunyai potensi untuk menyebabkan cedera pada manusia atau kerusakan harta benda maupun lingkungan alam.risiko adalah kemungkinan potensi terjadinya sesuatu yang menimbulkan kerugian. Sementara, kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang dapat mengganggu proses produksi/operasi, merusak harta benda/aset, mencederai manusia, atau merusak lingkungan. Hubungan ketiganya ialah semakin tinggi paparan terhadap bahaya yang tidak dapat dikendalikan, maka semakin tinggi risiko yang dihadapi.paparan meningkat dengan adanya perilaku tak aman dan keadaan tak aman (Gunawan dan Martowiyoto, 2015) Sumber Bahaya Menurut Sahab, kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian langsung maupun tidak langsung. Kerugian ini bias dikurangi jika kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dengan cara dideteksi sumber-sumber bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut (Indar, 2014). Sumber-sumber bahaya berasal dari : 1. Manusia a. Melakukan tindakan tidak aman, b. Kurang bergairah, c. Kurang terampil,

2 10 d. Emosi terganggu, e. Pengaruh sikap pimpinan, f. Pengaruh motivasi. 2. Peralatan a. Tidak digunakan sesuai fungsinya, b. Tidak ada pelatihan tentang penggunaan alat, c. Tidak dilengkapi dengan pelindung dan pengaman, d. Tidak ada perawatan atau pemeriksaan. 3. Bahan Bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain : a. Mudah terbakar, b. Mudah meledak, c. Menimbulkan alergi, d. Menyebabkan kanker, e. Bersifat racun, f. Radioaktif, g. Mengakibatkan kelainan pada janin, h. Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh. 4. Proses Proses kadang dapat menimbulkan asap, debu, panas, bising, dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong, atau tertimpa bahan. Tingkat bahaya dari proses ini tergantung pada teknologi yang digunakan.

3 Manajemen Risiko Menurut Sugandi dalam Socrates (2013), risiko adalah perwujudan potensi bahaya yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar.melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar terjadi bencana atau kerugian lainnya. Menurut Kerzner dalam Socrates (2013), manajemen risiko adalah serangkaian kegiatan yang salah satu di dalamnya terdapat penilaian (assement) atau analisis dan identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya dalam manajemen risiko memerlukan metoda yang salah satunya merupakan daftar periksa atau Check List, yang biasa digunakan dalam program Behavior Based Safety Kecelakaan Kerja Kecelakaan Kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan manusia, merusak harta benda, atau kerugian terhadap proses.kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda (Suma mur, 2009). Menurut Winarsunu dalam Saodah (2015), faktor-faktor yang memiliki kontribusi dalam kecelakaan, dalam model Multiple Factor Theories, mencakup 4 M, yaitu Man, Machine, Media, dan Management yang digambarkan saling berinteraksi satu sama lain. Karakteristik man atau manusia meliputi umur, gender, kemampuan, keterampilan, training, kekuatan motivasi, dan keadaan emosi. Media meliputi lingkungan kerja seperti suhu, kebisingan, getaran, gedung, jalan, dan ruang kerja. Machineatau mesin meliputi ukuran, bobot, bentuk, sumber energi, cara kerja, tipe gerakan, dan bahan mesin. Sedangkan management adalah

4 12 konteks dimana ketiga faktor Man, Media, dan Machine berada dan dijalankan. Hal ini meliputi gaya manajemen, struktur organisasi, komunikasi, kebijakan, dan prosedur-prosedur yang dijalankan di organisasi Konsep Kecelekaan Kerja Menurut Heinrich dalam Tarwaka (2008), teori sebab akibat terjadi kecelakaan dikenal dengan Teori Domino, yakni berupa kebiasaan, kesalahan, tindakan dan kondisi tidak aman, kecelakaan, serta cidera. Memutus rangkaian mata rantai tersebut dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menurut Gunawan dan Martowiyoto (2015), teori domino yang diperbaharui dari Heinrich dilakukan oleh Frank E. Bird, Jr. menyatakan bahwa ada 5 domino dari model Bird mengenai sistematis proses terjadinya insiden : 1. Kerugian (Loss), sebagai domino kelima. Berbentuk kerusakan atau cedera pada manusia, peralatan dan sarana, material, lingkungan alam, serta terganggunya proses operasi terjadi disebabkan karena insiden. Selain itu, berdasarkan teori Heinrich, Bird dan Germain dalam Tarwaka (2008) menyampaikan bahwa kerugian diakibatkan salah satunya karena kurangnya pengawasan dari pihak manajemen yang tidak merencanakan dan mengorganisasi pekerja dengan benar serta tidak mengarahkan para pekerjanya untuk terampil dalam melaksanakan pekerjaannya. 2. Insiden (Incident), sebagai domino keempat. Berbentuk tabrakan/benturan, jatuh di tempat yang datar, terperangkap pada sesuatu, terjepit, kontak dengan panas/bising/radiasi/b3, beban berlebihan, kegagalan mesin, dan limbah bocor ke lingkungan.

5 13 3. Penyebab Langsung (Immediate Causes), sebagai domino ketiga. Berbentuk perilaku taka man maupun keadaan taka man di tempat kerja. a. Perilaku Tak Aman (Unsafe Act), mencakup : 1) Bekerja atau mengoperasikan tanpa kewenangan 2) Gagal memperingatkan 3) Gagal mengamankan 4) Beroperasi pada kecepatan yang salah 5) Membuat alat pengaman tidak berfungsi 6) Memakai Alat Pelindung Diri secara tidak benar 7) Penempatan secara salah 8) Mengangkat secara salah 9) Posisi tidak aman 10) Memelihara alat dalam keaadaan beroperasi 11) Bercanda saat bekerja 12) Gagal mengikuti prosedur b. Keadaan Tak Aman (Unsafe Condition), mencakup : 1) Pelindung tidak memadai 2) Alat pelindung tak memadai 3) Peralatan, sarana, atau material rusak 4) Ruang kerja kerja terbatas 5) Kurangnya sistem peringatan 6) Bahaya kebakaran atau ledakan 7) Buruknya kebersihan 8) Kebisingan

6 14 9) Paparan radiasi 10) Temperature ekstrem 11) Penerangan kurang atau lebih 12) Ventilasi tidak memadai 13) Lingkungan tidak aman 4. Penyebab Dasar (Basic Causes), sebagai domino ketiga a. Faktor Manusia 1) Kurang kemampuan 2) Kurang pengetahuan 3) Kurang keterampilan 4) Mengalami stress 5) Kurang motivasi b. Faktor Pekerjaan dan Sistem 1) Kurang kepemimpinan/pengawasan 2) Kelemahan perekayasaan 3) Kelemahan pengadaan 4) Kurang pemeliharaan 5) Kurang peralatan, sarana kerja, material 6) Kurang standar kerja 7) Salah penggunaan 5. Kelemahan Pengendalian Manajemen, sebagai domino pertama.

7 15 Menurut Frank E. Bird, kelemahan pengendalian manajemen merupakan sebab akar dari insiden yang sering terjadi di perusahaan modern, mencakup : a. Program tidak memadai. Tidak cukupnya ketersediaan program dan tidak cukupnya pengetahuan terhadap program.kegiatan Health & Safety Environment (HES) tidak berupaya mengadakan kegiatan yang bertujuan mencegah insiden, seperti pedoman, pelatihan, penyediaan peralatan, ataupun pemeliharaan. b. Standar dari program kurang memadai. Program telah tersedia, tetapi program yang ditetapkan tidak cukup berarti atau tidak spesifik.kurangnya kemampuan memberi petunjuk bagi upaya mencegah insiden, termasuk pengetahuan pada setiap pekerja. c. Kurang kepatuhan terhadap standar. Tersedia standar-standar bagi program, tetapi gagal melakukan kegiatan sesuai standar atau tidak dipatuhi oleh pekerja dan gagal mengatur pekerja agar mematuhi standar Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja Menurut Cooper (2010), kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua : 1. Kerugian Langsung a. Biaya Investigasi Hal ini digambarkan oleh Cooper dengan menghitung berapa banyak orang yang terlibat kemudian dikalikan dengan jumlah jam kerja kemudian dikalikandengan gaji per jam rata-rata.

8 16 b. Kerusakan Sarana dan Downtime Production Hal ini berupa kerusakan sarana produksi akibat kebakaran, peledakan, atau hal lainnya yang dapat merusak. Sementara downtime production berupa waktu yang terbuang akibat mengurusi karyawan yang mengalami cidera sehingga menghambat proses produksi atau tertundanya pekerjaan serta waktu terbuang untuk perbaikan akibat kerusakan. c. Biaya Pengobatan dan Kompensasi Jika terjadi kecelakaan, perusahaaan harus mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan terkait. 2. Kerugian Tidak Langsung a. Kerugian Sosial Dampak sosial bagi keluarga korban yang mengalami kecelakaan maupun bagi lingkungan sosial sekitarnya. b. Gangguan Bisnis dan Reputasi Perusahaan Hal ini menyangkut nama baik perusahaan yang sudah lama dijaga bertahun-tahun secara tidak langsung akan berpengaruh pada hubungan bisnis. c. Perbaikan atau Pergantian Staff/Manajemen Apabila kecelakaan menyebabkan perusahaan kehilangan karyawan, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya untuk pemilihan sumber daya manusia yang layak untuk ditempatkan di posisi kosong. Selain itu, perusahaan juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengadakan pelatihan ulang atau re-posisi manajemen.

9 Behavior Based Safety (BBS) Behavior Based Safety (BBS) adalah proses keterlibatan pekerja dalammemahamiberbagai hal kemungkinan yang dapat menyebabkan cidera, memberi masukan, dan mengamati sesama rekan kerja demimengurangi perilaku berisiko (Kaila, 2010). Proses BBS secara terstruktur berupa mengidentifikasi perilaku, mengukur kinerja, memberikan feedback, mengidentifikasi perilaku baru, serta menentukan peran perkerja dalam jalannya program BBS (Krause dkk, 1990) Model ABC Agnew dan Syder (2008) menyatakan banyak perusahaan telah memiliki peraturan dan regulasi yang lengkap mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, namun masih banyak karyawan yang mengalami cidera dalam bekerja.kenyataannya bahwa segala peraturan dan regulasi tersebut hanya sebuah pajangan instruksi.krause (1990) menyatakan bahwa 80 95% kecelakaan terjadi akibat perilaku tidak aman.semua program keselamatan yang berjalan dengan baik disebabkan karena efektifnya program sehingga memengaruhi perilaku karyawan.untuk mengetahui bagaimana cara orang-orang berperilaku dengan cara tertentu atau mengapa pekerja tetap bekerja dalam keadaan berisiko, maka yang dibutuhkan adalah memahami dan menganalisis ilmu perilaku, disebut Model ABC (Antecedent, Behavior, danconsequence), yaitu mengenai Mengapa (sebab atau penggerak), kita melakukan Apa (perilaku) yang kita lakukan, serta persepsi akan Dampak (akibat) dari perilaku. Penjelasan Model Perilaku ABC menurut Gunawan dan Martowiyoto (2015) adalah sebagai berikut :

10 18 1. Antecedent Antecedent merupakan sesuatu yang terjadi sebelum perilaku dan membangun atau mendorong seseorang melakukan sesuatu, atau alasan seseorang melakukan sesuatu.antecedent juga disebut sebagai aktivator, yaitu adanya tindakan karena adanya pendorong atau penggerak.aktivator ini dapat berbentuk faktor dalam diri manusia atau faktor di luar diri manusia. Tindakan akan dilakukan atau tidak, masih dipengaruhi oleh tata nilai, sikap, maupun kesadaran diri perilaku. Faktor dalam diri manusia yang memengaruhi antecedent ialah pengetahuan, kemampuan fisik, keadaan mental, atau emosi (lelah, bingung, stress), sikap (attitude), pengalaman masa lalu, dan kebiasaan (habit).faktor dari luar yakni ciri pekerjaan, peralatan, lingkungan fisik tempat kerja, lingkungan sosial, budaya organisasi, pendidikan, sistem kerja, dan kepemimpinan. 2. Behavior Perilaku adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan makhluk hidup, khususnya manyusui.perilaku ini dapat berbentuk perilaku aman atau tak aman; perilaku yang benar atau tidak benar; dan jalan pintas yang melanggar aturan, baik prosedur maupun standar. Aktivator mengarahkan untuk dilakukannya suatu perilaku. Aktivator menentukan perilaku akan diulang kembali atau tidak diulang, tetapi oleh persepsi atau pemahaman pelaku terhadap dampak atau consequences.

11 19 3. Concequences Aktivator menentukan langkah awal dari perilaku, tetapi tidak yang mengendalikan perilaku adalah dampak perilaku (consequences).perilaku merupakan fungsi dari hasil persepsi terhadap dampak. Bobot dampak ditentukan oleh : a. Waktu. Apakah terjadi segera (soon/immediate) yang disingkat S, atau yang berjangka panjang (future) atau berselang (delayed), yang disingkat N. Dampak yang terjadi segera (s), akan memberikan pengaruh lebih kuat daripada yang berselang. b. Kepastian. Apakah dampak itu pasti (certain) terjadi mengikuti perilaku, yang disingkat P atau dampak belum pasti (uncertain) terjadi atau ragu, disingkat R. Dampak yang pasti memberikan pengaruh yang lebih kuat daripada yang belum pasti. c. Makna. Apakah dampak tersebut positif (+) atau negative (-). Dampak positif berpengaruh lebih kuat bagi pelaku untuk melakukannya lagi, sedangkan dampak negatif akan mencegah tindakan tersebut. Menurut Steve Jacobs dalam Gunawan dan Martowiyoto (2015), antecedent berpengaruh lebih kecil, yaitu 20% daripada consequence yang berbobot sekitar 80%, yang akan mempertahankan perilaku secara berkelanjutan. Kebanyakan perusahaan lebih memusatkan upaya pada penggerak, seperti memberikan pelatihan, dan kurang pada consequence, seperti penghargaan pada yang berperilaku aman.

12 Pelaksanaan Program Behavior Based Safety Observasi Menurut McSween (2003) dapat disimpulkan bahwa langkah pertama untuk mengembangkan prosedur BBS adalahmenganalisis insiden dan cedera dalam perusahaan terlebih dahulu. Secara umum, insiden yang ditinjau adalah yang terjadi tiga hingga lima tahun sebelumnya. Beberapa sasaran penting dalam mengembangkan prosedur observasi: 1. Mengidentifikasi perilaku-perilaku untuk kartu observasi berdasarkan frekuensi terjadinya dan potensi keparahannya. 2. Mengidentifikasi apakah cedera parah kemungkinan besar terjadi selama operasi rutin atau tidak rutin. 3. Mengidentifikasi waktu dalam sehari dan hari dalam seminggu dimana cedera paling banyak terjadi. Langkah selanjutnya setelah ditentukan sasaran prosedur observasi ialah mengembangkan isi kartu observasi (checklists). Isi checklists kemudian dikategorikan sesuai dengan kriteria tertentu sesuai dengan pekerjaan.secara umum, isi checklists disesuaikan dengan area kerja tertentu, misalnya berbeda isinya antara area produksi, perbaikan, laboratorium, gudang, dan sebagainya. Dalam beberapa kasus dapat pula disatukan menjadi sebuah checklists saja. Definisi operasional dicantumkan sebaiknya di belakang checklists untuk memudahkan observer atau karyawan dalam mengisi kartu observasi. Observer atau petugas yang mengisi kartu observasi pada umumnya melibatkan peran seluruh karyawan. Artinya, setiap karyawan dapat menjadi observer bagi karyawan lain. Perusahaan yang memiliki budaya K3 yang baik

13 21 dengan pengetahuan dan kesadaran karyawan terhadap K3 tinggi sangat memungkinkan melibatkan seluruh karyawan sebagai observer.perusahaan yang tidak secara rutin menunjukkan komitmen terhadap K3, lebih memilih manajer dan supervisor untuk menjadi observer. Apabila perusahaan dalam tahap pembuatan program BBS, maka lebih baik apabila anggota tim desain yang sebaiknya menjadi observer. Frekuensi dilakukannya observasi tergantung pada besarnya risiko dalam bekerja apakah akan dibuat setiap hari, setiap minggu, atau setiap bulan. Apabila sebuah area kerja memiliki risiko yang besar maka sebaiknya observasi dilakukan setiap hari dan melibatkan peran seluruh karyawan.pada umumnya perusahaan manufaktur melakukan observasi setiap minggu.observasi yang dilakukan setiap bulan sebaiknya membutuhkan peran supervisor dan manager. Strategi observasi menurut Krause (1990) terdiri dari dua tipe, yaitu : 1. Observasi berpusat pada situasi. Observasi ini dilakukan berdasarkan penglihatan observer terhadap situasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya sehingga akan muncul pertanyaan dari observer seperti, Apa potensi cedera di sini?kata operatif dalam pertanyaan tersebut ialah potensi.potensi cedera bukan berarti ada orang yang mungkin akan terluka, namun mengacu kepada bagaimana orang akan terluka berdasarkan waktu dan kondisi yang tepat. 2. Observasi berpusat pada lembar data. Lembar data adalah seperti checklists, memastikan ketelitian dalam melakukan observasi.tipe ini lebih mudah daripada observasi berpusat pada

14 22 situasi.observasi dilakukan berdasarkan poin-poin yang sudah ditentukan dalam checklists. Prosedur dalam melakukan observasi memiliki tujuan sebagai standar observer dalam menjalankan tugasnya. Tujuh langkah prosedur dalam melakukan observasi menurut Krause (1990) : 1. Langsung menuju ke tindakan. Melakukan observasi dimana kejadian sedang berlangsung. 2. Melihat orang sebanyak mungkin. Dengan melihat orang sebanyak mungkin, maka dapat melihat pula perilaku yang sedang dilakukan selain kondisi dan hal lainnya. 3. Memperkenalkan diri sendiri. Ketika observer mulai melaksanakan tugasnya, maka yang pertama sebaiknya dilakukan adalah memperkenalkan diri sendiri dan menjelaskan apa yang sedang mereka lakukan. Observer bukanlah mata-mata dan mereka memperlihatkan lembar data checklists dan berbicara kepada pekerja mengenai proses observasi. Observer mengatakan kepada pekerja mengenai apa saja yang telah diamati setelah pekerja selesai melakukan pekerjaan. Apabila pekerja khawatir setelah diamati, observer meyakinkan bahwa tidak aka nada nama yang dicatat dan tidak ada tindakan disipliner akan hasil dari pengamatan. 4. Observasi berpusat pada situasi. Observer membutuhkan waktu dan mempelajari situasi, melihat potensi cedera.observer sebaiknya tidak melakukan poin ini terburu-buru sebelum

15 23 menemukan potensi cedera atau memastikan situasi pada dasarnya aman.kemudian, dengan sangat teliti melanjutkan tugas ke poin berikutnya. 5. Observasi berpusat pada lembar data. Observer memeriksa dan mengisi lembar data checklists secara sistematis. 6. Memberikan umpan balik secara lisan. Setelah mengisi data perilaku selamat dan tidak selamat dan mengalkulasi % angka keselamatan, observer memberika umpan balik kepada pekerja. 7. Dari awal hingga akhir 20 s.d. 30 menit. Seluruh prosedur, termasuk kalkulasi dan umpan balik, seharusnya memakan waktu sekitar 20 hingga 30 menit Feedback (Umpan Balik) Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada seseorang atau sebuah grup mengenai perilaku dan dampak dari perilaku yang dilakukan, serta merupakan suatu alat komunikasi yang terpenting dalam membantu pekerja agar tetap sehat dan selamat (Health and Safety Authority, 2013). Umpan balik diberikan oleh observer secara lisan dan mendiskusikan hasil observasi. Hasil observasi tersebut berupa percakapan dengan pekerja yang diobservasi dan catatan perilaku pekerja pada lembar data, serta mengapa observer mencatat apa yang pekerja lakukan.teknik dalam penyampaian umpan balik dilakukan secara berurutan, yaitu umpan balik positif diberikan terlebih dahulu, kemudian menyampaikan hal-hal yang perlu diperbaiki (Krause 1990). Berikut adalah beberapa poin tentang bagaimana cara memberikan umpan balik menurut Krause (1990) :

16 24 1. Cegah kecelakaan. Observer yang melihat pekerja berpotensi mengalami kecelakaan segera menghentikan pekerja tersebut agar terhindar dari terjadinya kecelakaan. 2. Hormati pekerja yang sedang diamati. Pekerja tahu apa yang mereka kerjakan dan mereka mungkin memiliki alasan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan cara mereka sendiri. Hal ini bukanlah tugas seorang observer untuk menggurui pekerja. Tidak satupun antara pekerja dan observer menginginkan terjadinya kecelakaan. 3. Berpegang pada fakta. Observer tidak mendiskusikan orang tetapi perilaku. 4. Spesifik dalam penyampaian. Observer menyampaikan hal yang spesifik sehingga pekerja tahu apa inti dari umpan balik yang disampaikan. 5. Mengakui kemajuan dari pekerja. Observer memuji peningkatan kinerja pekerja serta membahas perbaikan-perbaikan lain lebih lanjut. Observer seharusnya tidak menginterogasi pekerja yang diamati selama mencari informasi penting.diskusi yang dijalankan sebaiknya dua arah, atau diskusi mengenai problem-solving yang edukatif antara kedua pihak.secara khusus, observer sebaiknya menghindari dua jenis pertanyaan seperti pertanyaan retorik dan pertanyaan yang diawali dengan mengapa.masalah sederhana yang sering terjadi dengan pertanyaan retorik adalah memudahkan pekerja menjadi marah.pertanyaan yang diawali dengan mengapa membuat pekerja menjadi sangat defensif dalam memberikan jawaban. Mengapa kemudian sebaiknya diganti dengan kata apa atau bagaimana sehingga mendorong pekerja untuk menjawab lebih terbuka dan tepat sasaran (McSween, 2003).

17 Steering Committee Menurut McSween (2003) dapat disimpulkan bahwa Steering Committee, atau biasa disebut SC, adalah sebuah tim yang terbentuk dari beberapa karyawan terpilih yang sudah melewati pelatihan sebagai observer dalam program BBS. SC efektifnya terdiri dari 5 hingga 8 orang atau lebih yang merepresentasi departemen masing-masing dimana karyawan bekerja dan biasanya berasal dari tim desain program K3.SC melakukan pertemuan (meetings) secara regular untuk membincangkan teknik pemecahan masalah dari hasil data laporan BBS dan perencanaan mengenai program keselamatan kerja. Menjadi steering committee, seperti yang diuraikan oleh McSween, ialah tahu bagaimana cara : 1. Mengindentifikasi, menguatkan, serta mendorong terciptanya kondisi dan penerapan perilaku selamat dalam bekerja kepada seluruh karyawan beserta jajaran manajemen yang mendukung proses tersebut; 2. Menyajikan data keselamatan kepada karyawan lainnya di dalam meetings sebagai feedback dan membimbing karyawan dalam mencapai tujuan serta target; 3. Menilai apakah proses keselamatan sudah dilakukan dengan benar sesuai dengan nilai dan prinsip perilaku selamat dalam bekerja yang telah dibuat oleh perusahaan; dan 4. Mengefektifkan penggunaan waktu dan sumber daya dalam meetings. Steering committee memiliki peran sangat besar dalam menyukseskan proses keselamatan berbasis perilaku serta mengelola dan meningkatkan tiga aspek dalam proses :

18 26 A. Mengelola Jalannya Program BBS SC melindungi integritas dari prinsip-prinsip : 1. Komponen 1: Keterlibatan Karyawan a) Prinsip 1: Karyawan yang berpartisipasi sebagai observer memiliki perilaku keselamatan yang lebih baik daripada orang-orang yangiaamati. Karena itu, semakin banyak pekerja yang melakukan observasi maka semakin baik. b) Prinsip 2: Semakin sering karyawan diobservasi dan menerima feedback, maka semakin besar kemungkinan mereka untuk meningkatkan keselamatan mereka. Karena itu, semakin sering observasi dilakukan maka semakin baik. c) Prinsip 3: Banyak nilai proses BBS dalam percakapan antara observer dengan orang-orang yang diamati. Karena itu, kualitas dari sesi observasi dan umpan balik semakin baik (kritis). 2. Komponen 2: Analisis Data dan Proyek Perbaikan a) Prinsip 4: Sebagian besar manfaat dari proses BBS berasal dari perbaikan yang direkomendasikan atau dilaksanakan oleh SC berdasarkan analisis data obervasi dan informasi terkait. Karena itu, para SC harus melakukan analisis yang berkualitas dan tepat waktu sesuai dengan data dan target perilaku. b) Prinsip 5: Berdasarkan analisis, SC harus mengembangkan dan menerapkan rencana aksi dalam meningkatkan target.

19 27 Fungsi Steering Committee secara spesifik ialah : 1) Melampirkan hasil umpan balik dalam bentuk grafik, table, dan daftar list. 2) Mendorong partisipasi sesama karyawan secara personal. 3) Melaporkan proses, hasil, dan permasalahan yang ditemukan selama program BBS berjalan kepada supervisor dan manajer. 4) Mendiskusikan proses, menyediakan umban balik dari setiap departemen, dan membimbing sesama karyawan untuk mengatur tujuan baru di area meetings. B. Mengelola Hasil Program BBS SC meninjau kembali data observasi untuk memastikan bahwa proses BBS mencapai akhir yang diinginkan. Peninjauan yang dilakukan berupa: besarnya persentase keselamatan dari hasil penilaian kartu observasi, besarnya persentase yang ditargetkan mengalami peningkatan atau tidak, dan besarnya pencapaian poin-poin keselamatan pada kartu observasi apakah mendekati 100% atau tidak dalam setahun periode kerja. C. MengelolaTindak Lanjut Program BBS Hasil dan keluaran program BBS dianalisis untuk dilihat apakah karyawan bekerja dengan selamat, sehingga menurunkan angka cedera.perusahaan mengamati apakah program BBS tercapai atau tidak. Dari hasil analisis, program ditindaklanjuti dan diperbaharui apabila terjadi perubahan yang signifikan untuk mencapapai tujuan yang baru.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Sumber Bahaya Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian langsung maupun tidak langsung. Kerugian ini bisa dikurangi jika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015 menjadikan kawasan regional ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Area dari keselamatan kerja dalam dunia rekayasa mencakup keterlibatan manusia baik para pekerja, klien, maupun pemilik perusahaan. Menurut Goetsch

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda. Ada tiga jenis tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda. Ada tiga jenis tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecelakaan Kerja Pengertian kecelakaan kerja berdasarkan Frank Bird Jr adalah kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi dan menyebabkan kerugian pada manusia dan harta benda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sarana kesehatan untuk menangani masalah kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat, rumah sakit mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia ditandai dengan adanya bermunculan proyek yang dibangun baik oleh pemerintah maupun oleh swasta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak dikehendaki yang dapat menyebabkan cidera, sakit, atau kerusakan material. Kecelakaan tidak terjadi begitu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional adalah bidang ekonomi khususnya pada sektor industri. Pada sektor ini telah terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1970 tentang. Keselamatan Kerja pasal 1 ayat (1), yang dimaksud tempat kerja adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1970 tentang. Keselamatan Kerja pasal 1 ayat (1), yang dimaksud tempat kerja adalah BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat (1), yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,

Lebih terperinci

ALAT / MATERIAL / PROSES / LINGKUNGAN Halaman 2 Rp. PENJELASAN CEDERA / KERUSAKAN NAMA KORBAN / KOMPONEN (JIKA ADA) CEDERA / KERUSAKAN....... SKETSA KEJADIAN / DENAH / GAMBAR / FOTO SKETSA / DENAH / GAMBAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh industri harus memenuhi standar kualitas yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh industri harus memenuhi standar kualitas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era-globalisasi dengan pesatnya kemajuan di bidang teknologi, telekomunikasi dan transportasi, dunia seakan tanpa batas dan jarak. Dengan demikian pembangunan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian K3 Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kejadian kecelakaan kerja dan timbulnya penyakit akibat kerja merupakan masalah yang besar bagi sebuah perusahaan atau industri. Kerugian yang dapat terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesadaran Menurut Hasibuan (2012:193), kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau

Lebih terperinci

EVALUASI JENIS DAN AREA POTENSIL KECELAKAAN KERJA PADA INDUSTRI PABRIK X

EVALUASI JENIS DAN AREA POTENSIL KECELAKAAN KERJA PADA INDUSTRI PABRIK X B-15-1 EVALUASI JENIS DAN AREA POTENSIL KECELAKAAN KERJA PADA INDUSTRI PABRIK X Suharman Hamzah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar, 90245

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesusilaan dan perlakuan yang sesuai harkat dan martabat manusia serta nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. kesusilaan dan perlakuan yang sesuai harkat dan martabat manusia serta nilainilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang undang RI No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 menyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan

Lebih terperinci

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri. Tujuan Pembelajaran

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri. Tujuan Pembelajaran 1 Tujuan Pembelajaran 2 Pengantar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pemahaman terhadap urgensi konsep manajemen K3. dari Pemahaman terhadap prinsip manajemen K3. 6623 - Taufiqur Rachman 1 Materi Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan

Lebih terperinci

URGENSI DAN PRINSIP K3 PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

URGENSI DAN PRINSIP K3 PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI URGENSI DAN PRINSIP K3 PERTEMUAN #2 TKT302 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik yaitu bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik yaitu bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Proyek Konstruksi Menurut Ervianto (2004), suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan setiap 15 detik

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan setiap 15 detik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industrialisasi dan modernisasi yang semakin pesat mengakibatkan intensitas kerja operasional semakin meningkat, sehingga muncul berbagai dampak seperti

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN PT KUNANGGO JANTAN KOTA PADANG TAHUN 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN PT KUNANGGO JANTAN KOTA PADANG TAHUN 2016 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN PT KUNANGGO JANTAN KOTA PADANG TAHUN 2016 Luthfil Hadi Anshari 1, Nizwardi Azkha 2 1,2 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas

Lebih terperinci

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus.

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus. Memahami pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Memahami peranan manajemen dalam menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja Memahami cara mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja Memahami

Lebih terperinci

Tujuan Pembelajaran Taufiqur Rachman 1

Tujuan Pembelajaran Taufiqur Rachman 1 Urgensi dan Prinsip K3 6623 Taufiqur Rachman 2013 Referensi: Rudi Suardi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Edisi I. PPM. Jakarta (Halaman 1 24) Tujuan Pembelajaran Pengantar Keselamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan, dan

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Industri konstruksi di Indonesia memiliki peluang pertumbuhan yang baik. Hal tersebut terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada dekade terakhir, organisasi (perusahaan) yang sebelumnya lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada dekade terakhir, organisasi (perusahaan) yang sebelumnya lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dekade terakhir, organisasi (perusahaan) yang sebelumnya lebih berfokus pada kualitas jasa/ produk yang dihasilkan telah mengalami pergeseran orientasi, yaitu mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecelakaan Kerja 1. Pengertian Kecelakaan Kerja Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1970 tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja a. Definisi Menurut OHSAS 18001:2007 yang dimaksud tempat kerja ialah lokasi manapun yang berkaitan dengan aktivitas kerja di bawah kendali organisasi

Lebih terperinci

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Sumber Daya Manusia Manusia sebagai sumber daya pada mulanya diartikan tenaga kerja manusia ditinjau secara fisiknya saja. Dengan kemampuan fisiknya manusia berusaha

Lebih terperinci

Sistem Pencegahan dan. Kebakaran. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

Sistem Pencegahan dan. Kebakaran. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA Kecelakaan kerja Frank Bird Jr : kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal tersebut yang

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal tersebut yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri sekarang semakin pesat yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal tersebut yang mendukung penggunaan peralatan

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN

KUISIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN KARYAWAN PT PDSI RANTAU ACEH TAMIANG TAHUN 2014 I.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sistem yang berhubungan semua unsur yang berada dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Instrumen Penelitian. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan Kecelakaan Kerja

Lampiran 1. Instrumen Penelitian. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan Kecelakaan Kerja 87 Lampiran 1. Instrumen Penelitian Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan Kecelakaan Kerja 88 Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Persepsi Pengendalian Risiko Kecelakaan Kerja 89 90 Variabel

Lebih terperinci

Jumlah total skor jawaban tertinggi dari kuesioner.

Jumlah total skor jawaban tertinggi dari kuesioner. 35 Jumlah total skor jawaban tertinggi dari kuesioner. Kurang Baik : 1-2,25 Baik : 2,26-3 Analisis data yang digunakan adalah analis kualitatif dan kuantitatif. Hasil pengolahan data dianalisis untuk melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dalam industri (Heinrich, 1980). Pekerjaan konstruksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dalam industri (Heinrich, 1980). Pekerjaan konstruksi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara menyatakan bahwa luas perkebunan karet Sumatera Utara pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara menyatakan bahwa luas perkebunan karet Sumatera Utara pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu penghasil karet yang ada di Indonesia yang memiliki areal perkebunan yang cukup luas. Badan Pusat Statistik propinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya pencegahan dari kecelakaan dan melindungi pekerja dari mesin dan peralatan kerja yang akan dapat menyebabkan traumatic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keahlian serta lingkungan. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act)

BAB I PENDAHULUAN. dan keahlian serta lingkungan. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disiplin kerja adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu mentaati tata tertib (Anoraga, 2006). Bahwa sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan

Lebih terperinci

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Tujuan Pembelajaran Setelah melalui penjelasan dan diskusi 1. Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan Penerapan K3 sekurang-kurangnya 3 buah 2. Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka melaksanakan pembangunan masyarakat dan menyumbang pemasukan bagi negara peranan Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi diharapkan masih tetap memberikan

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN SDM. Program keselamatan, kesehatan kerja Hubungan industrial Organisasi serikat pekerja

PEMELIHARAAN SDM. Program keselamatan, kesehatan kerja Hubungan industrial Organisasi serikat pekerja PEMELIHARAAN SDM Fungsi Pemeliharaan (maintenance) berkaitan dengan upaya mempertahankan kemauan dan kemampuan kerja karyawan melalui penerapan beberapa program yang dapat meningkatkan loyalitas dan kebanggaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Proses pembangunan proyek konstruksi pada umumnya merupakan kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan industri konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, terbuka atau tertutup, bergerak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 pasal 1 tentang Keselamatan Kerja, yang dimaksud dengan tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan yang dipandang sangat diperhatikan berbagai organisasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan yang dipandang sangat diperhatikan berbagai organisasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan yang dipandang sangat diperhatikan berbagai organisasi pada saat ini dikarenakan mencakup permasalahan kemanusiaan,

Lebih terperinci

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek 2012 Oleh: Arrigo Dirgantara 1106069664 Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2012 Pertanyaan:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat kerja Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja tempat kerja

Lebih terperinci

Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja)

Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja) KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja) Gunung Es kerugian pada kecelakaan kerja kerugian yang "tampak/terlihat" lebih kecil daripada kerugian

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN PTPN II KWALA MADU DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM K3 DAN PENANGANAN HAZARD. Pengantar

KUISIONER PENELITIAN PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN PTPN II KWALA MADU DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM K3 DAN PENANGANAN HAZARD. Pengantar KUISIONER PENELITIAN No : PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN PTPN II KWALA MADU DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM K3 DAN PENANGANAN HAZARD Pengantar Kuesioner ini disusun untuk melihat dan mengetahui tingkat penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan harta benda. Kecelakaan kerja banyak akhir-akhir ini kita jumpai

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan harta benda. Kecelakaan kerja banyak akhir-akhir ini kita jumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan adalah sebuah kejadian tak terduga yang menyebabkan cedera atau kerusakan. Kecelakaan Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat

Lebih terperinci

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA PROSEDUR NO DOKUMEN : P-AAA-HSE-01 STATUS DOKUMEN : MASTER COPY NO : NOMOR REVISI : 00 TANGGAL EFEKTIF : 1 JULI 2013 DIBUAT OLEH : DIPERIKSA OLEH : DISETUJUI OLEH : HSE MANAJEMEN REPRESENTATIF DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perusahaan sering mengabaikan Keselamatan dan Kesehatan. Kerja (K3) para pekerjanya. Dimana sebenarnya K3 merupakan poin

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perusahaan sering mengabaikan Keselamatan dan Kesehatan. Kerja (K3) para pekerjanya. Dimana sebenarnya K3 merupakan poin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan perusahaan sering mengabaikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) para pekerjanya. Dimana sebenarnya K3 merupakan poin terpenting dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang memerlukan penggunaan teknologi yang sangat maju. Adanya teknologi bisa memudahkan proses produksi

Lebih terperinci

PT MDM DASAR DASAR K3

PT MDM DASAR DASAR K3 PT MDM DASAR DASAR K3 KASUS - KASUS K3 Kecelakaan lalu lintas Kasus Kasus Lingkungan KESELAMATAN KERJA Adalah usaha dalam melakukan pekerjaan tanpa kecelakaan Memberikan suasana atau lingkungan kerja yang

Lebih terperinci

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #5 Ganjil 2015/2016

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #5 Ganjil 2015/2016 Materi #5 TIN211 - Keselamatan & Kesehatan Kerja Industri Definisi 2 Manajemen personalia, Istilah lain pengelolaan sumber daya manusia: Manajemen sumber daya manusia, Manajemen tenaga kerja. 6623 - Taufiqur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia kerja, perubahan dan tantangan terus berganti seiring dengan perkembangan industri. Keadaan ini menuntut sebuah perusahaan untuk selalu produktif. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksis. Masalah utama yang selalu berkaitan dan melekat dengan dunia kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. eksis. Masalah utama yang selalu berkaitan dan melekat dengan dunia kerja adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya dunia industri, mengakibatkan munculnya masalahmasalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut ingin tetap eksis. Masalah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT302 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat dunia industri berlomba melakukan efisiensi dan meningkatkan produktifitas dengan menggunakan alat produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Husni (2006 : 138) ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja dapat

Lebih terperinci

MEMPELAJARI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI METAL STAMPING PART

MEMPELAJARI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI METAL STAMPING PART MEMPELAJARI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI METAL STAMPING PART Disusun oleh: Diki Alnastain 32411082 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA BEKASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi juga memiliki karakteristik yang bersifat unik, membutuhkan sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi juga memiliki karakteristik yang bersifat unik, membutuhkan sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkian yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Selain itu, proyek konstruksi juga memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO) tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Kartu observasi bahaya atau HOC (Hazard Observation Card) Implementasi merupakan aspek yang sangat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Kartu observasi bahaya atau HOC (Hazard Observation Card) Implementasi merupakan aspek yang sangat penting BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Kartu observasi bahaya atau HOC (Hazard Observation Card) Implementasi merupakan aspek yang sangat penting dalam keseluruhan proses pembuatan kebijakan. Pelaksanaan

Lebih terperinci

Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3

Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3 Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3 Referensi: 6623 Taufiqur Rachman 2013 Rudi Suardi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Edisi I. PPM. Jakarta http://mufari.files.wordpress.com,

Lebih terperinci

URGENSI DAN PRINSIP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Keselamatan & Kesehatan Kerja

URGENSI DAN PRINSIP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Keselamatan & Kesehatan Kerja URGENSI DAN PRINSIP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA K3 Keselamatan & Kesehatan Kerja HAL-HAL YANGMENJADIISU DIK3 MENGAPA PERLU PENGELOLAAN K3 TUJUAN DARI SISTEM MANAJEMEN K3: 1. Sebagai alat untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam pembangunan nasional Indonesia yang terus berkembang dan tumbuh secara cepat serta berdampak

Lebih terperinci

Tujuan Dari Sistem Manajemen K3

Tujuan Dari Sistem Manajemen K3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 6623 Taufiqur Rachman 2013 Referensi: Rudi Suardi, 2005, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Edisi I. PPM. Jakarta (Bab 2, Halaman 11 34)

Lebih terperinci

KRONOLOGI DOKUMEN Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun 2012 DAFTAR ISI

KRONOLOGI DOKUMEN Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun 2012 DAFTAR ISI Halaman 1 dari 1 KRONOLOGI DOKUMEN Tanggal Revisi Ke Keterangan (Tuliskan sub-bab & perihal yang diubah serta alasan perubahan) 14-10-2011 0 Penentuan baru 25-11-2013 1 Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sektor industri mengalami perkembangan pesat

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sektor industri mengalami perkembangan pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pada era globalisasi, sektor industri mengalami perkembangan pesat dan signifikan yang mendorong perusahaan meningkatkan produktivitas, kualitas, dan efisiensi

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Lampiran KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 5 Tahun ) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Yang Pemenuhan Keterangan ditanya 3 Ya Tdk 4. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN..

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keselamatan Kerja Tarwaka (2008: 4) mengatakan bahwa keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER PENELITIAN

LAMPIRAN KUESIONER PENELITIAN 84 LAMPIRAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PENERAPAN PROGRAM BEHAVIOR BASED SAFETY (BBS) DI DEPARTEMEN HYDROCARBON TRANSPORTATION PT. CHEVRON PASIFIC INDONESIA DISTRIK MINAS TAHUN 2016 DATA RESPONDEN

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Modul ke: Hubungan Industrial KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Tujuan K3 2. Macam-Macam Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan kerja merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dan dikondisikan oleh pihak perusahaan. Dengan kondisi keselamatan kerja yang baik pekerja dapat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA MANAJEMEN K3

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA MANAJEMEN K3 #5 PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA MANAJEMEN K3 Definisi Istilah lain pengelolaan sumber daya manusia, antara lain: manajemen personalia, manajemen sumber daya manusia, manajemen tenaga kerja. Beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Widodo (2015:234), Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan berarti memberi. kesempatan kepada karyawan dalam memenuhi kelangsungan hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan berarti memberi. kesempatan kepada karyawan dalam memenuhi kelangsungan hidupnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perusahaan yang didirikan bertujuan untuk kelangsungan hidup untuk mencapai keuntungan yang diharapkan, juga dimasa mendatang mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang No. 18 tahun 1999, Bidang jasa konstruksi merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat rentan terhadap kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. contohnya mesin. Bantuan mesin dapat meningkatkan produktivitas,

BAB I PENDAHULUAN. contohnya mesin. Bantuan mesin dapat meningkatkan produktivitas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang serba modern ini, hampir semua pekerjaaan manusia telah dibantu oleh alat-alat yang dapat memudahkan pekerjaan manusia, contohnya mesin. Bantuan mesin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kecelakaan Kecelakaan memiliki definisi yang beragam menurut para ahli. Berikut ini adalah beberapa definisi kecelakaan menurut beberapa sumber. a. Heinrich (1980)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu tercapainya tujuan perusahaan dalam bidang yang dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. membantu tercapainya tujuan perusahaan dalam bidang yang dibutuhkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki perkembangan era industrialisasi yang bersifat global seperti sekarang ini, persaingan industri untuk memperebutkan pasar baik pasar tingkat regional, nasional

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Dasar Pengemudi

Tanggung Jawab Dasar Pengemudi Tanggung Jawab Dasar Pengemudi Panduan ini menerangkan kondisi utama yang harus dipenuhi oleh pengemudi yang akan mengoperasikan kendaraan PMI (baik pengemudi yang merupakan karyawan PMI atau pun pegawai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu persoalan dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia. Kesehatan dan keselamatan kerja

Lebih terperinci

Fari Handhina Kirana Rabu, 8 November 2017 DELEGATION

Fari Handhina Kirana Rabu, 8 November 2017 DELEGATION Fari Handhina Kirana Rabu, 8 November 2017 Kecakapan Pribadi SIFO A / 17082010005 DELEGATION Definisi Delegasi Delegasi adalah perwakilan atau utusan dengan proses penunjukan secara langsung maupun secara

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN OLEH : SYAHARA HIKMAH FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA Assalamualaikum w.w Selamat pagi/ siang/ sore Saya adalah mahasiswi semester akhir Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zaman berkembang semakin pesat seiring dengan kemajuan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. Zaman berkembang semakin pesat seiring dengan kemajuan di sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman berkembang semakin pesat seiring dengan kemajuan di sektor industri. Demikian juga kemajuan industri di Indonesia. Setiap industri banyak melakukan perubahan

Lebih terperinci

Fishbone Diagram dan Langkah- Langkah Pembuatannya

Fishbone Diagram dan Langkah- Langkah Pembuatannya Fishbone Diagram dan Langkah- Langkah Pembuatannya By Eris Kusnadi Fishbone diagram (diagram tulang ikan karena bentuknya seperti tulang ikan) sering juga disebut Cause-and-Effect Diagram atau Ishikawa

Lebih terperinci

KECELAKAAN TAMBANG. Oleh : Rochsyid Anggara

KECELAKAAN TAMBANG. Oleh : Rochsyid Anggara KECELAKAAN TAMBANG Oleh : Rochsyid Anggara 1. Penjelasan Umum Kecelakaan (Accident) adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan, tidak dikendalikan dan tidak diinginkan yang mengakibatkan cideranya seseorang,

Lebih terperinci

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Solichul HA. BAKRI, et al Ergonomi untuk Keselamatan, Keselamatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Mengelola Kelelahan

Lebih terperinci

SL : Selalu KD : Kadang-kadang SR : Sering TP : Tidak Pernah

SL : Selalu KD : Kadang-kadang SR : Sering TP : Tidak Pernah No. Responden : KUESIONER PENELITIAN KEPATUHAN PENGGUNAAN APD, PENGETAHUAN TENTANG RISIKO PEKERJAAN KONSTRUKSI PEKERJA KONSTRUKSI DAN SIKAP TERHADAP PENGGUNAAN APD DI PROYEK PEMBANGUNAN APARTEMEN U-RESIDENCE

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kuat. (2) Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. kuat. (2) Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk kuat. (2) Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi akan membawa dampak terhadap perubahan tatanan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pencegahan dan pengawasan dalam melakukan berbagai hal. berkaitan dengan pekerjaan. Mangkunegara (2011:161), Keselamatan kerja

BAB II LANDASAN TEORI. pencegahan dan pengawasan dalam melakukan berbagai hal. berkaitan dengan pekerjaan. Mangkunegara (2011:161), Keselamatan kerja BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keselamatan Keselamatan adalah suatu bentuk perlindungan dengan upaya pencegahan dan pengawasan dalam melakukan berbagai hal. 2.1.1 Pengertian Keselamatan Kerja Keselamatan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka,2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka,2008). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu perangkat yang digunakan oleh pekerja demi melindungi dirinya dari potensi bahaya serta kecelakaan kerja yang kemungkinan dapat

Lebih terperinci