BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dibahas 3 (tiga) hal, yaitu (1) Gambaran Umum Penelitian; (2) Deskripsi Data Hasil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dibahas 3 (tiga) hal, yaitu (1) Gambaran Umum Penelitian; (2) Deskripsi Data Hasil"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab yang keempat ini, tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan, akan dibahas 3 (tiga) hal, yaitu (1) Gambaran Umum Penelitian; (2) Deskripsi Data Hasil Penelitian; dan (3) Pembahasan. 4.1 Hasil Penelitian Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Pakis beralamat di Jalan Raya Kopeng Km. 21,7 Kaponan, Pakis, Magelang dimana lokasinya sangat strategis karena dilalui oleh banyak alat transportasi sehingga memudahkan siswa untuk mencapai sekolah. SMP Negeri 1 Pakis didirikan pada tanggal 4 Juni 1981 oleh Mendikbud dengan kepemilikan tanah dari pemerintah seluas m 2 / SHM dan luas seluruh bangunan m 2. SMP Negeri 1 Pakis saat ini berstatus sekolah negeri dan sudah berakreditasi A dengan kepemimpinan Bapak Parmin yang menjabat sebagai kepala sekolah dari tahun Sekolah ini diharapkan mampu menampung peserta didik yang berdomisili di daerah pedesaan yang jauh dari kota Magelang. Siswa yang menempuh pendidikan di SMP N 1 Pakis rata-rata berasal dari daerah lereng gunung Merbabu seperti Ndakan, Geni an, Ndaman dan Kembruyungan. SMP Negeri 1 Pakis mempunyai Visi Meningkat Dalam Prestasi, Santun Dalam Berinteraksi. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut sekolah menetapkan 55

2 56 misi yang memberi arah pada tercapainya cita-cita sekolah. Adapun misi SMP Negeri 1 Pakis adalah: 1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan yang efektif sehingga siswa memiliki pengetahuan dasar yang sesuai dengan potensi yang dimiliki. 2. Menumbuhkan semangat kesadaran akan pentingnya peningkatan prestasi. 3. Mendorong dan membantu siswa agar dapat berinteraksi dengan sesama warga sekolah dengan santun dan benar. 4. Menciptakan lingkungan yang kondusif agar tercipta hubungan interaktif yang baik sesama warga sekolah dan masyarakat. Bertolak pada visi dan misi sekolah diatas, SMP Negeri 1 Pakis juga mempunyai tujuan yang hendak dicapai oleh segenap warga besar SMP Negeri 1 Pakis adalah : 1. Mewujudkan iklim sekolah yang kondusif guna mendukung kegiatan belajar mengajar yang secara efektif. 2. Terwujudnya kinerja yang mantap dengan berdedikasi yang tinggi. 3. Terwujudnya pemahaman bahwa sekolah adalah pusat pendidikan dan pengambangan budaya dengan dengan cara meningkatkan mutu pendidikan. 4. Terwujudnya interaksi yang baik antara warga sekolah dengan masyarakat 5. Meningkatnya profesionalitas guru-guru. Saat ini SMP Negeri 1 Pakis memiliki ruang kelas sebanyak 18 ruang yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. 5 ruang digunakan untuk rombel kelas VII A sampai E, 5 ruang digunakan untuk kelas VII, 1 ruang laboratorium IPA, 1

3 57 ruang ketrampilan dan 1 ruang TIK. Selain 18 ruang tersebut sarana dan prasarana yang dibangun untuk menunjang kegiatan belajar di SMP Negeri 1 Pakis antara lain: ruang kepala sekolah, ruang TU, ruang BK, mushola dll. Saat ini pembangunan lantai dan parkiran juga mulai di rencanakan untuk melengkapi fasilitas yang ada di sekolah agar semakin nyaman dan untuk mencegah siswa agar tidak keluar dari lingkungan sekolah Keadaan Guru di SMP Negeri 1 Pakis Dari data dan wawancara operasional tugas Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Pakis dibantu oleh beberapa Wakil Kepala Sekolah yaitu Wakil Kepala Sekolah Urusan Sarana dan Prasarana, Wakil Kepala Sekolah Urusan Hubungan Masayarakat, Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum dan Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan. Guru di SMP Negeri 1 Pakis saat ini berjumlah 34 orang dengan status tetap dan tidak tetap. Kebanyakan guru mengajar tidak hanya pada satu pelajaran saja namun bisa mengajar di pelajaran lain yang di kuasai. Selain tenaga pengajar di SMP Negeri 1 Pakis juga di bantu dengan tenaga kependidikan yang berjumlah 5 orang. Keseluruhan data guru adaptif dan TU dapat dilihat dalam table berikut : Tabel 4.1 Tenaga Pendidik Di SMP Negeri 1 Pakis No Guru Bidang Studi Status T TT Jumlah 1 Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Kristen Bahasa Jawa Bahasa Indonesia 3-3

4 58 5 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Matematika Pendidikan Jasmani & Kesehatan Bahasa Inggris Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Bimbingan Konseling Ketrampilan Prakarya Seni Budaya Ketrampilan (SBK) 1-1 Jumlah (Sumber: Data SMP N 1 Pakis) Keterangan: T = Tetap TT = Tidak Tetap Keadaan Siswa di SMP Negeri 1 Pakis Saat ini SMP Negeri 1 Pakis memiliki 392 siswa dengan jumlah siswa lakilaki 187 orang dan 205 siswa perempuan. Siswa terbagi dalam rombonganrombongan belajar yang masing-masing kelas pararel 5 sehingga ada kelas VII A sampai VII E, VIII A sampai VIII E dan IX A sampai IX E. Data keseluruhan siswa SMP Negeri 1 Pakis dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.2 Distributor Siswa dalam Rombongan Belajar No Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 VII A VII B VII C VII D VII E VIII A VIII B VIII C VIII D VIII E IX A

5 59 IX B IX C IX D IX E (Sumber: Data SMP N 1 Pakis) Bentuk-Bentuk Pelanggaran Tata Tertib Sekolah Berdasarkan catatan Guru BK bentuk-bentuk pelanggaran tata tertib sekolah di SMP Negeri 1 Pakis selama 3 (tiga) bulan dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 4.3 Bentuk-Bentuk Pelanggaran Tata Tertib Sekolah No Bentuk Pelanggaran Bulan April-Juni 1 Alpa 5 2 Bolos 14 3 Terlambat 30 4 Atribut tidak lengkap 10 5 Gaduh di kelas 2 6 Keluarga 2 7 Melompat jendela / memecahkan jendela - 8 Membawa HP - 9 Rambut panjang / di cat berwarna 8 10 Mempunyai video porno di HP - 11 Mengucap kata-kata kotor / melawan guru 8 12 Meminta uang secara paksa (ngompas) - 13 Mengganggu lawan jenis - 14 Pencurian - 15 Perkelahian 8 16 Pacaran di lingkungan sekolah 1 17 Merokok 4 18 Minum-minuman keras - (Sumber: Data SMP N 1 Pakis)

6 60 Data pelanggaran pada tabel 4.3 sejalan dengan data pelanggaran tata tertib sekolah selama tahun 2013 sebagai berikut : Tabel 4.4 Pelanggaran Tata Tertib Tahun 2013 Tahun 2013 No Jenis Kenakalan Kelas Jumlah VII VIII IX 1 Bolos Terlambat Atribut tidak lengkap Gaduh di kelas Keluarga Membawa HP Rambut panjang/ di cat berwarna Pornografi/asusila Melawan guru Meminta uang secara paksa Pencurian Perkelahian Pacaran di lingkungan sekolah Mengucap kata-kata kotor Merokok Meminum minuman keras (Sumber : SMP N 1 Pakis) Dari data tabel 4.3 dan 4.4 bentuk pelanggaran yang masih tinggi terdapat pada bentuk pelanggaran ringan yaitu terlambat, bolos dan atribut tidak lengkap. Pelanggaran dalam kategori sedang yang dilakukan adalah melawan guru, rambut disemir dan mengucap kata-kata kotor. Sedangkan untuk pelanggaran berat yang terjadi selama penelitian adalah kasus perkelahian dan merokok.

7 Penyebab Pelanggaran Tata Tertib Sekolah Dari hasil wawancara dan observasi langsung penyebab pelanggaran tata tertib dapat dilihat sebagai berikut: 1. Alpa adalah tidak masuk sekolah tanpa keterangan yang tidak diketahui pihak sekolah dan orang tua. Sebagian siswa tidak masuk ke sekolah dengan alasan malas, bangun kesiangan, adanya konflik antar siswa sehingga takut pergi ke sekolah atau belum bisa melunasi uang sekolah. Beberapa siswa yang pernah alpa mengaku mereka ijin ke orang tua pergi ke sekolah namun tidak sampai ke sekolah melainkan ke tempat penyewaan playstation atau ke warnet. Menurut Guru BK sanksi dari jenis pelanggaran ini adalah orang tua di panggil namun dari hasil penyebaran kuesioner 10 % siswa menyatakan tidak setuju dengan alasan bahwa adanya beberapa siswa kurang mampu yang alpa karena sakit namun dirawat di rumah sehingga tidak mungkin adanya surat keterangan dokter. 2. Bolos sekolah disebabkan beberapa alasan diantaranya karena siswa terlambat datang ke sekolah dan akhirnya diteruskan untuk tidak masuk yang dilakukan sendiri maupun berkelompok. Bolos juga dilakukan ketika bosan dan iseng karena mengikuti ajakan teman. Tempat yang sering digunakan untuk membolos adalah Kali Soti yang berada di belakang sekolah dan warung yang berada di depan sekolah untuk merokok. Dari hasil penyebaran kuesioner 100% siswa menyatakan setuju untuk mengikuti pelajaran sampai akhir dan tidak meninggalkan sekolah sebelum

8 62 pelajaran berakhir, namun kenyataannya siswa masih banyak yang melanggar. Menurut salah satu siswa penyebab dari pelanggaran ini karena kurangnya pengawasan pihak sekolah dengan adanya gerbang sekolah yang setiap saat terbuka dan tidak ada penjaganya sehingga siswa akan mudah meninggalkan sekolah. 3. Terlambat datang ke sekolah paling banyak dilakukan siswa dengan alasan bangun kesiangan, bisnya datang terlambat, macet atau bahkan karena rumahnya jauh. Dari hasil angket diketahui bahwa siswa kurang setuju dengan adanya sanksi bagi siswa yang datang terlambat ke sekolah dikenai sanksi membersihkan sekolah, siswa beranggapan jika banyaknya siswa yang terlambat dan dikenai sanksi untuk membersihkan sekolah maka itu akan digunakan siswa untuk tidak ikut pelajaran dan akan menganggu proses belajar mengajar di kelas. Sedangkan penyebaran kuesioner mengenai respon siswa tentang kehadiran siswa diketahui 100% siswa menyatakan setuju jika harus berada di lingkungan sekolah 15 menit sebelum pelajaran di mulai dan 10% siswa menyatakan kurang setuju dengan adanya pelaporan terlebih kepada guru piket apabila terlambat karena dirasa akan membuat aktifitas belajar siswa lain menjadi terganggu. 20% siswa menyatakan tidak setuju jika tidak di perbolehkan masuk ke kelas ketika terlambat lebih dari 15 menit dengan

9 63 alasan akan menyulitkan siswa di minggu selanjutnya karena tertinggal pelajaran. Selain kasus terlambat ke sekolah, kasus terlambat masuk kelas juga dilakukan siswa setelah jam istirahat. Penyebab terlambatnya masuk kelas adalah siswa yang keluar dari lingkungan sekolah, biasanya ke warung yang ada di luar sekolah dengan alasan jajanan yang dijual lebih lengkap. Sehingga ketika bel masuk siswa telat masuk kelas karena bel tidak terdengar. Hal ini sesuai dengan pendapat siswa dari hasil angket tentang istirahat 40% siswa menyatakan kurang setuju jika harus berada di ingkungan sekolah selama istirahat dengan beranggapan bahwa kurangnya fasilitas yang ada di dalam sekolah seperti misalnya kantin dan fotocopy. Jika siswa yang akan fotocopy diwajibkan harus lapor Kepala Sekolah itu akan memakan waktu banyak sedangkan waktu istirahat hanya 15 menit. Namun 60% siswa mengatakan setuju dengan pertimbangan bahwa siswa yang keluar dari lingkungan sekolah akan menyebabkan siswa melakukan hal-hal yang tidak diinginkan (kecelakaan) karena dekat dengan jalan raya dan juga pelanggaran lain seperti merokok karena warung di sekitar sekolah. 4. Atribut tidak lengkap atau baju di corat coret disebabkan karena atributnya hilang dan mengikuti trend atau malu jika harus memakainya karena terlihat jadul/culun. 5. Gaduh dikelas disebabkan karena siswa merasa bosan dan akhirnya mengganggu teman yang lain, namun ada juga siswa yang karena kurang

10 64 menyukai guru sehingga siswa gaduh untuk membuat guru tidak nyaman di kelas. 6. Masalah keluarga biasanya disebabkan oleh keluarga yang broken home dan masalah ekonomi yang mengakibatkan siswa kurang konsen terhadap pelajaran dan berakibat prestasinya menurun. 7. Rambut yang berwarna disebabkan karena pengaruh dari lingkungan atau dari media, karena orang tua tidak menegur akhirnya siswa menjadi terbiasa. 8. Mengucap kata-kata kotor disebabkan karena kebiasaanya yang didapat dari teman bermain, sedangkan melawan guru biasanya dilakukan karena dinasehati atau ditegur namun siswa membangkang sehingga melawan guru dengan mengucap kata-kata kotor di depan guru. 9. Perkelahian disebabkan oleh masalah individu dan salah paham akibat bermain yang kelewat batas atau masalah antar geng. 10. Pacaran di lingkungan sekolah disebabkan kurangnya rasa tanggung jawab dari diri siswa. 11. Merokok yang dilakukan di kamar mandi sekolah, warung dan kali soti disebabkan oleh faktor dari lingkungan dan kebiasaan di keluarga, sehingga ketika siswa selama berada di sekolah kurang bisa menahan diri untuk tidak merokok.

11 65 Selain pelanggaran pada tabel 4.3, penyebab pelanggaran tata tertib selama tahun 2013 adalah : 1. Melompat jendela biasanya disebabkan siswa yang ingin membolos, sedangkan memecahkan jendela dilakukan oleh siswa akibat dari bermain dengan teman yang kelewat batas. 2. Kasus membawa handphone yang paling banyak dilakukan oleh siswa dan paling sulit diatasi karena sudah menjadi kebiasaan. Umumnya karena mengikuti teman dan melihat banyaknya teman yang membawa handphone tetapi tidak di beri sanksi secara tegas. Sehingga siswa ikut-ikutan membawa handphone. 3. Mempunyai video porno di HP didapat dari teman bermain dan akibat rasa penasarannya sehingga siswa saling mengirim ke teman lain. Guru berhasil mengetahuinya karena adanya laporan dari siswa lain dan terkadang siswa menonton di kelas. 4. Meminta uang secara paksa dilakukan oleh siswa berkelompok yang merasa paling kuat, biasanya di sebabkan karena kurangnya uang yang di berikan oleh orang tua. Hasil dari ngompas itu biasanya digunakan untuk bermain PS atau ke warnet. 5. Mengganggu lawan jenis disebabkan karena iseng karena jam kosong akhinya menganggu siswa perempuan dengan melakukan perbuatan yang kurang sopan.

12 66 6. Pencurian disebabkan karena ekonomi yang kurang di keluarga sehingga siswa terpaksa melakukan pencurian, biasanya yang di curi adalah HP atau uang. 7. Minum-minuman keras biasanya dilakukan di warung atau bahkan di pasar yang tidak jauh dari lingkungan sekolah disebabkan karena kurangnya religious dari siswa dan adanya pergaulan yang salah, terkadang siswa bergaul dengan anak yang lebih dewasa dan tidak berpendidikan sehingga siswa mudah terpengaruh Upaya Guru Pkn dalam Menegakkan Tata Tertib Sekolah Di SMP Negeri 1 Pakis Berdasarkan keterangan wawancara yang dilakukan kepada guru PKn dan guru BK penanganan pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh pihak sekolah di SMP Negeri 1 Pakis menggunakan tiga jenis upaya yaitu sebagai berikut: a. Upaya Preventif Tentang upaya preventif hasil wawancara dengan BBH dan SW yang merupakan guru PKn diperoleh penjelasan bahwa penegakkan tata tertib dimulai dengan menggunakan penanganan preventif. Beliau menyatakan: Penananganan preventif lebih besar manfaatnya daripada upaya represif dan kuratif. Banyaknya pelanggaran yang terjadi selama ini telah menghabiskan banyak tenaga dan waktu untuk menanganinya, sehingga upaya preventif merupakan cara yang optimal yang harus diperhatikan agar pelanggaran tata tertib tidak terjadi. Dalam penanganan tersebut guru PKn tidak bekerja secara personal namun dilakukan dengan pihak yang lain seperti guru agama ketika mengajar harus memberikan perhatian penuh mengenai akhlak atau normanorma, meningkatkan pemahaman mengenai tata tertib sekolah kepada siswa misalnya dengan mengaitkan pelajaran atau materi yang ada dengan tata tertib

13 67 sekolah, menjadi contoh yang baik misalnya ketika mengajar datangnya tidak telat, berpakaian yang sesuai dengan aturan sekolah, dan berbicara yang sopan, membaca asmaul husna ketika akan memulai pelajaran dan sholat berjamaah di mushola yang ada di sekolah ketika sholat dhuhur, dengan begitu setidaknya akan ada kesadaran sendiri siswa, dan mendampingi kegiatan kesiswaan yang ada di sekolah seperti OSIS atau ekstra pramuka. Keterlibatan guru dalam kegiatan ini bisa sebagai masukan moral yang tidak didapat dalam kelas, karena mungkin di dalam kelas siswa kurang berani untuk bertanya (Wawancara : ). menyatakan: Pendapat tersebut dilengkapi oleh pernyataan NW selaku Guru BK yang Selain melakukan upaya tersebut pihak sekolah sendiri sudah mulai melakukan berbagai upaya untuk meminimalkan pelanggaran tata tertib, seperti misalnya. menempel slogan dan kata mutiara di tempat-tempat yang bisa dilihat dan dibaca siswa dan melengkapi fasilitas sekolah dengan pembangunan fisik sekolah agar siswa tidak keluar sehingga perilaku siswa dapat di kontrol, Pembangun ini antara lain pembangunan tembok pembatas di belakang sekolah agar siswa tidak membolos, koperasi yang dilengkapi fotocopy agar siswa tidak keluar, pembangunan parkiran sekolah agar siswa tidak parkir di luar sekolah, mem-paving halaman sekolah agar siswa nyaman dengan begitu siswa yang tidak menjaga kebersihan sekolah dapat di amati (Wawancara: ). Upaya prefentif juga dilakukan pihak sekolah yang bekerjasama dengan beberapa warga sekitar sekolah, hal ini dikatakan oleh PW selaku guru BK bahwa: Karena minimnya waktu yang digunakan untuk mengontrol siswa sehingga pihak sekolah juga bekerjasama dengan pihak yang berada di sekitar lingkungan sekolah seperti misalnya warga yang ada di depan SMP yang sering digunakan siswa untuk nongkrong. Dari hasil laporan warga, guru bisa mengetahui kegiatan yang di lakukan oleh siswa ketika berada di luar lingkungan sekolah yang tidak bisa di awasi oleh guru ketika jam istirahat atau jam pulang sekolah. Adapun hal yang sangat sulit diatasi adalah banyaknya siswa yang membawa kendaraan ke sekolah yang di parkir di rumah-rumah warga dengan membayar Rp 1000,-. Terkadang guru sudah memberikan pemahaman kepada siswa mengenai SIM C dan terkadang menakut-nakuti dengan adanya razia namun masih saja siswa membawa kendaraan dengan alasan rumahnya jauh (Wawancara: ).

14 68 Sementara menurut AK tentang perilaku Guru PKn dia menyatakan : Guru PKn sudah cukup rajin namun terkadang juga masih telat. Pemberian contoh yang berkaitan dengan tata tertib juga sudah di lakukan, tetapi memang anak berasal dari kepribadian buruk yang kadang kurang memperhatikan pelajaran, entah itu karena pelajarannya yang membosankan atau karena dari gurunya yang suaranya kurang begitu jelas. Untuk sebagian guru masih ada yang memberikan contoh kurang begitu sopan dalam menyampaikan materi, penyampaian tidak pantas di dengarkan siswa atau dalam bahasa jawa saru dan masih juga di temui guru merokok di lingkungan sekolah, namun itu bukan guru PKn (Wawancara AK kelas VIII C: ). Hal itu juga di katakan oleh Y bahwa : Guru Pkn dan guru lain dalam memberikan sanksi kurang begitu tegas, karena hanya ditegur sehingga hal ini membuat siswa tidak jera dan cenderung membuat siswa melakukan pelanggaran lagi bahkan memancing siswa lain untuk melakukan pelanggaran juga. Seperti misalnya ketika di kelas siswa tidak memperhatikan tetapi mainan handphone (Wawancara Y kelas VIII B: ). b. Upaya Represif Pelaksanaan tata tertib pasti tidak semuanya berjalan sesuai dengan apa yang di harapkan. Sesuai dengan tata tertib sekolah yang telah ada bahwa setiap pelanggaran akan diberikan sanksi sesuai tingkatannya ringan, sedang ataupun berat sanksi telah dipersiapkan. Tata tertib sekolah merupakan ketentuan yang mengikat dengan tujuan untuk menunjang terselenggaranya proses pendidikan yang baik. Tata tertib sekolah akan efektif jika setiap pelanggarannya mengandung sanksi yang bersifat memaksa. Namun yang lebih utama adalah apakah sistem penanganan pelanggaran yang terjadi mampu membuat jera siswa atau masih bisa saja di lakukan di waktu mendatang.

15 69 Dalam upaya represif SW menyatakan: Bentuk penanganan represif adalah dengan memberikan sanksi berupa teguran dan nasihat bagi siswa yang melanggar tata tertib yang ditemui secara langsung, biasanya guru memberi teguran dengan bahasa yang halus atau pujian dahulu yang bisa di terima misalnya kamu itu cantik/ganteng jika bajumu di masukkan itu untuk kategori pelanggaran ringan, berbeda untuk pelanggaran yang tingkatannya sedang dan berat ketika menemui pelanggaran akan membawa ke ruang BK biar didata dan diproses oleh guru BK. (Wawancara: ). Diakui oleh NK bahwa: Dalam penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh siswa sebenarnya menggunakan system akumulasi angka kredit pelanggaran yang berjumlah 100 angka, jika siswa melakukan banyak pelaggaran maka siswa akan cepat mencapai angka tersebut, tergantung dengan pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, jika pelanggaran yang dilakukan termasuk pelanggaran yang berat-berat maka kemungkinan yang paling buruk adalah siswa di keluarkan. Namun system untuk sekarang ini belum bisa dijalankan karena meningkatnya jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Latar belakang siswa yang berasal dari daerah terpencil dan pelosok membuat siswa masih di beri kebijakan oleh guru. Kasus yang masih bisa di bebaskan dari system point ini adalah terlambat, baju tidak di masukkan dan bolos, sedangkan untuk kasus yang tidak bisa diberi kebijakan adalah perbuatan-perbuatan kriminal dari minum-minuman keras atau asusila (Wawancara: ). Penanganan atau pemberian sanksi bagi pelanggar ringan, sedang dan berat tidaklah sama, hal tersebut seperti yang dikatakan PW bahwa: Hukuman bagi pelanggaran ringan adalah penambahan bentuk tugas misalnya disuruh mengerjakan soal-soal di perpustakaan, hukuman fisik (lari 5x mengelilingi lapangan), membersihkan lingkungan sekolah, namun terkadang hukuman itu tidak membuat siswa jera dan melakukan pelanggaran lagi sehingga hukuman selanjutnya adalah memanggil orang tua. Biasanya yang paling banyak melakukan pelanggaran ini justru siswa yang berasal dari siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah. Untuk siswa yang jauh dari sekolah atau yang berada di lereng merbabu justru disiplin dan tidak pernah terlambat. Dalam hal pelanggaran sedang dan berat siswa di beri sanksi dari diberikannya tugas yang mendidik, orang tua di panggil sampai menghadap langsung ke kepala sekolah atau bahkan bisa saja di keluarkan. Adapun bentuk-bentuk pelanggaran yang masih sulit di atasi adalah terlambat, baju tidak di masukkan sampai membawa

16 70 handphone. Pihak sekolah sudah membuat tata tertib sebaik yang di harapkan namun hal ini sulit di taati. Kondisi ini salah satunya di sebabkan asal siswanya yang tidak sedikitnya berasal dari siswa yang tidak di terima di sekolah favorit atau berasal dari kota yang notabennya berasal dari lingkungan yang kurang baik (Wawancara: ) bahwa : Pendapat mengenai hukuman yang diberikan oleh guru dikatakan A (VIII A) Guru kurang begitu mampu mengurangi pelanggaran tata tertib sekolah karena kurangnya ketegasan dari guru. Misalnya ketika mendapati siswa yang melanggar guru hanya menakut-nakuti tidak akan di naikkan ke kelas berikutnya. Hal itu tidak akan membuat jera bagi siswa karena satu dua kali tidak ada tindakan dari guru selanjutnya maka akan membuat pelanggaran lagi dan bahkan lebih (Wawancara: ) c. Upaya Kuratif Upaya kuratif adalah upaya antipasti yang dilakukan agar tidak melakukan pelanggaran lagi. Upaya kuratif yang dilakukan guru PKn menurut BBH adalah: Dalam hal ini yang dilakukan oleh guru PKn adalah dengan bekerjasama dengan guru Bimbingan Konseling dan wali kelas secara intensif untuk mengawasi tingkah laku siswa yang dianggap sering melakukan pelanggaran tata tertib sekolah. Selain melakukan pengawasan guru Bk dibantu dengan guru PKn dan lainnya juga memberikan pembinaan dengan mengumpulkan siswa yang paling banyak melanggar dan diberikan pemahaman kesalahan yang dilakukannya dan disuruh untuk membuat surat pernyataan agar tidak melakukan lagi pelanggaran (Wawancara: ). Upaya lain yang dilakukan oleh Guru BK menurut NW adalah: Ketika pengawasan tidak cukup maka guru terkadang melakukan home visit dengan mendatangi rumah siswa yang sering melanggar untuk membina secara khusus dengan disaksikan oleh orang tua siswa agar jera. Dan apabila upaya ini tidak berhasil maka terpaksa di kembalikan ke orang tua (Wawancara: ).

17 Hambatan Guru Pkn dalam Menegakkan Tata Tertib Sekolah Di SMP Negeri 1 Pakis Dalam menegakkan tata tertib sekolah sudah pasti di temui beberapa hambatan dalam penegakkannya. Seperti yang disampaikan oleh BBH bahwa: Hambatan dalam menegakkan tata tertib adalah masalah waktu, keterbatasan waktu yang digunakan guru dalam mengontrol dan melakukan pengawasan terhadap perilaku siswa di sekolah dimana keberadaan siswa di sekolah yang hanya kurang lebih 7 jam. Pengawasan sekilas hanya dilakukan guru ketika siswa berada di kelas dan di lingkungan sekolah, ketika siswa berada di luar sekolah sudah pasti guru akan sulit untuk mengontrol terlebih pengontrolan satu persatu. Kemudian pemahaman siswa dalam menerapkan sikap dan tingkah lakunya, terkadang siswa menganggap norma tersebut sudah baik namun ternyata norma tersebut tidak sesuai dengan tata tertib yang ada di sekolah. Misalnya pemakaian baju daleman bagi siswa yang berhijab dan dianggap sesuai dengan norma yang ada di masyarakat ternyata tidak sesuai dengan yang ada di sekolah. Jadi guru PKn yang menemui masalah tersebut harus benar-benar bisa memutuskan untuk mengatasi hal tersebut (Wawancara: ). Sedangkan menurut SW bahwa: Hambatan dalam menegakkan tata tertib adalah kurangnya kerjasama guru terhadap guru lain. Banyaknya anggapan bahwa guru PKn, Agama dan BK yang mempunyai tanggung jawab terhadap tingkah laku siswa di sekolah karena hahal yang berkaitan dengan moral dan karakter. Kebanyakan guru hanya memberikan pengatahuan lain yang kurang memperhatikan sikap (afektif). Guru lain lebih menekankan untuk mejadikan siswa yang cerdas saja tetapi tidak memperhatikan perilaku siswa. Lemahnya monitoring dan pengawasan juga sangat mempengaruhi penegakkan tata tertib karena semua langsung di berikan kepada BP/BK dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan. Untuk itu guru pelajaran lain juga harus saling bekerja sama untuk membina moral siswa, tidak hanya mengandalkan guru PKn,agama dan BK saja. Hambatan lain adalah kurang bisa seirama dalam penegakkan tata tertib sekolah misalnya ada guru yang konsisten dan ada juga guru yang sama sekali tidak konsisten dalam memberikan sanksi bagi siswa. Hal tersebut membuat siswa tidak peduli terhadap tata tertib sekolah. Kurang konsisten dari Guru menyebabkan siswa tidak menghargai teguran atau nasehat dari Guru. Dukungan masyarakat terhadap ketertiban siswa di SMP Negeri 1 Pakis ini juga masih kurang, ini terlihat dengan adanya warung yang membolehkan siswa membeli rokok ketika sekolah belum

18 72 selesai bahkan ada juga yang menjual minum-minuman keras (Wawancara: ). 4.2 Pembahasan Hasil Penelitian Bentuk-Bentuk Pelanggaran Tata Tertib Sekolah Bentuk-bentuk pelanggaran tata tertib di SMP Negeri 1 Pakis yang menonjol adalah bolos, terlambat dan atribut tidak lengkap. Pelanggaran ini masih dalam kategori ringan karena bentuk penanganannya masih bersifat teguran, nasihat, sanksi fisik seperti lari, push-up dan sanksi yang bersifat mendidik seperti mengerjakan soalsoal di perpustakaan. Pelanggaran lain yang masih dilakukan oleh siswa meliputi pelanggaran sedang dan berat namun pelanggaran tersebut hanya dilakukan oleh beberapa siswa saja. Bolos, terlambat dan atribut tidak lengkap paling banyak dilakukan oleh siswa kelas VII dan VIII. Dari data pelanggaran selama tahun 2013 pelanggaran ini juga mencapai jumlah yang sangat tinggi, dapat dilihat bahwa kasus terlambat mencapai 204 kasus, bolos mencapai 146 kasus dan atribut tidak lengkap mencapai 45 kasus. Selama 3 (tiga) bulan penelitian yaitu dari bulan April sampai Juni bentuk pelanggaran terlambat, bolos dan atribut tidak lengkap ternyata masih cukup tinggi dilakukan oleh siswa. Pelanggaran dalam kategori sedang yang masih dilakukan walaupun jumlahnya sedikit adalah rambut disemir atau tidak sesuai aturan dan pacaran di kelas. Bentuk sanksi bagi pelanggaran yang bersifat sedang lebih berat dari sanksi

19 73 pelanggaran ringan misalnya pemanggilan orang tua siswa atau pembuatan surat pernyataan yang isinya tidak akan mengulangi pelanggaran tersebut. Jenis pelanggaran berat yang dilakukan oleh siswa adalah merokok dan perkelahian. Pelanggaran yang bersifat berat adalah pelanggaran yang sanksinya berupa pemanggilan orang tua dengan di proses oleh kepala sekolah atau maksimal oleh pihak kepolisian Penyebab Pelanggaran Tata Tertib Sekolah Penyebab pelanggaran tata tertib di SMP Negeri 1 Pakis dapat di kategorikan menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari sekolah dan dari luar sekolah. Termasuk faktor dari dalam sekolah adalah lokasi sekolah itu sendiri, faktor dari guru, faktor fasilitas pendidikan yang ada di sekolah, norma-norma dan kekompakan guru dalam memberikan sanksi. Sedangkan yang termasuk dalam faktor luar sekolah adalah jarak tempat tinggal siswa, lingkungan keluarga, lingkungan sosial (masyarakat) dan adanya norma-norma baru yang datang dari luar. Lokasi sekolah merupakan salah satu penyebab pelanggaran tata tertib sekolah, hal ini dapat dilihat dari lokasi sekolah yang dekat dengan pasar yang digunakan siswa untuk membolos atau sekedar membeli rokok. Faktor guru mencakup kualitas dan mutu guru. Kualitas dan mutu guru ini menuntut guru harus menguasai bidangnya dalam mengajar dan memiliki kepribadian yang baik bagi siswa. Faktor fasilitas pendidikan yang kurang bisa memenuhi kebutuhan siswa dapat mengakibatkan siswa melanggar tata tertib sekolah, seperti misalnya tidak adanya tempat parkir sekolah, tidak adanya penjaga sekolah, kantin

20 74 dan koperasi yang kurang sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga siswa harus keluar dari lingkungan sekolah untuk memenuhi kebutuhannya. Kekompakan guru dalam mengajar dan memberi sanksi mempengaruhi timbulnya pelanggaran tata tertib, perbedaan dalam memberikan sanksi pelanggaran akan menyebabkan siswa acuh terhadap tata tertib dan mempengaruhi siswa lain. Pengelola sekolah, guru, orang tua serta lingkungan harus seiring sejalan dalam menegakkan kedisiplinan dalam hidup, supaya hal itu bisa tercapai. Semuanya komponen yang ada disekolah harus berjalan beriringan, sekuat apapun pihak sekolah ingin mendisiplinkan siswa, jika tidak diimbangi dengan perhatian orang tua dan lingkungan sosial yang ada, maka upaya pihak sekolah tersebut akan terasa sangat berat, bahkan terancam gagal. Faktor luar sekolah mencakup jarak tempat tinggal siswa yang jauh dari sekolah dan hanya bisa dicapai dengan bus sehingga kondisi ini membuat siswa tidak bisa tepat waktu untuk sampai ke sekolah dan harus membawa kendaraan bermotor yang jelas dilarang oleh sekolah. Kondisi ekonomi keluarga yang berbeda-beda sehingga siswa yang kurang mampu mencoba menyesuaikan dengan siswa lain yang justru memaksa melakukan pelanggaran lain seperti mencuri. Selain ekonomi, pendidikan orang tua juga mempengaruhi tingkah laku siswa di sekolah. Orang tua yang kurang berpendidikan sering membiarkan keinginan anak-anaknya dan kurang mengarahkan anaknya ke pendidikan akhlak yang baik, seperti misalnya merokok. Kebiasaan ini didapat dari

21 75 siswa yang sering melihat orang tua merokok sehingga siswa mencoba dan akhirnya menjadi terbiasa. Lingkungan sosial juga merupakan salah satu pendorong bagi seseorang untuk melakukan suatu aktivitas sosial. Lingkungan juga memberi pengaruh terhadap kepribadian seseorang dalam melakukan. Keberadaan individu yang satu akan berpengaruh pada individu yang lain mengingat bahwa siswa yang sedang mengalami masa penemuan jati diri sangat memerlukan orang lain. Gaya bicara dan kebiasaan lingkungan masyarakat akan mudah menular kepada siswa ketika ia tinggal dalam waktu tertentu bersama mereka. Hal itu menunjukkan adanya saling mempengaruhi dalam sebuah hubungan sosial. Siswa yang tinggal dalam lingkungan yang tidak atau kurang beretika atau kurang disiplin tentunya akan berpengaruh terhadap kepribadiannya. dan hal itu sering terbawa dalam perilaku tidak disiplin di lingkungan sekolah. Berbagai kegiatan di masyarakat yang mempengaruhi perilaku siswa seperti adanya hiburan di desa yang melibatkan siswa seperti topeng ireng, janthilan dan juga setiap acara di desa dengan mengundang dangdut. Hal ini menyebabkan siswa akan telat datang ke sekolah karena malamnya mereka nonton dangdut sehingga bangun kesiangan. Lingkungan pergaulan siswa juga mempengaruhi tindakan siswa, apalagi maraknya geng disekolah sehingga kebanyakan siswa melakukan pelanggaran secara berkelompok. Dalam pergaulan siswa terkadang bergaul dengan anak yang lebih dewasa dan tidak sekolah sehingga mereka cenderung melakukan tindakan yang kurang baik dari hal kecil seperti merokok dan minum-minuman keras.

22 76 Norma-norma baru yang di dapat dari luar mempengaruhi perilaku siswa misalnya dari cara berpakaian, gaya rambut siswa yang tidak sesuai aturan dan barang-barang yang dibawa siswa seperti kendaraan dan handphone Upaya Guru PKn dalam Menegakkan Tata Tertib Sekolah Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangakan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan meweujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Heri, 2012:27). Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas dilaksanakan khususnya oleh pelajaran Pendidikan Agama dan PPKn karena misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap. Sedangkan untuk pelaksanaannya pendidikan karakter merupakan tanggung jawab setiap elemen sekolah karena di sekolah siswa mendapat beberapa pelajaran yang tidak di dapat dari lingkungan keluarga. Beberapa peran guru PKn sebagai orang yang bertanggung jawab memberikan karakter kepada siswa antara lain memahami nilai-nilai karakter yang akan di kembangkan, tanpa pemahaman yang baik maka akan sulit bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran secara efektif. Mengembangkan pembelajaran aktif, mengembangkan kultur sekolah, menjadi model yaitu guru yang berkarakter harus bisa memberikan contoh bagi siswa. Dari berbagai peran guru PKn, beberapa yang sudah dilakukan oleh guru PKn di SMP Negeri 1 Pakis yaitu memahami nilai-nilai karakter dengan mengaitkan beberapa nilai-nilai karakter di setiap materi pelajaran,

23 77 menjadi model yaitu menjadi contoh dalam berperilaku bagi siswa dan mengembangkan tradisi atau kultur yang baik di sekolah dengan adanya kegiatan religious atau mengadakan kegiatan pada peringatan keagamaan. Namun guru PKn di SMP Negeri kurang mengembangkan pembelajaran aktif di kelas karena menurut beberapa siswa guru PKn masih menggunakan pembelajaran konseptual. Langkah-langkah Guru Pkn di SMP Negeri 1 Pakis dalam menegakkan tata tertib dilakukan secara bertahap. Guru PKn tidak dapat berjalan sendiri namun bekerjasama dengan guru lain dalam penegakkan tata tertib. Upaya yang dilakukan guru PKn dalam menegakkan tata tertib meliputi upaya preventif, represif dan kuratif. Upaya preventif yang di lakukan antara lain melalui penanaman sifat religious dengan pembacaan asmaul husna sebelum pelajaran di mulai, memberi contoh yang baik dengan tidak melanggar tata tertib misalnya ketika mengajar datangnya tidak terlambat, pemberian nasehat setiap upacara atau ketika pelajaran PPKn, meningkatkan pemahaman mengenai tata tertib dengan mengaitkan materi yang ada, mengikuti kegiatan kesiswaan seperti OSIS atau ekstra pramuka. Selain guru PKn, dari pihak sekolah juga melakukan upaya dalam mencegah timbulnya pelanggaran tata tertib dengan pembangunan fisik sekolah seperti misalnya pemasangan slogan dan kata mutiara di tempat yang bisa dilihat dan dibaca oleh siswa, pembuatan tempat parkir, pembangunan pagar sekolah, koperasi yang dilengkapi dengan mesin fotocopy, dan mem-paving halaman sekolah agar memberi rasa nyaman. Sekolah juga bekerjasama dengan beberapa warga sekitar sekolah untuk mengontrol perilaku siswa di luar sekolah. Selanjutnya upaya represif juga dilakukan

24 78 untuk menegakkan tata tertib. Upaya Represif merupakan upaya pemberian hukuman bagi siswa yang melanggar tata tertib. Tindakan pemberian saksi terhadap siswa yang melanggar peraturan antara lain berupa hukuman yang sesuai dengan perbuatannya, hal itu untuk menggugah nuraninya untuk melakukan perbuatan yang baik dan bermoral (Kartono, 1991: 26). Sedangkan Dalam upaya ini guru PKn memberikan hukuman langsung seperti teguran atau nasihat bagi pelanggaran sedang, namun untuk pelanggaran yang bersifat sedang dan berat guru PKn menyerahkan kepada guru BK. Soeparwoto (2006:215) mengatakan dalam usaha menindak pelanggaran tata tertib sekolah, tindakan represif dilaksanakan apabila tingkah laku siswa sudah melewati batas toleransi dari norma sosial atau kadar angka poin yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. Apabila siswa telah melakukan pelanggaran berat maka yang berwenang memberikan hukuman represif ini adalah Kepala Sekolah. Pada tahun 2012/2013 SMP Negeri 1 Pakis terpaksa mengembalikan 4 siswa ke orang tua karena tersangkut kasus MIRAS. Sanksi yang diberikan bagi siswa yang melanggar dibedakan bagi pelanggaran tingkat ingan, sedang dan berat. Bagi pelanggaran ringan bentuk sanksinya adalah teguran, nasihat, sanksi fisik (lari,push-up) dan sanksi yang mendidik seperti mengerjakan soal-soal di perpustakaan. Apabila siswa masih melanggar maka siswa disuruh membuat surat pernyataan tidak mengulangi pelanggaran lagi. Dalam pelanggaran sedang siswa diberi hukuman dengan pemanggilan orang tua namun terkadang surat tidak diberikan oleh siswa sehingga guru harus melakukan home visit,

25 79 selain sanksi tersebut siswa disuruh membuat surat pernyataan yang diketahui oleh orang tua dan kepala sekolah. Sedangkan untuk pelanggaran berat siswa dikenai hukuman hampir sama dengan pelanggaran sedang namun disertai pembinaan khusus oleh guru apabila ternyata siswa masih belum berubah maka siswa terpaksa dikembalikan kepada orang tua. Awalnya dalam pemberian sanksi bagi siswa yang melanggar SMP Negeri 1 Pakis menggunakan system poin angka (credit poin) untuk menimbulkan efek jera namun ternyata di ketahui bahwa system ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Alasannya banyaknya siswa yang melanggar dan mengulangi pelanggaran akan mempercepat siswa mencapai point pelanggaran 100% sehingga akan mengakibatkan siswa harus di keluarkan. Menurut Giri (2007: 86) penerapan credit poin dapat dilihat dalam 2 (dua) tipe yaitu dari sisi positif dan sisi negatif pada tabel berikut : Tabel 4.5 Perbandingan Sisi Positif dan Sisi Negatif Penerapan Credit Point No Perbandingan Positif Negatif 1 Kriteria Bersifat menciptakan Bersifat top down suasana ketertiban dan kedisiplinan 2 Aturan Dibuat dengan kesepakatan antara sekolah dan siswa 3 Sanksi Lebih tegas dan Spesifik 4 Personil Guru akan dapat mudah mengontrol Adanya sifat yang membatasi dan memaksa Kurang memberikan impelementasi pendidikan moral cenderung ke sanksi yang bersifat fisik penggunaan poin yang kurang konsisten dan

26 80 setiap pelanggaran tegas oleh Guru dalam siswa dengan pendataan, sanksi akan penggunaan berdampak siswa akan standarisasi poin mengacuhkan pemberian poin tersebut (Sumber : Giri, 2007: 86) Sedangkan untuk upaya kuratif guru Pkn bersama guru lainnya melakukan pengawasan khusus bagi yang sering melanggar dengan cara mengumpulkan siswa yang berpotensi untuk melakukan pelanggaran lagi atau berpotensi mempengaruhi temannya. Home visit juga dilakukan oleh guru agar bisa bekerjasama dengan orang tua untuk mengawasi perilaku siswa di rumah Hambatan Guru Pkn dalam Menegakkan Tata Tertib Hambatan dalam penegakkan tata tertib sekolah dipilah menjadi hambatan yang bersifat internal dan eksternal. Termasuk bersifat internal adalah hambatan yang berasal dari faktor dalam sekolah seperti fasilitas sekolah sendiri yang memang kurang memadai atau lengkap sehingga penegakkan tata tertib menjadi terhambat, terbatasnya waktu guru untuk mengontrol perilaku siswa, pemahaman siswa terhadap tata tertib sendiri yang masih kurang diakibatkan karena kurangnya sosialisasi tata tertib, kurangnya kerjasama antara guru dalam memonitoring perilaku siswa di sekolah bahkan terkadang ada guru lain yang tidak memberikan contoh yang baik seperti waktu kedatangan ke sekolah yang telat. Ketegasan antar guru yang berbeda dalam memberikan sanksi membuat siswa tidak jera dan melakukan pelanggaran kembali. Karakteristik anak yang memang memiliki kepribadian yang dibangun dari lingkungan keluarga dan pergaulan sehingga memiliki kebiasaan yang sulit diatasi.

27 81 Sedangkan hambatan yang bersifat eksternal adalah hambatan yang disebabkan dari luar sekolah seperti misalnya kurangnya dukungan masyarakat sekitar atau orang tua. Hal ini dilihat dengan masih adanya warga yang menjual dan memperbolehkan siswa membeli rokok meski sebenarnya warung tersebut dibuka untuk memenuhi kebutuhan warga sekitar.

UPAYA GURU PKN DALAM MENEGAKKAN TATA TERTIB SEKOLAH. (Studi Kasus di SMP Negeri 1 Pakis Tahun Ajaran 2013/2014) SKRIPSI

UPAYA GURU PKN DALAM MENEGAKKAN TATA TERTIB SEKOLAH. (Studi Kasus di SMP Negeri 1 Pakis Tahun Ajaran 2013/2014) SKRIPSI UPAYA GURU PKN DALAM MENEGAKKAN TATA TERTIB SEKOLAH (Studi Kasus di SMP Negeri 1 Pakis Tahun Ajaran 2013/2014) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu proses kegiatan berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Keberhasilan dalam dunia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

BAB IV USAHA GURU DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA DI SDN 02 KALIJOYO KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV USAHA GURU DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA DI SDN 02 KALIJOYO KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB IV USAHA GURU DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA DI SDN 02 KALIJOYO KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN A. Analisis bentuk kenakalan siswa di SDN 02 Kalijoyo Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan SDN 02

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait peranan Guru

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait peranan Guru 204 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait peranan Guru dalam menumbuhkan kesadaran hukum siswa terhadap Tata Tertib Sekolah di SMP Negeri 3 Depok,

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya SDN Anjir Muara Kota Tengah SDN Anjir Muara Kota Tengah merupakan sekolah yang berada di wilayah Kecamatan Anjir

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah proses dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib sekolah terhadap tingkat kedisiplinan siswa menunjukkan bahwa kecenderungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO A. Analisis Karakter Siswa SMP Negeri 1 Wonopringgo Untuk mengetahui perkembangan karakter siswa di SMP

Lebih terperinci

Petunjuk Kerja ini disusun sebagai panduan tata tertib peserta didik dan sanksi pelanggaran di SMPN 1 Mojokerto

Petunjuk Kerja ini disusun sebagai panduan tata tertib peserta didik dan sanksi pelanggaran di SMPN 1 Mojokerto 1. Tujuan Petunjuk Kerja ini disusun sebagai panduan tata tertib peserta didik dan sanksi pelanggaran di SMPN 1 Mojokerto 2. Petunjuk Kerja 2.1. Hal Masuk Sekolah 1) Semua peserta didik harus hadir di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib sekolah bagi semua pihak yang terkait bagi guru, tenaga

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib sekolah bagi semua pihak yang terkait bagi guru, tenaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tata tertib sekolah bukan hanya sekedar kelengkapan dari sekolah, tetapi merupakan kebutuhan yang harus mendapatkan perhatian dari semua pihak yang terkait,

Lebih terperinci

PERATURAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 78 JAKARTA NOMOR 165 TAHUN 2011 TENTANG TATA TERTIB PESERTA DIDIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 78 JAKARTA NOMOR 165 TAHUN 2011 TENTANG TATA TERTIB PESERTA DIDIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 78 JAKARTA NOMOR 165 TAHUN 2011 TENTANG TATA TERTIB PESERTA DIDIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 78 Jakarta, Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manfaat dari pendidikan di sekolah, antara lain adalah menambah wawasan dan

I. PENDAHULUAN. Manfaat dari pendidikan di sekolah, antara lain adalah menambah wawasan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap warga negara. Baik itu pendidikan formal melalui lembaga resmi seperti sekolah ataupun pendidikan di luar sekolah. Manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, perlindungan anak termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah penulis melakukan penelitian tentang penanganan. kenakalan remaja oleh guru pendidikan agama Islam di MTs

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah penulis melakukan penelitian tentang penanganan. kenakalan remaja oleh guru pendidikan agama Islam di MTs 113 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan penelitian tentang penanganan kenakalan remaja oleh guru pendidikan agama Islam di MTs Muhammadiyah Kasihan, dapat diambil kesimpulannya bahwa:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilaksanakan secara tertib dan terencana yang bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. dilaksanakan secara tertib dan terencana yang bertujuan untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Sekolah merupakan tempat penyelenggara proses kegiatan pendidikan yang dilaksanakan secara tertib dan terencana yang bertujuan untuk mendidik, mengembangkan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 153 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Peran keteladanan guru PKn dalam membina kedisiplinan siswa melalui beberapa proses yaitu memberikan hukuman dan sanki yang tegas bagi siswa

Lebih terperinci

a. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja bersifat Amoral/ Asosial yang terjadi di SMPN 2 Sumbergempol

a. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja bersifat Amoral/ Asosial yang terjadi di SMPN 2 Sumbergempol A. Temuan Penelitian Berdasarkan paparan dan analisis data diatas maka diperoleh temuan data sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja Yang Dilakukan Remaja Di SMPN 2 Sumbergempol a. Bentuk-bentuk

Lebih terperinci

INGAT: DIISI DITANDATANGANI DIKEMBALIKAN KE SEKOLAH

INGAT: DIISI DITANDATANGANI DIKEMBALIKAN KE SEKOLAH ISI 1. Foto 3x4 dua lembar berwarna 2. Bukti Pendaftaran 3. Hasil printout formulir Online 4. F.C. SKHUS yang telah dilegalisir 1 lembar 5. Lembar pernyataan orang tua yang sudah diisi dan bermaterai 6000

Lebih terperinci

MENDIDIK (Educating), MENGINSPIRASI (Inspiring) dan MEMBENTUK (Transforming) Siswa untuk menjadi yang terbaik dalam dunia media

MENDIDIK (Educating), MENGINSPIRASI (Inspiring) dan MEMBENTUK (Transforming) Siswa untuk menjadi yang terbaik dalam dunia media 1 VISI SMK VISI MEDIA INDONESIA MENDIDIK (Educating), MENGINSPIRASI (Inspiring) dan MEMBENTUK (Transforming) Siswa untuk menjadi yang terbaik dalam dunia media MISI SMK VISI MEDIA INDONESIA Upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang bermaksud untuk tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti, misal perilaku, presepsi, motivasi. Tindakan,

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan langsung terhadap problematika penanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang

I. PENDAHULUAN. Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang harus segera diselesaikan atau dicarikan solusinya oleh pemerintah terutama dinas pendidikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian yang telah dilaksanakan mengenai studi tentang Faktor-Faktor Determinan Dalam Pembinaan Disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan era Globalisasi ini, remaja sering kali diselingi hal-hal

I. PENDAHULUAN. Kehidupan era Globalisasi ini, remaja sering kali diselingi hal-hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan era Globalisasi ini, remaja sering kali diselingi hal-hal yang negatif dalam rangka penyesuaian dengan lingkungan sekitar baik lingkungan dengan teman-temannya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah penulis melakukan penelitian, mendeskripsikan dan membahas hasil penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah penulis melakukan penelitian, mendeskripsikan dan membahas hasil penelitian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Setelah penulis melakukan penelitian, mendeskripsikan dan membahas hasil penelitian tersebut, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh,

Lebih terperinci

TATA TERTIB PESERTA DIDIK SMA NEGERI 1 LUBUK ALUNG SEKOLAH UNGGUL Tahun Pelajaran 2016/2017

TATA TERTIB PESERTA DIDIK SMA NEGERI 1 LUBUK ALUNG SEKOLAH UNGGUL Tahun Pelajaran 2016/2017 TATA TERTIB PESERTA DIDIK SMA NEGERI 1 LUBUK ALUNG SEKOLAH UNGGUL Tahun Pelajaran 2016/2017 Nama Siswa :... Sekolah Asal :... A. Kegiatan Pembelajaran 1. Peserta didik sudah harus hadir di sekolah sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis dalam mengembangkan segenap potensi yang ada pada diri manusia, tingkat pendidikan suatu bangsa merupakan cermin kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan psikis seorang manusia. Pada usia anak-anak terjadi pematangan fisik yang siap merespon apa yang

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan langsung terhadap bimbingan beragama dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN. 1. Nama Sekolah : SMK Surya Dharma. 2. Alamat : Jl. Kimaja Gg Pertama No.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN. 1. Nama Sekolah : SMK Surya Dharma. 2. Alamat : Jl. Kimaja Gg Pertama No. IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Identitas Sekolah 1. Nama Sekolah : SMK Surya Dharma 2. Alamat : Jl. Kimaja Gg Pertama No.1 Way Halim Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah berusaha untuk mewujudkan pendidikan yang kedepan diharapkan muncul

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Kewarganegaraan.

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Kewarganegaraan. PENEGAKAN KEDISIPLINAN DALAM RANGKA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER SISWA DI SEKOLAH (Studi Kasus di SMP Negeri 4 Tawang Sari, Kecamatan Tawang Sari, Kabupaten Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

TATA TERTIB PESERTA DIDIK SEKOLAH UNGGUL SMA NEGERI 1 LUBUK ALUNG

TATA TERTIB PESERTA DIDIK SEKOLAH UNGGUL SMA NEGERI 1 LUBUK ALUNG TATA TERTIB PESERTA DIDIK SEKOLAH UNGGUL SMA NEGERI 1 LUBUK ALUNG Nama Siswa :... Sekolah Asal :... A. Kegiatan Pembelajaran 1. Peserta didik sudah harus hadir di sekolah pukul 07.15. 2. Tanda masuk berbunyi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa tentang penyalahgunaan HP dan Motor. Pada sub bab selanjutnya pun akan

BAB I PENDAHULUAN. siswa tentang penyalahgunaan HP dan Motor. Pada sub bab selanjutnya pun akan BAB I PENDAHULUAN Bab awal ini membahas tentang latar belakang permasalahan mengenai implementasi kebijakan kepala sekolah mengenai adanya pelanggaran tata tertib di ruang lingkup SMP Negeri 1 Cerme yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Kondisi Umum SMP N 1 Wiradesa Kabupaten Pekalongan 1. Letak Geografis SMP N 1 Wiradesa terletak di kelurahan Pekuncen, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan. Mempunyai

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN (PPL)

PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) I. Pengertian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan baik berdasarkan hasil observasi maupun wawancara secara langsung kepada narasumber, maka dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Setelah peneliti melakukan penelitian di SMKN 2 Boyolangu dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi, maka dapat dipaparkan data sebagai berikut: Pada

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH

PANDUAN WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH PANDUAN WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH 1. Kasus-kasus kenakalan siswa apa sajakah yang selama ini banyak dilakukan siswa? 2. Apakah ada suatu upaya yang sistematis untuk mengatasi kenakalan remaja? 3.

Lebih terperinci

TATA TERTIB PESERTA DIDIK SMA NEGERI 1 LUBUK ALUNG SEKOLAH UNGGUL Tahun Pelajaran 2017/2018

TATA TERTIB PESERTA DIDIK SMA NEGERI 1 LUBUK ALUNG SEKOLAH UNGGUL Tahun Pelajaran 2017/2018 TATA TERTIB PESERTA DIDIK SMA NEGERI 1 LUBUK ALUNG SEKOLAH UNGGUL Tahun Pelajaran 2017/2018 A. Kegiatan Pembelajaran 1. Peserta didik sudah harus hadir di sekolah pukul 07.10 Wib. 2. Tanda masuk berbunyi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang berkualitas dan merupakan makhluk seutuhnya. Makhluk yang seutuhnya adalah mereka yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN ANGKET TENTANG RELIGIUSITAS

LAMPIRAN ANGKET TENTANG RELIGIUSITAS LAMPIRAN Nama : Alamat : Kelas : ANGKET TENTANG RELIGIUSITAS A. PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah setiap lembar pertanyaan dalam lembar soal ini dengan baik. 2. Pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1: Pedoman Observasi PEDOMAN OBSERVASI

Lampiran 1: Pedoman Observasi PEDOMAN OBSERVASI DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 : Pedoman Observasi : Pedoman Wawancara : Hasil Observasi : Hasil Wawancara : Surat Validasi

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. 1. Letak Geografis dan Sejarah Singkat SMA PGRI 2 Banjarmasin

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. 1. Letak Geografis dan Sejarah Singkat SMA PGRI 2 Banjarmasin BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis dan Sejarah Singkat SMA PGRI 2 Banjarmasin Pada awalnya sekolah menengah atas persatuan guru republik

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. dengan cara membandingkan atau mengkonfirmasikannya sesuai fokus. penelitian yang telah dirumuskan sebagai berikut :

BAB V PEMBAHASAN. dengan cara membandingkan atau mengkonfirmasikannya sesuai fokus. penelitian yang telah dirumuskan sebagai berikut : BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini dilakukan dengan merujuk pada hasil paparan data dan temuan penelitian yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Pada uraian ini peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi perilaku kenakalan peserta didik serta membina peserta didik untuk berakhlakul karimah.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi perilaku kenakalan peserta didik serta membina peserta didik untuk berakhlakul karimah. BAB I PENDAHULUAN Dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern, kehadiran bimbingan konseling Islami telah menjadi wawasan baru dalam perkembangan keilmuan bimbingan dan konseling di sekolah ataupun di madrasah.

Lebih terperinci

Program Kerja Kesiswaan MTs. Wachid Hasyim Surabaya Tahun Pelajaran 2017/2018

Program Kerja Kesiswaan MTs. Wachid Hasyim Surabaya Tahun Pelajaran 2017/2018 Program Kerja Kesiswaan MTs. Wachid Hasyim Surabaya Tahun Pelajaran 2017/2018 I. PENDAHULUAN Sekolah merupakan tempat/wahana pembentukan kepribadian siswa secara utuh. Disamping transfer ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum SMA Negeri 1 Geyer. November 2010 sekolah ini terakreditasi Baik.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum SMA Negeri 1 Geyer. November 2010 sekolah ini terakreditasi Baik. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum SMA Negeri 1 Geyer Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Geyer yang beralamat di Jalan Raya Purwodadi Solo Kilometer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan metode pengajaran yang tepat. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan metode pengajaran yang tepat. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting dalam kehidupan karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah lembaga formal tempat dimana seorang siswa menimba ilmu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah lembaga formal tempat dimana seorang siswa menimba ilmu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah adalah lembaga formal tempat dimana seorang siswa menimba ilmu dalam mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya untuk mencapai keberhasilan dimasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi BAB I PENDAHULUAN Dalam rangka upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan pembelajaran maka Universitas Negeri Yogyakarta melaksanakan mata kuliah lapangan yakni Praktik Pengalaman Lapangan ( PPL ). Sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa, tidaklah cukup dengan hanya memiliki kecerdasan saja, tetapi harus disertai dengan kesehatan mental dan

Lebih terperinci

Bab I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Kewajiban Siswa

Bab I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Kewajiban Siswa BUKU SAKU Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Kewajiban Siswa Setiap siswa wajib : 1. Mempunyai dan membawa buku saku setiap mengikuti kegiatan di sekolah 2. Memahami, menghayati, dan melaksanakan semua ketentuan

Lebih terperinci

TATA TERTIB PENGHUNI ASRAMA SADEWA SMK PERTANIAN PEMBANGUNAN NEGERI SEMBAWA TAHUN PEMBELAJARAN 2017/2018

TATA TERTIB PENGHUNI ASRAMA SADEWA SMK PERTANIAN PEMBANGUNAN NEGERI SEMBAWA TAHUN PEMBELAJARAN 2017/2018 TATA TERTIB PENGHUNI ASRAMA SADEWA SMK PERTANIAN PEMBANGUNAN NEGERI SEMBAWA TAHUN PEMBELAJARAN 2017/2018 VISI DAN MISI SMK PERTANIAN PEMBANGUNAN NEGERI SEMBAWA Visi Terwujudnya lulusan yang berakhlak mulia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai tanggungjawab untuk mendidik peserta didiknya. Sekolah menyelenggarakan proses belajar mengajar dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi kenakalan siswa di. : SMA Negeri 2 Kendari

PEDOMAN WAWANCARA. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi kenakalan siswa di. : SMA Negeri 2 Kendari LAMPIRAN- LAMPIRAN 91 Lampiran : 1 PEDOMAN WAWANCARA Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi kenakalan siswa di SMA Negeri 2 Kendari Peneliti : Hariyati Hari/ Tanggal : 08 /April / 2016 Informan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pentingnya moral dalam kehidupan manusia adalah manusia tidak biasa hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai aturan

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergambar dalam amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tergambar dalam amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Hal ini tergambar

Lebih terperinci

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut di atas diperlukan tata tertib siswa yang terdiri dari hak, kewajiban, larangan dan sanksi.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut di atas diperlukan tata tertib siswa yang terdiri dari hak, kewajiban, larangan dan sanksi. PEMERINTAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 19 JAKARTA Jalan Perniagaan No 31, Tambora Telepon (021) 6904454 Email : sman19jkt@yahoo.com JAKARTA Kode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu aspek utama yang memiliki peranan penting dalam mempersiapkan sekaligus membentuk generasi muda. Di

Lebih terperinci

1V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Yayasan Pendidikan Gajah Mada. tanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan.

1V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Yayasan Pendidikan Gajah Mada. tanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan. 1V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Yayasan Pendidikan Gajah Mada Sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Disiplin Disiplin kerja sangatlah penting dalam mempengaruhi perkembangan diri suatu perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang menjadi salah satu tempat dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang menjadi salah satu tempat dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang menjadi salah satu tempat dalam pelaksanaan pendidikan untuk mencapai tujuan yang optimal. Sekolah

Lebih terperinci

DAFTAR TERJEMAH. No Hal BAB Terjemahan

DAFTAR TERJEMAH. No Hal BAB Terjemahan DAFTAR TERJEMAH No Hal BAB Terjemahan 1 2 I Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya, Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya menjadi orangorang

Lebih terperinci

Laporan PPL UNY 2014 Page 1

Laporan PPL UNY 2014 Page 1 BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Analisis situasi diperlukan untuk memperoleh data mengenai kondisi baik fisik maupun non fisik yang ada di SMP N 1 Prambanan Klaten sebelum melaksanakan kegiatan KKN-PPL.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN GURU PKn DALAM MEMBINA KARAKTER SISWA DI SMP NEGERI 16 SIGI. Linda Agustina 1 Jamaludin 2 Hasdin 3 ABSTRAK

KEMAMPUAN GURU PKn DALAM MEMBINA KARAKTER SISWA DI SMP NEGERI 16 SIGI. Linda Agustina 1 Jamaludin 2 Hasdin 3 ABSTRAK 1 KEMAMPUAN GURU PKn DALAM MEMBINA KARAKTER SISWA DI SMP NEGERI 16 SIGI Linda Agustina 1 Jamaludin 2 Hasdin 3 ABSTRAK Tujuan penelitian mengetahui kemampuan guru PKn dalam membina karakter siswa di SMP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Identitas Responden Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu variabel dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Data

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Bersadarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti selama dilapangan dapat disimpulkan bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis data maka penulis dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa perilaku menyimpang merupakan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu cara untuk bisa memajukan Negara Indonesia menjadi lebih baik yaitu melalui pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

ANGKET ANALISIS KEBUTUHAN SISWA

ANGKET ANALISIS KEBUTUHAN SISWA ANGKET ANALISIS KEBUTUHAN SISWA NAMA :... KELAS :... PETUNJUK : Bacalah setiap pertanyaan dan pernyataan di bawah ini dengan cermat. Bubuhkan tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan pilihan anda.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, dari penelitian yang berjudul: Peran Bimbingan Konseling dan Pendidikan Agama

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, dari penelitian yang berjudul: Peran Bimbingan Konseling dan Pendidikan Agama BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, dari penelitian yang berjudul: Peran Bimbingan Konseling dan Pendidikan Agama Islam dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di SMK N

Lebih terperinci

3. Tata tertib ini wajib ditaati oleh semua siswa selama mereka masih berlajar di SMK. BONAVITA TANGERANG.

3. Tata tertib ini wajib ditaati oleh semua siswa selama mereka masih berlajar di SMK. BONAVITA TANGERANG. TATA TERTIB SISWA SMK BONAVITA I. PENDAHULUAN 1. Tata tertib ini disusun untuk menciptakan disiplin peserta didik sebagai syarat utama terlaksananya proses belajar mengajar yang efektif. 2. Tata tertib

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA Pada bab ini penulis akan mengemukakan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan. Adapun data yang dimaksud yaitu data yang berkaitan dengan disiplin

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA SMA NEGERI 1 JOGONALAN NOMOR : 420 / 2918/13 TENTANG TATA TERTIB PESERTA DIDIK

KEPUTUSAN KEPALA SMA NEGERI 1 JOGONALAN NOMOR : 420 / 2918/13 TENTANG TATA TERTIB PESERTA DIDIK KEPUTUSAN KEPALA SMA NEGERI 1 JOGONALAN NOMOR : 420 / 2918/13 TENTANG TATA TERTIB PESERTA DIDIK Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN 3.1 Profil Responden 3.1.1 Sejarah Singkat SMP Negeri 127 Jakarta terletak di Jl. Raya Kebon Jeruk No. 126 A, Kecamatan Kebon Jeruk, Kota Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk meningkatkan kedisiplinan siswa di SMAN Situraja kabupaten

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk meningkatkan kedisiplinan siswa di SMAN Situraja kabupaten BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan Umum Untuk meningkatkan kedisiplinan siswa di SMAN Situraja kabupaten Sumedang, maka setiap pelanggaran-pelanggaran aturan sekolah yang dilakukan

Lebih terperinci

B. Pedoman Wawancara diajukan kepada : 1. Guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP N I Mirit 2. Kepala sekolah SMP N I Mirit 3. Siswa SMP N I Mirit

B. Pedoman Wawancara diajukan kepada : 1. Guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP N I Mirit 2. Kepala sekolah SMP N I Mirit 3. Siswa SMP N I Mirit Pedoman Memperoleh Data Peranan Guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Berlalu Lintas pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri I Mirit Kebupaten Kebumen A. Kegiatan Dokumentasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENANAMAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA DI SMK NEGERI 1 KARANGDADAP PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENANAMAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA DI SMK NEGERI 1 KARANGDADAP PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENANAMAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA DI SMK NEGERI 1 KARANGDADAP PEKALONGAN A. Analisis Penanaman Pendidikan Budi Pekerti Di SMK Negeri 1 Karangdadap Pekalongan

Lebih terperinci

BUKU PENGHUBUNG SDN GIRIWINAYA

BUKU PENGHUBUNG SDN GIRIWINAYA BUKU PENGHUBUNG ORANG TUA / WALI SISWA DENGAN KEPALA SEKOLAH / GURU / WALI KELAS SEKOLAH DASAR NEGERI GIRIWINAYA PUSAT PEMBINAAN PENDIDIKAN TK/SD KEC. WARUNGKONDANG CIANJUR BUKU PENGHUBUNG SDN GIRIWINAYA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian dan dilanjutkan dengan proses analisis, maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. bahwa karakteristik

Lebih terperinci

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan pendidikan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri di tengah-tengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar di sekolah dimaksudkan untuk membantu siswa tumbuh dan berkembang serta menemukan pribadinya menuju kedewasaan. Tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah tertuang dalam fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, yaitu Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

KEWAJIBAN Setiap peserta didik mempunyai kewajiban sebagai berikut : 1. Memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila serta mentaati semua ketentuan

KEWAJIBAN Setiap peserta didik mempunyai kewajiban sebagai berikut : 1. Memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila serta mentaati semua ketentuan TATA TERTIB PESERTA DIDIK SMK METHODIST 8 MEDAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam tata tertib Peserta Didik tahun pelajaran 2016/2017 yang dimaksud dengan : Tata tertib peserta didik adalah ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANAN GURU DALAM PENANGGULANGAN. PENYIMPANGAN PERILAKU PESERTA DIDIK MTs. MA ARIF NU BUARAN PEKALONGAN MELALUI SPIRITUAL TREATMENT

BAB IV ANALISIS PERANAN GURU DALAM PENANGGULANGAN. PENYIMPANGAN PERILAKU PESERTA DIDIK MTs. MA ARIF NU BUARAN PEKALONGAN MELALUI SPIRITUAL TREATMENT BAB IV ANALISIS PERANAN GURU DALAM PENANGGULANGAN PENYIMPANGAN PERILAKU PESERTA DIDIK MTs. MA ARIF NU BUARAN PEKALONGAN MELALUI SPIRITUAL TREATMENT A. Analisis Bentuk Penyimpangan Perilaku Peserta Didik

Lebih terperinci

FORMULIR DATA PESERTA DIDIK BARU TAHUN PELAJARAN 2016/2017

FORMULIR DATA PESERTA DIDIK BARU TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Keterangan Pengisian : FORMULIR DATA PESERTA DIDIK BARU TAHUN PELAJARAN 2016/2017 1. Diisi dengan huruf cetak 2. Tempat tanggal lahir diisi sesuai dengan Akta Tanggal Lahir A. KETERANGAN PRIBADI 1. Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa peralihan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa peralihan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, dari masa tanpa identitas ke masa pemilikan identitas diri.

Lebih terperinci