POBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI SISWA AUTIS (Studi Kasus Di SMA Galuh Handayani Surabaya)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI SISWA AUTIS (Studi Kasus Di SMA Galuh Handayani Surabaya)"

Transkripsi

1 POBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI SISWA AUTIS (Studi Kasus Di SMA Galuh Handayani Surabaya) Hayyan Ahmad Ulul Albab Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Lamongan Hayyan.ahmad27@gmail.com Abstract: The problems of learning are an obstacle that disturb the way of learning and are capable of resulting in some other problems in the aspect of learning. The problems of learning in Islamic education might be from teacher, student, headmaster, and media or infrastructure of learning, items of detail and learning purpose. Other problems of learning could also be contained in students with autism like the problems of communiation, less social interaction, attitude and adaptive living skills. This study uses a case study by examining the answers from some raising questions. The first question is that how is the learning process of Islamic education for students with autism in Galuh Handayani Senior High School in Surabaya; the second one is what are the problems faced by teachers in teaching Islamic education for students with autism and the third one is what are the efforts taken by teachers to solve the problems of Islamic education learning for students with autism in Galuh Handayani Surabaya Senior High School. Keywords: Problems of learning, Islamic education and autism. Pendahuluan Tujuan pendidikan pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal sehingga dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat. 1 Berikut ini beberapa fakta permasalahan yang akan dihadapi oleh remaja autis. Masa remaja merupakan masa transisi antara anak-anak menjadi orang tua. Pada masa ini, remaja seringkali menghadapi konflik, baik konflik dalam diri sendiri maupun konflik dengan lingkungan seperti orangtua, sekolah dan teman-temannya. Pada anak autis, konflik yang dihadapi saat remaja bisa lebih pelik lagi karena memiliki hambatan dalam mengkomunikasikan perasaan dan pikirannya. Beberapa faktor penyebabnya adalah karena mulai menyukai lawan jenis, memasuki masa puber dan muncul dorongan seksual tapi tidak tahu cara menyampaikan atau mengatasinya. Tak hanya itu, anak-anak autis di sekolah juga seringkali dijauhi oleh teman-temannya padahal mereka juga ingin diajak main bersama. Bahkan, banyak anak autis yang menjadi korban bullying oleh teman-teman sekolahnya. Kondisi ini membuat remaja autis rentan mengalami depresi. Masa remaja selalu punya masalah. Namun jika orangtua dan anak sudah terbangun komunikasi yang baik sejak awal, biasanya gangguan anak autis yang dialami saat remaja tidak terlalu mengkhawatirkan," kata Adriana S. Giananjar, psikolog sekaligus pendiri sekolah khusus anak autis 'Mandiga' dan 1 Utami Munandar, Kreatifitas dan Keberbakatan (Jakarta: Gramedia, 2002), 14.

2 203 dosen Psikologi di Universitas Indonesia dalam acara Cares for Autism yang diselenggarakan London School of Public Relation di Taman Menteng, Jakarta. 2 Karakteristik anak menurut pandangan beberapa ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi memandang periode usia anak-anak merupakan periode yang penting yang perlu mendapat penanganan sedini mungkin. Maria Montessori berpendapat bahwa usia 3-6 tahun sebagai periode sensitive atau masa peka yaitu suatu periode di mana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Misalnya masa peka untuk berbicara. 3 Masa remaja sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap dan prilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ada lima perubahan yang sama yang hampir bersifat universal. Peratama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan yang nantinya akan menimbulkan masalah baru. Ketiga, dengan perubahan minat dan pola prilaku maka nilainilai juga berubah, apa yang pada masa kanak-kanak dianggap penting sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi. Keempat, sebagian besar remaja bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan, mereka menginginkan dan menuntut kebiasaan tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya. 4 Dari berbagai karakter dan ciri-ciri psikologis remaja tadi, satu hal yang paling menonjol dari seorang remaja adalah adanya konsep sikap yang egois sebagai wujud perkembangan berpikir dan bersikap dalam memperjuangkan kemandirian sikap (the strike of autonomy). Dari konsep ini maka seringkali perilaku remaja sering menunjukkan sikap-sikap kritis dan berlawanan dengan perilaku orang tua, keluarga, dan masyarakat sekitarnya. 5 Penyandang autisma seakan-akan hidup di dunianya sendiri, istilah autis ini diperkenalkan oleh Leo Kanner. Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang antara lain mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. 6 Fakta di atas menunjukkan bahwa pendidikan untuk siswa autis masih membutuhkan banyak perhatian, baik dari segi kurikulum, pendidik, materi, dan evaluasinya. Pendidikan Agama Islam untuk anak autis dalam pembelajarannya harus dipersiapkan secara matang agar dalam proses pembelajarannya bisa maksimal dan membuahkan hasil. SMA Galuh Handayani Surabaya Sekolah Galuh Handayani berdiri pada tahun pelajaran Pada awalnya, Sekolah Galuh Handayani fokus dalam penyelenggaraan pendidikan formal tingkat SD yang pada saat itu mengkhususkan diri pada penanganan anak Lambat belajar (Slow Learner) 2 Putro Agus Harnowo, Anak Autis Lebih Pelik dan Berat Hadapi Masa Remaja, dalam http ://health.detik.com/read/2012/04/15/100023/ /763/anak autis lebih pelik - dan-berat-hadapi-masaremaja yang diterbitkan pada Minggu 15 April 2012 jam WIB (05 Januari 2015). 3 Elizabeth. B. Hurlock, Child Development (New York: Mc. Graw Hill, Inc, 1978), Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Terj. Istiwidayanti dan Soedjarwo (Jakarta: Erlangga, tth), Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindopersada), Y. Handojo, Autisma Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak Normal Autis dan Perilaku Lain (Jakarta: Buana Ilmu Populer, 2003), 11.

3 204 kategori IQ Anak dengan kategori Slow Learner seringkali menghadapi problema belajar serius, terkait denga kondisi mentalitasnya. Tatkala berada di sekolah umum mereka termaginalisasi, sementara ketika bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) juga mengalami kendala. Akibatnya anak-anak dengan kategori ini sulit terserap secara normal dalam setiap jenis sekolah. Wajar jika kemudian banyak dari mereka mengalami kesulitan belajar, maupun kesulitan beradaptasi sehingga harus pindah sekolah. Sekolah Galuh Handayani terinspirasi dari problema anak Slow Learner tersebut. Pada awal berdirinya, kebanyakan siswa merupakan siswa pindahan dari SD negeri/swasta di Surabaya. Kemudian pada tahun pelajaran menyelenggarakan pendidikan TK dan pada tahun pelajaran menyelenggaran pendidikan formal tingkat SMP, dan selanjutnya pada tahun pelajaran menyelenggarakan pendidikan formal tingkat SMA. Saat sekarang sedang merancang program Postschool Transtition. SMA Galuh Handayani merupakan sekolah inklusi untuk anak berkebutuhan khusus terletak di Jl. Manyar Sambongan Surabaya Jawa Timur. Visi sekolah galuh handayani yaitu Turut serta berpartisipasi membangun negara melalui pendidikan bagi generasi penerus bangsa tanpa diskriminasi guna meningkatkan derajat kemuliaan manusia yang tinggi. Misi sekolah galuh handayani yaitu Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Meningkat kecerdasan dan kemampuan siswa, Memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan agar siswa mandiri, Memberikan layanan dan kegiatan bagi kesehatan jasmani dan rohani siswa, Memberikan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan siswa, Memberikan layanan pendidikan yang ramah dan penuh kasih sayang serta suritauladan dalam kehidupan sehari-hari dan Turut membantu menekan angka putus sekolah serta mensukseskan program wajib belajar. Autis Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia modern, autismetik yaitu terganggu jika berhubungan dengan orang lain. autisme yaitu gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu. 7 Kate Wall mendefinisikan tentang definisi autis sebagai berikut:autism is a lifelong disability that affects the way a person communicates and relates to people around them. Children with autism have difficulty in relating to others in a meaningful way. Their ability to develop friendship is generally limited as is their capacity to understand other people s emotional expressions. Some children, but not all, have accompanying learning disabilities. All children with autism have impairments in social interaction, social communication and imagination. This is known as the triad of impairments. 8 Penjelasan tentang definisi dari Kate Wall dapat diartikan sebagai berikut, Autisme adalah cacat seumur hidup yang mempengaruhi cara seseorang berkomunikasi dan berhubungan dengan orang-orang di sekitar mereka. Anak-anak dengan autisme mengalami 7 Tim bahasa PAH, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern (Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan, 2003), Kate Wall, Autism and Early Years Practice (London: Sage Publications LTD, 2010), 7.

4 205 kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Kemampuan mereka untuk mengembangkan persahabatan umumnya terbatas karena kapasitas mereka untuk memahami ekspresi emosi orang lain. Hal tersebut berlaku pada beberapa anak saja dan semua anak dengan autisme memiliki gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi sosial dan imajinasi. Hal ini dikenal sebagai tiga serangkai gangguan. Autis spectrum disorder atau yang sering digambarkan sebagai anak yang hidup dalam dunianya sendiri. Mereka tidak menyukai bila orang lain menganggu dunia hayalannya. Anak dengan autis menunjukkan prilaku aneh, seperti suka melihat benda-benda berputar, suka bermain dengan jarinya sendiri, melihat orang lain dengan tatapan tajam, dan bahasa komunikasi yang digunakan oleh anak autis ini sangat terbatas juga malu saat saling pandangan mata saat bicara. 9 Autisme ( autisme ) adalah cacat mental yang mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan pemahaman yang meliputi, memahami bahasa, bermain, dan berkomunikasi dengan orang lain atau Anak autis adalah anak yang memiliki cacat perkembangan atau gangguan dibeberapa fungsi otak yang bisa mempengaruhi fungsi komunikasi sosial. Sebuah sindrom perilaku autis ini didasarkan pada bentuk perilaku yang dikeluarkan oleh seorang individu. Hal ini telah dikonfirmasikan bahwa autis bukanlah penyakit melainkan sindrom yang tidak menular hanya dengan melalui interaksi dengan lingkungannya dan keberadaannya di bawah sejak sejak lahir, sindrom ini muncul sebelum usia tiga dan bisa mempengaruhi fungsi otak. 10 Dari pendapat-pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengertian autis adalah sebutan kepada orang atau nama dari sekelompok kelainan kebiasaan atau tingkah laku dengan ciriciri penyimpangan interaksi sosial, khususnya bahasa yang diucapkannya, kontak mata, bahasa tubuh dan pendekatan sosial, terutama kekurangan hubungan sosial dengan orang lain. Problematika Pembelajaran Remaja Autis Problematika mempunya arti masalah, persoalan atau hal-hal yang menimbulkan masalah yang belum bisa terpecahkan 11. Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 12 Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika pembelajaran adalah suatu rintangan yang harus dipecahkan oleh pendidik dan peserta didik dalam proses pendidikan. Problematika atau Kendala pembelajaran adalah hambatan yang menjadikan pelaksanaan pembelajaran tidak efektif. Kendala disini juga meliputi problem-problem yang sering dikeluhkan oleh peserta didik maupun guru selaku pelaksana kurikulum. Kendalakendala dalam pembelajaran PAI dapat berasal dari guru, peserta didik, kepala sekolah, ketersediaan sarana dan prasarana, dan sebagainya. Kendala-kendala itu sebagai berikut: Guru dan Peserta Didik 9 Melly Budiman, Gangguan Perkembangan pada Anak (Jakarta: Yayasan Autism Indonesia, 1997), Sa ad Riya>d}, Al- T{ifl al-tawh}idy: Asra>r al-t{ifl al-dha>tawy> wa kayfa Nataa< mal Maa hu (Mesir: Da>r al-qahirah lilja>mia> t, 2008), Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun Muhaimin, Paradigma pengertian Pendidikan Islam (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2004), 54.

5 206 Untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran peran guru sebagai pelaksana kurikulum dan peserta didik sebagai subjek pembelajaran sangat berpengaruh. Kurangnya keterampilan guru melaksanakan pembelajaran yang mendidik terkait erat dengan kebiasaan yang sudah lama melekat dalam sistem sentralisasi pendidikan, yaitu pembelajaran yang menekankan pada pencapaian target materi dan ranah kognitif (menghafal, memindahkan pengetahuan dari otak ke otak) yang disampaikan secara verbal. Padahal, sesungguhnya pembelajaran PAI menuntut porsi yang lebih besar pada aspek afektif. Namun kenyataannya, justru aspek ini yang menjadi kelemahan pembelajaran PAI selama ini. 2. Kepala Sekolah Komponen pendidikan yang harus bertanggung jawab terhadap keberhasilan maupun keberlangsungan proses pendidikan di sekolah adalah kepala sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah berkewajiban membantu guru-guru dalam usaha mereka mengembangkan keterampilan mengajarnya. 3. Sarana dan Prasarana Pelaksanaan pembelajaran PAI tidak akan optimal tanpa adanya dukungan sarana prasarana yang memadai untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Data menunjukan bahwa problem yang dihadapi guru PAI adalah terbatasnya sarana prasarana yang dibutuhkan. Permasalahan yang dihadapi oleh anak autis dalam usia remaja yang mungkin dimulai tahun yang ditandai dengan permasalahan seputar Kemandirian, Identitas diri (perubahan fisik, hormon dan sebagainya), Pergaulan sosial, Pendidikan seks, dan Tuntutan akademis yang semakin tinggi. Saat usia 15 hingga 20 tahun, orang tua dari anak penyandang autis mulai disibukkan dengan persiapan masa depan bagi anak terutama mengenai kemandirian anak dari segi fisik, sosial maupun nafkah hidup (lapangan kerja). Di usia ini, anak mulai semakin sadar bahwa dirinya berbeda dengan teman-teman sebayanya. Norma-norma sosial tentang apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, juga merupakan salah satu isu yang kuat terutama dari segi pendidikan seks. 14 Robin L. Gabriels dalam bukunya menjelaskan tentang problem siswa autis yang akan dihadapi pada saat usia sekolah dan remaja. Beberapa permasalahnnya yaitu Communication Abilities Mengajari siswa autis untuk berkomunikasi sangatlah berdampak besar pada dirinya. Siswa autis dimungkinkan ada yang kurang dalam memahami bahasa dan ada yang sangat cepat dalam mengembangkan bahasa yang diajarkan oleh gurunya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sigman dan Ruskin, mereka membagi anak autis dalam 2 grup (pertama grup umur 3 tahun 11 bulan, grup kedua 12 tahun 10 bulan). Grup pertama masih bisa berkomunikasi dalam 18 bulan dari umurnya dan grup kedua masih bisa berkomunikasi setelah umur 8-9 tahun. Dan dalam penelitiannya pada autis berumur tahun mereka mendiagnosis bahwa mereka masih kesulitan dan lemah pada saat berkomunikasi dan masalah ini akan terus berlanjut sampai remaja. 14 Gayatri Pamoedji, 200 Pertanyaan dan Jawaban Seputar Autisme (Jakarta: Yayasan MPATI Masyarakat Peduli Autis Indonesia, 2010), Robin L. Gabriels dan Dina E. Hill, Growing Up with Autis; Working with School-Age Children and Adolescent (New York: The Guliford Press, 2007),

6 Social Skills Lemahnya kemampuan remaja autis dalam berinteraksi sosial mempunyai dampak yang sangat beragam seperti kurangnya kualitas berinteraksi dengan sesama temannya dan kelemahan ini kedepannya akan berdampak pada kemampuannya untuk bisa mencapai dan mendapatkan informasi tambahan dalam kehidupan sosialnya. Kurangnya kemampuan bersosialisasi ini berdampak pada remaja autis tentang kurang bisanya bersikap bijaksana dengan sesama, rendahnya sifat sosial dan rendahnya respot remaja autis terhadap sesama. 3. Behavior Problems Problem-problem yang dilakukan oleh remaja autis meliputi sifat marah, merusak sesuatu, dan agresif kepada dirinya maupun orang lain. Sifat-sifat di atas ini mempunyai beberapa rintangan yang akan dialami oleh penghuni rumah, sekolah, dan grup belajar. Problem tingkah laku remaja autis ini bisa menjadi sumber yang sangat signifikan terhadap prilaku stress yang dihadapi oleh keluarga autis, pengasuh anak, guru autis dan kesetresan ini akan menjadi luas seiring dengan bertambahnya umur, kekuatan, dan besar anak autis. 4. Adaptive Living Skills Ada beberapa fakta yang terdapata pada beberapa remaja autis yaitu terdapatnya kemampuan penyesuaian diri pada remaja autis untuk menolak atau tidak adanya sifat adaptasi sama sekali pada diri remaja autis. Kurangnya kemajuan dalam beradaptasi ini bisa memperburuk keadaannya. Oleh karena itu, anggota keluarga autis harus membantu dan mendukung guna untuk memaksimalkan dan menyeimbangkan antara sifat bebas dan ketergantungan yang dihadapi oleh remaja autis. Lorna Wing menuliskan dua kelompok besar yang menjadi masalah pada anak autis yaitu: Masalah dalam memahami lingkungan (problem in understanding the world) a. Respon terhadap suara yang tidak biasa (unusually responses to sounds). Anak autis seperti orang tuli karena mereka cenderung mengabaikan suara yang sangat keras dan tidak tergerak sekalipun ada yang menjatuhkan benda di sampingnya. Anak autis dapat juga sangat tertarik pada beberapa suara benda seperti suara bel, tetapi ada anak autis yang sangat tergangu oleh suara-suara tertentu, sehingga ia akan menutup telinganya. b. Sulit dalam memahami pembicaraan (dificulties in understanding speech). Anak autis tampak tidak menyadari bahwa pembicaraan memiliki makna, tidak dapat mengikuti instruksi verbal, mendengar peringatan atau paham apabila dirinya dimarahi (scolded). Menjelang usia lima tahun banyak autis yang mengalami keterbatasan dalam memahami pembicaraan. c. Kesulitan ketika bercakap-cakap (difiltuties when talking). Beberpa anak autis tidak pernah berbicara, beberapa anak autis belajar untuk mengatakan sedikit kata-kata, biasanya mereka mengulang kata-kata yang diucapkan orang lain, mereka memiliki kesulitan dalam mempergunakan kata sambung, tidak dapat menggunakan kata-kata secara fleksibel atau mengungkapkan ide. 16 Wing, Autistik Children, 37.

7 208 d. Lemah dalam pengucapan dan kontrol suara (poor pronunciation and voice control). Beberapa anak autis memiliki kesulitan dalam membedakan suara tertentu yang mereka dengar. Mereka kebingungan dengan kata-kata yang hampir sama, memiliki kesulitan untuk mengucapkan kata-kata yang sulit. Mereka biasanya memiliki kesulitan dalam mengontrol kekerasan (loudness) suara. e. Masalah dalam memahami benda yang dilihat (problems in understanding things that are seen). Beberapa anak autis sangat sensitif terhadap cahaya yang sangat terang, seperti cahaya lampu kamera (blitz), anak autis mengenali orang atau benda dengan gambaran mereka yang umum tanpa melihat detil yang tampak. f. Masalah dalam pemahaman gerak isyarat (problem in understanding gesturs). Anak autis memiliki masalah dalam menggunakan bahasa komunikasi; seperti gerakan isyarat, gerakan tubuh, ekspresi wajah. g. Indra peraba, perasa dan pembau (the senses of touch, taste and smell). Anak-anak autis menjelajahi lingkungannya melalui indera peraba, perasa dan pembau mereka. Beberapa anak autis tidak sensitif terhadap dingin dan sakit. h. Gerakan tubuh yang tidak biasa (unusually bodily movement). Ada gerakan-gerakan yang dilakukan anak autis yang tidak biasa dilakukan oleh anak-anak yang normal seperti mengepak-ngepakan tangannya, meloncat-loncat, dan menyeringai. i. Kekakuan dalam gerakan-gerakan terlatih (clumsiness in skilled movements). Beberapa anak autis, ketika berjalan nampak anggun, mampu memanjat dan seimbang seperti kucing, namun yang lainnya lebih kaku dan berjalan seperti memiliki bebrapa kesulitan dalam keseimbangan dan biasanya mereka tidak menikmati memanjat. Mereka sangat kurang dalam koordinasi dalam berjalan dan berlari atau sebaliknya. 2. Masalah gangguan perilaku dan emosi (dificult behaviour and emotional problems). a. Sikap menyendiri dan menarik diri (aloofness and withdrawal). Banyak anak autis yang berprilaku seolah-olah orang lain tidak ada. Anak autis tidak merespon ketika dipanggil atau seperti tidak mendengar ketika ada orang yang berbicara padanya, ekspresi mukanya kosong. b. Menentang perubahan (resistance to change). Banyak anak autis yang menuntut pengulangan rutinitas yang sama. Beberapa anak autis memiliki rutinitas mereka sendiri, seperti mengetuk-ngetuk kursi sebelum duduk, atau menempatkan objek dalam garis yang panjang. c. Ketakutan khusus (special fears). Anak-anak autis tidak menyadari bahaya yang sebenarnya, mungkin karena mereka tidak memahami kemungkinan konsekuensinya. d. Prilaku yang memalukan secara sosial (socially embarrassing behaviour). Pemahaman anak autis terhadap kata-kata terbatas dan secara umum tidak matang, mereka sering berperilaku dalam cara yang kurang dapat diterima secara sosial. anak-anak autis tidak malu untuk berteriak di tempat umum atau berteriak dengan keras di senjang jalan. e. Ketidakmampuan untuk bermain (inability to play). Banyak anak autis bermain dengan air, pasir atau lumpur selam berjam-jam. Mereka tidak dapat bermain pura-pura. Anakanak autis kurang dalam bahasa dan imajinasi, mereka tidak dapat bersama-sama dalam permainan denga anak-anak yang lain. Pendidikan Agama Islam

8 209 Menurut Arifin dalam buku Filsafat Pendidikan Islam menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan yang dilandasi dengan nilai-nilai Islami. 17 Dari pendapatnya Ahmad D. Marimba, Pendidikan Agama Islam adalah Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut Islam. 18 Sedangkan menurut Zakiah Daradjat dkk, pengertian Pendidikan Agama Islam adalah Pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya, setelah selesai dari pendidikan mereka dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat kelak. 19 Bardasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat kita fahami dengan mendalam bahwa Pendidikan Agama Islam adalah suatu cara ataupun proses yang dilakukan oleh pendidik secara sadar, sistematis, dan pragmatis untuk membimbing dan mengarahkan peserta didik agar mereka dapat hidup sesuai dengan ajaran agama Islam. Untuk itu, Pendidikan Agama Islam tidak hanya bersifat materi saja yang harus dipelajari sebagai pengetahuan, tetapi dituntut setelah mendapatkan Pendidikan Agama Islam kelak untuk mempersiapkan peserta didik mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam. Poblematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di SMA Galuh Handayani Surabaya (SMAGHS) 1. Proses Pembelajaran PAI bagi Siswa Autis di SMAGHS a. Proses Manajemen Kelas di SMA Galuh Handayani Surabaya (SMA GHS) Pembelajaran PAI yang dilakukan di SMA GHS terbagi menjadi dua tingkatan. Tingkat kelas pertama yaitu kelas 10 dan 11 yang tergabung dalam satu kelas dan tingkat kelas kedua yang hanya diisi dengan kelas 12. Dalam proses pembelajarannya materi yang diberikan dalam pembelajaran akan disesuaikan sesuai dengan keadaan siswa di kelas tersebut, untuk siswa autis maka materi akan disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa autis yang diperoleh dari hasil identifikasi dan asesmen dan untuk siswa selain autis juga akan disesuaikan dengan tingkat pemahamannya dari kedua tingkatan tersebut di dalam satu kelas akan terdapat siswa autis, anak berkebutuhan khusus dan dan siswa regular. Model penempatan manajemen kelas ABK yang digunakan di SMA Galuh Handayani Surabaya yaitu: 1) Kelas Reguler Penuh / Inklusi penuh Anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama. 2) Kelas Reguler dengan Cluster 17 Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung,: Al-Ma'arif, 1989), Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 86.

9 210 Anak berkebutuhan khusus(abk) belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus(atbk) di kelas reguler dalam kelompok khusus. 3) Kelas Reguler dengan Pull Out Anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK) di kelas reguler, namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. 4) Kelas Reguler dengan cluster dan Pull Out Anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK) di kelas reguler, dalam kelompok khusus, dan dalam waktu tertentu ditarik dari kelas ruguler ke ruang sumber untuk belajar dengan GPK. 5) Kelas Khusus dengan berbagai pengintegrasian Anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang tertentu dapat belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK) di kelas reguler. 6) Kelas Khusus penuh Anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler. b. Shadow Teacher atau Guru Pendamping di SMAGHS Untuk mencapaian tujuan pembelajaran PAI di SMA Galuh Handayani Surabaya yaitu dengan cara mewujudkan prilaku yang santun, taat, dan menumbuhkan kesadaran dalam hal beribadah, sekolah ini juga menggunakan media dan metode yang menarik dan tepat sesuai dengan kebutuhan peserta didik dengan mengaplikasikan proses pembelajaran yang dilakukan bersama-sama dengan praktek pembelajarannya. Kegiatan itu akan didampingi dan dipantau oleh guru PAI dan proses pembiasaannya akan dilakukan dalam kegiatan ibadah, seperti: shalat, berdoa, membaca surat-surat pendek dan berpuasa. Untuk pendampingan siswa ini bisa dengan menggunakan guru pendamping atau yang biasa disebut dengan shadow dan guru pendamping ini hanya diperuntukkan untuk siswa autis yang tergolong berat. c. Kegiatan Pembelajaran di SMAGHS Dalam proses pembelajarannya guru Pendidikan Agama Islam membuka dengan salam, membaca surat-surat pendek dan berdoa bersama-sama kemudian memulai kegiatan pembelajaran inti setelah itu pembelajaran diakhiri dengan membaca doa penutup bersamasama dan guru memberikan salam. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam ini penulis rangkum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang penulis buat dengan menyesuaikan proses pembelajaran yang telah dilakukan di kelas, dengan rincian sebagai berikut: Tahapan Pertama Inti Kegiatan Pembelajaran a. Guru memberikan salam sebagai pembuka kegiatan pembelajaran b. Guru mengajak peserta didik untuk untuk berdoa bersama-sama dan membaca surat pendek (nilai religius) c. Guru menyampaikan materi yang akan di pelajari d. Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini a. Guru meminta peserta didik untuk membuka teks bacaan di buku peserta didik b. Guru mengelompokkan peserta didik dengan cara duduk melingkar c. Guru menulis pelajaran di papan tulis dengan cara meringkas

10 211 Penutup pelajaran yang berada di buku d. Guru meminta peserta didik untuk menyalin tulisan yang berada di papan tulis e. Guru memberikan penjelasan tentang materi pelajaran yang telah ditulis oleh peserta didik f. Guru mengkoreksi tulisan peserta didik dengan cara membaca kembali dan memberi nilai a. Guru mengajak peserta didik untuk berdoa bersama-sama b. Guru mengakhiri pertemuan dengan salam d. Materi Pembelajaran di SMA GHS Materi pembelajaran PAI yang dilakukan di SMA GHS itu tidak harus mencapai target yang sudah tertera dalam standart kompetensi dan kompetensi dasar tetapi ketercapaian di sini diartikan dengan sejauh mana pelajaran PAI ini bisa diterapkan, aplikatif dan mudah dipraktekkan oleh para siswa. Seperti, siswa bisa melafalkan, melaksanakan dan memperaktekkan bacaan doa-doa harian, membaca surat-surat pendek, bacaan shalat, praktek shalat, bacaan wudhu dan peraktek wudhu. e. Strategi Pembelajaran di SMA GHS Strategi pembelajaran SMA GHS yang menggunakan kurikulum KTSP dengan cara setiap kelas yang terdapat di SMA GHS menggunakan kelas kecil dengan jumlah pembatas tiap kelas yaitu 15 siswa. Dalam proses strategi pembelajarannya, sekolah inklusi SMA GHS membagi dua kelas pembelajaran yaitu pertama kelas inklusi dan kedua kelas khusus. Dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, kelas inklusi yaitu kelas yang diperuntukkan untuk siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang belajar bersama-sama dengan siswa regular. Kedua, kelas khusus yaitu kelas yang diperuntukkan untuk semua siswa ABK pada saat proses pembelajaran mata pelajaran tertentu dengan penjelasan siswa yang berada di kelas khusus belajar bersama-sama dengan siswa regular, proses seperti ini akan kita temukan pada saat mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Jasmani. f. Penilaian Pembelajaran di SMA GHS Cara melaksanakan evaluasi siswa autis yaitu dengan melakukan proses evaluasi pembelajaran dengan melakukan penyendirian soal atau penyesuaian soal kepada siswa autis yang itu ditentukan oleh guru PAI dengan cara melakukan pengamatan sejauh mana siswa autis bisa menerima materi yang telah dijelaskan oleh guru sebelum materi itu diujikan. Penilaian juga bisa dilakukan dengan menggunakan penilaian portofolio dengan melihat sejauh mana materi ajar PAI yang bisa diterima oleh siswa autis, penilaian ini merupakan kumpulan karya siswa yang disusun secara sistematis dan terorganisir sebagai hasil dari usaha pembelajaran dal hal ini yaitu hasil tulisan siswa autis disetiap materi pembelajaran. Penilaian kedua yaitu menggunakan penilaian pencil pepper, penilaian ini dilaksanakan oleh semua siswa, penilaian pencil pepper ini dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan atau soal yang harus dijawab oleh siswa secara tertulis dan penilaian yang terkahir yaitu menggunakan penilaian rapot narasi. Conto penilaian rapot narasi siswa berinisial F dalam dalam aspek pembelajaran membaca surat-surat pendek dia mampu tetapi dalam menulisnya dia kurang dan dalam mengaplikasian dalam ibadah di sekolah dia kurang.

11 Problem yang Dihadapi oleh Guru dalam Pembelajaran PAI bagi Siswa Autis di SMA GHS a. Problem Materi Problem yang di hadapi oleh guru dalam materi pembelajaran PAI yaitu para siswa autis belum bisa mengerti secara menyeluruh tentang Pendidikan Agama Islam yang bisa diartikan sebagai belum bisanya siswa autis untuk praktik shalat dan bacaannya kemudian tentang membaca doa-doa sehari-hari dan membaca surat-surat pendek. Masalah dalam proses mengajar seperti mensingkronkan antara pembelajaran kepada siswa autis, ABK dan siswa reguler yang itu semua membutuhkan materi tambahan dan pendalaman kembali kepada siswa autis yang sama sekali belum menangkap pembelajaran apa yang telah disampaikan oleh gurunya, untuk proses pendalam biasanya guru PAI memanggil siswa autis ke depan atau memanggil ke meja guru kemudian guru PAI memberikan penjelasan tentang materi yang telah dijelaskannya. b. Problem Prilaku Problem prilaku yang dihadapi guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa autis di SMA Galuh Handayani Surabaya bisa dilihat dengan gejala dan karakteristik yang dimiliki oleh siswa autis itu sendiri. Gejala ini bisa kita lihat dipembahasan yang sudah penulis bahas di point problematika remaja autis di atas. c. Problem Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Kendala yang dihadapi oleh guru PAI dalam hal proses ketercapaian tujuan pembelajaran belum bisa memenuhi target yang sudah tertera dalam standart kompetensi dan kompetensi dasar dan dalam hal pembuatan silabus dan rencana pelaksanaan bembelajaran (RPP) yang kemudian akan dimodifikasi oleh masing-masing guru PAI. d. Problem Konsentrasi Problem konsentrasi dalam pembelajaran siswa yang dialami oleh siswa autis pada saat mengikuti pembelajaran yaitu belum bisanya siswa autis dalam memusatkan perhatiannya pada saat pembelajaran sedang berlangsung, kurangnya fokus perhatian siswa terhadap gurunya dan kurangnya fokus siswa terhadap materi pembelajaran. e. Problem Motivasi Problem motivasi yang di hadapi oleh guru dalam pembelajaran PAI yaitu masih belum tumbuhnya sikap sadar diri dalam fikiran siswa autis untuk belajar dengan sungguhsungguh apa yang telah diajarkan guru Pendidikan Agama Islam di kelas. 3. Upaya-upaya yang Dilakukan oleh Guru untuk Mengatasi Problematika Pembelajaran PAI bagi Siswa Autis di SMA Galuh Handayani Surabaya a. Solusi problem materi Cara mengatasi problem materi ini yaitu degan cara menyederhanakan materi pembelajaran PAI yang terdapat di buku pelajaran kemudian ditulis ulang di papan tulis oleh guru dengan bahasanya sendiri yang mana bahasa itu hasil dari rangkuman atau kesimpulan dari materi pelajaran PAI sehingga para siswa bisa lebih mudah untuk memahami apa yang akan dijelaskan oleh gurunya saat semua siswa telah selesai menulis. Cara kedua yaitu dengan cara menggunakan penyesuaian kurikulum yang telah diimplementasikan oleh sekolah Galuh Handayani, yaitu terdapat empat model

12 213 pengembangan kurikulum di sekolah Galuh Handayani yaitu (1) model duplikasi, (2) model modifikasi, (3) model substitusi dan (4) model omisi. DUPLIKASI MODIFIKASI SUBSTITUSI OMISI Kurikulum untuk abk setidaknya dapat disamakan dengan kurikulum umum (siswa reguler) Kurikulum umum dapat dirubah untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa abk (siswa regular dan ABK) Beberapa bagian dari kurikulum umum dapat ditiadakan tetapi diganti dengan sesuatu yang kurang lebih setara. (siswa ABK) Beberapa bagian dari kurikulum umum ditiadakan sama sekali karena tidak memungkinkan bagi abk, diganti dengan yg lain disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan kebutuhannya. (siswa ABK) b. Solusi problem prilaku Solusi masalah ini bisa dilakukan dengan lebih banyak membimbing dengan pendekatan interaksi antara siswa dan guru sehingga bisa mengidentifikasi apa saja kekurangan yang dihadapi oleh siswa autis. Kemudian kita sebagai guru PAI juga harus memberi perhatian lebih banyak kepada siswa autis dan ABK dalam hal pembelajaran tetapi kita juga tidak lupa untuk memerhatikan siswa yang regular karena dengan adanya sikap adil dan tidak adanya pilih kasih maka akan terjalin suatu komunikasi timbal-balik yang bermakna dan menyenangkan antara siswa dan guru. c. Solusi problem ketercapaian tujuan pembelajaran Problem ii berkaitan dengan peran guru dalam memecahkan masalah dalam ketercapaian tujua pembelajaran yaitu dengan cara bermusyawarah antara guru pendamping pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran, terapis dan wali kelas karena dalam satu kelas sekurang-kurang akan terdapat satu guru pendamping dan satu guru mata pelajaran. Dari ketiga komponen di atas antara guru mata pelajaran, guru terapis dan wali kelas maka akan kita peroleh masukan-masukan yang membangun untuk mengatasi berbagai problem yang ada. Penyelesaian masalah ini bisa kembalikan kepada individu setiap guru yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan yang disebut dengan pelatihan In House Training (IHT). IHT merupakan bentuk evaluasi pembekalan guru yang dilaksanakan setiap hari sabtu pagi dengan tujuan supaya pemahaman dalam mengajar siswa inklusi bisa lebih maksimal dan dalam pengajarannya akan mengarah kepada kesetabilan siswa autis itu sendiri. d. Solusi problem konsentrasi Pada saat mengikuti pembelajaran problem konsentrasi ini sering terjadi maka solusinya yaitu dengan mengikutkan siswa ke dalam dua program pembelajaran. Dua program tersebut yaitu pertama program pembelajaran dan kedua program layanan kekhususan. Kedua program pembelajaran itu akan memberi pengajaran pada siswa ABK dengan manfaat memberikan intervensi terapi agar hambatan yang dimiliki siswa autis bisa lebih berkurang sehingga hambatan tersebut bisa diminimalkan, seperti terapi fokus,

13 214 terapi seperti ini bisa dapat memaksimalkan konsentrasi peserta didik sehingga bisa mengikuti proses pembelajaran secara maksimal e. Solusi problem motivasi Untuk cara menumbuhkan motivasi siswa autis yaitu dengan cara menanamkan sikap bahwa semua siswa autis itu seperti siswa normal pada umumnya dengan menerima semua kekurangannya sehingga dengan kekurangannya itu para guru bisa membimbing siswa autis ke arah yang lebih baik. Dari sikap seperti itu maka akan tercermin sikap yang akan timbul pada saat pembelajaran, siswa autis akan bisa lebih terkendali dan dalam diri siswa autis mereka akan menganggap bahwa mereka tidak merasa dibedakan dengan yang lainnya sehingga dalam pembelajaran mereka bisa menerima kita sebagai guru yang baik dan dalam diri siswa autis akan tertanamkan rasa memiliki dan motivasi untuk belajar Pendidikan Agama Islam. Penutup Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa autis yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam di SMA Galuh Handayani Surabaya yaitu menggunakan model pembelajaran kelas regular penuh atau inklusi penuh. Model pembelajaran kelas ini ditujukan kepada anak berkebutuhan khusus atau anak autis yang belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama. Pembelajaran dengan model seperti ini dilakukan oleh dua orang guru, guru pertama yaitu guru mata pelajaran dan guru kedua yaitu guru kelas, kedua guru ini saling membantu satu sama lain. Untuk pendampingan siswa autis ini bisa dengan menggunakan guru pendamping atau yang biasa disebut dengan shadow teacher atau guru pendamping yang mana guru ini hanya diperuntukkan untuk siswa autis yang tergolong berat, karena dalam model pembelajaran kelas regular penuh atau kelas inklusi penuh ini tidak terdapat siswa autis yang tergolong berat maka untuk guru pendamping ini ditiadakan dan hanya cukup dipandu oleh guru mata pelajaran dan guru kelas. Problematika yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa autis di SMA Galuh Handayani Surabaya yaitu problem materi, problem prilaku, problem keterapaian tujuan pembelajaran, problem konsentrasi dan problem motivasi. Upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa autis di SMA Galuh Handayani Surabaya yaitu pertama tentang solusi problem materi, guru menyederhanakan materi pembelajaran PAI yang terdapat di buku pelajaran kemudian ditulis ulang di papan tulis oleh guru dengan bahasanya sendiri yang mana bahasa itu hasil dari rangkuman atau kesimpulan dari materi pelajaran PAI sehingga para siswa bisa lebih mudah untuk memahami apa yang akan dijelaskan oleh gurunya saat semua siswa telah selesai menulis. Kedua solusi problem prilaku, guru lebih banyak melakukan kegiatan membimbing dengan pendekatan interaksi antara siswa dan guru sehingga guru PAI bisa mengidentifikasi apa saja kekurangan yang dihadapi oleh siswa autis. Ketiga solusi problem keterapaian tujuan pembelajaran, setiap hari Sabtu guru-guru dan tenaga-tenaga profesional melakukan kegiatan pelatihan dengan metode lesson study atau bisa dinamakan dengan in house training dan guru melakukan pemahaman dari hasil dari observasi, identifikasi dan asesmen dari siswa autis. Keempat solusi problem konsentrasi, dengan melakukan program layanan pembelajaran dan program layanan kekhususan dan

14 215 kelima solusi problem motivasi, guru PAI harus bisa menanamkan sikap bahwa semua siswa autis itu seperti siswa normal pada umumnya dengan menerima semua kekurangannya sehingga dengan kekurangannya itu para guru bisa membimbing siswa autis ke arah yang lebih baik. Daftar Rujukan Arifin, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, Budiman, Melly. Gangguan Perkembangan pada Anak. Jakarta: Yayasan Autism Indonesia, Daradjat, Zakiah dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, Gabriels, Robin L. dan Dina E. Hill, Growing Up with Autis; Working with School-Age Children and Adolescent. New York: The Guliford Press, Handojo, Y. Autisma Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak Normal Autis dan Perilaku Lain. Jakarta: Buana Ilmu Populer, Harnowo, Putro Agus. Anak Autis Lebih Pelik dan Berat Hadapi Masa Remaja, dalam http ://health.detik.com/read/2012/04/15/100023/ /763/anak autis lebih pelik - dan-berat-hadapi-masa-remaja yang diterbitkan pada Minggu 15 April 2012 jam WIB. Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, Terj. Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga, tth. Hurlock, Elizabeth. B. Child Development. New York: Mc. Graw Hill, Inc, Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung,: Al-Ma'arif, Muhaimin, Paradigma pengertian Pendidikan Islam. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, Munandar, Utami. Kreatifitas dan Keberbakatan. Jakarta: Gramedia, Pamoedji, Gayatri. 200 Pertanyaan dan Jawaban Seputar Autisme. Jakarta: Yayasan MPATI Masyarakat Peduli Autis Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Riya>d}, Sa ad. Al- T{ifl al-tawh}idy: Asra>r al-t{ifl al-dha>tawy> wa kayfa Nataa< mal Maa hu. Mesir: Da>r al-qahirah lilja>mia> t, Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindopersada. Tim bahasa PAH. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan, Wall, Kate. Autism and Early Years Practice. London: Sage Publications LTD, Wing, Lorna. Autistik Children a Guide for Parents and Professionals. New Jersey: The Chitadel Press, 1974.

Hayyan Ahmad Ulul Albab

Hayyan Ahmad Ulul Albab PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI SISWA AUTIS (STUDI KASUS DI SMA GALUH HANDAYANI SURABAYA) Hayyan Ahmad Ulul Albab I Pendidikan mempunyai tanggung jawab besar untuk mencerdaskan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal sehingga dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai tanggung jawab besar untuk mencerdaskan masyarakat bangsa ini. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta

Lebih terperinci

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan hal mendasar yang dilakukan oleh semua orang untuk menyampaikan suatu informasi, salah satunya komunikasi antara guru dan murid di sekolah inklusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto 1 SEKOLAH IDEAL Oleh: Damar Kristianto Berbicara mengenai Sekolah Ideal, dalam sharing ini saya ingin membicarakan mengenai pandangan saya seperti apa sekolah umum (inklusi) dalam menyelenggarakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Anak merupakan anugerah terindah yang dimiliki oleh orang tua. Namun anugerah tersebut kadang-kadang memiliki kekurangan atau banyak dari mereka yang mengalami gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai perencanaan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai perencanaan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha atau kegiatan yang disengaja untuk membantu, membina, dan mengarahkan manusia mengembangkan segala kemampuannya yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilatarbelakangi munculnya fenomena anak autis yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan umum selayaknya anak normal atau bahkan banyak dari

Lebih terperinci

BAB III SMP INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA. A. Letak Geografis SMP Inklusif Galuh Handayani

BAB III SMP INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA. A. Letak Geografis SMP Inklusif Galuh Handayani 57 BAB III SMP INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA A. Letak Geografis SMP Inklusif Galuh Handayani Sekolah Menengah Pertama Inklusif Galuh Handayani terletak di kota Surabaya, tepatnya di jalan manyar sambongan

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia agar mampu menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan diperkenalkan tahun 1943 oleh seorang psikolog anak di Amerika Serikat bernama Leo Kanner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usia emas atau golden age adalah masa yang paling penting dalam proses kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam pendidikan dasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Manajemen pembelajaran adalah sebuah proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan pembelajaran sehingga akan didapatkan sistem pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. pustaka. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknis analisis.

BAB V PEMBAHASAN. pustaka. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknis analisis. BAB V PEMBAHASAN Pada pembahasan ini peneliti akan menyajikan uraian sesuai dengan hasil penelitian, sehingga pembahasan ini akan mengintegrasikan hasil penelitian dan memadukan dengan kajian pustaka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi bagian terpadu dan tak terpisahkan dari peningkatan. yang digunakan dalam proses pembelajaran, kemajuan teknologi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi bagian terpadu dan tak terpisahkan dari peningkatan. yang digunakan dalam proses pembelajaran, kemajuan teknologi dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan sebuah pelaksanaan Pendidikan ditentukan oleh beberapa hal yang salah satunya adalah kualitas pembelajaran. Upaya peningkatan mutu pembelajaran menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa

BAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang unik, dimana anak selalu bergerak, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, memiliki potensi untuk belajar dan mampu mengekspresikan diri

Lebih terperinci

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA i MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di mana-mana. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan autisme semakin lama semakin meningkat. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mana merupakan wujud cinta kasih sayang kedua orang tua. Orang tua harus membantu merangsang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan individu usia 0-6 tahun yang mempunyai karakterikstik yang unik. Pada usia tersebut anak sedang menjalani pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak setiap orang. Begitu pula pendidikan untuk orang orang yang memiliki kebutuhan khusus. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

PERANAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN NILAI MORAL ANAK DI KELOMPOK B TK AISYIYAH V PALU

PERANAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN NILAI MORAL ANAK DI KELOMPOK B TK AISYIYAH V PALU PERANAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN NILAI MORAL ANAK DI KELOMPOK B TK AISYIYAH V PALU Rahmawati 1 ABSTRAK Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada peranan guru dalam mengembangkan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata orang tua. Karena anak merupakan buah cinta yang senantiasa ditunggu oleh pasangan yang telah menikah.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Pada anak autis perilaku tantrum sering muncul sebagai problem penyerta kerena ketidakstabilan emosinya, banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik)

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik) Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik) Oleh Kartika Panggabean Drs. T.R. Pangaribuan, M.Pd. ABSTRAK Anak Autisme merupakan salah satu

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENJARINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Nama Lengkap. Kecamatan.. Kab/Kota. : Belum Sekolah/Pernah Sekolah (DO) / Sekolah.

INSTRUMEN PENJARINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Nama Lengkap. Kecamatan.. Kab/Kota. : Belum Sekolah/Pernah Sekolah (DO) / Sekolah. A. Identitas Anak INSTRUMEN PENJARINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Nama Lengkap Jenis Kelamin Anak ke Umur Agama Tempat Tgl Lahir Alamat Rumah Pendidikan :.. : Laki-laki / Perempuan. : dari.. bersaudara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Bahkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara di sebutkan bahwa setiap warga Negara berhak dan wajib mendapat pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak

Lebih terperinci

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1 POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN. A. Implementasi signalong dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN. A. Implementasi signalong dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam 68 BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Implementasi signalong dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Galuh Handayani Surabaya 1. Signalong di SMP Galuh Handayani Surabaya Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan manusia dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan manusia dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan manusia dalam mempersiapkan generasi yang berkualitas dalam menghadapi era globalisasi. Dalam era globalisasi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki

Lebih terperinci

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta)

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta) 58 Penyesuaian Sosial Siswa Tunarungu PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta) Karina Ulfa Zetira 1 Dra. Atiek Sismiati Subagyo 2 Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi 3 Abstrak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gangguan autistik muncul sekitar tahun 1990-an. Autistik mulai dikenal secara luas sekitar tahun 2000-an (Yuwono, 2009: 1). Berbicara adalah salah satu aspek yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum

BAB I PENDAHULUAN. yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum memasuki pendidikan dasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan potensi sumber daya manusia serta penerus cita-cita perjuangan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan potensi sumber daya manusia serta penerus cita-cita perjuangan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan potensi sumber daya manusia serta penerus cita-cita perjuangan bangsa dan dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut anak perlu mendapat pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Lembang. Lembaga formal dalam pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada umumnya berada pada rentang usia antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan dibidang pendidikan merupakan keniscayaan agar suatu bangsa dapat

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan dibidang pendidikan merupakan keniscayaan agar suatu bangsa dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa. Upaya perbaikan dibidang pendidikan merupakan keniscayaan agar suatu bangsa dapat maju dan berkembang

Lebih terperinci

Studi Mengenai Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Sikap pada Ibu yang Memiliki Anak Autism Spectrum Disorder Karya Ilmiah

Studi Mengenai Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Sikap pada Ibu yang Memiliki Anak Autism Spectrum Disorder Karya Ilmiah Studi Mengenai Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Sikap pada Ibu yang Memiliki Anak Autism Spectrum Disorder Karya Ilmiah Yuricia Vebrina (NPM: 190110070101) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi dan belajar adalah dua hal yang saling berkaitan. Motivasi belajar merupakan hal yang pokok dalam melakukan kegiatan belajar, sehingga tanpa motivasi seseorang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universita Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universita Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Alat Ukur Liebowitz Social Anxiety Scale for Children and Adolescents Petunjuk: Untuk setiap situasi, isilah dengan angka berikut yang menunjukkan seberapa besar ketakutan yang

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA 1 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA Angelia 1, Suheni 2, Mori Dianto 2 1 Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia semakin meningkat. Menurut Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA (STUDI EKSPERIMEN DI SMA NEGERI 2 SURAKARTA) PROPOSAL TESIS Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran seorang anak di dunia ini adalah kebanggaan tersendiri bagi keluarga, manusia tidak dapat meminta anaknya berwajah cantik atau tampan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanganan untuk anak berkebutuhan khusus menjadi suatu tantangan tersendiri bagi penyelenggara pendidikan luar biasa mengingat karakteristik dan kebutuhan anak yang

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua untuk dirawat dan dididik sebaik-baiknya agar kelak menjadi anak yang berguna. Anak juga dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, komunikasi menjadi hal terpenting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, komunikasi menjadi hal terpenting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, komunikasi menjadi hal terpenting dalam kehidupan yang mana manusia tidak bisa terhindar dari proses komunikasi. Pentingnya proses komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahun-tahun pertama kehidupan anak atau yang sering dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahun-tahun pertama kehidupan anak atau yang sering dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahun-tahun pertama kehidupan anak atau yang sering dikenal dengan usia dini merupakan masa yang sangat tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan untuk anak dalam rentang usia empat sampai dengan enam tahun yang sangat penting untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Proses Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. Suyono dan Hariyanto (2014) mengatakan belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses

Lebih terperinci

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Astrini Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Bina Nusantara University, Jln. Kemanggisan Ilir III No 45, Kemanggisan, Palmerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan yang penting, yaitu untuk menjamin kelangsungan kehidupan dan perkembangan berbangsa dan bernegara. Hal ini sebagaimana tercantum undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 2.1 Latar Belakang Lembaga Pendidikan Al-Hikmah Kelompok bermain adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah yang menyediakan program dini bagi anak usia tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya, bahasa, dan seni. Jakarta sebagai ibu kota Indonesia pun memiliki keanekaragaman tersebut. Masyarakat

Lebih terperinci

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS Mohamad Sugiarmin Pengantar Perhatian pemerintah dan masyarakat Upaya bantuan Sumber dukungan Tantangan dan Peluang Konsep Anak Autis dan Prevalensi Autism = autisme yaitu nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maslah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maslah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maslah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal. Anak memiliki karakteristik yang khas dan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam perkembangan, mulai dari perkembangan kognisi, emosi, maupun sosial. Secara umum, seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan individu yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Perbedaannya hanya mereka membutuhkan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sekolah dasar (SD) merupakan salah satu jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sekolah dasar (SD) merupakan salah satu jenjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan, sekolah dasar (SD) merupakan salah satu jenjang pendidikan dasar yang ditempuh oleh individu. Tanpa menyelesaikan pendidikan pada jenjang

Lebih terperinci