BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e
|
|
- Adi Sutedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode Magnetotellurik (MT) adalah metode geofisika pasif yang digunakan untuk mengetahui keadaan bawah permukaan dengan menggunakan induksi elektromagnetik di bawah permukaan bumi. Sumber dari MT ada dua yaitu solar wind dan lightening activity. Pada dasarnya metode MT ini berlandaskan pada prinsip gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang perambatannya tidak membutuhkan medium. Pada saat kedua sumber MT yaitu solar wind dan lightening activity mendekati bumi maka medan magnetic bumi yang awalnya konstan akan berubah-ubah akibat diganggu oleh kedua sumber tersebut. Perubahan medan bumi ini akan menghasilkan arus listrik dan medan listrik. Arus listrik ini biasa disebut arus eddy. Timbulnya arus eddy menyebabakan terjadinya medan magnetic sekunder. Medan listrik dan medan magnetic sekunder inilah yang direkam pada pengukuran MT. Dalam survey geofisika menggunakan metoda elektromagnetik (EM) sifat fisik yang relevan adalah konduktivitas atau resistivitas (tahanan-jenis) batuan. Beberapa studi menunjukkan adanya kaitan erat antara tahanan-jenis dengan porositas, kandungan fluida (air atau gas) dan temperatur formasi batuan. Pengaruh masing-masing faktor tersebut terhadap tahanan-jenis formasi batuan sangat kompleks karena dapat saling tumpang-tindih (overlap). Namun secara umum porositas tinggi yang disertai kandungan gas biasanya dicirikan oleh tahanan-jenis yang relatif lebih tinggi. Sebaliknya jika fluidanya berupa air dengan temperatur tinggi seperti dijumpai di daerah prospek geotermal maka hal tersebut dapat berasosiasi dengan daerah bertahanan jenis rendah. Dengan demikian pada taraf tertentu metoda EM dapat digunakan untuk keperluan eksplorasi sumber daya alam seperti mineral, minyak dan gas bumi, geotermal serta untuk keperluan studi permasalahan lingkungan. Oleh karena pentingnya metode magnetotellurik dalam berbagai bidang, maka perlu pemahaman mengenai processing dan interpretasi data. 1.2 Tujuan Penulisan Memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Survei Elektromagnetik Memahami langkah-langkah pengolahan data menggunakan metode magnetotelluric Mempelajari langkah-langkah interpretasi data metode magnetotelluric. 1 P a g e
2 1.2.4 Mempelajari penerapan metode magnetotelluric dalam contoh studi kasus di lapangan 1.3 Rumusan Masalah Bagaimana proses dan langkah-langkah pengolahan data pada metode magnetotelluric? Bagaimana proses interpretasi data dalam metode magnetotelluric? Bagaimana penerapan tahap processing dan interpretasi data dalam metode magnetotelluric? 2 P a g e
3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengolahan Data Metode Magnetotelluric Pada tahap pra-pengolahan data, data mentah yang telah direkam mengalami proses editing dan demultiplexing untuk menggabungkan data dari setiap kanal yang sama (elektrik atau magnetik) untuk masing-masing jangkah frekuensi (LF, MF dan HF). Data tersebut adalah keluaran dari sensor elektrik dan magnetik yang masih berupa harga tegangan listrik terukur. Proses gain recovery ditujukan untuk mengembalikan faktor perbesaran atau amplifikasi yang telah digunakan. Disamping itu, pada proses tersebut harga tegangan listrik terukur dikonversikan kedalam satuan yang biasa digunakan (mv/km untuk medan listrik dan nano Tesla atau gamma untuk medan magnet). Seleksi data dalam domain waktu dapat dilakukan secara manual (seleksi visual) maupun otomatis dengan menetapkan nilai minimal korelasi data yang dapat diterima. Korelasi yang dimaksud adalah korelasi silang (cross-correlation) antara medan listrik dan medan magnet yang saling tegak-lurus. Hasilnya dalam bentuk seri waktu (time series) disimpan dalam file di disket. Pada tahap analisa spektral, transformasi seri waktu tiap kanal ke dalam domain frekuensi menghasilkan spektrum daya dan juga spektrum silang (power- dan cross-spectra). Seleksi data dalam domain frekuensi didasarkan pada koherensinya. Dalam domain frekuensi, hubungan antara komponen horisontal medan listrik dan medan magnet dinyatakan oleh persamaan matriks berikut, E = Z H (21) dimana Z adalah tensor impedansi dengan elemen-elemen bilangan kompleks yang dapat pula dinyakan sebagai tahanan-jenis semu dan fasa (22a) 3 P a g e
4 (22b) Disamping itu, antara medan magnet horisontal dan medan magnet vertikal terdapat hubungan sebagai berikut : (23) dimana T adalah vektor induksi yang dapat digunakan untuk menghitung parameter yang dikenal sebagai tipper. Dari besaran impedansi dan tipper inilah dapat diperkirakan informasi mengenai distribusi konduktivitas bawah permukaan berdasarkan hasil analisa tensor dan pemodelan Analisa Tensor Hubungan antara komponen horisontal medan listrik dan medan magnet seperti dinyatakan oleh persamaan (2) merupakan kasus umum untuk medium 3-D dimana tahananjenis bervariasi terhadap ketiga sumbu x, y dan z. Jika medium homogen atau berlapis horisontal (1-D) maka Zxx = Zyy = 0 dan Zxy = -Zyx = Z, dimana Z adalah impedansi yang diperoleh dari komponen horisontal medan listrik dan medan magnet yang saling tegak lurus. Dengan kata lain, hubungan antara komponen horisontal medan listrik dan medan magnet tidak lagi dinyatakan oleh suatu tensor melainkan suatu bilangan skalar kompleks. Untuk medium 2-D dengan sumbu x atau sumbu y searah dengan jurus (strike) maka Zxx = Zyy = 0, namun Zxy ¹ -Zyx. Secara matematis, kita bisa menghitung tensor impedansi yang seolah-oleh diperoleh dengan sistem koordinat pengukuran lain melalui rotasi. Hal ini sangat berguna karena arah jurus struktur tidak diketahui saat pengukuran dilakukan. Tensor impedansi terotasi Z* dirumuskan sebagai berikut : dimana R adalah matriks rotasi q searah jarum dan RT adalah transpose dari R. Dengan asumsi model 2-D, arah jurus struktur dapat diperkirakan dengan merotasikan tensor hingga diperoleh tensor impedansi dengan elemen anti diagonal (Zxy atau Zyx) 4 P a g e
5 maksimal dan elemen diagonal (Zxx dan Zyy) minimal. Salah satu metoda klasik untuk memperkirakan arah tersebut adalah metoda Swift (Vozoff, 1972) : dimana tanda ( )* menyatakan tanda konyugasi bilangan kompleks. Perlu diingat bahwa arah q0 seperti didefinisikan di atas masih mengandung ambiguitas ±90 o sehingga diperlukan data lain seperti tipper ataupun data geologi untuk lebih memastikan estimasi tersebut. Jika sumbu x dalam sistem koordimat pengukuran searah dengan jurus maka elemen tensor hasil rotasi Zxy dan Zyx merupakan impedansi yang berkaitan dengan pengukuran medan listrik sejajar jurus atau TE-mode (Transverse Electric) dan tegak lurus jurus atau TM-mode (Transverse Magnetic). Cara lain untuk menentukan arah kecenderungan struktur (trend) adalah dengan menggunakan diagram polar yang menggambarkan elemen tensor impedansi (biasanya Zxx dan Zxy) sebagai fungsi rotasi q. Sebagai ilustrasi, perubahan bentuk diagram polar dan kurva sounding tahanan-jenis semu TE dan TM sebagai fungsi posisinya terhadap kontak vertikal diperlihatkan pada gambar 3. Berdasarkan asumsi bahwa impedansi medium 1-D merupakan besaran skalar yang tidak bergantung arah sistem koordinat pengukuran (invariant), maka dari tensor impedansi diturunkan parameter yang disebut invarian. Dua impedansi invarian yang banyak digunakan adalah determinan dan rata-rata (Berichevsky, 1976; Ranganayaki, 1984) : Impedansi invarian sangat berguna untuk memperkirakan struktur secara garis besar jika medium tidak terlalu jauh menyimpang dari kondisi 1-D. Namun demikian, diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam interpretasi yang didasarkan atas hasil pemodelan 1-D dari impedansi atau tahanan-jenis semu invarian. Prinsip estimasi arah kecenderungan struktur dengan rotasi dapat pula diterapkan pada tipper sehingga kita peroleh apa yang disebut sebagai tipper strike. Parameter-parameter lain untuk memperkirakan tingkat penyimpangan medium dari keadaan ideal 1-D atau 2-D adalah skew dan elliptisitas impedansi serta tipper skew. 5 P a g e
6 Tensor Impedansi Impedansi merupakan perbandingan antara medan listrik dan medan magnetik. Pada metode magnetotellurik (MT), salah satu variable yang dicari yaitu tensor impedansi Z(ω). Secara umum, hubungan linier antara medan listrik, medan magnetik, dan impedansi dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ), - [ ] Dimana [Z] merepresentasikan tensor impedansi. Hx(ω), Hy(ω), Ex(ω), dan Ey(ω) adalah transformasi Fourier dari perubahan medan magnetik (H) dan medan listrik (E). Apabila diasumsikan Bumi 1-D maka nilai impedansi dapat ditunjukkan pada persamaan (Vozoff, 1991) : ( ). / Dimana E x = medan listrik pada arah x. / H y = medan magnet pada arah y. / ω = frekuensi angular μ = permeabilitas magnetik. / k = bilangan gelombang Resistivitas semu, ρa, untuk lapisan Bumi dapat diperoleh dari persamaan berikut (Cagniard, 1953) : 6 P a g e
7 Apabila kita asumsikan Bumi seragam maka nilai resistivitas semu harus sama pada setiap frekuensi dan medan listrik akan berada di atas medan magnetik pada fase 45 derajat untuk semua frekuensi. Kemudian nilai resistivitas semu dan fase tersebut diplot pada grafik resistivitas semu vs frekuensi dan fase vs frekuensi. Dua modus independen dari impedansi dianalisis untuk analisis pendekatan Bumi 2-D dalam sistem koordinat Kartesian dengan y searah dengan arah strike dan x tegak lurus terhadap arah strike. Modus Transverse Electric (TE) adalah modus yang medan listriknya searah dengan strike, sedangkan modus Transverse Magnetik (TM) adalah modus yang medan magnetiknya searah dengan strike. Bagian diagonal dari impedansi tensor untuk pendekatan Bumi 2-D adalah nol., - [ ] Dimana Asumsikan data yang diperoleh dengan menggunakan sistem koordinat (x,y ) dan sistem koordinat struktural (x,y) dimana y searah dengan strike, data MT dirotasi dari (x,y ) an matriks rotasi :. / Sehingga dan Sudut rotasi (ϴ) di atas dapat ditentukan dengan melakukan rotasi tensor impedansi secara meningkat atau dapat dihitung secara analitik berdasarkan persamaan berikut : ( ) Dimana 7 P a g e
8 { ( ) ( ) ( ) ( ) Tensor impedansi, Z merupakan bilangan kompleks yang terdiri dari bagian riil dan imajiner. Oleh karena itu, masing masing komponen, Zij dan Z tidak hanya memiliki besar, tetapi juga memiliki fase (Simpson & Bahr, 2005), sebagaimana ditunjukkan pada persamaan berikut : ( ) ( ) ( * + * + ) MT Remote Reference Data yang diperoleh dari pengukuran MT pada umumnya memiliki noise lokal yang dapat mengganggu pemodelan maupun interpretasi. Untuk meningkatkan kualitas sinyal yang diinginkan, kita harus memastikan bahwa kombinasi sinyal antara medan listrik dan medan magnetik yang kita dapat adalah kombinasi yang koheren. Pada saat pengukuran MT dilakukan, kita akan memperoleh nilai medan listrik dan medan magnetik di mana ketika sinyal tersebut terekam maka masih terdapat di dalamnya sinyal noise yang tidak kita inginkan. Oleh karena itu, noise pada data MT ini harus dihilangkan dengan menggunakan metode remote reference (Unsworth, 2008). Metode remote reference adalah proses penambahan sensor pada suatu titik/stasiun tertentu (remote) yang dapat meredam noise pada titik/stasiun pengukuran lokal. Sensor disini biasanya merekam medan magnetik saja karena medan magnetik memiliki nilai regional. Sehingga dapat menjadi acuan untuk nilai medan magnetik lokal. 8 P a g e
9 Pada pengukuran MT remote reference, data MT selalu direkam secara bersamaan di dua tempat berbeda dengan pengaturan waktu dilakukan dengan menggunakan GPS. Jika sinyal yang terekam pada kedua stasiun itu sama maka kemungkinan sinyalnya itu merupakan sinyal yang sebenarnya. Pengukuran MT remote reference harus dilakukan pada daerah yang jauh dari noise. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas data MT. Untuk menghilangkan pergerakan tanah (Ground Motion), jarak stasiun MT remote reference 500 m sudah cukup, sedangkan untuk menghilangkan sinyal dari rangkaian arus listrik DC, 500 km mungkin diperlukan (Unsworth, 2008). Pengolahan data MT dilakukan mulai dari data mentah berupa time series sampai diperoleh nilai reisitivitas semu dan fase. Beberapa parameter fisis pada MT seperti impedansi, resistivitas semu, dan fase merupakan fungsi frekuensi. Oleh karena itu, domain data time series harus dikonversi terlebih dahulu dari domain waktu menjadi domain frekuensi dengan menggunakan transformasi Fourier. Setelah data MT dikonversi menjadi domain frekuensi, kemudian kita melakukan teknik robust untuk mereduksi noise dan membuat data menjadi smooth. Dan yang terakhir, kita menghitung nilai impedansi, resistivits semu, dan fase Data Time Series Time series digital yang dikumpulkan selama survey MT totalnya mencapai beberapa Gigabytes. Akan tetapi, data yang akan diinterpretasikan dengan menggunakan skematik model numerik terdiri dari beberapa ratus data per stasiun. Hal ini merepresentasikan bahwa frekuensi yang bergantung pada fungsi transfer. Salah satu time series secara bersama memberikan informasi mengenai periode dan penetrasi kedalaman. Langkah awal dalam 9 P a g e
10 pengolahan data adalah mentransformasikan data dari domain waktu menjadi domain frekuensi. Reduksi data kemudian didapat dengan stacking data sampai spectra tertentu dalam frekuensi domain. Kedua frekuensi dari segmen yang sama pada time series dan frekuensi serupa dari sequential time series dapat di-stack. Gambar tersebut adalah contoh data MT berupa time series yang diketahui bahwa sampling rate Δt = 2 s dan time window selama 30 menit. Oleh karena itu, terdapat 900 data diplot untuk setiap komponen. Terdapat lima komponen pada gambar dan data tersebut sebesar 16 bit (2 byte). Time window 30 menit tersebut merepresentasikan 9 kbytes data. Time series elektromagnetik direkam selama beberapa minggu atau beberapa bulan, sehingga dapat dengan mudah menghasilkan 10 Mbytes data. Di sisi lain, fungsi transfer dari satu stasiun memiliki dataset yang sangat kecil yang digambarkan dengan tensor impedansi pada evaluation frequencies (Simpson & Bahr, 2005) Transformasi Fourier Transformasi Fourier adalah suatu metoda yang digunakan untuk mengubah sinyal suatu gelombang dalam domain waktu menjadi domain frekuensi. Proses sebaliknya adalah Inversi Transformasi Fourier (Inverse Fourier Transform) (Abdullah, 2008). 10 P a g e
11 Transformasi Fourier dari fungsi periodik berdasarkan pada ortogonalitas dari fungsi dinyatakan dengan : Jika time series x(t) merupakan superposisi dari beberapa periode yang berbeda maka, Dan koefisien a m dan b m dapat diperoleh dari : 11 P a g e
12 Pada umumnya proses yang terjadi secara alami tidak bersifat periodik. Akan tetapi, apabila proses tersebut adalah transisi stasioner T maka akan menjadi mungkin. Sekuensial diskret dibentuk oleh koefisien Fourier c m, ketika x(t) diganti menjadi X(ω) oleh transformasi Fourier. Dengan frekuensi sudut ω=2πm/t dan mφ=ωt maka kita akan mendapatkan persamaan sebagai berikut : Persamaan ini merupakan superposisi dari osilasi beberapa periode yang berbeda. Oleh karena proses digitisasi, konten informasi, dan jumlah koefisien yang terbatas : Dimana φ j =2πm/N Koefisien Fourier diperoleh dengan transformasi Fourier diskret : Secara jelas, T=N t merupakan periode terpanjang dan memiliki koefisien a 1 dan b 1. Periode Nyquist T NY =2 t merupakan periode terpendek. Jika semua osilasi dengan periode lebih pendek dari 2 t telah dihilangkan dari data awal untuk digitisasi maka : 12 P a g e
13 Oleh karena transformasi hanya bisa diterapkan jika x(t)=0 pada margin, kita perlu untuk menyiapkan time series awal untuk diaplikasikan dari persamaan dalam dua tahap (Simpson & Bahr, 2005) : Menghilangkan linear trend : x i x i - ia t dimana Mengalikan x dengan cosine bell : dimana x i w i x i Atau Discrete Fourier Transform (DFT) langsung. Transformasi Fourier Diskrit adalah transformasi Fourier yang dihitung secara Fast Fourier Transform (FFT) Fast Fourier Transform (FFT) adalah teknik komputasi yang digunakan untuk menangani transformasi Fourier dari data diskrit dengan jumlah yang banyak secara efisien. Efisiensinya terutama berawal dari kemampuannya untuk memanfaatkan sifat sifat periodik yang terdapat dalam fungsi fungsi sinus maupun cosines. Pada persamaan berikut, Gk merupakan suku genap dan Hk adalah suku ganjil (Heditama, 2011). 13 P a g e
14 2.2 Interpretasi Data Metode Magnetotelluric Interpretasi kualitatif didasarkan pada penampang tahanan-jenis semu (pseudosection), peta tahanan-jenis semu pada beberapa periode, peta total conductance serta peta-peta yang menampakkan hasil analisa tensor seperti diagram polar, vektor induksi dan sebagainya. Interpretasi kuantitatif didasarkan atas hasil pemodelan 1-D dan 2-D. Pemodelan dimaksudkan untuk mengekstraksi informasi yang terkandung dalam data untuk memperkirakan distribusi tahanan-jenis bawah permukaan melalui model-model. Model yang paling sederhana adalah model 1-D dimana tahanan-jenis bervariasi hanya terhadap kedalaman r(z). Model 1-D biasanya direpresentasikan oleh model berlapis horisontal, yaitu model yang terdiri dari beberapa lapisan dimana tahanan-jenis tiap lapisan homogen. Dalam hal ini parameter model adalah tahanan-jenis dan ketebalan tiap lapisan. Pemodelan menggunakan model 1-D hanya dapat diterapkan pada data yang memenuhi kriteria data 1-D. Namun demikian, dengan asumsi tertentu pemodelan 1-D dapat pula diterapkan pada data yang dianggap mewakili kecenderungan lokal atau struktur secara garis besar, misalnya impedansi invarian dan impedansi dari TE-mode. Pemodelan 1-D menggunakan kurva sounding TE-mode didasarkan atas anggapan bahwa pengukuran medan listrik searah jurus tidak terlalu dipengaruhi oleh diskontinuitas lateral tegak lurus jurus. Teknik forward modelling dilakukan dengan menghitung respons dari suatu model untuk dibandingkan dengan data impedansi (tahanan-jenis semu dan fasa) pengamatan. Dengan cara coba-coba (trial and error) dapat diperoleh suatu model yang responsnya paling cocok dengan data, sehingga model tersebut dapat dianggap mewakili kondisi bawah permukaan. Teknik inverse modelling memungkinkan kita memperoleh parameter model langsung dari data. (Ranganyaki, 1984) Metoda inversi Bostick merupakan cara yang cepat dan mudah untuk memperkirakan variasi tahanan-jenis terhadap kedalaman secara langsung dari kurva sounding tahanan-jenis semu. Metode ini diturunkan dari hubungan analitik antara tahanan jenis, frekuensi dan kedalaman investigasi atau skin depth. Namun perlu diingat bahwa metoda ini bersifat 14 P a g e
15 aproksimatif sehingga hanya dapat dilakukan sebagai usaha pemodelan dan interpretasi pada tahap pendahuluan. Dalam metoda inversi kuadrat terkecil (least-square), model awal dimodifikasi secara iteratif hingga diperoleh model yang responsnya cocok dengan data. Adanya aproksimasi atau linearisasi fungsi non-linier antara data dan parameter model menyebabkan metode tersebut sangat sensitif terhadap pemilihan model awal. Oleh karena itu model awal biasanya ditentukan dari hasil pemodelan tak-langsung atau hasil inversi Bostick. Kecenderungan terakhir menunjukkan bahwa metode inversi tidak hanya ditujukan untuk menentukan satu model saja melainkan sejumlah besar model yang memenuhi kriteria data (misalnya, metode Monte-Carlo). Estimasi statistik dari model-model yang diperoleh digunakan untuk menentukan solusi metoda inversi. Kecenderungan baru tersebut terutama ditunjang dengan tersedianya komputer pribadi (PC) dan workstations yang dilengkapi dengan processor berkecepatan tinggi. (Jones, 1983) Profil tahanan-jenis 1-D beberapa titik amat dalam satu lintasan dapat digunakan sebagai model awal untuk pemodelan 2-D. Penyelesaian persamaan yang berlaku untuk medan listrik dan medan magnet pada kasus ini menggunakan metoda beda hingga (finite difference) atau metoda elemen hingga (finite element). Hasil perhitungan dapat ditampilkan dalam bentuk penampang tahanan-jenis semu maupun kurva sounding untuk TE-mode dan TM-mode. (Vozoff, 1991) 15 P a g e Contoh Model Tahanan Jenis Hasil Inversi 2-D Data Magnetotellurik
16 2.3 Studi Kasus Lokasi Survei: Gunung Lawu, Jawa Tengah-Jawa Timur Peta indeks lokasi survei Akuisisi Data Pengukuran MT telah dilakukan di daerah ini pada tahun Titik ukur MT tersebar secara acak dengan interval antara 700 meter hingga 2000 meter dan didesain sedemikian rupa agar dapat melingkupi seluruh daerah prospek panas bumi (Gambar 3). Pengukuran MT dilakukan dari sore hingga pagi hari dengan selang waktu pengukuran antara 12 jam hingga 15 jam. 16 P a g e
17 Interpretasi Data Peta Tahanan Jenis Hasil pengukuran MT ditampilkan dalam bentuk peta tahanan jenis. Peta ini dibuat berdasarkan hasil pemodelan MT 2D yang disayat tiap kedalaman lapisan serta ditampilkan dan dibahas peta pada kedalaman 500 meter, 1000 meter, 1500 meter, dan 2000 meter. Pada peta tersebut (Gambar 4 dan Gambar 5) terlihat adanya sebaran tahanan jenis rendah yang membuka ke arah puncak Gunung Lawu. Nilai tahanan jenis rendah ini terlihat pada kedalaman 500 m dan 1000 m. Nilai ini diinterpretasikan sebagai respon dari batuan ubahan yang berfungsi sebagai batuan penudung(cap rock) pada sistem panas bumi di daerah ini. Pada kedalaman 1500 m dan 2000 m sebaran tahanan jenis rendah ini tidak terlihat lagi dan hanya terlihat nilai tahanan jenis sedang yang diinterpretasikan sebagai zona dari reservoir panas bumi. 17 P a g e
18 Model Tahanan Jenis 2-D Pemodelan tahanan jenis 2D dari data MT ini dilakukan dengan menggunakan algoritma Non-Linear Conjugate Gradient (NLCG) yang telah dibahas oleh Rodi dan Mackie (2001) dan Ushijima, dkk (2005). Pengerjaan pemodelan ini menggunakan software WinGlink ver Disini akan dibahas hasil pemodelan pada satu penampang yang memanjang dari barat laut ke tenggara dan memotong mata air panas Jenawi, fumarol Candradimuka, dan fumarol Tamansari Bawah. Pada hasil pemodelan tersebut (Gambar 6) terlihat adanya sebaran tahanan jenis rendah (< 20 Ohm-m) di sekitar lokasi munculnya fumarol. Tahanan jenis rendah ini diperkirakan berasosiasi dengan batuan ubahan berupa lempung yang berfungsi sebagai batuan penudung di daerah ini. Tahanan jenis rendah ini cenderung menipis ke arah barat laut dan menebal ke arah tenggara. Nilai tahanan jenis rendah yang cenderung menipis ke arah barat laut ini diinterpretasikan sebagai respon dari bagian batuan ubahan yang diakibatkan oleh adanya interaksi fluida panas dengan batuan disekitarnya yang semakin melemah, sedangkan tahanan jenis rendah yang tebal di sebelah tenggara diinterpretasikan sebagai respon dari aquifer air tanah yang berfungsi sebagai sumber air Telaga Sarangan. Di sebelah barat laut bagian bawah juga terlihat adanya sebaran tahanan jenis tinggi yang diinterpretasikan sebagai respon dari batuan intrusi yang tidak muncul ke permukaan. Pada penampang ini juga diinterpretasikan terdapat enam buah 18 P a g e
19 struktur yang berupa sesar normal. Struktur yang terdapat di sekitar MTGL-03 dan MTGL-27 diinterpretasikan sebagai dua buah struktur yang membatasi sistem panas bumi di daerah ini, sedangkan dua struktur yang berada diantaranya diperkirakan merupakan struktur-struktur yang mengontrol sistem panas bumi di daerah Gunung Lawu ini. Berdasarkan data MT ini, sistem panas bumi yang berkembang di daerah ini diperkirakan menyerupai sistem panas bumi di lingkungan vulkanik pada umumnya, dimana batuan penudungnya berupa batuan alterasi yang biasanya memberikan respon nilai tahanan jenis rendah, sedangkan reservoir panas buminya berada di bawah batuan penudung dan memberikan respon nilai tahanan jenis relatif lebih tinggi daripada batuan penudung (Johnston, J.M., et.al.,1992). Dari survei MT, sebaran tahanan jenis rendah yang diinterpretasikan sebagai batuan penudung tersebar disekitar fumarol dan menerus ke arah barat puncak Gunung Lawu dengan pola sebaran yang cenderung membuka ke arah puncak. Sebaran tahanan jenis rendah ini tersebar dari permukaan tanah hingga kedalaman 1500 meter dengan ketebalan sekitar meter (Gambar 5). Reservoir panas bumi diperkirakan berada di bawah batuan penudung dan dicirikan dengan respon tahanan jenis yang lebih tinggi dari batuan penudung. Puncak reservoir ini diperkirakan beradadi bawah fumarol Candradimuka dimana puncaknya berada pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Puncak reservoir ini semakin mendalam ke arah barat mengikuti lereng topografi Gunung Lawu (Gambar 6). Berdasarkan hasil survei MT ini, daerah prospek panas bumi Gunung Lawu terletak di sebelah barat daya puncak Gunung Lawu dimana daerah prospek ini dibatasi oleh struktur geologi di sebelah utara dan kontras tahanan jenis di sebelah selatan, barat, dan timurnya dengan luas sekitar 17 km P a g e
20 20 P a g e
21 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran Sebaiknya, dalam pemetaan geologi tidak hanya digunakan peta topografi, tapi juga digunakan peta administrasi daerah, peta jenis tanah, dan peta lainnya, daftar litologi dari berbagai literatur yang ada sehingga dapat diketahui secara pasti kondisi geologi daerah tersebut. DAFTAR PUSTAKA 21 P a g e
Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu metode mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data secara langsung
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT)
BAB III METODE PENELITIAN A. Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT) Pengukuran audio magnetotellurik (AMT) dilakukan pada 13 titik yang berarah dari timur ke barat. Titik pengukuran pertama
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi panas bumi di sekitar daerah Tegal dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Data sekunder yang
Lebih terperinciSTUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI 2-D
STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI -D Hendra Grandis Kelompok Keilmuan Geofisika Terapan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Jalan Ganesha 10 Bandung
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian untuk mempelajari karakteristik panas bumi di sepanjang lintasan
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian untuk mempelajari karakteristik panas bumi di sepanjang lintasan Garut-Pangalengan, Jawa Barat ini menggunakan metode deskriptif analitik, hal
Lebih terperinciMODUL METODE MAGNETOTELLURIK
MODUL METODE MAGNETOTELLURIK Asnin Nur Salamah, Rizandi Gemal Parnadi, Heldi Alfiadi, Zamzam Multazam, Mukhlis Ahmad Zaelani, Nanda Tumangger, Surya Wiranto Jati, Andromeda Shidiq 10210045, 10210001, 10210004,
Lebih terperinciSurvei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara
Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi,
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR. Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami
BAB III TEORI DASAR 3.1. Metode Magnetotellurik Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami dalam bumi, yang dihasilkan oleh induksi magnetik dari arus listrik di ionosfer.
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Pengolahan Data 1 Dimensi Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data terhadap 21 titik pengamatan yang tersebar pada tiga lintasan, yaitu Lintasan 1, Lintasan 2 dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan jumlah penduduk dan industri di Indonesia yang bertambah
Lebih terperinciREDUKSI NOISE PADA PEMROSESAN DATA MAGNETOTELLURIK (MT) DENGAN MENGGUNAKAN REMOTE REFERENCE SKRIPSI ANDY RUSBIYANTO
UNIVERSITAS INDONESIA REDUKSI NOISE PADA PEMROSESAN DATA MAGNETOTELLURIK (MT) DENGAN MENGGUNAKAN REMOTE REFERENCE SKRIPSI ANDY RUSBIYANTO 0706262104 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Muhammad Kholid, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas
Lebih terperinciSurvei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara
Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara Ahmad Zarkasyi*, Sri Widodo** Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi, KESDM *zarkasyiahmad@gmail.com,
Lebih terperinciSURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung
SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT Muhammad Kholid, Harapan Marpaung KPP Bawah Permukaan Pengukuran Magnetotelurik (MT) telah
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakasanakn pada bulan Februari 2015 hingga Maret 2015 dan
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilakasanakn pada bulan Februari 2015 hingga Maret 2015 dan bertempat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia,
Lebih terperinciPEMODELAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE MAGNETOTELLURIK (STUDI DAERAH GUNUNGMERAKSA-TASIM, SUMATERA SELATAN)
132 E. W. Sugiyo et al., Pemodelan Resistivitas Bawah Permukaan PEMODELAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE MAGNETOTELLURIK (STUDI DAERAH GUNUNGMERAKSA-TASIM, SUMATERA SELATAN) Endar Widi
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT
SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT Ahmad Zarkasyi,Nizar Muhamad, Yuanno Rezky Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geoogi SARI Riset tentang sistem
Lebih terperinciSURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung
SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, Harapan Marpaung KPP Bawah Permukaan Survei magnetotellurik (MT) telah dilakukan didaerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng yang besar, yaitu Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Samudra Hindia- Australia, dan Lempeng
Lebih terperinciSURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN
SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh: Yadi Supriyadi, Asep Sugianto, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas
Lebih terperinciYoungster Physics Journal ISSN : Vol. 6, No. 3, Juli 2017, Hal
Youngster Physics Journal ISSN : 2302 7371 Vol. 6, No. 3, Juli 2017, Hal. 205-212 Pemodelan 2 dimensi data magnetotellurik berdasarkan analisis phase tensor dalam penentuan geoelectrical strike dan dimensionalitas
Lebih terperinciSURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH
SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH Oleh: Asep Sugianto, Yadi Supriyadi, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR
SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR Oleh: Asep Sugianto 1), Edi Suhanto 2), dan Harapan Marpaung 1) 1) Kelompok Penyelidikan Panas Bumi 2) Bidang Program dan Kerjasama
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penerapan Cadzow Filtering Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan meningkatkan strength tras seismik yang dapat dilakukan setelah koreksi NMO
Lebih terperinciBab II Teori Dasar. Gambar 2.1 Diagram blok sistem akuisisi data berbasis komputer [2]
Bab II Teori Dasar 2.1 Proses Akuisisi Data [2, 5] Salah satu fungsi utama suatu sistem pengukuran adalah pembangkitan dan/atau pengukuran tehadap sinyal fisik riil yang ada. Peranan perangkat keras (hardware)
Lebih terperinciIdentifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF
Youngster Physics Journal ISSN: 2302-7371 Vol. 6, No. 2, April 2017, Hal. 115-122 Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik
Lebih terperinciIV. METODOLOGI PENELITIAN
IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 di Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung dan Laboratorium
Lebih terperinciMetode Geolistrik (Tahanan Jenis)
Metode Geolistrik (Tahanan Jenis) Kata kunci : Pemodelan Inversi, Resistivitas, Tahanan Jenis. Metode geolistrik merupakan metode geofisika yang mempelajari sifat kelistrikan di bawah permukaan Bumi untuk
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT
SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, Sri Widodo Kelompok Program Penelitian Panas
Lebih terperinciHALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR
Lebih terperinciBAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding
14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya
Lebih terperinciPOSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :
Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Metode Magnetotellurik di Kawasan Panas Bumi Wapsalit Kabupaten Buru Provinsi Maluku Siti Masyitah Fitrida 1*), Joko Sampurno 1), Okto Ivansyah 2), Muhammad
Lebih terperinciSurvei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan
Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi, KESDM Abstrak Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang melimpah. Anugrah ini merupakan hal yang harus termanfaatkan secara baik demi kebaikan kehidupan
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA
BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga
Lebih terperinciDATA TIME SERIES PADA METODE MAGNETOTELLURIK (MT) MENJADI DATA RESISTIVITAS FASE MENGGUNAKAN MATLAB SKRIPSI DZIL MULKI HEDITAMA
UNIVERSITAS INDONESIA PEMROSESAN DATA TIME SERIES PADA METODE MAGNETOTELLURIK (MT) MENJADI DATA RESISTIVITAS SEMU DAN FASE MENGGUNAKAN MATLAB SKRIPSI DZIL MULKI HEDITAMA 0706262306 FAKULTAS MATEMATIKA
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH
SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH Oleh : Ahmad Zarkasyi dan Nizar Muhamad Nurdin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat
Lebih terperinciBAB III METODE PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA SEISMOELEKTRIK. palu. Dari referensi pengukuran seismoelektrik di antaranya yang dilakukan oleh
BAB III METODE PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA SEISMOELEKTRIK 3.1 Metode Pengambilan Data Ada beberapa konfigurasi pengukuran yang digunakan dalam pengambilan data seismoelektrik di lapangan. Konfigurasi
Lebih terperinciBab III Pengolahan dan Analisis Data
Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis
Lebih terperinciSTUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK
STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK Muhammad Syukri Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Syiah Kuala m.syukri@gmail.com ABSTRAK Struktur bawah
Lebih terperinciBAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS
BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan
Lebih terperinciGambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data apparent resistivity dan apparent chargeability dengan menggunakan perangkat lunak Res2dInv dan Rockwork 15 sehingga
Lebih terperinciNoise Elimination Technique in Magnetotelluric Data Using Digital Filter and Time Series Data Selection
Noise Elimination Technique in Magnetotelluric Data Using Digital Filter and Time Series Data Selection Mohamad Lutfi Ismail 1, Dzil Mulki Heditama 2,3, Ratna Dewi 1,3, Yunus Daud 1,2 and Wambra Aswo Nuqramadha
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Muhammad Kholid, Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR. Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima
BAB III TEORI DASAR 3.1. Konsep Refleksi Gelombang Seismik Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima getaran pada lokasi penelitian. Sumber getaran dapat ditimbulkan oleh
Lebih terperinciV. INTERPRETASI DAN ANALISIS
V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA
BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi
Lebih terperinciPENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI
PENERAPAN METODE MAGNETOTELLURIK DALAM PENYELIDIKAN SISTEM PANAS BUMI I Gusti Agung Hevy Julia Umbara 1*, Pri Utami 1, Imam Baru Raharjo 2 M2P-02 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciBAB III METODELOGI PENELITIAN
digilib.uns.ac.id BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2015 hingga bulan November 2015 di PT.Elnusa.Tbk dan FMIPA UNS Penelitian ini dilakukan
Lebih terperinciSponsored by : Presentasi Tengah Sesi FC 2014,Gedongsongo 14 Juni 2014
AMT FC 2014 Sponsored by : Presentasi Tengah Sesi FC 2014,Gedongsongo 14 Juni 2014 1. Astya Brilliana 2. Adytia Laksamana Putra 3. Dwi Noviyanto 4. Dwiky Perdana Susanto 5. Mochammad Husni Rizal 6. Setyarini
Lebih terperinciBAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA
BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)
Lebih terperinciSURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT
SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, M. Nurhadi Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber
Lebih terperinciInversi 3D Data Magnetotellurik Menggunakan Data Inversi 1D Magnetotellurik Sebagai Model Awal
Inversi 3D Data Magnetotellurik Menggunakan Data Inversi 1D Magnetotellurik Sebagai Model Awal Wahyu Noor Ichwan Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-Mail: wahyu.noor@ui.ac.id
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)
SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2) 1) Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan 2) Bidang Sarana Teknik SARI Pada tahun
Lebih terperinciJaringan Syaraf Tiruan pada Robot
Jaringan Syaraf Tiruan pada Robot Membuat aplikasi pengenalan suara untuk pengendalian robot dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan sebagai algoritma pembelajaran dan pemodelan dalam pengenalan suara.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.. Respon Impuls Akustik Ruangan. Respon impuls akustik suatu ruangan didefinisikan sebagai sinyal suara yang diterima oleh suatu titik (titik penerima, B) dalam ruangan akibat suatu
Lebih terperinciINVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING
Inversi 1-D... INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING R. Aldi Kurnia Wijaya 1), Ayi Syaeful Bahri 1), Dwa Desa Warnana 1), Arif Darmawan 2)
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam
BAB III TEORI DASAR 3.1 Seismik Refleksi Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Telah diketahui bahwa dalam eksplorasi geofisika, metode seismik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dengan 2/3 wilayahnya adalah lautan dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah baik di darat
Lebih terperinciSURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG
SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur geologi Dasar Laut
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN
SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN Tony Rahadinata, dan Asep Sugianto Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber Daya
Lebih terperinciTeori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2
GEOMAGNETIK Metoda magnetik merupakan metoda pengolahan data potensial untuk memperoleh gambaran bawah permukaan bumi atau berdasarkan karakteristik magnetiknya. Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK
BAB II TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK 2.1 Konsep Awal Metode Magnetotelurik Metode magnetotellurik merupakan teknik sounding induktif pasif
Lebih terperinciPROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)
ISSN: 1412-0917 Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 14 No. 2 Oktober 2009 PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)
Lebih terperinciIII. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa
III. TEORI DASAR 3.1 Konsep Seismik Refleksi Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui keadaan di bawah permukaan bumi. Metode ini menggunakan gelombang akustik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah lapangan gas telah berhasil ditemukan di bagian darat Sub-
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebuah lapangan gas telah berhasil ditemukan di bagian darat Sub- Cekungan Tarakan, Kalimantan Utara pada tahun 2007. Lapangan gas ini disebut dengan Lapangan BYN
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah
Lebih terperinciISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA
ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA Oleh : Gusti Ayu Esty Windhari Dosen Tetap pada Fakultas
Lebih terperinciIII. TEORI DASAR. melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar
III. TEORI DASAR 3.1. Jenis-jenis Gelombang Seismik 3.1.1. Gelombang Badan (Body Waves) Gelombang badan (body wave) yang merupakan gelombang yang menjalar melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free
Lebih terperinciPengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik
Modul 1 Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Di antara sifat fisis batuan yang mampu membedakan antara satu macam batuan dengan batuan lainnya adalah massa jenis dan suseptibiltas batuan.
Lebih terperinciBAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR
A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA. Oleh: Pusat Sumber Daya Geologi. Puslitbang Geotek LIPI
SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA Oleh: Asep Sugianto 1), Ahmad Zarkasyi 1), Dadan Dani Wardhana 2), dan Iwan Setiawan 2) 1) Pusat Sumber Daya Geologi
Lebih terperinciGEOFISIKA GEOFISIKA
Tujuan GEOFISIKA Memperkenalkan GEOFISIKA sebagai salah satu elemen / aspek dalam Ilmu Kebumian, dan perannya dalam dalam Teknologi Sumber Daya Bumi pemahaman fenomena alam mitigasi bencana kebumian Dr.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM
BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi
Lebih terperinciIdentifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)
Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) 1) Program Studi Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geologi Daerah Penelitian Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. Ratman dan S. Gafoer. Tahun 1998, sebagian besar berupa batuan gunung api,
Lebih terperinciSURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA
SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA Asep Sugianto, Tony Rahadinata, dan Yadi Supriyadi Kelompok Penyelidikan
Lebih terperinciBAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA. Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi
BAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi atau getaran dari sebuah data pada frekuensi tertentu. Analisis spektral
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Pengambilan Data Koreksi Variasi Harian Koreksi IGRF Anomali magnet Total Pemisahan Anomali Magnet Total Anomali Regional menggunakan Metode Trend Surface
Lebih terperinciAPLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi
APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi Pengertian Geofisika Geofisika: bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi melalui kaidah atau
Lebih terperincis(t) = C (2.39) } (2.42) atau, dengan menempatkan + )(2.44)
2.9 Analisis Fourier Alasan penting untuk pusat osilasi harmonik adalah bahwa virtually apapun osilasi atau getaran dapat dipecah menjadi harmonis, yaitu getaran sinusoidal. Hal ini berlaku tidak hanya
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI
BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI Hasil pengolahan data yang didapat akan dibahas dan dianalisis pada bab ini. Analisis dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan secara geometri yang berdasarkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam
BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam pencapaian tujuan. Berikut adalah gambar diagram alir dalam menyelesaikan penelitian ini: Data lapangan (AB/2, resistivitas
Lebih terperinciPOSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :
Aplikasi Metode Magnetotellurik Untuk Pendugaan Reservoir Panas Bumi (Studi Kasus: Daerah Mata Air Panas Cubadak, Sumatera Barat) Hezliana Syahwanti 1), Yudha Arman 1), Okto Ivansyah 2) dan Muhammad Kholid
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar belakang Secara umum geofisika atau fisika bumi adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena-fenomena fisika yang terjadi di lapisan-lapisan
Lebih terperinciIdentifikasi Keberadaan Heat Source Menggunakan Metode Geomagnetik Pada Daerah Tlogowatu, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah
Identifikasi Keberadaan Heat Source Menggunakan Metode Geomagnetik Pada Daerah Tlogowatu, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah Fauzia Rizky Wijaya 1, Widodo Putra 2, Muhammad Bagus
Lebih terperinciBAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching
BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching Penampang hasil pengolahan dengan perangkat lunak Ipi2win pada line 08 memperlihatkan adanya struktur antiklin. Struktur ini memiliki besar tahanan jenis
Lebih terperinciINVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA
Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA Oleh : Gusti Ayu Esty Windhari Dosen Tetap pada Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Leuwidamar, kabupaten Lebak, Banten Selatan yang terletak pada koordinat 6 o 30 00-7 o 00 00 LS dan 106 o 00 00-106 o
Lebih terperinciSoal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013
Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan sumber daya alam yang berlimpah. Kondisi sumber daya alam Indonesia saat ini, sangat
Lebih terperinciPEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak
PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO Eko Minarto* * Laboratorium Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Lebih terperinciV. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan
37 V. HASIL DAN INTERPRETASI A. Pengolahan Data Proses pengolahan yaitu berawal dari pengambilan data di daerah prospek panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan menggunakan
Lebih terperinciINVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis
INVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis Teknik Geofisika FTTM - ITB Tujuan kuliah Memberikan landasan teori dan konsep pemodelan inversi geofisika (linier dan non- linier) serta penerapannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep ilmu fisika untuk mempelajari bumi. Selain untuk keilmuan, studi geofisika juga bermanfaat untuk eksplorasi
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel
BAB III TEORI DASAR 3.1 PRINSIP DASAR GRAVITASI 3.1.1 Hukum Newton Prinsip dasar yang digunakan dalam metoda gayaberat ini adalah hukum Newton yang menyatakan bahwa gaya tarik menarik dua titik massa m
Lebih terperinciSURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin
SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan SARI Secara geologi daerah
Lebih terperinciBAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR)
BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR).1 Prinsip Dasar GPR Ground Penetrating Radar (GPR) biasa disebut georadar. Berasal dari dua kata yaitu geo berarti bumi dan radar singkatan dari radio detection and
Lebih terperinci