HUBUNGAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA ANAK KELOMPOK B DI TK KKLKMD SIDOMAJU PLEBENGAN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA ANAK KELOMPOK B DI TK KKLKMD SIDOMAJU PLEBENGAN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Transkripsi

1 HUBUNGAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA ANAK KELOMPOK B DI TK KKLKMD SIDOMAJU PLEBENGAN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Titis Aprilia Dian Pratiwi NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JUNI 2017 i

2 ii

3 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim. Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya. Yogyakarta, 16 Juni 2017 Yang menyatakan, Titis Aprilia Dian Pratiwi NIM iii

4 iv

5 MOTTO Hendaklah jangan malu salah seorang diantara kalian untuk belajar jika ia tidak mengetahui sesuatu. Janganlah orang bodoh merasa malu untuk bertanya atas apa yang tidak ia ketahui. (Ali bin Abi Thalib) Kegagalan diperuntukkan bagi mereka yang tidak pernah mau mencoba karena sukses itu merupakan sebuah titik kecil di atas gunung kegagalan. Percaya bahwa usaha dan do a tidak akan menghianati hasil. (Penulis) v

6 PERSEMBAHAN Dengan mengucap rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh-nya dan juga dengan mengharap ridha-nya, karya ini penulis persembahkan kepada: 1. Kedua orangtua tercinta, terima kasih atas kasih sayang, motivasi, dukungan, dan bimbingan yang selalu diberikan. 2. Adik-adik, saudara, sahabat, serta teman-teman yang senantiasa mendo akan dan mendukung untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Agama, nusa, bangsa serta almamater tercinta. vi

7 HUBUNGAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA ANAK KELOMPOK B DI TK KKLKMD SIDOMAJU PLEBENGAN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh Titis Aprilia Dian Pratiwi NIM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya anak. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti peroleh diketahui bahwa terdapat beberapa anak yang belum dapat mengekspresikan emosi dan keinginannya melalui kata-kata verbal, pendiam, serta pemalu sehingga muncul perbedaan dalam penerimaan teman sebaya, padahal penerimaan teman sebaya berpengaruh terhadap sosioemosional anak. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasi. Penelitian ini merupakan penelitian populasi dimana seluruh anak menjadi subjek penelitian. Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B di TK KKLKMD Sidomaju yang berjumlah 35 anak. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi dan sosiometri. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik korelasi Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya anak. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil korelasi Pearson Product Moment r = 0,802, p < 0,05 yang berarah positif dalam tingkatan sangat kuat dan signifikan. Artinya semakin tinggi keterampilan berbicara anak, maka semakin tinggi pula penerimaan teman sebaya. Kata kunci: keterampilan berbicara, penerimaan teman sebaya vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul Hubungan Keterampilan Berbicara Dengan Penerimaan Teman Sebaya Anak Kelompok B Di TK KKLKMD Sidomaju Plebengan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Ketua jurusan Pendidikan Anak Usia Dini yang telah memberikan kemudahan dalam proses perijinan penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. 3. Bapak Dr. Suwarjo, M. Si. dan Ibu Muthmainnah, M. Pd. dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi. 4. Bapak Dr. Drs. Sugito, MA. dosen penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan selama kuliah dan motivasi dalam mengerjakan Tugas Akhir Skripsi. 5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi S-1 Pendidikan Guru PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. viii

9 6. Bapak Sumaryana, S. Pd. kepala TK KKLKMD Sidomaju yang telah memberikan ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi. 7. Guru Kelompok B TK KKLKMD Sidomaju yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam pelaksanaan penelitian. 8. Kedua orang tua dan adik-adik penulis yang telah memberikan dukungan moril dan materil. 9. Teman-teman yang membantu dalam proses pengambilan data penelitian dan para sahabat yang selalu memberikan dukungan dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi ini. 10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan di sini atas bantuan dan perhatiannya selama penyelesaian Tugas Akhir Skripsi ini. Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkannya. Yogyakarta, 16 Juni 2017 Penulis, Titis Aprilia Dian Pratiwi NIM ix

10 DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah... 8 C. Pembatasan Masalah... 8 D. Rumusan Masalah... 8 E. Tujuan Penelitian... 9 F. Manfaat Hasil Penelitian... 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Bahasa Anak Usia 5-6 Tahun Pengertian Bahasa Teori Perkembangan Bahasa Indikator Perkembangan Bahasa 5-6 Tahun Komponen Perkembangan Bahasa B. Keterampilan Berbicara Pengertian Keterampilan Berbicara Peran Bicara dalam Komunikasi Faktor-faktor yang Dijadikan Ukuran Kemampuan Berbicara x

11 4. Penilaian Keterampilan Berbicara C. Penerimaan Teman Sebaya Teori Perkembangan Sosial Pengertian Penerimaan Teman Sebaya Perkembangan Penerimaan Teman Sebaya Kategori Penerimaan Teman Sebaya Pola Perilaku Penerimaan Teman Sebaya D. Penelitian yang Relevan E. Kerangka Pikir F. Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Populasi Penelitian D. Variabel Penelitian E. Definisi Operasional F. Teknik Pengumpulan Data G. Instrumen Penelitian H. Teknik Analisis Data Uji Persyaratan Analisis Uji Hipotesis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Deskripsi Data Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Deskripsi Hasil Sosiometri Penerimaan Teman Sebaya Deskripsi Data Hasil Observasi Penerimaan Teman Sebaya Pengujian Persyaratan Analisis Pengujian Hipotesis B. Pembahasan C. Keterbatasan Penelitian xi

12 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Implikasi C. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPRAN-LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi Keterampilan Berbicara dan Penerimaan Teman Sebaya Tabel 2. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Tabel 3. Data Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Tabel 4. Rumus Kategori Keterampilan Berbicara Tabel 5. Hasil Persentase Variabel Keterampilan Berbicara Tabel 6. Data Hasil Sosiometri Penerimaan Teman Sebaya Tabel 7. Data Hasil Observasi Penerimaan Teman Sebaya Tabel 8. Rumus Kategori Penerimaan Teman Sebaya Tabel 9. Hasil Persentase Variabel Penerimaan Teman Sebaya hal xiii

14 DAFTAR GAMBAR hal Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Gambar 2. Pie Chart Persentase Kategori Keterampilan Berbicara Gambar 3. Sosiogram Penerimaan Teman Sebaya Kelas B Gambar 4. Sosiogram Penerimaan Teman Sebaya Kelas B Gambar 5. Pie Chart Persentase Kategori Penerimaan Teman Sebaya xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Rubrik Penilaian Keterampilan Berbicara Lampiran 4. Data Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Kelas B Lampiran 5. Data Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Kelas B Lampiran 6. Lembar Sosiometri Lampiran 7. Data Hasil Sosiometri Kelas B Lampiran 8. Data Hasil Sosiometri Kelas B Lampiran 9. Data Hasil Observasi Penerimaan Teman Sebaya Kelas B Lampiran 10. Data Hasil Observasi Penerimaan Teman Sebaya Kelas B Lampiran 11. Data Penerimaan Teman Sebaya Kelompok B Lampiran 12. Data Hasil Penelitian Variabel Keterampilan Berbicara dan Variabel Penerimaan Teman Sebaya Anak Kelompok B TK KKLKMD Sidomaju Lampiran 13. Hasil Uji Normalitas Lampiran 14. Hasil Uji Linieritas Lampiran 15. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment hal xv

16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun (UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas). Mansur (2005: 88) menambahkan bahwa anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Masa usia dini sering disebut juga dengan masa keemasan atau golden age. Masa keemasan atau golden age ini hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia. Pada masa golden age, anak mudah menyerap berbagai pembelajaran yang diberikan kepadanya. Otak anak berkembang dengan sangat baik. Sebagai analoginya, anak ibarat spons yang mampu menyerap air tanpa peduli apakah air itu bersih atau kotor. Oleh karena itu, masa ini juga disebut dengan masa kritis untuk memperkenalkan dan menanamkan segala hal yang positif dan berguna bagi perkembangan anak dimasa selanjutnya melalui upaya pembinaan untuk anak usia dini. UU Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak usia 0-6 tahun dilakukan melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dalam konteks pendidikan anak usia dini, pendidikan mengandung makna sebagai ikhtiar menstimulasi anak secara konsisten (Harun Rasyid, dkk, 2012: 33). Pendidikan anak usia dini diselenggarakan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada seluruh aspek perkembangan anak. Aspek-aspek perkembangan yang dikembangkan pada pendidikan anak usia 1

17 dini antara lain aspek kognitif, fisik motorik, sosial emosional, bahasa, seni, serta nilai agama dan moral. Keenam aspek perkembangan tersebut harus distimulasi dengan baik agar anak dapat berkembang secara optimal. Salah satu aspek yang penting untuk dikembangkan adalah aspek bahasa. Bahasa merupakan alat untuk dapat berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain. Anak usia dini melakukan aktivitas berbahasa berupa mendengarkan dan berbicara (Suhartono, 2005: 7). Dari kedua aktivitas tersebut, berbicara menjadi aktivitas yang berkaitan dengan aspek sosial anak. Berbicara merupakan suatu penyampaian maksud yang berupa ide atau pikiran seseorang kepada orang lain secara lisan sehingga orang lain dapat mengerti apa yang dipikirkan oleh seseorang (Suhartono, 2005: 20). Menurut Hurlock (2000: 178), bicara dapat mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak. Anak yang berbicara cukup baik dan dengan keyakinan dapat mempengaruhi teman sebayanya untuk berbuat seperti yang dikehendakinya. Kelompok-kelompok anak di Taman Kanakkanak belum mempunyai aturan-aturan, namun sering terlihat bahwa anak cenderung menirukan anggota kelompok yang paling aktif dan paling berkuasa (Monks, K. & S. R. Haditono, 2006: 184). Salah satu karakteristik anak yang akan menjadi pemimpin adalah kemampuan bicaranya lebih baik daripada anggota kelompok lainnya. Berdasarkan hasil observasi awal di TK KKLKMD (Kelompok Kerja Lembaga Kemasyarakatan Desa) Sidomaju, terdapat anak yang berjenis kelamin laki-laki pada kelompok B yang belum dapat mengekspresikan emosi 2

18 dan keinginannya melalui kata-kata verbal. Misalnya, ketika anak ingin meminta atau meminjam sesuatu milik teman yang lain, anak langsung merebut tanpa meminta atau meminjam sesuatu tersebut dengan cara maupun kata-kata yang baik. Oleh karena itu, anak mendapat perlakuan yang berbeda dari teman-teman yang lain. Anak cenderung ditolak dan terisolir dari teman sebayanya. Penolakannya berupa anak tidak diajak bermain, saat bermain anak disisihkan oleh teman-temannya, tidak dipilih saat kegiatan kelompok, atau teman yang lain tidak mau berbagi dengan anak tersebut. Hasil observasi lain menunjukkan terdapat anak perempuan yang pendiam dan sering menyendiri. Ketika istirahat anak hanya berdiri di depan pintu kelas dan mengamati teman yang lain bermain tanpa ikut bergabung dengan teman sebayanya. Anak cenderung pasif dalam pertemanan dan tidak mau memulai percakapan dengan teman. Ketika di dalam kelas pun pada saat pembelajaran, anak terlihat tidak pernah berbicara dengan teman-teman di kelasnya. Jika tidak diajak berbicara terlebih dahulu, anak tidak mau berbicara bahkan terkadang ditanya pun hanya menjawab dengan senyuman atau diam saja. Anak tersebut mendapat pengabaian dari teman sebayanya. Dari hasil wawancara dengan guru kelompok B, guru beranggapan bahwa sebenarnya teman yang lain menerima anak tersebut, namun teman yang lain enggan jika harus memulai percakapan terus-menerus dengan anak tersebut. Di sisi lain, terdapat 4 anak laki-laki dan 1 anak perempuan yang aktif, berani, pandai bergaul, dan mudah berkomunikasi dengan orang lain sehingga memiliki hubungan yang baik dengan teman-temannya serta memiliki banyak 3

19 teman. Berdasarkan hasil observasi anak-anak tersebut terlihat senang berbicara atau bercerita dengan teman sebayanya pada saat istirahat atau sebelum pembelajaran dimulai. Pada saat pembelajaran pun anak aktif bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru. Selain itu, pada saat istirahat anak-anak tersebut juga dapat berbaur dan bermain bersama anak-anak kelompok A. Dari hasil wawancara dengan guru kelompok B, anak-anak tersebut memang pandai bercerita dan aktif bertanya atau mengungkapkan pendapatnya pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung serta pandai bergaul dengan teman-teman yang lain. Berdasarkan studi pendahuluan terdapat perbedaan dalam penerimaan teman sebaya. Padahal, penerimaan oleh teman sebaya penting kaitannya dengan perekembangan sosial anak. Perkembangan sosial anak dimulai dari sifat egosentris individual ke arah interaktif komunal (Slamet Suyanto, 2005: 69). Pada mulanya anak hanya memandang dari satu sisi yaitu dari dirinya sendiri. Menurut Piaget (dalam Slamet Suyanto, 2005: 70) adanya sifat egosentris yang tinggi pada anak menyebabkan anak belum dapat memahami perbedaan perspektif pikiran orang lain. Menurut anak, orang lain berpikir sebagaimana anak berpikir. Anak tidak mengerti bahwa orang lain bisa berpandangan berbeda dengan dirinya. Oleh karena itu, pada usia 2-3 tahun anak lebih sering bermain sendiri. Pada usia selanjutnya anak mulai berinteraksi dengan anak lain dan mulai bermain bersama sehingga tumbuh sifat sosialnya. 4

20 Perkembangan sosial dan kepribadian mulai dari usia prasekolah sampai akhir masa sekolah ditandai dengan meluasnya lingkungan sosial (Monks, K. & S. R. Haditono, 2006: 183). Anak-anak mulai belajar melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada orang-orang di luar anggota keluarga termasuk teman sebaya. Anak usia dini yang sudah memasuki usia prasekolah mempunyai kontak yang intensif dengan temanteman sebayanya. Teman sebaya memiliki fungsi penting bagi anak. Salah satu fungsi terpenting teman sebaya adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga (Santrock, 2007: 205). Ketika anak berinteraksi dengan teman sebaya, anak mulai dapat mengenal adanya perbedaan pola pikir dan keinginan dari teman lainnya sehingga sifat egosentris anak semakin berkurang. Interaksi dengan teman sebaya ini dapat memenuhi kebutuhan sosioemosional dalam rangka pengembangan pengalaman sosial awal anak di luar rumah. Pengalaman sosial awal di luar rumah akan melengkapi pengalaman anak yang diperolehnya di dalam rumah. Pengalaman sosial awal ini merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak (Hurlock, 2000: 256). Jika hubungan anak dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar rumah menyenangkan, maka anak akan menikmati hubungan sosial tersebut dan ingin mengulanginya. Sebaliknya, jika hubungan tersebut tidak menyenangkan atau menakutkan, maka anak akan menghindarinya dan kembali kepada anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan hubungan sosialnya. Anak-anak menggunakan orang lain sebagai tolok ukur untuk 5

21 membandingkan dirinya (Yudrik Jahja, 2013: 195). Pengalaman sosial awal juga menentukan apakah anak akan menjadi sosial, tidak sosial, atau antisosial, dan apakah anak akan menjadi seorang pemimpin atau seorang pengikut (Hurlock, 2000: 257). Ketika anak memasuki sekolah, teman sebaya biasanya memiliki pengaruh yang lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh guru atau orang tua. Studi tentang perbedaan antara pengaruh teman sebaya dan pengaruh orang tua terhadap keputusan anak pada berbagai tingkat umur menemukan bahwa dengan meningkatnya umur anak, jika nasehat yang diberikan oleh keduanya berbeda, maka anak cenderung lebih terpengaruh oleh teman sebaya (Hurlock, 2000: 252). Hurlock juga mengungkapkan bahwa pengaruh yang kuat dari kelompok teman sebaya pada masa kanak-kanak akhir sebagian berasal dari keinginan anak untuk dapat diterima oleh kelompok dan sebagian lagi dari kenyataan bahwa anak menggunakan waktu lebih banyak dengan teman sebaya. Selain itu, pengaruh penting dari kelompok teman sebaya adalah terhadap konsep diri anak. Menurut Santrock (2007) dalam konsep diri anak, pada dasarnya anak belum mengetahui mengapa orang lain dapat menerima atau bahkan menolak dirinya. Anak dapat memaknai reaksi orang lain melalui pendapat orang. Jika pendapat orang lain menyenangkan, anak juga akan menganggap dirinya sendiri menyenangkan. Sebaliknya, jika pendapat orang lain tidak menyenangkan, anak akan cenderung tidak menyukai dan menolak dirinya sendiri. Cara pandang individu terhadap dirinya akan membentuk suatu 6

22 konsep dirinya sendiri. Ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya membuat beberapa anak merasa kesepian dan dimusuhi (Santrock, 2007: 206). Pada mulanya anak tidak mengerti tingkah laku apa yang dipuji atau dihargai dan tingkah laku apa yang tidak dipuji atau dihargai untuk dapat diterima dalam suatu kelompok teman sebaya. Di TK KKLKMD Sidomaju pada kelompok B terdapat adanya perbedaan penerimaan teman sebaya berupa penolakan terhadap teman tertentu dan penerimaan terhadap teman lainnya sehingga menyebabkan sosialisasi anak tertentu menjadi terbatas. Anak-anak yang mendapat penolakan antara lain adalah anak yang pendiam serta anak yang belum dapat mengekspresikan emosi atau keinginannya melalui kata-kata verbal. Sebaliknya, anak-anak yang diterima baik oleh teman sebayanya antara lain adalah anak-anak yang aktif, berani, pandai bergaul, dan mudah berkomunikasi dengan orang lain. Anak membutuhkan keterampilan berbicara agar dapat menjalin pertemanan karena berbicara merupakan alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Keterampilan berbicara ini diduga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan teman sebaya. Dari uraian tersebut, peneliti ingin meneliti tentang hubungan keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya pada anak kelompok B di TK KKLKMD Sidomaju. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penyusunan program-program kegiatan yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara anak dan penerimaan teman sebaya oleh guru Taman Kanak-kanak. 7

23 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut. 1. Terdapat anak perempuan yang pendiam, sering menyendiri, dan mendapat pengabaian dari teman sebayanya. 2. Terdapat anak laki-laki yang belum dapat mengekspresikan emosi atau keinginannya melalui kata-kata verbal dan mendapat penolakan dari teman sebayanya. 3. Adanya perbedaan penerimaan teman dalam kelompok teman sebaya di Taman Kanak-kanak. 4. Hubungan keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya anak kelompok B di TK KKLKMD Sidomaju belum diketahui. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas peneliti lebih memfokuskan pada belum diketahuinya hubungan antara keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya anak kelompok B di TK KKLKMD Sidomaju. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya anak kelompok B di TK KKLKMD Sidomaju? 8

24 E. Tujuan Penlitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya anak kelompok B di TK KKLKMD Sidomaju. F. Manfaat Hasil Penelitian Hasil yang didapatkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Praktis Bagi pendidik hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam penyusunan kegiatan pembelajaran serta pengembangan metode pembelajaran yang dapat mengembangan keterampilan berbicara dan meningkatkan tingkat penerimaan teman sebaya. 2. Manfaat Teoritis a. Bagi lingkungan akademik hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan terutama mengenai keterampilan berbicara yang berkaitan dengan penerimaan teman sebaya. b. Bagi peneliti setelah mengadakan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta dapat memahami hubungan keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya. Bagi peneliti lain, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan 9

25 untuk mengadakan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini. c. Bagi pendidik hasil dari penelitian ini dapat menjadi dasar untuk memberikan intervensi agar anak dapat diterima terutama dalam pergaulan teman sebaya. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk merancang program yang kaitannya dengan meningkatkan keterampilan berbicara untuk mendukung penerimaan teman sebaya. d. Bagi pendidik dan orang tua hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk melakukan penanganan bagi anak yang ditolak atau diabaikan oleh teman sebayanya. 10

26 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Bahasa Anak Usia 5-6 Tahun 1. Pengertian Bahasa Manusia dalam berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa. Bahasa adalah alat untuk berpikir, mengekspresikan diri, dan berkomunikasi (Ahmad Susanto, 2011: 74). Menurut Badudu (dalam Nurbiana Dhieni, dkk, 2005: 1.8) bahasa merupakan alat penghubung atau komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan, dan keinginannya. Sejalan dengan Badudu, Bromley (dalam Nurbiana Dhieni, dkk, 2005) mendefinisikan bahasa sebagai sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol visual maupun verbal. Simbol-simbol visual tersebut dapat dilihat, ditulis, dan dibaca sedangkan simbol-simbol verbal dapat diucapkan dan didengar. Anak dapat memanipulasi simbol-simbol tersebut dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuannya dalam berpikir. Pada manusia bahasa yang merupakan suatu sistem simbol untuk berkomunikasi dengan orang lain meliputi daya cipta dan sistem aturan (Nurbiana Dhieni, dkk, 2005: 1.2). Dengan daya cipta tersebut manusia dapat menciptakan berbagai macam kalimat yang bermakna dengan menggunakan seperangkat kata dan aturan. Bahasa mencakup setiap sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan kepada orang lain (Hurlock, 2000: 176). Bahasa sangat penting dalam kehidupan sosial karena dengan bahasa orang lain akan mengerti atau dapat memaknai apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh 11

27 seseorang. Oleh karena itu, bahasa perlu distimulasi dan dikembangkan sejak usia dini agar kemampuannya dalam berkomunikasi dapat meningkat. Menurut Nurbiana Dhieni, dkk (2005: ) secara umum terdapat dua aspek pengembangan keterampilan berbahasa, yaitu aktif reseptif (menerima pesan) dan aktif produktif (menyampaikan pesan). Aktif reseptif terdiri dari menyimak/mendengarkan dan membaca sedangkan aktif produktif terdiri dari berbicara dan menulis. Pada usia Taman Kanak-kanak pengembangan bahasa yang penting diperhatikan dan distimulasi salah satunya adalah keterampilan berbahasa aktif produktif yang berupa kemampuan berbicara karena dengan berbicara anak dapat malakukan interaksi dan berkomunikasi dengan temannya. Anak perlu mengenal dan mengerti berbagai macam kosa kata agar dapat berkomunikasi dengan orang lain. Banyaknya kosa kata yang dimiliki anak akan mempengaruhi kemampuan berbicara anak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan suatu alat atau sistem simbol yang teratur untuk menghubungkan pikiran atau ide, mengekspresikan diri, dan berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa sangat penting dalam kehidupan sosial karena dengan bahasa orang lain akan mengerti atau dapat memaknai apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh seseorang. Selain itu, terdapat aspek pengembangan keterampilan berbahasa, yaitu aktif reseptif (menerima pesan) dan aktif produktif (menyampaikan pesan). 2. Teori Perkembangan Bahasa Noam Chomsky (dalam Crain, 2007: 517) terkenal dengan teori perkembangan bahasanya. Sebelum Chomsky dikenal, kebanyakan orang percaya 12

28 pada temuan teori belajar bahasa Brown yang disebut gudang penyimpanan yaitu anak-anak mengimitasi orang lain dan memperoleh sejumlah besar kalimat yang anak simpan dikepalanya. Sebaliknya, Chomsky membuktikan bahwa pandangan tersebut tidak benar. Manusia tidak hanya belajar sejumlah kalimat karena secara rutin seseorang selalu menciptakan kalimat-kalimat baru. Hal tersebut terjadi karena seseorang memiliki aturan-aturan internal yang membuat dirinya mampu menyusun kalimat sesuai aturan gramatika untuk menyatakan makna-makna yang dimaksudkan. Jika seseorang hanya menggunakan kalimatkalimat yang sudah pernah didengar dan diingat, bahasa yang dimiliki tentunya menjadi terbatas. Seseorang memiliki sistem aturan tertentu sehingga dapat menemukan dan memahami kalimat-kalimat yang tidak pernah didengar sebelumnya (Crain, 2007: 517). Chomsky (dalam Crain, 2007) mengatakan bahwa pencapaian linguistik anak-anak pada umumnya terlalu besar untuk bisa dijelaskan jika kita beranggapan hal tersebut diajarkan oleh lingkungan. Anak-anak mendengar ucapan yang terbatas, namun anak dapat mengembangkan dengan cepat dan menciptakan jumlah kalimat yang tak terhitung jumlahnya. Pengetahuan anak berkembang jauh melebihi pengalamannya. Anak-anak tidak membangun gramatika dari bukti-bukti yang anak dengar, melainkan dari rancangan batin atau sebuah program genetik. Beberapa ahli bahasa melihat kesamaan dalam bagaimana cara anak memperoleh bahasa di seluruh dunia, meskipun yang paling bervariasi dalam menerima bahasa yaitu masukan (input) sebagai bukti kuat bahwa bahasa memiliki dasar biologis. Sebagian anak gagal untuk 13

29 mengembangkan keterampilan bahasa dengan baik. Seorang pengamat menekankan kontribusi dari keduanya antara biologi dan pengalaman dalam perkembangan bahasa. Hal tersebut dapat dilihat ketika anak-anak secara biologis siap untuk belajar bahasa dan berinteraksi dengan pengasuhnya (Santrock, 2008: 57). Menurut Chomsky kemampuan anak belajar bahasa adalah sebuah kemampuan yang tidak bisa disamakan dengan kemampuan belajar sains, musik, dan lain sebagainya. Kemampuan ini sudah memiliki rancangan genetiknya sendiri (Crain, 2007: 522). Menurut Sachs (dalam Crain, 2007: 528), sejak lahir bayi menggunakan gerakan-gerakan tubuh yang sangat halus sebagai respon kepada ucapan. Gerakan bayi menjadi beragam sesuai dengan ikatan suara dan kata-kata dari ucapan tersebut. Pada usia satu bulan, bayi mulai mendeguk dan menjekut. Pada usia enam bulan bayi biasanya mulai meraba, membuat suara-suara getaran bibir dan lidah seperti ba ba ba atau da da da (Crain, 2007: 528). Pada usia sekitar satu tahun, bayi mulai memproduksi kata-kata tunggal. Sekitar usia satu setengah tahun, anak-anak mulai meletakkan dua kata bersama-sama dan bahasanya sudah mulai menunjukkan struktur tertentu. Antara usia dua sampai tiga tahun, anak biasanya meletakkan tiga atau lebih kata secara bersamaan serta mulai menggunakan subjek dan predikat. Ucapan anak biasanya sudah mengikuti aturan S-P-O (Crain, 2007: 530). Setelah meletakkan tiga atau lebih kata secara bersamaan, anak mulai menunjukkan bahwa anak memahami ketergantungan pada struktur. Anak memahami bahwa frasa-frasa kata benda merupakan satu unit yang menyeluruh. 14

30 Antara usia tiga sampai enam tahun, gramatika anak berubah dengan cepat menjadi cukup kompleks. Anak-anak dapat menguasai operasi-operasi pengubahan kalimat sekaligus. Chomsky (dalam Crain, 2007: 541) menyatakan bahwa jika anak belajar sistem gramatis yang luas dan rumit dengan caranya sendiri yang anak butuhkan hanyalah mendengar bahasa yang diucapkan kemudian anak akan menguasainya tanpa program pelatihan apa pun. Chomsky percaya bahwa anak dapat belajar bahasa secara spontan dan dengan caranya sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan bahasa anak dimulai dari menggerakan tubuh hingga dapat membentuk suatu kalimat yang terstruktur. Anak memiliki kemampuan untuk belajar bahasa dan kemampuan ini sudah memiliki rancangan genetiknya sendiri. Kemampuan bahasa anak memiliki dasar biologis sesuai dengan tahapan usianya. Anak dapat belajar bahasa secara spontan hanya dengan mendengar dari orang dewasa disekitarnya. Selain itu, anak juga dapat belajar bahasa dengan caranya sendiri tanpa ada program pelatihan khusus. 3. Indikator Perkembangan Bahasa 5-6 Tahun Perkembangan bahasa mengikuti suatu urutan yang diramalkan secara umum sekalipun terdapat variasi diantara anak yang satu dengan anak yang lainnya (Mansur, 2005: 35). Anak usia dini memulai perkembangan bahasanya dari menangis untuk mengekspresikan keinginanya atau mengekspresikan responnya terhadap rangsangan dari luar dirinya. Setelah itu, anak mulai melafalkan bunyi yang tidak bermakna secara berulang-ulang kemudian anak 15

31 belajar kalimat mulai dengan suku kata, seperti ma untuk sebutan ibu atau pa untuk sebutan ayah dan satu kata, seperti maem yang artinya meminta makan. Anak pada umumnya belajar nama-nama benda atau binatang sebelum kata-kata yang lain. Perkembangan bahasa anak akan terus meningkat pada usia dini. Anak usia 3 sampai 5 tahun rata-rata belajar 50 kata baru per bulan. Pada usia 5 tahun anak dapat menguasai 2932 kata dan meningkat pada usia 6 tahun anak memiliki sekitar 8000 sampai kosa kata (Mansur, 2005: 35). Perkembangan berbicara dan berbahasa anak usia 5 sampai 6 tahun menurut Allen dan Marotz (2010: 151 dan 166) yaitu sebagai berikut: a. Menguasai 1500 sampai kosakata atau lebih. b. Menceritakan cerita yang dikenal ketika melihat gambar dari buku. c. Menyebutkan kegunaan sesuatu. d. Mengenali dan menyebutkan 4 sampai 8 warna. e. Memahami lelucon sederhana, mengarang lelucon, dan teka-teki. f. Mengucapkan kalimat dengan 5 sampai 7 kata atau dapat juga kalimat yang lebih panjang. g. Menyebutkan nama kota dimana dia tinggal, tanggal ulang tahun, dan nama orang tua. h. Menjawab telepon dengan tepat, memanggil orang yang ditelepon, atau menerima pesan singkat. i. Menggunakan kata bolehkah saya dengan tepat. j. Berbicara tanpa henti dan banyak bertanya. k. Menggunakan bentuk kerja, urutan kata dan struktur kalimat yang tepat. l. Berbicara sendiri sambil menentukan langkah-langkah yang diperlukan. m. Senang menceritakan lelucon dan teka-teki. n. Senang dibacakan cerita dan mengarang cerita. o. Mampu belajar lebih dari satu bahasa. Indikator perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari Tingkat Pencapaian Perkembangan (TPP) anak. Dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) untuk pembelajaran yang mengembangkan aspek bahasa perlu mempertimbangan kemampuan dan tingkat pencapaian perkembangan sesuai dengan usia anak. Sesuai Permendikbud Nomor 137 Tahun 16

32 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, tingkat pencapaian perkembangan anak usia 5-6 tahun dibagi menjadi tiga lingkup perkembangan yaitu memahami bahasa, mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan. Lingkup perkembangan memahami bahasa terdiri dari mengerti beberapa perintah secara bersamaan; mengulang kalimat yang lebih kompleks; memahami aturan dalam suatu permainan; serta senang dan menghargai bacaan. Lingkup perkembangan mengungungkapkan bahasa terdiri dari menjawab pertanyaan yang lebih kompleks; menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama; berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung; menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok kalimat-predikat-keterangan); memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain; melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan; dan menunjukkan pemahaman konsep-konsep dalam buku cerita. Selanjutnya, lingkup perkembangan keaksaraan terdiri dari menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal; mengenal suara huruf awal dari nama; menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama; memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf; membaca nama sendiri; menuliskan nama sendiri; dan memahami arti kata dalam cerita. Berdasarkan uraian di atas indikator perkembangan bahasa anak usia dini dapat dilihat dari tingkat pencapaian perkembangannya. Jika anak sudah mampu mencapai TPP sesuai dengan usianya, berarti perkembangan bahasa anak sudah berkembang sesuai dengan harapan. Jika anak mampu melebihi tingkat 17

33 pencapaian perkembangannya, berarti perkembangan bahasa anak sudah berkembang dengan sangat baik. 4. Komponen Perkembangan Bahasa Komponen perkembangan bahasa anak meliputi fonologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 8). Fonologi merupakan sistem bunyi bahasa yang diucapkan dan bagaimana bunyi tersebut dilafalkan atau kemampuan untuk mengenal dan memproduksi suara. Fonologi mencakup bunyi-bunyi yang digunakan dan kaidah-kaidah tentang bagaimana mengkombinasikannya. Fonem adalah unit bunyi terkecil dalam bahasa, contohnya cat memiliki tiga fonem yaitu c, a, dan t (Upton, 2012: 106). Kemampuan bahasa yang lain yaitu sintaksis. Sintaksis merupakan kemampuan anak dalam menyusun kalimat. Menurut Upton (2012), sintaks adalah cara kata dikombinasikan untuk membentuk frasa-frasa dan kalimat-kalimat yang dapat diterima. Selain itu, terdapat juga semantik yaitu makna dari kata sehingga dalam berbahasa anak juga harus mampu memahami makna dari kata yang digunakan. Komponen perkembangan bahasa berikutnya yaitu pragmatik yang merupakan penggunaan bahasa secara tepat dalam komunikasi. Pada perkembangan pragmatik yang dimiliki anak adalah kemampuan memilih kata yang tepat dalam berkomunikasi agar dapat dimengerti oleh orang lain. Menurut Upton (2012), tidak hanya empat komponen yang sudah disebutkan di atas, namun terdapat satu komponen lagi dalam kaidah-kaidah bahasa yaitu morfologi. Morfologi merupakan sistem kaidah yang mengatur bagaimana kata dibentuk dalam suatu bahasa. Morfem adalah unit-unit bunyi 18

34 terkecil yang memiliki makna. Oleh karena itu, menurut Upton (2012) terdapat lima komponen perkembangan bahasa. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Bromley (dalam Nurbiana Dhieni, dkk, 2005: 3.4) terdapat lima komponen bahasa yang tidak berubah sekalipun terdapat perbedaan kecepatan dalam berbahasa pada anak. Kelima komponen tersebut sama dengan yang sudah diuraikan sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat lima komponen perkembangan bahasa anak. Kelima komponen perkembangan bahasa tersebut yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Komponen-komponen tersebut perlu diperhatikan dalam menstimulasi perkembangan bahasa anak usia dini. B. Keterampilan Berbicara 1. Pengertian Keterampilan Berbicara Keterampilan merupakan kemampuan anak dalam melakukan berbagai aktivitas seperti motorik, berbahasa, sosial emosional, kognitif, dan afektif (Yudha M. Saputra & Ruyanto, 2005: 7). Salah satu keterampilan yang perlu dikuasai oleh anak usia dini yaitu keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa dalam bahasa Indonesia meliputi empat aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang penting untuk dikembangkan. 19

35 Menurut Depdikbud (dalam Suhartono, 2005: 20), berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, gagasan, atau isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Tarigan (dalam Suhartono (2005: 7) mengemukakan bicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Bicara yaitu perilaku manusia yang dilandaskan pada pikiran dan perasaan yang diekspresikan melalui sistem bunyi bahasa dengan menggunakan alat-alat artikulasi (Sardjono, 2005: 7). Bicara merupakan salah satu alat komunikasi terpenting yang digunakan dalam hidup berkelompok atau bersosial (Rita Eka Izzaty, dkk, 2013: 107). Anak belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain. Selanjutnya, menurut Hurlock (2000: 176) bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud. Bicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif sehingga penggunaanya paling luas. Hurlock (1980: ) mengungkapkan bahwa pada masa kanak-kanak awal, anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara. Hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama, berbicara merupakan sarana pokok dalam sosialisasi. Anak-anak yang lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah mengadakan kontak sosial daripada anak yang kemampuan berkomunikasinya terbatas. Anak-anak yang mengikuti kegiatan prasekolah akan mengalami rintangan baik dalam hal sosial maupun pendidikan kecuali jika dia pandai bicara seperti teman-teman sekelasnya. Kedua, belajar bicara merupakan 20

36 sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak-anak yang tidak dapat mengemukakan keinginan dan kebutuhannya, atau yang tidak dapat berusaha agar dimengerti orang lain cenderung diperlakukan seperti bayi dan tidak berhasil memperoleh kemandirian yang diinginkan. Bicara juga merupakan keterampilan mental-motorik. Berbicara tidak hanya melibatkan koordinasi kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga mempunyai aspek mental kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan. Meskipun demikian, tidak semua bunyi yang dibuat anak dapat dipandang sebagai bicara. Sebelum anak dapat mengendalikan mekanisme otot syaraf untuk menimbulkan bunyi yang jelas, berbeda, dan terkendali, ungkapan suaranya merupakan bunyi artikulasi. Lebih lanjut, sebelum anak mampu mengaitkan arti dengan bunyi yang terkendali itu, tidak jadi soal betapa pun betulnya ucapan yang mereka keluarkan, pembicaraan mereka hanya membeo karena kekurangan unsur mental dari makna yang dimaksud oleh anak (Hurlock, 2000: 176). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara merupakan kemampuan anak dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaannya kepada orang lain. Bicara juga merupakan keterampilan mental-motorik. Berbicara tidak hanya melibatkan koordinasi kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga mempunyai aspek mental kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan. 21

37 2. Peran Bicara dalam Komunikasi Kemampuan berkomunikasi sangat penting untuk diajarkan pada anak sejak dini. Pada bayi, ketika bayi menemukan bahwa upaya awal untuk berkomunikasi dengan menangis atau dengan menggunakan isyarat tidak selalu dipahami, bayi memiliki motivasi yang kuat untuk belajar berbicara (Hurlock, 2000: 177). Anak berusaha belajar bicara karena bayi telah mengetahui bahwa bicara merupakan alat komunikasi yang lebih baik daripada tangisan, isyarat, dan bentuk prabicara lainnya yang telah bayi gunakan sebelumnya. Hurlock (2000) menyatakan bahwa dari banyak cara yang menunjukkan bicara memainkan peran penting dalam kehidupan anak yang paling penting adalah bagaimana bicara mempengaruhi penyesuaian sosial pribadi anak. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain dalam cara yang dapat dipahami penting artinya untuk menjadi anggota kelompok. Anak yang mampu berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok sosial dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk memerankan kepemimpinannya daripada anak yang kurang mampu berkomunikasi atau yang takut menggunakannya. Selain itu, bicara juga berperan dalam penilaian sosial anak. Seperti halnya orang dewasa, anak dinilai oleh anggota kelompok sosialnya dalam kaitannya dengan yang dikatakan dan bagaimana mereka mengatakannya. Latar belakang sosial, asal-usul ras, jenis kelamin, dan banyak karakteristik pribadi lainnya dapat diisyaratkan kepada orang lain melalui bicara (Hurlock, 2000: 178). 22

38 Bicara dapat berpengaruh terhadap pikiran dan perasaan orang lain. Anakanak yang memberikan komentar menghina atau mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan tentang orang lain membuatnya tidak populer bagi temannya bermain dan bagi orang dewasa. Sebaliknya, mengatakan hal-hal yang menyenangkan, mempertinggi kesempatan anak-anak untuk diterima orang lain. Selain itu, bicara juga dapat berpengaruh terhadap perilaku orang lain. Anak yang berbicara cukup baik dan dengan keyakinan dapat mempengaruhi teman sebayanya untuk berbuat seperti yang dikehendakinya, lebih baik daripada anak yang berbicara ragu-ragu dan dengan perbendaharaan kata terbatas atau tata bahasanya jelek. Salah satu karakteristik anak yang akan menjadi pemimpin adalah kemampuan bicaranya lebih baik daripada anggota kelompok yang lainnya (Hurlock, 2000: 178). Menurut Ridgeway, Waters, & Kuczas (dalam Santrock, 2007: 17) pada masa kanak-kanak awal kemampuan untuk berbicara mengenai emosi diri dan orang lain meningkat. Pada rentang usia 2-4 tahun, terjadi penambahan yang pesat mengenai jumlah istilah yang digunakan untuk menggambarkan emosi. Ketika menginjak usia 4-5 tahun, anak-anak mulai menunjukkan peningkatan dalam merefleksi emosi. Anak juga mulai memahami bahwa kejadian yang sama dapat menimbulkan perasaan yang berbeda terhadap orang yang berbeda. Lebih dari itu, anak juga mulai menunjukkan kesadaran bahwa mereka harus mengatur emosinya untuk memenuhi standar sosial untuk dapat diterima oleh orang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan anak. Selain untuk alat berkomunikasi dengan 23

39 orang lain, peran bicara yang paling penting adalah bagaimana bicara dapat mempengaruhi penyesuaian sosial pribadi anak. Dalam berbicara juga harus memperhatikan keadaan atau emosi orang lain agar tidak tersinggung dengan apa yang diucapkan serta mengatur emosi diri sendiri untuk memenuhi standar sosial. Keterampilan berbicara ini sangat diperlukan ketika anak bersosialisasi dengan orang lain terutama dengan kelompok teman sebaya. 3. Faktor-faktor yang Dijadikan Ukuran Kemampuan Berbicara Berbicara bukan sekedar pengucapan kata atau bunyi, tetapi berbicara merupakan alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, atau mengkomunikasikan pikiran, ide maupun perasaan (Nurbiana Dhieni, dkk, 2005: 3.5). Bicara adalah kegiatan komunikasi dua arah yang bertujuan untuk memberitahukan, melaporkan, menghibur, membujuk dan meyakinkan seseorang. Menurut Loban, Hunt, dan Cazda (dalam Muh. Nur Mustakim, 2005: ) keterampilan berbicara anak usia 5 sampai 6 tahun dapat terlihat ketika anak suka berbicara pada seseorang dan sangat aktif bertanya. Terdapat beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kemampuan berbicara seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Menurut Nurbiana Dhieni, dkk (2005) aspek kebahasaan meliputi faktorfaktor sebagai berikut: (a) ketepatan ucapan; (b) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai; (c) pilihan kata; (d) ketepatan sasaran pembicaraan. Ketepatan ucapan atau pelafalan bunyi yaitu anak harus dapat mengucapkan atau melafalkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat dan jelas. Jika anak mampu mengucapkan bunyi dengan jelas saat berbicara, maka orang lain yang diajak 24

40 berbicara akan mudah mengetahui maksud yang disampaikan. Penempatan tekanan atau intonasi, nada, sendi dan durasi yang sesuai akan menjadi daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan hal tersebut merupakan salah satu faktor penentu dalam keefektifan berbicara. Pilihan kata yang digunakan saat berbicara sebaiknya yang memiliki makna dan sesuai dengan konteks kalimat. Ketepatan sasaran pembicaraan juga disesuaikan dengan konteks pembicaraan sehingga apa yang dibicarakan lebih mudah dipahami. Aspek nonkebahasaan menurut Nurbiana Dhieni, dkk (2005) meliputi faktor-faktor sebagai berikut: (a) sikap tubuh, pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang tepat; (b) kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain; (c) kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara; (d) relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu. Dalam berbicara harus bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Wajar berarti berpenampilan apa adanya dan tidak dibuat-buat. Sikap tenang yang dimaksud adalah sikap dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa. Selain itu, dalam berbicara juga tidak boleh kaku, sebaiknya lebih luwes. Gerak-gerik dan mimik yang tepat juga berfungsi untuk membantu memperjelas atau menghidupkan pembicaraan. Dalam berkomunikasi dengan orang lain, kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain juga penting untuk diperhatikan. Dengan menghargai pendapat orang lain berarti telah belajar menghormati pemikiran orang lain. Tingkat kenyaringan suara juga harus disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan ruang dengar yang ada. Tingkatannya 25

41 yaitu tidak terlalu nyaring dan tidak terlalu lemah. Kelancaran dalam berbicara akan dapat mempermudah untuk menangkap isi pembicaraan yang disampaikan sedangkan relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu yaitu hal yang disampaikan memiliki urutan yang runtut dan memiliki arti yang logis serta adanya saling keterkaitan atau hubungan dari hal yang disampaikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, atau mengkomunikasikan pikiran, ide maupun perasaan kepada orang lain. Terdapat beberapa faktor yang dijadikan ukuran kemampuan berbicara seseorang yang dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan terdiri dari empat faktor yaitu ketepatan ucapan, penempatan tekanan nada yang sesuai, pilihan kata (diksi), dan ketepatan sasaran pembicaraan sedangkan aspek nonkebahasaan juga terdiri dari empat faktor yaitu sikap tubuh, menghargai pembicaraan orang lain, kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara, serta relevansi. 4. Penilaian Keterampilan Berbicara Penilaian dibutuhkan untuk dapat mengetahui seberapa tinggi kemampuan berbicara anak. Penilaian merupakan proses pengumpulan informasi atau data yang digunakan untuk membuat keputusan tentang pembelajaran (Harun Rasyid, dkk, 2012: 5). Penilaian dapat dilakukan melalui tes dan non tes. Menurut Sabarti Akhadiah (1992/1993: 145) terdapat tes berupa tes berbicara yang dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan berbicara anak. Aspek- 26

42 aspek yang dinilai melalui tes berbicara mencakup ketepatan lafal, kejelasan ucapan, kelancaran, dan intonasi. Tes berbicara dapat dilakukan dengan cara pengulangan, hafalan, percakapan terpimpin, dan percakapan bebas atau wawancara (Sabarti Akhadiah, dkk, 1992/1993: ). Pengulangan dapat dilakukan saat pembelajaran guru membacakan cerita pendek kemudian anak diminta untuk mengulanginya kembali. Hafalan dapat dilakukan dengan meminta anak menghafal do a atau sila-sila dalam pancasila. Percakapan terpimpin dapat dilakukan dengan meminta anak berdiskusi secara berkelompok dan membahas tema yang sudah ditentukan oleh guru sedangkan wawancara dapat dilakukan guru dengan melakukan percakapan atau tanya jawab dengan siswa. Selain menggunakan tes untuk dapat mengetahui keterampilan berbicara anak juga dapat menggunakan non tes yaitu dengan melakukan pengamatan atau observasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui seberapa tinggi kemampuan berbicara anak dibutuhkan suatu penilaian. Penilaian merupakan proses pengumpulan informasi atau data yang digunakan untuk membuat keputusan tentang pembelajaran. Penilaian keterampilan berbicara dapat dilakukan dengan tes dan non tes. Tes berbicara dapat dilakukan dengan cara pengulangan, hafalan, percakapan terpimpin, dan percakapan bebas atau wawancara. Aspek-aspek yang dinilai melalui tes berbicara mencakup ketepatan lafal, kejelasan ucapan, kelancaran, dan intonasi sedangkan non tes dapat dilakukan dengan pengamatan atau observasi. 27

43 C. Penerimaan Teman Sebaya 1. Teori Perkembangan Sosial Dalam perkembangan sosial dikenal dengan adanya teori psikososial yang dikembangkan oleh Erik Erikson. Terdapat delapan tahapan psikososial dari anak usia dini sampai dengan usia lanjut (Santrock, 2008: 73). Untuk anak usia dini terdapat empat tahapan sebagai berikut. a. Trust vs mistrust (rasa percaya vs rasa tidak percaya) Tahap ini terjadi pada tahun pertama kehidupan anak yaitu pada usia 0-1 tahun. Mengembangkan rasa percaya pada anak memerlukan kehangatan dan memelihara pengasuhan. Bayi harus belajar percaya kepada dirinya sendiri dan orang lain yang memenuhi kebutuhan dasarnya. Jika pengasuh menolak dan tidak konsisten, bayi akan melihat dunia adalah tempat yang berbahaya berisi orangorang yang tidak dapat dipercaya (Riana Mashar, 2015: 52). Pengasuh utama merupakan agen sosial penting bagi bayi. Pengasuhan yang baik dapat memberikan hasil positif berupa perasaan nyaman dan sedikit ketakutan atau kekhawatiran pada bayi. Setelah berhasil mengembangkan rasa percaya pada pengasuh, bayi akan menunjukkannya dalam tingkah lakunya (Crain, 2007: 430). Tanda pertama kepercayaan pada pengasuh muncul ketika bayi rela membiarkan pengasuh menghilang dari pandangan matanya tanpa rasa cemas atau marah. Jika pengasuh bisa diandalkan, menurut Erikson bayi dapat belajar mentolerir ketidakhadiran pengasuh. Akan tetapi jika pengasuhnya tidak dapat diandalkan, barulah bayi tidak membiarkan pengasuhnya pergi dan akan panik bila memaksa pergi. 28

44 Erikson percaya bahwa pada bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi memiliki sejenis empati fisik yang khusus dengan figur ibu. Contohnya, secara otomatis bayi dapat merasakan ibu sedang berada dalam kondisi tegang. Jika ibu merasa cemas bayi ikut merasa cemas, jika ibu merasa tenang bayi juga ikut merasa tenang. Interaksi-interaksi awal ini sangat mempengaruhi perilaku anak ke depan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga hubungan antarpribadi. Bayi perlu merasa bahwa pada dasarnya hubungan ini baik sehingga bayi merasa aman untuk menjadi dekat dengan orang lain (Crain, 2007: 432). b. Autonomy vs shame and doubt (otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu) Tahap ini terjadi pada akhir masa bayi dan balita yaitu pada usia 1-3 tahun. Setelah memperoleh rasa percaya dalam pengasuhannya, anak mulai menemukan tingkah lakunya sendiri. Anak akan menegaskan atau menunjukkan kebebasan dan kemauannya sendiri. Jika anak dikendalikan terlalu banyak atau dihukum terlalu kasar, maka anak akan mengembangkan rasa malu dan keraguan. Anak harus belajar mandiri untuk makan dan mengenakan baju sendiri, merawat kesehatan sendiri, dan lain sebagainya. Kegagalan untuk meraih kemandirian dapat menyebabkan anak mengalami keraguan akan kemampuannya dan menimbulkan perasaan malu (Riana Mashar, 2015: 52). Orang tua merupakan agen sosial yang penting dalam tahap ini. Anak yang berusia 2 tahun ingin memegang apapun yang diinginkan dan mendorong apapun yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini anak melatih otonomi atau kemandiriaannya. Di sisi lain, kematangan biologis juga mendukung kemunculan otonomi selama tahun kedua dan ketiga. Anak sudah dapat berdiri 29

45 dengan kakinya sendiri dan mulai mengeksplorasi dunia dengan caranya sendiri. Otonomi muncul dari dalam yang berkaitan dengan kematangan biologis yang mempengaruhi kemampuan anak untuk melakukan hal-hal dengan caranya sendiri, misalnya berdiri di atas kaki sendiri, menggunakan tangannya sendiri, dan lain sebagainya. Sebaliknya rasa malu dan ragu-ragu datang dari kesadaran akan ekspektasi dan tekanan sosial (Crain, 2007: 436). c. Initiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah) Tahap ini terjadi pada anak usia 3-6 tahun. Sebagai anak kecil yang pengalaman dunia sosialnya meluas, anak memiliki tantangan lebih daripada saat masih bayi. Untuk mengatasi tantangan ini, anak harus terlibat secara aktif dan berperilaku sesuai tujuan serta norma sosial yang berlaku agar dapat diterima oleh orang lain terutama teman sebayanya. Anak akan belajar berinteraksi dengan lebih banyak orang di luar anggota keluarganya. Oleh karena itu, anak harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya terutama teman sebaya sehingga anak dapat diterima dan tidak mengalami penolakan oleh teman sebayanya yang menyebabkan sosialisasi anak menjadi terbatas. Akan tetapi pada tahap ini, anak masih membutuhkan perhatian lebih dari orang tua untuk dapat bersosialisasi dengan orang lain diluar lingkungan keluarga karena anak belajar bersosialisasi dari orang tua dan anggota keluarga terlebih dahulu sebelum dapat bersosialisasi dengan orang lain sehingga pada tahap ini keluarga adalah agen sosial penting bagi anak (Riana Mashar, 2015: 52). Pada tahap ini, orang dewasa mengharapkan anak menjadi lebih bertanggung jawab dan memerlukan anak untuk bertanggung jawab dalam 30

46 merawat tubuh dan barang-barang miliknya sendiri. Berkembangnya rasa tanggung jawab akan semakin meningkatkan inisiatif. Melalui inisiatif, anak dapat membuat rencana, menetapkan tujuan, dan mempunyai semangat untuk mencapainya (Crain, 2007: 437). Sebaliknya, anak-anak akan mengembangkan perasaan tidak nyaman maupun rasa bersalah jika anak tidak bertanggung jawab atau dibuat merasa cemas. Anak berusaha menerima tanggung jawab dalam kapasitasnya sebagai anak. Terkadang usaha mencapai tujuan atau aktivitas anak menimbulkan konflik dengan orang tua atau anggota keluarga yang lain dan konflik ini dapat menimbulkan rasa bersalah. Pemecahan yang berhasil dari krisis ini adalah keseimbangan. Anak harus mempertahankan kepekaannya berinisiatif dan belajar menghargai hak, keistimewaan, dan tujuan orang lain. d. Industry vs inferiority (Kegigihan vs rendah diri) Tahap ini terjadi pada anak usia sekolah dasar sampai pubertas atau awal masa remaja yaitu pada usia 6-12 tahun. Inisiatif anak-anak membawanya ke dalam kontak dengan berbagai macam pengalaman baru. Ketika anak pindah ke sekolah dasar, anak mengarahkan energinya terhadap penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Tidak ada waktu anak-anak lebih antusias tentang belajar daripada masa akhir usia dini yaitu ketika imajinasi anak luas. Bahaya dalam tahun-tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, tidak produktif, dan ketidakmampuan. Pada tahap ini anak harus menguasai keterampilan sosial dan akademik. Pada tahap ini anak juga membandingkan dirinya dengan teman sebayanya. Anak belajar bekerjasama dan bermain bersama teman-teman sebayanya (Crain, 2007: 31

47 440). Kemampuan untuk industri (kegigihan) membuat anak merasa yakin dengan keterampilan sosial dan akademiknya sendiri, namun kegagalan akan memberi atribut penting yang menimbulkan perasaan inferior (rendah diri) sehingga pada tahap ini guru dan teman sebaya merupakan agen sosial penting (Riana Mashar, 2015: 52). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teori psikososial yang dikemukakan oleh Erik Erikson terdapat empat tahapan untuk anak usia dini. Empat tahapan tersebut yaitu trust vs mistrust (rasa percaya vs rasa tidak percaya), autonomy vs shame and doubt (otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu), initiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah), dan industry vs inferiority (kegigihan vs rendah diri). Untuk anak kelompok B yang berada pada rentang usia 5-6 tahun dapat dikatakan berada pada tahap keempat yaitu initiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah). Pada usia ini, pengalaman sosial anak meluas sehingga anak harus terlibat secara aktif dan berperilaku sesuai tujuan serta norma sosial yang berlaku agar dapat diterima oleh orang lain terutama teman sebayanya. Anak harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya terutama teman sebaya sehingga anak dapat diterima dan tidak mengalami penolakan oleh teman sebayanya yang menyebabkan sosialisasi anak menjadi terbatas. 2. Pengertian Penerimaan Teman Sebaya Teman sebaya adalah anak-anak yang tingkat usia atau kematangannya kurang lebih sama (Santrock, 2002: 268). Teman sebaya (peer) yaitu teman di mana mereka biasa bermain dan melakukan aktivitas bersama-sama sehingga menimbulkan rasa senang bersama dan biasanya usia mereka sebaya serta dari 32

48 jenis kelamin yang berbeda (Singgih D. & Y. Singgih, 2006: 97). Teman sebaya pada umumnya adalah teman sekolah dan atau teman bermain di luar sekolah, seperti teman di lingkungan rumah (Rita Eka Izzaty, dkk, 2013: 113). Selanjutnya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat, atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Jadi, teman sebaya adalah sekelompok anak yang memiliki beberapa kesamaan, baik dari segi usia, pola berfikir, minat, atau hal yang lain sehingga mereka memutuskan untuk membuat sebuah kelompok (peer group). Sondra Birch dan Gary Ladd (dalam Ati Sumiati, 2010) menyatakan bahwa penerimaan teman sebaya adalah suatu indeks seberapa baik anak-anak masuk ke dalam jaringan sosial kelas. Menurut William M. Bukowski, Andrew F. Newcomb, dan Hartup (dalam Ati Sumiati, 2010), penerimaan kelompok teman sebaya mengacu pada sejauh mana seorang anak disukai atau diterima oleh anggota lain dari kelompok sebaya. Selain itu, Eric Bush, Garry Ladd and Sarah Herald (dalam Ati Sumiati, 2010) juga menyatakan bahwa penerimaan atau penolakan oleh kelompok teman sebaya didefinisikan sebagai sejauh mana individu yang disukai atau tidak disukai oleh rekan-rekan kelas dan diindeks dengan rata-rata peringkat sosiometrik yang diperoleh dari teman sekelas selama tahun pertama anak di Taman Kanak-kanak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teman sebaya merupakan sekelompok anak yang memiliki beberapa kesamaan, baik dari segi usia, pola berfikir, minat, atau hal yang lain sehingga mereka memutuskan untuk membuat sebuah kelompok (peer group). Dalam sebuah kelompok yang dibuat 33

49 oleh anak-anak terdapat penerimaan teman sebaya yang berbeda-beda antara anggota kelompok. Penerimaan teman sebaya tersebut merupakan derajat seberapa besar anak disukai atau seberapa besar anak dapat diterima dalam suatu kelompok dan dipilih oleh teman sebayanya. 3. Perkembangan Penerimaan Teman Sebaya Pengaruh teman sebaya sangat besar bagi arah perkembangan sosial anak baik yang bersifat positif maupun negatif. Pengaruh positif dapat terlihat pada pengembangan konsep diri dan pembentukan harga diri anak (Rita Eka Izzaty, dkk, 2013: 113). Pada saat baru lahir, bayi tidak suka bergaul dengan orang lain. Sosialisasi dalam bentuk perilaku yang suka bergaul dimulai pada bulan ketiga ketika bayi dapat membedakan antara manusia dan benda di lingkungan mereka serta menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap keduanya (Hurlock, 2000: 259). Sebelum usia 2 tahun, anak terlibat permainan searah atau seorang diri meskipun terdapat beberapa anak lain bermain di ruangan yang sama dengan mainan yang sama interaksi sosial yang terjadi diantara anak sangat sedikit. Sejak usia 3 atau 4 tahun, anak mulai bermain bersama dalam kelompok, berbicara satu sama lain, dan memilih dari anak-anak yang hadir siapa yang akan dipilih untuk bermain bersama (Hurlock, 2000: 262). Akan tetapi anak usia 3 tahun cenderung lebih banyak menghabiskan waktu bermain dengan anak yang berjenis kelamin sama. Dari usia 4 hingga 12 tahun kegiatan bermain dengan kelompok anak yang berjenis kelamin sama meningkat (Santrock, 2012: 288). Anak yang berusia 5 tahun dapat mendaftar teman-teman terbaik dari setiap anak dalam kelas mereka (Goleman, 2007: 122). Hal ini berarti anak usia 5 tahun 34

50 sudah dapat menunjukkan tingkat penerimaannya terhadap anak lain. Dari usia 5 tahun ke atas, anak laki-laki cenderung bergabung dengan kelompok yang lebih besar dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki juga cenderung berpartisipasi di dalam berbagai permainan kelompok yang lebih terorganisasi dibandingkan anak perempuan. Selain itu, anak laki-laki lebih suka terlibat permainan fisik, berkompetisi, berkonflik, memperlihatkan ego, berisiko, dan mencari dominasi. Sebaliknya, anak perempuan lebih suka terlibat dalam percakapan kolaboratif, dimana anak-anak berbicara dan bertindak secara timbal balik (Santrock, 2012: ). Setelah anak melewati hari-hari diantara lingkungan rumah atau lingkungan keluarga yang aman dalam rentang usia balita, selanjutnya anak akan diperkenalkan dengan dunia luar yang begitu menyenangkan bagi anak. Di luar rumah, anak akan menemukan banyak hal baru, aneh, dan menarik. Pada saat seperti itu, kebutuhan anak terhadap keberadaan seorang teman sangatlah besar (Irawati Istadi, 2007: 38). Anak ingin dirinya dapat diterima dengan baik di lingkungan barunya. Salah satu tugas perkembangan sosial pada awal masa kanak-kanak yang penting adalah memperoleh latihan dan pengalaman pendahuluan yang diperlukan untuk menjadi anggota kelompok dalam akhir masa kanak-kanak (Hurlock, 1980: 117). Perkembangan sosialisasi anak dapat dilihat melalui peningkatan hubungan antara anak dengan teman-teman sebayanya dari tahun ke tahun. Pada awalnya anak usia dini yang masih bersifat egosentris tidak terlalu memperdulikan orang lain disekitarnya. Seiring dengan bertambahnya usia, anak 35

51 mulai belajar bersosialisasi dan keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial meningkat sehingga anak sedikit demi sedikit menghilangkan sifat egosentrisnya. Barker dan Wright (dalam Santrock, 2002: 347) menyatakan bahwa dalam suatu investigasi mengetahui anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya 10% dari waktu siang pada usia 2 tahun, 20% pada usia 4 tahun, dan lebih dari 40% pada usia 7 dan tahun. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya usia anak maka keinginan berinteraksi dan diterima oleh teman sebaya juga meningkat. Perkembangan sosialisasi anak dapat dilihat melalui peningkatan hubungan antara anak dengan teman-teman sebayanya dari tahun ke tahun. Teman sebaya memiliki pengaruh sangat besar bagi arah perkembangan sosial anak baik yang bersifat positif maupun negatif. 4. Kategori Penerimaan Teman Sebaya Penerimaan sosial sangat penting bagi anak terutama dalam kaitannya dengan hubungan teman sebaya. Penerimaan sosial berarti dipilih sebagai teman untuk suatu aktivitas dalam kelompok dimana seseorang menjadi anggota kelompok tersebut (Hurlock, 2000: 293). Oleh karena itu, penerimaan sosial menjadi dasar penerimaan anak dalam kelompok teman sebaya. Menurut Hurlock (2000: 294) penerimaan sosial dapat dikategorikan sebagai berikut. a. Star Hampir setiap anggota kelompok menganggap anak star sebagai sahabat karib, meskipun anak star tidak banyak membalas uluran persahabatan dari orang lain. Setiap orang mengagumi anak star karena adanya beberapa sifat yang 36

52 menonjol. Akan tetapi hanya sedikit anak yang termasuk dalam kategori ini. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Wentzel & Asher (dalam Santrock, 2007: 211) terdapat pembagian status teman sebaya anak, salah satunya adalah anak populer. Anak populer sering dinominasikan sebagai sahabat. Menurut Hartup (dalam Santrock, 2007: 211), anak populer memiliki sejumlah kemampuan sosial yang membantunya dapat disukai oleh teman lain. Sebuah penelitian telah menemukan bahwa anak yang populer dapat menguatkan, mendengarkan lebih baik, memelihara jalur komunikasi yang terbuka dengan sebaya, bahagia, dapat mengendalikan emosi negatif, menjadi dirinya sendiri, menunjukkan antusiasme dan kepedulian pada orang lain, serta lebih percaya diri tanpa memuji diri sendiri. Anak-anak yang memberikan banyak bantuan (reinforcement) seringkali lebih populer (Santrock, 2002: 347). Begitu juga dengan anak yang dapat mendengarkan degan baik anak-anak lain dan memelihara jalur-jalur komunikasi yang terbuka. Seperti yang dikemukakan oleh Kenned (dalam Santrock, 2002: 347) hasil dari suatu studi, anak-anak yang populer cenderung berkomunikasi secara lebih jelas, dapat menarik perhatian, dan lebih memelihara percakapan dengan teman-teman sebayanya dibanding dengan anak-anak yang tidak populer. b. Accepted Anak yang accepted disukai oleh sebagian besar anggota kelompok. Status anak accepted kurang terjamin dibandingkan dengan status star. Anak accepted dapat kehilangan status tersebut jika anak terus-menerus melakukan atau mengatakan sesuatu yang menentang anggota kelompok. Anak dalam 37

53 kategori ini sama dengan anak yang mendapat status sebaya sebagai anak ratarata. Anak rata-rata ini adalah anak yang menerima nominasi positif dan negatif rata-rata dari sebayanya untuk diterima secara umum. Anak memiliki banyak teman, namun tidak sebanyak anak-anak populer. c. Isolate Anak isolate tidak mempunyai sahabat diantara teman sebayanya. Hanya sedikit anak yang termasuk dalam kategori ini. Ada dua jenis anak kategori isolate yaitu voluntary isolate dan involuntary isolate. Voluntary isolate adalah anak yang menarik diri dari kelompok karena kurang memiliki minat untuk menjadi anggota kelompok atau untuk mengikuti aktivitas kelompok. Sebaliknya, anak involuntary isolate adalah anak yang ditolak oleh kelompok meskipun anak ingin menjadi anggota kelompok tersebut. Anak involuntary isolate yang subjektif mungkin beranggapan bahwa dia tidak dibutuhkan dan menjauhkan diri dari kelompok sedangkan anak involuntary isolate yang objektif benar-benar ditolak oleh kelompok. Anak dalam kategori ini sama dengan anak yang mendapat status sebaya sebagai anak yang ditolak. Anak yang ditolak adalah anak yang jarang dinominasikan sebagai sahabat dan dibenci secara aktif oleh sebayanya. Anak-anak yang ditolak seringkali memiliki masalah penyesuaian yang lebih serius dibanding anak-anak yang diabaikan. Hal ini sejalan dengan Santrock (2002: 347) yang mengungkapkan bahwa anak-anak yang ditolak adalah anak-anak yang tidak disukai oleh temanteman sebayanya karena cenderung lebih bersifat mengganggu dan agresif dibanding dengan anak-anak yang diabaikan. Seperti yang dikemukakan oleh 38

54 Buhs & Ladd (dalam Santrock, 2007: 211) suatu studi terbaru menemukan bahwa di TK, anak-anak yang ditolak oleh sebayanya cenderung kurang terlibat dalam partisipasi di kelas, lebih cenderung mengutarakan keinginan untuk menghindari sekolah, dan cenderung lebih sering merasa kesepian dibanding anak-anak yang diterima oleh teman-teman sebayanya. d. Fringer Fringer adalah anak yang terletak pada garis batas penerimaan. Anak berada pada posisi genting karena anak dapat kehilangan penerimaan yang diperoleh melalui tindakan atau ucapan tentang sesuatu yang dapat menyebabkan kelompok berbalik menentangnya. Anak dalam kategori ini sama dengan anak yang mendapat status sebaya sebagai anak yang diabaikan. Anak yang diabaikan adalah anak yang jarang dinominasikan sebagai sahabat tetapi tidak dibenci oleh sebayanya. Anak yang diabaikan terlibat dalam tingkat interaksi yang rendah dengan sebayanya dan sering digambarkan sebagai seorang yang pemalu oleh sebaya. Anak-anak yang diabaikan ini menerima sedikit perhatian dari temanteman sebayanya, tetapi bukan berarti anak tidak disukai oleh teman-teman sebayanya (Santrock, 2002: 347). e. Climber Anak climber diterima dalam suatu kelompok tetapi ingin memperoleh penerimaan yang secara sosial lebih disukai. Posisinya genting karena anak mudah kehilangan penerimaan yang telah diperolehnya dalam kelompok semula dan mudah mengalami kegagalan untuk memperoleh penerimaan dalam kelompok yang baru jika anak melakukan atau mengatakan sesuatu yang 39

55 bertentangan dengan anggota kedua kelompok tersebut. Anak dalam kategori ini sama dengan anak dalam kategori fringer yang mendapat status sebaya sebagai anak yang diabaikan. f. Neglected Neglected adalah anak yang tidak disukai tetapi juga tidak dibenci. Anak neglected diabaikan karena pemalu, pendiam, dan tidak termasuk kategori tertentu. Anak hampir tidak memberikan apa-apa sehingga anggota kelompok mengabaikannya. Anak dalam kategori ini sama dengan anak yang mendapat status sebaya sebagai anak yang kontroversial. Anak kontroversial adalah anak yang sering dinominasikan sebagai teman baik seseorang tetapi juga sebagai orang yang tidak disukai. Anak kontroversial memiliki banyak ciri pada anak populer maupun anak yang ditolak. Oleh karena itu, sebagian teman menyukainya dan sebagian lagi tidak menyukainya. Pada dasarnya kategori penerimaan sosial menurut Hurlock (2000) dan status sebaya menurut para ahli dalam Santrock (2002) memilliki kesamaan. Kategori penerimaan sosial tersebut memiliki kesamaan ciri pada anak yang disukai maupun yang tidak disukai. Star sama dengan populer, accepted sama dengan rata-rata, isolate sama dengan ditolak, neglected sama dengan diabaikan serta fringer dan climber merupakan bagian dari kontroversi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak mendapat status penerimaan dari teman sebayanya sesuai dengan kategori penerimaan sosial yang diperoleh anak. Anak yang diterima oleh teman sebayanya adalah anak yang dapat menguatkan, mendengarkan lebih baik, memelihara jalur 40

56 komunikasi yang terbuka dengan sebaya, bahagia, dapat mengendalikan emosi negatif, menjadi dirinya sendiri, menunjukkan antusiasme dan kepedulian pada orang lain, lebih percaya diri tanpa memuji diri sendiri, memberikan banyak bantuan, mendengarkan degan baik anak-anak lain berkomunikasi secara lebih jelas, dapat menarik perhatian, dan lebih memelihara percakapan dengan temanteman sebayanya. Anak yang ditolak adalah anak yang cenderung lebih bersifat mengganggu dan agresif, kurang terlibat dalam partisipasi di kelas atau kurang aktif, terlibat dalam tingkat interaksi yang rendah dengan sebayanya, pemalu, dan pendiam. 5. Pola Perilaku Penerimaan Teman Sebaya Pola perilaku dalam situasi sosial banyak yang tampak tidak sosial atau bahkan antisosial, tetapi dalam kenyataannya masing-masing tetap penting bagi proses sosialisasi. Jika lingkungan semakin meluas serta anak tidak mempunyai perlindungan dan bimbingan dari orang tua pada masa bayi, landasan yang diletakkan pada masa kanak-kanak awal akan menentukan cara anak menyesuaikan diri dengan orang dan situasi sosial (Hurlock, 2000: 262). Pola perilaku sosial pada masa kanak-kanak awal yaitu antara lain sebagai berikut. a. Kerjasama Sejumlah kecil anak belajar bermain atau bekerja secara bersama dengan anak lain sampai mereka berumur 4 tahun. Semakin banyak kesempatan yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu bersama-sama, semakin cepat mereka belajar melakukannya dengan cara bekerjasama. 41

57 b. Kemurahan hati Kemurahan hati sebagaimana terlihat pada kesediaan untuk berbagi sesuatu dengan anak lain meningkat dan sikap mementingkan diri sendiri semakin berkurang setelah anak belajar bahwa kemurahan hati menghasilkan penerimaan sosial. c. Simpati Anak tidak mampu berperilaku simpati sampai mereka pernah mengalami situasi yang mirip dengan dukacita. Mereka mengekspresikan simpati dengan berusaha menolong atau menghibur seseorang yang sedang bersedih. d. Empati Empati kemampuan untuk meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati pengalaman orang tersebut. Hal ini hanya berkembang jika anak dapat memahami ekspresi wajah atau maksud pembicaraan orang lain. e. Sikap ramah Anak memperlihatkan sikap ramah melalui kesediaan melakukan sesuatu untuk orang lain atau bersama anak lain dan mengekspresikan kasih sayang kepada mereka. Berdasarkan uraian di atas seorang anak akan diterima oleh teman sebayanya ketika anak menunjukkan pola perilaku sosial antara lain kerjasama, kemurahan hati, simpati, empati, dan sikap ramah. Jika teman sebayanya juga menunjukkan pola perilaku sosial yang sama pada anak, berarti anak mendapatkan penerimaan dari teman sebayanya. Sebaliknya, jika teman 42

58 sebayanya tidak menunjukkan pola perilaku sosial pada anak, berarti anak mendapat penolakan dari teman sebayanya. Anak yang memiliki pola perilaku prososial akan mendapatkan pola perilaku prososial juga dari teman yang lain. D. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Glynis, dkk (2012) dari University of Bristol, UK pada anak sekolah dasar menunjukkan hasil bahwa kebanyakan anakanak dengan kesulitan bahasa dan komunikasi mengalami penolakan pertemanan atau menerima proporsi respon negatif lebih daripada teman sekelas yang umum. Penerimaan teman sebaya dikaitkan dengan tingkat keparahan anak-anak yang mengalami kesulitan bahasa dan komunikasi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan seseorang dalam berbahasa maupun berbicara sangat penting kaitannya dengan interaksi sosial dan penerimaan teman sebaya. 2. Walker (2009) dari Queensland University of Technology, dalam penelitiannya mengemukakan terdapat beberapa hal yang menentukan penerimaan teman sebaya pada anak usia dini antara lain yaitu play behavior (perilaku bermain), emotional expression (ekspresi emosional), dan verbal communication (komunikasi verbal). Salah satu hal yang dapat menentukan penerimaan teman sebaya adalah komunikasi verbal. Black (dalam Walker, 2009) mengemukakan bahwa keterampilan komunikasi telah diidentifikasi sebagai kontributor penting untuk pemeliharaan interaksi sosial anak-anak. Untuk terlibat dalam bermain kooperatif, anak-anak harus mampu 43

59 mempertahankan hubungan dengan wacana yang berlangsung serta ditandai dengan timbal balik, atau berbelok untuk tanggap terhadap lawan bicaranya. E. Kerangka Pikir Dalam kehidupan sosial komunikasi antar individu sangatlah penting untuk dapat saling berinteraksi satu sama lain. Agar dapat berkomunikasi dengan orang lain dibutuhkan kemampuan berbahasa yang baik. Kemampuan berbahasa anak dapat dilihat salah satunya dari keterampilan anak dalam berbicara. Berbicara merupakan suatu penyampaian maksud yang berupa ide atau pikiran seseorang kepada orang lain secara lisan sehingga orang lain dapat mengerti apa yang dipikirkan oleh seseorang (Suhartono, 2005: 20). Terdapat beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kemampuan berbicara seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan. aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Menurut Nurbiana Dhieni, dkk (2005) aspek kebahasaan meliputi faktor-faktor sebagai berikut: (a) ketepatan ucapan; (b) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai; (c) pilihan kata; (d) ketepatan sasaran pembicaraan sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi faktor-faktor sebagai berikut: (a) sikap tubuh, pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang tepat; (b) kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain; (c) kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara; (d) relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu. Dalam berbicara terdapat hal-hal berkaitan dengan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan yang perlu diperhatikan. Ketepatan ucapan atau pelafalan bunyi yaitu anak harus dapat mengucapkan atau melafalkan bunyi-bunyi bahasa secara 44

60 tepat dan jelas. Jika anak mampu mengucapkan bunyi dengan jelas saat berbicara, maka orang lain (teman sebaya) yang diajak berbicara akan mudah mengetahui maksud yang disampaikan. Selanjutnya, penempatan tekanan atau intonasi, nada, sendi dan durasi yang sesuai akan menjadi daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan merupakan salah satu faktor penentu dalam keefektifan berbicara. Jika anak mampu menyampaikan pesan dengan intonasi yang tepat, maka teman sebaya sebagai penerima pesan dapat memahami maksud yang disampaikan. Selain itu, durasi yang tepat saat menyampaikan pesan juga dapat membuat teman sebaya tidak bosan saat mendengarkan apa yang sedang disampaikan. Kosa kata yang banyak dapat mendukung anak dalam berinteraksi dengan orang lain. Akan tetapi dalam berbicara anak juga perlu memperhatikan pilihan kata yang tepat untuk diucapkan pada lawan bicara. Pilihan kata yang diucapkan sangat penting untuk diperhatikan agar kata yang diucapkan tidak menyinggung perasaan teman sebayanya karena bicara dapat berpengaruh terhadap pikiran dan perasaan orang lain. Jika anak mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan kepada teman sebayanya, maka hal tersebut akan membuatnya tidak populer bagi temannya atau bahkan menerima penolakan dari teman sebayanya. Sebaliknya, mengatakan hal-hal yang menyenangkan, mempertinggi kesempatan anak-anak untuk diterima oleh teman sebayanya. Selain itu, bicara juga dapat berpengaruh terhadap perilaku orang lain. Jika anak berbicara dengan baik dan dengan penuh keyakinan, maka dapat mempengaruhi teman sebayanya untuk berbuat seperti yang dikehendakinya. Sebaliknya, anak yang berbicara ragu-ragu dan dengan 45

61 perbendaharaan kata terbatas atau tata bahasanya jelek dapat menerima penolakan dari teman sebayanya. Ketepatan sasaran pembicaraan penting untuk disesuaikan dengan konteks pembicaraan sehingga apa yang dibicarakan lebih mudah dipahami oleh teman sebaya. Selain itu, dalam berbicara harus memperhatikan sikap. Sikap yang dimaksud adalah sikap tenang dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa dalam berbicara sehingga teman yang diajak bicara lebih merasa nyaman melakukan pembicaraan. Sebaliknya, gerak-gerik dan mimik yang tepat juga dapat berfungsi untuk membantu memperjelas atau menghidupkan pembicaraan. Kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain (teman sebaya) juga penting untuk diperhatikan. Dengan menghargai pendapat orang lain berarti telah belajar menghormati pemikiran orang lain sehingga dapat terjalin saling menghargai. Selain itu, tingkat kenyaringan suara juga harus disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan ruang dengar yang ada. Tingkatannya yaitu tidak terlalu nyaring dan tidak terlalu lemah sehingga orang lain dapat mendengar dengan jelas. Selanjutnya, kelancaran dalam berbicara akan dapat mempermudah untuk menangkap isi pembicaraan yang disampaikan. Teman sebaya akan lebih nyaman berkomunikasi dengan anak yang lancar berbicara daripada dengan anak yang terbata-bata dalam berbicara sedangkan relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu yaitu hal yang disampaikan memiliki urutan yang runtut dan memiliki arti yang logis serta 46

62 adanya saling keterkaitan atau hubungan dari hal yang disampaikan sehingga teman sebaya akan lebih mudah memahami apa yang dimaksud. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara sangat diperlukan dalam hubungan sosial karena dengan berbicara anak dapat berkomunikasi dan menjalin interaksi dengan orang lain terutama kelompok teman sebaya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rita Eka Izzaty, dkk (2013: 107) bahwa bicara merupakan salah satu alat komunikasi terpenting yang digunakan dalam hidup berkelompok atau bersosial. Salah satu karakteristik anak yang akan menjadi pemimpin adalah kemampuan bicaranya lebih baik daripada anggota kelompok lainnya. Oleh karena itu, anak-anak yang kemampuan bicaranya tinggi dan pandai berkomunikasi dengan orang lain akan lebih mudah diterima oleh teman sebayanya. Sebaliknya, anak yang keterampilan bicaranya rendah, pendiam dan tidak pandai berkomunikasi dengan orang lain akan sulit diterima oleh teman sebayanya atau dapat dikatakan penerimaan teman sebayanya rendah, bahkan dapat mengalami penolakan sehingga sosialisasi anak menjadi terbatas. Berdasarkan paparan di atas dapat dibuat skema kerangka pikir dalam penelitian ini dengan gambaran sebagai berikut: Keterampilan Berbicara (x) Penerimaan Teman Sebaya (y) Gambar 1. Skema Kerangka Pikir 47

63 F. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya. 48

64 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif didasari oleh filsafat positivisme yang menekankan fenomena-fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 53). Maksimalisasi objektivitas desain penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angka-angka, pengolahan statistik, struktur, dan percobaan terkontrol. Selanjutnya, jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian korelasi. Penelitian korelasi yaitu suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih (Sukardi, 2003: 166). Penelitian korelasional biasanya dilakukan dengan tujuan untuk melihat hubungan antardua gejala atau lebih. Hubungan antara satu dengan beberapa variabel yang lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian (signifikansi) secara statistik. Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting karena dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di TK KKLKMD Sidomaju yang beralamatkan di Plebengan, Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul. Peneliti memilih tempat 49

65 untuk melakukan penelitan di TK KKLKMD Sidomaju dikarenakan peneliti menemukan permasalahan yang berkaitan dengan penerimaan teman sebaya. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2017 sampai dengan 18 Maret 2017 pada semester dua tahun ajaran 2016/2017. C. Populasi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian populasi yang berarti subjek penelitian adalah jumlah keseluruhan populasi. Seluruh siswa menjadi subjek penelitian tanpa dipilih secara acak. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak kelompok B di TK KKLKMD Sidomaju yang berjumlah 35 anak dengan rincian 21 anak di kelas B1 dan 14 anak di kelas B2. Usia anak berada pada rentang 5 tahun 4 bulan sampai 6 tahun 9 bulan dengan rincian 15 anak berjenis kelamin perempuan dan 20 anak berjenis kelamin laki-laki. D. Variabel Penelitian Variabel adalah suatu atribut, sifat, atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 38). Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Variabel bebas (independent) Variabel bebas atau sering disebut juga sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi 50

66 sebab timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2013: 39). Variabel bebas pada penelitian ini adalah keterampilan berbicara (X). 2. Variabel terikat (dependent) Variabel terikat atau yang sering disebut juga sebagai output, kriteria, konsekuen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas atau independen (Sugiyono, 2013: 39). Variabel terikat pada penelitian ini adalah penerimaan teman sebaya (Y). E. Definisi Operasional 1. Keterampilan Berbicara Dalam penelitian ini keterampilan berbicara didefinisikan sebagai kemampuan anak untuk menyampaikan maksud (ide, pikiran, gagasan, atau isi hati) kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Kemampuan berbicara lisan yang dimaksud dapat dilihat melalui dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan terdiri dari ketepatan ucapan, penempatan tekanan nada yang sesuai, pilihan kata (diksi), dan ketepatan sasaran pembicaraan sedangkan aspek nonkebahasaan terdiri dari sikap, menghargai pembicaraan orang lain, kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara, serta relevansi. Kedua aspek tersebut dinilai melalui observasi dan gabungan nilai dari kedua aspek dijadikan penilaian bahwa semakin rendah nilai yang diperoleh, maka semakin rendah pula keterampilan berbicara. Sebaliknya, semakin tinggi nilai yang diperoleh, maka semakin tinggi pula keterampilan berbicara. 51

67 2. Penerimaan Teman Sebaya Penerimaan teman sebaya merupakan derajat seberapa besar anak disukai atau seberapa besar anak dapat diterima dalam suatu kelompok dan dipilih oleh teman sebayanya. Dalam penelitian ini, dengan kata lain penerimaan teman sebaya merupakan banyak sedikitnya teman yang memilih dan atau menerima anak sebagai teman. Jika teman sebayanya menunjukkan pola perilaku sosial pada anak, berarti anak mendapatkan penerimaan dari teman sebayanya. Pola perilaku sosial tersebut antara lain teman mau bekerjasama, kesediaan teman untuk berbagi, mendapat simpati dari teman, mendapat empati dari teman, dan mendapat keramahan dari teman. F. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Observasi dilakukan untuk mengamati keterampilan berbicara dan penerimaan teman sebaya. Dalam observasi ini, peneliti dibantu oleh beberapa orang untuk menjadi observer. Observasi di kelas B1 dilakukan oleh 3 observer karena murid di kelas B1 berjumlah 21 anak dan observasi di kelas B2 dilakukan oleh 2 observer karena murid di kelas B2 hanya berjumlah 14 anak. Masingmasing observer mengamati 7 anak disetiap kelas. Observasi untuk mengamati keterampilan berbicara dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung di kelas sedangkan observasi penerimaan teman sebaya dilakukan pada saat pembelajaran dan pada saat bermain atau istirahat. Observasi yang dilakukan untuk mengamati penerimaan teman sebaya digunakan untuk teknik pengambilan data pendukung 52

68 sosiometri. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi nonpartisipatif, yaitu pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, hanya berperan mengamati kegiatan yang sedang berlangsung. 2. Sosiometri Sosiometri ini dijadikan teknik pengumpulan data utama untuk mengetahui penerimaan teman sebaya anak kelompok B di TK KKLKMD Sidomaju. Anak-anak kelompok B akan diberi lembar sosiometri dan ditanya satu persatu siapa teman yang paling disukai untuk diajak bermain. Setelah itu, anak mengisi lembar sosiometri dengan cara memberi tanda silang (X) pada kotak yang ada di bawah foto teman yang disukai tersebut. G. Instrumen Penelitian 1. Lembar Observasi Lembar observasi digunakan untuk mengukur variabel keterampilan berbicara anak dan penerimaan teman sebaya. Lembar observasi keterampilan berbicara berisi aspek-aspek yang akan diamati kemudian observer mengisi lembar observasi tersebut dengan mencatat kemunculan aspek-aspek keterampilan berbicara sesuai dengan kisi-kisi instrumen sedangkan untuk lembar observasi penerimaan teman sebaya berbentuk daftar cek/cheklist yang merupakan pedoman observasi yang berisikan daftar dari aspek yang akan diobservasi sehingga observer hanya memberi cek ( ) pada lembar observasi. Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap keterampilan berbicara dan penerimaan teman sebaya disajikan pada Tabel 1. di halaman

69 Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi Keterampilan Berbicara dan Penerimaan Teman Sebaya Variabel: Keterampilan Berbicara dan Penerimaan Teman Sebaya Sub Variabel Aspek Indikator Butir Kebahasaan Pengucapan Ucapan kata jelas dan mudah dipahami. 1 Diksi Pilihan kata tepat. Nonkebahasaan Keberanian Berani mengungkapkan pendapat atau bertanya. 1 1 Pola Perilaku Sosial Kelancaran Kerjasama Kemurahan hati Simpati Empati Berbicara lancar, tidak terputus-putus atau terbata-bata. 1 Teman yang lain mau bekerjasama dengan anak. 1 Teman yang lain mau berbagi atau meminjamkan barang miliknya 1 dengan anak. Teman yang lain mau menghibur jika anak sedang bersedih atau kesusahan. 1 Teman yang lain mau menolong jika anak membutuhkan bantuan. 1 Sikap ramah Teman yang lain bersikap ramah pada anak dan mau mengajak bermain bersama Sosiometri Sosiometri digunakan untuk mengukur variabel penerimaan teman sebaya. Sosiometri ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. menyusun foto anak-anak kelompok B1 dan B2 dalam kertas sebagai angket sosiometri; b. memanggil anak satu per satu urut sesuai absen; 54

70 c. meminta anak memilih 1 foto teman yang paling disukai untuk diajak bermain bersama dengan cara memberi tanda X (silang) pada kotak yang ada di bawah foto anak yang dipilih tersebut; d. menyusun pilihan anak-anak ke dalam tabel; e. menghitung hasil pilihan; f. menganalisis sosiometri; g. membuat sosiogram penerimaan teman sebaya. H. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya digunakan teknik analisis statistik korelasional yaitu menggunakan teknik analisis statistik korelasi product moment dari Karl Pearson dengan bantuan program SPSS 20.0 For Windows. Untuk selanjutnya dilakukan pengujian persyaratan analisis meliputi: 1. Uji Persyaratan Analisis a. Uji Normalitas Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel dalam penelitian ini datanya berdistribusi normal atau tidak sebagai persyaratan pengujian hipotesis. Untuk menguji normalitas dapat menggunakan uji Komogrov-Smirnov (KS) dengan bantuan SPSS 20.0 For Windows. Hasil uji normalitas dinyatakan normal apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. b. Uji Linieritas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat besifat linier atau tidak. Uji linieritas dapat 55

71 dilakukan dengan cara melihat nilai signifikansi. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linier secara signifikan antara variabel keterampilan berbicara (X) dengan variabel penerimaan teman sebaya (Y). 2. Uji Hipotesis Terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan dalam melakukan pengujian hipotesis, yaitu sebagai berikut (Bambang Prasetyo & Lina Miftahul Jannah, 2005: 207): a. merumuskan hipotesis (Ho dan Ha); b. menetapkan tes statistik yang akan digunakan; c. menentapkan tingkat signifikansi; d. melakukan perhitungan statistik; e. mengambil kesimpulan. Hipotesis yang diajukan dalam penguhian hipotesis dalam penelitian ini adalah hipotesis kerja (Ha) yaitu terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya anak kelompok B di TK KKLKMD Sidomaju Plebengan Bantul. Dari hipotesis tersebut diubah ke dalam bentuk hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya anak kelompok B di TK KKLKMD Sidomaju Plebengan Bantul. Dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara keterampilan berbicara dengan penerimaan teman sebaya digunakan teknik 56

72 analisis statistik korelasional yaitu menggunakan teknik analisis statistik korelasi product moment dari Karl Pearson dengan bantuan program SPSS. Dari hasil perhitungan dapat diketahui hubungan antara keterampilan berbicara dan penerimaan teman sebaya. Menurut Sugiyono (2013: 183), untuk memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan antara kedua variabel, maka dapat digunakan pedoman sebagai berikut: Tabel 2. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 0,199 Sangat rendah 0,20 0,399 Rendah 0,40 0,599 Sedang 0,60 0,799 Kuat 0,80 1,00 Sangat kuat 57

73 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan di TK KKLKMD Sidomaju pada bab ini membahas tentang hasil penelitian dari keterampilan berbicara dan penerimaan teman sebaya anak kelompok B. 1. Deskripsi Data Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Penelitian ini menggunakan observasi untuk mengetahui keterampilan berbicara anak kelompok B di TK KKLMD Sidomaju. Data hasil observasi keterampilan berbicara disajikan pada tabel berikut: Tabel 3. Data Hasil Observasi Keterampilan Berbicara No. Nama Anak Skor Akhir No. Nama Anak Skor Akhir 1. R I W (L) 8, B A R (L) 10,67 2. F N S (L) A R N (P) R A M (L) 11, L A (L) 9 4. T A A (P) 9, D Y P (P) 11,33 5. A R M (P) 9, Z S (P) R N A (L) 10, H A D (P) 9 7. E S (L) 11, A N Z (P) 10,33 8. H Z Z (L) 11, G K R (L) 10,67 9. A M N (P) 10, F N H (L) A N (L) 11, Q Z A (P) 8, M Z (L) 11, N F (P) K Z R (P) S N S (P) A B R (P) 11, R B I (L) 9, R E (L) 8, R A P (L) L A H (L) S H (P) 4, R R P (P) 9, I C N (L) 9, A A M (L) 10, V (L) W A P (P) 8,33 Terdapat dua aspek yang menjadi fokus utama untuk diobservasi yang terdiri dari aspek kebahasaan, yaitu pengucapan dan diksi serta aspek nonkebahasaan, yaitu keberanian dan kelancaran. Anak mendapatkan skor untuk 58

74 keterampilan berbicara yang diperoleh dari gabungan skor kebahasaan dan nonkebahasaan. Setiap aspek memiliki skor tertinggi 3 dan terendah 1. Dari penskoran tersebut diperoleh skor maksimal tiap anak 12 dan skor minimal 4. Rentang skor 4-12 diklasifikasi menjadi tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini menggambarkan tingkat keterampilan berbicara anak. Pengkategorian dilakukan dengan mencari mean hipotetik dan deviasi standar hipotetik (Suharsimi Arikunto, 2009: 263). Berikut langkah-langkah pengkategorian: a. Menghitung mean hipotetik (µ), dengan rumus: µ = 1 (i max + i min) k, diperoleh mean sebesar 8 2 b. Menghitung deviasi standar hipotetik (σ), dengan rumus: σ = 1 (X max X min), diperoleh standar deviasi sebesar 1,33 6 c. Pengkategorian Tabel 4. Rumus Kategori Keterampilan Berbicara Rumus Kategori Skor Skala X > (Mean + 1 SD) Tinggi X > 9,33 (Mean 1 SD) < X (Mean + 1 SD) Sedang 6,67 < X 9,33 X < (Mean 1 SD) Rendah X < 6,67 d. Analisis persentase Tabel 5. Hasil Persentase Variabel Keterampilan Berbicara Variabel Kategori Kriteria Frekuensi Persentase (%) Penerimaan Tinggi X > 9, ,43% Teman Sebaya Sedang 6,67 < X 9, ,86% Rendah X < 6,67 2 5,71% Jumlah % 59

75 Hasil analisis data menunjukkan bahwa 25 anak (71,43%) memiliki keterampilan berbicara tinggi, 8 anak (22,86%) memiliki keterampilan berbicara sedang, dan 2 anak (5,71%) memiliki keterampilan berbicara rendah. Jika dibuat dalam bentuk diagram, maka hasil persentase variabel keterampilan berbicara adalah sebagai berikut: 22,86% 5,71% 71,43% Kategori Tinggi Sedang Rendah Gambar 2. Pie Chart Persentase Kategori Keterampilan Berbicara 2. Deskripsi Data Hasil Sosiometri Penerimaan Teman Sebaya Penelitian ini menggunakan sosiometri dengan meminta anak memilih 1 teman sekelas yang paling disukai untuk diajak bermain bersama. Sosiometri digunakan untuk mengetahui penerimaan teman sebaya kelompok B di TK KKLKMD Sidomaju. Setiap anak yang dipilih mendapat nilai 1 dan yang tidak dipilih mendapat nilai 0. Untuk kelas B1 terdiri dari 21 siswa sehingga anak berkesempatan untuk dipilih oleh 20 teman sebaya di kelas tersebut sedangkan di kelas B2 terdiri dari 14 siswa sehingga anak berkesempatan untuk dipilih oleh 13 teman sebaya di kelas tersebut. Data hasil sosiometri disajikan pada Tabel 6. di halaman

HUBUNGAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA ANAK KELOMPOK B DI TK KKLKMD SIDOMAJU

HUBUNGAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA ANAK KELOMPOK B DI TK KKLKMD SIDOMAJU Hubungan Keterampilan Berbicara... (Titis Aprilia Dian Pratiwi) 241 HUBUNGAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA ANAK KELOMPOK B DI TK KKLKMD SIDOMAJU CORRELATION BETWEEN SPEAKING SKILLS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program pemerintah untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa dengan

BAB I PENDAHULUAN. Program pemerintah untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program pemerintah untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa dengan pemerataan dan perluasan pendirian lembaga pendidikan dimulai dari pendidikan anak usia dini disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Masa ini dapat disebut juga sebagai The Golden Age atau masa. pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Masa ini dapat disebut juga sebagai The Golden Age atau masa. pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah investasi masa depan bagi keluarga dan bangsa yang sedang menjalani proses perkembangan dengan pesat untuk menjalani kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya kemampuan bahasa bagi kehidupan manusia, tidak terkecuali bagi

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya kemampuan bahasa bagi kehidupan manusia, tidak terkecuali bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya tidak terlepas dari bahasa. Manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa, manusia akan mudah dalam bergaul dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tertulis dalam pasal 1 butir 14 Undang-undang RI Nomor 20. tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tertulis dalam pasal 1 butir 14 Undang-undang RI Nomor 20. tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga sering disebut masa keemasan dalam perkembangan kehidupan anak. Masa-masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling mendasar menempati posisi yang sangat strategis dalam pengembangan sumber daya manusia ( Depdiknas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Erni Nurfauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Erni Nurfauziah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penentu kehidupan pada masa mendatang. Seperti yang diungkapkan Dr.Gutama (2004) dalam modul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) atau masa usia dini merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) atau masa usia dini merupakan masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) atau masa usia dini merupakan masa perkembangan yang sangat pesat, sehingga sering disebut masa keemasan (Golden Age) dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Keterampilan adalah kemampuan anak dalam melakukan berbagai aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. Keterampilan adalah kemampuan anak dalam melakukan berbagai aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Keterampilan Berbicara 1. Pengertian Keterampilan Berbicara Pengertian keterampilan menurut Yudha dan Rudhyanto (2005: 7) Keterampilan adalah kemampuan anak dalam melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Menurut makna. tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa potensi anak harus

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Menurut makna. tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa potensi anak harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan periode masa emas bagi perkembangan anak dimana tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lain. Usia dini merupakan awal dari pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lain. Usia dini merupakan awal dari pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia dini dalam perjalanan umur manusia merupakan periode penting bagi pembentukan otak, intelegensi, kepribadian, memori, dan aspek perkembangan yang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD yaitu suatu upaya

Lebih terperinci

BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA. Kiranawati (dalam /2007/11/19/snowballthrowing/)

BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA. Kiranawati (dalam  /2007/11/19/snowballthrowing/) 8 BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA 2.1 Teknik Snowball Throwing 2.1.1 Pengertian Teknik Snowball Throwing Kiranawati (dalam http://gurupkn.wordpress.com /2007/11/19/snowballthrowing/)

Lebih terperinci

K A R M I NIM. A53B111043

K A R M I NIM. A53B111043 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BAHASA LISAN MELALUI METODE BERCERITA DENGAN BONEKA TANGAN PADA ANAK KELOMPOK B TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL BERO IV TRUCUK KLATEN TAHUN AJARAN 2013/2014 PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membaca dan keterampilan menulis. Anak-akan dituntut untuk dapat berbicara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membaca dan keterampilan menulis. Anak-akan dituntut untuk dapat berbicara, 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa mempunyai tujuan agar siswa terampil berbahasa yang meliputi keterampilan berbicara, keterampilan menyimak, keterampilan membaca dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari orang tua, guru, dan orang dewasa lainya yang ada disekitarnya. Usaha

BAB I PENDAHULUAN. dari orang tua, guru, dan orang dewasa lainya yang ada disekitarnya. Usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taman Kanak-Kanak adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah yang menangani anak usia 4-6 tahun. Menurut para ahli, usia ini disebut juga usiaemas (golden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini sebagai pribadi unik yang memiliki masa-masa emas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini sebagai pribadi unik yang memiliki masa-masa emas dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini sebagai pribadi unik yang memiliki masa-masa emas dalam hidupnya. Pribadi unik yang dimaksud adalah anak selalu memiliki cara tersendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 0-6 tahun yang masih memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak

BAB I PENDAHULUAN. 0-6 tahun yang masih memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan manusia kecil yang mempunyai rentang usia 0-6 tahun yang masih memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak usia ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini merupakan anak-anak pada rentang usia 0 6 tahun yang. membutuhkan banyak stimulasi untuk membantu pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini merupakan anak-anak pada rentang usia 0 6 tahun yang. membutuhkan banyak stimulasi untuk membantu pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini merupakan anak-anak pada rentang usia 0 6 tahun yang membutuhkan banyak stimulasi untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohaninya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0486/UI/1992 tentang Taman Kanak-

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0486/UI/1992 tentang Taman Kanak- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini merupakan kelompok potensial dalam masyarakat yang perlu mendapat perhatian dan proritas khusus, baik para orang tua dan lembaga pendidikan. Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa tergantung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini 1. Pengertian Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena disamping

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5 6 TAHUN DI TK 011 PERMATAKU MERANGIN KABUPATEN KAMPAR

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5 6 TAHUN DI TK 011 PERMATAKU MERANGIN KABUPATEN KAMPAR MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5 6 TAHUN DI TK 0 PERMATAKU MERANGIN KABUPATEN KAMPAR Guru TK 0 Permataku Merangin Kabuapten Kampar email: gustimarni@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lima tahun pertama adalah saat-saat emas atau golden age. Pada usia ini anak belajar banyak tentang segala sesuatu dari ibu,ayah, keluarga dekat serta lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini karena fungsi bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, orang lain, dan lingkungan anak dalam dunia bermain.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, orang lain, dan lingkungan anak dalam dunia bermain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip belajar di Taman Kanak-Kanak adalah bermain sambil belajar, belajar sambil bermain. Di dalam bermain anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan

Lebih terperinci

PENINGKATAN MEMBACA ANAK MELALUI PERMAINAN DADU KATA BERGAMBAR DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH NARAS PARIAMAN

PENINGKATAN MEMBACA ANAK MELALUI PERMAINAN DADU KATA BERGAMBAR DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH NARAS PARIAMAN PENINGKATAN MEMBACA ANAK MELALUI PERMAINAN DADU KATA BERGAMBAR DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH NARAS PARIAMAN WIWIT SYOFIANI Abstrak Perkembangan kemampuan membaca awal anak masih sangat rendah. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pembinaan yang ditujukan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pembinaan yang ditujukan kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UU No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode usia dini ini adalah tahuntahun berharga bagi

Lebih terperinci

MEDIA GAMBAR BERCERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI

MEDIA GAMBAR BERCERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI MEDIA GAMBAR BERCERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI Desyanti Kemalasari N 1 Ening Widaningsih 2 Winti Ananthia 3 ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kehidupan anak tidak dapat dipisahkan dari tumbuh-kembang. Tumbuhkembang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kehidupan anak tidak dapat dipisahkan dari tumbuh-kembang. Tumbuhkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan anak tidak dapat dipisahkan dari tumbuh-kembang. Tumbuhkembang merupakan proses yang berkelanjutan dan bergantung satu sama lain. Pertumbuhan sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa

BAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang unik, dimana anak selalu bergerak, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, memiliki potensi untuk belajar dan mampu mengekspresikan diri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi yang meliputi Fonologi (Unit

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi yang meliputi Fonologi (Unit BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Kemampuan Berbahasa Lisan 2.1.1.1 Pengertian Kemampuan Berbahasa Lisan Bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini adalah anak yang berumur nol tahun atau sejak lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini adalah anak yang berumur nol tahun atau sejak lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang berumur nol tahun atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. Dalam kelompok ini dicakup bayi hingga anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang sedang dikembangkan oleh pemerintah saat ini, karena usia dini berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan untuk anak dalam rentang usia empat sampai dengan enam tahun yang sangat penting untuk mengembangkan

Lebih terperinci

Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui. Metode Tanya Jawab Pada Anak Usia 4-5 Tahun

Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui. Metode Tanya Jawab Pada Anak Usia 4-5 Tahun ISSN 2301-9905 Volume 6, No. 1, Juli 2017 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan- Universitas Muhammadiyah Tangerang Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Tanya Jawab Pada Anak Usia 4-5

Lebih terperinci

Menurut Conny (2002: 49) perkembangan bahasa memperlihatkan berbagai prinsip yang juga menjadi karakteristik dari aspek perkembangan yang lain,

Menurut Conny (2002: 49) perkembangan bahasa memperlihatkan berbagai prinsip yang juga menjadi karakteristik dari aspek perkembangan yang lain, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa anak-anak merupakan masa perkembangan. Cara mendidik sangat menentukan perkembangan anak terutama pada perkembangan bahasa anak.pendidikan di Taman Kanak-kanak

Lebih terperinci

KONSEP DAN KOMPONEN. Oleh: Pujaningsih

KONSEP DAN KOMPONEN. Oleh: Pujaningsih KONSEP DAN KOMPONEN Oleh: Pujaningsih (puja@uny.ac.id) Target : Pada bahasan ini Mahasiswa akan dapat menjelaskan: 1. Konsep dasar bahasa 2. Komponen bahasa Definisi Wicara : ekspresi bahasa dengan suara.

Lebih terperinci

UPAYA MENGEMBANGKAN MOTORIK KASAR MELALUI BERMAIN PAPAN TITIAN PADA ANAK KELOMPOK B TK PIRI NITIKAN YOGYAKARTA SKRIPSI

UPAYA MENGEMBANGKAN MOTORIK KASAR MELALUI BERMAIN PAPAN TITIAN PADA ANAK KELOMPOK B TK PIRI NITIKAN YOGYAKARTA SKRIPSI UPAYA MENGEMBANGKAN MOTORIK KASAR MELALUI BERMAIN PAPAN TITIAN PADA ANAK KELOMPOK B TK PIRI NITIKAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas seperti motorik, berbahasa, sosial emosional, kognitif dan efektif. 1 Kata

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas seperti motorik, berbahasa, sosial emosional, kognitif dan efektif. 1 Kata BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Berbicara 1. Pengertian Keterampilan Berbicara Keterampilan adalah kemampuan anak dalam melakukan berbagai aktivitas seperti motorik, berbahasa, sosial emosional,

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama

II. KAJIAN PUSTAKA. dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Anak Usia Dini 1. Pengertian Anak Usia Dini Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. maka semakin banyak pula ide dan gagasan yang dikuasai seseorang. Purwo (Aris

BAB II KAJIAN PUSTAKA. maka semakin banyak pula ide dan gagasan yang dikuasai seseorang. Purwo (Aris BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Kemampuan Penguasaan Kosakata Penguasaan kosakata merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai penguasaan bahasa, semakin banyak kosakata yang dimiliki seseorang maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas sehingga mampu memajukan dan mengembangkan bangsa atau negara,

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas sehingga mampu memajukan dan mengembangkan bangsa atau negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa menginginkan negara itu berkembang dan maju. Maju dan berkembangnya suatu negara itu dipengaruhi oleh pendidikan dalam negara itu sendiri. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan media berkomunikasi dengan orang lain. Tercakup semua

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan media berkomunikasi dengan orang lain. Tercakup semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media berkomunikasi dengan orang lain. Tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang

Lebih terperinci

melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain. 11

melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain. 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Keterampilan Berbicara 1. Pengertian Berbicara Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tertulis berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa atau melahirkan pendapat(dengan perkataan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tercipta sebagai makhluk sosia l tentu dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tercipta sebagai makhluk sosia l tentu dengan tujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai makhluk sosia l tentu dengan tujuan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang paling lemah dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan berpikir anak usia Taman Kanak-kanak atau Pra Sekolah juga yang disebut dengan masa keemasan (golden age) berkembang sangat pesat.perkembangan intelektual

Lebih terperinci

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi, balita hingga masa kanak-kanak. Kebutuhan atau dorongan internal

BAB I PENDAHULUAN. bayi, balita hingga masa kanak-kanak. Kebutuhan atau dorongan internal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia anak adalah dunia bermain, karena selama rentang perkembangan usia dini anak melakukan kegiatan dengan bermain, mulai dari bayi, balita hingga masa kanak-kanak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, batasan masalah, dan rumusan masalah. Selanjutnya, dipaparkan pula tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian berikutnya

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan keterampilan dasar

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan keterampilan dasar 8 II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan keterampilan dasar ditaman kanak-kanak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu melakukan komunikasi. dalam kehidupan sosial. Komunikasi dilakukan untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu melakukan komunikasi. dalam kehidupan sosial. Komunikasi dilakukan untuk mengemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai anggota masyarakat selalu melakukan komunikasi dalam kehidupan sosial. Komunikasi dilakukan untuk mengemukakan pengalaman, pikiran, perasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak dini dengan layak. Oleh karena itu, anak memerlukan program

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak dini dengan layak. Oleh karena itu, anak memerlukan program BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting bagi setiap orang khususnya bagi anak usia dini. Anak usia dini adalah penerus bangsa yang seharusnya pendidikan tersebut diberikan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI ANAK MELALUI METODE BERCAKAP CAKAP PADA KELOMPOK B DI RA NURUL HIKMAH RINGINHARJO SRAGEN

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI ANAK MELALUI METODE BERCAKAP CAKAP PADA KELOMPOK B DI RA NURUL HIKMAH RINGINHARJO SRAGEN UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI ANAK MELALUI METODE BERCAKAP CAKAP PADA KELOMPOK B DI RA NURUL HIKMAH RINGINHARJO SRAGEN TAHUN AJARAN 2011 / 2012 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa memegang peran penting dan suatu hal yang lazim dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa memegang peran penting dan suatu hal yang lazim dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peran penting dan suatu hal yang lazim dalam kehidupan manusia Sesuai dengan fungsinya. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini merupakan jenjang pertama anak masuk ke dalam dunia pendidikan formal. Pendidikan Anak Usia Dini menurut Permendikbud No 146 Tahun

Lebih terperinci

MENGENALKAN HURUF MELALUI LONCAT ABJAD PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN

MENGENALKAN HURUF MELALUI LONCAT ABJAD PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN MENGENALKAN HURUF MELALUI LONCAT ABJAD PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN SITI LATIFATU NAILI RISLINA; ROSA IMANI KHAN Program Studi PG PAUD Universitas Nusantara PGRI Kediri Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya masyarakat yang gemar belajar. Gemar belajar ditandai dengan timbulnya rasa ingin tahu untuk mencoba

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA ANAK MELALUI PERMAINAN BALOK HURUF TAMAN KANAK-KANAK PASAMAN BARAT

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA ANAK MELALUI PERMAINAN BALOK HURUF TAMAN KANAK-KANAK PASAMAN BARAT PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA ANAK MELALUI PERMAINAN BALOK HURUF TAMAN KANAK-KANAK PASAMAN BARAT ARTIKEL ILMIAH Oleh : HISNA NIM : 2010/58544 JURUSAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS

Lebih terperinci

* Mike Permila, Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang,

* Mike Permila, Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang, * Mike Permila, Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang, mike_permila@yahoo.com Page 1 PERANAN KEGIATAN BERCAKAP-CAKAP TERHADAP PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerakan menjadi ujaran. Anak usia dini biasanya telah mampu. mengembangkan keterampilan berbicara melalui percakapan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. gerakan menjadi ujaran. Anak usia dini biasanya telah mampu. mengembangkan keterampilan berbicara melalui percakapan yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, produk bahasa mereka juga meningkat dalam kuantitas, keluasan dan kerumitan. Anak-anak secara bertahap berubah

Lebih terperinci

HAKIKAT PERKEMBANGAN BAHASA. Errifa Susilo, S.Pd,M.Pd

HAKIKAT PERKEMBANGAN BAHASA. Errifa Susilo, S.Pd,M.Pd HAKIKAT PERKEMBANGAN BAHASA Errifa Susilo, S.Pd,M.Pd 1 PERKEMBANGAN Suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi, seperti : biologis, kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan yang di berikan anak sejak dini merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian manusia secara utuh yaitu ditandai dengan karakter budi pekerti luhur pandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia kurang lebih anam tahun (0-6) tahun, dimana biasanya anak tetap tinggal

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia kurang lebih anam tahun (0-6) tahun, dimana biasanya anak tetap tinggal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang berusia nol tahun atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih anam tahun (0-6) tahun, dimana biasanya anak tetap tinggal di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Usia ini merupakan masa emas atau Golden Age, dimana seluruh. aspek pertumbuhan dan perkembangan sangatlah pesat.

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Usia ini merupakan masa emas atau Golden Age, dimana seluruh. aspek pertumbuhan dan perkembangan sangatlah pesat. 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0 sampai 6 tahun. Usia ini merupakan masa emas atau Golden Age, dimana seluruh aspek pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), saat ini sedang mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), saat ini sedang mendapat perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), saat ini sedang mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Perkembangan pendidikan anak usia dini (PAUD) menuju kearah yang lebih

Lebih terperinci

disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Bahasa merupakan alat

disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Bahasa merupakan alat b. Perkembangan Bahasa Bahasa adalah segala bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan manusia disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Bahasa merupakan alat komunikasi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan sosial dan keterampilan berbicara merupakan hal yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan sosial dan keterampilan berbicara merupakan hal yang paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan sosial dan keterampilan berbicara merupakan hal yang paling kodrati dilakukan oleh semua orang. Begitu pula dengan seorang anak, sejak dalam kandungan

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang artinya suatu cara kerja

KAJIAN PUSTAKA. Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang artinya suatu cara kerja 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Metode Bercerita Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang artinya suatu cara kerja yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus,

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus, salah satunya adalah mempunyai rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Begitu juga dengan siswa di sekolah, siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Definisi Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini a. Pengertian Kemampuan Berbicara pada Anak Usia Dini Salah satu kemampuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran sikap dan perbuatan dengan menggunakan bahasa. Kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pikiran sikap dan perbuatan dengan menggunakan bahasa. Kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan sarana yang sangat penting bagi manusia. Kita bergaul dan berkomunikasi, mencapai informasi serta mengendalikan pikiran sikap dan perbuatan dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age)

I PENDAHULUAN. Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age) dalam proses perkembangan anak akan mengalami kemajuan fisik, intelektual dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam seluruh rangkaian tumbuh kembang manusia, usia dini merupakan usia yang sangat menentukan. Pada usia dini itulah seluruh peletak dasar tumbuh kembang fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai individu yang unik memiliki karakteristik yang berbeda beda. Masing

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai individu yang unik memiliki karakteristik yang berbeda beda. Masing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak sebagai individu yang unik memiliki karakteristik yang berbeda beda. Masing masing anak memiliki bakat dan potensi yang telah dibawanya sejak lahir. Bakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak, karena dengan berbahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain. Akhadiah ( Suhartono :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguasai tingkat yang lebih tinggi dari berbagai aspek. Pada usia ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. menguasai tingkat yang lebih tinggi dari berbagai aspek. Pada usia ini mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari berbagai aspek. Pada usia ini mengalami perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN DI KELOMPOK B TK TERATAI SUNJU

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN DI KELOMPOK B TK TERATAI SUNJU MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN DI KELOMPOK B TK TERATAI SUNJU Ramlah 1 ABSTRAK Permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya kemampuan berbicara anak kelompok B

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu lembaga pendidikan yang dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini yang selanjutnya disebut Paud merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan sangat menentukan bagi perkembangan anak di kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK MELALUI PENGGUNAAN MEDIA CERITA BERGAMBAR PADA KELOMPOK B 2 TK PETIWI 57 BANGUNHARJO SEWON BANTUL

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK MELALUI PENGGUNAAN MEDIA CERITA BERGAMBAR PADA KELOMPOK B 2 TK PETIWI 57 BANGUNHARJO SEWON BANTUL UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK MELALUI PENGGUNAAN MEDIA CERITA BERGAMBAR PADA KELOMPOK B 2 TK PETIWI 57 BANGUNHARJO SEWON BANTUL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu di

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu di antaranya adalah pendidikan AUD yang membahas pendidikan untuk anak usia 0-8 tahun. Anak usia

Lebih terperinci

JURNAL PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini.

JURNAL PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini. JURNAL PUBLIKASI PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK MELALUI BERCERITA DENGAN PAPAN FLANEL PADA KELOMPOK B TK PERTIWI KUPANG, KARANGDOWO, KLATEN TAHUN PELAJARAN 2012-2013 Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini berada di masa keemasan the golden age, yaitu masa

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini berada di masa keemasan the golden age, yaitu masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini berada di masa keemasan the golden age, yaitu masa dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai rangsangan oleh karena itu dalam UU No. 20 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan secara umum adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

Oleh Varynha Marcha I P NIM

Oleh Varynha Marcha I P NIM PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MELALUI METODE EKSPERIMEN DENGAN MEDIA BULLETIN BOARD PADA ANAK KELOMPOK B DI TAMAN KANAK-KANAK KUSUMA II BABARSARI YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional). Masa kanak-kanak adalah masa Golden

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional). Masa kanak-kanak adalah masa Golden BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu pendidikan anak usia dini yang berada pada pendidikan formal (UU RI 20 Th. 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang sangat. dasar dan menjadi masa keemasan (golden age) bagi anak.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang sangat. dasar dan menjadi masa keemasan (golden age) bagi anak. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang sangat dasar dan menjadi masa keemasan (golden age) bagi anak. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak. Masa ini disebut sebagai the golden age, yaitu saat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak. Masa ini disebut sebagai the golden age, yaitu saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan usia yang sangat penting dan menentukan bagi perkembangan anak. Masa ini disebut sebagai the golden age, yaitu saat perkembangan otak, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk individu maupun mahluk sosial. Salah satu keterampilan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. mahluk individu maupun mahluk sosial. Salah satu keterampilan yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak keterampilan yang harus dikuasai oleh anak baik sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial. Salah satu keterampilan yang harus dikuasai anak adalah

Lebih terperinci

II.KAJIAN PUSTAKA. Anak usia dini merupakan manusia kecil pada rentang usia 0-6 tahun yang masih. berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya.

II.KAJIAN PUSTAKA. Anak usia dini merupakan manusia kecil pada rentang usia 0-6 tahun yang masih. berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya. 7 II.KAJIAN PUSTAKA A. Anak Usia Dini Anak usia dini merupakan manusia kecil pada rentang usia 0-6 tahun yang masih memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak usia ini memiliki karakteristik

Lebih terperinci