BAB I PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB I PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia Kedudukan Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Tinggi Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasabahasa daerah. Selain itu, di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, pasal 36) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Dengan kata lain, ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia, pertama bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai dengan Sumpah Pemuda 1928, kedua, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang identitas nasional, (3) alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan lambang negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkan sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain. Fungsi bahasa Indonesia yang ketiga sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat perhubungan antarwarga, antara daerah, dan antarsuku bangsa. Berkat adanya bahasa nasional kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat bepergian dari pelosok yang satu ke pelosok yang lain di tanah air kita dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi. Fungsi bahasa Indonesia yang keempat dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai suku bangs yang memiliki latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kestuan kebangsaan yang bulat. Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilainilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang 1

2 bersangkutan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu kita meletakkan kepentingan nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan. Di dalam kedudukan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, serta (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Sebagai bahasa kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan. Sebagai fungsinya yang kedua di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia, kecuali di daerah-daerah, seperti Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Makasar yang menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar. Sebagai fungsinya yang ketiga di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia adalah alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk kepentingan pelaksanaan pemerintah. Di dalam hubungan dengan fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masayarakat luas, dan bukan sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masayarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan bahasanya. Akhirnya, di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Di dalam hubungan ini, bahasa indonesi adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memimiliki ciri-ciri dan identitasnya satu yang sama, bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita (Halim 1976:4-56; Moeliono:15-31). 2

3 BAB II BAHASA INDONESIA DENGAN BERBAGAI RAGAMNYA 2.1 Ragam Lisan dan Ragam Tulis Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya ini dan bermacammacam pula latar belakang penuturannya mau tidak mau akan melahirkan sejumlah ragam bahasa. Adanya bermacam-macam ragam bahasa ini sesuai dengan fungsi, kedudukan, serta lingkungan yang berbeda-beda. Ragam bahasa ini pada pokoknya dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Tidak dapat kita pungkiri, bahasa Indonesia ragam lisan sangat berbeda dengan bahasa Indonesia ragam tulis. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat ini tidak dapat dibenarkan seratus persen sebab tidak semua ragam lisan dapat dituliskan, sebaliknya, tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagai ragam tulis. Kedua ragam itu berbeda. Perbedaannya adalah sebagai berikut: 1) Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara berada di depan. 2) Di dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak, mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi. Contoh: Orang yang berbelanja di pasar Bu, berapa cabenya? Tiga puluh. Bisa kurang? Dua lima saja, Nak. Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam lisan. Fungsifungsi gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis menghendaki agar orang yang diajak bicara mengerti isi tulisan itu. Contoh ragam tulis adalah tulisan-tulisan dalam buku, majalah dan surat kabar. 3) Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Apa yang dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan berlaku untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang diskusi susastra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar ruang itu. Ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang dan waktu. Suatu tulisan dalam 3

4 sebuah buku yang ditulis oleh seorang penulis di Indonesia dapat dipahami oleh orang yang berada di Amerika atau Inggris. Sebuah buku yang ditulis pada tahun 1985 akan dapat dipahami dan dibaca oleh orang yang hidup tahun 2000 dan seterusnya. Hal itu dimungkinkan oleh kelengkapan unsur-unsur dalam ragam tulis. Contoh ragam lisan lainnya: Seorang direktur berkata kepada sekretarisnya. Kenapa dia, San? Tahu, Tuan, miring kali. Kalau kita tidak berada dalam suasana itu, jelas kita tidak mengerti apa yang diperbincangkannya itu. 4) Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendah dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring. Berikut ini dapat kita bandingkan wujud bahasa Indonesia ragam lisan dan ragam tulis. Perbandingan ini didasarkan atas perbedaan penggunaan bentuk kata, kosakata, dan struktur kalimat. Ragam Lisan a. Penggunaan Bentuk Kata 1) Kendaraan yang ditumpanginya nabrak pohon mahoni. 2) Bila enggak sanggup, enggak perlu lanjutkan kerjaan itu. 3) Fotokopi ijazah harus dilegalisir dulu oleh pimpinan akademi. b. Penggunaan Kosakata 4) Saya sudah kasih tau mereka tentang hal itu. 5) Mereka lagi bikin denah buat pameran entar. 6) Pekerjaan itu agak macet disebabkan karena keterlambatan dana yang diterima. c. Penggunaan Struktur Kalimat 7) Rencana ini saya sudah sampaikan kepada Direktur. 8) Dalam Asah Terampil ini dihadiri juga oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh. 9) Karena terlalu banyak saran berbeda-beda sehingga makin bingung untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Ragam Tulis a. Penggunaan Bentuk Kata (1) Kendaraan yang ditumpanginya menabrak pohon mahoni. (2) Apabila tidak sanggup, engkau tidak perlu melanjutkan pekerjaan itu. (3) Fotokopi ijazah harus dilegalisasi dahulu oleh pimpinan akademi. b. Penggunaan Kosakata 4

5 (4) Saya sudah memberi tahu mereka tentang hal itu. (5) Mereka sedang membuat denah untuk pameran nanti. (6) Pekerjaan itu agak macet disebabkan oleh keterlambatan dana yang diterima. c. Penggunaan Struktur Kalimat (7) Rencana ini sudah saya sampaikan kepada Direktur. (8) Asah Terampil ini dihadiri juga oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh. (9) Karena terlalu banyak saran yang berbeda-beda, ia makin bingung untuk menyelesaikan pekerjaan itu. 2.2 Ragam Baku dan Tidak Baku Pada dasarnya ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku dan ragam tidak baku. Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku. Ragam baku itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a) Kemantapan Dinamis Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kata rasa dibubuhi awalan peakan terbentuk kata perasa. Kata raba di bubuhi pe- akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe- akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk lepas tangan lepas pantai, dan lepas landas merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa baku. Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa buku tidak menghendaki adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan. b) Cendekia Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan formal (sekolah). Disamping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca. Contoh kalimat yang tidak cendeka adalah sebagai berikut. Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual Frasa rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian, kalimat itu tidak memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendekia kalimat tersebut harus diperbaiki sebagai berikut: 5

6 Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual Rumah milik sang jutawan aneh akan dijual c) Seragam Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik keragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk memakai istilah pramugara dan pramugari. Andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward atau stewardes dan penyerapan itu seragam, maka steward dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepakati untuk dipakai. Hingga yang timbul dalam masayarakat ialah pramugara atau pramugari. Ragam tidak baku itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a) Terlalu Dinamis. b) Tidak Cendekia. c) Tidak Seragam. 2.3 Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan Dalam kehidupan berbahasa, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu muncul ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan dan menertibkan masalah ejaan bahasa Indonesia yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Demikian pula, pengadaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan pengadaan Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pula usaha ke arah itu. Bagaimana dengan masalah ragam baku lisan? Ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dapat dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya. 2.4 Ragam Sosial dan Ragam Fungsional Baik ragam lisan maupun ragam tulis bahasa Indonesia ditandai pula oleh adanya ragam sosial, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masayarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri. Selain itu, ragam sosial tidak jarang dihubungkan dengan tinggi atau rendahnya status kemasyarakatan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dalam hal ini, ragam baku rasional dapat pula berfungsi sebagai ragam sosial yang tinggi, sedangkan ragam baku daerah atau ragam sosial yang lain merupakan ragam sosial dengan nilai kemasayarakatan yang rendah. 6

7 Ragam fungsional, yang kadang-kadang disebut juga ragam profesional, adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tetentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan dengan keresmian keadaan penggunaannya. Dalam kenyataan, ragam fungsional menjelma sebagai bahasa negara dan bahasa teknis keprofesian, seperti bahasa dalam lingkungan keilmuan/teknologi, kedokteran, dan keagamaan. Perhatikan contoh-contoh berikut: Ragam Keilmuan/Teknologi Komputer adalah mesin pengolah informasi. Berjuta-juta fakta dan bagan yang berbeda dapat disimpan dalam komputer dan dapat dicari kembali apabila diperlukan. Komputer dapat mengerjakan perhitungan yang rumit dengan kecepatan yang luar biasa. Hanya dalam waktu beberapa detik komputer dapat melaksanakan pekerjaan yang kalau dikerjakan oleh tenaga manusia akan memakan waktu berminggu-minggu. Di jantung komputer terkecil (yang disebut mikrokomputer) terdapat sebuah komponen elektronik yang dinamakan mikroprosesor. Komponen ini dibuat dari kepingan silikon yang berukuran tidak lebih besar daripada kuku jari kelingking. Sebenarnya, mikroprosesor itu sendiri adalah komputer dan dapat dibangun menjadi berbagai jenis mesin. Kita mengenal dua macam diabetes, yaitu diabetes inspidus dan diabetes mellitus. Diabetes inspidus disebabkan oleh kekurangan hormon antidiuretik (antidiuretic hormon ADH) diproduksi oleh kelenjar pituitaria yang berada di otak sehingga kita mengeluarkan urine terus atau kencing saja. Pada diabetes mellitus yang kurang adalah hormon sulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang berada di bawah hati. Dengan kurangnya zat insulin ini metabolisme gula tergnggu sehingga sebagian tidak bisa diubah menjadi bahan yang bisa dibakar untuk menghasilkan tenaga, atau perubahan tersebut tidak sempurna. Ragam Keagamaan Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka menguranginya. Tidaklah orangorang itu menyangka bahw sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suau hari yang besar, yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam. 2.5 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Setelah masalah baku dan nonbaku dibicarakan, perlu pula bahasa yang baik dan yang benar dibicarkaan. Penentuan atau kriteria bahasa Indonesia yang baik dan benar itu tidak jauh berbeda dari apa yang kita katakan sebagai bahasa baku. Kebakuan suatu kata sudah menunjukkan masalah benar suatu kata itu. Walaupun demikian, masalah baik tentu tidak sampai sifat kebakuan suatu kalimat, tetapi sifat efektifnya suatu kalimat. Pengertian benar pada suatu kata atau suatu kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari segi kaidah bahasa. Sebuah kalimat atau sebuah pembentukan kata 7

8 dianggap benar apabila bentuk itu memathui kaidah-kaidah yang berlaku. Di bawah ini akan dipaparkan sebuah contoh: Kuda makan rumput Kalimat itu benar karena memenuhi kaidah sebuah kalimat secara struktur, yaitu subjek (kuda), ada predikat (makan), dan ada objek (rumput). Kalimat ini jug amemenuhi kaidah sebuah kalimat dari segi makan, yaitu mendukung sebuah informasi yang dapat dimengerti oleh pembaca. Lain halnya dengan kalimat di bawah ini: Rumput makan kuda Kalimat ini benar menurut struktur karena ada subjek (rumput), ada predikat (makan) dan ada objek (kuda). Akan tetapi, dari segi makan, kalimat ini tidak benar karena tidak mendukung makan yang baik. Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau memperlihatkan proses pembentukan yang benar menurut kaidah yang berlaku. Kata aktifitas tidak benar penulisannya karena pemunculan kata itu tidak mengikuti kaidah penyerapan yang telah ditentukan. Pembentukan penyeraan yang benar ialah efektivitas karena diserap dari kata activity. Karena persuratan kabar dan pertanggungan jawab tidak benar karena tidak mengikuti kaidah yang berlaku. Yang benar menurut kaidah ialah kata persuratkabaran dan pertanggungjawaban. Pengertian baik pada suatu kata (bentukan) atau kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari pilihan kata (diksi). Dalam suatu pembentukan kita dapat memakai kata yang sesuai dengan pertemuan itu sehingga kata-kata yang keluar atau dituliskan itu tidak akan menimbulkan nilai rasa yang tidak pada tempatnya. Pemilihan kata yang akan dipergunakan dalam suatu untaian kalimat sangat berpengaruh terhadap makan kalimat yang dipaparkan itu. Pada suatu ketika kita menggunakan kata memerintahkan, meminta bantuan, mempercayakan dan sebagainya. Sebagai simpulan, yang dimaksud dengan bahasa yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten, sedangkan yang dimaksud dengan bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannya. 8

9 BAB III KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA 3.1 Pengertian Kalimat Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki subjek (S) dan predikat (P). Kalau tidak memiliki unsur subjek dan predikat, pernyataan itu bukanlah kalimat. Deretan kata yang seperti itu hanya dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang membedakan kalimat dengan frasa. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf latin kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!). Kalau dilihat dari hal predikat, kalimatkalimat dalam bahasa Indonesia ada dua macam, yaitu: a. Kalimat-kalimat yang berpredikat kata kerja, dan b. Kalimat-kalimat yang berpredikat bukan kata kerja. Akan tetapi dalam pemakaian sehari-hari kalimat yang berpredikat kata kerja lebih besar jumlahnya daripada kalimat yang berpredikat bukan kata kerja. Hal itu membantu kita dengan mudah untuk menentukan predikat sebuah kalimat. Oleh sebab itu, kalau ada kata kerja dalam suatu untaian kalimat, kata kerja itu dicadangkan sebagai predikat dalam kalimat itu. Contoh: Tugas itu dikerjakan oleh para mahasiswa. Kata kerja dalam kalimat ini adalah dikerjakan. Kata dikerjakan adalah predikat dalam kalimat ini. Setelah ditemukan predikat dalam kalimat itu, subjek dapat ditemukan dengan cara bertanya menggunakan predikat sebagai berikut: Apa yang dikerjakan oleh para mahasiswa? Jawaban pertanyaan itu ialah tugas itu. Kata tugas itu merupakan subjek kalimat. Kalau tidak ada kata yang dapat dijadikan jawaban pertanyaan itu, hal itu berarti bahwa subjek tidak ada. Dengan demikian, pernyataan dalam bentuk deretan kata-kata itu bukanlah kalimat. Contoh: Rektor Universitas Indonesia memimpin upacara. Kata kerja dalam kalimat itu adalah memimpin. Kata memimpin merupakan predikat kalimat tersebut. Oleh karena itu, cara mencari subjeknya sangat mudah, yaitu dengan mengajukan pertanyaan. Siapa yang memimpin upacara? 9

10 Jawabannya adalah Rektor Universitas Indonesia bandingkan empat pernyataan di bawah ini: (Subjek) coba Anda 1) Berdiri aku di senja senyap. 2) Mendirikan pabrik baja di Cilegon. 3) Berenang itu menyehatkan kita. 4) Karena sangat tidak manusiawi. Kalimatkah itu? Coba jelaskan dengan cara seperti uraian di atas. Ternyata, pernyataan pertama dan ketiga merupakan kalimat, sedangkan pernyataan kedua dan keempat bukan kalimat, mengapa? Marilah kita perhatikan pernyataan di bawah ini. Dalam ruang itu memerlukan tiga buah kursi. Untuk menentukan apakah kalimat itu benar atau tidak yang mula-mula dicari ialah predikat. Hal ini mudah kita lakukan karena ada kata kerja dalam pernyataan itu, yaitu memerlukan. Kata memerlukan adalah predikat kalimat. Setelah itu, kita mencari subjek kalimat dengan bertanya apa/siapa yang memerlukan. Jawabannya ialah ruangan itu. Akan tetapi, kata ruangan itu tidak mungkin dapat berstatus sebagai subjek karena di depan kata ruangan itu terdapat kata dalam. Kata dalam menandai kata di belakangnya itu sebuah keterangan tempat. Dengan demikian, pernyataan itu tidak bersubjek. Bagaimana dengan pernyataan-pernyataan itu tidak bersubjek: a) Ruangan itu memerlukan tiga buah kursi. b) Dalam ruangan itu diperlukan tiga buah kursi. Sebuah kata kerja dalam sebuah kalimat tidak dapat menduduki status predikat kalau di depan kata kerja itu terdapat partikel yang, dan sebangsa dengan itu seperti pernyataan di bawah ini: 1) Singa yang menerkam kambing itu. 2) Mahasiswa yang meninggalkan ruang kuliah. 3) Pertemuan untuk memilih ketua baru. Seharusnya kata menerkam, meninggalkan, dan memilih berfungsi sebagai predikat kalimat 1, 2, dan 3 tidak didahului yang atau untuk. Tunjukkan pernyataan yang tergolong kalimat dan yang bukan kalimat. Kemukakan alasan anda. 1) Perajin yang ulet akan memetik hasil yang memuaskan. 2) Seminar untuk memperoleh masukan tentang konservasi alam. 3) Kesenian Bali yang sudah terkenal di mancanegara. Kalau dalam suatu pernyataan tidak terdapat kata kerja, kata yang dapat kita cadangkan sebagai predikat ialah kata sifat. Di samping itu, kata bilangan dan kata benda pun dapat dijadikan sebagai predikat. Predikat itu dapat pula berupa frasa depan. 10

11 Tadi sudah dikatakan bahwa mencari subjek sebuah kalimat adalah dengan cara bertanya melalui predikat dengan pertanyaan. Siapa yang atau apa yang +... predikat Bagaimana halnya dengan objek? Unsur objek dalam kalimat hanya ditemukan dalam kalimat yang berpredikat kata kerja. Namun, tidak semua kalimat yang berpredikat kata kerja harus mempunyai objek. Objek itu hanya muncul pada kalimat yang berpredikat kata kerja transitif. Objek tidak dapat mendahului predikat karena predikat dan objek merupakan suatu kesatuan. Jika dilihat dari segi makna kalimat, objek merupakan unsur yang harus hadir setelah predikat yang berupa verba transitif. Coba anda perhatikan pernyataan di bawah ini: Ekspor nonmigas mendatangkan. Frasa ekspor nonmigas merupakan subjek kalimat, sedangkan kata mendatangkan adalah unsur predikat yang berupa verba transitif. Kalimat ini belum memberikan informasi yang lengkap sebab belum ada kejelasan tentang mendatangkan itu. Oleh sebab itu, agar kalimat itu dapat memberikan informasi yang jelas, predikatnya harus dilengkapi, seperti kalimat di bawah ini: Ekspor nonmigas mendatangkan keuntungan S P O Singkatan yang digunakan dalam buku ini adalah sebagai berikut: S = subjek P = predikat O = objek K = keterangan Pel = pelengkap KB = kata benda (nomina) KK = kata kerja (verba) KS = kata sifat (adjektiva) KBil. = kata bilangan (numeralia) FD = frasa depan (frasa preposisi) KD = kata depan (preposisi) Andaikata suatu kalimat sudah mengandung kelengkapan makna dengan hanya memiliki subjek dan predikat yang berupa verba intransitif, objek tidak diperlukan lagi. Kalimat di bawah ini tidak memerlukan objek. Penanaman modal asing berkembang 11

12 S P Kalimat itu sudah lengkap dan jelas. Jadi, unsur subjeknya adalah penanaman modal asing dan unsur predikatnya adalah berkembang. Kalimat itu telah memberikan informasi yang jelas. Andaikata di belakang unsur berkembang ditambah dengan sebuah kata atau beberapa kata, unsur tambahan itu bukan objek, melainkan keterangan. Misalnya: Penanaman modal asing berkembang saat ini S P K Dalam seminar itu dibicarakan makalah tentang perbankan K P S Di bawah ini terdapat beberapa kalimat yang berobjek dan yang tidak berobjek: Ia memperkaya khazanah musik Indonesia S P O Masalah pangan ditangani oleh pemerintah S P Pel Obor persahabatan menyala terus sepanjang jalan S P K 3.2 Pola Kalimat Dasar Setelah membicarakan unsur yang membentuk sebuah kalimat yang benar, kita telah dapat menentukan pola kalimat dasar itu sendiri. Berdasarkan penelitian para ahli, pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: 1) KB + KK : Mahasiswa berdiskusi 2) KB + KS : Dosen itu ramah 3) KB + KBil : Harga buku itu sepuluh ribu rupiah 4) KB + (KD + KB) : Tinggalnya di Palembang 5) KB + KK + KB : Mereka menonton film 6) KB + KK + KB + KB : Paman mencarikan saya pekerjaan 7) KB + KB : Rustam peneliti Ketujuh pola kalimat dasar ini dapat diperluas dengan berbagai keterangan dan dapat pula pola-pola dasar itu digabung-gabungkan sehingga kalimat menjadi luas dan kompleks. 3.3 Jenis Kalimat Menurut Struktur Gramatikalnya 12

13 Menurut stukturnya, kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dapat pula berupa kalimat majemuk. Kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif), tidak setara (subordinatif), ataupun campuran (koordinatif subordinatif). Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal; gagasan yang bersegi-segi diungkapkan dengan kalimat majemuk. a. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Pada hakikatnya, kalau dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana. Kalimatkalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola kalimat dasar. Mari kita lihat sekali lagi pola-pola kalimat dasar tersebut: 1) Mahasiswa Berdiskusi S:KB + P:KK 2) Dosen itu ramah S:KB + P:KS 3) Harga buku itu sepuluh ribu rupiah S:KB + P:KBil 4) Tinggalnya di Palembang S:KB + P:(KD + KB) 5) Mereka menonton film S:KB + P:KK + O:KB 6) Paman mencarikan saya pekerjaan S:KB + P:KK + O:KB + Pel:KB 7) Rustam peneliti S:KB + P:KB Pola-pola kalimat dasar ini masing-masing hendaklah dibaca sebagai berikut: Pola 1 adalah pola yang mengandung subjek (S) kata benda (mahasiswa) dan predikat (P) kata kerja (berdiskusi). Kalimat itu menjadi mahasiswa berdiskusi Contoh lain: 1) Pertemuan APEC sudah berlangsung S P 2) Teori itu dikembangkan S P 13

14 3) Cerita itu sudah tersebar S P 4) Umur kita bertambah terus S P Pola 2 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (dosen itu) dan berpredikat kata sifat (ramah). Kalimat itu menjadi: Dosen itu ramah S P Contoh lain: 1) Komputernya rusak S P 2) Suku bunga bank swasta tinggi S P 3) Bisnis Kondominium sangat marak S P 4) Atlet itu cekatan sekali S P Pola 3 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (harga buku itu) dan berpredikat kata bilangan (sepuluh ribu rupiah). Kalimat selengkapnya ialah: Harga buku itu sepuluh ribu rupiah S P Contoh lain: 1) Panjang jalan tol Cawang Tanjung Priok tujuh belas kilometer S P 2) Masalahnya seribu satu S P 3) Rumahnya dua buah S P 4) Gedung Bank Bumi Daya Pusat tiga puluh tingkat S P Pola 4 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (tinggalnya) dan berpredikat frasa depan yang tediri atas kata depan dan kata benda (di Palembang). Kalimat ini menjadi: Tinggalnya di Palembang 14

15 S P Contoh lain: 1. Direktur ke ruang kerja S P 2. Pisau Pemotong dalam laci S P 3. Kakaknya dari luar negeri S P Pola 5 adalah pola kalimat bersubjek kata benda (mereka) berpredikat kata kerja (menonton) dan berobjek kata benda (film). Kalimat itu menjadi: Mereka menonton film S P O Contoh lain: 1) Pesawat itu menembus angkasa S P O 2) Setiap Pemilik saham mengharapkan deviden yang memuaskan S P O Pola 6 adalah pola kalimat yang terdiri atas subjek kata benda (paman), predikat kata kerja (mencarikan), objek (O) kata benda (saya), dan pelengkap (Pel). Kata benda (pekerjaan). Selengkapnya kalimat itu menjadi: Paman mencarikan saya pekerjaan S P O Pel Contoh lain: 1) Dia membuatkan saya lukisan S P O Pel 2) Ajaran agama menjanjikan pemeluknya keselamatan S P O Pel Pola 7 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (Rustam) dan berpredikat kata benda (peneliti). Baik subjek maupun predikat, keduanya kata benda. Jadi, kalimat itu selengkapnya menjadi: Rustam peneliti S P Contoh lain: 1) Soeharto pemasung demokrasi kita 15

16 S P 2) Chairil Anwar tokoh penyair kenamaan S P Ketujuh pola kalimat di atas masing-masing terdiri atas satu kalimat tunggal. Setiap kalimat tunggal di atas dapat diperluas dengan menambahkan kata-kata pada unsur-unsurnya. Dengan menambahkan kata-kata pada unsur-unsurnya itu, kalimat akan menjadi panjang (lebih panjang daripada kalimat asalnya), tetapi masih dapat dikenali unsur utamanya. Kalimat mahasiswa berdiskusi dapat diperluas menjadi kalimat: Mahasiswa semester III sedang berdiskusi di aula S P K Perluasan kalimat itu adalah hasil perluasan objek mahasiswa dengan semester III. Perluasan predikat berdiskusi dengan sedang, dengan menambah keterangan tempat di akhir kalimat. Kalimat 2, yaitu Dosen itu ramah dapat diperluas menjadi: Dosen itu selalu ramah setiap hari S P K Kalimat 3, yaitu harga buku itu sepuluh ribu rupiah dapat diperluas pula dengan kalimat: Harga buku gambar besar itu sepuluh ribu rupiah perbuah S P Kalimat 4, tinggalnya di Palembang dapat diperluas menjadi kalimat: Sejak dua tahun yang lalu tinggalnya di Palembang bagian selatan S P Kalimat 5, mereka menonton film dapat diperluas menjadi kalimat: Mereka dengan rombongannya menonton film detektif S P O Kalimat 6, yaitu paman mencarikan saya pekerjaan dapat diperluas menjadi: Paman tidak lama lagi akan mencarikan saya keponakan tunggalnya pekerjaan. S P O Pel Kalimat 7, yaitu Rustam peneliti dapat diperluas menjadi: Rustam, anak pak camat, adalah seorang peneliti S P Dalam kalimat pola 7 ini, antar subjek dan predikat dapat disisipkan kata adalah sebagai pengantar predikat. Memperluas kalimat tunggal tidak hanya terbatas seperti 16

17 pada contoh-contoh di atas. Tidak tertutup kemungkinan kalimat tunggal seperti itu diperluas menjadi dua puluh kata atau lebih. Pemerluas kalimat itu antara lain terdiri atas: d) Keterangan tempat, seperti di sini, dalam ruangan tertutup, lewat Yogyakarta, dalam republik itu, dan sekeliling kota. e) Keterangan waktu, seperti setiap hari, pada pukul 19.00, tahun depan, kemarin sore, dan minggu kedua bulan ini. f) Keterangan alat seperti dengan linggis, dengan undang-undang itu, dengan sendok dan garpu, dengan wesel pos, dan dengan cek. g) Keterangan modalitas, seperti harus, barangkali, seyogyanya, sesungguhnya, dan sepatutnya h) Keterangan cara seperti dengan hati-hati, seenaknya saja, selekas mungkin, dan dengan tergesa-gesa. i) Keterangan aspek, seperti akan, sedang, sudah, dan telah. j) Keterangan tujuan, seperti agar bahagia, supaya tertib, untuk anakya, dan bagi kita. k) Keterangan sebab seperti karena tekun, sebab berkuasa, dan lantaran panik. l) Frasa yang, seperti mahasiswa yang IP-nya 3 ke atas, para atlet yang sudah menyelesaikan latihan, dan pemimpin memperhatikn rakyatnya. m) Keterangan aposisi, yaitu keterangan yang sifatnya saling menggantikan, seperti penerima Kalpataru, Abdul Rozak, atau Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso. Perhatikan perbedaan keterangan alat dan keterangan cara berikut ini: Dengan + kata benda = keterangan alat Dengan + kata kerja / kata sifat = keterangan cara Contoh kemungkinan perluasan kalimat-kalimat tercantum di bawah ini: 1) Gubernur / memberikan / kelonggaran / kepada pedagang /. 2) Gubernur DKI Jakarta / memberikan / kelonggaran / kepada pedagang /. 3) Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso / sudah memberikan / berbagai kelonggaran / kepada pedagang kaki lima / pinggiran jalan atau di tempat-tempat lain/. 4) Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso / sudah memberikan berbagai kelonggaran / kepada pedagang kaki lima / pinggiran jalan atau di tempat-tempat lain / di lima wilayah / pada bulan puasa hingga lebaran nanti /. b. Kalimat Majemuk Setara Kalimat majemuk setara terjadi dari dua kalimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk setara dikelompokkan menjadi empat jenis, sebagai berikut: 1) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata dan atau serta jika kedua kalimat tunggal atau lebih itu sejalan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara penjumlahan. Contoh: 17

18 Kami membaca. Mereka menulis. Kami membaca dan mereka menulis. Tanda koma dapat digunakan jika kalimat yang digabungkan itu lebih dari dua kalimat tunggal. Contoh: Direktur tenang. Karyawan duduk teratur. Para nasabah antre. Direktur tenang, karyawan duduk teratur, dan para nasabah antre. 2) Kedua kalimat tunggal yang berbentuk kalimat setara itu dapat dihubungkan oleh kata tetapi, sedangkan, dan melainkan jika kalimat itu menunjukkan pertentangan, disebut kalimat majemuk setara pertentangan. Contoh: a. Amerika dan Jepang tergolong negara maju. Indonesia dan Brunei Darussalam tergolong negara berkembang. Amerika dan Jepang tergolong negara maju, tetapi Indonesia dan Brunei Darussalam tergolong negara berkembang. b. Puspiptek terletak di Serpong, sedangkan Industri Pesawat Terbang Nusantara terletak di Bandung. 3) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata lalu dan kemudian jika kejadian yang dikemukakan berurutan dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara perurutan. Contoh: Mula-mula disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat remaja. Disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat dewasa. Mula-mula disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat remaja, lalu disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat dewasa. 4) Dapat pula dua kalimat tunggal itu dihubungkan oleh kata atau jika kalimat itu menunjukkan pemilihan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara pemilihan. Contoh: Para pemilik televisi membayar iuran di kantor pos terdekat, atau para petugas menagihnya ke rumah pemilik televisi langsung. c. Kalimat Majemuk Setara Rapatan Dalam kalimat majemuk setara, ada yang berbentuk kalimat rapatan, yaitu suatu bentuk yang merapatkan dua atau lebih kalimat tunggal. Yang dirapatkan ialah unsur subjek atau unsur objek yang sama. Dalam hal seperti ini, unsur yang sama cukup disebutkan satu kali. Contoh kalimat majemuk setara rapatan sebagai berikut: 1) - Kami berlatih. 18

19 - Kami bertanding. - Kami berhasil menang. - Kami berlatih, bertanding, dan berhasil menang. 2) - Menteri agama tidak membuka seminar tentang zakat. - Menteri agama menutup seminar tentang zakat. - Menteri agama tidak membuka, melainkan menutup seminar tentang zakat. d. Kalimat Majemuk tidak Setara Kalimat majemuk tidak setara terdiri atas satu suku kalimat yang bebas dan satu suku kalimat atau lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini menggambarkan taraf kepentingan yang berbeda-beda diantara unsur gagasan yang majemuk. Inti gagasan dituangkan ke dalam induk kalimat, sedangkan pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab, akibat, tujuan, syarat, dan sebagainya dengan aspek gagasan yang lain diungkapkan dalam anak kalimat. Contoh: 1) a. Komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern. (tunggal) b. Mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer. (tunggal) c. Walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern, mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer itu. 2) a. Para pemain sudah lelah. b. Para pemain boleh beristirahat. c. Karena para pemain sudah lelah, boleh beristirahat. d. Karena sudah lelah, para pemain boleh beristirahat. Sudah dikatakan di atas bahwa kalimat majemuk tak setara terbagi dalam bentuk anak kalimat dan induk kalimat. Induk kalimat ialah inti gagasan, sedangkan anak kalimat ialah pertalian gagasan dengan hal-hal ini. Penanda anak kalimat ialah kata walaupun, meskipun, sungguhpun, karena, apabila, jika, kalau, sebab, agar, supaya, ketika, sehingga, setelah, sesudah, sebelum, kendatipun, bahwa dan sebagainya. e. Kalimat Majemuk Tak Setara yang Berunsur Sama/Rapatan Kalimat majemuk tak setara dapat dirapatkan andaikata unsur-unsur subjeknya sama. Contoh: Kami sudah lelah. Kami ingin pulang. Karena sudah lelah, kami ingin pulang. Pada anak kalimat terdapat kata kami sebagai subjek anak kalimat, dan pada induk kalimat terdapat pula kata kami sebagai subjek induk kalimat. Dalam hal seperti 19

20 ini, subjek itu ditekankan pada induk kalimat sehingga subjek pada anak kalimat boleh dihilangkan, dan bukan sebaliknya. Perhatikan kalimat ini: Karena kami sudah lelah, kami ingin pulang. Perbaikannya: Karena kami sudah lelah, ingin pulang. Berdasarkan perbaikan itu diperoleh suatu kaidah sebagai berikut jika dalam anak kalimat tidak terdapat subjek, itu berarti bahwa subjek anak kalimat sama dengan subjek induk kalimat. Perapatan kalimat tak setara ini sering keliru. Kekeliruan ini terjadi oleh kesalahan menalar suatu gagasan sehingga terjadi percampuran perapatan antara subjek dan objek. Contoh: a) Usul itu tidak melanggar hukum. b) Ia menyetujui usul itu. Jika kedua kalimat itu dijadikan kalimat majemuk tak setara, subjek anak kalimat dan subjek induk kalimat harus dieksplisitkan karena kedua subjek berbeda sehingga hasilnya harus menjadi sebagai berikut: c) Karena usul itu tidak melanggar hukum, ia setuju/menyetujuinya. Dalam kalimat majemuk tak setara ini terdapat persamaan antara subjek anak kalimat dan objek induk kalimat, yaitu usul itu. Dengan adanya persamaan ini kadangkadang terjadilah perapatan antara subjek anak kalimat dan objek induk kalimat dalam bentuk yang salah, seperti berikut: Karena tidak melanggar hukum, ia menyetujui usul itu. Kalimat ini tidak benar sebab penghilangan subjek pada anak kalimat akan memberikan makna kesamaan subjek itu dengan subjek pada induk kalimat. Andaikata kalimat ini dibiarkan seperti itu, kita akan memberikan makna sebagai berikut: Karena (ia) tidak melanggar hukum, ia menyetujui usul itu. Hal ini berbeda sekali dengan gagasan pertama, yaitu: Karena usul itu tidak melanggar hukum, ia menyetujui usul itu. Perhatikan kalimat berikut ini: 1) Setelah diganti dengan pita baru, mereka tidak mengalami kesukaran menggunakan mesin ketik itu. 2) Sebelum diletakkan di tengah ruangan, para pengawas terlebih dahulu memperbaiki kipas angin itu. Kalimat (1) salah karena subjek anak kalimat yang dilesapkan akan sama dengan subjek induk kalimat. Jadi, yang diganti pitanya dengan pita baru dalam kalimat (1) adalah mereka. Padahal yang diganti dengan pita baru adalah pita mesin ketik. Perbaikan kalimat (1) sebagai berikut: 1a) Setelah mengganti pita mesin ketik dengan pita baru, mereka tidak mengalami kesukaran dalam mempergunakan mesin ketik itu. 20

21 1b) Setelah pita mesin ketik diganti dengan pita baru, mereka tidak mengalami kesukaran mempergunakan mesin itu. Kalimat (2) salah karena subjek anak kalimat yang dilesapkan akan sama dengan subjek induk kalimat, yaitu para pengawas. Padahal, yang diletakkan di tengah ruangan adalah kipas angin. Agar subjek pada anak kalimat (yang dilesapkan) sama dengan subjek pada induk kalimat, perbaikannya sebagai berikut: 2a) sebelum diletakkan di tengah ruangan, kipas angin itu terlebih dahulu diperbaiki para pengawas 2b) Sebelum meletakkan kipas angindi tengah ruangan, para pengawas terlebih dahulu memperbaiki kipas angin itu. Perhatikan kalimat salah yang lain: 3) Jika sudah menerima biaya yang direncanakan, pemabngunan gedung itu akan segera saya mulai. 4) Setelah membaca buku itu berulang kali, isinya dapat dipahami. Kalimat (3) salah karena subjek yang dilesapkan dalam anak kalimat (seolaholah) adalah pembangunan gedung itu. Padahal, yang sudah menerima biaya yang sudah direncanakan adalah saya. Jadi, kalimat 3) harus diperbaiki sebagai berikut: 3a) Jika sudah menerima biaya yang direncanakan, saya akan segera memulai pembangunan gedung itu 3b) Jika biaya yang sudah direncanakan diterima, pembangunan gedung itu akan segera saya mulai. Kalimat (4) salah karena subjek yang dilesapkan dalam anak kalimat (seolaholah) adalah isinya. Padahal, yang membaca buku itu adalah mereka. Kalimat itu akan bernalar jika diperbaiki sebagai berikut: 4a) Setelah membaca buku itu berulang-ulang, dia dapat memahami isinya. 4b) Setelah buku itu dibacanya berulang-ulang, isinya dapat dipahaminya. f. Penghilangan Kata Penghubung Ada beberapa kalimat majemuk tak setara rapatan yang mencoba mengadakan penghematan dengan menghilangkan penanda anak kalimat sehingga kalimat itu menjadi salah. Contoh: Membaca surat itu, saya sangat terkejut. Anak kalimat: Membaca surat itu Induk kalimat: Saya sangat terkejut 21

22 Subjek anak kalimat itu persis sama dengan subjek pada induk kalimat, yaitu saya. Kalau tidak ada penanda pada anak kalimat, kalimat majemuk itu tidak benar (tidak baku). Penanda yang dapat dipakai ialah setelah sehingga kalimat akan menjadi: Setelah (saya) membawa surat itu, saya sangat terkejut. Setelah membaca surat itu, saya sangat terkejut. Beberapa contoh: a. b. c. a. Memasuki masa pensiun, ia merasa mempunyai waktu yang cukup menolong orang banyak. (salah) b. Setelah memasuki masa pensiun, ia merasa mempunyai waktu yang cukup untuk menolong orang banyak. (Benar) a. Menderita penyakit jantung, ia terpaksa berurusan dengan dokter. (Salah) b. Karena menderita penyakit jantung, ia terpaksa berurusan dengan dokter. (Benar) a. Memasuki Pulau Bali, para pembawa Obor Persahabatan diterima oleh pembesar Bali b. Ketika memasuki Pulau Bali, para pembawa Obor Persahabatan diterima oleh Pembesar Bali. (Benar) g. Kalimat Majemuk Campuran Kalimat jenis ini terdiri atas kalimat majemuk tak setara (bertingkat) dan kalimat majemuk setara, atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk tak setara (bertingkat). Misalnya: 1) Karena hari sudah malam, kami berhenti, dan langsung pulang. 2) Kami pulang, tetapi mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai. Kalimat pertama terdiri atas anak kalimat karena hari sudah malam dan induk kalimat yang berupa kalimat majemuk setara, kami berhenti dan langsung pulang. Jadi, susunan kalimat pertama adalah bertingkat + setara. Kalimat kedua terdiri atas induk kalimat yang berupa kalimat majemuk setara, kami pulang, tetapi mereka masih bekerja, dan induk kalimat karena tugasnya belum selesai. Jadi susunan kalimat kedua adalah setara + bertingkat. 3.4 Jenis Kalimat Menurut Bentuk Retorikanya Tulisan akan lebih efektif jika disamping kalimat-kalimat yang disusunnya benar, juga gaya penyajiannya (retorikanya) menarik perhatian pembacanya. Walaupun kalimatkalimat yang disusunnya sudah gramatikal, sesuai dengan kaidah, belum tentu tulisan ini memuaskan pembacanya jika segi retorikanya tidak memikat. Kalimat akan membosankan pembacanya jika selalu disusun dengan konstruksi yang monoton atau tidak bervariasi. Misalnya, konstruksi kalimat itu selalu subjek-predikat-objekketerangan, atau selalu konstruksi induk kalimat anak kalimat. 22

23 Menurut gaya penyampaiannya atau retorikanya, kalimat majemuk dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu 1) kalimat yang melepas (induk-anak), 2) kalimat yang berklimaks (anak-induk), dan 3) kalimat yang berimbang (setara atau campuran). a. Kalimat yang Melepas Jika kalimat itu disusun dengan diawali unsur utama, yaitu induk kalimat dan diikuti oleh unsur tambahan, yaitu anak kalimat, gaya penyajian kalimat itu disebut melepas. Unsur anak kalimat ini seakan-akan dilepaskan saja oleh penulisnya dan kalaupun unsur ini tidak diucapkan kalimat itu sudah bermakna lengkap. Misalnya: 1) Saya akan dibelikan vespa oleh Ayah jika lulus ujian sarjana. 2) Semua warga negara harus menaati segala perundang-undangan yang berlaku agar kehidupan di negeri ini berjalan dengan tertib dan aman. b. Kalimat yang Berklimaks Jika kalimat itu disusun dengan diawali oleh anak kalimat dan diikuti oleh induk kalimat, gaya penyajian kalimat itu disebut berklimaks. Pembaca belum dapat memahami kalimat tersebut jika baru membaca anak kalimatnya. Pembaca akan memahami makna kalimat itu setelah membaca induk kalimatnya. Sebelum kalimat itu selesai, terasa bahwa ada sesuatu yang masih ditunggu, yaitu induk kalimat. Oleh karena itu, penyajian kalimat yang konstruksinya anak-induk terasa berklimaks, dan terasa membentuk ketegangan. Misalnya: 1) Karena sulit kendaraan, ia datang terlambat ke kantornya. 2) Setelah hari disekap dalam sebuah ruangan akhirnya tiga sandera warga negara Prancis itu dibebaskan juga. c. Kalimat yang Berimbang Jika kalimat itu disusun dalam bentuk majemuk setara atau majemuk campuran, gaya penyajian kalimat itu disebut berimbang karena strukturnya memperlihatkan kesejajaran yang sejalan dan dituangkan ke dalam bangun kalimat yang bersimetri. Misalnya: 1) Bursa saham tampaknya semakin bergairah, investor asing dan domestik berlomba melakukan transaksi, dan IHSG naik tajam. 2) Jika stabilitas nasional mantap, masyarakat dapat bekerja dengan tenang dan dapat beribadah dengan leluasa. Ketiga gaya penyampaian tadi terdapat pada kalimat majemuk. Adapun kalimat pada umumnya dapat divariasikan menjadi kalimat yang panjang pendek, aktif pasit, inversi dan pengendapaan keterangan. 3.5 Jenis Kalimat Menurut Fungsinya Menurut fungsinya, jenis kalimat dapat dirinci menjadi kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan, kalimat perintah, dan kalimat seruan. Semua jenis kalimat itu dapat disajikan dalam bentuk positif dan negatif. Dalam bahasa lisan, intonasi yang khas 23

24 menjelaskan kapan kita berhadapan dengan salah satu jenis itu. Dalam bahasa tulisan, perbedaan dijelaskan oleh bermacam-macam tanda baca. a. Kalimat Pernyataan (Deklaratif) Kalimat pernyataan dipakai jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan lengkap pada waktu ingin menyampaikan informasi kepada lawan berbahasanya. (Biasanya intonasi menurun, tanda baca titik). Misalnya: Positif 1) Presiden Gus Dur mengadakan kunjungan ke luar negeri. 2) Indonesia menggunakan sistem anggaran yang berimbang. Negatif 1) Tidak semua nasabah bank memperoleh kredit lemah. 2) Dalam pameran tersebut para pengunjung tidak mengapat formasi yang memuaskan tentang bisnis kondominium di kota-kota besar. b. Kalimat Pertanyaan (interogatif) Kalimat pertanyan dipakai jika penutur ingin memeperoleh informasi atau reaksi (jawaban) yang diharapkan. (Biasanya, intonasi menurun, tanda baca tanda tanya). Petanyaan sering menggunakan kata seperti bagaimana, dimana, mengapa, berapa dan kapan. Misalnya: Positif 1) Kapan Saudara berangkat ke Singapura? 2) Mengapa dia gagal dalam ujian? Negatif 1) Mengapa gedung ini dibangun tidak sesuai dengan yang disepakati? 2) Mengapa tidak semua fakir miskin di negara kita dapat dijamin penghidupannya oleh negara? c. Kalimat Perintah dan Permintaan (Imperatif) Kalimat perintah dipakai jika penutur ingin menyuruh atau melarang orang berbuat sesuatu. (Biasanya, intonasi menurun, tanda baca titik atau tanda seru). Misalnya: Positif 1) Kamu disuruh mengantarkan buku ini ke Pak Sahluddin! 2) Tolong buatkan dahulu rencana pembiayaannya. Negatif 24

25 1) Sebaiknya kita tidak berpikiran sempit tentang hak asasi manusia. 2) Janganlah kita enggan mengeluarkan zakat jika sudah tergolong orang mampu! d. Kalimat Seruan Kalimat seruan dipakai jika penutur ingin mengungkapkan perasaan yang kuat atau yang mendadak. (Biasanya, ditandai oleh naiknya suara pada kalimat lisan dan dipakainya tanda seru atau tanda titik pada kalimat tulis). Misalnya: Positif 1) Bukan main, cantiknya! 2) Nah, ini dia yang kita tunggu. Negatif 1) Aduh, pekerjan rumah saya tidak terbawa. 2) Wah, target KONI di Asian Games XIII tahun 1998 di Bangkok tidak tercapai! 3.6 Kalimat Efektif Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis. Kalimat sangat mengutamakan keefektifan informasi itu sehingga kejelasan kalimat itu dapat terjamin. Sebuah kalimat kalimat efektif mempunyai ciri-ciri khas, yang kesepadanan struktur, keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan penalaran, kepaduan gagasan, dan kelogisan bahasa. a. Kesepadanan Kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik. Kesepadanan kalimat itu memiliki beberapa ciri, yaitu: 1) Kalimat itu mempunyai subjek dan predikat dengan jelas. Ketidakpastian subjek atau predikat suatu kalimat tentu saja membuat kalimat itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek. Contoh: a) Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah (Salah). b) Semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (Benar). 2) Tidak terdapat subjek yang ganda. Contoh: a) Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para dosen. b) Soal itu saya kurang jelas. Kalimat-kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara berikut: 25

26 a) Dalam penyusunan laporan itu, saya dibantu oleh para dosen. b) Soal itu bagi saya kurang jelas. 3) Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal. Contoh: a) Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama. b) Kakaknya membeli sepeda motor Honda. Sedangkan dia membeli sepeda motor Suzuki. Perbaikan kalimat-kalimat ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, ubahlah kalimat itu menjadi kalimat majemuk dan kedua gantilah ungkapan penghubung intrakalimat menjadi ungkapan penghubung antarkalimat sebagai berikut: a) Kami datang agak terlambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat mengikuti acara pertama. b) Kakaknya membeli sepeda motor Honda, sedangkan dia membeli sepeda motor Suzuki. 4) Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang. Contoh: a) Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu. b) Sekolah kami yang terletak di depan bioskop Gunting Perbaikannya adalah sebagai berikut: a) Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. b) Sekolah kami terletak di depan bioskop Gunting. b. Keparalelan Keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan nomina, bentuk kedua dan seterusnya juga harus menggunakan nomina. Kalau bentuk pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba. Contoh: a) Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara luwes. b) Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok, memasang penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang. Kalimat (a) tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata yang mewakili predikat terjadi dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan kenaikan. Kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu. Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara luwes. Kalimat (b) tidak memiliki kesejajaran karena kata yang menduduki predikat tidak sama bentuknya, yaitu kata pengecatan, memasang, pengujian, dan pengaturan. Kalimat itu akan baik kalau diubah menjadi predikat yang nominal, yaitu: 26

27 Tahap akhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok, pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang. c. Ketegasan Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan pada ide pokok kalimat. Dalam sebuah kalimat ada ide yang perlu ditonjolkan. Kalimat itu memberi penekanan atau penegasan pada penonjolan itu. Ada berbagai cara untuk membentuk penekanan dalam kalimat. 1) Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat). Contoh: Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara inti dengan kemampuan yang ada pada dirnya. Penekanannya ialah presiden mengharapkan. Contoh: Harapan Presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya. Penekanannya ialah harapan presiden. Jadi, penekanan kalimat dapat dilakukan dengan mengubah posisi kalimat. 2) Membuat urutan kata yang bertahap. Contoh: Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. Seharusnya: Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. 3) Melakukan pengulangan kata (repetisi). Contoh: Saya suka akan kecantikan mereka, saya suka akan kelembutan mereka. 4) Melakukan pertentangan ide yang ditonjolkan. Contoh: Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur. 5) Mempergunakan partikel penekanan (penegasan). Contoh: Saudaralah yang bertanggung jawab. 27

28 BAB IV TAHAP-TAHAP PENYUSUNAN KARYA ILMIAH 4.1 Pengantar Pada dasarnya, dalam penyusunan karya ilmiah terdapat lima tahap, antara lain (1) persiapan, (2) pengumpulan data, (3) pengorganisasian dan pengonsepan, (4) pemeriksaan/penyuntingan konsep, (5) penyajian/pengetikan. Tahap persiapan adalah (a) pemilihan masalah/topik, (b) penentuan judul, dan (c) pembuatan kerangka karangan/ ragangan. Tahap pengumpulan data adalah (a) pencarian keterangan dari bahan bacaan, seperti buku, majalah, dan surat kabar, (b) pengumpulan keterangan dari pihak-pihak yang mengetahui masalah yang akan digarap, pengamatan langsung ke objek yang akan diteliti, serta (c) percobaan dan pengujian di lapangan atau laboratorium. Tahap pengorganisasian dan pengonsepan adalah (a) pengelompokan bahan, yaitu bagianbagian mana yang akan didahulukan dan bagian-bagian mana yang akan dikemudiankan, dan (b) pengonsepan. Tahap pemeriksaan atau penyuntingan konsep adalah pembacaan dan pengecekan kembali naskah; yang kurang lengkap dilengkapi, yang kurang relevan dibuang. Tentu ada penyajian yang berulang-ulang atau tumpang tindih, pemakaian bahasa yang kurang efektif, baik dari segi penulisan dan pemilihan kata, penyusunan kalimat, penyusunan paragraf, maupun segi penerapan kaidah ejaan. Tahap penyajian adalah pengetikan hasil penelitian. Rincian tiap-tiap kegiatan itu adalah sebagai berikut. 4.2 Tahap Persiapan Dalam tahap persiapan dilakukan (a) pemilihan topik/masalah, (b) penentuan judul, dan (c) pembuatan kerangka karangan/ragangan (outline). a. Pemilihan Topik/Masalah Topik/masalah adalah pokok pembicaraan. Topik tersedia dengan melimpah di sekitar kita, seperti (1) persoalan kemasyarakatan, (2) perbankan, (3) akuntansi, (4) kedokteran, (5) asuransi, (6) koperasi, (7) teknik, (8) industri, (9) pertanian, (10) hukum, (11) perhotelan, (12) pariwisata, dan (13) teknik lingkungan. Hal-hal berikut patut dipertimbangkan dengan seksama oleh penyusun karya ilmiah: 1. Topik yang dipilih harus berada di sekitar Anda, baik di sekitar pengalaman maupun pengetahuan Anda. Hindarilah topik yang jauh dari diri Anda karena hal itu akan menyulitkan Anda ketika menggarapnya. 2. Topik yang dipilih harus topik yang paling menarik perhatian Anda. 3. Topik yang dipilih terpusat pada suatu segi lingkup yang sempit dan terbatas. Hindari pokok masalah yang menyeret Anda kepada pengumpulan informasi yang beraneka ragam. 4. Topik yang dipilih memiliki data dan fakta yang objektif. Hindari topik yang bersifat subjektif, seperti kesenangan atau angan-angan Anda. 5. Topik yang dipilih harus Anda ketahui prinsip-prinsip ilmiahnya walaupun serba sedikit. Artinya, topik yang dipilih itu janganlah terlalu baru bagi Anda. 6. Topik yang dipilih harus memiliki sumber acuan, memiliki bahasa kepustakaan yang akan memberikan informasi tentang pokok masalah yang akan ditulis. Sumber kepustakaan dapat berupa buku, majalah, surat kabar, brosur, surat keputusan, situs web atau undang-undang. 28

29 b. Pembatasan Topik dan Penentuan Judul Jika topik sudah ditentukan dengan pasti sesuai dengan petunjuk-petunjuk, tinggal Anda menguji sekali lagi, apakah topik itu betul-betul cukup sempit dan terbatas atau masih terlalu umum dan mengambang. Salah satu contoh teknik membatasi topik/masalah adalah dengan pembuatan bagan pembatasan topik. Tempatkan topik yang Anda pilih (misalnya masalah reformasi perhotelan) pada puncak bagan. Kemudian, tariklah garis-garis cabang ke bawah untuk menempatkan nama kota tempat masalah yang akan digarap, seperti Jakarta, Medan, dan Ujung Pandang. Tarik lagi garis-garis ranting dari nama kota yang Anda ketahui, seperti Hotel Sahid Jaya, Hotel Mandarin, dan Hotel Sari Pasific. Kalau pilihan Anda jatuh ke Hotel Mandarin, pikirkan hal apa yang lebih menarik perhatian Anda, apakah segi kualitas dan kuantitas kamar tidur, resepsionis atau penerima tamu, ataukah segi manajemen hotel. Tariklah garisgaris anak ranting ke bawah untuk menempatkan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan Hotel Mandarin. Jika pilihan Anda difokuskan kepada masalah resepsionis, pikirkan kembali apakah hal itu cukup spesifik? Jika dianggap masih terlalu umum, rincilah lebih khusus lagi. Jika Anda hanya ingin menulis segi peranan pelayanan saat ini, bukan segi usaha perbaikan pelayanan pada masa yang akan datang. Dengan cara bagan itu, kini Anda memiliki suatu topik yang betul-betul khusus, spesifik, dan sesuai dengan minat dan pengetahuan Anda karena Anda mahasiswa suatu sekolah tinggi perhotelan dan pariwisata, misalnya. Berdasarkan pembatasan ini, kini Anda memiliki topik, yaitu peranan resepsionis dalam pelayanan tamu di hotel Mandarin, Jakarta. Topik yang sudah mengkhusus ini dapat langsung diangkat menjadi judul karya ilmiah. Jika sudah dilakukan pembatasan topik, judul karya ilmiah bukanlah hal yang sulit ditentukan karena pada dasarnya, langkah-langkah yang ditempuh dalam pembatasan topik sama dengan langkah-langkah dalam penentuan judul. Bedanya, pembatasan topik harus dilakukan sebelum penulisan karya ilmiah, sedangkan penentuan judul dapat dilakukan sebelum penulisan karya ilmiah atau dapat juga setelah penulisan karya ilmiah itu selesai. Jika sudah ada topik yang terbatas, karya ilmiah sudah dapat mulai digarap walaupun judul belum ada. Hal yang harus disiapkan lebih dahulu oleh penulis karya ilmiah adalah topik yang jelas dan terbatas, bukan judul karya ilmiah. Tentu judul yang ditentukan sama persis dengan masalah topik yang sudah dibatasi atau jangan berbeda. Selain dengan cara bagan pembatasan topik, penentuan judul karya ilmiah dapat pula ditempuh dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan masalah apa, mengapa, 29

30 bagaimana, di mana, dan kapan. Tentu saja, tidak semua pertanyaan itu harus digunakan pada penentuan judul. Mungkin, pertanyaan itu perlu dikurangi atau ditambah dengan pertanyaan lain. Perhatikan contoh penentukan judul dengan cara bertanya berikut. Pertama-tama, Anda bertanya dengan masalah apa. Jawaban yang Anda temukan tentu bermacam-macam. Anda tentu memilih masalah yang terdekat dengan Anda, yang paling menarik perhatian Anda. Contoh masalah itu adalah: a. industri metanol; b. resepsionis hotel; c. desain interior. Setelah masalahnya ditentukan, Anda dapat bertanya dengan mengapa. Jawaban yang dapat timbul untuk pertanyaan ini ialah: a. mengembang; b. melayani; c. bermanfaat. Judul karya ilmiah haruslah berbentuk frasa, bukan berbentuk kalimat. Oleh karena itu, kata-kata di atas dapat Anda jadikan kata benda agar dapat dijadikan judul karangan, seperti: a. mengembang menjadi pengembangan; b. melayani menjadi pelayanan; c. bermanfaat menjadi manfaat. Dapat pula kata-kata itu tetap kata kerja asalkan judul yang dibuat tidak berupa kalimat. Dengan dua pertanyaan itu, Anda memiliki judul sebagai berikut: a. Pengembangan Industri Metanol atau Mengembangkan Industri Metanol; b. Pelayanan Resepsionis Hotel; c. Manfaat Desain Interior. Agar karya ilmiah dapat berpijak pada suatu masalah yang terbatas dan ruang lingkup yang tidak terlalu mengambang, judul karya ilmiah itu harus dibatasi lagi, misalnya dengan menyebut suatu tempat. Pertanyaan di mana akan memberikan jawaban tentang tempat objek yang sedang diteliti. Misalnya: a. di Pulau Bunyu; b. di Hotel Santika, Jakarta; c. dalam Mendukung Kegunaan Perkantoran di Jakarta. Adakalanya pembatasan judul dilakukan dengan memberikan anak judul. Anak judul itu selain berfungsi membatasi judul juga berfungsi sebagai penjelasan atau keterangan judul utama. Dalam hal seperti ini, antara judul utama dan anak judul harus dibubuhkan titik dua, seperti contoh di bawah ini: 1. PENINGKATAN PRODUKSI PUPUK DI KALIMANTAN TIMUR: SEGI KUALITAS DAN KUANTITAS 2. INTONATION: IN RELATION TO SYNTAX IN BAHASA INDONESIA Judul-judul karya ilmiah berikut dapat digarap oleh seorang mahasiswa dari: 1. Fakultas Pertanian Topik: Produksi Cengkeh Judul: "Meningkatkan Produksi Cengkeh di Sulawesi Utara dengan Cara Pemupukan" 2. Fakultas Ekonomi Topik: Garansi Bank Judul: "Manfaat Garansi Bank di Bank BNI Dukuh Atas Jakarta" 3. Fakultas Arsitektur Lansekap Topik: Polusi Air Judul: "Pengendalian Polusi Air di Perairan Sungai Musi" 4. Fakultas Sastra Topik: Tema Novel Judul: "Tema Keagamaan dalam Novel-Novel Karya Hamka" 30

31 5. Akademi Perhotelan Topik: Sirkulasi dan Pemakaian Linen Judul: "Pengawasan terhadap Sirkulasi dan Pemakaian Linen di hotel Santika Jakarta" 6. Fakultas Teknik (Industri) Topik: Industri Baja Judul: "Peningkatan Industri Baja di PT Krakatau Steel Cilegon Periode c. Pembuatan Kerangka Karangan Kerangka karangan disebut juga ragangan (outline). Penyusunan ragangan, pada prinsipnya adalah proses penggolongan dan penataan berbagai fakta yang kadang-kadang berbeda jenis dan sifatnya, menjadi kesatuan yang berpautan (Moeliono, 1988:1). Penyusun karya ilmiah dapat membuat ragangan buram, ragangan yang hanya memuat pokok-pokok gagasan sebagai pecahan dari topik yang sudah dibatasi, dapat juga membuat ragangan kerja, ragangan yang sudah merupakan perluasan atau penjabaran dari ragangan buram. Jenis yang kedua yang akan memudahkan penyusun untuk mengembangkan karya ilmiah. Penulis karya ilmiah harus menentukan dahulu judul-judul bab dan judul anak bab sebelum menentukan rangka karangan. Judul bab dan judul anak bab itu merupakan pecahan masalah dari judul karya ilmiah yang ditentukan. Untuk menentukan judul bab dan judul anak bab, penyusun karya ilmiah dapat bertanya kepada judul karya ilmiahnya. Pertanyaan yang dapat diajukan ialah "apa yang akan dilakukan dengan judul itu", "akan diapakan judul itu", atau "masalah apa saja yang dapat dibicarakan di bawah judul tersebut". Misalnya, judul karya ilmiahnya adalah "Pembuatan dan Penggunaan Papan Partikel di Jakarta Saat Ini". Hal yang dapat tersangkut-paut dan dapat dibicarakan dalam karya ilmiah itu adalah 1) "pengenalan papan partikel", 2) "pembuatan papan partikel", dan 3) "penggunaan papan partikel". Halhal tersebut dapat dijadikan tiga judul bab analisis. Jika bagian analisis hanya satu bab, hal-hal itu dapat dijadikan judul anak bab. Ketiga anak bab itu masih dapat dirinci lagi dengan jalan memecah anak bab tersebut ke dalam bagian yang sekecil-kecilnya. Misalnya, judul anak bab "pengenalan papan partikel" dapat dipecah lagi menjadi a) "jenis-jenis papan partikel" dan b) "sifat-sifat papan partikel". Judul anak bab "pembuatan papan partikel" dapat dipecah menjadi a) "di mana saja penggunaannya" dan b) "apa keuntungan penggunaannya". CONTOH RAGANGAN PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN PAPAN PARTIKEL DI JAKARTA SAAT INI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN PAPAN PARTIKEL 1. Pengenalan Papan Partikel 1.1 Jenis-Jenis Papan Partikel 1.2 Sifat-Sifat Papan Partikel 2. Pembuatan Papan Partikel 2.1 Bahan Baku 2.2 Proses Pembuatan 2.3 Teknik Pembuatan 3. Penggunaan Papan Partikel 3.1 Tempat Penggunaan Papan Partikel 3.2 Keuntungan Penggunaan Papan Partikel Jika ragangan seperti itu dianggap final, langkah berikutnya adalah pembuatan rencana daftar isi karya ilmiah. Ragangan masalah yang dianalisis ditempatkan pada bab 2 dalam daftar isi. Untuk membuat daftar isi yang lengkap, analisis masalah yang hanya satu bab (contoh ragangan 1) dilengkapi dengan tajuk prakata, daftar isi, daftar tabel(jika ada), daftar gambar (jika ada), dan bab pendahuluan. Bab I Pendahuluan itu terdiri atas latar belakang dan masalah, ruang lingkup, anggapan 31

32 dasar, hipotesis, dan kerangka teori, populasi dan sampel, serta metode dan teknik. Kemudian, pada bagian akhir daftar isi dicantumkan tajuk bab simpulan dan saran, daftar pustaka, dan lampiran (jika ada). CONTOH DAFTAR ISI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN PAPAN PARTIKEL DI JAKARTA SELATAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.2 Ruang Lingkup 1.3 Anggapan Dasar, Hipotesis, dan Kerangka Teori 1.4 Populasi dan Sampel 1.5 Metode dan Teknik BAB II PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN PAPAN PARTIKEL 2.1 Pengenalan Papan Partikel Jenis-Jenis Papan Partikel Sifat-Sifat Papan Partikel 2.2 Pembuatan Papan Partikel Bahan Baku Proses Pembuatan Teknik Pembuatan 2.3 Penggunaan Papan Partikel Tempat Penggunaan Papan Partikel Keuntungan Penggunaan Papan Partikel BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Simpulan 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Contoh ragangan karangan dan contoh daftar isi di atas hanya merupakan kemungkinan kerangka dasar pola berpikir yang diterapkan dalam menyusun karya ilmiah. Tidak tertutup kemungkinan adanya pola berpikir lain (yang lebih sempurna). Ada baiknya pola daftar isi itu disamakan. Paling sedikit sebuah kerangka ilmiah berisi tiga bab, yaitu pendahuluan, isi atau analisis, dan penutup. Kalau isi/analisis karangan itu agak luas, Anda dapat memecah isi itu menjadi dua atau tiga bab sehingga karya ilmiah menjadi empat atau lima bab. Berdasarkan garis besar pemikiran itulah Anda bekerja. Anda tinggal mengembangkan ide pokok tersebut dengan ide penjelasan di dalam paragraf-paragraf. Seandainya dalam mengembangkan suatu ide Anda mengalami kesulitan Anda tentu harus mencari dahulu kepustakaan yang berkaitan dengan ide pokok tersebut. 4.3 Pengumpulan Data Jika judul karya ilmiah dan ragangannya sudah disetujui oleh pembimbing atau oleh pimpinan lembaga pendidikan tinggi yang bersangkutan, penyusun sudah dapat mulai mengumpulkan data. Langkah pertama yang harus ditempuh dalam pengumpulan data adalah mencari informasi dari kepustakaan (buku, koran, majalah, brosur) mengenai hal-hal yang ada relevansinya dengan judul garapan. Informasi yang relevan diambil sarinya dan dicatat pada kartu hasil studi. Di samping pencarian informasi dari kepustakaan, penyusun juga dapat memulai terjun ke lapangan. Akan tetapi, sebelum terjun ke lapangan, penyusun minta izin kepada pemerintah setempat 32

33 atau kepada pimpinan perusahaan yang perusahaannya akan diteliti. Data di lapangan dapat dikumpulkan melalui pengamatan, wawancara atau eksperimen. 4.4 Pengorganisasian/Pengonsepan Jika data sudah terkumpul, penyusun menyeleksi dan mengorganisasi data tersebut. Penyusun harus menggolong-golongkan data menurut jenis, sifat atau bentuk. Penyusun menentukan data mana yang akan dibicarakan kemudian. Jadi, penyusun harus mengolah dan menganalisis data yang ada dengan teknik-teknik yang ditentukan. Misalnya jika penelitian bersifat kuantitatif, data diolah dan dianalisis dengan teknik statistik. Selanjutnya, penyusun dapat mulai mengonsep karya ilmiah itu sesuai dengan urutan dalam ragangan yang ditetapkan. 4.5 Pemeriksaan/Penyuntingan Sebelum mengetik konsep, penyusun memeriksa dahulu konsep itu. Tentu ada bagian yang tumpang tindih atau ada penjelasan yang berulang-ulang. Buanglah penjelasan yang tidak perlu dan tambahkan penjelasan yang dirasakan sangat menunjang pembahasan. Secara ringkas, pemeriksaan konsep mencakupi pemeriksaan isi karya ilmiah dan cara penyajian karya ilmiah, termasuk penyuntingan bahasa yang digunakannya 4. 6 Pengetikan/Penyajian Dalam mengetik naskah, penyusun hendaklah memperhatikan segi kerapian dan kebersihan. Penyusun memperhatikan tata letak unsur-unsur dalam karya ilmiah. Misalnya, penyusun menata unsur-unsur yang tercantum dalam kulit luar, unsur-unsur dalam halaman judul, unsur-unsur dalam daftar isi, dan unsur-unsur dalam daftar pustaka. 33

34 BAB V KONVENSI NASKAH KARYA ILMIAH 5.1 Pengantar Walaupun tiap-tiap perguruan tinggi memiliki ketentuan masing-masing tentang prosedur pembuatan karya ilmiah, pada dasarnya konvensi penulisannya sama. Konvensi penulisan karya ilmiah itu menyangkut (1) bentuk karya ilmiah dan (2) bagian-bagian karya ilmiah. Pembicaraan bentuk karya ilmiah mencakupi (a) bahan yang digunakan, (b) perwajahan, dan (c) penomoran halaman. Pembicaraan bagian-bagian karya ilmiah mencakupi (a) judul karya ilmiah, (b) judul bab-bab dalam karya ilmiah, (c) judul anak bab, (d) judul tabel, grafik, bagan, gambar, (e) daftar pustaka, dan (f) lampiran. 5.2 Bahan dan Jumlah Halaman Kertas yang digunakan untuk mengetik karya ilmiah sebaiknya kertas HVS yang berukuran kuarto (21,5 x 28 cm2), sedangkan untuk kulitnya digunakan kertas yang agak tebal. Kemudian, komputer yang digunakan hendaknya komputer yang huruf-hurufnya tegak dan masih jelas, tidak meloncat-loncat. Pemakaian komputer yang hurufnya miring tidak diizinkan. Jika komputer yang digunakan lebih dari satu, usahakan agar ukuran dan bentuk hurufnya sama sehingga hanya terdapat satu ukuran dan satu bentuk huruf dalam suatu karya ilmiah. Dalam hubungan itu, tinta yang digunakan harus berwarna hitam. Jumlah halaman makalah untuk melengkapi ujian semester dalam mata kuliah tertentu, misalnya, berkisar antara halaman, tidak termasuk prakata, daftar isi, dan daftar pustaka. Jumlah halaman skripsi untuk memenuhi syarat ujian diploma atau sarjana minimal 30 halaman. Untuk karya ilmiah yang ditulis dalam rangka mengikuti suatu sayembara, jumlah halaman disesuaikan dengan ketentuan panitia. 5.3 Perwajahan Perwajahan adalah tata letak unsur-unsur karya ilmiah serta aturan penulisan unsur-unsur tersebut yang dikaitkan dengan segi keindahan dan estetika naskah. Tata letak dan penulisan unsur-unsur karya ilmiah harus diusahakan sebaik-baiknya agar karya ilmiah tampak rapi dan menarik. Periksalah kulit luar naskah, halaman, judul, daftar isi, daftar pustaka. Sudah lengkapkah bagian-bagian di dalamnya? Dalam pembicaraan tentang perwajahan akan dibahas a) kertas pola ukuran dan b) penomoran Kertas Pola Ukuran Supaya setiap halaman ketikan tampak rapi, sebaiknya ketika Anda mengetik, gunakan kertas pola ukuran. Kertas pola ukuran itu dipasang setiap kali mengganti halaman dan kertas pola ukuran itu harus ditaati agar hasil ketikan tampak rapi. Namun, 34

35 jika Anda menggunakan komputer, program-program tertentu harus dikuasai dahulu agar format yang dikehendaki terwujud. Buatlah garis-garis pembatas pada kertas pola ukuran itu dengan ukuran: a. pias atas 6 cm b. pias bawah 3 cm c. pias kiri 4 cm, dan d. pias kanan 2,5 cm. Tajuk "Prakata" atau "Ucapan Terima Kasih", "Daftar Isi", "Bab I Pendahuluan", "Bab II Pembahasan, Analisis" atau "Uraian Masalah", "Bab III Penutup, Simpulan", "Daftar Pustaka", dan "Lampiran" harus dituliskan dengan huruf kapital, terletak di tengah-tengah dan sekitar 7 cm dari pinggir atas kertas (seperempat) bagian kertas dikosongkan, serta tidak diberi tanda baca apa pun Penomoran a. Angka yang Digunakan Penomoran yang lazim digunakan dalam karya ilmiah adalah dengan angka Romawi kecil, angka Romawi besar, dan angka Arab. Angka Romawi kecil (i, ii, iii, iv, 35

36 v) dipakai untuk menomori halaman yang bertajuk prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik (jika ada), daftar bagan (jika ada), daftar skema (jika ada), daftar singkatan dan lambang (jika ada). Angka Romawi besar (I, II, III, IV, V) digunakan untuk menomori tajuk bab pendahuluan, tajuk bab analisis, dan tajuk bab simpulan. Angka Arab (1, 2, 3, 4, 5) digunakan untuk menomori halaman-halaman naskah mulai bab pendahuluan sampai dengan halaman terakhir dan untuk menomori nama-nama tabel, grafik, bagan, dan skema. b. Letak Penomoran Halaman judul, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, daftar bagan, daftar skema, daftar singkatan dan lambang menggunakan angka Romawi kecil yang diletakkan pada bagian bawah, tepat di tengah-tengah. Halaman yang bertajuk bab pendahuluan, bab analisis, bab simpulan, daftar pustaka, indeks, dan lampiran menggunakan angka Arab yang diletakkan pada bagian bawah tepat di tengah-tengah. Halaman-halaman naskah lanjutan menggunakan angka Arab yang diletakkan pada bagian kanan atas. c. Penomoran Anak Bab Anak bab dan sub anak bab dinomori dengan angka Arab sistem digital. Angka terakhir dalam digital ini tidak diberi titik (seperti 1.1, 1.2, 2.1, 2.2, 2.2.1, 2.2.2, 3.1, 3.2). Dalam hubungan ini, angka digital tidak lebih dari tiga angka, sedangkan penomoran selanjutnya menggunakan a., b., c., kemudian 1), 2), 3), selanjutnya a), b), c), dan seterusnya. Perhatikan contoh penomoran selengkapnya. 5.4 Penyajian 36

37 Dalam bagian ini akan dibicarakan cara-cara pengartuan hasil studi pustaka, penampilan bahan kutipan, pengintegrasian kutipan ke dalam teks, dan penulisan catatan kaki Pengartuan Hasil Studi Pustaka Sebelum mulai menulis karya ilmiah, tentu Anda sudah memilih dan menentukan bahan bacaan yang membahas masalah yang akan Anda tulis atau sekurang-kurangnya berkaitan dengan masalah tersebut. Sumber bacaan itu dapat berupa buku yang sudah diterbitkan, naskah yang belum diterbitkan, tabloid, majalah, surat kabar, atau antologi. Anda akan menemukan isi pernyataan atau keterangan yang menurut Anda sendiri pantas dijadikan kutipan. Segala keterangan yang relevan dan mendukung karya ilmiah yang akan digarap hendaknya dicatat pada kartu hasil studi pustaka. Keterangan itu dapat berupa rumus, definisi, atau perincian yang berhubungan erat dengan pokok garapan dan dituliskan dalam kartu hasil pustaka, yang berukuran sekitar 14x10 cm2. Segala isi pernyataan atau keterangan yang menurut pendapat Anda sangat relevan dengan karya ilmiah yang akan ditulis, isi pernyataan itu segera Anda pindahkan ke dalam kartu hasil studi pustaka yang sudah Anda siapkan. Tuliskan pokok masalah pada sudut kanan sebelah atas. Di bawah pokok masalah, Anda mencantumkan data kepustakaan (pengarang, tahun terbit, judul buku, tempat terbit, nama penerbit, dan nomor halaman). Data kepustakaan ini akan Anda gunakan nanti pada waktu akan merujuknya. 37

38 5.4.2 Penampilan Kutipan Isi pernyataan atau keterangan yang tercantum dalam kartu hasil studi pustaka ditampilkan dalam naskah untuk menunjang dan memperkuat ide-ide yang dikemukakan dalam karya ilmiah. Penampilan kutipan sebagai pertanggungjawaban moral penulis dalam hubungannya dengan kelaziman dalam karang-mengarang, mengikuti ketentuan-ketentuan berikut ini. a. Istilah-istilah seperti ibid, op cit, dan loc cit tidak perlu digunakan dalam karya ilmiah karena pembaca tidak akan langsung mengetahui siapa yang membuat isi pernyataan itu. Dalam karya ilmiah pada masa lalu istilah-istilah itu digunakan dan berarti sebagai berikut: - ibid = ibidem berarti 'kutipan diambil dari sumber yang sama tanpa disela oleh sumber lain. - op cit = opere citato berarti kutipan diambil dari sumber yang telah disebut sebelumnya pada halaman yang berbeda dan telah diselingi sumber lain; - loc cit = loco citato berarti 'kutipan diambil dari sumber dan halaman yang sama yang telah disela oleh sumber lain. b. Jika nama pengarang dituliskan sebelum bunyi kutipan, ketentuannya sebagai berikut, buatlah dahulu pengantar kalimat yang sesuai dengan keperluan, kemudian tulislah nama akhir pengarang, berikutnya cantumkan tahun terbit, titik dua, dan nomor halaman di dalam kurung, baru kutipan ditampilkan, baik dengan kalimat langsung maupun dengan kalimat tidak langsung. Contoh: Dalam hal pengasapan, Suhadi (2006:34) mengatakan, pengasapan ikan dengan menaikkan suhu semaksimal mungkin akan mendapatkan ikan yang lebih baik dan lebih enak rasanya. Selain itu, waktu bisa dihemat. c. Jika nama pengarang dicantumkan setelah bunyi kutipan, ketentuannya sebagai berikut, buatlah dahulu pengantar kalimat yang sesuai dengan. keperluan tampilkan kutipan, kemudian sebutkan nama akhir pengarang, tanda koma, tahun terbit, titik dua, dan nomor halaman di dalam kurung, dan akhirnya diberi titik. Contoh: Lebih tegas lagi dikatakan, bahwa amoniak dikirimkan secara kontinu untuk memenuhi keperluan PT. Petro Kimia Gresik dan diekspor ke Filipina, India, Thailand, Korea Selatan, dan Jepang (Subandi, 2006:40). d. Ketentuan b) dan c) berlaku juga bagi kutipan yang berasal dari suatu sumber yang pengarangnya dua orang. Contoh: Selanjutnya, Eman dan Fauzi (2007:18) mengatakan bahwa tenaga mesin itu dapat mengatasi sekian tenaga manusia. Oleh sebab itu, masalah ketenagakerjaan menjadi masalah yang serius pula. Pilihan lain sebagai berikut: Dalam bagian lain dikemukakannya bahwa tenaga mesin itu dapat mengatasi sekian tenaga manusia. Oleh sebab itu, masalah ketenagakerjaan menjadi masalah yang serius pula (Eman dan Fauzi, 2007:18). 38

39 e. Pendapat tersebut dan buku-buku itu membicarakan hal yang sama, penampilan kutipannya sebagai berikut: Untuk menciptakan bentuk yang harmonis dan estetika diperlukan unsur-unsur yang menjadi penunjang bentuk-bentuk arsitektur (Ali, 2005:5; Gani, 2006:17; Wawan, 2007:54). Lihatlah penggunaan titik koma di antara sumber-sumber kutipan tersebut. f. Jika nama pengarang lebih dari dua orang, yang disebutkan hanya pengarang pertama dengan memberikan et al atau dkk. (berarti dan kawan-kawan) di belakang nama tersebut. Contoh: Jika dirumuskan bagaimana hubungan arsitektur dan arsitek, Sularso dkk. (2007:10-11) mengatakan bahwa arsitektur adalah perpaduan ilmu dan seni, sedangkan arsitek adalah orang yang menciptakan ruang sehingga melahirkan bentuk-bentuk arsitektur yang beraneka ragam. g. Jika kutipan hanya lima baris atau kurang dari lima baris, penampilannya seperti dicontohkan di atas, yaitu kutipan dicantumkan di dalam teks dengan jarak dua spasi baik dengan kutipan langsung atau dengan kutipan tidak langsung, sedangkan kutipan yang lebih dari lima baris dicantumkan di bawah teks dengan jarak satu spasi, dan menjorok sekitar lima pukulan mesin tik, baik di sebelah kiri maupun di sebelah kanan, tanpa diberi tanda petik. Perhatikan contoh berikut: Ternyata, ular itu banyak sekali jenisnya serta memiliki ciri yang bermacam-macam, seperti dikatakan oleh Suhono (2007:43) sebagai berikut: Di Pulau Jawa dikenal 110 jenis ular, baik yang berbisa maupun yang tidak berbisa dengan taring di muka berjumlah 30 jenis, 18 jenis di antaranya terdiri dari ular-ular laut. Hingga kini didapatkan 12 jenis ular berbisa yang hidup di darat. Ke-12 jenis ular berbisa yang hidup di darat Pulau Jawa ini 4 jenis ular termasuk ke dalam keluarga viperidae dan 8 jenis ular termasuk ke dalam elapidae. Ularular lainnya (80 jenis) termasuk ular-ular yang tidak berbisa. h. Jika yang sebagai berikut: dikutip isi pernyataan dari internet, pencantumannya Persoalan utang negara sudah menjadi bola panas. Hubungan Departeman Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjadi sengit karena berbeda pandangan dalam manajemannya. Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, akan membentuk tim khusus yang akan mengelola utang negara. Sementara koleganyadi kabinet, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, malah langsung akan membentuk Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Risiko. (Sumber: Pengintegrasian Kutipan ke dalam Teks Walaupun sudah diberikan dengan jelas cara-cara menampilkan kutipan, bagian ini akan memberikan petunjuk bagaimana kutipan ini diintegrasikan ke dalam teks. Jika kutipan dari kartu hasil studi pustaka akan ditampilkan dalam suatu paragraf, usahakan agar koherensi paragraf tetap utuh tidak sampai timbul kesan, kutipan itu muncul tibatiba yang tidak ada relevansinya dengan pembicaraan dalam paragraf yang bersangkutan. Contoh pengintegrasian kutipan berikut ke dalam teks cukup memadai. 39

40 Amoniak selain digunakan sebagai bahan pembuat urea, juga merupakan barang komoditas yang sampai saat ini merupakan komoditas dalam negeri dan komoditas ekspor seperti dikatakan oleh Subandi (2006:40), "Amoniak dikirimkan secara kontinu untuk memenuhi keperluan PT Petro Kimia Gresik dan diekspor ke Filipina, India, Thailand, Korea Selatan, dan Jepang." Catatan Kaki Catatan kaki adalah suatu keterangan tambahan tentang istilah atau ungkapan yang tercantum dalam naskah. Catatan kaki dapat juga berupa rujukan kepada sesuatu yang bukan buku, seperti keterangan wawancara, pidato di televisi, dan yang sejenis dengan itu. Bagian yang akan diterangkan itu diberi nomor 1, 2, 3, dan seterusnya di belakangnya. Nomor itu dinaikkan setengah spasi tanpa jarak ketukan. Catatan kaki diletakkan di bagian bawah halaman dengan dibatasi oleh garis sepanjang sepuluh pukulan dari pias kiri jarak dari garis pembatas ke catatan kaki dua spasi. Nomor catatan kaki dinaikkan setengah spasi di depan penjelasannya dan diberi kurung tutup. BAB VI SISTEMATIKA KARYA ILMIAH Sistematika karya ilmiah adalah aturan meletakkan bagian-bagian karangan ilmiah, bagian mana yang harus didahulukan dan bagian mana pula yang harus dikemudiankan. Secara garis besarnya, bagian yang diletakkan di depan lazim disebut bagian pembuka karya ilmiah, yang terdiri atas 1) kulit luar, 2) halaman judul, 3) halaman pengesahan (jika diperlukan), 4) halaman penerimaan (jika diperlukan), 5) prakata, 6) daftar isi, 7) daftar tabel (jika ada), 8) daftar grafik, bagan, gambar (jika ada), 9) daftar singkatan dan lambang (jika ada). Bagian-bagian selanjutnya disebut bagian inti karya ilmiah, yang terdiri atas 1) bab pendahuluan, 2) bab analisis atau pembahasan, dan 3) bab simpulan. Selanjutnya, bagian yang ada setelah simpulan disebut bagian penutup karya ilmiah, yang terdiri atas 1) daftar pustaka, 2) indeks (jika diperlukan), dan 3) lampiran (jika diperlukan). 6.1 Bagian Pembuka 40

41 6.1.1 Kulit Luar Dicantumkan pada kulit luar adalah a) judul karya ilmiah, lengkap dengan anak judul (jika ada), b) keperluan penyusunan, c) nama penyusun, d) nama lembaga pendidikan tinggi (nama jurusan, fakultas, dan universitas), e) nama kota tempat lembaga pendidikan tinggi, dan f) tahun penyusunan. a. Judul Karya llmiah dan Keterangannya Judul karya ilmiah dicantumkan sekitar empat sentimeter dari pinggir atas kertas. Judul karya ilmiah dituliskan dengan huruf kapital seluruhnya tanpa diakhiri tanda baca apa pun. Seperti dikemukakan pada halaman terdahulu, jika judul itu memiliki anak judul, antara judul dan anak judul dibubuhkan titik dua. Perhatikan penulisan judul karya ilmiah tanpa anak judul. PENGEMBANGAN INDUSTRI METANOL DI PULAU BUNYU TAHUN 2000-AN Judul karya ilmiah lengkap dengan anak judul. PENINGKATAN INDUSTRI BAJA DI KRAKATAU STEEL CILEGON: SEGI KUALITAS DAN KUANTITAS b. Maksud Penyusunan Maksud penyusunan karya ilmiah dicantumkan di bawah judul, yang ditulis dengan menggunakan huruf kapital pada semua awal kata, kecuali kata tugas, seperti di, dalam, dan, bagi, untuk, dan dari. Isi pernyataan ini pun tidak diberi tanda baca apa-apa. Misalnya: a) Skripsi yang Disusun guna Melengkapi Syarat Ujian Sarjana pada Fakultas Ekonomi, Universitas Trisakti. b) Skripsi yang Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana. Nama penyusun dan nomor induk mahasiswa dicantumkan di bawah maksud penyusunan dengan didahului kata Oleh dengan huruf awal kapital. Selanjutnya, nama penyusun juga dituliskan dengan huruf awal kapital. Kemudian, singkatan nomor induk mahasiswa (NIM tidak diberi titik) dan nomor induk mahasiswa dicantumkan di bawah nama. Misalnya: a) Oleh Tommyartha NIM b) Oleh Nita Usse Nomor Kemudian, nama jurusan, fakultas, universitas, atau sekolah tinggi tempat penyusunan dicantumkan di bawah identitas penyusun yang diikuti nama kota tempat penyusunan dan tahun penyusunan. Keterangan ini dituliskan dengan huruf kapital semua. Dalam penulisan harus diusahakan agar setiap unsur di atas dituliskan dalam baris yang berbeda. Misalnya: a) Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Mineral Universitas Trisakti Jakarta 2006 b) Jurusan Akuntansi 41

42 Sekolah Tinggi llmu Ekonomi Perbanas Jakarta 2007 Harus diperhatikan oleh penyusun karya ilmiah, jarak antar judul, penyusun, nama lembaga pendidikan tinggi itu diusahakan sama. Selain itu, bagian yang kosong pada pias atas dan pias bawah serta pias kiri dan pias kanan tidak melampaui batas yang ditentukan oleh pola ukuran kertas. Dalam menyajikan bagian-bagian yang terdapat pada kulit luar, dapat digunakan sistem simetris dan dapat pula digunakan sistem lurus. 42

43 43

44 6.1.2 Halaman Judul Penulisan halaman judul harus sama persis dengan penulisan kulit luar. Ukuran hurufnya sama; kapital atau tidak kapitalnya sama, sistem simetris atau sistem lurusnya sama. Pendeknya, yang tercantum dalam halaman judul merupakan turunan semua hal yang terdapat dalam kulit luar Halaman Pengesahan Ada atau tidak adanya bagian ini bergantung pada kelaziman perguruan tinggi masing-masing. Halaman ini disediakan untuk mencantumkan nama-nama dosen pembimbing, nama ketua jurusan, dan nama dekan yang bertanggung jawab akan kesahihan karya ilmiah. Jenis-jenis istilah yang tercantum dalam halaman ini berbeda-beda bergantung juga pada kebiasaan yang berlaku di lingkungan masing-masing. Misalnya, suatu perguruan tinggi menggunakan istilah pembimbing, tetapi perguruan tinggi yang lain menggunakan istilah pembaca atau penanggung jawab. Penempatan istilahistilah pembimbing, pembaca, atau penanggung jawab berbeda-beda pula. Ada perguruan tinggi yang mencantumkan secara simetris. Pada halaman pengesahan dicantumkan pula tanggal, bulan, dan tahun persetujuan. 44

45 45

46 Halaman Penerimaan Pada perguruan tinggi tertentu, setelah halaman pengesahan, dicantumkan juga halaman penerimaan oleh panitia ujian sarjana muda/sarjana. Contoh halaman penerimaan adalah sebagai berikut Prakata Prakata ditulis untuk memberikan gambaran umum kepada pembaca tentang penulisan karya ilmiah. Dengan membaca prakata, seseorang akan segera mengetahui, antara lain maksud penulis menyajikan karya ilmiah, hal-hal apa saja yang termuat dalam karya ilmiah, dan pihak-pihak mana saja yang memberikan keterangan kepada penulis. Penyajian prakata hendaklah singkat, tetapi jelas. Dalam hubungan itu, unsur-unsur yang dicantumkan dalam prakata hendaklah dibatasi pada (1) puji syukur kepada Tuhan yang telah memberikan kekuatan kepada penulis karya ilmiah, (2) penjelasan tentang pelaksanaan penyusunan karya ilmiah, (3) informasi tentang arahan dan bantuan dari berbagai pihak, (4) ucapan terima kasih kepada semua pihak yang memungkinkan tersusunnya karya ilmiah, dan (5) penyebutan nama tempat, tanggal, bulan, dan tahun penyusunan, serta nama penyusun karya ilmiah. Tajuk prakata dituliskan dengan huruf kapital seluruhnya tanpa diberi tanda baca apa pun dan diletakkan turun sekitar seperempat bagian (tujuh sentimeter) dari pinggir atas kertas dan persis di tengah-tengah. 46

47 Daftar Tabel Karya ilmiah yang lengkap selain menganalisis data dengan saksama, juga mencantumkan tabel yang merupakan gambaran nyata analisis masalah. Nama-nama tabel yang tercantum di dalam karya ilmiah itu dimuat dalam daftar tabel (jika ada). Cara penulisan daftar itu sebagai berikut. Tajuk daftar tabel dituliskan dengan huruf kapital seluruhnya, tanpa diberi tanda baca apa pun. Tajuk daftar tabel terletak di tengah-tengah kertas dan turun seperempat bagian dari pinggir atas kertas. Nama-nama tabel itu diberi nomor dengan angka Arab dan dituliskan dengan huruf kapital pada semua awal katanya, kecuali partikel seperti di, ke, dan, dari, yang, dan untuk Daftar Grafik, Bagan atau Skema Pada dasarnya, penulisan daftar grafik, daftar bagan, atau daftar skema (jika ada) hampir sama dengan penulisan daftar tabel. Daftar grafik, daftar bagan, atau daftar skema itu dibuat jika dalam satu karya ilmiah terdapat lebih dari satu grafik, bagan, atau skema. Cara menuliskannya adalah sebagai berikut. Di tengah-tengah kertas dituliskan tajuk DAFTAR GRAFIK, DAFTAR BAGAN, atau DAFTAR SKEMA dengan huruf kapital semua, tanpa diberi tanda baca apa pun. Tajuk-tajuk ini pun diletakkan di tengah-tengah kertas dan turun seperempat bagian dari pinggir atas kertas (tujuh sentimeter). Berilah nomor urut grafik, bagan, atau skema dengan angka Arab, 1, 2, 3, dan seterusnya, seperti Grafik 1, Bagian 2, atau Skema 5 dengan diikuti nama masing-masing Daftar Singkatan dan Lambang Dalam karya ilmiah, penulis dapat menggunakan singkatan atau lambang istilah atau nama sesuatu. Hal itu dilakukan agar isi karya ilmiah terasa padat, efisien, dan efektif. Singkatan dan lambang yang digunakan dalam bagian analisis harus dimuat dalam daftar singkatan dan lambang. Perhatikan beberapa contoh pengetikan tabel dan contoh daftar tabel di bawah ini. 47

48 48

49 Tidak ada patokan yang pasti dalam pemakaian singkatan dan lambang, apakah singkatan dan lambang itu dituliskan dengan huruf kapital seluruhnya, huruf kecil 49

50 seluruhnya, atau gabungan kapital dan kecil. Patokan yang ada bahwa singkatan dan lambang itu harus digunakan dan dituliskan secara konsisten atau ajeg dari halaman pertama sampai dengan halaman terakhir. Ketentuan yang lain, pada saat pertama kali digunakan, singkatan itu harus didahului oleh bentuk lengkapnya, singkatannya dituliskan di dalam kurung, seperti contoh berikut. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sedangkan pada pemakaian berikutnya, bentuk lengkapnya tidak perlu dituliskan berulang-ulang, tetapi cukup singkatannya saja, tanpa diberi tanda kurung. Masalah lambang yang akan digunakan dalam karya ilmiah bergantung pada keinginan penulis. Penulis sendirilah yang menciptakan jenis dan bentuk lambang. Seperti penggunaan singkatan, penggunaan lambang pun harus konsisten/ajeg. Perhatikan contoh daftar singkatan dan lambang berikut 6.2 Bagian Inti Karya llmiah Dalam bagian inti ini akan terdapat tiga jenis sajian, yakni: 1. Bab pendahuluan; 2. Bab analisis dan pembahasan; serta 3. Bab simpulan dan saran. (saran tidak selalu diperlukan). Tiap-tiap sajian dalam bagian ini memiliki pula beberapa macam permasalahan, seperti tercantum di bawah ini Bab Pendahuluan Bab pendahuluan adalah bab yang mengantarkan isi naskah, yaitu bab yang berisi halhal umum yang dijadikan landasan kerja dan arah kerja penyusun. Berikut ini akan dibicarakan bagianbagian bab pendahuluan itu. a. Latar Belakang dan Masalah Bagian ini harus mencantumkan alasan penulis mengambil judul itu dan manfaat praktis yang dapat diambil dari karya ilmiah tersebut. Bagian ini mengemukakan juga beberapa buku yang telah dibaca yang juga memasalahkan topik yang sama atau yang relevan, dan menyebutkan perbedaannya dengan pembahasan karya ilmiah yang ditulis 50

51 sekarang. Bagian ini mencantumkan juga bagian-bagian yang akan dibahas dalam babbab berikutnya agar pembaca segera mengetahuinya secara sepintas lalu. b. Tujuan Pembahasan Bagian ini mencantumkan garis besar tujuan pembahasan dengan jelas, yaitu gambaran hasil yang akan dicapai, seperti ingin memperoleh gambaran umum tentang faktor-faktor apa saja yang menjadikan warga atau penghuni suatu kompleks perumahan itu merasa tenang, tenteram, dan puas jika judul karya ilmiahnya adalah "Faktor-faktor Penyebab Rasa Aman bagi Penghuni Kompleks Puri Kartika Ciledug, Tangerang". Bisa juga ingin memperoleh gambaran yang jelas tentang peranan penyelia (supervisor) dalam pembangunan proyek-proyek raksasa di Jakarta jika karya ilmiahnya berjudul "Peranan Penyelia dalam Pembangunan Proyek Raksasa di Jakarta". Tujuan boleh lebih dari satu asalkan semuanya mempunyai kaitan dan ada relevansinya dengan judul. c. Ruang Lingkup/Pembatasan Masalah Ruang lingkup ini menjelaskan pembatasan masalah yang dibahas. Dalam hal ini, pembatasan masalah itu hendaknya terinci, istilah-istilah yang berhubungan dengan itu dirumuskan secara tepat. Ruang lingkup ini dijabarkan bersesuaian dengan tujuan pembahasan. Andaikata judul karya ilmiah itu adalah "Manfaat Desain Interior bagi Perumahan Tempat Tinggal di Jakarta", ruang lingkupnya, misalnya adalah sebagai berikut. Ruang lingkup pembahasan ini adalah manfaat desain interior. Manfaat desain interior adalah kegunaan ruangan dalam rumah tinggal. Hal ini akan dilihat dari segi penyusunan ruangan, pembagian ruangan, penyinaran matahari, dan penggantian udara. Dengan demikian, karya ilmiah ini tidak perlu mempermasalahkan hubungan antarwarga dalam suatu kompleks perumahan dan tidak perlu menguraikan bahan-bahan yang diperlukan untuk suatu bangunan. d. Anggapan Dasar Anggapan dasar (yang disebut juga asumsi) adalah isi pernyataan umum yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Anggapan dasar inilah yang akan memberikan arah kepada penulis dalam mengerjakan penelitiannya dan anggapan dasar ini pula yang akan mewarnai simpulan penelitian yang diambil. Anggapan dasar dapat juga berupa suatu teori atau prinsip yang berkaitan dengan pokok masalah yang akan diteliti, yang sudah dapat dipertanggungjawabkan. Isi pernyataan anggapan dasar harus ringkas, jelas, dan relevan dengan masalah yang dikemukakan. e. Hipotesis Jika anggapan dasar sudah ditentukan, kini Anda membuat hipotesis. Hipotesis tidak sama dengan dugaan. Hipotesis merupakan teori penyamarataan coba-coba dan merupakan suatu prinsip baru berdasarkan hasil observasi yang sistematis terhadap fakta yang khas. Hipotesis (disebut juga hipotesis kerja) adalah isi pernyataan yang berupa generalisasi tentatif (sementara) tentang suatu masalah, yang belum pasti kebenarannya. Hipotesis inilah yang akan diuji benar atau tidak benarnya dalam penelitian ini. Boleh jadi, dalam simpulan nanti ternyata hipotesis itu benar atau hipotesis itu tidak benar. Hipotesis harus dirumuskan secara jelas dan sederhana. f. Kerangka Teori Kerangka teori berisi prinsip-prinsip teori yang memengaruhi dalam pembahasan. Prinsip-prinsip teori itu berguna untuk membantu gambaran langkah dan arah kerja. Kerangka teori akan membantu penulis dalam membahas masalah yang diteliti. Kerangka teori itu harus dapat menggambarkan tata kerja teori itu. Misalnya, kerangka teori untuk hal-hal yang berhubungan dengan desain interior adalah bagaimana seharusnya penyusunan ruangan, pembagian ruangan, penggantian udara, dan penyinaran matahari ke dalam ruangan. Semua teori yang menunjang peranan desain interior suatu rumah tinggal 51

52 dikemukakan secara jelas di sini. Dalam bab-bab selanjutnya, semua penerapan teori dipakai. Jadi, pada bagian kerangka teori, semua teori dipasang. e. Sumber Data/Populasi dan Sampel Suatu penelitian ilmiah harus pula memaparkan sumber data. Sumber data adalah tempat penulis bertumpu. Artinya, penelitian bertolak dari sumber data. Kalau penelitian itu melihat desain interior suatu rumah tinggal, sumber datanya adalah desain interior itu sendiri, yang ada di kompleks perumahan di Jakarta Pusat, misalnya. Kalau penelitian itu melihat manajemen suatu perusahaan batik, sumber datanya adalah perusahaan batik itu sendiri, yaitu Perusahaan Batik Sejahtera dan Perusahaan Batik Maju di Yogyakarta, misalnya. Sumber data itu boleh lebih dari satu. Jika penelitian meninjau sebuah buku, seperti banyak dilakukan oleh kelompok sosial, sumber datanya ialah buku itu sendiri. Umpamanya, "Tema Cerita dalam Buku Racun bagi Para Pemuda karya D.K. Ardiwinata." Jika sumber data banyak yang beragam, dalam bagian ini penulis karya ilmiah dapat pula menggunakan istilah populasi dan sampel. Populasi adalah kumpulan dari seluruh sumber data yang akan diteliti. Contoh populasi: Populasi penelitian ini adalah seluruh murid kelas III SMA, negeri dan swasta di Tasikmalaya. Karena data penelitian ini banyak dan tidak mungkin dapat diteliti seluruhnya mengingat waktu dan dana yang tersedia terbatas, peneliti dapat mengambil hanya beberapa bagian sebagai sampel (percontoh). Syarat sampel yang baik, sampel itu harus dapat mewakili seluruh populasi. Berdasarkan sampel yang diteliti itulah, peneliti dapat membuat suatu generalisasi tentang populasi penelitian. Contoh sampel: Sampel penelitian ini adalah 200 orang murid, yang diambil dari sebuah SMA negeri dan sebuah SMA swasta (masing-masing 100 orang) dari 20 kecamatan yang ada di Tasikmalaya. F. Metode dan Teknik Penelitian ilmiah harus menggunakan metode dan teknik penelitian. Menurut Wiradi (1988:9), metode adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun secara sistematis (urutannya logis). Sedangkan teknik adalah cara melakukan setiap langkah tersebut. Dalam masyarakat ilmiah dikenal metode penelitian lapangan dan bukan penelitian lapangan. Tergolong metode penelitian lapangan adalah sebagai berikut. Kalau dalam penelitian itu penulis datang ke sumber data dan menganalisis data itu apa adanya, metode ini disebut metode deskriptif. Andaikata dalam penelitian itu, penulis membandingkan dua sumber data, metode yang dipakai adalah metode komparatif. Selanjutnya, jika penelitian itu menggunakan metode percobaan di lapangan atau pengujian di laboratorium, metode tersebut dapat dikatakan metode eksperimen. Selain itu, dalam penelitian sosial digunakan metode lain, seperti metode sensus, metode survey, metode studi kasus, yang merupakan metode penelitian lapangan, dan metode penelitian kepustakaan, serta metode analisis isi. Dalam praktik penelitian, terutama dalam penelitian sosial, kadang-kadang digunakan kombinasi berbagai metode. Artinya, digunakan dua metode atau lebih dalam suatu penelitian, terlebih jika penelitian itu dilakukan antar disiplin. Teknik penelitian yang dapat digunakan adalah teknik wawancara, angket, data kuesioner (daftar tanyaan) dan observasi. 52

53 6.2.2 Bab Analisis atau Bab Pembahasan Bab analisis atau bab pembahasan ini merupakan bab yang terpenting dalam penelitian ilmiah. Di dalam bab ini akan dilakukan kegiatan analisis, sintetis pembahasan, interpretasi, jalan keluar dan beberapa pengolahan data secara tuntas. Bagian ini dapat dibagi menjadi beberapa bab, setiap bab dibagi menjadi anak bab, sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dengan demikian, segala masalah yang akan dijangkau terbicarakan dalam bab ini. Bab ini dapat diuji dengan beberapa pertanyaan: 1) Sudahkah keseluruhan tahap pengolahan data (deskripsi, analisis, interpretasi) itu memberikan keyakinan terhadap pembaca? 2) Sudahkah semua masalah dapat dilaksanakan secara taat asas dan lengkap? 3) Sudahkah keseluruhan gambaran analisis dan interpretasi itu mempunyai korelasi satu dengan yang lain? 4) Sudahkah teori-teori karya ilmiah diterapkan secara tepat dalam analisis ini? 5) Sudahkah istilah-istilah digunakan secara tepat dan taat asas dalam analisis ini? Bab Simpulan dan Saran Bab ini berisi simpulan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan. Simpulan yang dimaksud adalah gambaran umum seluruh analisis dan relevansinya dengan hipotesis yang sudah dikemukakan. Simpulan ini diperoleh dari uraian analisis, interpretasi, dan deskripsi yang tertera pada bab analisis. Dalam hubungan itu, sering dijumpai simpulan yang menggunakan nomor (1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya) yang seolah-olah merupakan kalimat yang terlepas-lepas. Simpulan seperti itu kurang baik karena terasa kaku. Simpulan akan lebih baik dan lebih informatif jika disajikan dalam paragraf-paragraf yang tidak dinomori. Selanjutnya, saran-saran penulis tentang metodologi penelitian lanjutan, penerapan hasil penelitian, dan beberapa saran yang mempunyai relevansi dengan hambatan yang dialami selama penelitian dapat pula dicantumkan dalam bab ini. Akan tetapi, seperti sudah disinggung di bagian awal pertemuan karya ilmiah, saran tidak selalu diperlukan dalam karya ilmiah. 6.3 Bagian Penutup Bagian ini terdiri atas daftar pustaka, indeks, dan lampiran Daftar Pustaka Salah satu hal yang mutlak harus ada pada suatu karya ilmiah, baik makalah maupun skripsi, adalah daftar pustaka. Dengan dicantumkannya daftar pustaka, dosen pembimbing atau penguji dapat mengetahui secara selintas sumber acuan yang dijadikan landasan berpijak oleh penulis karangan ilmiah. Penguji juga dapat mengukur kedalaman pembahasan masalah dalam karya ilmiah tersebut berdasarkan daftar pustaka ini. Daftar pustaka diletakkan pada halaman tersendiri setelah bab simpulan. Tajuk daftar pustaka dituliskan dengan huruf kapital semua tanpa diberi tanda baca apa pun dan dituliskan di tengah-tengah kertas dengan jarak dari pinggir atas sekitar tujuh sentimeter (seperempat bagian halaman). Dalam daftar pustaka dicantumkan semua kepustakaan, baik yang dijadikan acuan atau landasan penyusunan karya ilmiah maupun yang hanya dijadikan bahan bacaan, termasuk di dalamnya artikel (dalam majalah atau dalam surat kabar), makalah, skripsi, disertasi, buku, diktat, antologi. Semua pustaka acuan yang dicantumkan dalam daftar pustaka itu disusun menurut abjad namanama pengarang atau lembaga yang menerbitkannya, baik ke bawah maupun ke kanan. Jadi, daftar pustaka tidak diberi nomor urut seperti 1, 2, 3, 4, dan 5 atau diberi huruf a, b, c, d, dan e. Jika nama pengarang dan nama lembaga yang menerbitkan itu tidak ada, penyusunan daftar pustaka didasarkan pada judul pustaka acuan tersebut. Urutan penyebutan unsur-unsur pustaka acuan yang disajikan dalam daftar pustaka adalah sebagai berikut. a. Buku sebagai Pustaka Acuan 53

54 Urutan penyebutan unsur-unsur pustaka acuan untuk buku adalah: a. nama penulis, b. tahun terbit, c. judul pustaka beserta keterangannya, d. tempat terbit (kota), dan e. nama penerbit. Jika tidak terdapat nama penulis dalam buku tersebut, urutan penyebutannya adalah: a. b. c. d. e. nama lembaga yang menerbitkan, tahun terbit, judul pustaka beserta keterangannya, tempat terbit, dan nama penerbit. Setiap unsur pustaka itu diikuti tanda titik, kecuali unsur tempat terbit, yang harus diikuti titik dua. Setelah tanda titik atau setelah titik dua ada spasi satu ketuk. Berikut ini akan dijelaskan cara penulisan tiap unsur pustaka acuan jika sumber acuannya berupa buku. 1) Nama Penulis Nama penulis itu ada yang terdiri atas satu unsur, dua unsur, atau lebih dari dua unsur, yang di antaranya menyatakan nama keluarga atau marga. Ketentuan pencantuman nama penulis adalah sebagai berikut: a) Cantumkan nama penulis berdasarkan abjad, nomor. Misalnya, jika nama penulis buku yang Dr. Sumardjono dan nama penulis buku yang lain pencantuman dalam daftar pustaka adalah: tanpa pertama Dr. Ir. diberi Prof. Baihaki, Baihaki. Sumardjono. b) Jika nama penulis buku tersebut terdiri atas dua unsur atau lebih, pencantumannya harus dibalik; unsur nama yang terakhir dituliskan lebih dahulu. Antara unsur-unsur nama yang dibalik itu diberi tanda koma. Misalnya, pengarang buku yang pertama Abdul Haki dan pengarang buku kedua Theodorus Albert Wenas, pencantuman dalam daftar pustaka adalah: Haki, Abdul. Wenas, Theodorus Albert. Jika penulis buku bernama Cina atau bernama Korea, pencantumannya dalam daftar pustaka tetap seperti nama asli. Nama-nama China atau Korea tidak perlu dibalik urutannya karena bagi pemakai nama itu nama pertama adalah nama marga. Nama marga itulah yang ditulis paling awal di dalam daftar pustaka. Misalnya: 1. Tan Joe Hok tetap Tan Joe Hok. Nama pertama Tan ialah nama marga bagi yang bersangkutan. 2. Liem Swie King tetap Liem Swie King. Nama pertama Liem adalah nama marga bagi yang bersangkutan. 3. Kim Yong II tetap Kim Yong II. Nama pertama Kim adalah nama marga bagi yang bersangkutan. c) Jika penulis tetapi nama buku ialah ialah: buku itu dua orang, nama penulis pertama dibalik, penulis lainnya tidak dibalik. Misalnya, jika penulis Ahmad Suhana dan Kohar Subarno, penyajiannya Munir, Ahmad dan Ubad Badruzaman. Suhana, Ahmad dan Kohar Subarno. 54

55 d) Jika penulis buku tiga orang atau lebih, penyajiannya ialah nama penulis pertama dibalik dan diikuti dengan singkatan et al. (et alii) yang berarti dan kawan-kawan atau dan Iain-Iain. Misalnya: Halian, Baidillah et al. Idris, Zainuddin Husin et al. e) Jika penulis tidak ada, yang pertama dicantumkan adalah nama lembaga yang menerbitkan buku tersebut. Misalnya: STMIK POTENSI UTAMA f) Jika ada dua buku atau lebih yang diambil dari pengarang yang sama, penulisan nama pengarang juga dua kali atau lebih. Misalnya: Farida, Ida Farida, Ida g) Kalau buku disusun oleh seorang editor, di pengarang ditulis kata Editor. Misalnya: Halim, Amran (Editor). Koentjaraningrat (Editor). h) Gelar kesarjanaan tidak dituliskan dalam Namun, gelar keturunan masih dapat dipakai. Misalnya: belakang daftar nama pustaka. Kalau nama pengarang ialah Prof. Dr. Sondang P. Siagian, penulis nama pada daftar pustaka ialah Siagian, Sondang P. Contoh gelar keturunan: Soegondo, Raden Mas, Teuku, Tengku, Raden Ajeng. 2) Tahun Terbit a) Tahun terbit dicatat sesudah nama pengarang, dipisahkan oleh titik dan diakhiri dengan titik. Misalnya: Mustofa, Z Syahrani, Ridwan b) Kalau dua buku ditulis oleh seorang pengarang, tetapi terbitnya tidak sama, penyusunan urutannya berdasarkan terbit terdahulu. Misalnya: Sutiana, Dadi tahun tahun Sutiana, Dadi c) Kalau dua buku yang diacu ditulis oleh satu orang dalam tahun yang sama, di belakang tahun itu harus dibubuhkan huruf a dan b sebagai pembeda. Misalnya: Suhendi, Moh. 2006a. Suhendi, Moh. 2006b. Urutannya diutamakan pada huruf pertama judul buku. d) Jika buku itu tidak bertahun, di belakang dicantumkan ungkapan "Tanpa Tahun". Misalnya: nama pengarang Yusrizal. Tanpa Tahun. 3) Judul Buku a) Judul buku ditulis sesudah tahun terbit dan digarisbawahi atau cetak miring; awal setiap kata dituliskan dengan huruf kapital. Misalnya: Kridalaksana, Harimurti Kamus Linguistik. b) Kalau belum dipublikasikan, judul itu tidak digarisbawahi atau seperti skripsi, tesis, disertasi, cetak miring, tetapi diletakkan di antara tanda petik. Misalnya: Dharma, Lenawati "Budi Daya Jeruk Jepara". 55

56 Rohim, Abdul "Tata Cara Persidangan". 4) Tempat Terbit Tempat terbit (kota) diletakkan sesudah judul dan diakhiri dengan titik dua. Misalnya: Suhono, Budi Ular-ular Berbisa di Jawa. Jakarta: Yunus, Ahmad Ketenagakerjaan. Bandung: 5) Nama Penerbit a) Nama penerbit dicantumkan sesudah nama tempat terbit. Misalnya: Suhono, Budi Ular-UlarBerbisa di Jawa. Jakarta: Antarkota. Yunus, Ahmad Ketenagakerjaan. Bandung: Karya Nusantara. b) Jika lembaga yang menerbitkan buku itu langsung dijadikan pengganti nama pengarang (karena nama pengarang tidak ada). b. Majalah Sumber acuan dapat pula diambil dari majalah. Urutan unsur-unsur dalam penulisan daftar pustaka adalah nama pengarang, tahun terbit, judul artikel (diberi tanda petik), nama majalah (digarisbawahi atau cetak miring dan didahulukan kata dalam, nomor majalah, bulan terbit dan tahun penerbitan keberapa, yang ditempatkan dalam kurung dengan dibatasi tanda koma, dan tempat terbit). Misalnya: Semiawan, Cony "Perkembangan Sikap Persahabatan Pada Anak-anak". Dalam Pertiwi 83. (Juni, III). Jakarta. c. Surat Kabar Selain majalah surat kabar juga dapat dijadikan sumber pustaka. Urutan yang dicantumkan pada daftar pustaka adalah nama pengarang, tahun terbit, judul artikel (diberi tanda petik), nama surat kabar (digarisbawahi) dan didahului kata Dalam, tanggal terbit, tempat terbit. Misalnya: Simanungkalit, Tohap Masih Belajar di Tingkat Dua Demokrasi Kita. Dalam Prioritas. 4 Mei Jakarta. d. Antologi Jika sumber acuan itu berupa antologi, urutan penulisannya adalah nama pengarang, tahun terbit, tempat terbit, dan nama penerbit. Misalnya: Junus, Umar Kebudayaan Minangkabau. Dalam Koentjaraningrat (Editor). Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Manusia dan e. Terjemahan Jika sumber acuan itu berupa buku terjemahan, urutan penulisannya adalah sebagai berikut. Nama penerjemah. Tahun terjemahan. Judul buku terjemahan. Diterjemahkan dari pengarang asli. Tahun buku asli. Judul buku asli. Kota buku terjemahan. Penerbit buku terjemahan. Misalnya: Salim, Agus Penulisan Makalah Ilmiah dan Laporan. Diterjemahkan dari W.P. Jones Writing Scientific Papers and Reports. Jakarta: Djambatan. f. Internet Jika sumber acuannya berupa internet, urutan pencantuman sesuai dengan alamat internet tersebut. Alamat internet tidak sama, jadi sesuai dengan alamat yang dipakai yang bersangkutan. Misalnya: 56

57 Penulisan Lampiran (Jika diperlukan) Lampiran yang dicantumkan dapat berupa korpus data, tabel, gambar, bagan, peta, instrumen, transkripsi. Andaikata hal-hal itu tidak disertakan dalam teks. Surat perintah jalan atau riwayat hidup penulis dapat pula dijadikan lampiran Penulisan Indeks (Jika diperlukan) Indeks ini berupa daftar kata atau istilah yang terdapat dalam karya ilmiah. Penulisan daftar kata itu harus berkelompok berdasarkan abjad awal kata atau istilah itu. Setiap kelompok dipisahkan dengan empat spasi. Di belakang kata diberi tanda koma dan setelah dijarakkan satu spasi (satu ketukan) dicantumkan nomor atau nomor-nomor halaman tempat atau istilah itu dapat diterjemahkan. Manfaat indeks adalah agar pembaca dapat dengan cepat mencari katakata atau istilah-istilah yang diperlukan dalam karangan ilmiah tersebut. 57

58 58

Untuk STIKOM Bandung Tahun Nantia Rena Venus, S.S., M.I.Kom.

Untuk STIKOM Bandung Tahun Nantia Rena Venus, S.S., M.I.Kom. Untuk STIKOM Bandung Tahun 2011-2012 Nantia Rena Venus, S.S., M.I.Kom. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki subjek (S) dan predikat (P). Jadi, bila tidak

Lebih terperinci

RAGAM BAHASA INDONESIA

RAGAM BAHASA INDONESIA Nantia Rena Venus, S.S., M.I.Kom. RAGAM BAHASA INDONESIA Untuk Stikom Bandung Semester Ganjil 2011-2012 1. RAGAM LISAN DAN RAGAM TULIS Perbedaan Ragam Lisan dan Ragam Tulis Ragam Lisan Menghendaki adanya

Lebih terperinci

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Pengertian Kalimat Fakta & Opini

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Pengertian Kalimat Fakta & Opini Pengertian Kalimat Pengertian kalimat Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Pengertian Kalimat Fakta & Opini Kalimat Fakta adalah

Lebih terperinci

KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA Disusun oleh: Nina Widyaningsih, M.Hum

KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA Disusun oleh: Nina Widyaningsih, M.Hum KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA Disusun oleh: Nina Widyaningsih, M.Hum I.PENGERTIAN KALIMAT Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki subjek (S) dan predikat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun,

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Kalimat Menurut Mawarni (2012:13) mengungkapkan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan

Lebih terperinci

Sebuah kalimat efektif mempunyai ciri-ciri yang khas, yaitu kesepadanan struktur, keparalelan, ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan, dan

Sebuah kalimat efektif mempunyai ciri-ciri yang khas, yaitu kesepadanan struktur, keparalelan, ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan, dan KALIMAT EFEKTIF Kalimat Efektif Kalimat Efektif adalah kalimat atau bentuk kalimat yang dengan sadar dan sengaja disusun untuk mencapai daya informasi yang tepat dan baik. Kalimat efektif memiliki kemampuan

Lebih terperinci

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6 Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT Pertemuan 6 1 Bahasan Identifikasi Aktualisasi Unsur-unsur Struktur Pengembangan Identifikasi Kalimat ialah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan

Lebih terperinci

KALIMAT EFEKTIF. Karina Jayanti

KALIMAT EFEKTIF. Karina Jayanti KALIMAT EFEKTIF Karina Jayanti DEFINISI KALIMAT EFEKTIF kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain. Syarat-syarat Kalimat efektif

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia dan Penggunaannya Zaman Saiki. Ivan Lanin Kafe Basabasi Yogyakarta, 24 Maret 2018

Bahasa Indonesia dan Penggunaannya Zaman Saiki. Ivan Lanin Kafe Basabasi Yogyakarta, 24 Maret 2018 Bahasa Indonesia dan Penggunaannya Zaman Saiki Ivan Lanin Kafe Basabasi Yogyakarta, 24 Maret 2018 Bahasa Indonesia Riwayat Fakta Berasal dari bahasa Melayu yang diperkaya oleh berbagai sumber Lahir pada

Lebih terperinci

MODUL 4. Kalimat Efektif Kerja belum selesai, belum apa-apa (Chairil Anwar) ABSTRAK

MODUL 4. Kalimat Efektif Kerja belum selesai, belum apa-apa (Chairil Anwar) ABSTRAK MODUL 4 Kalimat Efektif Kerja belum selesai, belum apa-apa (Chairil Anwar) ABSTRAK Modul 4 memuat materi kalimat efektif. Kalimat efektif adalah materi lanjutan dari modul sebelumnya, yaitu tata kalimat

Lebih terperinci

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut

Lebih terperinci

mengungkapkan gagasan secara tepat, mudah dipahami

mengungkapkan gagasan secara tepat, mudah dipahami Kalimat Efektif Kalimat Efektif Kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pembicara/penulis secara tepat, sehingga mudah dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. 1 Kesepadanan Struktur, 2 Keparalelan

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA & KOMPUTER JAKARTA STI&K SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA & KOMPUTER JAKARTA STI&K SATUAN ACARA PERKULIAHAN SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMAA & KOMPUTER JAKARTA STI&K SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata : Bahasa Indonesia Kode Mata : DU 23111 Jurusan / Jenjang : D3 TEKNIK KOMPUTER Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa

Lebih terperinci

Pengertian Kalimat Efektif

Pengertian Kalimat Efektif MENULIS EFEKTIF Pengertian Kalimat Efektif Kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain. 1 Syarat-syarat secara tepat mewakili

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Bahasa Indonesia Modul ke: Ragam Bahasa Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Hakikat Bahasa Kedudukan Bahasa Kedudukannya Sebagai

Lebih terperinci

Modul ke: BAHASA INDONESIA. Kalimat Efektif. Sri Rahayu Handayani, SPd. MM. 10Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi

Modul ke: BAHASA INDONESIA. Kalimat Efektif. Sri Rahayu Handayani, SPd. MM. 10Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi Modul ke: 10Fakultas Ekonomi dan Bisnis BAHASA INDONESIA Kalimat Efektif Sri Rahayu Handayani, SPd. MM Program Studi Akuntansi Kalimat Efektif kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pembicara/penulis

Lebih terperinci

Tugas Bahasa Indonesia

Tugas Bahasa Indonesia 2013 Tugas Bahasa Indonesia Pentingnya EYD dan Pemakaian Kalimat Efektif Ratna Fitrianingsih 18111837 3KA34 Kata Pengantar Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-nya,

Lebih terperinci

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Pengertian Kalimat Fakta & Opini

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Pengertian Kalimat Fakta & Opini Pengertian Kalimat Pengertian kalimat Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Pengertian Kalimat Fakta & Opini Kalimat Fakta adalah

Lebih terperinci

BAHASA INDONESIA FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA

BAHASA INDONESIA FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA BAHASA INDONESIA FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA Fungsi Bahasa 1. Alat/media komunikasi 2. Alat u/ ekspresi diri 3. Alat u/ integrasi & adaptasi sosial 4. Alat kontrol sosial (Keraf,

Lebih terperinci

: Bahasa Indonesia dalam Psikologi. Kalimat

: Bahasa Indonesia dalam Psikologi. Kalimat Matakuliah Tahun : 2010 : Bahasa Indonesia dalam Psikologi Kalimat Pertemuan 04 Tujuan 1. Menjelaskan pengertian dan ciri-ciri kalimat. 2. Menggunakan kata dan frasa sebagai pembentuk kalimat, 3. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. Dengan bahasa seseorang juga dapat menyampaikan pikiran dan perasaan secara tepat

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

BAB II SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA BAB II SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA Kompetensi Dasar Mahasiswa memiliki kemampuan untuk menjelaskan sejarah, kedudukan, dan fungsi BAHASA INDONESIA 2.1 Pengantar Materi bab dua ini bertujuan

Lebih terperinci

Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional,Negara,Dan Daerah

Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional,Negara,Dan Daerah 1 Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional,Negara,Dan Daerah 1. KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NASIONAL Kedudukan pertama bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan isi hatinya, baik perasaan senang, sedih, kesal dan hal lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan isi hatinya, baik perasaan senang, sedih, kesal dan hal lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa, maka kehidupan manusia akan kacau. Sebab dengan bahasalah manusia

Lebih terperinci

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat, atau yang menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya. Kalimat ialah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau

Lebih terperinci

Oleh Ratna Novita Punggeti

Oleh Ratna Novita Punggeti KALIMAT DLM BI Oleh Ratna Novita Punggeti STRUKTUR KALIMAT 1. SUBJEK Bagian kalimat yang menunjukkan pelaku/masalah. Menjawab pertanyaan: siapa, apa. Biasanya berupa kata benda/frasa (kongkret/abstrak)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan sehari-hari. Tidak terlalu berlebihan jika dikatakan sejak bangun tidur

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan sehari-hari. Tidak terlalu berlebihan jika dikatakan sejak bangun tidur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa pada hakikatnya merupakan suatu hal yang tak mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tidak terlalu berlebihan jika dikatakan sejak bangun

Lebih terperinci

Jumlah Penutur RAGAM BAHASA INDONESIA UNIVERSITAS WINAYA MUKTI RAGAM BAHASA INDONESIA 03/03/2016

Jumlah Penutur RAGAM BAHASA INDONESIA UNIVERSITAS WINAYA MUKTI RAGAM BAHASA INDONESIA 03/03/2016 LOGO RAGAM BAHASA INDONESIA MATERI PERKULIAHAN BAHASA INDONESIA Dosen: Dra. Diana Silaswati, M.Pd. e-mail: diana_silaswati@yahoo.co.id Website: http://dianasilaswati.blogspot.com UNIVERSITAS WINAYA MUKTI

Lebih terperinci

1. KALIMAT. 1. Satuan bahasa berupa kata/rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap. 2. Memiliki intonasi final.

1. KALIMAT. 1. Satuan bahasa berupa kata/rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap. 2. Memiliki intonasi final. 1. KALIMAT 1. Satuan bahasa berupa kata/rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap. 2. Memiliki intonasi final. Perbedaan kalimat dan klausa Klausa : gabungan kata yang

Lebih terperinci

STMIK CIC CIREBON Nurul Bahiyah, M. Kom.

STMIK CIC CIREBON Nurul Bahiyah, M. Kom. STMIK CIC CIREBON - 2016 Nurul Bahiyah, M. Kom. PENGERTIAN Kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa baik ejaan maupun tanda bacanya sehingga mudah dipahami oleh pembaca atau pendengarnya.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Anggota Kelompok A.Khoirul N. Khoirunnisa M. J. Fida Adib Musta in Sub Pokok Bahasan EYD DIKSI KEILMUAN

Lebih terperinci

KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA. Wagiati Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran

KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA. Wagiati Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA Wagiati Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran 1. Pengantar Makalah ini merupakan salah satu upaya untuk membantu pemahaman mengenai kalimat dalam bahasa Indonesia, khususnya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

03Teknik RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA. Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Baku Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Tidak Baku

03Teknik RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA. Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Baku Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Tidak Baku Modul ke: RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA Fakultas 03Teknik Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Baku Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Tidak Baku SUGENG WINARNA, M.Pd Program Studi Mesin

Lebih terperinci

...dan Saudara Memerlukan Suatu Metode

...dan Saudara Memerlukan Suatu Metode ...dan Saudara Memerlukan Suatu Metode Sukakah saudara makan makanan yang telah disediakan dengan baik? Saya suka. Kita tahu bahwa ada cara yang betul dan cara yang salah untuk menyediakan makanan Cara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa secara umum dapat diartikan sebagai suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan

Lebih terperinci

Bahasa yang Efisien & Efektif dalam Iptek

Bahasa yang Efisien & Efektif dalam Iptek Bahasa yang Efisien & Efektif dalam Iptek Bahasa yg efisien: bhs yg mengikuti kaidah yg dibakukan atau yg dianggap baku, dg mempertimbangkan kehematan kata dan ungkapan. Bahasa yg efektif: bhs yg mencapai

Lebih terperinci

Kegiatan Sehari-hari

Kegiatan Sehari-hari Bab 1 Kegiatan Sehari-hari Kegiatan Sehari-hari 1 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini kamu diharapkan mampu: 1) membuat daftar kegiatan sehari-hari berdasarkan penjelasan guru; 2) menceritakan

Lebih terperinci

JENIS-JENIS KALIMAT MODULE 3. Oleh. Agustinus Konda Malik FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA TAHUN Modul 3: Jenis-Jenis Kalimat

JENIS-JENIS KALIMAT MODULE 3. Oleh. Agustinus Konda Malik FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA TAHUN Modul 3: Jenis-Jenis Kalimat MODULE 3 JENIS-JENIS KALIMAT Oleh Agustinus Konda Malik FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA TAHUN 2011 3-1 Bahasa Indonesia (MPK41202/2SKS); Fapet Undana, 2011 MODULE 3 JENIS-JENIS KALIMAT 1.

Lebih terperinci

HIGHER SCHOOL CERTIFICATE EXAMINATION INDONESIAN 2/3 UNIT (COMMON) LISTENING SKILLS TRANSCRIPT

HIGHER SCHOOL CERTIFICATE EXAMINATION INDONESIAN 2/3 UNIT (COMMON) LISTENING SKILLS TRANSCRIPT N E W S O U T H W A L E S HIGHER SCHOOL CERTIFICATE EXAMINATION 1998 INDONESIAN 2/3 UNIT (COMMON) LISTENING SKILLS TRANSCRIPT 2 ITEM 1 Kalau Anda ingin membangun rumah baru, saya bisa menolong. Saya pandai

Lebih terperinci

Satuan bahasa yang menyampaikan sebuah gagasan bersifat predikatif dan berakhir dengan tanda titik (.) sebagai pembatas. Sifat Predikatif dalam

Satuan bahasa yang menyampaikan sebuah gagasan bersifat predikatif dan berakhir dengan tanda titik (.) sebagai pembatas. Sifat Predikatif dalam Satuan bahasa yang menyampaikan sebuah gagasan bersifat predikatif dan berakhir dengan tanda titik (.) sebagai pembatas. Sifat Predikatif dalam kalimat berstruktur yang dibentuk oleh unsur subyek, predikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hidup bermasyarakat merupakan salah satu sifat manusia. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hidup bermasyarakat merupakan salah satu sifat manusia. Manusia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup bermasyarakat merupakan salah satu sifat manusia. Manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam menjalin interaksi dengan orang lain, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu bagian dalam kebudayaan yang ada pada semua masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari kebudayaan

Lebih terperinci

RAGAM BAHASA 1. Ragam Formal & Nonformal 2. Ragam Lisan & Tulis 3. Ragam Ilmiah & Sastra

RAGAM BAHASA 1. Ragam Formal & Nonformal 2. Ragam Lisan & Tulis 3. Ragam Ilmiah & Sastra Modul ke: RAGAM BAHASA 1. Ragam Formal & Nonformal 2. Ragam Lisan & Tulis 3. Ragam Ilmiah & Sastra Fakultas TEKNIK DRS. SRI SATATA, MM. Program Studi TEKNIK SIPIL www.mercubuana.ac.id Penting Tidaknya

Lebih terperinci

Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang

Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang KALIMAT Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang lengkap. Secara struktural: bentuk satuan gramatis

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lisan maupun tulisan. Bahasa menurut Kridalaksana (2001: 21) adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. lisan maupun tulisan. Bahasa menurut Kridalaksana (2001: 21) adalah sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi manusia baik lisan maupun tulisan. Bahasa menurut Kridalaksana (2001: 21) adalah sistem lambang bunyi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis dan bahasa lisan. Variasi bahasa tulis tidak sedinamis variasi bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis dan bahasa lisan. Variasi bahasa tulis tidak sedinamis variasi bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai salah satu alat interaksi sosial. Terdapat dua bahasa yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Variasi bahasa tulis tidak sedinamis variasi bahasa

Lebih terperinci

Penting Tidaknya Bahasa Indonesia

Penting Tidaknya Bahasa Indonesia Penting Tidaknya Bahasa Indonesia 1. Jumlah Penutur 2. Luas Penyebarannya 3. Keterpakaian sebagai Sarana Ilmu, Budaya, dan Sastra Ragam bahasa apa yang Anda tahu??? Kompetensi Dasar Mahasiswa memiliki

Lebih terperinci

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ADMINISTRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang. Pendefinisian kalimat, baik segi struktur, fungsi, maupun maknanya banyak ditemukan dalam buku-buku tata

Lebih terperinci

RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA

RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA Modul ke: RAGAM BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Baku Ragam Lisan dan Tulisan Bahasa Indonesia Tidak Baku Fakultas Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd. Program Studi

Lebih terperinci

No. Kode: DARI/BAHASA INDONESIA/001

No. Kode: DARI/BAHASA INDONESIA/001 No. Kode: DARI/BAHASA INDONESIA/001 PENDALAMAN MATERI BAHASA INDONESIA MODUL 4 SEJARAH, KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN RAGAM BAHASA INDONESIA Kegiatan Belajar 2 Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Lebih terperinci

Ilmu Komunikasi Sistem Komunikasi

Ilmu Komunikasi Sistem Komunikasi Bahasa Indonesia UMB Modul ke: Kalimat Efektif Fakultas Ilmu Komunikasi Kundari, S.Pd, M.Pd. Program Studi Sistem Komunikasi www.mercubuana.ac.id Standar Kompetensi : Pembaca dapat memahami dan menggunakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR DENGAN KEMAMPUAN BERPIDATO. Oleh: Erna Ikawati 1

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR DENGAN KEMAMPUAN BERPIDATO. Oleh: Erna Ikawati 1 PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR DENGAN KEMAMPUAN BERPIDATO Oleh: Erna Ikawati 1 Abstract Ability in speech is strong enough affected by mastering good and correct language. Teaching a good

Lebih terperinci

Pertemuan 11 KALIMAT EFEKTIF

Pertemuan 11 KALIMAT EFEKTIF Pertemuan 11 KALIMAT EFEKTIF 1. Materi Kalimat Efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi kepada orang lain. Kegiatan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa bisa berlangsung secara efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan medium utama berupa bunyi ujaran (unsur bahasa yang hanya

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan medium utama berupa bunyi ujaran (unsur bahasa yang hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Ragam bahasa menurut sarananya lazim dibagi atas ragam

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Dosen : Dra. Endang Retnaningdyah Elis Noviati Mariani, M. Hum. Fakultas : Seni Pertujukan NIP : 195711161988112001 Program Studi : Seni Pedalangan Mata Kuliah/Blok

Lebih terperinci

KALIMAT EFEKTIF. Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bahasa Indonesia Dosen Pengampu: Ibu Suprihatiningsih

KALIMAT EFEKTIF. Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bahasa Indonesia Dosen Pengampu: Ibu Suprihatiningsih KALIMAT EFEKTIF Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bahasa Indonesia Dosen Pengampu: Ibu Suprihatiningsih Disusun Oleh : Mukoyimah (1601016060) Laila Shoimatu N. R. (1601016061) Laeli Uzlifa

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN : BAHASA INDONESIA XII SMA (KODE: S03)

PR ONLINE MATA UJIAN : BAHASA INDONESIA XII SMA (KODE: S03) PR ONLINE MATA UJIAN : BAHASA INDONESIA XII SMA (KODE: S03) 1. Jawaban: B Ide pokok paragraf terdapat dalam kalimat utamanya: terdapat di awal atau di akhir paragraf. Ide pokok paragraf tersebut terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

oleh Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Bahasa Indonesia untuk Broadcast Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta 2015

oleh Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Bahasa Indonesia untuk Broadcast Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta 2015 oleh Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Bahasa Indonesia untuk Broadcast Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta 2015 Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai tonggak kelahiran BI. Para pemuda sadar bahwa bangsa

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, 2003:311). Dalam wujud lisan, kalimat

II. KAJIAN PUSTAKA. mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, 2003:311). Dalam wujud lisan, kalimat 9 II. KAJIAN PUSTAKA A. Kalimat Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, 2003:311). Dalam wujud lisan, kalimat ditandai dengan nada

Lebih terperinci

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR: 696A/SK/R/UI/2008

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR: 696A/SK/R/UI/2008 KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR: 696A/SK/R/UI/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM VOKASI UNIVERSITAS INDONESIA REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA Menimbang: a bahwa telah terjadi ketidakseragaman

Lebih terperinci

MATERI 4 KALIMAT Oleh : Afiati HDF

MATERI 4 KALIMAT Oleh : Afiati HDF MATERI 4 KALIMAT Oleh : Afiati HDF SATUAN BAHASA TERKECIL YG MERUPAKAN KESATUAN PIKIRAN. KALIMAT DIAWALI DAN DIAKHIRI DG KESENYAPAN (LISAN) KALIMAT DIAWALI DENGAN HURUF KAPITAL DAN DIAKHIRI DENGAN TANDA

Lebih terperinci

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sosial kemasyarakatan, santun berbahasa sangat penting peranannya dalam berkomunikasi. Tindak tutur kesantunan berbahasa harus dilakukan oleh semua pihak untuk

Lebih terperinci

PENERAPAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN PADA SURAT PRIBADI PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 6 GORONTALO TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PENERAPAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN PADA SURAT PRIBADI PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 6 GORONTALO TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PENERAPAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN PADA SURAT PRIBADI PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 6 GORONTALO TAHUN PELAJARAN 2012/2013 OLEH Murniyati Gobel Dakia N. Djou Asna Ntelu JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN

Lebih terperinci

Dengan Rahmat Allah Swt Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang

Dengan Rahmat Allah Swt Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang PERATURAN FAKULTAS NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS TATA PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TATA PEMBENTUKAN PERATURAN FAKULTAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Surat kabar sebagai media informasi dan publikasi. Surat kabar sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Surat kabar sebagai media informasi dan publikasi. Surat kabar sebagai media 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat kabar sebagai media informasi dan publikasi. Surat kabar sebagai media cetak selalu identik dengan tulisan dan gambar-gambar yang dicetak pada lembaran

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU Makalah Bahasa Indonesia KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah di limpahkannya. Sehingga penyusunan

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2 No.1052, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Visa Tinggal Terbatas. Permohonan dan Pemberian. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA Modul ke: MATA KULIAH BAHASA INDONESIA 03 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA SUPRIYADI, M.Pd. HP. 0815 1300 7353/ 0812 9479 4583

Lebih terperinci

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG Nama Mata Kuliah Kode/SKS Waktu SOAL TUGAS TUTORIAL II : Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD : PGSD 4405/3 (tiga) : 60 menit/pada pertemuan ke-5 PILIHLAH SALAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari

Lebih terperinci

MEMPERTAHANKAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI JATI DIRI BANGSA. M. Arifin PS. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIB

MEMPERTAHANKAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI JATI DIRI BANGSA. M. Arifin PS. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIB 82 MEMPERTAHANKAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI JATI DIRI BANGSA M. Arifin PS. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNIB ABSTRAK Globalisasi dan reformasi memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap

Lebih terperinci

Menghormati Orang Lain

Menghormati Orang Lain BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Desain Sikap Toleran Pada Buku Teks Tematik Kelas 1 SD Desain sikap toleran pada buku teks tematik kelas 1 SD meliputi: sikap menghormati orang lain, bekerjasama,

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN BAHASA INDONESIA

MODUL PERKULIAHAN BAHASA INDONESIA MODUL PERKULIAHAN BAHASA INDONESIA KALIMAT EFEKTIF Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh PSIKOLOG PSIKOLOG 01 A316121EL DRA.HJ.WINARMIH.M.PD Abstract Setelah membaca bab ini diharapkan

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

RINGKASAN PENELITIAN

RINGKASAN PENELITIAN RINGKASAN PENELITIAN KONSTRUKSI KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI GURU-GURU SEKOLAH DASAR KABUPATEN CIAMIS OLEH DRA. NUNUNG SITARESMI, M.PD. FPBS UPI Penelitian yang berjudul Konstruksi

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA SALINAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran 2011/2012. Bab 1 ini mencakup latar belakang masalah penelitian,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran 2011/2012. Bab 1 ini mencakup latar belakang masalah penelitian, 2 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab 1 peneliti memaparkan yang menjadi pendahuluan penelitian Studi tentang Register Penyiar Radio sebagai Bahan Pembelajaran Berbicara serta Pelaksanaannya pada Siswa Kelas X

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 137/2000, TEMPAT DAN TATA CARA PENYANDERAAN, REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK, DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA *38345 PERATURAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137 TAHUN 2000 TENTANG TEMPAT DAN TATA CARA PENYANDERAAN, REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK, DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL SINTAKSIS

PEMBAHASAN SOAL SINTAKSIS PEMHSN SOL SINTKSIS 1. Perbedaan Frase dengan Kata Majemuk Frasa adalah frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan dan menjadi salah satu unsur atau fungsi kalimat (subjek,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

akurat ringkas A.Kesepadanan dan Kesatuan B.Keparalelan C.Ketegasan dan Keutamaan kepenulisan E. Variasi

akurat ringkas A.Kesepadanan dan Kesatuan B.Keparalelan C.Ketegasan dan Keutamaan kepenulisan E. Variasi BAB 3 KALIMAT EFEKTIF jelas akurat ringkas A.Kesepadanan dan Kesatuan B.Keparalelan C.Ketegasan dan Keutamaan konvensional tulisan ilmiah padu/utuh D.Kehematan bahasa kepenulisan E. Variasi pungtuasi diksi

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

EFFECTIVE REPORT WRITING

EFFECTIVE REPORT WRITING EFFECTIVE REPORT WRITING MODUL 3 Gaya Penulisan Laporan Yang Efektif Modul 3-1 GAYA PENYUSUNAN LAPORAN 1. CARA DEDUKSI (CARA LANGSUNG) Menyampaikan ide pokok dan rekomendasi terlebih dahulu, setelah itu

Lebih terperinci

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960 PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa perlu diadakan Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. prakteknya penggunaan bahasa dalam menulis tidaklah sama dengan komunikasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. prakteknya penggunaan bahasa dalam menulis tidaklah sama dengan komunikasi 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakikat Menulis 2.1.1. Pengertian Menulis Menulis mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia. Menulis merupakan salah satu sarana komunikasi seperti halnya berbicara.

Lebih terperinci