BAB I PENDAHULUAN. dengan lahirnya sejumlah karya yang menghadirkan eksistensi perempuan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dengan lahirnya sejumlah karya yang menghadirkan eksistensi perempuan."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Melemahnya kekuasaan laki-laki dalam karya sastra kini mulai terasa dengan lahirnya sejumlah karya yang menghadirkan eksistensi perempuan. Kebangkitan tersebut telah menunjukkan bahwa kehadiran perempuan dalam karya sastra merupakan usaha pembebasan perempuan dari kebungkaman berkepanjangan yang telah mengaburkan eksistensi mereka sebagai manusia. Perempuan dalam karya sastra pada periode-periode lalu telah dihadirkan sebagai sosok yang lain. Mereka tidak memiliki kemandirian sebagaimana laki-laki mampu memiliki diri dan tubuhnya secara bebas. Ketika menggambarkan perempuan, tiap penulis menunjukkan jurang keterpisahan antara laki-laki dan perempuan. Dalam sejumlah karya sastra, perempuan dihadirkan untuk membuat laki-laki merasa sebagai lelaki sejati (Tong, 1998: 267). Perempuan dalam karya sastra Indonesia juga cenderung dihadirkan pada posisi yang terasing. Kepatuhan terhadap nilai-nilai tradisional telah mengabadikan perempuan dalam posisinya yang rendah dan karya sastra telah mencipta ulang realitas tersebut. Menurut Langland (1984: 4), karya sastra pada umumnya dihadirkan untuk merefleksi alam dan lingkungan yang telah melahirkannya. Runtutan peristiwa serta konflik disajikan untuk membangun sebuah dunia seandainya. Imajinasi tentang dunia seandainya tersebut terbentuk oleh pola dan ide yang diperoleh pengarang dari zaman yang 1

2 2 melahirkannya. Dalam merangkai sebuah dunia fiksi, seorang pengarang mengekspresikan nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Laksmi Pamuntjak sebagai salah seorang sastrawan Indonesia berusaha menyuguhkan gambaran sosial budaya Indonesia. Ia lahir di Jakarta, 22 Desember Keluarganya adalah pemilik usaha penerbitan yang terkenal di zaman dulu, Djambatan. Ia menyelesaikan studi formalnya Jurusan Ilmu Politik, Studi Asia, Universitas Murdoch, Perth, Australia tahun Ketika kembali ke Jakarta, ia sempat bekerja di berbagai tempat sembari menulis untuk sejumlah surat kabar dan majalah. Media-media yang pernah menerbitkan tulisannya dalam bidang politik, sastra, musik, film dan kuliner antara lain majalah Tempo, majalah Djakarta, Jurnal Sosial-Ekonomi Prisma, dan harian The Jakarta Post ( Pada tahun 2006, ia bersama enam rekannya, Amarzan Loebis, Alif Alim, Arif Zulkifli, Goenawan Mohamad, Ian White, Teguh Ostenrik yang tergabung dalam tim Buru Tujuh melakukan penelitian ke Pulau Buru untuk mencari fakta kemanusiaan yang terjadi di lokasi tersebut. Hasil penelitian inilah yang mendasari terciptanya novel karyanya yang berjudul Amba. ( Pada novel ini, ia menekankan perjuangan dan perlawanan perempuan dalam mencari eksistensinya sebagai manusia. Eksistensi yang dihadirkan Laksmi Pamuntjak adalah bentuk pembebasan dan kemampuan perempuan menunjukkan dirinya di tengah kekangan politik, budaya, dan tradisi.

3 3 Menjadi manusia yang bereksistensi pada hakikatnya adalah bagian yang paling inti dari diri setiap manusia. Eksistensi mengantarkan manusia untuk menghayati kebenaran menuju pencarian dirinya yang asli. Menurut pandangan Sartre (2002: 45), eksistensialisme menghadapkan manusia pada dirinya sendiri, tanpa referensi, tanpa titik pijak. Pertama-tama manusia ada, berhadapan dengan dirinya sendiri, dan barulah ia mendefinisikan dirinya. Seorang eksistensialis memandang dirinya sebagai eksistensi yang tidak dapat didefinisikan karena ia tahu ia memulai hidup atau eksistensinya dari ia yang bukan apa-apa. Ia tidak akan menjadi apa-apa sampai ia menjadikan hidupnya apa-apa. Manusia adalah manusia itu sendiri. Bukan bahwa ia adalah apa yang ia anggap sebagai dirinya, tetapi ia adalah apa yang ia ingini. Manusia adalah bukan apa-apa selain apa yang ia buat dari dirinya sendiri. Eksistensi menurut Sartre mendahului esensi. Keberadaan eksistensi yang mendahului esensi akan menjadikan manusia bertanggung jawab atas hidupnya. Dengan demikian, eksistensialisme menempatkan manusia pada posisinya sebagai dirinya sendiri, dan meletakkan keseluruhan tanggung jawab hidupnya sepenuhnya di atas pundak manusia itu sendiri. Manusia yang bertanggung jawab atas hidupnya sendiri tidak berarti bahwa tanggung jawabnya hanya meliputi individualitasnya sendiri, tetapi mencakup tanggung jawab atas semua manusia. Kata subjektivitas harus dipahami dalam dua pengertian. Di satu sisi, subjektivitas berarti kebebasan subjek-subjek individual, dan di sisi lain, manusia tidak dapat melampaui subjektivitas. Ketika manusia memilih dirinya sendiri, hal ini tidak berarti bahwa setiap orang dari antara kita harus memilih

4 4 dirinya sendiri, tetapi juga dalam memilih untuk diri sendiri, manusia memilih untuk semua karena efek dari tindakan-tindakan yang ia pilih adalah untuk menciptakan dirinya (Sartre, 2002: 46-47). Menjalani eksistensi diri merupakan tugas setiap individu untuk tampil dalam kesejatian hidup. Dalam eksistensi diri tersebut, manusia menemukan dirinya dalam kebebasan. Untuk mencapai hal tersebut, manusia membutuhkan pembebasan terhadap segala ketidakadilan yang membatasi ruang geraknya. Jika dikaitkan dengan perempuan, eksistensi dapat dimaknai sebagai cara perempuan memahami keberadaan dirinya sebagai manusia yang diperhadapkan dengan sejumlah pilihan. Beauvoir (2000: 102) juga mengatakan bahwa perempuan membutuhkan kebebasan sebagai syarat utama penemuan eksistensi dirinya. Ia menyadari bahwa keterbatasan menyebabkan perempuan hadir tanpa dirinya dan mereka teralienasi oleh mitos-mitos yang dibentuk masyarakat melalui sistem patriarki. Dalam segala aspek, perempuan begitu sulit menghadapi tekanan publik sehingga dibutuhkan keberanian untuk mendobrak segala pembatasan dalam diri mereka yang terinternalisasi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pandangan eksistensi Simone De Beauvoir untuk memahami kesadaran eksistensi dan keberadaan perempuan. Ada tiga alasan novel Amba karya Laksmi Pamuntjak menjadi sumber data dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut. Pertama, persoalan yang dibicarakan adalah isu tentang perempuan yang masih aktual dan memiliki relevansi dengan kehidupan masa kini, serta

5 5 dipandang bermanfaat untuk menata kehidupan masa depan yang lebih baik, khususnya bagi perempuan. Kedua, isu mengenai perempuan tersebut terkait dengan kuatnya pengaruh patriarki di dalam kehidupan modern yang sarat dengan keterbukaan. Fenomena tersebut merupakan sebuah ironi karena sistem ini memperlihatkan kuat pengaruhnya ketika feminisme sedang gencar-gencarnya menyuarakan hak-hak kedudukan perempuan dalam masyarakat. Ketiga, sosok perempuan dalam novel Amba tersebut merupakan representasi sebagian kecil perempuan yang terpinggirkan sebagai jenis kelamin kelas dua, tetapi karena kesadaran dirinya akan pentingnya intelektualitas dan kemandirian, ia mampu menunjukkan eksistensinya. Ia menolak posisi perempuan yang distereotipkan sebagai makhluk inferior, pasrah, mengalah, dan menerima nasibnya karena kodratnya sebagai perempuan. Dalam pandangan eksistensialisme, perempuan tidak dianggap sebagai manusia yang sekadar ada, tetapi juga mampu memahami dirinya dan menyadari akan keberadaan atau eksistensinya. 1.2 Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam dua pokok bahasan, yaitu permasalahan posisi perempuan sebagai second sex atau jenis kelamin kedua dan pencapaian eksistensi perempuan untuk memperoleh jati dirinya sebagai manusia seutuhnya yang sederajat dengan laki-laki.

6 6 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini mencakup dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Secara teoretis, penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan teori feminisme eksistensialis Beauvoir dalam mengungkapkan masalah-masalah sosial yang tercermin dalam karya sastra. Masalah-masalah sosial tersebut terkait dengan relasi antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan keterpinggiran perempuan sebagai second sex dan cara perempuan memperoleh eksistensi dalam novel Amba dengan teori feminisme eksistensialis Beauvoir. Tujuan praktis yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, memberikan informasi kepada pembaca dalam menyikapi ketimpangan gender yang dialami perempuan Indonesia pada era pascakemerdekaan. Kedua, menjadi bahan referensi dan solusi pada perempuan bahwa kesadaran internal untuk menggerakkan eksistensi dirinya dengan semangat kemandirian jauh lebih penting karena aktivitas tersebut dapat meminimalisasi pandangan negatif tentang perempuan yang inferior. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian yang membahas tentang eksistensi diri perempuan mulai banyak dilakukan dalam karya sastra. Usman (2009) melakukan penelitian dengan judul Eksistensi Perempuan dalam Novel Atas Singgasana Karya Abidah El Khalieqy: Sebuah Kajian Kritik Sastra Feminis. Dalam analisisnya, Usman mengemukakan gambaran kehidupan dan citra perempuan, serta bagaimana

7 7 perempuan menunjukkan eksistensi dirinya sebagai pribadi yang utuh sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Kemampuan perempuan untuk menunjukkan eksistensinya ditempuh melalui tiga cara, yakni melalui pilihan-pilihan perempuan, kemampuan untuk melakukan perlawanan terhadap kekerasan yang menimpanya, dan kesadaran tentang manfaat pendidikan untuk meningkatkan kualiatas hidup. Kemampuan perempuan membuat pilihan-pilihan otonom dalam kehidupannya mencerminkan bahwa perempuan bukan sekadar objek, melainkan subjek yang memiliki kesadaran terhadap keberadaan dirinya dalam mengambil keputusan yang bertanggungjawab. Pilihan-pilihan yang dimiliki tokoh perempuan dalam novel tersebut menunjukkan bahwa perempuan adalah makhluk otonom yang mampu membuat keputusan hidupnya sendiri dan tidak menggantungkan hidupnya pada laki-laki. Pilihan-pilihan perempuan sebagai perwujudan sebagai jati diri pribadi otonom tersebut sesuai pandangan feminis liberal yang menyatakan bahwa wujud dari makhluk bernalar adalah ketika manusia memiliki kemampuan untuk menentukan nasibnya sendiri sebagai pribadi otonom. Lumban Batu (2007) juga melakukan penelitian dengan judul Eksistensi Tokoh Perempuan dalam The Other Side of Midnight karya Sidney Sheldon. Penelitian tersebut menggunakan analisis feminisme eksistensialis untuk mengkaji aspek keberadaan perempuan dalam novel tersebut. Noelle Page dan Catherine Alexander adalah perempuan-perempuan yang dihadirkan dalam posisi menghadapi kekuasaan dan kekuatan laki-laki. Dalam sekilas pandang,

8 8 keduanya seolah-olah memiliki kesadaran yang cukup akan keberadaan dirinya sebagai bagian dari relasi kuasa dan menguasai. Namun, berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan Noelle lebih menyadari keberadaan dirinya sebagai ada yang bertanggung jawab atas keputusannya. Noelle melakukan atau bahkan menginginkan sesuatu bukan karena pengaruh drai luar dirinya. Noelle menyadari bahwa ia perlu menjadi subjek dan menyadari dengan sungguh keadaannya dan cara yang dapat dilakukannya untuk mengatasi keadaannya tersebut. Di posisi yang lain, Catherine sebagai salah seorang tokoh perempuan justru hadir dengan kondisi berbeda. Ia hadir dengan ketiadaannya. Catherine melakukan segala sesuatu dalam hidupnya karena keinginan orang lain yang telah merasuk dalam pikirannya. Ia berakhir dengan kehilangan pikirannya dan memutuskan mengisolasi dirinya dari segala jenis hubungan dengan dunia di luar dirinya. Catherine mati secara mental. Noelle yang secara ekstrim berbeda juga berakhir dengan kematian secara fisik melalui hukuman mati atas pelanggaran hukum yanga dilakukannya. Meskipun kematian Noelle bukan untuk dirinya sendiri, karena ia disebut mati oleh orang-orang di luar dirinya, kematian merupakan hal yang paling absurd dari sebuah eksistensi. Kisah dalam novel tersebut dianggap menunjukkan kegagalan perempuan dalam mencapai eksistensi dirinya karena terjebak dalam stereotip perempuan yang mengandalkan perasaan. Rasiah (2005) juga menulis penelitian dengan judul Eksistensi Perempuan dalam Novel Jane Eyre Karya Charlotte Bronte: Tinjauan Kritik Sastra Feminis. Dalam penelitiannya, Rasiah menyimpulkan bahwa perempuan dalam novel tersebut mampu membebaskan dirinya dari segala bentuk penindasan

9 9 gender. Tokoh Jane Eyre mampu menunjukkan eksistensinya sebagai manusia mandiri baik secara ekonomi maupun sosial. Untuk memperoleh eksistensi diri tersebut Jane Eyre banyak menghadapi persoalan yang mengancam kebebasan dirinya. Persoalan tersebut muncul dari masyarakat yang masih memandang dan menempatkan perempuan sebagai kelas kedua, yang muncul dari pihak laki-laki bahkan pihak perempuan sendiri. Laki-laki menyadari eksistensinya sebagai manusia superior merasa terancam dengan keinginan perempuan yang juga menuntut persamaan menuju superioritas. Secara nyata, eksistensi perempuan dalam novel Jane Eyre dapat dilihat dalam gambaran serta potensi yang dimiliki perempuan dalam novel tersebut. Gambaran perempuan yang dilihat dalam tiga hal yakni, kebebasan perempuan, pilihan-pilihan perempuan serta hubungannya dengan laki-laki, menandakan bahwa perempuan telah menyadari keberadaannya sebagai manusia, berusaha mencapai eksistensinya, sehingga ia mampu menjadi subjek yang mandiri, yang tidak lagi tergantung kepada orang lain (laki-laki). Hal ini diwujudkan dalam pilihan-pilihan yang ditetapkan terkait dengan jalan hidupnya, serta pertanggungjawaban pilihan tersebut secara moral. Perempuan tidak lagi terbelenggu oleh persepsi etika sosial budaya mengenai gender yang timpang yang membuat mereka tidak mandiri dalam segala hal. Uraian tinjauan pustaka dalam penelitian di atas pada umumnya menggambarkan cerita tokoh yang bermula pada ketiadaan eksistensi perempuan menuju kepada kehadiran eksistensi perempuan. Dalam skripsi ini, digambarkan penokohan yang bermula dari kepemilikan eksistensi pada tokoh perempuan

10 10 Amba, kemudian karena kehilangan rasionalitasnya dan mengandalkan perasaan akhirnya mengalami kejatuhan, berusaha bangkit dari kejatuhan itu. Setelah ia mampu bangkit dari kejatuhan, ia menjadi perempuan bereksistensi yang lebih hebat dan lebih tangguh daripada sebelumnya. 1.5 Landasan Teori Dalam analisis ini, penulis menggunakan pandangan Beauvoir tentang konsep second sex dan teori feminisme eksistensialis. Konsep idealisme second sex yang dikemukakan oleh beauvoir mengalienasi perempuan melalui mitos dan citra. Feminisme eksistensialis digunakan untuk memahami dan mengkaji aspekaspek yang dianggap berkaitan dengan keberadaan diri perempuan dalam mengenali pilihan-pilihan untuk menemukan hakikat hidup dan eksistensi dirinya sebagai manusia Perempuan sebagai Second Sex Simone de Beauvoir merupakan filsuf perempuan Perancis yang dianggap membangun faham feminisme eksistensialis. Melalui aliran tersebut, ia menawarkan semangat pembebasan dan kehadiran diri perempuan dari keterpisahan dan keterasingan dan mengajak perempuan untuk berperang bersama untuk meruntuhkan ketidakadilan menuju pencapaian eksistensi yang bebas. Pemikiran Beauvoir sendiri banyak mendapatkan pengaruh besar dari Jean-Paul Sartre. Mereka sama-sama menempuh pendidikan di Ecole Normale Superiere (ENS) pada tahun 1928.

11 11 Dalam The Second Sex, Beauvoir menganalisis mengenai opresi perempuan dengan idealisme yang berfokus pada mitos dan citra. Bersamaan dengan berkembangnya kebudayaan, laki-laki mendapati bahwa mereka dapat menguasai perempuan dengan menciptakan mitos tentang perempuan: irasionalitasnya, kompleksitasnya, dan mitos bahwa perempuan sulit dimengerti. Melalui analisisnya mengenai mitos yang diciptakan laki-laki tentang perempuan, Beauvoir menekankan bahwa setiap laki-laki selalu dalam pencarian akan perempuan ideal yaitu, perempuan yang akan menjadikannya lengkap. Tetapi karena kebutuhan dasar laki-laki sangatlah mirip, maka perempuan ideal yang dicari laki-laki cenderung tampak sama. Menurut Beauvoir karya sastra dapat membuktikan fakta ini (Tong, 1998: 267). Perempuan ideal yang dipuja laki-laki adalah perempuan yang percaya bahwa tugas mereka adalah untuk mengorbankan diri agar menyelamatkan lakilaki. Selain mengidealkan/mengidolakan perempuan yang rela mengorbankan diri, mitos yang diciptakan laki-laki tentang perempuan berkebalikan dengan fundamental sifat-sifat alami perempuan. Beauvoir menjelaskan cara laki-laki menghubungkan alam dengan perempuan. Perempuan dapat membuat laki-laki hidup atau mati. Perempuan dapat melindungi dan dapat menghancurkan laki-laki. Oleh karena itu, laki-laki menciptakan mitos tentang perempuan yang dapat melemahkan posisi perempuan karena laki-laki tidak ingin perempuan melampaui posisinya. Perempuan tidak dapat lepas dari citra ideal dirinya karena laki-laki telah menciptakan mitos tentang perempuan ideal dan sayangnya banyak

12 12 perempuan menginternalisasi mitos itu sebagai refleksi akurat dari makna menjadi perempuan. Dalam pokok pemikiran Sartre yang disumbangkannya kepada sang murid, Beauvoir, sejatinya kehidupan selalu dianggap milik laki-laki. Kemanusiaan adalah laki-laki dan laki-laki mendefinisikan perempuan bukan sebagai dirinya. Perempuan dianggap bukan sebagai makhluk yang mandiri. Lakilaki selalu benar karena menjadi seorang laki-laki, sementara perempuan selalu berada di pihak yang salah. Maskulin adalah tipe manusia absolut sementara perempuan memiliki ovarium dan uterus. Kekhususan ini justru memenjarakan perempuan dalam subjektivitasnya serta melingkupinya dalam batasan-batasan sifat alamiahnya. Perempuan kemudian dianggap tidak memiliki sikap rasionalitas (Tong, 1998: 263). Beauvoir (Tong, 1998:264) mengatakan bahwa sebagai sosok yang lain, perempuan didefinisikan secara negatif, yakni perempuan adalah sosok yang kurang memiliki kekuatan. Kelemahan tersebut kemudian dianggap sebagai takdir yang harus diterima perempuan tanpa bisa diubah. Perempuan kemudian disimbolkan sebagai malam, kekacauan, dan imanensi. Ketidakmampuan mereka memahami realitas dikaitkan dengan kurangnya logika dan ketidaktahuan mereka. Sebagai sang liyan atau sosok yang lain, perempuan dihadirkan sebagai sosok yang misterius. Kelemahan femininnya dianggap perangkap untuk memperdaya laki-laki. Perempuan dianggap tidak memberikan apa-apa bagi lakilaki selain membuatnya terbebani. Kehidupan perempuan dianggap bergelimang dalam imanensi yang mencegah laki-laki mendapatkan transendensi. Sang liyan

13 13 disebut yang jahat, tetapi ketika diperlukan untuk menjadi baik, ia akan berubah menjadi baik, dengannya laki-laki merasa mampu mencapai keutuhan, tetapi juga kadang-kadang memisahkan keutuhan darinya. Dengan mengadopsi bahasa ontologis dan bahasa etis eksistensialisme, Beauvoir mengemukakan bahwa laki-laki dinamai laki-laki sang diri, sedangkan perempuan sang liyan. Jika liyan adalah ancaman bagi diri, maka perempuan adalah ancaman bagi laki-laki. Karena itu, jika laki-laki ingin tetap bebas, ia harus mensubordinasi perempuan terhadap dirinya. (Tong, 1998: 262) Sebagai second sex, menjadi perempuan juga diibaratkan seperti olahraga dan petualangan, tetapi juga sebuah ujian. Ia adalah kemenangan, ia menjadi pilar kehancuran, daya pesona kutukan, sekaligus kematian. Apa pun di dunia ini menjadi signifikan karena keberadaan perempuan, ia adalah substansi perilaku dan sentimen laki-laki, penjelmaan dari semua nilai-nilai yang mengatur aktivitas mereka. Selanjutnya, opresi perempuan oleh laki-laki unik karena dua alasan. Pertama, tidak seperti opresi ras dan kelas, opresi terhadap perempuan merupakan fakta historis yang saling berhubungan, suatu peristiwa dalam waktu yang berulangkali dipertanyakan dan diputarbalikkan. Perempuan selalu tersubordinasi laki-laki. Kedua, perempuan telah menginternalisasi cara pandang asing bahwa laki-laki esensial dan perempuan adalah tidak esensial (Tong, 1998: 262). Biologi kemudian berusaha menawarkan fakta yang kemudian oleh masyarakat diinterpretasi sesuai dengan kebutuhannya sendiri. Misalnya, biologi

14 14 menjelaskan peran reproduksi jantan dan betina yang berbeda. Jantan dan betina adalah dua tipe individual yang dibedakan dalam satu spesies berdasarkan fungsi reproduksinya. Namun demikian, mesti diperhatikan bahwa pembagian suatu spesies dalam dua jenis kelamin tidaklah berlaku universal. Berbicara tentang binatang misalnya, telah banyak diketahui bahwa di antara bentuk-bentuk mikroskopik bersel tunggal yakni infusoria, amoeba, sporozoa berkembang dengan cara pembelahan sel tanpa hubungan seksual. Dalam kasus parthenogenesis, telur betina yang masih perawan berkembang dalam sebuah embrio tanpa perlu dibuahi oleh pejantan, sehingga ia sama sekali tidka berperan. Kopulasi juga terjadi pada lebah madu, namun pada saat bertelur, telurnya bisa dibuahi atau bisa juga tidak. Penelitian membuktikan bahwa di bawah kondisi yang tepat, multiplikasi aseksual dapat berlangsung dalam jangka waktu yang tidak terbatas tanpa kelihatan mengalami kemunduran. Sejumlah eksperimen berhasil menunjukkan bahwa dalam perkembangan beberapa spesies organisme peran pejantan secara fundamental tidaklah mutlak (Tong, 1998: 263). Meskipun fakta reproduksi tersebut dapat menjelaskan posisi dan peran pejantan dalam organisme makhluk hidup, akan tetapi peran kaum laki-laki sebagai pejantan masih saja kokoh dan berlaku permanen dalam relasi seksual manusia. Dalam kehidupan sosial, perempuan yang menjalani kehidupan dengan laki-laki akan begitu sulit untuk tetap menjadi diri, terutama jika ia telah mempunyai anak. Akan tetapi, fakta tersebut tidak dapat membuktikan dengan cara apa pun mitos sosial bahwa kapasitas perempuan untuk menjadi diri memang lebih rendah daripada laki-laki.

15 15 Beauvoir berulang-ulang mengatakan bahwa meskipun fakta biologis dan psikologis tentang perempuan misalnya, peran utamanya dalam reproduksi psikologis relatif terhadap peran sekunder laki-laki, kelemahan fisik perempuan relatif terhadap kekuatan fisik laki-laki, dan peran tidak aktif yang dimainkannya dalam hubungan seksual adalah relatif terhadap peran aktif laki-laki dapat saja benar, namun bagaimana kita menilai fakta bergantung kepada kita sebagai makhluk sosial Eksistensi Perempuan Beauvoir menspesifikasi peran sosial sejalan dengan mekanisme utama yang digunakan oleh diri sebagai subjek. Mekanisme utama tersebut digunakan untuk menguasai liyan sebagai objek. Tindakan perempuan yang menerima ke-liyanan mereka adalah misteri feminin yang diturunkan dari generasi ke generasi melalui sosialisasi perempuan yang dibingkai oleh tradisi. Perempuan menyadari perbedaan tubuhnya dengan tubuh laki-laki dari usia yang sangat muda. Dengan pubertas, semakin tumbuhnya payudara, dan dimulainya siklus menstruasi, anak-anak perempuan dipaksa untuk menerima dan menginternalisasi tubuhnya sebagai liyan yang memalukan dan inferior. Menurut Beauvoir, ke-liyanan ini direkatkan dalam lembaga perkawinan dan motherhood (Tong, 1998: 269). Motherhood tidak hanya mengimplikasikan fungsi reproduksi seperti hamil, melahirkan, dan menyusui, tetapi juga fungsi pengasuhan sebagai relasi

16 16 mutlak antara ibu dan anak. Motherhood menjadi lembaga karena fungsi-fungsi tersebut diatur dalam konteks kebudayaan patriarki. Jika peran sebagai istri membatasi pengembangan diri perempuan, peran sebagai ibu lebih membatasi lagi. Beauvoir menyatakan bahwa mengasuh dan membesarkan anak hingga dewasa dapat bersifat mengikat eksistensi seorang perempuan, sedangkan kehamilan mengalienasi perempuan dari dirinya sendiri sehingga hal itu menyulitkan perempuan dalam menentukan arah takdirnya tanpa terganggu. Dalam pandangan Beauvoir, menjadi istri dan ibu adalah dua peran feminin yang membatasi kebebasan perempuan, tetapi hal yang sama juga berlaku bagi peran perempuan pekerja. Perempuan pekerja tidak dapat melepaskan diri dari batasan feminitas. Perempuan pekerja diharuskan menjadi dan bersikap sebagai perempuan, di samping tugas-tugas profesionalnya, ia juga berkewajiban untuk tampil menarik. Pada akhirnya perempuan pekerja menyadari bahwa ia adalah pekerja lapis kedua setelah laki-laki, yang tidak dituntut untuk membangun narsisme sebagaimana dirinya (Tong, 1998: 271). Meskipun semua perempuan terlibat dalam aktifitas feminin, ada tiga jenis perempuan yang terlibat feminitas ekstrim, yaitu pelacur, narsis, dan perempuan mistis. Di satu sisi, pelacur merupakan paradigma perempuan sebagai liyan, sebagai objek yang dieksploitasi. Dalam hal ini eksploitasi yang dimaksud adalah eksploitasi tubuh. Di sisi lain pelacur adalah diri, subjek yang mengeksploitasi.

17 17 Pelacur mendapatkan imbalan karena menjadikan tubuhnya sebagai alat pemenuhan keinginan laki-laki. Narsisme pada perempuan merupakan hasil ke-liyanannya. Narsisme menghambat kemajuan diri perempuan. Perempuan narsis menjadi terikat oleh kebutuhan untuk memenuhi hasrat laki-laki dan untuk menyesuaikan diri dengan selera masyarakat. Penghargaan diri narsis bergantung kepada persetujuan lakilaki dan masyarakat terhadap dirinya. Ia hanya cantik jika masyarakat menyatakan bahwa ia cantik. Ia sendiri tidak mempunyai kekuatan atau kekuasaan untuk menyatakan kecantikannya. Perempuan mistis menurut Beauvoir tidak dapat membedakan Tuhan dengan laki-laki dan laki-laki dengan Tuhan. Perempuan mistis pertama-tama menjadi perempuan narsis yang menganggap dirinya sebagai diri. Diri ini adalah manusia biasa yang kemudian mencita-citakan laki-laki tak hanya sebagai diri melainkan sebagai Dewa. Perempuan mistis mengagungkan dirinya untuk dapat menjadi pantas dimiliki laki-laki yang dianggapnya teragung. Tidak mudah bagi perempuan untuk menghindarkan diri dari imanensi perempuan pembatasan, definisi, dan peran dalam masyarakat yang telah direkatkan laki-laki terhadap perempuan. Meskipun demikian, perempuan dapat menghentikan kondisinya sebagai jenis kelamin kedua atau liyan dengan mengatasi kekuatan-kekuatan dari lingkungan. Perempuan harus mempunyai pendapat dan cara seperti laki-laki. Menurut Beauvoir, dalam proses menuju transendensi untuk mendapatkan eksistensi diri, ada tiga strategi yang dapat dilakukan oleh perempuan.

18 18 Pertama, perempuan dapat bekerja. Dengan bekerja di luar rumah bersama dengan laki-laki, perempuan akan mendapatkan kembali transendensinya. Perempuan secara konkret akan menegaskan statusnya sebagai subjek, sebagai seseorang yang secara aktif menentukan arah nasibnya. Kedua, perempuan dapat menjadi seorang intelektual. Kegiatan intelektual adalah kegiatan ketika seseorang berpikir, melihat, dan mendefinisi, dan bukan nonaktivitas ketika seseorang menjadi objek pemikiran, pengamatan, dan pendefinisian. Ketiga, perempuan dapat bekerja untuk mencapai transformasi sosialis masyarakat. Beauvoir berpendapat bahwa salah satu kunci pembebasan perempuan adalah dengan kekuatan ekonomi yang menciptakan kemandirian perempuan secara ekonomi. Secara garis besar, eksistensi perempuan mencakup eksistensi tubuh dan eksistensi diri. Eksistensi tubuh meliputi perempuan pelacur, perempuan narsis, dan perempuan mistis, sedangkan eksistensi diri meliputi perempuan pekerja, perempuan berintelektual, dan perempuan mandiri ekonomi. Meskipun demikian, Beauvoir berpendapat bahwa idealisme eksistensi perempuan yang dipandang sebagai cara eksistensi yang positif dan realistis adalah eksistensi perempuan yang melibatkan diri, bukan tubuh. Beauvoir menyatakan bahwa setiap perempuan harus menggariskan nasibnya sendiri. Meskipun situasi hukum, politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan menghambat perempuan dan perempuan membiarkan dirinya terikat dan terhambat oleh situasi tersebut, tidak ada satupun dari pembatasan itu yang

19 19 dapat memenjarakan perempuan secara total. Beauvoir ingin perempuan mentransendensi pembatas imanensi mereka untuk melepaskan beban yang menghambat kemajuan perempuan menuju diri yang autentik. Tidak seorangpun atau sesuatupun yang dapat menghambat perempuan yang berketetapan hati untuk maju (Tong, 1998:282). 1.6 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian dengan metode kualitatif memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Pada ilmu sastra, sumber datanya adalah karya, naskah, data penelitian, sebagai data formal adalah kata, kalimat, dan wacana (Ratna, 2008: 46-47). Dalam penelitian feminisme, diperlukan metode bantu yaitu konsep reading as a woman yang diperkenalkan oleh Jonathan Culler. Reading as a woman adalah membaca dengan kesadaran membongkar praduga dan ideologi kekuasan laki-laki yang androsentris dan patriarkhat. Konsep reading as a woman yang dirumuskan Culler (1983: 43-64) adalah membaca dengan penuh kesadaran untuk membongkar ideologi patriarki dan menentang konstruksi gender dalam upaya pencapaian kesejahteraan dan keadilan sosial, terutama memperbaiki nasib dan masa depan kaum perempuan. Terkait dengan konsep kritik sastra feminis, Culler menyatakan bahwa kritik sastra feminis bukan berarti pengkritik perempuan atau kritik tentang pengarang perempuan. Arti sederhana kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang

20 20 sastra dengan kesadaran khusus yakni kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan. Konsep membaca sebagai perempuan tersebut juga merupakan tindakan politik. Fetterly, yang dikutip Culler (1983: 52), menegaskan bahwa feminisme merupakan sebuah tindakan politik karena bertujuan mengubah kesadaran pembaca terhadap apa yang mereka baca. Pernyataan ini mengandung makna bahwa pembaca yang membaca karya sastra dengan kesadaran feminis akan melahirkan kesadaran untuk menghargai perempuan berdasarkan pemahamannya terhadap perempuan dalam karya sastra. Tujuan ini sejalan dengan Donovan (dalam Newton, 1990: 191) yang menganggap membaca sebagai perempuan adalah pola pembacaan untuk memahami perempuan. Adapun langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, menentukan objek material yaitu novel Amba karya Laksmi Pamuntjak. Kedua, menentukan rumusan masalah yaitu bagaimana mitos dan citra perempuan Jawa pascakemerdekaan dalam novel Amba yang mencerminkan posisi perempuan saat itu sebagai penentu arah penelitian. Ketiga, melakukan studi kepustakaan untuk mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang mendukung objek penelitian. Data berupa kalimat-kalimat yang terdapat dalam novel Amba. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca secara berulang-ulang untuk mendapatkan data yang diperlukan. Keempat, melakukan analisis dan interpretasi terhadap novel Amba yang dijadikan objek. Kelima, menganalisis mitos dan citra perempuan Jawa pascakemerdekaan yang mencerminkan posisi perempuan saat itu. Keenam,

21 21 menganalisis perjuangan eksistensi perempuan yang meliputi eksistensi tubuh dan eksistensi diri. Ketujuh, mengambil kesimpulan dan melaporkannya. 1.7 Sistematika Penyajian Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian, dan sistematika penyajian.pada Bab II, penulis akan menjabarkan tentang keterpinggiran perempuan sebagai second sex atau jenis kelamin kedua dalam novel Amba karya laksmi pamuntjak. Pada Bab III, penulis akan menjabarkan mengenai eksistensi perempuan dalam novel Amba karya laksmi pamuntjak. Selanjutnya, Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran tentang penelitian ini.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX BAB 4 KESIMPULAN Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan dalam bab dua dan analisis yang telah dilakukan dalam bab tiga, maka kesimpulan dari skripsi yang berjudul Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H.

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H. Dini mengenai kepemilikan tubuh perempuan yang dikaji dengan menggunakan teori yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Karya sastra tidak luput dari pandangan pengarang terhadap kondisi yang terjadi di lingkungannya, seperti sejarah, budaya, agama, filsafat, politik dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Pertama, ditinjau dari latar waktu, yaitru pada era sesudah

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Pertama, ditinjau dari latar waktu, yaitru pada era sesudah BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Novel Amba karya Laksmi pamuntjak merupakan novel yang sarat dengan kritik sosial, yakni kritik mengenai kurangnya kesadaran perempuan akan keberadaannya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

MEMAHAMI KETERTINDASAN PEREMPUAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI

MEMAHAMI KETERTINDASAN PEREMPUAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MEMAHAMI KETERTINDASAN PEREMPUAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI 87 Winanti Siwi Respati Fakultas Psikologi Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk Jakarta 11510 winanti@indonusa.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abidah El Khalieqy (AEK) adalah pengarang yang kreatif, memiliki daya imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak pembacanya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat

BAB IV KESIMPULAN. Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat BAB IV KESIMPULAN Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat perempuan mengalami opresi di berbagai aspek kehidupan. Ideologi patriarki tersebar begitu luas dan kekuatannya pun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. kritik sastra feminis sosialis karena dalam Kumpulan Cerpen ini

BAB V KESIMPULAN. kritik sastra feminis sosialis karena dalam Kumpulan Cerpen ini BAB V KESIMPULAN Pada Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan karya Hapie Joseph Aloysia terdapat kecenderungan permasalahan yang selaras dengan kritik sastra feminis, yaitu kritik sastra feminis sosialis karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang BAB IV KESIMPULAN Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang terjadi pada abad pertengahan, sampai saat ini masih menyisakan citra negatif yang melekat pada perempuan. Sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi laki-laki sebagai pemilik otoritas lebih tinggi daripada perempuan. Karena laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel. BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lurus. Mereka menyanyikan sebuah lagu sambil menari. You are beautiful, beautiful, beautiful

BAB I PENDAHULUAN. lurus. Mereka menyanyikan sebuah lagu sambil menari. You are beautiful, beautiful, beautiful BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada suatu scene ada 9 orang perempuan dengan penampilan yang hampir sama yaitu putih, bertubuh mungil, rambut panjang, dan sebagian besar berambut lurus.

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal. Olson (2006: 125) juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra yang banyak diterbitkan merupakan salah satu bentuk dari berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk seni, tetapi sastra juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah On ne naît pas femme: on le devient seorang perempuan tidak lahir perempuan, tetapi menjadi perempuan ujar Beauvoir dalam bukunya yang terkenal Le Deuxième

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya yang imajinatif, baik berupa lisan maupun tulisan. Fenomena yang terdapat di dalam karya sastra ini merupakan gambaran suatu budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu bentuk kreativitas pengarang yang di dalamnya mengandung ungkapan perasaan dan pikiran pengarang yang bersumber dari realitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra dijadikan sebagai pandangan kehidupan bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua orang, khususnya pecinta sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

PEREMPUAN YANG MERESISTENSI BUDAYA PATRIARKI

PEREMPUAN YANG MERESISTENSI BUDAYA PATRIARKI RESENSI BUKU PEREMPUAN YANG MERESISTENSI BUDAYA PATRIARKI Nia Kurnia Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat, Jalan Sumbawa Nomor 11 Bandung 40113, Ponsel: 081321891100, Pos-el: sikaniarahma@yahoo.com Identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan cerita pendek Le

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan cerita pendek Le BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan cerita pendek Le dernier Amour du Prince Genghi karya marguerite Yourcenar, maka dapat disimpulkan mengenai tiga masalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 1.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data yang dikumpulkan baik berupa skripsi, jurnal maupun hasil penelitian lainnya, ditemukan beberapa penelitian yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. dalam menentukan dan membentuk konstruksi sosial, yaitu aturan-aturan dan batasan

BAB IV KESIMPULAN. dalam menentukan dan membentuk konstruksi sosial, yaitu aturan-aturan dan batasan BAB IV KESIMPULAN Secara formal, Era Victoria dimulai pada tahun 1837 hingga 1901 dibawah pimpinan Ratu Victoria. Era Victoria yang terkenal dengan Revolusi industri dan kemajuan di berbagai bidang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang ekspresif. Di dunia ini banyak sekali cara mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi ini dapat lewat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman dan imajinasi

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman dan imajinasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil ekspresi isi jiwa pengarangnya. Melalui karyanya pengarang mencurahkan isi jiwanya ke dalam tulisan yang bermediumkan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi bukan berarti perbedaan itu diperuntukkan untuk saling menindas, selain dari jenis kelamin, laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

42, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 arah dan tujuan lembaga tersebut. Konsep bersistem ini biasa disebut dengan ideologi. Salah satu ideologi yang ser

42, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 arah dan tujuan lembaga tersebut. Konsep bersistem ini biasa disebut dengan ideologi. Salah satu ideologi yang ser RESPONS TOKOH PEREMPUAN TERHADAP IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI: SUATU KAJIAN FEMINIS Sherly Yunityas ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adanya respons tokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan pengarang. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan pengarang. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang dan menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang, dan keyakinan pengarang. Karya sastra lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bandingan melibatkan studi teks-teks antarkultur atau budaya. Terdapat hal penting yang merupakan pola hubungan kesastraan. Bagian tersebut seperti

Lebih terperinci

RESPONS - DESEMBER 2009

RESPONS - DESEMBER 2009 Judul : Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme Penulis : Kasdin Sihotang Penerbit : Kanisius, Yogyakarta, 2009 Tebal : 166 halaman Harga : Rp 35.000 Tiada makhluk yang lebih paradoksal selain

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra hadir sebagai wujud nyata hasil imajinasi dari seorang penulis. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan

Lebih terperinci

Media & Cultural Studies

Media & Cultural Studies Modul ke: Media & Cultural Studies Feminisme dalam perspektif Cultural Studies Fakultas ILMU KOMUNIKASI ADI SULHARDI. Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id FEMINISME DAN CULTURAL STUDIES Pemikiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Film pertama kali ditemukan pada abad 19, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah sebuah kreasi yang indah, baik lisan maupun tulisan yang memiliki peran penting dalam menciptakan karya sastra dengan hakikat kreatif dan imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak adalah karya sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak. Bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan

Lebih terperinci