BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI"

Transkripsi

1 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Tujuan dari riset ini sebagaimana dinyatakan di bagian depan adalah pertama: Ingin menggambarkan fenomena terjadinya split ticket voting dalam Pemilu legislatif dan presiden di Indonesia tahun Apakah terjadi split-ticket voting? Jika ya, seberapa banyak split-ticket voting ini terjadi dan bagaimana pola split-nya. Kedua, menguji teori-teori dominan mengenai split-ticket voting dalam konteks Indonesia. Studi mengenai split-ticket voting ini sudah banyak dilakukan di negara maju (terutama Amerika Serikat). Apakah temuan dalam banyak penelitian itu juga berlaku di Indonesia? Jika ternyata temuan itu berlaku atau tidak berlaku, apa penyebab dan penjelasannya. Ketiga, merumuskan faktor-faktor dan mekanisme yang menjelaskan perilaku split-ticket voting dalam konteks Indonesia Terjadinya Split-Ticket Voting dalam Pemilu 2014 Perbandingan hasil pemilu legislatif dan pemilu presiden menunjukkan terjadinya pembelahan suara (split-ticket voting) dalam pemilu Indonesia Jika suara pendukung partai tidak terbelah, pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang didukung oleh partai dengan jumlah suara lebih besar, seharusnya memenangkan pemilihan presiden. Sebab total jumlah pemilih dari partai Koalisi Merah Putih yang mendukung pasangan ini (Gerindra/Golkar/PPP/PKS/PAN/Demokrat/PBB) adalah sebesar 63,54%. Sementara jumlah suara yang didapat Prabowo-Hatta pada pemilu presiden hanya 46,85%. Pola ini kebalikan dari pemenang pemilu presiden 2014 yakni pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pasangan yang didukung Koalisi Indonesia Hebat (PDI P/Hanura/ NasDem/PKB/PKPI) ini meraih 53,15% suara. Padahal total jumlah pemilih partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat hanya 40,38%. Dari hasil survei nasional yang dilakukan penulis pada Mei dan Juni 2014, juga bisa dicek adanya fenomena split-ticket voting. Caranya adalah membandingkan jawaban responden untuk pemilu legislatif dan pemilu presiden. Dari hasil survei tampak lebih 187

2 jelas adanya fenomena split-ticket voting di pemilu Jumlah split voting dari hasil survei adalah sebesar 20,3% pada Mei 2014 dan 19,2% pada Juni 2014, dan straight voting adalah 56,0% pada Mei 2014 dan 61% pada Juni Adapun sebanyak 23,7% (Mei 2014) dan 19,8% (Juni 2014) tidak bisa diidentifikasi kategorisasinya. Ini terjadi ketika untuk pilihan partai atau kandidat, responden menjawab tidak tahu atau tidak bersedia menjawab. Angka 20,3% (Mei 2014) dan 19,2 (Juni 2014) bisa menunjukkan pembelahan (split) suara pemilih partai ke kandidat pasangan presiden yang berbeda Hasil Pengujian Model-Model Split-ticket Voting Pada Bab IV dan V, penelitian ini telah menguji lima model yang selama ini dominan dipakai oleh ahli dalam menjelaskan fenomena split-ticket voting, yakni model moderasi (keseimbangan) dari Fiorina, model konflik harapan dari Jacobson, model kepemilikan isu dari Petrocick, model check and balance, dan model pemasaran politik. Kelima model itu kemudian ditambah model sosiologis demografis yang juga dibicarakan dalam kajian split-voting meskipun jarang. Diuji pula model yang diajukan penulis sebagai alternatif model penjelas yang dianggap lebih tepat untuk konteks Indonesia, yakni model low information. Tabel 6.1. menyajikan rangkuman hasil pengujian regresi logistik. Secara statistic, untuk melihat kekuatan dari model bisa dilihat dari dua informasi penting yang disediakan oleh regresi logistik. Pertama, persentase benar (percentace correct). Angka ini merujuk kepada model ini bisa menjelaskan berapa persen dari kasus. Semakin besar nilai akan semakin baik karena mengindikasikan bahwa model bisa menjelaskan semua kasus (sampel) yang diuji dalam penelitian. Kedua, Nagelkerke R Square. Nilai ini sama dengan R Square pada regresi linear. Angka Nagelkerke R Square merujuk kepada berapa besar (%) variabel bebas (independen) bisa menjelaskan terjadinya variabel terikat (dependen) - dalam hal ini split dan straight voting. Angka Nagelkerke R Square sebesar 0,30 misalnya, bisa diartikan sebagai variabel variabel bebas (independen) dalam model bisa menjelaskan sebesar 30% dari terjadinya split-ticket voting dan sisanya (70%) disebabkan oleh variabel lain. Dari tabel 6.1 tersebut terlihat, enam model (keseimbangan dari Fiorina, model konflik harapan dari Jacobson, model kepemilikan isu dari Petrocick, model check and 188

3 balance, model pemasaran sosial, dan model sosial demografis) tidak cukup baik dalam menjelaskan terjadinya split-ticket voting. Model ini mempunyai Percentace Correct hanya sebesar 70-82%. Kelemahan dari keenam model ini makin terlihat dari angka Nagelkerke R Square. Model tersebut hanya bisa menjelaskan kurang dari 5% saja dari split-ticket voting. Variabel-variabel independen yang diuji dalam model ini hanya bisa menjelaskan kurang dari 5%, sementara sisanya (95%) disebabkan oleh variabel lain. Sementara model low information yang diajukan penulis mampu mencapai angka percentage correct dan daya jelas lebih tinggi. Masing-masing 81,6% sampai dengan 96% percentage correct dan daya jelas 0,366% sampai dengan 64%. 21 Tabel 6.1. Rangkuman Hasil Regresi Logistik Model Split-ticket voting No Model Percentace Correct (Regresi Logistik) Nagelkerke R Square (Regresi Logistik) Mei 2014 Juni 2014 Mei 2014 Juni Model Keseimbangan 0,024 0,035 (Fiorina) 81,8% 77,7% 2 Model Konflik Harapan (Jacobson) 82,4% 82,4% 0,025 0,025 3 Model Kepemilikan Isu 0,013 0,051 (Petrocick) 72,7% 76,6% 4 Model Check and Balance 75,7% 78,8% 0,032 0,014 5 Model Pemasaran Politik 81,1% 73,4% 0,016 0,028 6 Model Sosial Demografis 73,4% 73,1% 0,017 0,035 7 Model Low Information Antara 83,5-95,0% Antara 81,6-96% 0,366 hingga 0,636 0,40 hingga 0,64 Rendahnya nilai Nagelkerke R Square tersebut mengindikasikan bahwa model dominan yang selama ini banyak dipakai di Amerika dan Eropa dalam menjelaskan terjadinya split-ticket voting kurang bisa digunakan di Indonesia. Mengapa model-model tersebut tidak bisa digunakan dalam menjelaskan fenomena split-ticket voting di Indonesia? Pertama, konteks dari berlakunya teori-teori tersebut tidak sesuai atau tidak terpenuhi dalam konteks Indonesia. Hal ini baik menyangkut akses terhadap informasi, 21 Riset ini adalah bagian dari tradisi kuantitatif. Sesuai namanya, di sini ada kecenderungan menguantifikasi daya jelas variabel dan teori dalam angka. Suatu praktek yang belum tentu sejalan dengan pembaca dari tradisi kualitatif. Hemat penulis, daya jelas variabel model low information 0,366-0,64 sudah cukup baik. Yang jelas, lebih baik/tinggi daripada model lain yang diuji. Mengingat banyaknya variabel yang bekerja dalam suatu fenomena sosial, sangat sulit mendapatkan model dengan daya jelas mencapai 1 alias 100%. 189

4 tingkat pendidikan, sistem kepartaian, maupun sistem pemilunya. Berikut rangkuman prasyarat konteks bekerjanya model dan perbedaannya dengan situasi di Indonesia (Tabel 6.2). Tabel 6.2. Rangkuman Model dan Alasan Mengapa Model Tidak Bekerja di Indonesia Model Tesis Utama Asumsi Berlakunya Model Kondisi di Indonesia Model Keseimbangan (Fiorina) Model Konflik Harapan (Jacobson) Model Kepemilikan Isu (Petrocick) Split-ticket voting lebih mungkin terjadi pada pemilih yang relatif moderat, tidak ekstrim pada spektrum ideologi. Split-ticket voting terjadi ketika pemilih berusaha untuk memuaskan keinginan lewat partai dan kandidat yang berbeda. Dengan memilih partai atau kandidat yang beragam, maka pemilih memandang bisa memenuhi semua kebutuhannya. Split-ticket voting terjadi karena pemilih menetapkan standar yang berbeda untuk pemilihan yang berbeda. Ketika memilih presiden, (a) Terdapat posisi atau spektrum ideologi yang tajam. Partai dan kandidat yang ada mewakili spektrum ideologi tersebut. Program partai mewakili spektrum ideologi tersebut. Sebagai akibatnya, pemilih yang moderat akan cenderung membagi suaranya agar tidak terjadi kondisi ekstrim. Pemilih tidak menginginkanpemerintah dan kebijakannya terlalu ekstrim pada posisi ideologi tertentu. (b) Pemilih mempunyai pengetahuan dan bisa mengetahui dengan tepat isu dan program dari partai. Posisi-posisi ideologi yang ekstrim dinilai identik dengan partai tertentu. (a) Partai atau kandidat tidak mungkin bisa memenuhi semua harapan pemilih. Partai dan kandidat mempunyai kekuatan masing-masing, misalnya untuk isu tertentu yang kuat adalah partai A sementara isu lain yang kuat adalah partai B. (b) Pemilih mengetahui perbedaan program masing-masing partai dan kandidat. Kekuatan masingmasing partai dan kandidat terkait dengan sejarah di masa lalu. Bisa menempatkan harapan mana yang ingin dipenuhi oleh partai dan kandidat tertentu, dan mana yang ingin dipenuhi oleh partai dan kandidat lain. (a) Partai mempunyai sumber kekuatan yang berbeda. Misalnya, ada partai yang identik dengan isu tertentu yang disukai oleh pemilih. Sementara partai lain lebih kuat di sisi anggota legislatif yang ditawarkan. (b) Pemilih secara rasional (a) Partai yang ada tidak mewakili spektrum ideologi yang ekstrim (kiri vs kanan); (a) Partai yang ada tidak menampilkan spektrum ideologi yang jelas; (c) Partai kerap mengangkat program dan kebijakan yang bertentangan dengan garis ideologi yang ditentukan (pragmatis). Sebagai akibatnya, tidak terbentuk identitas ideologi partai yang kuat. (a) Partai tidak mempunyai kekuatan program atau isu tertentu yang identik dengan partai tersebut. Program masingmasing partai bahkan kerap seragam satu sama lain, tidak bisa dibedakan secara tegas. (b) Pemilih tidak bisa membedakan kekuatan program dari masingmasing partai dan kandidat. (a) Pemilih tidak membedakan pemilu legsilatif dan presiden sebagai dua jenis pemilihan yang terpisah. (b) Pertimbangan pemilih dalam memilih leguslatif dan presiden relatif sama. 190

5 Model Check and Balance Model Pemasaran Politik standar atau penilaian yang dipakai adalah isu yang diangkat. Sebaliknya ketika memilih anggota legislatif, standar atau kriteria yang dipakai adalah pada sisi kandidat, seperti kepribadian, kompetensi dan seterusnya. Split terjadi karena pengalaman dan sejarah partai yang panjang, membuat partai mempunyai kekuatan masingmasing. Misalnya, partai tertentu lebih kuat di isu sehingga bisa memenangkan pemilu presiden, sementara partai lain lebih kuat di anggota legislatif (kandidat) sehingga lebih memenangkan pemilu legislatif. Pemilih pada dasarnya menginginkan terjadinya keseimbangan (ekuilibrium), tidak ingin kekuasaan didominasi oleh pertai tertentu saja. Pemilih secara sengaja membagi suara (split) agar cabang kekuasaan (terutama legislatif dan eksekutif) tidak berada di tangan satu partai. Split-ticket voting terjadi karena sebab-sebab atau alasan struktural, seperti seberapa pendekatan pada pemilih (iklan, membuat split (pembedaan) kriteria atau dasar dalam memilih legislatif dan presiden. Perbedaan kriteria itu akan berakibat pada pilihan yang split. (a) Ada partai penguasa (pemerintah) dan partai oposisi. Dengan pemegang kekuasaan yang berbeda, akan terjadi check and balance. Partai yang berkuasa di eksekutif misalnya akan dikontrol oleh partai yang berkuasa di legislatif. (b) Pemilih menginginkan terjadinya pembagian kekuasaan. Pemilih tidak ingin cabang kekuasaan berada di tangan satu partai. Perilaku split adalah upaya pemilih untuk menciptakan check and balance. Ketika satu partai sudah menguasai eksekutif, pemilih memberikan suara ke partai lain agar memenangkan legislatif. (a) Partai dan presiden mempunyai pemasaran politik yang berbeda. Misalnya, untuk Pemilu legislatif, yang kuat adalah partai A, sementara untuk Pemilu presiden yang lebih aktif dan menarik justru kandidat dari partai B. Pemilih tidak menetapkan standar atau kriteria yang berbeda untuk jenis pemilihan yang berbeda. (c) Tidak/belum terbangun kepemilikan isu dalam sistem dan tradisi kepartaian di Indonesia. (a) Masih kuatnya pandangan integralistik di kalangan pemilih Indonesia yang menginginkan adanya kekuatan tunggal dalam politik. (b) Pemilih Indonesia menganggap oposisi bukan sesuatu yang baik. Oposisi dilihat sebagai konflik, tidak harmonis. (a) Akses pada kampanye yang rendah, khususnya hadir di kampanye dan dihubungi oleh tim partai atau calon presiden. (b) Persuasi dan kampanye tidak dibandingkan satu 191

6 Model Sosial Demografis Model Low information kampanye, dsb). Pemilih memilih partai atau kandidat tertentu karena dipersuasi oleh partai atau kandidat tertentu. Pilihan yang berbeda terjadi karena pemasaran politik yang berbeda yang dilakukan oleh partai atau kandidat. Split-ticket voting terjadi karena sebab-sebab sosiologis atau demografis. Splitticket voting lebih mungkin terjadi untuk orang dengan latar belakang tertentu dibandingkan dengan orang dengan latar belakang lain, misalnya: gender perempuan, pendidikan tinggi, status sosial ekonomi tinggi dan sebagainya. Split terjadi bukan akibat intensi (kesengajaan) dan pertimbangan rasional dari pemilih. Split terjadi akibat cues, sesuatu yang mencolok seperti kedekatan pada partai dan kesukaan pada kandidat. Pemilih memilih partai X, dan akan memilih kandidat presiden dari partai Y karena suka dengan kandidat tersebut. Pilihan itu bukan karena pertimbangan rasional atau strategi elektoral. (b) Pemilih rasional, aktif dan terlibat pada kegiatan kampanye, memperhatikan persuasi yang dilakukan oleh partai dan kandidat. Pemilih memilah dan memutuskan pilihan berdasar atas persuasi dan pemasaran yang dilakukan oleh partai dan kandidat. (a) Pemilih terbagi secara tegas berdasar kategori tertentu, misalnya pendidikan, jenis kelamin dan sebagainya. Perilaku pemilih berbeda secara jelas menurut dasar sosial demografis. (b) Pemilih dengan kategori sosial yang berbeda. Misalnya antara endidikan tinggi dan rendah mempunyai perilaku yang berbeda. Misalnya, pemilih berpendidikan tinggi lebih rasional, sementara pemilih berpendidikan rendah lebih emosional dan sebagainya. (a) Pengetahuan pemilih pada partai dan kandidat relatif rendah, tidak bisa membedakan program dan kekuatan partai dan kandidat. (b) Keterlibatan pemilih juga relatif rendah (low involvement). (c) Tingginya faktor ketokohan, seperti kesukaan pada kandidat tertentu. sama lain. (c) Kampanye bukan menjadi variabel dalam mempengaruhi pilihan. (a) Partai atau kandidat tidak terbagi berdasar kelas dan kategori sosial. Misalnya, partai yang ditujukan untuk kelompok pemilih tertentu. (b) Partai di Indonesia cenderung menjadi catch all party. (b) Pada dasarnya pilihan bukan disebabkan oleh variable sosiologis dan demografis tapi oleh variable lainnya. Sesuai dengan kondisi pemilih di Indonesia 192

7 Sebab kedua teori-teori dominan tidak bekerja di Indonesia adalah mekanisme berpikir pemilih Indonesia yang kiranya tidak sesuai dengan asumsi teori-teori dominan. Dengan mengambil wawasan dari kajian-kajian di dunia persuasi, analisa perilaku pemilih kiranya bisa mendapat suatu perspektif baru. Teori Hallahan (2000) tentang keragaman jenis publik (baca: pemilih) dan jalur-jalur pengolahan informasi dari Petty dan Cacioppo (Petty et. al, 2002), kiranya dapat memberikan arah tentang mekanisme bagaimana pemilih melakukan split-ticket voting dalam pemilu Seperti telah dikutipkan sebelumnya, salah satu yang menarik dari teori persuasi kontemporer adalah publik tidaklah dilihat secara tunggal. Publik sebaliknya dilihat plural, majemuk. Para ahli persuasi menggunakan identifikasi mengenai publik atau khalayak tersebut untuk merancang pesan agar pesan persuasi efektif ke tangan khalayak. Pesan persuasi harus disesuaikan dengan karakteristik dan identifikasi dari khalayak tersebut agar efektif. Hallahan (2000) membuat tipologi mengenai khalayak yang bisa dipakai dan diadaptasi dalam menjelaskan perilaku pemilih. Hallahan melihat khalayak atau publik tidak tunggal. Khalayak, sebaliknya, dilihat mempunyai berbagai jenis. Hallahan (2000) membagi khalayak berdasar dua aspek. Pertama, pengetahuan (knowledge). Sejauh mana khalayak mengetahui isu-isu yang ada. Kedua, keterlibatan (involvement). Sejauh mana khalayak terlibat dengan isu yang diperbincangkan,. Berdasar atas dua aspek tersebut, Hallahan (2000) kemudian membagi khalayak atau publik ke dalam 5 kategori, yakni publik yang aktif (active publics), publik yang sadar (aware publics), publik yang tergerak (aroused publics), publik yang tidak aktif (inactive publics) dan bukan publik (non-publics). Tabel 6.4. Tipologi Khalayak Menurut Hallahan Keterlibatan Keterlibatan (Involvement) Tinggi Pengetahuan Pengetahuan Tinggi I Publik yang aktif (Active Publics) Keterlibatan (Involvement) Rendah II Publik yang sadar (Aware Publics) Tidak Keterlibatan (Involvement) Ada 193

8 Pengetahuan Rendah III Publik yang tergerak (Aroused Publics) IV Publik yang tidak aktif (Inactive Publics) Tidak Punya Pengetahuan Sumber: Hallahan (2000:504) V Bukan publik (Non- Publics) Berangkat dari insipirasi Hallahan (2000) di atas, peneliti membagi ke dalam dua kataegori, yakni publik dengan kategori high information dan publik dengan kategori low information. Publik dengan kategori high information adalah publik yang masuk dalam kategori active publics dan aware publics dalam kategori yang dibuat oleh Hallahan (2000). Publik dengan kategori high information dicirikan sebagai berikut. Pertama, mereka mempunyai basis pengetahuan yang cukup sebagai bahan dalam mengolah pesan. Kedua, mereka mempunyai keinginan dan kemampuan dalam mengolah pesan. Ini dicirikan oleh upaya khalayak untuk menimbang-nimbang informasi, membuat perbandingan, dan mengambil keputusan berdasar pertimbangan yang sudah dibuat tersebut. Jika konsep high information ini ditarik dalam ranah perilaku pemilih, pemilih dengan kategori high information adalah pemilih yang mempunyai pengetahuan dan keterlibatan yang cukup. Ketika mengambil keputusan (misalnya memilih partai atau kandidat) didasarkan pada pertimbangan rasional - membandingkan kekuatan partai satu dengan partai lain. Sementara pemilih dengan kategori low information mempunyai ciri yang bertolak belakang dengan pemilih high information. Pertama, tingkat pengetahuan rendah, tidak mengetahui secara persis isu yang diperbincangkan. Kedua, tidak ada proses pengolahan pesan. Ketika seseorang membuat pilihan, tidak didasarkan pada pertimbangan berupa membandingkan informasi satu dengan lain. Dalam konteks perilaku pemilih, khalayak tidak membandingkan satu partai dengan partai lain, melihat kelebihan dan kelemahan dan seterusnya. Kiranya, pemilih di Indonesia lebih cenderung masuk ke dalam kategori low information dibandingkan dengan high information. Analisa data survei yang disajikan oleh penulis sebelumnya memperkuat bukti bahwa Indonesia masuk dalam kategori pemilih low information. Apa keterkaitan antara low information ini dengan perilaku pemilih? Sekali lagi, kita bisa mengacu kepada teori- 194

9 teori mengenai persuasi (lihat kembali pada Bab II). Teori-teori persuasi menyatakan bahwa ada perbedaan perilaku antara khalayak dengan kategori high information dan low information. Pada khalayak dengan kategori high information, proses pengolahan informasi yang terjadi adalah berada pada jalur sentral. Ini ditandai oleh logika, penggunaan rasional, perbandingan antar pesan dan sebagainya. Sementara khalayak dengan kategori low information ditandai oleh pilihan berdasar penampakan yang mencolok (cues). Tabel Tipologi Pemilih dan Pemrosesan Informasi Pemilih Pemrosesan informasi Ciri High information (HI) Jalur sentral Rasional, logika, menimbang dan memperbandingkan pesan Low Information (LI) Jalur pinggiran (peripheral) Tidak menimbang pesan, lebih mendasarkan pada penampakan yang mencolok (cues) Apa sesuatu yang mencolok (cues) yang tinggal ambil dan bisa langsung dipergunakan dalam konteks perilaku pemilih? Pada Bab II, penulis mengusulkan dua aspek yang bisa berfungsi sebagai cues dalam mekanisme perilaku split voting. Kedua cues ini adalah kedekatan pada pemilih (PartyID) dan kesukaan pada kandidat. Dua aspek ini merupakan cues, yang tinggal langsung dipakai tanpa harus menggunakan penalaran yang kompleks, khususnya bagi pemilih low information. Party ID menjadi variabel yang berpengaruh dalam split ticket karena identifikasi partai menjadi cues bagi pemilih low information dalam mencari calon presiden. Pemilih yang memiliki party ID akan cenderung memilih calon presiden yang partainya sama dengan dirinya. Dalam bahasa ELM (Elaboration Likelihood Method), party ID berfungsi sebagai jalur peripheral bagi pemilih dalam menentukan calon presiden. Party ID adalah cues ke pilihan calon presiden. Itu sebabnya di Amerika Serikat, negara dengan tingkat party ID tinggi (kisaran 80%) siapapun calon presiden yang dihasilkan oleh konvensi partai akan mendapatkan proporsi dukungan yang tinggi dari pemilih partai bersangkutan. Artinya, siapapun pemenang konvensi dalam pilpres Amerika tahun 2008 lalu, apakah Barack Obama atau Hillary Clinton, atau calon yang lain, akan mendapatkan 195

10 dukungan yang hampir penuh dari pemilih Demokrat. Hal sebaliknya berlaku untuk calon presiden dari Partai Republik. Dukungan dari pemilih Partai Republik ke calon presiden Partai Republik dapat diharapkan tinggi. Hal ini kurang berlaku di Indonesia, suatu negara dengan tingkat party ID yang relative rendah (dalam survei Mei dan Juni 2014, party ID tercatat masing-masing 27% dan 31,4%). Situasi ini telah tergambar dengan baik dalam kasus pencalonan Wiranto sebagai calon presiden Golkar di pemilu Wiranto terpilih sebagai capres Golkar lewat mekanisme konvensi setelah mengalahkan sejumlah peserta konvensi Golkar lain termasuk di antaranya Akbar Tanjung, Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, dan Surya Paloh. Nyatanya dalam pilpres, suara pemilih Golkar jauh dari solid mendukung Wiranto (lihat data di Bab I). Hal ini terkait party ID pemilih Golkar yang rendah selain daya tarik Wiranto sebagai calon presiden yang kalah pamor dengan Susilo Bambang Yudhoyono 22. Pamor atau dalam kajian ini disebut sebagai evaluasi kandidat, menjadi cues berikutnya yang memainkan peran lebih besar dalam proses split ticket voting. Di negaranegara demokrasi maju, tokoh dipercaya tetap penting dalam menjelaskan perilaku memilih (Campbell, et. al. 1960; Miller dan Shanks, 1996; Bean dan Mughan, 1989; Bean dan Kelley, 1988; Graetz dan McAllister, 1987; Miller dan Miller, 1975; Butler dan Stokes, 1974; Stokes, 1966 dalam Mujani, Liddle, Ambardi, 2012). Apalagi di negara demokrasi baru baru seperti Indonesia di mana kekuatan tokoh memang memiliki sejarah yang panjang. Evaluasi kandidat presiden menjadi variabel yang semakin kuat dalam sistem politik dengan party ID rendah seperti Indonesia. Di tengah kebingungan terhadap ideologi politik yang tidak jelas, ketiadaan kepemilikan isu antara pemilu legislatif dan pemilu presiden, dan program kerja yang sulit dibedakan antara calon presiden, maka evaluasi kandidat presiden kemampuannya dan kepribadiannya seperti kepintaran, 22 Untuk adilnya harus dikatakan pula bahwa dukungan pimpinan resmi Partai Golkar kepada Wiranto dalam pilpres 2004 tidak cukup maksimal. Paling tidak hal ini tercermin dari banyaknya tokoh teras Partai Golkar yang membelot dan menyatakan dukungannya kepada Susilo Bambang Yudhoyono dalam masa kampanye. Patut diduga, Akbar Tanjung sebagai Ketua Umum Partai Golkar yang mewacanakan dan menyelenggarakan konvensi merasa kecewa karena ia sendiri gagal terpilih sebagai capres. Dapat ditambahkan bahwa calon presiden dalam konvensi Golkar dipilih oleh para pemimpin Golkar di pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Jumlah suara pimpinan tingkat kabupaten/kota jadi penentu karena jumlahnya jauh lebih banyak. 196

11 kejujuran, ketegasan dan kepedulian pada masyarakat menjadi cues yang memandu pemilih Indonesia mencoblos calon presidennya. Karena itu tidak mengherankan, calon presiden dengan evaluasi yang positif akan menarik pemilih dari partai yang tidak mencalonkan dirinya. Pada pemilu presiden 2004, Susilo Bambang Yudhoyono adalah calon presiden dengan evaluasi terbaik di mata publik. Oleh karena itu ia mampu menarik pemilih dalam jumlah besar dari partai-partai lain. Sebaliknya, Hamzah Haz, calon dengan evaluasi terlemah, tidak mampu menarik suara dari partainya sendiri. Apalagi menarik suara dari partai lain Faktor dan Rumusan Model Split-ticket Voting di Indonesia Tujuan ketiga dari penelitian ini adalah merumuskan faktor dan mekanisme splitticket voting yang bisa dipakai untuk menjelaskan fenomena split-ticket voting di Indonesia. Penulis mengusulkan suatu pendekatan yang disebut sebagai low information sebagai lawan dari pendekatan high information. Teori-teori yang banyak dipakai dalam menjelaskan perilaku split-ticket voting menempatkan pemilih pada level high information dengan niat dan kemampuan pemilih untuk memilah, membandingkan satu partai dengan partai lain atau antara satu kandidat dengan kandidat lain. Menurut penulis, dalam konteks negara Indonesia (yakni tipe pemilih low information), yang berlaku justru adalah pendekatan yang low information pula. Ketika memutuskan untuk memilih (dan sebagai produk akhirnya adalah split-ticket voting) pemilih tidak melakukannya secara sengaja dan kompleks, membandingkan satu partai dengan partai lain atau antara satu kandidat dengan kandidat lain. Yang terjadi adalah proses non-intensional di mana pemilih banyak menggunakan cues dalam mengambil keputusan (jalur peripheral). Berdasarkan riset-riset perilaku pemilih di negara lain dan di Indonesia, penulis melihat dua faktor penting yang berfungsi sebagai cues dalam mekanisme split-ticket voting, yakni kedekatan pada partai (PartyID) dan evaluasi kandidat presiden. Pengujian memperlihatkan model ini cukup baik dalam menjelaskan split-ticket voting di Indonesia. 23 Survei bulan Mei dan Juni 23 Dalam tulisan ini, pengunaan istilah model low information dengan dua alasan. Pertama, untuk mengontraskan dengan model (teori-teori) yang mapan dalam riset split-ticket voting seperti model keseimbangan Fiorina, model konflik harapan Jacobson, dan model kepemilikan isu Petrocik. Kedua, untuk memudahkan pembahasaan dan pembahasan konsep-konsep dalam tulisan ini. Penulis menyadari 197

12 2014 secara konsisten memperlihatkan hasil bahwa model ini cukup baik menjelaskan split-ticket voting di Indonesia Rekomendasi Temuan dalam penelitian ini, terutama usulan mengenai model low information perlu diuji lebih lanjut. Penelitian selanjutnya bisa melanjutkan hasil dari studi ini. 1. Pengujian untuk konteks pemilu lain atau pilkada Model low information yang ditawarkan oleh penulis perlu diuji lagi untuk pemilu lain selain Pemilu 2014, baik Pemilu sebelum 2014 (terutama Pemilu 2004 dan jika datanya tersedia) ataupun Pemilu setelah Pengujian juga bisa dilakukan pada level pilkada. Pengujian ini diperlukan untuk melihat konsistensi hasil. Apakah temuan dan model yang penulis paparkan ini berlaku unik (hanya terjadi khusus pada Pemilu 2014) ataukah berlaku umum, bisa menjelaskan fenomena pemilu di Indonesia secara keseluruhan? Apakah hanya berlaku pada skala nasional atau juga pada skala lokal (dalam konteks pilkada langsung)? 2. Pengujian untuk pemilu di negara lain yang mempunyai konteks pemilu seperti Indonesia Model ini disebuat sebagai model low information untuk dilawankan dengan model high information. Penulis berargumentasi bahwa kondisi Indonesia berbeda dengan negara dengan kategori high information tempat dimana teori-teori mengenai split-ticket voting ini banyak diuji dan memperoleh bukti empiris. Model low information ini secara teoritis bisa dipakai di negara lain yang mempunyai tipe dan kondisi yang sama dengan Indonesia - ditandai oleh pendidikan dan keterlibatan pemilih yang rendah, sistem multi partai, sistem pemilu proporsional, dan sejarah kepartaian yang pendek. Untuk penggunaan istilah model ini harus dengan catatan karena pada dasarnya model ini bertumpu pada variable Party ID dan ketokohan yang notabene sudah lebih dulu dikenal sebagai model psikologis Michigan dan model leadership Mujani dan Liddle. Yang baru dalam riset ini adalah model Michigan dan model Mujani dan Liddle digunakan untuk menjelaskan fenomena split ticket voting, bukan menjelaskan perilaku pemilih partai atau memilih presiden. Yang baru juga dari riset ini adalah memperkenalkan teori ELM (Elaboration Likelihood Model) dalam menjelaskan perilaku split-ticket. Lewat teori ELM kita bisa melihat mekanisme pikiran pemilih ketika melakukan split voting, yakni melalui jalur peripheral dan bukan jalur sentral. 198

13 mengetahui apakah model ini bisa dipakai di negara lain dengan tipe yang sama dengan Indonesia, perlu pengujian lebih lanjut. 3. Pengujian dengan metode penelitian yang berbeda Model low information tidak hanya menguji faktor atau variabel yang diduga menjelaskan split ticket voting di Indonesia, tapi juga mencoba merumuskan mekanisme yang berlangsung di kepala pemilih ketika melakukan split. Rumusan mekanisme itu dipinjam dari ilmu persuasi, khususnya teori ELM (Elaboration Likelihood Method) oleh Petty dan Cacioppo. Apakah mekanisme yang berlangsung benar seperti dikonstruksikan dalam penelitian ini dapat dikonfirmasi lebih jauh lewat penelitian eksperimental atau penelitian kualitatif yang menggali cara, tahap, dan proses berpikir pemilih ketika melakukan split-ticket voting di Indonesia. 199

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya

Lebih terperinci

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental (Adinda Tenriangke Muchtar, Arfianto Purbolaksono The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research) http://www.shnews.co/detile-28182-gelombang-efek-jokowi.html

Lebih terperinci

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014 Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif Mei 2014 Head to Head Jokowi-JK Vs Prabowo-Hatta dan Kampanye Negatif Geliat partai politik dan capres menggalang koalisi telah usai. Aneka

Lebih terperinci

13 HARI YANG MENENTUKAN HEAD TO HEAD PRABOWO HATTA VS JOKOWI - JK. Lingkaran Survei Indonesia Juni 2014

13 HARI YANG MENENTUKAN HEAD TO HEAD PRABOWO HATTA VS JOKOWI - JK. Lingkaran Survei Indonesia Juni 2014 13 HARI YANG MENENTUKAN HEAD TO HEAD PRABOWO HATTA VS JOKOWI - JK Lingkaran Survei Indonesia Juni 2014 1 13 Hari Yang Menentukan Tiga belas hari menjelang pemilu presiden 9 Juli 2014, total pemilih yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budiarjo (2008) mengatakan, salah satu perwujudan demokrasi yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budiarjo (2008) mengatakan, salah satu perwujudan demokrasi yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Demokrasi yang sehat dapat dilihat melalui pembangunan masyarakat politik yang baik dan kondusif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan aplikasi berbagai disiplin ilmu manajemen seperti marketing. Hal

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan aplikasi berbagai disiplin ilmu manajemen seperti marketing. Hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek politik di Indonesia telah berkembang sedemikian pesat dengan memanfaatkan aplikasi berbagai disiplin ilmu manajemen seperti marketing. Hal ini didorong oleh

Lebih terperinci

Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah

Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah LSI DENNY JA Oktober 2014 Mayoritas Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah Kalah lagi dalam pemilihan pimpinan MPR, Koalisi Jokowi-JK (Koalisi Indonesia

Lebih terperinci

Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta

Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta Laporan Akhir Penelitian Pola Surat Suara Tidak Sah dalam Pemilu Presiden 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta kerjasama

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa dalam menyuguhkan informasi yang akurat dan faktual semakin dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kebutuhan tersebut diiringi dengan semakin

Lebih terperinci

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014 BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014 1 Rebutan dukungan di 5 Kantong Suara Terbesar (NU, Muhammadiyah, Petani, Buruh, dan Ibu Rumah Tangga) Empat puluh hari

Lebih terperinci

MEDIA SURVEI NASIONAL

MEDIA SURVEI NASIONAL MEDIA SURVEI NASIONAL GRAHA MUSTIKA RATU, SUITE 707 Jl. Gatot Subroto Kav. 74-75, Jakarta 12870 Telp : 021-83709208, 83709209. Fax : 021-83795585. CP : RICO MARBUN (08121379579) www.median.or.id I. METODOLOGI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

LAPORAN EKSEKUTIF SURVEI NASIONAL MEI 2014

LAPORAN EKSEKUTIF SURVEI NASIONAL MEI 2014 LAPORAN EKSEKUTIF SURVEI NASIONAL 24 29 MEI 2014 1 PENGANTAR Survei nasional ini ditujukan untuk menjawab sejumlah pertanyaan besar berikut: Apakah pemilih sudah memiliki pilihan untuk pilpres 2014? Pasangan

Lebih terperinci

Evaluasi Pemilih atas Kinerja Dua Tahun Partai Politik. Survei Nasional Maret 2006 Lembaga Survei Indonesia (LSI)

Evaluasi Pemilih atas Kinerja Dua Tahun Partai Politik. Survei Nasional Maret 2006 Lembaga Survei Indonesia (LSI) Evaluasi Pemilih atas Kinerja Dua Tahun Partai Politik Survei Nasional Maret 2006 Lembaga Survei Indonesia (LSI) www.lsi.or.id Ihtisar Sudah hampir dua tahun masyarakat Indonesia memilih partai politik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengaruh yang ditimbulkan oleh media massa (Effendy, 2003: 407).

I. PENDAHULUAN. pengaruh yang ditimbulkan oleh media massa (Effendy, 2003: 407). 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu, peneliti-peneliti komunikasi massa telah menyadari betapa kuatnya peran media komunikasi dalam membentuk pikiran masyarakat. Media komunikasi memiliki

Lebih terperinci

2014 : PEMERINTAHAN GOLKAR ATAU PEMERINTAHAN PDIP? Lingkaran Survei Indonesia Februari 2014

2014 : PEMERINTAHAN GOLKAR ATAU PEMERINTAHAN PDIP? Lingkaran Survei Indonesia Februari 2014 2014 : PEMERINTAHAN GOLKAR ATAU PEMERINTAHAN PDIP? Lingkaran Survei Indonesia Februari 2014 1 Kata Pengantar 2014: Pemerintahan Golkar atau Pemerintahan PDIP? Pemilu 2014 nantinya ditandai oleh satu monumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan dan demokrasi sekarang ini dalam pemilihan umum

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan dan demokrasi sekarang ini dalam pemilihan umum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era keterbukaan dan demokrasi sekarang ini dalam pemilihan umum presiden 2014 semakin ketat dan sangat bersaing tidak hanya dibutuhkan kemampuan dari kandidat

Lebih terperinci

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA BAB V KESIMPULAN Media massa di Indonesia berkembang seiring dengan bergantinya pemerintahan. Kebijakan pemerintah turut mempengaruhi kinerja para penggiat media massa (jurnalis) dalam menjalankan tugas

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Karakteristik demografi pemilih yang mencakup usia antara 20-49 tahun, berpendidikan SLTA dan di atasnya, memiliki status pekerjaan tetap (pegawai negeri sipil, pengusaha/wiraswasta

Lebih terperinci

PT. Universal Broker Indonesia 1 MARKET OUTLOOK MEI: PILPRES. Oleh: Satrio Utomo PT. Universal Broker Indonesia. 26 April 2014

PT. Universal Broker Indonesia 1 MARKET OUTLOOK MEI: PILPRES. Oleh: Satrio Utomo PT. Universal Broker Indonesia. 26 April 2014 1 MARKET OUTLOOK MEI: KONSOLIDASI MENJELANG PILPRES Oleh: Satrio Utomo Jadwal Pemilu 2 11 Januari 05 April Pelaksanaan Kampanye 06 April - 08 April Masa Tenang 09 April Pemungutan dan Penghitungan Suara

Lebih terperinci

PASKA MUNASLUB: Golkar Perlu Branding Baru? LSI DENNY JA Analis Survei Nasional, Mei 2016

PASKA MUNASLUB: Golkar Perlu Branding Baru? LSI DENNY JA Analis Survei Nasional, Mei 2016 PASKA MUNASLUB: Golkar Perlu Branding Baru? LSI DENNY JA Analis Survei Nasional, Mei 2016 Paska Munaslub : Golkar Perlu Branding Baru? Paska Munaslub dengan terpilihnya Setya Novanto (Ketum) dan Aburizal

Lebih terperinci

BAB 7 PENUTUP. dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan

BAB 7 PENUTUP. dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan BAB 7 PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dalam bab ini, saya akan akan mengambarkan ikhtisar temuan-temuan dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan ini dari sudut metodologi

Lebih terperinci

Lima Rapor Merah Satu Rapor Biru

Lima Rapor Merah Satu Rapor Biru Dua Tahun Presiden SBY Okt. 2009 Okt.2011 Lima Rapor Merah Satu Rapor Biru Lingkaran Survei Indonesia Okt. 2011 1 REKOR MURI Survei Paling Akurat dan Presisi 6 Rekor terbaru MURI ( Museum Rekor Indonesia)

Lebih terperinci

KRISIS CAPRES DAN CAWAPRES PARTAI ISLAM : SIAPAKAH PASANGAN CAPRES- CAWAPRES TERKUAT PEMILU 2014? Lingkaran Survei Indonesia Maret 2013

KRISIS CAPRES DAN CAWAPRES PARTAI ISLAM : SIAPAKAH PASANGAN CAPRES- CAWAPRES TERKUAT PEMILU 2014? Lingkaran Survei Indonesia Maret 2013 KRISIS CAPRES DAN CAWAPRES PARTAI ISLAM : SIAPAKAH PASANGAN CAPRES- CAWAPRES TERKUAT PEMILU 2014? Lingkaran Survei Indonesia Maret 2013 1 Kata Pengantar KRISIS CAPRES DAN CAWAPRES PARTAI ISLAM : SIAPAKAH

Lebih terperinci

PILKADA OLEH DPRD DINILAI PUBLIK SEBAGAI PENGHIANATAN PARTAI

PILKADA OLEH DPRD DINILAI PUBLIK SEBAGAI PENGHIANATAN PARTAI PILKADA OLEH DPRD DINILAI PUBLIK SEBAGAI PENGHIANATAN PARTAI Agustus 2014 1 Pilkada oleh DPRD Dinilai Publik Sebagai Penghianatan Partai Mayoritas publik menolak hak politiknya untuk memilih secara langsung

Lebih terperinci

EFEK PENCAPRESAN JOKO WIDODO PADA ELEKTABILITAS PARTAI POLITIK

EFEK PENCAPRESAN JOKO WIDODO PADA ELEKTABILITAS PARTAI POLITIK SURVEI OPINI PUBLIK EKSPERIMENTAL EFEK PENCAPRESAN JOKO WIDODO PADA ELEKTABILITAS PARTAI POLITIK Survei Nasional 10 20 Oktober 2013 Jl. Cikini V No 15 A Menteng, Jakarta Pusat 10330 Telp. (021) 3917814

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai media massa baik elektronik maupun cetak semua menyajikan

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai media massa baik elektronik maupun cetak semua menyajikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi membuat informasi mudah di akses dengan cepat tanpa harus menunggu lama. Hal tersebut yang membuat internet menjadi pilihan banyak masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan disebagianbesar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

Mayoritas Publik Ingin DPR Tandingan Segara Bubarkan Diri. LSI DENNY JA November 2014

Mayoritas Publik Ingin DPR Tandingan Segara Bubarkan Diri. LSI DENNY JA November 2014 Mayoritas Publik Ingin DPR Tandingan Segara Bubarkan Diri LSI DENNY JA November 2014 Mayoritas Publik Ingin DPR Tandingan Segera Bubarkan Diri Mayoritas publik. sebesar 61. 20 %, ingin DPR tandingan yang

Lebih terperinci

INDEKS CAPRES PEMILU 2014 : CAPRES RIIL VERSUS CAPRES WACANA. Lingkaran Survei Indonesia Oktober 2013

INDEKS CAPRES PEMILU 2014 : CAPRES RIIL VERSUS CAPRES WACANA. Lingkaran Survei Indonesia Oktober 2013 INDEKS CAPRES PEMILU 2014 : CAPRES RIIL VERSUS CAPRES WACANA Lingkaran Survei Indonesia Oktober 2013 1 Kata Pengantar Indeks Capres Pemilu 2014 : Capres RiIl versus Capres Wacana Telah banyak survei yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun ini merupakan tahun demokrasi bagi masyarakat Indonesia. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan bahwa tahun 2014 adalah tahun

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. BAB I PENDAHULUAN I. 1.Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan tulang punggung dalam demokrasi karena hanya melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. Kenyataan ini

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah parameter pelaksanaan pemilu yang demokratis :

BAB I PENDAHULUAN. adalah parameter pelaksanaan pemilu yang demokratis : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Pemilu 2014 akan menjadi cermin bagi kualitas yang merujuk pada prinsip demokrasi yang selama ini dianut oleh Negara kita Indonesia. Sistem Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan. Rakyat dilibatkan

Lebih terperinci

JK: Tradisi Golkar di Pemerintahan

JK: Tradisi Golkar di Pemerintahan JK: Tradisi Golkar di Pemerintahan Daerah dan Ormas Partai Desak Munas Minggu, 24 Agustus 2014 JAKARTA, KOMPAS Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 2004-2009 Jusuf Kalla mengatakan, tradisi Partai Golkar

Lebih terperinci

Paska PAN Gabung Pemerintah LSI DENNY JA SEPTEMBER 2015

Paska PAN Gabung Pemerintah LSI DENNY JA SEPTEMBER 2015 Paska PAN Gabung Pemerintah LSI DENNY JA SEPTEMBER 2015 Paska PAN Gabung Pemerintah Dalam seminggu ini, publik dan elite politik dikejutkan dengan sikap Partai Amanat Nasional (PAN) yang mendadak menyatakan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian menunjukkan berbagai temuan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR,

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR, DPRD, dan DPD) dan Gubernur Provinsi Lampung. Sedangkan di bulan Juli 2014, masyarakat

Lebih terperinci

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD September 2014 Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada Oleh DPRD Bandul RUU Pilkada kini

Lebih terperinci

Lembaga Survei Indonesia - IFES Indonesia. Survei Nasional Pasca Pemilihan Umum Presiden 2014 Oktober 2014

Lembaga Survei Indonesia - IFES Indonesia. Survei Nasional Pasca Pemilihan Umum Presiden 2014 Oktober 2014 Lembaga Survei Indonesia - IFES Indonesia Survei Nasional Pasca Pemilihan Umum Presiden 2014 Oktober 2014 Temuan Utama Masyarakat Indonesia secara umum memberikan penilaian yang positif terhadap pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak reformasi digulirkan akhir Mei 1998, kebebasan media massa di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pemberitaan media tidak lagi didominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat telah melalui perjalanan sejarah panjang dalam kepemimpinan nasional sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik. bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik. bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik lima tahunan bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan dalam proses Pemilu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tiara Ayudia Virgiawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tiara Ayudia Virgiawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia mengalami transisi dari masa otoritarianisme ke masa demokrasi pascareformasi tahun 1998. Tentunya reformasi ini tidak hanya terjadi di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum legislatif sebagai agenda demokrasi yang telah dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum legislatif sebagai agenda demokrasi yang telah dilaksanakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum legislatif sebagai agenda demokrasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 9 April oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah berakhir Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan capres dan cawapres dalam meraih suara tak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan capres dan cawapres dalam meraih suara tak lepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberhasilan capres dan cawapres dalam meraih suara tak lepas dari peranan media yang menyebarkan visi dan misi mereka dalam kampanye untuk meraih suara pemilih.

Lebih terperinci

Lembaga Survei Indonesia - IFES Indonesia. Survei Nasional Pasca Pemilihan Umum Presiden 2014 Oktober 2014

Lembaga Survei Indonesia - IFES Indonesia. Survei Nasional Pasca Pemilihan Umum Presiden 2014 Oktober 2014 Lembaga Survei Indonesia - IFES Indonesia Survei Nasional Pasca Pemilihan Umum Presiden 2014 Oktober 2014 Temuan Utama Masyarakat Indonesia secara umum memberikan penilaian yang positif terhadap pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wakil presiden dipilih oleh MPR dan anggota-anggotanya dipilih melalui

BAB I PENDAHULUAN. wakil presiden dipilih oleh MPR dan anggota-anggotanya dipilih melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemilu yang bersifat demokratis di Indonesia terwujud untuk pertama kalinya pada tahun 1999. Di mana rakyat dapat memilih sendiri wakil-wakil lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka. 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi 1998 menghadirkan perubahan proses demokrasi di Indonesia. Pemilihan Presiden/ Wakil Presiden hingga Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kandidat presiden juga memanfaatkan media online termasuk di dalamnya

BAB 1 PENDAHULUAN. kandidat presiden juga memanfaatkan media online termasuk di dalamnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi media baru (new media) menghasilkan perubahan besar dalam pengalaman politik masyarakat. Media baru yang dirancang untuk meningkatkan

Lebih terperinci

LAPORAN SURVEI NASIONAL MEMBACA PETA DUKUNGAN & ELEKTABILITAS CAPRES-CAWAPRES 2014

LAPORAN SURVEI NASIONAL MEMBACA PETA DUKUNGAN & ELEKTABILITAS CAPRES-CAWAPRES 2014 LAPORAN SURVEI NASIONAL MEMBACA PETA DUKUNGAN & ELEKTABILITAS CAPRES-CAWAPRES TEMUAN SURVEI NASIONAL 26 MEI - 3 JUNI 1 Jl. Pangrango 3A, Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan-12980 Telp. +6221-83701545, +6221-83794995,

Lebih terperinci

Bab V. Analisis Pengambilan Keputusan Pemilih Pemula

Bab V. Analisis Pengambilan Keputusan Pemilih Pemula Bab V Analisis Pengambilan Keputusan Pemilih Pemula Variabel dalam pengambilan keputusan pemilih pemula dari temuan penelitian ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama adalah masukan yang diterima

Lebih terperinci

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014.

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. HASIL RISET PARTISIPASI MASYARAKAT OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MUSI

Lebih terperinci

PENILAIAN MAHASISWA TERHADAP SIFAT-SIFAT PRIBADI PARA CAPRES PADA PILPRES 2014 DALAM KONTEKS PEMASARAN POLITIK

PENILAIAN MAHASISWA TERHADAP SIFAT-SIFAT PRIBADI PARA CAPRES PADA PILPRES 2014 DALAM KONTEKS PEMASARAN POLITIK 1 Perjanjian No: III/LPPM/2013-03/48-P PENILAIAN MAHASISWA TERHADAP SIFAT-SIFAT PRIBADI PARA CAPRES PADA PILPRES 2014 DALAM KONTEKS PEMASARAN POLITIK Disusun Oleh: James Rianto Situmorang, Drs., MM M.E.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

Dari Fadli dan Novanto: Welcome Papa Trump...

Dari Fadli dan Novanto: Welcome Papa Trump... Dari Fadli dan Novanto: Welcome Papa Trump... Reporter Dede Suryana Sumber Rimanews http://rimanews.com/nasional/politik/read/20161110/307857/dari-fadli-dan-novanto-welcome-papa-trump- 10 NOV 2016 06:01

Lebih terperinci

KUALITAS PERSONAL DAN ELEKTABILITAS CALON PRESIDEN DI MATA PEMILIH

KUALITAS PERSONAL DAN ELEKTABILITAS CALON PRESIDEN DI MATA PEMILIH KUALITAS PERSONAL DAN ELEKTABILITAS CALON PRESIDEN DI MATA PEMILIH Survei Nasional Oktober 2013 Jl. Cikini V No 15 A Menteng, Jakarta Pusat 10330 Telp. (021) 31927996/98 Fax (021) 3143867 www.indikator.co.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konflik internal yang terjadi pada Partai Golongan Karya ( GOLKAR) bukan

I. PENDAHULUAN. Konflik internal yang terjadi pada Partai Golongan Karya ( GOLKAR) bukan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik internal yang terjadi pada Partai Golongan Karya ( GOLKAR) bukan pertama kalinya, tetapi pernah terjadi pada masa pasca reformasi yaitu pada tahun 2004 saat pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan global yang begitu cepat terjadi di masa sekarang disebabkan oleh bertambah tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pendapatan, arus informasi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perpolitikan di Indonesia mengalami perkembangan pesat bila ditinjau dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perpolitikan di Indonesia mengalami perkembangan pesat bila ditinjau dari segi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perpolitikan di Indonesia mengalami perkembangan pesat bila ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas pada saat ini. Beraneka ragam partai politik yang bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Pemilihan presiden secara langsung pada tahun 2004 adalah yang pertama kali terjadi dalam sejarah Republik Indonesia. Sebelumnya, pemilihan presiden diadakan oleh

Lebih terperinci

Jokowi Pasca Naiknya BBM. LSI DENNY JA November 2014

Jokowi Pasca Naiknya BBM. LSI DENNY JA November 2014 Jokowi Pasca Naiknya BBM LSI DENNY JA November 2014 Jokowi Pasca Naiknya BBM Pemerintahan Jokowi-JK akhirnya memutuskan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Jokowi menaikan dua harga BBM bersubsidi

Lebih terperinci

TERANCAMNYA KONVENSI DEMOKRAT: DARI HERO KE ZERO-KAH NASIB DEMOKRAT? Lingkaran Survei Indonesia November 2013

TERANCAMNYA KONVENSI DEMOKRAT: DARI HERO KE ZERO-KAH NASIB DEMOKRAT? Lingkaran Survei Indonesia November 2013 TERANCAMNYA KONVENSI DEMOKRAT: DARI HERO KE ZERO-KAH NASIB DEMOKRAT? Lingkaran Survei Indonesia November 2013 1 Kata Pengantar Terancamnya Konvensi Demokrat: Dari Hero ke Zero-kah Nasib Demokrat? Mulanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di masa yang akan datang, sebab kebijakan di masa depan akan sangat

BAB I PENDAHULUAN. negara di masa yang akan datang, sebab kebijakan di masa depan akan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan peristiwa politik yang sangat erat kaitannya dengan sistem demokrasi yang diterapkan suatu negara. Hasil dari pemilu ini menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa berkembang pada tahun 1920-an atau 1930-an (McQuail,

BAB I PENDAHULUAN. Media massa berkembang pada tahun 1920-an atau 1930-an (McQuail, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa berkembang pada tahun 1920-an atau 1930-an (McQuail, 2011:310) dengan radio rumah tangga pada tahun 1920-an. Selanjutnya pada tahun 1940-an diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia setiap 5 tahun sekali mempunyai agenda besar dalam pesta demokrasinya dan agenda besar tersebut tak lain adalah Pemilu. Terhitung sejak tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, peristiwa pemilu mempengaruhi harga saham (Suwaryo, 2008). Setiap investor sangat

BAB I PENDAHULUAN. 2009, peristiwa pemilu mempengaruhi harga saham (Suwaryo, 2008). Setiap investor sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa politik bisa mempengaruhi harga saham. Pada pemilu sebelumnya di tahun 2009, peristiwa pemilu mempengaruhi harga saham (Suwaryo, 2008). Setiap investor sangat

Lebih terperinci

Kebangkitan Seminggu Terakhir. Head to Head Jokowi-JK vs Prabowo-Hatta

Kebangkitan Seminggu Terakhir. Head to Head Jokowi-JK vs Prabowo-Hatta Kebangkitan Seminggu Terakhir Head to Head Jokowi-JK vs Prabowo-Hatta Survei Juli 2014 Kebangkitan Seminggu Terakhir Head to Head Jokowi-JK vs Prabowo-Hatta Menjelang finish pertarungan Pilpres 2014, tren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa pertama, fungsi partai sebagai sosialisasi politik sangat minim dilakukan dan bahkan tidak ada, sebagai contoh dalam

Lebih terperinci

Setelah Pesta Usai. Kubu Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono lebih memilih menyerahkan masalah DPT ini pada KPU untuk diambil langkah penyelesaiannya.

Setelah Pesta Usai. Kubu Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono lebih memilih menyerahkan masalah DPT ini pada KPU untuk diambil langkah penyelesaiannya. Setelah Pesta Usai Pemilihan Umum Presiden 2009 secara resmi berakhir, ditandai dengan pengumuman dan penetapan hasil rekapitulasi suara pada Sabtu (25/7) lalu di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demokrasi merupakan suatu sistem yang mengatur pemerintahan berlandaskan pada semboyan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Untuk mewujudkan sistem demokrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi dan informasi yang lajunya begitu cepat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi dan informasi yang lajunya begitu cepat saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi dan informasi yang lajunya begitu cepat saat ini telah membantu meramaikan aktivitas komunikasi politik dalam masyarakat, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relatif independen dan juga disertai dengan kebebasan pers. Keadaan ini

BAB I PENDAHULUAN. relatif independen dan juga disertai dengan kebebasan pers. Keadaan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan berpolitik di Indonesia banyak mengalami perubahan terutama setelah era reformasi tahun 1998. Setelah era reformasi kehidupan berpolitik di Indonesia kental

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa adalah pemilik peran penting dalam menyampaikan berbagai informasi pada masyarakat. Media komunikasi massa yaitu cetak (koran, majalah, tabloid), elektronik

Lebih terperinci

HARAPAN & ANCAMAN JOKOWI - JK

HARAPAN & ANCAMAN JOKOWI - JK HARAPAN & ANCAMAN JOKOWI - JK Agustus 2014 Harapan & Ancaman Jokowi - JK Pemerintahan Jokowi JK secara resmi akan dilantik pada Oktober mendatang. Harapan publik pada pemerintahan ini berada di posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Keadaan ekonomi di suatu negara dipengaruhi oleh benyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi keadaan ekonomi disuatu negara adalah faktor politik. Fenomena politik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebuah tujuan bersama dan cita-cita bersama yang telah disepakati oleh

I. PENDAHULUAN. sebuah tujuan bersama dan cita-cita bersama yang telah disepakati oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah organisasi masyarakat yang memiliki tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan terhadap kedudukan di pemerintahan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

GOLKAR PASCA PUTUSAN MENKUMHAM. LSI DENNY JA Desember 2014

GOLKAR PASCA PUTUSAN MENKUMHAM. LSI DENNY JA Desember 2014 GOLKAR PASCA PUTUSAN MENKUMHAM LSI DENNY JA Desember 2014 Golkar Pasca Putusan Menkumham Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) telah mengeluarkan keputusan bahwa pemerintah tak bisa menentukan apakah Munas

Lebih terperinci

Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta

Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

KAMPANYE NEGATIF DAN PREDIKSI HASIL PILEG Lingkaran Survei Indonesia April 2014

KAMPANYE NEGATIF DAN PREDIKSI HASIL PILEG Lingkaran Survei Indonesia April 2014 KAMPANYE NEGATIF DAN PREDIKSI HASIL PILEG 2014 Lingkaran Survei Indonesia April 2014 1 Kata Pengantar Kampanye Negatif dan Prediksi Hasil Pileg 2014. Menjelang Pemilu 2014, gelombang kampanye negatif terhadap

Lebih terperinci

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tak terkecuali sektor ekonomi. Berbagai sektor dalam perekonomian ini

BAB I PENDAHULUAN. tak terkecuali sektor ekonomi. Berbagai sektor dalam perekonomian ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan yang terjadi di dunia hampir berpengaruh disegala sektor, tak terkecuali sektor ekonomi. Berbagai sektor dalam perekonomian ini mengalami berbagai

Lebih terperinci

MAYORITAS PUBLIK KHAWATIR PEMERINTAHAN LUMPUH DI TAHUN Lingkaran Survei Indonesia Desember

MAYORITAS PUBLIK KHAWATIR PEMERINTAHAN LUMPUH DI TAHUN Lingkaran Survei Indonesia Desember MAYORITAS PUBLIK KHAWATIR PEMERINTAHAN LUMPUH DI TAHUN 2014 Lingkaran Survei Indonesia Desember 2013 1 Kata Pengantar Mayoritas Publik Khawatir Pemerintahan Lumpuh Di Tahun 2014 Menjelang berakhirnya Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. menjadi peserta pemilu sampai cara mereka untuk hadir tidak hanya sekedar menjadi

BAB IV PENUTUP. menjadi peserta pemilu sampai cara mereka untuk hadir tidak hanya sekedar menjadi BAB IV PENUTUP 4.1.Kesimpulan Menjadi pemain baru dalam pemilu di Indonesia bukanlah hal yang mudah. Semua hal mulai dari syarat untuk menjadi partai, syarat lolos verifikasi untuk menjadi peserta pemilu

Lebih terperinci

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat PANDANGAN FRAKSI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II (PENGAMBILAN KEPUTUSAN) PADA RAPAT

Lebih terperinci

SPLIT-TICKET VOTING, KARAKTERISTIK PERSONAL, DAN ELEKTABILITAS BAKAL CALON PRESIDEN

SPLIT-TICKET VOTING, KARAKTERISTIK PERSONAL, DAN ELEKTABILITAS BAKAL CALON PRESIDEN SPLIT-TICKET VOTING, KARAKTERISTIK PERSONAL, DAN ELEKTABILITAS BAKAL CALON PRESIDEN Survei Nasional 20 26 April 2014 Jl. Cikini V No 15 A Menteng, Jakarta Pusat 10330 Telp. (021) 3192 7996/98 Fax (021)

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon 95 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon Kepala Daerah dalam pilkada Sidoarjo 2010 Pemilihan kepala daerah secara langsung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon

Lebih terperinci

PERILAKU MEMILIH PEMILIH PEMULA MASYARAKAT KENDAL PADA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

PERILAKU MEMILIH PEMILIH PEMULA MASYARAKAT KENDAL PADA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 PERILAKU MEMILIH PEMILIH PEMULA MASYARAKAT KENDAL PADA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 Oleh : Khairul Azmi 14010111140124 Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. bab sebelumnya, selanjutnya pada bab ini terdapat beberapa poin

BAB IV PENUTUP. bab sebelumnya, selanjutnya pada bab ini terdapat beberapa poin digilib.uns.ac.id 73 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan dan juga dibahas dalam bab sebelumnya, selanjutnya pada bab ini terdapat beberapa poin kesimpulan yang dapat

Lebih terperinci

02ILMU. Komunikasi Pemasaran Politik. From Party Politics to Mass Marketing. Dr. Achmad Jamil M.Si KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas

02ILMU. Komunikasi Pemasaran Politik. From Party Politics to Mass Marketing. Dr. Achmad Jamil M.Si KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas Komunikasi Pemasaran Politik Modul ke: From Party Politics to Mass Marketing Fakultas 02ILMU KOMUNIKASI Dr. Achmad Jamil M.Si Program Studi MAGISTER KOMUNIKASI Produk Bagaimana citra Prabowo, penilaian

Lebih terperinci