LAPORAN TEKNIS TAHUN ANGGARAN 2006

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN TEKNIS TAHUN ANGGARAN 2006"

Transkripsi

1 LPORN TEKNIS THUN NGGRN 2006 DEPRTEMEN KELUTN DN PERIKNN BDN RISET KELUTN DN PERIKNN PUST RISET PERIKNN TNGKP BLI RISET PERIKNN PERIRN UMUM JNURI 2007

2 Balai Riset Perikanan Perairan Umum KT PENGNTR Dengan megucap syukur kepada llah SWT, akhirnya penulisan LPORN TEKNIS T 2006 dapat diselesaikan dengan baik. Lapaoran Teknis ini memuat kegiatan riset yang dilakukan oleh Tim yang terdiri atas tenaga peneliti dan teknisi Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU). da 5 (lima) kegiatan riset yang telah dilakukan dengan berbagai obyek riset dan lokasi, yaitu Kajian Potensi Sumberdaya Perikanan Di Sungai Kapuas Kalimantan Barat (Pendugaan Stok Dan Sebaran Jenis Ikan Di Sungai Kapuas Kalimantan Barat), Kajian Potensi Dan Model Pengelolaan Perikanan Tangkap Di Perairan Sungai Musi, Riset Karakteristik Habitat, Identifikasi Dan Domestikasi Ikan Belida Di Perairan Umum Indonesia (Karakterisasi Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Kalimantan-Sungai Barito, Sumatera- Musi Dan Siak Dan Jawa Barat-Citarum), Inventarisasi Jenis Dan Sumber Bahan Polutan Serta Parameter Biologi Untuk Metode Penentuan Tingkat Degradasi Lingkungan Di Sungai Musi, dan Riset Perikanan Tangkap Di Perairan Estuaria Yang Bermuara Di Selat Bangka. Riset-riset tersebut dilakukan dengan metode survei untuk pengumpulan data primer dan sekunder. Selain secara in-situ, pengamatan parameter juga dilakukan secara ex-situ di Laboratorium Kimia dan Hidrobiologi BRPPU. Hasil kegiatan riset ini disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan gambar foto. Tidaklah heran jika Laporan Teknis ini sangat tebal. Pribahasa Tiada Gading yang Tak Retak berlaku untuk Laporan Teknis BRPPU T Namun, bukan berarti hal ini akan mengurangi bobot data dan informasi yang terkandung di dalamnya. Sekecil apapun data dan informasi akan sangat berarti bagi pengembangan IPTEK, khususnya bidang sumberdaya perikanan perairan umum. Saran dan kritik membangun dinantikan guna perbaikan isi Laporan ini. Palembang, Januari 2007 Kepala Balai, Dr. Ir. H. Mas Tri Djoko Sunarno, MS NIP LPORN TEKNIS T 2006 ii

3 Balai Riset Perikanan Perairan Umum DFTR ISI KT PENGNTR DFTR ISI Hal ii iii. Kajian Potensi Sumberdaya Perikanan Di Sungai Kapuas Kalimantan Barat (Pendugaan Stok Dan Sebaran Jenis Ikan Di Sungai Kapuas Kalimantan Barat) B. Kajian Potensi Dan Model Pengelolaan Perikanan Tangkap Di Perairan Sungai Musi C. Riset Karakteristik Habitat, Identifikasi Dan Domestikasi Ikan Belida Di Perairan Umum Indonesia (Karakterisasi Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Kalimantan- Sungai Barito, Sumatera- Musi Dan Siak Dan Jawa Barat- Citarum) D. Inventarisasi Jenis Dan Sumber Bahan Polutan Serta Parameter Biologi Untuk Metode Penentuan Tingkat Degradasi Lingkungan Di Sungai Musi E. Riset Perikanan Tangkap Di Perairan Estuaria Yang Bermuara Di Selat Bangka 1-77 B1-33 C1-167 D1-40 E1-34 LPORN TEKNIS T 2006 iii

4 LPTEK T I. PENDHULUN 1.1. Latar belakang Spesies ikan di dunia berdasarkan perkiraan berjumlah sekitar spesies (Nelson, 1994). Dari jumlah tersebut, ikan laut menyusun 58%, ikan air tawar 41% dan 1% sisanya berada di antara dua lingkungan tersebut (Cohen, 1970 dalam Mustafa, 1999). Sejumlah besar spesies ikan air tawar terdapat di daerah tropis dan Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati ikan yang paing besar dengan jumlah spesies lebih dari 1300 spesies (Kottelat & Whitten, 1996). Dari berbagai spesies ikan air tawar yang menghuni perairan tawar Indonesia, beberapa diantaranya termasuk ke dalam kelompok ikan asli Indonesia yang penting dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi misalnya ikan belida (Chitala lopis). Di Sumatera Selatan, ikan belida di tetapkan sebagai maskot fauna oleh pemerintah daerah setempat. Selain itu juga digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan makanan khas daerah seperti; empek-empek, kerupuk, kemplang dan bahan pangan yang lain. khir-akhir ini ada kecendrungan ikan belida ini dimanfaatkan juga sebagai ikan hias, sehingga ikan belida mulai banyak dijumpai di akuarium. Hal ini disebabkan karena bentuknya yang indah (menyerupai ikan purba dengan rumbainya yang indah) dan prestisenya (merupakan ikan langka Indonesia). danya aktivitas penangkapan lebih (over fishing), penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan perubahan kondisi lingkungan perairan menyebabkan kelestarian jenis ikan ini menjadi terancam (Pollnac dan Malvestuto, 1991). Lebih jauh, ikan belida sudah termasuk ikan air tawar yang telah dilindungi, sehingga upaya konservasinya sangat diperlukan dan menjadi sesuatu yang mendesak demi kelestarian jenis ikan ini. Selain itu, dipandang dari aspek biologi, konservasi spesies sangat penting karena fungsinya yang signifikan terhadap komunitas akuatik dan pentingnya sistem akuatik dari keseluruhan biosfer. Upaya konservasi ikan belida dimasa depan sangat membutuhkan data biologi kasar termasuk informasi tentang karakteristik habitat dan keragaman jenisnya, hasil dari variasi geografi (faktor lingkungan) dan isolasi reproduksinya. Keragaman jenis bisa ditunjukkan melalui bentuk tubuh (morfologi) yang secara langsung menggambarkan sifat efisiensi makan, performa gerakan, kemampuan sebagai predator dan kesuksesan reproduksi. Kesemua sifat ini merupakan sifat-sifat penting yang menunjukkan tingkat kemampuan jenis tersebut untuk dapat bertahan hidup 1

5 LPTEK T (fitness). Oleh karena itu riset yang berkaitan dengan karakteristik habitat dan identifikasi ikan belida di perairan umum Indonesia dalam rangka dasar program konservasinya perlu untuk dilakukan. Hasil riset tahun 2005 adalah ikan belida di perairan Kampar Riau, Tulang Bawang Lampung, Kapuas Kalimantan Barat lebih menyukai hidup di perairan yang berlebung dengan kedalaman lebih dari 5 meter, dasar substrat yang berupa tanah atau lumpur dan banyak terdapat bahan material di perairan tersebut, termasuk bekas pohon tumbang, tumbuhan mati, akar pohon dan vegetasi air. Secara kualitatif tampilan visual Ikan belida berdasarkan warna dibedakan menjadi 5, yaitu warna hitam, hitam keperakan (gambar 9), hitam kehijauan, albino dan bercorak (batik) pada bagian tubuhnya. Sedangkan secara kuantitatif dengan pengukuran bentuk tubuh/biometrik (morfometrik) menggunakan analisa Principle Component nalyze (PC) dan Diskriminant nalyze, ikan belida memiliki 3 bentuk morfologi yang berbeda. Perbedaan terletak pada Tinggi Punuk (% SL) dan Lebar Mulut (% HL) Tujuan Tujuan umum kegiatan riset ini adalah untuk mengetahui dan atau mengidentifikasi karakteristik habitat dan identifikasi spesies ikan belida di perairan umum Indonesia. dapun tujuan khusus yaitu : 1. Mengetahui dan atau mengidentifikasi kondisi fisika, biologi dan kimia perairan pada lokasi habitat belida di Perairan DS Siak, Musi, Citarum dan Kalimantan Selatan. 2. Mengetahui dan atau mengidentifikasi keragaman jenis ikan belida di Perairan DS Siak, Musi, Citarum dan Kalimantan Selatan melalui teknik biometrik menggunakan analisa Principle Component nalyze (PC) dan Diskriminant nalyze. 2

6 LPTEK T II. TINJUN PUSTK 2.1 Ikan Belida dan Taksonomiknya Ikan belida di Indonesia menghuni perairan Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Masyarakat Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah menyebut ikan ini sebagai ikan pipih. Beberapa negara seperti India, Burma, Thailand, kamboja, Vietnam dan Malaysia juga dijumpai ikan ini (Kottelat et al, 1993). Walaupun begitu, ukuran panjang ikan belida ternyata bervariasi di beberapa negara, di India, ikan ini mencapai panjang lebih dari 1 meter, di Thailand umumnya hanya mencapai ukuran dan di Indonesia di laporkan mencapai 87,5 cm (Weber and Beaufort, 1913). Untuk Indonesia, hasil yang hampir sama dilaporkan oleh (djie dan Utomo, 1994) ikan belida di perairan Lubuk Lampam Sumatera Selatan mencapai panjang 83 cm. pabila dilihat filogeninya, menurut Smith (1945), taksonomi ikan belida adalah sebagai berikut : phylum-chordata, kelas-pisces, subkelas-telesostemi, ordoisopondyli, famili-notoperidae, genus-notopterus, spesies-notopterus chitala. Selanjutnya, Weber dan Beaufort (1913), menambahkan bahwa famili Notopteridae mempunyai tiga genus yaitu Notopterus notopterus, Notoptera chitala dan Notopterus bornensis. Identifikasi terbaru Notoptera chitala diganti namanya menjadi Chitala lopis. Selain pengelompokkan secara taksonomi, spesies-spesies ikan air tawar juga bisa dikelompokkan berdasarkan habitatnya (Welcomme, 1979) yaitu kelompok ikan putih (white fish) dan kelompok ikan hitam (black fish). Berdasarkan ini, Ikan belida termasuk dalam kelompok ikan hitam (black fish) karena memiliki habitat di perairan rawa (floodplain). Perairan rawa memiliki kualitas air yang kurang baik, khususnya kadar oksigen terlarut rendah, maka ikan dalam kelompok ini biasanya memiliki alat bantu pernapasan yang dinamakan labirin, termasuk ikan belida, sehingga dapat tinggal dan tetap bertahan di kondisi perairan rawa. 2.2 Habitat Ikan belida Pengertian habitat sendiri menurut krebs (1985), adalah tempat di mana organisme (ikan) tersebut hidup. Secara keseluruhan, habitat yang ada pada daerah rawa banjiran (floodplain) menurut Welcomme (1979), bisa dipisahkan berdasarkan tipe substrat dasar, vegetasi tutupan dan konsentrasi oksigen terlarut. Welcomme (1979) juga habitat utama yang ada di rawa banjiran (floodplain) berdasarkan musim, lihat Tabel 1. 3

7 LPTEK T Organisme air dapat menjalankan proses kehidupan mereka secara normal sepanjang habitat mereka sesuai dengan yang dibutuhkan. rtinya, kesesuaian habitat sangat penting. Kesesuaian habitat berkaitan erat dengan kualitas habitat dan salah satu yang menentukan kualitas habitat akuatik adalah volume air (Walks et al., 2000), sehingga ketika terjadi musim hujan, kualitas perairan rawa sedikit meningkat karena terjadi penambahan volume air. Selain itu, penambahan volume air di perairan rawa juga menyebabkan tersedianya banyak makanan dan memberikan keadaan yang baik untuk strategi reproduksi ikan (Welcomme, 1979). Kondisi ini dimanfaatkan oleh berbagai jenis ikan tertentu untuk melakukan pemijahan, di saat yang sama ikan belida yang merupakan jenis ikan predator juga akan bermigrasi dari sungai utama ke perairan rawa mencari makan untuk kemudian melakukan pemijahan. Pada saat musim kemarau, di mana volume air surut ikan belida akan melakukan migrasi ke cekungan yang masih ada airnya atau sungai utama. Tabel 1. Habitat utama rawa banjir (floodplain) berdasarkan musim Musim Hujan Habitat 1. Rerumputan tergenang (flooded grassland). Padang rumput mengapung Merupakan kelompok yang berbeda, begitu juga dengan kondisi substratnya B. ir terbuka C. Daerah pinggir litoral di batas air naik, sering do (oksigen terlarut) rendah pada daerah yang ternaungi dan do tinggi pada daerah yang dinamik terkena gelombang. Rumput yang submerged dijumpai 2. Cekungan (pool/depression). ir terbuka - Dasar berlumpur - Dasar berpasir B. Tegakan vegetas C. Kumpulan vegetasi mengapung D. Daun-daun tumbuhan mengapung E. Vegetasi yang submerged 3. Danau (memiliki kondisi seperti diatas tapi propors air lebih besar dan memiliki kedalaman yang lebih 4. Hutan banjir. Hutan hujan lebat B. Tanah hutan yang membentuk bendungan C. Kumpulan semak 5. Daerah banjiran diluar area banjiran utama 4

8 LPTEK T Lanjutan Tabel 1. Habitat. Kemarau 1. Rerumputan tergenang (flooded grassland). Cekungan yang kering total B. Cekungan berawa (vegetasi lebat dengan sedikit kandungan oksigen terlarut) - Lapisan permukaan - ir yang lebih dalam C. Cekungan yang ternaungi (di daerah berhutan - Terbuka - Dengan batang tumbuhan dan tutupan yang lain 2. Cekungan (pool/depression). ir terbuka - Dasar berlumpur - Dasar berpasir B. Daerah pinggir sungai utama yang bervegetasi - Tumbuhan mengapung - Submerged vegetasi - Emergent vegetasi Sumber : Welcomme (1979) 2.3. Habitat Ikan Belida untuk Pertumbuhan dan Makan Ikan belida membutuhkan kondisi lingkungan tertentu untuk pertumbuhan dan bertahan hidup. Salah satu kondisi lingkungan yang penting adalah kondisi perairan, walaupun ikan belida bisa beradaptasi pada lingkungan yang tidak terlalu baik, tetapi tentu saja ada batasan tertentu. Tabel 2. menunjukkan sedikit gambaran tentang kondisi kualitas perairan, dimana banyak dijumpai ikan belida, yang paling tidak, merupakan habitat ikan ini. Tabel 2 menunjukkan sifat reaksi sekitar netral, bersifat lunak dengan alkalinitas relatif rendah. Kondisi perairan demikian tergolong kurang subur, namun tidak berbahaya baik bagi kehidupan ikan maupun organisme air lainnya. Pada musim penghujan air sungai naik hingga meluap dan menggenangi daerah sekitarnya kecuali bagian-bagian tanah yang tinggi (talang). Sebaiknya pada musim kemarau air sungai menjadi surut sehingga sebagian besar daerah sekitarnya kering kecuali anak-anak sungai serta tempat-tempat yang dalam saja yang masih tergenangi air (rifin, 1978). Sebagian besar Ikan belida cenderung tinggal di perairan sungai dan sebagian lagi ditempat-tempat terdalam yang masih tergenang air, pada saat debit air kecil di musim kemarau, sedangkan pada saat air melimpah di musim hujan mereka menyebar ke rawa banjiran dan persawahan baik untuk memijah maupun untuk mencari makan 5

9 LPTEK T (djie dan Utomo, 1994). Seperti halnya juga dikatakan oleh Chevey and lepoulain (1940) dalam Welcomme (1979), bahwa secara umum pola makan ikan yang melakukan migrasi ke rawa banjir (floodplain) di tentukan oleh musim, dalam hal ini musim hujan. Tabel 2. Keadaan kondisi fisika dan kimia perairan yang banyak ditemukan ikan belida (Notopterus chitala) No Parameter Nilai besaran 1. Suhu 0 C Kecerahan (cm) Konduktivitas (umhos) ph lkalinitas (mg/l CaCO3) Kesadahan/hardness (mg/l CaCO3) Oksigen (ppm) PO2 (ppm) Daya menggabung asam (cc HCl) Karbondioksida (ppm) NO3 (Mg/l) TDS (g) Sumber: djie et al (1997) dan (djie dan Utomo, 1994). Kekayaan dan varibilitas habitat rawa banjiran (floodplain) menyediakan variasi makanan yang banyak dan berbagai tipe substrat. Makanan yang ada di rawa banjir (floodplain) berasal dari dua sumber yaitu, dari dalam sistem itu sendiri (utochthonous) dan dari luar sistem (llochthonous) lihat Tabel 3. Namun sumber yang dominan berasal dari llochthonous yang tersimpan dalam bentuk lumpur dasar (sekitar 7% deposit dasar cocok untuk makanan), nutrien terlarut dan produk dekomposisi (Welcomme, 1979). Siklus makanan berhubungan dengan dua faktor yaitu supply makanan dan kelimpahan populasi. Pada saat terjadi banjir, terjadi pertumbuhan makanan secara cepat, bersamaan dengan itu maka ikan akan tersebar secara luas di berbagai biotipe, hal ini merupakan sesuatu yang menarik bagi predator. kibatnya akan terjadi migrasi ke perairan rawa banjir dari spesies predator setelah datang banjir. Menurut 6

10 LPTEK T Welcomme (1979), struktur populasi ikan di tropical dan subtropical biasanya memiliki spesies predator yang tinggi di rawa banjir (floodplain), Mago-Leccia (1970) dalam Welcomme (1979), menambahkan lebih dari 75% populasi spesies ikan yang hidup di rawa banjir terdiri dari spesies predator khususnya pemakan ikan. Sedangkan saat air surut air menjadi terbatas sehingga konsentrasi ikan berada pada tempat-tempat air (lebung) dan sungai utama. Pertumbuhan produsen yang terbatas tidak sebanding dengan konsumennya, menyebabkan makanan menjadi habis. Welcomme (1979) mencatat terjadi penurunan populasi ikan pada cekungancekungan yang berisi air, berat badan ikan tersebut juga menurun, secara keseluruhan terjadi penurunan berat badan sampai 10.7%, namun hal ini sangat tergantung pada durasi masing-masing musim. tadi. Notopterus chitala oleh Welcomme (1979) dikelompokkan ke dalam predator besar, pemakan ikan segala ukuran, udang dan kepiting. Hasil penelitian djie dkk (1997) dan (djie dan Utomo, 1994), memperkuat pendapat ini, lihat Tabel 4. Sifat predatornya bersifat nocturnal artinya mencari makan di malam hari. Tabel 3. Sumber makanan utama rawa banjiran (floodplain) Sumber utochthonous Kelompok Komunitas plankton Komunitas Bentik Tumbuhan Neuston llochthonous Ikan Bahan tumbuhan Bahan hewan Material Fitoplankton Zooplankton Lumpur dan kumpulan mikroorganisme Serangga, cacing dan crustacea kecil Moluska Decapoda crustacea besar lga berfilamen, alga, makrophyt (submerged, mengapung, atau emerge), Serangga yang hidup di permukaan, larva yang terdapat diperbatasan antara air dan udara Termasuk telur dan bentuk larvanya Daun, akar, bunga, buah dan biji tumbuhan Serangga termasuk semur, lalat, kumbang bersama dengan arachnida, cacing yang jatuh ke air Sumber : Welcomme (1979) Kegiatan makan yang intensif yang dilakukan oleh ikan-ikan di rawa banjir (floodplain) membuat mereka memiliki simpanan lemak yang cukup tidak hanya untuk melewati musim kemarau sampai datangnya musim hujan, tetapi juga 7

11 LPTEK T mendorong jaringan gonad dalam persiapan untuk melakukan pemijahan pada saat terjadi banjir (musim hujan) (Welcomme, 1979) Tabel 4. Komposisi dan indeks bagian terbesar makanan ikan belida (Notopterus chitala) No Jenis pakan Indeks bagian terbesar (%) 1. Ikan Udang Serangga Cacing Gastropoda Bahan tumbuhan Tidak teridentifikasi Sumber: djie et al (1997) dan (djie dan Utomo, 1994) Habitat Ikan Belida untuk Pemijahan Reproduksi sebagian besar ikan di rawa banjir (floodplain) sangat dipengaruhi oleh musim dan sebagian besar spesies menunjukkan awal musim hujan. Hal ini berkenaan dengan strategi reproduksi, strategi reproduksi yang dilakukan oleh ikan (Welcomme, 1979) antara lain mencari tempat aman dan terlindungi untuk menaruh telur, di sana terdapat makanan maksimum dan aktivitas makan mudah dan cukup waktunya, dan terlindungi dari predator. Saat banjir jelas dua faktor pertama terpenuhi sedangkan faktor terakhir ikan akan mengembangkan mekanisme khusus. Menurut Welcomme (1979) faktor yang memulai pematangan gonad dan mempercepat pemijahan umumnya tidak diketahui, namun demikian beberapa faktor yang diduga berpengaruh antara lain perubahan fisik lingkungan seperti suhu, konduktivitas dan aliran, ketiganya merupakan kumpulan kondisi yang menandakan banjir masuk musim hujan. Secara alami, daerah hutan rawa merupakan tempat berkembang biak ikan belida. Ikan belida (N. chitala) memanfaatkan hutan rawang untuk aktivitas breeding terbukti pada perairan tersebut banyak ikan yang sudah matang gonad (siap memijah) (Utomo dan syari, 1999). Pemijahan diketahui terjadi pada bulan november sampai 8

12 LPTEK T februari setiap tahun, bulan November-Januari (djie dan Utomo, 1994). Secara bertahap induk yang sudah matang gonad berpindah beruaya menuju daerah rawa banjiran yang dikenal dengan nama flood plain, terutama hutan rawa banyak ditumbuhi tanaman dengan substrat keras, seperti pohon-pohon yang sudah mati sebagai tempat menempelkan telur, induk ikan bellida menempelkan telur-telurnya pada benda-benda yang berada m, dibawah permukaan air (djie dan Utomo, 1994). Selain itu batang kayu baik yang masih hidup maupun yang sudah mati merupakan rumpon bagi ikan kecil dan udang yang merupakan makanan utama ikan ini, sehingga pada waktu melakukan pemijahan mudah mendapatkan makanan. Balon dalam Welcomme (1979), menambahkan Notoptherus chitala termasuk kelompok ikan yang membangun sarang dengan apa saja dan di mana saja, sejauh memenuhi strategi reproduksinya. Setelah telur menetas dan berkembang biak menjadi larva, hutan rawa yang terlindungi dari kondisi alam yang ekstrem seperti angin, ombak dan gangguan lain juga berfungsi sebagai tempat asuhan. Ini karena menyediakan makanan alami plankton dan serangga air yang melimpah bagia larva atau anak belida. Seperti juga diungkapkan oleh djie dan Utomo (1994) bahwa ikan belida menggunakan kayu pohon yang terendam dalam air sebagai tempat pemijahan, meletakkan telur dan perlindungan anaknya. 9

13 LPTEK T III. BHN DN METODE Riset yang dilakukan merupakan metode survei dan kegiatan Laboratorium (Hidrobiologi dan Kimia). Intensitas survei sebanyak 4 kali yang mewakili musim kemarau (Juni, gustus), musim hujan (Desember) dan di antaranya/antara musim hujan dan kemarau (September). Badan air yang diamati berupa perairan rawa dan sungai. Stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan purposive sampling dari hasil wawancara informasi habitat belida pada Dinas terkait dan masyarakat nelayan. Banyaknya stasiun sample ditetapkan 6 stasiun per lokasi dengan rincian 3 stasiun terletak di perairan rawa dan 3 stasiun lainnya di sungai. Data habitat (Fisika, Kimia dan Biologi Perairan) dan data genetik (biometrik) dikumpulkan. Spesies ikan belida menjadi target penelitian ini dan sebagai lokasi sampling adalah di Perairan DS Siak, Musi, Citarum dan Kalimantan Selatan. Parameter karakteristik habitat yang diukur meliputi. Kondisi Fisik Perairan (Suhu, Kecerahan, Kedalaman, Kecepatan rus, ltitude (In-situ), dan Tinggi air). Suhu diukur dengan mudah dengan menggunakan termometer air raksa. Pengukuran temperatur pada air yang mengalir bisa dilakukan pada bagian permukaan saja (Watson, 1978). Untuk pekerjaan termografik yang tepat, termometer harus memiliki skala 0.1 0C dan harus selalu dikalibrasi secara teratur dengan menggunakan termometer standard yang telah tersertifikat (Hauer and Hill, 1996., PH, WW, and WPCF, 1981). Pengukuran kecerahan dilakukan dengan Secci Disc. Secci Disc adalah plat logam yang memiliki diameter 21 cm yang memiliki 4 kuadran, 2 hitam dan 2 putih pada posisi yang bergantian. Pelat ini melekat pada tali atau pancang. Cara kerjanya Secci Disc ini dimasukkan ke dalam air sampai suatu keadaan di mana tanda tersebut menghilang dan diangkat lagi sampai tanda tersebut muncul. Rata-rata pada kedua kondisi ini ditentukan sebagai tingkat penetrasi/kecerahan (Watson, 1978). Pengukuran kedalaman yaitu dengan menggunakan tali penduga dan gauge sounder digital pada lokasi sampling yang mewakili 3 kondisi lingkungan yang diduga memiliki kedalaman yang berbeda. Hasil yang didapat dibuat rata-rata untuk estimasi kedalaman perairan tersebut pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan 10

14 LPTEK T menggunakan pelampung yang kemudian diukur jaraknya (dalam skala meter) dan waktunya (dalam skala detik dengan menggunakan stopwatch) sehingga akan dapat diperoleh nilai kecepatan arus. Ketinggian diestimasi dengan menggunakan alat GPS yang secara otomatis merekam nilai ketinggian tinggi air diukur dengan menggunakan papan penduga yang dipancangkan di pinggir sungai untuk kemudian dilakukan pengukuran tinggi air. B. Kondisi Kimia Perairan (ph, Oksigen (O2), BOD 5hari,, lkalinitas, CO2, DHL dan TDS); Ph, Pengukuran ph dilakukan dengan cara mengambil sample air pada lokasi sampling, memasukkan sebagian air sample tersebut ke dalam tempat ph dan kemudian meneteskan dengan dengan 5 tetes ph indikator. Perubahan warna yang dihasilkan dari penetesan tadi, akan bandingkan dengan warna standar yang merupakan kunci identifikasi, warna yang sesuai mencerminkan nilai ph (Watson, 1978). DO Dijelaskan oleh Wetzel (2001), bahwa oksigen dianalisis berdasarkan pengikatan secara kimia dari oksigen terlarut dan titrasi kalorimetrik dengan reagen yang telah diketahui reaksinya dengan perubahan konsentrasi. Contoh air sample diambil dari tiap stasiun sampling yang mewakili ekosistem sungai dan rawa. Sebagian contoh air dimasukkan ke dalam botol gelap (botol BOD) selama 5 untuk selanjutnya dianalisis kadar BODnya. BOD dihitung dalam kebutuhan 5 hari dalam temperatur 20 derajat celcius. Test ini mengukur kebutuhan oksigen untuk degradasi secara biokimia dari material organik (Carboneus demand) dan penggunaan oksigen untuk mengoksidasi material in organik seperti sulfides dan ferrous iron. Juga bisa mengukur oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi mengurangi bentuk nitrogen (nitrogenous demand) kecuali oksidasi dilindungi oleh suatu penghalang (PH, WW and WPCF, 1981). Penggantian oksigen terlarut selama oksidasi diperoleh dari proses reaeration secara amiah yang berlangsungnya relatif lambat dan proses anaerobik berlangsung selama oksigen terlarut habis di dalam sistem air. Pemanjangan oksidasi komponen nitrogen selama 5 hari tergantung kehadiran organisme mikro yang mampu melakukan oksidasi. Organisme-organisme ini jumlahnya cukup untuk mengoksidasi 11

15 LPTEK T bahan pencemar, jumlah yang significan dari berkurangnya bentuk nitrogen dalam 5 hari test BOD (PH, WW and WPCF, 1981). lkalinitas, prinsip pengujiannya di jelaskan oleh PH, WW and WPCF (1981), intinya adalah penambahan asam standar pada air sample menyebabkan terjadinya hydrolisis yang menghasilkan ion hydroxil, dimana jumlah asam standar diinginkan untuk mereduksi ph diukur secara hati-hati tepat 0,30 ph. lkalinitas sangat ditentukan oleh hydroksida, carbonat atau kandungan bicarbonat, sehingga ph pada titik keseimbangan titrasi ditandai dengan konsentrasi CO 2 yang ada pada skala. Konsentrasi CO2 tergantung pada kembalinya total karbonat species, yang ada dan hilang, yang mungkin terjadi saat titrasi. Pengujian terhadap CO2 dilakukan pengujian dengan menggunakan Metode tritimetric (PH, WW and WPCF, 1981). Prinsipnya CO2 bebas bereaksi dengan sodium carbonate atau sodium hydroxide membentuk sodium bicarbonat, hasilnya ditandai dengan reaksi yang selesai secara potentiometric atau perkembangan warna merah muda. Indikator yang digunakan adalah Phenopethalin (pp), memiliki ph 8,3 dan memiliki warna yang standar. Perlu diperhatikan, bahwa meskipun dengan hatihati pengawet CO2 masih menyebabkan peningkatan/perubahan CO2, jadi pengujian dilapangan sangat direkomendasikan. Konduktivitas (DHL) diukur dengan menggunakan elektric conductivity meter (PH, WW and WPCF, 1981), memiliki kompensasi temperatur automatisi namun demikian alat ini terlebih dahulu harus diakurasi/ kalibrasi dengan menggunakan larutan standar. Konduktivitas adalah ekspresi angka dari kemampuan larutan aquades untuk membawa arus listrik. Kemampuan ini tergantung dari kaadaan ion, total konsentrasi, mobilitas, valensi dan konsentrasi relatif, dimana sebagian besar molekul an organik dan garam adalah konduktor yang baik, sebaliknya komponen organik bukan merupakan konduktor yang baik. Teknik yang biasa digunakan untuk pengujian TSS/TDS yaitu dengan mengambil sample pada lokasi riset/sampling minimal 5 sampel. ir sample yang diperoleh selanjutnya disimpan di dalam coolbox dengan suhu 4 0C, sample air ini bisa disimpan selama 1 minggu. Tahapan selanjutnya dilakukan di laboratorium, yaitu menyaring air sample dengan kertas saring dengan terlebih dahulu menimbang kertas saring kosongnya, kertas saring akan berwarna coklat akibat endapan yang tersangkut. Masing-masing kertas saring setelah ditimbang dikeringkan di oven pada suhu antara 12

16 LPTEK T C selama 1 jam dan setelah kering ditimbang ulang. Nilai sedimen yang diperoleh berupa jumlah sediment yang ada dalam kertas saring dalam ukuran miligram per liter (PH, WW and WPCF, 1981). C. Kondisi Biologi Perairan (Plankton, Tumbuhan air/macrophyte, dan Produktivitas Primer (Klorofil)). Teknik yang digunakan untuk pengamatan tumbuhan air yaitu dengan mengkarakteristik struktur dasar vegetasi air dan membagi vegetasi tersebut ke dalam 2 kelompok (tumbuhan semak/herba dan tumbuhan tinggi). Tumbuhan herba atau semak memiliki siklus kehidupan yang singkat beregenerasi setiap tahun. Untuk itu cocok digunakan sebagai indikator kondisi air dalam jangka waktu pendek, sedangkan tumbuhan tinggi merefleksikan keadaan jangka panjang (Bain dan Stevenson, 1999). Selain itu pengamatan vegetasi air juga dapat mengelompokkan berdasarkan 3 kelompok tumbuhan yaitu floating, sub merge dan emerge sebagai informasi dasar tambahan yang sangat berguna. Tumbuhan tersebut memiliki ciri spesifik, misalnya floating dicirikan dengan tidak memiliki akar dan mengapung di permukaan air, submerge memiliki bunga dan emerge akarnya menempel pada dasar perairan dan mendiami wilayah tidak lebih dari 1 meter. Tumbuhan mengapung/floating umumnya ditemukan di zona litoral dengan kedalaman antara 1-3 m dpl. Submerge mulai dari tepi sampai batas litoral/profundal (PH, WW and WPCF, 1981). Pengambilan sample dilakukan dengan melokalisasi 5 atau lebih transek, menandai taransek sebelah kiri dan kanan dari sungai untuk masing-masing transek masukan ke dalam kelas vegetasi yang menyusun komponen utama (Bain dan Stevenson, 1999). Sample diambil dengan tangan dari populasi yang telah diketahui (quadrant) peralatan sampling. Menggunakan kuadrant dengan frame 0.25 m2 ( 0.5 m x 0.5 m) (PH, WW and WPCF, 1981). Untuk pengukuran plankton teknik yang dilakukan adalah menggunakan plankton net, cara kerjanya : plankton dipisahkan dari air dengan alat yang dinamakan jaring plankton mewakili hanya sebagian dari populasi total, organisme yang memiliki ukuran lebih kecil dari jaring akan lolos jaring plankton. Jaring plankton bisa ditarik baik secara horisontal maupun vertikal dari dalam air (Watson, 1978). Pengambilan sample dilakukan pada sasiun sampling, selanjutnya sample yang didapatkan dilapangan disimpan dalam coolbox dan ditambahkan formalin untuk 13

17 LPTEK T pengawetan untuk kemudian dilakukan identifikasi dilaboraorium (PH, WW and WPCF, 1981). Pengujian produktivitas primer dilakukan dengan analisa klorofil (Bott, 1996). PH, WW and WPCF (1981) menambahkan analisa klorofil dapat dilakukan dengan menggunakan Metode Trichomatic spectrofotometrik untuk melihat kadar klorofil a, b, c. Secara garis besar mengenai cara pengambilan data primer disajikan pada Tabel. 5. Hasilnya dicatat pada isian Sheet 1, Sheet 2, dan Sheet 4 (pada lampiran 1). Sampling seperti di atas lakukan di lokasi penelitian (Perairan DS Siak, Musi, Citarum dan Kalimantan Selatan) pada bulan Juni, gustus, September dan Desember. Tabel 5. Parameter, Metode Pengukuran dan Bahan lat No I 1 2 Parameter Yang Diamati Parameter Fisika Temperatur Kecerahan 3 Kedalaman 4 Kecepatan rus 5 altitude 6 tinggi air Metode Bahan Termografik Langsung dengan alat Langsung dengan alat Langsung dengan alat Langsung dengan alat Langsung dengan alat lat - Termometer air raksa Sechi disk - Tali penduga sounder Stopwatch - GPS - Papan penduga dan gauge Parameter Kimia II 1 ph 2 BOD5 hari Langsung dengan alat Titrimetri ph indicator Oksigen terlarut Langsung dengan alat Na2S2035H20 (720 cc) (24.8 gr ml aquadest + 10 mg CHCL3 Chloroform, jadikan 1000 ml larutan) MnSO4. H20 (144 cc) (41.25 gr + MnS04. H cc aquades) HCL.p (384 cc) Indicator amilum (144 cc) (1 gr C6H10O ml aquadest +formalin 2.5 ml) R. 02 (144 cc) (KI Kalium Iodida 40 gr + NaOH Sodium hydroxide 100 gr, jadikan 200 ml larutan) - - Botol ml 2 bh Pipet ukur 5 ml 2 bh Pipet ukur 1 ml 4 bh Pipet ukur 0,5 ml 2 bh Bola karet 1 bh Botol aquadest Erlemeyer 250 ml 2 bh Gelas ukur 100 ml 2 bh DO Meter 14

18 LPTEK T Lanjutan Tabel 5 No Metode Bahan lat 4 Parameter Yang Diamati Karbondioksida (CO2) Titrimetri - NaOH 0.1 N (18 cc) (4 gr NaOH ml aquadest) - Pp (360 tetes) ( 1 gr pp (C6H4.C (C6H4OH)2 + alkohol 60% 100 ml) - 5 lkalinitas Titrimetri - - Erlemeyer 250 ml 1 bh - Pipet ukur 5 ml 2 bh - Pipet tetes 2 bh - Gelas ukur 100 ml 1 bh - Botol quadest 1 bh 6 TDS/TSS Penyaringan 7 Daya Hantar Listrik Langsung dengan alat III 1 Parameter Biologi Plankton 2 Tumbuhan air 3 Klorofil D. Langsung dengan alat Kunci Identifikasi Trichomatic spectrofotometrik - H2S N (216 cc) (2.8 ml H2S04 p jadikan 100 ml (H2SO4 0.1 N) ambil 200 H2S N jadikan 1000 ml (H2S N) Methyl Orange (576 tetes) - Botol Co2 50 ml 1 bh Pipet tetes 2 bh Pipet ukur 2 ml 2bh Pipet ukur 1 ml 1 bh Botol aquadest 1 bh Bola karet 1 bh - Kertas saring miliopore 2 kotak - Oven ml 1 bh - Timbangan analitik 1 bh SCT-meter - Plankton net No.25 - Buku Identifikasi Mg CO3 (72 cc) seton 90% (720 cc) ( 1gr/100 ml) - Gelas ukur 100 ml 2 bh Pompa vakum 1 set Erlemeyer 100 ml 6 bh luminium Foil Pengerus Kertas saring Miliopor Identifikasi Spesies Untuk setiap spesies ikan belida, dilakukan pengambilan sample dengan jumlah perlokasi berkisar antara 10 sampai 30 spesimen. Sample tersebut (carcass) selanjutnya ditandai (tagging) dituliskan kode specimen dan lokasi dengan menggunakan dymo machine; contohnya Siak 001. Sample yang sudah ditandai di diawetkan dengan cara direndam larutan alkohol 75%. Pengukuran specimen dilakukan dengan menggunakan digital caliper yang memiliki ketelitian sampai 10 mm, pada 35 karakter morfologi bentuk badan dan meristik (Gambar 1), di bagian sisi sebelah kiri. Data yang diperoleh diisikan pada sheet 5 (Lampiran 1). Data yang diperoleh kemudian distandarisasi dan disajikan dalam bentuk % SL dan % HL yang merupakan subjek Principle Component nalysis (PC) untuk melihat grouping specimen dalam tipe specimen. Principle Component yang digunakan adalah PC II, III, IV dan V, karena PC tersebut menujukkan bentuk, 15

19 LPTEK T bukan PC I yang menampilkan ukuran. Tahap kedua, dilakukan dengan menggunakan nalysis Diskriminan, analisis diskriminan nantinya akan mengisolasi ketipe specimen tadi menjadi group yang terpisah. nalisis lebih lanjut melihat karakter morfologi dominan (Factor score coefficient) sebagai pembeda sifat, untuk kemudian pada akhirnya hanya satu karakter yang paling dominan di masing-masing PC yang diamati. Selain itu, analisa DN dilakukan terhadap sample ikan belida dari berbagai lokasi. 16

20 LPTEK T Gambar 1. Pengamatan Morfometrik dan Meristik Ikan Belida 17

21 LPTEK T IV HSIL DN PEMBHSN Karakteristik Habitat Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang karakter habitat belida melalui pengamatan fisika-biologi dan kimia air pada 14 parameter, kami menganalisa sample dari 116 lokasi baik pada lokasi yang sama di waktu atau musim yang berbeda maupun lokasi yang berbeda di Sumatera dan Kalimantan, yang merupakan tempat hidup (habitat) ikan belida. Data yang kami peroleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan nalisa Komponen Utama (Principal Component nalysis/pc). PC adalah metode statistic yang diaplikasikan pada suatu variable data tunggal untuk mengungkap variable yang ada dalam data set membentuk turunan data set yang secara relative independent satu dengan yang lain. Variabel yang berhubungan dengan variable yang lain yang juga sangat independent dari variable data set yang lain yang dikombinasikan kedalam factor. Faktor yang dibentuk merupakan representasi dari proses yang terjadi yang dibentuk oleh corelasi antar variable. Dalam hal ini kami mengelompokkan 116 stasiun/lokasi menjadi group-group yang terpisah yang memiliki kemiripan karakter lingkungan, selain itu juga kami mereduksi dimensi dari 14 dimensi menjadi 2 dimensi. Reduksi dimensi ini sangat penting dalam melihat trend yang ada pada baik karakter lingkungan maupun antar stasiun. Tahap selanjutnya kami menentukan karakter habitat pembeda utama dari berbagai lokasi tadi melalui canonicle analisis pada analisa diskriminan. Karakter lingkungan utama dicirikan dengan nilai partial wilk lamda yang paling mendekati nol Karakteristik Habitat Ikan Belida Dengan nalisa PC (Mengelompokkan Stasiun dan melihat trend parameter lingkungan yang ada) nalisis PC dimulai dengan melihat tampilan deskripsi satistik yang berupa data ratarata dan standar devisiasi yang memperlihatkan sebaran data. Selanjutnya melihat korelasi matrik. Kita dapat melihat secara langsung korelasi dari 14 parameter lingkungan yang diamati, dengan tanda kotak merah memperlihatkan significan pada tingkat 0.05%. Tingkat korelasi antar karakter yang diamati bervariasi lihat Tabel 6, dimana paramete ph dan kecepatan arus secara umum memperlihatkan tingkat korelasi yang rendah dengan karakter yang lain. Paling tidak berarti parameter pembeda sifat dari stasiun sampling yang diamati bukan parameter ini. 18

22 LPTEK T Tabel 6. Tingkat korelasi antar parameter lingkungan pada habitat belida Tabel 7, selanjutnya dan grafik yang berhubungan dengannya berkaitan dengan objek matematika, eigenvalue. Yang mereflesikan kualitas proyeksi dari N-dimensi (karakter) table awal (N=14) menjadi jumlah dimensi yang jauh lebih kecil. Kita dapat melihat eigenvalue pertama sama dengan 3.36 dan mewakili 25% dari total variabilitas yang ada. Hal ini berarti jika kita mewakili data hanya dari satu axis, kita masih dapat melihat % dari total variabilitas data. Setiap nilai egenvalue berhubungan dengan suatu faktor, dan setiap faktor menjadi sebuah satu dimensi. Suatu faktor adalah suatu kombinasi linear dari karakter awal dan semua 19

23 LPTEK T faktor yang tidak berhubungan (r=0). Eigenvalue dan faktor yang berhubungan dengannya diseleksi dengan kenyataaan yang semakin menurun tentang berapa karakter awal yang dia wakili (dinyatakan dalam %). Gambar 2, memperlihatkan degradasi representasi data karakter habitat. Tabel 7. Nilai eigenvalue untuk parameter lingkungan merepresentasikan jumlah variasi data yang diwakili 20

24 LPTEK T Gambar 2. Nilai eigenvalue untuk parameter lingkungan yang disajikan dalam bentuk Scatterplot Idealnya, dua eigenvalue pertama atau ketiga akan memberikan suatu nilai presentasi (%) yang tinggi dari variasi memastikan kepada kita bahwa peta berdasarkan factor pertama kedua atau ketiga adalah proyeksi dengan kualitas yang bagus dari table awal multidimensi. Hasil penelitian menyatakan nilai factor pertama dan kedua memperlihatkan pada kita mewakili 40.84% dari variabilitas data awal. Memang hasilnya kurang baik dan kita juga harus berhati-hati mengintrepretasikan beberapa informasi yang ada di peta yang mungkin tersimpan dalam factor selanjutnya. Kita lihat disini dari awal memiliki 30 karakter. Peta pertama disebut sebagai lingkaran korelasi (dibawah aksis F1 dan F2), Gambar 3. Itu memperlihatkan suatu poyeksi dari karakter awal di dalam ruang factor. Ketika kedua karakter jauh dari pusat, kemudian, jika mereka : dekat satu dengan yang lain, mereka secara nyata berkorelasi/berhubungan (r mendekati 1); jika mereka orthogonal, mereka tidak berhubungan (r mendekati 0); jika mereka berada pada sisi yang berhadapan/berkebalikan dari pusat. Kemudian mereka nyata berhubungan negative (r mendekati -1). Ketika karakter berdekatan dengan pusat hal tersebut berarti membawa informasi yang sama. Sebagai contoh Ketika berusaha menjelaskan hubungan antara Parameter DHL (Conductivity) dengan suhu (baik air maupun udara) secara 21

25 LPTEK T ortogonal, mekipun ada, kenyataannya tidak ada. Hal ini bisa dikonfirmasikan baik dengan melihat korelasi matrik maupun lingkaran korelasi antara F1 dan F2, F1 dan F3 (Gambar 4). Dan beberapa contoh yang lain. Gambar 3. Grafik Sebaran parameter lingkungan analisis komponen utama pada sumbu faktorial 1 dan 2. 22

26 LPTEK T Gambar 4. Grafik Sebaran parameter lingkungan analisis komponen utama pada sumbu faktorial 1 dan 3. Lingkaran korelasi berguna untuk menjelaskan arti axis. Berdasarkan gambar, axis horisontal (f1) mewakili parameter parameter Suhu Udara, Suhu ir, oksigen dan BOD, sedangkan axis vertical F2 mewakili parameter TDS, DHL dan Klorofil. Berdasarkan nilai tabel kosinus kuadrat; semakin besar nilai kosinus kuadrat (lihat Tabel 8), semakin besar keterkaitannya dengan axis. Semakin dekat nilai kosinus kuadrat suatu karakter dekat dengan nol, semakin hati-hati ketika mengintrepretasikan hasil dalam kaitannya denga axis yang berhubungan. Trend ini sangat berguna dalam mengintrepretasikan peta selanjutnya. Selain itu dengan melihat faktor loading (Tabel 9), kita juga dapat mengetahui parameter dominant yang berpengaruh, namun kelemahannya parameter tersebut masih terpisah pada axis yang berbeda. 23

27 LPTEK T Tabel 8. Nilai Cosinus kuadrat untuk parameter lingkungan dalam bentuk eigenvektor 24

28 LPTEK T Tabel 9. Faktor loading untuk semua faktor lingkungan yang diamati Tujuan utama PC disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6. Gambar tersebut membuat dapat melihat data dalam peta dua dimensi dan mengidentifikasikan trend yang ada. Kita dapat melihat bahwa stasiun bisa dikelompokkan menjadi 4 kelompok yang memiliki tipe yang sama, melalui nilai kosinus kuadrat pada Tabel 10, dengan posisi koordinat pada Tabel 11. Untuk memastikan bahwa observasi berhubungan dengan suatu axis, maka lihat tabel kosinus kuadrat; semakin besar nilai kosinus kuadrat, semakin besar keterkaitannya dengan axis. Semakin dekat nilai kosinus kuadrat suatu obesrvasi dekat dengan nol, semakin hati-hati ketika mengintrepretasikan hasil dalam kaitannya denga axis yang berhubungan. Stasiun dengan kode Lubuk rawa 001, Lebak Kumpai 002 etc, termasuk kelompok 1. Kelompok 2 diwakili dengan Telo Kandis 001, Tajab 001 etc yang memiliki sifat berlawanan pada axis horizontal (F1). Kelompok 3 diwakili oleh stasiun Lubuk Valas 001, Plat Vals 001, etc. Sedangkan Kelompok 4 Hutan Rasau 004, Dalam Pagar 002, etc. Berdasasarkan Grafik kita dapat simpulkan bahwa stasiun yang termasuk kelompok 2 berlawanan dengan stasiun dalam kelompok 1, begitu juga kelompok 3 dan 4. rtinya Kelompok 1 cenderung memiliki nilai Suhu Udara, Suhu ir, oksigen dan BOD yang tinggi dan hasil sebaliknya pada kelompok 2. Sedangkan untuk kelompok 3,memiliki nilai yang tinggi pada parameter TDS, DHL dan Klorofil, sebaliknya pada kelompok 4. Namun demikian untuk mereduksi berbagai factor lingkungan yang ada menjadi satu dimensi yang memperlihatkan karakter lingkungan utama yang memiliki besaran paling tinggi dan degradasinya sebagai karakter pembeda. Kami melakukan nalisa Pembeda (Diskriminan nalisa). 25

29 LPTEK T Lubuk Valas karakter yang unik. Kembali ke table individu PB 006 dan PU OGN 006 memiliki Head depth yang panjang berkebalikan dengan OG 002. Sedangka individu RK 019 memiliki lebar mulut yang lebih besar. Gambar 5. Grafik Sebaran stasiun pengamatan analisis komponen utama pada sumbu faktorial 1 dan 2. 26

30 LPTEK T Gambar 6. Grafik Sebaran stasiun pengamatan analisis komponen utama pada sumbu faktorial 1 dan 3. 27

31 LPTEK T Tabel 10. Nilai Cosinus kuadrat untuk sebaran stasiun pengamatan 28

32 LPTEK T Lanjutan tabel

33 LPTEK T Lanjutan tabel

34 LPTEK T Tabel 11. Posisi kuadrat masing-masing stasiun pengamatan pada sumbu faktor F1 dan F2 31

35 LPTEK T Lanjutan tabel

36 LPTEK T Lanjutan tabel

37 LPTEK T Diskriminan nalisis Sebagai Penentu Parameter Utama Pembeda Diskriminan analisa adalah suatu proses membedakan dua atau lebih dari group yang terlebih dahulu telah ditentukan dengan kombinasi linear dari dua atau lebih variable, dalam hal ini kami menggunakan PC. Diskriminan analisis menggunakan pengukuran variable berkelanjutan pada group yang berbeda untuk melihat aspek yang membedakan group. Tahap pertama analisa ini adalah dengan melihat rata-rata, Tabel 12. Syarat analisa diskriminan adalah distribusi yang normal, data karakter lingkungan sebagai contoh DHL, lihat Gambar. Dapat kita lihat bahwa variable ini secara normal terdistribusi di dalam setiap group (individu). Tabel 12. Rata-rata nilai parameter lingkungan yang diamati pada masing-masing group 34

38 LPTEK T Gambar 7. Distribusi normal pada DHL Selanjutnya kita melihat nilai secara keseluruhan diskriminasi antara karakter individu sangat significan (wilks Lamda = ; F= (p<0.0001). Sekarang mari kita lihat kontribusi independent untuk memprediksi setiap variable (karakter) dalam model. Stepwise nalysis - Step 11 (Final Step) Number of variables in the model: 11 Last variable entered: ph F (3,62) = p <.4389 Wilks' Lambda: approx. F (33,183) = p < Secara umum wilks Lamda adalah statistic standard yang digunakan untuk menyatakan keberbedaan statisik (Statistical significance dari kekuatan diskriminan untuk model yang digunakan. Nilainya akan berkisar dari 1.0 (tidak ada kekuatan diskriminasi) sampai 0.0 (kekuatan diskriminasi sempurna). Setiap nilai di dalam kolom pertama di spreadsheet menunjukkan nilai wilks Lamda. Sementara partial wilks lambda. Ini adalah wilks Lamda untuk kontribusi yang unik dari tingkatan variable yang berurutan pada diskriminasi diantara group. Berarti seseorang dapat melihat nilai ini sebagai sebagai kesamaan seperti parsial koefisient korelasi yang dihasilkan dalam multiple regression. Karena suatu lambda 0.0 menyatakan kekuatan diskriminasi yang sempurna. Semakin rendah nilainya di dalam kolam ini, 35

39 LPTEK T semakin besar kekuatan diskriminasi yang unik pada variable yang diamati. Nilai Partial Lambda pada Tabel 13, memperlihat parameter lingkungan yang dominan, karakteristik utama pada satu dimensi. Tabel 13. Nilai partial lambda untuk setiap parameter lingkungan Nilai partial lambda mengindikasikan bahwa nilai parameter TDS yang paling besar, selanjutnya berturut-turut sampai yang tekecil; DHL, suhu udara, klorofil, kecepatan arus, BOD, Oksigen, ph, alkalinitas dan Co2 menyumbang paling sedikit dari keseluruhan diskriminasi (ingat semakin rendah nilai partial lambda, maka semakin besar kontribusinya dalam keseluruhan diskriminasi. Untuk itu bisa disimpulkan pada point ini bahwa pengukuran karakter TDS adalah karakter pembeda utama yang bisa membedakan antar kelompok stasiun berdasarkan parameter fisika dan kimia yang dimiliki. Untuk mempelajari lebih jauh tentang diskriminasi yang terjadi, kita harus melakukan canonicle analisis. Tampilan utamanya adalah ChI-square, Tabel 14. Tabel 14. Chi-square pada canonical analisis 36

40 LPTEK T Secara umum, pada table melaporkan langkah awal akar canonical. Lajur pertama selalu mengandung test berbeda nyata untuk keseluruhan akar; yang kedua (lajur) melaporkan significan dari root yang tersisisa, setelah memindahkan akar pertama dan seterusnya. Kemudian table ini mengatakan berapa banyak akar canonical (fungsi diskriminan) yang harus diintrepretasikan. Hasil penelitian kedua fungsi diskriminan (atau canonical) secara statistic berbeda nyata. Selanjutnya kita dapat menyimpulkan dengan dua kesimpulan yang terpisah bagaimana pengukuran TDS dan DHL membuat kita dapat membedakan antar kelompok stasiun berdasarkan parameter fisika dan kimia yang dimiliki. Juga terlihat ditabel nilai eigenvalue (root) untuk setiap fungsi diskriminasi dan kumulatif proporsinya, menjelakan variasi yang dihitung untuk setiap fungsi. Seperti yang terlihat untuk penggunaan akar FI dan F2 maka bernilai 97.6% dari variasi dijelaskan, bahwa 97.6% semua kekuatan diskriminasi dijelaskan dalam funsi ini. Selanjutnya fungsi pertama jelas merupakan yang paling penting. Hal yang terpenting dalam canonicle analisa adalah nilai Koefisient standarisasi (Tabel 15) adalah salah satu yang umum digunakan untuk interpretasi, karena mereka mengandung variable standarisasi dan untuk itu menjadi referensi skala pembanding. Fungsi diskriminan pertama (Root 1), karakter yang berpengaruh (nilainya paling besar) terutama oleh oleh klorofil, TDS, Oksigen, ph, DHL, alkalinitas, suhu udara dan C02. Sedangkan Fungsi kedua (root2) didominasi oleh BOD. Saat ini kita sudah tahu bagaimana setiap variable berpartipasi di diskriminasi diantara karakter individu melalui mean canonical, Tabel 16. Pertanyaan selanjutnya adalah menggambarkan sifat diskriminasi setiap akar canonical, Gambar 8. Tahap pertama untuk menjawab pertanyaan ini adalah melihat rata-rata canonical,. Fungsi diskriminan pertama sebagian besar antara group 4 dan group yang lain. Canonical mean group 4 sangat berbeda dengan group yang lain. Faktor kedua pada fungsi diskriminan sepertinya sebagian besar hanya membedakan group 2 dan beberapa group yang lain. Untuk melihat secara cepat hasil ini adalah memproduksi scatterplot untuk dua fungsi diskriminan. 37

41 LPTEK T Tabel 15. Koefisien standarisasi parameter lingkungan pada canonical analisis Tabel 16. Rata-rata canonical variabel pada parameter lingkungan 38

42 LPTEK T Root 1 vs. Root Root GROUP 3 GROUP 4 GROUP 1 GROUP 2 Root 1 Gambar 8. Sifat diskriminasi semua variabel lingkungan pada akar 1 dan 2 Plot ini mengkonfirmasi interpretasi sejauh ini. Jelas, bahwa group 4 terplotkan jauh kearah kiri di scaterplott, begitu juga dengan group 2 yang terplotkan ke dibagian atas. Fungsi diskriminan pertama terutama membedakan antara group 3 dan 1 dengan group 2 dan 4. Fungsi kedua sepertinya menyediakan diskriminasi pada group 2. Bagaimanapun sepertinya group 1 dan 3 tidak bisa didiskriminasi seperti group 4 dan 2. Kesimpulan hasil penelitian sejauh ini, sepertinya significan utama dan diskriminasi yang jelas untuk group, baik dengan fungsi pertama maupun funsi kedua dari fungsi diskriminasi. Fungsi pertama untuk group 2, 4 dan 3/1 terutama ditandai oleh koefisien negative dari Klorofil, TDS dan oksigen. Hal ini berarti semakin besar nilai Klorofil, TDS dan oksigen semakin jauh group tersebut dengan Group 2,4 dan 3/1. Fungsi diskriminan kedua untuk group 2 terutama ditandai dengan koefisien korelasi positive untuk BOD. Maka semakin kecil nilai BOD semakin jauh dengan Group 2. 39

43 LPTEK T Berdasarkan analisa Komponen Utama (PC) dan pembeda (Disscriminant nalysis) maka jelas habitat belida bisa dibedakan menjadi 3 tipe habitat. Sebagai pembeda utama sekaligus karakter lingkungan utama adalah parameter TDS yang paling besar, selanjutnya berturut-turut sampai yang tekecil; DHL, suhu udara, klorofil, kecepatan arus, BOD, Oksigen, ph, alkalinitas dan Co2 menyumbang paling sedikit. Untuk kisaran habitatnya akan ditampilkan dalam bentuk tabel

44 LPTEK T Tabel 17. Kisaran habitat ikan belida hasil analisa diskriminan Tipe Habitat I Tipe Habitat II Tipe Habitat III (merefleksikan kelompok 3 dan 1) (merefleksikan kelompok 2) (merefleksikan kelompok 4) TDS (ml) TDS (ml) TDS (ml) DHL (us) DHL (us) DHL (us) Suhu Udara (0C) Suhu Udara (0C) 34 Suhu Udara (0C) Klorofil (nm) Klorofil (nm) Klorofil (nm) Kecepatan rus (m/dt) Kecepatan rus (m/dt) Kecepatan rus (m/dt) BOD (mg/l) BOD (mg/l) 2.27 BOD (mg/l) Oksigen (mg/l) Oksigen (mg/l) Oksigen (mg/l) ph ph ph lkalinitas (mg/l) lkalinitas (mg/l) lkalinitas (mg/l) CO2 (mg/l) CO2 (mg/l) CO2 (mg/l) Kedalaman (m) Kedalaman (m) Kedalaman (m) Suhu air ( C) Suhu air ( C) 27 Suhu air (0C) Kecerahan (m) Kecerahan (m) Kecerahan (m)

45 LPTEK T Kehadiran Plakton Sebagai Penciri Habitat Belida Pengamatan biologi yang dilakukan adalah kelimpahan plakton, di sini kami berusaha melihat korelasi antara kelimpahan jenis plakton dengan karakteristik lingkungan (kualitas air) habitat belida. Diharapkan pada habitat spesifik belida bisa ditandai oleh keberadaan plakton tertentu. Untuk itu kami melakukan analisa regresi berganda, dengan deletion tipe metode backward. Metode backward adalah salah satu metode yang digunakan dalam analisis regresi berganda yang dimulai dengan memasukkan variabel bebas (dalam hal ini parameter lingkungan) yang mempunyai korelasi paling kuat dengan dengan variabel tergantung (kelimpahan plakton). Kemudian setiap kali dimasukkan variabel yang bebas yang lain, dilakukan pengujian dengan tetap memasukkan atau mengeluarkan variabel bebas sebelumnya (Santosa, 2000). Berdasarkan analisis maka kelimpahan plakton yang erat hubungannya dengan karakter habitat belida (sebelumnya habitat belida telah ditentukan dengan menggunakan PC dan diskriminant analysis) adalah dalam genus Ulothrix, Mytilina, Microcystis, Micrasterias, Cymbella, rthodesmus dan Coscinodiscus. Untuk lebih jelas mari kita bahas satu persatu. - Ulothrix Berdasarkan Tabel 18, ada 4 tahapan analisa, dimana pada setiap tahapan ada variabel yang harus dikeluarkan dari model regresi, terlihat djusted R Square (R2 yang disesuaikan) adalah Perhatikan bahwa untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan djusted R Square sebagai koefisien pendetermasi. Semakin tinggi R2 yang disesuaikan akan semakin baik bagi model regresi, karena variabel bebas bisa menjelaskan variabel tergantung. Tabel 18. Hasil analisa regresi Ulothrix 42

46 LPTEK T Tabel 19, selanjutnya memperlihatkan bahwa analisis berganda memasukkan alkalinitas, TDS, kecepatan arus, suhu udara dan DHL (yang merupakan karakteristik habitat belida) sebagai variabel yang significan dalam membentuk model. Ini berarti pada habitat belida spesifik dengan parameter lingkungan utama kehadiran plakton dalam genus ini ada di sana. Tabel 19. Coefisient sebagai model regresi Ulothrix - Mytilina Berdasarkan tabel 20, terlihat bahwa kehadiran plankton genus Mytilina sangat dipengaruhi oleh lkalinitas, Kecepatan arus dan DHL. Ketiga parameter ini adalah parameter habitat spesifik belida, Tabel

47 LPTEK T Tabel 20. Hasil analisa regresi Mytila Tabel 21. Coefisient sebagai model regresi Mytila - Microcystis Pada habitat belida terdapat kehadiran plankton genus Microcystis (dikonfirmasi melalui Tabel 22 dan Tabel 23). Parameter habita belida berkorelasi dengan kehadiran organisme ini. 44

48 LPTEK T Tabel 22. Hasil analisa regresi Microcystis Tabel 23. Coefisient sebagai model regresi Microcystis - Micrasterias 45

49 LPTEK T Tabel 24 dan Tabel 25 memperlihatkan kehadiran Micrasterias sangat berkorelasi dengan alkalinitas dengan DHL, ini berarti genus ini ada dihabitat belida sekaligus bisa digunakan sebagai penciri. Tabel 24. Hasil analisa regresi Micrasterias Tabel 25. Coefisient sebagai model regresi Micrasterias - Coscinodiscus 46

50 LPTEK T Berdasarkan Tabel 26 dan Tabel 27 juga kita dapat melihat bahwa dihabitat belida kita dapat menjumpai plakton dalam genus ini. Tabel 26. Hasil analisa regresi Coscinodiscus Tabel 25. Coefisient sebagai model regresi Coscinodiscus - Cymbella 47

51 LPTEK T Berdasarkan Tabel 28 dan Tabel 29, walaupun ada korelasi kehadiran palkton genus ini namun dapat kita lihat korelasi tidak terlalu besar. Hanya sedikit organisme ini dijumpai dihabitat belida. Tabel 28. Hasil analisa regresi Cymbella Tabel 29. Coefisient sebagai model regresi Cymbella - rthrodesmus 48

52 LPTEK T Berdasarkan Tabel 30 dan Tabel 31, hasil yang sama diperlihatkan oleh plakton dari genus ini, genus ini tidak banyak dijumpai dihabitat belida, namun masih ada. Tabel 30. Hasil analisa regresi rthrodesmus Tabel 31. Coefisient sebagai model regresi rthrodesmus 4.4. Reidentifikasi Spesies Ikan Belida 49

53 LPTEK T Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam mereidentifikasi spesies ikan belida kami melakukan pengukuran morfometrik dan meristik pada 35 karakter ikan belida dan ikan putak sebagai pembanding. Data yang diperoleh kemudian di nalisa dengan menggunakan Principal Component nalysis (PC) untuk membuat group berdasarkan trend/kecendrungan baik terhadap karakter maupun observasi kemudian membedakan group tersebut berdasarkan karakter utama pembeda dengan Discriminant nalysis. Discriminant nalysis juga nantinya akan melakukan validasi clasifikasi yang dibuat dengan Malahoby square (clasifikasi dengan metode ini sangat valid). nalisa di bagi menjadi dua tahap, tahap pertama adalah karakter morfometrik (bentuk) dan tahap kedua adalah karakter meristik (ukuran) melalui diskriminant analysis untuk memberikan pemahaman yang komprehensif sekaligus paling tidak memvalidasi hasil karaktek morfometrik Karakter Morfometrik Ikan Belida. nalisa Komponen Utama (Principal Component nalysis/pc) nalisa Komponen Utama (Principal Component nalysis/pc) adalah metode statistic yang diaplikasikan pada suatu variable data tunggal untuk mengungkap variable yang ada dalam data set membentuk turunan data set yang secara relative independent satu dengan yang lain. Variabel yang berhubungan dengan variable yang lain yang juga sangat independent dari variable data set yang lain yang dikombinasikan kedalam factor. Faktor yang dibentuk merupakan representasi dari proses yang terjadi yang dibentuk oleh corelasi antar variable. Kegunaan PC antara lain : 1. Identifikasi group yang memiliki variable yang berhubungan sekaligus secar langsung dapat menvisualisasi data 2. Mengurangi jumlah variable tanpa kehilangan validitas data 3. Suatu metode untuk transformasi data. Transformasi data melalui penulisan ulang data dengan data asli yang tidak kita miliki. 4. Membentuk suatu set P factor tidak berhubungan yang dapat digunakan sebagai input untuk metode statistic yang lain (sebagai contoh diskriminan analisa) nalisis PC dimulai dengan melihat tampilan deskripsi satistik yang berupa data rata-rata dan standar devisiasi yang memperlihatkan sebaran data, Tabel

54 LPTEK T Tabel 32. Hasil deskripsi statistik karakter morfometrik belida Selanjutnya melihat korelasi matrik, Tabel 33. Kita dapat melihat secara langsung korelasi 30 karakter yang diamati, dengan tanda kotak merah memperlihatkan significan pada tingkat 0.05%. Tingkat korelasi antar karakter yang diamati bervariasi, dimana karakter 51

55 LPTEK T Pectoral Fin Length (PFL), nal Fin Width (FW), Ishmus Length (ISL) dan Distance Lineal Laneralis to Lower body (DLB) secara umum memperlihatkan tingkat korelasi yang rendah dengan karakter yang lain. Paling tidak berarti karakter pembeda sifat dari individu/observasi yang diamati bukan karakter ini. Tabel 33. Korelasi 30 karakter morfometrik 52

56 LPTEK T Lanjutan tabel

57 LPTEK T Lanjutan tabel

58 LPTEK T Lanjutan tabel 33.. Tabel 34, selanjutnya berhubungan dengannya berkaitan dengan objek matematika, eigenvalue. Yang mereflesikan kualitas proyeksi dari N-dimensi (karakter) table awal (N=30) menjadi jumlah dimensi yang jauh lebih kecil. Kita dapat melihat eigenvalue pertama sama 55

59 LPTEK T dengan dan mewakili 25% dari total variabilitas yang ada. Hal ini berarti jika kita mewakili data hanya dari satu axis, kita masih dapat melihat % dari total variabilitas data. Setiap nilai egenvalue berhubungan dengan suatu faktor, dan setiap faktor menjadi sebuah satu dimensi. Suatu faktor adalah suatu kombinasi linear dari karakter awal dan semua faktor yang tidak berhubungan (r=0). Eigenvalue dan faktor yang berhubungan dengannya diseleksi dengan kenyataaan yang semakin menurun tentang berapa karakter awal yang dia wakili (dinyatakan dalam %). Untuk melihat degradasi representasi data kami tampilkan Gambar 9, nilai ini merupakan nilai variasi data yang diwakili dinyatakan dalam persen. Tabel 34. Nilai eigenvalue untuk karakter morfometrik merepresentasikan jumlah variasi data yang diwakili 56

60 LPTEK T Gambar 9. Nilai eigenvalue untuk karakter morfometrik yang disajikan dalam bentuk Scatterplot Hasil penelitian menyatakan nilai factor pertama dan kedua memperlihatkan pada kita mewakili 40.84% dari variabilitas data awal. Memang hasilnya kurang baik dan kita juga harus berhati-hati mengintrepretasikan beberapa informasi yang ada di peta yang mungkin tersimpan dalam factor selanjutnya. Kita lihat disini dari awal memiliki 30 karakter. Peta pertama (Gambar 10) disebut sebagai lingkaran korelasi (dibawah aksis F1 dan F2). Itu memperlihatkan suatu poyeksi dari karakter awal di dalam ruang factor. Ketika kedua karakter jauh dari pusat, kemudian, jika mereka : dekat satu dengan yang lain, mereka secara nyata berkorelasi/berhubungan (r mendekati 1); jika mereka orthogonal, mereka tidak berhubungan (r mendekati 0); jika mereka berada pada sisi yang berhadapan/berkebalikan dari pusat. Kemudian mereka nyata berhubungan negative (r mendekati -1). Ketika karakter berdekatan dengan pusat hal tersebut berarti membawa informasi yang sama. Sebagai contoh Ketika berusaha menjelaskan hubungan antara karakter Snouth length (SNL) dengan Upper Jaw Mouth (UJM) secara ortogonal, mekipun ada, kenyataannya tidak ada. Hal ini bisa dikonfirmasikan baik dengan melihat korelasi matrik maupun lingkaran korelasi antara F1 dan F2,, F1 dan F3 (Gambar 11). Dan beberapa contoh yang lain. Selain itu dengan melihat faktor loading (Tabel 35), kita juga dapat mengetahui parameter dominant yang berpengaruh, namun kelemahannya parameter tersebut masih terpisah pada axis yang berbeda. 57

61 LPTEK T Gambar 10. Grafik Sebaran karakter morfometrik analisis komponen utama pada sumbu faktorial 1 dan 2. Gambar 10. Grafik Sebaran karakter morfometrik analisis komponen utama pada sumbu faktorial 1 dan 3. 58

62 LPTEK T Tabel 35. Faktor loading untuk semua Sebaran karakter morfometrik yang diamati Lingkaran korelasi berguna untuk menjelaskan arti axis. Berdasarkan gambar, axis horisontal berhubungan dengan Snouth Length (SNL), etc dan axis vertikal berhubungan dengan upper jaw length (UJM), etc. Trend ini sangat berguna dalam mengintrepretasikan peta selanjutnya. Untuk memastikan bahwa karakter sangat berhubungan dengan suatu axis, maka lihat tabel kosinus kuadrat; semakin besar nilai kosinus kuadrat, semakin besar keterkaitannya dengan axis. Semakin dekat nilai kosinus kuadrat suatu karakter dekat dengan nol, semakin hati-hati ketika mengintrepretasikan hasil dalam kaitannya denga axis yang berhubungan. Tujuan utama PC terlihat pada Tujuan utama PC disajikan pada Gambar 12 dan Gambar 13. Gambar tersebut membuat dapat melihat data dalam peta dua dimensi dan mengidentifikasikan trend yang ada. Kita dapat melihat bahwa individu dengan kode PB 006, OG 002, PU OGN 006 dan Rk 019 memiliki karakter yang unik. Kembali ke table individu PB 006 dan PU OGN 006 memiliki Head depth yang panjang berkebalikan dengan OG

63 LPTEK T Sedangka individu RK 019 memiliki lebar mulut yang lebih besar. Untuk memastikan bahwa observasi berhubungan dengan suatu axis, maka lihat tabel kosinus kuadrat, Tabel 36; semakin besar nilai kosinus kuadrat, semakin besar keterkaitannya dengan axis. Sementara untuk letak kita bisa melihat nilai faktor score, Tabel 37. Semakin dekat nilai kosinus kuadrat suatu obesrvasi dekat dengan nol, semakin hati-hati ketika mengintrepretasikan hasil dalam kaitannya denga axis yang berhubungan. Gambar 12. Grafik Sebaran stasiun pengamatan analisis komponen utama berdasarkan karakter morfometrik pada sumbu faktorial 1 dan 2. 60

64 LPTEK T Gambar 13. Grafik Sebaran stasiun pengamatan analisis komponen utama berdasarkan karakter morfometrik pada sumbu faktorial 1 dan 3. Kesimpulan kami berdasarkan korelasi sederhana terdapat 6 natural group diantara populasi ikan belida dan ikan putak. 61

65 LPTEK T Tabel 36. Nilai Cosinus kuadrat berdasarkan karakter morfometrik untuk sebaran stasiun pengamatan 62

66 LPTEK T Lanjutan tabel

67 LPTEK T Tabel 37. Nilai Faktor score berdasarkan karakter morfometrik untuk sebaran stasiun pengamatan 64

68 LPTEK T Lanjutan tabel

69 LPTEK T B. nalisa Pembeda (Discriminant nalysis) - Membedakan group/spesies dengan mengidentifikasi karakterter pembeda Diskriminan analisa adalah suatu proses membedakan dua atau lebih dari group yang terlebih dahulu telah ditentukan dengan kombinasi linear dari dua atau lebih variable. Sebagai catatan metode ini berasumsi bahwa bahwa specimen yang tidak diketahui berada diantara satu populasi tersebut yang digunakan dalam perhitungan fungsi diskrimminasi. Diskriminan analisis menggunakan pengukuran variable berkelanjutan pada group yang berbeda untuk melihat aspek yang membedakan group dan menggunakan pengukuran ini untuk membuat klasifikasi baru hal tersebut. Kegunaan umum dari metode ini adalah dalam klasifikasi biologi menjadi spesies atau subspecies. Kegunaan lain dari diskriminan analisa adalah masalah prediksi kelas klasifikasi. Sekali model telah selesai dan fungsi diskriminan telah dilakukan, sebaik apa kita memprediksi group mana terdapat kelas tertentu. Sebagai gambar awal kami menampilkan nilai mean, Tabel 38. Tabel 38. Rata-rata nilai karakter morfometrik yang diamati pada masing-masing group 66

70 LPTEK T Lanjutan tabel 38.. Untuk memastikan bahwa diskriminan dapat running sesuai syaratnya kami tampilkan contoh Snout Length (% SL), Gambar 14. Dapat kita lihat bahwa variable ini secara normal terdistribusi di dalam setiap group (individu). Gambar 14. Distribusi normal pada karakter SNL 67

71 LPTEK T Secara keseluruhan, diskriminasi antara karakter individu sangat significan (wilks Lamda = ; F= (F table 1.89, p<0.0001). Sekarang mari kita lihat kontribusi independent untuk memprediksi setiap variable (karakter) dalam model. Stepwise nalysis - Step 16 (Final Step) Number of variables in the model: 16 Last variable entered: BD F (5,72) = p <.4455 Wilks' Lambda: approx. F (80,350) = p < Secara umum wilks Lamda adalah statistic standard yang digunakan untuk menyatakan keberbedaan statisik (Statistical significance dari kekuatan diskriminan untuk model yang digunakan. Nilainya akan berkisar dari 1.0 (tidak ada kekuatan diskriminasi) sampai 0.0 (kekuatan diskriminasi sempurna). Setiap nilai di dalam kolom pertama di spreadsheet menunjukkan nilai wilks Lamda. Sementara partial wilks lambda. Ini adalah wilks Lamda untuk kontribusi yang unik dari tingkatan variable yang berurutan pada diskriminasi diantara group. Berarti seseorang dapat melihat nilai ini sebagai sebagai kesamaan seperti parsial koefisient korelasi yang dihasilkan dalam multiple regression. Karena suatu lambda 0.0 menyatakan kekuatan diskriminasi yang sempurna. Semakin rendah nilainya di dalam kolam ini, semakin besar kekuatan diskriminasi yang unik pada variable yang diamati. Nilai partial lambda, pada Tabel 39, mengindikasikan bahwa karakter pastocolar length (PSL) yang paling besar, selanjutnya berturut-turut sampai yang tekecil; Interorbital width (IOW), Head Depth (HD), dipose Heigth (H), Dorsal Spine width (DSW), Head width (HW), Peduncle length (PL), Body width (BW), Distance snouth to ishmus (DSI), Eyes Diameter (ED), Pelvic length (PEFL), Lower Jaw Length (LJM), Upper Jaw mouth (UJM), Head Length (HL), Mouth Width (MW) dan Body Depth (BD) menyumbang paling sedikit dari keseluruhan diskriminasi (ingat semakin rendah nilai partial lambda, maka semakin besar kontribusinya dalam keseluruhan diskriminasi. 68

72 LPTEK T Tabel 39. Nilai partial lambda untuk setiap karakter morfometrik Untuk itu bisa disimpulkan pada point ini bahwa pengukuran karakter pastocolar length (PSL) adalah karakter pembeda utama yang bisa membedakan antar spesies. Untuk mempelajari lebih jauh tentang diskriminasi yang terjadi, kita harus melakukan canonicle analisis. Tahap awal adalah tampilan Chisquare, lihat Tabel 40. Tabel 40. Chi-square untuk setiap karakter morfometrik pada canonical analisis Secara umum, pada table melaporkan langkah awal akar canonical. Lajur pertama selalu mengandung test berbeda nyata untuk keseluruhan akar; yang kedua (lajur) melaporkan significan dari root yang tersisisa, setelah memindahkan akar pertama dan seterusnya. Kemudian table ini mengatakan berapa banyak akar canonical (fungsi diskriminan) yang harus diintrepretasikan. Hasil penelitian kedua fungsi diskriminan (atau canonical) secara statistic berbeda nyata. Selanjutnya kita dapat menyimpulkan dengan dua kesimpulan yang 69

73 LPTEK T terpisah bagaimana pengukuran pastocolar length (PSL) dan Interorbital width (IOW) membuat kita dapat membedakan spesies berdasarkan karakter. Juga terlihat ditabel nilai eigenvalue (root) untuk setiap fungsi diskriminasi dan kumulatif proporsinya, menjelakan variasi yang dihitung untuk setiap fungsi. Seperti yang terlihat untuk penggunaan akar FI dan F2 maka bernilai 88% dari variasi dijelaskan, bahwa 88% semua kekuatan diskriminasi dijelaskan dalam funsi ini. Selanjutnya fungsi pertama jelas merupakan yang paling penting. Tahap selanjutnya adalah melihat nilai koefisient standarisasi, Tabel 41 dan Mean Tabel 42. Koefisient standarisasi adalah salah satu yang umum digunakan untuk interpretasi, karena mereka mengandung variable standarisasi dan untuk itu menjadi referensi skala pembanding. Fungsi diskriminan pertama, karakter yang berpengaruh (nilainya paling besar) terutama oleh oleh karakter Dorsal spine width (DSW), Head width (HW) etc. Sedangkan Fungsi kedua didominasi oleh Upper jaw mouth (UJM), Lower jaw mouth (LJM), Pastocolar length (PSL) etc. Tabel 41. Koefisien standarisasi untuk setiap karakter morfometrik pada canonical analisis 70

74 LPTEK T Tabel 42. Nilai Mean untuk setiap karakter morfometrik pada canonical analisis Saat ini kita sudah tahu bagaimana setiap variable berpartipasi di diskriminasi diantara karakter individu. Pertanyaan selanjutnya adalah menggambarkan sifat diskriminasi setiap akar canonical, Gambar 15. Tahap pertama untuk menjawab pertanyaan ini adalah melihat rata-rata canonical. Fungsi diskriminan pertama sebagian besar antara group V dan group yang lain. Canonical mean group V sangat berbeda dengan group yang lain. Faktor kedua pada fungsi diskriminan sepertinya sebagian besar hanya membedakan group IV dan beberapa group yang lain. Untuk melihat secara cepat hasil ini adalah memproduksi scatterplot untuk dua fungsi diskriminan. Root 1 vs. Root Root GROUP III GROUP I GROUP VI GROUP II GROUP V GROUP IV Root 1 Gambar 15. Sifat diskriminasi untuk setiap karakter morfometrik pada akar 1 dan 2 Plot ini mengkonfirmasi interpretasi sejauh ini. Jelas, bahwa group V terplotkan jauh kearah kiri di scaterplott, begitu juga dengan group IV yang terplotkan kearah bawah.fungsi diskriminan pertama terutama membedakan antara group V dan group 71

75 LPTEK T yang lain. Fungsi kedua sepertinya menyediakan beberapa diskriminasi diantara group IV (yyang terutama menampilkan nilai negative untuk fungsi kedua canonical) dan yang lain/group (memiliki nilai yang positif).bagaimanapun diskriminasi memberikan gambaran Group IV seperti juga group V. Kesimpulan hasil penelitian sejauh ini, sepertinya significan utama dan diskriminasi yang jelas untuk group, baik dengan fungsi pertama maupun funsi kedua dari fungsi diskriminasi. Fungsi pertama untuk group V terutama ditandai oleh koefisien positive dari Dorsal spine width (DSW) dan Pastocolar length (PSL) dan negative koefisien dari Head Width (HW) dan Interorbital Width (IOW).Hal ini berarti semakin pendek dorsal spine Width dan pastocolar length serta semakin lebar kepala dan panjang jarak interorbital width maka semakin jauh group tersebut dengan Group V. Fungsi diskriminan kedua untuk group IV terutama ditandai dengan koefisien korelasi negative untuk Upper Jaw Mouth (UJM) dan Dorsal Spine Width (DSW). Koefisien Positif untuk Lower Jaw Mouth (LJM) dan Pastocolar Length (PSL). Ini berarti Semakin Panjang Upper Jaw Mouth (UJM) dan lebar Dorsal Spine Width (DSW) serta semakin pendek Lower Jaw Mouth (LJM) dan Pastocolar Length (PSL). Semakin jauh dari Group ini. Pada Group IV inilah kemungkinan besar berbeda spesies seperti halnya putak (Nothopterus nothopterus) yang terplotkan ke kiri. Group IV berbeda dg ikan belida yang lain berdasarkan kedua axis. Hal ini dikonfirmasi melalui teknik klasifikasi dengan Mahalobis Square. - Memvalidasi Klasifikasi Group yang telah dibuat Kelas dalam hal ini individu dikelompokkan menjadi satu group yang paling terdekat, Tabel 43. Mahalanobis distance adalah suatu ukuran jarak yang bisa digunakan dalam ruang multivariate yang mencerminkan variable di dalam model. Kita dapat menghitung jarak antara setiap kelas dan pusat setiap group (group centroid digambarkan oleh rata-rata group setiap variable. Semakin dekat suatu group centroid, semakin yakin kita bahwa itu merupakan anggota group tersebut. 72

76 LPTEK T Tabel 43. Jarak Mahalanobis untuk validasi klasifikasi kelompok berdasarkan karakter morfometrik. 73

77 LPTEK T Lanjutan tabel 43.. Untuk memperjelas kami tampilkan Klasifikasi actual, Tabel 44. Klasifikasi berada pada pilihan satu, dua dan ketiga. Kolom dibawah header 1 mengandung pilihan klasifikasi pertama, untuk itu group yang memiliki kelas tersebut memiliki posterior probability yang 74

78 LPTEK T paling besar. Garis yang diberi tanda bintang di atas (*) adalah kelas yang salah mengklasifikasi. kurasi klasifikasi sangat tinggi., meskipun menyadari fakta bahwa klasifikasi ini adalah post hoc classification. Tabel 44. Klasifikasi aktual untuk validasi klasifikasi kelompok berdasarkan karakter morfometrik. 75

79 LPTEK T Lanjutan tabel 44.. Kesimpulan : Secara umu dalam banyak kasus dimana ada banyak group yang ingin dibedakan. teknik ini sangat tepat. Bagaimanapun Jika memprediksi klasifikasi yang utama menjadi tujuan riset maka paling tidak ada dua studi yang dilakukan; satu membuat fungsi klasifikasi dan yang lain memvalidasinya. Gambaran yang jelas berkaitan dengan sifat kami tampilan Gambar

80 LPTEK T Scatterplot (UNTUK SCTERPLOTT-morfometrik 31v*94c) OBSERVTION: GROUP III PSL:IOW: 2r= OBSERVTION: GROUP I PSL:IOW: 2r= OBSERVTION: GROUP VI PSL:IOW: 2r= OBSERVTION: GROUP II PSL:IOW: 2r= OBSERVTION: GROUP V PSL:IOW: 2r= OBSERVTION: GROUP IV PSL:IOW: 2r= IOW OBSERVTION: GROUP III OBSERVTION: GROUP I OBSERVTION: GROUP VI OBSERVTION: GROUP II OBSERVTION: GROUP V OBSERVTION: GROUP IV PSL Scatterplot (UNTUK SCTERPLOTT-morfometrik 31v*94c) OBSERVTION: GROUP III IOW:PSL: r 2 = OBSERVTION: GROUP I IOW:PSL: r 2 = OBSERVTION: GROUP VI IOW:PSL: r 2 = OBSERVTION: GROUP II IOW:PSL: r 2 = OBSERVTION: GROUP V IOW:PSL: r 2 = OBSERVTION: GROUP IV IOW:PSL: r 2 = PSL OBSERVTION: GROUP III OBSERVTION: GROUP I OBSERVTION: GROUP VI OBSERVTION: GROUP II OBSERVTION: GROUP V OBSERVTION: GROUP IV IOW Gambar 16. Scatterplot hubungan antara karakter PSL dengan IOW Karena hal ini berhubungan dengan sesuatu yang mendasar (spesies baru) data morfometrik selanjutnya kami bandingkan dengan meristik. 77

81 LPTEK T KRKTER MERISTIK IKN BELID nalisa Pembeda (Discriminant nalysis) - Membedakan group/spesies dengan mengidentifikasi karakterter pembeda Pengamatan meristik dilakukan dengan tujuan memberikan memperkuat kesimpulan analisa morphometrik. Setiap kelas morphometrik diamati pula sifat meristiknya (Tabel 45), tampilan nilai mean meristik. Tabel 45 Rata-rata nilai karakter meristik yang diamati pada masing-masing group Kita dapat melihat distribusi normal parameter meristik yang diamati, Gambar 17. Berdasarkan hal tersebut, dapat kita lihat bahwa variable ini secara normal terdistribusi di dalam setiap group (individu). 78

82 LPTEK T

83 LPTEK T Gambar 17. Distribusi normal pada berbagai karakter meristik belida 80

84 LPTEK T Secara keseluruhan, diskriminasi antara karakter individu sangat significan (wilks Lamda = ; F= (p<0.0001). Sekarang mari kita lihat kontribusi independent untuk memprediksi setiap variable (karakter) dalam model. Stepwise nalysis - Step 3 (Final Step) Number of variables in the model: 3 Last variable entered: NVS F (5,67) = p <.8355 Wilks' Lambda: approx. F (15,185) = p <.0000 Secara umum wilks Lamda adalah statistic standard yang digunakan untuk menyatakan keberbedaan statisik (Statistical significance dari kekuatan diskriminan untuk model yang digunakan. Nilai Partial Wilk lamda ditampilkan pada Tabel 46. Nilai partial lambda mengindikasikan bahwa karakter Number of nal Fin Length (NFL) memberikan kontribusi yang paling besar sebagai karakter pembeda., selanjutnya Number of Pectoral Fin Length (NPF) dan Number of Ventral Spines (NVS); menyumbang paling sedikit dari keseluruhan diskriminasi (ingat semakin rendah nilai partial lambda, maka semakin besar kontribusinya dalam keseluruhan diskriminasi. Tabel 46. Nilai partial lambda pada berbagai karakter meristik belida Untuk itu bisa disimpulkan pada point ini bahwa pengukuran karakter Number of nal Fin Length (NFL) adalah karakter pembeda utama yang bisa membedakan antar group/spesies yang diamati. Untuk mempelajari lebih jauh tentang diskriminasi yang terjadi, kita harus melakukan canonicle analisis, diawali dengan hasil Chisquare, Tabel

85 LPTEK T Tabel 47. Chi-square berbagai karakter meristik belida pada canonical analisis Secara umum, pada table melaporkan langkah awal akar canonical. Lajur pertama selalu mengandung test berbeda nyata untuk keseluruhan akar; yang kedua (lajur) melaporkan significan dari root yang tersisisa, setelah memindahkan akar pertama dan seterusnya. Kemudian table ini mengatakan berapa banyak akar canonical (fungsi diskriminan) yang harus diintrepretasikan. Hasil penelitian kedua fungsi diskriminan (atau canonical) secara statistic berbeda nyata. Selanjutnya kita dapat menyimpulkan dengan dua kesimpulan yang terpisah bagaimana penghitungan Number of nal Fin Length (NFL) dan Number of Pectoral Fin Length (NPF) membuat kita dapat membedakan spesies berdasarkan karakter. Juga terlihat ditabel nilai eigenvalue (root), untuk setiap fungsi diskriminasi dan kumulatif proporsinya, menjelakan variasi yang dihitung untuk setiap fungsi. Seperti yang terlihat fungsi bernilai 99% dari variasi dijelaskan, bahwa 99% semua kekuatan diskriminasi dijelaskan dalam funsi ini. Selanjutnya fungsi pertama jelas merupakan yang paling penting. Hal yang terpenting dalam canonicle analisa adalah nilai Koefisient standarisasi (Tabel 48) adalah salah satu yang umum digunakan untuk interpretasi, karena mereka mengandung variable standarisasi dan untuk itu menjadi referensi skala pembanding. Tabel 48. Koefisien standarisasi berbagai karakter meristik pada canonical analisis Fungsi diskriminan pertama, karakter yang berpengaruh (nilainya paling besar) terutama oleh oleh karakter Number of nal Fin Length (NFL) dan Number of Ventral Spines (NVS). Sedangkan Fungsi kedua karakter yang berpengaruh adalah Number of Pectoral Fin Length (NPF). Tabel 49, selanjutnya menampilkan rata-rata canonical. 82

86 LPTEK T Tabel 49. Nilai mean berbagai karakter meristik pada canonical analisis Saat ini kita sudah tahu bagaimana setiap variable berpartipasi di diskriminasi diantara karakter individu. Pertanyaan selanjutnya adalah menggambarkan sifat diskriminasi setiap akar canonical. Tahap pertama untuk menjawab pertanyaan ini adalah melihat rata-rata canonical. Fungsi diskriminan pertama sebagian besar berbagai group yang memperlihatkan sebaran yang random. Faktor kedua pada fungsi diskriminan terutama membedakan group V dan beberapa group yang lain. Untuk melihat secara cepat hasil ini adalah memproduksi scatterplot untuk dua fungsi diskriminan, Gambar 18. Bagaimanapun akar 2 tidak bisa membedakan secara jelas seperti akar 1. Root 1 vs. Root Root GROUP III GROUP I GROUP VI GROUP II GROUP V GROUP IV Root 1 Gambar 18. Sifat diskriminasi berbagai karakter meristik pada akar 1 dan 2 Plot ini mengkonfirmasi interpretasi sejauh ini. Jelas, bahwa group V terplotkan jauh kearah kiri di scaterplott. Fungsi diskriminan pertama terutama membedakan antara 83

87 LPTEK T group V dan group yang lain, dugaan pula group IV yang terpisah dari kelompok ikan belida yang lain. Fungsi kedua sepertinya menyediakan beberapa diskriminasi diantara berbagai group yang ada (Group I, Group II, Group III, Group IV, Goup V dan Group VI). Kesimpulan hasil penelitian sejauh ini, sepertinya significan utama dan diskriminasi yang jelas untuk groupnya, hanya untuk fungsi pertama (Root1). Fungsi pertama untuk group V terutama ditandai oleh koefisien positif dari Number of Pectoral Fin Length (NPF), Number of Ventral Spines (NVS) dan Number of nal Fin Length (NFL). Hal ini berarti semakin sedikit jumlah Number of Pectoral Fin Length (NPF), Number of Ventral Spines (NVS) dan Number of nal Fin Length (NFL) maka semakin jauh group tersebut dengan Group V, begitu juga diduga dengan yang terjadi pada Group IV. Pada tambilan yang tidak tegas Group IV memplot terpisah hal ini mengindikan data meristik dapat mengkonfirmasi dugaan spesies baru ikan belida. Kita lanjutakan dengan tahap validasi. - Memvalidasi Klasifikasi Group yang telah dibuat Kelas dalam hal ini individu dikelompokkan menjadi satu group yang paling terdekat, Tabel 50. Mahalanobis distance adalah suatu ukuran jarak yang bisa digunakan dalam ruang multivariate yang mencerminkan variable di dalam model. Kita dapat menghitung jarak antara setiap kelas dan pusat setiap group (group centroid digambarkan oleh rata-rata group setiap variable. Semakin dekat suatu group centroid, semakin yakin kita bahwa itu merupakan anggota group tersebut. 84

88 LPTEK T Tabel 50. Jarak Mahalanobis untuk validasi klasifikasi kelompok berdasarkan karakter meristik. 85

89 LPTEK T Lanjutan tabel 50.. Klasifikasi berada pada pilihan satu, dua dan ketiga. Kolom dibawah header 1 mengandung pilihan klasifikasi pertama, untuk itu group yang memiliki kelas tersebut memiliki posterior probability yang paling besar. Garis yang diberi tanda bintang di atas (*) adalah kelas yang salah mengklasifikasi. kurasi klasifikasi sangat tinggi., meskipun menyadari fakta bahwa klasifikasi ini adalah post hoc classification. Kita juga akan melihat klasifikas actual melalui Tabel

90 LPTEK T Tabel 51. Klasifikasi aktual untuk validasi klasifikasi kelompok berdasarkan karakter morfometrik. 87

91 LPTEK T Lanjutan tabel 51.. Kesimpulan : Secara umu dalam banyak kasus dimana ada banyak group yang ingin dibedakan. teknik ini sangat tepat. Bagaimanapun Jika memprediksi klasifikasi yang utama menjadi tujuan riset maka paling tidak ada dua studi yang dilakukan; satu membuat fungsi klasifikasi dan yang lain memvalidasinya. Untuk gambaran penampilan antar karakter kami tampilkan Gambar

92 LPTEK T Scatterplot (untuk scaterplott-validasi 5v*75c) KRKTER: GROUP I NFL:NPF:2 =r KRKTER: GROUP III NFL:NPF:2 =r KRKTER: GROUP IV NFL:NPF:2 =r KRKTER: GROUP II NFL:NPF:2 =r KRKTER: GROUP VI NFL:NPF:2 =r KRKTER: GROUP V NFL:NPF:2 = r NPF KRKTER: GROUP I KRKTER: GROUP III KRKTER: GROUP IV KRKTER: GROUP II KRKTER: GROUP VI KRKTER: GROUP V NFL Gambar 19. Scatterplot hubungan antara karakter meristik NPF dengan NFL 4.6. nalisa DN Belida Sembilan populasi ikan belida yaitu berasala dari daerah Kelekar, sungai Kampar kiri, sungai Kampar Kanan, Pangkalan buluh, Sungai Ogan, Riam Kanan, Riau, Tapung Kanan dan Kerinci, serta dua populasi ikan putak dari daerah Kelekar dan S.Ogan, telah dianalisa variasi genetiknya dengan menggunakan marker Mitokondria DN daerah 16sR RN Variasi genetik ikan belida Secara umum panjang mtdn daerah 16sr Rna untuk ikan belida berkisar antara bp. Dari enam enzyme restriksi yang digunakan yaitu Taq1, NdeII, lu I, HaeIII, Hind III dan RsaI hanya empat yang memotong fragmen daerah mtdn yang diamplifikasi. Keempat ensim tersebut adalah TaqI, NdeII, lui dan HaeIII. Ensim TaqI mempunyai hasil pemotongan yang polymorfik berupa 3 tipe restriksi (namun satu tipe diduga adalah ikan putak), sedangkan tiga ensim lainnya mempunyai pola pemotongan yang monomorfik. Variasi genetik ikan belida dari seluruh populasi yang diuji yang ditunjukkan oleh diversitas haplotype berdasarkan pada 4 ensim retriksi yang mempunyai daerah pemotongan mempunyai kisaran antara 0 (populasi S.Kampar Kiri, S.Ogan dan 89

93 LPTEK T Kerinci) hingga (S.Kampar Kanan). Nilai diversitas haplotype ini relatif rendah jika dibandingkan ikan-ikan air tawar lainnya, misalnya Nila. Rendahnya variasi genetik populasi ikan belida mengindikasikan bahwa semakin kecilnya populastion size ikan tersebut dialam. Fenomena ini dimungkinkan karena selama ini ekploitasi ikan belida masih berasal dari hasil tangkapan dari alam, sedangkan upaya domestikasi dan budidayanya masih belum banyak berhasil dilakukan. kibatnya untuk populasi-populasi tertentu ikan belida tidak dapat berkembang, sehingga peluang mengadakan persilangan dengan populasi dari daerah lain adalah kecil. Hal ini tercermin dari beberapa populasi ikan belida yang tidak mempunyai variasi dari sampel yang dianalisa, khususnya dari S.Kampat Kiri, S.Ogan dan Kerinci. Hasil perhitungan genetic distance berdasarkan Wright (1983) menunjukkan bahwa populasi S-Kampar Kiri, S.Ogan dan Kerinci mempunyai jarak genetik yang terdekat, sedangkan jarak genetik terjauh terjadi antara populasi ikan belida dari S.Kampar Kiri dan S.Kampar Kanan. Lebih jauh, ternyata populasi belida S.Kamapr Kiri hanya mempunyai satu type haplotype, sedangkan populasi belida dari S.Kampar Kanan sampel yang diuji mempunyai dua type haplotype. Untuk lebih detailnya maka perlu analisa lebih jauh lagi dengan penambahan sampel dari kedua populasi tersebut. Hasil dendrogram berdasarkan frekuensi haplotype dari 4 ensim restriksi menunjukkan bahwa Terdapat dua pengelompokkan populasi ikan belida yang diuji, yaitu kelompok satu terdiri dari populasi S.Kampar Kiri, S.Ogan, Riau, Riam Kanan, dan Kerinci, serta kelompok dua yang meliputi populasi. Kelekar, S.Kampar Kanan, Pangkalan Buluh dan Tapung Kanan. Pengelompokan ini hampir semuanya sesuai dengan keadaan geografinya, kecuali pemisahan antara populasi dari kampar kiri dan kanan yang masih perlu analisa lebih lanjut. Hasil analisa nilai Fst berpasangan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan genetik secara statistik (P>0.05) diantara ikan belida yang diuji. Perbedaan yang terbesar terjadi antara ikan belid dari populasi Kelekar dan Kampar Kiri sednagkan perbedaan yang kecil bahkan tidak ada variasi terjadi antara belida dari populasi tertentu Variasi Genetik Ikan Putak Secara umum panjang mtdn daerah 16sr Rna untuk ikan putak berkisar antara bp. Dari enam enzyme restriksi yang digunakan yaitu Taq1, NdeII, lu 90

94 LPTEK T I, HaeIII, Hind III dan RsaI hanya empat yang memotong fragmen daerah mtdn yang diamplifikasi. Keempat ensim tersebut adalah TaqI, NdeII, lui dan HaeIII. Ensim TaqI mempunyai hasil pemotongan yang polymorfik berupa 2 tipe restriksi, sedangkan tiga ensim lainnya mempunyai pola pemotongan yang monomorfik. Variasi genetik ikan putak dari S.Ogan berbeda dengan ikan putak dari Kelekar. Ikan putak S.Ogan didominasi oleh haplotype # 2 sedangkan haplotype #3 terdapat pada sampel dari Kelakar. Namun karena sampel ikan putak dari kelakar hanya satu buah maka analisa lanjutannya masih menunggu sampel lainnya Marker DN untuk ikan putak dan belida Ensim TaqI mempunyai kemampuan untuk digunakan sebagai marker pembeda antara ikan belida dan putak. Berdasarkan hasil restriksi ensim tersebut didapatkan bahwa ikan belida mempunyai haplotype # 1 dan #4, sedangkan ikan putak mempunyai haplotype #2 dan #3. Master Marker Belida Taq I NdeII B C D 550 lu I HaeIII

95 LPTEK T Belida di Kelekar C M N D D D D PUTK KELEKR C

96 LPTEK T Belida S-KMPR KIRI F K L D D D D D D D

97 LPTEK T Belida S.KMPR-KNN D Belida - PLT

98 LPTEK T Belida PNGKLN BULUH P Q D D D O B B B B B B D D Putak - S.OGN

99 LPTEK T Belida - S.OGN D D D I J D D D D D B Belida - RIU

100 LPTEK T Belida - RIM KNN B C D D D D D D D D Belida - TPUNG KNN D D D

101 LPTEK T Belida - KERINCI E F D D D D D

102 LPTEK T Ogan 9 - Kerinci 2- Kampar kiri 7 Riam Kanan 6 - Riau+ 1 - Kelekar 3- Kampar Kanan 4 Pangkalan buluh 8 Tapung Kanan 99

103 LPTEK T VI. KESIMPULN 1. Habitat ikan belida bisa ditentukan berdasarkan nilai parameter Fisika-Kimia utama yang menjadi karakter utama. Parameter tersebt mulai dari yang paling berhubungan/dominan berturut-turut sampai yang paling sedikit interaksinya yaitu TDS, DHL, suhu udara, klorofil, kecepatan arus, BOD, oksigen, ph, alkalinitas dan C02. Selain itu kehadiran plakton genus tertentu juga menjadi penciri habitat belida, genus tersebut adalah Ulothrix, Mytilina, Microcystis, Micrasterias, Cymbella, rthodesmus dan Coscinodiscus. 2. Dari sisi identifikasi spesies, kami menemukan bahwa diduga terdapat tiga spesies dalam genus Nothopterus (tidak 2 seperti anggapan saat ini) yaitu putak dan 2 jenis yang lain dari ikan belida. Perbedaan spesies tersebut dari karakter pastocolar length (PSL) yang paling besar, selanjutnya berturut-turut sampai yang tekecil; Interorbital width (IOW), Head Depth (HD), dipose Heigth (H), Dorsal Spine width (DSW), Head width (HW), Peduncle length (PL), Body width (BW), Distance snouth to ishmus (DSI), Eyes Diameter (ED), Pelvic length (PEFL), Lower Jaw Length (LJM), Upper Jaw mouth (UJM), Head Length (HL), Mouth Width (MW) dan Body Depth (BD). 3. Dari nalisa DN, populasi ikan belida sudah terancam punah. 100

104 LPTEK T DFTR PUSTK djie, S dan.d. Utomo spek Biologi Ikan Belida (Notopterus chitala) di Sungai Lempuing Sumatera Selatan. Prosiding Seminar PPEHP Perikanan Perairan Umum. Palembang, hal : PH, WW and WPCF. (1981). Standard Method for Examination of Water and Waste Water. Fifteenth Edition. Byrd Pre press and R.R. Donnelly abd Sons, US, 1134 p. Bain, M.B. and N.J. Stevenson. (1999). quatic Habitat ssesment Common Methods. merican Fisheries Society. Maryland. US, 216 p. Bott, T.L. (1996). Primary Productivity and Community Respiration. In Hauer, F.R. and G.. Lamberti (eds), Methods In Stream Ecology, pp cademic press, New York. Effendi, H (2000). Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Jurusan MSP fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB. Bogor, 259 hal. Gerking,S.D, Ecology of Fresh Water Fish Production. Blach Well Scientific Publication. Oxford. London Edinburg Melbournne. 520 p. Hauer, F.R and W.R. Hill. (1996). Temperature, Light and Oxygen. In Hauer, F.R. and G.. Lamberti (eds), Methods In Stream Ecology, pp cademic press, New York. Krebs, C.J Ecology. The Experimental nalysis of Distribution and bundance. Third Edition. Harper Collins Publisher. New York. p Kottelat, M., J.. Whitten, N. Kartikasari and S. Wiryoatmojo. (1997). Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition and Emdi Project Indonesia. Jakarta, 293 h. Mustafa, S. (1999). Genetic in Sustanaible Fisheries. cademic press, New York. US, 346 p. Reist, J.D n emperical evaluation of coefficient used in residual and allometric adjustment of size covariation. Can. Jour. Zool, 64: Santoso, S SPSS Mengolah data secara professional. Elex Media Komputindo. Jakarta 432 pp. Schaefer, S Morphometric investigation in Cypirid biology, Cyprid fishes: sistematic biology and exploitation. J. Winfield and J.S. Nelson (eds) Chapman and Hall, London, 667 p. Strauss, R.E and F.L. Bookstein, The truss: body form recontruction in morphometrics. Syst. Zool, 31:

105 LPTEK T Utomo,.D. S. djie dan syari spek Biologi Ikan Lais di Perairan Lubuk Lampam Sumatera Selatan. Bulletin Penelitian Perikanan Darat 9 (2). Bogor, hal: 1-7. Watson, D.J. (1978). Sarawak In Land Fisheries Preference and Training Manual on Lake and Riverine Survey Techniques. Beram lake and Riverine Development Project. Sarawak Departement of griculture. In Land Fisheries Branch, Sarawak Malaysia, 74 p. Walks, D.J., H.W. Li and G.H. Reeves Trout, Summer Flows and Irrigation Canals: Study of Habitat Condition and Trout Population Within a Complex System. Management and Ecology of River Fisheries. University of Hull. United Kingdom. p Welcomme, R.L Fisheries Ecology of Floodplain Rivers. Longman, New York, US, p River Fisheries. FO Fisheries Technical Papaer. FO UN, Rome, p Wetzel, R.G. (2001). Limnology Lake and River Ecosystems. Third Edition. cademic press, New York. US, 1006 p. 102

106 LPTEK T LMPIRN - LMPIRN 103

107 LPTEK T Lampiran 1. Berbagai lembar sheet yang digunakan Sheet 1. Pengamatan parameter fisika, kimia dan biologi perairan No Lokasi tgl/jam Suhu Oksigen 0C (ml) CO2 (ml) ph DHL (us) Kec. arus Kedalm (m/dt) (m) T. per air (cm) lka (ml) TDS (ml) Klorof (ml) BOD (ml) ltit (feet) Ket Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 104

108 LPTEK T Sheet 2. Pengamatan Parameter Biologi Plankton Nama Stasiun Waktu tgl/ jam Tinggi Permukaan ir Jumlah Sempel ir Jumlah Sempel Terkonsentrasi Waktu Pengamatan Metode Pengamatan No : : : : : : : Jenis Organisme Species/Genera Familia liter ml Pengamatan Jumlah Organisme/..sempel terkonsentrasi Turus Jumlah Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

109 LPTEK T Sheet 3. Pengamatan Parameter Ukuran Panjang, Berat Dan Jenis Kelamin Lokasi Waktu Penangkapan lat Tangkap Jenis Ikan Nama Lokal Nama Ilmiah Familia No : : : : : : Panjang (mm) Berat (kg) Keterangan Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

110 LPTEK T Sheet 4. Pengamatan parameter karakteristik individu Number of Character 1 bbreviation SL Interpretation Standard Length 2 DSO Distance to Second Operculum 3 SNL Snout Length 4 HD Head Width 5 IOW Interorbital Width 6 UJM Upper Jaw Mouth 7 LJM Lower Jaw Mouth 8 PTL Pectoral Length 9 ED Eye Diameter 10 PPFL Prepectoral Fin Length 11 PPL Prepelfiv Length 12 PL Pre-anal Length 13 DFD Distance First nal to Dorsal 14 BW Body Width 15 PFL Pectoral Fin Length 16 PEFL Pelvic Fin Length 17 DFL Dorsal Fin Length 18 NVS Number of Ventral Spines 19 NFL Number of nal Fin Length 20 NPF Number of Pectoral Fin 21 NDF Number of Dorsal Fin 22 HD Head Depth 23 PL Peduncle Length 24 CPD Caudal Peduncle Depth 25 FW nal Fin Width 26 H dipose Heigth 27 DSI Distance Snout to Isthimus 28 PL Pastocular Length 29 HL Head Length 30 BD 31 DLB 32 DLU 33 MW Body Depth Distance Lineral Lateralis to Lower Body Distance Lineral Lateralis to Upper Body Mouth Width 34 ISL Isthimus Length 35 DSW Dorsal Spine Width Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) Value

111

112 LPTEK T Lampiran 2. Deskripsi spesies ikan belida DESKRIPSI Berukuran cukup besar dengan panjang 87,5 cm dan besar rata-rata 0,5-1 kg, tetapi ada yang mencapai 5 kg. Bentuk badannya pipih dengan kepala yang berukuran kecil dan di bagian tengkuknya terlihat bungkuk. Rahang atas letaknya jauh di belakang mata. Badan tertutup oleh sisik yang berukuran kecil. Sisik di bagian punggungnya berwrna kelabu sedangkan di bagian perutnya putih keperakan. Pada bagian sisinya terdapat lingkaran putih seperti bola-bola hitam yang masing-masing dikelilingi lingkaran putih. Dengan bertambahnya umur hiasan tubuh ikan belida akan hilang dengan sendirinya dan diganti oleh garis-garis seperti sabuk hitam (Kottelat, 1997). Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 109

113 LPTEK T Lampiran 3. Lokasi Penelitian - Lokasi Sampling di Perairan Prov. Riau Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 110

114 LPTEK T Lanjutan lampiran Lokasi Sampling di Perairan Prov. Sumatera Selatan Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 111

115 LPTEK T Lanjutan lampiran Lokasi Sampling di Perairan Prov. Kalimantan Selatan Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 112

116 LPTEK T Lanjutan lampiran Lokasi Sampling di Perairan Prov. Jawa Barat Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 113

117 LPTEK T Lampiran 4. Berbagai macam alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan belida (Chitala lopis) Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 114

118 LPTEK T Lanjutan lampiran 4... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 115

119 LPTEK T Lanjutan lampiran 4... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 116

120 LPTEK T Lanjutan lampiran 4... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 117

121 LPTEK T Lampiran 5. Beberapa alat yang digunakan dan kegiatan riset Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 118

122 LPTEK T Lanjutan lampiran 5... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 119

123 LPTEK T Lampiran 6. Lokasi Penelitian - Habitat belida di DS Musi Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 120

124 LPTEK T Lanjutan lampiran Habitat belida di DS Siak Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 121

125 LPTEK T Lanjutan lampiran Habitat belida di DS Barito Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 122

126 LPTEK T Lanjutan lampiran Habitat belida di DS Citarum Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 123

127 LPTEK T Lampiran 7. Tampilan visual bentuk morfologi ikan belida Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan )) 124

128 LPTEK T Lampiran 8. Data kualitas perairan di lokasi sampling Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

129 LPTEK T Lanjutan lampiran 8... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

130 LPTEK T Lanjutan lampiran 8... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

131 LPTEK T Lanjutan lampiran 8... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

132 LPTEK T Lanjutan lampiran 8... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

133 LPTEK T Lanjutan lampiran 8... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

134 LPTEK T Lanjutan lampiran 8... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

135 LPTEK T Lanjutan lampiran 8... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

136 LPTEK T Lanjutan lampiran 8... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

137 LPTEK T Lanjutan lampiran 8... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

138 LPTEK T Lanjutan lampiran 8... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

139 LPTEK T Lanjutan lampiran 8... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

140 LPTEK T Lampiran 9. Data morfometrik ikan belida Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

141 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

142 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

143 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

144 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

145 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

146 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

147 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

148 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

149 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

150 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

151 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

152 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

153 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

154 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

155 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

156 LPTEK T Lanjutan lampiran 9... Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

157 LPTEK T Lanjutan lampiran 9.. Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

158 LPTEK T Lampiran 10. Data meristik ikan belida Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

159 LPTEK T Lanjutan lampiran 10.. Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

160 LPTEK T Lanjutan lampiran 10.. Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

161 LPTEK T Lanjutan lampiran 10.. Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

162 LPTEK T Lanjutan lampiran 10.. Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

163 LPTEK T Lampiran 11. Data plankton dalam kaitannya dengan parameter lingkungan Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

164 LPTEK T Lanjutan lampiran Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

165 LPTEK T Lanjutan lampiran Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

166 LPTEK T Lanjutan lampiran Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

167 LPTEK T Lanjutan lampiran Di Perairan Umum (Karakteristik Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Perairan Prop. Sumatera Selatan, Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan ))

KARAKTERISTIK HABITAT IKAN BELIDA (Notoptera chitala)

KARAKTERISTIK HABITAT IKAN BELIDA (Notoptera chitala) KARAKTERISTIK HABITAT IKAN BELIDA (Notoptera chitala) *) Arif Wibowo *) dan Mas Tri Djoko Sunarno *) Peneliti pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang ABSTRAK Ikan belida (Notoptera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan lokasi dilakukan dengan purposive sampling (penempatan titik sampel dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN IKAN KERALI (Labocheilos falchifer) DI PERAIRAN SUNGAI LEMATANG, SUMATERA SELATAN

PERTUMBUHAN IKAN KERALI (Labocheilos falchifer) DI PERAIRAN SUNGAI LEMATANG, SUMATERA SELATAN ABSTRAK PERTUMBUHAN IKAN KERALI (Labocheilos falchifer) DI PERAIRAN SUNGAI LEMATANG, SUMATERA SELATAN Marson 1) dan Mas Tri Djoko Sunarno 2) 1) Peneliti pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi secara purposive sampling (penempatan titik sampel dengan tujuan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian Bahan

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian Bahan II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel plankton, formalin 40%, MnSO4, KOH-KI,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan III. METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaring tancap (gillnet), jala tebar, perahu, termometer, secchi disk, spuit, botol plastik, gelas ukur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan betutu yang tertangkap, sampel

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

PENGAMBILAN SAMPEL AIR

PENGAMBILAN SAMPEL AIR PENGAMBILAN SAMPEL AIR A. Pemeriksaan : Pengambilan Sampel Air B. Tujuan :Untuk memperoleh sampel air guna pemeriksaan parameter lapangan C. Metode : Langsung D. Prinsip : Sungai dengan debit kurang dari

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 17 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008-Mei 2009 di Lokasi Rehabilitasi Lamun PKSPL-IPB Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009) 4i 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Spesies 2.1.1. Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis) Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) menurut Bleeker (1851) in www.fishbase.com (2009) adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2014. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari peninjauan lokasi penelitian pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung pada lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009- Juli 2010 di Danau Lut Tawar. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah dengan metode Purposive

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, III. METODOLOGI PENELITIAN.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, Lampung. Penelitian ini secara umum mencakup tahapan yaitu survei lapangan,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Muara Kamal pada bulan Agustus Oktober 2011. Analisis preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Produktivitas

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah Purpossive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau dengan tiga titik stasiun pengamatan pada bulan Januari-Mei 2013. Pengolahan data dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2010 di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah, dan Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Proses pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta pada tiga

Lebih terperinci

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03LU '6.72 BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km. 8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Perairan Estuari Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk mencari unsur-unsur, ciriciri, sifat-sifat

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - Nopember 2010. Sampling dilakukan setiap bulan dengan ulangan dua kali setiap bulan. Lokasi sampling

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu menelusuri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sumber mata air Kuluhan dan alirannya di Desa Jabung Kecamatan Panekkan Kabupaten Magetan. Sumber mata air Kuluhan terletak

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 pada 4 lokasi di Sungai Bah Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. stasiun pengambilan terlampir pada Lampiran 1. Proses identifikasi pada sampel

BAB III METODE PENELITIAN. stasiun pengambilan terlampir pada Lampiran 1. Proses identifikasi pada sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan dan pengawetan sampel plankton dilakukan di Telaga Sarangan dan Telaga Wahyu Magetan Jawa Timur pada bulan Agustus 2011 dengan denah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di muara Sungai Citepus, Kecamatan Palabuhanratu dan muara Sungai Sukawayana, Kecamatan Cikakak, Teluk Palabuhanratu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk mencari unsur-unsur, ciriciri, sifat-sifat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan ekosistem mangrove Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Stasiun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 007 untuk survey

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITAN

3. METODOLOGI PENELITAN 3. METODOLOGI PENELITAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pantai Sanur Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali (Lampiran 1). Cakupan objek penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelititan Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 bertempat di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan tingkat sistematikanya menurut Hamilton (1822) in www.fishbase.org (2009): Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di pesisir utara Kabupaten Brebes, yaitu di kawasan pertambakan Desa Grinting, Kecamatan Bulakamba. Secara geografis letak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikan brek (Puntius orphoides C.V) larutan MnSO 4, larutan KOH-KI,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan metode BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan metode observasi. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi : Seluruh

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan perikanan keramba jaring apung (KJA) di Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 4). Kegiatan

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN SPESIFIKASI BAHAN DAN PERALATAN. No Nama alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat

DAFTAR LAMPIRAN SPESIFIKASI BAHAN DAN PERALATAN. No Nama alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Spesifikasi Bahan Dan Peralatan SPESIFIKASI BAHAN DAN PERALATAN No Nama alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat 1 Ember plastik Tipe 316 2 Jerigen Tipe KS 1L 3 Coolbox Marina 4 Termometer

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan. 3. METODOLOGI 3.1. Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan berupa percobaan lapangan dan laboratorium yang dirancang sesuai tujuan penelitian, yaitu mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten 16 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura (Gambar 6). Kabupaten Sumenep berada di ujung timur Pulau Madura,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung,

BAB III METODE PENELITIAN. data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung, serta menentukan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di daerah Teluk Hurun, Lampung. Teluk Hurun merupakan bagian dari Teluk Lampung yang terletak di Desa Hanura Kec. Padang Cermin Kabupaten

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November - Desember 2009. Bertempat di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (Proling) Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif analitik. Pengambilan sampel dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode eksploratif pada setiap

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 07 o 20 0,6576 LS 19 o 13 48,4356 BT Kober, Kec. Purwokerto Barat Bantarsoka, Kec. Purwokerto Barat

METODE PENELITIAN. 07 o 20 0,6576 LS 19 o 13 48,4356 BT Kober, Kec. Purwokerto Barat Bantarsoka, Kec. Purwokerto Barat III. METODE PENELITIAN A. Materi Penelitian 1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan selama penelitian adalah botol Winkler, plankton net no.25, ember plastik, buret, statif, Erlenmayer, pipet tetes,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I. Kegiatan manusia di sekitar perairan dapat mengakibatkan masuknya

BAB I. Kegiatan manusia di sekitar perairan dapat mengakibatkan masuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia di sekitar perairan dapat mengakibatkan masuknya bermacam substansi ke dalam sistem perairan. Sebagian dari substansi ini secara tidak langsung

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.1 Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 2.1.1 Materi Penelitian 2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ph universal, plastik ukuran 1 Kg, larutan MnSO 4, formalin,

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD Oleh : IRMA DEWIYANTI C06400033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci