KONVERSI LAHAN: BENTURAN KEPENTINGAN AKTOR-AKTOR DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA AGRARIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONVERSI LAHAN: BENTURAN KEPENTINGAN AKTOR-AKTOR DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA AGRARIA"

Transkripsi

1 KONVERSI LAHAN: BENTURAN KEPENTINGAN AKTOR-AKTOR DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA AGRARIA (Studi Kasus Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) EVI NOVIA NURJANAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ABSTRACT EVI NOVIA NURJANAH. LAND CONVERSION: CONFLICT IN LAND USING AMONG ACTORS. Case Study Kertawangunan Village, Sindang Agung District, Kuningan Regency. (Supervised by HERU PURWANDARI). The objective of this research are: 1) knowing behalf map among actor in agricultural farm conversion process at Kertawangunan Village, Sindang Agung District, Kuningan Regency; 2) analyzing the impact of agricultural farm conversion to changing actor relationship at Kertawangunan Village, Sindang Agung District, Kuningan Regency; 3) analyzing the implication of farm conversion to area development of Kuningan Regency. The approach this research is qualitative approach. Case study use intrinsic case study. Analyze of collection data with data reduction. On Kertawangunan Village case exists two the interested parties actor to convert farms which is among government and society. Regency government has behalf to farm release for development Terminal Type A Kertawangunan. Village government behalf to increase income and budgeting of village and increase salary of village worker. Land owner behalf is derived price sell suitably, seed money, and buying wider farm at other region. Farmers behalf losing the agriculture job access and opening new job. Impact farm conversion to changing actor relationship gets bearing with changed value orientation to farm, changing of relationship among actors, and development country town. Implication of farm conversion to area development of Kuningan Regency gets bearing with changing plan sets region room, economic growth priority, and gross regional domestic product dominant. Keywords: land conversion, actors of conversion, area development

3 RINGKASAN EVI NOVIA NURJANAH. KONVERSI LAHAN: BENTURAN KEPENTINGAN AKTOR-AKTOR DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA AGRARIA. Studi Kasus Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan. (Di bawah bimbingan HERU PURWANDARI). Lahan memiliki berbagai fungsi diantaranya fungsi ekonomi, sosial, politik, maupun religi. Perbedaan fungsi lahan tidak terlepas dari perbedaan kepentingan aktor pemanfaat sumberdaya agraria tanah. Perbedaan kepentingan ini terkait dengan tujuan pemanfaatan lahan oleh masing-masing aktor. Pemerintah dan swasta cenderung memanfaatkan lahan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Konversi lahan pertanian dilakukan oleh pemerintah dan swasta dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan untuk kepentingan umum pun harus terus diupayakan mengingat semakin bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk semakin bertambah pula kebutuhan lahan untuk pembangunan, diantaranya digunakan untuk pemukiman, sarana transportasi, dan kebutuhan akan jalan. Lahan pertanian yang subur seringkali menjadi objek konversi lahan. Dilain pihak, lahan pertanian yang subur dibutuhkan oleh petani untuk kegiatan usahatani. Hal ini menimbulkan konflik kepentingan antar aktor terutama petani dengan pemerintah dan swasta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepentingan antar aktor dalam konversi lahan pertanian ke non pertanian di Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan; menganalisis dampak konversi lahan pertanian ke non pertanian terhadap perubahan hubungan aktor dan menganalisis implikasi konversi lahan pertanian terhadap pengembangan wilayah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif dan menggunakan metode studi kasus instrinsik. Data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui wawancara mendalam kepada informan dan responden, dan pengamatan berperan serta terbatas. Pemilihan informan dan responden dapat diketahui melalui teknik bola salju (snow balling). Data sekunder didapat dengan studi dokumen untuk menguatkan dan melengkapi data primer. Data-data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan mereduksi data.

4 Hasil penelitian mengenai konversi lahan sawah menjadi Terminal Tipe A Kertawangunan di Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan terdapat dua aktor yang berkepentingan terhadap konversi lahan yaitu pemerintah dan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini adalah pemerintah desa dan daerah. Pemerintah desa memiliki kepentingan untuk menambah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) dan menambah penghasilan perangkat desa. Pemerintah daerah memiliki kepentingan pembangunan fasilitas umum (terminal) untuk pengembangan wilayah. Transportasi memiliki peranan sangat penting dalam pengembangan wilayah. Kepentingan pemilik lahan yaitu kesesuaian harga, modal usaha, dan perolehan lahan yang lebih luas. Kepentingan petani adalah untuk mendapatkan pekerjaan yang baru, karena dengan terkonversinya lahan sawah irigasi teknis petani kehilangan mata pencahariannya. Konversi lahan sawah irigasi teknis menjadi terminal ini berdampak pada perubahan hubungan aktor dalam pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya agraria tanah. Perubahan hubungan aktor ini berkaitan dengan perubahan orientasi nilai terhadap lahan, perubahan hubungan antar aktor, dan perkembangan desa perkotaan. Perubahan orientasi nilai terhadap lahan yaitu pergeseran nilai suatu lahan. Lahan di Desa Kertawangunan yang sebelumnya memiliki nilai sosial dengan pemanfaatan potensi alami tanah berubah menjadi nilai kepentingan umum dengan pembangunan terminal. Dampak lain dari konversi lahan adalah tidak aksesnya petani dalam pemanfaatan potensi alami tanah untuk penghidupan dan kehidupan mereka. Hilangnya akses ini pun berakibat beralihnya mata pencaharian mereka dan ketidakmampuan petani menyediakan beras secara mandiri. Realisasi perolehan pekerjaan di Terminal Tipe A Kertawangunan bagi petani yang menganggur pun belum sesuai harapan. Petani yang sudah bekerja di terminal ini hanya sebagian kecil, kebanyakan petani beralih menjadi buruh pemecah batu dan buruh bangunan. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan pun mengakibatkan berkembangnya Desa Kertawangunan menjadi desa perkotaan. Hal ini disebabkan oleh semakin meluasnya pembangunan dan terbukanya akses ke wilayah lain, walaupun kondisi terminal belum efektif.

5 Luasan penggunaan lahan di Kabupaten Kuningan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan mengalami banyak penurunan untuk kawasan lindung (RTRW Kabupaten Kuningan, 2008). Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya lahan terbangun di Kabupaten Kuningan. Salah satunya adalah pengalihfungsian pertanian lahan basah irigasi teknis menjadi lahan permukiman dan terminal tipe A. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan akan mengakibatkan kecenderungan pertumbuhan lahan terbangun tinggi di Kecamatan Sindang Agung. Proyeksi masterplan dalam arahan pengembangan kawasan perkotaan, pada Tahun 2030 luas kawasan terbangun di Kecamatan Sindang Agung seluas 474 hektar (38 persen). Kabupaten Kuningan memiliki keunggulan dan potensi pada tiga sektor yaitu sektor pertanian, jasa dan perdagangan. Visi Kabupaten Kuningan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) adalah Kuningan sebagai Kabupaten Agropolitan dan Wisata Termaju di Jawa Barat Tahun Secara tidak langsung melalui visi ini, perekonomian Kabupaten Kuningan mengandalkan dua sektor yaitu pertanian dan pariwisata. Optimalisasi sektor pariwisata di Kabupaten Kuningan perlu ditunjang oleh sektor pertanian dan transportasi. Kegiatan dalam menunjang sektor pariwisata di sektor transportasi salah satunya adalah dengan pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Pembangunan terminal ini mengorbankan sektor lain yaitu sektor pertanian dengan terkonversinya lahan sawah irigasi teknis. Sektor pertanian memiliki kontribusi paling besar di Kabupaten Kuningan, namun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh semakin sempitnya lahan pertanian akibat dari penggunaan lahan untuk pembangunan. Akan tetapi, PDRB pada sektor perdagangan dan jasa mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan perkembangan pembangunan sektor tersier (perdagangan dan jasa) akan semakin mempersempit lahan pertanian di Kabupaten Kuningan. Diproyeksikan 25 tahun ke depan sektor pertanian ini masih akan menjadi sektor kunci (leading sector) perekonomian di Kabupaten Kuningan. Hal ini disebabkan sektor pertanian selama ini memiliki kontribusi terbesar dalam menyumbang pendapatan daerah Kuningan meskipun pertumbuhannya cenderung menurun.

6 KONVERSI LAHAN: BENTURAN KEPENTINGAN AKTOR-AKTOR DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA AGRARIA (Studi Kasus Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) EVI NOVIA NURJANAH I SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

7 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Evi Novia Nurjanah NRP : I Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul Skripsi : Konversi Lahan: Benturan Kepentingan Aktor-Aktor dalam Pemanfaatan Sumberdaya Agraria (Studi Kasus Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Heru Purwandari, SP, M. Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP Tanggal Lulus Ujian:

8 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL KONVERSI LAHAN: BENTURAN KEPENTINGAN AKTOR-AKTOR DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA AGRARIA (STUDI KASUS DESA KERTAWANGUNAN, KECAMATAN SINDANG AGUNG, KABUPATEN KUNINGAN) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN- BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Oktober 2010 Evi Novia Nurjanah I

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 18 November Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan suami istri Bapak Sopyan dan Ibu Aminah. Penulis bertempat tinggal di kawasan Kuningan. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Aisyah tahun 1994, SDN Kuningan X tahun 2000, SMPN 1 Kuningan tahun 2003, SMAN 1 Kuningan tahun Kemudian pada tahun ajaran penulis diterima menjadi Mahasiswa IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama di kampus, penulis tergabung dalam beberapa organisasi kampus diantaranya HIMARIKA (Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning) Kuningan Periode , FORSIA (Forum Syiar Islam Fema) periode Penulis juga tergabung dalam kepengurusan BEM-I (Badan Eksekutif Mahasiswa Ekologi Manusia IPB) kabinet Laskar Pelangi periode , HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) periode , dan Eco-Agrifarma periode Selain itu, penulis menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Dasar-Dasar Komunikasi pada semester 6 dan semester 7.

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan jalan dan kemudahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi yang berjudul Konversi Lahan: Benturan Kepentingan Aktor-Aktor dalam Pemanfaatan Sumberdaya Agraria. Penyusunan skripsi ini merupakan pengkajian data primer dan data sekunder mengenai kasus konversi lahan pertanian ke non pertanian. Konversi lahan pertanian ke non pertanian telah banyak diteliti, namun ada hal yang menarik dari proses konversi lahan ini. Lahan sawah irigasi teknis yang hanya seluas 5,7 hektar dapat memacu konversi lahan sawah lainnya. Kepentingan aktor dalam proses konversi ini sangat berpengaruh besar terhadap terjadinya konversi lahan. Keadaan ini menjadi ketertarikan peneliti untuk mengkaji dan memahami lebih dalam kasus tersebut. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi acuan bagi penelitian mendatang. Selain itu, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai konversi lahan pertanian ke non pertanian. Bogor, Oktober 2010 Penulis

11 UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah seluruh puji dan syukur tercurah untuk Allah SWT yang telah memberikan rahmat-nya sehingga penulisan Skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dapat diselesaikan. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain: 1. Heru Purwandari, S.P, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi atas kesabarannya dan ketekunannya dalam membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Satyawan Sunito dan Sopyan Sjaf S.Pt, M.Si selaku dosen penguji sidang skripsi yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. 3. Kepala Desa Kertawangunan dan aparat pemerintah Desa Kertawangunan yang telah memberikan bantuan untuk memperoleh data dan informasi dalam penyusunan skripsi. 4. Kedua orangtuaku (Bapak Sopyan dan Ibu Aminah), kedua saudara kandungku (Teteh Yuli dan Dede Yanti) dan semua keluargaku yang senantiasa memberikan doa dan motivasi bagi penulis. 5. Kepada sahabat-sahabatku (Feby, Lingga, Ani, Pitaloka, Ryad, Kak Agus, Cecep, Dwi) dan teman-teman KPM lainnya yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi. 6. Kepada sahabat-sahabat Marhamah (Isnia, Cha2, Dini, Dya, Isti, Karimah, Qori, Dina, Mila, Danis) yang telah memberikan motivasi bagi penulis dalam penyusunan skripsi. 7. Kepada pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

12 xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Tanah dan Penggunaan Tanah Hubungan Agraria Penatagunaan dan Penataruangan Tanah Konversi Lahan Pertanian dan Pola Konversi Lahan Pertanian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Kebijakan Tentang Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Kerangka Pemikiran Definisi Konseptual Hipotesa Pengarah BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Kabupaten Kuningan Kondisi Geografis Kondisi Kependudukan Kondisi Perekonomian Profil Desa Kertawangunan... 29

13 xiii Letak Geografis Desa Kertawangunan Demografi Desa Kertawangunan BAB V KEPENTINGAN AKTOR SOSIAL TERHADAP KONVERSI LAHAN Proses Pembebasan Lahan Sawah Konversi Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepentingan Pemerintah Kepentingan Masyarakat Peta Kepentingan Aktor Ikhtisar BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR Perubahan Orientasi Nilai Terhadap Lahan Perubahan Hubungan Antar Aktor Perkembangan Desa Perkotaan Ikhtisar BAB VII IMPLIKASI KONVERSI LAHAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH Rencana Tata Ruang Wilayah Prioritas Pertumbuhan Ekonomi Sumber PDRB Dominan Ikhtisar BAB VIII PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN..81

14 xiv DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks Tabel 1. Fungsi Tanah Bagi Aktor Sosial... 8 Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Mata Pencaharian Tabel 4. Luas Lahan Aparat Desa yang Terkonversi Menurut Nama Pemilik dan Pekerjaan di Desa Kertawangunan Tabel 5. Luas Lahan Pribadi yang Terkonversi Menurut Nama Pemilik dan Pekerjaan di Desa Kertawangunan Tabel 6. Data Responden Mengenai Pekerjaan, Status Kepemilikan Tanah, Luas Tanah, Harga Tanah dan Pemanfaatan Hasil Penjualan Tanah di Desa Kertawangunan Tabel 7. Data Responden Mengenai Pekerjaan dan Luas Tanah (sebelum dan sesudah konversi), Harga Sewa Lahan (per 100 bata/ tahun dan Dampak yang Dirasakan Setelah Konversi Tabel 8. Proyeksi Kebutuhan Lahan Terbangun Kabupaten Kuningan Tabel 9. Peran Sub Sektor dalam PDRB Kabupaten Kuningan Atas Dasar Harga Konstan (2000=100) Tahun (dalam %) Lampiran Tabel 1. Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Kuningan Tahun Tabel 2. Proyeksi Kepadatan Penduduk Kabupaten Kuningan Tahun Tabel 3. Rencana Kebutuhan Lahan Permukiman Kabupaten Kuningan Tahun Tabel 3. Perkiraan Daya Dukung dan Kebutuhan Lahan di Kabupaten Kuningan Tahun Tabel 5. Proyeksi PDRB Kabupaten Kuningan Tahun Tabel 6. Peran Sub Sektor dalam PDRB Kabupaten Kuningan Atas Dasar Harga Konstan (2000=100) Tahun (dalam %) Tabel 7. Proyeksi Lahan Terbangun dan Non Terbangun Kabupaten Kuningan Tahun 2030 (hektar) Tabel 8. Kebutuhan Data dan Metode Pengumpulan Data... 89

15 xv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks Gambar 1. Lingkup Hubungan-Hubungan Agraria... 8 Gambar 2. Struktur Agraria Secara Empiris Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Gambar 4. Hubungan-Hubungan Agraria di Desa Kertawangunan Lampiran Gambar 1. Kantor Desa Kertawangunan Gambar 2. Dusun Parenca Gambar 3. Posisi Sawah di Belakang Terminal Gambar 4. Sawah yang Akan Dijadikan Jalan Masuk Terminal (Jalur Lingkar Timur) Gambar 5. Posisi Sawah di Samping Terminal Gambar 6. Terminal Tipe A Kertawangunan Gambar 7. Kantor Dinas Perhubungan di Dalam Terminal Gambar 8. Kantor Bappeda di Wilayah Timur Gambar 9. Kantor Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya di Wilayah Timur Gambar 10. Toko di Samping Terminal Gambar 11. Peta Wilayah Administratif Kabupaten Kuningan Gambar 12. Peta Arah Pengembangan Kawasan Perkotaan Kecamatan Sindang Agung Gambar 13. Peta Desa Kertawangunan Gambar 14. Peta Rencana Pengembangan dan Pembangunan Terminal dan Halte Gambar 15. Peta Rencana Pengembangan dan Pembangunan Jaringan Jalan Gambar 16. Peta Arahan Pengelolaan Kawasan Pertanian Kabupaten Kuningan... 98

16 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam termasuk sumber-sumber agraria. Salah satu sumber agraria adalah tanah. Tanah merupakan faktor produksi utama untuk para aktor pemanfaat sumberdaya agraria. Aktor pemanfaat sumber-sumber agraria dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pemerintah, pemilik modal (swasta) dan masyarakat. Hubungan ketiga aktor ini berkaitan dengan penguasaan atau pemilikan dan pemanfaatan sumberdaya agraria tanah. Pemanfaatan sumberdaya agraria tanah merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak yang berkaitan dengan sumberdaya tersebut. Fungsi tanah sebagaimana hubungannya dengan aktor pemanfaatnya dapat dibedakan menjadi fungsi ekonomi, sosial, politik maupun religi. Perbedaan fungsi tanah ini juga berhubungan dengan perbedaan kepentingan aktor pemanfaat sumberdaya agraria tanah. Perbedaan kepentingan ini seringkali menimbulkan konflik antar berbagai aktor. Konflik yang sering terjadi biasanya antara masyarakat (petani) dengan pemerintah dan swasta, daripada antara pemerintah dan swasta. Hal ini disebabkan pemerintah dan swasta seringkali memiliki tujuan yang sejalan terhadap pemanfaatan sumberdaya agraria tanah. Tanah merupakan modal utama untuk pembangunan. Pemerintah dan swasta memerlukan tanah untuk pembangunan. Pembangunan adalah usaha-usaha yang secara sistematis terarah pada pengadaan perubahan, dan perubahan senantiasa membawa konflik (Moeliono, dkk., 2003). Upaya mewujudkan pembangunan dimana jumlah tanah makin berkurang, memerlukan adanya konversi lahan. Konversi lahan seringkali terjadi pada lahan pertanian yang subur. Pada kenyataannya, tanah yang digunakan untuk usahatani semakin menyempit akibat pengalihfungsian lahan pertanian menjadi non pertanian. Hasil Sensus Pertanian 2003 menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan: konversi lahan sawah selama tahun mencapai hektar atau rata-rata sekitar hektar per tahun. Luas sawah pada Tahun 2002 yaitu 7,75 juta hektar, pengurangan luas sawah akibat konversi lahan mencapai 7,27 persen selama tiga

17 2 tahun atau rata-rata 2,42 persen per tahun. 1 Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2004 besaran laju alih fungsi lahan pertanian dapat dikelompokkan sebagai berikut: konversi sawah ke non sawah ha/th, terdiri atas konversi ke non pertanian ha/th, konversi ke pertanian lainnya ha/th. 2 Penggunaan lahan sawah di Kabupaten Kuningan pun cenderung menurun dari tahun 2003 sampai Menurut hasil analisis Penggunaan Lahan Kabupaten Kuningan (2006), penggunaan lahan sawah pada tahun 2003 sekitar 29,51 persen, pada tahun 2004 sekitar 29,28 persen dan pada tahun 2005 sekitar 25,14 persen. Salah satu penyebab penurunan luas lahan sawah adalah kepentingan pemerintah daerah untuk membangun fasilitas umum. Pembangunan untuk kepentingan umum harus terus diupayakan mengingat semakin bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk semakin bertambah pula kebutuhan lahan untuk pembangunan, diantaranya digunakan untuk pemukiman, sarana transportasi, dan kebutuhan akan jalan. Tanah merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Tanah memiliki fungsi sosial disamping fungsi ekonomis, oleh karena itulah kepentingan pribadi akan tanah harus dikorbankan untuk kepentingan umum. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan telah memberikan definisi kepentingan umum sebagai kepentingan masayarakat secara keseluruhan dan kegiatannya haruslah dilakukan oleh pemerintah, kemudian dimiliki oleh pemerintah dan tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Pembangunan untuk kepentingan umum pun harus memperhatikan fungsi ekonomis tanah bagi masyarakat. Pelaksanaan pembangunan kepentingan umum agar dapat berjalan perlu memperhatikan kepentingan perseorangan. Jika tanah untuk kepentingan umum memerlukan tanah milik masyarakat, maka diperlukan adanya musyawarah dan kesepakatan antar masing-masing pihak dalam pembebasan tanah. 1 Bambang Irawan Konversi Lahan Sawah Menimbulkan Dampak Negatif bagi Ketahanan Pangan dan Lingkungan dalam Warta Penelitian dan Perkembangan Pertanian. Vol. 27 No Diakses tanggal 15 Oktober Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan. Ketersediaan Lahan Pertanian. Diakses tanggal 15 Oktober 2009.

18 3 Kegiatan pembangunan dengan mengorbankan lahan sawah akan berdampak pula pada penurunan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di sektor pertanian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kuningan, pada tahun 2007 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kuningan terbesar adalah pada sektor pertanian sebesar 36,08 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ini mengalami penurunan dari dua tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2006 sebesar 37,04 persen dan pada tahun 2005 sebesar 42,69 persen. Secara umum kebijaksanaan pembangunan di Kabupaten Kuningan diprioritaskan pada pembangunan berbasis perencanaan yang jelas, terarah, komprehensif dan berkesinambungan. Kebijaksanaan pembangunan ini tetap bertumpu pada pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada kemitraan terutama di sektor-sektor unggulan dan berpotensi, diantaranya sektor pertanian, jasa, dan perdagangan. Pada kenyataannya, sebagai daerah yang mempunyai potensi di bidang pertanian tetapi penggunaan lahan untuk lahan sawah semakin menurun serta PDRB pada sektor pertaniannya pun menurun. Konversi lahan dimaksudkan untuk mempertinggi nilai tanah. Pembebasan tanah terjadi ketika aparat pemerintah memiliki tujuan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara pembangunan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Begitu pula dengan pembangunan fasilitas umum dimaksudkan untuk pengembangan wilayah. Pembangunan sarana transportasi yang merupakan salah satu fasilitas umum mempunyai peranan penting bagi pengembangan wilayah. Pihak swasta melakukan konversi lahan untuk memperoleh keuntungan. Kebijakan tentang pertanahan seringkali berpihak kepada pemerintah dan swasta yang memiliki kekuatan politik. Bagi petani, konversi lahan pertanian tidak dapat mengubah hidupnya atau meningkatkan kesejahteraan mereka. Konversi lahan menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan petani yang tidak memiliki lahan. Pembangunan fasilitas umum (Terminal Tipe A Kertawangunan) di Kabupaten Kuningan merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan wilayah. Pembangunan terminal ini dilaksanakan pada lokasi lahan yang

19 4 sebelumnya merupakan lahan pertanian. Padahal selama ini kontribusi perekonomian terbesar di Kabupaten Kuningan adalah sektor pertanian. Pengalihfungsian lahan pertanian menjadi pembangunan terminal ini terkait dengan perbedaan kepentingan dalam konversi lahan pertanian ke non pertanian. Perbedaan kepentingan ini tergantung pada kepentingan aktor-aktor dalam memanfaatkan sumberdaya agraria tanah. Konversi lahan pun dapat berdampak terhadap perubahan hubungan aktor dan berimplikasi terhadap pengembangan wilayah. Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan. 1.2 Perumusan Masalah Konversi lahan merupakan salah satu upaya memenuhi kebutuhan tanah untuk pembangunan. Lahan pertanian yang subur seringkali menjadi objek konversi lahan. Hal ini menimbulkan konflik kepentingan antar aktor terutama petani dengan pemerintah dan swasta. Masalah yang dapat dirumuskan dari adanya konversi lahan serta pengaruh kepentingan antar aktor terhadap konversi lahan tersebut adalah: 1. Bagaimana peta kepentingan antar aktor dalam proses konversi lahan pertanian di Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan? 2. Bagaimana dampak konversi lahan pertanian terhadap perubahan hubungan aktor di Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan? 3. Bagaimana implikasi konversi lahan terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Kuningan? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peta kepentingan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam konversi lahan pertanian ke non pertanian di Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan. Mengetahui penyebab terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian, sehingga dapat menganalis dampak konversi lahan terhadap perubahan

20 5 hubungan aktor. Menganalisis implikasi konversi lahan terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Kuningan. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini ditujukan pada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap masalah kajian agraria terkait dengan sumberdaya agraria dan aktor pemanfaatnya terutama yang menyangkut konversi lahan pertanian: 1. Bagi penulis dan kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan potret peta kepentingan aktor pemanfaat sumberdaya agraria menyangkut masalah konversi lahan pertanian. 2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan tentang masalah konversi lahan pertanian ke non pertanian yang terjadi. 3. Bagi pemerintah lokal, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan informasi bagi pertimbangan pemerintah daerah dalam meninjau kembali kebijakan rencana tata ruang wilayah terutama untuk mengontrol alih fungsi lahan.

21 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Tanah dan Penggunaan Tanah Tanah sebagai sumberdaya pada dasarnya diperlukan bagi semua kegiatan kehidupan dan penghidupan. Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial politik dan pertahanan keamanan yang tinggi (Nasoetion, 2002). Nilai tanah menurut Chapin (1995) dalam Jayadinata (1999) dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu: a. nilai keuntungan, yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi, dan yang dapat dicapai dengan jual-beli tanah di pasaran bebas; b. nilai kepentingan umum, yang berhubungan dengan pengaturan untuk masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat; c. nilai sosial, yang merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan (misalnya sebidang tanah yang dipelihara, peninggalan, pusaka, dan sebagainya), dan dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya. Tanah mempunyai ciri-ciri khas yang unik dibandingkan dengan sumberdaya lain (Harsono (1992) dalam Utomo, dkk. (1992)). Ciri-ciri ini antara lain adalah bahwa sebidang tanah selalu berorientasi pada lokasi atau letaknya yang tertentu, karena letak sebidang tanah tidak dapat dipindahkan ke tempat lain. Kondisi fisik dua bidang tanah dapat sama, tetapi lokasinya tetap berbeda. Ciri khas lainnya sebagai ruang, tanah merupakan sumberdaya yang tidak habis, namun jumlahnya tetap, tidak bertambah. Jika kebutuhan akan ruang termasuk kebutuhan untuk memanfaatkan potensi kesuburan tanah dalam usaha di bidang pertanian juga memerlukan tanah sebagai ruang bertambah, maka yang dapat dilakukan adalah peningkatan efisiensi dan intensitas penggunaan tanah yang bersangkutan. Pada tanah pertanian dilakukan kegiatan intensifikasi pertanian, dalam arti meningkatkan pemberian masukan teknologi pada luas tanah yang sama. Penggunaan non pertanian, misalnya untuk bangunan, jalan, dan struktur-struktur fisik lainnya, dilakukan dengan pendirian bangunan-bangunan

22 7 bertingkat, tidak saja di atas permukaan tanah, tetapi juga dengan pemanfaatan ruang di bawah tanah. Menurut Harsono (1992) dalam Utomo, dkk. (1992) penggunaan tanah pada garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua golongan: a. penggunaan tanah dalam kaitan dengan pemanfaatan potensi alaminya, misalnya kesuburan tanah, kandungan mineral, atau karena terdapatnya endapan bahan galian pertambangan di bawah permukaannya; b. penggunaan tanah dalam kaitan dengan pemanfaatannya sebagai ruang pembangunan, yang secara langsung tidak memanfaatkan potensi alami dari tanah, tetapi lebih ditentukan oleh adanya hubungan-hubungan tata ruang dengan penggunaan-penggunaan lain yang telah ada, di antaranya ketersediaan prasarana dan fasilitas umum lainnya Hubungan Agraria Pemanfaatan sumber agraria tanah merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi berbagai pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap sumberdaya tersebut (Sihaloho, 2004). Kepentingan akan tanah berkaitan dengan subyek agraria yang memanfaatkan tanah. Sitorus (2002) membedakan subyek agraria menjadi tiga yaitu komunitas (sebagai kesatuan dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi negara), dan swasta (private sector). Ketiga kategori sosial ini adalah pemanfaat sumber-sumber agraria, yang memiliki ikatan dengan sumber-sumber agraria melalui institusi penguasaan atau pemilikan (tenure institution). Hubungan-hubungan tersebut menunjuk pada dimensi teknis, atau lebih spesifik dimensi kerja, dalam hubungan-hubungan agraria. Sekaligus dimensi kerja itu menunjuk pada artikulasi kepentingan-kepentingan sosial ekonomi masing-masing subyek berkenaan dengan penguasaan atau pemilikan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria tersebut. Hubungan penguasaan/pemilikan/pemanfaatan seperti sumber-sumber agraria menunjuk pada dimensi sosial dalam hubungan-hubungan agraria. Hubungan penguasaan/pemilikan/pemanfaatan membawa implikasi terbentuknya ragam hubungan sosial, sekaligus interaksi sosial, antara ketiga kategori subyek

23 8 agraria. Hubungan sosial agraris tersebut, berikut hubungan teknis agraris, dapat digambarkan sebagai hubungan segitiga (Gambar 1). Intinya adalah satu dan lain subyek saling berhubungan secara sosial dalam kaitan hubungan teknis masingmasing subyek dengan sumber-sumber agraria. Komunitas Sumber-sumber agraria Swasta Pemerintah Gambar 1. Lingkup Hubungan-hubungan Agraria Sumber: Sitorus (2002) Keterangan: Hubungan teknis agraria (kerja) Hubungan sosial agraria Tanah merupakan salah satu sumberdaya agraria. Tanah memiliki fungsi yang berbeda-beda antar subyek agraria. Hal ini berkaitan dengan perbedaan kepentingan antar subyek dalam pemanfaatannya. Fungsi tanah bagi aktor sosial dapat dilihat pada Tabel 1: Tabel 1. Fungsi Tanah Bagi Aktor Sosial No Aktor Sosial Fungsi Lahan 1. Petani Fungsi ekonomi: a. memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga b. sebagai katup pengaman c. sebagai kebutuhan uang tunai Fungsi sosial: sebagai penguat ikatan kekerabatan 2. Pemerintah Bagi kemakmuran seluruh rakyat Fungsi pendapatan negara 3. Swasta Mencari keuntungan (akumulasi modal dan meningkatkan surplus) Sumber: dikutip dari berbagai sumber dalam Filosofianti (2010)

24 9 Filosofianti (2010) menyebutkan peran tanah bagi aktor sosial antara lain: bagi petani, tanah memiliki peran ekonomis dan sosiologis. Peran ekonomis tanah bagi petani ditandai oleh adanya pandangan bahwa tanah merupakan sumber hidup manusia dan tanah dianggap sebagai aset dan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Peran tanah secara sosiologis memiliki fungsi sosial, yaitu sebagai perekat hubungan sosial atau kohesi sosial pada komunitas; bagi pemerintah daerah adalah sebagai aset dalam pembangunan infrastruktur fisik dan perumahan; bagi swasta digunakan sebagai modal untuk meningkatkan surplus ekonomi dan melakukan akumulasi modal. Fajryah (2006) menyatakan bahwa tanah berperan penting bagi petani karena dapat dipinjam untuk digarap. Adanya kesempatan untuk menggarap bagi petani sama artinya dengan kesempatan untuk mendapatkan beras atau uang tunai. Fungsi tanah secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga semakin penting seiring menurunnya luas pemilikan dan penguasaan tanah dan sulitnya akses pada air irigasi. Tanah tidak saja memberikan jaminan pangan pada mereka yang mengakses tanah, tetapi juga pada mereka yang memberikan akses (Fajryah, 2006). Peran tanah bagi swasta untuk penanaman modal yang mengarah kepada kepentingan akumulasi modal dan meningkatkan surplus (Sihaloho, 2004). Penelitian Tetiani (2002) dalam Nurjanah dan Nilamsari (2002) menunjukkan bahwa hubungan antara pemerintah dan pengusaha selalu bersifat mutualistis, sebagai sesama pelaku kapitalisme. Kedua aktor tersebut bersamasama mendominasi masyarakat (petani) dalam rangka mendominasi penguasaan sumber agraria yang sebelumnya dimiliki atau dikuasai petani. Akibatnya akses petani terhadap sumber agraria berkurang atau hilang sama sekali. Kekuatan kapitalis dalam hal ini menang terhadap ekonomi subsisten. Struktur agraria yang empiris dari penelitian Tetiani (2002) dapat dilihat pada Gambar 2.

25 10 Pemerintah Pengusaha Masyarakat (petani) Sumber-sumber agraria Gambar 2. Struktur Agraria secara Empiris Sumber: Tetiani (2002) dalam Nurjanah dan Nilamsari (2002) Keterangan: Hubungan konflik dengan ciri dominasi pemerintah dan pengusaha terhadap (masyarakat) petani dalam rangka merebut sumber agraria yang dimiliki petani Menunjukan hubungan selaras, dengan ciri kerja sama dalam menguasai sumber-sumber agraria yang dimiliki petani Hubungan produksi petani terhadap sumber-sumber agraria yang makin berkurang atau telah hilang Hubungan produksi pemerintah dan pengusaha terhadap sumbersumber agraria yang sebelumnya dikuasai petani, hubungan ini cenderung eksploitatif. Keterlibatan tiga stakeholder dalam membina suatu hubungan, baik dengan tanah dalam hal penguasaan atau pemanfaatan (hubungan teknis) maupun hubungan sosial agraria yang menunjuk pada interaksi antar stakeholders dalam kepentingan atas tanah (hubungan sosio-agraria), pada akhirnya akan membentuk suatu tatanan yang dipahami sebagai struktur agraria (Sitorus, 2004). Jika mengaitkan pemahaman ini dengan pernyataan konversi lahan sebagai alih fungsi yang diikuti dengan alih penguasaan, maka dapat dikatakan bahwa konversi lahan mempengaruhi atau memicu terjadinya pergeseran (perubahan) struktur agraria. Sebagian besar konversi lahan yang terjadi, menunjukkan adanya ketimpangan dalam penguasaan lahan yang lebih didominasi oleh pihak kapitalis dengan mengantongi izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Di Indonesia terdapat tiga macam ketimpangan (Cristo-doulou (1990) dalam Wiradi, 2000): 1) ketimpangan dalam hal struktur pemilikan dan penguasaan tanah; 2) ketimpangan dalam hal peruntukan tanah; 3) incompatibility dalam hal persepsi dan konsepsi mengenai agraria. Sihaloho (2004) menegaskan bahwa konversi lahan telah meningkatkan ketidakadilan agraria. Perubahan struktur agraria membawa implikasi dari dampak

26 11 negatif konversi lahan. Hal tersebut ditunjukkan antara lain dengan perubahan dalam pola penguasaan lahan, seperti keterbatasan akses dan pemusatan kekuasaan atas tanah; perubahan pola produksi yang ditandai dengan penurunan produktivitas lahan, degradasi daya dukung ketahanan pangan nasional; perubahan orientasi nilai (nilai sosial, nilai keuntungan dan nilai kepentingan umum) dalam aturan etika/pemanfaatan lahan; serta pola nafkah yang ditandai dengan penurunan pendapatan, peningkatan kemiskinan, dan pemubaziran investasi; yang menunjukkan suatu ruang permasalahan agraria. Perubahanperubahan ini pula yang merupakan suatu indikator perubahan struktur agraria Penatagunaan dan Penataruangan Tanah Dasar kebijakan pertanahan (Kurnia, dkk., 2003) adalah pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang dijabarkan lebih lanjut dalam UU No 5 Tahun 1960 (UUPA). Pada pasal 2 ayat (1) UUPA ditegaskan lagi bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan bahwa hak menguasai dari negara memberikan wewenang untuk: 1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut, 2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa, dan 3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Kebijaksanaan umum yang telah dituangkan dalam peraturan perundangan masih memerlukan penjabaran lebih lanjut ke dalam petunjuk pelaksanaan yang bersifat teknis agar dapat dioperasionalisasikan (Kurnia, dkk., 2003). Kebijaksanaan teknis yang telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan, antara lain adalah mengenai penggunaan dan penetapan luas tanah untuk tanamantanaman tertentu, kebijakan konsolidasi tanah untuk peningkatan efisiensi dan produktivitas penggunaan tanah, serta untuk mewujudkan suatu tatanan penguasaan dan penggunaan tanah yang tertib dan teratur.

27 12 Penggunaan lahan sangat terkait dengan tata guna lahan. Menurut Jayadinata (1992), tata guna tanah (land use) adalah pengaturan penggunaan tanah. Kebijaksanaan tentang penatagunaan tanah yang merupakan penjabaran dari pasal 14 UUPA yang menyebutkan dalam penjelasannya bahwa "untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan negara dalam bidang pertanahan perlu adanya rencana (planning) mengenai peruntukan, penggunaan, dan persediaan bumi, air, dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan negara". Pemerintah membuat rencana umum persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan rencana umum yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, pemerintah daerah dapat mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah di wilayahnya sesuai dengan kondisi daerahnya masing-masing (Kurnia, dkk., 2003). TAP MPR RI No. IV/MPR/1978 juga mengatur tentang perlunya menata kembali penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah untuk mewujudkan keadilan sosial. Hal yang sama ditetapkan lagi dalam TAP MPR RI No. II/MPR/1988. Terakhir, dengan TAP MPR RI No. II/MPR/1993 secara eksplisit disebutkan tentang pentingnya pembatasan pemilikan dan penguasaan tanah ini antara lain sebagai berikut: penataan penggunaan tanah perlu memerhatikan hakhak rakyat atas tanah, fungsi sosial atas tanah, batas maksimum pemilikan tanah pertanian dan perkotaan serta mencegah penelantaran tanah, termasuk berbagai upaya untuk mencegah pemusatan penguasaan yang merugikan kepentingan rakyat. 3 Sehubungan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2004 pada tanggal 10 Mei 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Muchsin dan Koeswahyono, 2008). Merujuk pada peraturan pemerintah tersebut, yang dimaksud dengan tata guna tanah diatur dalam Pasal 1 angka 1, yakni: sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui 3 Makalah pada seminar nasional Pembatasan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Perkotaan dalam Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. 2 Oktober Yogyakarta: kerjasama fakultas hukum UGM Badan Pertanahan Nasional.

28 13 pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 menyebutkan secara tegas empat tujuan penatagunaan tanah, yakni: a. mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; b. mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah; c. mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah; d. menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan. Sumardjono (2008) menyatakan bahwa intervensi pemerintah berupa pengaturan penatagunaan tanah ditujukan untuk menyediakan tanah bagi kepentingan umum yang tidak dapat disediakan oleh orang perseorangan. Tujuan lain adalah untuk meningkatkan efisiensi, misalnya dengan cara mengarahkan pengembangan tanah untuk tujuan yang lebih bermanfaat, membatasi perkembangan kota yang tidak teratur, serta mencegah berkurangnya tanah-tanah perdesaan. Pengaturan penatagunaan tanah juga ditujukan untuk menyediakan tanah bagi semua golongan dalam masyarakat dan menjaga agar manfaat pengembangannya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Upaya pengadaan tanah oleh pemerintah untuk kegiatan yang menunjang kepentingan umum dikenal hampir di seluruh dunia. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan telah memberikan definisi kepentingan umum sebagai kepentingan masayarakat secara keseluruhan dan kegiatannya haruslah dilakukan oleh pemerintah, kemudian dimiliki oleh pemerintah dan tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan (Sumardjono, 2008). Instansi

29 14 pemerintah (termasuk BUMN dan BUMD) dan badan-badan lain non pemerintah yang memerlukan tanah di luar yang diatur dalam Keppres No 55/1993 harus melakukannya secara langsung dengan para pemegang hak atas tanah (tanpa bantuan Panitia Pengadaan Tanah) melalui cara jual beli, tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati para pihak berdasarkan musyawarah. Tata guna tanah sebagai bagian dari konsep tata ruang memerlukan perencanaan yang komprehensif (menyeluruh) dengan berbagai pertimbangan agar diperoleh sejumlah nilai, tujuan, dan asumsi (Muchsin dan Koeswahyono, 2008). Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan menentukan berbagai kebutuhan manusia dengan cara memanfaatkan rencana lokasi berbagai kegiatan dalam ruang agar memenuhi sumber daya yang tersedia. Antara tata guna tanah dengan tata ruang mempunyai hubungan yang sangat erat dalam perencanaan tata kota. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berasaskan kepada pemanfaatan ruang bagi semua keperluan secara terpadu, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum (Kurnia, dkk., 2003). Penataan ruang wilayah, mengandung komitmen untuk menerapkan penataan secara konsekuen dan konsisten dalam rangka kebijakan pertanahan yang berlandaskan Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal 33 ayat (1) sampai (5) Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 No. 68) menegaskan secara lebih jelas mengenai korelasi penatagunaan tanah dengan penataan ruang dengan uraian lengkap sebagai berikut: (1) pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain; (2) dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan sumber daya alam lain;

30 15 (3) penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah; (4) dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan Konversi Lahan Pertanian dan Pola Konversi Lahan Pertanian Paradigma pertanahan yang menempatkan tanah bukan saja sekedar aset, tetapi juga merupakan basis untuk memperoleh status ekonomi, sosial, dan politik yang mendorong lazimnya konversi lahan pertanian ke non pertanian terutama industri dan perumahan (Akbar, 2008). Konversi lahan ini merupakan suatu alternatif untuk memperoleh keuntungan dengan mempertinggi nilai lahan. Proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut Harsono (1992) dalam Utomo dkk. (1992) alih fungsi lahan dalam arti perubahan atau penyesuaian peruntukan penggunaan tanah, pada dasarnya tidak dapat dihindarkan dalam pelaksanaan pembangunan. Alih fungsi atau mutasi lahan menurut Kustiawan (1997) menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Konversi lahan pertanian tidak bisa dilepaskan dari proses transfer pemilikan lahan, khususnya proses jual beli tanah (Budiman, 2009). Utomo, dkk. (1992) menyatakan bahwa alih fungsi lahan mengandung pengertian perubahan penggunaan lahan oleh manusia. Alih fungsi lahan dapat bersifat permanen dan juga dapat bersifat sementara. Jika lahan sawah beririgasi teknis berubah menjadi kawasan pemukiman atau industri, maka alih fungsi ini akan bersifat permanen. Alih fungsi lahan sawah bersifat sementara, karena pada tahun-tahun berikutnya dapat dijadikan sawah kembali. Alih fungsi lahan permanen biasanya lebih besar dampaknya daripada alih fungsi lahan sementara. Pada kasus pembebasan tanah, pemerintah kurang berpihak kepada kepentingan rakyat (Husodo, 2002). Di satu sisi pemerintah sangat jelas

31 16 menggunakan pendekatan formal-legalistik. Di sisi lain, kata-kata untuk kepentingan pembangunan telah menjadi legitimasi berbagai bentuk intervensi negara untuk mengalahkan kepentingan rakyat petani. Konflik yang terjadi bukan karena rakyat menolak kepentingan pembangunan, kepentingan bisnis atau investasi, tetapi karena prosedur hukum yang tidak dipenuhi. Berdasarkan faktor pokok konversi, pelaku, pemanfaat dan prosesnya, konversi lahan dapat dibedakan menjadi tujuh pola atau tipologi (Sihaloho, 2004). a. Konversi Gradual-Berpola Sporadis; pola konversi ini diakibatkan oleh dua faktor penggerak utama yaitu lahan yang tidak/kurang produktif (bermanfaat secara ekonomi) dan keterdesakan pelaku konversi. Sebagai petani, warga membutuhkan lahan yang produktif. Setelah menjual tanahnya, warga membeli tanah lain dan ada juga yang tidak dapat membeli lagi karena uang hasil penjualan tanah dimanfaatkan oleh keluarga untuk kebutuhan yang mendesak. b. Konversi Sistematik Berpola enclave ; konversi tanah berpola enclave yang dimaksud adalah sehamparan tanah yang terkonversi secara serentak, pemilik tanah terdiri dari beberapa orang. c. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth driven land conversion); konversi tidak dapat dihindari dalam suatu wilayah tertentu karena lahan akan terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal. Kebutuhan tempat tinggal akibat pertambahan penduduk, mengakibatkan lahan-lahan terkonversi. d. Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven land conversion); keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan adalah dua faktor utama penggerak melakukan konversi lahan. e. Konversi Tanpa Beban ; satu faktor penggerak utama dari pola konversi tanpa beban ini adalah keinginan untuk mengubah nasib hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung dan atau kelurahan. Pola konversi ini terkait dengan pola konversi masalah sosial dalam hal keinginan untuk berubah. Pola konversi tanpa beban ini lebih pada warga yang menjual tanahnya dan sekaligus keluar dari sektor pertanian ke non pertanian. f. Konversi Adaptasi Agraris; pola konversi adaptasi agraris terjadi karena keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah. Dikatakan pola adaptasi

32 17 agraris jika warga yang memiliki tanah yang relatif kurang produktif ingin meningkatkan hasil pertaniannya dengan cara menjual tanah yang kurang produktif dan membeli tanah yang relatif lebih bagus. g. Konversi Multi Bentuk atau Tanpa Bentuk/Pola; pola konversi multi bentuk ini merupakan konversi yang diakibatkan berbagai faktor. Secara khusus faktor yang dimaksud adalah faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak spesifik dijelaskan dalam konversi adaptasi demografi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Nasoetion dan Winoto (1996) dalam Ilham, dkk. (2006) menyatakan bahwa proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu: (i) sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan (ii) sistem non kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah antara lain direpresentasikan dalam bentuk terbitnya beberapa peraturan mengenai konversi lahan. Faktor yang dianggap berpengaruh dalam konversi lahan pertanian menurut Kustiawan (1997) yaitu: faktor eksternal, faktor internal, dan faktor kebijakan pemerintah. Faktor eksternal berkaitan dengan dinamika pertumbuhan perkotaan, yaitu perkembangan kawasan terbangun, pertumbuhan penduduk perkotaan, dan pertumbuhan PDRB. Semakin besar laju perkembangan kawasan terbangun, laju pertumbuhan penduduk semakin tinggi, dan laju pertumbuhan PDRB semakin besar mengakibatkan laju penyusutan luas lahan sawah semakin besar. Faktor internal menyangkut pertumbuhan rumah tangga pertanian pengguna lahan serta perubahan dalam penguasaan lahan pertanian. Semakin tinggi laju pertumbuhan rumah tangga pertanian pengguna lahan dan semakin besar perubahan luas penguasaan lahan per-rumah tangga pertanian pengguna lahan, menyebabkan semakin besarnya laju penyusutan luas lahan sawah. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kecenderungan dan pola spasial konversi lahan pertanian adalah kebijakan pemerintah. Tiga kebijakan pemerintah yang dianggap sebagai faktor pemacu munculnya konversi lahan pertanian, yaitu

33 18 privatisasi pembangunan kawasan industri, pembangunan pemukiman skala besar dan kota baru, serta deregulasi investasi dan perizinan. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri yang tertuang dalam Keputusan Presiden No.53/1989 telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasi sesuai dengan mekanisme pasar. Faktor-faktor yang dengan sangat nyata mempengaruhi laju konversi lahan sawah menurut Sumaryanto, dkk. (1994) adalah kebijaksanaan pemerintah dan lokasi sawah terhadap pusat pertumbuhan ekonomi. Di suatu wilayah dimana bagian terbesar dari luasan konversi lahan sawah terjadi akibat kebijaksanaan pemerintah, laju konversi lahan sawah semakin tinggi. Semakin dekat lokasi persawahan terhadap pusat pertumbuhan ekonomi, laju konversi lahan sawah semakin tinggi. Asumsinya bahwa panjang jalan aspal yang ada di suatu desa dapat digunakan sebagai proksi dari kualitas prasarana transportasi di desa tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin membaik aksesibilitas suatu desa, kecenderungan terjadinya konversi lahan semakin tinggi Kebijakan Tentang Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Secara agregat, pengendalian konversi lahan harus diterapkan melalui upaya minimalisasi peluang, pengendalian situasi, dan menyiapkan perangkat pendukungnya. Bappenas dan PSE-KP (2006) dalam Iqbal (2009) menjabarkan bahwa secara semantik istilah pengendalian mengandung makna melakukan suatu tindakan tertentu dengan tujuan agar proses, keluaran (output), dan hasil (outcome) yang terjadi sesuai dengan yang diharapkan. Secara normatif langkahlangkah yang harus dilakukan dalam pengendalian konversi lahan pertanian ke non pertanian mencakup lima aspek, yaitu: (1) penentuan cakupan, tujuan, dan sasaran; (2) penentuan pendekatan dan metode; (3) identifikasi instrumen kebijakan; (4) implementasi kebijakan; dan (5) evaluasi (Iqbal, 2009). Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pengendalian konversi tanah pertanian ke non pertanian antara lain (Kurnia, dkk., 2003): 1. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 590/11108/SJ Tanggal 24 Oktober 1984 yang menyatakan bahwa penyediaan tanah untuk kegiatan pembangunan sedapat mungkin mencegah terjadinya perubahan tanah pertanian ke non

34 19 pertanian, sehingga tidak mengganggu usaha peningkatan produksi pangan yang telah ada selama ini. 2. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua BAPPENAS Nomor 5417/MK/10/1994 Tanggal 4 Oktober 1994; dan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 474/4263/SJ tanggal 27 Desember 1994 yang menyatakan bahwa perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tidak mengorbankan tanah pertanian subur dan berpengairan teknis. 3. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor Tanggal 31 Oktober 1994 kepada seluruh Kantor Wilayah BPN Propinsi dan Kantor Pertanahan se-indonesia. Diinstruksikan untuk tetap mempertahankan tanah sawah beririgasi teknis, apabila rencana perubahan penggunaan tanah sawah tersebut telah tertuang dalam RTRW maka diinstruksikan agar membantu pemda setempat untuk merubah peruntukan tersebut. Sejak diterapkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 mengenai pembagian wewenang antara sistem dan organisasi pemerintah pusat dan daerah, maka peran pemerintah daerah semakin besar dalam mengurus ketatalaksanaan administrasi pemerintahan wilayahnya (Iqbal, 2009). Peran tersebut antara lain berhubungan dengan penyusunan dan penerapan beberapa kebijakan, termasuk di dalamnya kebijakan dalam pengendalian konversi lahan pertanian. Peraturan daerah yang mengatur tentang pengendalian perubahan lahan sawah dituangkan dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) wilayah dan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Daerah. 4 Secara implisit tata ruang tersebut adalah mengendalikan perubahan fungsi lahan sawah menjadi non sawah, karena pada RUTR tersebut sudah jelas, baik dari aspek hukum maupun tekniknya bahwa setiap wilayah (sawah) memiliki fungsi dan kegunaan yang secara wilayah sudah ditetapkan peruntukannya. 4 Bambang Irawan dan Supena Friyatno. Dampak Konversi Lahan Sawah Di Jawa Terhadap Produksi Beras Dan Kebijakan Pengendaliannya dalam 281%29%20soca-supena%20friyatno-kontribusi%20sektor%20pertanian%281%29.pdf. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2010.

35 Kerangka Pemikiran Lahan merupakan faktor produksi utama bagi para aktor pemanfaat sumberdaya agraria. Aktor-aktor pemanfaat lahan diantaranya pemerintah, swasta dan petani. Pemerintah seringkali memanfaatkan lahan untuk pembangunan dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan semakin meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan kuantitas lahan tetap. Konversi lahan kemudian terjadi dalam rangka mendukung agenda pertumbuhan ekonomi. Konversi lahan seringkali terjadi pada lahan pertanian yang subur. Hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar aktor terutama petani dengan pemerintah dan swasta. Para aktor pemanfaat lahan memiliki kepentingan yang berbeda terhadap konversi lahan pertanian ke non pertanian. Aktor yang berkepentingan terhadap konversi lahan diantaranya pemerintah daerah, pemerintah desa, pemilik lahan dan petani. Kepentingan pemerintah daerah terhadap konversi lahan adalah pembangunan infrastruktur fisik untuk fasilitas umum. Pembangunan fasilitas umum ditujukan untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Kepentingan Pemerintah desa adalah untuk meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) dan peningkatan gaji perangkat desa. Kepentingan masyarakat (pemilik lahan) dalam konversi lahan pertanian berkaitan dengan penawaran harga lahan yang sesuai, modal usaha, perolehan lahan yang lebih luas. Harga lahan yang sesuai menyebabkan masyarakat menjual lahan yang mereka miliki untuk dikonversikan. Kebutuhan modal usaha pun dalam peningkatan kesejahteraan menyebabkan masyarakat menjual lahannya. Hasil penjualan lahan pun digunakan untuk mendapatkan lahan yang lebih luas di daerah lain. Kepentingan masyarakat (petani) adalah kesempatan kerja baru untuk memperbaiki kondisi perekonomiannya karena kehilangan lahan garapannya. Konversi lahan pertanian ke non pertanian yang terjadi berdampak terhadap perubahan hubungan aktor dan berimplikasi terhadap pengembangan wilayah. Dampak konversi lahan terhadap perubahan hubungan aktor terkait dengan perubahan orientasi nilai terhadap lahan, perubahan hubungan antar aktor, dan perkembangan desa perkotaan. Perubahan orientasi nilai lahan ini berkaitan dengan pergeseran nilai lahan. Dampak konversi lahan terhadap perubahan

36 21 hubungan antar aktor karena adanya pergeseran penguasaan lahan. Petani kehilangan akses terhadap lahan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Perkembangan desa perkotaan mencakup pada terbukanya akses desa terhadap wilayah lain dan meningkatnya pembangunan desa. Implikasi konversi lahan terhadap pengembangan wilayah terkait dengan kepentingan pemerintah daerah dapat terjadi pada rencana tata ruang wilayah, prioritas pertumbuhan ekonomi, dan sumber PDRB dominan yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerahnya. Kebutuhan untuk pembangunan berimplikasi terhadap rencana tata ruang wilayah di setiap daerah. Pertumbuhan ekonomi yang diprioritaskan akan berbeda ketika pembangunan ditujukan untuk bidang tertentu. Pertumbuhan PDRB dominan pun akan berubah sesuai pertumbuhan ekonomi yang diprioritaskan di daerah tersebut. Implikasi terhadap pengembangan wilayah: - Rencana Tata Ruang Wilayah - Prioritas pertumbuhan ekonomi - Sumber PDRB Dominan Perubahan hubungan aktor: - Orientasi nilai terhadap lahan - Perubahan hubungan antar aktor - Perkembangan desa perkotaan Konversi lahan pertanian ke non pertanian Kepentingan Pemerintah Kepentingan Masyarakat Pemerintah daerah: - Pembangunan infrastruktur fisik untuk fasilitas umum Pemerintah desa: - Peningkatan APB Desa Peningkatan gaji perangkat desa Pemilik lahan: - Harga lahan sesuai - Modal usaha - Perolehan lahan yang lebih luas Petani: - Hilangnya akses pekerjaan pertanian - Terbukanya peluang kerja baru Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Keterangan: : mempengaruhi : dipengaruhi

37 Definisi Konseptual Definisi yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Konversi lahan pertanian adalah pengalihfungsian lahan sawah ke non sawah. 2. Kepentingan pemerintah berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah dengan mengkonversi lahan pertanian. 3. Kepentingan swasta berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh swasta dengan mengkonversi lahan pertanian. 4. Kepentingan masyarakat berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat dengan mengkonversi lahan pertanian. 5. Pengembangan wilayah adalah proses berkembangannya suatu wilayah akibat adanya konversi lahan pertanian ke non pertanian. 6. Perubahan hubungan aktor adalah pergeseran dalam penguasaan dan peruntukan atau pemanfaatan sumberdaya agraria tanah. 2.4 Hipotesa Pengarah Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran adalah: 1. Konversi lahan pertanian yang terjadi dipengaruhi oleh kepentingan para pelaku/aktor meliputi kepentingan pemerintah, kepentingan swasta dan kepentingan petani. 2. Kepentingan pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung mempercepat terjadinya konversi lahan pertanian. 3. Terjadinya konversi lahan pertanian mengakibatkan adanya perubahan dalam penguasaan atau pemilikan dan pemanfaatan sumberdaya agraria. 4. Diduga konversi lahan pertanian berimplikasi terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Kuningan.

38 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif. Peneliti memilih pendekatan kualitatif karena pendekatan ini mampu memberikan pemahaman yang mendalam mengenai suatu peristiwa atau gejala sosial, dalam hal ini adalah konversi lahan pertanian. Pendekatan ini pun mampu menggali realitas sosial mengenai konversi lahan pertanian yang terjadi berdasarkan pada pemahaman dari orang-orang yang menjadi subyek penelitian. Metode studi kasus pun digunakan dalam penelitian ini. Studi kasus yang digunakan adalah studi kasus instrinsik. Studi kasus instrinsik menurut Sitorus (1998) adalah studi yang dilakukan karena peneliti ingin mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang suatu kasus. Penggunaan studi kasus instrinsik ini disebabkan kasus yang dipilih dapat membantu peneliti dalam memahami permasalahan terkait dengan konversi lahan dan juga dampaknya terhadap hubungan aktor dalam pemanfaatan sumberdaya agraria dan implikasinya terhadap pengembangan wilayah. Strategi studi kasus ini diharapkan mampu menggali gejala sosial yang lebih mendalam dan untuk menghindari terbatasnya pemahaman yang diikat oleh suatu teori tertentu dan yang hanya pada penafsiran peneliti. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan. Lokasi ini dipilih karena sangat berkaitan dengan kasus penelitian, dengan alasan antara lain: pertama, lahan yang dibebaskan merupakan lahan yang sebelumnya diusahakan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat Desa Kertawangunan. Kedua, konversi lahan yang terjadi di Desa Kertawangunan merupakan lahan sawah subur dan beririgasi teknis. Peraturan pengendalian konversi lahan menyebutkan bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian tidak boleh mengorbankan lahan pertanian subur dan beririgasi teknis. Ketiga,

39 24 konversi lahan sawah menjadi terminal yang terjadi di Desa Kertawangunan merupakan konversi lahan seluas 5,7 hektar. Konversi lahan sawah ini akan mengakibatkan tingginya laju konversi lahan di Desa Kertawangunan. Hal ini disebabkan dibutuhkannya lahan untuk aksesibilitas jalan dalam pengembangan wilayah. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni Kurun waktu penelitian ini mencakup waktu semenjak peneliti intensif berada di lokasi penelitian. Waktu penjajagan tidak termasuk pada kurun waktu tersebut. Penjajagan dilakukan pada bulan Maret Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah metode triangulasi. Denzin (1970) dalam Sitorus (1998) menyatakan bahwa triangulasi dapat diartikan sebagai kombinasi sumber data, tenaga peneliti, teori, dan metodologi dalam suatu penelitian tentang suatu gejala sosial. Metode triangulasi ini bertujuan memperoleh data yang akurat dengan memadukan antara pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen. Data yang diperoleh dapat berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui wawancara mendalam kepada informan dan responden, dan pengamatan berperan serta terbatas. Data sekunder didapat dengan studi dokumen yaitu menguatkan dan melengkapi terhadap datadata yang didapat melalui wawancara dan pengamatan berperan serta terbatas. Pilihan informan dilakukan dengan cara sengaja (purposive). Pemilihan informan dan responden dapat diketahui melalui teknik bola salju (snow balling). Informan tidak terbatas pada masyarakat yang tinggal di Desa Kertawangunan, tetapi juga berasal dari dinas yang terkait dengan praktek pemanfaatan lahan, seperti Pemerintah Desa Kertawangunan, Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Kuningan dan Dinas Perhubungan. Aparat Pemerintah Desa Kertawangunan memberikan informasi terkait gambaran umum lokasi Desa Kertawangunan dan proses pembebasan lahan sawah irigasi. Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya khususnya bagian Tata Ruangnya memberikan informasi mengenai mekanisme pemanfaatan dan perizinan lokasi. Dinas Perhubungan

40 25 memberikan informasi terkait pemanfaatan lahan yang digunakan untuk pembangunan terminal. Responden merupakan pihak yang memberi keterangan mengenai diri dan keluarganya dengan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian. Responden yang dipilih oleh peneliti adalah masyarakat Desa Kertawangunan yaitu petani dan pemilik lahan. Responden petani dan pemilik lahan sebanyak 15 orang. Di lapangan sepuluh orang responden pemilik lahan hanya tujuh orang yang dapat memberikan keterangan mengenai informasi yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan dua orang lainnya sudah tidak berada di lingkungan Desa Kertawagunan. Informasi dua orang tersebut dapat digali dari informan. Informasi satu orang lainnya yang telah meninggal didapat dari keluarga yang mengetahui informasi tersebut. Responden lainnya yang dipilih oleh peneliti adalah delapan orang petani yang menggarap lahan sawah irigasi teknis sebelum dijadikan Terminal Tipe A Kertawangunan. 3.4 Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan bersamaan pada saat pengumpulan data di lapangan. Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam dituangkan dalam catatan harian. Data sekunder berupa data mengenai monografi desa, peraturan desa tentang sewa menyewa lahan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kuningan, Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Kuningan, Masterplan Kabupaten Kuningan, PDRB Kabupaten Kuningan, dikumpulkan oleh peneliti dari berbagai pihak yang berhubungan langsung dengan data tersebut. Data-data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan mereduksi data. Pereduksian data primer yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan peringkasan data yang sudah dijabarkan dalam catatan harian. Data yang diringkas merupakan informasi yang penting yang akan dianalisis lebih dalam terkait dengan konversi lahan yang terjadi di Desa Kertawangunan yang dipengaruhi oleh perbedaan kepentingan antar aktor, dampak konversi lahan sawah terhadap perubahan hubungan aktor dan implikasi konversi terhadap pengembangan wilayah. Adapun informasi yang belum jelas selama pereduksian data terkait dengan permasalahan penelitian, informasi tersebut kemudian dipertanyakan

41 26 kembali kepada informan ataupun responden yang bersangkutan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang jenuh dan valid. Data sekunder yang diperoleh di lapangan direduksi yaitu dengan penyederhanaan data yang didapat dalam penelitian. Penyederhanaan data dilakukan untuk menajamkan, menggolongkan, dan mengarahkan data yang sesuai diperlukan untuk melengkapi dan mendukung data primer yang sudah diperoleh. Setelah pereduksian data, penyusunan hasil penelitian dilengkapi dengan menyempurnakan dan merevisi kerangka berfikir yang sesuai dengan keadaan di lapangan. Tujuannya adalah agar dapat membantu peneliti menarik suatu kesimpulan yang akan mengarahkan pada pengambilan kesimpulan berikutnya. Hasil penyusunan kesimpulan akhir kemudian diverifikasi antara teori dengan realita di lapangan untuk memperkuat keabsahan data.

42 27 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah, dengan luas mencapai 1.178,57 km 2 ( ,55 hektar). Bentang alam Kabupaten Kuningan sebagian besar merupakan perbukitan dan pegunungan dengan puncak tertinggi Gunung Ciremai (± meter), sedangkan sebagian kecil lainnya merupakan dataran. Letak geografis Kabupaten Kuningan cukup strategis, yaitu berada pada lintasan jalan regional yang menghubungkan Kota Cirebon dengan Wilayah Priangan Timur, dan sebagai jalan alternatif jalur tengah yang menghubungkan Bandung- Majalengka dengan Jawa Tengah. Posisi geografis Kabupaten Kuningan yang terbagi menjadi dua kelompok ketinggian yaitu dataran tinggi di bagian barat dan utara, dataran rendah dibagian timur dan selatan membuat Kabupaten Kuningan memiliki potensi pertanian tanaman dataran tinggi maupun dataran rendah. Hal ini dapat terjadi karena cukupnya curah hujan dan persediaan air tanah dalam jumlah besar sehingga memungkinkan dioptimalisasikannya produksi pertanian di Kabupaten Kuningan. Lahan sawah yang mengandalkan pengairannya dari tadah hujan pada Tahun 2008 hanya sekitar hektar (ha) dari total hektar (ha), artinya lebih dari dua per tiga lahan sawah sudah memiliki sistem pengairan yang cukup baik dan memungkinkan dioptimalkannya hasil pertanian bahan makanan pokok. Kabupaten Kuningan dikenal sebagai salah satu daerah yang surplus bahan makanan pokok. Secara administratif, Kabupaten Kuningan berbatasan dengan: sebelah Utara : Kabupaten Cirebon, sebelah Selatan : Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat, sebelah Timur : Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, sebelah Barat : Kabupaten Majalengka..

43 Kondisi Kependudukan Pada tahun 2003 Kabupaten Kuningan masih terdiri dari 29 kecamatan dengan jumlah penduduk Kabupaten Kuningan sebanyak jiwa. Sedangkan tahun 2004 Kabupaten Kuningan telah mengalami pemekaran menjadi 32 kecamatan dengan jumlah penduduk sebesar jiwa. Kecamatan yang merupakan hasil dari pemekaran adalah Kecamatan Cigandamekar, Kecamatan Maleber, dan Kecamatan Sindang Agung. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk paling tinggi adalah Kecamatan Kuningan sebesar jiwa, sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling rendah adalah Kecamatan Salajambe sebesar jiwa. Hingga Tahun 2007, Kecamatan Kuningan merupakan kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi dengan tingkat kepadatan penduduk jiwa/hektar. Tingkat persebaran penduduk di Kabupaten Kuningan juga belum merata dengan rata-rata persebarannya sebesar 9,46 persen. Beberapa kecamatan yang memiliki persebaran relatif kecil, salah satu diantaranya Kecamatan Cilebak dengan kepadatan penduduk 348 jiwa/hektar Kondisi Perekonomian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kuningan berdasarkan harga konstan Tahun 2000, baik dengan maupun tanpa migas selama periode terus mengalami peningkatan. Pada Tahun 2006 angka PDRB sebesar Rp ,70, Tahun 2007 meningkat menjadi Rp ,57, dan kemudian Tahun 2008 terus meningkat menjadi Rp ,22. Pada Tahun 2008, sumbangan terbesar masih diberikan oleh sektor pertanian sebesar 34,88 persen, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran berturut-turut sebesar 21,71 persen, dan sektor jasa-jasa 21,81 persen. Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku konstan 2000, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Kuningan Tahun 2008 adalah sebesar 4,28 persen. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Kuningan Tahun 2008 mengalami kenaikan dari Tahun Pada Tahun 2007 LPE Kabupaten Kuningan sebesar 4,22 persen. Perekonomian Kabupaten Kuningan lebih mengandalkan pada sektor pertanian dan sektor perdagangan. Sektor perdagangan merupakan sektor penunjang kegiatan perekonomian pada sektor riil. Peningkatan sumbangan sektor

44 29 pertanian dalam nilai tambah riil, yang tidak diikuti oleh sektor manufaktur dan perdagangan mestinya mengindikasikan pergeseran komposisi sektor manufaktur, yaitu lebih mengarah kepada basis pertanian dan sekaligus perlambatan pada pertumbuhan industri yang tidak berbasiskan pertanian. 4.2 Profil Desa Kertawangunan Letak Geografis Desa Kertawangunan Desa Kertawangunan terletak di sebelah utara wilayah Kecamatan Sindang Agung Kabupaten Kuningan. Wilayah Desa Kertawangunan merupakan suatu daerah yang datar dengan kondisi tanah yang subur dan merupakan daerah pertanian, suhu udara berkisar antara C dengan temperatur rata-rata 23 0 C. Secara administratif, Desa Kertawangunan berbatasan dengan: sebelah Utara : Desa Tirtawangunan, sebelah Selatan : Desa Kertaungaran dan Kaduagung, sebelah Timur : Desa Kertayasa dan Sindang Agung, sebelah Barat : Desa Ancaran. Jarak tempuh lokasi Desa Kertawangunan dengan wilayah pemerintahan diatasnya adalah: jarak ke Ibukota Kecamatan 1 kilometer (km), jarak ke Ibukota Kabupaten 7 km, jarak ke Ibukota Provinsi 250 km, dan jarak ke Ibukota Jakarta 358 km. Luas wilayah Desa Kertawangunan adalah 120,688 ha. Terdiri dari tiga dusun, yaitu: Dusun Dalam Desa, Dusun Tarikolot, dan Dusun Parenca. Pola penggunaan tanah di Desa Kertawangunan adalah: perumahan dan pekarangan 40,117 ha, sawah teknis 59,860 ha, bengkok dan titisara 13,45 ha, balai desamasjid dan sekolah 0,500 ha, terminal 5,7 ha, dan tanah kuburan 1,071 ha. Sebagian besar penggunaan lahan di Desa Kertawangunan digunakan untuk lahan sawah. Lahan sawah ini merupakan lahan sawah dengan kualitas yang baik dan menggunakan sistem irigasi teknis. Dalam satu tahun (tiga kali panen) lahan sawah ini dapat menghasilkan 17 sampai 18 ton per hektarnya. Lahan sawah irigasi teknis ini digarap oleh masyarakat Desa Kertawangunan dengan sistem sewa dan bagi hasil. Penggarapan lahan sawah dengan sistem sewa dilakukan pada tanah bengkok (tanah sebagai gaji perangkat desa). Tanah bengkok yang

45 30 dimiliki oleh setiap orang perangkat desa seluas 900 bata. Harga sewa lahan sawah untuk tanah milik perangkat desa oleh masyarakat (petani) sebesar Rp ,00/100 bata. Penggarapan tanah untuk sistem bagi hasil di Desa Kertawangunan diterapkan sistem bagi hasil maro. Maro merupakan sistem bagi hasil dengan pembagian sama rata antara penggarap dan pemilik lahan yang terlebih dahulu dikurangi dari biaya benih padi dan pupuk. Pemberian benih padi dan pupuk ini dilakukan secara bergantian dari penggarap dan pemilik lahan. Lahan pertanian di Desa Kertawangunan sebagian besar ditanami oleh padi. Pemerintah Desa Kertawangunan sedang mengarahkan lahan pertanian untuk ditanami palawija, tidak hanya padi saja. Pembinaan untuk petani didapat dari penyuluh pertanian yang datang secara rutin ke Desa Kertawangunan. Bantuan untuk kegiatan pertanian pun didapat dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Bantuan dari pemerintah daerah yang didapat berupa bantuan benih dan obat-obatan. Bantuan dari pemerintah pusat yaitu bantuan untuk pengairannya. Bantuan ini tidak datang secara rutin satu tahun sekali, kadangkadang dua atau tiga tahun sekali. Luas lahan sawah irigasi teknis ini mengalami penurunan setelah dibangunnya Terminal Tipe A Kertawangunan. Lahan sawah irigasi teknis yang digunakan untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan sebesar 5,7 hektar. Lahan sawah irigasi seluas 3,5 ha merupakan tanah bengok dan lahan sawah seluas 2,2 ha merupakan tanah milik pribadi dari masyarakat Desa Kertawangunan. Luas lahan sawah irigasi yang luas sebelumnya sawah teknis 62,03 ha, menjadi 59,86 ha. Begitu pula dengan lahan sawah irigasi yang merupakan tanah bengkok dan titisara, luas sebelumnya 16,97 ha menjadi 13,45 ha. Semakin menurunnya luas lahan sawah irigasi teknis di Desa Kertawangunan memberikan dampak negatif bagi masyarakat desa khususnya para petani (dibahas pada sub bab 6.2) Demografi Desa Kertawangunan Berdasarkan data kependudukan Desa Kertawangunan sampai dengan bulan Desember 2009 tercatat jiwa dari sejumlah 850 KK (Kepala Keluarga). Penduduk laki-laki sebesar orang dan penduduk perempuan sebesar orang. Dari jumlah penduduk ini, terdapat 136 Kepala Keluarga

46 31 Miskin yaitu sebanyak 498 jiwa. Tingkat pendidikan penduduk di Desa Kertawangunan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah 1. Belum Sekolah TK Lulusan SD/Sederajat Lulusan SLTP/Sederajat Lulusan SLTA/Sederajat Lulusan Akademi Lulusan PT 18 Jumlah Sumber: Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa Kertawangunan, 2009 Sebagian besar penduduk di Desa Kertawangunan tingkat pendidikannya sampai dengan SD/Sederajat sebanyak orang dan SLTP/Sedejarat sebanyak orang. Tingkat pendidikan ini berpengaruh terhadap tingkat mata pencaharian penduduk Desa Kertawangunan. Tingkat mata pencaharian penduduk di Desa Kertawangunan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian No. Mata Pencaharian Jumlah 1. Petani Peternak Buruh Tani Buruh Bangunan Pedagang Pegawai Negeri Sipil Pegawai Swasta ABRI 3 9. Pembantu Rumah Tangga/TKI Sopir Perbengkelan Pensiunan Rumah makan Lain-lain 56 Jumlah Sumber: Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa Kertawangunan, 2009 Sebagian besar penduduk di Desa Kertawangunan bermatapencaharian sebagai pedagang, buruh tani, dan petani. Pedagang sebanyak 426 orang, buruh tani sebanyak 320 orang, dan petani sebanyak 250 orang.

47 32 Penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani di Desa Kertawangunan merasakan dampak negatif dari pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Petani kehilangan mata pencahariannya akibat beralihnya fungsi lahan sawah. Beralihnya fungsi lahan pertanian ke non pertanian menyebabkan beralihnya mata pencaharian penduduk Desa Kertawangunan. Masyarakat yang bekerja sebagai petani, setelah konversi lahan sawah beralih menjadi buruh pemecah batu dan buruh bangunan. Hal ini disebabkan petani tidak lagi memiliki lahan garapan, sehingga beralih menjadi buruh pemecah batu. Pekerjaan buruh pemecah batu dilakukan oleh masyarakat karena dekatnya lokasi sungai dengan desa.

48 33 BAB V KEPENTINGAN AKTOR SOSIAL TERHADAP KONVERSI LAHAN Tanah adalah faktor produksi utama bagi aktor pemanfaat sumber daya agraria. Aktor pemanfaat sumberdaya agraria dibagi menjadi tiga yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta. Pada kasus konversi lahan sawah menjadi non sawah (terminal tipe A) di Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan, aktor masyarakat adalah pemilik lahan yang dikonversikan lahannya dan petani. Aktor pemerintah adalah pemerintah desa dan daerah yang berkaitan dengan terjadinya konversi lahan sawah, dan aktor swasta adalah pemegang tender pembangunan terminal Tipe A. Aktor swasta tidak dikaji lebih dalam pada penelitian ini. Hal ini disebabkan aktor swasta tidak memiliki kepentingan secara langsung terhadap penguasaan dan pemanfaatan lahan. Pihak swasta hanya sebagai aktor yang terlibat dalam menjalankan proyek pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Budiman (2009) menyatakan bahwa konversi lahan tidak bisa dilepaskan dari proses transfer pemilikan lahan, khususnya proses jual beli. Kasus konversi lahan sawah irigasi teknis di Desa Kertawangunan pun diawali dengan proses transfer pemilikan lahan dari masyarakat pemilik lahan kepada pemerintah daerah, melalui proses jual beli lahan dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak. 5.1 Proses Pembebasan Lahan Sawah Pembebasan lahan pertanian untuk pembangunan terminal di Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan terjadi pada Tahun Lahan pertanian yang dibebaskan untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan adalah lahan sawah seluas 5,7 ha. Lahan sawah seluas 3,5 ha merupakan tanah bengok dan lahan sawah seluas 2,2 ha merupakan tanah milik masyarakat Desa Kertawangunan. Lahan sawah ini menjadi sumber penghasilan masyarakat Desa Kertawangunan. Lahan sawah yang digarap oleh masyarakat merupakan hasil sewa maupun bagi hasil maro dengan pemilik sawah. Proses pembebasan lahan sawah yang dijadikan Terminal Tipe A Kertawangunan melalui beberapa tahapan diantaranya: musyawarah rencana pembangunan, musyawarah penawaran harga, musyawarah keputusan harga, dan

49 34 pengalihan surat pajak tanah dari desa ke kabupaten. Proses pembebasan tanah yang dilakukan berkaitan dengan pihak Pemerintah Desa Kertawangunan, Dinas Perhubungan Kabupaten Kuningan yang berkaitan langsung dengan rencana pembangunan terminal, Pemerintah Desa Kabupaten bagian Perlengkapan yang sekarang berada dalam Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) mengenai inventaris tanah Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan, dan masyarakat pemilik tanah serta tokoh masyarakat. Tidak ada panitia khusus dari desa untuk proses pembebasan lahan. Pihak pemerintah Desa Kertawangunan hanya sebagai fasilitator antara masyarakat dengan Dinas Perhubungan dan Pemerintah Desa Kabupaten bagian Perlengkapan. Sebelum adanya musyawarah pertama di Desa Kertawangunan mengenai rencana pembangunan terminal, Dinas Perhubungan mengutarakan rencana lokasi untuk pembangunan terminal Tipe A di Desa Kertawangunan kepada pemerintah desa. Setelah itu, pemerintah desa mengadakan musyawarah antara perangkat desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), masyarakat pemilik tanah, dan tokoh-tokoh masyarakat tentang rencana Dinas Perhubungan untuk pembangunan terminal tipe A serta lokasi yang dibutuhkan untuk pembangunan terminal tersebut. Musyawarah kedua dan ketiga setelah ada kesepakatan lokasi antara Pemerintah Daerah dalam hal ini berkaitan dengan Dinas Perhubungan dan masyarakat Desa Kertawangunan, mengenai penawaran dan keputusan harga. Penawaran harga yang diberikan oleh masyarakat pemilik lahan disesuaikan dengan letak lahan dengan kedekatannya dari jalan raya. Keputusan harga merupakan harga yang ditawarkan dari pihak pemerintah daerah yang diwakili dari Pemerintah Desa Kabupaten bagian Perlengkapan, yang sesuai dengan kesepakatan dengan masyarakat pemilik lahan sawah. Harga yang ditawarkan oleh pemilik lahan dan keputusan harga melalui kesepakatan adalah: a. Lahan yang berdekatan dengan jalan raya Harga penawaran warga per bata (14 m 2 ) Rp ,00 Harga kesepakatan per bata (14 m 2 ) Rp ,00 b. Lahan berada di tengah-tengah Harga penawaran warga per bata (14 m 2 ) Rp ,00 Harga kesepakatan per bata (14 m 2 ) Rp ,00

50 35 c. Lahan yang di ujung (jauh dari jalan raya) Harga penawaran warga per bata (14 m 2 ) Rp ,00 Harga kesepakatan per bata (14 m 2 ) Rp ,00 Proses selanjutnya adalah pengalihan surat pajak tanah dari desa ke kabupaten. Bagi pemilik tanah yang merupakan tanah milik pribadi, langsung di proses di pemerintah daerah setelah adanya pemindahalihan surat pajak tanah. Setelah melalui proses pengalihan surat tanah dari desa ke kabupaten, masyarakat desa pemilik tanah langsung memproses penjualan tanahnya ke pemerintah daerah bagian keuangannya, tidak ada kaitannya lagi dengan desa. Berbeda dengan tanah milik perangkat desa yang merupakan tanah bengkok, setelah adanya kesepakatan antara semua pihak untuk masalah pembangunan terminal, dibuat peraturan Desa Kertawangunan. Peraturan Desa yang dibuat adalah dengan persetujuan dari Badan Perwakilan Desa tentang Sewa Menyewa Tanah Hak Pakai Desa Kertawangunan dengan Pemerintah Daerah. Setelah ada Peraturan desa untuk pembangunan terminal yang sesuai dengan kesepakatan semua pihak, peraturan desa ini kemudian diajukan ke Kabupaten. Kemudian terbentuk Peraturan Desa Kertawangunan No 147/01-Perdes/2004 tentang sewa menyewa hak pakai Desa Kertawangunan dengan Pemerintah Kabupaten Kuningan seluas m 2 yang terletak di Blok Parenca Persil 006 untuk pembangunan terminal. 5.2 Konversi Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi lahan atau alih fungsi lahan mengandung pengertian perubahan penggunaan lahan oleh manusia (Utomo, dkk., 1992). Alih fungsi lahan dapat bersifat permanen dan juga bersifat sementara. Alih fungsi kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis menjadi fasilitas umum bersifat permanen. Hal ini disebabkan pemanfaatan atau penggunaan tanah sebagai ruang pembangunan untuk fasilitas umum (terminal) tidak dapat dijadikan sawah kembali. Konversi lahan pertanian khususnya konversi lahan sawah irigasi teknis menjadi non sawah (terminal) yang terjadi di Desa Kertawangunan tidak terlepas dari faktor pendorong yang menjadikan lahan tersebut harus dikonversikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah irigasi teknis menjadi terminal di Desa Kertawangunan adalah faktor kebijakan pemerintah dan lokasi

51 36 sawah terhadap pusat pertumbuhan ekonomi. Kedua faktor ini sama dengan faktor-faktor konversi yang dinyatakan dalam penelitian Sumaryanto, dkk. (1994). Kedua faktor ini satu sama lain saling berkaitan dalam rangka memajukan Kabupaten Kuningan. 1) Kebijakan Pemerintah Daerah Faktor pertama adalah kebijakan pemerintah daerah yang paling berpengaruh terhadap terjadinya konversi lahan sawah irigasi teknis menjadi Terminal Tipe A Kertawangunan. Pembangunan dan atau pengelolaan wilayah Kabupaten/Kota menjadi kewenangan daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dengan tetap memelihara dan menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan, sesuai dengan peraturan yang berlaku yang termasuk juga di dalamnya mengenai penataan ruang. Wewenang pemerintah daerah dalam hal penataan ruang adalah menyelenggarakan penataan ruang daerahnya yang terdiri dari unsur perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pemerintah daerah dengan adanya kewenangan yang diberikan oleh Bupati merencanakan dan memanfaatkan tanah untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan ini adalah atas dasar kebijakan pemerintah daerah dengan wewenang dari Bupati yang mendapat pembiayaan dari pemerintah pusat untuk menjalankan pembangunan di Kabupaten Kuningan. Pemanfaatan tanah sebagai ruang untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan belum terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dibangun pada Tahun , sedangkan pada saat itu RTRW Kabupaten Kuningan belum rampung. RTRW Kabupaten Kuningan baru dapat dirampungkan pada Tahun Hal ini dituturkan oleh Bapak HDR Kepala Bagian Tata Ruang: untuk pembangunan terminal Tipe A belum ditetapkan dalam tata ruang. Setiap lima tahun sekali selalu ada revisi untuk RTRW, pada saat itu RTRW Kabupaten Kuningan masih dibuat dan baru selesai pada Tahun 2008.

52 37 Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dapat terlaksana meskipun belum direncanakan dalam RTRW Kabupaten Kuningan. Hal ini disebabkan adanya kebijakan dari pemerintah daerah dan kewenangan Bupati untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Luas lahan untuk terminal tipe A sekurang-kurangnya lima hektar. Persyaratan luas lahan minimal lima hektar untuk pembangunan terminal ini, mengharuskan pemerintah daerah mengambil alih tanah milik masyarakat dan aparat Desa Kertawangunan untuk digunakan pembangunan terminal tipe A. Kebutuhan tanah dalam rangka pembangunan terminal tipe A mengharuskan terjadinya konversi lahan sawah yang berada di sekitar lokasi pembangunan terminal. Tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan terminal dibeli dari masyarakat pemilik tanah pribadi dan disewa dari aparat Desa Kertawangunan oleh pemerintah daerah. Tanah ini menjadi penguasaan dan inventaris dari pemerintah daerah karena telah ada pemindahalihan kepemilikan. Lahan sawah yang dikonversi untuk pelebaran terminal luasnya sebesar 5,7 ha. Lahan sawah ini merupakan kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis. Peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengendalian konversi lahan pertanian ke non pertanian diantaranya: Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua BAPPENAS Nomor 5417/MK/10/1994 tanggal 4 Oktober 1994; dan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 474/4263/SJ tanggal 27 Desember 1994 yang menyatakan bahwa perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tidak mengorbankan tanah pertanian subur dan berpengairan teknis. Cara yang ditempuh oleh pemerintah daerah untuk mengkonversikan lahan sawah beririgasi teknis agar tidak melanggar peraturan yang telah ditetapkan yaitu dengan mengkondisikan sawah beririgasi teknis menjadi tanah kering. Perizinan dalam pembangunan terminal ini pun baru dibuat setelah pembangunan terminal tipe A ini selesai. 2) Lokasi Sawah Terhadap Pusat Pertumbuhan Ekonomi Faktor lain yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan terminal adalah lokasi sawah terhadap pusat pertumbuhan ekonomi. Sawah irigasi yang digunakan lokasinya berdekatan dengan jalan raya dan berada di samping terminal Ancaran (sebelum di bangun Terminal Tipe A Kertawangunan).

53 38 Terminal Ancaran merupakan terminal tipe C yang luasnya lebih kecil dan lebih terbatas fasilitasnya dibandingkan dengan terminal tipe A. Di sekeliling Terminal Ancaran merupakan lahan sawah irigasi teknis. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan membutuhkan lahan sekurang-kurangnya lima hektar, oleh karena itu sawah irigasi teknis di sekeliling Terminal Ancaran menjadi kebutuhan bagi pembangunannya. Selain itu, sesudah dibangunnya terminal tipe A mulai banyak berkembang pertokoan didekat terminal tersebut. Sumaryanto, dkk. (1994) menyatakan bahwa panjang jalan aspal yang ada di suatu desa dapat digunakan sebagai proksi dari kualitas prasarana transportasi di desa tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin membaik aksesibilitas suatu desa, kecenderungan terjadinya konversi lahan semakin tinggi. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan tujuannya adalah untuk memperlancar aksesibilitas dan keterjangkauan jarak antar kecamatan sebagai solusi dalam pemerataan pembangunan transportasi. Rencana selanjutnya adalah pembangunan jalan yang menghubungkan dengan kecamatan lain sebagai jalan masuk menuju terminal. Pembangunan jalan ini pun akan mengakibatkan semakin bertambahnya sawah irigasi yang terkonversikan. Sebagaimana penuturan Bapak DJDJ: agar dapat menembus jalur utara sudah ada rencana dari pemerintah daerah untuk pembangunan jalan baru, untuk pembangunan jalan baru tersebut sudah dilakukan pengecekan lahan oleh yang ahlinya yang didatangkan dari pusat. Jalan tersebut akan langsung menuju daerah Cirendang. Rencananya akan di bangun pada tahun ini, tapi sampai sekarang belum terlaksana. Lahan untuk pembangunan jalan baru ini merupakan lahan sawah irigasi teknis milik masyarakat Dusun Parenca. Lahan ini sudah melalui proses pembebasan lahan, dan sekarang lahan tersebut sudah menjadi milik pemerintah daerah. Menurut penuturan Bapak DSK: Yeuh neng, lahan sawah anu di Dusun Parenca anu caket jalan na ngalewatan makam, anu bade ka kantor desa teh bade dianggo kangge jalan anyar. Ari tanah na mah entos dipeser ku pemerintah daerah. Lahan sawah yang di Dusun Parenca deket jalan yang melewati pemakaman, jalan yang menuju kantor desa akan digunakan untuk pembangunan jalan baru. Tanahnya sudah dibeli oleh pemerintah daerah.

54 39 Terdapatnya terminal tipe A di Desa Kertawangunan menyebabkan kebutuhan akan aksesibilitas jalan semakin tinggi dan laju konversi lahan sawah irigasi teknis pun semakin tinggi juga. Pola konversi lahan yang terjadi di Desa Kertawangunan berdasarkan faktor pokok konversi, pelaku, pemanfaat, dan prosesnya termasuk konversi sistematik berpola enclave. Konversi lahan berpola enclave adalah sehamparan tanah yang terkonversi secara serentak, pemilik tanah terdiri dari beberapa orang. Kasus konversi lahan yang terjadi di Desa Kertawangunan merupakan konversi lahan secara serentak dalam waktu yang sama dimana tanah dibutuhkan untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan yaitu seluas 5,7 hektar. Luas lahan sawah ini dimiliki oleh 17 orang yang terdiri dari sepuluh orang masyarakat desa (pemilik tanah pribadi) dan tujuh orang aparat desa (pemilik tanah bengkok). 5.3 Kepentingan Pemerintah Aktor pemerintah yang terlibat dalam pembebasan lahan sawah irigasi teknis untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan adalah Pemerintah Desa Kertawangunan, Dinas Perhubungan Kabupaten Kuningan, Pemerintah Desa Kabupaten bagian Perlengkapan. Kepentingan pemerintah dalam pembebasan lahan ini untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara pembangunan. Kepentingan aparat desa dalam pelaksanaan sewa menyewa tanah hak pakai Desa Kertawangunan yang digunakan pembangunan terminal untuk menambah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Alasan lainnya untuk menambah penghasilan/upah perangkat desa. Hal ini disebabkan upah perangkat desa sebelum lahan disewakan untuk pembangunan terminal merupakan hasil sewa dari masyarakat desa yang mengelola lahan tersebut. Hasil sewa yang diperoleh dari masyarakat yang mengelola lahan tersebut jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan harga sewa yang ditawarkan oleh pemerintah daerah. Harga tanah yang disewakan perangkat desa kepada masyarakat (petani) untuk dikelola sebesar Rp ,00 sampai Rp ,00/100 bata per tahun. Besarnya sewa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan sebagaimana dituangkan dalam pasal empat dalam Peraturan Desa Kertawangunan tentang Sewa Menyewa Tanah Hak Pakai Desa Kertawangunan dengan Pemerintah Kabupaten Kuningan yang menyebutkan bahwa: besarnya uang sewa adalah Rp

55 ,00/100 bata (tujuh ratus ribu rupiah) setiap tahunnya dan dimasukan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) serta dituangkan dalam surat perjanjian sewa menyewa. Sebagaimana penuturan dari Kepala Desa Kertawangunan Bapak DJDJ: Lahan sawah yang sekarang digunakan untuk terminal tadinya disewakan kepada masyarakat untuk diolah. Biasanya harga sewa yang diberikan antara Rp ,00/100 bata sampai Rp ,00/100 bata per tahun. Pemerintah daerah memberikan harga sewa yang lebih besar untuk pembangunan terminal sebesar Rp ,00/100 bata per tahun. Lahan sawah milik perangkat desa yang dibutuhkan untuk pembangunan terminal adalah tanah bengkok. Tanah bengkok merupakan tanah untuk gaji aparat desa dan merupakan tanah aset daerah. Jadi, ketika tanah tersebut dibutuhkan kembali oleh daerah untuk pembangunan, maka tanah tersebut harus dikembalikan. Data lahan sawah aparat desa yang merupakan tanah bengkok terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Lahan Aparat Desa yang Terkonversi Menurut Nama Pemilik dan Pekerjaan di Desa Kertawangunan No. Nama Pekerjaan Luas Lahan Terkonversi (m 2 ) 1. UH Sekdes AWN Ngabihi MKR Ekbang ABL Kesra SPM Kadus JND Kadus NNG Kadus Sumber: Peraturan Desa Kertawangunan, Kecamatan Garawangi, Kabupaten Kuningan, 2004 Tanah bagi pemerintah daerah memiliki nilai kepentingan umum yaitu untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Kepentingan pemerintah daerah dalam hal ini kaitannya dengan Dinas Perhubungan dalam rangka pengembangan wilayah. Transportasi memiliki peranan penting dalam pengembangan wilayah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kuningan (2008) antara lain: a) mempermudah aksesibilitas dalam melakukan interaksi dan proses distribusi-koleksi antar wilayah, sehingga dapat meningkatkan pengembangan manfaat sosial dan ekonomi, serta tata ruang wilayah seperti peningkatan mobilitas penduduk dan pengembangan terhadap sektor-sektor produktif regional; b) membuka peluang terhadap wilayah/sub

56 41 wilayah yang masih terisolasi, sehingga dapat memacu perkembangan pada wilayah tersebut. Sistem jaringan transportasi dalam rencana struktur ruang Kabupaten Kuningan meliputi: pengembangan jaringan jalan baru, peningkatan jalan eksisting serta pengembangan dan pembangunan terminal dan halte. Tujuan pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan adalah untuk memperlancar aksessibilitas dan keterjangkauan jarak antar kecamatan sebagai solusi dalam pemerataan pembangunan transportasi. Selama ini, titik pertemuan dari segala arah untuk transportasi adalah di wilayah Utara (menuju terminal Cirendang), maka untuk pemerataan pembangunan transportasi dialihkan ke wilayah Timur (menuju Terminal Tipe A Kertawangunan). Sebagaimana konsep peruntukkan terminal Kertawangunan adalah sebagai pengganti terminal Cirendang yang selama ini menjadi titik simpul utama pelayanan angkutan umum di Kabupaten Kuningan. Hal ini dituturkan pula oleh Bapak NN dari Dinas Perhubungan yang menyatakan bahwa: lokasi yang dipilih untuk pembangunan terminal di wilayah Timur karena di wilayah Utara sebagai titik pertemuan segala arah sudah padat sehingga rawan kemacetan. Pembangunan terminal tipe A juga harus memenuhi standar luas lahan seluas lima hektar. Di wilayah Utara lahannya juga tidak memadai untuk pembangunan terminal Tipe A. Legalitas terminal Tipe A ini pun didasarkan pada Surat Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat Nomor: SK.787/AJ.106/DRJD/2004 tanggal 17 Mei 2004 tentang Penetapan Lokasi Terminal Penumpang Tipe A Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. 5.4 Kepentingan Masyarakat Aktor masyarakat adalah masyarakat pemilik lahan sawah yang sawahnya digunakan untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dan petani yang menggarap lahan sawah. Pemilik lahan sawah yang lahannya dikonversikan untuk pembangunan terminal ini merupakan masyarakat yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai pedagang. Pemilik tanah yang lahannya dikonversikan terdiri dari sepuluh orang, dapat dilihat pada Tabel 5.

57 42 Tabel 5. Luas Lahan Pribadi yang Terkonversi Menurut Nama Pemilik dan Pekerjaan di Desa Kertawangunan No. Nama Pekerjaan Luas Lahan Terkonversi (m 2 ) 1. DD Pedagang TMD Pedagang/Petani UJ Pedagang AL (Alm) Pensiunan MSD (Alm) Pedagang/Petani STJ Pedagang JNL (Alm) Pedagang SPD Wiraswasta SHJ Pensiunan MMN Wiraswasta 840 Pemilik lahan pada dasarnya tidak memiliki keinginan untuk menjual tanah tersebut. Tanah yang mereka miliki sebagian besar dikelola dengan sistem bagi hasil dengan petani. Sistem bagi hasil yang dilakukan oleh pemilik lahan dan petani adalah sistem maro. Tanah milik mereka kemudian dijual karena penawaran harga yang sesuai dengan kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemerintah daerah. Tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan diberikan penawaran harga dua kali lipat dari harga pasaran oleh pemerintah daerah. Harga lahan yang lebih tinggi ini menyebabkan ketertarikan pemilik lahan untuk menjual lahannya kepada pemerintah daerah. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibu ERN menantu dari Bapak STJ: tanah warisan gaduh suami abdi nu diical kanggo ngabangun terminal luasna 350 bata. Harga diicalna teh Rp ,00/bata na. Ngical tanah teh sami-sami nguntungkeun kanggo pamarentah oge sareng anu ngicalna oge. tanah warisan suami saya yang dijual untuk pembangunan terminal seluas 350 bata. Harga jualnya Rp ,00/ bata. Menjual tanah itu sama-sama saling menguntungkan baik untuk pemerintah maupun untuk pemilik tanah. Alasan lain penjualan tanah yang dilakukan oleh pemilik lahan yaitu menambah modal usaha. Sebagian besar pemilik lahan sawah bermatapencaharian sebagai pedagang. Penjualan lahan memberikan keuntungan bagi pemilik lahan untuk

58 43 modal usahanya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak TMD yang pekerjaannya sebagai pedagang sekaligus petani: ari nikmat na mah ngagarap sawah neng, lamun dari segi keuntungan memang lebih untung icalan. Artos tina ngical tanah dianggo modal icalan ayeuna. sebenarnya nikmatnya memang mengelola sawah, walaupun dari segi keuntungan lebih untung jualan. Uang hasil penjualan tanah digunakan untuk modal usaha yang sekarang dijalankan. Ada pula yang menggunakan uang hasil menjual tanah untuk membeli tanah kembali di daerah lain. Seperti yang dilakukan oleh Bapak DD dan Bapak MMN. Bapak MMN menyatakan bahwa: Tanah abdi anu 50 bata upami henteu kacandak kanggo terminal moal diical, kumargi nyaah tanahna sae kanggo pertanian, tanah kualitas no.1. Artos tina hasil ngical tanah eta teh dianggo meser deui tanah di daerah nu sanes. Tanah saya yang 50 bata kalau tidak terambil untuk terminal tidak akan dijual, karena sayang tanahnya bagus untuk pertanian tanah kualitas no. 1. Uang hasil menjual tanah digunakan lagi untuk membeli tanah di daerah lain. Hasil penjualan lahan pun ada yang dibagikan kepada keluarganya dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Keputusan dibebaskannya lahan oleh pemilik lahan untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan disebabkan oleh penawaran harga yang sesuai, modal usaha, dan pemilikan lahan baru yang lebih luas di daerah lain. Harga lahan yang diperoleh pemilik lahan perorangan dan pemanfaatan hasil penjualan lahan untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dapat dilihat pada Tabel 6. Pemilik lahan perorangan yang dapat ditemui dilapangan sebanyak tujuh orang dari sepuluh orang yang lahannya digunakan untuk pembangunan terminal. Dua orang pemilik lahan sudah tidak berada di lingkungan Desa Kertawangunan yaitu AL dan UJ. Satu orang pemilik lahan lainnya telah meninggal Bapak MSD, informasinya telah di dapat dari DD yang merupakan putra Bapak MSD.

59 44 Tabel 6. Data Responden Mengenai Pekerjaan, Status Kepemilikan Tanah, Luas Tanah, Harga Tanah dan Pemanfaatan Hasil Penjualan Tanah di Desa Kertawangunan No. Responden Pekerjaan Status Luas tanah yang Harga Tanah Pemanfaatan hasil 1. DD putra Bapak MSD (Alm) 2. TMD Wiraswasta, Petani 3. ERN Ibu Rumah menantu Tangga STJ 4. NN anak Bapak JNL (Alm) dikonversikan Pedagang Pemilik 200 bata 200 bata Buruh Bangunan per bata Rp ,00 Rp ,00 penjualan Digunakan untuk modal usaha, dibagikan kepada keluarganya Pemilikpenggarap 50 bata Rp ,00 Membuat toko untuk 200 bata Rp ,00 usaha, modal usaha Pemilik 350 bata Rp ,00 Digunakan untuk membangun rumah, modal usaha Pemilik 40 bata Rp ,00 Digunakan untuk keperluan sehari-hari 5. SPD Wiraswasta Pemilik 100 bata Rp ,00 Digunakan untuk membeli lahan di daerah lain 6. SHJ Pensiunan Pemilik 100 bata Rp ,00 Dibagikan kepada keluarganya 7. MMN Wiraswasta Pemilik 50 bata Rp ,00 Digunakan untuk membeli lahan di daerah lain

60 45 Dilain pihak, masyarakat bermatapencaharian sebagai petani yang mengelola lahan di lahan pemilik tidak mendapatkan keuntungan dari pembebasan lahan tersebut. Pada saat pembebasan lahan sawah terdapat suatu penolakan dari masyarakat yang bergantung hidupnya pada lahan sawah. Penolakan pembebasan lahan untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dilakukan oleh petani dan buruh karena kebutuhan mereka akan lahan garapan. Akan tetapi, petani tidak memiliki kekuasaan terhadap lahan sawah karena petani hanya menyewa dan menggarap lahan sawah bukan sebagai pemilik lahan sawah. Pembebasan lahan tersebut menyebabkan petani kehilangan lahan garapan. Secara tidak langsung, para petani menjadi kehilangan mata pencahariannya. Seperti yang diutarakan oleh Bapak BHR (petani): lahan nu diperyogikeun kanggo terminal teh aya kontra neng ti masyarakat, biasalah lamun pembangunan aya pro sareng kontrana. Masalahna mah kumaha kanggo kelanjutan hirup masyarakat (petani), saentos dibangun ieu terminal teh. lahan yang dibutuhkan untuk terminal ada kontra dari masyarakat, bisalah kalau pembangunan ada pro dan kontranya. Masalahnya bagaimana kelanjutan hidup masyarakat (petani), setelah dibangunnya terminal. Bagi petani yang dibutuhkan dengan adanya pembangunan terminal ini adalah kesempatan kerja baru untuk keberlangsungan hidup mereka. 5.5 Peta Kepentingan Aktor Merujuk pada hasil penelitian Tetiani (2002) dalam Nurjanah dan Nilamsari (2002) dari kasus-kasus yang diteliti menunjukkan bahwa hubungan antara pemerintah dan pengusaha selalu bersifat mutualistis, sebagai sesama pelaku kapitalisme. Kedua aktor tersebut bersama-sama mendominasi masyarakat (petani) dalam rangka mendominasi penguasaan sumber agraria yang sebelumnya dimiliki atau dikuasai petani. Akibatnya akses petani terhadap sumber agraria berkurang atau hilang sama sekali. Kekuatan kapitalis dalam hal ini menang terhadap ekonomi subsisten. Pada kasus proses konversi lahan sawah menjadi terminal Tipe A di Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan terlihat bahwa terdapat kesamaan dengan penelitian Tetiani (2002) dalam Nurjanah dan

61 46 Nilamsari (2002) dalam penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria. Perbedaannya adalah penelitian di Desa Kertawangunan tidak melibatkan swasta sebagai subyek agraria, sehingga tidak ada hubungan mutualistis antara pemerintah dan swasta. Hubungan penguasaan atau pemilikan dan pemanfaatan sumber agraria tanah antara masyarakat (petani) dan pemerintah di Desa Kertawangunan dapat dilihat pada Gambar 4. Pemerintah Daerah Petani Sumber-sumber Agraria Gambar 4. Hubungan-Hubungan Agraria di Desa Kertawangunan Keterangan: menunjukkan pengambilalihan terhadap penguasaan/pemilikan dan pemanfaatan sumberdaya agraria oleh pemerintah daerah, yang sebelumnya dikuasai oleh masyarakat menunjukkan hilangnya penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria dari masyarakat (petani) hubungan konflik dari dominasi pemerintah daerah terhadap petani dalam mengambil alih sumberdaya agraria yang dimiliki oleh masyarakat Pemerintah daerah dalam pembangunan fasilitas umum berupa Terminal Tipe A Kertawangunan menggunakan kewenangannya untuk proses konversi lahan sawah irigasi teknis. Pemilik lahan yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai pedagang mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan lahan. Dilain pihak, masyarakat (petani) mengalami kerugian dengan hilangnya peran ekonomis dari lahan yang mereka gunakan sebagai lahan pertanian. Pembebasan lahan sawah irigasi teknis ini menyebabkan hilangnya penguasaan/pemilikan dan pemanfaatan sumberdaya agraria dari mayarakat (petani). Hubungan antara masyarakat (petani) dan pemerintah daerah dengan kepentingan yang berbeda menyebabkan benturan antara kedua belah pihak. Benturan kepentingan ini terjadi ketika pemerintah daerah mengambil alih lahan pertanian untuk dijadikan Terminal Tipe A Kertawangunan. Dilain pihak, masyarakat (petani) memiliki kepentingan atas tanah tersebut dalam peran

62 47 ekonomis tanah. Lahan sawah irigasi teknis ini merupakan sumber kehidupan para petani yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perbedaan kepentingan antara pemerintah dan petani ini, sangat merugikan para petani. Sebagian besar petani merasakan dampak negatif dari pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibu NN (petani): ayeuna mah teu tiasa molah sawah, sawah nu dimana deui tuda tos teu aya. Basa keur molah mah hoyong gaduh naon bae tiasa, ayeuna mah sesah, beas bae kedah meser. sekarang tidak bisa mengolah sawah lagi, sawahnya sudah tidak ada. Dulu selagi ngolah sawah keinginan untuk punya apa saja bisa, tetapi sekarang beras saja harus beli. Realisasi kepentingan pemerintah daerah menyebabkan lahan sawah irigasi teknis harus dikonversikan. Masyarakat (petani) tidak dapat mengelola kembali lahan yang sebelumnya mereka manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 5.6 Ikhtisar Tanah merupakan modal utama bagi para aktor pemanfaat sumberdaya agraria. Aktor pemanfaat sumberdaya agraria tanah diantaranya: pemerintah, swasta dan masyarakat. Pada kasus di Desa Kertawangunan, aktor yang dikaji yaitu pemerintah dan masyarakat. Pihak swasta tidak dikaji lebih dalam pada penelitian ini. Hal ini disebabkan aktor swasta tidak berkaitan langsung dengan proses pembebasan lahan dan kepentingan terhadap lahan, melainkan hanya sebagai pihak yang terlibat dalam menjalankan proyek pembangunan terminal atau pihak pemegang tender pembangunan terminal. Konversi lahan tidak dapat dilepaskan dari proses pembebasan lahan. Proses pembebasan lahan di Desa Kertawangunan melibatkan pemerintah daerah dalam hal ini terkait dengan Dinas Perhubungan dan Pemerintah Desa Kabupaten bagian Perlengkapan, Aparat Desa Kertawangunan, tokoh masyarakat, dan pemilik lahan. Aparat pemerintah Desa Kertawangunan dalam pembebasan lahan bertindak sebagai fasilitator antar pemilik lahan dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerah kaitannya dengan Dinas Perhubungan memiliki kepentingan akan lahan untuk pembangunan terminal tipe A. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan ditujukan untuk pengembangan wilayah. Transportasi memiliki

63 48 peran yang sangat penting dalam pengembangan wilayah. Lahan yang telah dibebaskan dari kepemilikan ini, kemudian dicatat sebagai lahan aset pemeritah daerah pada bagian Pemerintah Desa Kabupaten bagian Perlengkapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan di Desa Kertawangunan adalah kebijakan daerah dan lokasi sawah terhadap pusat pertumbuhan. Kebijakan pemerintah daerah serta kewenangan Bupati mempermudah terlaksananya pembangunan terminal tipe A, walaupun dalam RTRW belum direncanakan dan belum ada perizinan untuk pembangunan terminal tersebut. Faktor lain yaitu lokasi sawah terhadap pusat pertumbuhan ekonomi, lokasi sawah irigasi teknis yang dibutuhkan untuk pembangunan terminal tipe A berada dekat dengan jalan raya. Pola konversi lahan yang terjadi di Desa Kertawangunan termasuk konversi sistemik berpola enclave. Konversi lahan yang terjadi di Desa Kertawangunan dipengaruhi pula oleh kepentingan-kepentingan para aktor pemanfaat sumberdaya agraria. Pada kasus Desa Kertawangunan terdapat dua aktor yang berkepentingan terhadap konversi lahan yaitu antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini adalah pemerintah desa dan daerah. Aparat Pemerintah Desa Kertawangunan pada dasarnya memiliki kepentingan dalam pembebasan lahan untuk menambah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) serta menambah penghasilan perangkat desa. Tujuan pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan bagi pemerintah daerah, untuk memperlancar aksesibilitas dan keterjangkauan jarak antar kecamatan sebagai solusi dalam pemerataan pembangunan transportasi. Kepentingan pemilik lahan dalam pembebasan lahan sawah irigasi adalah perolehan harga jual yang sesuai dari pemerintah daerah. Hasil penjualan tanah ini digunakan juga untuk modal usaha karena sebagian besar pemilik lahan bermatapencaharian sebagai pedagang dan digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas di daerah lain. Dilain pihak yaitu masyarakat yang bermatapencaharian sebagai petani memerlukan pekerjaan yang baru dengan dikonversikannya lahan tersebut. Hal ini disebabkan petani kehilangan lahan garapannya yang merupakan tempat penghidupan mereka. Perbedaan kepentingan ini menyebabkan benturan antara masyarakat (petani) dengan pemerintah.

64 49 BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR 6.1 Perubahan Orientasi Nilai Terhadap Lahan Orientasi nilai terhadap lahan yang dimaksud dikategorikan menjadi tiga, yaitu nilai keuntungan, nilai kepentingan umum, dan nilai sosial. Hal ini berdasarkan pada pengutamaan atau fungsi tertentu atas lahan yang disepakati dan dijalankan oleh suatu masyarakat. Tanah sebagai sumberdaya pada dasarnya diperlukan bagi semua kegiatan kehidupan dan penghidupan. Tanah bagi masyarakat memiliki nilai sosial, dimana masyarakat menggunakan tanah untuk lahan sawah dengan memanfaatkan potensi alaminya untuk menjaga kelestarian tanah tersebut. Nilai sosial ini berkaitan dengan peran ekonomis tanah yang merupakan aset dan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini diutarakan oleh Bapak AD (petani): lahan sawah nu digarap ku abdi teh sae kualitasna, pengairan na gampang. Biasana abdi nanam pare sareng palawija gantian. Pare dua kali nanam sareng palawija oge dua kali nanam tina sataun teh, supados kasuburan tanah na kajagi. lahan sawah yang digarap oleh saya bagus kualitasnya, pengairannya lancar. Biasanya saya menanami lahan dengan padi dan palawija bergatian. Padi dua kali tanam dan palawija juga dua kali tanam dalam satu tahun, supaya kesuburan tanahnya tetap terjaga. Tanah yang diusahakan untuk pertanian dilakukan dengan hati-hati dengan tetap menjaga kesuburan tanah dan kelestariannya. Prinsip ini sejalan dengan prinsip nilai sosial yang dikemukakan oleh Jayadinata (1999), tanah merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan (misalnya sebidang tanah yang dipelihara, peninggalan, pusaka, dan sebagainya), dan dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya. Tanah yang dikelola oleh petani merupakan lahan sawah irigasi teknis. Lahan sawah irigasi teknis ini pun mendapat perhatian dari pemerintah daerah berupa bantuan benih dan obat-obatan. Pengelolaan lahan sawah irigasi teknis ini pun mendapatkan bimbingan dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) secara rutin yang bertempat di saung tani. Bantuan dari pemerintah provinsi pun khususnya untuk renovasi irigasi dilakukan setiap dua atau tiga tahun sekali.

65 50 Seperti yang dikemukakan Bapak AD (petani): ti pamerintah pusat aya bantuan neng kanggo renovasi irigasi, biasana dongkap na dua atawa tilu tahun sakali. dari pemerintah pusat ada bantuan untuk renovasi irigasi, biasanya dalam dua atau tiga tahun sekali. Seiring dengan dibutuhkannya tanah untuk pembangunan dalam rangka pengembangan wilayah, orientasi nilai tanah cenderung kepada nilai kepentingan umum. Nilai kepentingan umum menurut Chapin (1995) dalam Jayadinata (1999), yang berhubungan dengan pengaturan untuk masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat. Pembangunan untuk fasilitas umum secara langsung tidak memanfaatkan potensi alami dari tanah, tetapi lebih ditentukan oleh adanya hubungan-hubungan tata ruang dengan penggunaan-penggunaan lain yang telah ada. Perubahan nilai lahan ini menyebabkan lahan yang subur tidak dapat lagi diusahakan. Petani yang mendapat bimbingan dengan mengikuti penyuluhan tidak dapat lagi mengaplikasikan ilmu yang didapatkan. Kelompok tani yang dibentuk untuk mengorganisir kegiatan petani dalam memperoleh informasi dan pembimbingan dari penyuluh sudah tidak berjalan lagi. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan adalah suatu wujud dari pemanfaatan tanah yang berkaitan dengan tata ruang. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan ini berkaitan dengan kepentingan umum. Kepentingan umum merupakan kepentingan seluruh masyarakat dengan penggunaan peran sosiologis atas tanah. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan telah memberikan definisi kepentingan umum sebagai kepentingan masyarakat secara keseluruhan dan kegiatannya haruslah dilakukan oleh pemerintah, kemudian dimiliki oleh pemerintah dan tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan (Sumardjono, 2008). Instansi pemerintah (termasuk BUMN dan BUMD) dan badan-badan lain non pemerintah yang memerlukan tanah di luar yang diatur dalam Keppres No 55/1993 harus melakukannya secara langsung dengan para pemegang hak atas tanah (tanpa bantuan Panitia Pengadaan Tanah) melalui cara jual beli, tukar-menukar, atau cara

66 51 lain yang disepakati para pihak berdasarkan musyawarah. Sesuai dengan Keppres penggunaan tanah untuk kepentingan umum yaitu pembangunan terminal tipe A di Desa Kertawangunan, pemerintah daerah yang khususnya Dinas Perhubungan dan Pemerintah Desa Kabupaten bagian Perlengkapan mengadakan pembebasan tanah dari masyarakat pemilik tanah yang akan digunakan untuk terminal melalui aparat pemerintah desa sebagai fasilitatornya. Transaksi dalam pembebasan tanah untuk pembangunan terminal tipe A dilakukan oleh pemerintah daerah dengan pemegang hak atas tanah di Desa Kertawangunan melalui jual beli dan sewa menyewa. Transfer pemilikan tanah dengan proses jual beli terjadi pada tanah milik pribadi. Transfer pemilikan tanah dengan aparat desa yang merupakan tanah bengkok melalui sewa menyewa. Transfer pemilikan tanah dengan sewa menyewa diatur pula dalam Peraturan Desa No. 147/01-Perdes/2004 yaitu mengenai sewa menyewa tanah hak pakai Desa Kertawangunan dengan pemerintah. Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan melalui Dinas Perhubungan menggunakan tanah yang didapat dari masyarakat dan perangkat Desa Kertawangunan untuk pembangunan terminal tipe A. Tanah dijadikan inventaris pemerintah daerah dalam pemanfaatan ruang untuk fasilitas umum. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan ini mendapatkan izin operasional dan bantuan pembiayaan dari Departemen Perhubungan Pusat. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu pegawai Dinas Perhubungan yaitu Bapak NN: pembangunan terminal ini mendapatkan pembiayaan dari pemerintah pusat dan telah memiliki izin operasional dari Menteri Perhubungan Perubahan orientasi nilai tanah dari nilai sosial menjadi nilai kepentingan umum menyebabkan ketimpangan peruntukan tanah. Kepentingan umum merupakan kepentingan masyarakat secara keseluruhan, namun kepentingan masyarakat (petani) terhadap tanah untuk memanfaatkan potensi alami tanah menjadi terpinggirkan.

67 Perubahan Hubungan Antar Aktor Konversi lahan sawah irigasi teknis menyebabkan berubah pula hubungan antar aktor di Desa Kertawangunan. Pertama, hubungan aktor ini terkait dengan pemilik lahan dan petani. Pemilik lahan semula memiliki hubungan dengan petani yang menggarap lahannya yaitu hubungan pemilik-penyewa dan pemilikpenggarap. Hubungan pemilik-penyewa yaitu hubungan antara pemilik tanah bengok dengan masyarakat yang menyewa lahan tersebut. Bagi pemilik tanah bengkok setelah tanah tersebut disewa oleh pemerintah daerah meningkatkan penghasilan sewa mereka. Tanah yang sebelumnya disewa oleh masyarakat dengan harga berkisar antara Rp ,00 sampai Rp ,00/100 bata per tahun. Harga sewa tersebut meningkat menjadi Rp ,00/100 bata per tahun dari pemerintah daerah. Bagi petani (penyewa) setelah tanah tersebut menjadi aset pemerintah daerah, mereka tidak memiliki lahan garapan untuk disewa. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibu IYH: ayeuna mah neng entos henteu aya lahan garapan deui kanggo disewa, kapungkur tiasa nyewa 100 bata. Paling ayeuna mah kana memprekan batu wae. Harga batu oge saember tanggung teh Rp 1.800,00. sekarang sudah tidak ada lagi lahan untuk disewa, dulu bisa menyewa 100 bata. Sekarang yang dikerjakan adalah memecah batu saja. Harga batu untuk satu ember yang tanggung juga Rp 1.800,00. Dampak lain yang dirasakan adalah kehilangan kemampuan menyediakan beras secara mandiri. Petani harus membeli beras untuk mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari. Selain itu, petani pun harus beralih mata pencahariannya. Bapak BHR (petani) menyatakan bahwa: saentos teu molah deui teh rugi atuh neng, biasana beas henteu kedah meser ayeuna kedah meser. Henteu aya ganti rugi kanggo abdi mah, ari kanggo anu gaduh sawah na mah aya ganti rugina. Paling ayeuna mah padamelan nu aya teh kanu meprekan batu, da kumargi di desa teh caket sareng sungai. sesudah tidak mengelola sawah lagi mengalami kerugian, biasanya beras tidak usah beli sekarang harus beli. Tidak ada ganti rugi untuk saya, kalau untuk pemilik sawah diberikan ganti rugi. Sekarang pekerjaan yang dilakukan yaitu sebagai buruh pemecah batu, soalnya lokasi desa berdekatan dengan sungai.

68 53 Adapun petani yang masih bisa menggarap mereka dapat menggarap sawah dengan sistem bagi hasil maro dengan pemilik lahan yang lainnya. Seperti yang dialami oleh Ibu NN, sebelum lahan tersebut dialihfungsikan menjadi terminal dia sering menyewa lahan dari perangkat desa (tanah bengkok). Namun, setelah lahan tersebut dibangun terminal Ibu NN tidak dapat menggarap lahan lagi dengan sistem sewa. Ibu NN hanya dapat menggarap di lahan Bapak MMN dengan sistem bagi hasil maro. Hal yang paling dirasakan Ibu NN adalah hasil yang didapat dari lahan sawah dengan sistem bagi maro yang sekarang dijalankan, berbeda dengan hasil sawah dengan menggarap sendiri dari menyewa lahan. Sebagaimana diungkapkan Ibu NN: ayeuna abdi molah anu Bapak MMN, biasana hasilna bagi dua saentos dipotong ku pupuk sareng benih. Ari pupuk sareng benih na mah tinu gaduh lahan na. Benten neng sareng kapungkur, nuju ngagarap lahan nu disewa mah melak naon bae tiasa kumaha cek urang, hasilna oge alhamdulillah. Tina hasil sawah teh tiasa kenging ngabangun rompok, sampe sok disalinder rompok teh bau bawang. Sanajan waktos eta lahan teh sok dipelakan ku bawang. sekarang saya mengelola sawah punya Bapak MMN, biasanya hasilnya bagi dua setelah dipotong dengan biaya pupuk dan benih. Pupuk dan benih biasanya diberikan oleh pemilik lahan. Beda dengan dulu, selagi saya menggarap lahan yang disewa menanam apa saja bisa gimana ingin kita, hasilnya juga alhamdulillah. Hasil dari sawah itu bisa sampai ngebangun rumah, sampai-sampai suka disindir rumahnya bau bawang. Hal ini dikarenakan dulu lahan saya sering ditanami bawang. Ada pula petani yang masih bisa menyewa tanah bengkok lainnya yang tidak digunakan untuk pembangunan terminal. Namun, harga sewa lahan ini semakin tinggi, harga sewa lahan mencapai Rp ,00/100 bata per tahun. Hubungan pemilik-penggarap dilakukan dengan sistem bagi hasil maro. Hubungan sistem bagi hasil ini memberikan penghasilan bagi pemilik lahan dan petani setiap kali panen (dalam setahun tiga kali panen). Keadaan ini berubah setelah lahan tidak digunakan lagi untuk lahan sawah. Perubahan ini berkaitan dengan penghasilan bagi pemilik lahan dari hasil sawah sekarang sudah berkurang, walaupun dengan penjualan lahan tersebut menambah keuangan keluarga.

69 54 Sebagaimana penuturan Bapak NN (putra dari Bapak JNL (Alm) pemilik lahan): ayeuna nu diraoskeun penghasilan tina sawah ngurangan, namung nambih artos tina ngical tanah. Hasil tina ngical tanah teh dianggo kangge sahari-hari. sekarang yang dirasakan mengurangi penghasilan dari hasil sawahnya, namun menambah uang dari penjualan tanah. Hasil dari menjual tanah digunakan untuk keperluan sehari-hari. Bagi petani, tanah merupakan sumber penghidupan. Pemindahalihan pemilikan lahan yang telah dilakukan oleh pemilik tanah secara tidak langsung beralih pula penguasaan atas tanah. Konversi lahan menyebabkan hilangnya akses terhadap lahan sawah, sehingga harus beralih ke mata pencaharian lainnya. Mata pencaharian yang sekarang banyak digeluti oleh petani yakni menjadi buruh pemecah batu dan buruh bangunan. Pekerjaan sebagai pemecah batu dilakukan karena Desa Kertawangunan berdekatan dengan sungai. Bapak ADA menyatakan bahwa: kapungkur sateuacan dijantenkeun terminal abdi ngolah sawah 400 bata anu gaduh Bapak Lurah Parenca. Sentosna na dijantenkeun terminal henteu tiasa ngolah deui, paling ayeuna kanu buruh bagunan. Nuju molah sawah mah heunteu kedah meser beas, ayeuna mah meser beas. Kadangkadang meser beas tinu raskin sakarung Rp ,00 aya 15 kg, eta oge lamun aya artosna. Nembe tahun ayeuna aya nu miwarang molah deui. dulu sebelum dijadikan terminal saya menggarap sawah 400 bata punya Bapak Lurah Parenca. Sesudah dijadikan terminal tidak bisa menggarap lagi, sekarang pekerjaannya buruh bangunan. Ketika menggarap sawah beras tidak harus membeli, sekarang harus membeli. Kadangkalan membeli beras miskin sekarungnya Rp ,00 seberat 15 kg, itu juga kalau ada uangnya. Baru tahun ini saja ada yang menyuruh lagi untuk menggarap. Hubungan antar aktor yang kedua, berkaitan dengan pemerintah desa, pemerintah daerah dan petani. Petani yang sebelumnya dapat meyewa dan menggarap tanah dari pemilik tanah, menjadi kehilangan akses untuk pemanfaatan dan penguasaan lahan tersebut. Pada kenyataannya, konversi lahan yang terjadi berdampak pada semakin menyempitnya lahan pertanian khususnya lahan sawah irigasi teknis. Semakin menyempitnya lahan pertanian khususnya lahan sawah di Desa Kertawangunan, menyebabkan pergeseran mata pencaharian atau

70 55 kesempatan kerja penduduk. Pergeseran mata pencaharian ini lebih besar kepada sektor perdagangan dan buruh, mengingat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat desa. Sebagaimana diungkapkan oleh Bapak DJDJ Kepala Desa Kertawangunan: setelah mengalami konversi penduduk desa yang bermatapemcaharian sebagai petani kehilangan mata pencahariannya. Sekarang mata pencahariannya ada yang sebagai pedagang biasanya jual bubur, ada yang sebagai buruh serabutan karena kebanyakan masyarakat hanya lulusan SD. Hal yang serupa dikemukakan oleh Bapak DSK: saentosna dibangun terminal teh, anu paling karaosna ku masyarakat Dusun Parenca. Soalna seseurna nu damel di sawah eta teh masyarakat Dusun Parenca. Ayeuna masyarakat Dusun Parenca seseurna damel teh jadi buruh memprekan batu, kan didieu caket sareng sungai. setelah dibangun terminal, yang paling terasa dampaknya pada masyarakat Dusun Parenca. Hal ini disebabkan yang bekerja di sawah tersebut adalah masyarakat Dusun Parenca. Sekarang masyarakat Dusun Parenca banyak yang bekerja sebagai buruh pemecah batu kali, karena lokasinya dekat dengan sungai. Tanah yang tadinya merupakan sumber penghidupan petani, telah menjadi aset daerah yang tidak dapat lagi digunakan oleh petani. Penguasaan akan tanah telah berada di pihak pemerintah daerah dan pemilik tanah tidak memiliki kekuasaan lagi terhadap tanah tersebut. Perubahan penguasaan lahan dari pemilik tanah kepada pemerintah daerah menyebakan masyarakat (petani) tidak memiliki akses lagi dalam pemanfaatan potensi alami tanah untuk penghidupan dan kehidupan mereka. Tuntutan dari masyarakat untuk keberlanjutan hidupnya yaitu memperoleh pekerjaan yang baru belum terealisasi. Pemerintah daerah menjanjikan pekerjaan yang baru kepada masyarakat yang menganggur dengan pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan, namun sampai saat ini baru beberapa orang yang dipekerjakan di terminal tersebut. Pekerjaan yang diberikan pun yaitu sebagai satpam dan petugas kebersihan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan masyarakat (petani). Sebagian besar petani tingkat pendidikannya lulusan Sekolah Dasar (SD). Realisasi dari janji pemerintah daerah belum benarbenar terlaksana, tidak sesuai dengan yang diharapkan masayarakat. Hal ini

71 56 disebabkan oleh terminal yang baru dibuka pada Tahun 2008 belum berjalan efektif, sehingga masyarakat yang dipekerjakan pun baru beberapa orang. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak DJDJ Kepala Desa Kertawangunan: setelah pembangunan terminal tipe A banyak masyarakat desa yang menganggur, terutama masyarakat yang tinggal di Dusun Parenca yang berdekatan dengan terminal. Terdapat sekitar 150 orang yang menganggur, yang sudah dipekerjakan di terminal paling hanya beberapa orang. Pekerjaan yang diberikan di terminalpun hanya sebagai satpam dan pegawai kebersihan karena tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, sebagian besar hanya lulusan SD. Tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah desa dalam menanggulangi penurunan kondisi ekonomi para petani yaitu memasukkan mereka pada golongan keluarga prasejahtera. Hal ini dilakukan agar mereka dapat terdata untuk penyaluran beras miskin. Kebutuhan akan pangan sehari-hari para petani dapat terbantu dengan adanya beras miskin, walaupun beras miskin tersebut memiliki kualitas yang rendah. Kebutuhan akan beras miskin semakin meningkat, dahulu beras miskin yang disalurkan untuk desa sebanyak tiga kuintal, tetapi sekarang beras miskin yang disalurkan kepada masyarakat sebanyak 1,5 ton setiap tiga bulan sekali. Para petani untuk mendapatkan beras yang lebih layak dikonsumsi, mereka membeli beras yang kualitasnya lebih bagus untuk dicampurkan dengan beras miskin. Tindakan lainnya yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Kertawangunan untuk membantu para petani ini berkaitan dengan bidang kesehatan. Pemerintah desa memberikan pelayanan pembuatan Kartu Sehat kepada masyarakat yang kurang mampu untuk berobat. Hal ini dimaksudkan untuk lebih meringankan beban masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.

72 57 Tabel 7. Data Responden Mengenai Pekerjaan dan Luas Tanah (sebelum dan sesudah konversi), Harga Sewa Lahan (per 100 bata/ tahun) dan Dampak yang Dirasakan Setelah Konversi No. Responden Pekerjaan Sebelum Konversi 1. NN Petani- Penyewa 2. AD Petani, Pekebun- Penyewa 3. BHR Petani- Penyewa 4. YYN Petani- Penggarap (sistem bagi hasil maro) Pekerjaan Sesudah Konversi Petani dengan sistem bagi hasil maro, pemecah batu Petani- Penyewa Pemecah batu Pemecah batu Luas Tanah Sebelum Konversi Luas Tanah Setelah Konversi Harga Sewa Lahan (per 100 bata/tahun) Dampak yang Dirasakan Setelah Konversi 150 bata 200 bata Rp ,00 Tanah yang dapat digarap tanah milik masyarakat dengan sistem bagi hasil (tidak bisa menyewa lagi) Dulu ingin punya apa saja bisa sampai bisa membangun rumah penghasilan dari menggarap lahan Sekarang penghasilan hanya untuk mencukupi sehari-hari 200 bata 200 bata Rp ,00 Lahan sawah yang digarap sekarang harga sewanya semakin naik (Rp ,00/ 100 bata per tahun) 200 bata - Rp ,00 Dulu tidak usah membeli beras, sekarang harus membeli beras 150 bata - - Tidak ada lahan lagi untuk digarap Dulu bisa punya persediaan beras 1 kuintal sekarang tidak ada sama sekali

73 58 No. Responden Pekerjaan Sebelum Konversi 5. IYH Petani- Penyewa 6. ADA Petani Penggarap (sistem bagi hasil maro) 7. UD Petanipenyewa 8. MNH Petani Penggarap (sistem bagi hasil maro) Pekerjaan Sesudah Konversi Pemecah batu Buruh bangunan Petani Penggarap (sistem bagi hasil maro) Pemecah batu Luas Tanah Sebelum Konversi Luas Tanah Setelah Konversi Harga Sewa Lahan (per 100 bata/tahun) Dampak yang Dirasakan Setelah Konversi 100 bata - Rp ,00 Tidak ada lagi lahan untuk digarap Sekarang jadi pemecah batu saja 400 bata - - Dulu tidak usah membeli beras, sekarang harus membeli beras kadang-kadang beras miskin Menyekolahkan anak pun kerepotan, dulu kakaknya bisa sekolah sampai SMA 150 bata 150 bata Rp ,00 Penghasilan dari hasil menggarap sawah turun 50 persen Menggarap punya orang lain tidak bisa bebas menanam apa saja, bibit dan pupuk sudah disediakan 400 bata - - Sekarang beras harus beli, kadang-kadang beli beras miskin juga karena harganya murah walaupun jelek berasnya

74 59 Hubungan aktor yang ketiga yaitu terkait dengan aktor di dalam pemerintah daerah. Ketika perumusan rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah ada perbedaan pendapat tentang fungsi Terminal Tipe A Kertawangunan. Perbedaan pendapat tersebut terkait dengan belum efektifnya Terminal Tipe A Kertawangunan, sehingga pada waktu itu fungsi terminal tipe A akan difungsikan menjadi terminal tipe B dengan fasilitas terminal tipe A. Sebagaimana diutarakan oleh salah seorang pegawai Bappeda: memang terjadi perbedaan pendapat untuk fungsi terminal tipe A, apakah tetap berfungsi sebagai terminal tipe A atau fungsinya berubah menjadi terminal tipe B. Mengingat terminal tipe A belum efektif untuk di Kabupaten Kuningan sendiri. Namun, Dinas Perhubungan sendiri menginginkan terminal tersebut tetap berfungsi sebagai terminal tipe A. Perubahan fungsi ini meliputi perubahan operasional, manajemen dan sirkulasi kendaraan bertujuan sebagai pengoptimalan atau kesesuaian fungsi dengan tetap menggunakan standar fasilitas terminal tipe A. Pihak Dinas Perhubungan sendiri menginginkan agar fungsi terminal tersebut sebagaimana fungsi awalnya yaitu sebagai terminal tipe A. Terminal tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi, dan atau angkutan lalu lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan perdesaan. 6.3 Perkembangan Desa Perkotaan Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang pembagian wewenang antara sistem dan organisasi pemerintah pusat dan daerah, berpengaruh terhadap perkembangan desa. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dengan adanya pembagian wewenang pemerintah pusat dan daerah, dapat dilaksanakan. Terminal Tipe A Kertawangunan merupakan titik simpul utama pelayanan angkutan umum di Kabupaten Kuningan. Hal ini berdampak pada berkembangnya Desa Kertawangunan menjadi desa perkotaan. Konversi lahan sawah menjadi Terminal Tipe A Kertawangunan meningkatkan laju konversi lahan di Desa Kertawangunan. Terminal Tipe A Kertawangunan belum efektif di Kabupaten Kuningan, karena baru beroperasi

75 60 pada Tahun Selain itu, trayek untuk ke propinsi lain pun masih terbatas pada trayek Kuningan-Jakarta. Trayek untuk Kuningan-Cilacap baru akan dikembangkan untuk direalisasikan. Meskipun terminal ini belum efektif, namun perkembangan terhadap pembangunan desa sangat dirasakan. Sampai saat ini, telah terbangun kios dan perumahan sebanyak 16 lokal di Desa Kertawangunan. Bapak DJDJ Kepala Desa Kertawangunan menuturkan bahwa: walaupun terminal belum efektif neng, untuk perkembangan desa sudah nampak. Sekarang saja sudah ada sekitar 16 lokal kios dan rumah untuk disewakan. Bahkan rencana kedepannya akan membangun pasar di Desa Kertawangunan. Selain itu, di Kecamatan Sindang Agung sudah ada pembangun perumnas selesai pada tahun ini. Setelah pembangunan perumnas ini selesai, langsung banyak yang membeli untuk ditempati, karena letaknya juga strategis dan akses ke daerah lain lebih mudah apalagi dengan adanya Terminal Tipe A Kertawangunan. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan membuka akses ke wilayah lain, terutama dengan akan dibangunnya jalan lingkar timur pada Tahun 2010 yang menghubungkan Kedungarum-Kertawangunan-Ancaran. Pembangunan terminal Tipe A ini menyebabkan pula meningkatnya harga tanah yang terdapat di sekitar Terminal Tipe A Kertawangunan. Pada saat pembebasan lahan sawah, tanah dihargai dua kali lipat dari harga pasaran. Setelah terminal terbangun, harga tanah meningkat menjadi 200 persen dari harga sebelumnya. Harga tanah pada waktu pembebasan lahan sebesar Rp ,00 per batanya, sekarang menjadi Rp ,00 per batanya. Perkembangan harga lahan sangat cepat, walaupun kondisi terminal belum efekif. Kondisi ini menjadi gambaran bahwa, perkembangan Desa Kertawangunan untuk pembangunan dari tahun ke tahun akan semakin meningkat. Kebutuhan akan lahan untuk pembangunan perumahan dan pertokoan pun semakin meningkat. Meningkatnya kebutuhan tanah, mengakibatkan meningkatnya harga tanah tersebut. Kondisi di Desa Kertawangunan sebagian besar lahannya merupakan lahan sawah irigasi teknis. Perkembangan desa perkotaan bagi Desa Kertawangunan akan mengorbankan lahan sawah irigasi teknis.

76 Ikhtisar Konversi lahan sawah irigasi teknis menjadi Terminal Tipe A Kertawangunan berdampak pada perubahan hubungan aktor dalam pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya agraria tanah. Perubahan hubungan aktor ini berkaitan dengan perubahan orientasi nilai terhadap lahan, ketidakterjaminan petani dan perkembangan desa perkotaan. Perubahan orientasi nilai terhadap lahan yaitu pergeseran nilai suatu lahan. Lahan di Desa Kertawangunan yang sebelumnya memiliki nilai sosial dengan pemanfaatan potensi alami tanah berubah menjadi nilai kepentingan umum untuk pembangunan terminal. Perubahan orientasi tanah ini mengakibatkan adanya ketimpangan peruntukan tanah. Tanah digunakan untuk fasilitas umum kepentingan seluruh masyarakat, tetapi di sisi lain kebutuhan masyarakat (petani) untuk pemanfaatan potensi alami tanah menjadi terpinggirkan. Pemindahalihan kepemilikan tanah dari masyarakat kepada pemerintah desa berarti perpindahan penguasaan terhadap tanah. Perubahan penguasaan lahan dari pemilik tanah kepada pemerintah daerah menyebabkan masyarakat (petani) tidak memiliki akses lagi dalam pemanfaatan potensi alami tanah untuk penghidupan dan kehidupan mereka. Hilangnya akses ini pun mengakibatkan berubahnya mata pencaharian petani. Masyarakat yang sebelumnya bekerja sebagai petani beralih pada mata pencaharian baru yaitu sebagai buruh bangunan dan pemecah batu. Selain itu, petani tidak bisa lagi menyediakan pangan secara mandiri. Tuntutan dari masyarakat (petani) untuk keberlanjutan kehidupannya yaitu memperoleh pekerjaan yang baru, belum terealisasi. Sampai saat ini, petani yang menganggur akibat pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan baru beberapa orang yang dapat dipekerjakan di terminal tersebut. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan mengakibatkan berkembangnya Desa Kertawangunan menjadi desa perkotaan. Hal ini disebabkan oleh terbukanya akses ke wilayah lain dan semakin meluasnya pembangunan di Desa Kertawangunan, walaupun kondisi terminal belum efektif. Pembangunan membutuhkan tanah sebagai ruang, sementara di Desa Kertawangunan sebagian besar merupakan lahan pertanian. Semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah menyebabkan meningkatnya harga tanah tersebut.

77 62 BAB VII IMPLIKASI KONVERSI LAHAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH 7.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan merupakan matra spasial dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kuningan, yang berfungsi sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang nasional, provinsi, kabupaten atau kota, serta sebagai acuan bagi instansi pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengarahkan lokasi, dan menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Kuningan. Tujuan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan ini adalah untuk menjadi pedoman bagi: a) perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Kuningan; b) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar bagian wilayah Kabupaten Kuningan serta keserasian antar sektor; c) penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan atau masyarakat di Kabupaten Kuningan; d) penyusunan rencana rinci tata ruang di Kabupaten Kuningan; e) pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan di wilayah Kabupaten Kuningan. Penggunaan lahan di Kabupaten Kuningan mengalami banyak perubahan, terutama pada penggunaan lahan untuk kawasan lindung yang luasnya mengalami penurunan (RTRW Kabupaten Kuningan, 2008). Hal ini disebabkan oleh bertambahnya lahan terbangun di Kabupaten Kuningan, yang pertumbuhannya secara sporadis di sepanjang pembangunan jalan baru. Permasalahan alih fungsi lahan ini berupa kecenderungan perubahan fungsi lahan non terbangun menjadi lahan terbangun, diantaranya: 1. Alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi kawasan permukiman di Kecamatan Karangkancana, Ciwaru, Subang dan Selajambe dan lain lain; 2. Alih fungsi lahan kawasan berfungsi lindung menjadi kawasan permukiman; 3. Alih fungsi lahan kawasan konservasi menjadi kawasan permukiman; 4. Alih fungsi lahan kawasan lindung ideal menjadi kawasan permukiman;

78 63 5. Alih fungsi lahan kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis menjadi lahan permukiman dan terminal tipe A. Salah satu permasalahan alih fungsi lahan adalah alih fungsi lahan kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis menjadi lahan permukiman dan terminal kelas A. Kebutuhan akan aksesibilitas di Kabupaten Kuningan dengan dibangunnya Terminal Tipe A Kertawangunan semakin meningkat, terutama untuk peningkatan jalan. Jalan yang diperlukan untuk menembus Terminal Tipe A Kertawangunan adalah jalan lingkar timur. Hal ini telah direncanakan oleh pemerintah daerah selesai pada tahun Jalan lingkar timur dibangun dengan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), akan dibangun dengan jalan sepanjang 3,25 kilometer dan lebar 15 meter. Jalan ini akan menjadi jalur alternatif lalu lintas menuju ke Terminal Tipe A Kertawangunan, sehingga dapat memperlancar arus lalu lintas menuju tempat tersebut, disamping itu dapat membuka akses Kedungarum-Kertawangunan-Ancaran. Pembangunan jalan lingkar timur ini sudah terdapat dalam RTRW Kabupaten Kuningan. Kebutuhan lahan untuk pembangunan jalan lingkar timur akan mengorbankan lahan sawah irigasi teknis yang masih tersisa di sekitar terminal. Lahan sawah ini pun telah melalui proses pembebasan dengan pemilik lahan. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya terkait dengan kawasan pertanian dalam RTRW Kabupaten Kuningan salah satunya adalah pengendalian untuk luasan sawah beririgasi teknis di daerah secara keseluruhan tidak boleh berkurang. Pada kenyataannya, setelah pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan yang mengorbankan sawah irigasi teknis, harus kembali mengorbankan lahan sawah irigasi teknis yang lain untuk dikonversikan. Kebijakan tentang pengendalian lahan sawah irigasi teknis di Kabupaten Kuningan yang telah ada, tidak dapat mencegah terjadinya konversi lahan sawah irigasi teknis. Sebagaimana penuturan dari Bapak YYN pegawai Dinas Tata Ruang: sebenarnya dalam peraturan memang tidak boleh lahan sawah irigasi teknis dikonversikan. Meskipun pembangunan terlihat dengan jelas di depan mata, tapi tidak bisa melakukan apa-apa.berhubung lahan tersebut dibutuhkan untuk pembangunan terminal dan ada kewenangan dari pemerintah daerah, oleh karena itu pembangunan dapat dilaksanakan.

79 64 Kawasan Strategis Kawasan Budidaya dengan pendayagunaan sumberdaya alam yang dikendalikan Perkembangannya dalam RTRW Kabupaten Kuningan salah satunya adalah kawasan irigasi teknis di Kecamatan Sindang Agung, tetapi konversi lahan di Desa Kertawangunan tetap tidak dapat dihindarkan. Dampak lebih lanjut dari pembangunan terminal Tipe A Kertawangunan adalah pembangunan pemukiman dan perdagangan di sekitar desa dan Kecamatan Sindang Agung. Hal ini diproyeksikan pada Masterplan Kabupaten Kuningan, bahwa kecamatan yang memiliki kecenderungan pertumbuhan lahan terbangun tinggi yang terletak di sepanjang jalan kabupaten (kawasan perkotaan), meliputi: Cilimus, Jalaksana, Kramatmulya, Kuningan, Kadugede, Cigugur, Nusaherang, Ciawigebang, Garawangi, Sindang Agung, Lebakwangi, Luragung, dan Cibeureum. Salah satu kecamatan yang memiliki kecenderungan pertumbuhan lahan terbangun tinggi adalah Sindang Agung. Struktur ruang Sindang Agung berbentuk linier dengan embrio pertumbuhan lahan terbangun di sepanjang jalan kolektor tengah ke depan (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Kecamatan Sindang Agung dimungkinkan mengalami perkembangan yang cukup signifikan karena adanya pembangunan terminal tipe A di Desa Kertawangunan, sehingga aksesibilitas yang menghubungkan kota ini dengan wilayah lain cenderung lebih lancar. Proyeksi masterplan dalam arahan pengembangan kawasan perkotaan atau skenario urban design Kabupaten Kuningan juga disebutkan bahwa dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,68 persen per tahun, jumlah penduduk Sindang Agung pada tahun 2030 menjadi sebesar jiwa dengan kepadatan netto 106 jiwa/hektar. Sindang Agung ke depan akan tumbuh cepat terutama kawasan permukiman dan perdagangan sebagai imbas adanya pembangunan terminal tipe A. Pertumbuhan permukiman di kota Sindang Agung sebesar 1,33 persen per tahun, dan diperkirakan pada tahun 2030 luas kawasan terbangun di kota ini menjadi seluas 474 hektar (sebesar 38 persen).

80 65 Tabel 8. Proyeksi Kebutuhan Lahan Terbangun Kabupaten Kuningan Tahun 2030 Kebutuhan Lahan Terbangun (hektar) Sindang Agung Luas Permukiman tahun 2005 (ha) 307 Kavling Besar (500m 2 ) 17 Kebutuhan Lahan Permukiman (ha) Kavling Sedang (300m 2 ) 31 Kavling Kecil (100m 2 ) 37 Jumlah Kebutuhan Lahan Permukiman (ha) 85 Kebutuhan Fasilitas Permukiman (ha) 34 Total Kebutuhan Permukiman + Fasilitas (ha) 120 Luas Permukiman tahun 2030 (ha) 426 r Permukiman per tahun (%) 1.33 Luas Built Up Area 2030 (ha) 474 Jumlah Penduduk ,442 Kepadatan Netto 2030 (jiwa/ ha) 106 r Penduduk per tahun (%) 1.68 Sumber: Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006 Menurut Kustiawan (1997) faktor eksternal yang berpengaruh dalam konversi lahan pertanian berkaitan dengan dinamika pertumbuhan perkotaan, yaitu perkembangan kawasan terbangun, pertumbuhan penduduk perkotaan dan pertumbuhan PDRB. Hal ini dapat dilihat dari kasus pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan yang diproyeksikan pada tahun 2030 akan mengalami pertumbuhan perkotaan. Jumlah penduduk yang diproyeksikan di Kecamatan Sindang Agung akan mengalami peningkatan jumlah penduduk yang cukup tinggi dari Tahun (Lampiran 1). Pada tahun 2030, rata-rata kepadatan penduduk Kecamatan Sindang Agung diproyeksikan mencapai 40 jiwa/hektar (Lampiran 2). Hasil analisis proyeksi kepadatan penduduk Kecamatan Sindang Agung tergolong tinggi karena kepadatan rata-rata untuk Kabupaten Kuningan adalah 22 jiwa/hektar. Luas pemukiman di Kecamatan Sindang Agung pada Tahun 2030 pun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada Tahun 2030 diperkirakan luas kawasan terbangun untuk pemukiman sebesar 256 hektar dengan pertambahan jumlah penduduk jiwa (Lampiran 3). Pendapatan Domestik Bruto Regional Kabupaten Kuningan pun sampai Tahun 2030 akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan

81 66 perkembangan kawasan terbangun (dibahas pada sub bab 7.3). Sebagaimana dinyatakan oleh Kustiawan (1997) bahwa semakin besar laju perkembangan kawasan terbangun, laju pertumbuhan penduduk semakin tinggi, dan laju pertumbuhan PDRB semakin besar mengakibatkan laju penyusutan luas lahan sawah semakin besar. Jika diproyeksikan kebutuhan lahan menurut standar kepadatan netto tiaptiap kecamatan yang terbagi dalam tiga kriteri kepadatan (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006), yaitu Kota Sedang 60 jiwa/ha, Kota Kecil 30 jiwa/ha, dan Rural 15 jiwa/ha yang dikelompokkan sebagai kota sedang dan kota kecil, yaitu pembagian menurut rencana hirarki eksisting Kabupaten Kuningan (Lampiran 4). Beberapa kecamatan yang akan ditekan pertumbuhannya yang terletak di pintu gerbang jaringan jalan yang menghubungkan dengan kota-kota di wilayah lain, serta kecamatan-kecamatan yang dilewati koridor jalan yang menghubungkan Kabupaten Kuningan dengan wilayah lain yang diproyeksikan pada 25 tahun ke depan akan mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan ini terutama kebutuhan akan lahan terbangun untuk permukiman dan fasilitas umum perkotaan. Jika dilihat dari standar kepadatan netto ini kebutuhan lahan terbangun di beberapa kecamatan ada yang melebihi wilayah administrasinya (over bounded zone), seperti Kecamatan Cipicung, Kalimanggis, Kramatmulya, Kuningan, Lebakwangi, Pancalang, dan Sindang Agung, sehingga mengindikasikan bahwa kecamatan-kecamatan ini mengalami perkembangan kota yang cukup signifikan mengingat kebutuhan lahan terbangunnya sangat tinggi (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Kecamatan Sindang Agung merupakan salah satu kecamatan pada 25 tahun mendatang akan mengalami kebutuhan lahan terbangun sangat tinggi untuk pemukiman dan fasilitas perkotaan. 7.2 Prioritas Pertumbuhan Ekonomi Secara umum kebijaksanaan pembangunan di Kabupaten Kuningan diprioritaskan pada pembangunan berbasis perencanaan yang jelas, terarah, komprehensif dan berkesinambungan. Kebijaksanaan ini berdasar pada tujuan yang telah ditetapkan dengan tetap bertumpu pada pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada kemitraan terutama di sektor-sektor unggulan dan berpotensi, diantaranya sektor pertanian, jasa, dan perdagangan. Rencana visi

82 67 Kabupaten Kuningan tahun 2027 berdasar Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) adalah : Kuningan sebagai Kabupaten Agropolitan dan Wisata Termaju di Jawa Barat Tahun Kabupaten agropolitan dan wisata dalam konteks visi ini mengandung pengertian kabupaten yang produksi daerahnya didominasi oleh dua besar sektor yaitu secara berturut-turut sektor pertanian dan jasa pariwisata. Dinamika kegiatan sektor pertanian berlangsung pada seluruh sub sistemnya dengan fokus pada sub sistem pengolahan (agroindustri) yang secara keseluruhan mewujudkan kawasan agropolitan yang padu. Pada dasarnya tujuan pembangunan Kabupaten Kuningan saat ini dalam rangka mengembangkan usaha berbasis sumber daya lokal, yaitu pada sektor pertanian dan pariwisata. Secara implisit dari visi tersebut dapat diketahui arahan pembangunan Kabupaten Kuningan saat ini memiliki kecenderungan ke depan untuk berorientasi dan memusatkan prioritasnya pada pengembangan usaha berbasis pertanian dan pariwisata (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Secara lebih spesifik visi pembangunan ini dalam Masterpalan Kabupaten Kuningan perlu diintegrasikan pada beberapa aspek yang secara tidak langsung dicapai dengan cara membangun fundamental perekonomian Kabupaten Kuningan. Hal ini secara rinci diimplementasikan dengan mengembangkan wilayah potensial dan kawasan pengembangan agrobisnis yang masing-masing wilayah menetapkan alternatifalternatif komoditas unggulan. Tujuan pembangunan sektor pertanian yaitu tercapainya produktivitas dan kualitas produk pertanian dan kehutanan yang didukung oleh pengembangan paket teknologi tepat guna dan tepat usaha dengan mengembangkan kelembagaan, permodalan sektor pertanian serta memperbaiki sarana pertanian, sistem informasi, dan tata niaga pertanian. Tujuan dan sasaran pembangunan jangka panjang Kabupaten Kuningan tahun 2030 merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi pembangunan jangka panjang yang telah disepakati saat ini (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Substansi ini memberikan gambaran mengenai langkah-langkah pembangunan umum yang bersifat arahan (indikatif) yang harus dilakukan selama 25 tahun ke depan. Rumusan kebijakan pembangunan yang bersifat lebih operasional (imperatif) dalam kurun waktu yang lebih pendek, yaitu 5 tahunan

83 68 (jangka menengah) dan tahunan (jangka pendek) harus mengacu secara konsisten terhadap tujuan dan sasaran pembangunan jangka panjang. Berdasarkan kondisi obyektif yang dianalisis dalam masterplan pembangunan ini, penjabaran tujuan dari perumusan visi Kabupaten Kuningan yang merupakan rencana makro Kuningan tahun 2030 yang dituangkan dalam skenario makro, sebagai berikut: 1. mewujudkan sektor pertanian sebagai leading sector dengan arahan ke depan pada pengembangan agrobisnis dan agroindustri, 2. meningkatkan dan mengembangkan sektor pariwisata, sebagai industri jasa yang kuat dan terintegrasi dengan leading sector, 3. mempertahankan wilayah konservasi dan resapan air untuk mendukung ketahanan pangan dan produktivitas sektor pertanian, serta 4. mewujudkan Kota Kuningan sebagai kota jasa (transit point city). Pada dasarnya pembangunan sektor pertanian dalam jangka panjang ke depan diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan serta menghasilkan produkproduk yang berdaya saing tinggi, dan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian yang dilaksanakan dengan sistem usahatani yang produktif dan berkelanjutan (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Pembangunan di sektor pariwisata ditujukan dalam rangka mengembangkan dan mendayagunakan potensi kepariwisataan yang terus ditata secara menyeluruh dengan sektor lain yang terkait, sehingga dapat meningkatkan daya tarik dan peran masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan. Hal ini sangat berkaitan dengan pengembangan Kota Kuningan sebagai transit point city. Secara tidak langsung hal ini merupakan multiplier effect dari sektor pariwisata yang diarahkan sebagai simpul kota transit yang mendukung arah pergerakan dan aksesibilitas barang dan orang dari wilayah sekitarnya, sehingga perlunya digalakkan kegiatan pemasaran sektor kepariwisataan dengan peningkatan mutu obyek dan kawasan wisata. Pengoptimalan sektor pariwisata di Kabupaten Kuningan perlu ditunjang oleh sektor pertanian dan transportasi. Kegiatan dalam menunjang sektor pariwisata di sektor transportasi salah satunya adalah dengan pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dan akan dibangunnya jalan lingkar timur.

84 69 Bapak NN (pegawai Dinas Perhubungan) menuturkan bahwa: dengan dibangunnya terminal tipe A maka akan semakin terbuka akses antar provinsi. Mobilitas orang ke Kabupaten Kuningan akan semakin banyak, apalagi di Majalengka sedang dibangun Bandara Internasional Kertajati. Hal ini dapat menguntungkan Kabupaten Kuningan sebagai kota transit yang letaknya strategis yang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan ini telah mengorbankan sektor lain yaitu sektor pertanian, dengan adanya pengkonversian kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis. Walaupun hanya sebagian kecil saja kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis yang terkonversi, namun berdampak besar bagi masyarakat di sekitarnya. Masyarakat (petani) yang biasanya dapat memenuhi pangan sehari-hari secara mandiri, sekarang harus membeli beras untuk mencukupi kebutuhan pangan. Pencapaian visi Kuningan sebagai kabupaten agropolitan dan wisata termaju, seharusnya dapat saling mendukung antara sektor pertanian dan sektor pariwisata. Arahan pembangunan sektor pertanian dalam jangka panjang ke depan dalam Masterplan Kabupaten Kuningan diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan. Pada kenyataanya masyarakat (petani) di Desa Kertawangunan tidak dapat menyediakan pangan secara mandiri lagi. Arahan lainnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian yang dilaksanakan dengan sistem usahatani yang produktif dan berkelanjutan. Pengkonversian lahan sawah irigasi teknis di Desa Kertawangunan telah menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan petani yang tidak memiliki lahan. Selain adanya terminal tipe A, dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Kuningan, Kabupaten Kuningan terdapat fenomena lain yang muncul yaitu kecenderungan untuk menarik kegiatan perkotaan ke wilayah timur kota yaitu dengan dikembangkannya kegiatan perkantoran disepanjang jaringan jalan tersebut. Adanya kegiatan perkantoran ke wilayah timur dan adanya lokasi terminal tipe A baru di daerah perbatasan kecamatan, maka kecenderungan perkembangan ke wilayah timur cukup kuat. Hal ini disebabkan kegiatan yang ditimbulkan oleh perkantoran dan terminal tipe A akan memberikan pengaruh ganda cukup besar terhadap kegiatan lainnya, dimana kegiatan yang akan tumbuh

85 70 di sekitarnya adalah perdagangan, jasa, pemukiman dan lain-lain. Sebagaimana penuturan Bapak HDR Kepala Bagian Tata Ruang: pemerataan pembangunan sedang diarahkan ke wilayah Timur Kabupaten Kuningan. Oleh karena itu, sekarang kantor-kantor pemerintahan dan toko-toko banyak yang di bangun di wilayah timur. Salah satu kecamatan yang berfungsi sebagai kawasan pemerintahan, perdagangan, jasa, dan permukiman yang terletak di pusat kota dalam analisis dan proyeksi kondisi obyektif Kabupaten Kuningan adalah Sindang Agung. 7.3 Sumber PDRB Dominan Konversi lahan sawah irigasi teknis menjadi Terminal Tipe A Kertawangunan merupakan langkah awal dalam perkembangan kota di Kecamatan Sindang Agung. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan sebagaimana telah dijelaskan akan menyebabkan Kecamatan Sindang Agung mengalami kecenderungan pertumbuhan terbangun tinggi. Semakin tinggi lahan terbangun di Kecamatan Sindang Agung semakin tinggi pula konversi kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis. Kasus di Desa Kertawangunan ini, akan berdampak pula pada perkembangan Kota Kuningan. Hal ini disebabkan lahan yang terkonversi merupakan lahan pertanian, sedangkan selama ini PDRB di Kabupaten Kuningan yang berkontribusi paling besar adalah pada sektor pertanian. Struktur perekonomian di Kabupaten Kuningan dibentuk oleh tiga sektor utama, yaitu sektor pertanian, perdagangan, dan jasa. Ketiga sektor tersebut dalam kurun waktu (Tabel 9) memiliki rata-rata kontribusi sebesar 79,24 persen. Sektor pertanian memiliki kontribusi yang sangat besar bagi Kabupaten Kuningan sebesar 44,83 persen, diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 19,69 persen, serta sektor jasa-jasa sebesar 14,72 persen. Dilihat perkembangan secara sektoral perekonomian di Kabupaten Kuningan pada tahun (Tabel 9), sektor pertanian yang memiliki ratarata distribusi yang terbesar memiliki kecenderungan yang semakin menurun, hal ini berlawanan dengan sektor perdagangan dan jasa yang mengalami peningkatan dalam kontribusinya. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat perkembangan pembangunan sektor tersier yang semakin mempersempit lahan pertanian di

86 71 Kabupaten Kuningan, sehingga berimbas pada menurunnya produktivitas sektor pertanian. Arah tranformasi dari sektor primer ke sektor tersier di Kabupaten Kuningan semakin terlihat dengan kecenderungan menurunnya sektor pertanian dan meningkatnya kontribusi sektor perdagangan dan jasa (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Perkembangan lahan terbangun sebagai dampak dari meningkatnya sektor tersier ini yang berupa maraknya pembangunan fasilitas ekonomi dan sosial juga berdampak secara tidak langsung pada berkurangnya areal pertanian di Kabupaten Kuningan. Sektor pertanian di Kabupaten Kuningan dalam Masterplan Pembangunan Kabupaten Kuningan 2030 terkait Analisis dan Proyeksi Kondisi Obyektif diperkirakan kedepannya mengalami pertumbuhan yang relatif lambat dilihat dari laju pertumbuhannya selama lima tahun yaitu pada Tahun 2001 sampai Tahun Laju pertumbuhan yang lambat ini tidak diikuti oleh sektor lain, bahkan beberapa sektor ekonomi, terutama sektor tersier, seperti sektor perdagangan, keuangan, dan jasa pada lima tahun ( ) mengalami peningkatan. Sektor sekunder, seperti sektor industri pengolahan juga mengalami tingkat laju pertumbuhan yang cukup tinggi. Tumbuhnya sektor tersier dan sekunder ini akibat adanya aktivitas di sektor pertanian. Diproyeksikan 25 tahun ke depan sektor pertanian ini masih akan menjadi leading sector perekonomian di Kabupaten Kuningan, hal ini disebabkan sektor pertanian selama ini memiliki kontribusi terbesar dalam menyumbang pendapatan daerah Kuningan meskipun pertumbuhannya cenderung menurun. Sektor pertanian juga merupakan penyerap tenaga kerja terbesar di Kabupaten Kuningan. Jadi, dalam jangka panjang 25 tahun ke depan diperkirakan meskipun sektor perdagangan dan jasa mengalami peningkatan hal ini lebih disebabkan kedua sektor ini ditunjang oleh sektor pertanian yang semakin maju melalui kegiatan agribisnis dan agroindustri melalui konsep agropolitan yang berkelanjutan.

87 72 Tabel 9. Peran Sub Sektor dalam PDRB Kabupaten Kuningan Atas Dasar Harga Konstan (2000=100) Tahun (dalam %) T A H U N LAPANGAN USAHA * 1 PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN 47,72 46,08 44,00 43,65 42,69 DAN PERIKANAN a. Tanaman bahan makanan 37,36 33,60 31,11 30,70 30,41 b. Tanaman Perkebunan ,77 7,22 7,36 6,70 c. Peternakan dan hasil hasilnya 4,75 4,60 4,49 4,36 4,35 d. Kehutanan 0,36 0,35 0,36 0,36 0,36 e. Perikanan 0,67 0,76 0,82 0,86 0,88 2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 0,90 0,87 0,85 0,82 0,79 a. Minyak dan gas bumi ( migas ) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Pertambangan tanpa migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 c. Penggalian 0,90 0,87 0,85 0,82 0,79 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 1, ,90 2,07 2,09 a. Industri migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Industri tanpa migas 1,62 1,69 1,90 2,07 2,09 4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 0,44 0,43 0,43 0,42 0,40 a. Listrik 0,33 0,32 0,31 0,30 0,29 b. Gas kota 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 c. Air bersih 0,11 0,11 0,11 0,11 0,10 5 BANGUNAN 4,87 4,84 4,91 4,79 4,66 6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 19, ,74 19,69 19,90 a. Perdagangan besar dan eceran 17,79 17,78 17,96 18,02 18,24 b. H o t e l 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 c. Restoran 1,75 1,73 1,75 1,64 1,63 7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 6,83 7,45 7,62 7,63 8,30 a. Pengangkutan 6,08 6,72 6,90 6,93 7,61 1) Angkutan rel 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2) Angkutan jalan raya 5,82 6,45 6,63 6,66 7,33 3) Angkutan laut 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4) Angkutan sungai dan penyeberangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5) Angkutan udara 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6) Jasa penunjang angkutan 0,26 0,27 0,27 0,27 0,28 b. Komunikasi 0,75 0,73 0,72 0,70 0,69 8 KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH ,99 5,16 5,85 5,78 a. B a n k 0,33 0,98 1,12 1,82 1,75 b. Lembaga keuangan tanpa Bank 0,62 0,59 0,58 0,56 0,54 c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 d. Sewa bangunan 3,02 3,04 3,08 3,09 3,10 e. Jasa perusahaan 0,37 0,38 0,38 0,39 0,39 9 JASA JASA 13,71 14,05 15,39 15,07 15,39 a. Pemerintahan Umum 7,50 8,08 9,42 9,11 9,33 b. S w a s t a 6,21 5,97 5,98 5,96 6,06 1) sosial kemasyarakatan 2,50 2,37 2,35 2,39 2,44 2) Hiburan dan rekreasi 0,25 0,25 0,25 0,26 0,26 3) Perorangan dan rumah tangga 3,47 3,36 3,37 3,31 3,35 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100,0 100,00 100,00 100,00 100,00 *angka perbaikan Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kuningan dalam Diakses tanggal 26 Agustus 2010.

88 73 Pada Masterplan Kabupaten Kuningan diproyeksikan pendapatan regional Kabupaten Kuningan pada 25 tahun ke depan dengan menggunakan laju pertumbuhan masing-masing sektor dengan asumsi terjadi revitalisasi di sektor pertanian yang akan menciptakan ketahanan pangan melalui kegiatan agropolitan yang didukung sektor perdagangan, industri pengolahan, dan jasa pariwisata, sehingga dalam jangka panjang sektor pertanian masih memiliki kontribusi terbesar dan tetap menjadi leading sector. Perhitungan proyeksi laju pertumbuhan ekonomi dan kontribusi sektoral secara rata-rata selama 25 tahun ke depan, sektor tersier memiliki persentase laju pertumbuhan jauh lebih besar daripada sektor primer dan sekunder. Perbedaan yang sangat besar tersebut semakin menyiratkan bahwa dominasi dari sektor tersier di Kabupaten Kuningan ke depan akan semakin meningkat. Tingginya PDRB sektor tersier ini sebagian besar disuplai oleh sektor perdagangan dan jasa yang menyumbang 36,42 persen, namun sektor pertanian masih memiliki kontribusi lebih besar dari kedua sektor tersebut, yaitu sebesar 39,26 persen daripada sektor-sektor yang lain. Melalui proyeksi laju pertumbuhan perekonomian sebesar 6,4 persen dan kontribusi tiap-tiap sektor dengan asumsi perbandingan sektor primer, sekunder, dan tersier sebesar 40 persen, 10 persen, dan 50 persen berdasar rata-rata kontribusi lima tahun terakhir (Lampiran 5). Diproyeksikan pada tahun 2030 peranan sektor pertanian di Kabupaten Kuningan akan tetap dominan walaupun secara nomimal mengalami penurunan. Proyeksi laju pertumbuhan ekonomi ke depan tetap mengacu pada pertumbuhan kurun waktu lima tahun ( ) sebesar 3,87 persen dengan asumsi dalam jangka panjang 25 tahun ke depan akan terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar empat sampai delapan persen yang tumbuh secara bertahap. Target laju pertumbuhan ekonomi ini juga tetap mengacu pada rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional Tahun 2006 yang tumbuh sebesar lima sampai enam persen. Seiring dengan menurunnya kontribusi sektor pertanian ini sektor sekunder dan tersier di wilayah Kuningan secara tidak langsung akan memberikan kontribusi yang meningkat.

89 74 Naiknya kontribusi sektor perdagangan dan jasa ini diakibatkan efek turunan (derived demand) dari imbas sektor pertanian melalui kegiatan agropolitan (Masterplan Kabupaten Kuningan, 2006). Pembangunan yang berbasis pada sektor pertanian dengan implikasinya pada konsep agropolitan, seperti yang diprogramkan di Kabupaten Kuningan saat ini, diperkirakan akan berimbas pada kedua sektor tersebut. Jadi secara tidak langsung mendukung sektor pertanian melalui kegiatan agibisnis dan agroindustri. Kegiatan industri di Kabupaten Kuningan diarahkan pada pengolahan komoditas pertanian menjadi produk jadi yang akan di ekspor ke luar wilayah. Pada Tahun 2008 semua sektor perdagangan dan jasa mengalami peningkatan dari dua tahun sebelumnya. Sesuai dengan RPJPD Kota Kuningan yaitu Kuningan sebagai kota pariwisata dan agrowisata termaju di Jawa Barat dimana alam iklimnya mempunyai daya tarik bagi wisatawan, tidak mengherankan jika pada Tahun 2008 terjadi peningkatan dalam penjualan jasa penginapan terutama hotel-hotel yang letaknya sangat strategis (BPS Kabupaten Kuningan, 2009). Laju pertumbuhan sub sektor hotel, hiburan dan rekreasi mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari tahun sebelumnya, sedangkan sektor pertanian lajunya melambat. Hal ini dipengaruhi oleh adanya peralihan lahan dari lahan pertanian ke non pertanian. Banyaknya pembangunan rumah dan gedung (fisik) menyebabkan berkurangnya lahan pertanian, sehingga walaupun kontribusi sektor pertanian paling dominan namun dilihat dari peningkatan produksi cenderung menunjukkan penurunan, terutama tanaman bahan makanan (Lampiran 6). Pertumbuhan sektor pertanian tidak setinggi sektor-sektor yang lain, tetapi pertanian merupakan sektor dominan yang memberikan peranan tertinggi dalam pencapaian PDRB Kabupaten Kuningan. 7.4 Ikhtisar Luasan penggunaan lahan di Kabupaten Kuningan mengalami banyak penurunan untuk kawasan lindung. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya lahan terbangun di Kabupaten Kuningan. Salah satunya adalah pengalihfungsian kawasan pertanian lahan basah irigasi teknis menjadi lahan permukiman dan terminal tipe A. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan akan mengakibatkan kecenderungan pertumbuhan lahan terbangun tinggi di Kecamatan

90 75 Sindang Agung. Pada proyeksi masterplan dalam arahan pengembangan kawasan perkotaan atau skenario urban design Kabupaten Kuningan, Kecamatan Sindang Agung ke depan akan tumbuh cepat terutama kawasan permukiman dan perdagangan sebagai imbas adanya pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Meskipun dalam RTRW Kabupaten Kuningan terdapat pengendalian konversi lahan sawah irigasi teknis, namun konversi lahan tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan akan aksesibilitas jalan yang menghubungkan antar kecamatan yang akan melewati Terminal Tipe A Kertawangunan. Kabupaten Kuningan memiliki keunggulan dan potensi pada tiga sektor yaitu sektor pertanian, jasa dan perdagangan. Visi Kabupaten Kuningan dalam RPJPD adalah Kuningan sebagai Kabupaten Agropolitan dan Wisata Termaju di Jawa Barat Tahun Visi ini secara tidak langsung menggambarkan perekonomian Kabupaten Kuningan mengandalkan dua sektor yaitu pertanian dan pariwisata. Pengoptimalan sektor pariwisata di Kabupaten Kuningan perlu ditunjang oleh sektor pertanian dan transportasi. Kegiatan dalam menunjang sektor pariwisata di sektor transportasi salah satunya adalah dengan pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Pembangunan terminal ini mengorbankan sektor lain yaitu sektor pertanian dengan terkonversinya lahan sawah irigasi teknis. Sektor pertanian memiliki kontribusi paling besar dari pada sektor lainnya di Kabupaten Kuningan, namun PDRB pada sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan terutama tanaman bahan makanan. PDRB pada sektor perdagangan dan jasa mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan perkembangan pembangunan sektor tersier (perdagangan dan jasa) akan semakin mempersempit lahan pertanian di Kabupaten Kuningan. Diproyeksikan 25 tahun ke depan sektor pertanian ini masih akan menjadi leading sector perekonomian di Kabupaten Kuningan, hal ini disebabkan sektor pertanian selama ini memiliki kontribusi terbesar dalam menyumbang pendapatan daerah Kuningan meskipun pertumbuhannya cenderung menurun.

91 76 BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan masalah konversi lahan sawah irigasi teknis menjadi terminal tipe A diantaranya: 1. Konversi lahan sawah irigasi teknis di Desa Kertawangunan dipengaruhi oleh kepentingan aktor pemerintah dan masyarakat. Kepentingan pemerintah yaitu berkaitan dengan pemerintah desa dan daerah. Kepentingan pemerintah desa terhadap konversi lahan sawah irigasi teknis adalah untuk menambah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan menambah penghasilan perangkat desa. Pemerintah daerah memiliki kepentingan pembangunan fasilitas umum untuk pengembangan wilayah. Hal ini disebabkan dalam pengembangan wilayah transportasi memiliki peranan sangat penting dan pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan dapat memperlancar aksesibillitas dan keterjangkauan jarak antar kecamatan. Kepentingan masyarakat (pemilik lahan) adalah kesesuaian harga yang ditawarkan, modal usaha, dan perolehan lahan yang lebih luas. Kepentingan masyarakat (petani) terhadap konversi lahan sawah adalah untuk memperoleh pekerjaan baru. Hal ini disebabkan oleh hilangnya lahan garapan tempat penghidupan petani. 2. Konversi lahan yang terjadi berdampak pada perubahan orientasi nilai terhadap lahan. Lahan yang sebelumnya dimanfaatkan potensi alaminya dalam penghidupan dan kehidupan para petani sebagai peran ekonomis, berubah menjadi nilai kepentingan umum untuk pembangunan terminal Tipe A dengan penggunaan peran sosiologis atas tanah. Konversi lahan juga mengakibatkan perubuhan hubungan antar aktor. Para petani kehilangan akses untuk mengelola lahan sawah yang berarti juga kehilangan mata pencaharian mereka sehingga harus beralih pada mata pencaharian baru. Kebanyakan para petani beralih menjadi buruh pemecah batu dan buruh bangunan. Pekerjaan yang dijanjikan oleh pemerintah daerah belum terealisasi sesuai dengan harapan masyarakat. Petani yang terkena dampak konversi lahan sawah hanya beberapa orang saja yang baru dipekerjakan oleh pemerintah daerah di Terminal Tipe A

92 77 Kertawangunan. Pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan berdampak juga pada perkembangan desa perkotaan di Desa Kertawangunan, dengan semakin terbukanya akses di Desa Kertawangunan dan meningkatnya pembangunan perumahan dan pertokoan. 3. Visi Kabupaten Kuningan adalah Kuningan sebagai Kabupaten Agropolitan dan dan Wisata Termaju di Jawa Barat Tahun Secara tidak langsung visi Kabupaten ini berkaitan dengan dua sektor unggulan yaitu sektor pertanian dan pariwisata. Pengoptimalan sektor pariwisata di Kabupaten Kuningan perlu ditunjang oleh sektor pertanian dan transportasi. Kegiatan dalam menunjang sektor pariwisata di sektor transportasi salah satunya adalah dengan pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Pembangunan Tipe A Kertawangunan ini mengorbankan sektor lain yaitu sektor pertanian dengan terkonversinya lahan sawah irigasi teknis. Kontribusi PDRB terbesar di Kabupaten Kuningan adalah pada sektor pertanian. Dilihat dari perkembangannya, PDRB pada sektor pertanian ini mengalami penurunan dari tahun ke tahun karena adanya peralihan lahan pertanian ke non pertanian. PDRB pada sektor perdagangan dan jasa meningkat. Hal ini disebabkan perkembangan pembangunan sektor tersier (perdagangan dan jasa) akan semakin mempersempit lahan pertanian di Kabupaten Kuningan. Diproyeksikan 25 tahun ke depan sektor pertanian ini masih akan menjadi sektor kunci (leading sector) perekonomian di Kabupaten Kuningan. 8.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa saran yang peneliti ajukan, yaitu: 1. Pembangunan fasilitas umum untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan, harus memperhatikan pula kepentingan komunitas tertentu yang terkena dampak. Oleh karena itu, pembangunan jangan sampai mengorbankan atau merugikan salah satu komunitas. 2. Kebijakan tentang pengendalian konversi lahan pertanian ke non pertanian sebaiknya lebih diatur secara tegas dan jelas. Mengingat masih terlaksananya pembangunan yang mengorbankan lahan pertanian subur.

93 78 DAFTAR PUSTAKA Akbar, Rizky Ali Proses Pembebasan Tanah Pertanian untuk Pembangunan Kawasan Perumahan (Studi Kasus Pembangunan Kawasan Perumahan ASS, di Desa SS, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Skripsi Program Sarjana IPB-Bogor. Tidak Dipublikasikan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan Produk Domestik Bruto Kabupaten Kuningan Kuningan: BPS Kabupaten Kuningan. Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten Kuningan Penyusunan Masterplan Pembangunan Kabupaten Kuningan. Kuningan: Bappeda Kabupaten Kuningan. Budiman, Yohan Konvesi Lahan Pertanian sebagai Strategi Adaptasi Petani (Kasus di RW 02 Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor). Skripsi Program Sarjana IPB. Tidak Dipublikasikan. Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Kuningan. Kuningan: Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan. Direktorat Jendral Penataan Ruang dan Pekerjaan Umum Rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan. Kuningan: Direktorat Jendral Penataan Ruang dan Pekerjaan Umum. Fajryah, Andini Sistem Penguasaan Tanah dan Peran Tanah Bagi Petani Miskin (Kasus Desa Bojong, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi Program Sarjana IPB-Bogor. Tidak Dipublikasikan. Filosofianti, Luisita Kebijakan Penataan Ruang dan Alih Fungsi Lahan Pertanian (Studi Kasus: Kampung Cibeureum Sunting, Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi Program Sarjana IPB-Bogor. Tidak Dipublikasikan. Husodo, Siswono Penataan Keagrarian dan Pertanahan Wujud Kesinambungan Pembangunan Pertanian dalam Menuju Keadilan Agraria. Bandung: Yayasan Akatiga. Ilham, Nyak., dkk Perkembangan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah serta Dampak Ekonominya konversi %20lahan(1).pdf. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2009.

94 79 Iqbal, Muhammad Fenomena dan Strategi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Konversi Lahan Sawah di Provinsi Bali Dan Nusa Tenggara Barat Diakses pada tanggal 25 Agustus Jayadinata, Johara T Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah. Bandung: ITB Bandung Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah. Bandung: ITB Bandung. Kurnia, U., dkk Konversi Lahan Pertanian: Aspek Hukum dan Implementasinya prosiding/mflp2003/lutfi03pdf. Diakses pada tanggal 15 Oktober Jakarta: Badan Pertanahan Nasional. Kustiawan, Iwan Konversi Lahan Pertanian di Pantai Utara Jawa dalam Prisma. No Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Moeliono, Ilya., dkk Memadukan Kepentingan Memenangkan Kehidupan. Bandung: Studio Driya Media bekerjasama dengan World Neighbors, Konsorsium Pengembangan Masyarakat Nusa Tenggara dengan dukungan dari The Ford Foundation. Muchsin dan Koeswahyono Aspek Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah dan Penataan Ruang. Jakarta: Sinar Grafika. Nasoetion, Lutfi I Konflik Pertanahan (Agraria) dalam Menuju Keadilan Agraria. Bandung: Yayasan Akatiga. Nurjannah, Siti dan Wati Nilamsari Dinamika Ketimpangan Struktur Agraria (Mengapa Petani Selalu Dikalahkan?). Program Studi Sosiologi Pedesaan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan. Pemerintah Desa Kertawangunan Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan. Kuningan: Pemerintah Desa Kertawangunan Peraturan Desa Kertawangunan, Kecamatan Garawangi, Kabupaten Kuningan Nomor 147/01-Perdes/2004. Kuningan: Pemerintah Desa Kertawangunan.

95 80 Sihaloho, Martua Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria (Kasus Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat). Thesis Program Pascasarjana IPB-Bogor. Tidak Dipublikasikan. Sitorus, Felix Kerangka dan Metoda Kajian Agraria, Jurnal Analisis Sosial Pembaruan Agraria: Antara Negara dan Pasar. Vol.9 No. 1 April Bandung: Yayasan Akatiga Lingkup Agraria dalam Menuju Keadilan Agraria. Bandung: Yayasan Akatiga Penelitian Kualitatif (Suatu Perkenalan). Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial. Sumardjono, Maria S.W Tanah dalam Perspektif Hak ekonomi, Sosial, dan Budaya. Jakarta: Kompas. Sumaryanto, dkk Analisis Kebijaksanaan Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Supriadi Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. Utomo, Muhajir., Eddy Rifai, dan Abdulmuthalib Thahar Pembangunan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan. Bandarlampung: Universitas Lampung. Wiradi, Gunawan Reforma Agraria: Perjalanan Yang Belum Berakhir. Yogyakarta: KPA, Pustaka Pelajar.

96 LAMPIRAN 81

97 82 Lampiran 1. Tabel 1. Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Kuningan Tahun Rangking Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Kuningan Ciawigebang Darma Karamatmulya Cilimus Maleber Cidahu Cigugur Lebakwangi Jalaksana Garawangi Cibingbin Luragung Cimahi Sindangagung Ciwaru Cigandamekar Cipicung Kadugede Kalimanggis Pancalang Mandirancan Pasawahan Cibeureum Ciniru Karangkancana Nusaherang Japara Subang Hantara Selajambe Cilebak Jumlah Sumber: Hasil Analisis Kabupaten Kuningan, 2008

98 83 Lampiran 2. Tabel 2. Proyeksi Kepadatan Penduduk Kabupaten Kuningan Tahun No. Kecamatan Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha) Rata-Rata Tingkat Kepadatan Kepadatan 1 Kuningan Tinggi 2 Ciawigebang Sedang 3 Darma Sedang 4 Karamatmulya Ti nggi 5 Cilimus Sedang 6 Maleber Sedang 7 Cidahu Sedang 8 Cigugur Tinggi 9 Lebakwangi Tinggi 10 Jalaksana Tinggi 11 Garawangi Tinggi 12 Cibingbin Sedang 13 Luragung Sedang 14 Cimahi Sedang 15 Sindangagung Tinggi 16 Ciwaru Rendah 17 Cigandamekar Sedang 18 Cipicung Sedang 19 Kadugede Sedang 20 Kalimanggis Sedang 21 Pancalang Sedang 22 Mandirancan Sedang 23 Pasawahan Sedang 24 Cibeureum Sedang 25 Ciniru Rendah 26 Karangkancana Sedang 27 Nusaherang Sedang 28 Japara Sedang 29 Subang Rendah 30 Hantara Rendah 31 Selajambe Rendah 32 Cilebak Rendah Jumlah Sumber: Hasil Analisis Kabupaten Kuningan, 2008

99 84 Lampiran 3. Tabel 3. Rencana Kebutuhan Lahan Permukiman Kabupaten Kuningan Tahun 2030 Pertambahan Kebutuhan Lahan (Ha) Fasilitas No. Kecamatan Permukiman Jumlah (Ha) Total (Ha) Penduduk Kavling Besar (500m2) Kavling Sedang (300m2) Kavling Kecil (100m2) (Ha) 1 Ciawigebang 78, ,287 2 Cibeureum 9, Cibingbin 34, Cidahu 40, Cigandamekar 28, Cigugur 39, Cilebak 11, Cilimus 42, Cimahi 18, Ciniru 10, Cipicung 13, Ciwaru 15, Darma 43, Garawangi 20, Hantara 7, Jalaksana 21, Japara 9, Kadugede 22, Kalimanggis 10, Karangkancana 23, Kramatmulya 24, Kuningan 81, , Lebakwangi 21, Luragung 40, Maleber 21, Mandirancan 20, Nusaherang 10, Pancalang 11, Pasawahan 27, Selajambe 14, Sindangagung 17, Subang 8, Kab. Kuningan 803,937 1,928 3,470 4,242 9,640 6,427 16,067 Kebutuhan akan rumah tahun 2030 = 160,787 unit r permukiman = 1,72 persen Sumber : Hasil analisis tahun 2006

100 85 Lampiran 4. Tabel 4. Perkiraan Daya Dukung dan Kebutuhan Lahan di Kabupaten Kuningan Tahun 2030 No. Kecamatan r Permukiman Luas Permukiman Luas Lahan Luas Built Up Area 2005 Luas Built Up Area 2030 Luas Lereng Cadangan Lahan 2030 Jumlah Penduduk Kepadatan Netto 2030 Kebutuhan BUA 2030 berdasar Standar (%) 2030 (Ha) 2005 (Ha) (Ha) (Ha) 2-15 % (Ha) (Ha) 2030 (jiwa/ ha) Kepadatan Netto (ha)* 1 Ciawigebang ,287 6, ,693 4, , ,383 2 Cibeureum , , , ,999 3 Cibingbin , ,790 1,718 (71) 73, ,452 4 Cidahu , , (933) 82, ,743 5 Cigandamekar , ,093 1, , ,881 6 Cigugur , ,561 1,400 (161) 81, ,719 7 Cilebak , , Cilimus , ,396 1,693 86, ,900 9 Cimahi , ,319 1,273 (1,047) 56, , Ciniru , , , , Cipicung , , , , Ciwaru , ,648 1,641 (7) 46, , Darma , ,286 2,554 1,268 92, , Garawangi , ,144 1, , , Hantara , , , Jalaksana , ,147 2, , , Japara , ,024 1,106 27, , Kadugede , , (1,189) 47, , Kalimanggis , , , , Karangkancana , ,838 1,561 43, , Kramatmulya , , (1,247) 73, , Kuningan ,334 2, ,791 2,256 (535) 171, , Lebakwangi , , (1,064) 62, , Luragung , ,942 2,018 (1,924) 78, , Maleber , ,990 1,899 (1,091) 63, , Mandirancan , ,634 1, , , Nusaherang , , Pancalang , ,875 1, , , Pasawahan , (53) 50, , Selajambe , , , Sindangagung , , , , Subang , , , Kab. Kuningan , ,252 10,495 45,275 48,940 3,665 1,873, ,624 Sumber : Hasil analisis tahun 2006 Kebutuhan akan rumah tahun 2030 = 160,787 unit Kepadatan Netto Kota Sedang 60 jiwa/ ha r permukiman = 1,72 persen Kota Kecil 30 jiwa/ ha Rural 15 jiwa/ ha

101 86 Lampiran 5. Tabel 5. Proyeksi PDRB Kabupaten Kuningan Tahun 2030 Lapangan Usaha 2010 % 2015 % 2020 % 2025 % 2030 % Pertanian 1,568,626,420, ,026,730,141, ,717,901,155, ,781,799,925, ,458,304,070, Pertambangan 29,161,502, ,845,334, ,977,217, ,247,079, ,288,576, Industri Pengolahan 82,013,490, ,984,166, ,551,578, ,680,105, ,847,678, Listrik, Gas, Air Bersih 16,046,235, ,853,710, ,783,262, ,817,161, ,440,370, Bangunan 187,511,413, ,363,850, ,777,840, ,045,469, ,110,112, Perdagangan, Hotel, Restoran 750,366,193, ,828,663, ,655,098,701, ,954,556,241, ,894,716,107, Transportasi Komunikasi 308,011,741, ,995,685, ,548,847, ,384,129, ,115,877,057, Keuangan 214,315,537, ,322,302, ,849,542, ,346,060, ,136,493, Jasa-jasa 576,610,190, ,681,490, ,038,824,320, ,473,940,086, ,169,261,149, PDRB 3,732,662,725, ,901,605,344, ,684,154,513, ,462,816,259, ,903,981,615, Sektor Primer 1,597,787,923, ,064,575,476, ,768,878,373, ,853,047,005, ,561,592,646, Sektor Sekunder 285,571,139, ,201,726, ,112,681, ,542,736, ,390,398,161, Sektor Tersier 1,849,303,662, ,435,828,142, ,330,163,458, ,724,226,517, ,951,990,807, PDRB 3,732,662,725, ,901,605,344, ,684,154,513, ,462,816,259, ,903,981,615, Sumber : Hasil analisis tahun 2006

102 87 Lampiran 6. Tabel 6. Peran Sub Sektor dalam PDRB Kabupaten Kuningan Atas Dasar Harga Konstan (2000=100) Tahun (dalam %) T A H U N LAPANGAN USAHA * 2008** 1 PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN 37,04 36,08 34,88 a. Tanaman bahan makanan 29,37 28,70 27,68 b. Tanaman Perkebunan 2,81 2,21 2,09 c. Peternakan dan hasil hasilnya 4,08 3,93 3,79 d. Kehutanan 0,56 0,51 0,52 e. Perikanan 0,85 0,82 0,80 2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 0,77 0,75 0,73 a. Minyak dan gas bumi ( migas ) 0,00 0,00 0,00 b. Pertambangan tanpa migas 0,00 0,00 0,00 c. Penggalian 0,77 0,75 0,73 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 2,16 2,16 2,22 a. Industri migas 0,00 0,00 0,00 b. Industri tanpa migas 2,16 2,16 0,00 4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 0,41 0,44 0,44 a. Listrik 0,29 0,32 0,32 b. Gas kota 0,00 0,00 0,00 c. Air bersih 0,12 0,13 0,12 5 BANGUNAN 4,58 4,52 4,43 6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 20,44 20,98 21,71 a. Perdagangan besar dan eceran 18,79 19,32 20,02 b. H o t e l 0,03 0,04 0,04 c. Restoran 1,62 1,62 1,64 7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 7,99 7,77 7,64 a. Pengangkutan 7,28 7,02 6,85 1) Angkutan rel 0,00 0,00 0,00 2) Angkutan jalan raya 7,00 6,73 6,55 3) Angkutan laut 0,00 0,00 0,00 4) Angkutan sungai dan penyeberangan 0,00 0,00 0,00 5) Angkutan udara 0,00 0,00 0,00 6) Jasa penunjang angkutan 0,28 0,29 0,30 b. Komunikasi 0,71 0,75 0,77 8 KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH 5,80 6,00 6,16 a. B a n k 1,73 1,87 1,95 b. Lembaga keuangan tanpa Bank 0,60 0,66 0,71 c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 d. Sewa bangunan 3,08 3,08 3,11 e. Jasa perusahaan 0,39 0,39 0,39 9 JASA JASA 20,82 21,31 21,81 a. Pemerintahan Umum 14,01 14,05 14,41 1) Adm. Pemerintah & Pertahanan 8,69 8,71 8,93 2) Jasa Pemerintah lainnya 5,32 5,34 5,47 b. S w a s t a 6,81 7,26 7,40 1) sosial kemasyarakatan 2,73 3,00 3,02 2) Hiburan dan rekreasi 0,26 0,27 0,27 3) Perorangan dan rumah tangga 3,82 3,99 4,11 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100,00 100,00 100,00 *angka perbaikan **angka sementara Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kuningan (2009)

103 88 Lampiran 7. Tabel 7. Proyeksi Lahan Terbangun dan Non Terbangun Kabupaten Kuningan Tahun 2030 (hektar) Non Buit Buit Up No. Kecamatan Up Area % Area % No. Kecamatan (ha) (ha) Non Buit Up Area (ha) 1 Ciawigebang 2, , Japara 1, Cibeureum 2, Kadugede , Cibingbin 5, , Kalimanggis 1, Cidahu 2, , Karangkancana 1, Cigandamekar 1, , Kramatmulya 4, , Cigugur 1, , Kuningan , Cilebak 3, Lebakwangi , Cilimus 2, Luragung , Cimahi 4, , Maleber 2, , Ciniru 4, Mandirancan 1, , Cipicung 1, Nusaherang 1, Ciwaru 3, , Pancalang , Darma 4, , Pasawahan 4, Garawangi 1, , Selajambe 3, Hantara 3, Sindangagung Jalaksana 1, , Subang 3, Sumber : Hasil analisis tahun 2006 % Buit Up Area (ha) %

104 89 Lampiran 8. Tabel 8. Kebutuhan Data dan Metode Pengumpulan Data Konsep Informasi/Kebutuhan Data Metode Pengumpulan Data Sumber Data Gambaran umum daerah penelitian Kondisi geografi dan iklim Fasilitas sosial ekonomi Pengamatan Wawancara mendalam Analisis dokumen Data monografi Profil Desa Aparat Desa Aparat Pemerintah Daerah Lahan dan Aktor Pemanfaat Sumberdaya Agraria Lahan Fungsi lahan bagi masyarakat tani Fungsi lahan bagi pemerintah daerah Kabupaten Kuningan Peta kepentingan aktor dalam pemanfaatan lahan Analisis dokumen Pengamatan Wawancara mendalam Aparat Pemerintah Daerah Aparat Desa Masyarakat Kebijakan Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Kuningan Rumusan kebijakan tata ruang dan wilayah Asas dan tujuan kebijakan tata ruang dan wilayah Analisis dokumen Wawancara mendalam Data/Arsip Pemerintah Daerah Aparat Pemerintah Daerah

105 90 Konsep Informasi/Kebutuhan Data Metode Pengumpulan Data Sumber Data Konversi lahan pertanian ke non pertanian Pemilikan dan penguasaan lahan Luas lahan pertanian yang dimiliki Kondisi dan potensi lahan (kualitas lahan) Pemanfaatan lahan pertanian Transfer kepemilikan lahan Faktor yang mempengaruhi transfer kepemilikan lahan Perubahan penggunaan lahan pertanian Faktor yang memicu konversi lahan Analisis dokumen Wawancara mendalam Pemetaan Aparat Desa Masyarakat Dampak konversi lahan terhadap hubungan aktor Orientsi nilai lahan Kondisi petani Perkembangan desa perkotaan Analisis dokumen Wawancara mendalam Pengamatan Data arsip pemerintah desa Aparat pemerintah desa Masyarakat (petani) Implikasi konversi lahan terhadap pengembangan wilayah PDRB dominan Pelaksanaan aturan RTRW Arah pertumbuhan ekonomi Analisis dokumen Wawancara mendalam Data/arsip pemerintah daerah Aparat pemerintah daerah

106 91 Lampiran 9. Dokumentasi Lokasi Penelitian Gambar 1. Kantor Desa Kertawangunan Gambar 2. Dusun Parenca Gambar 3. Posisi Sawah di Belakang Terminal Gambar 4. Sawah yang Akan Dijadikan Jalan Masuk Terminal (jalur lingkar timur) Gambar 5. Posisi Sawah di Samping Terminal Gambar 6. Terminal Tipe A Kertawangunan

107 92 Gambar 7. Kantor Dinas Perhubungan di Dalam Terminal Gambar 8. Kantor Bappeda di Wilayah Timur Gambar 9. Kantor Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya di Wilayah Timur Gambar 10. Toko di Samping Terminal

108 93 Lampiran 10. Gambar 11. Peta Wilayah Administratif Kabupaten Kuningan

109 94 Lampiran 11. KECAMATAN SINDANGAGUNG LEGENDA KANTOR PEMERINTAHAN #Y Kantor Kelurahan / Desa &\ Kantor Kecamatan %[ Kantor Kabupaten BATAS ADMINISTRASI Batas Desa Batas Kecamatan Batas Kabupaten Batas Propinsi JARINGAN HIRARKI KOTA Jalan Poros Jalan Lingkar I Jalan Lingkar II Jalan Lingkar III Jalan Wisata Pengembangan Jalan Baru Jalan Lokal Jalan Lain Jalan Setapak Sungai KEC. KARAMAT MULYA KEC. KUNINGAN KEC. SINDANGAGUNG Desa Kertawangunan Desa Sindangsari #Y #Y #Y #Y #Y #Y Desa Taraju Desa Babakanreuma Desa Kaduagung #Y #Y &\ #Y Desa Dukuhlor Desa Tirtawinungan Desa Kertayasa #Y Desa Sidangagung Desa Kertaungaran #Y #Y KEC. CIPICUNG Desa Mekarmukti Desa Balong KEC. CIAWIGEBANG Hirarki I Hirarki II Hirarki III KEC. GARAWANGI Gambar 12. Peta Arah Pengembangan Kawasan Perkotaan Kecamatan Sindangagung

110 95 Lampiran 12. Gambar 13. Peta Desa Kertawangunan

111 96 Lampiran 13. Gambar 14. Rencana Pengembangan dan Pembangunan Terminal dan Halte

112 Lampiran

113 98 Lampiran 15. Gambar 16. Peta Arahan Pengelolaan Kawasan Pertanian Kabupaten Kuningan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanah dan Penggunaan Tanah Tanah sebagai sumberdaya pada dasarnya diperlukan bagi semua kegiatan kehidupan dan penghidupan. Tanah sebagai salah satu

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN ( PERSISTENCE

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN ( PERSISTENCE PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN (PERSISTENCE) MASYARAKAT TANI (Studi Kasus: Kampung Ciharashas dan Cibeureum Batas, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Pertanian Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Tanah dan Fungsinya Sejak adanya kehidupan di dunia ini, tanah merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi makhluk hidup. Tanah merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

Dari rumusan di atas maka dapat disimpulkan bahwa konversi hak-hak atas tanah adalah penggantian/perubahan hakhak atas tanah dari status yang lama

Dari rumusan di atas maka dapat disimpulkan bahwa konversi hak-hak atas tanah adalah penggantian/perubahan hakhak atas tanah dari status yang lama KONVERSI RH Pengertian Konversi Beberapa ahli hukum memberikan pengertian konversi yaitu : A.P. Parlindungan (1990 : 1) menyatakan : Konversi itu sendiri adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum

Lebih terperinci

Oleh: LUISITA FILOSOFIANTI I

Oleh: LUISITA FILOSOFIANTI I KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN (Studi Kasus: Kampung Cibereum Sunting, Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh: LUISITA FILOSOFIANTI I34060304 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agraria Pengertian agraria menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 (UU No.5 Tahun 1960) adalah seluruh bumi, air dan ruang angkasa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT.

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. KAJIAN (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. 2009/10 1 FOKUS Mempelajari hubungan antara manusia yang mengatur penguasaan

Lebih terperinci

BAB VII IMPLIKASI KONVERSI LAHAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

BAB VII IMPLIKASI KONVERSI LAHAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH 62 BAB VII IMPLIKASI KONVERSI LAHAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH 7.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan merupakan matra spasial dari Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lahan permukiman, jalan, industri dan lainnya. 1. hukum pertanahan Indonesia, negara berperan sebagai satu-satunya

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lahan permukiman, jalan, industri dan lainnya. 1. hukum pertanahan Indonesia, negara berperan sebagai satu-satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin meningkatnya jumlah penduduk berarti jumlah kebutuhan menjadi lebih besar, salah satunya kebutuhan pada lahan. Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia bermatapencaharian

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan penduduk ditinjau dari segi kuantitatif maupun kualitatif dapat dikategorikan sangat tinggi. Pertumbuhan tersebut akan menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO 2001-2008: IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H 14094014 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA i PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA (Kasus: Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ANNISA AVIANTI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang merupakan modal dasar bagi pembangunan di semua sektor, yang luasnya relatif tetap. Lahan secara langsung digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Pola Konversi dan Pemanfaatan Lahan yang Dikonversi

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Pola Konversi dan Pemanfaatan Lahan yang Dikonversi 7 TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini akan menjelaskan mengenai acuan-acuan yang melandasi pemikiran terhadap permasalahan dalam penelitian. Beberapa acuan diperoleh dari laporan hasil penelitian, baik cetak maupun

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh wilayah baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan unit terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia namun demikian peran, fungsi dan kontribusinya menempati posisi paling vital dari segi sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II 2.1 Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS 2.1.1 Konsep Perkebunan Perkebunan adalah salah satu subsektor pertanian non pangan yang tidak asing di Indonesia. Pengertian perkebunan 2 dalam Undang-undang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) WHENNIE SASFIRA ADLY DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Malang 2014 SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH 1 Penjabaran dari Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJPD Provinsi Jawa Timur dengan memperhatikan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI (Kasus Kawasan Irigasi Teknis Cigamea, Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN

DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN (Kasus di Sekitar Kawasan Pariwisata Kota Bunga, Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet,

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena didalamnya menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak. juga merupakan modal utama pembangunan karena semua kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. karena didalamnya menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak. juga merupakan modal utama pembangunan karena semua kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah bagi manusia merupakan sumber penghidupan dan kehidupan, karena didalamnya menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak sehingga mempunyai kedudukan yang penting

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan ruang darat yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia memanfaatkan lahan dalam wujud penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN DAN CURAHAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA

ANALISIS PENYERAPAN DAN CURAHAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA ANALISIS PENYERAPAN DAN CURAHAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA (Studi Kasus di Desa Cibunian Kecamatan Pamijahan dan Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) SKRIPSI EKO PUJIANTO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I34060667 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan

Lebih terperinci

Oleh: LUISITA FILOSOFIANTI I

Oleh: LUISITA FILOSOFIANTI I KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN (Studi Kasus: Kampung Cibereum Sunting, Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh: LUISITA FILOSOFIANTI I34060304 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK)

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) Oleh ANNISA ANJANI H14103124 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan dan Manfaat... 8 1.4 Ruang Lingkup...

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan prioritas pada pembangunan sektor pertanian, karena sektor pertanian di Indonesia sampai

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H14102066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci