INTEGRASI SOSIAL & KONFLIK HORIZONTAL. Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTEGRASI SOSIAL & KONFLIK HORIZONTAL. Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 1"

Transkripsi

1

2 INTEGRASI SOSIAL & KONFLIK HORIZONTAL Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 1

3 Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,- (seratus juta rupiah) 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,- (lima puluh juta rupiah) 2 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

4 Dr. Yoserizal, MS INTEGRASI SOSIAL & KONFLIK HORIZONTAL Studi pada Masyarakat Kabupaten Rokan Hilir Penerbit Alaf Riau Pekanbaru 2017 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 3

5 INTEGRASI SOSIAL & KONFLIK HORIZONTAL Penulis: Dr. Yoserizal, MS Editor: Zulkarnaini, S.Sos, M.Si Sampul: Syamsul Witra Foto cover: Layout: Arnain'99 Cetakan I: Januari 2017 Penerbit ALAF RIAU Jl. Pattimura No. 9 Pekanbaru, Telp. (0761) arnain_99@yahoo.com ISBN Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

6 PRAKATA PENULIS Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, penulis panjatkan atas semua anugerah kehidupan, lindungan dan bimbingan-nya dalam menyelesaikannya buku ini. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, yang telah memberikan keteladanan hidup bagi seluruh umat manusia. Sejak Tahun 1946 terjadi enam kali pertikaian antara anggota kelompok komunitas di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu tiga kali antara anggota komunitas Melayu dengan anggota komunitas Cina (Tionghoa) yang terjadi pada beberapa kawasan di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu di Kota Bagan Siapi-Api dan Bagan Batu, dua kali antara komunitas Melayu dengan komunitas Batak yang terjadi di Kota Bagan Siapi-Api dan Bagan Batu. Sementara terjadi satu kali antara anggota komunitas Melayu dengan anggota komunitas Bugis yang berlangsung di Bagan Siapi-Api. Atas hal yang demikian, maka perlu mengidentifikasi bentukbentuk konflik horizontal yang pernah terjadi dan memahami / Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 5

7 memetakan potensi konflik yang berpeluang timbul kembali dalam masyarakat di Kabupaten Rokan Hilir serta mempelajari faktor-faktor penyebab timbulnya gejala konflik horizontal tersebut. Upaya tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan bagi terjalinnya wahana komunikasi antar etnis di Kabupaten Rokan Hilir dalam pergaulan sosial yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu dapat pula terumuskannya bahanbahan yang dapat dijadikan sebagai usulan untuk penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hilir tentang Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Demikianlah sekilas alasan pentingnya buku ini diterbitkan. Lebih dari itu, kehadiran buku ini salah satunya bertujuan untuk memenuhi keterbatasan buku kajian tentang konflik dan integrasi sosial yang diperlukan mahasiswa S1 dan S2 di jurusan Sosiologi. Pada akhirnya, kepada semua pihak yang membantu kami dalam menyelesaikan tulisan ini mendapatkan balasan yang mulia dari Allah SWT. Kami memohon maaf yang sebesarbesarnya atas segala hal yang kurang berkenan terkait dengan buku ini. Semoga buku ini dapat menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan, memberikan manfaat kepada siapa saja yang membacanya. Amin. Pekanbaru, Desember 2016 Penulis 6 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

8 DAFTAR ISI PRAKATA PENULIS... 5 DAFTAR ISI... 7 BAB I PENDAHULUAN BAB II DEMOGRAFI DAN SOSIAL EKONOMI DAERAH Demografi Sosial Ekonomi BAB III KONSEPTUALISASI KONFLIK Strukturalisme Konflik Munculnya Konflik dalam Masyarakat Pengendalian Konflik BAB IV FAKTOR-FAKTOR PEMICU PERTIKAIAN KOMUNITAS Faktor Sosial Budaya Faktor Sosial Ekonomi Faktor Sosial Politik, Pemerintahan, dan Otonomi Daerah Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 7

9 BAB V POTENSI INTEGRASI SOSIAL Integrasi Sosial Budaya Asosiasi Inter-komunal dan Cross-cutting Loyalities Revitalisasi Melalui Pemberdayaan Kelompok Proses Peleburan Budaya Integrasi Sosial Ekonomi Faktor Hubungan Ekonomi Memperluas Lapangan Kerja Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Komunitas Lokal Integrasi Sosial Politik, Pemerintahan, dan Otonomi Daerah BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VII PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

10 Bab I Pendahuluan Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 9

11 10 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

12 BAB I PENDAHULUAN Persatuan dan kesatuan bangsa masih akan mendapatkan berbagai tantangan baru dalam proses globalisasi dewasa ini. Seiring dengan itu, masalah keamanan dan ketertiban umum (social order) juga dihadapkan pada tatangan tersendiri pada era reformasi dan demokratisasi yang kini tengah dihadapi Indonesia. Bidang pertahanan keamanan juga masih memerlukan tingkat sense of crisis yang tinggi serta menuntut sikap dan komitmen bersama yang kuat segenap komponen bangsa untuk mengelolanya. Masalah separatisme, walaupun sudah melampaui masa-masa krisis terberatnya, jelas masih menjadi persoalan yang menghambat upaya pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa. Penyelesaian konflik sosial dan pemulihan ketertiban umum juga masih terlalu dini, yang masih perlu dipelihara momentumnya dan dilanjutkan dengan proses rekonsiliasi sosial politik yang sungguh-sungguh antar berbagai kelompok yang terlibat dalam konflik perbedaan pandangan sosial politik, golongan dan etnis, serta perbedaan keyakinan agama. Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini bangsa Indonesia baik Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 11

13 di pusat maupun di daerah mengalami perubahan sosial yang sangat cepat. Gejala perubahan sosial yang terjadi tidak saja dalam artian positif (regressive), tapi juga dalam bentuk negatif (degressive), seperti meningkatnya masalah-masalah sosial yang mengakibatkan rusaknya tatanan nilai-nilai sosial dan budaya yang dijunjung tinggi seperti kriminalitas, patologi sosial lainnya yang tidak terkendali, aksi-aksi protes massa, konflik horizontal dan berbagai konflik fisik antar etnis dan kelompok dalam masyarakat. Karena lamanya terjadi kerusuhankerusuhan di daerah-daerah konflik seperti di Aceh, Banyuwangi, Kupang, Ambon, Poso, Sampit, Batam, Bagan Siapiapi dan lain-lain telah mengakibatkan kadar nurani dan rasa cinta kasih terhadap sesama sebagian besar masyarakat menurun drastis. Hal ini sering menimbulkan perubahan-perubahan di luar kebiasaan-kebiasaan bangsa yang beradab. Pada saat ini, harus diakui bahwa masyarakat secara umum belum seluruhnya mampu menggunakan hak-haknya, melaksanakan kewajiban serta tanggung jawab sosialnya masingmasing secara bi-jaksana dan dengan tingkat toleransi sosial yang tinggi, sehingga tidak jarang sekelompok orang tertentu melakukan hal-hal yang bersifat anarkis dalam mengekspresikan aspirasinya sebagai warga negara. Sering pula terjadi perselisihan antar individu berkembang dan meluas menjadi konflik antar etnis, antar golongan, bahkan antar penganut agama yang mengakibatkan kerusakan berbagai fasilitas umum dan jatuhnya banyak korban jiwa yang tidak berdosa. Tak terkecuali di Riau, gejolak berupa kerusuhan-kerusuhan sosial pernah melanda masyarakat di beberapa daerah yang mengarah pada konflik antar etnis, antara lain di Bagan Siapi-api, Duri, Selat Panjang, Tembilahan, Pekanbaru, Pasir Pengarayan, Pelalawan, Batam, Rengat dan lain-lain. Akibatnya banyak menelan korban jiwa dan harta benda sebagai ekspresi kebrutalan 12 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

14 kelompok-kelompok tertentu yang dilakukan atas dasar stereotype ethnic dan prejudice, maupun adanya pandangan dan kepentingan yang berbeda dalam hubungan sosial antar etnik. Perampokan harta benda milik masyarakat Desa Tolan Baru, pengrusakan dan pembakaran rumah warga desa oleh karyawan PT. Torganda dan PT. Torus Ganda pada tanggal 18 Maret 1999, kemudian dibalas mahasiswa dengan pembakaran dan pengrusakan harta benda milik PT. Torganda Property di Pasir Putih Pekanbaru merupakan tindakan atau perbuatan kekerasan yang tidak sesuai dengan peradaban bangsa. Demikian pula bentrok fisik yang terjadi antara karyawan PT. RAPP dengan warga Desa Kotobaru Kecamatan Singingi Rengat. Konflik antar kelompok etnik Melayu dengan Batak, Minang dengan Batak, Melayu dengan Minang di Duri dan Selat Panjang Kabupaten Bengkalis juga telah menimbulkan kerugian harta benda dan korban nyawa di kedua belah pihak. Khusus di Rokan Hilir (Bagan Siapi-api) sebagai salah satu kabupaten pemekaran di Propinsi Riau, dalam catatan sejarah pernah dilanda perang fisik pembasmian antar etnis. Masyarakat Bagan Siapi-api bersifat heterogen, sama halnya dengan daerahdaerah lainnya di Propinsi Riau (Melayu, China, Batak, Jawa, Minang dan lain-lain). Latar belakang perbedaan etnis ini setiap saat dapat meledak menjadi konflik antar kelompok etnis karena mengandung benih-benih perbedaan sosial yang tajam antar kelompok dan golongan. Secara geografis, wilayah Rokan Hilir terbuka bagi migran dari daerah lain. Lancarnya arus transportasi melalui jalur darat yang dikenal sebagai jalur timur Sumatera menghubungkan Sumatera Utara, Aceh, Jambi, Sumatera Barat dan Pulau Jawa melalui Kabupaten Rokan Hilir ini telah meningkatkan arus penduduk pendatang yang mengadu nasib ke kota-kota di wilayah ini, seperti Bagan Batu, Ujung Tanjung, Bagan Siapi-api, Kubu, Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 13

15 Panipahan dan sebagainya. Bahkan memungkinkan para pelarian dari daerah lain berpindah ke daerah ini dan masuk menjadi karyawan perkebunan di pedalaman yang kadang kala dijadikan sebagai tempat persembunyiannya. Apabila petugas pemerintah desa setempat tidak selektif terhadap kelompok pendatang demikian, dapat mencuatkan konflik sosial yang mendalam, gejala etnosentrisme, egoisme, fanatikisme, daerah-isme dan ismeisme lainnya akan mudah berkembang dan sulit dikendalikan bahkan dapat menghambat pembangunan daerah. Buktinya, masih segar dalam ingatan kita bahwa Bagan Siapi-api dilanda konflik antar kelompok masyarakat akibat rencana program pembangunan Ibukota Kabupaten di Ujung Tanjung. Sebelum itu, Kantor Dinas Kehutanan di Kota Bagan Siapi-api diporakporandakan massa buruh galangan kapal yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah bidang kehutanan yang melarang peredaran kayu ilegal dan dianggap menghancurkan sumber mata pencahariannya. Dalam rangka mengantisipasi gejala konflik horizontal di Kabupaten Rokan Hilir yang setiap saat dapat mengancam integrasi bangsa dan dapat menghambat kelancaran pelaksanaan pembangunan era otonomi daerah, maka langkah awal yang perlu dilakukan sebelum mengambil kebijakan program persatuan dan kesatuan bangsa perlu diadakan studi tentang integrasi sosial dan konflik horizontal yang selama ini belum pernah dilakukan. Tujuan dari studi ini adalah: pertama, mengkaji faktor-faktor apa saja yang dapat memperarat integrasi sosial antar etnis di di Rokan Hilir, seklaigus dapat meredakan konflik horizontal yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat. Kedua, merumuskan model kebijakan program pembangunan di bidang Persatuan dan Kesatuan Bangsa sebagai bagian dari pembangunan bidang sosial politik di Kabupaten Rokan Hilir dalam era otonomi daerah. 14 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

16 Bab II Demografi dan Sosial Ekonomi Daerah Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 15

17 16 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

18 BAB II DEMOGRAFI DAN SOSIAL EKONOMI DAERAH 2.1. Demografi Studi konflik horozontal dilakukan pada dua lokasi, yakni Kecamatan Bangko dan Kecamatan Bagan Sinembah yang berada pada wilayah Kabupaten Rokan Hilir. Kedua kecamatan ini mempunyai jumlah penduduk yang cukup besar bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang berada di wilayah Kabupaten Rokan Hilir. Perbandingan jumlah penduduk antar kecamatan yang berada dalam wilayah Kabupaten Rokan Hilir (dari 12 Kecamatan), dimana Kecamatan Bagan Sinembah jumlah penduduknya sebesar 24,4 % dari jumlah penduduk Kabupaten Rokan Hilir, sedangkan kecamatan Bangko sebesar 16,9 %. Kecamatan Bagan Sinembah merupakan kecamatan yang terpadat penduduknya dan ikuti dengan Kecamatan Bangko. Jumlah penduduk pada dua wilayah studi sebanyak jiwa atau 41,3 % dari jumlah penduduk di Kabupaten Rokan Hilir. Perbandingan penduduk menurut jenis kelamin (sex ratio) memperlihatkan dimana, pada kedua kecamatan studi sex rationya adalah 1,0 yang artinya jumlah penduduk laki-laki dan Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 17

19 penduduk perempuan hampir sama. Banyaknya jumlah penduduk belum bisa menggambarkan tingkat kepadatan penduduk pada suatu wilayah. Jumlah penduduk yang besar belum tentu mempunyai tingkat kepadatan yang tinggi pula. Kabupaten Rokan Hilir dengan jumlah penduduk pada tahun 2004 sebanyak jiwa dan dengan luas wilayah Km 2 maka kepadatan penduduknya adalah 50 jiwa/km 2 Kepadatan penduduk di dua lokasi studi jauh lebih besar bila dibandingkan dengan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Rokan Hilir. Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Bangko 1,5 kali lipat dari pada tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Rokan Hilir, sedangkan Kecamatan Bagan Sinembah jauh lebih besar yakitu 2,5 kali dari tingkat kepadatan penduduk Kabupaten. Tingginya tingkat kepadatan penduduk dapat menimbulkan berbagai masalah sosial, seperti kemiskinan, pemukiman yang kumuh, kekurangan air bersih serta dapat menimbulkan berbagai konflik-konflik sosial lainnya. Kecamatan Bangko dengan jumlah penduduk jiwa yang terdiri dari Kepala Keluarga. Secara rata-rata setiap rumah tangga akan memiliki anggota keluarga sebesar 5,3 jiwa/kk. Selanjutnya pada Kecamatan Bagan Sinembah rata-rata jumlah jiwa dalam rumah tangga adalah 4,4 jiwa/kk. Sejak tahun 2001 hingga tahun 2004 pertambahan penduduk Kabupaten Rokan Hilir sebanyak jiwa, yang secara rata-rata persentase pertumbuhan penduduk Kabupaten Rokan Hilir setiap tahunnya adalah 6,7 % pertahun. Persentase pertumbuhan penduduk ini cukup besar dan hal ini salah satunya disebabkan oleh tingkat perkembangan daerah itu sendiri. Tingkat pertumbuhan pada kedua kecamatan studi sedikit berbeda dimana pada kecamatan studi pada tahun-tahun tertentu 18 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

20 mengalami tingkat pertumbuhan yang minus. Misalnya antara tahun 2002 dan tahun 2003 di Kecamatan Bangko persentase pertumbuhannya hanya 0,30 % sedangkan di Kecamatan Bagan Sinembah persentase pertumbuhan penduduk mengalami angka minus yaitu -0,37 %. Selanjutnya antara tahun 2003 dan tahun 2004 Kecamatan Bangko persentase pertumbuhan penduduk - 2,73 % dan di Kecamatan Bagan Sinembah persentase pertumbuhan penduduk mencapai 4,41 %. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi setempat pada masa itu, misalnya banyaknya penduduk di daerah tersebut yang pindah ke daerah lain untuk melanjutkan pendidikan atau untuk mencari kehidupan ke daerah lain, sehingga tingkat pertumbuhan penduduk akan menjadi minus Sosial Ekonomi Kondisi sosial masyarakat di wilayah studi dapat dijelaskan dengan melihat tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat adalah banyaknya keluarga prasejahtera, sejahtera I, II, III dan III+ di wilayah studi. Pada Tahun 2003 jumlah keluarga prasejahtera di Kabupaten Rokan Hilir sebesar KK (9,6 %) dan keluarga ssejahtera I sebanyak KK (18,2 %). Tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Studi bila dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Rokan Hilir, dapat dinyatakan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di kecamatan studi masih lebih baik. Hal ini terbukti dengan persentase keluarga prasejahtera pada kecamatan studi jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan persentase keluarga prasejahtera di tingkat kabupaten. Persentase keluarga prasejahtera di Kecamatan Bangko Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 19

21 jauh dibawah persentase keluarga prasejahtera di tingkat kabupaten yaitu sebesar 3,4 % dan di Kecamatan Bagan Sinembah 3,2 % sedangkan Kabupaten Rokan Hilir persentase keluarga prasejahtera sebesar 9,6 %. Hal ini memberikan gambaran bahwa ke dua kecamatan studi tingkat kesejahteraannya cukup baik bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang berada dalam wilayah Kabupaten Rokan Hilir. Masyarakat yang berada pada tingkat Sejahtera I di Kecamatan bangko persentasenya cukup besar yaitu 16,2 %, hampir mendekati persentase masyarakat sejahtera I Kabupaten Rokan Hilir (18,3 %). Sedangkan masyarakat sejahtera I di Kecamatan Bagan Sinembah masih jauh berada di bawah angka persentase sejahtera I Kabupaten Rokan Hilir yaitu hanya sebesar 7,8 %. Masyarakat yang berada pada kelompok prasejahtera dan sejahtera I masih dapat digolongkan kepada kriteria masyarakat miskin. Kondisi sosial masyarakat, disamping dapat di lihat dari tingkat kesejahteraan dapat pula di lihat dari sisi pendidikan. Jumlah sarana dan prasarana pendidikan formal yang tersedia sangat mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakat. Banyaknya sekolah baik negeri maupun swasta mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga ke tingkat sekolah lanjutan atas pada kecamatan studi. Demikian pula jumlah murid yang bersekolah serta jumlah guru yang mengajar untuk masing-masing kecamatan sangat bervariasi. Dengan membandingkan antara kedua kecamatan studi dapat dilihat adanya kesenjangan pada tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Pada tingkat Taman Kanak-Kanak hingga ke jenjang pendidikan SLTP Kecamatan Bagan Sinembah jumlah sekolah yang tersedia lebih banyak bila dibandingkan dengan sekolah yang terdapat di Kecamatan Bangko. Pada tingkat SLTA justru di Kecamatan Bangko jumlah sekolahnya 20 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

22 lebih banyak bila dibandingkan dengan sekolah tingkat SLTA yang berada di Kecamatan Bagan Sinembah. Gejala yang sama juga terlihat pada banyaknya murid yang bersekolah, dimana pada tingkat Taman Kanak-Kanak hingga ke tingkat SLTP jumlah murid di Kecamatan Bagan Sinembah lebih banyak dari jumlah murid yang terdapat di Kecamatan Bangko, namun pada tingkat SLTA jumlah murid Kecamatan Bangko yang lebih banyak dari murid yang berada di Kecamatan Bagan Sinembah. Demikian pula yang berlaku untuk jumlah guru yang mengajar Hal di atas dapat dijelaskan dengan dua kemungkinan. Pertama, di Kecamatan Bagan Sinembah siswa yang telah menamatkan pendidikannya pada tingkat SLTP tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih (SLTA) kemungkinan. Kedua, siswa yang telah tamat SLTP sebahagian besar melanjutkan studinya ke luar daerah. Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas pendidikan adalah dengan melihat rasio antara guru dan murid. Rasio murid dan guru di kedua Kecamatan studi mulai dari jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak hingga ke Tingkat SLTA sangat bervaariasi. Secara umum di Kecamatan Bangko rasio seorang guru dengan muridnya berkisar antara Pada tingkat SLTP rasio guru dan murid adalah 1 : 5 paada SLTP swasta ini menjelaskan bahwa jumlah guru SLTP swasta di kecamatan ini cukup banyak, sedangkan pada SLTA Negeri rasionya 1 : 41 artinya guru SLTA negeri sangat sedikit jumlahnya. Berbeda halnya dengan Kecamatan Bagan Sinembah dimana rasio guru dan murid yang tertinggi yaitu pada sekolah dasar negeri yaitu 1 : 68 sedangkan pada SLTP swasta rasio guru dan murid 1 : 8. Kesehatan masyarakat merupakan salah satu Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 21

23 indikator yang penting untuk melihat kondisi masyarakat. Ukuran yang dapat digunakan ialah tersedianya sarana dan prasarana kesehatan di daerah tersebut. Kecamatan Bangko sarana kesehatan yang tersedia seperti rumah sakit, Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang masing-masingnya terdapat sebanyak satu buah. Sama halnya dengan Kecamatan Bangko, di Kecamatan Bagan Sinembah juga terdapat sarana kesehatan yang sama hanya saja di kecamatan ini terdapat 2 buah rumah sakit Jumlah tenaga medis yang tersedia pada kedua kecamatan studi jumlahnya belum memadai apabila dilihat dari jumlah penduduk. Kecamatan Bangko jumlah perawat cukup besar, sedangkan dokter dan bidan masih terbatas jumlahnya. Sedangkan pada Kecamatan Bagan Sinembah jumlah bidan lebih banyak, sedangkan jumlah dokter hanya sebanyak 3 orang. Agama merupakan kepercayaan yang dianut oleh seseorang yang di ikuti dengan kegiatan-kegiatan ritualnya. Pada wilayah studi terlihat adanya keragaman agama yang dianut masyarakat seperti terdapatnya penduduk yang menganut agama Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Kong Fu Cu. Keragaman agama yang dianut dapat dilihat dari ketersediaannya rumah ibadah untuk melakukan kegiatan ritual keagamaan tersebut. Sebahagian besar penduduk di wilayah studi adalah beragama Islam, yang diikuti dengan agama Kristen. Di Kecamatan Bangko terdapat Mesjid/Surau, Gereja, Vihara dan Kelenteng dan tidak terdapat Pura. Sebaliknya pada Kecamatan Bagan Sinembah terdapat Mesjid/Surau, Gereja, Vihara dan Pura, tidak terdapat Kelenteng di kecamatan ini. 22 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

24 Bab III Konseptualisasi Konflik Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 23

25 24 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

26 BAB III KONSEPTUALISASI KONFLIK 3.1. Strukturalisme Konflik Konflik berasal dari kata kerja configere yang artinya adalah saling memukul. Sementara konsep conflict dalam bahasa Inggris berarti suatu perkelahian, peperangan, atau perjuangan yang berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Konsep ini memberikan penegasan bahwa sebuah konflik terjadi karna adanya interaksi fisik antara dua pihak atau lebih. Dengan demikian konflik adalahinteraksi sosial yang menyangkut hubungan antara individu (Pruitt, 2004). Konflik antara kelompok merupakan wujud dari interaksi sosial, yang dapat terjadi pada komunitas manapun, yang sumbernya adalah perbedaan kepentingan. Seorang pemikir sosiologi, Talcott Parsons menyebut bahwa tidak ada satupun sistem sosial yang terintegrasi secara equilibrium, karena selalu ada kemungkinan yang terjadi hal sebagai berikut : 1) ketidaksesuaian dalam prioritas bagi nilainilai yang berbeda ; 2) interpretasi yang saling bertentangan mengenai nilai-nilai bersama ; 3) konflik peranan ; 4) motivasi ambivalen atau negatif ; 5) ketegangan antara kebutuhan Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 25

27 individu dan peranan yang ditentukan secara budaya; dan 6) harapan individu yang tidak tetap. Konflik sosial merupakan gejala ketegangan yang harus diatasi oleh sistem untuk mempertahankan keseimbangan untuk kepentingan individu. Hubungan antara individu yang mengalami ketegangan secara konsisten tunduk pada persyaratan sistem keseluruhan untuk mempertahankan keseimbangan dan stabilitas sosialnya (Ritzer, 2000). Menurut pemikiran Marx bahwa hubungan kepentingan antara kelompok dominan yang kuat dan memiliki power dengan kelompok subordinat yang lemah dan tidak memiliki power. Marx mendeskripsikan tingkat inequality didalam distribusi sumberdaya langka, menentukan konflik kepentingan antara kelompok yang menguasai power dengan yang tidak memilikinya. Proposisi-proposisi penting yang perlu diperhatikan adalah hal-hal sebagai berikut (Wirawan, 2012): 1. Semakin tidak merata distribusi sumberdaya langka dalam suatu sistem, semakin besar konflik kepentingan antara segmen dominan (kelompok kuat) dan segmen subordinat (kelompok lemah) dalam sistem tersebut. 2. Semakin menyadari segmen subordinat akan kepentingan kolektif, semakin besar kemungkinan mereka mempertanyakan keabsahan distribusi sumber yang tidak merata. a. Perubahan sosial yang diciptakan oleh segmen dominan semakin mengacaukan hubungan yang ada di antara para subordinat, maka semakin besar kemungkinannya segmen subordinat menyadari kepentingan kolektif mereka. b. Semakin praktik-praktik segmen dominan menimbulkan disposisi keterasingan di antara segmen subordinat, maka semakin besar kemungkinan kelompok lemah tersebut menyadari kepentingan kolektif mereka. 26 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

28 c. Semakin segmen subordinat dapat saling berkomunikasi mengenai keluhan-keluhan mereka, maka semakin besar kemungkinan kelompok lemah tersebut menyadari kepentingan kolektif mereka. 1) Semakin konsentrasi anggota dari pada kelompok subordinat bersifat spasial, maka semakin besar kemungkinan mereka akan menyampaikan (berkomunikasi tentang) keluhan-keluhan mereka. 2) Semakin kelompok subordinat memiliki akses kepada media pendidikan, semakin beraneka-ragam cara komunikasi mereka, maka semakin besar kemungkinan menyampaikan (berkomunikasi tentang) keluhan-keluhan mereka. d. Semakin segmen subordinat dapat mengembangkan kesatuan sistem keyakinan, maka semakin besar kemungkinan mereka menjadi sadar kepada kepentingan kolektif mereka yang sesungguhnya. 1) Semakin besar kemampuan untuk mendapatkan (to recruit) juru bicara ideologis, maka semakin besar kemungkinan berlakunya penyatuan ideology mereka 2) Semakin kecil kemampuan kelompok dominan mengatur proses sosialisasi dan jaringan komunikasi di dalam suatu sistem, maka semakin besar kemungkinan berlakunya penyatuan ideologis pada kelompok subordinat 3. Semakin segmen subordinat dalam suatu sistem menyadari kepentingan kolektif mereka, semakin kuat mereka mempertanyakan keabsahan (legitimacy) distribusi sumber-daya langka, maka semakin besar kemungkinan mereka mengorganisir untuk memulai konflik terbuka dengan segmen dominan. a. Semakin besar kemerosotan (deprivation) kelompok subordinat bergerak dari dasar absolut ke dasar relative, maka semakin besar kemungkinan mereka menyusun dan memulai konflik Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 27

29 b. Semakin kelompok dominan kehilangan kemampuan untuk menyatakan kepentingan kolektif mereka, semakin besar kemungkinan kelompok subordinat menyusun dan memulai konflik c. Semakin besar kemampuan kelompok subordinat mengembangkan struktur kepemimpinan, semakin besar kemungkinan mereka menyusun dan memulai konflik 4. Semakin segmen subordinat disatukan oleh keyakinan bersama dan semakin berkembang struktur kepemimpinan politik mereka, maka segmen dominan dan segmen-segmen yang dikuasai dalam sistem tersebut akan mengalami polarisasi. 5. Semakin besar polarisasi antara segmen dominan dengan segmen yang dikuasai, maka akan semakin keras konflik yang berlaku. 6. Semakin keras suatu konflik, maka semakin besar perubahan struktur sebuah sistem dan redistribusi sumberdaya langka. Menurut Margaret M. Poloma, penjelasan struktural terhadap fenomena konflik sosial merujuk kepada perspektif konflik Ralf Dahrendorf yang lebih mementingkan elemen-elemen struktur sosial sebagai dasar terciptanya konflik sosial. Konflik didasari oleh susunan struktural tertentu, yang selalu cenderung melahirkan susunan struktural sebagaimana yang sudah ada. Dengan demikian Dahrendorf menghubungkan konflik dengan struktur sosial tertentu, dan bukan menganggapnya berhubungan dengan variabel-variabel psikologis (sifat-sifat agresif) atau variabel historis deskriptif dan variabel kebetulan (Poloma, 2003) Selanjutnya Ralf Dahrendorf menegaskan bahwa pendekatan konflik berpangkal pada asumsi dasar sebagai berikut: 1. Setiap masyarakat sentiasa berada dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir atau dengan kata lain perubahan 28 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

30 sosial merupakan gejala yang melekat pada setiap masyarakat. Masyarakat merupakan suatu proses sosial dan memiliki sifat yang dinamis, dimana keadaan masyarakat selalu berubah sesuai dengan fenomena-fenomena yang berlaku di dalam masyarakat tersebut dalam waktu yang terus berterusan. 2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik didalam dirinya atau dengan kata lain konflik ialah merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat, salah satu yang dapat mempengaruhi perubahan ditengah-tengah masyarakat adalah konflik di masyarakat tersebut. 3. Setiap unsur di dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi berlakunya disintegrasi dan perubahan sosial. 4. Setiap masyarakat terintegrasi diatasi penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang. Rafl Dahrendorf melihat kelompok-kelompok yang bertentangan sebagai kelompok yang lahir dari kepentingan-kepentingan bersama para individu yang mampu berorganisasi. Pada asosiasi yang ditandai oleh pertentangan, terdapat ketegangan antara mereka yang ikut dalam struktur kekuasaan dan yang tunduk pada struktur itu. Secara empiris, pertentangan kelompok mungkin paling mudah dianalisis jika dilihat sebagai pertentangan mengenai legitimasi hubungan-hubungan kekuasaan. Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai-nilai yang merupakan ideologi keabsahan kekuasaannya, sementara kepentingan-kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubunganhubungan sosial yang terkandung di dalamnya. Setiap kelompok atau sistem sosial terbagi ke dalam berbagai kepentingan, yakni : kepentingan orang-orang yang menguasai kepemilikan Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 29

31 material, dan orang-orang yang tidak menguasainya (institusi ekonomi), dan kepentingan mereka yang memiliki dominasi otoritatif dan mereka yang harus tunduk pada penggunaan otoritas tersebut. Setiap perbezaan kepentingan menempatkan anggota masyarakat pada posisi dominan dan subordinat (Poloma, 2003). Berbagai fenomena konflik memiliki intensitasnya masingmasing. Sumber-sumber konflik tertentu menghasilkan konflik dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan konflik yang dihasilkan oleh sumber konflik yang lain. Intensitas, merujuk pada pengeluaran energi dan keterlibatan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik. Dua variabel utama yang mempengaruhi intensitas adalah tingkat kemiripan (konsistensi) konflik di pelbagai asosiasi yang berbeda serta tingkat mobilitas. Tingkat konsistensi yang tinggi bermakna, para anggota dari kelompok konflik saling berkonfrontasi dalam berbagai hubungan asosiasional. Hal ini berlaku kerana orang yang dominan pada satu asosiasi, juga dominan dalam asosiasi yang lain, sedangkan yang subordinat pada satu asosiasi juga demikian pada asosiasi yang lain. Selain itu, kesempatan untuk konflik yang luas dan mendalam akan semakin besar kalau tak satupun dari asosiasi yang terlibat mampu menyediakan peluang untuk mobilitas keatas. Semakin besar konsistensi antara persebaran penghargaan ekonomis, status sosial atau prestise, dan sebagainya, dengan persebaran otoritas, maka semakin besar pula intensitas konflik kelas (Poloma, 2003). Berlainan dengan intensitas konflik, maka kekerasan atau violence merujuk pada alat yang digunakan oleh pihak yang saling bertentangan untuk mengejar kepentingan. Tingkat kekerasan boleh sangat bervariasi, mulai dari negosiasi yang penuh ketenangan sampai pada kekerasan terbuka, termasuk serangan fisik atas manusia dan miliknya. Tingkat deprivasi sosio 30 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

32 ekonomis daripada mereka yang berada dalam posisi subordinat, merupakan faktor yang dapat membawa impak pada munculnya konflik yang keras. George Simmel dalam Wirawan (2012), sehubungan dengan konflik sosial, mengembangkan tiga perangkat proposisi tentang intensitas konflik bagi pihak yang terlibat dan fungsi konflik bagi sistem keseluruhan, dalam rangkaian proposisi tentang intensitas konflik. Simmel mengemukakan bahwa semakin tinggi derajat keterlibatan emosional pihak yang terlibat dalam suatu konflik, maka semakin kuat kecenderungan untuk mengarah pada kekerasan. Dalam konteks ini ada korelasi positif antara solidaritas antar anggota dalam suatu kelompok dengan derajat keterlibatan emosional. Demikian pula ada korelasi positif antara harmoni awal (pervious harmony) antara anggota kelompok yang bertikai dengan derajat keterlibatan emosional mereka. Selanjutnya, semakin suatu konflik dianggap telah merintangi pencapaian tujuan dan kepentingan individu oleh para anggota kelompok yang bertikai, maka konflik itu cenderung menjadi kekerasan Munculnya Konflik dalam Masyarakat Johan Galtung mengatakan bahwa konflik dapat dilihat sebagai sebuah segitiga, dengan kontradiksi (Contradiction = C), sikap (Attitude = A), perilaku (Behaviour = B) pada puncak-puncaknya. Kontradiksi merujuk pada dasar situasi konflik, termasuk ketidakcocokan tujuan yang ada atau dirasakan oleh pihak-pihak yang bertikai, yang disebabkan oleh ketidakcocokan antara nilai sosial dan struktur sosial. Kontradiksi ditentukan oleh pihak-pihak yang bertikai, hubungan mereka, dan benturan kepentingan inheren di antara mereka (Liliweri, 2009). Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 31

33 Sikap adalah persepsi pihak-pihak yang berkonflik dan kesalahan persepsi antara mereka dan dalam diri mereka sendiri, dan merupakan persepsi tentang isu-isu tertentu yang berkaitan dengan kelompok lain. Dalam konflik dan kekerasan, pihakpihak yang bertikai cenderung mengembangkan stereotip yang merendahkan satu sama lain. Sikap ini sering dipengaruhi oleh emosi seperti takut, marah, kepahitan, atau kebencian. Sikap tersebut termasuk elemen emotif (perasaan), kognitif (keyakinan) dan konatif (kehendak). Perilaku yang merupakan kerjasama atau pemaksaan, gerak tangan atau tubuh yang menunjukkan persahabatan atau permusuhan. Perilaku konflik dengan kekerasan dicirikan oleh ancaman, pemaksaan, dan serangan yang merusak. Berbagai bentuk kontradiksi adalah munculnya situasi yang melibatkan masalah sikap dan perilaku sebagai suatu proses. Dalam hal ini kontradiksi diciptakan oleh unsur persepsi dan gerak kelompok yang terlibat, yang hidup dalam persekitaran sosial. Secara sederhana, sikap melahirkan perilaku, kemudian melahirkan kontradiksi atau situasi. Sebaliknya, situasi boleh melahirkan sikap dan perilaku. Konsep mengenai situasi kontradiksi yang didahului oleh sikap dan perilaku ini digambarkan pada skema segitiga ABC Galtung (lihat Gambar 3.1). Galtung berpendapat bahwa tiga komponen harus muncul dalam sebuah konflik total. Struktur konflik tanpa sikap atau perilaku konfliktual merupakan sebuah konflik laten. Galtung melihat konflik sebagai proses dinamis, dimana struktur, sikap, dan perilaku secara konstan berubah dan saling mempengaruhi. Ketika konflik muncul, kepentingan pihak-pihak yang bertikai masuk ke dalam konflik atau hubungan dimana mereka berada. Kemudian pihak-pihak yang bertikai mengorganisasi diri di sekitar struktur ini untuk mengejar kepentingan mereka. Mereka mengembangkan sikap yang membahayakan dan perilaku 32 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

34 konfliktual, sehingga formasi konflik mulai tumbuh dan berkembang. Contradiction (kontradiksi) Attitude Behaviour (Sikap) (Perilaku) Gambar 3.1 Segitiga ABC Galtung Konflik bisa meluas, memunculkan konflik sekunder pada pihak-pihak utama, atau pihak-pihak yang terseret ke da-lamnya. Hal ini akan merepotkan tugas menyelesaikan konflik intinya, dan pada akhirnya penyelesaian konflik harus melibat-kan segenap perubahan dinamis, yang melibatkan penurunan perilaku konflik, perubahan sikap, dan transformasi hubungan atau kepentingan yang berbenturan, yang berada dalam inti struktur konflik (Liliweri, 2009). Pembahasan tentang konflik selalu mengarah pada upaya penyelesaiannya serta analisis mengenai sumber-sumber penyebab munculnya konflik tersebut. Salah satu penjelasan tentang sumber konflik yang diajukan oleh para pemerhati konflik ialah, adanya kelangkaan sumber daya untuk pemenuhan keinginan dan kebutuhan hidup individu dan masyarakat. kondisi ini akan membuat banyak pihak merasa tidak puas atas ketidakadilan distribusi sumber daya tersebut, dan ketika berlaku ketidakpuasan, maka akan terjadi konflik (Liliweri, 2009). Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 33

35 Berkenaan dengan kelangkaan sumber pemenuhan kebutuhan hidup, maka setidaknya terdapat tiga faktor yang menjadi sumber konflik antara dua pihak, yaitu kepentingan (interest), kekuasaan (power), dan hak (right), dimana : 1. Kepentingan sebagai obyek keperluan dan keinginan yang menjadi sumber konflik. Kedua pihak mempunyai keperluan dan keinginan yang sama terhadap obyek yang disengketakan, misalnya barang, uang, jasa layanan, dan lain-lain 2. Kekuasaan sebagai obyek keperluan dan keinginan yang menjadi sumber konflik. Kedua pihak mempunyai keperluan dan keinginan yang sama untuk memperoleh status dan peranan sehingga memiliki kewenangan yang dominan 3. Hak sebagai obyek keperluan dan keinginan yang menjadi sumber konflik. Kedua pihak mempunyai keperluan dan keinginan yang sama untuk memperoleh tuntutannya, kerana masing-masing merasa bahwa tuntutan itu berkaitan dengan hak dan tanggungjawabnya. Bentuk solusi konflik yang bisa ditawarkan adalah dengan memenuhi kepentingan semua pihak. Tetapi penyelesaian ini hanya menghentikan konflik untuk sementara waktu. Apabila sumber daya yang diperebutkan telah habis, maka situasi konflik akan muncul kembali. Cara yang lain, yaitu menyerahkan kekuasaan atau hak kepada salah satu pihak merupakan solusi konflik yang tidak berdampak kepada integrasi sosial. Cara ini adalah sebuah bentuk penyelesaian yang bersifat zero-sum solution, dan akan diikuti oleh penyalahgunaan wewenang dan hak oleh pihak dominan, yang kemudian akan menimbulkan konflik yang baru. Oleh kerana itu, konflik sosial seringkali memiliki sifat berulang sesudah beberapa tahun mereda. Konflik sedemikian adalah karena sumber konflik yang sebenarnya sulit 34 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

36 terungkap, dan konflik tidak dapat diselesaikan dengan sepenuhnya. Selalu masih tersisa perbedaan-perbedaan yang akan memicu konflik pada masa-masa mendatang. Tiga dimensi yang dipetakan oleh Johan Galtung tentang kekerasan, yaitu kekerasan struktural, kekerasan kultural, dan kekerasan langsung. Kekerasan langsung seringkali didasarkan atas penggunaan kekuatan sumberdaya (resource power). Kekuatan sumberdaya boleh dibagi menjadi kekuatan punitive yaitu kekuatan yang menghancurkan. Kemudian, kekuatan ideologis, kekuatan remuneratif yang cenderung menciptakan kekerasan budaya. Galtung mendefinisikan kekerasan budaya sebagai aspek budaya, yaitu ruang simbolik keberadaan manusia seperti agama dan ideologi, bahasa dan seni, ilmu empirik dan ilmu formal (logika, matematika), yang dapat dipakai untuk melegitimasi kekerasan langsung atau kekerasan struktural. Sedangkan kekerasan struktural tercipta dari penggunaan kekuasaan struktural atau penggunaan otoritas (wewenang) untuk menciptakan sebuah kebijakan. tabel tipologi kekerasan yang disebutkan oleh Galtung (Galtung 1990). Tabel 3.1. Tipologi Kekerasan Galtung Survival needs Well-being needs Identity needs Freedom needs Kekerasan langsung Kekerasan struktural Killing Maiming, siege, misery, sanction Desocialization resocialization second citizen exploitation exploitation Penetration segmentation Repression detention expulsion Marginalization fragmentation Sumber : Johan Galtung (1990). Kekuatan sumberdaya dan kekuasaan struktural saling memperkuat. Galtung mengungkapkan bahwa kekerasan struktural, Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 35

37 kultural, dan langsung dapat menghalangi pemenuhan kebutuhan dasar. Kebutuhan-kebutuhan dasar ini adalah kelestarian dan keberlangsungan hidup (survival needs), kesejahteraan (wellbeing needs), kebebasan (freedom needs), dan identitas (identity needs). Jika empat kebutuhan dasar ini mengalami tekanan atau kekerasan dari kekuasaan personal dan struktural, maka konflik kekerasan akan muncul (Galtung 1990) 3.3. Pengendalian Konflik Kunci untuk solusi konflik secara damai adalah dengan mengembangkan lembaga-lembaga demokrasi yang stabil dan menghormati hak asasi manusia (Anwar, 2005). Katup penyelamat (savety-valve) merupakan salah satu mekanisme khusus yang dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial, membiarkan luapan permusuhan tersalur tanpa menghancurkan seluruh struktur, dan membersihkan suasana dalam kelompok yang sedang kacau. Sebagaimana yang dikatakan oleh Lewis A. Coser melihat katup penyelamat itu sebagai jalan keluar yang dapat meredakan permusuhan antara dua pihak yang berlawanan. Lewat katup penyelamat (savetyvalve) permusuhan dihambat dan diungkapkan dengan cara-cara yang tidak mengancam atau merusakkan solidaritas. Tetapi penggantian yang demikian mencakup juga biaya bagi sistem sosial maupun bagi individu : mengurangi tekanan untuk menyempurnakan sistem untuk memenuhi kondisi-kondisi yang sedang berubah maupun membendung ketegangan dalam diri individu, menciptakan kemungkinan tumbuhnya ledakanledakan destruktif (Poloma, 2003). Paling tidak terdapat tiga macam bentuk pengendalian konflik, yakni : 1) Konsiliasi, iaitu pengendalian konflik yang dilakukan dengan melalui lembaga-lembaga tertentu yang 36 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

38 memungkinkan diskusi dan pengambilan keputusan yang adil di antara pihak-pihak bertikai ; 2) Mediasi, iaitu pengendalian yang dilakukan apabila kedua-dua pihak yang berkonflik sepakat untuk menunjuk pihak ketiga sebagai mediator ;3) Arbritasi, iaitu pengendalian yang dilakukan apabila kedua-dua belah pihak yang berkonflik sepakat untuk menerima atau terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusankeputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik (Dahrendorf, 1986). Ketiga mekanisme pengendalian konflik ini banyak digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan pelbagai konflik sosial yang berlaku. Sebagaimana yang diketengahkan oleh Kerr sebelumnya, mengenai konsiliasi, mediasi, dan arbitrasi, berikut ini terdapat beberapa bentuk akomodasi lainnya. Akomodasi, ialah keadaan yang merupakan hasil dari interaksi yang bersifat damai (Summer dalam Narwoko, 2010). Akomodasi sebagai proses sosial berlangsung dalam beberapa bentuk, masing-masing dapat disebutkan dan dijelaskan sebagai berikut: 1. Pemaksaan (coercion) proses akomodasi yang berlangsung melalui cara paksaan sepihak dan yang dilakukan dengan mengancam sanksi. 2. Kompromi (compromise) proses akomodasi yang berlangsung dalam bentuk usaha pendekatan oleh kedua belah pihak yang sadar menghendaki akomodasi, kedua belah pihak bersedia mengurangi tuntutan masing-masing sehingga dapat diperoleh kata sepakat mengenai titik tengah penyelesaian. 3. Pengguna jasa perantara (mediation) suatu usaha kompromi yang dilakukan sendiri secara langsung, melainkan dilakukan dengan bantuan pihak ketiga, dan tidak memihak, mencuba mempertemukan dan mendamaikan pihak-pihak yang Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 37

39 bersengketa atas dasar itikat kompromi kedua belah pihak. 4. Pengguna jasa penengah (arbitrate) suatu usaha penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan bantuan pihak ketiga. Seperti halnya dengan perantara, penengah ini juga dipilih oleh kedua belah pihak yang bertikai. Tetapi perantara itu sekedar mempertemukan kehendak kompromistis keduadua pihak, penengah ini menyelesaikan sengketa dengan membuat keputusan-keputusan penyelesaian atas dasar ketentuan-ketentuan yang ada. 5. Peradilan (adjudication) suatu usaha penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh pihak ketiga yang memang mempunyai authoriti untuk menyelesaikan konflik. Pengadilan (hakim) tidaklah dipilih oleh pihak-pihak yang bertikai seperti apa yang berlaku pada proses akomodasi melalui penengah. Akan tetapi, seperti halnya para penengah, para pengadilan (adjudication, khusus hakim) itu selalu menggunakan aturanaturan tertentu sebagai standar penyelesaian sengketa. 6. Toleration, suatu bentuk akomodasi yang berlangsung tanpa manifestasi persetujuan formal macam apapun. Pertentangan berlaku kerana individu-individu bersedia menerima perbezaan-perbezaan yang ada sebagai suatu kenyataan, dan dengan kerelaan membiarkan perbezaan itu, serta menghindari diri dari pertelingkahan-pertelingkahan yang mungkin timbul. 7. Stalemat, adalah suatu bentuk akomodasi, dimana pihakpihak yang bertentangan tiba pada suatu posisi maju tidak boleh dan mundur tidak boleh. Stalemate adalah suatu situasi kemacetan yang stabil, sehingga beberapa pihak mengatakan bahwa stalemate bukanlah proses akomodasi melainkan resultant suatu proses akomodasi 38 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

40 Beberapa cara lain yang digunakan dalam usaha mengendalikan konflik, dinyatakan oleh Moore Christopher (Susan, 2009). Bentuk-bentuk pengendalian dan proses pengurusan konflik yang dimaksud iaitu: a. Avoidance adalah pihak-pihak berkonflik saling menghindari dan mengharap konflik boleh terselesaikan dengan sendirinya. b. Informan problem solving adalah pihak-pihak yang berkonflik setuju dengan pemecahan masalah yang diperoleh secara informal. c. Negotiation ketika konflik masih terus berlanjut, maka para pihak berkonflik perlu melakukan negosiasi. Artinya mencari jalan keluar dan pemecahan masalah secara formal. Hasil dari negosiasi bersifat prosedural yang meningkat semua pihak yang terlibat dalam negosiasi. d. Mediation adalah munculnya pihak ketiga yang diterima oleh kedua pihak kerana dipandang boleh membantu parah pihak berkonflik dalam penyelesaian konflik secara damai. e. Executive dispute resolution approach iaitu kemunculan pihak lain yang memberi suatu bentuk penyelesaian konflik. f. Arbitration suatu proses tanpa paksaan dari para pihak berkonflik untuk mencari pihak ketiga dipandang netral atau imparsial. g. Judicial approach berlakunya intervensi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga berwenang dalam memberi kepastian hukum. Langkah-langkah penyelesaian konflik dan pertikaian sosial mana yang sesuai tentunya sangat bergantung kepada sumber konflik, pencetus konflik, keterlibatan pihak-pihak yang Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 39

41 berkonflik serta tingkat intensitas konflik. Faktor pencetus konflik dan pertikaian kerapkali bukan merupakan sumber konflik yang sebenarnya. Pencetus konflik ialah suatu tindakan atau kejadian yang langsung mencetuskan pertikaian antara kedua-dua pihak. Sedangkan sumber konflik merupakan akar permasalahan yang harus ditarik jauh ke belakang secara historis, yang akan memberikan penjelasan secara substansi mengenai asal-muasal kebencian antara pihak-pihak yang bertikai. Pengendalian atau penyelesaian konflik yang hanya berasas kepada faktor pencetus konflik, tidak akan menghasilkan sebuah solusi yang menyeluruh dan mendalam, namun mungkin hanya akan meredam pertikaian atau kekerasan pada masa yang singkat sahaja, dan tidak lama kemudian akan muncul pertikaian yang serupa, bahkan mungkin dengan intensitas yang lebih kuat. Oleh itu, beberapa konflik yang berlaku tidak dapat benar-benar dihapuskan, dan akan berulang pada bilangan masa tertentu. Sumber setiap pertikaian ialah kebencian yang tersimpan. Apabila kebencian kepada pihak yang berkuasa tidak mampu diungkapkan, maka akan berlaku transfer of hate, iaitu kebencian yang dialihkan kepada pihak lain yang mewakili kepentingan lawan yang berkuasa tersebut. Pada keadaan seperti ini tentu konflik dan pertikaian menjadi fenomena yang sangat sukar untuk diselesaikan, terutama untuk mendapatkan sumber konfliknya, kerana sebenarnya pada setiap pertikaian memiliki nilai pembenarannya sendiri. 40 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

42 Bab IV Faktor Pemicu Pertikaian Komunitas Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 41

43 42 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

44 BAB IV FAKTOR PEMICU PERTIKAIAN KOMUNITAS 4.1. Faktor Sosial Budaya Konflik atau pertentangan antar kelompok atau komunitas merupakan bentuk dari interaksi sosial yang bisa terjadi pada masyarakat manapun. Berbagai perbedaan kepentingan saling berbenturan sehingga menciptakan konflik dalam berbagai tingkatannya. Masyarakat Bagan Siapiapi merupakan masyarakat yang multikultural, yakni masyarakat yang terdiri dari beragam komunitas dari berbagai aspek. Secara demografis terdapat beberapa kelompok etnis penduduk kota, yang secara kuantitas didominasi oleh warga Cina atau Tionghoa dengan jumlah sebesar 40%. Penduduk tempatan atau Melayu sebanyak 30%, selanjutnya sejumlah 30% terdiri dari etnis Jawa, Batak, Minang, dan Bugis. Melihat susunan tersebut, maka dapat dipahami bahwa akses ekonomi kota dikuasai oleh warga Cina, mulai dari sektor perdagangan skala besar dan menengah sampai ke perikanan atau yang bermatapercaharian sebagai nelayan miskin. Sementara komunitas yang lain tersebar di semua lapangan pekerjaan, Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 43

45 termasuk sektor politik. Demikian juga mengenai pengelompokan tempat tinggal, sesuai dengan sektor pekerjaan yang dikuasai, maka wilayah perkotaan didominasi oleh komunitas Cina, sementara terdapat kantong-kantong kemiskinan yang didominasi oleh komunitas Jawa dan Melayu, dengan sejumlah kecil komunitas Cina juga. Kebanyakan diantara mereka ini bekerja sebagai petani dan nelayan. Bersumber dari wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat dari berbagai komunitas berhasil diidentifikasikan sejumlah konflik atau pertikaian yang pernah terjadi. Secara sosiologis masyarakat daerah penelitian dapat dikelompokkan sebagai penduduk asli atau tempatan, yaitu komunitas Melayu, dan pendatang yang terdiri dari Cina, Jawa, Minang, Bugis, dan Batak. Apabila dilakukan identifikasi atas konflik yang terjadi antara warga tempatan dengan pendatang, maka paling banyak terjadi adalah pertikaian antara komunitas Melayu dengan Batak, dan Melayu dengan Cina. Sementara pertikaian antara komunitas Melayu dengan Bugis hanya terjadi 1 (satu) kali pada sekitar tahun 1965, Melayu dengan Minang terjadi 1 (satu) kali yang merupakan dampak dari kasus PRRI, dan Melayu dengan Jawa tidak pernah terjadi. Karakter konflik yang pernah terjadi dapat diamati dari penyebab atau pemicu semua pertikaian tersebut. Hampir semua konflik dipicu oleh tindakan kriminal atau premanisme yang melibatkan pemuda-pemuda dari komunitas yang berbeda. Walaupun demikian tetap bisa diidentifikasi adanya potensipotensi konflik yang terpendam atau laten diantara mereka. Beberapa potensi konflik yang berhasil diungkap, antara lain yang muncul diantara komunitas Melayu dengan Batak adalah perbedaan agama. Sedangkan konflik antara komunitas Melayu dengan Cina, menyimpan latar belakang historis yang cukup panjang dan sarat pula dengan muatan politis. 44 Integrasi Sosial & Konflik Horizontal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Strukturalisme Konflik Konflik berasal dari kata kerja configere yang maknanya adalah saling memukul. Sementara istilah conflict dalam bahasa Inggris berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya 36 BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF A. Teori Konflik Kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, konflik merupakan gejala yang selalu melekat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat yang tercakup atas aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan 31 BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF A. TEORI KONFLIK Ralf Dahrendorf melihat proses konflik dari segi intensitas dan sarana yang digunakan dalam konflik. Intensitas merupakan sebagai tingkat

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

Lebih terperinci

Bimbingan dan Konseling Sosial

Bimbingan dan Konseling Sosial Bimbingan dan Konseling Sosial Situasi Sosial Situasi yang menggambarkan adanya interaksi antar individu, yang didalamnya terdapat sikap saling mempengaruhi. Situasi dalam keanekaragaman. Konflik Kata

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan 18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk

Lebih terperinci

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran yang berarti sifat/sikap menenggang (menghargai,

Lebih terperinci

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK PENGERTIAN KONFLIK Konflik (menurut bahasa) adalah perbedaan, pertentangan dan perselisihan. Konflik pertentangan dalam hubungan kemanusiaan (intrapersonal dan interpersonal)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. 1 Menurut. perwujudannya secara mudah. 2

BAB II KAJIAN TEORITIS. yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. 1 Menurut. perwujudannya secara mudah. 2 21 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Teori Konflik 1. Pengertian Konflik Menurut Webster, istilah conflict di dalam bahasa aslinya berarti suatu perkelaian, peperangan, atau perjuangan. Konflik adalah persepsi

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM SEMINAR DAN WORKSHOP Proses Penanganan Kasus Perkara dengan Perspektif dan Prinsip Nilai HAM untuk Tenaga Pelatih Akademi Kepolisian Semarang Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 7-9 Desember 2016 MAKALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.

Lebih terperinci

VII KONFLIK DAN INTEGRASI

VII KONFLIK DAN INTEGRASI VII KONFLIK DAN INTEGRASI Pengertian Konflik Konflik adalah perselisihan atau persengketaan antara dua atau lebih kekuatan baik secara individu atau kelompok yang kedua belah pihak memiliki keinginan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KONFLIK ANTARA MASYARAKAT DENGAN PERHUTANI AKIBAT PENGAMBILAN LAHAN KEHUTANAN

ANALISIS KONFLIK ANTARA MASYARAKAT DENGAN PERHUTANI AKIBAT PENGAMBILAN LAHAN KEHUTANAN Fani Julia Putri, Analisis Konflik Antara Masyarakat Dengan Perhutani ANALISIS KONFLIK ANTARA MASYARAKAT DENGAN PERHUTANI AKIBAT PENGAMBILAN LAHAN KEHUTANAN Fani Julia Putri 1, Bunyamin Maftuh 2,Elly Malihah

Lebih terperinci

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik KONFLIK SOSIAL 1. Pengertian Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

Makalah Manajemen Konflik

Makalah Manajemen Konflik Makalah Manajemen Konflik Disusun Oleh : Muhammad Ardan Fahmi (17082010008) JURUSAN SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2017-2018 Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, tujuan bangsa Indonesia adalah menciptakan

Lebih terperinci

II. PENDEKATAN TEORITIS

II. PENDEKATAN TEORITIS II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Kepemilikan Sumber Daya (Property rights) Kondisi tragedy of the common didorong oleh kondisi sumber daya perikanan yang bersifat milik bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya, agama, serta aliran kepercayaan menempatkan Indonesia sebagai negara besar di dunia dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konflik Konflik merupaka gejala sosial yang hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak ternilai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang ada dan diciptakan di muka bumi ini selalu memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara utuh, bahkan meskipun

Lebih terperinci

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL Pengertian Konflik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 pun tidak lepas dan luput dari persoalan yang berkaitan dengan ketahanan wilayah karena dalam

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN 5.1. LATAR BELAKANG DESA KESUMA Kawasan penelitian yang ditetapkan ialah Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Desa ini berada pada

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan 1 BAB VI KESIMPULAN Sebagaimana proses sosial lainnya, proselitisasi agama bukanlah sebuah proses yang berlangsung di ruang hampa. Ia tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik yang melingkupinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan apabila ada interaksi sosial yang positif, diantara setiap etnik tersebut dengan syarat kesatuan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Letak Geografis Desa Ranah Sungkai Kecamatan XIII Koto Kampar

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Letak Geografis Desa Ranah Sungkai Kecamatan XIII Koto Kampar BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Ranah Sungkai Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar 1. Letak Geografis Desa Ranah Sungkai Kecamatan XIII Koto Kampar Desa Ranah Sungkai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NEQUALITY DAN MUNCULNYA PERILAKU ANOMI Beberapa konsep yang digunakan pada kajian ini ialah, komunitas, inequality, konflik, dan pola perilaku. Komunitas yang dimaksud disini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melainkan kebutuhan untuk meredakan ketegangan konflik dari salah satu pihak.

BAB I PENDAHULUAN. melainkan kebutuhan untuk meredakan ketegangan konflik dari salah satu pihak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik merupakan suatu bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok etnik, baik intraetnik maupun antaretnik, yang memiliki perbedaan

Lebih terperinci

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Rusuh Ambon 11 September lalu merupakan salah satu bukti gagalnya sistem sekuler kapitalisme melindungi umat Islam dan melakukan integrasi sosial. Lantas bila khilafah

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA 2016 B A D A N P U S AT S TAT I S T I K KO TA B I T U N G Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 No. Publikasi : 7172.1616 Katalog

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS 17 BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS Landasan teori pada penelitian ini menggunakan teori Ralf Dahendrof. Karena, teori Dahendrof berhubungan dengan fenomena sosial masyarakat salah satunya adalah teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian penting dalam pembelajaran sejarah di Indonesia adalah mengenalkan tokoh atau pelaku sejarah kepada peserta didik. Tokoh atau pelaku sejarah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA EsA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA EsA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA EsA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama.(koran Tempo,

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihindari tetapi harus diatasi atau diselesaikan bahkan. memungkinkan konflik yang diatasi dapat melahirkan kerjasama.

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihindari tetapi harus diatasi atau diselesaikan bahkan. memungkinkan konflik yang diatasi dapat melahirkan kerjasama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti pernah mengalami konflik dengan manusia lain. Konflik bukan sesuatu yang harus dihindari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONFLIK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONFLIK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONFLIK A. Pengertian Konflik Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan seperti kerusuhan, kudeta terorisme, dan reformasi. Konflik mengandung

Lebih terperinci

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA Dosen : Drs.Tahajudin Sudibyo N a m a : Argha Kristianto N I M : 11.11.4801 Kelompok : C Program Studi dan Jurusan : S1 TI SEKOLAH TINGGI TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.060 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDIVIDU, KELUARGA, DAN MASYARAKAT

HUBUNGAN INDIVIDU, KELUARGA, DAN MASYARAKAT HUBUNGAN INDIVIDU, KELUARGA, DAN MASYARAKAT Makna Individu Manusia adalah makhluk individu. Makhluk individu berarti makhluk yang tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat dipisahpisahkan antara jiwa dan raganya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara universal (tanpa dipandang suku, etnis, stratifikasi sosial maupun agamanya) merupakan salah satu makhluk Tuhan yang paling sempurna di muka bumi

Lebih terperinci

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.: Ä Ä Ä TAHUN 2003 TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terletak dipinggir sungai Kundur. Sekitar tahun 70-an bupati Alamsyah

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terletak dipinggir sungai Kundur. Sekitar tahun 70-an bupati Alamsyah 10 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Kesuma Nama Kesuma dulunya namanya adalah Kalam Pasir yang dulunya terletak dipinggir sungai Kundur. Sekitar tahun 70-an bupati Alamsyah berkunjung

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator

Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator I. Dimensi Keamanan dari Bencana (Kebencanaan) Dalam UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Interaksi Sosial Interaksi Sosial dalam masyarakat merupakan syarat utama terjadinya aktivitasaktivitas sosial. Dalam bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan

Lebih terperinci

Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI. Lucky B Pangau,SSos MM HP : Lucky B Pangau.

Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI. Lucky B Pangau,SSos MM   HP : Lucky B Pangau. Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI Lucky B Pangau,SSos MM E-mail : lucky_pangau@yahoo.com HP : 0877 3940 4649 Lucky B Pangau Seni Negosiasi 1 NEGOSIASI Adalah proses komunikasi yang gunakan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konflik menjadi fenomena yang seakan menjadi biasa dalam masyarakat Indonesia. Kondisi Negara Indonesia dengan segala macam kemajemukan dan heterogenitas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik 1. Pengertian Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindarkan dalam kehidupan manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah institusi pendidikan primer, sebelum seorang anak mendapatkan pendidikan di lembaga lain. Pada institusi primer inilah seorang anak mengalami pengasuhan.

Lebih terperinci

9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI 9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI Manajer senatiasa mengantisipasi perubahan-perubahan dalam lingkungan yang akan mensyaratkan penyesuaian-penyesuaian disain organisasi diwaktu yang akan datang.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan

Lebih terperinci

LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK

LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang)

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2 PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbhineka, baik suku bangsa, ras, agama, dan budaya. Selain itu, kondisi geografis dimana bangsa Indonesia hidup juga

Lebih terperinci

Standar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar Konflik Sosial Judul : Konflik Sosial Standar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar : Menganalisis faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

JANUSITAS IMPLIKASI SOSIAL REFORMASI

JANUSITAS IMPLIKASI SOSIAL REFORMASI PENGANTAR Kekacauan dan Keteraturan Sosial Atas Keberagaman Beragama Indonesia terus mengalami gelombang konflik nilai, dalam hal ini yang menjadi fokus penulis adalah konflik nilai keberagaman beragama.

Lebih terperinci

STUDI MASYARAKAT INDONESIA

STUDI MASYARAKAT INDONESIA STUDI MASYARAKAT INDONESIA 1. Prinsip Dasar Masyarakat Sistem Sistem kemasyarakatan terbentuk karena adanya saling hubungan di antara komponenkomponen yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS

MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS APA YANG DIMAKSUD DENGAN KONFLIK? BEBERAPA PENGERTIAN : *Konflik adalah perjuangan yang dilakukan secara sadar dan langsung antara individu dan atau

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan geografis dan demografis. Keadaan geografis Kelurahan Sidomulyo Barat adalah kelurahan yang terletak di kecamatan tampan kota madya pekanbaru. Kelurahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL Tidak seperti biologi atau teori-teori psikologi yang, untuk sebagian besar, mengeksplorasi faktor-faktor yang terkait kejahatan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SOSIAL: WACANA, IMPLEMENTASI DAN PENGALAMAN EMPIRIK. Penyunting: Dr. Ujianto Singgih Prayitno, M.Si

PEMBANGUNAN SOSIAL: WACANA, IMPLEMENTASI DAN PENGALAMAN EMPIRIK. Penyunting: Dr. Ujianto Singgih Prayitno, M.Si PEMBANGUNAN SOSIAL: WACANA, IMPLEMENTASI DAN PENGALAMAN EMPIRIK Penyunting: Dr. Ujianto Singgih Prayitno, M.Si Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI 2010 1 Pembangunan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya. Annisa Nurhalisa

Bentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya. Annisa Nurhalisa Bentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya Annisa Nurhalisa Interaksi Sosial Asosiatif -> adalah bentuk interaksi sosial yang menghasilkan kerja sama. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Yang saya hormati: Tanggal, 19 Juni 2008 Pukul 08.30 W IB

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Konflik di Provinsi Riau meningkat seiring dengan keluarnya beberapa izin perkebunan, dan diduga disebabkan oleh lima faktor yang saling terkait, yakni pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kultural penduduk yang antara lain menyangkut struktur produksi, mata

BAB I PENDAHULUAN. kultural penduduk yang antara lain menyangkut struktur produksi, mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk tentunya berdampak pada peningkatan pemanfaatan lahan baik untuk pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan pangan maupun untuk menampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA New York, 23 September 2003 Yang Mulia Ketua Sidang Umum, Para Yang Mulia Ketua Perwakilan Negara-negara Anggota,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA

Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA Diterbitkan oleh: P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika 2013 Judul: Posisi Birokrasi dalam Persaingan Politik Pemilukada Perpustakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu hidup bersama, hidup berkelompok-kelompok. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI RIAU

GAMBARAN UMUM KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI RIAU IV. GAMBARAN UMUM KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI RIAU 4.1. Kondisi Fisik Wilayah Provinsi Riau terdiri dari daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 329.867,61 km 2 sebesar 235.306 km 2 (71,33

Lebih terperinci

Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran C. Sosiologi Satuan Pendidikan : SMA/MA Kelas : X (sepuluh) Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,

Lebih terperinci

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia XVIII Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3) Bab I, Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan kembali: Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Artinya, Negara

Lebih terperinci