MASYARAKAT PENDUKUNG TRADISI MEGALITIK: PENGHUNI AWAL SITUS TANJUNGRAYA, KECAMATAN SUKAU, LAMPUNG BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MASYARAKAT PENDUKUNG TRADISI MEGALITIK: PENGHUNI AWAL SITUS TANJUNGRAYA, KECAMATAN SUKAU, LAMPUNG BARAT"

Transkripsi

1 MASYARAKAT PENDUKUNG TRADISI MEGALITIK: PENGHUNI AWAL SITUS TANJUNGRAYA, KECAMATAN SUKAU, LAMPUNG BARAT MEGALITHIC PEOPLE: THE EARLY OCCUPATION OF TANJUNG RAYA SITES, SUKAU DISTRICT, WEST LAMPUNG Nurul Laili Balai Arkeologi Bandung Jl. Raya Cinunuk km17 Cileunyi, Bandung ABSTRACT The Tanjung Raya site is the site of ancient settlement located in the District of Sukau, West Lampung. The traces of human settlement in the past found in the site are an inscription, megalithic tradition remains, ceramics, potteries, and megalithic sculptures. The site was occupied before the inscription emerged. The presence of inscription in the Tanjung Raya site provides clues to early settlers in the site of the Tanjung Raya as an ancient inscription recipient as well as the inhabitants of the site. The approaches taken by the analysis writing are the material culture and sociological approaches. The earliest inhabitant of the settlement site is public support for the Tanjung Raya megalithic tradition. The ceramics in the Tanjung Raya site can be equated with inscription equipment brought by the settlers as a group that carried the inscription. The density of the ceramic findings obtained in the Tanjung Raya site showed that there was a relationship or social interaction between two groups of inhabitant. Keywords: tradition, megalithic, Tanjung Raya, occupation, interaction. ABSTRAK Situs Tanjung Raya merupakan situs permukiman masa lampau yang berada di Kecamatan Sukau, Lampung Barat. Jejak permukiman manusia masa lampau di situs Tanjung Raya di antaranya prasasti, tinggalan tradisi megalitik, keramik, tembikar, dan arca megalitik. Situs ini telah dihuni sebelum hadirnya prasasti. Keberadaan prasasti di situs Tanjung Raya memberikan petunjuk bahwa di Tanjungraya telah terdapat masyarakat penerima prasasti yang merupakan masyarakat yang menghuni situs. Pendekatan yang dilakukan dalam tulisan ini melalui pendekatan kebudayaan materi dan pendekatan sosiologi. Berdasarkan hasil penelitian, penghuni awal dari pemukiman situs Tanjung Raya adalah masyarakat pendukung tradisi megalitik. Salah satu tinggalan berupa keramik di situs Tanjung Raya, pertanggalannya bisa disejajarkan dengan prasasti yang merupakan peralatan yang dibawa oleh kelompok pendatang sebagai kelompok yang membawa prasasti. Kepadatan temuan keramik yang diperoleh di situs Tanjung Raya menunjukkan kedua kelompok masyarakat telah terjadi hubungan ataupun interaksi sosial yang dinamis. Kata Kunci: tradisi, megalitik, Tanjung Raya, penghunian, interaksi 1

2 Pendahuluan Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia masa lampau melalui tinggalan materi. Beberapa tinggalan manusia masa lampau tersebut terkategori sebagai artefak, ekofak, fitur, situs, ataupun kawasan (Atmodjo, 2004: 2-11; UU RI No 11, 2010: 2-6). Artefak mempunyai definisi semua benda, baik secara keseluruhan maupun sebagian, merupakan hasil aktivitas manusia. Misalnya, alat batu, tempayan tembikar, piring porselin, patung, naskah kuna, prasasti, dan lain-lain. Pengertian ekofak mengacu pada benda alam yang berhubungan erat dengan kehidupan manusia. Misalnya, fosil binatang, fosil tumbuhan, batuan, sedangkan yang dimaksud dengan fitur adalah suatu gejala yang tidak dapat dipindahkan dari matriknya tanpa merusak. Misalnya lubang bekas tempat sampah, benteng tanah, parit, bangunan, lapisan tanah (stratigrafi), sedangkan situs merupakan suatu lokasi di mana terdapat artefak, ekofak, atau fetur. Adapun dua situs atau lebih dalam satuan ruang geografis yang letaknya saling berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas disebut dengan kawasan. Salah satu tinggalan manusia masa lampau yang cukup banyak diperoleh adalah materi tinggalan megalitik. Istilah megalitik dilihat dari etimologinya berarti batu besar (mega= besar, lithos= batu) (Soejono, 2010: 248 ), jadi megalitik dapat diartikan sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar. Menurut F.A Wagner dalam bukunya Indonesia: The Art of an Island Group menyatakan bahwa megalit yang diartikan sebagai batu besar di beberapa tempat akan membawa konsep yang keliru. Menurutnya megalitik tidak hanya batu besar akan tetapi juga batu kecil dan bahkan tanpa monumen dapat dikatakan berciri megalitik bila benda tersebut dimaksudkan untuk pemujaan arwah nenek moyang (Wagner, 1962: 72). Menurut von Heine Geldern bangunan megalitik didirikan untuk menghindarkan bahaya yang mungkin mengancam perjalanan arwah dan menjamin penghidupan yang abadi bagi orang-orang yang mendirikan bangunan maupun untuk mereka yang sudah meninggal (Heine Geldern,1945: 149). Budaya megalitik merupakan peradaban yang dicirikan oleh adanya bangunan atau benda yang biasanya difungsikan untuk hal-hal yang bersifat seperti upacaraupacara keagamaan mapun penguburan, walaupun tidak menutup kemungkinan juga 2

3 dimanfaatkan untuk aspek-aspek lainnya. Budaya megalitik di Indonesia berkembang pada masa Austro-prasejarah (Prasetyo, 2012: 1) Wujud materi tinggalan megalitik hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia terdiri dari menhir, dolmen, sarkofagus, bangunan teras berundak, arca menhir, arca megalitik, batu bergores, batu berlubang, kubur batu, tahta batu, lumpang batu, pandusa, dan waruga (Hekeeren, 1958: 44-79; Soejono, 2010: ). Beberapa tinggalan tradisi megalitik diperoleh juga di kawasan Lampung. Untuk Kabupaten Lampung Barat, temuan tinggalan tradisi megalitik juga banyak diperoleh di beberapa situs, yaitu di situs Kenali, situs Sukarame, situs Kajadian, situs Kerbang, situs Cabangdua, situs Purawiwitan, situs Batujagur, situs Tlagamukmin, situs Batuberak, situs Batutameng, situs Purajaya, situs Batujaya, situs Campang, situs Ciptamulya, situs Bungin, situs Air Ringkih, situs Harakuning ( Sukendar, 1979); situs Tanjung Raya ( Widyastuti, 2011: 17-26; Rusyanti, 2012: ); kawasan Ranau (Laili, 2012: 21-40). Salah satu situs yang memiliki tinggalan tradisi megalitik adalah situs Tanjung Raya. Berdasarkan tinggalan arkeologis situs Tanjung Raya merupakan situs pemukiman yang multi komponen dengan beberapa tinggalan arkeologi (Widyastuti, 2011; Rusyanti, 2012). Tinggalan arkeologi tersebut berupa tradisi megalitik, prasasti, tembikar dan keramik, serta arca megalitik. Keberlangsungan permukiman di situs Tanjung Raya sementara didasarkan pada pertanggalan relatif. Keberadaan prasasti di situs Tanjung Raya dapat menunjukkan pertanggalan relatif berdasarkan paleografi. Tinggalan prasasti Tanjung Raya terdiri dari dua prasasti, yaitu prasasti Tanjung Raya I dan prasasti Tanjung Raya II, keseluruhannya berupa bongkahan batu. Menurut Winarto (2006), prasasti Tanjung Raya I berdasarkan pengamatan oleh Hasan Djafar dan Buchori disimpulkan bahwa prasasti tersebut terdiri dari delapan baris dengan huruf Jawa Kuna. Bentuk huruf cenderung persegi (Widyastuti, 2011: 22) Berdasarkan paleografi, prasasti Tanjung Raya I diperkirakan berasal dari sekitar Prasasti Tanjung Raya (Dok. Balar Bandung, 2011) 3

4 abad ke-10 M. Adapun prasasati Tanjung Raya II dipahatkan pada bongkah batu tegak dengan tulisan pada prasasti berbunyi Batu Pahat sehingga prasasti inipun disebut dengan prasasti Batu Pahat. Berdasarkan paleografinya, Winarto (2006) memperkirakan prasasti ini berasal dari abad ke-14 M. Tulisan yang terpahat berhuruf Jawa Kuna dengan bentuk agak membulat dan berbahasa Melayu Kuna (Widyastuti, 2011: 21-22). Kondisi huruf yang sudah sangat aus mengakibatkan prasasti ini tidak dapat dibaca sehingga isi prasasti tidak dapat diketahui. Temuan lain, yaitu keramik, dapat juga memberikan petunjuk pertanggalan meskipun masih secara relatif. Menurut Widyastuti (2011), dalam Arkeologi: Pola Pemukiman dan Lingkungan Hidup yang menelaah masa penghunian dan pemanfaatan situs yang pernah berlangsung di situs Tanjung Raya, temuan keramik dan paleografi prasasti Tanjung Raya I dan II menunjukkan kesesuaian pertanggalan. Kehadiran prasasti dan pemanfaatan keramik di situs Tanjung Raya bersamaan waktunya, paleografi prasasti Tanjung Raya diperkirakan berasal dari abad ke-10 dan abad ke-14 M, sedangkan hasil analisis keramik menunjukkan keramik tersebut berasal dari masa Cina masa Dinasti Song, yaitu yang berasal dari sekitar abad ke M. Penghunian situs terus berlanjut hingga pada masa sesudahnya, ditunjukkan oleh temuan keramik masa dinasti Yuan (abad ke M), Ming (abad ke M, dan Qing (abad ke M). Tinggalan keramik yang diperoleh selain dapat dijadikan petunjuk pertanggalan relatif dapat juga dijadikan petunjuk mengenai fungsi situs ataupun pemanfaatan situs, melalui tipologi keramik. Berdasarkan tipologi fragmen keramik di situs Tanjung Raya terdiri dari tiga jenis yaitu mangkuk, piring, dan guci. Ketiga jenis tersebut tergolong dalam tipe kelompok barang-barang yang sering dimanfaatkan untuk keperluan seharihari atau seringkali disebut dengan kelompok dapur yang berada pada suatu permukiman penduduk. Dengan demikian, prasasti Tanjung Raya ditempatkan pada lahan yang merupakan permukiman penduduk (Widyastuti, 2011: 23-25). Penempatan prasasti diletakkan di permukiman penduduk, selanjutnya muncul permasalahan siapakah pendukung atau masyarakat permukiman awal situs Tanjung Raya yang menerima prasasti Tanjung Raya I dan II. Apakah masyarakat pendukung keramik yang secara relatif telah dimulai sejak abad 10 M atau jauh sebelumnya. Hal lain yang menarik adalah dengan adanya prasasti berarti ada kedatangan kelompok 4

5 masyarakat lain di luar pendukung situs Tanjung Raya, sejauh mana interaksi yang terjadi antar penghuni situs dengan kelompok masyarakat pembawa prasasti, yaitu interaksi yang intens atau hubungan sesaat, yaitu hubungan formalitas antara penguasa dengan masyarakat yang dikuasai. Dengan demikian, hasil tulisan akan melengkapi data tentang keberlangsungan penghunian di situs Tanjung Raya. Pendekatan yang dilakukan dalam tulisan ini merupakan pendekatan kebudayaan materi (Chaksana, 2006: 5-6) dan pendekatan sosiologi (Soekanto, 1990 : 15-27). Melalui pendekatan kebudayaan materi diperoleh tinggalan materi sebagai pemikiran produk budaya yang mencerminkan pranata dan gagasan yang terkandung di dalam materi tinggalan tersebut. Dengan demikian, pengamatan dilakukan pada artefak yang diperoleh di situs Tanjung Raya. Untuk menyelesaikan permasalahan selanjutnya juga dipergunakan pendekatan sosiologi terutama dengan teori interaksi sosial. Melalui pendekatan sosiologi dapat diketahui interaksi yang kemungkinan terjadi antara masyarakat penghuni situs Tanjung Raya dengan kelompok pembawa prasasti. Kondisi ini dijelaskan melalui artefak yang diperoleh di situs sebagai jejak aktivitas masa lampau. Tinggalan Arkeologi Situs Tanjung Raya Penamaan situs Tanjung Raya diselaraskan pada temuan prasasti yang dikenal dengan nama prasasti Tanjung Raya. Saat ini Tanjung Raya merupakan nama sebuah desa tempat situs megalitik berada. Situs ini oleh penduduk setempat dikenal juga dengan nama chakmumung yang artinya pulau menggantung. Pengertian menggantung didasarkan pada kondisi lahan situs yang dikelilingi lahan yang lebih rendah. Lahan ini sekarang difungsikan sebagai sawah. Pada lahan lebih rendah tersebut pada beberapa bagian terdapat kolam dengan mata air (Widyastuti, 2010: 21; Rusyanti, 2012: 148) Penelitian tahun 2009, 2010, dan 2012 yang telah dilakukan oleh tim Balai Arkeologi Bandung menunjukkan bagian yang diperkirakan sebagai jalan masuk berada di sisi barat laut. Pengamatan yang dilakukan membagi dua area, yaitu utara dan selatan. Berdasarkan pengamataan permukaan temuan di area selatan tidak diperoleh jejak arkeologis, sedangkan di bagian utara banyak diperoleh tinggalan arkeologi berupa tinggalan tradisi megalitik, keramik dan tembikar, prasasti, serta temuan penduduk 5

6 berupa arca megalitik (Widyastuti, 2010: 21-22; Rusyanti, 2012: ). Dengan demikian area aktivitas pendukung situs Tanjung Raya hanya memanfaatkan area utara. Area utara situs, berdasarkan tinggalan arkeologi, menunjukkan pemanfaatan ruang secara merata, baik di sisi barat maupun di sisi timur (Rusyanti, 2012: ). Di sisi barat terdapat jejak aktivitas manusia masa lampau berupa fragmen keramik dan tembikar yang tersebar secara merata serta menhir, tatanan batu, dan dolmen. Dolmen di situs ini terdiri dari batu datar di bagian atas dan beberapa batu sebagai kaki penyangga terletak di bagian bawah. Keseluruhan bagian dolmen, baik bagian atas maupun kaki berbahan andesit dan tidak mengalami pengerjaan oleh manusia. Batu penyangga yang teramati terdapat di sisi selatan berjumlah dua batu. Kondisi batu penyangga, satu batu tidak utuh terlihat, sebagian bagian tepat berada di besar batu tertimbun tanah dan bawah menyangga batu datar, adapun satu batu lagi sudah terlepas dari asosiasinya pada posisi tidak menyangga batu datar. Ukuran batu datar pada bagian panjang 260 centimeter, lebar 180 Dolmen di Sisi Barat Situs Tanjung Raya (Dok. Balai Arkeologi Bandung, 2012) centimeter, dan tebal 35 centimeter. Ukuran kaki penyangga yang teramati berukuran tinggi kurang lebih 4 cm. Menhir berada di antara dolmen dan susunan batu datar. Menhir terletak di 16 meter sebelah selatan dolmen. Menhir berbentuk melengkung dan meruncing pada bagian atas, beorientasi ke arah timur laut. Artefak ini dibuat dari bahan batuan andesit. Ukuran menhir tinggi 55 cm, lebar 50 cm, dan tebal 25 cm. Menhir di Sisi Barat Situs Tanjung Raya (Dok. Balai Arkeologi Bandung, 2012) Di sisi barat berdekatan dengan lokasi dolmen dan menhir terdapat sebaran batuan mengelompok. Batu terbuat dari bahan andesit. 6

7 Sisi timur, di area ini terdapat prasasti Tanjung Raya I dan II, temuan arca, keramik Cina dan Eropa, serta tinggalan tradisi megalitik berupa batu datar. Prasasti Tanjung Raya diperoleh di sisi timur laut dekat jalan masuk situs. Kondisi prasasti dalam keadaan baik dan cukup terawat. Sebaran fragmen tembikar juga masih dijumpai disekitar luar cungkup hingga lahan garapan pertanian di sekitarnya dalam jumlah yang Batu datar I di Sisi Timur Situs Tanjung Raya (Dok.Balar Bandung, 2012) relatif sedikit dibandingkan dengan area lain. Temuan lain berupa batu datar, yang disebut dengan nama batu datar I. Batu datar ini berada di kompleks perkebunan kopi milik keluarga Zulkifli Batu datar ini terbuat dari monolit andesit pada bagian permukaan atas berupa bidang datar. memiliki ukuran panjang 150 cm, lebar 180 cm dan tinggi 55 cm Batu datar Temuan batu datar yang lain terletak di 1, 2 meter sebelah selatan batu datar I. Batu datar ini disebut dengan batu datar II. Pengamatan yang dilakukan pada objek lebih menunjukkan terminologi batu datar daripada dolmen. Batu datar ini berupa monolit berbahan batuan andesit memilki ukuran panjang 150 cm, lebar 100 cm, dan tinggi 54 cm. Sisi timur situs Tanjung Raya juga diperoleh dua arca yang menggambarkan dua tokoh, yaitu tokoh laki-laki dan perempuan. Identifikasi jenis kelamin arca didasarkan pada bentuk badan. Arca laki-laki lebih tinggi daripada arca perempuan yang terlihat lebih tambun. Tanda kelamin sekunder perempuan juga terlihat dari dada yang membusung. Pahatan pada kedua arca terlihat kasar dan tidak simetris. Menurut Rusyanti (2012: 152), bentuk dari arca tersebut menimbulkan asumsi sebagai arca polinesia. Arca polinesia pada awalnya merupakan istilah untuk mengelompokkan arca yang golongannya tidak jelas. Istilah tersebut dipopulerkan oleh Krom sedangkan Brumund menyebutnya dengan arca tipe Pajajaran. Secara umum bentuk dan ciri arca polinesia berbeda dengan arca masa Hindu-Buddha yang sangat ketat mengikuti akidah ikonografi.arca polinesia seringkali dikenali dari bentuknya yang tidak simetris, kepala arca sering tidak seimbang dengan badan, tidak lengkap, hidung pesek dan mulut 7

8 kadang-kadang hanya garis. Badan sering tidak berlengan dan bagian bawah merupakan gumpalan batu yang diberikan beberapa garis. Menurut Groeneveldt dalam Mulia (1980) arca semacam itu ditemukan di daerah yang tidak terpengaruh oleh kebudayaan Hindu dan dapat dianggap sebagai hasil ciptaan penduduk asli tanpa bantuan pengaruh kebudayaan lain (Rusyanti, 2012: ). Pembahasan Tradisi megalitik berhubungan erat dengan tinggalan megalitik. Tradisi pendirian tinggalan ataupun bangunan megalitik dilandasi oleh kepercayaan pada hubungan yang senantiasa harus terbangun dengan baik antara yang hidup dan yang mati. Keyakinan yang paling mendasar adalah kepercayaan akan adanya pengaruh yang kuat dari yang telah mati kepada sistem kehidupan, baik kesejahteraan masyarakat maupun kesuburan tanaman. Untuk itu diperlukan bangunan megalitik sebagai persembahan kepada yang mati untuk dijadikan media penghormatan, tempat singgah, maupun simbol yang mati ( Soejono, 2010:248). Tinggalan megalitik yang diperoleh di situs Tanjung Raya menunjukkan temuan yang ada tidak berkait dengan penguburan tetapi berkait dengan upacara pemujaaan. Hal ini dibuktikan pada penggalian yang dilakukan di sekitar dolmen tidak ditemukan indikasi kubur. Dolmen dan batu datar merupakan salah satu tinggalan arkeologis yang biasanya dipergunakan sebagai tempat sesaji. Batu datar dalam tradisi megalitik merupakan perangkat untuk menempatkan sesaji sebagai komponen ritual pemujaan yang dilakukan. Dalam beberapa kasus, batu datar juga ditopang oleh batu-batu kecil sebagai kaki-kaki, dalam budaya megalitik disebut dolmen. Fungsi dolmen dapat dipergunakan sebagai media pemujaan dan ada juga yang dipergunakan sebagai penguburan. Data etnografi yang menunjukkan bahwa dolmen dipergunakan sebagai media pemujaan diperlihatkan oleh suku bangsa Sabu. Suku bangsa Sabu menggunakan dolmen sebagai media untuk menghormati roh atau sebagai tempat sesaji atau melakukan upacara dalam kaitannya dengan pemujaan arwah leluhur. Selain itu, dolmen juga dipakai sebagai tempat duduk kepala suku atau raja-raja. Kondisi ini membuat dolmen dipandang sebagai tempat keramat dalam melakukan pertemuan-pertemuan (Suastika, 2006: 70). 8

9 Batu tegak atau menhir biasanya mengacu pada sebuah batu yang didirikan secara tegak baik mengalami pengerjaan ataupun yang belum. Banyak pendapat mengenai fungsi menhir, di antaranya adalah sebagai lambang dari arwah yang diperingati, sebagai tahta bagi kedatangan arwah pemimpin atau arwah leluhur, dan sekaligus pula sebagai media penghormatan terhadap nenek moyang. Menhir juga bisa berfungsi sebagai tempat penghormatan atau tempat upacara, lambang laki-laki, tempat mengikat atau menyembelih hewan korban seperti kerbau, dan sebagai tempat bermusyawarah (Hoop, 1932: ; Soejono, 1989: 255; Sukendar, 1985: 43). Rentang waktu masa penghunian di situs Tanjung Raya berdasarkan pertanggalan relatif, yaitu melalui keramik asing yang diperoleh dapat disimpulkan penghunian berkisar abad ke M ditunjukkan oleh temuan fragmen keramik Cina masa Dinasti Song. Penghunian situs terus berlanjut hingga pada masa sesudahnya, ditunjukkan oleh temuan keramik masa dinasti Yuan (abad ke M), Ming (abad ke M, dan Qing (abad ke M). Megalitik di Indonesia, menurut pendapat Heine Geldern masuk di Indonesia melalui dua waktu yang berbeda yang terkategori mejadi megalitik tua dan megalitik muda. Megalitik tua berkembang pada masa jelas bahwa neolitik ( ± SM), bangunan yang dihasilkan yaitu menhir, dolmen, undak batu, jalan batu, dan bangunan lain yang bersifat monumental. Adapun megalitik muda berkembang pada masa perunggu besi. di antara tinggalannya yaitu kubur peti batu, sarkofagus, dan sebagainya yang bersifat ornamental (Heine Geldern, 1945: 149). Pendapat ini masih banyak diragukan oleh para ahli. Beberapa penelitian megalitik terbaru di Indonesia melemahkan pendapat Geldern, hasil pertanggalan situs-situs megalitik Indonesia menunjukkan kisaran umur megalitik diawali dari abad 4 SM sampai dengan abad 17 M. Wilayah Sulawesi memberikan sumbangan data pertanggalan yang cukup tua yaitu sekitar abad 4 SMawal M sampai yang termuda sekitar abad M. Untuk megalitik di Sumatera kisaran diawali dari abad 4-7 Masehi di Jambi sampai yang termuda di Nias (abad Masehi). Demikian pula dengan pertanggalan di Jawa sekitar abad 7-9 M yang tertua dan abad di Bojonegoro. Bukti-bukti arkeologis hingga sampai saat ini menggambarkan bahwa budaya megalitik muncul dalam satu gelombang dan bukan 9

10 dua gelombang seperti yang dikemukakan Geldern (1945) (Prasetyo, Bagyo, 2012: 13-14). Penghunian situs Tanjung Raya merujuk pada pertanggalan keramik, paleografi prasasti, serta analogi pertanggalan situs megalitik yang telah dilakukan, pada umumnya di Indonesia dan khususnya di situs-situs Sumatera maka kemungkinan penghunian situs Tanjung Raya paling awal sudah dimulai dari abad ke-4 M oleh masyarakat pendukung budaya megalitik. Kehadiran tinggalan megalitik dan arca megalitik dimulai sebelum kedatangan kelompk pembawa keramik dan prasasti yang jauh lebih muda yaitu paling awal abad ke-10 M. Penghunian terus berlanjut hingga abad 10 M, saat kedatangan kelompok pembawa prasasti Tanjung Raya I yang secara paleografi diperkirakan berasal dari abad ke-10 M. Kelompok tersebut juga membawa peralatan rumah tangga berupa keramik Cina dari dinasti Song, secara relatif dari sekitar abad M. Pemukiman Tanjung Raya terus berlanjut hingga masa sesudahnya, yaitu kedatangan kelompok pembawa prasasti Tanjung Raya II. Paleografi prasasti tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-14 M. Kelompok tersebut juga membawa peralatan rumah tangga berupa keramik Cina dari dinasti Yuan (abad ke M), Ming (abad ke M), dan Qing (abad ke M). Asal usul kelompok pembawa prasasti belum dapat diketahui karena isi prasasti Tanjung Raya yang tidak terbaca menyebabkan tidak diketahui informasi yang terkandung dalam prasasti. Informasi yang diperoleh berupa angka tahun yang terbaca dari paleografi yang ada serta huruf jawa dengan bahasa melayu. Dengan demikian belum ada keterangan lebih lanjut mengenai asal pembawa ataupun pembuat prasasti. Masyarakat pendukung situs Tanjung Raya dengan kelompok masyarakat pembawa prasasti telah terjadi interaksi. Interaksi yang dimaksud adalah interaksi sosial, hubungan timbal balik yang dinamis antara kedua kelompok tersebut ( Soekanto, 1990: 65-95). Kedua kelompok ini telah terjadi kontak secara langsung dan positif sehingga kelompok pembawa prasasti diterima dengan baik oleh pendukung situs Tanjung Raya. Kondisi tersebut teramati melalui tinggalan arkeologi yang ada, yaitu sebaran fragmen keramik yang diindikasikan sebagai peralatan rumah tangga yang secara relatif berasal dari abad ke-10 M hingga abad ke-17 M yaitu dari dinasti Song hingga Qing. Data mengenai kepadatan keramik di situs Tanjung Raya menunjukkan 10

11 bahwa peralatan rumah tangga jenis ini cukup popular sehingga menjadi pilihan untuk dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat pendukung situs Tanjung Raya. Masyarakat pendukung budaya megalitik sebagai penghuni awal merupakan masyarakat yang teratur dan besar kemungkinan telah terjadi kehidupan mapan, dengan organisasi sosial yang teratur. Hal ini sejalan dengan Sutaba (1999: 11-15), bahwa masyarakat pendukung tradisi megalitik menempatkan peranan dan kedudukan seorang pemimpin menjadi sangat penting. Dengan demikian di dalam masyarakat tradisi megalitik terdapat kelompok sosial fungsional, yaitu kelompok para pemimpin, kelompok yang menguasai teknologi dan keterampilan khusus yang terdiri dari undagi batu dan kayu; kelompok rohaniwan yang mengatur dan melaksanakan upacara-upacara untuk keselamatan dan kesejahteraan masyarakat; dan kelompok yang tidak menguasai teknologi dan keterampilan tertentu. Kelompok pembawa prasasti dalam memilih lokasi untuk meletakkan prasasti tentunya mempertimbangkan beberapa hal termasuk membangun komunikasi dengan penghuni awal Tanjung Raya. Hal tersebut mengingat prasasti merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh seorang raja atau pejabat kerajaan. Oleh karena itu prasasti merupakan sumber utama untuk mengetahui hak dan kewajiban seseorang, suatu desa atau bangunan suci dan peristiwa yang melatarbelakangi penentuan hak dan kewajiban tersebut (Wibowo, 1992: 63). Prasasti setidaknya yang ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagian besar berisi keputusan atau maklumat tentang penetapan suatu daerah atau sebidang tanah menjadi perdikan (sim a), dan peringatan akan terjadinya suatu peristiwa. Meskipun demikian, ada juga prasasti yang hanya memuat tulisan yang amat pendek berupa satu kata, nama, ataupun angka tahun saja (Boechari, 2012: 6, Djafar, 1994:197) Kasus Tanjung Raya jelas menunjukkan bahwa masyarakat Tanjung Raya merupakan masyarakat yang telah mapan sehingga prasasti diletakkan pada wilayah masyarakat Tanjung Raya. Pemilihan lokasi untuk penempatan prasasti dipilih secara strategis, yaitu di timur laut, di mana lokasi ini merupakan lokasi yang masih kosong belum dimanfaatkan untuk aktivitas permukiman. Hal ini didukung oleh tidak adanya tinggalan tradisi megalitik dan sebaran tembikar ataupun keramik yang sangat sedikit. 11

12 Kebun Peratin Batu Putih Siring Timur Sebaran Tinggalan Arkeologis Situs Tanjung Raya (Dok. Balar Bandung, 2012) 12

13 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pendukung tinggalan megalitiklah yang merupakan masyarakat awal dari pemukiman situs Tanjung Raya. Simpulan ini didasarkan pada analogi pertanggalan situs-situs megalitik di Indonesia dan temuan tinggalan tradisi megalitik yang cukup merata di situs Tanjung Raya dan analogi bahwa peletakan prasasti oleh penguasa dapat dipastikan dilakukan pada suatu kelompok masyarakat karena isi prasasti ditujukan untuk masyarakat. Apabila dikaitkan dengan pemanfaatan ruang yang ada, prasasti Tanjung Raya ditempatkan pada lokasi yang dekat dengan pintu masuk dan merupakan lahan kosong yang belum dimanfaatkan oleh pendukung situs. Kepadatan keramik di situs Tanjung Raya menunjukkan peralatan rumah tangga jenis keramik ini cukup popular dan dimanfaatkan oleh masyarakat pendukung situs Tanjung Raya. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa pendukung situs Tanjungraya diterima dengan baik sehingga terjadi hubungan ataupun interaksi sosial yang dinamis antara pendatang dan penghuni situs Tanjung Raya. DAFTAR PUSTAKA Atmodjo, Junus Satrio Vademekum Benda Cagar Budaya. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Boechari Epigrafi dan Sejarah Indonesia, hlm Dalam Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti (Kumpulan Tulisan Boechari). Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Chaksana, A.H dan Bambang Budi Utomo Permukiman dalam Perspektif Arkeologi. Dalam Permukiman di Indonesia Perspektif Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi NAsional. Djafar Hasan Prasasti Huludayeuh. Berkala Arkeologi Tahun XIV Edisi Khusus- Evaluasi Data dan Interpretasi Baru Sejarah Indonesia Kuna: Yogyakarta: Balai Arkeologi. Heine Geldern, R.Von Prehistoric Research in The Netherlands Indies. Science and Scientist in the Netherlands Indies. New Yor, Board for the Netherlands Indies, Surinam, and Curacao. Hekeeren, H.R. van The Bronze-Iron Age of Indonesia.VKI. XXII. s- Gravenhage-Martinus. 13

14 Hoop, A.N.J Th. a Th. van der Megalithic Remains in South Sumatra. Translated by W. Shirlaw, Zuthpen. W.J Theime & Cie. Laili, Nurul Penghunian dan Interaksi Pendukung Situs-situs di Kawasan Danau Ranau, Lampung Barat. Dalam Purbawidya Vol.1 No. 1 Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi. Bandung: Balai Arkeologi Bandung. Prasetyo, Bagyo Budaya Megalitik Indonesia: Hasil Penelitian dan Permasalahannya. Makalah EHPA disampaikan pada Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi Solo: Pusat Arkeologi Nasional Rusyanti Keruangan Situs Tanjungraya Lampung. Dalam Arkeologi Ruang: Lintas Waktu Sejak Prasejarah hingga Kolonial di Situs-Situs Jawa Barat dan Lampung: Bandung: Alqaprint Soejono, R.P Beberapa Masalah Tentang Tradisi Megalitik. Dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) VI a: Jakarta: IAAI Soejono, R.P dan Leirissa, R.Z (ed)., Jaman Prasejarah Indonesia. Sejarah Nasional Indonesia I (cet.4)-edisi Pemuktahiran. Jakarta: Balai Pustaka. Soekanto, Soerjono Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Suastika, I Made Batu Kuku di Desa Tejakula. Denpasar: Balai Arkeologi Denpasar Sukendar, Haris Laporan Penelitian Kepurbakalaan Lampung. Laporan Penelitian. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Sukendar, Haris Peninggalan Tradisi Megalitik di Daerah Cianjur. Laporan Penelitian. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Sukendar, Haris Album Tradisi Megalitik di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sutaba. I Made Keberagaman Dalam Perkembangan Tradisi Megalitik Di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Wagner, F.A Indonesia: The Art of an Island Group. Art of the World Series. Wibowo A.S Riwayat Penyelidikan Prasasti di Indonesia. Dalam 50 Tahun Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional: Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Widyastuti, Endang Masa Penghunian dan Pemanfaatan Situs Tanjung Raya Lampung. Dalam Supratikno Rahardjo (Ed). Arkeologi : Pola Pemukiman dan Lingkungan Hidup: Bandung: Alqaprint 14

15 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 15

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini diuraikan beberapa konsep yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa kebudayaan diantaranya dimulai pada masa prasejarah yang

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN

SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN AGUS ARIS MUNANDAR Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Disampaikan dalam Seminar Nasional

Lebih terperinci

MENENGOK KEMBALI BUDAYA DAN MASYARAKAT MEGALITIK BONDOWOSO. Muhammad Hidayat (Balai Arkeologi Yogyakarta)

MENENGOK KEMBALI BUDAYA DAN MASYARAKAT MEGALITIK BONDOWOSO. Muhammad Hidayat (Balai Arkeologi Yogyakarta) MENENGOK KEMBALI BUDAYA DAN MASYARAKAT MEGALITIK BONDOWOSO Muhammad Hidayat (Balai Arkeologi Yogyakarta) I. Budaya Megalitik Bondowoso: Permasalahan, Jenis, dan Persebarannya Tinggalan budaya megalitik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan pustaka yang berkaitan dengan topik yang

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1 1. Bangunan megalithikum yang berbentuk batu bertingkat berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap nenek moyang disebut...

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu dan sekarang. Bangunan megalitik hampir tersebar di seluruh kepulauan Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA

FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA 1 FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA Anugrah Syahputra Singarimbun Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Unud Abstract Archeology studies attempting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian, dimana dalam tinjauan pustaka

Lebih terperinci

TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM. Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi

TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM. Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi 1 TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi Abstrak Archeology studies try to reconstruct human culture in the past

Lebih terperinci

02/10/2012. Cupture 2. Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia. Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM

02/10/2012. Cupture 2. Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia. Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM Cupture 2 Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM 1 Kebudayaan Austronesia yang datang dari Yunan, Sungai Yan-Tse atau Mekong, dari Hindia Belakang telah mengubah

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

BAB 1: SEJARAH PRASEJARAH

BAB 1: SEJARAH PRASEJARAH www.bimbinganalumniui.com 1. Studi tentang kebudayaan adalah suatu studi yang mempelajari... (A) Gagasan-gagasan untuk mewujudkan tindakan dan artefak (B) Kesenian (C) Karya sastra dan cerita rakyat (D)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan dan diupayakan menjadi daya tarik wisata daerah. Potensi wisata tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kajian pustaka merupakan suatu pustaka yang dijadikan pedoman dalam melakukan suatu penelitian yang sering disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010). Sebagian besar tinggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi, wilayahnya mencakup daerah di sepanjang aliran sungai Batang Merangin,

Lebih terperinci

TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH

TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH A. Pendahuluan Maluku merupakan propinsi dengan sebaran tinggalan arkeologis yang cukup beragam. Tinggalan budaya ini meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik dan peninggalan yang dimaksud masih tetap berdiri tegar diperkampunganperkampungan tradisional

Lebih terperinci

NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU

NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU Bau Mene (Balai Arkeologi Jayapua) Abstract Statue tomb at the site of Manuba ancient grave at Mallusetasi District in Barru Residence.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan daerah-daerah atau bangsa-bangsa lain di luar Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan daerah-daerah atau bangsa-bangsa lain di luar Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Letak geografis Indonesia yang sangat strategis mengakibatkan adanya hubungan dengan daerah-daerah atau bangsa-bangsa lain di luar Indonesia. Kondisi tersebut sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terdiri dari berbagai macam pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki kota-kota

Lebih terperinci

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat disebabkan karena ada

Lebih terperinci

Seni Rupa Pasemah: Arah Hadap dan Orientasi Karya Seni Rupa Pasemah

Seni Rupa Pasemah: Arah Hadap dan Orientasi Karya Seni Rupa Pasemah Seni Rupa Pasemah: Arah Hadap dan Orientasi Karya Seni Rupa Pasemah A. Erwan Suryanegara dan Agus Sachari Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Seni Rupa dan Desain, FSRD - ITB Universitas Indo Global Mandiri

Lebih terperinci

SITUS DUPLANG DI DESA KAMAL KECAMATAN ARJASA KABUPATEN JEMBER : HISTORISITAS DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH

SITUS DUPLANG DI DESA KAMAL KECAMATAN ARJASA KABUPATEN JEMBER : HISTORISITAS DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH SITUS DUPLANG DI DESA KAMAL KECAMATAN ARJASA KABUPATEN JEMBER : HISTORISITAS DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH Siti Nurul Adimah 1, Kayan Swastika 2, Sutjitro 3 Abstract : Duplang

Lebih terperinci

Hasil Kebudayaan masa Praaksara

Hasil Kebudayaan masa Praaksara Hasil Kebudayaan masa Praaksara 1. Hasil Kebudayaan Paleolithikum Kebudayan paleolithikum merupakan kebudayaan batu, dimana manusia masih mempergunakan peralatan yang terbuat dari batu, serta teknik pembuatanya

Lebih terperinci

DESKRIPSI PEMETAAN LOKASI SITUS MEGALITIK PAJAR BULAN KECAMATAN PAJAR BULAN KABUPATEN LAHAT

DESKRIPSI PEMETAAN LOKASI SITUS MEGALITIK PAJAR BULAN KECAMATAN PAJAR BULAN KABUPATEN LAHAT DESKRIPSI PEMETAAN LOKASI SITUS MEGALITIK PAJAR BULAN KECAMATAN PAJAR BULAN KABUPATEN LAHAT Septi Yufiani, Wakidi dan M. Basri FKIP Unila Jalan. Prof. Dr. SoemantriBrojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145

Lebih terperinci

MEGALITIK DI MALUKU. Marlyn Salhuteru*

MEGALITIK DI MALUKU. Marlyn Salhuteru* MEGALITIK DI MALUKU Marlyn Salhuteru* Abstrak Tradisi megalitik di Indonesia menandai lahirnya kepercayaan masyarakat prasejarah akan adanya suatu kekuatan yang menggerakkan alam semesta serta makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang memiliki kekayaan warisan budaya yang bernilai tinggi. Warisan budaya itu ada yang berupa bangunan atau monumen, kesenian,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TINGGALAN BATU PAMALI SEBAGAI MEDIA PELANTIKAN RAJA DI DESA LIANG KEC. TELUK ELPAPUTIH KABUPATEN MALUKU TENGAH

PENGGUNAAN TINGGALAN BATU PAMALI SEBAGAI MEDIA PELANTIKAN RAJA DI DESA LIANG KEC. TELUK ELPAPUTIH KABUPATEN MALUKU TENGAH PENGGUNAAN TINGGALAN BATU PAMALI SEBAGAI MEDIA PELANTIKAN RAJA DI DESA LIANG KEC. TELUK ELPAPUTIH KABUPATEN MALUKU TENGAH The Use of Batu Pamali as a Medium of King s Inauguration at The Liang Village

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Pada awal abad ke 20, Pulau Jawa menjadi pusat penelitian mengenai manusia prasejarah. Kepulauan Indonesia, terutama Pulau Jawa memiliki bukti dan sejarah

Lebih terperinci

KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KUBUR BATU (RETI) DI KAMPUNG KAWANGU KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Ni Nyoman Ayu Vidya Trisna Prilyandani 1*, I Wayan Ardika 1, Coleta Palupi Titasari 3 [123] Program

Lebih terperinci

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel Eksistensi Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung, Kintamani, Bangli (Kajian Tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah) Oleh : I Wayan Pardi, (NIM 0914021066), (e-mail:

Lebih terperinci

POLA PERSEBARAN TINGGALAN BUDAYA MEGALITIK DI LEUWISARI, TASIKMALAYA The Distribution Pattern of Megalithic Cultural Remains in Leuwisari, Tasikmalaya

POLA PERSEBARAN TINGGALAN BUDAYA MEGALITIK DI LEUWISARI, TASIKMALAYA The Distribution Pattern of Megalithic Cultural Remains in Leuwisari, Tasikmalaya POLA PERSEBARAN TINGGALAN BUDAYA MEGALITIK DI LEUWISARI, TASIKMALAYA The Distribution Pattern of Megalithic Cultural Remains in Leuwisari, Tasikmalaya Balai Arkeologi Bandung Jl. Raya Cinunuk K.17 Cileunyi,

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan menjadi topik penelitian ini akan dicari konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

ARKENAS PERSEBARAN DAN BENTUK-BENTUK MEGALITIK INDONESIA: SEBUAH PENDEKATAN KAWASAN. Bagyo Prasetyo

ARKENAS PERSEBARAN DAN BENTUK-BENTUK MEGALITIK INDONESIA: SEBUAH PENDEKATAN KAWASAN. Bagyo Prasetyo PERSEBARAN DAN BENTUK-BENTUK MEGALITIK INDONESIA: SEBUAH PENDEKATAN KAWASAN 1. Pendahuluan Sebagaimana dapat dikenali dari istilah yang digunakan, studi kawasan lebih menekankan aspek ruang dalam pengkajiannya.

Lebih terperinci

MASA PRA AKSARA DI INDONESIA

MASA PRA AKSARA DI INDONESIA Pola Kehidupan Manusia Purba Manusia Purba di Indonesia Kedatangan Nenek Moyang Bangsa Indonesia A. Pengertian Apakah kalian sudah pernah membuat peristiwa sejarah? Tentunya setiap manusia sudah membuat

Lebih terperinci

SARKOFAGUS SAMOSIR: KREATIVITAS LOKAL MASYARAKAT SAMOSIR

SARKOFAGUS SAMOSIR: KREATIVITAS LOKAL MASYARAKAT SAMOSIR SARKOFAGUS SAMOSIR: KREATIVITAS LOKAL MASYARAKAT SAMOSIR TAUFIQURRAHMAN SETIAWAN Abstrack One of the megalithic culture is sarcophagus. It appeared in someplace in Indonesia, such as Sulawesi, Nusa Tenggara,

Lebih terperinci

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR Harry Octavianus Sofian (Balai Arkeologi Palembang) Abstract Belitung island surrounded by two straits, the

Lebih terperinci

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2 PENDAHULUAN PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2 Indonesia merupakan negara yang kaya akan warisan budaya (cultural heritage), yang berasal dari berbagai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BANGUNAN BERUNDAK PASIR KARAMAT DI KAMPUNG SINDANGBARANG DESA PASIR EURIH BOGOR JAWA BARAT

IDENTIFIKASI BANGUNAN BERUNDAK PASIR KARAMAT DI KAMPUNG SINDANGBARANG DESA PASIR EURIH BOGOR JAWA BARAT IDENTIFIKASI BANGUNAN BERUNDAK PASIR KARAMAT DI KAMPUNG SINDANGBARANG DESA PASIR EURIH BOGOR JAWA BARAT Anugrah P.F. Alim FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008 IDENTIFIKASI BANGUNAN

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah Nama : UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah Kelas : 7 Waktu : 10.00-11.30 No.Induk : Hari/Tanggal : Senin, 08 Desember 2014 Petunjuk Umum: Nilai : 1.

Lebih terperinci

Cagar Budaya Candi Cangkuang

Cagar Budaya Candi Cangkuang Cagar Budaya Candi Cangkuang 1. Keadaan Umum Desa Cangkuang Desa Cangkuang terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain

Lebih terperinci

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum BERKALA ARKEOLOGI terdiri dari dua kata yaitu dan. adalah sebutan dalam Bahasa Sansekerta untuk jenis kerang atau siput laut. dalam mitologi Hindhu digunakan sebagai atribut dewa dalam sekte Siwa dan Wisnu.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SITUS SEPUTIH DI DESA SEPUTIH KECAMATAN MAYANG KABUPATEN JEMBER SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH

PEMANFAATAN SITUS SEPUTIH DI DESA SEPUTIH KECAMATAN MAYANG KABUPATEN JEMBER SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH 1 PEMANFAATAN SITUS SEPUTIH DI DESA SEPUTIH KECAMATAN MAYANG KABUPATEN JEMBER SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH Hegusti Dunfa Safa Irianto, Sumarno, Marjono Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sudah tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Tembikar atau keramik atau porselen

BAB II LANDASAN TEORI. sudah tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Tembikar atau keramik atau porselen BAB II LANDASAN TEORI Cina adalah Negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh kebudayaan, sejarah dan geografis. Negara Cina memiliki banyak kebudayaan, namun salah satu kebudayaan yang paling terkenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sangat luas. Wilayah Indonesia memiliki luas sekitar 1.910.931.32 km. dengan luas wilayah yang begitu besar, Indonesia memiliki banyak

Lebih terperinci

FUNGSI BUDAYA MEGALITIK DI ORAHILI-GOMO KABUPATEN NIAS SELATAN. ( Supsiloani, S.Sos dan Sulian Ekomila, S.Sos)

FUNGSI BUDAYA MEGALITIK DI ORAHILI-GOMO KABUPATEN NIAS SELATAN. ( Supsiloani, S.Sos dan Sulian Ekomila, S.Sos) FUNGSI BUDAYA MEGALITIK DI ORAHILI-GOMO KABUPATEN NIAS SELATAN ( Supsiloani, S.Sos dan Sulian Ekomila, S.Sos) ikan- ikan hias dan pantai berpasir putih. Adapun peninggalan Budaya zaman Megalitik berupa

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian BAB 1 PENDAHULUAN Menurut Vitruvius di dalam bukunya Ten Books of Architecture, arsitektur merupakan gabungan dari ketiga aspek ini: firmity (kekuatan, atau bisa dianggap sebagai struktur), venustas (keindahan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

PRASEJARAH INDONESIA

PRASEJARAH INDONESIA Tradisi Penguburan Jaman Prasejarah Di Liang Bua dan Gua Harimau E. Wahyu Saptomo Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta PRASEJARAH INDONESIA Prasejarah Indonesia dapat dibagi dua yaitu: - Prasejarah

Lebih terperinci

HASIL EKSKAVASI SITUS MALANGSARI, BANYUWANGI: Data Baru Dolmen di Jawa Timur

HASIL EKSKAVASI SITUS MALANGSARI, BANYUWANGI: Data Baru Dolmen di Jawa Timur HASIL EKSKAVASI SITUS MALANGSARI, BANYUWANGI: Data Baru Dolmen di Jawa Timur EXCAVATION RESULTS OF MALANGSARI SITE, BANYUWANGI: New Dolmen Data in East Jawa Gunadi Kasnowihardjo Balai Arkeologi Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

ARTIKEL. Judul. Oleh I WAYAN GUNAWAN

ARTIKEL. Judul. Oleh I WAYAN GUNAWAN ARTIKEL Judul Identifikasi Arca Megalitik di Pura Ulun Suwi Desa Pakraman Selulung (Kajian tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Pembelajaran IPS pada SMP berdasarkan Kurikulum 2013). Oleh I WAYAN

Lebih terperinci

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Made Reisa Anggarini 1, I Wayan Redig 2, Rochtri Agung Bawono 3 123 Program

Lebih terperinci

Istilah Arkeologi-Epigrafi. Oleh: Vernika Fauzan Alumni Arkeologi (Epigrafi) Universitas Indonesia

Istilah Arkeologi-Epigrafi. Oleh: Vernika Fauzan Alumni Arkeologi (Epigrafi) Universitas Indonesia Istilah Arkeologi-Epigrafi Oleh: Vernika Fauzan Alumni Arkeologi (Epigrafi) Universitas Indonesia Epigrafi adalah ilmu yang mengkaji tulisan kuno. Epigrafi termasuk ilmu bantu Arkeologi yang bertujuan

Lebih terperinci

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar Cagar Budaya dimiliki oleh masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kabupaten Ngawi mempunyai sumber daya budaya berupa objek/situs cagar budaya yang cukup banyak dan beragam jenisnya. Dari semua objek/situs cagar budaya yang berada

Lebih terperinci

SITUS BATU GOONG DI DESA SUKASARI, PANDEGLANG: KAJIAN ASPEK ARKEOLOGIS

SITUS BATU GOONG DI DESA SUKASARI, PANDEGLANG: KAJIAN ASPEK ARKEOLOGIS SITUS BATU GOONG DI DESA SUKASARI, PANDEGLANG: KAJIAN ASPEK ARKEOLOGIS BATU GOONG SITE IN THE SUKASARI VILLAGE, PANDEGLANG: STUDY OF THE ARCHAEOLOGICAL ASPECT Sudarti Balai Arkeologi Bandung Jl. Raya Cinunuk

Lebih terperinci

KONDISI GEOGRAFIS CHINA

KONDISI GEOGRAFIS CHINA CHINA WILAYAH CINA KONDISI GEOGRAFIS CHINA Dataran tinggi di bagian barat daya China dengan rangkaian pegunungan tinggi yakni Himalaya. Pegunungan ini berbaris melengkung dan membentang dari Hindukush

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia BAB V PENUTUP Manusia prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini makanan, telah mengembangkan teknologi pembuatan alat batu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mereka untuk dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

BAGIAN I EXECUTIVE SUMMARY

BAGIAN I EXECUTIVE SUMMARY BAGIAN I EXECUTIVE SUMMARY iii "STRATEGI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI POTENSI SUMBERDAYA ARKEOLOGI DAN BUDAYA LOKAL, SERTA SPESIFIKASI GEOGRAFIS KAWASAN PANTAI UTARA BALI KABUPATEN BULELENG, PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Katulistiwa. Sejak awal abad Masehi, Pulau Sumatera telah

BAB I PENDAHULUAN. di Katulistiwa. Sejak awal abad Masehi, Pulau Sumatera telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pulau Sumatera atau yang dahulu dikenal dengan nama Pulau Swarnadwipa merupakan pulau terbesar keenam di dunia yang memanjang dari 6 0 Lintang Utara hingga

Lebih terperinci

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keramik Tiongkok dari dinasti Han (206 S.M 220 M). 1 Keramik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keramik Tiongkok dari dinasti Han (206 S.M 220 M). 1 Keramik di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan keramik asing di Indonesia dari berbagai negara sudah masuk ke Indonesia sejak jaman prasejarah, dibuktikan dengan temuan tertua berupa keramik Tiongkok

Lebih terperinci

Arsitektur Dayak Kenyah

Arsitektur Dayak Kenyah Arsitektur Dayak Kenyah Propinsi Kalimantan Timur memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Namun kali ini hanya akan dibahas detail satu jenis bangunan adat yaitu lamin (rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerang, sekam padi, atau pecahan tembikar yang dihaluskan (grog), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. kerang, sekam padi, atau pecahan tembikar yang dihaluskan (grog), mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa Sentang adalah sebuah desa yang ada di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Sumatera Utara. Beberapa perempuan di Desa Sentang memiliki keahlian dalam membuat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. A. Pendahuluan. B. Pengertian Warisan Budaya Tak BendaHasil. C. Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kabupaten Bogor

DAFTAR ISI. A. Pendahuluan. B. Pengertian Warisan Budaya Tak BendaHasil. C. Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kabupaten Bogor DAFTAR ISI A. Pendahuluan B. Pengertian Warisan Budaya Tak BendaHasil C. Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kabupaten Bogor a) Prasasti Batu Tulis Ciaruteun b) Rumah Tinggal Song Beng

Lebih terperinci

SITUS WOTANNGARE-BOJONEGORO: NILAI PENTING DAN PENGEMBANGANNYA WOTANNGARE SITE BOJONEGORO: ITS SIGNIFICANCE AND DEVELOPMENT

SITUS WOTANNGARE-BOJONEGORO: NILAI PENTING DAN PENGEMBANGANNYA WOTANNGARE SITE BOJONEGORO: ITS SIGNIFICANCE AND DEVELOPMENT SITUS WOTANNGARE-BOJONEGORO: NILAI PENTING DAN PENGEMBANGANNYA WOTANNGARE SITE BOJONEGORO: ITS SIGNIFICANCE AND DEVELOPMENT Hery Priswanto Balai Arkeologi Yogyakarta priswanto.balaryk@gmail.com ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM

TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Burial in caves and niches on the Web is a

Lebih terperinci

PENELITIAN ASPEK MEGALITIK PADA BATU MEJA DI SITUS DESA WAEYASEL, KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROVINSI MALUKU

PENELITIAN ASPEK MEGALITIK PADA BATU MEJA DI SITUS DESA WAEYASEL, KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROVINSI MALUKU Karyamantha Surbakti. Penelitian aspek megalitik pada batu meja di situs Desa Waeyasel, Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku PENELITIAN ASPEK MEGALITIK PADA BATU MEJA DI SITUS DESA WAEYASEL, KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

89 Kapata Arkeologi Vol. 1 No. 1 Agustus / Marlyn Salhuteru Masyarakat Maluku Tenggara

89 Kapata Arkeologi Vol. 1 No. 1 Agustus / Marlyn Salhuteru Masyarakat Maluku Tenggara pulau Bali ke daerah mereka, maka pasti ada unsur budaya yang dibawa serta pada saat kedatangan mereka, dalam hal ini budaya Hindu-Budha. Berpatokan pada keadaan di atas, dengan menggunakan data sejarah

Lebih terperinci

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan).

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan). Kehidupan Manusia Pra Aksara Pengertian zaman praaksara Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman Praaksara yaitu zaman Nirleka, Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka

Lebih terperinci

TUGAS KLIPING IPS KEHIDUPAN MANUSIA PURBA YANG HIDUP PADA MASA PRA-AKSARA

TUGAS KLIPING IPS KEHIDUPAN MANUSIA PURBA YANG HIDUP PADA MASA PRA-AKSARA TUGAS KLIPING IPS KEHIDUPAN MANUSIA PURBA YANG HIDUP PADA MASA PRA-AKSARA DIBUAT OLEH : AMANDA SOFI IA 7 6 NAMA : AMANDA SOFI IA KELAS : - MAPEL : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KEHIDUPAN MANUSIA PURBA YANG HIDUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan lingkungannya (Rossler, 2009: 19). Warisan Budaya dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan lingkungannya (Rossler, 2009: 19). Warisan Budaya dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Warisan budaya mengekspresikan suatu hubungan yang panjang antara manusia dan lingkungannya (Rossler, 2009: 19). Warisan Budaya dapat diartikan sebagai suatu yang

Lebih terperinci

Pengemasan Benda Cagar Budaya sebagai Aset Pariwisata di Papua Klementin Fairyo, Balai Arkeologi Jayapura

Pengemasan Benda Cagar Budaya sebagai Aset Pariwisata di Papua Klementin Fairyo, Balai Arkeologi Jayapura Pengemasan Benda Cagar Budaya sebagai Aset Pariwisata di Papua Klementin Fairyo, Balai Arkeologi Jayapura Abstrak The packaging of archaeological remains is the way to advantage archaeological remains

Lebih terperinci

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia mempunyai sejarah kebudayaan yang telah tua, berawal dari masa prasejarah (masa sebelum ada tulisan), masa sejarah (setelah mengenal tulisan)

Lebih terperinci

Naskah diterima: Naskah direvisi: Naskah disetujui terbit:

Naskah diterima: Naskah direvisi: Naskah disetujui terbit: TINGGALAN BATU DULANG DI SITUS ALANG ASSAUDE, KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, MALUKU BATU DULANG AT THE SITE OF ALANG ASSAUDE, WEST SERAM REGENCY, MOLUCCA Naskah diterima: Naskah direvisi: Naskah disetujui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media tulis prasasti terdiri atas beberapa jenis antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. Media tulis prasasti terdiri atas beberapa jenis antara lain : 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prasasti adalah suatu putusan resmi yang di dalamnya memuat sajak untuk memuji raja, atas karunia yang diberikan kepada bawahannya, agar hak tersebut sah dan dapat

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 31 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Bio-Fisik Kawasan Karst Citatah Kawasan Karst Citatah masuk dalam wilayah Kecamatan Cipatat. Secara geografis, Kecamatan Cipatat merupakan pintu gerbang Kabupaten

Lebih terperinci

SITUS-SITUS MEGALITIK DI MALANG RAYA: KAJIAN BENTUK DAN FUNGSI

SITUS-SITUS MEGALITIK DI MALANG RAYA: KAJIAN BENTUK DAN FUNGSI SITUS-SITUS MEGALITIK DI MALANG RAYA: KAJIAN BENTUK DAN FUNGSI Slamet Sujud Purnawan Jati & Deny Yudo Wahyudi Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Abstrak: Kajian bentuk dan fungsi

Lebih terperinci

PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA

PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA Irfanuddin Wahid Marzuki (Balai Arkeologi Manado) Abstrak The slopes of Mount Merapi are found the remains of the

Lebih terperinci

at Parahyangan Catholic University/Universitas Katolik Parahyangan 2 Senior Lecturer in the Doctoral (S-3) Study Program in Architecture

at Parahyangan Catholic University/Universitas Katolik Parahyangan 2 Senior Lecturer in the Doctoral (S-3) Study Program in Architecture Jurnal RISA (Riset Arsitektur) ISSN 2548-8074, www.journal.unpar.ac.id Volume 01, Nomor 03, edisi Juli 2017; hal 34-50 THE CHARACTERISTIC FEATURES OF MEGALITHIC CULTURE IN THE ARCHITECTURE OF TEMPLES ON

Lebih terperinci