MODEL PENGELOLAAN HUTAN PESANTREN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL PENGELOLAAN HUTAN PESANTREN"

Transkripsi

1 MODEL PENGELOLAAN HUTAN PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh: Kiki Ahmad Zakiyudin E DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN Kiki Ahmad Zakiyudin. E Model Pengelolaan Hutan Pesantren (Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.Sc. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang menjadi alternatif bagi para orangtua untuk menitipkan anak-anaknya menimba ilmu. Dengan meningkatnya jumlah santri di pesantren, menyebabkan kebutuhan semakin besar. Oleh karena itu, perlu ada sebuah terobosan khususnya di bidang ekonomi dalam rangka menopang perekonomian pesantren. Banyak pesantren di Indonesia berdiri di atas tanah wakaf, salah satunya adalah Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining. Sejak awal berdirinya, tanah wakaf yang diberikan belum digunakan sepenuhnya secara produktif. Oleh karena itu, agar tanah wakaf bisa optimal, maka pesantren tersebut membangun usaha di bidang kehutanan. Usaha ini dikembangkan agar hasilnya bisa dirasakan dalam jangka waktu yang panjang. Selain itu, pembangunan hutan pesantren didasarkan pada keinginan pesantren untuk membiayai semua kebutuhannya berasal dari hasil alam. Untuk mengetahui sejauh mana pengelolaan hutan pesantren, maka dilakukan penelitian yang bertujuan: 1) Mengidentifikasi bentuk pengelolaan hutan pesantren; 2) Menghitung nilai potensi tegakan hutan pesantren; 3) Menghitung kontribusi dari usaha kehutanan. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Oktober Data yang dikumpulkan berupa data primer melalui wawancara terstruktur dan tidak terstruktur terhadap key person dan data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Pengolahan data dilakukan dengan perhitungan dan diaplikasikan dalam bentuk tabulasi kemudian dianalisis secara deskriptif. Hutan Pesantren Darunnajah 2 Cipining memiliki luas 52 ha dan terbagi ke dalam 12 blok. Blok-blok tersebut antara lain Sibali 1 (8 ha), Sibali 2 (6,5 ha), Sibali 3 (6 ha), Sibali 4 (4,5 ha), Cipayung (7 ha), Cikarang 1 (2 ha), Cikarang 2 (1,5 ha), Ciapus (4,5 ha), Segaraan (3 ha), Gudawang 1 (4 ha), Gudawang 2 (3,5 ha), dan Gudawang 3 (1,5 ha). Secara umum pengelolaan hutan pesantren belum sepenuhnya tertata rapi, hal ini dibuktikan dengan belum berjalannya tempat persemaian benih mangium, sistem jarak tanam yang belum konsisten, dan teknik penebangan yang belum benar. Kegiatan pengelolaan hutan pesantren meliputi penyiapan lahan, pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Adapun sistem penebangannya adalah tebang habis, dan pola tanamnya adalah monokultur dengan jenis tanaman mangium (Acacia mangium). Berdasarkan hasil perhitungan potensi tegakan setiap KU antara lain KU I 8,88 m 3 /ha, KU II 13,26 m 3 /ha, KU III 40,03 m 3 /ha, KU IV 139,25 m 3 /ha, dan KU V 130,01 m 3 /ha. Dari total usaha yang dijalankan, industri penggergajian memberikan kontribusi pendapatan terbesar kepada pesantren yaitu sebesar 34,18%, sedangkan usaha budidaya hutan sendiri pada urutan kedua yaitu sebesar 20,97%. Karena kedua usaha tersebut masih dalam satu rangkaian kegiatan, maka jika digabungkan kontribusi usaha kehutanan adalah sebesar 55,15%. Kata Kunci: hutan pesantren, potensi tegakan, kontribusi.

3 SUMMARY Kiki Ahmad Zakiyudin. E Management Model of Islamic Boarding School Forest (A case study in Darunnajah 2 Islamic Boarding School Cipining, Argapura Village, Cigudeg Sub District, Bogor Regency, West Java). Under supervision of Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.Sc. Islamic Boarding school is the institution that became an alternative for parents to entrust their children to get knowledge. The increasing number of students in Islamic boarding schools, lead the greater developement of islamic boarding school. Therefore, there should be a breakthrough, especially in the economic field in order to shore up the economy of the school. Many boarding schools in Indonesia built on the waqaf land, one of which is an Islamic boarding school Darunnajah 2, Cipining. Since its establishment, the waqaf lands have not been used productively. Therefore, in order to optimize the waqaf land, the school developed a business based on agroforestry. Benefit of this business is expected to be felt in a long period. In addition, developement of forest is based on the desire of the school to cover all the needs which could be gotten from natural products. In order to know the effectivity of forest management at Islamic boarding school, a scientific research was designed to : 1) Identify the form of forest management ; 2) Calculate the potential value of forest ; 3) Calculate the contribution of the forestry business. The experiment was conducted in September to October The collected data was a primary data that was obtained through structured and unstructured interviews of key persons and secondary data was obtained through the study of literature. Data processing was done by calculation and applied to tabulated form to be analyzed descriptively. Darunnajah forest has an area of 52 hectares which is divided into 12 blocks. Blocks include Sibali 1 (8 ha), Sibali 2 (6.5 ha), Sibali 3 (6 ha), Sibali 4 (4.5 ha), Cipayung (7 ha), Cikarang 1 (2 ha), Cikarang 2 (1.5 ha), Ciapus (4.5 ha), Segaraan (3 ha), Gudawang 1 (4 ha), Gudawang 2 (3.5 ha), and Gudawang 3 (1.5 ha). In general, forest management has not been organized properly. There is no mangium seed place, unconsistence spacing system, and harvesting techniques that was not correct were the evidence of unorganized management. Forest management activities in schools include land preparation, seedlings, planting, maintenance, and harvesting. The system is clear-cutting, and cropping patterns are monocultures with plants mangium (Acacia mangium). Based on calculations of the potential stand KU: KU I 8.88 m 3 /ha, KU II m 3 /ha, KU III m 3 /ha, KU IV m 3 /ha, and KU V m 3 /ha. From the total business, sawmill industry contributed the largest revenue to the schools 34.18%, while the cultivation of forests was in second place 20.97%. Since both of these efforts are still in a series of activities, the combined contribution of forestry is 55.15%. Keywords: islamic boarding school forest, potential stand, contribution.

4 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Model Pengelolaan Hutan Pesantren (Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Kiki Ahmad Zakiyudin NRP E

5 Judul Skripsi Nama NIM : Model Pengelolaan Hutan Pesantren ( Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) : Kiki Ahmad Zakiyudin : E Menyetujui Dosen Pembimbing Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc NIP Mengetahui Ketua Departemen Manajemen Hutan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP Tanggal lulus :

6 KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang diberikan-nya, sehingga skripsi ini bisa diselesaikan. Sholawat dan salam penulis juga haturkan kepada manusia agung dan teladan umat, Nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan tahun 2012 adalah hutan pesantren, dengan judul Model Pengelolaan Hutan Pesantren (Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi bentuk pengelolaan hutan yang diterapkan, menghitung nilai potensi tegakan hutan pesantren, dan menghitung kontribusi dari usaha kehutanan terhadap pendapatan total usaha pesantren. Penulis menyadari bahwa skripsi hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan penulis demi kesempurnaannya. Semoga skripsi hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang memerlukan serta berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Bogor, September 2012 Penulis

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Karawang, Jawa Barat pada tanggal 8 Mei 1987 dan merupakan anak kelima dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak A. Yusuf Rahman dengan Ibu Pipih Sofiah. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Kamojing I, kemudian melanjutkan studi di SLTPN I Cikampek dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di SMA Negeri I Pandeglang dan lulus pada tahun Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2007, penulis mulai belajar di Fakultas Kehutanan IPB. Selama menempuh program sarjana penulis aktif sebagai ketua divisi syiar Ikatan Keluarga Muslim TPB (IKMT) IPB ( ), sekretaris umum DKM Ibadurrahman (2007), ketua forum instruktur tahsin LPQ Al-Hurriyyah ( ), ketua divisi tahsin dan tahfizh LPQ Al-Hurriyyah ( ), ketua LPQ Al-Hurriyyyah ( ), ketua PSDM Badan Pengelola Rumah Tangga (BPRT) DKM Al-Hurriyyah ( ), pengurus BPRT DKM Al- Hurriyyah ( ), serta asisten praktikum matakuliah Pendidikan Agama Islam ( ). Tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Jawa Barat jalur Sancang Kamojang. Tahun 2010 penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Selanjutnya tahun 2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) selama 2 bulan di PT. Sarminto Parakantja Timber, Kalimantan Tengah. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul Model Pengelolaan Hutan Pesantren (Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) yang di bimbing oleh Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc.

8 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi hasil penelitiannya yang berjudul Model Pengelolaan Hutan Pesantren (Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi hasil penelitian ini. 2. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, M.. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan dukungan yang diberikan selama masa studi. 3. Dr. Ir. Harnios Arief, MSc selaku dosen penguji ujian akhir yang telah memberikan saran, nasihat, serta evaluasi yang membangun. 4. Dosen dan staf di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB atas nasihat serta ilmu yang telah banyak disampaikan. 5. Bapak (A. Yusuf Rahman), ibu (Pipih Sofiah), ibu mertua (Elsi Murwani), kakak (Teh Ida, Teh Iis, Teh Aam, A Uus), adik (Pupu, Zahro, Ratu), serta keluarga tercinta untuk kasih sayang, dukungan, kesabaran, perhatian, bimbingan, serta doa yang tiada henti-hentinya. 6. Istri (Adkhilni Utami, S.KH) dan putra (Muhammad Hafizh Izzuddin) yang selalu menjadi penyejuk hati. 7. Ustadz Trimo dan staf biro usaha Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian. 8. Drs. E. Syamsudin, Dr. Hasyim, DEA, Dr. Trisna Priadi, Dr. Ahmad, Dr. Irmansyah, Dr. Abdul Munif, Asep Nurhalim, Lc, dan Ust. Hamzah yang senantiasa memberikan bimbingan dengan nilai-nilai islam kepada saya. 9. Murobbi (Dedi Mulyono) dan lingkaran kecilku yang telah memberikan energi dan pencerahan dalam menapaki hidup.

9 10. Saudaraku Faris Fakhri, S.Pt yang rela mengorbankan waktunya untuk membantu dalam penelitian saya, serta Rizka Ardhiyana, S.Tp yang telah ikhlas meminjamkan laptopnya untuk mengerjakan karya ilmiah. 11. Rekan-rekan seperjuangan di DKM Ibadurrahman FAHUTAN atas setiap waktu yang diperjuangkan dan ukhuwah yang tidak pernah tergoyahkan. 12. Rekan-rekan MNH angkatan 43 serta senior dan adik angkatan di FAHUTAN yang telah memberikan motivasi serta doa. 13. Saudara-saudari seperjuangan: Ksatria 43, Gatot, Marboth Al-Hurriyyah, dan Buroq 43 atas persaudaraan yang indah. 14. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan penulis demi kesempurnaannya. Semoga skripsi hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang memerlukan serta berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Bogor, September 2012 Penulis

10 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman i ii iii iv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pondok Pesantren Pengelolaan Hutan Berbasiskan Masyarakat Kontribusi Hutan Rakyat Mangium (Acacia mangium) BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Metode Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Contoh Metode Pengolahan dan Analisis Data BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Lokasi Penelitian Kondisi Fisik dan Iklim Hutan Pesantren Sejarah Singkat Pegelolaan Hutan Pesantren Perkembangan Usah Hutan Pesantren BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengelolaan Hutan Pesantren Potensi Tegakan Hutan Pesantren Industri Penggergajian dan Pemasaran Hasil Hutan Pesantren Kontribusi Usaha Hutan Pesantren Perbedaan Sistem Pengelolaan Hutan Pesantren dengan Hutan Rakyat Daerah Lain Partisipasi Santri Dalam Pengelolaan Hutan Pesantren BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 51

11 DAFTAR TABEL No Halaman 1. Data Jumlah Santri Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining Jenis dan Sumber Data Primer Jenis dan Sumber Data Sekunder Nama-nama Blok di Hutan Pesantren Darunnajah 2 Cipining Potensi tegakan mangium (Acacia mangium) di hutan pesntren Pendapatan rata-rata per tahun usaha industri Pengeluaran rata-rata per tahun industri penggergajian Pendapatan rata-rata kegiatan usaha Pesantren Darunnajah 2 Cipining selama setahun... 46

12 DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Lokasi penelitian Sebaran tegakan mangium (Acacia mangium) Struktur Organisasi Pesantren Darunnajah 2 Cipining Struktur Organisasi Biro Usaha Pesantren Peternakan domba Peternakan kerbau Struktur Organisasi Hutan Pesantren Lahan setelah dibakar Kegiatan penanaman mangium Kegiatan penyiangan Tegakan belum dijarangi dengan umur < 1 tahun Tegakan setelah dijarangi dengan umur < 4 tahun Proses kegiatan pemanenan di hutan pesantren Grafik Jumlah batang/ha tanaman mangium pada setiap umur Grafik Volume/ ha tanaman mangium pada setiap umur Hasil industri penggergajian Hasil pembuatan peti telur Saluran Pemasaran Hasil Hutan Pesantren Darunnajah 2 Cipining.. 44.

13 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Daftar Pertanyaan Penelitian Hasil Pengukuran Volume Tanaman Mangium (Acacia mangium) Hasil Perhitungan Pendapatan Usaha Pesantren... 83

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesantren merupakan lembaga pendidikan non-profit yang memiliki ciri utama yaitu kemandirian. Hal tersebut ditunjukkan dengan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan para santri, ustadz, maupun para pegawai. Ketika pesantren masih berukuran kecil, dimana jumlah santrinya masih puluhan orang, dan kyai sebagai pengajar tunggal, maka seolah-olah pesantren adalah milik pribadi kyai. Pada tahap ini, kyai mampu memenuhi kebutuhan ekonomi pesantrennya karena kebutuhannya tidak terlalu besar. Namun, saat ini pesantren merupakan tempat yang menjadi alternatif bagi para orang tua untuk menitipkan anak-anaknya menimba ilmu ke lembaga tersebut. Berdasarkan data statistik Departemen Agama, pada tahun 2003 jumlah pesantren di Indonesia mencapai buah, sedangkan pada tahun 2006 jumlah pesantren mengalami peningkatan yaitu menjadi buah pesantren (Anonim 2012). Peningkatan jumlah pesantren yang diikuti peningkatan jumlah santri menyebabkan kebutuhan pesantren semakin besar. Oleh karena itu, perlu ada sebuah terobosan khususnya di bidang ekonomi dalam rangka menopang perekonomian pesantren. Pesantren bukan sekedar pusat pendalaman agama, tafaqquh fiddin. Pesantren juga memiliki potensi pengembangan ekonomi karena pesantren merupakan komunitas yang terjalin dalam ikatan saling percaya yang sangat kuat. Adanya kegiatan ekonomi pesantren memberikan nilai strategis bagi pesantren sebagai lembaga pendidikan. Hal tersebut bisa menjadi peluang bagi para santri dalam peningkatan skill, keterampilan, dan wawasan. Saat ini, peran dunia pesantren dalam pengembangan ekonomi bukan sekedar wacana. Seiring kian parahnya kondisi ekonomi bangsa, terpaan krisis ekonomi, tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, serta banyaknya siswa putus sekolah telah menginspirasi sejumlah pesantren untuk memberi perhatian lebih pada aspek ekonomi. Banyak pesantren di Indonesia menggunakan tanah wakaf yang diberikan oleh para warga sekitar atau wali murid sebagai lahan pesantren. Namun, tanah wakaf yang diberikan biasanya belum digunakan dengan optimal sehingga

15 mengakibatkan lahan tersebut tidak produktif dan terbengkalai. Studi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2006) menunjukkan bahwa harta wakaf di Indonesia secara nasional tercatat mencapai hampir 363 ribu bidang tanah, dengan nilai secara nominal diperkirakan mencapai Rp 590 triliyun. Ini setara dengan lebih dari 67 milyar dolar AS (kurs Rp 9.250/dolar). Tetapi wakaf yang begitu besar belum memberikan kontribusinya secara sosial dan belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat (Saidi 2010). Begitu pula dengan pesantren dimana sebagian besar tanahnya adalah tanah wakaf dapat dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian pesantren tersebut. Salah satu usaha yang dapat dikembangkan dan menjadi sumber pendapatan bagi pesantren dalam melaksanakan programnya adalah hutan pesantren. Hutan pesantren merupakan hutan yang pengelolaannya oleh institusi pesantren dengan pemilikan lahan milik pesantren. Jika mengacu pada UU 41 tahun 1999, maka hutan pesantren dikategorikan ke dalam hutan hak karena berada pada lahan yang dibebani hak milik. Apabila usaha ini benar-benar dapat dilaksanakan oleh pesantren, maka hal tersebut dapat memberikan dampak bagi kesejahteraan warga pesantren, begitu pula masyarakat sekitar pesantren tersebut. Selain itu, pembangunan hutan rakyat di areal lahan milik pesantren akan menjadi sarana pendidikan bagi para santri untuk mengenal dunia kehutanan sehinga mereka dapat mengetahui dan memahami pentingnya konservasi hutan dan cara mengelola hutan secara lestari serta memanfaatkan hasil hutan dengan baik. Salah satu pondok pesantren yang telah mengembangkan usaha kehutanan adalah Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Cigudeg, Bogor. Pesantren ini berdiri pada tahun 1986 di atas tanah wakaf seluas 70 ha. Sejak awal berdirinya, tanah wakaf yang diberikan belum digunakan sepenuhnya secara produktif. Hal ini menjadi pemikiran bagi pengurus pesantren bagaimana mengoptimalkan tanah wakaf yang belum produktif. Oleh karena itu, agar tanah wakaf yang diberikan dapat digunakan secara optimal, maka pesantren tersebut membangun usaha di bidang kehutanan. Bagi pengurus pesantren, usaha tersebut dkembangkan agar hasilnya bisa dirasakan dalam jangka waktu yang panjang. Selain itu, pembangunan hutan pesantren didasarkan pada keinginan pesantren untuk membiayai semua kebutuhan pesantren berasal dari hasil alam.

16 Agar usaha hutan yang dijalankan berjalan dengan baik, sebuah institusi harus memiliki asas lestari dalam pengelolaann hutan. Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauh mana pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh Pesantren Darunnajah Cipining dilakukan penelitian dengan judul Model Pengelolaan Hutan Pesantren di Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Cigudeg, Bogor Perumusan Masalah Pesantren, dengan ciri utama kemandiriannya, harus memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan baik para santri, ustadz/ ustadzah, maupun pegawai pesantren. Ketika pesantren memiliki jumlah santri semakin banyak, maka pemenuhan kebutuhan bagi mereka semakin besar. Salah satu pesantren dengan jumlah santri yang banyak adalah Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Cigudeg, Bogor. Saat ini pesantren tersebut memiliki jumlah santri sebanyak orang (Tabel 1). Besarnya jumlah santri di sebuah pesantren menjadi sebuah pemikiran bagi pengelola pesantren untuk mencari sumber pendapatan. Pesantren tidak bisa mengandalkan hanya pada iuran para santri serta bantuan-bantuan dari sebuah perusahaan atau sebuah institusi tertentu untuk menutupi kebutuhan di pesantren. Oleh karena itu, salah satu solusi yang dapat menjadi sumber pendapatan pesantren adalah mendirikan unit usaha pesantren. Unit usaha tersebut diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan secara ekonomi, tetapi dapat melatih para santri untuk memiliki skill di bidang usaha tertentu dan memupuk jiwa kewirausahaan. Tabel 1. Jumlah santri Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining tahun 2011 Jumlah santri No Jenjang pendidikan Laki-laki Perempuan 1 Raudhatul Athfal/TK Madrasah Ibtidaiyah Madrasah Tsanawiyah SMP Madrasah Aliyah SMK Takhosus Sumber: Data jumlah santri Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining (2011)

17 Pemanfaatan lahan untuk dijadikan unit usaha pesantren bisa lebih baik agar lahan bisa digunakan secara optimal, seperti Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining yang menggunakan sebagian lahannya untuk dijadikan unit usaha pesantren. Usaha yang dijalankan di pesantren tersebut adalah usaha peternakan, industri penggergajian, pertanian, perikanan, perdagangan, dan kehutanan. Usahausaha tersebut dapat menjadi modal bagi pesantren untuk mencukupi kebutuhan secara ekonomi pesantren apabila bisa dijalankan dengan baik. Salah satu usaha yang dijalankan di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining adalah usaha kehutanan. Sistem tanam yang diterapkan adalah monokultur dengan jenis tanaman mangium. Usaha tersebut telah berjalan selama 23 tahun dengan memanfaatkan lahan wakaf yang diberikan pemerintah kepada pesantren. Pembangunan hutan pada dasarnya memberikan dampak yang positif baik untuk perbaikan bentuk topografi tanah yang sebelumnya tandus dan kering menjadi tanah yang subur serta memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu rumah tangga. Usaha kehutanan akan memberikan kontribusi secara ekonomi apabila di dalamnya terdapat serangkaian kegiatan pengelolaan hutan. Kegiatan tersebut bisa dicontohkan misalnya apakah ada kegiatan perencanaan penanaman, bagaimana sistem pemanenan yang digunakan, dan lain-lain. Pada penelitian ini akan dikaji bagaimana model pengelolaan hutan yang diterapkan di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining Tujuan Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi bentuk pengelolaan hutan pesantren yang diterapkan. 2. Menghitung nilai potensi tegakan hutan pesantren. 3. Menghitung kontribusi dari usaha kehutanan terhadap pendapatan total usaha pesantren.

18 1.4. Manfaat Penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam menerapkan berbagai konsep, terutama konsep tentang pengelolaan hutan sehinggga bisa membandingkan antara teori kehutanan yang ada dengan konsep yang diterapkan oleh Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor dalam pengusahaan hutannya. Selain untuk peneliti, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi berbagai kalangan: 1. Akademisi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber data, informasi, atau literatur bagi kegiatan-kegiatan penelitian maupun penulisan ilmiah selanjutnya. 2. Pesantren. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengaruh positif bagi pesantren untuk evaluasi dalam pengelolaan hutan yang diterapkan sehingga pengelolaan hutan dapat lebih baik lagi. 3. Kalangan non-akademisi, pemerintah, dan swasta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sebuah bahan pertimbangan untuk dijadikan rekomendasi bagi pesantren-pesantren di Indonesia dalam mengembangkan usaha hutan rakyat yang berbasis pesantren.

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pondok Pesantren Pengertian Pesantren Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Pengertian tradisional dalam batasan ini menunjukkan bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun ( tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian umat Islam Indonesia, yang merupakan golongan mayoritas bangsa Indonesia, dan telah mengalami perubahan hidup umat, bukan tradisional dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian (Mastuhu 1994) Tujuan Pesantren Menurut Mastuhu (1994) tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad SAW (mengikuti sunah Nabi). Selain itu, pesantren mendidik seorang muslim agar mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengahtengah masyarakat ( izzul Islam wal muslimin), dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia Pengelolaan Hutan Oleh Pesantren Pesantren bukan sekadar pusat pendalaman agama, tafaqquh fiddin. Pesantren juga memiliki potensi pengembangan ekonomi. Sejarah awal pesantren sejatinya adalah sejarah kemandirian ekonomi, selain kemandirian pandangan keagamaan. Saat ini, sejumlah pesantren telah membuktikan kepiawaian mereka

20 memerankan diri sebagai pelaku ekonomi. Sebagian dalam bentuk pengembangan koperasi pesantren. Selain itu, ada sederet pesantren yang menekuni usaha agribisnis serta memproduksi kebutuhan konsumsi masyarakat (Karni 2009). Salah satu contoh usaha agribisnis adalah pengelolaan hutan. Beberapa contoh pesantren yang menjalankan usaha mandirinya adalah sebagai berikut: 1. Pesantren Luhur Al-Wasilah Pesantren yang terletak di Kabupaten Garut ini dipimpin oleh Bapak Kyai Thonthowi Djauhari Musaddad. Pesantren tersebut melakukan sebuah program pembangunan pedesaan mandiri yang diarahkan bagi penguatan pelaksanaan otonomi desa, yang diupayakan pada optimalisasi partisipasi masyarakat desa, sikap kemandirian individu yang berorientasi pada kemandirian masyarakat desa. Kemandirian diterjemahkan sebagai kesanggupan suatu desa untuk memberdayakan setiap potensi sumberdaya manusia (SDM) dan sumberdaya alam (SDA) yang semuanya dikelola menjadi kekuatan sistem di desa itu sendiri. Pesantren ini mengajak pada masyarakat sekitarnya untuk melestarikan lingkungan. Adapun bentuk kegiatan pelesatrian lingkungan dan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) adalah kegiatan persemaian. Kegiatan ini bekerja sama antara mustame (masyarakat yang ikut pengajian di pesantren) dan pesantren Luhur Al- Wasilah. Kegiatan ini dapat dikatakan berhasil. Indikator keberhasilannya yaitu ekonomi masyarakat pelaksana program mengalami peningkatan seperti dapat menyekolahkan anak, membuat rumah, bahkan membeli lahan (Diniyati 2010). 2. Pesantren Cintawana Yayasan pesantren Cintawana terletak di Desa Cikunten, Kecamatan Singapatna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Pesantren ini didirikan pada tahun 1917 oleh K.H. Muhammad Toha (Alm.) dan sekarang dipimpin oleh generasi ke-3 yaitu Kyai Asep Sujai Farid. Pesantren Cintawana memiliki perhatian terhadap hutan sejak milad (ulang tahun) ke-90. Keterlibatan pesantren dalam kegiatan kehutanan disebabkan oleh banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat setelah mereka bekerja sama dengan perusahaan atau pemerintah sehingga memerlukan pendamping. Pelibatan santri dilakukan dengan memilih santri-santri tertentu yang mempunyai minat saja terutama santri dewasa yang mempunyai potensi dan kemauan untuk

21 melakukan survey, pemetaan, dan lainnya. Bentuk perhatian yang dilakukan oleh pesantren adalah membentuk kelompok tani dimana pengelompokan petani berdasarkan letak lahan. Jumlah anggota kelompok tani 300 orang, terbagi dalam 35 ha lahan yang tersebar di Desa Cilolohan, Suka Senang, dan Cikesal. Pemilihan desa tersebut berdasarkan pada kesiapan kelompok dan kesiapan lahan yaitu ada lahan kritis. Setiap desa memiliki satu koordinator dan alumni pesantren yang membantu kegiatan ini (Diniyati et al. 2010). 3. Pondok Pesantren Darussalam Pesantren yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Timur tersebut mendapatkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.112/Kpts-II/2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Persetujuan dan Pengesahan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Periode Tahun atas nama Koperasi Pondok Pesantren Darussalam Provinsi Kalimantan Timur. Luas hutan yang dikelola adalah ± ha (Dephut 2008) Pengelolaan Hutan Berbasiskan Masyarakat Pergeseran dalam paradigma pembangunan dari pendekatan pembangunan yang tersentralisasi dan top down menuju pendekatan pembangunan partisipatif memberikan imbas juga kepada pembangunan kehutanan, dari kehutanan industrial (konvensional) menuju kehutanan yang berbasiskan masyarakat. Dalam kepustakaan terdapat beberapa istilah yang digunakan secara bergantian, saling melengkapi, atau bahkan tertukar, yakni community forestry, social forestry, participatory forestry, farm forestry, agroforestry, dan lain-lain (Suharjito et al. 2000). Menurut Suharjito et al. (2000) umumnya istilah social forestry digunakan sebagai istilah payung yang mencakup program-program dan kegiatan kehutanan yang sedikit atau banyak melibatkan peranan masyarakat atau rakyat lokal, atau yang dikembangkan untuk kepentingan masyarakat banyak.

22 Hutan Rakyat Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.26/Menhut-II/2005 tentang pedoman Pemanfaatan Hutan Hak, hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah, yang lazim disebut dengan hutan rakyat yang di atasnya didominasi oleh pepohonan dalam suatu ekosistem yang ditunjuk oleh bupati/ walikota. Menurut Hardjanto (2000), hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan. Oleh karena itu, hutan rakyat disebut hutan milik. Penanaman pepohonan di tanah milik masyarakat oleh pemiliknya merupakan salah satu butir kearifan masyarakat dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Pengetahuan tentang kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungannya untuk dipadukan dengan pengetahuan jenis-jenis pohon yang akan ditanam untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh pemilik lahan merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan rakyat. Keberadaan hutan rakyat tidaklah semata-mata akibat interaksi alami antara komponen botani, mikro organisme, mineral tanah dan air, serta udara, melainkan adanya peran manusia dan kebudayaannya. Kreasi budaya yang dikembangkan dalam interaksinya dengan hutan berbeda-beda antar kelompok masyarakat (Suharjito 2000) Potensi Hutan Rakyat Hutan rakyat telah sejak puluhan tahun yang lalu diusahakan dan terbukti sangat bermanfaat, tidak hanya bagi pemiliknya, tapi juga masyarakat dan lingkungannya. Sekalipun demikian pada awalnya keberadaan dan peran hutan rakyat kurang dilirik oleh para birokrat, peneliti maupun ilmuwan pada umumnya, hingga adanya temuan hasil penelitian IPB pada tahun 1976 dan UGM pada tahun 1977 tentang konsumsi kayu pertukangan dan kayu bakar di Jawa yang ternyata sebagian besar disediakan oleh hutan rakyat (Darusman dan Hardjanto 2006). Menurut Direktur Penghijauan dan Perhutanan Sosial (Departemen Kehutanan 1995) menyatakan bahwa hutan rakyat mempunyai manfaat ganda,

23 yaitu selain manfaat ekologis juga manfaat ekonomis. Departemen Kehutanan sendiri menegaskan bahwa tujuan pokok dari pengembangan hutan rakyat adalah antara lain memenuhi kebutuhan kayu, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperluas kesempatan kerja penduduk, dan salah satu upaya pengentasan kemiskinan. Hutan rakyat di Indonesia mempunyai potensi besar, baik dari segi populasi pohon maupun jumlah rumah tangga yang mengusahakannya, yang ternyata mampu menyediakan bahan baku industri kehutanan. Perkiraan potensi dan luas hutan rakyat yang dihimpun dari kantor-kantor dinas yang menangani kehutanan di seluruh Indonesia mencapai m 3, dengan luas ha, sedangkan data potensi hutan rakyat berdasarkan sensus pertanian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa potensi hutan rakyat mencapai m 3 dengan luas ha. Jumlah pohon yang ada mencapai dengan jumlah pohon siap tebang sebanyak batang (Anonim 2004 dalam Darusman dan Hardjanto 2006) Pengelolaan Hutan Rakyat Menurut Purwanto at al. (2004) dari hasil kajian dan studi hasil hutan rakyat yang dilakukan oleh Balai Sumber: Litbang Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indonesia Bagian Barat (BP2TPDAS-IBB) di Surakarta, secara garis besar terdapat dua model pengelolaan hutan rakyat yaitu: 1. Monokultur (satu jenis kayu) a. Agroforestry, kayu dengan tanaman semusim dan kayu dengan tanaman perkebunan. b. Sylvopasteur, kayu dengan tanaman makanan ternak. c. Wanafarma, kayu dengan tanaman obat-obatan. 2. Polikultur atau campuran Friday et al. (1999) menyatakan bahwa pengelolaan hutan rakyat seperti agroforestry terdiri dari: a. Pemilihan lokasi Lokasi yang dipilih untuk ditanami kayu milik rakyat sebaiknya dipilih di kawasan-kawasan yang tidak dapat dijadikan lahan untuk pertanian secara

24 permanen. Apabila di lahan-lahan tersebut sudah ada tanaman-tanaman yang berupa tanaman kayu atau buah-buahan, maka tanaman kayu dapat dilaksanakan sebagai tanaman sisipan di antara tanaman lain yang sudah ada sehingga seluruh kebun akan menjadi lebih produktif. b. Persiapan lahan Tanah-tanah yang akan ditanami tanaman kayu pada umumnya berupa tanah yang telah berupa kebun dan terdapat tanaman lainnya serta tidak mengandung tumbuhan liar. Oleh karena itu, untuk menanam kayu tidak perlu dibersihkan secara keseluruhan. Setiap bibit yang akan ditanam cukup disiapkan lubang tanam yang berukuran kurang lebih 30 cm x 30 cm dengan kedalaman 30 cm yang sekelilingnya dibersihkan dan diameter lubangnya ± 100 cm (sistem camplongan). Apabila tanaman kayu akan ditanam bersama-sama dengan tanaman palawija dengan sendirinya persiapan lahan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. c. Pemilihan jenis kayu Jenis kayu yang dipilih sebaiknya jenis kayu yang sudah lazim ditanam di Pulau Jawa misalnya: kayu sengon, kayu afrika, mindi, dan lain-lain yang merupakan jenis kayu yang sudah dikenal dan telah mempunyai pasaran yang teratur baik sebagai bahan untuk kayu kontruksi maupun sebagai bahan baku untuk industri. d. Pengadaan bibit Pengadaan bibit dapat dilaksanakan secara vegetatif dengan bibit yang berasal dari batang atau cabang dan secara generatif. Pengadaan bibit secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara stek dan cangkokan pada tanaman muda sedangkan persiapan bibit secara generatif yang berasal dari biji maka penanamannya dapat dilaksanakan langsung dengan menanamkan biji di lapangan atau dibuat bibit dalam persemaian, tergantung sifat dan jenis kayu yang bersangkutan. e. Pengangkutan Mengangkut bibit dari persemaian ke lokasi penanaman perlu diperhatikan karena pengangkutan yang tidak baik dapat menyebabkan rusaknya bibit. Bahaya terbesar adalah kekurangan air dan kerusakan akar, sehingga diusahakan untuk memilih lokasi sumber air yang tersedia sepanjang tahun, dan kondisi tanah yang datar.

25 f. Penanaman Jarak tanam yang tepat sesuai dengan rencana perlu ditetapkan dalam penanaman bibit. Apabila pohon akan ditanam bersama-sama dengan tanaman lain, maka perlu diperhatikan jarak tanam yang diatur agar tidak saling mengganggu. Sementara itu, apabila tanaman kayu yang akan ditanam murni, maka perlu diperhatikan apakah akan dimulai dengan tanaman yang rapat, misalnya 3 m x 2 m. Hal ini akan tergantung dari kondisi lahan dan tujuan penanaman. Apabila akan dilaksanakan tumpangsari dengan jenis tanaman lain dapat dipilih jarak tanam 4 m x 5 m sehingga per ha akan diperoleh 500 pohon, sedangkan di antara dua larikan pohon dapat ditanam palawija atau tanaman lain sebagai tanaman campuran. Bila jaraknya sesuai, tanaman campuran tidak akan saling mengganggu tanaman pokoknya. Penanaman sebaiknya dilakukan pada musim penghujan dan diberi pupuk dasar bila memungkinkan. Selain itu, diberi bahan mulsa yang digunakan di sekitar pohon yang dapat diambil dari hasil penyiangan tentunya yang tidak membahayakan. g. Pemeliharaan tanaman Pada dasarnya tanaman kayu yang masih muda harus dijaga dari gulma dan semak serta alang-alang yang berlebihan. Oleh karena itu, untuk mengurangi biaya pemeliharaan sebaiknya di antara larikan ditanami palawija yang tidak mengganggu, seperti kacang tanah, jagung, kacang kedelei, kacang wijen, dan lain-lain. Kegiatan pemeliharaan seperti pemupukan, penyiangan melingkar, meminimalkan persaingan, pemangkasan yang tepat, dan melindungi pohon dari hama dan penyakit. Pemeliharaan yang berupa penjarangan dan penyiangan akan sangat membantu pertumbuhan kayunya. h. Penebangan Penebangan pohon-pohon tergantung dari beberapa faktor, yaitu: tujuan penanaman, kondisi alami dari tanaman, kondisi pasar, dan cara menebang. Berdasarkan pengalaman penebangan dengan orientasi pasar, sebaiknya dilaksanakan secara tebang pilih. Perlu diperhatikan bahwa setiap penebangan harus ditanam kembali secepatnya. Apabila penebangan berupa pemeliharaan, yaitu penjarangan, maka perlu diperhatikan bahwa kayu yang ditebang sudah

26 harus mencapai suatu ukuran yang dapat dimanfaatkan sehingga kayu yang dihasilkan dapat dipasarkan atau sebagai kayu bakar. i. Penanaman kembali Bekas pohon yang ditebang harus segera ditanam kembali sehingga jumlah tanaman akan selau tetap. Oleh karena itu, setiap akan melakukan penebangan petani sudah menyiapkan bibit untuk ditanam sebagai pengganti pohon yang akan ditebang. j. Kemurnian tanaman Penanaman kayu terutama pada usia muda dianjurkan untuk ditanam bersama dengan tanaman lain, terutama tanaman bawah yang tidak saling mengganggu. Tanaman yang dianjurkan sebagai tanaman sela antara lain adalah tanaman palawija, tanaman ekonomi, umbi-umbian, dan lain-lain. Bahkan padi gogo dan jagung juga banyak digunakan sebagai tanaman campurannya. Tanaman campuran tersebut hanya dapat ditanam sampai dengan daun pohonnya tidak terlalu rapat menutupi bagian bawah pohon dan sinar mataharinya masih tetap dapat menjangkau tanaman palwija yang ada di bawahnya Kontribusi Hutan Rakyat Pengembangan di bidang ekonomi, pada umumnya pondok pesantren berkecimpung dalam berbagai jenis usaha ekonomi di sektor pertanian (agrobisnis). Hal ini dapat dipahami mengingat sebagian besar atau 78,5% dari pondok pesantren berkedudukan di daerah pedesaan. Dengan kegiatan pengembangan ini pondok pesantren meraih minimal tiga manfaat sekaligus, yaitu pertama, mendidik dan membekali para santri dengan pengetahuan, keterampilan, dan jiwa kewirausahaan. Kedua, mendidik masyarakat sekitar pondok pesantren tentang cara-cara dan teknis yang lebih maju dalam menjalankan usaha agrobisnis dan sekaligus memperkenalkan berbagai komoditas baru yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih baik. Ketiga, meningkatkan dan menambah sumber-sumber pendapatan bagi pondok pesantren dan masyarakat (Khaeroni 2010). Pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan secara intensif diperkirakan mampu memberikan manfaat ekonomi terhadap pihak-pihak penyedia input yang lebih luas. Dengan demikian peran pengusahaan hutan rakyat dalam

27 perekonomian desa minimal mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga pelaku hutan rakyat (secara mikro), yang pada gilirannya memberikan kontribusi terhadap pendapatan desa. Selain peran memberikan kontribusi pendapatan, pengusahaan rakyat juga mampu memberikan lapangan pekerjaan terhadap tenaga kerja produktif juga mampu menstimulir usaha ekonomi produktif lainnya sebagai produksi lanjutan dari pengusahaan hutan rakyat, bahkan hutan rakyat juga terbukti mampu meminimalisir dampak krisis moneter (Darusman 2006) Mangium (Acacia mangium) Acacia mangium yang juga dikenal dengan nama mangium, merupakan nama dari salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang paling umum digunakan dalam program pembangunan hutan tanaman di Asia dan Pasifik. Keunggulan dari jenis ini adalah pertumbuhan pohonnya yang cepat, kualitas kayunya yang baik, dan kemampuan toleransinya terhadap berbagai jenis tanah dan lingkungan (National Research Council 1983). Mangium merupakan tanaman yang berasal dari keluarga Leguminoseae dan di Indonesia memiliki beberapa nama lokal yang antara lain mangga hutan, tonkehutan (Seram), nak (Maluku), laj (Aru), dan Jerri (Irian) (Turnbull 1986). Di Negara lain pohon mangium memiliki nama local, antara lain black wattle, brwnsalwood, hickory wattle, mangium, sabahsalwood (Australia, Inggris), mangium, kayu safoda (Malaysia), arr (Papua Nugini), maber (Filipina), zamorano (Spanyol), dan krathintepa (Thailand) (Hall et al. 1980; Turnbull 1986). Pohon mangium umumnya besar dan bisa mencapai ketinggian 30 m, dengan batang bebas cabang lurus yang bisa mencapai lebih dari setengah total tinggi pohon. Pohon mangium jarang mencapai diameter setinggi dada lebih dari 60 cm, akan tetapi di hutan alam Queensland dan Papua Nugini pernah dijumpai pohon dengan diameter hingga 90 cm (National Research Council, 1983). Di tempat tumbuh yang buruk pohon mangium bisa menyerupai semak besar atau pohon kecil dengan rata-rata antara 7 m sampai 10 m (Turnbull 1986).

28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Desa Argapura Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang dilaksanakan pada bulan September - Oktober Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah form kuisioner, kamera digital, alat perekam, alat tulis, alat hitung, alat pengukur tinggi pohon, meteran/ phiband, peta hutan pesantren, dan peta situasi lokasi penelitian Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: 1. Pengamatan (observasi); yaitu teknik pengambilan data melalui pengamatan langsung di lapangan terhadap obyek yang diteliti. Observasi dilakukan terutama untuk mengetahui kondisi hutan pesantren dan pola tanam yang dilakukan di hutan pesantren. 2. Wawancara; yaitu teknik pengambilan data dengan cara tanya jawab yang dilakukan terhadap pengelola utama hutan pesantren. Wawancara dilakukan dengan dua teknik yaitu wawancara secara struktur dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan wawancara bebas tanpa daftar pertanyaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. 3. Pengukuran; yaitu melakukan pengukuran jumlah pohon, diameter pohon (cm), dan tinggi bebas cabang (m) pada tegakan hutan pesantren untuk mengetahui gambaran mengenai volume dan struktur tegakan hutan pesantren yang diusahakan oleh pesantren Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 2 berikut:

29 Tabel 2. Jenis dan sumber data primer No Jenis data Sumber data 1. Latar belakang pembangunan hutan pesantren, tujuan pembangunan hutan, dan pengelola hutan. 2. Kegiatan perencanaan, pembibitan, cara penanaman (cara penanaman, tata waktu kegiatan penanaman, pola tanam, jumlah bibit per tahun yang ditanam, biaya penanaman pertahun, dll), pemeliharaan (pemupukan, pemangkasan, penjarangan, dll), dan pemanenan (tujuan pemanenan, umur pohon yang ditebang, alat pemanenan, dan jumlah tenaga kerja). 3. Jumlah hasil produksi yang dijual dalam setahun, harga satuan dari hasil produksi yang dijual, dan pendapatan dari hutan pesantren. 4. Karakteristik industri penggergajian kayu yang meliputi tahun pendirian, izin pendirian, pengelola, dan kapasitas produksi. 5. Jumlah pohon, diameter (cm), dan tinggi bebas cabang (Tbc) tegakan Acacia mangium yang diusahakan oleh Pesantren Darunnajah 2 Cipining. Kepala biro usaha hutan pesantren Kepala biro usaha pesantren Kepala biro usaha pesantren dan bendahara pesantren Kepala usaha penggergajian kayu Pesantren Pengukuran langsung Tabel 3: Adapun data sekunder diperoleh melalui studi pustaka disajikan pada Tabel 3. Jenis dan sumber data sekunder No Jenis data Sumber data Kondisi umum lokasi penelitian yang meliputi kondisi geografis pesantren, kondisi fisik lingkungan pesantren. Peta lokasi penelitian/ hutan pesantren. Studi literatur dokumen Pesantren Darunnajah 2 Cipinng Dokumen pesantren 3.5. Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh hanya dilakukan pada pendugaan potensi hutan pesantren. Penentuan plot contoh hutan Acacia mangium dilakukan dengan menggunakan metode Purpossive Sampling pada salah satu blok masing-masing

30 kelas umur tegakan mangium. Adapun umur dan luasan tegakannya adalah sebagai berikut: Umur 1 tahun : 15 ha Umur 2 tahun : 10 ha Umur 3 tahun : 18 ha Umur 4 tahun : 5 ha Umur 5 tahun : 4 ha Selanjutnya pada masing-masing umur tegakan dibuat plot contoh berukuran 20 m x 50 m sebanyak 1 plot contoh, sehingga dalam penelitian ini plot contoh yang dibuat adalah sebanyak 5 plot. Dalam plot contoh tersebut dihitung dan diukur jumlah pohon per plot, diameter (cm) dan tinggi bebas cabang (m) untuk mendapatkan data potensi tegakan dan struktur tegakan hutan pesantren dengan tegakan Acacia mangium Metode Pengolahan dan Analisis Data Informasi Pengelolaan Hutan Pesantren Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabulasi dan gambar untuk mendapatkan informasi dan gambaran mengenai latar belakang pengusahaan dan sistem pengelolaan hutan rakyat di Pesantren darunnajah 2 Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor Potensi Hutan Pesantren Darunnajah Cipining Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabulasi dan gambar untuk mendapatkan gambaran mengenai potensi tegakan hutan rakyat Acacia mangium yang diusahakan oleh pesantren. Beberapa asumsi yang mendasari analisis potensi hutan pesantren sebagai berikut: a. Jenis kayu yang akan ditentukan potensinya adalah jenis kayu komersial b. Daur ditentukan berdasarkan daur nyata di lapangan c. Potensi dihitung umur daur, rumus volume kayu: Vst = ¼ x π x d 2 x h x f Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam pendugaan potensi hutannya adalah sebagai berikut:

31 a. Kerapatan tegakan per hektar: pohon tiap plot 0,1 ha b. Volume pohon dengan rumus berikut: V = ¼ x π x d 2 x Tbc x f Keterangan: V : Volume pohon (m3) d : diameter pohon (cm) Tbc : tinggi bebas cabang (m) f : angka bentuk mangium (0,7) c. Volume per hektar (m 3 /ha) dapat dihitung dengan rumus: pohon per hektar x volume pohon Kontribusi Hutan Pesantren terhadap Pendapatan Pesantren Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara desktiptif berdasarkan tabulasi dan gambar untuk mendapatkan gambaran dan informasi mengenai besarnya pendapatan total Pesantren Darunnajah dari berbagai sumber usaha yang ada di Pesantren dan besarnya kontribusi pendapatan hutan pesantren terhadap pendapatan total pesantren. Besarnya pendapatan total pesantren dapat dihitung dengan rumus: P = Ppt + Pi + Ppp + Ppi + Ppd +Pk P = Pendapatan total pesantren Ppt = Pendapatan Usaha Peternakan Pi = Pendapatan Usaha Industri Ppp= Pendapatan Usaha Pertanian dan Perkebunan Ppi = Pendapatan Usaha Perikanan Ppd= Pendapatan Usaha Perdagangan Pk = Pendapatan Usaha Kehutanan Persentase pendapatan usaha kehutanan terhadap pendapatan total pesantren dapat dihitung dengan rumus: %Pk = (Pk/P) x 100% Pk = Pendapatan Usaha Kehutanan P = Pendapatan total usaha pesantren

32 BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Lokasi Penelitian Hutan Pesantren merupakan bagian dari wilayah Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining yang terletak di jalan Argapura kotak pos 1 Desa Argapura Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar 1). Gambar 1. Lokasi penelitian 4.2. Kondisi Fisik dan Iklim Hutan Pesantren Kondisi fisik menunjukkan keadaan yang dimiliki suatu wilayah tertentu dan berhubungan dengan fisiknya seperti keadaan tanah, relief, fisiografi, dan drainase. Keadaan tanah di lokasi penelitian berdasarkan hasil penelitian tim LPPM IPB (2006) secara garis besar tanah-tanah yang ditemukan terdapat lima subgroups, yaitu 1) Tropaquepts Litik, 2) Palehumults Tipik, 3) Paleudults Tipik, 4) Dystropepts Litik, dan 5) Haplohumults Tipik. Selanjutnya, relief di tempat penelitian tergolong ke dalam bentuk wilayah yang bervariasi dari datar sampai agak berombak (lereng 0-3%), yaitu yang digunakan untuk areal pesawahan dan danau atau bendungan, serta sebagian bangunan dan areal bermain, berombak (undulating) yaitu dengan kisaran lereng 3-8%, bergelombang (rolling) dengan kisaran lereng 8-15%, berbukit agak bergelombang (hilly torolling) dengan kisaran lereng > 30%. Dipandang dari fisiografinya, lokasi penelitian dalam tingkat tingginya atau jenisnya tergolong fisiografi lipatan (Folded muntain = F), sedangkan pada tingkat tengah atau macamnya tergolong fisiografi lipatan pula,

33 dan pada tingkat rendah atau rupanya tergolong fisiografi punggung lipatan (Fold ridge) yang bercampur dengan sedikit bukit karts, dengan cirri ditemukannya sink hole atau gua-gua kapur. Adapun drainase pada lokasi penelitian baik permukaan maupun dalam sebagian besar tergolong baik sampai sangat baik, hanya sebagian kecil yang tergolong berdrainase jelek, yaitu yang digunakan untuk sawah (LPPM IPB 2006). Hutan Pesantren Darunnajah 2 Cipining berlokasi di Desa Argapura. Lokasi tersebut memiliki iklim yang umumnya merupakan iklim di Kecamatan Cigudeg, dengan temperatur berkisar 28 0 C 33 0 C dan termasuk golongan C dan D berdasarkan Schmith dan Ferguson. Kelembaban udara rata-rata 80 persen, kecepatan angin rata-rata 3,2 knot, jumlah curah hujan mm/tahun, dan jumlah hari hujan sebanyak 209 hari/tahun (Munawar 2010). Hutan Pesantren Darunnajah 2 Cipining memiliki luas total 52 ha. Hutan tersebut terbagi ke dalam 12 blok dengan tegakan seumur pada setiap bloknya (Gambar 2). Setiap blok diberi nama dengan luas masing-masing berbeda (Tabel 3). Adapun jenis tanaman di hutan pesantren adalah mangium (Acacia mangium). Gambar 2. Sebaran tegakan mangium (Acacia mangium)

34 Tabel 4. Nama-nama blok di hutan Pesantren Darunnajah 2 No. Nama Blok Luas (ha) Umur (Tahun) 1 Sibali Sibali 2 6,5 3 3 Sibali Sibali 4 4,5 1 5 Cipayung Cikarang Cikarang 2 1,5 1 8 Ciapus 4,5 3 9 Segaraan Gudawang Gudawang 2 3, Gudawang 3 1, Sejarah Singkat Usaha Pegelolaan Hutan Pesantren Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No /SK.259.S/AGR-DA/225-87, tanggal 24 Februari 1987 Pesantren Darunnah 2 Cipining berdiri di atas tanah wakaf seluas 70 hektar. Berdirinya Pesantren Darunnajah 2 Cipining ini dilatar belakangi karena Pondok Pesantren Darunnajah 1 Ulujami Jakarta Selatan tidak dapat menampung seluruh peminat yang mendaftar, sehingga mendorong pimpinan pesantren untuk mencari lokasi yang lain agar dapat menampung para santri yang mendaftar ke pesantren tersebut. Akhirnya tahun 1986 dimulai pencarian lokasi yang memungkinkan mendirkan pesantren dan ditemukanlah lokasi yang tepat yaitu di Kampung Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Adapun peresmian pesantren sendiri yaitu pada tanggal 18 Juli Sejak berdirinya pada tahun 1988, Pesantren Darunnajah 2 Cipining telah berusaha menerapkan model kepemimpinan dan pola manajemen modern. Saat ini, pimpinan pesantren dibantu oleh sembilan biro yaitu biro pendidikan, biro pengasuhan, biro keuangan, biro rumah tangga, biro usaha, biro dakwah dan humas, biro pengkaderan, biro ilmu dan teknologi, serta biro pramuka

35 dan pengembangan prestasi santri dengan struktur organisasi yang disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Struktur organisasi Pesantren Darunnajah 2 Cipining Dari Gambar 3 salah satu struktur yang dimasukkan dalam struktur organisasi pesantren adalah biro usaha. Fungsi biro tersebut adalah mencari dana dalam rangka mendukung operasional semua kegiatan pesantren. Adapun usaha yang dijalankan oleh pesantren antara lain peternakan, industri, pertanian dan perkebunan, perikanan, perdagangan, dan kehutanan. Biro usaha memiliki struktur organisasi yang disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Struktur organisasi biro usaha pesantren Usaha-usaha yang ditunjukkan Gambar 4 merupakan sumber pendapatan bagi pesantren untuk menjalankan program dan memenuhi kebutuhan bagi para santri. Berikut adalah penjelasan dri usaha-usaha Pesantren Darunnajah 2 Cipining:

36 1. Usaha Peternakan Peternakan merupakan salah satu unit usaha yang dijalankan Pesantren Darunnajah 2 Cipining. Usaha ini dibangun pada 1995, dimana hewan yang diusahakan adalah domba dan ayam. Hanya saja pada 2004, usaha ternak ayam dihentikan, karena harga yang fluktuatif dan tidak terlalu memberikan keuntungan kepada pesantren. selain itu, isu adanya flu burung juga menjadi pertimbangan pesantren untuk menghentikan ternak ayam. Hewan yang masih dijalankan sebagai usaha pesantren sampai saat ini adalah domba dan kerbau. Adapun model yang dikembangkan dari usaha tersebut adalah usaha penggemukan. Model ini dikembangkan karena waktu pemeliharaan sampai dijual tidak lama hanya sekitar 2 4 bulan. Hewan domba biasanya dijual ketika ada acara-acara tertentu, yaitu untuk aqiqah dan qurban. Sedangkan penjualan kerbau momennya tidak tentu, bahkan penentuan harga jual hanya ditaksir tanpa penimbangan yang biasa disebut dengan istilah jogrog. Untuk pemasaran sendiri, Pesantren Darunnajah 2 menjualnya hanya kepada pesantren-pesantren lainnya yaitu Pesantren Darunnajah 1, 2, 3, dan 4, serta Pesantren Darul Muttaqien. Gambar 5. Peternakan domba Gambar 6. Peternakan kerbau 2. Usaha Pertanian dan Perkebunan Usaha ini dimulai sejak didirikannya pesantren. Hasil pertanian utama bagi pesantren adalah padi. Berdasarkan hasil wawancara, padi yang dihasilkan merupakan hasil kerja sama dengan para petani masyarakat sekitar pesantren, dimana pengelolaan sawah diserahkan sepenuhnya kepada petani dan hasilnya dibagi dengan sistem paroan. Paroan adalah istilah pembagian hasil dengan

37 pembagian yang sama antara pengelola dengan yang memiliki lahan. Luas lahan yang digunakan untuk sawah adalah 2,6 hektar, tetapi yang produktif hanya 1,7 hektar. Setiap tahunnya sawah yang dikembangkan mengalami dua kali panen, dimana setiap kali panen padi yang dihasilkan kurang lebih 2 ton, dan dibagi masing-masing 1 ton. Jika diolah menjadi beras, maka dari 1 ton tersebut, maka akan mengahasilkan 7 kwintal. Beras yang dihasilkan dari sawah pesantren digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari bagi para santri. Kebutuhan pesantren akan nasi sendiri tidak kurang dari 1,5 kwintal per harinya, sehingga hasil panen padi hanya cukup untuk lima hari. Selain ditanami padi, tanaman buah-buahan seperti pisang, kelapa, nangka, dan cempedak dikembangkan di pesantren. Pisang merupakan salah satu komoditas yang dihasilkan di pesantren. Tanaman pisang senantiasa dipanen setiap minggunya, dimana dalam seminggunya tanaman pisang dipanen dua kali. Dalam seminggu pisang dipanen sebanyak 15 tandan, dimana setiap tandan terdapat 12 sisir. Tanaman pisang di pesantren ditanam tidak pada areal khusus, tetapi tanaman tersebut menyebar di sekitar areal pesantren. Pada 1998 sempat dilaksanakan penanaman tanaman pisang secara massal di lahan seluas 10 hektar. Kemudian tahun pesantren bekerja sama dengan IPB melakukan penanaman tanaman pisang abaka di lahan seluas 25 hektar. Selain pisang, buah yang menjadi komoditas yang dikembangkan di pesantren adalah kelapa. Buah kelapa dipanen satu minggu sekali. Dalam satu kali panen, tidak kurang dihasilkan kelapa sebanyak butir. Selain itu, pesantren juga memiliki tanaman nangka untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari santri. Jadi, buah nangka yang dihasilkan tidak dijual. Buah nangka biasa dipanen seminggu sekali, dimana dalam satu kali petik bisa mencapai 18 buah. Sebagian besar nangka yang didapat dijadikan sayur. Selanjutnya, tanaman buah yang ada di pesantren selain yang di atas adalah buah campedak. Buah campedak hampir mirip seperti nangka, tapi bentuknya panjang dan lebih kecil dari buah nangka, dan aromanya harum. Saat ini, pesantren memiliki pohon campedak kurang lebih 40 pohon.

38 Selain tanaman buah, dikembangkan pula tanaman umbi-umbian. Tanaman yang diusahakan adalah singkong. Tanaman singkong biasa dipanen seminggu sekali dimana dalam satu kali panen menghasilkan 1,2 kwintal singkong. 3. Usaha Perikanan Usaha perikanan sudah dua tahun tidak berjalan lagi. Berhentinya usaha ini karena pengelolaan yang kurang baik. Sebelumnya, jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan nila, ikan mas, ikan lele, dan ikan bawal. Berdasarkan hasil wawancara, usaha di bidang perikanan saat ini hanya penyewaan lahan untuk budidaya lobster yang dikembangkan oleh swasta. 4. Usaha Perdagangan Banyaknya para santriwan dan santriwati di Pesantren Darunnajah 2 memberikan dorongan kepada pengelola pesantren untuk membentuk usaha yang dapat memenuhi kebutuhan para santri mulai dari makanan, alat kebersihan, dll. Akhirnya dibentuklah usaha perdagangan yang harapannya dapat mencukupi kebutuhan para santri tersebut. Adapun usaha yang dijalankan dalam usaha ini antara lain penyediaan kantin di lingkungan pesantren, warung serba ada (waserda), dan jasa seperti barber shop, laundry, dan warnet/wartel. 5. Usaha Industri Penggergajian Industri gergajian merupakan salah satu usaha yang dijalankan oleh Pesantren Darunnajah 2. Usaha ini berdiri pada tahun Usaha ini didirikan untuk meningkatkan nilai kayu. Kayu yang dipanen dari hutan pesantren diolah dahulu sehingga kayu yang dihasilkan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Industri penggergajian sendiri baru memiliki satu unit yaitu Bain saw. Industri penggergajian di Pesantren Darunnajah 2 memproduksi berbagai macam kayu olahan, antara lain balok, kaso, reng, papan, dan racuk (bahan baku spring bed). Selain itu, industri gergajian juga memproduksi peti telur dari bahan sisa pembuatan kayu gergajian. 6. Usaha Kehutanan Salah satu usaha Pesantren Darunnajah 2 yang menjadi andalan dalam pembiayaan operasional pesantren adalah usaha di bidang kehutanan, karena usaha tersebut memberikan konribusi yag cukup besar. Pembangunan hutan

39 pesantren sendiri didasarkan pada keinginan pesantren untuk membiayai semua kebutuhan pesantren berasal dari hasil alam. Pembangunan hutan pesantren dimulai setelah berdirinya Pondok Pesantren Darunnajah 2 tahun Sebelumnya lahan di lokasi pesantren merupakan lokasi yang dipenuhi semak belukar. Di awal pembangunan hutan, tanaman yang ditanam adalah sengon seluas 30 ha dan hutan bambu seluas 10 ha. Tanaman sengon ini memiliki daur yang cukup pendek yaitu 5 tahun sehingga dari tahun tanaman tersebut sudah dapat dipanen dengan teknik tebang habis. Kemudian setelah pemanen selesai, lahan tersebut ditanami tanaman palawija seperti singkong, sampai akhirnya ditanami sengon kembali. Pertumbuhan tanaman sengon di hutan pesantren tidak terlalu bagus dimana tanamannya tumbuh kerdil dan ukuran diameternya kecil, sehingga pada tahun 1999 dirubah dengan tanaman mangium melalui kerja sama dengan Perhutani. Pola kerja sama yang dilakukan adalah pola kemitraan dengan kontrak kerja sama selama lima tahun. Sebagai langkah percobaan, ditanami tanaman mangium seluas 10 hektar. Dengan pola kemitraan tersebut, pesantren mendapatkan bantuan berupa pembinaan, dan penyediaan bibit mangium. Adapun hasil dari kegiatan pemanenan sepenuhnya untuk pesantren tanpa ada pembagian kepada Perhutani. Pada dasarnya, kerja sama antara Perhutani dan Pesantren Darunnajah 2 Cipining dimaksudkan agar Pesantren dapat menjaga keamanan hutan milik Perhutani, karena wilayah Perhutani berada di tepi wilayah pesantren. Setelah kontrak dengan Perhutani berakhir tahun 2004, maka pesantren mengelola hutannya secara mandiri. Saat ini, luas hutan yang sedang dikelola pesantren adalah 52 hektar dengan tegakan utama mangium Perkembangan Usaha Hutan Pesantren Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam memerlukan biaya utuk menjalankan programnya. Oleh karena itu, pesantren membuat usaha sebagai sumber dalam membiayai operasional pesantren. Saat ini sumber pendanaan yang tetap bagi Pesantren Darunnajah 2 Cipining hanya ada dua yaitu iuran santri dan usaha pesantren. Salah satu usaha yang dijalankan adalah pengelolaan hutan dengan tanaman mangium. Usaha pengelolaan hutan oleh Pesantren Darunnajah 2

40 Cipining telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pesantren. Hal ini ditunjukkan dengan semua kebutuhan rumah tangga yang menggunakan kayu seperti lemari, meja belajar, kusen, dan lain-lain berasal dari hutan pesantren. Hutan Pesantren Darunnajah 2 Cipining telah menghasilkan kayu 520 m 3 /tahun. Selanjutnya dari hasil usaha budidaya hutan ini bila dikonversi ke dalam rupiah dimana mencapai Rp ,-/tahun. Pada awalnya, pesantren hanya bisa menjual kayunya dalam bentuk kayu gelondongan. Untuk meningkatkan nilai kayu, akhirnya pada tahun 2007, pesantren mendirikan industri gergajian untuk mengolah kayu yang berasal dari hutan pesantren, sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada kayu gelondongan. Industri penggegajian sendiri telah menghasilkan kayu olahan sebesar 240m 3 /tahun. Setelah industri penggergajian berdiri, penjualan kayu glondongan tidak dijalankan. Pengelolaan hutan oleh Pesantren Darunnajah 2 Cipining dikepalai oleh kepala biro usaha yang membawahi semua usaha pesantren. Adapun struktur organisasi yang terbentuk dalam pengelolaan hutan pesantren disajikan pada Gambar 7. Gambar 7. Struktur organisasi hutan pesantren Struktur organisasi di atas cukup sederhana dalam hal pengelolaan hutan pada umumnya. Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam pengelolaan kehutanan diatur dan ditentukan sepenuhnya oleh kepala biro usaha pesantren dan Kepala bidang kehutanan. Tugas mandor adalah melakukan pengawasan secara langsung di

41 lapangan mengenai penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Dua mandor tersebut membawahi karyawan tetap hutan pesantren yag berjumlah 18 yang terdiri dari 8 laki-laki dan 10 perempuan. Para karyawan hutan tersebut digaji oleh pesantren sebesar Rp Rp /hari.

42 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengelolaan Hutan Pesantren Pembangunan hutan pesantren di Pesantren Darunnajah 2 Cipining telah melewati kurun waktu yang cukup panjang, dimulai sejak tahun 1988 dan berlangsung sampai sekarang. Pembangunan hutan tersebut didasari keinginan pesantren untuk memenuhi kebutuhanya berasal dari alam, khususnya hasil berupa kayu yang sangat bermanfaat bagi kebutuhan rumah tangga pesantren seperti pembuatan meja, pintu, jendela, dll. Pesantren mampu memenuhi kebutuhannya melalui hutannya sendiri dengan memanfaatkan tanah wakaf. Pembangunan hutan pesantren diawali dengan penanaman sengon yang berakhir tahun Tanaman sengon kemudian diganti oleh tanaman mangium mulai tahun Saat ini hutan pesantren telah sepenuhnya ditanami dengan tanaman mangium (Acacia mangium) yang dianggap lebih menguntungkan daripada sengon. Beberapa yang perlu dibahas dalam pengelolaan hutan pesantren ini adalah sisitem silvikultur dan teknik silvikultur yang diterapkan oleh pesantren Sistem Silvikultur Sistem silvikultur adalah kaidah dalam membangun hutan yang merupakan suatu siklus yang terdiri dari rangkaian kegiatan yang berurutan dan saling berkaitan antara satu dengan lainnya (penyiapan lahan, pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dll) untuk mencapai tujuan tertentu dalam pengelolaan hutan (Anonim, 2009). Berdasarkan sistem pemanenannya, terdapat beberapa sistem silvikultur yag dikenal, yaitu sistem tebang pilih, tebang habis, tebang rumpang, dan tebang jalur. Dari hasil pengamatan kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pesantren, sistem silvikultur pengelolaan hutan di Pesantren Darunnajah 2 Cipining dapat dikategorikan ke dalam sistem tebang habis. Sistem ini digunakan sejak rotasi awal hutan pesantren yaitu setelah tegakan mencapai umur 5 tahun. Setelah dilakukan penebangan, ada dua kebijakan yang dilakukan oleh pengelola hutan pesantren, yaitu lahan dibakar

43 kemudian ditanami kembali dan lahan dibakar kemudian dibiarkan yang kemudian akan tumbuh sendiri anakan baru. Kemudian sistem tanamnya adalah sistem monokultur, dimana pada area hutannya hanya ditanam satu jenis tanaman saja yaitu Acacia mangium. Kegiatan penebangan di hutan pesantren dilakukakan apabila tegakan tersebut sudah mencapai umur 4 5 tahun dan diameternya mencapai 20 cm. Selain itu, penebangan pohon dilakukan apabila ada kebutuhan yang mendadak Teknik Silvikultur Beberapa teknik silvikultur yang diterapkan di Pesantren Darunnajah 2 Cipining dalam pengelolaan hutannya dimulai dengan penyiapan lahan, pengadaan bibit tanaman, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. 1. Penyiapan Lahan Kegiatan penyiapan lahan merupakan bagian dari rangkaian pengelolaam hutan. Penyiapan lahan bertujuan untuk mempersiapkan lahan seoptimal mungkin. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Biro Usaha Pesantren bahwa yang menentukan kebijakan dilakukan penyiapan lahan adalah kepala biro usaha atas usulan mandor hutan pesantren. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kegiatan penyiapan lahan dilakukan pada lahan bekas tebangan dan lahan yang belum tergarap, dan cara penanganannya hampir sama yaitu lahan yang akan menjadi tempat tumbuh tanaman dibakar (Gambar 8). Pada lahan bekas tebangan, ada dua kebijakan yang dilakukan oleh pengelola hutan pesantren, yaitu ditanam kembali dan dibiarkan yang nantinya akan tumbuh sendiri anakan baru. Seperti pada blok cipayung, dimana blok tersebut tanamannya campuran yaitu sebagian hasil penanaman dan sebagian lagi merupakan tanaman yang tumbuh sendiri. Alasan mereka melakukan kebijakan dibakar kemudian dibiarkan karena terbatasnya biaya dan berpandangan produktivitasnya cepat. Langkah tersebut sudah berjalan selama tiga tahun. Selanjutnya pada lahan yang belum tergarap sebelum digarap, areal dibersihkan dahulu kemudian dibakar, setelah dibakar baru dibuatkan lubang yang kemudian dilakukan penanaman.

44 Gambar 8. Lahan setelah dibakar Adapun penyiapan lahan di hutan pesantren dilakukan dua bulan sebelum penanaman yaitu pada bulan Oktober - November. Pada tahap penyiapan lahan ini, pesantren mempekerjakan 26 orang pekerja. Seluruh pekerja ini berasal dari masyarakat sekitar dengan status pekerja harian. 2. Pengadaan Benih dan Bibit Berdasarkan wawancara dengan Kepala Biro Usaha, pengadaan benih dilakukan untuk menyiapkan bibit yang akan ditanam pada lahan yang belum tergarap. Benih sendiri didapatkan dengan cara membeli kepada Perhutani. Karena persemaian di pesantren belum berjalan lagi, sehingga pembeliannya dalam bentuk bibit. Jadi bibit di hutan pesantren ada dua macam, yaitu bibit tanaman yang berasal dari cabutan di hutan pesantren dan yang berasal dari Perhutani. Jika dipersentasekan, bibit yang berasal dari cabutan adalah 60%, dan yang berasal dari Perhutani adalah sebesar 40%. Kebutuhan bibit per tahun adalah sebesar bibit. Selanjutnya bibit yang siap ditanam adalah bibit yang berukuran cm dengan umur bibit 4 bulan. Benih dan bibit yang dipilih pesantren sampai saat ini adalah tanaman mangium (Acacia mangium) karena tanaman tersebut bisa tumbuh baik pada lahan pesantren. Tanaman mangium dipilih karena tanah pesantren yang cocok sebagai tempat tumbuhnya mangium, mudah pemasarannya, serta tanamannya cepat dipanen dimana umur 4-5 tahun sudah bisa ditebang dengan diameter 15 cm 30 cm.

45 3. Penanaman Kegiatan penanaman dilakukan pada lahan yang sudah dibuatkan lubang tanam dengan jarak yang telah disesuaikan. Lubang tanam yang dibuat berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm. Jarak tanam yang diterapkan di hutan pesantren pada awal penanaman adalah 1 m x 1,5 m. Hanya saja berdasarkan pengamatan di lapangan, jarak tanam yang ada cukup bervariasi yaitu 1 m x 1 m, 1 m x 1,5 m, dan 2 m x 3 m. Kegiatan penanaman ini dilakukan pada musim hujan atau pada bulan bulan Desember yang ditanam secara manual. Teknik penanaman bibit mangium dilakukan dengan cara manual yaitu bibit yang sudah siap tanam ditanam oleh tenaga manusia seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Bibit mangium sendiri berasal dari Perhutani dengan membeli, karena saat ini persemaian di pesantren tidak jalan lagi, sehingga untuk mendapatkan bibit yang baik pesantren membeli bibitnya ke Perhutani. Ada juga bibit mangium berasal dari hasil cabutan alam. Hanya saja kualitas cabutan alam tidak terlalu bagus. Oleh karena itu, pada lahan kosong yang baru akan ditanam pesantren menanam bibit mangium yaitu dengan bibit yang dibeli dari Perhutani. Gambar 9. Kegiatan penanaman mangium Selain dilakukan penanaman sendiri oleh pesantren, pada tahun 1999 pesantren bekerja sama dengan Perhutani melalui Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Program ini dilakukan agar masyarakat bisa ikut mengelola hutan pesantren dan tidak merambah ke wilayah Perhutani dimana wilayah Perhutani sangat berdekatan dengan hutan pesantren. Wilayah hutan pesantren selanjutnya ditanami oleh tanaman mangium bersama masyarakat

46 sekitar dimana bibit diperoleh dari Perhutani secara gratis. Proyek ini berjalan hingga tahun 2005, dan setelah itu pesantren memutuskan untuk mengelola hutannya secara mandiri. Selain itu, Pesantren Darunnajah 2 juga kerja sama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dari tahun 1998 s.d yaitu pembangunan hutan dan perkebunan seluas 5 ha dalam rangka konservasi lingkungan di areal pesantren. 4. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan dalam pengusahaan hutan sangat penting untuk dilakukan. Sebagai usaha yang telah dijalankan selama dua puluh tiga tahun, maka selalu dilakukan kegiatan pemeliharaan terhadap hutannya. Adapun kegiatan pemeliharaannya terdiri dari penyulaman, penyiangan, pemupukan, pemangkasan, dan penjarangan. 1. Penyulaman Kegiatan penyulaman dilakukan setelah satu bulan penanaman. Sebelumnya tenaga kerja hutan pesantren akan melakukan penghitungan terhadap tanaman yang mati atau layu. Jika ada yang mati atau layu, maka tanaman tersebut akan diganti oleh tanaman yang baru. Adapun tanaman yang daunnya rontok, tetapi batangnya masih terlihat segar, maka tanaman tersebut tidak disulam. Tanaman mangium sudah bisa terlihat mati atau tidak setelah dua minggu dari penanaman. Kegiatan penyulaman ini dilakukan pada musim hujan setelah satu bulan penanaman. 2. Penyiangan Kegiatan penyiangan dirasakan sangat penting bagi pesantren dalam pengelolaan hutannya. Tujuan dilakukan penyiangan adalah untuk membebaskan tanaman mangium dari belukar, tanaman pemanjat dan tanaman pengganggu lainnya. Penyiangan di hutan pesantren umumnya dilakukan pada tahun pertama dan kedua. Pesantren melakukan kegiatan penyiangan terhadap hutannya dua kali pada tahun pertama, selanjutnya tahun kedua dilakukan hanya satu kali. Gambar 10 adalah gambar kegiatan penyiangan.

47 Gambar 10. Kegiatan penyiangan 3. Pemupukan Pemupukan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan di hutan pesantren. Perlakuan ini sangat penting, karena cukup membantu pertumbuhan tanaman mangium. Kegiatan pemupukan ini dilakukan hanya satu kali yaitu pada tahun pertama saja. Pemberian pupuk sendiri tidak langsung diberikan pada saat penanaman, tetapi setelah satu bulan penanaman. Adapun jenis pupuk yang dipakai adalah pupuk TSP (Triple Super Phosphate). Walaupun satu kali pemupukan, pengaruh pemberian pupuk cukup besar, dimana pertumbuhan tanaman mangium cepat pada tahun pertama. 4.Pemangkasan Kegiatan pemangkasan dilakukan dalam rangka menghindari pembentukan percabangan pada tanaman mangium agar kualitas kayu semakin baik. Berdasarkan hasil wawancara kegiatan pemangkasan di hutan pesantren mulai dilakukan setelah dua tahun penanaman dan dilakukan pada umur 2 dan 3 tahun. Pada tahun ke-2 pemangkasan dilakukan saat tanaman belum mencapai ketinggian 2 m, selanjutnya pemangkasan pada tahun k-3 sebelum tanaman mangium mencapai ketinggian 5 m. Adapun cabang yang dipangkas berukuran diameter 1,5 cm 2 cm. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Srivastava (1993) bahwa cabang - cabang harus dipangkas sebelum mencapai diameter 2 cm untuk menghindari infeksi jamur, terutama busuk hati. Kemudian, cabang yang dipangkas memiliki jarak 5 cm 7 cm dari batang utamanya, agar batang utama terhindar dari pengaruh pembusukan.

48 5. Penjarangan Tujuan produksi kayu dari hutan pesantren adalah untuk menghasilkan kayu gergajian sebagai bahan baku untuk keperluan seperti pembuatan kusen, jendela, lemari, dan lain-lain, kemudian sisanya digunakan untuk kayu bakar. Dengan tujuan tersebut, maka penjarangan perlu dilakukan agar hasil kayu bisa lebih baik. Telah dijelaskan bahwa hutan pesantren memiliki dua tipe tanaman mangium dari cara penanamannya, yaitu yang ditanam oleh manusia, dan ada yang tumbuh sendiri. Untuk tegakan yang tanamannya ditanam oleh tenaga kerja, kegiatan penjarangan dilakukan pada tahun ke-3 dan tahun ke-4 dimana penjarangan dilakukan pada tanaman yang jarak tanamnya adalah 1 m x 1,5 m. Penjarangan sendiri dilakukan pada tanaman yang pertumbuhannya kurang bagus dan terlihat sangat rapat. Pada umumnya, saat penjarangan dilakukan ketinggian tanaman mangium sudah mencapai 7 meter. Adapun setiap kayu dari hasil penjarangan tersebut dipotong menjadi dua bagian dengan ukuran 4 meter dan 3 meter. Selanjutnya kayu yang panjangnya 4 meter digunakan untuk tiang cor, sedangkan kayu yang panjangnya 3 meter digunakan untuk kayu bakar. Kemudian, pada tegakan yang tanamannya tumbuh sendiri, kegiatan penjarangan dilakukan pada umur 2 tahun, dimana tanaman diatur dengan jarak 2 m x 2 m. Gambar 11 menunjukkan tanaman mangium yang tumbuh sendiri, dan setelah 2 tahun, tanaman tersebut dijarangi sesuai dengan jarak tanam yang diinginkan (Gambar 12). Gambar 11. Tegakan belum dijarangi dengan umur <1 tahun Gambar 12. Tegakan setelah dijarangi dengan umur 4 tahun

49 Pada umur 3 tahun dan 4 tahun, tanaman tersebut dijarangi sama seperti tanaman yang ditanami oleh tenaga kerja hutan pesantren. Pada akhirnya jarak tanam akhir yang dikehendaki setelah penjarangan adalah 3 m x 4 m. 6. Pengendalian Hama dan Penyakit Salah satu yang menjadi hambatan untuk tegakan hutan adalah adanya gangguan berupa hama dan penyakit. Begitu pula yang terjadi di hutan pesantren. Hanya saja yang paling banyak di hutan pesantren adalah gangguan hama. Hama yang menyerang hutan pesantren antara lain adalah tupai yang memakan kulit tanaman sampai bagian kayunya, dimana apabila terjadi patah, maka biasanya tanaman tersebut pertumbuhannya kerdil. Selain itu, gangguan hama lainnya adalah ulat berkepompong yang bisa mengakibatkan tanaman mangium lamalama meranggas dan akhirnya mati. Dan gangguan yang cukup mengganggu adalah kerbau yang biasanya menginjak tanaman-tanaman yang masih muda sehingga tanaman menjadi mati. Untuk mengatasi gangguan - gangguan tersebut antara lain pelarangan hewan seperti kerbau yang masuk ke hutan pesantren, karena akan mengganggu pertumbuhan tanaman mangium. 5. Pemanenan Pembangunan hutan pesantren telah membantu pondok pesantren dalam pemenuhan kebutuhan para santri, ustadz dan ustadzah, maupun karyawan. Hutan pesantren yang hasil utamanya adalah kayu telah dapat dirasakan keberadaannya oleh pesantren. Produksi kayu sampai saat ini masih dihasilkan melalui kegiatan pemanenan. Kayu yang dihasilkan tersebut pada umumnya digunakan untuk membuat sarana dan prasarana pesantren seperti lemari, meja, kursi, kusen, jendela, dan lain-lain. Beberapa alasan pesantren melakukan kegiatan pemanenan adalah antara lain: 1) kebutuhan pesantren, 2) kayu sudah masuk masa tebang, dan 3) adanya permintaan konsumen terhadap kayu. Untuk alasan yang pertama, penebangan dilakukam karena areal tersebut akan dibangun gedung pendidikan santri sehingga walaupun tegakan belum masuk masa tebang, maka akan tetap ditebang karena areal tersebut bukan termasuk ke dalam zona produksi sehingga penanaman tegakan hanya bersifat sementara yang sewaktu-waktu bisa ditebang. Sebagai

50 contoh awal tahun 2012, pesantren menebang tegakan yang umur tegakannya 4 tahun karena akan dibangun gedung untuk pendidikan siswa SMP. Selanjutnya alasan kedua didasarkan pada rotasi penebangan, dimana petak yang sudah masuk masa tebang yaitu pada umur 5 tahun, maka tegakan tersebut ditebang. Sedangkan untuk alasan yang ketiga lebih didasarkan kepada permintaan konsumen yang ingin membeli kayu untuk ukuran tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam kegiatan penebangan pohon di hutan pesantren, tidak ada teknik khusus cara menebangnya, dimana cara tebangnya takik rebah tidak membentuk sudut 45 o, tetapi hanya garis lurus saja pada batang yang ditebang, kemudian memotong lagi dari arah berlawanan dengan cara garis lurus juga. Adapun alat yang digunakan untuk pemanenan ialah mesin chainsaw dan gergaji manual. Setelah dilakukan penebangan dilakukan pengukuran, kemudian diangkut dengan cara dipikul dengan tenaga manusia. Kayu hasil tebangan sendiri dikumpulkan di tempat pengumpulan kayu (TPK) yang telah ditentukan. Kemudian setelah dikumpulkan akan diangkut dengan truk pengangkut kayu ke tempat penggergajian kayu untuk diolah menjadi kayu gergajian. Saat ini, pesantren memiliki satu unit truk pengangkut kayu yang digunakan untuk mengangkut kayu gelondongan maupun kayu olahan. Selain itu proses pengolahan kayu, pesantren sudah memiliki tempat pengolahan sendiri, sehingga tidak perlu ke tempat lain. Adapun proses kegiatan pemanenan kayu ditunjukkan pada Gambar 13. Gambar 13. Proses kegiatan pemanenan di hutan pesantren. (1) penebangan pohon, (2) pengukuran kayu, (3) pengumpulan kayu, (4) pemanggulan kayu. Pada kegiatan pemanenan, pesantren mempekerjakan sebanyak 10 orang, dimana pembagian orangnya adalah 2 orang sebagai operator, 2 orang kenek atau asisten operator, dan sisanya adalah sebagai tenaga pengumpul kayu.

51 5.2. Potensi Tegakan Hutan Pesantren Hutan Pesantren Darunnajah 2 Cipining saat ini luasnya 52 hektar, dan terbagi ke dalam 5 kelas umur, dimana setiap umur luas tegakannya tidak sama. Adapun tempat untuk pengambilan plot contohnya, untuk umur 1 tahun pada blok kapling segaraan, umur 2 tahun di blok kapling cikarang, umur 3 tahu di blok kapling sibali, umur 4 tahun di blok kapling gudawang, dan umur 5 tahun di blok kapling gudawang. Potensi tegakan hutan pesantren menunjukkan adanya perbedaan setiap umurnya. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5 volume tiap hektar masingmasing umur adalah 8,883 m 3, 13,258 m 3, 40,029 m 3, 139,251 m 3, dan 130,007 m 3. Selanjutnya, volume total tegakan mangium semua umur di hutan pesantren adalah sebesar 1909,838 m 3. Berikut tabel potensi tegakan hutan pesantren: Tabel 5. Potensi tegakan mangium (Acacia mangium) di hutan pesntren Umur (tahun) Luas (ha) Diameter rata-rata (cm) Taksiran tinggi (m) Taksiran volume/ batang (m 3 ) Jumlah batang/ ha Volume/ ha (m 3 / ha) Volume total (m 3 ) ,00 2,5 0, , , ,00 4,5 0, , , ,50 7,0 0, , , ,50 11,0 0, , , ,50 12,0 0, , ,028 Tabel 5 menunjukkan bahwa volume per hektar yang paling besar adalah pada tegakan berumur 4 tahun yaitu sebesar 139,251 m 3 /ha dan terkecil adalah pada umur 1 tahun yaitu sebesar 8,883 m 3 /ha. Dapat dilihat bahwa tegakan yang berumur 5 tahun volumenya lebih kecil daripada yang berumur 4 tahun. Hal tersebut karena jumlah tegakannya pada umur 5 tahun lebih sedikit, dan dipengaruhi perbedaan ukuran diameter yang selisihnya tidak jauh berbeda. Kemudian dari semua umur luas arealnya berbeda, dimana dari masing-masing umur luasnya adalah 15 ha, 10 ha, 18 ha, 5 ha, dan 4 ha. Luas areal yang berbeda tersebut mengakibatkan volume totalnya berbeda. Bisa dilihat tegakan yang berumur 5 tahun volume totalnya adalah 520,028 m 3 lebih kecil dari tegakan yang berumur 4 tahun yang volume totalnya adalah 696,255 m 3. Tetapi tegakan yang

52 berumur 3 tahun volume totalnya paling besar yaitu 720,522 m 3. Hal ini terjadi karena tegakan bermur 3 tahun memiliki areal yang paling luas. Gambar 14. Jumlah tanaman mangium pada setiap umur (batang/ ha) Gambar 14 menunujukkan bahwa terjadi penurunan jumlah batang/ha pada setiap umur tanaman. Berdasarkan hasil penelitian, pada saat tanaman mangium berumur satu tahun jumlah tanaman per hektar adalah batang. Sedangkan saat tanaman mencapai umur lima tahun, jumlah tanaman per hektar adalah 740 batang. Dengan demikian terjadi pengurangan batang dengan bertambahnya umur tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi perubahan jarak tanam pada setiap umurnya. Pada umur 1 tahun, jarak tanam yang dibuat adalah 1 x 1,5 m, sedangkan pada umur 2 tahun jarak tanam 2 x 3 m. Hal ini sesuai dengan pernyataan kepala biro usaha pesantren bahwa terdapat perbedaan perlakuan jarak tanam pada saat awal penanaman. Jumlah batang yang sangat jauh pada umur 2 tahun dan 1 tahun, disebabkan karena pada tanaman umur 2 tahun sejak awal tanamnya dengan jarak tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan jarak tanam di hutan pesantren tidak sama pada awal penanaman. Selanjutnya pada umur 4 tahun terjadi pengurangan, hal ini karena terjadi kegiatan penjarangan pada umur 3 tahun. Berdasarkan hasil wawancara bahwa kegiatan penjarangan dilakukan pada umur 3 dan 4 tahun. Kegiatan penjarangan ini dilakukan lebih

53 ditekankan pada tujuan produksi, dimana tujuan produksi kayu adalah untuk kayu pertukangan, sehingga pesantren perlu melakukan kegiatan penjarangan agar hasil kayu untuk pertukangan memiliki kualitas yang baik. Krisnawati et al. (2007) mengatakan bahwa keputusan untuk melakukan penjarangan atau tidak pada tanaman mangium harus didasarkan pada pertimbangan tujuan produksi. Jika tujuan utamanya adalah produksi kayu pulp, dimana tidak ada perbatasan ukuran produk, maka penjarangan tidak perlu dilakukan.penjarangan hanya dilakukan apabila tujuan penanaman adalah untuk menghasilkan kayu gergajian dan vinir. Gambar 15. Grafik Volume/ ha tanaman mangium pada setiap umur Gambar 15 menunjukkan kecenderungan volume/ha tanaman mangium pada setiap umur. Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa semakin umur tanaman tersebut bertambah, maka volume juga akan semakin meningkat. Ini menunjukkan bahwa adanya pertambahan ukuran diameter dan tinggi seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Gambar 15 juga menunjukkan bahwa volume tanaman dalam satu hektar yang paling tinggi adalah pada tanaman mangium yang berumur 4 tahun. Sedangkan pada umur 5 tahun terjadi penurunan volume. Adanya penurunan volume pada umur 5 tahun ini disebabkan karena jumlah batang yang lebih kecil, kemudian ukuran diameter rata-rata yang hanya beda 1 cm, sehingga memberikan

54 pengaruh terhadap perbedaan volume antara tanaman yang berumur 4 tahun dan 5 tahun, dimana volume tanaman yang berumur 5 tahun lebih kecil daripada yang berumur 4 tahun Industri Penggergajian dan Pemasaran Hasil Hutan Pesantren Industri Penggergajian Industri penggergajian (Gambar 16) merupakan bagian usaha dari pesantren yang didirikan tahun Usaha ini dibangun dalam rangka meningkatkan nilai kayu, sehingga nilai jual kayu lebih tinggi dibanding kayu glondongan. Selain itu, pesantren mendirikan usaha ini agar hasil kayu dari hutannya bisa langsung diproses menjadi kayu olahan untuk kebutuhan infrastruktur pesantren. Gambar 17 menunjukkan produk yang dihasilkan dari industri penggergajian. Jenis produk yang dihasilkan dari industri penggergajian adalah balok, kaso, reng, papan, dan racuk (bahan baku spring bed). Adapun pasokan bahan baku kayunya sendiri tidak hanya dari hutan pesantren, tapi berasal dari hutan rakyat masyarakat sekitar. Kayu yang berasal dari masyarakat sekitar pada umumnya jenis kayu sengon, jengkol, mangium, duren, dan kecapi. Setiap harinya, industri penggergajian pesantren baru mampu memproduksi 1 m 3 balok, 0,75 m 3 kaso, 0,25 m 3 reng, 0,5 m 3 papan, dan 0,3 m 3 racuk. Jika diasumsikan produksi kayu gergajian tiap hari berjalan, maka dalam satu tahun industri penggergajian pesantren mampu memproduksi kayu gergajian sebanyak 1.034,45 m 3. Gambar 16. Industri penggergajian Gambar 17. Hasil industri penggergajian Selain itu, usaha yang diproduksi oleh indusrtri penggergajian adalah membuat peti telur (Gambar 18). Peti telur ini bahannya berasal dari sisa kayu pembuatan kayu gergajian, dan yang dipakai untuk membuat peti telur adalah bagian kulitnya. Pembuatan peti telur merupakan usaha yang bekerja sama dengan

55 sebuah perusahaan ayam petelor yaitu PT. Anwar Sirad, dimana perusahaan tersebut memesan pembuatan peti telur kepada pesantren. Perusahaan tersebut memesan ke pesantren 1800 peti per minggunya. Hanya saja, saat ini pesantren belum mampu untuk membuat sebanyak itu dalam satu minggu, karena kurangnya tenaga kerja. Saat ini, pesantren baru mampu membuat peti telur sebanyak 400 buah per minggunya. Peti telur ke perusahaan dengan harga Rp 2.800/peti. Selain peti telur, limbah dari industri penggergajian berupa sebetan dan serbuk gergaji. Sebetan dijual untuk dijadikan bahan bakar pembuatan batako. Limbah tersebut dijual per mobil pick up dengan harga Rp ,-. Adapun serbuk gergaji dijual untuk dijadikan bahan produksi jamur tiram dengan harga Rp ,- per mobil truk. Gambar 18. Hasil pembuatan peti telur Berdasarkan hasil penelitian yang ditampilkan pada Tabel 6, menunjukkan bahwa hasil jual dari industri penggergajian adalah sebesar Rp ,-. Selanjutnya, produk yang paling banyak dihasilkan dari industri penggergajian adalah kayu balok. Bisa dilihat produksi per tahun untuk kayu balok adalah sebanyak 365 m 3 dengan hasil jualnya sebesar Rp /tahun. Banyaknya jumlah produksi kayu balok lebih disebabkan karen permintaan pasar. Pendapatan dari industri penggergajian di atas belum dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Adapun biaya yang dikeluarkan selama setahun dari usaha ini adalah sebesar Rp (Tabel 7). Berdasarkan olah data keuntungan rata-rata per tahun yang diperoleh pesantren dari usaha ini adalah sebesar Rp ,-.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pondok Pesantren 2.1.1. Pengertian Pesantren Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesantren merupakan lembaga pendidikan non-profit yang memiliki ciri utama yaitu kemandirian. Hal tersebut ditunjukkan dengan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 1. Lokasi penelitian

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 1. Lokasi penelitian BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Lokasi Penelitian Hutan Pesantren merupakan bagian dari wilayah Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining yang terletak di jalan Argapura kotak pos 1 Desa Argapura Kecamatan Cigudeg,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEMENYAN (Styrax spp.) (Studi Kasus: Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

ANALISIS PEMASARAN KEMENYAN (Styrax spp.) (Studi Kasus: Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara) ANALISIS PEMASARAN KEMENYAN (Styrax spp.) (Studi Kasus: Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara) SKRIPSI Oleh: Ryandika Gilang Putra 121201153 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas III. METODE PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimum 0,25 ha. Hutan rakyat ini merupakan suatu pengembangan pengelolaan hutan yang

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) SKRIPSI TEGUH PURWADI H34050065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT)

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) Oleh BUDI HARDIYANTO F14101112 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) BUDIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Sampean, Kec. Doloksanggul, Kab. Humbang Hasundutan)

KONTRIBUSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Sampean, Kec. Doloksanggul, Kab. Humbang Hasundutan) KONTRIBUSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Sampean, Kec. Doloksanggul, Kab. Humbang Hasundutan) SKRIPSI Oleh MARCO M. SIHOMBING 071201020/MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT.

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. i PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. WIRAKARYA SAKTI GIANDI NAROFALAH SIREGAR E 14104050 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang- Undang tersebut, hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.) DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI MURNI SAGU, SELAT PANJANG, RIAU DENGAN ASPEK PENGATURAN JARAK TANAM Oleh : ADITYA RAHMAN A 24051727 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) SKRIPSI FAJAR MUTAQIEN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA L. BINTANG SETYADI B. DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK INDRA GUMAY FEBRYANO PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DI LAHAN HUTAN NEGARA DAN LAHAN MILIK Studi Kasus di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung INDRA GUMAY

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 ANALISIS PUCUK TANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI KEMUNING, PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, KARANGANYAR, JAWA TENGAH Oleh Wahyu Kusuma A34104041 PROGRAM STUDI AGRONOMI

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) Pudy Syawaluddin E

EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) Pudy Syawaluddin E EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) (Kasus di Kesatuan Pemangkuan Hutan Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur) Pudy Syawaluddin E14101052 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA

KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu

ABSTRAK. Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu ABSTRAK ADITYA NUGROHO. Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut. Dibimbing oleh SUCAHYO SADIYO dan MOHAMMAD MUSLICH. Penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kota Batu Provinsi Jawa Timur) FATCHURRAHMAN ASSIDIQQI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tanggal : 31 Januari 2001 KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI No KRITERIA STANDAR

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN GETAH PINUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT IBRAHIM HAMZAH

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN GETAH PINUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT IBRAHIM HAMZAH ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN GETAH PINUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT IBRAHIM HAMZAH DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E

PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E PENILAIAN DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP MAKROFAUNA TANAH DENGAN METODE FOREST HEALTH MONITORING (FHM) ASRI BULIYANSIH E 14201020 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA PRAKTEK AGROFORESTRY (Studi Kasus Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo) SKRIPSI

ASPEK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA PRAKTEK AGROFORESTRY (Studi Kasus Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo) SKRIPSI ASPEK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA PRAKTEK AGROFORESTRY (Studi Kasus Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo) SKRIPSI Oleh : Febrina Evilya Barus 051201039 / Manajemen Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A14104038 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN Oleh: Oktafianti Kumara Sari A34303035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci