BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Apendiks Apendiks vermiformis adalah organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid di dalam dindingnya. Apendiks melekat pada permukaan postereomedial caecum, sekitar 1 inci (2,5cm) dibawah juncture ileocaecalis. Apendiks vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada mesenterium intestinum tenue oleh messenteriumnya sendiri yang pendek disebut mesoapendiks. Mesoapendiks berisi arteria dan vena appendicularis dan nervus. Gambar 2.1 Retrocaecal Apendiks Apendiks vermiformis terletak di fosa illiaca dextra, dan dalam hubunganya dengan dinding anterior abdomen, pangkalnya terletak sepertiga ke atas di garis yang menghubungkan spina illiaca anterior superior dan umbilicus (titik Mcburney). Di dalam abdomen, dasar apendiks vermiformis mudah

2 6 ditemukan dengan mencari taenia coli caecum dan mengikutinya sampai apendiks vermiformis, dimana taenia ini bersatu membentuk tunica muscularis longitudinalis yang lengkap( Richard Snell, 2013) Apendiks vermiformis mendapat pendarahan melalui arteria appendicularis yang merupakan cabang dari arteria caecalis, sedangkan vena mengalirkan darahnya ke vena caecalis posterior. Aliran linfe mengalirkan cairan limfe mesoapendiks dan akhirnya bermuara ke nodi mesenterici superiors. Apendiks disarafi oleh saraf simpatik dan nervus vagus dari plexus mesentricus superior. Serabut saraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatik dan masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thoracica X. (Snell, 2012) 2.2 Histologi Apendiks Morfologi dari appendiks mirip dengan kolon, kecuali ada beberapa modifikasi. Dalam membandingkan mukosa appendiks dengan kolon, epitelnya mengandung banyak sel goblet, lamina propia dibawahnya mengandung kelenjar intestinal (kriptus Lieberkuhn), dan terdapat Muskularis Mukosa. Kelenjar intestinal di appendiks kurang berkembang dan lebih pendek, dan sering berjauhan letaknya dibandingkan di kolon. Jaringan limfoid difus di dalam lamina propia sangat banyak dan sering terlihat di submukosa. Nodulus limfoid dengan pusat germinal banyak ditemukan dan sangat khas bagi appendiks. Nodulus ini berasal dari lamina propia dan meluas dari epitel permukaan hingga submukosa. Submukosa memiliki banyak pembuluh darah. Muskularis eksterna terdiri atas lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar. Ganglion parasimpatis pleksus mienterikus terletak di antara lapisan otot polos sirkular dalam dan longitudinalis luar muskularis eksterna. Lapisan terluar appendiks adalah serosa dengan sel adipose. (difiore)

3 7 Gambar 2.2 Normal Apendiks 2.3 Fisiologi Apendiks Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

4 8 2.4 Apendistis Akut Gambar 2.3 Apendisitis Akut. Infiltrat Inflamasi akut yang berat menyebar melalui ketebalan dari dinding apendiks, menghancurkan mukosa, tempat dimana pulau kecil (M) berada, dan otot polos. Inflamasi menyebar ke serosa Etiologi Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai factor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor pencetus di samping hyperplasia jaringan limf, fekalit*, tumor apendiks, dan cacing ascaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang dapat diduga menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkannya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

5 9 Obstruksi dari lumen adalah faktor etiologi dominan pada apendisitis akut. Fecalit adalah penyebab yang paling sering dari obstruksi apendiks. Penyebab yang lebih jarang adalah hypertrophy dari jaringan limfoid, inspissated barium from previous x-ray studies, tumor, sayur sayuran dan biji buah buahan, dan parasit usus. Frekuensi dari obstruksi meningkat dengan keparahan dari proses inflamasi. Fecalith ditemukan 40% dari kasus apendisitis akut sederhana, pada 65% kasus apendisitis gangrenosa tanpa ruptura dan sekitar 90% oada kasus apendisitis gangrenosa dengan ruptur.( Schwartz) Epidemiologi Puncak insidensi dari apendisitis akut adalah pada dasawarsa kedua dan ketiga hidup. Sangat jarang terjadi pada umur eksrim. Pria dan wanita sama sama terkena, kecuali diantara masa pubertasa dan umur 25 tahun, dimana pria lebih dominan dengan perbandingan 3:2. Perforasi pada penyakit ini lebih umum terjadi pada bayi dan lansia, yang dimana periode kematian merupakan yang paling tinggi. Rasio kematian menurun di Eropa dan di Amerika Serikat dari 8.1 per 100 ribu populasi pada 1941 menjadi <1 dalam 100,000 pada tahun 1970 dan terus menurun. Insidensi absolut dari penyakit ini juga menurun sekitar 40 % pada kisaran tahun 1940 dan 1960 namun terus berubah. Meskipun beberapa faktor seperti perubahan pola makan, flora normal usus yang lain, dan nutrisi yang lebih baik serta pemberian vitamin diduga menjelaskan penurunan insidensi yang terjadi. Keseluruhan insidensi dari apendisitis jauh lebih rendah di negara yang sedang berkembang, terutama bagian negara Afrika, dan di negara dengan sosioekonomi rendah. (Harrison, 2005) Apendisitis akut dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur tahun, ketika insidens pada lelaki lebih tinggi.

6 Patologi Sesuai dengan yang disebutkan diatas, maka patologi yang didapat pada apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehinga terbentuk masa periapendikular yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut Gambaran klinik Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis adalah samar- samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah kekanan bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bias mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Bila terdapat apendiks retrosaekal diluar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak

7 11 ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. Apendiks yang terletak di rongga pelvis bisa meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltis meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. Tabel 2.1 Gambaran Klinis Apendisitis Akut - Tanda awal Nyeri mulai dari epigastrium ata regio umbilikus disertai mual dan anoreksi - Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney Nyeri tekan Nyeri lepas Defans Muskuler - Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing) Nyeri kanan bawah bila ditekan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg) Nyeri tekan bawah bila peritoneum bergerak, seperti napas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala

8 12 yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80 90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar samar saja. Tidak jarang terlambat didiagnosis,. Akibatnya lebih dari setengah penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks tersorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke region lumbal kanan Pemeriksaan Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 C. Bila suhu lebih tinggi mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaaan suhu aksilar dan rektal sampai 1 celcius. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses apendikuler. Pada palpasi didapatkan nyeri terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muscular menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosaekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, maka keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu hamil trimester II dan trimester III akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil. Karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari apendiks atau uterus. Bila penderita miring ke kiri nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, maka terbukti proses berasal

9 13 bukan dari apendiks. Peristaltis usus sering normal; peristaltis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dilakukan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m.psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri Diagnosis Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar % kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding laki laki. Hal ini dapat disadari mengingat perempuan terutama yang masih muda sering timbul ganguan mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lainya. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1 2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi bias meningkatkan akurasi diagnosis. Demikian pula laporoskopi pada kasus yang meragukan. Pemeriksaan leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositiosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. (Sjamsuhidajat et al)

10 Diagnosis Banding Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. a. Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukosit kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. b. Demam Dengue Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopeni, dan hematocrit yang meningkat. c. Limfadenitis mesenterika Limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan. d. Gangguan alat kelamin perempuan Folikel ovarium yang pecah (ovulasi ) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama 2 hari. e. Infeksi Panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul padabiasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Rasa nyeri sekali di panggul pada colok vaginal jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding. f. Kehamilan Ektopik Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar Rahim dengan pendarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok

11 15 hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosuntesis didapatkan darah. g. Kista ovarium terpuntir Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan terab massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrsonografi menentukan diagnosis. h. Endometriosis eksterna Endometrium diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada dan darah terkumpul sewaktu menstruasi, karena tidak ada jalan ke luar. i. Urolitiasis pielum Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria seirng ditemukan. Foto polos atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielo nefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria. j. Penyakit Lain Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut seperti diverticulitis Meckel. Perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, diverticulitis kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks Tatalaksana Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi

12 16 terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak Komplikasi Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang berapa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. a. Massa Apendicular Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa apendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasinya masih mudah. Pada anak, dipersiapkan operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan pendinginan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotik dambil dilakukan pemantauan terhadap shu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, masssa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar pendarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakkan dari karsinoma sekum, penyakit Chron, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan

13 17 aktinomikosis intestinal, entritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosis massa apendiks. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas. Apendektomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekedar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. Bila sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja; apendektomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika, pada saat dilakukan drainase bedah, apendiks mudah diangkat, dianjurkan sekaligus dilakukan apendektomi. b. Apendisitis Perforata Adanya fekalit dalam lumen, umur (orang tua dan anak kecil), dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks. Insidens perforasi pada penderita 60 tahun sekitar 60 %. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalnya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks, dan arteriosklerosis. Insidensi tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masihi tipis, anak kurang komunikatif, sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendinginan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang. Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi diseluruh perut, mungkin disertai dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan; peristaltis usus dapat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar terlokalisasi di suatu tempat, paling sering rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicuragi sebagai abses. Ultra

14 18 sonografi da foto rontgen dada akan membantu membedakanya. Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman Gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan. Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah serta pembersihan kantong nanah. Akhir akhir ini, mulai banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara laparoskopi apendektomi. Pada prosedur ini, rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah. Hasilnya dilaporkan tidak berbeda jauh dibandingkan dengan laparotomi terbuka, tetapi keuntunganya adalah lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik. Karena terdapat kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, sebaiknya dilakukan pemasangan penyalir subfasia; kulit diiarkan terbuka dan nantinya akan dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pemasangan penyalir intraperitoneal tidak perludilakukan pada abak karena justru lebih sering menyebabkan komplikasi infeksi. Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian (Craig, 2011). Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks (Bailey, 1992). 2.5 Leukosit Pengertian Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Rata-rata jumlah leukosit dalam darah manusia normal adalah /mm 3, bila jumlahnya lebih dari /mm 3, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000/mm 3 disebut leukopenia. (Effendi, Z., 2003). Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular.

15 19 Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit granular mengandung granula spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis leukosit agranular yaitu; limfosit yang terdiri dari selsel kecil dengan sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri dari sel-sel yang agak besar dan mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat 3 jenis leukosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil (eosinofil). (Effendi, Z., 2003). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler denga menerobos antara sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. (Effendi, Z., 2003) Jenis jenis sel darah putih Granula a. Neutrofil Neutrofil kadang disebut soldiers of the body karena merupakan sel pertama yang dikerahkan ke tempat akteri masuk dan berkembang dalam tubuh. Neutrofil merupakan sebagian besar dari leukosit dalam sirkulasi. Biasanya hanya berada dalam sirkulasi 7 10 jam sebelum bermigrasi ke jaringan, dan hidup selama beberapa hari dalam jaringan. Butir butir azurofilik primer(lisosom) mengandung hydrolase asam, mieloperoksidase dan neutromidase (lisozim), sedang butir butir sekunder atau spesifik mengandung laktoferin dan lisozim. Neutrofil mempunyai reseptor untuk IgG (FcyR) dan komplemen. Neutrofil yang bermigrasi pertama dari sirkulasi ke jaringan terinfeksi dengan cepat dilengkapi dengan berbagai reseptor seperti TLR2, TLR 4 dan reseptor dengan pola lain. Neutrofil dapat mengenal pathogen secara langsung. Ikatan dengan pathogen dan fagositosis dapat meningkat apabila antibodi atau komplemen yang berfungsi sebagai opsonin diikatnya. Tanpa bantuan antibodi spesifik, komplemen dalam serum dapat mengendapkan fragmen protein di

16 20 permukaan pathogen sehingga memudahkan untuk diikat oleh fagositosis dan neutrofil. Neutrofil menghancurkan mikroba melalui jalur oksigen independen (lisozim, laktoferin, ROI, enzim proteolitik, katepsin G dan protein katatonik) dan oksigen dependen. b. Eosinofil Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah gelap (karena mengandung protein basa) dan jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Mielosit eosinofil dapat dikenali tetapi stadium sebelumnya tidak dapat dibedakan dari prekursor neutrofil. Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil lebih lama daripada untuk neutrofil. Eosinofil memasuki eksudat peradangan dan nyata memainkan peranan istimewa pada respon alergi, pada pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran fibrin yang terbentuk selama peradangan. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996). c. Basofil Jumlah sel basofil yang ditemukan dalam sirkulasi darah sangat sedikit, yaitu <0,5% dari seluruh sel darah putih. Basofil diduga juga dapat berfungsi sebagai fagosit, tetapi yang jelas sel tersebut melepas mediator inflamasi. Sel mast adalah sel dalam struktur, fungsi dan proliferasinya serupa dengan basofil. Bedanya adalah sel mast hanya ditemukan dalam jaringan yang berhubungan dengan pembuluh darah dan basofil dalam darah. Baik sel mast maupun basofil melepas bahan- bahan yang mempunyai aktivitas biologik, antara lain meningkatkan permeabilitas vaskular, respons inflamasi dan mngerutkan otot polos bronkus. Granul granul di dalam kedua sel tersebut mengandung histamin, heparin, leukrotin(dahulu SRS-A) dan ECF. Degranulasi dipacu antara lain oleh ikatan antara antigen dan IgE pada permukaan sel. Peningkatan kadar IgE ditemukan pada reaksi dan penyakit alergi. Dilain pihak peningkatan kadar IgE sering dihubungkan dengan imunitas terhadap parasit. Basofil dan sel mast yang diaktifkan juga melepas berbagai sitokin. Sel mast memiliki reseptor untuk IgE dan karenanya dapat diaktifkan oleh alergen yang spesifik. Selain pada reaksi alergi, sel mast juga berperan dalam pertahanan

17 21 pejamu, imunitas terhadap parasit dalam usus dan invasi bakteri. Jumlahnya menurun pada sindrom imunodefisiensi. Ada dua macam sel mast yaitu terbanyak sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Yang pertama ditemukan sekitar pembuluh darah dan mengandung sejumlah histamin dan heparin. Pengelepasan mediator tersebut dihambat kromoglikat yang mencegah influks kalsium ke dalam sel. Sel mast golongan kedua ditemukan di saluran cerna dan napas. Proliferasinya dipacu IL-3 dan IL-4 dan ditingkatkan pada infeksi parasit. Kecuali melaui mekanisme IgE, sel mast dapat pula diaktifkan dan melepas mediator atas pengaruh PAF, C3a, C5a, PGF2a, fosfolipase, kimotripsin dan sengatan serangga. Bahan seperti adrenalin, beta-stimulan, PGE1, PGE2 dan ketotifen menghambat degranulasi sedang berbagai faktor nonimun seperti latihan jasmani, tekanan, trauma, panas, dan dingin dapat pula mengaktifkan dan degranulasi sel mast. Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal. Diameter basofil lebih kecil dari neutrofil yaitu sekitar 9-10 μm. Jumlahnya 1% dari total sel darah putih. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung heparin dan histamin. Dalam jaringan, basofil menjadi mast cells. Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan IgG dan degranulasinya Tidak Bergranula a. Monosit Selama hematopoiesis dalam sumsum tulang, sel progenitor granulosit/monosit berdiferensiasi menjadi premonosit yang meninggalkan sumsum tulang dan masuk kedalam sirkulasi untuk selanjutnya berdiferensiasi menjadi monosit matang dan berperan dalam berbagai fungsi. Monosit adalah fagosit yang didistribusikan secara luas sekali di organ limfoid dan organ lainya. Monosit berperan sebagai APC, mengenal, menyerang mikroba dan sel kanker dan juga memproduksi sitokin, mengerahkan pertahanan sebagai respon terhadap infeksi. IL-1, IL 6, dan TNF alfa yang diproduksinya, menginduksi panas dan produksi protein fase akut di hati, memodulasi produksi seng (Zn) dan

18 22 tembaga, menginduksi produksi hormone kortikotropik adrenal dalam otak dan mempengaruhi metabolism. Monosit juga berperan dalam remodeling dan perbaikan jaringan. Sel sel imun nonspesifik ada dalam darah untuk 10 jam sampai dua hari sebelum meninggalkan darah. b. Limfosit Sebagian besar limfosit yang terdapat dalam darah tepi merupakan sel kecil yang berdiameter kecil dari 10μm. Intinya yang gelap berbentuk bundar atau agak berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan tidak berbatas tegas. Nukleoli normal terlihat. Sitoplasmanya berwarna biru-langit dan dalam kebanyakan sel, terlihat seperti bingkai halus sekitar inti. Kira-kira 10% limfosit yang beredar merupakan sel yang lebih besar dengan diameter 12-16μm dengan sitoplasma yang banyak yang mengandung sedikit granula azuropilik. Bentuk yang lebih besar ini dipercaya telah dirangsang oleh antigen, misalnya virus atau protein asing (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996). 2.3 Reaksi Inflamasi Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap masuknya benda asing, invasi mikroorganisma atau kerusakan jaringan. Dalam usaha pertama untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme serta membersihkan jaringan yang rusak, maka tubuh akan mengerahkan elemen-elemen sistem imun ke tempat masuknya benda asing dan mikroorganisma atau jaringan yang rusak (Baratawidjaja K.G., 1998). Fagositosis merupakan komponen penting pada inflamasi. Dalam proses inflamasi ada 3 hal yang terjadi sebagai berikut: i. Peningkatan peredaran darah ke tempat benda asing, mikroorganisme atau jaringan yang rusak. ii. Peninggian permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel endotel. Hal tersebut memungkinkan molekul yang lebih besar seperti antibodi dan fagosit bergerak ke luar pembuluh darah dan sampai di tempat benda asing, mikroorganisme atau jaringan rusak. iii. Peningkatan leukosit terjadi terutama apabila fagosit polimorfonuklear dan makrofag dikerahkan dari sirkulasi dan bergerak ke tempat benda asing,

19 23 mikroorganisma atau jaringan yang rusak. Hal tersebut dipermudah dengan pelepasan C3a dan C5 pada aktivasi komplemen yang bersifat kemotaksis. Dalam proses tersebut banyak leukosit dihancurkan. Kemudian makrofag lain yang memasuki daerah tersebut akan mengakhiri inflamasi (Baratawidjaja K.G., 1998). Ketiga kejadian di atas disebut inflamasi. C3a dan C5a merupakan nafilatoksin yang dapat melepaskan histamin melalui degranulasi mastosit dan basofil yang juga mempunyai sifat biologik. Selain C3a dan C5a pada aktivasi komplemen dilepas bahan-bahan lain yang berperanan pada inflamasi. (Baratawidjaja K.G., 1998) Fagosit akhirnya memakan benda asing, mikroorganisma atau jaringan yang rusak. Selama proses tersebut enzim lisosom dilepaskan oleh makrofag ke luar sel, sehingga hal itu dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Jelas bahawa sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik bekerja sama dalam usaha untuk mengembalikan keseimbangan badan dan bahawa dalam usaha tersebut, hal-hal yang tidak menyenangkan untuk tubuh seperti panas, bengkak, sakit dan kerusakan jaringan dapat terjadi. Sel polimorfonuklear lebih sering ditemukan pada inflamasi akut, sedangkan proliferasi monosit ditemukan pada inflamasi kronik (Baratawidjaja K.G., 1998). 2.4 Rasio Neutrofil Limfosit Hasil penelitian kami menunjukan bahwa RNL dengan cutoff value 4,68 dapat secara signifikan membedakan apendiks normal dan Apendisitis Akut. Hasil ini lebih tinggi dari angka yang dikemukakan oleh penelitian sebelumnya namun lebih rendah dari angka yang dikemukakan Ischizuka et al. Sensitivitas dari cutofff value ini adalah 65,3 % yang berarti total 65% dari pasien dengan hasil histilogi yang Apendisitis Akut terdapat peningkatan rasio. Spesifisitas 57% juga termasuk rendah. Sensitivitas dan Spesifitas yang rendah ini bisa dijelaskan dengan keadaan bahwa pasien yang dipoerasi yang di masukan kedalam studi ini, data tentang dugaan kasus yang lain yang tidak dioperasi atau yang diobati tidak diketahui. Kelainan lain yang didapatkan adalah bahwa rasio wanita banding pria

20 24 lebih tinggi secara signifikan pada apendektomi group. Ini mungkin terjadi karena kelainan ginecologic yang meragukan Apendisitis Akut. (Kahramanca,et al) Akhirnya, perbandingan antara umur dan RNL menunjukan bahwa yang terakhir lebih superior dibandingkan dengan yang terbaru. Masing-masing sensitivitas dan spesifisitas adalah 65% dan 27%, dan 73 % dan 39%. Karena RNL merupakan indikator diagnostic yang lebih baik dari pada umur untuk apendisitis gangrenosa, pasien yang menjalani operasi untuk apendisitis akut dapat dianggap memiliki resiko lebih besar akan apendisitis gangrenosa(or 4,170) apabila mereka menunjukan nilai RNL tinggi (>8). Dengan demikian, RNL praoperatif muncul sebagai predictor paling baik dari apendisitis gangrenosa pada pasien yang menjalani operasi untuk apendsitis akut. Sebagai tambahan, meskipiun pasien yang lebih tua dengan apendisitis akut terkadang menunggu lebih lama untuk operasi karena sedikitnya gejala-gejala. RNL praoperatif yang lebih tinggi(>8) dapat memprediksi apendisitis akut yang parah sama baiknya dengan pemeriksaan imaging seperti computed topography dan netic resonance imaging. (Ischizuka, et al)

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap APENDISITIS PENGERTIAN Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering 1. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Apendisitis 3.1.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Apendiks Appendix vermiformis atau yang sering disebut apendiks merupakan organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertian Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Rata-rata jumlah leukosit dalam darah manusia normal adalah 5000-9000/mm

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk merujuk pada apendiks vermiformis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APPENDISITIS A.1. Definisi Appendisitis akut adalah peradangan dari appendiks yaitu organ seperti kantung yang tak berfungsi pada bagian inferior dari sekum dan merupakan penyebab

Lebih terperinci

K35-K38 Diseases of Appendix

K35-K38 Diseases of Appendix K35-K38 Diseases of Appendix Disusun Oleh: 1. Hesti Murti Asari (16/401530/SV/12034) 2. Rafida Elli Safitry (16/401558/SV/12062) 3. Zidna Naila Inas (16/401578/SV/12082) K35 Acute Appendicitis (Radang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Histologi Apendiks Apendiks merupakan suatu evaginasi dari sekum yang ditandai dengan sebuah lumen kecil, sempit, dan tidak teratur. Struktur tersebut disebabkan

Lebih terperinci

A. Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan Fisik A. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi Pada apendisitis akut sering ditemukan adanyaabdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. - tidak ditemukan gambaran spesifik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi apendiks vermiformis Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks 2.1.1. Anatomi apendiks Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya adalah suatu saluran (tabung) dengan panjang sekitar 30 kaki (9m).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, penggunaan antibiotik profilaksis untuk infeksi luka operasi (ILO) pada pembedahan harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendisitis akut di Negara

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi 2.1.1. Apendiks Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1907 ).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan kasus paling sering dilakukan pembedahaan pada anak, walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi keterlambatan

Lebih terperinci

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

APPENDICITIS (ICD X : K35.0) RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA MATARAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) SMF ILMU BEDAH TAHUN 2017 APPENDICITIS (ICD X : K35.0) 1. Pengertian (Definisi) 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis

Lebih terperinci

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut BAB XXI Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah Nyeri perut hebat yang mendadak Jenis nyeri perut Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut 460 Bab ini membahas berbagai jenis nyeri di perut bawah (di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendisitis Akut 2.1.1 Definisi Menurut Ellis (1997) dan Riwanto et al. (2010) dalam Junias (2009), apendisitis akut berasal dari kata apendiks yaitu suatu organ berbentuk tabung,

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa BAB 4 HASIL Hasil pengamatan sediaan patologi anatomi apendisitis akut dengan menggunakan mikroskop untuk melihat sel-sel polimorfonuklear dapat dilihat pada gambar 6,7 dan tabel yang terlampir Gambar

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing, secara otomatis tubuh akan memberi tanggapan berupa respon imun. Respon imun dibagi menjadi imunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan striktur karena

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GOLONGAN DARAH SISTEM ABO DENGAN KEJADIAN APENDISITIS AKUT DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009

HUBUNGAN ANTARA GOLONGAN DARAH SISTEM ABO DENGAN KEJADIAN APENDISITIS AKUT DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009 HUBUNGAN ANTARA GOLONGAN DARAH SISTEM ABO DENGAN KEJADIAN APENDISITIS AKUT DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERIODE 1 JANUARI 2009-31 DESEMBER 2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendisitis akut 2.1.1 Definisi Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang disebabkan oleh bakteri yang terjadi karena penyebaran mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Appendiks 19, 24 2.1.1. Anatomi Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002) BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks makanan yang mengosongkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penyakit usus buntu adalah saluran usus yang terjadinya pembusukan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Penyakit usus buntu adalah saluran usus yang terjadinya pembusukan dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Penyakit Usus Buntu Penyakit usus buntu adalah saluran usus yang terjadinya pembusukan dan menonjol dari bagian awal usus besar atau seku. Penyakit usus buntu timbul

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Beberapa sumber yang menyebutkan tentang pengertian dari Apendisitis yaitu sebagai berikut : Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum ( cecum ). Infeksi ini bisa mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS Definisi Diverticulitis Diverticulitis adalah suatu kondisi dimana diverticuli pada kolon (usus besar) pecah. Pecahnya berakibat pada infeksi pada jaringan-jaringan yang mengelilingi

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN A. PENGERTIAN Nyeri abdomen merupakan sensasi subjektif tidak menyenanngkan yang terasa disetiap regio abdomen (Pierce A. Grace &Neil R.Borley, 2006). Nyeri abdomen ada

Lebih terperinci

Gambar: Struktur Antibodi

Gambar: Struktur Antibodi PENJELASAN TENTANG ANTIBODY? 2.1 Definisi Antibodi Secara umum antibodi dapat diartikan sebagai protein yang dapat ditemukan pada plasma darah dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

PENANGANNYA : Antibiotika cervicitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam AgNO3 10 % dan irigasi

PENANGANNYA : Antibiotika cervicitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam AgNO3 10 % dan irigasi RADANG GENITALIA SERVISITIS Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis. karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi dari 7 sampai 15 cm, dan

Lebih terperinci

1.2. Batasan Masalah Case ini membahas tentang etiologi, patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan apendisitis.

1.2. Batasan Masalah Case ini membahas tentang etiologi, patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan apendisitis. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenali masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ apendiks

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah E. histolytica Penyebab amebiasis adalah parasit Entamoeba histolytica yang merupakan anggota kelas rhizopoda (rhiz=akar, podium=kaki). 10 Amebiasis pertama kali diidentifikasi

Lebih terperinci

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. APPENDISITIS I. PENGERTIAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI Daya Tahan tubuh Adalah Kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit agar terhindar dari penyakit 2 Jenis Daya Tahan Tubuh : 1. Daya tahan tubuh spesifik atau Immunitas 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian kanan bawah (Anderson, 2002).Komplikasi utama pada apendisitis adalah

BAB I PENDAHULUAN. bagian kanan bawah (Anderson, 2002).Komplikasi utama pada apendisitis adalah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

Pembahasan Video :http:// :1935/testvod/_definst_/mp4:(21). 8 SMP BIOLOGI/4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA/BIO mp4/manifest.

Pembahasan Video :http:// :1935/testvod/_definst_/mp4:(21). 8 SMP BIOLOGI/4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA/BIO mp4/manifest. 1. Perhatikan gambar sistem pencernaan berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Enzim pepsin dihasilkan oleh bagian yang benromor... 1 2 3 4 Kunci Jawaban : B Enzim

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang memerlukan tindakan pembedahan. Diagnosis apendisitis akut merupakan hal yang

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002) BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Appendiks adalah organ tambahan kecil yang mempunyai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002) Appendisitis adalah peradangan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999).

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999). BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Appendiksitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999). Appendiksitis adalah peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulserativa (ulcerative colitis / KU) merupakan suatu penyakit menahun, dimana kolon mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Apendisitis Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering. Sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci