BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Wajah kota Yogyakarta yang tampak seiring berkembangnya fasilitas komersial yang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wajah kota Yogyakarta yang tampak seiring berkembangnya fasilitas komersial yang mewadahi kegiatan perdagangan kini telah mendapat sentuhan gaya hidup urban karena tidak hanya mengembangkan kegiatan komersial pada tingkatan pasar tradisional saja, tetapi sudah dalam fase mulai memasuki lingkup berdirinya mal-mal dan pusat-pusat perbelaanjaan. Wajah urban seperti ini dinilai sudah mulai dapat terdeteksi sejak tahun 1988, sejak dibukanya sebuah department store Matahari pertama di Malioboro yang cukup menjadi pemicu potensi komersil Malioboro saat itu. Lalu di tahun 1990, dibuka pula department store Gardena di Jalan Solo, kemudian Ramai Mall pada tahun 1991 di Malioboro, tahun 1992 Stockwell di Jalan Solo, tahun 1993 beroperasinya Malioboro Mall serta Ramayana di Malioboro dan Galeria Mall di Jalan Sudirman, tahun 1995 Beringharjo Center di pasar Beringharjo, tahun 2004 dibuka Jogjatronik di Jalan Brigjen Katamso, hingga tahun 2006 dengan dibukanya Sapphir Square dan Ambarukmo Plaza yang keduanya terletak di Jalan Solo. Wajah urban tersebut akan cenderung membawa Jogja menjadi wajah yang serba seragam dan membosankan, yang kini kita dapati dengan melihat contoh bangunanbangunan yang menaungi fasilitas komersil perdagangan berupa bangunan mal tertutup yang masif. Hal ini menimbulkan kebosanan pada masyarakat dengan tipe bangunan yang generik dan kesan suasana interaksi yang hanya terjadi di dalam bangunan saja. Kesederhanaan Yogyakarta yang tercermin dalam pola interaksi sosial yang tinggi di luar bangunan tidak tercermin, nilai-nilai konteks dan lokalitas sering terabaikan. Kecenderungan perubahan menjadi kota metropolitan sungguh membiaskan nilai kekhasan Yogyakarta. Fasilitas komersial yang ada tidak cukup mencitrakan kekhasan Yogyakarta, mereka terlalu hadir dalam kemasan modern dan bergaya international style, cenderung sangat komersial dan kurang mewadahi aktivitas sosial dan budaya yang khas Yogyakarta. 1

2 Lokasi-lokasi pusat perbelanjaan komersial yang terletak dekat dengan pusat kota memberi dampak kemacetan memusat akibat arus penduduk yang padat di titik-titik lalu lintas kendaraan. Selain itu, Naiknya ITK (Indeks Tendensi Konsumen) di Yogyakarta yang mempengaruhi peningkatan pendapatan konsumen dan rendahnya pengaruh inflasi melatarbelakangi pembangunan mall baru yang ada di Yogyakarta. Dengan mall yang ada saat ini membuat titik kemacetan dan parkir yang sulit menandakan bahwa cukup banyak masyarakat yang berkunjung ke mal dan dapat dikatakan bahwa mal yang ada saat ini dinilai kurang mengakomodir kebutuhan masyarakat. Selain bangunan komersil perdagangan yang sudah ada, dengan melihat respon pasar yang bagus, banyak investor yang ingin menambah 4 mall baru yang akan dibuka di Yogyakarta. No Nama Mall Baru Fasilitas 1 Mataram City Mall, Citywalk, Residensial 2 Hartono Lifestyle Mall Mall, Hotel, Apartemen 3 Sahid Lifestyle Mall Mall, Convention Center, Hotel & Apartemen 4 Jogja Town Square Malioboro City Mall, Apartemen, Entertainment, One Stop Culinary Gambar 1. 1 Persebaran Fasilitas Perbelanjaan di Yogyakarta 2

3 Dalam pembangunannya, keempat mall baru memiliki karakteristik masing-masing. Pertama, yaitu Jogja Town Square Malioboro City yang terletak di Jalan Solo dekat dengan lokasi bandara Adi Sucipto yang mengakomodir fasilitas apartemen, hotel, entertainment dan one stop culinary. Kedua yaitu Sahid Lifestyle Mall yang terletak di Babarsari yang mengakomodir fasilitas Mall, Convention center, hotel dan apartemen. Ketiga, Mataram City yang terletak di daerah Palagan yang akan mengakomodir fasilitas mall, citywalk dan hunian moderen. Keempat, Hartono Lifestyle Mall Jogja yang terletak di Jalan Ring Road Utara yang akan mengakomodir fasilitas mall dan hotel. Dalam jangka panjang, juga sudah ada rencana dari pengembang untuk membuat lebih banyak pusat perdagangan komersil berupa mall. Karakteristik bangunan komersil perdagangan yang awalnya bersifat mal tertutup terlihat sudah mengalami perubahan dalam menciptakan suasana kota yang tidak membosankan. Dalam pembangunan fasiltas komersil perdagangan selanjutnya, pembangunan ruang hijau dalam area mal sudah mulai diperhatikan, untuk merebut kembali perhatian masyarakat dalam memandang mall yang telah dicap sebagai biang macet, panas dan mengurangi ruang terbuka publik di kota Yogyakarta. Paradigma mal tertutup konvensional telah membutakan masyarakat bahwa mal baru yang akan dibangun akan berakhir sama saja dengan mal sebelumnya yang hanya memenuhi kebutuhan berbelanja tanpa memperhitungkan kebutuhan kenyamanan pengunjung sebagai media menikmati mal, mal tersebut dirasa hanya akan memihak kaum urban metropolis sebagai media eksistensi diri yang menggerus masyarakat Jogja pada umumnya sehingga yang ditakutkan Jogja tidak akan lagi bertahan sebagai kota dengan eksistensi budaya yang kuat dengan pengambilalihan sektor-sektor ekonomi oleh kaum kapitalis. Menanggapi isu pembangunan mal-mal baru di Yogyakarta, masyarakat yang tinggal di Yogyakarta baik itu masyarakat Yogyakarta asli maupun pendatang memiliki pandangan mengenai setuju atau tidak setujunya terhadap pembangunan mall di Yogyakarta. Dari hasil survey kecil yang dilakukan kepada masayarakat yang tinggal di Yogyakarta, 77% masyarakat tidak setuju terhadap pembangunan mal baru dan 23% setuju terhadap pembangunan mal baru. Ternyata, masayarakat menilai bahwa pusat perbelanjaan yang ada sekarang kurang variatif dan tidak cukup lengkap memenuhi kebutuhan sehingga menimbulkan kebosanan 3

4 terhadap lokasi yang ada saat ini baik untuk mengakomodir fungsi belanja maupun untuk rekreasi. Kebutuhan akan pusat perbelanjaan yang tersebar tidak hanya di pusat kota dinilai akan mengurangi titik kemacetan dan meratakan penyebaran kepadatan, sehingga mal baru hendaknya tidak hanya mencari lokasi di pusat kota. Dengan adanya isu kebosanan terhadap bentuk mall yang terkesan general, tertutup dan privat, bentuk tipologi Lifestyle Center sebagai salah satu tipe shopping center dirasa dapat mewadahi keinginan masyarakat akan tempat berbelanja, berkumpul dan berekreasi yang baru. Namun pada mall baru terdapat konsep Lifestyle Mall, yang ditemui pada 2 calon mall yaitu Sahid Lifestyle Mall dan Hartono Lifestyle Mall. Tampaknya perlu ditinjau, apakah Lifestyle Mall tersebut ada hubungannya dengan konsep sebuah lifestyle center atau hanya sebatas nama lifestyle yang tertempel menghiasi judul bangunan, atau mungkin terjadi sebuah paradigma baru dengan mengubah konsep mal tertutup ditambah dengan konsep kenyamanan yang ditawarkan oleh lifestyle center. Kehadiran konsep plaza yang mengumpulkan ruko-ruko sebagai pusat perbelanjaan memiliki konsep yang dekat setara yang ditawarkan seperti lifestyle center, pusat perbelanjaan diatur dalam kawasan berbelanja yang menyuguhkan beragam tipe variasi jenis toko dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Namun konsep ini belum mendukung konsep lifestyle center sebagai mal terbuka karena sebagian besar konsep ruko, plasa maupun square hanya memiliki satu bagian karakteristik lifestyle center yang masih berorientasi pada aktivitas perdagangannya saja tanpa meninjau kenyamanan dan hiburan bagi pengunjung. Dengan harga tanah di pusat kota yang sudah tidak ekonomis untuk membangun konsep mal terbuka dan tidak highrise, lokasi lifestyle center akan lebih cocok menyasar daerah-daerah suburban dengan sasaran kaum urban yang lebih didominasi oleh kaum mahasiswa dan pendatang yang baru memulai kariernya di Yogyakarta Permasalahan Bagaimana merancang sebuah lifestyle center dengan konsep kekhasan Yogyakarta. Perkembangan mal yang membuat imej buruk di mata masyarakat karena tidak melihat sisi lokalitas dan kontekstual Yogyakarta, menjadi masalah yang melatarbelakangi bagaimana menciptakan sebuah lifestyle center sebagai salah satu tipe shopping mall yang mampu 4

5 menunjukkan kekhasan Yogyakarta dalam mengakomodir peran pusat perbelanjaan yang nyaman dan memiliki sifat keramahan, variatif, bersifat natural dan terbuka dan memiliki komponen ruang publik dan ruang-ruang terbuka hijau yang disasarkan untuk masyarakat urban di Yogyakarta yang tersebar di titik-titik kawasan Sub Urban Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan non arsitektural dibatasi pada latar belakang berdirinya mal di Yogyakarta, isu pembangunan mal-mal baru dan tanggapan masyarakat serta perkembangan tipe pusat perbelanjaan pada umumnya. Pembahasan utama dalam lingkup arsitektural difokuskan pada teknik perancangan lifestyle center sebagai mix use pusat perbelanjaan dan rekreasi yang sesuai dengan karakter Yogyakarta yang dileburkan dalam sebuah teknik pengolahan pengalaman ruang Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan pra Tugas Akhir yakni sebagai berikut: a. Studi Pustaka Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai lifestyle center dengan bersumber dari referensi bahan bacaan baik dari buku, internet, serta bahan-bahan yang mendukung topik bahasan. b. Konsultasi dan Diskusi Metode ini merupakan bahan diskusi dan tanya jawab dengan dosen pembimbing dan berbagai sumber dalam rancangan program yang akan dibuat. Dengan adanya konsultasi dan diskusi dapat menghasilkan suatu petunjuk praktis sehingga akan menambah parameter berpikir dan memicu ide-ide yang akan menunjang proses perancangan. c. Survey Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang sebuah populasi masyarakat. Metode survey melihat masyarakat sebagai kumpulan individu, yang akan memberikan gambaran dan deskripsi mengenai beberapa aspek atau karakteristik tertentu. Setelah data dan informasi terkumpul, dilakukan evaluasi dalam 5

6 menangani permasalahan sehingga hasilnya dapat digunakan untuk membuat rancangan konsep dan pengambilan keputusan di masa mendatang. d. Analisis Data dan Sintesis Metode ini berupa analisis data-data dan informasi yang diperoleh untuk mendapatkan gambaran, masalah yang akan diselesaikan serta langkah penyelesaian yang akan disintesis menjadi landasan perencanaan dan perancangan yang tertuang dalam konsep desain Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penulisan pra Tugas Akhir ini berupa uraian bab yang dilakukan secara berurutan. Urutan pembagian bab adalah sebagai berikut : Bab I. Pendahuluan Bab ini memuat latar belakang, permasalahan, tujuan dan sasaran penulisan, lingkup penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan dan kerangka pola pikir. Bab II. Tipologi Lifestyle Center & Studi Kasus Bab ini menjabarkan tentang mal dan perkembangan fasilitas komersial, lifestyle center dan perkembangannya, serta studi kasus lifestyle center yang terdiri dari The Shops of Saddle Creek, Memphis USA, Desert Ridge Marketplace, Arizona USA, dan The Breeze, Tangerang Indonesia, beserta kesimpulan studi kasus yang dimuat dalam tabel perbandingan. Bab III. Analisis Dan Pendekatan Konsep Perancangan Bab ini memuat studi pendekatan Yogyakarta sebagai sumber gagasan yang memaparkan kebutuhan shopping mall dan persepsi masyarakat, pola kegiatan masyarakat dan preferensi penggunaan waktu luang, ragam ruang khas Yogyakarta, kajian kawasan Sub Urban Yogyakarta dan karakteristik masyarakatnya, ragam khas Yogyakarta dalam unsur arsitektur dan kesimpulan pendekatan. Bab ini juga membahas studi kasus yang mendukung studi pendekatan. Di bagian akhir bab terdapat analisis mengenai konsep Lifestyle Center yang dibutuhkan di Yogyakarta dengan pendekatan konsep kekhasan Yogyakarta. 6

7 Bab IV. Konsep Perancangan Pada bagian ini akan membahas kondisi site eksisting, konsep makro berupa analisis skala pelyanan, sasaran & cakupan, serta pola aktivitas, zonasi dan program ruang. Pada bab ini juga dibahas mengenai konsep arsitektural Kerangka Pola Pikir 7

8 1.7. Keaslian Penulisan Penulisan tugas akhir dengan tema Lifestyle Center yang dalam hal ini mengarah pada tipologi bangunan Shopping Mall belum pernah diajukan oleh mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM. Namun beberapa tugas akhir mengangkat tema-tema Shopping Mall dengan beberapa tinjauan sejenis. Berikut judul penulisan tugas akhir dan penulisnya: Mall sebagai Ruang Terbuka Publik: Mall as An Open Space Public Alda Awal Adli (07/251204/TK/32624), tahun 2011, membahas bagaimana mendesain mall sebagai ruang terbuka publik yang mencerminkan citra khas Yogyakarta yang mengakomodasi kebutuhan ruang terbuka publik dalam bangunan komersial. Shopping Walk sebagai Tempat Perbelanjaan dan Rekreasi Adinda Sheila (07/251886/TK/32685), tahun 2011, membahas permasalahan tempat perbelanjaan dengan memberikan kenyamanan pada pengunjung dengan nuansa outdoor dan indoor serta pemaksimalan tata hijau yang menarik di kota Pati. Shopping Mall di Yogyakarta: Shopping Mall sebagai Fasilitas Perbelanjaan dan Rekreasi Yulis Pramono (01/151015/ET/02251), tahun 2003, membahas permasalahan perwujudan wadah kegiatan perbelanjaan yang bercitra komersial dan mewakili ciri bangunan sekitar, mengatasi kemacetan kota dan mendukung kegiatan belanja dan rekreasi masyarakat sekitar site. Integrated Mall di Kawasan Wonocatur Yogyakarta Alfiati Zahrah AR. (98/121736/TK/23213), tahun 2003, membahas pengintegrasian fungsi perbelanjaan dengan fungsi rekreasi berupa taman bermain dan fungsi fasilitas konvensi untuk saling berinteraksi. Tugas akhir dengan tema Lifestyle Center berbeda dengan tema mall pada umumnya. Dalam hal ini perbedaan dengan mall dapat ditinjau menurut tipologi bangunan, aspekaspek serta komponen yang terdapat pada Lifestyle Center. Dengan mengangkat konsep kekhasan Yogyakarta, tinjuan gaya hidup masyarakat dan ragam ruang kota akan mempengaruhi fungsi Lifestyle Center yang mengakomodir kebutuhan aktivitas masyarakat dalam berbelanja dan rekreasi & memberikan pengalaman ruang yang khas Yogyakarta. 8