commit to user BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "commit to user BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengendalian Mutu Pelaksanaan pengendalian mutu dan kegiatan produksi harus dilaksanakan secara terus-menerus untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan dari rencana standar agar dapat segera diperbaiki. Secara garis besar, pengendalian mutu menurut Prawirosentono (2004) dapat diklasifikasikan menjadi (1) pengendalian mutu bahan baku, (2) pengendalian dalam proses pengolahan dan (3) pengendalian mutu produk akhir. Menurut Feigenbaum dalam Tenner (1992), Pengendalian mutu adalah pengukuran kinerja produk, membandingkan dengan standar dan spesifikasi produk, serta melakukan tindakan koreksi bila ada penyimpangan. Tiga langkah utama dalam pengendalian mutu adalah : (1) menetapkan standar (2) menilai kesesuaian (mengukur dan membandingkan dengan standar), dan (3) melakukan tindakan koreksi bila diperlukan 1. Pengendalian mutu bahan baku (daging ayam) a. Evaluasi pengendalian mutu Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan abon adalah daging ayam. Daging ayam yang digunakan dalam produksi abon berasal dari daerah Kampung Sewu, Solo. Pembelian bahan baku daging ayam dilakukan dengan cara pemesanan yang kemudian akan diantar oleh pihak supplier. Didalam sebuah pengolahan abon, untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan memenuhi syarat mutu yang telah ditentukan, maka diperlukan pula bahan baku yang berkualitas dan memenuhi syarat mutu yang telah ditentukan. Untuk mengevaluasi mutu daging ayam, maka akan dibandingkan dengan standar mutu (Suryani dkk, 2007) terhadap bahan baku daging ayam yang dapat dilihat pada Tabel

2 32 Tabel 4.1 Hasil Pengujian Organoleptik Daging Ayam No. Uji organolpetik Hasil uji Persyaratan (Suryani dkk, 2007) 1. Warna Permukaan kulit Permukaan kulit ayam putih berwarna putih kekuningan 2. Bau Berbau agak Bau khas dari agak amis sampai amis tidak berbau 3. Konsistensi Bagian otot Konsistensi bagian otot dada dan dada agak paha agak kenyal kenyal 4. Kebersihan Ada sisa darah Tidak ada sisa darah pada pembuluh darah di bagian leher dan sayap. Sumber : Hasil Uji Organoleptik Didalam pengolahan suatu produk makanan, bahan baku menjadi faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi mutu produk akhir. Maka perlu dilakukan pengendalian mutu pada bahan baku yaitu dengan melakukan uji organoleptik daging ayam. Berdasarkan Tabel 4.1 maka dapat diketahui bahwa daging ayam dari supplier sudah cukup memenuhi syarat mutu yang ditentukan, hanya saja dalam kategori kebersihan pada daging ayam masih ditemukan sisa darah. Gambar 4.1 Daging ayam

3 33 b. Konsep pengendalian mutu untuk perbaikan Pengendalian mutu yang dilakukan untuk perbaikan mutu daging ayam yaitu dengan melakukan penyortiran bahan baku. Daging ayam yang dipilih adalah yang berwarna putih sampai kekuningan, berbau agak amis sampai tidak berbau, mempunyai konsistensi yang agak kenyal dan tidak ada sisa darah pada pembuluh darah. Jika daging ayam tidak memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan maka perlu dilakukan suatu tindakan sebagai langkah untuk perbaikan. Konsep pengawasan mutu untuk bahan baku daging ayam dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Daging Ayam Parameter Batas kritis Prosedur Bahan Pemantauan Daging ayam Keadaan umum Kebersihan - Permukaan kulit gelap dan kusam - Bau sangat amis - Daging lembek Banyak terdapat sisa darah Pengecekan secara visual Pengecekan secara visual Tindakan Pengendalian Dilakukan penyamplingan dan sortasi Dilakukan pencucian sampai bersih Di UKM ini tidak terdapat penyimpanan sementara bahan baku, setiap bahan baku yang datang langsung diproses menjadi abon melalui proses pendahuluan terlebih dahulu. Pada proses perlakuan pendahuluan terhadap daging ayam ini dilakukan pengawasan mutu yang meliputi keadaan umum dan kebersihan. Kedua kriteria tersebut meliputi batas kritis, prosedur pemantauan dan tindakan pengendalian masing masing parameter.

4 34 2. Pengendalian mutu bahan tambahan Pada proses pembuatan abon ayam ini memerlukan beberapa bahan tambahan yang mempunyai fungsi masing-masing. Penggunaan bahan tambahan pada produk makanan perlu mendapatkan pengawasan mutu. Hal ini karena bahan tambahan yang digunakan juga berpengaruh terhadap mutu produk akhir. Beberapa bahan lain yang digunakan dalam pembuatan abon ayam adalah santan kelapa, minyak goreng, air, gula pasir, garam, bawang putih, bawang merah, ketumbar dan penyedap rasa. a. Santan kelapa 1. Evaluasi pengendalian mutu Santan kelapa yang digunakan dalam pembuatan abon ini adalah santan yang dibuat sendiri dari pihak UKM sebelum mengolah abon ayam. Santan (Gambar 4.2) diperoleh dari hasil pemerasan kelapa tua. UKM NTH ini menyuplai kelapa tua dari pasar tradisional. Kelapa tua tersebut dikupas dan dibuang airnya, kemudian daging buah diparut menggunakan mesin parut. Hasil parutan tersebut akan diperas menggunakan tangan. Santan yang keluar disaring menggunakan saringan agar tidak tercampur oleh partikel hasil pemarutan. Santan yang digunakan di UKM ini tidak terdapat kotoran sama sekali karena, kelapa yang akan diparut sebelumnya sudah dikupas bagian kulit arinya yang berwarna cokelat. Sehingga tidak terdapat kotoran pada santan.

5 Gambar 4.2 Santan Kelapa Pengawasan mutu terhadap santan kelapa dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.3 Hasil Uji Organoleptik Santan Kelapa No. Uji Hasil uji Persyaratan organolpetik 1 2 Warna Bau Putih bersih Normal Putih bersih Normal 3 Kotoran Tidak ada Tidak ada Sumber :Hasil Uji Organoleptik 2. Konsep pengendalian mutu untuk perbaikan Pengendalian mutu bahan baku santan adalah pemilihan jenis kelapa dan kesegaran santan. Kelapa untuk santan harus dipilih dari jenis kelapa tua, dan belum busuk. Kelapa yang telah dipecah harus segera diparut dan diperas agar tidak menjadi busuk. Alat pengupas, pemarut serta pengepres juga harus bersih dan tidak berkarat. Tempat penyimpanan juga harus bersih dan tidak lembab. Untuk pengendalian mutu perbaikan santan karena belum terdapat standar mutu tertentu, maka ditetapkan standar mutu yang baik untuk membandingkan santan yang diproduksi di UKM NTH.

6 36 Tabel 4.4 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Bahan Tambahan Santan Bahan Parameter Batas Kritis Prosedur Tindakan Pemantauan Pengendalian Santan Kenampakan Bau Kotoran Putih bersih Berbau Tidak ada Dipantau secara visual saat santan akan digunakan untuk proses produksi. Dipastikan kebersihan dari santan ketika akan digunakan Dilakukan pengecekan terhadap kenampakan dan bau dari santan. Dilakukan pengecekan kebersihan santan b. Minyak goreng 1. Evaluasi pengendalian mutu Minyak goreng yang digunakan di UKM NTH ini adalah minyak goreng curah. Minyak goreng yang digunakan dalam pembuatan abon ayam belum memenuhi standar yang telah ditentukan karena minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng hasil dari pengepresan minyak setelah penggorengan abon, jadi tidak menggunakan minyak baru. Sehingga warnanya sudah keruh, dan tidak mempunyai bau dan rasa yang normal. Tabel 4.5 Hasil Uji Organoleptik Minyak Goreng No Uji Organoleptik Warna Bau Rasa Sumber : Hasil Uji Organoleptik Hasil Uji Keruh Berbau tengik Tidak ada Persyaratan (SNI ) Normal Normal Tidak mempunyai rasa Jika dilihat dari Tabel 4.5 maka dapat diketahui bahwa minyak goreng yang digunakan belum memenuhi standar mutu SNI minyak

7 37 goreng yang telah ditentukan. Dalam hal ini perlu ada pengendalian mutu untuk perbaikan agar tidak terjadi penurunan mutu produk akhir. 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Tabel 4.6 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Bahan Tambahan Minyak Goreng Bahan Parameter Batas Kritis Prosedur Tindakan Pemantauan Pengendalian Kenampakan Bening Dipantau secara visual saat Dilakukan penggantian minyak akan minyak secara Minyak digunakan berkala dengan Goreng Bau Tidak berbau untuk proses minyak yang produksi. baru. Tindakan pengendalian yang dilakukan untuk perbaikan mutu minyak goreng adalah apabila minyak sudah terlihat keruh dan sudah maksimal 2 kali pemakiaan serta berbau maka dilakukan penggantian minyak secara berkala dengan minyak yang baru. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang maka minyak harus disimpan pada wadah yang tertutup dan ditempat yang kering serta tidak langsung terkena sinar matahari. c. Air 1. Evaluasi pengendalian mutu Air yang digunakan untuk proses produksi di UKM NTH adalah air sumur. Dalam proses pembuatan abon ayam air digunakan untuk proses pencucian dan perebusan daging ayam. Air perlu mendapatkan pengawasan mutu karena berpengaruh terhadap kualitas produk air. Hasil uji organoleptik pada air dapat dilihat pada Tabel 4.7.

8 38 Tabel 4.7 Hasil Uji Organolpetik Air Sumur No. Uji Organoleptik Hasil Uji 1. Warna Jernih Persyaratan (SNI ) Tidak berwarna, jernih 2. Bau Tidak berbau Tidak berbau 3. Rasa Tidak ada Tidak mempunyai rasa Sumber : Hasil Uji Organoleptik Air yang digunakan untuk proses pencucian dan perebusan daging ayam telah memenuhi standar yaitu berwarna jernih, tidak berbau dan tidak berasa. 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Tabel 4.8 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Bahan Tambahan Air Sumur Bahan Parameter Batas Kritis Prosedur Pemantauan Tindakan Pengendalian Air sumur - Keadaan umum - Warna - Rasa - Bau Bersih Tidak berwarna Tidakberasa (netral) Tidak berbau Dipantau secara visual saat air akan digunakan untuk proses produksi. Lubang sumur ditutup dengan kayu. Penggunaan air untuk proses produksi abon ayam perlu dilakukan pengawasan dan perhatian. Hal ini berfungsi untuk memastikan atau melakukan pengendalian tentang kualitas air yang digunakan sudah memenuhi syarat yang telah ditentukan atau belum. Tindakan pengendalian yang dilakukan untuk menjaga kualitas air agar selalu baik adalah dengan melakukan pemantauan secara visual terhadap air yang akan digunakan untuk proses produksi dan karena sumber air berasal dari sumur maka sebaiknya lubang pada sumur diberikan penutup agar tidak tercemar benda asing.

9 39 d. Gula 1. Evaluasi pengendalian mutu Dalam pengolahan bahan makanan gula mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai penambah cita rasa manis. Pada pembuatan abon, selain berfungsi sebagai penambah cita rasa manis, gula juga berfungsi sebagai bahan pengawet atau dapat memperpanjang umur simpan abon. Penggunaan gula pasir dalam pembuatan abon ayam perlu diperhatikan pengendalian mutunya. Pengawasan mutu terhadap gula pasir dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Hasil Uji Organoleptik Gula Pasir No. UjiOrganoleptik Hasil Uji Persyaratan (Menik, 2009) 1. Warna Putih Putih/terang 2. Bentuk Tidak Butiran tidak menggumpal menggumpal 3. Keadaan Kering Kering 4. Rasa Manis Manis 5. Cemaran benda asing Tidak ada Bebas dari kotoran Sumber : Hasil Analisis Organoleptik Gambar 4.3 Gula Pasir

10 40 Berdasarkan Tabel 4.9 maka dapat dilihat bahwa gula pasir yang digunakan untuk pengolahan abon ayam di UKM NTH sudah memenuhi standar mutu yang telah ditentukan, mulai dari warna, bentuk, kedaan, rasa dan ada tidaknya cemaran benda asing. 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Gula mempunyai sifat yang higroskopis, yaitu kemampuan untuk menyerap air. Sehingga penambahan gula pada produk pangan dapat memperpanjang umur simpan. Menurut Tien (1997), kemampuan gula sebagai bahan pengawet alami bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, penggunaan gula pasir minimal 3% atau 30gram/kg bahan. Selain itu gula juga berfungsi sebagai cita rasa. Rasa manis dari abon ayam salah satunya didapat dari penambahan gula. Rasa yang dihasilkan dari produk pangan sangat berpengaruh terhadap penerimaan konsumen.spesifikasi dan pengendalian mutu gula pasir untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.10Spesifikasidan Pengendalian MutuGula Pasir Bahan Parameter Batas Kritis Prosedur Pemantauan Gula pasir - Warna - Bentuk - Keadaan - Rasa - Cemaran benda asing - Putih/terang - Tidak menggumpal - Manis - Bebas dari kotoran Dipantau secara visual saat gula akan digunakan untuk proses produksi. e. Garam 1. Evaluasi pengendalian mutu Garam mempunyai peranan penting dalam bahan pangan. Beberapa fungsi garam adalah untuk memberikan cita rasa (flavor enhancer), sebagai bahan pengawet, menghambat pertumbuhan mikroorganisme, mempertahankan warna, meningkatkan tekstur, dan Tindakan Pengendalian - Dilakukan sortasi kembali - Menyimpan di tempat kering, bebas cemaran dan dalam keadaan tertutup rapat

11 41 stabilitas bahan pangan (Anonim 3, 2013). Pengawasan mutu pada garam dapat dilihat pada Tabel Gambar 4.4 Garam Tabel 4.11 Hasil Pengujian Organoleptik Garam No. Uji Persyaratan Hasil Uji Organoleptik (SNI ) Warna Rasa Aroma Kotoran Putih Asin Khas garam Tidak ada Putih kristal Asin Normal Tidak ada Sumber : Hasil Analisis Organoleptik Jika dilihat pada Tabel 4.11 maka garam yang digunakan pada UKM NTH telah memenuhi standar mutu berdasarkan SNI Tidak terjadi penyimpangan mutu antara mutu garam yang dugunakan di UKM NTH dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Karakteristik garam berwarna putih, mempunyai rasa asin, mempunyai aroma khas garam dan tidak terdapat kontaminasi kotoran.

12 42 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Tabel 4.12 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Bahan Tambahan Garam Bahan Parameter Batas Kritis Prosedur Pemantauan Tindakan Pengendalian Garam Warna Rasa Bau Kotoran - Putih kristal - Asin - Aroma khas garam - Tidak ada kotoran Pemilihan dan penanganan secara tepat Dilakukan sortasi kembali Menyimpan di tempat kering, bebas cemaran dan dalam keadaan tertutup rapat Pemakaian garam pada proses pembuatan abon ayam di UKM NTH sudah memenuhi syarat yang telah ditentukan. Tetapi akan lebih baik lagi apabila apabila dilakukan prosedur pemantauan dengan cara melakukan pemilihan dan penanganan bahan secara tepat. Tindakan pengendalian yang dilakukan untuk menjaga kualitas garam yang digunakan agar selalu baik adalah dengan melakukan sortasi kembali pada garam, dan menyimpan dalam tempat yang kering, dan dalam keadaan tertutup agar terbebas dari cemaran benda asing. f. Bawang putih 1. Evaluasi pengendalian mutu Bawang putih adalah umbi dari tanaman bawang putih (Allium sativum L.) yang terdiri dari siung-siung bernas, kompak dan masih terbungkus oleh kulit luar, bersih dan tidak berjamur (SNI-1992). Bawang putih digunakan dalam pembuatan abon ayam sebagai penambah citarasa yang khas pada abon. Selain sebagai penambah rasa, bawang putih juga berfungsi untuk memperpanjang umur simpan produk abon atau sebagai bahan pengawet alami. Pengawasan mutu bawang putih di UKM NTH dapat dilihat pada Tabel 4.13.

13 43 Tabel 4.13 Hasil Pengujian Organoleptik Bawang Putih No. Uji organoleptik Hasil uji Persyaratan (SNI ) 1 Kesamaan sifat Seragam Seragam varietas 2 Tingkat ketuaan Tua Tua 3 Kekompakan Seragam Kompak siung 4 Kekeringan Kering Kering simpan 5 Kulit luar pembungkus ubi Sempurna Sempurna menutup umbi 6 Kerusakan, % - 5 (b/b) maks. 7 Busuk, % (b/b) - 1 maks. 8 Kotoran Tidak ada Tidak ada Sumber : Hasil Analisis Organoleptik Gambar 4.5 Bawang Putih Berdasarkan Tabel 4.13 maka dapat diketahui bahwa bawang putih yang digunakan di UKM NTH sudah memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan.

14 44 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Untuk mendapatkan produk abon ayam dengan kualitas yang baik maka juga diperlukan bahan-bahan pembuatan yang bermutu baik pula termasuk bawang putih. Dalam pemakaian bawang putih diperlukan pengawasan mutunya untuk memastikan baik buruknya kualitas dari bawang putih yang digunakan. Sehingga akan diketahui tindakan pengendalian yang harus dilakukan untuk penanganan bawang putih. Pengendalian mutu dan perbaikan bawang putih dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.14 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Bahan Tambahan Bawang Putih Bahan Parameter Batas Kritis Prosedur Pemantauan Tindakan Pengendalian Bawang putih - Seragam - Kesamaan sifat varietas - Tingkat ketuaan - Kekompakan siung - Kekeringan - Kulit luar pembungkus ubi - Kerusakan, % (b/b) maks. - Busuk, % (b/b) maks. - Kotoran - Tua - Seragam - kering - sempurna - 0 % -0% -tidak ada Pemilihan dan penanganan secara tepat Dilakukan sortasi kembali secara teliti Menyimpan di tempat kering, bebas cemaran dan dalam keadaan tertutup rapat

15 45 g. Bawang merah 1. Evaluasi pengendalian mutu Menurut SNI , Bawang merah adalah umbi lapis tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) yang terdiri dari siung-siung bernas, utuh, segar dan bersih. Penambahan bawang merah pada pembuatan abon dapat menambah citarasa gurih pada abon. Sehingga akan dihasilkan abon yang memiliki rasa yang khas karena menggunakan berbagai macam rempah-rempah. Tabel 4.15 Hasil Uji Organoleptik Bawang Merah No. Uji organoleptik Hasil uji Persyaratan (SNI ) 1 Kesamaan sifat Seragam Seragam dan varietas 2 Ketuaan Tua Tua 3 Kekerasan Keras Keras 4 Kekeringan Kering Kering simpan 5 Kerusakan % - 5 (b/b) maks. 6 Busuk % (b/b) - 1 maks. 7 Kotoran % (b/b) maks. Tidak ada Tidak ada Sumber : Hasil Uji Organoleptik Gambar 4.6 Bawang Merah

16 46 Berdasarkan Tabel 4.15 diatas maka dapat disimpulkan bahwa bawang merah yang digunakan di UKM NTH telah menemenuhi syarat mutu yang telah ditentukan, sehingga penggunaan bawang merah sudah bisa dikatakan layak. 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Pemakaian bawang merah pada pembuatan abon ayam perlu mendapatkan pengawasan mutu. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah dengan melakukan sortai secara teliti setiap kali akan menggunakan bawang merah untuk proses produksi abon ayam. Pemilihan bawang merah dilihat dari beberapa parameter yaitu tingkat kesamaan varietas, tingkat ketuaan, kekerasan, kekeringan, kerusakan, kebusukan dan ada tidaknya kotoran. Untuk spesifikasi dan tindakan pengendalian bawang putih tersaji pada Tabel Tabel 4.16 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Bahan Tambahan Bawang Merah Bahan Parameter Batas Kritis Prosedur Pemantauan Tindakan Pengendalian Bawang putih - Seragam Dilakukan sortasi kembali secara teliti - Kesamaan sifat varietas - Tingkat ketuaan - Kekerasan - Kekeringan - Kerusakan % (b/b) maks - Busuk, % (b/b) maks. - Tua - Seragam - Keras - Kering - 0% - - 0% Pemilihan dan penanganan secara tepat Menyimpan di tempat kering, bebas cemaran dan dalam keadaan tertutup rapat - Kotoran tidak ada

17 47 h. Ketumbar 1. Evaluasi pengendalian mutu Pada pembuatan abon ayam ditambahkan dengan ketumbar. Penambahan ketumbar bertujuan untuk menambah citarasa gurih yang khas pada abon. Pengawasan mutu penggunaan ketumbar pada pembuatan abon di UKM NTH dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.17 Hasil Uji Organoleptik Ketumbar No Uji Organoleptik Bentuk Warna Ukuran Kotoran Hasil Uji Biji kecil Sumber : Hasil Uji Organoleptik Cokelat muda 1 mm Tidak ada Persyaratan (Fany Nely, 2007) Biji-biji kecil, berongga Cokelat muda-tua 1-2 mm Tidak ada Gambar 4.7 Bubuk Ketumbar Jika dilihat pada Tabel4.17, ketumbar yang digunakan di UKM NTH sudah memenuhi syarat yang telah ditentukan mulai dari kategori bentuk, warna, dan ukuran.

18 48 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Tabel 4.18 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Bahan Tambahan Ketumbar Bahan Parameter Batas Kritis Prosedur Pemantauan Tindakan Pengendalian Ketumbar Bentuk Warna Ukuran Kotoran - Biji kecil - Cokelat muda- tua mm - Tidak ada kotoran Pemilihan dan penanganan secara tepat Tindakan pengendalian yang dilakukan untuk menjaga kualitas ketumbar agar selalu dalam keadaan baik adalah dengan cara melakukan sortasi terlebih dahulu sebelum pemakaian. Dan untuk menjaga agar ketumbar tidak mengalami penurunan mutu adalah dengan cara menyimpan ketumbar ditempat yang kering, dalam keadaan tertutup agar tidak terkontaminasi oleh benda asing. i. Penyedap rasa 1. Evaluasi pengendalian mutu Bumbu penyedap rasa telah banyak digunakan pada proses pemasakan, telah menjadi bagian dari gaya hidup saat ini yang menuntut kepraktisan dalam memasak. Bumbu penyedap rasa ini dapat memperkaya rasa suatu makanan sehingga nilai penerimaan makanan dapat menjadi lebih baik (Eritha, 2006). Penyedap rasa yang digunakan di UKM NTH adalah micin. Pengawasan mutu pada penggunaan penyedap rasa di UKM dapat dilihat pada Tabel Dilakukan sortasi kembali Menyimpan di tempat kering, bebas cemaran dan dalam keadaan tertutup rapat

19 49 Gambar 4.8 Penyedap Rasa Tabel Hasil Uji Organoleptik Penyedap Rasa No. Uji Persyaratan Hasil Uji Organoleptik (Eritha, 2006) Bau Rasa Bentuk Warna Tidak berbau Gurih Kristal Putih Tidak berbau Nyata, gurih Kristal Putih Sumber : Hasil Uji Organoleptik 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Tabel 4.20 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Bahan Tambahan Penyedap Rasa Bahan Parameter Batas Kritis Prosedur Pemantauan Tindakan Pengendalian MSG Warna Rasa Bau Bentuk - Putih - Gurih - Tidak berbau - Kristal Pemilihan dan penanganan secara tepat Dilakukan sortasi kembali Menyimpan di tempat kering, bebas cemaran dan dalam keadaan tertutup rapat Penggunaan MSG pada pembuatan abon ayam diperlukan pengendalian mutu perbaikan agar didapatkan mutu penyedap rasa yang memenuhi persyaratan yang ditentukan. Mono Sodium Glutamat atau Mono Natrium Glutamat (MSG) adalah garam natrium dari asam

20 50 glutamat dan merupakan senyawa citarasa. MSG murni tidak berbau tetapi memiliki rasa yang nyata yaitu campuran rasa manis dan asin. Bentuk MSG adalah bubuk kristal berwarna putih, bersifat sebagai flavour enhancer bila ditambahkan kedalam bahan makanan. MSG dapat diperoleh dari pati, gula bit, atau gula tebu. MSG menstimulasi reseptor glutamat pada lidah sehingga diperolehrasa gurih (seperti daging) (Anonim :2006 dalam Eritha : 2006). 3. Pengendalian mutu proses Pengendalian mutu proses mempunyai tujuan yaitu untuk melakukan evaluasi proses pembuatan abon ayam dan melakukan tindakan perbaikan. Pengendalian mutu dilakukan pada setiap tahapan proses pembuatan abon ayam. Keseluruhan tahapan proses pembuatan abon ayam dapat dilihat pada Gambar Tabel Hasil Evaluasi Mutu Proses Pembuatan Abon Ayam No. Uraian Hasil pengamatan Persyaratan (Sutaryo dan Sri Mulyani : 2004) 1 Pencucian - Tidak ada kotoran pada air - Tidak terjadi kerusakan dan kebusukan pada daging ayam - Dilakukan pemisahan lemak dari daging 2 Perebusan - Kondisi alat bersih - Kondisi tempat kurang bersih - Lama perebusan 1 jam - Nyala bara api selalu dijaga 3 Pencabikan - Daging dicabik/disuwir berdasarkan seratnya - Air tidak mengandung bahan berbahaya - Daging bebas dari kotoran - Daging tidak rusak dan tidak busuk - Daging bebas dari lemak yang menempel - Kondisi alat dan tempat yang bersih - Tingkat kematangan - Waktu perebusan ±1 jam - Nyala api yang konstan/tetap - Tekstur daging memisah sesuai seratnya

21 51 4 Pencampuran bumbu - Daging dipisahkan dari tulang muda dan tulang keras - Dilakukan penimbangan untuk ketepatan formulasi bumbu - Daging bebas dari tulang muda dan tulang keras - Kondisi alat penumbuk yang bersih - Tangan pekerja dalam kondisi higienis - Ketepatan formulasi bumbu - Pemerataan dan peresapan pada semua bagian daging 5 Penggorengan - Minyak goreng dipakai berulangulang - Lama penggorengan 1 jam - Penggorengan dihentikan ketika matang dan warna berubah menjadi cokelat keemasan 6 Pengepresan Alat dalam keadaan bersih 7 Penguraian Alat dalam keadaan bersih 8 Pengemasan - Pengemasan abon ketika sudah dingin - Abon dikemas dengan rapat - Minyak goreng yang digunakan maksimal 3 kali pemakaian - Kematangan daging setelah menjadi abon - Warna coklat keemasan yang merata - Lama penggorengan ±1 jam Kondisi alat pengepres dalam kedaan bersih Kondisi alat pengurai abon dalam keadaan bersih - Pengemasan dilakukan ketika abon dalam keadaan dingin - Kemasan harus rapat dan tidak ada yang terbuka

22 52 a. Pencucian 1. Evaluasi pengendalian mutu Proses pencucian daging ayam dilakukan dengan cara meletakkan daging ayam pada sebuah ember kemudian diisi dengan air sampai penuh untuk mencuci. Ketika proses pencucian, dilakukan penggantian air sampai 3 kali, hal ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat kebersihan daging ayam yang maksimal. Hal penting lainnya yang dilakukan ketika proses pencucian yaitu pemisahan lemak yang menempel pada daging ayam. Hal ini dilakukan karena apabila lemak tidak dipisahkan dari daging maka dapat berpengaruh pada hasil akhirnya tidak mendapatkan hasil yang bagus yaitu akan terdapat gumpalan-gumpalan lemak yang menempel pada daging ketika masuk pada proses perebusan. Proses pencucian daging ayam dapat dilihat ada Gambar4.9. Gambar 4.9 Proses Pencucian Daging Ayam Tujuan pencucian adalah untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran yang masih menempel pada daging. Pada proses pencucian daging ayam juga dipisahkan dari tulang-tulang yang masih terikut.

23 53 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Didalam pengendalian mutu proses pencucian harus dilakukan dengan menggunakan air yang bersih dan mengalir, wadah pencucian yang bersih. Wadah pencucian selalu dicuci dan dibersihan ketika sebelum dan sesudah dipakai. Air bekas cucian sebaiknya segera dibuang pada saluran pembuangan agar tidak menggenang ditempat pencucian yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas bahan baku karena air kotor (bekas cucian) akan mempercepat tumbuhnya mikroba dan bakteri patogen. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan yang harus dilakukan yaitu dengan melihat kondisi bahan baku jika terjadi kebusukan. Apabila terjadi kebusukan pada daging ketika daging datang dari supplier sebaiknya daging dikembalikan dan memilih daging lain yang masih segar (fresh). b. Perebusan 1. Evaluasi pengendalian mutu Proses perebusan dilakukan dengan cara meletakkan daging ayam yang telah dicuci bersih dalam sebuah panci besar yang telah diisi dengan air. Jumlah air yang digunakan untuk proses perebusan adalah sampai daging ayam semuanya tercelup pada air didalam panci. Air yang digunakan untuk perebusan ditambahkan dengan daun salam untuk mendapatkan aroma yang khas sedap. Tujuan dilakukan proses perebusan adalah untuk mendapatkan tekstur daging yang matang dan empuk agar mempermudah ketika proses pencabikan/ penyuwiran daging.

24 54 Gambar 4.10 Perebusan Daging Ayam Gambar 4.11 Hasil Perebusan Daging Ayam Proses perebusan dilakukan selama ± 1 jam atau sampai kirakira daging telah matang dan empuk teksturnya. Setelah proses perebusan selesai, kemudian daging ayam ditiriskan untuk selanjutnya masuk ke proses pencabikan. Sumber panas yang digunakan untuk memanaskan air ketika proses perebusan adalah arang panas. Penggunaan arang dalam proses perebusan ini dapat menghasilkan abu yang dapat mengontaminasi daging ayam ketika dilakukan proses perebusan. Abu yang dihasilkan dari proses pembakaran juga cenderung membuat ruang tempat perebusan

25 55 menjadi kotor oleh abu dari arang. Kondisi ruang tempat perebusan dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.12 Ruang Tempat Perebusan 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Dilihat dari kondisi tempat perebusan daging ayam di UKM NTH terlihat agak kotor oleh debu-debu yang dihasilkan dari pembakaran arang. Untuk mengantisipasi terjadinya kontaminasi debu terhadap daging ayam maka sebaiknya dilakukan penggantian sumber energi panas dengan gas elpiji. Penggantian sumber energi menggunakan gas elpiji tidak menimbulkan adanya polusi seperti debu yang dihasilkan dari pembakaran arang. Sehingga tempat perebusan daging ayam menjadi bersih dan bebas dari kontaminan debu arang. c. Pencabikan 1. Evaluasi pengendalian mutu Setelah ditiriskan, daging ayam yang telah direbus kemudian dilakukan pencabikan/penyuwiran. Proses pencabikan dilakukan dua kali yaitu pertama menggunakan alat tumbuk dan yang kedua adalah secara manual dengan menggunakan tangan. Penumbukan daging ayam yang telah direbus dilakukan dengan tujuan agar

26 56 mempermudah proses pencabikan dengan menggunakan tangan. Tujuan dilakukan proses pencabikan adalah untuk mendapatkan serat-serat halus dan seragam sehingga ketika dilakukan proses pembumbuan dapat tersebar merata dan meresap kedalam daging. Gambar 4.13 Penumbukan Daging Ayam Gambar 4.14 Proses Pencabikan Daging Ayam Ketika dilakukan proses pencabikan, juga dilakukan proses pemisahan daging dari tulang keras dan tulang lunak yang masih terikut. Setelah proses pencabikan selesai maka daging ayam yang telah disuwir siap untuk dilakukan proses penggorengan.

27 57 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Proses pencabikan daging ayam terdapat dua tahap yaitu tahap pertama menggunakan alat penumbuk dan yang kedua secara manual menggunakan tangan manusia. Dapat dilihat pada Gambar 4.14 bahwa proses pencabikan daging ayam dengan menggunakan tangan tanpa memakai sarung tangan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi silang bakteri dari tangan ke daging ayam. Tindakan yang dilakukan untuk mencegah dan menghilangkan adanya kontaminasi adalah dengan memberikan sarung tangan kepada para pekerja dan memberikan pengetahuan lebih kepada para pekerja akan pentingnya kebersihan dalam mengolah produk makanan, agar dihasilkan produk makanan yang aman, sehat dan bergizi untuk dikonsumsi para konsumen. d. Proses pembumbuan 1. Evaluasi pengendalian mutu Bumbu-bumbu yang digunakan untuk pembuatan abon ayam yaitu gula sebanyak 30 gr, garam 30 gr, ketumbar 110 gr, bawang merah 125 gr, bawang putih 125 gr dan penyedap rasa 3 gr untuk daging ayam sebanyak 10 kg. Proses pembumbuan dimaksudkan untuk menambah citarasa pada abon sehingga dapat menarik minat atau selera konsumen. Sebelum dicampurkan dengan daging ayam yang telah dicabik/disuwir, terlebih dahulu bumbu dihaluskan semua. Penghalusan bumbu bertujuan agar ketika dilakukan proses pencampuran, bumbu dapat tersebar merata kedalam daging.

28 58 Gambar 4.15 Formulasi Bumbu 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Pada proses pencampuran bumbu, hal paling penting untuk ditekankan adalah ketepatan formulasi bumbu yang digunakan dan pemerataan pada daging ketika bumbu-bumbu sudah dicampurkan agar meresap kedalam daging. Tindakan pengendalian yang dilakukan adalah dengan melakukan penimbangan formulasi bumbu yang akan digunakan secara tepat. Pencampuran bumbu dengan daging dilakukan pada sebuah ember kemudian diaduk merata. Pencampuran bumbu tidak dilakukan pada wajan ketika akan dilakukan penggorengan. e. Penambahan santan dan penggorengan 1. Evaluasi pengendalian mutu Penambahan santan dilakukan ketika proses penggorengan akan dimulai. Suwiran daging ayam yang telah dicampur dengan bumbu dimasukkan kedalam wajan yang telah terisi oleh minyak.kemudian ditambahkan santan kedalam wajan tersebut. Penambahan santan akan menambah citarasa gurih pada abon ayam. Sumber panas yang digunakan untuk proses penggorengan adalah arang yang dibakar.

29 59 Proses penggorengan dapat menurunkan kadar air karena panas yang disalurkan oleh minyak dapat menguapkan air yang terkandung pada daging ayam. Jadi, proses penggorengan dapat disebut juga sebagai langkah untuk proses pengeringan. Proses penggorengan dapat meningkatkan aroma yang dihasilkan. Gambar 4.16 Proses Penggorengan Ketika proses penggorengan berlangsung api dari bara arang harus tetap dikontrol, karena bersifat tidak stabil. Sehingga sewaktu-waktu apabila tidak dikontrol api bisa membesar atau bahkan api mati maka hasil yang didapatkan dari proses penggorengan tidak maksimal. Apabila api yang digunakan terlalu besar maka akan terjadi kegosongan. Lama waktu penggorengan juga perlu untuk diperhatikan, yaitu ± 1jam. Jika terlalu lama maka

30 60 akan terjadi kegosongan, tetapi sebaliknya apabila waktu penggorengan terlalu sebentar maka abon yang dihasilkan terlalu lembek. Dalam proses penggorengan, abon harus terus menerus diaduk untuk menghasilkan warna dan kering yang merata serta agar tidak gosong. Penggorengan dapat dihentikan atau selesai yaitu ketika warna pada abon sudah kuning keemasan. Penggunaan minyak goreng pada proses penggorengan abon juga perlu diperhatikan. Idealnya, minyak yang digunakan adalah minyak baru yang masih bening atau maksimal 2 kali pemakaian. Pada UKM NTH minyak yang dipakai untuk proses penggorengan adalah minyak dari sisa pengepresan yang dipakai terus menerus sehingga mempunyai warna yang agak keruh. Sehingga hal tersebut memerlukan tindakan perbaikan. 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng abon pada UKM NTH adalah minyak goreng sisa dari hasil pengepresan. Hal ini dapat menurunkan mutu hasil produk akhir karena kemungkinan besar minyak yang digunakan adalah minyak yang sudah mengalami ketengikan karena sudah digunakan untuk menggoreng berulang kali. Minyak juga berwarna keruh, hal ini mengindikasikan pada minyak terdapat residu-residu ada sisa-sisa hasil penggorengan sebelumnya. Penggunaan minyak bekas dan keruh akan memberikan warna yang tidak cerah atau terlalu cokelat pada abon, selain itu rasa yang dihasilkan juga tidak normal karena terpengaruh rasa tengik dari minyak goreng yang digunakan. Tindakan perbaikan yang dilakukan adalah penggantian minyak goreng yang digunakan dengan minyak baru ketika dilakukan proses penggorengan,

31 61 sehingga produk yang dihasilkan mempunyai mutu yang tinggi dan aman dari zat-zat yang berbahaya. f. Pengepresan 1. Evaluasi pengendalian mutu Setelah selesai dari proses penggorengan, abon akan dipress pada sebuah alat pengepress. Dengan dilakukan proses pengepressan abon maka minyak goreng yang masih terikut akan keluar. Tujuan pengeluaran minyak goreng dari sisa penggorengan adalah untuk menjaga kualitas abon agar tidak cepat tengik. Kandungan minyak goreng yang terlalu banyak dapat mempercepat terjadinya proses ketengikan sehingga pada akhirnya mempunyai umur simpan yang pendek. Pengepresan dilakukan dengan cara memasukkan abon yang telah digoreng kedalam kain yang ujungya terdapat tali. Setelah produk dimasukkan dan talinya telah dikencangkan, selanjutnya dimasukkan kedalam alat pengepres. Alat pres akan bekerja dengan menekan tumpukan abon dalam kain kebawah, maka minyak akan keluar.

32 62 Gambar 4.17 Proses Pengepresan 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Pengepresan dilakukan dengan cara memasukkan daging ayam yang telah digoreng pada sebuah kain. Kain yang digunakan memiliki kenampakan yang kurang bersih karena penggantian kain dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi dari kain terhadap abon, karena kain yang digunakan tidak selalu dalam keadaan bersih.tindakan perbaikan yang perlu dilakukan adalah dengan menggunakan kain yang baru atau kain yang bersih ketika dilakukan pengepresan. Sehingga produk yang dihasilkan tidak tercemar kotoran dari kain yang kurang bersih. g. Penguraian 1. Evaluasi pengendalian mutu Proses penguraian dilakukan untuk menguraikan abon yang padat dan kempal akibat hasil dari proses pengepresan

33 63 sebelumnya. Proses penguraian dilakukan untuk memudahkan proses pengemasan abon. Setelah proses pengepresan selesai, kain yang berisi abon diambil, dan isinya dituangkan pada loyang besar. Alat yang digunakan untuk penguraian abon berbentuk seperti sikat dari besi, dan centhong kayu besar. Untuk mendapatkan tekstur yang halus seragam proses penguraian dilakukan menggunakan alat mulai dari bagian pinggir secara perlahan. Pada UKM NTH dilakukan dua kali penguraian. Pertama menggunakan alat, yang kedua menggunakan tangan manusia. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan hasil penguraian agar didapatkan bentuk serat abon yang seragam. Gambar 4.18 Penguraian Abon dengan Alat

34 64 Gambar 4.19 Penguraian Abon oleh Pekerja 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Proses penguraian dilakukan melalui dua tahap. Pertama kali dengan menggunakan alat yaitu centhong kayu besar dan sikat dari besi. Proses penguraian pada tahap kedua menggunakan tangan manusia. Penggunaan sikat dari besi beresiko terjadi karat pada sikat besi yang digunakan sehingga kebersihan dari alat-alat yang digunakan sangat penting untuk diperhatikan agar tidak terjadi halhal yang tidak diinginkan yang dapat mempengaruhi kualitas produk akhir. Idealnya, apabila alat pengurai sudah mengalami pengkaratan maka sebaiknya diganti dengan alat yang baru. Akan lebih baik lagi apabila alat pengurai berbahan dasar stainless steel, sehingga tidak mudah mengalami pengkaratan. Penguraian abon ayam dengan menggunakan tangan manusia juga beresiko terjadinya kontaminasi dari tangan para pekerja pada produk. Tindakan perbaikan yang dilakukan adalah dengan mengenakan sarung tangan agar tidak terjadi kontaminasi silang.

35 65 h. Pengemasan 1. Evaluasi pengendalian mutu Pengemasan dilakukan untuk melindungi produk dari kerusakan selama penyimpanan, masuknya oksigen dari luar, kontaminasi benda asing, dan tentunya mempertahankan kualitas dari produk abon. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan kantong plastik jenis PP (Polipropilen) dengan ketebalan 0,08 mm yang di sealer. Pengemasan abon dilakukan ketika abon dalam kedaan dingin. Apabila abon dikemas dalam keadaan yang masih panas maka akan menimbulkan uap air didalam kemasan yang akan mendorong tumbuhnya bakteri dan kapang. Sehingga pengemasan dilakukan dengan menungggu abon sampai dingin terlebih dahulu. Gambar 4.20 Alat Pengemas

36 66 Gambar 4.21 Abon yang Telah Dikemas Kemasan pada dasarnya adalah segala material yang digunakan untuk mengemas suatu benda/produk agar dapat diterima oleh konsumen dalam kedaan baik. Fungsi yang paling mendasar dari kemasan adalah mempertahankan dan melindungi isi produk. Di sisi lain kemasan adalah representasi dari sebuah produk yang ada didalamnya. Oleh karena itu, kemasan harus didesain agar mampu mendeskripsikan isi, baik fungsi, besaran, keunggulan dan bahkan juga spesifikasinya.tidak saja melindungi produk, kemasan modern juga harus berfungsi sebagai bagian dari daya saing pasar dan perdagangan eceran yang semakin meningkat kuat (Lakoro, 2012). 2. Konsep pengendalian mutu dan perbaikan Dalam proses pengemasan ini sebaiknya dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik agar tidak terkontaminasi. Jenis kemasan yang digunakan untuk pengemasan produk abon sudah memenuhi persyaratan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarief et al dkk (1989) yang dikutip Rahmat (2002), menyatakan bahwa jenis

37 67 bahan pengemas polietilen (PE) tidak cocok untuk mengemas produk-produk yang berlemak atau mengandung minyak. Polipropilen (PP) lebih cocok karena mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak, tahan terhadap suhu tinggi, permeabilitas terhadap uap air rendah, permeabilitas terhadap gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen.

38 68 Daging ayam 10 kg Dicuci dan dihilangkan lemaknya Daun salam 2 lembar Direbus selama ± 1 jam 30 gr gula, 30 gr garam, 30 gr penyedap rasa, 125 gr bawang putih, 125 gr bawang merah, 110 gr ketumbar Ditumbuk dan disuwir Dicampur dengan bumbu 5 liter Santan Digoreng ± 1 jam Diangkat dari wajan Dipres dalam mesin pengepres Diuraikan dalam loyang besar Abon Dikemas Gambar 4.22 Diagram Alir Pembuatan Abon Ayam

39 Tabel 4.22 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Untuk Perbaikan Proses Produksi Abon Ayam Uraian Parameter Batas kritis Prosedur pengendalian Pencucian Kebersihan - Air tidak mengandung bahan berbahaya - Daging bebas dari kotoran - Daging tidak rusak dan tidak busuk - Daging bebas dari lemak yang menempel Perebusan Pencabikan - Kebersihan alat dan tempat - Lama perebusan dan nyala api - Tekstur daging memisah sesuai seratnya - Kebersihan alat dan pekerja - Kondisi alat dan tempat yang bersih - Tingkat kematangan - Waktu perebusan ± 1 jam - Nyala api yang konstan/tetap - Kondisi alat penumbuk yang bersih - Tangan pekerja dalam kondisi higienis - Daging bebas dari - Penggunaan air yang bersih - Pengecekan secara visual dan manual - Pembersihan alat dan tempat secara teratur dan berkala sebelum dan sesudah dilakukan proses produksi - Pengecekan secara visual dan manual - Kontrol waktu dan nyala api - Pembersihan alat secara teratur dan berkala sebelum dan sesudah dilakukan proses produksi Tindakan koreksi - Dilakukan pengecekan air sebelum digunakan - Dihilangkan lemak yang menempel - Dipisahkan dari daging yang busuk dan rusak - Dilakukan pengamatan kebersihan alat, sebelum atau sesudah penggunaan - Dilakukan pengecekan tingkat kematangan - Pengecekan besar kecilnya api secara visual - Dilakukan pengamatan sebelum dan sesudah pemakaian alat 69

40 70 Pencampuran bumbu - Kebersihan daging tulang muda dan tulang keras Formulasi bumbu Penggorengan - Kualitas minyak goring - Suhu pemanasan atau api yang digunakan - Lama penggorengan - Pemerataan dan peresapan pada semua bagian daging - Minyak goreng yang digunakan maksimal 3kali pemakaian - Kematangan daging setelah menjadi abon - Warna coklat keemasan yang merata Pengepresan Kebersihan alat Kondisi alat pengepres dalam kedaan bersih - Pekerja memakai sarung tangan atau tetap menjaga kehigienisan tangan. - Pemisahan tulang muda dan tulang keras dari suwiran daging - Kontrol formulasi bumbu - Pengecekan secara manual dan visual - Penggantian minyak goreng yang baru setelah 3 kali pemakaian - Pengecekan secara visual dan manual tingkat kematangan dan warna abon Pembersihan alat secara teratur dan berkala sebelum dan sesudah dilakukan - Dilakukan pengamatan kebersihan pekerja - Dilakukan pemakaian sarung tangan bagi para pekerja - Dilakukan pengecekan hasil pemisahan tulang muda dan tulang keras dari suwiran daging - Penakaran formulasi yang sesuai bumbu - Dilakukan penggantian minyak goreng - Dilakukan pengecekan tingkat kematangan pemerataan abon Dilakukan pengamatan dan pengecekan sebelum dan dan warna

41 71 proses produksi sesudah pemakaian alat Penguraian Kebersihan alat Kondisi alat pengurai abon dalam keadaan bersih Pembersihan alat secara teratur dan berkala sebelum dan sesudah dilakukan proses produksi Dilakukan pengamatan dan pengecekan sebelum dan sesudah pemakaian alat Pengemasan - Pengemasan - Abon masih dalam dilakukan dalam keadaan panas keadaan dingin ketika dikemas - Kemasan rapat dan - Kemasan bocor dan tidak terbuka terbuka Pengecekan secara langsung kerapatan dan kebocoran pada pengemas Dilakukan pengecekan terhadap kemasan

42 72 4. Pengendalian Mutu Produk Akhir Tabel 4.23.Perbandingan Standar Mutu Abon Ayam NTH dengan SNI Jenis analisis Satuan Persyaratan Hasil uji (*) mutu Kadar air % Maks. 7 7,204 Kadar asam lemak bebas % - 9,31 Kadar lemak % Maks. 30 9,16 Kadar serat kasar % Maks. 1,0 0, 025 Kadar gula dalam jumlah % Maks. 30 2,41 sebagai sukrosa (non reduksi) Kadar protein % Min ,19 Sumber : SNI 1992 dan (*) hasil uji laboratorium a. Kadar air 1. Evaluasi pengendalian mutu Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu ºC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno, 2004). Dari hasil pengujian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa besarnya kadar air produk abon ayam di UKM NTH adalah sebesar 7,204%. Tingginya kandungan air pada abon dapat diakibatkan oleh kurang lamanya waktu pemasakan sehingga kehilangan kadar air sampai batas yang konstan tidak dapat tercapai. Hal ini sesuai dengan Soeparno (1988), yang menyatakan bahwa pada umumnya semakin lama waktu pemasakan, semakin besar kadar air daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan. Selain itu, penambahan air yang digunakan sebagai bumbu, seperti santan yang mengandung air sebesar 86% (Ketaren, 1986) juga dapat mengakibatkan masih tingginya kadar air abon. 2. Konsep pengendalian mutu Nilai kadar air produk abon ayam yang didapatkan setelah dilakukan pengujian di laboratorium adalah sebesar 7,204%. Nilai tersebut lebih besar

43 73 dari kadar air yang ditetapkan oleh SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu 7%. Sehingga kadar air abon ayam bisa dikatakan belum memenuhi standar yang telah ditetapkan. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan Aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk petumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri Aw: 0,90 ; khamir Aw: 0,80-0,90 ; kapang Aw : 0,60-0,7 (Winarno, 2004). Tumbuhnya bakteri, kapang dan khamir di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan. Beberapa diantaranya dapat menghidrolisa pati dan selulosa atau menyebabkan fermentasi gula sedangkan lainnya dapat menghidrolisa lemak dan menyebabkan ketengikan atau dapat mencerna protein dan menghasilkan bau busuk atau amoniak. Semakin tinggi kadar air, maka akan semakin tinggi pula kemungkinan tumbuhnya mikrorganisme patogen yang dapat menurunkan kualitas abon ayam sehingga menyebabkan umur simpan abon menjadi lebih singkat. Kadar air dapat meningkat selama proses penyimpanan. Semakin lama penyimpanan produk maka akan terjadi kenaikan kadar air. Untuk menghindari dan mencegah terjadinya kenaikan kadar air yaitu dengan menggunakan jenis kemasan propylene agar tidak terjadi penyerapan uap air dari udara kedalam abon. Erliza (dalam Leksono, 1989) menyatakan bahwa polipropilene adalah plastik yang sangat ringan, kuat terhadap kikisan dan lebih kaku, lebih tahan terhadap asam dan basa, kuat dan juga mempunyai ketahanan fisik yang lebih besar terhadap uap air. b.kadar asam lemak bebas 1. Evaluasi pengendalian mutu Kerusakan minyak selama proses mengoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak rusak

44 74 akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi, disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir (Ketaren, 1996). Untuk mengetahui tingkat kerusakan pada minyak maka dilakukan pengujian asam lemak bebas pada sampel abon ayam dari UKM NTH. Nilai yang didapatkan setelah pengujian asam lemak bebas/ffa (fat fatty acid) adalah 9,31%. Angka tersebut menunjukkan bahwa nilai FFA pada abon ayam terlalu tinggi. Hal ini disebabkan karena sampel yang digunakan untuk pengujian abon sudah memiliki umur simpan yang lama yaitu 5 bulan setelah abon tersebut diproduksi, sehingga dimungkinkan telah terjadi kerusakan lemak pada abon tersebut yang menyebabkan terlalu tingginya nilai asam lemak bebas pada abon ayam. 2. Konsep pengendalian mutu Menurut F. G Winarno (2004), reaksi oksidasi merupakan salah satu penyebab kerusakan lemak yang utama. Yaitu timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal radikal bebas yang disebabkan oleh faktor faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim enzim lipoksidase.

45 75 Nilai FFA berkaitan dengan tingkat ketengikan suatu bahan. Semakin tinggi nilai FFA maka akan semakin tinggi tingkat ketengikan. Ketengikan terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen diudara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Proses oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar, dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi (Ketaren, 1996). Ketengikan dapat terjadi pada produk abon karena proses pengolahan abon menggunakan suhu tinggi ketika proses penggorengan dan setelah produk jadi, biasanya hanya disimpan pada suhu ruang sehingga peluang untuk terjadinya ketengikan sangat besar. Ketengikan yang terjadi pada abon dipengaruhi oleh penggunaan minyak goreng ketika dilakukan penggorengan abon. Apabila minyak goreng yang digunakan mempunyai kualitas yang rendah misalnya sudah dalam kedaan keruh dan berbau maka akan memperbesar peluang terjadinya ketengikan. Maka dari itu untuk menghindari terjadinya ketengikan pada abon ayam, minyak goreng yang digunakan untuk penggorengan sebaiknya memiliki kualitas yang baik yang telah memenuhi syarat mutu yang ditentukan atau dengan melakukan penggantian minyak yang baru. c. Kadar lemak 1. Evaluasi pengendalian mutu Penentuan kadar lemak pada abon ayam menggunakan metode soxhlet. Prinsip penentuan kadar lemak dilakukan dengan cara menimbang sampel abon ayam terlebih dahulu, kemudian sampel dibungkus menggunakan kertas saring yang telah dikonstankan beratnya. Kemudian sampel diletakkan dalam soxhlet dan diekstraksi dengan menggunakan pelarut benzene. Setelah dilakukan pengujian maka dapat diketahui bahwa kadar lemak untuk produk abon ayam di

46 76 UKM NTH adalah sebesar 9,16%. Angka ini telah memenuhi standar kadar lemak yaitu maksimal 30 %. Kadar lemak dapat mengalami penurunan selama proses penyimpanan karena adanya peningkatan kadar air dan juga terjadi kerusakan lemak pada abon oleh mikroorganisme maupun akibat reaksi oksidasi dan hidrolisis lemak yang menguraikan lemak menjadi asam lemak dan gliserol sehingga menyebabkan kadar lemak abon mengalami penurunan. Menurut Ketaren (1996), faktor-faktor penyebab kerusakan lemak antara lain terdiri dari : aksi oleh enzim, aksi oleh mikroba dan oksidasi oleh oksigen udara, atau kombinasi dari dua atau lebih dari faktor-faktor tersebut. 2. Konsep pengendalian mutu Dalam teknologi makanan, lemak dan minyak memegang peran yang penting. Karena minyak dan lemak memiliki titik didih yang tinggi (sekitar 200ºC) maka biasa dipergunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi kering. Minyak dan lemak juga memberikan rasa gurih spesifik minyak yang lain dari gurihnya protein. (Sudarmadji dkk, 2003). Kandungan lemak pada bahan pangan juga dapat menimbulkan kerusakan bahan pangan karena terjadinya kerusakan lemak atau minyak pada bahan pangan tersebut. Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling penting disebabkan oleh aksi oksigen udara terhadap lemak. Beberapa faktor yang mempercepat terjadinya oksidasi adalah pengaruh suhu dan cahaya. Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan diudara terbuka akan bertambah dngan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Untuk mengurangi kerusakan bahan pangan berlemak dan agar tahan dalam waktu lebih lama, dapat dilakukan

47 77 dengan menyimpan bahan pangan berlemak dalam lemari pendingin. Cahaya juga merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Hal ini karena dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak. Cahaya berpengaruh sebagai akslerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak (Ketaren, 1996). Maka untuk menghindari terjadinya kerusakan pada abon, sebaiknya penyimpanan abon dijauhkan atau dihindarkan dari sinar matahari. d. Kadar serat kasar 1. Evaluasi pengendalian mutu Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa kuat. Serat kasar adalah serat tumbuhan yang tidak larut dalam air. Prinsip pengujian serat kasar adalah dengan cara, sampel yang dihidrolisis dengan asam kuat dan basa kuat. Sehingga karbohidrat, protein, dan zat zat lain terhidrolisis dan larut, kemudian disaring dan dicuci dengan aquades mendidih yang mengandung asam dan alkohol, selanjutnya dikeringkan dan ditimbang sampai bobot konstan. Tujuan dilakukan pengujian serat kasar ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya campuran serat tumbuhan yang dimasukkan ketika proses pembuatan abon. Setelah dilakukan pengujian, dapat diketahui bahwa kadar serat kasar abon ayam di UKM NTH adalah sebesar 0, 025 %. 2. Konsep pengendalian mutu Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)kadar serat kasar yang ditentukan adalah maksimal 1%. Apabila dibandingkan dengan hasil pengujian dilaboratorium dari sampel abon ayam yaitu 0,245%, maka sudah sesuai SNI. Sehingga jika dilihat dari kandungan serat kasarnya abon ayam dari UKM NTH sudah memenuhi standar. Tetapi akan menjadi lebih baik lagi apabila nilai dari kadar serat kasar adalah nol,

48 78 sehingga dalam abon ayam tersebut murni terbuat dari daging ayam tanpa menambahkan serat tumbuhan. e. Kadar gula sebagai jumlah sukrosa 1. Evaluasi pengendalian mutu Penentuan sukrosa dapat langsung ditentukan jumlahnya dengan cara kimia yaitu dengan menentukan gula reduksi yang telah dihasilkan setelah sukrosa dihidrolisis dengan asam atau dengan enzim. Hidrolisa sukrosa akan dihasilkan 2 mol gula reduksi yang berupa fruktosa dan glukosa. Setelah diketahui jumlah gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisa sukrosa maka dapat dihitung jumlah sukrosa yaitu dengan mengalikan dengan suatu faktor sebesar 0,95. Faktor ini diperoleh dari perbandingan BM sukrosa dengan BM dua molekul gula reduksi (Sudarmadji dkk, 2003). Dari hasil pengujian didapatkan hasil kadar gula dihitung sebagai sukrosa (non reduksi) dari produk abon ayam adalah 2,41 %. 2. Konsep pengendalian mutu Gula yang digunakan di UKM NTH adalah gula pasir yang terbuat dari tanaman tebu, maka penghitungan kadar gula dihitung sebagai sukrosa. Menurut Hapsari (2004), kandungan gula pada bahan pangan akan berpengaruh pada tekstur. Pada produk makanan, makin tinggi kadar gulanya akan menghasilkan produk pangan yang bertekstur makin keras. Kandungan gula yang tinggi akan mendukung proses pengkristalan. Penetapan kandungan kadar gula dalam jumlah sebagai sukrosa dalam SNI terhadap abon ayam adalah maksimal 30 % sedangkan kadar gula yang didapatkan dalam uji adalah 2,41 %. Hal ini berarti kadar gula dalam UKM dapat digolongkan baik, karena kadar gula dalam jumlah sebagai sukrosa berada dibawah satndar maksimal yang telah ditetapkan

49 79 SNI. Gula berfungsi sebagai pembentuk cita rasa dan tekstur. Selain itu gula juga berfungsi sebagai pengawet. f. Kadar Protein 1. Evaluasi pengendalian mutu Tujuan dilakukan analisa protein dalam bahan makanan adalah untuk menera jumlah kandungan protein dalam bahan makanan, dan menentukan tingkat kualitas protein dipandang dari sudut gizi. Peneraan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan peneraan empiris (tidak langsung), yaitu melalui penentuan kandungan N yang ada didalam bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl. Analisa protein dari kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi (Sudarmadji dkk, 2003). Setelah dilakukan pengujian, maka dapat diketahui bahwa kadar protein dari sampel abon ayam adalah sebesar 21,19%. 2. Konsep pengendalian mutu Penetapan kadar protein untuk sampel abon berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) adalah minimal 15%. Jika dilihat dari hasil pengujian bahwa kadar protein abon ayam adalah 21,19% maka dapat dikatakan bahwa kadar protein pada abon ayam sudah memenuhi standar yang ditetapkan SNI. Sehingga kadar protein produk abon ayam di UKM NTH tersebut memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan SNI. Hal ini dipengaruhi oleh bahan baku pembuatan abon ayam yaitu berasal dari daging ayam, yang pada dasarnya daging ayam mempunyai nilai protein yang tinggi.

50 80 B. Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) 1. Deskripsi Produk Gambar 4.23 Produk Abon NTH Tabel 4.24Deskripsi Produk Abon Ayam Produk Jenis produk Karakteristik produk Komposisi produk Proses pengolahan Pengemasan Umur simpan Kondisi penyimpanan Cara penggunaan Labelling Sumber : Hasil Pengamatan : Abon Ayam : Abon Ayam : Produk Makan Siap Saji : Bahan baku utama : daging ayam Bahan tambahan : santan, bawang merah, bawang putih, ketumbar, garam, air, gula pasir, minyak goreng, penyedap rasa. : Tahap proses pengolahan sesuai dengan Gambar 4.22 : Kemasan primer, plastik PP 0,08 mm : ± 6 bulan pada kondisi ruang (sesuai standar penyimpanan) : Suhu ruang, 27º-30ºC : Dikonsumsi secara langsung : Label yang tertera pada produk terdiri dari nama komersil produk (Merk), nama serta alamat produsen, komposisi, sertifikat halal, Dep.Kes.RI.SP.No.0072/11.06/91, tanggal kadaluarsa dan berat bersih produk.

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN ABON

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN ABON LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN ABON Oleh : Nama : Siti Armilah NRP : 133020265 No. Meja : 5 (Lima) Kelompok : J Tanggal Praktikum : 19 April 2016 Asisten

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

ABON IKAN 1. PENDAHULUAN

ABON IKAN 1. PENDAHULUAN ABON IKAN 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengendalian Mutu 1. Pengendalian Mutu Bahan Baku a. Bahan Utama (Ikan Lele) Bahan baku utama pada proses pembuatan krupuk lele Karmina adalah ikan lele

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN 1 DAFTAR ISI I. Kata Pengantar II. Daftar Isi III. Pendahuluan...1 IV. Bahan Tambahan 1. Pemanis...1 2. Asam Sitrat...1 3. Pewarna...1 4. Pengawet...2 5. Penstabil...2 V. Bentuk Olahan 1. Dodol...2 2.

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013. III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pengalaman kerja praktek mahasiswa (PKPM) ini dilakukan di perusahaan bakpia pathok 25 Yogyakarta, dan dilakukan selama 2,5 bulan yaitu dimulai

Lebih terperinci

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak.

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. MODUL 4 PRESTO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu presto ikan yang dihasilkan utuh, bersih,

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI Nur Asni dan Linda Yanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Pengkajian pengolahan minyak kelapa telah dilakukan

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI Afifa Ayu, Farida Rahmawati, Saifudin Zukhri INTISARI Makanan jajanan sudah menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) I ndonesia merupakan salah satu negara produsen pisang yang penting di dunia, dengan beberapa daerah sentra produksi terdapat di pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan N TB. Daerah-daerah ini beriklim hangat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak? By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS Lemak Apa beda lemak dan minyak? 1 Bedanya: Fats : solid at room temperature Oils : liquid at room temperature Sources : vegetables

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Materi dan perubahannya merupakan objek kajian dari ilmu kimia. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahannya. Ilmu kimia juga merupakan ilmu

Lebih terperinci

MODUL 7 STICK IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna kekuningan dan memiliki tekstur yang renyah.

MODUL 7 STICK IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna kekuningan dan memiliki tekstur yang renyah. MODUL 7 STICK IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat stick ikan yang gurih, renyah dan enak. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: Mukaromah K3310058 Nuryanto K3310060 Sita Untari K3310079 Uswatun Hasanah K3310081 Pendidikan Kimia A PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah melakukan beberapa pengamatan dan pengujian maka peneliti menghasilkan satu produk baru dengan melakukan inovasi terhadap jajanan pasar Indonesia yaitu lemper,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Tahap Awal Proses Pengolahan (1) Kualitas produk olahan yang dihasilkan sangat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG. OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP

INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG. OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP Bengkuang merupakan buah yang kaya akan zat gizi yang mempunyai peranan yang penting untuk kesehatan terutama vitamin

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

A. Penggunaan. B. Alat dan Bahan. Berikut ini alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan selai. 1. Alat

A. Penggunaan. B. Alat dan Bahan. Berikut ini alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan selai. 1. Alat A. Penggunaan Siapa yang tidak kenal dengan selai? Bahan pelengkap dalam menyantap roti atau singkong rebus ini memiliki rasa yang manis dan terbuat dari buah segar. Tak hanya itu, variasi rasa dari selai

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

MAKALAH LINGKUNGAN BISNIS

MAKALAH LINGKUNGAN BISNIS MAKALAH LINGKUNGAN BISNIS Pembuatan minyak kelapa Nama : Aditya krisnapati Nim : 11.01.2900 Kelas : D3TI-02 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 I. ABSTRAK Dengan berbagai kemajuan yang telah diperoleh dari produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu biji (Psidium guajava) memiliki rasa yang enak dan segar serta memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan juga kecantikan manusia. Buah jambu biji telah lama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengendalian Mutu Pengendalian mutu produk pangan erat kaitannya dengan sistem pengolahan yang melibatkan bahan baku, proses, pengolahan, penyimpangan

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER 4.1. Tujuan Tujuan dari materi praktikum Pengemasan Vacuum Dan Cup Sealer adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara pengemasan menggunakan vacuum sealer. 2. Mengetahui

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

BISNIS TELOR ASIN DAN KEUNTUNGANYA. Disusun oleh: Sandwi Devi Andri S1 teknik informatika 2F

BISNIS TELOR ASIN DAN KEUNTUNGANYA. Disusun oleh: Sandwi Devi Andri S1 teknik informatika 2F BISNIS TELOR ASIN DAN KEUNTUNGANYA Disusun oleh: Sandwi Devi Andri 10.11.3934 S1 teknik informatika 2F JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Resep Bandeng Presto menggunakan Mesin Presto Industry Oleh: Cahyadi Triyansyah (10.11.3735) S1.TI.2C STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Membuat Bandeng Presto Proses Pengolahan Bandeng Presto. Tristar Machinery,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abon 2.1.1. Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan

Lebih terperinci

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut MINYAK KELAPA 1. PENDAHULUAN Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN Oleh: Amanda Gabriella Chandra (6103008080) Ivana Halingkar (6103008103) Lita Kuncoro (6103008104) Catherine Tanaya (6103008105) PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan dikembang secara luas oleh petani di Propinsi Aceh.

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT >> PENDAHULUAN Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional adalah acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional dan dalam rangka pengawasan keamanan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bubur kacang hijau Bubur kacang hijau adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kacang hijau dengan perebusan, penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga didapatkan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMBUATAN ABON JANTUNG PISANG I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jantung pisang biasanya dimanfaatkan sebagai sayuran bahkan dianggap sebagai

LAPORAN PEMBUATAN ABON JANTUNG PISANG I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jantung pisang biasanya dimanfaatkan sebagai sayuran bahkan dianggap sebagai LAPORAN PEMBUATAN ABON JANTUNG PISANG I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jantung pisang biasanya dimanfaatkan sebagai sayuran bahkan dianggap sebagai limbah. Masyarakat memanfaatkan jantung pisang ini terbatas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian TINJAUAN PUSTAKA Nugget. Nuget merupakan salah satu jenis produk beku siap saji yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS Aniswatul Khamidah 1 dan Eliartati 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS TEMPE MENDOAN BERBAGAI RASA DISUSUN OLEH : NAMA : REENATO GILANG NIM : 11.11.5583 KELAS : 11-S1 TI-14 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 ABSTRAK Pada saat ini,sedang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci