BAB V FORMULASI MODEL KOMPUTER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V FORMULASI MODEL KOMPUTER"

Transkripsi

1 BAB V FORMULASI MODEL KOMPUTER 5. Model Limpasan Permukaan Konsep runoff secara ideal telah ditransformasikan untuk segmen yang kecil berdasarkan prinsip kesetimbangan air (water balance). Model ini mengkombinasikan karakteristik fisik daerah tangkapan hujan dan data curah hujan untuk menghasilkan debit aliran air. Karakteristik fisik dari daerah tangkapan hujan meliputi konduktivitas hidrolik, porositas tanah, gradien permukaan, dan data curah hujan yang utamanya terdiri dari data curah hujan tercatat pada interval waktu tertentu. Formula matematik yang telah dikembangkan ini didasarkan pada asumsi bahwa kecepatan limpasan permukaan adalah konstan selama terjadi hujan, dan untuk menyederhanakan persamaannya, gradien hidrolik dari muka air sementara pada lapisan permeabel diasumsikan sama dengan kemiringan permukaan. Sebagai tambahan, waktu perlambatan atau lag time antara pusat curah hujan dan limpasan yang terjadi, merupakan konsekuensi dari waktu mengalirnya aliran ke suatu titik hidrograf hasil perhitungan dan waktu dimulainya aliran permukaan. Keakuratan suatu prediksi aliran, karakteristik fisik daerah tangkapan hujan seperti k, s, A, i dan t harus dipertimbangkan. Sehingga: Q = f(k, s, A, i, t) (5.) k = konduktivitas hidrolik mendekati jenuh, [L]/[T]. s = kemiringan permukaan, [L]/[L]. A = luas permukaan segmen, [L ]. i = intesitas curah hujan, [L]/[T]. t = waktu, [T]. V -

2 evaporasi yang tertahan di daun dan pohon sisa di lapisan permukaan infiltrasi Vb curah hujan Vi Vr aliran sungai aliran permukaan Vo Gambar 5. Skema transformasi hujan. Sumber: Sudjono (995) 5.. Kesetimbangan Air dalam Segmen Segmen adalah suatu bagian dari tanah dengan lebar, b, dan panjang, l. Pada segmen, sebagian air hujan akan terinfiltrasi dan mengisi pori-pori tanah, kemudian setelah segmen tersebut jenuh, sisa air hujan dengan segera akan mengalir di atas permukaan. Dalam segmen, prinsip kesetimbangan air diimplementasikan seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. a Vrw permukaan as Voi Vo dd a Vri Vr dw a a Vbi Vbo a a l Gambar 5. Properti segmen dari model. Sumber: Sudjono (995) b potongan V rw + V bi + V oi + V ri = V v + V bo + V r + V o (5.) V rw = volume curah hujan pada segmen, [L 3 ]. V -

3 V bi = volume aliran bawah permukaan yang masuk ke segmen, [L 3 ]. V bo = volume aliran bawah permukaan yang keluar dari segmen, [L 3 ]. V v = volume curah hujan yang tertahan dalam segmen, [L 3 ]. V oi = volume aliran limpasan yang datang, [L 3 ]. V o = volume aliran limpasan yang dihasilkan segmen, [L 3 ]. V ri = volume aliran balik yang datang, [L 3 ]. V r = volume aliran balik yang keluar dari segmen, [L 3 ] Volume Curah Hujan Pada Segmen, V rw. Apabila daerah tangkapan tidak jenuh sebelum hujan terjadi, pada permulaan hujan, sebagian air hujan akan mengisi pori-pori tanah pada daerah tangkapan dan sisa air hujan tertinggal pada dedaunan dan pepohonan. Jadi banyaknya air hujan yang mencapai permukaan tanah akan dikurangi dengan koefisien Cd. V rw = i(t) A t C d (5.3) A = luas permukaan segmen, [L ]. i = intensitas curah hujan, [L]/[T]. t = beda waktu untuk perhitungan, [T]. C d = koefisien kehilangan hujan Volume Aliran Bawah Permukaan, V b. Berdasar hukum Darcy, dan asumsikan bahwa gradien hidrolik dari muka air sementara pada lapisan permeabel adalah sama dengan kemiringan permukaan, maka aliran bawah permukaan: V b = q b t = k a s t (5.4) q b = debit aliran bawah permukaan, [L 3 ]/[T]. k = konduktivitas hidrolik lapisan tanah, [L]/[T]. a = luas potongan melintang dari segmen, [L ]. V - 3

4 s = kemiringna permukaan, [L]/[T]. Luas potongan melintang segmen, a: a = b d w (5.5) d w = kedalaman lapisan jenuh, [L]. b = lebar segmen, [L]. Lebar dari segmen, b: b = v f t (5.6) v f = kecepatan air dalam aliran, [L]/[T]. Subtitusikan (5.5) dan (5.6) ke dalam (5.4), V b = k s( v f d w ) t. (5.7) Volume Aliran Limpasan, V o. Volume aliran limpasan, V o : V o = q o t. (5.8) q o = overland flow, [L 3 ]/[T] Kapasitas Pori-pori Segmen, V v. Volume curah hujan yang tertahan dalam segmen tergantung pada kedalaman lapisan tanah kering. V - 4

5 V v = A d d p (5.9) p = porositas tanah dalam segmen. d d = kedalaman lapisan tanh kering, [L]. A = luas permukaan semen, [L ]. Luas permukaan segmen, A: A = b l (5.0) Panjang segmen, l: l = v l t. (5.) Kemudian dengan mensubtitusikan persamaan (5.6) dan (5.) ke dalam (5.0), luas segmen menjadi: A = v f v l t (5.) v l = kecepatan limpasan permukaan, [L]/[T]. Dengan mengatur sedemikian rupa, persamaan (5.) menjadi: V v = V rw + V bi + V oi + V ri - V bo - V r - V o (5.3) Dalam perhitungan, tinggi curah hujan yang dibutuhkan untuk memenuhi pori-pori tanah dalam segmen akan tercapai ketika segmen dalam kondisi tidak jenuh, sehingga: V o = 0, V - 5

6 V r = 0, V bo = 0, V ri = 0. Karena itu persamaan (5.3) di atas menjadi: V v = V rw + { V ri - V bo }. (5.4) Persamaan (5.3) dan (5.4) disubtitusikan ke dalam persamaan (5.4) V v = {i(t) A t C d } + {(k j - k j-i ) a s t } (5.5) Volume Aliran Balik, V r. Aliran balik didefinisikan sebagai naiknya atau munculnya aliran dari bawah permukaan lahan. Mekanisme dari timbulnya aliran balik adalah londuktivitas hidrolik tanah pada segmen di hilir lebih rendah daripada segmen atasnya, dan segmen hilir tersebut jenuh. Maka: V r = a s t {k j - k j-i }. (5.6) Dimana V r = volume aliran balik ditambah atau dikurangi aliran limpasan karena adanya perbedaan konduktivitas tiap segmen. Jika, a. k j- < k j, bagian dari aliran bawah permukaan dari segmen hulu akan merembes, dan menjadi aliran limpasan di segmen hilir, V r > 0. b. k j- > k j, bagian dari aliran limpasan pada segmen hulu menginfiltrasi ke segmen hilir, dan menjadi aliran bawah permukaan, V r < 0. c. k j = k j-i, tidak akan ada transformasi dari aliran bawah permukaan ke aliran limpasan begitu juga sebaliknya, V r = Implementasi Model pada Daerah Tangkapan Air 5... Karakteristik Daerah Tangkapan Air V - 6

7 Daerah tangkapan air tersusun dari beberapa segmen. Untuk membuat ukuran yang akurat untuk tiap segmen maka batasan area tangkapan, kemiringan permukaan, tipe lapisan permukaan, dan kecepatan aliran sungai harus diteliti dengan tepat. Implementasi dari model matematika untuk seluruh area tangkapan akan dijelaskan selanjutnya Aliran Bawah Permukaan Konduktivitas hidraulik, k, diteliti dari lapangan atau pengukuran laboratorium, dan tidak seragam nilainya baik secara vertikal maupun horizontal untuk seluruh area tangkapan. Pada lapisan yang lebih dalam, konduktivitas hidraulik biasanya lebih kecil dari lapisan di atasnya. Konduktivitas hidraulik biasanya diukur setiap 0 cm sampai pada suatu kedalaman dimana konduktivitas hidrauliknya sangat kecil, yang menunjukkan bahwa lapisan impermeabel telah tercapai. Untuk mengatur variasi konduktivitas hidraulik dengan kedalaman, hubungan nilai konduktivitas hidraulik dengan kedalaman bisa dikembangkan dengan membandingkan konduktivitas hidraulik lapisan paling atas dengan lapisan-lapisan di bawahnya. Proporsi nilai-nilai yang dihasilkan dari perhitungan menggambarkan proporsi nilai rata-rata bagi seluruh area (suatu area tangkapan hanya memiliki satu set proporsi nilai). Misalnya pada suatu area tangkapan, konduktivitas hidraulik diukur setiap 0 cm. Kedalaman total lapisan yang mengakomodasi aliran bawah permukaan adalah 30 cm (di bawah 30 cm, k sangat kecil). Konduktivitas hidraulik 0 cm pertama adalah p - k, p =, Konduktivitas hidraulik 0 cm kedua adalah p - k, dan Konduktivitas hidraulik 0 cm ketiga adalah p 3 - k Catatan : k adalah konduktivitas hidraulik dari lapisan paling atas p i adalah rasio konduktivitas hidraulik dari lapisan i terhadap lapisan paling atas. Berdasar hukum Darcy, dengan coba-coba, kedalaman segmen basah bisa dihitung. Karena konduktivitas hidraulik tidak uniform dengan beda kedalaman tiap lapisan, aliran bawah permukaan harus dihitung untuk tiap lapisan. Persamaan (5.7) menjadi: V bi k pi s dwi vfk t (5.7) V - 7

8 Perhitungan aliran bawah permukaan akan dimulai dari lapisan paling bawah, kemudian perhitungan selanjutnya dilakukan untuk? d w ke atas. Aliran bawah permukaan pada sungai adalah total aliran yang dihasilkan dari semua lapisan dari tiap segmen yang menghadap sungai. Aliran bawah permukaan dari suatu segmen adalah: V bk V bk k s v fk t pi d wi (5.8) Di mana : V bk = volume aliran bawah permukaan dari baris k [L 3 ] Volume aliran bawah permukaan dari setiap baris diperlihatkan pada persamaan (5.8) memberi kontribusi pada aliran sungai sebagai Vs. Karena lebar dari baris adalah? t. v fk, kontribusi dari aliran bawah permukaan dari satu baris tertunda selama waktu? t setelah bawah permukaan dari baris di hilir. Untuk mengkalkulasi area yang jenuh dalam suatu periode tanpa curah hujan atau untuk memutuskan batasan dari zona jenuh dari suatu aliran sungai sebelum terjadi badai, perlu dipertimbangkan beberapa langkah :. Kalkulasi total aliran bawah permukaan. Distribusikan total aliran balik ke segmen Jika? V stream >? V b, maka? V stream =? V r +? V b 5. Model itrat 5.. Persamaan untuk itrogen dan Algae Model kualitas air ini disusun dengan nitrat nitrogen sebagai nutrien pembatas. Pada fenomena siklus nitrogen, gradien konsentrasi lokal (dc/dt) untuk masing-masing senyawa nitrogen diwakili oleh persamaan-persamaan di bawah ini (Brown & Barnwell dalam Chapra, 997). Untuk senyawa nitrogen organik, berlaku persamaan : t 4 A (5.9) Akumulasi Respirasi Hidrolisis Penyerapan V - 8

9 Di mana : 4 = konsentrasi nitrogen organik, mg/l 3 = konstanta hidrolis nitrogen organik menjadi ammonia, hari - = fraksi nitrogen dalam biomassa algae. mg /mg A = tingkat respirasi algae, hari - A = konsentrasi biomassa algae, mg A/l 4 = koefisien pengendapan nitrogen organik, hari - Untuk nitrogen ammonia ( H 3 ), berlaku persamaan : t 3 4 H 3 F A (5.0) Akumulasi Hidrolisis itrifikasi Sedimen Pertumbuhan F P ( P ( P) 3) (5.) Di mana : 3 = konsentrasi ammonia, mg/l = konsentrasi nitrat, mg/l = konstanta oksidasi biologi ammonia, hari - 3 = koefisien pengaruh bentos terhadap ammonia, mg / ft - hari d F = kedalaman aliran rata-rata, ft = fraksi algae dalam kumpulan ammonia = tingkat pertumbuhan algae, hari - P = fakta preferensi untuk ammonia (0,0) Untuk nitrogen nitrit ( O ), berlaku persamaan : t (5.) Akumulasi itrifikasi itrifikasi Di mana : = konsentrasi nitrit, mg/l = konstanta oksidasi biologi nitrit, hari - V - 9

10 Untuk nitrogen nitrat ( O 3 ), berlaku persamaan : t 3 Akumulasi itrifikasi ( F) A (5.3) Pertumbuhan Dari keempat persamaan untuk senyawa nitrogen di atas, terlihat bahwa untuk mengetahui konsentrasi senyawa-senyawa nitrogen harus juga diketahui konsentrasi algae dalam lapisan tanah tersebut, dengan melakukan suatu simulasi algae. Pada simulasi algae ini, gradien konsentrasi lokal (dc/dt) untuk algae diwakili oleh persamaan di bawah ini (Brown dan Barnwell, 987 dalam Chapra, 997). A t A A H A (5.4) Di mana : t = waktu, hari = konsentrasi pengendapan algae, ft/hari Sedangkan harga ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (De Groot, 983) : maks ( FL)( F)( FP) (5.5) Di mana : maks = konstanta pertumbuhan algae maksimum (hari - ) F L F F L = faktor pembatas pertumbuhan algae oleh cahaya = faktor pembatas pertumbuhan algae oleh nitrogen = faktor pembatas pertumbuhan algae oleh fosfor V - 0

11 Sedangkan untuk menentukan harga F L digunakan persamaan berikut (Smith, 936) : I al, i I tot I K al, i L e I K d al, i L I K al, i I K L al, i L e d / (5.6) Untuk menghitung nilai-nilai I ag,i dan digunakan persamaan berikut : I al, i I tot cos i (5.7) Dengan i = 0 0A 0A / 3 (5.8) Di mana : K L = intensitas cahaya pada saat = 70% dari maks, Btu/ft jam = jumlah jam terang dalam hari, jam d = kedalaman sungai, ft I ag,i = intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk mengaktifkan proses fotosintesis, Btu/ft jam = koefisien pemadaman cahaya total 0 = koefisien pemadaman cahaya yang tidak berhubungan dengan algae, ft - = koefisien pemadaman cahaya secara linier yang tidak diakibatkan oleh algae, ft - ( g Chla/L) - = koefisien pemadaman cahaya secara non linier yang diakibatkan oleh algae, ft - ( g Chla/L) - = 0,065 ft - ( g Chla/L) - (Bowie dll, 985) = 0,054 ft - ( g Chla/L) - 0 = perbandingan klorofil A dengan algae, g Chla/mg A V -

12 = 50 g Chla/mg A (Brown & Barnwell, 987) A = konsentrasi biomassa algae, mg/l Sedangkan untuk menentukan harga F dan F P digunakan persamaan : F e e K (5.9) e 3 (5.30) F p P P K p (5.3) Di mana : K P K P = konstanta ½ jenuh untuk nitrogen, mg/l = konsentrasi fosfor terlarut, mg/l = konstanta ½ jenuh untuk fosfor, mg/l Dari persamaan-persamaan untuk senyawa-senyawa nitrogen dan algae di atas dapat dilihat bahwa untuk simulasi siklus nitrogen dibutuhkan nilai-nilai konstanta kimia dan biologi tertentu. Dari literatur didapatkan bahwa nilai konstanta-konstanta tersebut bervariasi tiap segmen, namun nilainya berbeda dalam interval sebagaimana dapat dilihat pada Tabel V-. Tabel V-. ilai konstanta kimia dan biologi untuk simulasi siklus nitrogen. Variabel Simbol Interval Satuan Konstanta oksidasi biologi ammonia 0, -,0 hari - Konstanta oksidasi biologi nitrit 0,,0 hari - Konstanta hidrolisis nitrogen organik menjadi ammonia 3 0,0 0,4 hari - Fraksi nitrogen dalam biomassa algae 0,07 0,09 mg / mg A Konstanta pengaruh bentos terhadap ammonia 3 Bervariasi mg /ft - hari Konstanta pengendapan nitrogen organik 4 0,00,0 hari - V -

13 Variabel Simbol Interval Satuan Konstanta respirasi algae 0,05 0,5 hari - Konstanta pertumbuhan algae maksimum maks,0 3,0 hari - Konstanta ½ jenuh untuk nitrogen K 0,0 0,3 mg/l Konstanta ½ jenuh untuk fosfor K P 0,00 0,05 mg/l Perbandingan klorofil A dengan algae g Chla/ mg A Konstanta pengendapan algae 0,5 0,6 ft/hari Simulasi algae yang dilakukan ialah berupa simulasi Chlorofil A, yang kemudian dikalikan dengan faktor konversi 0. Konsentrasi klorofil ini ditentukan dengan menggunakan persamaan Rast & Lee (Thomann dan Mueller, 987). log0 Chla 0,76 log0 P 0,59 (5.3) Di mana : Chla = jumlah klorofil, g chl P = jumlah fosfor, mg P/l 5..3 Konstanta Reaksi itrogen, Fosfat, dan Algae Senyawa-senyawa nitrogen dan fosfat digolongkan secara khusus karena bersifat sebagai nutrien bagi tumbuh-tumbuhan. Konstanta reaksi senyawa-senyawa ini nilainya bervariasi, namun pada studi tugas akhir ini nilai konstanta tersebut diasumsikan seragam pada setiap segmen. Pada penerapan model kualitas air, konstanta-konstanta reaksi tersebut akan diubah-ubah nilainya dengan batasan interval pada Tabel V-, sehingga model dapat memberikan hasil simulasi yang paling mendekati kondisi nyata di lapangan, dengan penekanan kalibrasi pada konstanta,, 4, dan 4 yang merupakan koefisien-koefisien yang paling berpengaruh dalam simulasi siklus nitrogen. ilai-nilai koefisien reaksi untuk nitrogen dan fosfat yang digunakan pada penelitian ini didapatkan secara trial and error, sebagai berikut : Konstanta oksidasi biologi ammonia ( ) = 0,5 hari - Konstanta oksidasi biologi nitrit ( ) = 0,35 hari - Konstanta hidrolisis nitrogen organik menjadi H 3 ( 3 ) = 0, hari - Fraksi nitrogen dalam biomassa algae ( ) = 0,08 mg-/ mg-a V - 3

14 Konstanta pengaruh bentos terhadap ammonia ( 3 ) = 0 mg-/ ft - hari Konstanta pengendapan nitrogen organik ( 4 ) = 0,00 hari - Konstanta respirasi algae ( ) = 0, hari - Konstanta pertumbuhan algae maksimum ( maks ) =,5 hari - Konstanta ½ jenuh untuk nitrogen (K ) = 0,5 mg/l Konstanta ½ jenuh untuk fosfor (K P ) = 0,0 mg/l ilai koefisien reaksi untuk algae tidak bervariasi untuk tiap segmen. Pada penelitian ini ditetapkan : Perbandingan klorofil-a terhadap biomassa algae ( 0 ) = 0 g Chla/mg A Koefisien pengendapan algae = 0,5 /hari Interaksi antara algae, nitrogen, fosfor, dan cahaya diwakili oleh nilai-nilai berikut: Fraksi nitrogen dalam biomassa algae ( ) = 0,085 mg / mg A Koefisien respirasi algae ( ) = 0,0/hari Koefisien pertumbuhan algae maksimum ( maks ) =,8/hari Koefisien nitrogen ½ jenuh (K ) = 0, mg/l Koefisien fosfor ½ jenuh (K P ) = 0,035 mg/l Jumlah jam terang dalam hari () = jam Intensitas total sinar matahari dalam hari (I ag,i ) = 400 Btu/ft jam Faktor preferensi algae untuk H 3 (P ) = 5..3 Persamaan itrat pada Waduk Untuk menghitung konsentrasi nitrat pada waduk Cisanti digunakan persamaan model kotak tunggal. Model kotak tunggal merupakan model sederhana berorde satu untuk memprediksikan konsentrasi konstituen dalam waduk yang diasumsikan tercampur sempurna. Dalam penerapan model kotak tunggal untuk Waduk Cisanti, digunakan asumsi-asumsi, diantaranya: Waduk Cisanti adalah completely mixing Debit masuk sama dengan debit keluar sehingga volume air waduk konstan Aliran dalam waduk adalah steady state Harga K konstan V - 4

15 Model kotak tunggal dinyatakan dalam persamaan kesetimbangan massa sebagai: dvc dt Q in C in Q out C KVC (5.33) K adalah koefisien penguraian orde satu. Pada persamaan di atas ditetapkan parameter konstan yaitu debit Q dan koefisien K. Apabila volume waduk juga dianggap konstan (dv/dt=0) maka: dvc dt dc V dt dv C dt dc V dt (5.34) sehingga persamaan (5.33) menjadi: dc dt ( Q C V in in) ) ( QoutC V KC (5.35) Pada volume konstan maka Qin = Qout = Q, bila: Q V kw (5.36) maka: dc dt kwc in kwc KC (5.37) Pada kondisi steady state dimana dc/dt = 0, maka persamaan (5.37) menjadi: C kwcin kw K (5.38) V - 5

16 C = konsentrasi konstituen dalam waduk (mg/l), Cin = konsentrasi konstituen di titik inlet (mg/l), Kw = perbandingan debit dengan volume (s - ), K = koefisien penguraian orde satu (s - ). V - 6

BAB IV Persamaan Matematika IV.1 Model Perkiraan Limpasan Permukaan

BAB IV Persamaan Matematika IV.1 Model Perkiraan Limpasan Permukaan 68 BAB IV Persamaan Matematika IV.1 Mode Perkiraan Limpasan Permukaan Sudjono (1995) menguraikan konsep runoff yang teah diubah secara idea pada segmen keci, berdasar pada prinsip keseimbangan air. Mode

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Pengumpulan Data Data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian. Oleh karena itu kelengkapan data akan membantu pengerjaan penelitian. Data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

PREDIKSI KANDUNGAN NITRAT PADA WADUK CISANTI DENGAN MENYERTAKAN LIMPASAN PERMUKAAN SEBAGAI SUMBER

PREDIKSI KANDUNGAN NITRAT PADA WADUK CISANTI DENGAN MENYERTAKAN LIMPASAN PERMUKAAN SEBAGAI SUMBER No: 12234/0708/P/2008 PREDIKSI KANDUNGAN NITRAT PADA WADUK CISANTI DENGAN MENYERTAKAN LIMPASAN PERMUKAAN SEBAGAI SUMBER Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Studi di Program Studi Teknik Lingkungan Institut

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB III Metodologi Penelitian

BAB III Metodologi Penelitian 53 III.1 Lokasi penelitian BAB III Metodologi Penelitian Secara Administratif lokasi penelitian dilaksanakan di kampung Cirawa, Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91 77 BAB V Hasil dan Pembahasan Pada bab ini diuraikan hasil hasil penelitian berupa hasil pengamatan, perhitungan formula limpasan air permukaan, perhitungan formula prediksi erosi dan perhitungan program

Lebih terperinci

Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan Kualitas Air Pengelolaan Kualitas Air Model Kualitas Air Idris M. Kamil Dept. Teknik Lingkungan ITB April 22, 2014 Model Sederhana Kualitas Air. Untuk membantu para ahli pengelolaan kualitas air dalam melalukan tugasnya

Lebih terperinci

Modul 3 ANALISA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN SALURAN DRAINASE

Modul 3 ANALISA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN SALURAN DRAINASE Modul 3 ANALISA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN SALURAN DRAINASE Perhitungan Debit Saluran Perhitungan Debit Saluran Rumus Rasional : Q = 0,278 C.I.A m³/detik a. Koefisien Pengaliran C Di pengaruhi banyak

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Waduk Waduk menurut pengertian umum merupakan tempat untuk menampung air, baik itu berasal dari air hujan maupun dari aliran permukaan, yang kemudian digunakan untuk berbagai

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Gleisol Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah gleisol di Kebon Duren,

Lebih terperinci

VIII MODEL KONSEPTUAL HUBUNGAN ANTARA PROSES LIMPASAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR DAN PENCUCIAN UNSUR HARA

VIII MODEL KONSEPTUAL HUBUNGAN ANTARA PROSES LIMPASAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR DAN PENCUCIAN UNSUR HARA 93 VIII MODEL KONSEPTUAL HUBUNGAN ANTARA PROSES LIMPASAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR DAN PENCUCIAN UNSUR HARA 8.1 Pendahuluan Model konseptual merupakan sintesis dari suatu kumpulan konsep dan pernyataan yang

Lebih terperinci

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 55 V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 5.1 Pendahuluan Di beberapa negara, penelitian tentang proses limpasan dalam suatu daerah tangkapan atau DAS berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Banjir adalah salah satu bencana alam yang sering terjadi. Kerugian jiwa dan material yang diakibatkan oleh bencana banjir menyebabkan suatu daerah terhambat pertumbuhannya

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS DEBIT BANJIR RENCANA DAN DIMENSI SALURAN DRAINASE

BAB VI ANALISIS DEBIT BANJIR RENCANA DAN DIMENSI SALURAN DRAINASE BAB VI ANALISIS DEBIT BANJIR RENCANA DAN DIMENSI SALURAN DRAINASE 6. Tinjauan Umum Analisis debit banjir rencana saluran drainase adalah bertujuan untuk mengetahui debit banjir rencana saluran sekunder

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian 2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada II. DAUR HIDROLOGI A. Siklus Air di Bumi Air merupakan sumberdaya alam yang sangat melimpah yang tersebar di berbagai belahan bumi. Di bumi terdapat kurang lebih 1,3-1,4 milyard km 3 air yang terdistribusi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN Oleh Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan

Lebih terperinci

PERTEMUAN 10 LIMPASAN

PERTEMUAN 10 LIMPASAN PERTEMUAN 10 LIMPASAN 1. Definisi dan Penyebab Urban runoff adalah limpasan permukaan air hujan dibuat oleh urbanisasi. Urban limpasan ini didefinisikan sebagai aliran sungai atau jumlah limpasan permukaan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN SARI... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR GRAFIK... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PENYEBARAN LINDI DARI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR PASIRIMPUN PADA LAPISAN TANAH TIDAK TERTEKAN. Disusun oleh :

PENYEBARAN LINDI DARI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR PASIRIMPUN PADA LAPISAN TANAH TIDAK TERTEKAN. Disusun oleh : No. Urut : 822 0200P LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN (TL 410) PENYEBARAN LINDI DARI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR PASIRIMPUN PADA LAPISAN TANAH TIDAK TERTEKAN Disusun oleh : WAHYU H HIRSAM 153 95 063 JURUSAN

Lebih terperinci

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI BIOFISIK DAS LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI SUNGAI Air yang mengalir di sungai berasal dari : ALIRAN PERMUKAAN ( (surface runoff) ) ALIRAN BAWAH PERMUKAAN ( (interflow = subsurface flow) ALIRAN AIR TANAH

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL DEBIT ALIRAN AIR TANAH PADA KONDISI AKUIFER BEBAS DAN AKUIFER TERTEKAN

JURNAL TUGAS AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL DEBIT ALIRAN AIR TANAH PADA KONDISI AKUIFER BEBAS DAN AKUIFER TERTEKAN JURNAL TUGAS AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL DEBIT ALIRAN AIR TANAH PADA KONDISI AKUIFER BEBAS DAN AKUIFER TERTEKAN Oleh : SYAHIDAH INAYAH D 111 08 857 JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Lebih terperinci

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA BAB VI ANALISIS HIDROLIKA 6. Tinjauan Umum Analisa hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang dalam menampung debit rencana. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab III, bahwa salah satu penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran material tersebut yang bergerak ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran material tersebut yang bergerak ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran material tersebut yang bergerak ke bawah atau keluar lereng.

Lebih terperinci

PEMODELAN PEREMBESAN AIR DALAM TANAH

PEMODELAN PEREMBESAN AIR DALAM TANAH PEMODELAN PEREMBESAN AIR DALAM TANAH Muhammad Hamzah, S. 1,3, Djoko, S. 1, Wahyudi, W.P. 1, Budi, S. 2 1. Department Geophysics Engineering ITB 2. Department Mining Engineering ITB 3. Physics Department,

Lebih terperinci

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah Bab 4. AIR TANAH Foto : Kurniatun Hairiah Apa yang dipelajari? Kapilaritas dan Air Tanah Konsep Enerji Air Tanah Kadar Air dan Potensial Air Mengukur Kadar dan Potensial Air Macam-macam aliran air di dalam

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aliran sungai mempunyai masalah dengan adanya air tanah. Air tanah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aliran sungai mempunyai masalah dengan adanya air tanah. Air tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tambang terbuka khususnya tambang batubara yang berada di dekat dengan aliran sungai mempunyai masalah dengan adanya air tanah. Air tanah merupakan salah satu

Lebih terperinci

Kuliah : Rekayasa Hidrologi II TA : Genap 2015/2016 Dosen : 1. Novrianti.,MT. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi II 1

Kuliah : Rekayasa Hidrologi II TA : Genap 2015/2016 Dosen : 1. Novrianti.,MT. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi II 1 Kuliah : Rekayasa Hidrologi II TA : Genap 2015/2016 Dosen : 1. Novrianti.,MT 1 Materi : 1.Limpasan: Limpasan Metoda Rasional 2. Unit Hidrograf & Hidrograf Satuan Metoda SCS Statistik Hidrologi Metode Gumbel

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bumi terdiri dari air, 97,5% adalah air laut, 1,75% adalah berbentuk es, 0,73% berada didaratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap

Lebih terperinci

Bab V Analisa dan Diskusi

Bab V Analisa dan Diskusi Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Umum

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Umum BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Umum Pada bab ini akan diuraikan hasil perhitungan kapasitas infiltrasi dari tiga lokasi pengujian lapangan yang telah ditentukan berdasarkan wilayah kawasan rawan

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR Johannes Patanduk, Achmad Bakri Muhiddin, Ezra Hartarto Pongtuluran Abstrak Hampir seluruh negara di dunia mengalami

Lebih terperinci

Lampiran 1 Parameterisasi untuk siklus nutrien umum yang disimulasikan dalam simulasi CAEDYM di Teluk Lampung

Lampiran 1 Parameterisasi untuk siklus nutrien umum yang disimulasikan dalam simulasi CAEDYM di Teluk Lampung 121 Lampiran 1 Parameterisasi untuk siklus nutrien umum yang disimulasikan dalam simulasi CAEDYM di Teluk Lampung Parameter Deskripsi Satuan Nilai yang digunakan Koefisien ekstingsi cahaya pada air alami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break Bab IV Hasil dan Analisis IV. Simulasi Banjir Akibat Dam Break IV.. Skenario Model yang dikembangkan dikalibrasikan dengan model yang ada pada jurnal Computation of The Isolated Building Test Case and

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 20 TAHUN 2016 T E N T A N G PEDOMAN PENETAPAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR PADA AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Persamaan Chezy. Pada aliran turbulen gaya gesek sebanding dengan kuadrat kecepatan. Persamaan Chezy, dengan C dikenal sebagai C Chezy

Persamaan Chezy. Pada aliran turbulen gaya gesek sebanding dengan kuadrat kecepatan. Persamaan Chezy, dengan C dikenal sebagai C Chezy Saluran Terbuka Persamaan Manning Persamaan yang paling umum digunakan untuk menganalisis aliran air dalam saluran terbuka. Persamaan empiris untuk mensimulasikan aliran air dalam saluran dimana air terbuka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber air permukaan relatif lebih rentan terhadap pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan manusia dibandingkan air tanah. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Seperti yang telah dijelaskan pada bab I dan II bahwa penelitian studi kapasitas infiltrasi menggunakan metode Horton hal ini disebabkan karena data

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal penambangan pasir tepatnya di Kampung Awilarangan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memperkirakan debit aliran sungai pada periode banjir sering dilakukan pada pekerjaan perancangan bangunan air seperti perancangan tanggul banjir, jembatan, bendung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian

Lampiran 1. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian Lampiran 1. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian Lampiran 2. Peta Tutupan Lahan Lokasi Penelitian Lampiran 3. Tutupan Lahan Bagian Hilir Lampiran 4. Trial-Error Parameter Model Tangki Parameter model tangki

Lebih terperinci

Simulasi Model Transpor Fosfor pada Aliran Sungai Menggunakan Persamaan Diferensial Orde Satu

Simulasi Model Transpor Fosfor pada Aliran Sungai Menggunakan Persamaan Diferensial Orde Satu Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 6(1) Januari 7: 1 16 ISSN 141-7814 Simulasi Model Transpor Fosfor pada Aliran Sungai Menggunakan Persamaan Diferensial Orde Satu Fatimah

Lebih terperinci

INFILTRASI. Infiltrasi adalah.

INFILTRASI. Infiltrasi adalah. INFILTRASI REKAYASA HIDROLOGI Universitas Indo Global Mandiri Infiltrasi adalah. Infiltrasi adalah proses air masuk (penetrating) ke dalam tanah. Laju infiltrasi dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 2 1.2 Maksud Dan Tujuan... 2 1.2.1 Maksud...

Lebih terperinci

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING) VII-1 BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING) 7.1. Penelusuran Banjir Melalui Saluran Pengelak Penelusuran banjir melalui pengelak bertujuan untuk mendapatkan elevasi bendung pengelak (cofferdam). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status trofik merupakan indikator tingkat kesuburan suatu perairan yang dapat ditentukan oleh faktor-faktor yang meliputi nutrien perairan, produktivitas fitoplankton

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM : PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergerakan air di dalam tanah merupakan salah satu aspek penting yang diperhitungkan dalam pengelolaan lahan diantaranya pada bidang pertanian, konstruksi bangunan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peil Banjir Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase

Lebih terperinci

PENGARUH AERASI DAN PENCAHAYAAN ALAMI TERHADAP KEMAMPUAN HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) DALAM PENURUNAN NITROGEN DAN FOSFAT PADA LIMBAH PERKOTAAN

PENGARUH AERASI DAN PENCAHAYAAN ALAMI TERHADAP KEMAMPUAN HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) DALAM PENURUNAN NITROGEN DAN FOSFAT PADA LIMBAH PERKOTAAN SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH AERASI DAN PENCAHAYAAN ALAMI TERHADAP KEMAMPUAN HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) DALAM PENURUNAN NITROGEN DAN FOSFAT PADA LIMBAH PERKOTAAN Oleh: AULIA ULFAH FARAHDIBA 3307 100

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU.

STUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU. STUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU. OLEH : Angga Christian Hananta 3306.100.047 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Ir. Joni Hermana,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung pada bulan Juli - September 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 37 BAB V ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 5.1 METODE RASIONAL 5.1.1 Analisa Curah Hujan Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang

Lebih terperinci

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Analisis Kajian

Bab III Metodologi Analisis Kajian Bab III Metodologi Analisis Kajian III.. Analisis Penelusuran Banjir (Flood Routing) III.. Umum Dalam kehidupan, banjir adalah merupakan musibah yang cukup sering menelan kerugian materi dan jiwa. Untuk

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

METODE SAMPLING & PENGAWETAN SAMPEL

METODE SAMPLING & PENGAWETAN SAMPEL METODE SAMPLING & PENGAWETAN SAMPEL PENDAHULUAN Memegang peranan sangat penting akan mempengaruhi data hasil analisis. Apabila terdapat kesalahan dalam pengambilan contoh, maka contoh yang diambil tidak

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI Pada bab ini dibahas tentang beberapa metode metode analisis uji sumur injeksi, diantaranya adalah Hazebroek-Rainbow-Matthews 2 yang menggunakan prosedur

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Wardhana (2007), pencemaran air dapat disebabkan oleh pembuangan limbah sisa hasil produksi suatu industri yang dibuang langsung ke sungai bukan pada tempat penampungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang 16 PENDAHULUAN Latar Belakang Rawa sebagai salah satu habitat air tawar yang memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya sebagai pemancingan, peternakan, dan pertanian. Melihat fungsi dan peranan rawa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai metode penelitian yang digunakan untuk memodelkan potensi hydraulic fracture pada saat pengisian pertama bendungan rockfill. Berikut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi 102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 di lahan percobaan Fakulas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Bahan dan Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci

ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB.

ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB. ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB. PERENCANAAN DRAINASE KAWASAN STADION SURAJAYA KABUPATEN LAMONGAN OLEH: MAHASISWA : BRANI BIJAKSONO NRP: 3111 105 028 DOSEN PEMBIMBING : UMBORO LASMINTO, ST.MSc.Dr.Techn NIP: 19721202

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KESETIMBANGAN ENERGI Konsep dan Satuan Perhitungan Perubahan Entalpi Penerapan Kesetimbangan Energi Umum

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Penelitian ini meninjau kestabilan sebuah lereng yang terdapat Desa Tambakmerang, Kecamatan Girimarto, DAS Keduang, Wonogiri akibat adanya beban hujan 3 harian.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Rumusan Masalah

BAB III METODOLOGI Rumusan Masalah BAB III METODOLOGI 3.1. Rumusan Masalah Rumusan Masalah merupakan peninjauan pada pokok permasalahan untuk menemukan sejauh mana pembahasan permasalahan tersebut dilakukan. Berdasarkan hasil analisa terhadap

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literature Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal yang mendukung untuk kebutuhan penelitian. Jurnal yang diambil berkaitan dengan pengaruh adanya gerusan lokal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci