BAB II KAJIAN PUSTAKA. keberadaan hotel semakin banyak sehingga menimbulkan persaingan yang cukup

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. keberadaan hotel semakin banyak sehingga menimbulkan persaingan yang cukup"

Transkripsi

1 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Hotel merupakan salah satu industri jasa bidang kepariwisataan, keberadaan hotel semakin banyak sehingga menimbulkan persaingan yang cukup kompetitif. Setiap hotel dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang optimal sehingga kepuasan pelanggan dapat tercapai. Pelayanan yang kurang memuaskan dapat menyebabkan pelanggan beralih ke hotel lain yang memiliki pelayanan yang lebih baik. Tingginya tingkat persaingan dalam industri perhotelan menyebabkan pelanggan memiliki banyak alternatif untuk menentukan pilihannya. Kualitas pelayanan yang memuaskan adalah jawaban untuk dapat mempertahankan loyalitas pelanggan terhadap hotel. Upaya memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan dapat menjadi sumber kelelahan dan stres bagi karyawan hotel. Liladrie (2010) melaporkan bahwa 48% karyawan hotel lebih berisiko mengalami kelelahan dan cidera dibandingkan dengan karyawan yang bekerja di sektor jasa lainnya. Selain itu, upaya dalam memenuhi standar pelayanan yang baik dalam memberikan pelayanan dapat menjadi sumber stres bagi karyawan. Kim (2008) melaporkan bahwa stres karyawan pada industri perhotelan cenderung mengakibatkan motivasi kerja karyawan menurun karena karyawan menjadi mudah lelah dan

2 14 bersikap sinis terhadap perusahaan sehingga berdampak pada kualitas pelayanan yang buruk terhadap pelanggan. Salah satu departemen di hotel yang berisiko tinggi mengalami kelelahan, cidera otot (musculoskeletal disorder), dan stres kerja adalah pramugraha hotel yang bertugas membersihkan dan menyiapkan kamar tamu. Liladrie (2010) menyebutkan 91% dari pramugraha dilaporkan mengalami kelelahan saat bekerja. Sedangkan DaRos (2011) menyebutkan bahwa stres merupakan penyebab utama cidera fisik dan tekanan mental pada pramugraha hotel. Kelelahan dan stres kerja yang terjadi secara terus menerus akan berdampak pada penurunan motivasi dan kinerja karyawan. Menurunnya kinerja sama artinya dengan menurunnya produktivitas kerja. Apabila tingkat produktivitas seorang tenaga kerja terganggu yang disebabkan oleh faktor kelelahan fisik maupun psikis maka akibat yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh perusahaan berupa penurunan produktivitas perusahaan (Silastuti, 2006). Agar kinerja seseorang maksimal, maka harus diusahakan adanya keseimbangan dinamis antara tuntutan tugas dengan keterbatasan dan kemampuan seseorang sehingga tercapai kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien dan produktif yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja dan kesejahteraan baik bagi pekerja maupun perusahaan (Suardana, 2012; Manuaba, 2000; Grandjean, 2000). Dalam penelitian yang dilakukan, penilaian terhadap peningkatan kinerja pramugraha diukur melalui penurunan beban kerja, kelelahan, keluhan

3 15 muskuloskeletal, stres kerja serta peningkatan kepuasan, motivasi dan produktivitas kerja karyawan Beban kerja Beban kerja dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Menurut Manuaba (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja antara lain : 1. Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti; a. Tugas-tugas yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, dan tugas-tugas yang bersifat psikologis, seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan, tanggung jawab pekerjaan. b. Organisasi kerja, seperti lamanya waktu bekerja, waktu istirahat, shift kerja, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang. c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis. 2. Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, dan kondisi kesehatan) dan faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan)

4 16 Untuk menilai beban kerja pramugraha dalam penelitian ini dilakukan dengan melalui dua kriteria, antara lain: (a) kriteria objektif, yang dapat diukur dan dilakukan oleh pihak lain yang meliputi reaksi fisiologis, reaksi psikologis atau perubahan tindak-tanduk, dan (b) kriteria subjektif yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan sebagai pengalaman pribadi, misalnya beban kerja yang dirasakan sebagai kelelahan yang mengganggu, rasa sakit atau pengalaman lain yang dirasakan. Menurut Rodahl (1989) beban kerja fisik yang terpapar pada tenaga kerja dapat diukur secara objektif dengan cara: 1. Pengukuran secara langsung dilakukan dengan mengukur kebutuhan energi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau mengukur konsumsi oksigen oleh tubuh, suhu inti tubuh dan sebagainya. Pengukuran dengan cara langsung merupakan cara yang lebih akurat, tetapi hanya bisa untuk mengukur pada periode tertentu saja (biasanya hanya beberapa menit), sehingga tidak bisa dipakai untuk menggambarkan operasi kerja secara umum atau sepanjang hari. 2. Pengukuran secara tidak langsung dapat dilakukan dengan merekam denyut nadi selama kerja. Pengukuran dengan cara tersebut, ternyata lebih banyak digunakan dalam penelitian karena: (a) perekaman denyut nadi dapat dilaksanakan terus menerus selama bekerja; (b) memungkinkan mendapat respon denyut nadi karena pengaruh pekerjaan secara individu; dan (c) pencatatan waktu dapat lebih mudah sesuai dengan aktivitas kerja pada setiap pekerja.

5 17 Denyut nadi dapat dipakai sebagai tolok ukur kondisi beban kerja, karena denyut nadi merupakan frekuensi irama denyut atau detak jantung. Frekuensi denyut nadi pada umumnya sama dengan frekuensi denyut jantung. Menurut Rodahl (1989) bahwa perubahan rerata denyut nadi berhubungan linier dengan pengambilan oksigen. Oleh sebab itu, penilaian beban kerja secara objektif dapat dilakukan dengan cara mengukur denyut nadi pada saat pekerjaan berlangsung. Karena cara tersebut dapat memberikan indikasi tentang aktivitas dalam sel, jika aktivitas tubuh mengalami peningkatan beban dari biasanya, maka denyut nadi juga meningkat (Grandjean, 2000). Terkait dengan hal tersebut, ada beberapa kategori beban kerja seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kategori Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja No Rentang Denyut Nadi Kategori Beban Kerja Sangat Ringan (istirahat) Ringan Sedang Berat Sangat Berat < Ekstrim (Sumber: Grandjean, 2000) Cara untuk mengetahui denyut nadi dapat dilakukan dengan dipalpasi atau diraba pada permukaan kulit ditempat-tempat tertentu, misalnya: (a) pada pergelangan tangan di bagian depan sebelah atas pangkal ibu jari (arteriradialis); (b) pada leher sebelah kiri atau kanan di depan otot sterno cleido mastoideus (arteri carotlis); (c) pada dada sebelah kiri, tepat di apex jantung; (d) pada pelipis (arteritempieralis). Cara menghitung denyut nadi secara manual dengan teknik palpasi dapat dilakukan dengan cara: (a) denyut nadi dihitung selama 6 detik; hasilnya dikalikan 10; (b) denyut nadi dihitung selama 10 detik; hasilnya

6 18 dikalikan 6; (c) denyut nadi dihitung selama 15 detik; hasilnya dikalikan 4; dan(d) denyut nadi dihitung selama 30 detik; hasilnya dikalikan 2. Cara lain pengukuran denyut nadi dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut pulse monitor atau pulse-meter, yaitu alat elektronik yang dapat digunakan untuk mengukur frekuensi nadi setiap menit (Depdiknas, 2004). Denyut nadi yang perlu diketahui terkait dengan beban kerja adalah sebagaiberikut: 1. Denyut nadi istirahat atau denyut nadi pada waktu tidak bekerja. Disebut sebagai denyut nadi istirahat, karena pengukuran dilakukan pada subjek dalam keadaan istirahat. Pada orang dewasa normal, denyut nadi saat istirahat berkisar antara denyut/menit (Depdiknas, 2004). Cara pengukuran dilakukan tiga kali berturut-turut dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih konstan. Subjek yang akan diukur diusahakan dalam keadaan tenang. Pada saat dilakukan palpasi, posisi subjek boleh duduk, berdiri atau dalam posisi terlentang (Andersen, 1978; Adiputra, 2002). Dalam suatu penelitian yang memakai denyut nadi sebagai salah satu indikator beban kerja, maka denyut nadi istirahat dianggap sebagai kondisi yang menggambarkan kondisi awal subjek (Adiputra, 2002). 2. Nadi kerja (nadi saat kerja fisik) yaitu denyut nadi yang diukur pada saat subjek sedang melaksanakan pekerjaan. Kecepatan denyut nadi yang terjadi saat bekerja adalah sebagai akibat dari kecepatan dari metabolisme dalam tubuh (Grandjean, 2000; Adiputra, 2002). Penghitungan denyut nadi kerja dilaksanakan selama kerja, jika alat untuk mengukur memungkinkan, tetapi jika tidak bisa dilakukan penghitungan setiap lima menit sejak mulai sampai

7 19 akhir kerja, maka penghitungan dapat juga dilakukan setiap 30 menit atau bahkan setiap satu jam kerja tergantung dari jenis pekerjaan. Penghitungan dengan metode sepuluh denyut (ten pulses method) (stopwatch ditekan start saat denyutan satu dan ditekan stop pada denyutan kesebelas) dapat dilakukan pada akhir bekerja dan metode ini lazim dipakai untuk menggambarkan denyut nadi kerja. (Astrand and Rodahl, 1986; Adiputra, 2002). 3. Denyut nadi pemulihan atau recovery heart rate yaitu denyut nadi yang dialami saat pekerja selesai melaksanakan pekerjaannya. Beban kerja yang diterima pekerja saat bekerja dapat pula diketahui dengan mengukur denyut nadi pemulihan. Ketika mulai berhenti bekerja, maka saat itu denyut nadi akan mulai mengalami penurunan denyut nadinya sampai kembali ke kondisi awal (sebelum bekerja) kondisi denyut nadi tersebut disebut nadi pemulihan(grandjean, 2000; Adiputra, 2002). Denyut nadi pemulihan biasanya di ukur satu menit setelah pekerjaan dihentikan, kemudian dilanjutkan lagi pada menit kedua, ketiga, keempat dan kelima. Denyut nadi pemulihan memberikan fakta tentang perubahan metabolisme tubuh dari keadaan aktif ke kondisi istirahat (Adiputra, 2002) Berdasarkan pemakaian O2, konsumsi kalori, dan denyut nadi, tingkat beban kerja dibedakan dalam beberapa kategori sebagaimana disajikan pada tabel 2.2 berikut.

8 20 Tabel 2.2 Kategori Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja No Kategori Denyut Nadi Kerja (denyut per menit) 1 Sangat Ringan = istirahat Ringan Sedang Berat Sangat Berat Ekstrim >175 Sumber : Grandjean (2000) Kelelahan kerja Kelelahan kerja adalah respon total individu terhadap stres psikososial yang dialami dalam satu periode waktu tertentu dan kelelahan kerja itu cenderung menurunkan prestasi maupun motivasi pekerja. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang lengkap tidak hanya menyangkut kelelahan yang bersifat fisik dan psikis saja tetapi lebih banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas kerja (Cameron dalam Setyawati, 2010). Matthew (2010) juga menjabarkan bahwa kelelahan bekerja dapat berakibat pada menurunnya produktivitas, meningkatnya kecelakaan kerja, penyakit jantung, penyakit lambung & pencernaan, stres, hipertensi, keluhan kurangnya waktu tidur, kecelakaan di rumah, melambatnya waktu pemulihan setelah sakit, bunuh diri dikarenakan dari bekerja yang berlebih, penyakit kardiovaskular, kurangnya waktu olahraga. Beberapa cara menanggulangi kelelahan menurut Matthew (2010) adalah dengan mengontrol waktu kerja yang terlalu lama, memberikan penghargaan dari bekerja overtime, memberikan jam kerja bergantian atau shift, rotasi pekerjaan, memberikan waktu istirahat antara menit tiap 2 jam, memberikan karyawan waktu yang cukup untuk istirahat

9 21 serta menyediakan pendingin ruangan, mengurangi suhu udara yang panas ketika bekerja lama, meningkatkan kerjasama tim. Tingkat kelelahan berupa keluhan subjektif yang dialami oleh pekerja setelah melakukan pekerjaan diukur dengan menggunakan kuesioner 30 items of rating scale (skala empat), seperti pada (lampiran 3). Kuesioner ini telah mendapat rekomendasi dari Japan Association Industrial Helth (JAIH) berupa daftar pertanyaan tentang gejala-gejala yang berhubungan dengan kelelahan (Adiputra, 2002). Aplikasi kuesioner ini adalah dengan menanyakan kepada para pekerja yang telah selesai melakukan pekerjaannya. Jawaban yang diberikan bersifat subjektif dan diusahakan sesuai dengan yang dirasakannya. Jenis pertanyaan dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: kelompok I (item 1 10) mengenai pelemahan aktivitas. Kelompok II (item 11 20) mengenai penurunan motivasi, dan Kelompok III (item 21 30) mengenai kelelahan fisik. Berdasarkan desain penilaian kelelahan subjektif dengan menggunakan 4 skala Likert ini akan diperoleh skor individu terendah adalah sebesar 30 dan skor tertinggi adalah 120. Klasifikasi tingkat kelelahan seperti pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif Tingkat kelelahan Total skor individu Klasifikasi kelelahan Tindakan perbaikan Rendah Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan Sedang Mungkin diperlukan adanya tindakan perbaikan Tinggi Diperlukan adanya tindakan perbaikan Sangat tinggi Diperlukan tindakan perbaikan sesegera mungkin Sumber : Tarwaka, 2010

10 22 Studi gerak (motion study) merupakan studi tentang aktivitas gerak yang dilakukan oleh karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan (Setiawan, 2014). Gerak untuk melakukan aktivitas kerja manual dibedakan: (1) gerak efektif terdiri dari gerak yang berdasarkan pengaruh fisik dan objektivitas; (2) gerak yang tidak efektif terdiri dari gerak yang berdasarkan pada pengaruh mental dan menunggu (Meyers dan Steward, 2002). Pengukuran studi gerak dilakukan dengan menggunakan kamera dan alat perekam Keluhan muskuloskeletal (musculoskeletal disorder/msds) Pengertian musculoskeletal disorder (MSDs) Sistem muskuloskeletal adalah sistem otot rangka atau otot yang melekat pada tulang yang terdiri atas otot-otot serta lintang yang sifat gerakannya dapat diatur (volunteer). Keluhan pada sistem muskuloskeletal disebabkan oleh kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Keluhan otot akan terjadi apabila kontraksi otot melebihi 20% yang mengakibatkan peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otak menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat, apabila kondisi tersebut sering terjadi dapat menimbulkan kelelahan otot (Suma mur, 2009; Grandjean, 2000).

11 Faktor risiko musculoskeletal disorder (MSDs) Faktor-faktor risiko yang terdapat pada aktivitas terkait MSDs dapat diklasifikasikan menjadi: faktor risiko yang terkait dengan karakteristik pekerjaan, karakteristik objek, lingkungan kerja, dan faktor individu. a. Karakteristik pekerjaan Karakteristik pekerjaan yang menjadi faktor risiko, antara lain : 1) Postur kerja Postur kerja adalah posisi tubuh pekerja pada saat melakukan aktivitas kerja yang biasanya terkait dengan disain area kerja dan task requirement (Pulat, 1992). Salah satu penyebab gangguan otot rangka adalah postur janggal atau sikap kerja tidak alamiah (awkward posture). Postur janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan. Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteritik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Nurmianto, 2008). Beberapa bagian tubuh yang berisiko mengalami cidera otot adalah pada bagian punggung, bahu, lengan. Postur punggung yang merupakan

12 24 faktor risiko adalah membungkukkan badan sehingga membentuk sudut 20 terhadap vertikal dan berputar dengan beban objek ± 9 kg, durasi 10 detik, dan frekwensi ± 2 kali/menit atau total lebih dari 4 jam/hari (Hermans dan Peteghem, 2006). Postur bahu yang merupakan faktor risiko adalah melakukan pekerjaan dengan tangan di atas kepala atau siku di atas bahu lebih dari 4 jam/hari atau lengan atas membentuk sudut 45 ke arah samping atau ke arah depan terhadap badan selama lebih dari 10 detik dengan frekuensi ± 2 kali/menit dan beban ± 4,5 kg (Humantech, 1995). Postur jongkok adalah posisi lutut flexi maksimal, paha, badan fleksi maksimal dan lumbal juga fleksi maksimal. Bridger (2003) menyatakan jongkok lebih baik karena dapat mencegah lordosis, terhindar dari sakit pinggang, dan membantu pengosongan usus besar. Postur atau sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki (Bridger, 2003). Sedangkan pada sikap kerja mendorong pelurusan siku paling berkekuatan kalau diawali dengan posisi menekuk penuh dan tekukan siku paling kuat pada sudut 90. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan tenaga maksimal saat mendorong beban berat dan menghindari cidera bagian lengan dan bahu (Suyatno, 1985).

13 25 2) Frekuensi Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan rasa lelah bahkan nyeri/sakit pada otot, oleh karena adanya akumulasi produk sisa berupa asam laktat pada jaringan (Humantech, 1995). 3) Durasi Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Semakin besar pajanan durasi pada faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya. b. Karakteristik Individu Karakteristik individu yang menjadi faktor risiko MSDs adalah masa kerja. Masa kerja merupakan faktor risiko dari suatu pekerjaan yang sangat mempengaruhi seorang pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya MSDs, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi (Tarwaka, 2004). c. Karakteristik objek 1) Berat objek Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh seseorang adalah kg. Mengangkat beban yang terlalu berat akan mengakibatkan tekanan pada discus tulang belakang (deformitas discus) (Bridger, 2003). 2) Besar dan bentuk objek Ukuran dan bentuk objek juga ikut mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Lebar objek yang besar dapat membebani otot pundak atau bahu lebih dari mm, panjang lebih dari 350 mm

14 26 dengan ketinggian lebih dari 450 mm. Sedangkan bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan, tidak ada sudut tajam dan tidak dingin datau panas saat diangkat (Kumar, 1999). d. Karakteristik lingkungan kerja Suatu lingkungan kerja dikatakan ergonomis apabila secara antropometris, faal, biomekanik, dan psikologis kompatibel dengan manusia pemakainya. Di dalam mendesain stasiun kerja maka harus berorientasi pada kebutuhan pemakainya. Kompromi untuk kesesuaian tersebut perlu mempertimbangkan antropometri dan aplikasi elemen mesin terhadap posisi kerja, jangkauan, pandangan, ruang gerak, dan interface antara tubuh pekerja dengan mesin (Tarwaka, 2004) Jenis-jenis gangguan musculoskeletal disorder (MSDs) ORBIS, 2004; Liladrie, 2010 menyebutkan beberapa gangguan pada muskuloskeletal yang terjadi pada pramugraha adalah sebagai berikut. 1. Tendonitis, yaitu peradangan atau iritasi pada otot tendon, Tendonitis terjadi pada bagian tubuh sekitar pundak, siku, pergelangan dan tumit. Tendonitis diakibatkan oleh gerakan yang dilakukan berulang-ulang, posisi tubuh tidak alamiah, dan pengerahan tenaga. 2. Carpal tunnel syndrome, adalah rasa sakit, kesemutan dan masalah lain pada tangan akibat adanya tekanan pada saraf median pergelangan tangan. 3. White finger, yaitu suatu kondisi dimana pembuluh nadi ke ujung-ujung jari tangan atau kaki terhambat, sehingga akan terjadi kejang urat. Salah satu

15 27 penyebab white finger antara lain karena penggunaan mesin-mesin yang menyebabkan getaran (vibration). 4. Low back pain, yaitu nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbo sakral (sekitar tulang ekor). Nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa keluhan otot yang paling sering dialami pramugraha adalah keluhan di bagian leher, bahu, siku, tangan dan anggota badan bagian bawah. Selain itu beban kerja dan lingkungan kerja yang tidak mendukung dapat menyebabkan terjadinya gangguan ekstremitas seperti pada saraf, otot, sendi dan sistem sirkulasi darah. Organisasi kerja yang buruk juga berkontribusi terhadap peningkatan keluhan muskuloskeletal pada pramugraha. Faktor risiko dari organisasi kerja meliputi, tingginya intensitas pekerjaan, beban kerja tinggi yang tidak diikuti dengan waktu yang cukup dalam menyelesaikan pekerjaan serta tidak adanya pelatihan. Keluhan muskuloskeletal dapat pula disebabkan oleh kondisi psikososial, faktor individu, kondisi tempat kerja, dan faktor organisasi kerja (Izumi, 2008; Marras dkk., 2009), keluhan muskuloskeletal tidak terjadi segera setelah terpapar faktor risiko, tetapi akan terjadi akumulasi gangguan selama periode tertentu (Coleman, 2008). Menurut European Agency (2007), keluhan muskuloskeletal pada pramugraha dapat dicegah melalui program kesehatan dan keselamatan kerja yang

16 28 efektif serta dengan mengkaji setiap permasalahan tersebut melalui pertimbangan ergonomi. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Hindari sikap kerja yang berisiko meningkatkan keluhan muskuloskeletal. 2. Evaluasi faktor risiko yang tidak dapat dihindari. 3. Menyesuaikan atau melakukan adaptasi pekerjaan terhadap pekerja. 4. Melakukan adaptasi terhadap perubahan teknologi. Untuk mengetahui tingkat keluhan muskuloskeletal yang dirasakan pramugraha digunakan metode pengukuran sebagai berikut. 1. Pengukuran estimasi tingkat keluhan otot dengan menggunakan Nordic Body Map (Wilson dan Corlett, 2005). Nordic Body Map (NBM) pada dasarnya dibuat dengan ketentuan kelompok otot pada organ tersebut. Para ahli melaporkan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan di tempat kerja yang tidak ergonomik dapat menimbulkan cidera atau keluhan pada otot dan persendian. Keluhan sistem muskuloskeletal merupakan masalah besar dalam suatu industri yang disebabkan oleh : (1) tempat kerja yang tidak memadai, (2) aktivitas yang bersifat repetitif, (3) desain alat dan peralatan yang tidak sesuai dengan pemakai, (4) organisasi kerja yang tidak efisien, (5) jadwal istirahat yang tidak teratur dan (6) sikap kerja yang tidak alamiah. Menurut Tarwaka (2010) metode Nordic Body Map (NBM) merupakan metode yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan (severity) atas terjadinya gangguan atau cidera pada otot-otot skeletal. Aplikasi metode NBM dengan menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body map). Nordic Body Map meliputi dua puluh delapan (28) bagian otot-otot skeletal

17 29 pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan bagian paling bawah yaitu otot pada kaki. Tarwaka (2010) menyatakan desain penilaian menggunakan skoring (misalnya 4 skala Likert), maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden. Total skor individu dari seluruh otot skeletal (28 bagian otot skeletal) dihitung untuk dapat digunakan dalam entri data statistik. 2. Metode observasional RULA (Rapid Upper Limb Assesment) untuk menilai posture, gaya atau beban dan aktivitas otot, yang diketahui berkontribusi terhadap upper limb disorder (Corlett, 2005; Kee and Karwowski, 2007: Gilkey dkk., 2007; Kumashiro dkk., 2007). Hasil skor RULA diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori level risiko, seperti pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Kategori Tindakan RULA Kategori Tindakan Level Risiko Tindakan 1 2 Minimum Aman 3 4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan 5 6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat 7 Tinggi Tindakan sekarang juga Stres kerja Definisi stres Stres kerja adalah sesuatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan (Rivai 2009). Menurut Robbins (2009) stres adalah

18 30 suatu kondisi dinamis di mana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stres kerja mengakibatkan kelelahan kerja, seringkali tanda awal dari stress kerja adalah suatu perasaan bahwa dirinya mengalami kelelahan emosional terhadap pekerjaan-pekerjaan. Bila diminta menjelaskan yang dirasakan, seorang karyawan yang lelah secara emosional akan merasa kehabisan tenaga dan lelah secara fisik Sumber-sumber potensi stres kerja Ada tiga kategori potensi stres kerja yang potensial yakni lingkungan,organisasional, dan individual (Robbins, 2009): 1) Faktor Lingkungan Kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman berkontribusi terhadap munculnya stres kerja pada karyawan, seperti kondisi lingkungan yang panas, ruangan yang sempit, bising, dan sebagainya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensistif pada kebisingan dibanding yang lain

19 31 2) Faktor Organisasi Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres kerja. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Faktor faktor ini dapat dikategorikan pada tuntutan tugas, tuntutan peran, dan tuntutan hubungan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tingkat hidup organisasi. 3) Faktor Individual Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang Stres kerja karyawan hotel Stres kerja terjadi apabila kemampuan yang dimiliki karyawan tidak sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang harus dilakukan karyawan. Stres yang berhubungan dengan pekerjaan telah terbukti sebagai faktor utama menurunnya prestasi kerja karyawan (Gilboa dkk dan Cooper, 2008; LePine dkk., 2005). Beban kerja yang tinggi pada karyawan hotel tidak hanya menjadi sumber masalah bagi kesehatan fisik karyawan. Beban kerja yang tinggi juga berdampak pada aspek psikis karyawan. Purnawati (2011) menyatakan bahwa jenis pekerjaan yang tergolong monoton dapat menjadi sumber stres dan berakibat lesu kerja dan

20 32 penurunan produktivitas. Dan beban kerja yang sangat berat dan kompleks melebihi kapasitas kerja akan membuat individu merasa frustrasi dan muncul perasaan stres dengan segala konsekuensinya (Tsai dkk.,2009). Kim (2008) menyatakan bahwa stres karyawan di industri perhotelan mengakibatkan kelelahan sehingga berdampak buruk pada pelayanan yang diberikan. Stres karyawan semakin meningkat dengan diberlakukannya kebijakan perusahaan antara lain dengan, melakukan efisiensi biaya dengan cara mengurangi jumlah karyawan, mengurangi pendapatan karyawan, dan meningkatkan jam kerja, dimana hal ini memiliki dampak yang sangat besar bagi karyawan yang bekerja di industri perhotelan (Bernhardt., dkk, 2003; Korczynski, 2002; Peccei & Rosenthal, 2000). Wallace, 2003; Lo & Lamm, 2005 menyatakan masalah yang berkaitan dengan shift kerja, jam kerja yang panjang, pergantian jam kerja yang tidak terduga, minimnya waktu istirahat, tuntutan fisik yang berat (beban berat penanganan manual) serta adanya tuntutan mental dan emosional berdampak pada kinerja karyawan hotel. Faulkner & Patier, 1997, Gill dkk., 2006; Hilton & Whiteford, 2010; O Neill & Davis, 2011 mengatakan, stres secara psikologis dapat menurunkan prestasi di tempat kerja dan tingkat stres yang berlebihan mempengaruhi kinerja karyawan hotel. O Neill & Davis (2011) menyebutkan dua sumber stres pada karyawan hotel adalah beban kerja yang tinggi (overloads) dan relationships yang kurang harmonis diantara karyawan. Pulak (2012) menyebutkan beberapa sumber stres pada karyawan hotel, antara lain sebagai berikut.

21 33 1. Tekanan dalam melakukan tugas dengan waktu yang terbatas. 2. Upah yang rendah pada posisi tertentu. 3. Percakapan yang tidak pantas dengan pelanggan. 4. Lingkungan kerja yang penuh tekanan, tidak menyenangkan dan membahayakan. 5. Jam kerja yang panjang, terutama bagi mereka yang bekerja dengan posisi berdiri. 6. Jam kerja yang lama, shift malam dapat menyebabkan kurang tidur dan menjadi satu alasan karyawan menjadi stres. 7. Jadwal kerja yang padat. 8. Merasa kurang ada keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi. 9. Job description yang tidak terdefinisi dengan jelas. 10. Kurangnya komunikasi dan koordinasi antar karyawan. 11. Melakukan pekerjaan tanpa ada panduan dan bimbingan. Schnall dkk. (2009) menyoroti sumber stres yang lain yaitu konflik interpersonal. Di hotel, tugas utama seorang karyawan adalah berkomunikasi dan berhubungan dengan pelanggan dan rekan kerja. Hal ini sangat diperlukan dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Konflik pribadi akan mempengaruhi koordinasi antar karyawan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Karyawan hotel yang terlibat dalam konflik interpersonal lebih rentan menderita stres, masalah jantung, dan hipertensi (Schnall dkk., 2009; Olaniyi, 2013).

22 34 Varca (2009), dalam penelitiannya menemukan hubungan yang negatif antara kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan dengan stres kerja yaitu karyawan yang dalam kondisi stres, gagal memberikan pelayanan yang berkualitas dibandingkan dengan karyawan yang tidak stres Pengukuran stres kerja Dalam penelitian ini stres kerja diukur dengan menggunakan kuesioner BJSQ (Brief Job Stres Questionnaire) dengan 4 skala Likert Kepuasan kerja Definisi kepuasan kerja Kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang (Luthans, 2006). Kepuasan kerja merupakan salah satu aspek yang diperlukan untuk meningkatkan partisipasi karyawan di dalam upaya pencapaian produktivitas kerja (Manuaba, 1992). Beberapa studi menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara kepuasan kerja karyawan dengan kepuasan pelanggan (Wangenheim dkk., 2007; Chi dan Gursoy, 2009). Karena diasumsikan terdapat hubungan positif yang signifikan, maka kepuasan kerja karyawan menjadi isu utama di kalangan peneliti dalam dua dekade terakhir (Matzler dan Renzl, 2007). Karyawan yang puas akan cenderung lebih termotivasi dan bekerja lebih keras, lebih efisien dan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik sehingga kepuasan pelanggan dapat terpenuhi (Koys, 2003). Ogbonikan (2012) mengatakan dalam industri apapun, kepuasan kerja berkaitan dengan motivasi kerja karyawan. Dan ketika karyawan

23 35 tidak puas dengan pekerjaannya maka akan berdampak pada kualitas pelayanan yang diberikan pada pelanggan Aspek-aspek kepuasan kerja Jewell dan Siegall (1998) menyebutkan beberapa aspek dalam mengukur kepuasaan kerja: a. Aspek psikologis, berhubungan dengan kejiwaan karyawan meliputi sikap terhadap kerja, bakat, dan ketrampilan. b. Aspek sosial, berhubungan dengan interaksi sosial, baik antar sesama karyawan dengan atasan maupun antar karyawan. c. Aspek fisik, berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, pengaturan waktu istirahat, keadaan ruangan, suhu udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur. d. Aspek finansial berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besar gaji, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas dan promosi. Menurut Robbins (2007) ada empat faktor yang kondusif bagi tingkat kepuasan kerja karyawan yang tinggi, yaitu : a. Pekerjaan yang secara mental menantang b. Imbalan yang wajar c. Kondisi lingkungan kerja yang mendukung d. Rekan kerja yang suportif

24 Pengukuran kepuasan kerja Dalam penelitian ini kepuasan kerja diukur dengan menggunakan kuesioner kepuasan kerja dengan 20 item pertanyaan menggunakan 5 skala Likert dari skor 1 (sangat tidak setuju ) hingga skor 5 (sangat setuju) Motivasi kerja Definisi motivasi Motivasi kerja menurut Herzberg (Ogbonnikan, 2012) adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya yang mengarah pada kepuasan kerja. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan yang timbul baik dari diri seseorang maupun dorongan dari luar untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan untuk mencapai suatu kepuasan. Dalam suatu organisasi, motivasi merupakan masalah yang kompleks yang disebabkan karena kebutuhan dari setiap karyawan yang berbeda-beda. Untuk dapat memelihara kinerja karyawannya, organisasi perlu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi karyawannya. Burke dkk, 2011; Burke & Cooper, 2007; Katzenbach, 2000 menyatakan bahwa untuk meningkatkan performansi kerja perusahaan, organisasi harus memperhatikan motivasi kerja karyawan Teori motivasi 1. Teori Kebutuhan (Teori Abraham Maslow) Menurut Maslow (Panwar dan Gupta, 2012) individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Begitu tingkat kebutuhan ini dipuaskan, tidak akan lagi memotivasi

25 37 perilaku. Kebutuhan pada tingkat berikutnya pada tingkat yang lebih tinggi menjadi dominan yaitu dari kebutuhan fisiologi, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. 2. Teori Dua Faktor (teori Herzberg) Menurut Herzberg (Panwar dan Gupta, 2012), teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja dinamakan faktor motivator (intrinsic factor), mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor instrinsik dari pekerjaan itu: pretasi (achievement), pengakuan (recognition), tanggung jawab (responsibility), kesempatan untuk berkembang (growth of opportunity). Kelompok faktor lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan (hygiene factor), yang meliputi kondisi lingkungan kerja, gaji, kebijakan organisasi, dan kualitas pengawasan Motivasi kerja karyawan hotel Motivasi karyawan merupakan isu utama dalam industri perhotelan. Manajemen di industri perhotelan harus dapat menjaga motivasi kerja karyawannya agar tetap dapat memberikan kualitas pelayanan yang efektif dan sesuai dengan harapan pelanggan (Cheng, 2005). Kovack (2007) menyebutkan beberapa motivasi karyawan yang bekerja di industry perhotelan, antara lain:

26 38 1. Penghargaan terhadap pekerjaan (job appreciation). 2. Upah/imbalan yang sesuai (good wages). 3. Peluang karir (opportunity for career growth). 4. Rasa aman (security). 5. Kesetiaan kepada karyawan (loyalty to employee). 6. Rasa memiliki (sense of ownership). 7. Pekerjaan yang menarik (interesting job). 8. Disiplin (careful discipline). 9. Lingkungan kerja yang baik (good work condition). 10. Bantuan pribadi yang simpatik (sympathetic personal assistance). Kinerja karyawan dalam industri perhotelan dapat dianalisis dari kewaspadaan, keramahan, penampilan, dan perilaku karyawan. Selain itu,cara karyawan melakukan tanggung jawab terhadap pekerjaannya dan tugas-tugas yang dilakukan menentukan tingkat motivasi kerja karyawan (St-Onge dkk., 2009) Pengukuran motivasi kerja Dalam penelitian ini, motivasi kerja diukur dengan menggunakan kuesioner motivasi karyawan dalam bekerja dengan 30 item pernyataan dengan skala Likert dari skor 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan skor 5 (sangat setuju).

27 Produktivitas kerja Pengertian produktivitas kerja Produktivitas adalah kegiatan untuk menghasilkan sesuatu baik berupa barang maupun jasa. Dalam produksi, produktivitas merupakan sutau pengukuran dimana produksi menggunakan sumber-sumber dayanya untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin. Escorpizo (2008) menyatakan produktivitas adalah perbandingan antara hasil kerja atau output yang berupa barang atau jasa dengan keseluruhan input yang terdiri dari material, dana dan tenaga yang digunakan dalam proses produksi. Hasil kerja diukur dari jumlah rerata produksi yang dihasilkan oleh pekerja atau shift kerja, sedangkan masukan diukur berdasarkan pada peningkatan nadi kerja atau beban kerja per satuan waktu (Adiputra, 2002). Produktivitas kerja dikatakan meningkat apabila: 1) kuantitas output bertambah besar, tanpa mengubah jumlah input; 2) kuantitas tidak bertambah akan tetapi input nya berkurang; 3) kuantitas output bertambah besar sedangkan input nya juga berkurang; dan 4) jumlah input bertambah, asalkan kuantitas bertambah berlipat ganda (Sedarmayanti, 2007) Pengukuran produktivitas kerja Pengukuran produktivitas kerja dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: 1. Produktivitas total adalah perbandingan antara total output dengan total input per satuan waktu; 2. Produktivitas parsial adalah perbandingan dari output dengan satu jenis input per satuan waktu.

28 40 Produktivitas tidak selalu dinilai dari peningkatan jumlah produksi, tetapi dapat juga dilihat dari berkurangnya waktu kerja yang hilang, turunnya angka kecelakaan, berkurangnya istirahat curian, berkurangnya sumber daya atau bahan yang dipakai, produksi tepat waktu dan sebagainya. Produktivitas berkaitan dengan tenaga kerja dapat dihitung dengan membagi penghasilan dengan jumlah orang yang digunakan atau kerja orang (Adiatmika, 2007). Dengan demikian indeks produktivitas kerja dapat dirumuskan sebagai berikut. IP = O INK x T Keterangan : IP O INK T = Indeks produktivitas pekerja; = Output/hasil dalam waktu tertentu; = Input nadi kerja; dan = Waktu kerja 2.2 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics berasal dari kata Yunani yaitu ergo yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum. Ergonomi adalah ilmu tentang manusia untuk meningkatkan kenyamanan selama melakukan aktivitas kerja. Beberapa definisi ergonomi dikemukakan oleh para ahli diantaranya disampaikan oleh Manuaba (2000) yang mendefinisikan ergonomi sebagai ilmu, seni, dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga orang dapat bekerja dengan baik yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui kerja yang efektif, nyaman, aman sehat, dan efisien (ENASE). Melalui ergonomi, tuntutan tugas,

29 41 peralatan, cara kerja, dan lingkungan kerja diserasikan dengan kemampuan, kebolehan, dan keterbatasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang efektif, nyaman, aman sehat, dan efisien (ENASE). Ergonomi merupakan bidang ilmu tentang teori dan aplikasi yang bertitik tolak kepada usaha menciptakan keserasian antara pekerja dengan kondisi kerjanya. Tujuan ergonomi adalah mempelajari interaksi antara manusia dengan elemen-elemen lainnya dalam sistem untuk mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan penampilan seluruh sistem (Caple, 2009). Definisi menurut International Ergonomics Association (IEA) yang sudah disepakati bersama IEA council (IEA, 2000) adalah disiplin ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia dengan berbagai elemen dalam sebuah sistem kerja atau profesi dengan mempertimbangkan berbagai teori dasar, data, dan metode dalam upaya mengoptimalkan peran manusia dalam satu kesatuan sistem. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa ergonomi menempatkan manusia sebagai pertimbangan utama dalam mendesain suatu sistem kerja, termasuk diantaranya adalah sistem manajemen sumber daya manusia (MSDM) (Sudiadjeng, 2012). Penerapan ergonomi dalam mengelola sumber daya manusia adalah bertujuan untuk meningkatkan motivasi, kepuasan, dan produktivitas dan kinerja tinggi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas kehidupan pekerja. Dalam ergonomi, kinerja merupakan kinerja fungsi dari kemampuan dan motivasi kerja. Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan mengacu kepada suatu sistem yang terstruktur yang digunakan untuk mengukur dan menilai sifat-sifat yang terkait dengan pekerjaan dan hasil kerja (Sudiadjeng, 2012).

30 42 Menurut IEA (2010), terdapat lima elemen dasar yang dapat dipergunakan untuk menganalisis suatu pekerjaan yang mempengaruhi kinerja karyawan, antara lain; faktor pekerja (worker), desain pekerjaan (job design), desain peralatan (equipment design), desain tempat kerja (workplace design), organisasi kerja (work organization). Kelima elemen tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Pekerja (worker), karakteristik yang perlu diperhatikan antara lain; umur, kesehatan, penurunan kemampuan, kapasitas fisik dan mental, pengalaman dan ketrampilan serta pendidikan dan pelatihan. 2. Desain pekerjaan (job/task design), meliputi; job description, tuntutan kerja, batas waktu penyelesaian pekerjaan, beban kerja, hubungan kerja dengan pekerja yang lain, tanggung jawab terhadap pekerjaan, alat dan perlengkapan. 3. Desain perlengkapan (equipment design), desain penempatan dan penggunaan dari stasiun kerja, elektronik dan alat yang bergerak, mesin dan alat serta alat pelindung. 4. Desain tempat kerja (workplace design), bangunan, area kerja dan ruang, penerangan, kebisingan, suhu lingkungan dan penempatan lingkungan kerja yang saling berinteraksi. 5. Organisasi kerja (work organization), hal ini mencakup pola kerja, tinggi dan rendahnya beban kerja, jadwal kerja, konsultasi, ketidakefisienan dan ketidakmudahan dari organisasi, istirahat kerja, kerjasama tim, budaya tempat kerja, termasuk pengaruh ekonomi dan sosial.

31 43 Untuk melakukan intervensi ergonomi, terdapat delapan aspek ergonomi yang harus menjadi pertimbangan dalam setiap intervensi berorientasi ergonomi di dalam suatu industri (Manuaba, 2006), yaitu: energi (status nutrisi/gizi), pemanfaatan tenaga otot, sikap tubuh, kondisi lingkungan, kondisi waktu, kondisi sosial, kondisi informasi, interaksi manusia-mesin. Intervensi berorientasi ergonomi dilakukan dengan pendekatan ergonomi yang dilakukan secara Systemic, Holistic, Interdiciplanary dan Participatory (SHIP) dan dilakukan secara konsekuen dan berkesinambungan (Manuaba, 2005a). Pendekatan SHIP dilakukan sejak perencanaan sampai tahap pelaksanaan maupun dalam evaluasi sehingga keberhasilan maupun kegagalannya dapat dicarikan solusinya secara bersama-sama (Sutjana, 1996; Adiputra, 1997). Dengan pendekatan ini diharapkan ada rasa memiliki karena telah berusaha untuk mencari solusi secara bersama-sama sehingga kegagalan maupun keberhasilan dirasakan bersama-sama (Handari, 2014). 2.3 Pelayanan Internal Berorientasi Ergonomi Dalam industri jasa, kualitas pelayanan mencakup kualitas pelayanan internal dan pelayanan eksternal. Menurut Hallowel (1996) untuk dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, sebelumnya perusahaan harus dapat melayani kebutuhan pelanggan internal, dalam hal ini adalah karyawan. Dalam pengelolaan sumberdaya manusia, pelayanan internal terhadap karyawan merupakan starting point menuju kinerja yang unggul. Sedangkan menurut Cai Meng Xia (2003), kualitas pelayanan internal secara signifikan mempengaruhi kepuasan kerja

32 44 karyawan. Demikian juga menurut Tsai Jui-Ho (2004), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah kualitas pelayanan internal. Mohammed dkk. (2012) menyebutkan bahwa pelayanan internal terhadap karyawan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sedangkan Hesket (2000) menyatakan bahwa keuntungan dan pertumbuhan suatu organisasi kali pertama ditentukan oleh kualitas pelayanan internal (internal service quality) terhadap para karyawannya (worker) dan disebutkan bahwa kepuasan karyawan berhubungan dengan ketepatan dan kenyamanan desain pekerjaan (workplace design), jenis pekerjaan (job design), proses seleksi dan pengembangan (employee selection and development), pengakuan dan penghargaan (employee reward and recognition) serta peralatan dan fasilitas untuk melakukan pelayanan (tools for serving customer). Menurut Heskett (2000), loyalitas karyawan yang diberikan berupa keinginan untuk bekerja lebih lama (employee retention) dan selanjutnya akan meningkatkan produktivitas kerjanya (employee productivity). Pada gilirannya, loyalitas karyawan akan mampu meningkatkan kepuasan pelanggan eksternal perusahaan. Hal ini akan berdampak langsung terhadap peningkatan pendapatan dan keuntungan perusahaan. Konsep pelayanan internal yang disampaikan oleh Heskett (2000) terintegrasi dalam lima elemen dasar yang disampaikan dalam IEA (2010), demikian pula dengan yang disampaikan oleh Manuaba (2008). Karena pada dasarnya ergonomi merupakan pendekatan yang berorientasi kepada manusia (human factors).

33 45 Jadi pelayanan internal berorientasi ergonomi yang diberikan kepada karyawan sebaiknya berpedoman pada kapasitas kerja, kebolehan dan kemampuan karyawan dalam mengerjakan tugasnya dengan memperhatikan faktor pekerja (human factors), desain pekerjaan (job design), desain peralatan (equipment design), desain lingkungan kerja (work environment), dan organisasi kerja (work organization) yang dilakukan dengan pendekatan SHIP (sistemik, holistik, interdisipliner, dan partisipatori) sehingga tercapai kondisi dan lingkungan kerja yang efektif, nyaman, aman, sehat, dan efisien (ENASE). Pendekatan SHIP (SHIP approach) yang dimaksud dalam pelayanan internal adalah pendekatan terpadu yang terdiri dari empat unsur, yaitu (1) Sistemik yang berarti bahwa semua program dalam pelayanan internal yang diberikan kepada karyawan memperhitungkan kaidah ergonomi. Setiap program pelayanan internal diharapkan bermuara pada peningkatan quality of work life (QWL) yang dilihat dari penurunan beban kerja, kelelahan, keluhan muskuloskeletal, stres kerja dan peningkatan motivasi, kepuasan, dan produktivitas kerja karyawan. Oleh karena itu semua unsur yang mempengaruhi kinerja karyawan harus dipahami sebagai suatu sistem yaitu dengan cara menganalisis kondisi kerja melalui delapan aspek ergonomi sehingga diperoleh sumber permasalahan yang dihadapi karyawan, (2) Holistik berarti bahwa semua faktor yang terkait masalah yang ada harus dipecahkan secara proaktif dan menyeluruh dari; (a) faktor pekerja (worker), (b) desain pekerjaan (job/task design), (c) desain peralatan (equipment design), (d) desain tempat kerja (workplace design), dan (e) organisasi kerja (work organization), (3) Pendekatan interdisipliner yaitu menemukan solusi

34 46 permasalahan dalam departemen housekeeping dengan melibatkan para ahli dari berbagai bidang ilmu, seperti ahli ergonomi, psikologi, manajemen sumber daya manusia (personalia), teknik, dan ahli fisiologi, (4) partisipatori diawali dengan mengorganisasi tim untuk mengidentifikasi masalah ergonomi di departemen housekeeping dan selanjutnya melakukan pemecahan masalah secara holistik dengan melibatkan semua pihak terkait sedini mungkin melalui proses yang sistematis. Partisipatori diartikan sebagai keterlibatan semua pihak yang berkepentingan. Menurut Manuaba (2003) ergonomi partisipatori berawal dari mengorganisasi tim untuk mengidentifikasi masalah masalah ergonomi di tempat kerja dan selanjutnya melakukan pemecahan masalah secara holistik dengan melibatkan semua pihak terkait sedini mungkin melalui proses yang sistematis. Implementasi ergonomi partisipatori dapat menurunkan risiko kecelakaan kerja dan meningkatkan kemampuan untuk mengatasi masalah beban kerja fisik pekerja Ergonomi sebagai faktor utama (Human Factors) Ergonomi sebagai sebuah disiplin ilmu menempatkan manusia sebagai faktor utama (human factors) dalam mendesain suatu sistem kerja. Dari sudut pandang ergonomi, antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja harus selalu ada dalam kondisi seimbang sehingga tercapai produktivitas dan performansi atau kinerja yang tinggi (Manuaba, 2000). Ergonomi menurut international ergonomics Association (IEA) yang sudah disepakati bersama oleh IEA (2000) adalah disiplin ilmu yang mempelajari

35 47 tentang interaksi antara manusia dengan berbagai elemen dalam sebuah sistem kerja atau profesi dengan mempertimbangkan berbagai teori dasar, data, metode dalam upaya mengoptimalkan peran manusia dalam satu kesatuan sistem. Dari definisi tersebut ergonomi menempatkan manusia sebagai pertimbangan utama dalam mendesain suatu sistem kerja sehingga dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pelayanan internal yang diberikan kepada karyawan. Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pelayanan internal organisasi atau perusahaan terhadap karyawan adalah faktor pekerja (worker). Dalam teori keseimbangan, Manuaba (2000) menyebutkan bahwa karyawan akan mampu menghasilkan kinerja optimal apabila organisasi atau perusahaan mempertimbangkan; (1) kemampuan kerja yang berhubungan dengan karakteristik pribadi, kemampuan fisiologis, kemampuan psikologis, dan kemampuan biomekanik, dan(2) tuntutan tugas atau pekerjaan yang tergantung pada karakteristik tugas dan material, karakteristik organisasi dan karakteristik lingkungan. Kinerja atau performansi kerja yang optimal akan tercapai apabila terjadi keseimbangan dinamis antara tuntutan tugas dengan kemampuan yang dimiliki. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan utama dalam menentukan kinerja yang diharapkan dapat dicapai secara optimal oleh karyawan. Organisasi atau perusahaan yang tidak memperhatikan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan karyawan (worker) akan berisiko terhadap menurunnya produktivitas perusahaan. Hal ini disebabkan karena terjadi overstres

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah hotel. Dinas Pariwisata Bali mencatat jumlah hotel yang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah hotel. Dinas Pariwisata Bali mencatat jumlah hotel yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kunjungan wisatawan ke Bali setiap tahun mengalami peningkatan yang pesat. Biro Pusat Statistik Bali 2014 mencatat pertumbuhan jumlah wisatawan yang datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesiasebagian warga berprofesi nelayan, kegiatan yang dilakukan oleh nelayan harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat kerja. Lingkungan tempat kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor pekerja masih sangat mempengaruhi tingkat produktivitas suatu sistem produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja, sebagaian besar diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang biasa disebut dengan postural

Lebih terperinci

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. 1. Beban Kerja a. Pengertian Beban Kerja Beban kerja adalah keadaan pekerja dimana dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluhan Muskuloskeletal Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batik merupakan kerajinan tangan yang bernilai seni tinggi yang pada tanggal 2 Oktober 2009 ditetapkan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara barat misalnya Inggris dan Amerika Serikat kejadian nyeri punggung (terutama nyeri pada punggung bagian bawah) telah mencapai proporsi epidemik. Satu survei

Lebih terperinci

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin ERGONOMI Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandinavia - Human (factor) engineering atau Personal

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembuluh darah dimana keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembuluh darah dimana keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musculoskeletal disorders merupakan sekumpulan gejala yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem saraf, struktur tulang, dan pembuluh

Lebih terperinci

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc MUSCULOSKELETAL DISORDERS dr.fauziah Elytha,MSc Muskuloskeletal disorder gangguan pada bagian otot skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian terhadap proses pekerjaan finishing yang terdiri dari pemeriksaan kain, pembungkusan kain, dan pengepakan (mengangkat kain) ini memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan masalah dalam bidang kesehatan kerja pada saat ini. Gangguan ini akan menyebabkan penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di era globalisasi ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan industri di Indonesia. Sehingga industri perlu mengadakan perubahan untuk mengikuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang bidang kesehatan terdiri atas upaya pokok di bidang kesehatan yang dituangkan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Dalam SKN disebutkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia kerja, seorang atau sekelompok pekerja dapat berisiko mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerakan yang dilakukan oleh tangan manusia. Gerakan tangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. gerakan yang dilakukan oleh tangan manusia. Gerakan tangan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh beban tubuh, memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual. Salah satu bentuk peranan manusia

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK TUGAS AKHIR ANALISA POSTUR KERJA DAN PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING INDUSTRI KECIL (Studi kasus: Industri Kecil Pembuatan Tahu di Kartasuro) Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang. keselamatan dan kesehatan akan aman dari gangguan.

BAB I PENDAHULUAN. industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang. keselamatan dan kesehatan akan aman dari gangguan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT. Guwatirta Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang UTRA. Dalam perusahaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal... (Amelinda dan Iftadi) HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI Bela

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu ilmu biologis tentang manusia bersama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I-20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi dan Produktivitas 2.1.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan hasil dari

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Subjek Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan karakteristik yang dibahas adalah umur, berat badan, tinggi badan dan antropometri. 6.1.1 Umur Umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Kerja Definisi kesehatan kerja mengacu pada Komisi Gabungan ILO / WHO dalam Kesehatan Kerja pada tahun 1950 yang disempurnakan pada sesi ke-12 tahun 1995. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas, dari pencemaran lingkungan, sehingga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Egonomi Ergonomi atau ergonomis berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kursi Kerja a. Pengertian Kursi Kerja Kursi kerja merupakan perlengkapan dari meja kerja atau mesin, sehingga kursi akan dapat dijumpai dalam jumlah yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industrialisasi dalam pembangunan Indonesia telah berkembang pesat di semua sektor, baik formal maupun informal. Perkembangan tersebut bukan saja menyajikan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penilaian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai faktor-faktor risiko ergonomi yang mempengaruhi besarnya tingkat

Lebih terperinci

ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI

ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI Ade Putri Kinanthi 1, Nur Azizah Rahmadani 2, Rahmaniyah Dwi Astuti 3 1,2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan unsur terpenting dalam perusahaan untuk meningkatkan produksi perusahaan, di samping itu tenaga kerja sangat beresiko mengalami masalah kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas, efisiensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KELELAHAN 1. Pengertian Kelelahan Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif. Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja :

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja : BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Postur Kerja Postur atau sikap kerja merupakan suatu tindakan yang diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap

Lebih terperinci

Universitas Indonesia

Universitas Indonesia 36 BAB V HASIL 5. 1 Profil PT Soraya Intercine Films PT Soraya Intercine Flims merupakan rumah produksi yang didirikan pada tahun 1982. Aktivitas bisnis dari perusahaan ini antara lain adalah: 1. Memproduksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, beregrak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR Iwan Suryadi 1, Siti Rachmawati 2 1,2 Program Studi D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ergonomi yang kurang tepat yaitu Musculoskeletal disorder (MSDs). Keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. ergonomi yang kurang tepat yaitu Musculoskeletal disorder (MSDs). Keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi industri diikuti dengan risiko bahaya kesehatan akibat tidak adanya keseimbangan interaksi antara manusia dengan peralatan, lingkungan dan mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran energi, sehingga berpengaruh pada kemampuan kerja. manusia. Untuk mengoptimalkan kemampuan kerja, perlu diperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran energi, sehingga berpengaruh pada kemampuan kerja. manusia. Untuk mengoptimalkan kemampuan kerja, perlu diperhatikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan kerja dipengaruhi oleh salah satu faktor diantaranya adalah faktor kerja fisik (otot). Kerja fisik ( beban kerja) mengakibatkan pengeluaran energi,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Dalam penelitian ini, karakteristik responden terdiri atas usia, status pernikahan, pengalaman kerja, dan tingkat pendidikan. 1. Usia Pada penelitian

Lebih terperinci

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Umur/Tanggal Lahir : Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian.

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI

RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI ALMIZAN Program Studi Teknik Industri, Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal, pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada pengembangan dan pendayagunaan Sumber

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Farida Ariani 1), Ikhsan Siregar 2), Indah Rizkya Tarigan 3), dan Anizar 4) 1) Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masalah utama dalam aktivitas produksi ditinjau dari segi kegiatan / proses produksi adalah bergeraknya material dari satu proses ke proses produksi berikutnya. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sales Promotion Girl 2.1.1. Definisi Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam pemasaran atau promosi suatu produk. Profesi ini biasanya menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat kerja dapat terjadi saat melakukan aktivitas kerja. Dari sekian banyak penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan yang paling

Lebih terperinci

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI 1 SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI Oleh: Solichul Hadi A. Bakri dan Tarwaka Ph.=62 812 2589990 e-mail: shadibakri@astaga.com Abstrak Industri

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisa data di 3 group pekerjaan

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisa data di 3 group pekerjaan BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisa data di 3 group pekerjaan departemen water pump PT. X. Hasil analisa data meliputi gambaran tingkat pajanan ergonomi, keluhan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA Muchlison Anis Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta

Lebih terperinci

Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X

Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X I Wayan Sukania, Lamto Widodo, Desica Natalia Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara Jakarta E-mail: iwayansukania@tarumanagara.ac.id,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pusat pertokoan (mall) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan pendapatan negara

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya 60111

Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya 60111 ANALISIS FAKTOR PEKERJA, KELUHAN PEKERJA, DAN FAKTOR PSIKOSOSIAL TERHADAP TINGKAT RESIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA BAGIAN PENULANGAN DI PERUSAHAAN BETON Mega Rahayu Hardiyanti 1*, Wiediartini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Sektor Informal Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Pola kegiatannya

Lebih terperinci

Status sekolah bermutu yang didapat dari pengakuan terakreditasi memang

Status sekolah bermutu yang didapat dari pengakuan terakreditasi memang 2 Status sekolah bermutu yang didapat dari pengakuan terakreditasi memang penting, tetapi masyarakat tetap berkepentingan dengan sekolah bermutu walaupun belum terakreditasi. Sekolah bermutu mampu mendidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja) (Kuswana,W.S, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. 1 UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja) (Kuswana,W.S, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempat kerja merupakan suatu tempat yang dapat menciptakan interaksi antara manusia dengan alat-alat, mesin dan bahan dengan objek pekerjaan yang bertujuan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ergonomika Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ergon dan nomos. Ergon artinya pekerjaan atau kerja, dan nomos artinya aturan atau tata cara (Oborne, 1995). Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan penggunaan mesin dengan berbasis

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN X ERGONOMI DAN PRODUKTIVITAS KERJA

PEMBELAJARAN X ERGONOMI DAN PRODUKTIVITAS KERJA PEMBELAJARAN X ERGONOMI DAN PRODUKTIVITAS KERJA A) KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR: 1. Menguasai prinsip kerja yang ergonomis 2. Memahami prinsip peningkatan produktivitas kerja INDIKATOR: Setelah mempelajari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelelahan Kerja 2.1.1. Pengertian Kelelahan Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran yang mendukung analisis dan pemecahan permasalahan dalam penelitian ini. 2.1 Kajian Ergonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat ilmu pengetahuan selalu mengalami perkembangan melalui pembelajaran, penyempurnaan, atau temuan baru secara interaktif, berkolaborasi dengan berbagai kajian

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Gambaran Aktivitas Pekerjaan Butik LaMode merupakan usaha sektor informal yang dikelola oleh pemilik usahanya sendiri. Butik pada umumnya menerima jahitan berupa kebaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagian back office adalah sistem pendukung yang menangani bagian

BAB I PENDAHULUAN. Bagian back office adalah sistem pendukung yang menangani bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagian back office adalah sistem pendukung yang menangani bagian administrasi penjualan dan merupakan stasiun kerja yang menggunakan komputer sebagai alat bantu utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal

BAB I PENDAHULUAN. mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melaksanakan sebuah pekerjaan dapat membuat seseorang berisiko mengalami gangguan atau cedera. Kebanyakan cedera akibat kerja biasanya mengenai sistem muskuloskeletal.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI OPERATOR MESIN POTONG GUILLOTINE DENGAN METODE NORDIC BODY MAP (STUDI KASUS DI PT. XZY) ABSTRAK

IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI OPERATOR MESIN POTONG GUILLOTINE DENGAN METODE NORDIC BODY MAP (STUDI KASUS DI PT. XZY) ABSTRAK IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI OPERATOR MESIN POTONG GUILLOTINE DENGAN METODE NORDIC BODY MAP (STUDI KASUS DI PT. XZY) Nana Rahdiana Program Studi Teknik Industri, Universitas Buana Perjuangan Karawang Jl.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari mereka menghabiskan waktunya di tempat kerja.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi Konsep ergonomi telah muncul lama berselang bahkan bentuk-bentuknya sudah ada sejak jaman Mesir kuno, tetapi bagi sebagian besar orang, istilah ergonomi masih terdengar

Lebih terperinci

terjadi karena kerja berlebihan (ougkverexertion) atau gerakan yang berulang

terjadi karena kerja berlebihan (ougkverexertion) atau gerakan yang berulang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia kerja, seseorang atau sekelompok pekerja dapat berisiko mengalami penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan. Kesehatan kerja

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fatigue atau sering disebut dengan kelelahan adalah dimana kondisi tubuh yang merespon setiap otot yang stres untuk segera melakukan pemulihan atau istirahat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal, pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada pengembangan dan pendayagunaan Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Leher manusia adalah struktur yang kompleks dan sangat rentan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Leher manusia adalah struktur yang kompleks dan sangat rentan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leher manusia adalah struktur yang kompleks dan sangat rentan terhadap iritasi. Bahkan 10% dari semua orang akan mengalami nyeri leher dalam 1 bulan. Potensi pembangkit

Lebih terperinci

Metode dan Pengukuran Kerja

Metode dan Pengukuran Kerja Metode dan Pengukuran Kerja Mengadaptasi pekerjaan, stasiun kerja, peralatan dan mesin agar cocok dengan pekerja mengurangi stress fisik pada badan pekerja dan mengurangi resiko cacat kerja yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang yang memiliki jiwa profesional akan melakukan pekerjaan yang dimilikinya dengan penuh suka cita dan bersedia dalam pekerjaannya serta mampu menjadi pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga manusia dalam proses produksinya, terutama pada kegiatan Manual Material Handling (MMH). Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot skeletal yang disebabkan karena tubuh menerima beban statis, atau bekerja pada postur janggal secara

Lebih terperinci

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN:

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: Organisasi Kerja Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Organisasi Kerja Organisasi kerja terutama menyangkut waktu kerja; waktu istirahat;

Lebih terperinci

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ Cita Anugrah Adi Prakosa 1), Pringgo Widyo Laksono 2) 1,2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2) Laboratorium

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA MANUAL MATERIAL HANDLING DENGAN METODE OVAKO WORKING ANALISIS SYSTEM (OWAS) PADA HOME INDUSTRI MAWAR

ANALISIS POSTUR KERJA MANUAL MATERIAL HANDLING DENGAN METODE OVAKO WORKING ANALISIS SYSTEM (OWAS) PADA HOME INDUSTRI MAWAR ANALISIS POSTUR KERJA MANUAL MATERIAL HANDLING DENGAN METODE OVAKO WORKING ANALISIS SYSTEM (OWAS) PADA HOME INDUSTRI MAWAR Dewi Mulyati 1 Vera Viena 2 Irhamni 3 dan Baharuddinsyah 4 1 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung upaya penyelenggaraan

Lebih terperinci

POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT

POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT Model Konsep Interaksi Ergonomi POSTURE??? Postur Kerja & Pergerakan An active process and is the result of a great number

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Ergonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang interaksi manusia, fasilitas kerja, dan lingkungannya dan bertujuan untuk menyesuaikan suasana kerja dan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia, membuat pembangunan juga semakin meningkat. Banyak pembangunan dilakukan di wilayah perkotaan maupun

Lebih terperinci

FAKTOR ERGONOMI & PSIKOLOGI PERTEMUAN KE-4

FAKTOR ERGONOMI & PSIKOLOGI PERTEMUAN KE-4 FAKTOR ERGONOMI & PSIKOLOGI PERTEMUAN KE-4 FAKTOR ERGONOMI Setiap tempat kerja atau kegiatan yang bisa menyebabkan/ menimbulkan tekanan terhadap fisik/ jiwa ataupun perlakuan yang tidak pantas terhadap

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC BAB V ANALISA HASIL 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, OWAS & QEC Berdasarkan bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dilakukan analisis hasil pengolahan data terhadap pengukuran

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teoriteori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING DI SERANG-BANTEN

ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING DI SERANG-BANTEN Journal Industrial Manufacturing Vol. 3, No. 1, Januari 2018, pp. 51-56 P-ISSN: 2502-4582, E-ISSN: 2580-3794 ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

BAB 1 PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengacu kepada undang-undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 86, ayat 1a, yang menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan

Lebih terperinci

Ergonomi dan K3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FTP UB 2016

Ergonomi dan K3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FTP UB 2016 Ergonomi dan K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FTP UB 2016 Review Kecelakaan Kerja EVENT LOSS UNWANTED What is ergonomics Apa itu Ergonomi? Berasal dari kata Yunani ergon yang berarti kerja dan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap BAB V PEMBAHASAN Karakteristik responden meliputi umur, masa kerja, jenis kelamin, merokok dan trauma. Di mana untuk karakteristik jenis kelamin semua responden adalah perempuan, tidak merokok dan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes RI (2007), perawat adalah seorang yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes RI (2007), perawat adalah seorang yang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawat Sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat, perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat, baik di dalam maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manual material handling atau penanganan material secara manual masih menjadi sebagian besar aktivitas yang ada di dunia industri seperti aktivitas pengangkatan,

Lebih terperinci

Penilaian Resiko Manual Handling dengan Metode Indikator Kunci. dan Penentuan Klasifikasi Beban Kerja dengan Penentuan. Cardiovasculair Load

Penilaian Resiko Manual Handling dengan Metode Indikator Kunci. dan Penentuan Klasifikasi Beban Kerja dengan Penentuan. Cardiovasculair Load hal II - 81 Penilaian Resiko Manual Handling dengan Metode Indikator Kunci dan Penentuan Klasifikasi Beban Kerja dengan Penentuan Cardiovasculair Load Risma Adelina Simanjuntak 1 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci