BAB I PENDAHULUAN. sosial segera digantikan oleh tiap organisasi. Setelah lama berdiri, ORMAS Islam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. sosial segera digantikan oleh tiap organisasi. Setelah lama berdiri, ORMAS Islam"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal kemerdekaan, organisasi berbasis Islam terus bermunculan. Tiap organisasi dengan karakteristik yang dimiliki mencoba mengoptimalkan peran dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Kekosongan kekuasaan dan institusi sosial segera digantikan oleh tiap organisasi. Setelah lama berdiri, ORMAS Islam tentu saja berhadapan dengan realitas perubahan sosial yang dilalui sepanjang sejarahnya. Perkembangan dan perubahan lingkungan sosial, budaya, ekonomi, dan politik, memberikan pengaruh yang fungsional terhadap perkembangan pemikiran Islam. Rumusan pemikiran tersebut kemudian membentuk satu sistem nilai yang menjadi referensi atau rujukan aktivitas muslim baik dalam kapasitas individualnya maupun kelembagaan 1. Tiap organisasi, masing-masing mengadopsi pemikiran ini menjadi basis gerakan sosial. Salah satu ORMAS Islam yang lahir diawal kemerdekaan adalah Pelajar Islam Indonesia (PII). Dalam penelitian skripsi Adaby Darban yang mengulas sejarah kelahiran PII mengatakan bahwa, organisasi ini ada sejak tahun Dua tahun pasca kemerdekaan Indonesia. Raison de etre dari PII adalah perpecahan kaum pelajar yang beragama Islam menjadi dua golongan, pelajar umum dan santri pesantren. PII melihat perpecahan pelajar Islam malah kontraproduktif terhadap cita-cita Islam dan semangat kemerdekaan Indonesia pada khususnya. 1 Abdul Munir Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Santri (Yogyakarta: SIPress, 1999), hlm

2 Lebih luas lagi, alasan keberadaan PII juga menilai kehadiran umat Islam di Indonesia yang mengelompok dalam golongan-golongan yang beranekaragam tidak mengarah pada kesatuan tujuan. Faktor intern umat Islam yang menjadi perhatian adalah perselisihan keyakinan dan pemahaman antara golongan Islam yang satu dengan golongan Islam lainnya 2. Itulah yang menjadi latar belakang kenapa sampai sekarang anggota PII sangat majemuk. Anggota PII terdiri dari berbagai latar belakang antara lain Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Salafi, Hizbut Thahrir, Syiah, dan Persis 3. Peran dan partisipasi PII banyak tercatat dalam dinamika perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Saat pemberontakan Partai Komunis Indonesia di Madiun pada tahun 1948, PII secara langsung ikut membantu melakukan penumpasan 4. Pada awal tahun 1965, PII memprakarsai berdirinya Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia bersama dengan organisasi pelajar yang lain 5. Peran PII dengan KAPPI memberikan kontribusi yang besar dalam menumbangkan Orde Lama dan sekaligus membidani berdirinya Orde Baru. Ironi sejarah kemudian dialami oleh PII ketika tahun 1985 saat puncak kekuasaan Orde Baru menerapkan asas tunggal organisasi harus Pancasila. Keputusan tersebut terkait dengan lahirnya Undang- Undang No 08/1985 tentang ORMAS, menetapkan bahwa seluruh organisasi sosial atau massa harus mencantumkan Pancasila sebagai asas tunggal mereka 6. PII mengambil sikap tegas, menolak pemberlakuan UU tersebut. Karena sikap 2 Ahmad Adaby Darban, Sejarah Lahirnya Pelajar Islam Indonesia (Yogyakarta: Panitia Pelaksana Muktamar PII ke-xvi, 1976), hlm Hasil observasi terhadap beberapa anggota PII pada waktu Muktamar PII ke-xxvi di Pontianak.Juli Djayadi Hanan, Gerakan Pelajar Islam Dibawah Bayang-Bayang Negara (Yogyakarta UII Press, 2006), hlm 71.mengutip A.H Nauition, Peranan PII Dalam Penumpasan PKI, Pengalaman Pribadi Seorang jenderal, artikel yang ditulis untuk penerbitan buku sejarah PII, 27 Juni Djayadi Hanan, Gerakan Pelajar Islam Dibawah Bayang-Bayang Negara, hlm Faisal Ismail, Ideologi Hegemoni Dan Otoritas Agama, Yogyakarta,1999.

3 penolakan PII, akhirnya Mendagri membuat keputusan Menteri No 120 dan 121 tgl 10 Desember 1987 melarang PII dengan alasan PII tidak mengikuti prinsipprinsip fundamental UU Keormasan. Sejauh mengenai ORMAS Islam, larangan pemerintah ini hanya dikenakan pada PII 7. Sejak diberlakukannya Keputusan Mendagri tersebut PII menjadi organisasi terlarang. Dengan status ilegal, PII tetap menjalankan roda organisasi. Dengan berbagai pertimbangan, pada akhir masa pemerintahan Soeharto PII mulai melakukan usaha reformalisasi. PII memandang bahwa organisasi pelajar seperti Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) dan Ikatan Putra Nahdlatul Ulama (IPNU) dan ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) terbatas ruang geraknya pada golongan Muhammadiyah dan NU. Organisasi pelajar lain yang ada juga bersifat lokal sehingga tidak bisa menjangkau pelajar diseluruh pelosok tanah air 8. Pada awal tahun 1998, PII mencantumkan Pancasila sebagai asas dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya (AD/ART). Penerimaan PII terhadap asas Pancasila setelah melalui perdebatan internal yang cukup lama, justru dilakukan pada saat kekuasaan ORBA hampir berakhir. Harapan berkembangnya PII setelah reformalisasi ternyata tidak tercapai. Semakin lama PII semakin mengalami degradasi kader secara kualitas dan kuantitas. Permasalahan internal organisasi bermunculan dan tidak kunjung selesai. Konflik yang berujung pada pelemahan organisasi dengan konsekuensi tidak aktifnya anggota, mundur dari kepengurusan. Kekurangan kader untuk mengisi posisi struktur terjadi hampir diseluruh eselon. Tidak berperannya beberapa Pengurus Wilayah (PW) dalam forum nasional, dan indikasi konflik 7 Ibid, hal Djayadi Hanan, Gerakan Pelajar Islam Dibawah Bayang-Bayang Negara, hlm 190.

4 internal bermunculan pada semua level. Pada Muktamar Nasional 2006 terjadi penolakan terhadap hasil Muktamar yang dimotori oleh pengurus PII se Jawa- Bali. Penolakan tersebut dalam beberapa pandangan aktivis PII dianggap sebagai potensi perpecahan antara Jawa dan Indonesia Timur. Sampai pada Muktamar 2008 di Pontianak, hanya dihadiri kurang dari seratus peserta Muktamar 9. Badan Otonom (BO) Brigade dan PII Wati (sayap organisasi yang memfasilitasi masalah ke-muslimahan) seringkali memiliki konflik kepentingan dengan Badan Induk (sebagai struktur utama). Pada beberapa Pengurus Daerah, BO PII Wati dan BO Brigade banyak yang vakum, atau lebih jauh, melakukan pembubaran diri. Secara kualitas, tawaran alternatif terhadap persoalan aktual masyarakat sebagai esensi kehadiran ORMAS, tidak berkembang. Trend setter isu yang dulu pernah dimainkan PII sekarang diambil alih oleh pihak lain. Ketertarikan pelajar untuk bergabung dan beraktivitas di PII sangat kurang. Kekurangan kader pengurus di level Pengurus Komisariat (PK) sampai Pengurus Besar (PB) menjadi masalah yang tidak pernah terselesaikan. Keanekaragaman basis kelompok agama (internal Islam), pendidikan, sosial dan budaya anggota yang dimiliki PII beralih menjadi pemicu konflik. Momentum peralihan kepemimpinan sering menjadi pemicu konflik. Pada proses perekrutan, tidak bersedianya beberapa sumber basis anggota untuk mempercayakan generasi muda mereka aktif di PII 10. Seringkali pengurus yang aktif mempertanyakan status ideologi PII, memperjelas berkurangnya daya tarik organisasi. Keadaan yang demikian menguatkan indikasi terjadinya krisis yang sangat akut di PII. Keterancaman eksistensi PII, yang pernah mengalami masa kejayaan, 9 Observasi pada kegiatan Muktamar PII ke-xxvi di Pontianak, Juli Wawancara awal dengan PW PII Jogjakarta Besar, 29 November 2008.

5 sedang berlangsung. Dengan demikian diperlukan perhatian serius untuk menelaah gejala yang sedang berlangsung pada salah satu ORMAS Islam ini. PII pada saat ini seakan kehilangan sesuatu yang dulu pernah dimilikinya. Sesuatu yang dulu bisa mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya. Potensi keberagaman yang dimilikinya selain tidak menjadi daya tarik juga beralih menjadi pemicu konflik. Peran kesejarahan yang cukup penting dan potensi idealisme yang dikandungnya, terutama peran integrasi umat Islam yang berlatar belakang basis agama dan budaya yang beragam, merupakan kekayaan bangsa Indonesia. B. Rumusan Masalah Peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini dalam bentuk pertanyaan; Apa di balik keberlangsungan gerakan PII? C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan organisasi PII 2. Mengetahui sejarah perkembangan PII sejak awal berdiri 3. Menelaah fungsi konflik terhadap perkembangan internal PII D. Manfaat Penelitian 1. Penelitian tentang perkembangan organisasi PII dapat memberikan penjelasan tentang tanggapan sebuah kelompok sosial dalam menghadapi perubahan sosial.

6 2. Untuk aktivis organisasi sosial, khususnya organisasi pelajar, bisa menjadi salah satu bahan untuk melakukan evaluasi didalam menjalankan organisasi. 3. Untuk lembaga PII khususnya, penelitian ini bisa menjadi salah satu bahan untuk melakukan otokritik. 4. Penelitian ini selain sebagai persyaratan akademis, bagi peneliti sendiri memberikan pengalaman untuk membentuk pola pikir yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. E. Tinjauan Pustaka Studi tentang perkembangan sejarah organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) yang lengkap memotret perkembangan sejak lahir sampai sekarang dan dalam skala nasional masih sangat jarang. Buku yang secara khusus menulis tentang Pelajar Islam Indonesia yang penulis telusuri hanya ada dua. Pertama adalah hasil tesis Ilmu Politik UGM tentang perkembangan PII yang kemudian dibukukan dilakukan oleh Djayadi Hanan dengan judul Gerakan Pelajar Islam Di Bawah Bayang-Bayang Negara, Studi Kasus Pelajar Islam Indonesia Tahun Dalam tesis Djayadi Hanan yang dibatasi oleh kurun waktu 17 tahun pada masa pemberlakuan asas tunggal Pancasila ini memberikan gambaran yang jelas tentang latar belakang PII menolak asas tunggal dan implikasinya terhadap perkembangan organisasi PII. Buku kedua ditulis oleh Ma roof dan Husnie Thamrin, Pilar Dasar Gerakan Pelajar Islam Indonesia, Dasawarsa Pertama Berdirinya PII. Buku tersebut secara detail memotret sejarah perkembangan awal PII sampai tahun 1965an.

7 Secara menyeluruh, isi buku tersebut lebih pada kumpulan tulisan daripada hasil studi khusus mengenai perkembangan PII awal. Melihat berbagai sumber dan literatur yang ditemukan penulis, maka penulis mencoba membedah konflik dan survivalitas PII dalam menghadapi berbagai tantangan organisasi secara internal dan eksternal. Usaha ini penulis lakukan karena belum adanya hasil studi yang secara fokus memotret survivalitas secara mendalam dan menyeluruh. F. Kerangka Teori Dengan sifat dasar, ketidakpuasan terhadap sistem yang mapan, dinamika yang terjadi pada gerakan sosial tidak bisa dilepaskan dari konflik. Konflik berlangsung dengan pihak luar dan juga didalam tubuh gerakan. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa gerakan sosial merupakan hasil dari ketidakpuasan terhadap sistem yang mapan sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan. Kesenjangan realitas dengan idealisme mengandung makna ketidakharmonisan. Dihadapkan pada kepentingan naluri manusia yang menginginkan kepenuhan kebutuhan, kesenjangan membuka ruang untuk melakukan perubahan. Lewis Coser dalam bukunya yang berjudul The Functions of Social Conflict (1956), mengemukakan bahwa tidak ada teori konflik sosial yang mampu merangkum seluruh fenomena konflik karena hasilnya prematur 11. Oleh karena itu Coser tidak mengonstruksi teori umum. Ia hanya berusaha untuk menjelaskan konsep konflik sosial serta mengonsolidasikan skema konsep itu, 11 Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta, CV Rajawali, 1984), hlm 107.

8 sesuai dengan data yang berlangsung dalam konflik sosial. Caranya adalah dengan mengintegrasikan teori konflik yang dikembangkan oleh George Simmel 12. Konflik dapat bersifat instrumental untuk pembentukan penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Maka Coser melihat adanya keuntungan dengan munculnya konflik sosial sebagai katup penyelamat (savety-value). Katup penyelamat membiarkan luapan permusuhan tersalur tanpa menghancurkan seluruh struktur. Konflik membantu membersihkan suasana dalam kelompok yang sedang kacau 13. Coser melihat konflik merupakan jalan keluar yang meredakan permusuhan. Katup penyelamat dalam hal ini hanya sebagai pengalihan masalah aslinya, jadi bersifat sementara. Dalam membahas berbagai situasi konflik, Coser membedakan konflik yang realistis dengan yang tidak realistis 14. Konflik yang realistis berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang tidak terpenuhi. Anggota PII yang menuntut kinerja pengurus PII diatas agar lebih optimal merupakan konflik realistis. Sedangkan konflik tidak realistis adalah konflik yang bukan berasal dari persaingan yang bersifat antagonis dan sepihak. Seperti kasus pengkambinghitam-an salah satu kader PII untuk menjatuhkan harga diri dan penilaian negatif. Hal itu sering muncul saat di forum Muktamar saat pemilihan imamah PII. Perspektif Coser tentang konflik sosial adalah banyak ahli sosiologi cenderung memandang pada sisi negatif. Menurut Coser bahwa konflik sosial dapat membantu mengeratkan ikatan kelompok yang terstruktur secara longgar. 12 Lewis Coser, The Fungtions of Social Conflict(New York: The Free Press, 1956), hlm Lewis Coser, The Fungtions of Social Conflict, hlm Ibid, hlm 49.

9 Masyarakat yang mengalami disintegrasi, atau berkonflik dengan masyarakat lain dapat terintegrasi 15. Dalam hal ini, bagaimana konflik dapat memberi sumbangan pada ketahanan dan adaptasi kelompok, interaksi dan sistem sosial. Integrasi dapat terjadi dengan meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok dengan memantapkan keutuhan dan keseimbangan 16. Sumbangan integrasi sosial ini bisa saya lihat pada awal perjuangan revolusi, dimana umat Islam berhasil bersatu melawan Belanda. Tapi ketika Belanda sudah hengkang dari Indonesia, umat Islam kembali terbelah. Gagasan Coser ini juga sesuai dengan cita-cita PII mempersatukan semua gerakan pelajar lokal di sekolah umum dan pesantren. Dan PII berhasil mempertahankan persatuan selama musuh bersama berhasil didefinisikan secara jelas. Kedua, bahwa konflik sosial mampu menciptakan kohesi melalui aliansi dengan kelompok lain 17. Sepanjang awal revolusi sampai sekarang, ketika ada masalah bersama, elemen pemuda dan pelajar selalu membangun aliansi. Baik itu oleh PII, HMI, PMII, PMKRI, LMND, Pemuda Muhammadiyah, GP Anshar dan lain-lain. Masing-masing berkumpul dan menyatakan sepakat menyelesaikan masalah bersama-sama. Seperti yang terjadi pada Deklarasi Cipayung tahun 66. Ketiga, konflik sosial dapat mengaktifkan peran individu yang semula terisolasi 18. Semula, partisipasi anak-anak sekolah tidak pernah dianggap sebagai bagian dari penentu perubahan sosial. Tapi ketika secara organisatoris, PII melawan komunis pada tahun 1965, dan mengajak anak-anak sekolah ikut bersama-sama berdemonstrasi. Dan terbukti, mereka memiliki potensi dan jumlah 15 Ibid, hlm Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, hlm Lewis Coser, The Fungtions of Social Conflict, hlm Ibid, hlm 118.

10 dan kekompakan menentang komunis. Pengakuan terhadap kelompok terisolasi dan meniadakan kepentingan personal bisa menjadi gerakan radikal ketika berhadapan dengan musuh. Keempat, konflik sosial juga membantu fungsi komunikasi antar berbagai kelompok masyarakat 19. Dalam hal ini, konflik mampu mempertegas siapa lawan dan siapa kawan. Dengan adanya komunikasi, antar kelompok membangun kepercayaan dan memutuskan mengambil tindakan yang tepat untuk menghadapi musuh bersama. Komunikasi antar kelompok juga memungkinkan munculnya ide terbaik dalam menyusun perubahan sosial yang dikehendaki bersama. Keempat sumbangan teori konflik yang dikembangkan Lewis Coser diatas digunakan untuk membedah perjalanan PII sampai sekarang. Perjalanan PII yang panjang dengan tetap berhasil mempertahankan diri sebagai organisasi independen dan tidak mengalami perpecahan seperti HMI menarik untuk dianalisis. Militansi dan konsistensi kader PII memperjuangkan Islam sebagai ajaran tertinggi di Indonesia menemui berbagai rintangan. Baik selama Orde Lama, Orde Baru dan sepanjang masa Orde Reformasi, polemik tentang Islam selalu bernada negatif. Diskriminasi terhadap Islam sebagai fundamentalis, radikal, subversif sampai teroris, selalu membayangi perjalanan PII. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan 19 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2004), hlm 159.

11 dari orang-orang dan aktivitas yang diamati 20. Dalam penelitian ini juga tidak mengabaikan berbagai obyek dan fakta kepengurusan PII saat ini sebagai kelanjutan dari fakta dan pola masa lampau. Dengan menganalisis secara mendalam terhadap persepsi, gagasan dan interaksi sosial perjalanan PII diharapkan menemukan alur yang jelas mengenai proses interaksi, upaya adaptasi, interaksi dan perubahan sosial PII. Penelitian kualitatif ini meneliti dokumen, jurnal, surat, dan laporan-laporan Muktamar. Sifat istimewa dari data verbal ini adalah bahwa data itu mengatasi ruang dan waktu, sehingga membuka kemungkinan bagi peneliti untuk memperoleh pengetahuan tentang gagasan dan aktivitas sosial yang telah musnah 21. Selain melakukan kajian terhadap dokumen yang ada juga mengamati perkembangan PII. Deskripsi historis digunakan untuk membantu memetakan uraian teoritis skripsi sehingga data dan informasi yang ada bisa tersusun sistematis. Uraian teoritis itu dapat menempatkan kejadian dalam suatu kerangka dalam membuat perbandingan atau dalam mencari gejala-gejala sosial yang serupa data empiris kita garap sebagai petunjuk fakta yang menjadi referensi empiris dari konsep dan teori 22. Dengan prosedur ini bahan masa lampau yang termuat dalam dokumen tersusun secara sistematis, sehingga kemampuan menerangkan harus diperinci. Dengan pendekatan kualitatif peneliti berharap semua kejadian dan data yang ada disajikan secara kompleks dari kekuatan-kekuatan sosial, digambarkan sebagai 20 Arief Furchan, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), hlm Sartono Kartodirdjo, Metode Penggunaan Bahan Dokumen dalam Koentjaraningrat (ed), Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1981),hlm Sartono Kartodirdjo, Metode Penggunaan Bahan Dokumen dalam Koentjaraningrat (ed), Metode-Metode Penelitian Masyarakat, hlm, 65.

12 suatu proses sosial yang unik, dan digambarkan sedemikian rupa sehingga tampak hubungan antara sektor ekonomi, sosial, politik dan keagamaannya. Penelitian ini mendeskripsikan obyek secara menyeluruh. Dilakukan dengan melakukan wawancara terbuka dan penelusuran lewat dokumen.hal ini digunakan untuk memberikan landasan bagi penjelasan adanya asumsi keterkaitan antara masa lalu dengan fenomena yang terjadi saat ini. Menurut Masri Singarimbun, metode ini tidak mensyaratkan secara ketat hipotesa dan tidak diuji secara statistik 23. Dua hal yang dimilikinya, mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi terjadinya suatu fenomena. Tujuan kedua adalah mendeskripsikan secara menyeluruh dan utuh terhadap suatu fenomena. 2. Objek dan Lokasi Penelitian Objek penelitian ini adalah organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) yang berpusat di Jakarta, Menteng Raya 58 dan memiliki anggota tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Tahun berdirinya organisasi PII ini adalah Dengan mengumpulkan dokumen untuk digunakan secara komparatif sehingga dihasilkan generalisasi-generalisasi 24. Dokumen yang digunakan berupa otobiografi, buku, surat kabar, majalah, jurnal, dokumen-dokumen pemerintah dan dokumen organisasi PII itu sendiri. 23 Masri Singarimbun, Tipe, Metode dan Proses Penelitian dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1981), hlm Sofian Effendi, Unsur-Unsur Penelitian Ilmiah dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1981), hlm. 14. Barney G, Glaser dan Anselm L. Strauss, Penemuan Teori Grounded; Beberapa Strategi Penelitian Kualitatif, hlm. 50.

13 3. Teknik Pengumpul Data a. Observasi Observasi yang dilakukan adalah dengan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan nasional PII. Peneliti mengamati dengan menempatkan diri sebagai partisipan (menjadi anggota kelompok yang diteliti). Dalam melakukan pengamatan untuk kepentingan penelusuran maka dilakukan dengan tidak terstruktur. Untuk pengamatan dengan tujuan untuk mendalami salah satu objek yang telah ditentukan maka dilakukan observasi terstruktur. Peneliti mengikuti Muktamar PII yang diselenggarakan pada tahun 2008 di Pontianak, Kalimantan Barat, Trainning Advance PII tahun 2008 di Palembang, kegiatan diskusi rutin di PII Jogjakarta Besar, kegiatan kemanusiaan PII pada saat terjadi gempa di Sumatera Barat pada tahun Untuk melihat keseharian pelaku organisasi PII, peneliti melakukan observasi di kantor dan asrama Pengurus Besar PII di Jakarta. Ini berlangsung dari tahun 2008 akhir sampai 2010 pertengahan. Kunjungan peneliti ke berbagai Pengurus Wilayah PII tingkat provinsi memberikan kekayaan pandangan untuk penelitian ini. Observasi tidak terstruktur berarti peneliti tidak mengetahui aspek-aspek apa dari kegiatan-kegiatan yang ingin diamatinya relevan dengan tujuan penelitian dengan pengungkapan yang sistematis. Kedua teknik observasi tersebut dipakai sesuai dengan situasi yang dihadapi dilapangan. Output dari observasi adalah catatan deskripsi dan refleksi dari peneliti. b. Wawancara Wawancara dipengaruhi oleh posisi informan dalam mewujudkan gagasan dan program kerja PII. Selain itu juga menjelaskan bagaimana dinamika yang

14 terjadi di PII berkaitan dengan konflik dan perkembangan dalam menanggapi isu yang ada. Informan juga dipengaruhi oleh posisi strategis dalam menjelaskan gagasan perubahan sosial. Informan utama dalam wawancara ini adalah ketua umum PII atau tokoh sentral dari periode ke periode. Informan yang diwawancarai pada penelitian ini adalah Utomo Danandjaja, Usep Fathudin, AM Fatwa, Mashuri, Mamat Achmad Caherowi, Mu taminul Ula, Asep Saifunnur Maszah, Hakam Naja, Mulyadi Malik, Djayadi Hanan, dan Zulfikar. Mereka adalah tokoh-tokoh PII yang memiliki peran penentu kebijakan di masanya. c. Dokumen Dalam penelitian ini, peneliti menelaah berbagai hasil keputusan forumforum bersifat nasional, publikasi internal PII, dan beberapa tulisan yang pernah dibuat oleh kader PII terkait permasalahan yang diteliti. Dokumen Muktamar dan dokumen konstitusi PII banyak yang menjadi sumber penelitian ini. 4. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul maka tahap selanjutnya adalah analisis data. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, namun belum langsung dapat dipakai untuk menyusun suatu konstruksi deskriptif fakta 25. Terlebih dahulu dilakukan verifikasi bahan dokumen adalah dengan cara kollasi, dengan cara membandingkan antar hlm J. Vredenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1978),

15 berbagai dokumen mengenai apakah fakta yang dicari ada dalam dokumen yang lain yang dibuat oleh penulis yang lain pula, dari golongan serta lingkungan yang berbeda dan dalam kondisi yang berbeda. Pernyataan mengenai satu fakta, apabila sesuai, apakah yang satu tidak meminjam dari yang lain, apabila kontradiktif, dipilih yang memiliki banyak kesamaan dengan data yang lain. Dalam melakukan perbandingan, hubungan antara dokumen, perlu dicari mana yang merupakan sumber primer, mana yang dijadikan sumber data yang representatif. Proses penilaian dokumen, juga mencakup pertanyaan apakah bahan di dalamnya cukup cocok untuk memberi jawab atas pertanyaan seperti apa, kapan, dimana, bagaimana dan mengapa dari gejala yang dipelajari. Jadi bahan dokumen perlu dinilai kegunaannya berdasarkan kriteria yang berhubungan dengan subyek, komponen-komponen yang esensial. Data umum (pranata, adat-istiadat dan pola kehidupan) menjadi rumusan umum.

BAB I PENDAHULUAN. serta mengatur dan mengorganisasi kegiatannya dalam mencapai suatu tujuan,

BAB I PENDAHULUAN. serta mengatur dan mengorganisasi kegiatannya dalam mencapai suatu tujuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang cenderung untuk hidup bermasyarakat serta mengatur dan mengorganisasi kegiatannya dalam mencapai suatu tujuan, tetapi karena keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan terlupakan oleh masyarakat kota Madiun, terutama bagi umat Islam di Madiun. Pada bulan September tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dipelopori oleh Wahidin

BAB I PENDAHULUAN. Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dipelopori oleh Wahidin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia, peran pemuda tidak dapat diabaikan begitu saja. Hal ini dapat kita ketahui dari sejak masa lahirnya Budi

Lebih terperinci

2016 KONTROL SOSIAL HMI TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG

2016 KONTROL SOSIAL HMI TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tolok ukur keberhasilan suatu daerah tidak hanya dapat dilihat dari keaktifan pemerintah dalam melakukan pembangunan insprastruktur daerah tersebut, namun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme 123 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme Generasi Muda dalam Era Otonomi Khusus Papua ini adalah metode kualitatif. Digunakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik praktis artinya tidak terlibat dalam kegiatan politik yang berkaitan dengan proses

Lebih terperinci

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benedict Anderson (2000) seorang Indonesianis yang diakui secara luas sebagai pakar sejarah Indonesia abad ke-20, mengungkapkan bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru merupakan salah satu elemen penting dalam dunia pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Guru merupakan salah satu elemen penting dalam dunia pendidikan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Guru merupakan salah satu elemen penting dalam dunia pendidikan, mereka tidak hanya berperan memberikan pengajaran pada siswa tetapi juga menunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Organisasi ekstra universitas merupakan organisasi mahasiswa yang aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi ekstra universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian bahwa Islam tidak hanya tentang sistem nilai, tetapi juga memuat sistem politik. Islam

Lebih terperinci

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari pembahasan skripsi yang berjudul Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden: Kasus Presiden Soeharto (1965-1967) dan Soeharto

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. memiliki sejarah tersendiri, salah satunya keresahan akan keadaan LSM yang mementingkan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. memiliki sejarah tersendiri, salah satunya keresahan akan keadaan LSM yang mementingkan BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Kemunculan suatu gerakan, termasuk gerakan yang dilakukan organisasi SMI memang tidak bisa terlepas dari ketidakpuasan yang terjadi di sekitarnya. Latarbelakang hadirnya SMI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. peneliti dalam menentukan pemahaman sejalan dengan fokus dan tujuan yang

III. METODE PENELITIAN. peneliti dalam menentukan pemahaman sejalan dengan fokus dan tujuan yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang digunakan Metode penelitian sangat dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan dalam suatu penelitian. Menurut Maryaeni (2005:58) metode adalah cara yang ditempuh

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan cita-cita

Lebih terperinci

Gerakan 30 September Hal tersebut disebabkan para kader-kader Gerwani tidak merasa melakukan penyiksaan ataupun pembunuhan terhadap para

Gerakan 30 September Hal tersebut disebabkan para kader-kader Gerwani tidak merasa melakukan penyiksaan ataupun pembunuhan terhadap para BAB 5 KESIMPULAN Gerwani adalah organisasi perempuan yang disegani pada masa tahun 1950- an. Gerwani bergerak di berbagai bidang. Yang menjadi fokus adalah membantu perempuan-perempuan terutama yang tinggal

Lebih terperinci

Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi

Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi Sosiologi Kesehatan Sosiologi Industri Sosiologi Desain Sosiologi Budaya Sosiologi Ekonomi 1 Kajian Sosiologi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di seluruh dunia. Saking derasnya arus wacana mengenai demokrasi, hanya sedikit saja negara yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas Tunggal Pancasila oleh Nahdlatul Ulama : Latar Belakang dan Proses 1983-1985 yang menjadi bahan

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS 17 BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS Landasan teori pada penelitian ini menggunakan teori Ralf Dahendrof. Karena, teori Dahendrof berhubungan dengan fenomena sosial masyarakat salah satunya adalah teori

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan transformasional dalam pembinaan toleransi budaya mahasiswa yang tinggal di Ma had al-jami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. andil pada perubahan sistem dan tata nilai dalam masyarakat Islam.

BAB I PENDAHULUAN. andil pada perubahan sistem dan tata nilai dalam masyarakat Islam. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi dalam era globalisasi sekarang ini telah membawa perubahan-perubahan dalam

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA MUKTAMAR NASIONAL KE-26 PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII) Pontianak, 5 Juli 2008

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA MUKTAMAR NASIONAL KE-26 PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII) Pontianak, 5 Juli 2008 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA MUKTAMAR NASIONAL KE-26 PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII) Pontianak, 5 Juli 2008 Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati, - Wakil

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah istilah kunci yang paling paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses,

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya 36 BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF A. Teori Konflik Kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, konflik merupakan gejala yang selalu melekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 Assalamu alaikum Warahmatullahiwabarakatuh.

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan 31 BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF A. TEORI KONFLIK Ralf Dahrendorf melihat proses konflik dari segi intensitas dan sarana yang digunakan dalam konflik. Intensitas merupakan sebagai tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila masa depan adalah kenyataan, apakah masa depan akan dialami oleh setiap orang? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Tetapi yang paling terpenting adalah masa depan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan, cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sejak perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan, cita-cita bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan, cita-cita bangsa Indonesia ialah membangun sebuah Negara hukum. Cita-cita Negara hukum itu dicantumkan dalam tiap-tiap

Lebih terperinci

BAB V POLA KOMUNIKASI ANTARA FORUM JURNALIS SALATIGA DENGAN PEMERINTAH KOTA SALATIGA Pola Komunikasi FJS dan Pemerintah Kota Salatiga

BAB V POLA KOMUNIKASI ANTARA FORUM JURNALIS SALATIGA DENGAN PEMERINTAH KOTA SALATIGA Pola Komunikasi FJS dan Pemerintah Kota Salatiga BAB V POLA KOMUNIKASI ANTARA FORUM JURNALIS SALATIGA DENGAN PEMERINTAH KOTA SALATIGA 5. 1. Pola Komunikasi FJS dan Pemerintah Kota Salatiga Kebebasan Pers secara subtansif tidak saja dijadikan indikator

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

Dinamika Organisasi Kemasyarakatan di Kota Denpasar

Dinamika Organisasi Kemasyarakatan di Kota Denpasar Dinamika Organisasi Kemasyarakatan di Kota Denpasar 1970-2014 Anche Nugraha 1*, I Putu Gede Suwitha 2, Ida Bagus Gde Putra 3 123 Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unud 1 [email: anche.nugraha@ymail.com]

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kemasyarakatan adalah kelompok kepentingan Asosiasonal. dibentuk atas tujuan yang eksplisit. Terorganisir dengan sangat baik pada

BAB V PENUTUP. kemasyarakatan adalah kelompok kepentingan Asosiasonal. dibentuk atas tujuan yang eksplisit. Terorganisir dengan sangat baik pada BAB V PENUTUP KESIMPULAN Organisasi Pemuda Pancasila merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan dengan eksistensi pergerakan tertua di Indonesia. Organisasi kemasyarakatan identik dengan pergerakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif sebagai metode dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Fenomena perempuan bercadar merupakan sebuah realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita. Fenomena yang terjadi secara alamiah dalam setting dunia

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. visi bersama mahasiswa yang menjadi cita-cita atau arah perubahan yang hendak

BAB VI PENUTUP. visi bersama mahasiswa yang menjadi cita-cita atau arah perubahan yang hendak BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Orientasi gerakan mahasiswa pada hari ini dapat juga dikatakan sebagai visi bersama mahasiswa yang menjadi cita-cita atau arah perubahan yang hendak diwujudkan dalam sistem

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 172 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab ini merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam skripsi yang berjudul Peta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah di Desa Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten. Sedangkan datanya dikumpulkan dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa agama yang diakui oleh negara,

BAB I PENDAHULUAN. ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa agama yang diakui oleh negara, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan berbagai komunitas agama. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa agama yang diakui oleh negara, yaitu Hindu, Budha,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Hal ini terlihat dari keberagaman suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara. Hal ini terjadi karena mahasiswa adalah orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara. Hal ini terjadi karena mahasiswa adalah orang-orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa adalah kelompok sosial masyarakat yang mempunyai kapasitas intelektual untuk memahami kondisi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. diterapkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

III. METODE PENELITIAN. diterapkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. III. METODE PENELITIAN A. Metode yang Digunakan Metode penelitian sangat dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan dalam suatu penelitian. Menurut Maryaeni (2005 : 58) metode adalah cara yang ditempuh peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ilmu sejarah telah terjadi cukup lama. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ilmu sejarah telah terjadi cukup lama. Terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kontroversi dalam ilmu sejarah telah terjadi cukup lama. Terutama kontroversi secara politis yang begitu kental di zaman pemerintahan Soeharto atau yang terkenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada awal abad ke-20, sewaktu mulai timbul akan kesadaran dan paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan pembuka jalan bagi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBERIAN GELAR WALIYYUL AMRI AD- DHARURI BI AS-SYAUKAH OLEH NAHDATUL ULAMA KEPADA PRESIDEN SOEKARNO

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBERIAN GELAR WALIYYUL AMRI AD- DHARURI BI AS-SYAUKAH OLEH NAHDATUL ULAMA KEPADA PRESIDEN SOEKARNO BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBERIAN GELAR WALIYYUL AMRI AD- DHARURI BI AS-SYAUKAH OLEH NAHDATUL ULAMA KEPADA PRESIDEN SOEKARNO A. Analisis pemberian Gelar Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi Al-Syukah oleh Nahdatul

Lebih terperinci

PERGESERAN KEWENANGAN CAMAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN: STUDI MENGENAI PERANAN CAMAT SEBAGAI KONSEKUENSI DARI PERUBAHAN UU.

PERGESERAN KEWENANGAN CAMAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN: STUDI MENGENAI PERANAN CAMAT SEBAGAI KONSEKUENSI DARI PERUBAHAN UU. PERGESERAN KEWENANGAN CAMAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN: STUDI MENGENAI PERANAN CAMAT SEBAGAI KONSEKUENSI DARI PERUBAHAN UU. No. 5/1974, UU. No. 22/1999, UU. No. 32/2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Lebih terperinci

4 Alasan Mengapa Buku ini Penting?

4 Alasan Mengapa Buku ini Penting? Oleh : Suswanta 4 Alasan Mengapa Buku ini Penting? 1. Merupakan pengembangan dari skripsi beliau : Perkembangan PSII Sebelum Fusi Parpol : Analisis Konflik Kepemimpinan 1971-1973 2. Satu-satunya buku yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 1

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi penguatan gerakan dalam hal menebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. oleh masyarakat menunjukkan bahwa Indonesia sudah menjadi negara yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. oleh masyarakat menunjukkan bahwa Indonesia sudah menjadi negara yang telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah menjadi negara demokrasi yang semakin berkembang. Berawal dari PEMILU pertama pada tahun 1955 untuk memilih pemimpin negara, sampai pemilihan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2010 hlm.6) : Penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34)

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bahkan Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34) multikulturalitas bangsa

Lebih terperinci

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi 6.1. Kesimpulan Melalui berbagai serangkaian aktivitas pelacakan data dan kemudian menganalisisnya dari berbagai perspektif, beberapa pernyataan ditawarkan dalam uraian

Lebih terperinci

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Leif STENBERG Direktur, AKU- Dalam makalah berikut ini, saya akan mengambil perspektif yang sebagiannya dibangun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 89 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam melakukan penelitian kita dapat menggunakan berbagai macam metode. Metode mana yang akan digunakan tergantung dari tujuan penelitian dan masalah yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan

BAB V PENUTUP. Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, telah teridentifikasi bahwa PDI Perjuangan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. kewilayahan dalam penelitian ini merujuk desain penelitian deskriptifkualitatif,

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. kewilayahan dalam penelitian ini merujuk desain penelitian deskriptifkualitatif, BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode untuk penyusunan perencanaan partisipatif berbasis kewilayahan dalam penelitian ini merujuk desain penelitian deskriptifkualitatif, yaitu suatu metode

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK SOSIAL LEWIS COSER. memang pada konflik penggunaan kekerasaan. dalam konflik tersebut, Teori

BAB II TEORI KONFLIK SOSIAL LEWIS COSER. memang pada konflik penggunaan kekerasaan. dalam konflik tersebut, Teori 40 BAB II TEORI KONFLIK SOSIAL LEWIS COSER A. Konflik Sosial Lewis Coser Teori yang menjadi acuan penelitian adalah teori konflik karya dari Lewis A. Coser yang mana, dalam hal ini sudah terlihat bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh sebelum terjadinya krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi besar-besaran di tanah

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Sentralisme pemerintahan yang telah lama berlangsung di negeri ini, cenderung dianggap sebagai penghambat pembangunan daerah. Dari sekian banyak tuntutan yang diperhadapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan jenis penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini menghasilkan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan jenis penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini menghasilkan 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Untuk mengkaji lebih dalam mengenai Konflik Terselubung dalam Keluarga di Desa Prasung Tambak Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo, peneliti menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kajian Tentang Keragaman Etnik Terhadap Pemahaman Keagamaan. masuknya ketidak sepakatan pemahaman keagamaan yang tajam atau

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kajian Tentang Keragaman Etnik Terhadap Pemahaman Keagamaan. masuknya ketidak sepakatan pemahaman keagamaan yang tajam atau 31 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kajian Tentang Keragaman Etnik Terhadap Pemahaman Keagamaan Menurut Leonard Binder, keragaman etnik terhadap keagamaan didalam bahasa aslinya berarti pluralism

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak lepas dari Konflik yang terjadi di Maluku Utara. Konflik Maluku utara telah mengakibatkan perpecahan

Lebih terperinci

Kontroversi Agama dan Pancasila

Kontroversi Agama dan Pancasila Kontroversi Agama dan Pancasila Tugas Akhir Pancasila STMIK Amikom Yogyakarta Disusun Oleh : Dosen : : M Khalis Purwanto, Drs, MM Nama : HANANDA RISZKY PRATAMA Nim : 11.02.7959 ABSTRAK Agama mampu membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Mahasiswa dikenal sebagai agen of change yaitu mahasiswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Mahasiswa dikenal sebagai agen of change yaitu mahasiswa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa dikenal sebagai agen of change yaitu mahasiswa sebagai perintis, penggerak dan penggagas untuk melakukan sebuah perubahan kearah yang lebih baik. Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dua macam penelitian, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Keduanya

BAB III METODE PENELITIAN. dua macam penelitian, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Keduanya 60 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian berdasarkan pendekatan secara garis besar dibedakan dua macam penelitian, yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Keduanya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin Tahun , penulis

BAB V PENUTUP. Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin Tahun , penulis BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian Dampak Nasakom Terhadap Keadaan Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin Tahun 1959-1966, penulis menarik kesimpulan bahwa Sukarno sebagi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi kemahasiswaan dibagi menjadi dua, yaitu organisasi intra kampus dan ekstra kampus. Organisasi mahasiswa intrakampus adalah organisasi mahasiswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. historis. Dalam kamus besar bahasa Indonesia tinjauan berarti menjenguk,

II. TINJAUAN PUSTAKA. historis. Dalam kamus besar bahasa Indonesia tinjauan berarti menjenguk, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Tinjauan Historis Pada dasarnya konsep tinjauan historis terdiri dari atas dua kata yaitu tinjauan dan historis. Dalam kamus besar bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesantren dan pangajian taaruf (studi kasus eksistensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian merupakan suatu cara atau proses yang digunakan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian merupakan suatu cara atau proses yang digunakan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara atau proses yang digunakan di dalam melakukan penelitian. Sebagaimana metode penelitian dibutuhkan oleh peneliti untuk tahapan di dalam

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009.

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009. BAB VII PENUTUP 7.1. KESIMPULAN 1. Pembubaran partai politik pada setiap periode diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali pada masa Orde Baru yang tidak mengenal pembubaran partai politik.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan fenomenologi untuk dapat menggambarkan sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata,

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata, 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian, maka pendekatan yang tepat untuk penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Deskriptif

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pola Asuh Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (dalam Isni Agustiawati, 2014), kata pola berarti model,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. amanat, sudut pandang dan gaya bahasa yang saling berhubungan. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. amanat, sudut pandang dan gaya bahasa yang saling berhubungan. Dengan demikian, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak dapat dilihat hanya sebagai suatu sistem norma saja, karena karya sastra merupakan suatu sistem yang terdiri dari struktur, seperti tema, tokoh,

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Organisasi Masyarakat merupakan suatu komponen kelompok yang ada di tengah masyarakat, dimana keberadaannya menjadi suatu kelompok yang akan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana konflik yang di hadapi seorang Gay, tipe-tipe konflik apa yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Yang saya hormati: Tanggal, 19 Juni 2008 Pukul 08.30 W IB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi politik di Pakistan tak pernah jauh dari pemberitaan media internasional, kekacauan politik seolah menjadi citra buruk di mata internasional. Kekacauan

Lebih terperinci