ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAYAM ORGANIK PADA PETANI MITRA KSU LESTARI DAN ADS KABUPATEN BOGOR NOVINI NUR ADHIFA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAYAM ORGANIK PADA PETANI MITRA KSU LESTARI DAN ADS KABUPATEN BOGOR NOVINI NUR ADHIFA"

Transkripsi

1 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAYAM ORGANIK PADA PETANI MITRA KSU LESTARI DAN ADS KABUPATEN BOGOR NOVINI NUR ADHIFA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik pada Petani Mitra KSU Lestari dan ADS Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya ilmiah ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Novini Nur Adhifa NIM H

4

5 ABSTRAK NOVINI NUR ADHIFA. Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik pada Petani Mitra KSU Lestari dan ADS Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DWI RACHMINA Sayuran organik merupakan komoditi yang saat ini memiliki peluang pasar. Bayam merupakan salah satu jenis sayuran dikembangkan dengan sistem pertanian organik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat pendapatan, efisiensi usahatani, imbalan terhadap total modal dan imbalan terhadap tenaga kerja usahatani bayam organik pada petani mitra KSU Lestari dan ADS. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif dan analisis pendapatan usahatani, R/C rasio, imbalan terhadap total modal dan imbalan terhadap tenaga kerja. Hasil menunjukkan pendapatan atas biaya total petani bayam organik petani mitra ADS lebih besar dibandingkan petani mitra KSU Lestari. Nilai R/C atas biaya total petani mitra ADS lebih besar dibandingkan mitra KSU Lestari. Petani mitra ADS mampu menciptakan imbalan modal yang lebih tinggi dari suku bunga kredit yang berlaku. Sedangkan petani mitra KSU Lestari belum mampu menciptakan imbalan modal yang lebih tinggi dari suku bunga kredit yang berlaku. Petani mitra ADS mampu menciptakan imbalan tenaga kerja yang lebih tinggi dari upah rata-rata di bidang pertanian. Sedangkan petani mitra KSU Lestari belum mampu menciptakan imbalan tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan upah rata-rata di bidang pertanian. Kata kunci: pendapatan, R/C rasio, imbalan modal, imbalan tenaga kerja ABSTRACT NOVINI NUR ADHIFA. Revenue Analysis of Organic Spinach Farming in KSU Lestari s Partner Farmers and ADS s Partner Farmers Bogor Regency. Supervised by DWI RACHMINA Organic vagetable is one of comodity that have market opportunity in this time. Spinach is one of vagetables who is increased in organic farming system. This study was designed to analyze revenue level, the efficiency of farming, return to total capital and return to family labour of organic spinach farming in KSU Lestari s partner farmers and ADS s partner farmers. The data were analyzed using descriptive methods, farmer s revenue analyze, R/C ratio, return to total capital and return to family labour. The result showed that revenue for total cost of ADS s partner farmers was higher than KSU Lestari s partner farmers. R/C ratio for total cost of ADS s partner farmers was higher than KSU Lestari s partner farmers. ADS s partner farmers could make return to total capital that higher than applicable credit interest rate. Meanwhile, KSU s partner farmers couldn t make return to total capital that higher than applicable credit interest rate. ADS s partner farmers could make return to family labour that higher than average revenue in agriculture sector. Meanwhile, KSU s partner farmers couldn t make return to total capital that higher than average revenue in agriculture sector. Keywords: revenue, R/C ratio, return to total capital, return to family labour

6

7 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAYAM ORGANIK PADA PETANI MITRA KSU LESTARI DAN ADS KABUPATEN BOGOR NOVINI NUR ADHIFA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

8

9

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Sepetember 2015 ini ialah usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan Bayam Organik pada Petani Mitra KSU Lestari dan ADS Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing, Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM yang telah banyak memberi saran pada saat seminar proposal dan selaku dosen penguji, Ibu Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mamat selaku ketua Kelompok tani Saluyu, Bapak H. Saleh selaku Ketua Kelompok tani Sugitani, Ibu Dede Kurnia beserta staf Koperasi Serba Usaha Lestari, Ibu Farida beserta staf ADS (Agribussines Development Station) serta Bapak Marin yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, keluarga, serta teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2016 Novini NurAdhifa

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xiv DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR LAMPIRAN xv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA 6 Permintaan Sayuran Organik 6 Pemasaran Sayuran Organik 6 Analisis Pendapatan Usahatani Bayam 7 Peran Kemitraan terhadap Pendapatan Petani 7 KERANGKA PEMIKIRAN 8 Kerangka Pemikiran Teoritis 8 Kerangka Pemikiran Operasional 13 METODE PENELITIAN 16 Lokasi dan Waktu Penelitian 16 Jenis dan Sumber Data 16 Teknik Pengumpulan Data 16 Metode Analisis 16 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 Gambaran Umum Koperasi Serba Usaha Lestari 20 Gambaran Umum Agribusiness Development Station 20 Karakteristik Petani Responden 21 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 Pelaksanaan Kemitraan KSU Lestari dan ADS 23 Analisis Usahatani Bayam Organik 27 Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik 35 SIMPULAN DAN SARAN 44 Simpulan 44 Saran 45 DAFTAR PUSTAKA 45 DAFTAR TABEL 1 Konsumsi rumah tangga menurut hasil Susenas komoditas sayuran, Persentase petani responden menurut jenis kelamin 21 3 Persentase petani responden menurut usia 22 4 Persentase petani responden menurut tingkat pendidikan 22

14 5 Persentase petani responden menurut status kepemilikan lahan 23 6 Persentase petani responden menurut luasan lahan 23 7 Proporsi luasan lahan bayam terhadap luasan total lahan petani responden mitra KSU Lestari musim tanam September Proporsi luasan lahan bayam terhadap luasan total lahan petani responden mitra ADS musim tanam September Penggunaan pupuk pada usahatani bayam organik petani responden per 40 m 2 pada musim tanam September Penggunaan tenaga kerja usahatani bayam organik luasan 40 m 2 pada musim tanam September 2015 petani mitra KSU Lestari Penggunaan tenaga kerja usahatani bayam organik luasan 40 m 2 pada musim tanam September 2015 petani mitra ADS Penerimaan usahatani bayam organik responden petani mitra KSU Lestari per 40 m 2 pada musim tanam September Penerimaan usahatani bayam organik responden petani mitra ADS per 40 m 2 pada musim tanam September Biaya usahatani bayam organik responden petani mitra KSU Lestari per 40 m 2 pada musim tanam September Biaya usahatani bayam organik responden petani mitra ADS per 40 m 2 pada musim tanam September Pendapatan dan R/C rasio usahatani bayam organik pada musim tanam September Return to total capital dan return to family labour usahatani bayam organik pada musim tanam September DAFTAR GAMBAR 1 Data jumlah petani sayuran organik wilayah jawa barat 2 2 Kurva biaya total (Total cost) 12 3 Kerangka pemikiran operasional 15 4 Pohon bayam untuk pembenihan 27 5 Pembentukan bedengan lahan petani mitra ADS 28 DAFTAR LAMPIRAN 1 Standar penerimaan sayur di ADS 48 2 Produksi dan pemasaran bayam organik petani mitra ADS pada musim tanam September Produksi dan pemasaran bayam organik petani mitra KSU Lestari pada musim tanam September

15

16

17 PENDAHULUAN 1 AOI Pertanian Organik Cegah Perubahan Iklim. Majalah Organis. Bogor: Aliansi Organis Indonesia 2 Himawan, Toto Pertanian Organik Sistem Pangan yang Sehat. Majalah Organis. Bogor: Aliansi Organis Indonesia Latar Belakang Teknologi pertanian sayuran organik memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan pertanian sayuran konvensional. Sayuran organik memiliki kualitas lebih baik dari segi kandungan gizi dan dampak bagi kesehatan konsumen. Para peneliti menemukan bahwa sayuran organik jauh lebih aktif dalam menekan senyawa toksisitas dibandingkan sayuran konvensional 1. Selain itu pertanian organik memiliki dampak positif terhadap lingkungan. Pertanian organik memiliki potensi besar untuk mitigasi perubahan iklim karena kemampuan yang tinggi dalam penyerapan karbon dalam tanah dan pengurangan emisi gas rumah kaca 2. Keamanan dan kualitas sayuran organik yang lebih baik menjadi peluang pasar. Saat ini sebagian besar lembaga pemasaran sayuran organik adalah perusahaan retail maupun kios milik perseorangan. Hasil survei Statistik Pertanian Organik Indonesia 2013 yang dilakukan oleh AOI, saat ini terdapat delapan lembaga pemasar komoditi hasil pertanian sayuran organik untuk wilayah Bogor dan Bandung, seperti : Koperasi Lestari, Yayasan Bina Sarana Bakti, BLST, Toko Ijo, Amaranth, Ada swalayan, Yogya supermarket dan Supermarket Setia Budi (AOI, 2013). Sayuran organik memiliki segment pasar konsumen dengan taraf kesejahteraan menengah ke atas. Pemasaran melalui retail atau outlet dan tidak bergabung dengan pasar tradisional serta dengan harga jual yang lebih tinggi, merupakan bentuk pembedaan sayuran organik dengan konvensional, karena sayuran organik memiliki manfaat yang lebih dibandingkan dengan sayuran konvensional. Petani harus bekerja ekstra dalam menerapkan sistem pertanian organik. Pertanian organik didefinisikan oleh Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) sebagai " sistem produksi pertanian yang mempromosikan lingkungan, sosial dan ekonomi produksi makanan dan serat, serta tidak termasuk penggunaan pupuk sintetis, pestisida, zat pengatur tumbuh, pakan ternak dan zat tambahan, serta organisme rekayasa genetika. Sistem pertanian organik merupakan salah satu teknologi pertanian sehingga akan berpengaruh langsung terhadap struktur biaya, harga jual dan akhirnya mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani. Produktivitas sistem pertanian organik memiliki nilai yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pertanian konvensional. Berdasarkan hasil penelitian Seufert, Ramakutty & Foley (2012) pada negara maju, rata-rata produktivitas pertanian organik adalah 20 persen lebih rendah dibandingkan produktivitas pertanian konvensional. Negara maju dan negara berkembang (digabung), rata-rata produktivitas pertanian organik adalah 25 persen lebih rendah daripada pertanian konvensional. Produktivitas yang lebih rendah karena sistem pertanian organik, tidak memperbolehkan penggunaan pupuk kimia yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman agar lahan dimanfaatkan secara intensif. Hal inilah yang menyebabkan hanya sedikit petani yang mengembangkan usahatani sayuran organik. Berdasarkan hasil sensus AOI 2013, Sebagian besar

18 2 produsen sayuran organik sudah dalam bentuk perusahaan dengan skala usaha yang besar sampai kecil baik kepemilikan masyarakat lokal maupun pihak asing (AOI, 2013). Bandung 14% Subang 4% Cianjur 4% Kabupaten Bogor 78% Gambar 1 Data jumlah petani sayuran organik wilayah Jawa Barat Sumber: AOI, 2011 Produsen sayuran organik sebagian besar menyebar di Provinsi Jawa Barat. Pertanian sayuran organik terdapat pada daerah-daerah dengan suhu yang lebih rendah dan kelembaban yang cukup tinggi, yakni daerah Kabupaten Bogor, Subang, Bandung dan Cianjur. Pada Gambar 1 menunjukkan, Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penghasil sayuran organik dengan jumlah produsen terbanyak, sebesar 79 persen produsen sayuran organik. Hasil survei AOI 2013 menunjukkan, secara umum produsen sayuran organik di Kabupaten Bogor mengembangkan sistem pertanian polikultur yaitu komoditi bayam, pakcoy, caisim, kangkung, kailan, tomat, paria putih dan lain-lain. Produk sayuran organik memiliki pasar khusus yang tidak bergabung dengan sayuran konvensional, sehingga produsen sayuran organik harus memiliki akses dengan lembaga pemasar sayuran organik. Beberapa petani sayuran organik yang menjalin kemitraan dengan perusahaan distributor dalam memasarkan produk sayuran organik. Kemitraan yang terbentuk memperhatikan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling memperkuat. Manfaat yang diterima petani seperti, pelatihan sistem pertanian organik, jaminan kepastian harga dan jaminan pasar. Sedangkan bagi lembaga mitra manfaat yang diperoleh berupa jaminan ketersediaan produk organik. Jaminan harga tetap di tingkat petani serta jaminan pasar akan mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani yang dijalankan oleh petani mitra. Salah satu sayuran yang dikembangkan dengan sistem pertanian organik adalah bayam. Bayam merupakan salah satu sayuran yang banyak dikonsumsi hampir semua lapisan masyarakat. Pada Tabel 1, dapat dilihat konsumsi rumah tangga per kapita per tahun kelompok sayuran yang paling tinggi adalah konsumsi kangkung dan bayam mencapai rata-rata 4 kg per kapita per tahun. Berdasarkan data tersebut maka dapat dilakukan pendekatan bahwa sebagian besar konsumen organik mengonsumsi bayam organik.

19 Tabel 1 Konsumsi rumah tangga menurut hasil Susenas komoditas sayuran, kg/kapita/tahun Ratarata Komoditi Kangkung , Bayam , Kacang panjang , Terong , Tomat , Mentimun , Kentang , Kubis , Sawi hijau , Wortel , Buncis , Sawi putih , Sumber: Pusdatin Kementan, Perumusan Masalah Sistem pertanian organik merupakan sistem pertanian yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Prakteknya pada pertanian organik tidak memperbolehkan adanya senyawa kimia selama proses produksi. Pupuk dan obat-obatan tanaman yang digunakan haruslah alami. Seperti yang dilakukan petani sayuran organik di Kecamatan Cijeruk melakukan pembuatan pupuk kompos dan obat tanaman alami secara mandiri. Proses penghilangan hama pengganggu yang dilakukan secara alami membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan pertanian konvensional. Penerapan teknik budidaya sayuran organik akan mempengaruhi struktur biaya usahatani. Berdasarkan hasil penelitian, ketika membandingkan biaya antara pertanian organik dan sistem konvensional, peneliti menjumpai bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam biaya produksi (total cost) antara keduanya; hanya komposisinya saja yang berbeda. Biaya tenaga kerja lebih tinggi di pertanian organik, sedangkan biaya sarana produksi pertanian (saprotan) seperti pupuk dan pestisida kimia lebih besar di pertanian konvensional (Argiles dan Brown, 2010 diacu dalam Karliya et al, 2014). Biaya tenaga kerja yang lebih tinggi pada pertanian organik dibandingkan pertanian konvensional, masih dapat menghasilkan keuntungan yang positif bagi usahatani sayuran organik. Hasil penelitian Pertiwi (2008) dan Sestika (2014), menunjukkan bahwa usahatani sayuran organik, termasuk bayam organik sudah efisien. Nilai R/C atas biaya total rata-rata sayuran organik memiliki nilai lebih dari satu. Penelitian sebelumnya menunjukkan teknik pertanian organik dapat menghasilkan penerimaan yang lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Besar atau kecilnya pendapatan usahatani sistem pertanian organik, tergantung pada keterampilan petani dalam melakukan teknik budidaya sayuran

20 4 organik. Petani cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan keterbatasan media dalam melakukan pembelajaran pertanian organik. Hal ini akan menyebabkan rendahnya pengetahuan dan penyerapan teknologi pertanian organik petani. Kemampuan keterampilan petani dalam menerapkan pertanian organik menjadi penentu keberhasilan pertanian organik. Kemampuan keterampilan petani akan berpengaruh pada produktivitas yang dihasilkan. Hasil pertanian organik cenderung memiliki nilai produktivitas yang lebih kecil dibandingkan sistem pertanian konvensional. Berdasarkan hasil penelitian Seufert, Ramakutty & Foley (2012) melakukan penelitian tentang kinerja pertanian organik dibandingkan pertanian konvensional, di 66 negara, mencakup 34 jenis tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, produktivitas rata-rata pertanian organik lebih rendah daripada produktivitas pertanian konvensional. Untuk komoditi sayuran perbedaan produktivitasnya mencapai 33 persen lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional. Meskipun memiliki produktivitas yang rendah namun sayuran organik memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan sayuran konvensional. Harga jual ditingkat petani untuk komoditas bayam konvensional Rp per kilogram, sedangkan untuk bayam organik pada petani mitra Koperasi Serba Usaha Lestari dapat mencapai Rp6 000 per kilogramnya. Perbedaan harga yang cukup tinggi karena bayam organik memiliki manfaat yang lebih tinggi dibandingkan bayam konvensional. Harga jual sayuran organik yang tinggi dapat diperoleh petani jika petani dapat memasarkan hasil nya ke pasar sayuran organik. Pasar sayuran organik merupakan pasar khusus dan tidak bergabung dengan bayam konvensional. Pasar sayuran organik yang ada saat ini berupa supermarket, seperti Yogya, Total Buah Segar dan All fresh. Petani memiliki kelemahan dalam akses masuk ke pasar sayuran organik, karena petani sebagai perseorangan cenderung memiliki posisi tawar yang rendah dibandingkan lembaga pemasar. Petani sayuran organik memiliki kelemahan keterbatasan input pupuk organik, proses penyerapan teknologi pertanian organik, rendahnya produktivitas sayuran organik, dan akses masuk pasar sayuran organik. Sehingga, petani sayuran organik perlu menjalin kemitraan dengan lembaga agribisnis. Seperti yang dilakukan petani mitra Koperasi Serba Usaha Lestari (KSU Lestari) dan Agribusiness Development Station (ADS). Agribusiness Development Station merupakan salah satu distributor sayuran organik. Pemasaran produk ADS terdiri dari supermarket seperti : Total Buah Segar, All Fresh, Diamond Supermarket, Farmers Market, Toserba Yogya, Kem Chicks. Proses produksi secara keseluruhan dilakukan oleh petani mitra. Tujuan dibentuknya ADS adalah untuk meningkatkan pendapatan petani hortikultura dengan sistem yang bersinergi antara produksi dan pemasaran. Berbeda dengan Kopersi Serba Usaha Lestari berperan sebagai lembaga pemasar sayuran organik yang dihasilkan oleh petani anggota koperasi. Pemasaran sayuran organik melalui kios yang disewa oleh KSU Lestari, bertempat di jalan Pengadilan, Kota Bogor. Proses produksi secara keseluruhan dilakukan oleh petani mitra. Tujuan dari KSU Lestari adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi baik dari aspek sosial maupun ekonomi. Berdasarkan uraian, perlunya dilakukan analisis pendapatan usahatani untuk mengetahui efisiensi usahatani bayam organik yang dilakukan oleh petani.

21 Kemitraan yang dilakukan oleh KSU Lestari dan ADS memilki pengaruh besar terhadap harga jual yang diperoleh petani, pemasaran sayuran organik dan juga kemampuan petani mitra dalam menerapkan sistem pertanian organik. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani sayuran bayam organik yang dijalankan petani mitra KSU Lestari dan ADS? 2. Bagaimana imbalan terhadap faktor-faktor produksi terutama modal dan tenaga kerja petani mitra KSU Lestari dan ADS? 5 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani sayuran bayam organik petani mitra KSU Lestari dan ADS. 2. Menganalisis imbalan tenaga kerja (return to family labour) dan imbalan modal (return to total capital) pada usahatani bayam organik petani mitra KSU Lestari dan ADS. Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Petani sebagai informasi terutama mengenai tingkat pendapatan usahatani sayuran organik. 2. Pemerintah dan dinas terkait untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan produksi sayuran organik. 3. Peneliti lain, sebagai bahan pembanding dan diharapkan dapat bermanfaat terutama peneliti-peneliti lain yang akan melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan sayuran organik. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam lingkup regional, yaitu Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Komoditas yang akan diteliti adalah sayuran bayam organik. Petani yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani yang membudidayakan bayam yang ditanam dengan menggunakan sistem pertanian organik. Analisis kajian ini dibatasi untuk melihat karakteristik petani sayuran organik, kemitraan dan pendapatan usahatani. Selain itu pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan konsep analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, analisis return to total capital dan analisis return to family labour.

22 6 TINJAUAN PUSTAKA Permintaan Sayuran Organik Sayuran organik merupakan sayuran yang ditanam dengan menerapkan sistem pertanian organik. Sayuran organik memiliki keunggulan dari segi keamanan dan kesehatan, sehingga menjadi pertimbangan konsumen untuk lebih memilih sayuran organik dibandingkan sayuran konvensional. Menurut penelitian Arnas (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan sayuran organik secara signifikan adalah pendapatan, usia, harga sayuran organik, lama pendidikan formal dan gaya hidup konsumen. Sedangkan Theresia (2008), mengemukakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga dengan tingkat keputusan konsumen dalam membeli dan mengonsumsi sayuran organik. Namun variabel umur dan jumlah tanggungan keluarga tidak signifikan berhubungan dengan keputusan dalam membeli dan mengonsumsi sayuran organik. Lain halnya dengan, Hendrani et al. (2014), mengemukakan berdasarkan probabilitas untuk mengkonsumsi sayuran organik disimpulkan bahwa pendapatan dan usia yang lebih muda memiliki probabilitas untuk mengonsumsi produk organik lebih sering. Sedangkan tingkat pendidikan, lingkungan hidup dan harga yang lebih mahal tidak berpengaruh terhadap probabilitas untuk mengkonsumsi produk organik lebih sering. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan faktor yang mempengaruhi permintaan sayuran organik adalah tingkat pendapatan. Semakin tingginya tingkat pendapatan konsumen akan merubah cara pandang konsumen untuk memilih produk dengan mutu yang lebih baik dan dengan harga yang sesuai dengan kualitas produk. Faktor yang kedua adalah tingkat pendidikan. Konsumen dengan tingkat pendidikan yang baik memiliki pemahaman bahwa sayuran organik memiliki manfaat yang lebih dibandingkan sayuran konvensional. Pemasaran Sayuran Organik Pemasaran sayur organik dilakukan secara terpisah dengan sayuran konvensional. Hal ini merupakan bentuk pembedaan, karena sayuran organik memiliki manfaat yang lebih. Secara umum saluran pemasaran sayuran organik dengan konvensional hampir sama, namun hanya jumlah lembaga yang terlibat berbeda. Menurut penelitian Mei (2006), pada pemasaran sayuran organik lembaga yang terlibat adalah petani dan pedagang pengecer, sedangkan pemasar sayuran konvensional lembaga yang terlibat adalah petani, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Pedagang pengecer untuk sayur organik terdiri dari, agen-agen, toko dan supermarket. Lain halnya dengan penelitian Rosdiana (2009), hasil penelitian menunjukkan saluran pemasaran sayuran organik pada PT Agro Lestari terdiri dari tiga pola saluran pemasaran yaitu : (1) Petani-pedagang pengumpul dan petani besar-pemasok dan petani besar-swalayan-konsumen, Saluran Pemasaran (2) Petani-pedagang pengumpul dan petani besar-pemasok swalayan- konsumen, Saluran Pemasaran (3) Petani-pedagang pengumpul dan petani besar-konsumen. Pada penelitian Rosdiana menunjukkan saluran

23 pemasaran terdiri dari petani plasma sebagai produsen, PT Agro Lestari sebagai pengumpul dan selanjutnya ke pemasok yang menjual ke swalayan. Pemasaran sayuran organik dan konvensional memiliki perbedaan pada jumlah lembaga pemasar. Sayuran organik memiliki rantai yang cenderung lebih pendek, karena pemasaran dilakukan dari petani ke perusahaan distribusi dan ke perusahaan retail. Perusahaan distribusi berperan sebagai pedagang pengumpul dan perusahaan retail sebagai pedagang pengecer. Sayuran organik dipasarkan melalui supermarket atau swalayan, karena konsumen akhir sayuran organik terdapat pada pasar-pasar khusus tersebut yang memang secara khusus menjual produk organik. Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Kajian usahatani secara umum membahas penerimaan usahatani, pengeluaran usahatani dan pendapatan usahatani. Analisis pendapatan ditunjukkan dengan nilai rasio antara pendapatan dan biaya (R/C) sebagai gambaran penampilan dari usahatani tersebut. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan, pendapatan usahatani bayam varietas Jepang (Horenso) menunjukkan nilai yang positif, baik pendapatan atas biaya total sebesar Rp per m 2 dan nilai R/C atas biaya total 2.72 (Ekaningtias, 2011). Sedangkan, Dewi (2014) mengemukakan usahatani bayam petani sempit dan petani luas memperoleh pendapatan atas biaya total dan R/C rasio atas biaya total yang lebih tinggi pada musim hujan daripada musim kemarau. Pendapatan atas biaya total petani sempit musim kemarau per m 2 adalah Rp dan Rp pada musim hujan, sedangkan petani luas memperoleh pendapatan atas biaya total per m 2 yaitu sebesar Rp untuk musim kemarau dan Rp untuk musim hujan. R/C atas biaya total petani sempit musim kemarau 1.67 dan 2.09 pada musim hujan, sedangkan petani luas memperoleh sebesar 1.74 untuk musim kemarau dan 2.32 untuk musim hujan. Teknik pertanian organik menuntut petani untuk dapat bekerja secara terampil, karena tidak menggunakan komponen kimia dalam proses produksi dan tetap harus menjaga kelestarian lingkungan. Menurut penelitian Sestika (2014), berdasarkan hasil pendapatan atas biaya total bayam organik per m 2 sebesar Rp dan analisis R/C usahatani bayam hijau organik di YBSB sudah cukup menguntungkan karena nilai R/C atas biaya total sebesar Peran Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha besar atau menengah. Kemitraan dijalankan dengan memperhatikan aspek saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan dapat meningkatkan pendapatan yang diterima petani, hasil penelitian menunjukkan pendapatan petani mitra lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan petani non mitra setiap musim tanam untuk komoditas kacang tanah, wortel, kapas dan jagung (Aryani 2009; Utomo 2012; Jasuli dan Suratmi 2014). Lain halnya pada penelitian Deshinta (2006), menyatakan pendapatan peternak mitra PT Sierad memilki nilai yang lebih rendah dibandingkan peternak mandiri karena biaya yang ditanggung peternak mitra lebih besar. 7

24 8 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani yang bermitra dapat dianalisis agar diketahui seperti apa peran kemitraan yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Rochmawan (2013), mengemukakan pengadaan benih oleh mitra, adanya kepastian pasar dan jaminan harga signifikan mempengaruhi peningkatan pendapatan petani mitra jagung di Kabupaten Kediri. Kepastian pasar dan jaminan harga merupakan hal yang terpenting dalam pola kemitraan. Sedangkan Jasuli (2014), mengemukakan faktor yang siginifikan mempengaruhi pendapatan petani mitra kapas adalah biaya produksi, pendidikan petani dan lahan, variabel lama bermitra tidak siginifikan mempengaruhi pendapatan. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Kemitraan Konsep formal kemitraan sebenarnya telah tercantum dalam Undang- Undang nomor 9 tahun 1995 yang berbunyi, Kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mandiri (Sumardjo et al. 2004). Menurut Sumardjo et al. (2004), peluang pola kemitraan usaha antara pengusaha kecil dan pengusaha menengah atau besar dapat dijalankan melalui bentuk-bentuk sebagai berikut. 1. Kontak Bisnis. Dalam bentuk ini, interaksi dua unit usaha relatif pasif tanpa harus ada perjanjian formal yang mengikat dan bebas sanksi hukum. Misalnya tukarmenukar informasi pasar, bahan baku dan teknologi. 2. Kontrak Bisnis Dua unit usaha bersifat aktif dan sudah mencirikan adanya hubungan bisnis atau transaksi dagang antara dua mitra usaha. Dalam hubungan ini terjadi hubungan eksplisit yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kontrak bisnis. Perjanjian dibuat atas dasar hukum dalam jangka waktu tertentu. 3. Kerjasama Bisnis Hubungan bisnis bersifat aktif dan terdapat berbagai penanganan manajemen, baik manajemen pemasaran, keuangan, maupun produksi. Dalam model ini, semua komponen terlibat dapat membentuk usaha patungan baru. 4. Keterkaitan Bisnis (linkages) Pihak bisnis yang terlibat tetap memiliki kebebasan usaha, tetapi bersepakat untuk melakukan engineering subcontract, yaitu bukan subkontrak yang bersifat komersial dalam proses produksi. Dalam hal ini, tidak semua biaya yang dikeluarkan perusahaan besar harus dipikul bersama oleh perusahaan

25 kecil. biaya-biaya seperti pelatihan, supervisi pengendalian mutu, percobaan produksi, dan promosi dibebankan kepada perusahaan besar. Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar. Adapun bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Pola Kemitraan Inti-Plasma Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah serta memasarkan hasil produksi. Sementara itu kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. 2. Pola Kemitraan Subkontrak Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. 3. Pola Kemitraan Dagang Umum Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Dalam kegiatan agribisnis, khususnya hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya. 4. Pola Kemitraan Keagenan Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra. Pihak perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh pengusaha besar mitra. Perusahaan besar/menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Diantara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk. 5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijlankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Disamping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan 9

26 10 Konsep Usahatani Menurut Soekartawi (2006) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input. Sedangkan menurut Suratiyah (2009), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktorfaktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari pengalokasian sumberdaya berupa lahan dan kondisi alam secara efektif dan efisien agar memperoleh hasil yang menguntungkan bagi petani. Soekartawi (1990) menjelaskan bahwa terdapat empat unsur pokok faktorfaktor produksi dalam usahatani, yaitu : 1) Lahan Pertanian Pada banyak kenyataan, lahan pertanian dapat dibedakan dengan tanah pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan di usahatani mislanya sawah, tegal dan pekarangan. Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu diusahakan dengan usaha pertanian. Dengan demikian luas tanah pertanian selalu lebih luas dari lahan pertanian 2) Tenaga Kerja Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja: a. Tersedianya Tenaga Kerja Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. b. Kualitas Tenaga Kerja Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu dan ini tersedianya dalam jumlah terbatas. c. Jenis Kelamin Kualistas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses peroduksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.

27 d. Upah Tenaga Kerja Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh berbagai hal, antara lain: mekanisme pasar, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja, umur tenaga kerja, lama waktu bekerja, dan tenaga kerja bukan manusia. 3) Modal Pada kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan modal tidak tetap (variabel). Faktor produksi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam modal tetap. Dengan demikian modal tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi. Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel. Modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam proses produksi tersebut, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan atau yang dibayarkan untuk membayar tenaga kerja. Besar kecilnya modal dalam usaha pertanian tergantung dari berbagai hal, antara lain: skala usaha, jenis komoditas, dan ketersediaan kredit. 4) Manajemen Manajemen dapat diartikan sebagai seni dalam merencanakan, mengorganisasi dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi. Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai tingkatan, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola orangorang tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi. Pada prakteknya, faktor manajemen dipengaruhi oleh berbagai aspek, antara lain: tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha, besar-kecilnya kredit, dan jenis komoditas. Konsep Biaya Usahatani Menurut Soekartawi (2006), biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Disisi lain biaya variabel merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Gambar 2 memperlihatkan kurva dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Garis FC (fixed cost) menunjukkan bahwa biaya tetap berada di sepanjang garis horizontal dan konstan. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah produksi (output) tidak mempengaruhi biaya yang dikeluarkan. Garis VC (variable cost) menunjukkan bahwa jumlah produksi (output) mempengaruhi biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah produksi dengan biaya yang dikeluarkan adalah berbanding lurus. Semakin meningkat jumlah output yang diproduksi maka biaya yang dikeluarkan pun juga ikut meningkat. 11

28 Biaya Total 12 TC VC C FC Output Gambar 2 Kurva biaya total (Total cost) Sumber: Lipsey et al, 1995 Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan langsung diperhitungkan disebut biaya tunai dan non tunai. Biaya tunai terdiri dari biaya tetap dan variabel. Biaya tetap dibayar secara tunai misalnya: pajak tanah dan bunga pinjaman. Sedangkan biaya variabel dibayar secara tunai misalnya: pengeluaran untuk benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani. Selanjutnya biaya tidak tunai terdiri dari biaya tetap dan variabel. Biaya tetap dibayar secara tidak tunai misalnya: biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri. Sedangkan biaya variabel dibayar secara tidak tunai seperti tenaga kerja dalam keluarga. Konsep Pendapatan Usahatani Menurut Soekartawi (1986), banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani, tetapi kadang-kadang membingungkan karena tidak jelasnya penggunaan istilah. Oleh karena itu uraian berikut akan menjelaskan penggunaan beberapa istilah dan artinya. 1. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi (value of production) atau penerimaan kotor usahatani (gross return). 2. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. 3. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai. 4. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun bukan dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.

29 5. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi. 6. Untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani (net farm earnings). Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman. 7. Apabila sebagian modal diperoleh dari pinjaman maka imbalan terhadap seluruh modal (return to total capital) dihitung dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan bersih usahatani. Untuk keperluan ini, kerja keluarga dinilai menurut tingkat upah yang berlaku. Hasilnya biasanya dinyatakan dalam persen terhadap nilai seluruh modal. 8. Imbalan terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labour) dapat dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan dengan mengurangkan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh imbalan kepada tiap orang (return per man). Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah kerja di luar usahatani. Konsep Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio) Analisis imbangan penerimaan dan biaya atau biasa dikenal dengan analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai keuntungan usahatani. Menurut Soekartawi (2006), R/C dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara teoritis dengan nilai R/C sama dengan satu artinya tidak untung dan tidak pula rugi. Namun karena adanya biaya usahatani yang terkadang tidak dihitung, maka kriterianya dapat diubah menurut keyakinan Peneliti, misalnya R/C yang lebih dari satu, usahatani dapat dikatakan menguntungkan. Biasanya, akan lebih baik jika analisis R/C ini dibagi dua, yaitu yang menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) yang secara riil dikeluarkan oleh petani dan yang menghitung juga nilai tenaga kerja keluarga, serta bibit yang disiapkan secara mandiri. Justifikasi R/C atas biaya produksi secara riil dikatakan menguntungkan jika nilai R/C lebih dari dua dan R/C atas biaya total (tenaga kerja keluarga, bibit, biaya penyusutan dan lainnya) dikatakan menguntungkan jika nilai R/C lebih dari satu. Nilai R/C atas biaya produksi secara riil selalu lebih besar dibandingkan atas biaya total. 13 Kerangka Pemikiran Operasional Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penghasil sayuran organik termasuk salah satunya adalah bayam organik. Sebagian besar petani sayuran menjalankan usahatani masih dalam skala usaha yang kecil dengan sistem polikultur. Petani sayuran organik memiliki kendala produktivitas yang rendah, penerapan teknologi sistem organik masih minim, sulitnya akses masuk pasar, ketersediaan pupuk dan pestisida organik yang terbatas. Adanya permasalahanpermasalan tersebut mendorong petani untuk dapat melakukan kemitraan, seperti

30 14 yang dilakukan oleh petani mitra Koperasi Serba Usaha Lestari (KSU Lestari) dan Agribusiness Development Station (ADS). KSU Lestari dan ADS merupakan pemasar sayuran organik yang berlokasi di Kabupaten Bogor. Kedua kelembagaan tersebut hadir di masyarakat dengan tujuan memperkenalkan sistem pertanian organik. Penerapan sistem pertanian organik diharapkan dapat mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Proses adaptasi sistem pertanian organik dilakukan oleh petani melalui kegiatan kelembagaan kelompok tani dan kegiatan kemitraan. Kemitraan yang terbentuk memberikan manfaat bagi petani mitra. Manfaat yang diperoleh petani yaitu: memperoleh pelatihan tentang penerapan teknologi pertanian organik, pelatihan pembuatan pupuk kompos dan pestisida organik, memperoleh akses masuk ke pasar organik serta memperoleh jaminan harga jual bayam organik. Manfaat-manfaat tersebut mendorong petani untuk menjalankan usahatani bayam organik. Adanya kemitraan mempengaruhi alokasi penggunaan input yang efisien dan kepastian harga jual bayam organik. Alokasi penggunaan input dilakukan berdasarkan teknik pertanian organik dan pengalaman petani menjalankan usahatani bayam organik. Input yang dibutuhkan pada usahatani bayam organik terdiri dari: lahan, benih bayam, pupuk kandang atau kompos, tenaga kerja luar keluarga, tenaga kerja dalam keluarga dan peralatan usahatani. Harga jual di tingkat petani memiliki harga yang pasti karena adanya jaminan harga yang diberikan oleh perusahaan mitra. Kegiatan alokasi penggunaan input menghasilkan biaya usahatani. Biaya usahatani merupakan korbanan yang harus dikeluarkan oleh petani agar memperoleh manfaat dari usahatani yang dijalankan. Biaya usahatani meliputi biaya tetap dan variabel, baik yang dikeluarkan secara tunai maupun non tunai. Biaya usahatani diperoleh dari perkalian antara jumlah input yang digunakan dengan harga input. Harga input tidak dipengaruhi oleh kemitraan yang dilakukan, karena sistem pertanian organik menggunakan ketersediaan sumber daya alam yang ada untuk kegiatan produksi. Penggunaan input mempengaruhi produksi bayam organik. Produksi merupakan proses pengubahan input menjadi output. Output dari kegiatan usahatani yaitu produk bayam organik. Jumlah produk yang diperoleh bergantung dari jumlah input yang digunakan, teknik budidaya dan kondisi alam. Jumlah produk bayam organik dan harga jual mempengaruhi penerimaan usahatani. Penerimaan usahatani meliputi penerimaan tunai berdasarkan hasil penjualan bayam organik dan penerimaan non tunai jika petani mengonsumsi untuk kebutuhan rumah tangga atau penggunaan benih. Biaya usahatani dan penerimaan usahatani akan mempengaruhi pendapatan usahatani bayam organik. Pendapatan usahatani menunjukkan imbalan yang diterima petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Pada penelitian juga akan dilakukan analisis efisiensi usahatani dengan R/C rasio dan analisis penampilan usahatani dengan menghitung return to total capital dan return to family labour. Hasil analisis nantinya dapat menunjukkan tingkat pendapatan usahatani petani mitra bayam organik dan juga menggambarkan penampilan dari usahatani bayam organik. Berdasarkan uraian, maka kerangka operasional penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 3.

31 15 Permasalahan usahatani bayam organik: -Produktifitas rendah -Penerapan teknologi sistem pertanian organik masih rendah -Sulitnya akses pasar organik -Ketersediaan pupuk organik yang masih rendah Kemitraan: -Pelatihan sistem pertanian organik -Pelatihan pembuatan pupuk kompos -Jaminan harga -Akses masuk pasar organik Penggunaan input : -Benih bayam -Pupuk kandang atau kompos -TKDK -TKLK -Lahan -Peralatan Harga jual bayam organik Biaya produksi Produksi bayam organik Penerimaan usahatani bayam organik Analisis: -Pendapatan usahatani -R/C rasio -Return to total capital -Return to family labour Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional

32 16 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, karena pertimbangan hasil survei Aliansi Organis Indonesia 2013, bahwa di Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Leuwiliang, merupakan daerah penghasil sayuran bayam organik. Objek dalam penelitian ini adalah petani mitra bayam organik KSU Lestari dan ADS. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-November Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil pengamatan langsung dan wawancara yang mengacu pada kuesioner yang sudah dibuat sebelumnya. Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani mitra KSU Lestari, petani mitra ADS, staf KSU Lestari dan staf ADS. Data primer responden petani bayam organik meliputi luas lahan pertani bayam organik, penggunaan input benih, pupuk, tenaga kerja, penggunaan peralatan produksi pertanian, output yang dihasilkan, harga input dan output. Data primer responden staf KSU Lestari dan ADS meliputi proses kemitraan dan peran kemitraan. Data sekunder yakni sebagai pelengkap yang bersumber dari literaturliteratur yang relevan. Sumber data sekunder dapat berupa hasil publikasi intansiinstansi sepeti Departemen Pertanian, Aliansi Organik Indonesia serta jurnal hasilhasil penelitian sebelumnya. Teknik Pengumpulan Data Pemilihan responden petani sayuran organik, dilakukan secara sensus seluruh petani mitra bayam organik KSU Lestari dan ADS. Jumlah responden petani mitra yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17 petani bayam organik, dengan perincian jumlah petani mitra KSU Lestari sebanyak 10 orang dan petani mitra ADS sebanyak 7 orang. Responden staf KSU Lestari sebanyak dua orang dan responden staf ADS sebanyak satu orang. Metode Analisis Data yang diperoleh baik secara primer maupun sekunder diolah dan dianalisis dengan metode deskriptif maupun metode kuantitatif. Metode deskriptif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik petani dan kemitraan, sedangkan metode kuantitatif dilakukan untuk mengetahui pendapatan, efisiensi usahatani, return to total capital dan return to family labour bayam organik. Analisis dilakukan dengan program Microsoft Excel 2007.

33 Analisis Usahatani Analisis usahatani bayam organik bertujuan untuk mengetahui penerimaan usahatani, biaya usahatani dan pendapatan usahatani yang diperoleh. Data yang diperoleh meliputi jumlah penggunaan input, harga input, jumlah output dan harga output. Selanjutnya data diolah dalam bentuk tabulasi data menggunakan software Microsoft Excel. Analisis pendapatan usahatani meliputi; Penerimaan usahatani bayam organik Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara harga bayam organik dengan jumlah bayam organik yang dihasilkan. TR = P y x Y dimana: TR = Total penerimaan usahatani bayam organik (Rp) P y = Harga bayam organik (Rp) Y = Output bayam organik (kg) Biaya usahatani bayam organik Biaya usahatani terdiri dari biaya tunai dan non tunai. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai, sedangkan biaya non tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani secara tidak tunai. Total cost (TC) merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan non tunai. TC = Biaya tunai + Biaya non tunai dimana: TC = total biaya usahatani bayam organik (Rp) Biaya tunai = biaya tunai usahatani bayam organik (Rp) Biaya non tunai = biaya non tunai usahatani bayam organik (Rp) Penyusutan Biaya penyusutan termasuk dalam biaya yang dikeluarkan secara non tunai. Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris karena kepemilikan alat pertanian. Penghitungan biaya penyusutan dapat menggunakan metode garis lurus, yakni dengan rumus sebagai berikut: 17 dimana: Nilai beli = biaya awal pembelian alat (Rp) Nilai sisa = estimasi nilai alat pada akhir umur ekonomis (Rp) Umur ekonomis = periode manfaat alat (tahun) Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani merupakan penerimaan bersih yang diperoleh petani baik tunai maupun diperhitungkan. Pendapatan atas biaya tunai yaitu biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total yaitu semua input milik keluarga yang juga diperhitungkan sebagai biaya (Soekartawi,

34 ). Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : π total = TR TC π tunai = TR Biaya tunai dimana : π = Pendapatan usahatani bayam organik (Rp) TR = Total penerimaan total usahatani bayam organik (Rp) TC = Total biaya usahatani bayam organik (Rp) Biaya tunai = biaya tunai usahatani bayam organik (Rp) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Analisis R/C rasio dalam usahatani bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan dengan menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya. Menurut Soekartawi (2006), R/C rasio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Rumus R/C rasio dapat ditulis sebagai berikut : Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu usahatani. Apabila rasio R/C > 1, berarti usahatani yang dijalankan layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya, jika rasio R/C < 1, berarti usahatani tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan untuk mengetahui imbalan atau balas jasa yang diterima petani atas setiap penggunaan faktor produksi yang meliputi lahan, modal dan tenaga kerja. Adapun ukuran pendapatan dan keuntungan meliputi: Pendapatan kotor (Gross farm income) Pendaapatan kotor merupakan nilai produk total usahatani bayam organik, dalam jangka waktu tertentu baik dijual atau tidak, yang dirumuskan sebagai berikut : Gross farm income (Rp) = Penerimaan tunai (Rp) + Penerimaan non tunai (Rp) Pengeluaran total usahatani (Total farm expenses) Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua input yang habis dipakai (tidak termasuk tenaga kerja keluarga), terdiri dari biaya tunai dan non tunai, yang dirumuskan sebagai berikut: Total farm expenses (Rp) = Pengeluaran tunai (Rp) + Pengeluaran non tunai (Rp)

35 Pendapatan bersih usahatani (Net farm income) Pendapatan bersih usahatani menunjukkan ukuran yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor produksi kerja, modal (sendiri dan pinjaman) dan pengelolaan, yang dirumuskan sebagai berikut: Net farm income (Rp) = Gross farm income (Rp) Total farm expenses (Rp) Penghasilan bersih usahatani (Net farm earnings) Penghasilan bersih usahatani merupakan ukuran imbalan sumber daya milik keluarga yang dipakai dalam usahatani, yang dirumuskan sebagai berikut: Net farm earnings (Rp) = Net farm income (Rp) Bunga modal petani (Rp) Imbalan kepada seluruh modal petani (Return to total capital) Imbalan terhadap seluruh modal merupakan ukuran imbalan terhadap modal untuk menilai keuntungan investasi, nilainya dapat dihitung dalam bentuk jumlah imbalan dan juga persentase imbalan terhadap total modal sebagai berikut: Return to Total Capital (Rp) = Net farm income (Rp) nilai TK Keluarga (Rp) Return to Total Capital dalam persen: 19 Jika nilai return to total capital lebih tinggi daripada nilai suku bunga kredit yang berlaku maka pilihan petani untuk menginvestasikan modalnya di sektor pertanian sudah tepat dibandingkan menginvestasikan modalnya di Bank. Imbalan terhadap tenaga kerja keluarga (Return to family labour) Imbalan terhadap tenaga kerja keluarga menghitung seberapa besar penghasilan yang dihasilkan terhadap penggunaan tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga. Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah tenaga kerja luar usahatani yang dihitung per HOK dengan perhitungan sebagai berikut: Return To Family Labour (Rp) = Net farm earnings (Rp) (Bunga Modal (%) x Modal Petani (Rp)) Pengembalian per HOK tenaga kerja dalam keluarga:

36 20 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Koperasi Serba Usaha Lestari Koperasi Serba Usaha (KSU) Lestari merupakan lembaga sosial ekonomi yang menyediakan produk-produk berbasis pertanian terutama sayur-sayuran dan buah-buahan organik. KSU Lestari didirikan pada 20 Mei 2009 berdasarkan SK Badan Hukum Koperasi No. 518/39/BH/KPTS/DISKOPERINDAG/IX/2009 dengan pendirinya yang berjumlah 63 orang yang umumnya berprofesi sebagai pelaku usaha kecil (pedagang, industri rumah tangga) dan petani. Inisiasi pembentukan KSU Lestari berawal dari adanya sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) ELSPPAT yang peduli terhadap pertanian Indonesia masuk ke desadesa yang berada di lereng Gunung Salak dengan tujuan mendampingi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan mereka, ELSPPAT terus berusaha memberikan perbekalan pelatihan yang berfokus pada pengembangan pertanian organik. KSU Lestari memiliki dua jenis unit usaha, yaitu unit Usaha Simpan Pinjam (USP) dan unit Usaha Produksi dan Pemasaran (UPP). Pada unit usaha simpan pinjam dilakukan bagi anggota yang akan melakukan simpanan maupun pinjaman dengan imbalan jasa yang telah ditetapkan oleh KSU Lestari dan anggota. Sedangkan pada unit Usaha Produksi dan Pemasaran merupakan seluruh unit kegiatan pengolahan, produksi dan pemasaran yang dijalankan seluruh anggota yang tergabung dalam KSU Lestari. Dalam aktivitasnya, unit Usaha Produksi dan Pemasaran pada KSU Lestari ini melakukan kegiatan penerimaan sayuran organik yang dihasilkan petani anggotanya dan kemudian memasarkannya ke daerah sekitar Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Gambaran Umum Agribusiness Development Station Pada tahun 2007, Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Taiwan International Cooperation Development Fund (ICDF) dan Taiwan Technical Mission (Misi Teknik Taiwan) membangun sebuah proyek agribisnis hortikultura bernama Agribusiness Development Center (ADC). Fasilitas ADC tersebut dibangun di lahan seluas +/- 6 ha. Lahan tersebut merupakan lahan milik IPB dibawah pengelolaan University Farm IPB. Tahun 2014, proyek ADC di serahkan ke IPB, dikelola oleh 4 orang counterpart dan tim khusus yang dibentuk oleh Kepala UF. Misi Teknik Taiwan beralih fungsi sebagai tim konsultan, dan keseluruhan proyek ADC dipertanggungjawabkan kepada Wakil Rektor Bidang Riset dan Kerjasama IPB. Proyek ADC berakhir Desember Tahun 2015, IPB mentransformasi proyek ADC menjadi institusi bernama Agribusiness Development Station (ADS) yang bersifat otonom di bawah koordinasi Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB. Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan pendapatan petani hortikultura dengan membangun sistem yang bersinergi antara produksi dan pemasaran. Adapun fungsi dari ADS adalah sebagai unit kerja yang melayani kegiatan pendidikan dan kaji terap teknologi hortikultura tepat guna, sebagai unit kerja yang mengelola kegiatan pendampingan stakeholder dalam pemanfaatan

37 teknologi hortikultura tepat guna, sebagai unit kerja yang mengelola kegiatan packing house untuk mendukung kegiatan pendampingan pemasaran, sebagai unit kerja yang melaksanakan berbagai macam pelayanan dalam bidang agribisnis hortikultura kepada masyarakat umum, sebagai unit kerja yang memberikan informasi kepada masyarakat dalam bidang hortikultura. 21 Karakteristik Petani Responden Petani bayam organik yang menjadi responden merupakan petani mitra Koperasi Serba Usaha Lestari (KSU Lestari) dan Agribussines Development Station (ADS). Jumlah petani mitra yang rutin mengirimkan bayam organik pada KSU Lestari sebanyak sepuluh petani, sedangkan pada ADS sebanyak tujuh orang petani. Karakteristik petani responden akan dijelaskan berdasarkan jenis kelamin, usia petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, dan luas lahan garapan. Karakteristik petani akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan petani dalam kegiatan manajerial usahataninya. Petani yang menjadi responden sebagian besar merupakan laki-laki, namun terdapat juga petani perempuan. Seperti pada petani mitra KSU Lestari sebesar 40 persen responden merupakan perempuan. Petani perempuan ini memilih bertani karena sudah tidak memiliki suami sehingga menjalankan usahataninya secara mandiri dan ada juga yang melanjutkan usahatani milik keluarga secara turun temurun. Sedangkan petani mitra ADS keseluruhan adalah laki-laki. Jenis kelamin mencerminkan kemampuan fisik dalam menjalankan usahatani sehingga akan berpengaruh pada jumlah HOK yang dibutuhkan dalam mengelola usahatani. Adapun persentase jenis kelamin petani responden akan ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Persentase petani responden menurut jenis kelamin Jenis Kelamin Mitra KSU Lestarai Mitra ADS Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Laki-laki Perempuan 4 40 Total Usia petani responden berada pada kisaran umur tahun, dengan keberagaman usia petani. Petani mitra KSU Lestari sebanyak 70 persen berada pada usia lebih dari 50 tahun, begitu juga dengan petani mitra ADS sebanyak 71 persen berada pada usia lebih dari 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani responden sebagian besar berada pada usia yang sudah tidak produktif lagi. Adapun persentase usia petani responden akan ditunjukkan pada Tabel 3.

38 22 Tabel 3 Persentase petani responden menurut usia Usia Mitra KSU Lestarai Mitra ADS (tahun) Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Total Tingkat pendidikan formal petani responden sebagian besar berada pada pendidikan yang rendah. Petani mitra KSU Lestari sebesar 40 persen tidak sekolah, sedangkan petani mitra ADS sebesar 71 persen hanya sampai tamat SD. Tingkat pendidikan formal akan mempengaruhi pengambilan keputusan petani serta proses penyerapan teknologi pertanian organik pada kegiatan usahatani. Adapun persentase tingkat pendidikan formal petani responden akan ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Persentase petani responden menurut tingkat pendidikan Pendidikan Mitra KSU Lestarai Mitra ADS Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Tidak Sekolah Tidak Tamat SD 2 20 SD SMP SMA Total Status kepemilikan lahan petani responden terdiri dari milik, gadai, sewa dan sakap. Sebagian besar petani responden berstatus sebagai pemilik lahan. Petani mitra KSU Lestari sebesar 60 persen merupakan pemilik, begitu juga dengan petani mitra ADS sebesar 71 persen. Kepemilikan lahan merupakan turun temurun dari orang tua yang dari awal sudah menjalankan pertanian. Adapun yang berstatus sebagai sakap dan sewa merupakan pendatang dan baru memulai usaha pertaniannya. Status kepemilikan lahan akan mempengaruhi pengambilan keputusan petani, jika lahan tersebut sewa maka petani cenderung lebih serius dalam menjalankan usahataninya. Adapun persentase status kepemilikan lahan petani responden akan ditunjukkan pada Tabel 5.

39 Tabel 5 Persentase petani responden menurut status kepemilikan lahan Status Lahan Mitra KSU Lestarai Mitra ADS Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Milik Gadai Sewa Sakap 2 20 Total Luasan lahan yang dikelola petani responden berada pada kisaran m 2. Luasan lahan tersebut menunjukkan skala usahatani yang dijalankan. Ratarata luasan lahan petani mitra ADS lebih besar dibandingkan petani mitra KSU Lestari. Petani mitra KSU Lestari sebesar 40 persen mengelola luasan lahan kurang dari 500 m 2, sebesar 20 persen mengelola lahan pada luasan m 2, dan sisanya mengelola lahan pada luasan lebih dari m 2. Sedangkan petani mitra ADS, sebesar 43 persen mengelola lahan pada luasan kurang dari 500 m 2 dan sisanya 58 persen mengelola lahan pada luasan m 2. Pada luasan tersebut petani menerapkan sistem pertanian polikultur, yakni menanam empat sampai lima jenis komoditi pada satu luasan lahan. Usahatani bayam organik diterapkan dengan membuat bedengan-bedengan pada satu petak lahan. Adapun persentase luasan lahan yang dikelola petani responden akan ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Persentase petani responden menurut luasan lahan Luasan lahan Mitra KSU Lestarai Mitra ADS (m 2 ) Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Total HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Kemitraan KSU Lestari dan ADS Kemitraan KSU Lestari KSU Lestari terbentuk berdasarkan kebutuhan masyarakat akan suatu lembaga yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. KSU Lestari selain memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan modal, memberikan pelatihan mengenai teknik budidaya sayuran organik dan memasarkan produk yang

40 24 dihasilkan anggota, KSU Lestari juga memiliki tujuan untuk tetap mempertahankan harga jual produk yang dihasilkan anggota agar tetap stabil di pasar sehingga anggota tidak mengalami kerugian disaat harga jual produk yang mereka hasilkan mengalami penurunan. Petani mitra KSU Lestari yang rutin memproduksi sayuran organik berjumlah 11 petani yang berlokasi di dua Desa, yaitu Desa Cijulang dan Cipelang, Kecamatan Cijeruk. Syarat untuk menjadi petani mitra yaitu harus tergabung sebagai anggota KSU Lestari, berkomitment untuk menjalankan pertanian organik, serta syarat administratif. Pengajuan menjadi petani mitra KSU Lestari dapat melalui kelompok tani atau langsung mendatangi KSU Lestari. Jika petani mengundurkan diri dari keanggotaan KSU Lestari maka petani secara langsung juga tidak dapat menjadi petani mitra KSU Lsestari. Peran Kemitraan Awal terbentuknya kemitraan, petani mendapat penyuluhan dan pelatihan tentang teknologi pertanian organik. Pengajaran yang pernah diberikan diantaranya: tahapan konversi lahan dari sistem pertanian konvensional menjadi sistem pertanian organik, proses pembuatan pupuk kompos, pembuatan pestisida organik, serta pengaturan pola tanam sebagai upaya pencegahan hama dan penyakit. Proses produksi sayuran organik dilakukan oleh petani dengan pendampingan langsung oleh KSU Lestari. Pendampingan dilakukan oleh staf KSU Lestari setiap bulan dengan melakukan survey langsung ke lahan pertanian petani mitra. Tujuan dari proses pendampingan ini adalah untuk penjaminan produk sayuran yang dihasilkan memang sesuai dengan sistem pertanian organik. Jika ditemukan ketidaksesuaian yang dilakukan oleh petani mitra, maka KSU Lestari akan melakukan pengecekan ulang terhadap seluruh petani mitra dan akan memberi teguran dan sanksi kepada petani yang bersangkutan serta sanksi. Sanksi yang diberikan yaitu petani mitra tidak dapat menjual hasil taninya ke KSU Lestari sampai batas waktu yang ditentukan. Kebutuhan akan modal, pupuk dan bibit disediakan oleh koperasi dengan sistem pembayaran secara berangsur, melalui pemotongan dari hasil penjualan produksi sayuran organik. Sebagian besar petani mitra melakukan peminjaman modal awal untuk memulai usaha pertanian organik. Sedangkan untuk kebutuhan pupuk dan bibit, petani mitra cenderung memenuhi kebutuhan pupuk dan bibit nya secara mandiri dengan pembuatan pupuk kompos dan pembenihan secara mandiri. Petani menjual hasil panennya kepada koperasi pada hari Senin dan Rabu setiap minggunya. Staf UPP akan mendatangi langsung petani mitra untuk membeli hasil panen petani. Harga di tingkat petani ditentukan berdasarkan kesepakatan antara petani dan koperasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak KSU Lestari, proses penetapan harga dimulai dengan koperasi melakukan penghitungan biaya produksi pada setiap komoditi. Penghitungan biaya produksi yang dilakukan mempertimbangkan biaya tenaga kerja, pupuk, benih dan kerugian jika terjadi risiko kegagalan, sehingga setiap komoditi dapat diketahui modal yang dibutuhkan untuk satu kali tanam. Pada tingkat petani, margin keuntungan ditentukan atas kesepakatan petani dan koperasi yaitu sebesar 10 persen dari

41 modal yang diperlukan. Jika terjadi perubahan harga harus berdasarkan kesepakatan bersama antara anggota dan pengurus koperasi. Sayuran organik yang akan dibeli oleh KSU Lestari saat ini jumlah nya dibatasi untuk setiap waktu panen. Pada komoditas bayam, KSU Lestari hanya menerima 5 kilogram bayam dari seluruh anggota. Ketentuan tersebut mulai diberlakukan pada tahun 2015, karena mulai berkurangnya permintaan konsumen sayuran organik yang terdapat pada kios KSU Lestari. Ketentuan standar produk, KSU Lestari tidak memilki ketentuan standar produk yang harus dipeuhi petani, sehingga kualitas produk yang dihasilkan beragam pada setiap waktu panen. Sayuran organik dari petani mitra, selanjutnya akan dilakukan tahap sortasi, grading, pengemasan dan pelabelan oleh staf UPP. Bentuk Kemitraan Berdasarkan uraian diatas pola kemitraan yang terbentuk adalah pola kemitraan inti-plasma, yakni KSU Lestari menyediakan modal, pupuk, bibit, bimbingan teknis, dan memasarkan hasil produksi. Pada kemitraan KSU Lestari tidak adanya kontrak bisnis yang mengikat kedua pihak, kemitraan dilakukan berlandaskan kekeluargaan dan kepercayaan antar petani mitra dan KSU Lestari. Kemitraan ADS ADS menjalankan kemitraan dengan pasar, pemerintah daerah, lembaga perbankan dan petani. Saat ini produk ADS dipasarkan ke lebih dari 40 supermarket se Jabodetabek, hotel, restoran, komunitas, beberapa outlet khusus, serta pihak reseller. Kemitraan dengan Pemerintah Daerah yakni dalam bentuk, model pengembangan ADS yang sangat baik ini telah direplikasi dan dikembangkan oleh beberapa Pemerintah Daerah di Indonesia. Selain itu ADS bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam hal pembayaran produk ke petani mitra serta program kredit yang terjangkau. Kemitraan ADS dengan petani mitra dilakukan tidak hanya menjadikan petani sebagai obyek pendampingan dan pembinaan, namun lebih ditekankan sebagai mitra. Sehingga petani mitra mempunyai tanggung jawab dan konsekuensi yang setara dengan ADS. Upaya memenuhi kebutuhan pasar akan sayuran organik, ADS menjalin kemitraan dengan petani untuk memproduksi sayuran organik. Saat ini terdapat sekitar 15 petani yang menjalin kemitraan dengan ADS yang secara rutin memproduksi sayuran dan buah organik. Adapun persyaratan menjadi petani mitra yaitu adanya komitment dari petani untuk menerapkan sistem pertanian organik, tersedianya lahan pertanian dan tersedianya sumber air atau irigasi, serta syarat administratif seperti identitas diri. Pengajuan menjadi anggota petani mitra dapat langsung mendatangi kantor ADS. Jika memenuhi persyaratan maka akan dilakukan trial penerapan sistem organik pada lahan tersebut dan akan dilakukan penilaian oleh pihak ADS apakah lahan tersebut baik untuk pertanian organik. Kontrak Kemitraan ADS Proses produksi sayuran organik dilakukan dengan tahapan awal analisis permintaan dan perencanaan produksi yang sudah dilakukan sebelumnya oleh tim marketing ADS. Selanjutnya bagian produksi akan menyediakan bibit berkualitas yang akan ditanam oleh petani mitra. Jumlahnya disesuaikan dengan perhitungan 25

42 26 pada saat perencanaan produksi. Hal ini dalam rangka kontrol kuota produksi, jaminan kualitas bibit dan kemudahan petani mitra. Kontrak antara pihak ADS dan petani mitra meliputi kontrak kuota produksi, standar penerimaan sayuran dan standar kualitas bayam organik. Kontrak kuota produksi merupakan jumlah bayam yang harus dipenuhi oleh kelompok tani untuk setiap waktu pengiriman. Kuota produksi bayam organik setiap pengiriman sebesar 100 kilogram setiap kelompok tani. Jika kelompok tani berdasarkan jadwalnya tidak dapat memenuhi kuota produksi maka akan dilengkapi oleh kelompok tani lain yang juga memproduksi bayam organik. Komoditas bayam organik dipenuhi oleh dua kelompok tani yang berlokasi di Desa Karehkel dan Desa Ciaruten, Kecamatan Leuwiliang. Standar penerimaan sayuran organik merupakan Standard Operating Prosedure (SOP) pada kegiatan pengiriman sayuran ke ADS. Pengiriman sayuran harus diletakkan pada keranjang yang sudah dipinjamkan oleh pihak ADS. Sayuran diletakkan pada keranjang dengan posisi tidak melebihi batas tinggi keranjang, sayuran disusun rapih dan beraturan, dan sayuran dalam keranjang tidak terlalu padat. Adapun gambar standar penerimaan sayuran dapat dilihat pada Lampiran 1. Standar kualitas bayam organik merupakan kualitas bayam organik yang harus dipenuhi oleh kelompok tani. Bayam organik yang dikirim ke ADS harus sudah dalam keadaan bersih pada bagian akarnya. Bayam memiliki tinggi sekitar 20 cm. Tinggi bayam sekitar 20 cm sebagai acuan bayam sudah cukup waktu untuk dipanen. Tidak terdapat bintik-bintik putih dan tidak terdapat lubang pada bagian tanaman. Bintik-bintik putih pada bayam mengindikasikan bayam terkena hama fungi dan lubang pada tanaman mengindikasikan tanaman bayam terkena hama ulat. Peran Kemitraan ADS Selama proses produksi yang dilakukan oleh petani, pihak ADS melakukan pendampingan terhadap petani mitra. Tim pendamping akan melakukan monitoring rutin penerapan SOP kegiatan produksi petani mitra mulai dari penanaman hingga pasca panen. Proses pendampingan di lahan petani dilakukan sebanyak dua kali setiap bulannya. Secara rutin, petani mitra juga diberikan pelatihan untuk meningkatkan kualitas produknya. Tim pendamping juga memberikan konsultasi terkait rencana produksi petani mitra dalam satu bulan di awal menjalin kemitraan. Petani mitra memperoleh jaminan pasar dalam menjual hasil usahataninya. Panen hasil sayuran organik petani mitra dilakukan berdasarkan jadwal pengiriman sayuran organik ke ADS. Jadwal pengiriman sayuran dibagi menurut kelompok tani, rata-rata setiap kelompok tani mendapat jadwal pengiriman sebanyak dua hari dalam seminggu. Petani mitra membawa hasil produksinya ke packing house ADS sesuai dengan kontrak kuota produksi yang telah disepakati. Kemudian produk disortir dan dikemas sesuai dengan standar kualitas yang diminta pasar. Produk yang tidak memenuhi standar dan kualitas ADS akan dikembalikan ke petani mitra. Harga jual produk ditentukan secara sepihak oleh ADS dan ADS menjaminkan harga yang konstan pada periode tertentu. Pembayaran produk di petani dipotong biaya bibit dan biaya operasional ADS. Sistem pembayaran

43 dilakukan dengan sistem transfer ke rekening bank masing-masing anggota petani mitra. Petani mitra mendapat jaminan harga yang tetap tanpa fluktuasi harga seperti di pasar tradisional. Bentuk Kemitraan Berdasarkan uraian diatas pola kemitraan yang terbentuk adalah pola kemitraan inti plasma, yakni ADS menyediakan bibit, bimbingan teknis dan memasarkan hasil produksi. Pada kemitraan ADS dengan petani mitra terdapat kontrak yang meliputi kontrak kuota produksi, SOP penerimaan sayuran dan standar kualitas bayam organik. Harga beli ditingkat petani ditentukan oleh pihak ADS dengan penjaminan harga yang tetap dalam periode waktu tertentu. Waktu pengiriman sayuran organik harus sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama. 27 Analisis Usahatani Bayam Organik Keragaan Usahatani Bayam Organik Usahatani bayam organik berlokasi di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dengan kondisi suhu berkisar C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25 C. Kelembaban udara 70 persen dan rata-rata curah hujan tahunan mm/tahun. Kondisi suhu yang rendah, kelembaban dan curah hujan yang cukup tinggi menjadi faktor pendukung untuk dikembangkannya usahatani bayam organik. Pembibitan Varietas yang ditanam adalah Amaranthus tricolor L. Sebagian besar petani responden melakukan proses pembibitan secara mandiri. Proses pembibitan dilakukan dengan menanam pohom bayam selama tiga bulan hingga menghasilkan benih, seperti pada Gambar 5. Benih bayam dipanen dan dilakukan penjemuram selama satu sampai dua hari untuk mengurangi kelembaban pada benih bayam. Selanjutnya benih bayam disimpan dalam botol atau wadah dan dapat langsung digunakan. Proses pembibitan yang dilakukan petani mitra KSU Lestari sama dengan yang dilakukan petani mitra ADS. Gambar 4 Pohon bayam untuk pembenihan petani mitra ADS

44 28 Pengolahan Lahan Tahap awal pengolahan lahan dilakukan pembersihan lahan dari rumput dan tanaman sisa pertanian sebelumnya. Selanjutnya menghaluskan tanah yang berbentuk bongkahan dengan memacul lahan. Pembentukan bedengan dengan luasan panjang 1 m dan lebar 10 m, tergantung dari luasan petak lahan yang dikelola. Tinggi bedengan 15 cm dan jarak antar bedengan 30 cm. Setelah pembentukan bedengan, dilakukan penjemuran lahan selama satu sampai dua hari. Petani mitra KSU Lestari membentuk ukuran bedengan berdasarkan luasan petak lahan yang digunakan sehingga, ukuran bedengan antar petani menjadi beragam. Lain halnya yang dilakukan petani mitra ADS dengan kondisi lahan yang berada pada satu lokasi, sehingga ukuran bedengan lebih seragam. Gambar 5 Pembentukan bedengan lahan petani mitra ADS Penanaman Penanaman bayam yang dilakukan petani responden dengan menggunakan sistem tebar langsung pada lahan yang sudah dibentuk bedengan. Penebaran benih dilakukan secara manual menggunakan tangan petani, dengan mengatur kepadatan benih. Pada luasan bedeng 1 x 10 m 2 membutuhkan benih sebanyak gram per 10 m 2. Penggunaan benih petani mitra ADS lebih banyak dibandingkan dengan petani mitra KSU Lestari. Benih yang ditebarkan merupakan hasil pembibitan sendiri yang telah dilakukan petani sebelumnya. Keseluruhan petani responden menerapkan sistem pertanian polikultur, yaitu pada suatu luasan lahan ditanam lebih dari satu komoditas sayuran. Pemisahan antar komoditas dalam bentuk bedengan-bedengan. Penanaman bayam dilakukan pada lahan yang sebelumnya ditanam komoditas lain selain bayam. Pada tingkat kelompok tani, petani mitra KSU Lestari belum ada pengaturan pola tanam sehingga petani menanam berdasarkan keinginan petani. Lain halnya dengan lembaga ADS yang mengajukan permintaan jenis komoditas sayuran dan kontrak kuota produksi pada kelompok tani, sehingga petani anggota menanam jenis komoditas berdasarkan permintaan namun dalam jumlah yang belum diatur pada anggota kelompok tani.

45 Pemupukan Pemupukan dimaksudkan untuk meningkatkan unsur hara dan nutrisi pada tanah sehingga memperoleh tanah yang subur. Banyaknya pupuk yang dibutuhkan tergantung dari tingkat kesuburan dari tanah dengan tetap mempertimbangkan ketersediaan pupuk. Jika tanah yang dikelola kurang subur maka penggunaan pupuk lebih banyak atau dapat dilakukan dengan beberapa kali tahap pemupukan. Prakteknya pemupukan dilakukan dalam beberapa metode. Seperti pada petani mitra KSU Lestari pemupukan dilakukan hanya satu kali, yaitu setelah atau sebelum benih bayam ditebar tergantung pada iklim. Jika musim hujan maka penebaran pupuk dahulu baru benih, dan sebaliknya pada musim panas maka benih dahulu baru pupuk. Metode ini dilakukan untuk menjaga agar benih tetap berada pada kelembaban yang cukup terutama pada musim panas. Keseluruhan petani mitra KSU Lestari menggunakan pupuk kompos yang dibuat secara mandiri. Pada petani mitra ADS, pemupukan pertama dilakukan setelah pengolahan lahan, yaitu dilakukan dengan menaburkan pupuk pada luasan bedengan. Pupuk yang telah ditaburkan dan dicampurkan dengan tanah secara manual dengan tangan petani. Pemupukan lanjutan dilakukan setelah tanaman bayam tumbuh, dengan cara penaburan pupuk pada luasan bedengan. Pemupukan lanjutan dapat dilakukan dua sampai empat kali pemupukan. Keseluruhan petani mitra ADS menggunakan pupuk kotoran ayam. Penyiraman Bayam merupakan tanaman yang membutuhkan kelembaban yang cukup tinggi, sehingga sangat cocok pada daerah dengan curah hujan yang tinggi. Petani mitra KSU Lestari tidak seluruhnya melakukan penyiraman selama musim tanam bayam dan hanya mengandalkan dari air hujan. Tidak dilakukannya penyiraman karena belum adanya sistem irigasi pada lahan pertanian Kecamatan Cijeruk. Sedangkan petani mitra ADS melakukan penyiraman pada pagi dan sore hari sampai tanaman bayam berumur sepuluh hari, selanjutnya penyiraman hanya dilakukan satu waktu pada pagi atau sore hari setiap dua hari sekali sampai tanaman berumur 30 hari. Jika terjadi hujan petani tetap melakukan penyiraman dengan tujuan untuk membersihkan bayam dari cipratan tanah akibat air hujan. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan bayam organik meliputi pemantauan pertumbuhan tanaman bayam dan penjagaan dari hama maupun tanaman pengganggu. Tindakan yang dapat dilakukan dalam teknik organik seperti penyiangan, yakni mencabuti tanaman-tanaman pengganggu secara manual. Jika terdapat hama atau penyakit maka disemprot menggunakan obat organik, yang dapat terbuat dari tumbuhan dengan kandungan komponen bioaktif seperti tembakau, alpukat mentah, daun suren, daun sirsak, dan daun mindi. Pada prakteknya bayam merupakan tanaman yang jarang diserang oleh hama dan penyakit, sehingga petani jarang melakukan upaya pencegahan terhadap hama dan penyakit. Pemeliharaan petani mitra KSU Lestari sama dengan petani mitra ADS. 29

46 30 Panen Pemanenan bayam organik dilakukan ketika bayam sudah berumur hari. Pemanenan dilakukan petani responden secara bertahap, yakni terdiri dua sampai tiga kali waktu panen. Pemanenan dilakukan dengan mencabut tanaman bayam hingga ke akar secara manual. Pemanenan pertama dengan memilih tanaman bayam dengan tinggi sekitar 20 cm dan memilki batang yang tebal, jika tinggi dan tebal batang bayam belum cukup maka akan tetap ditanam dan akan dipanen pada waktu pemanenan ke-dua atau ke-tiga. Waktu pemanenan disesuaikan dengan jadwal pengiriman sayuran ke KSU Lestari dan ADS. Teknik pemanenan petani mitra KSU Lestari sama dengan petani mitra ADS. Analisis Penggunaan Faktor Produksi Faktor produksi yang dibutuhkan dalam usahatani bayam organik adalah lahan, benih bayam, pupuk kandang, pupuk kompos, tenaga kerja dan peralatan produksi pertanian. Lahan Lahan merupakan input utama yang dibutuhkan, karena merupakan media tempat berlangsungnya proses pengubahan input berupa benih menjadi produk bayam. Petani responden memiliki luas lahan yang beragam dan pada luasan lahan tersebut dibudidayakan beberapa komoditi sayuran. Proporsi penggunaan lahan untuk usahatani bayam berada pada kisaran m 2, dengan penanaman bayam dalam bentuk bedengan ukuran 1 x 10 m 2. Petani responden melakukan sistem pertanian polikultur dengan pemisahan bedengan untuk setiap jenis komoditi yang ditanam. Tabel 7 Proporsi luasan lahan bayam terhadap luasan total lahan petani responden mitra KSU Lestari musim tanam September 2015 Responden petani mitra KSU Luas lahan (m 2 ) L Lahan Bayam (m 2 ) Proporsi Bayam (%) Rata-rata

47 Adapun proporsi luasan lahan bayam terhadap luasan total lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Rata-rata luasan lahan bayam organik yang dimiliki petani mitra ADS lebih besar dibandingkan luasan lahan petani mitra KSU Lestari dan proporsi penamanan bayam pun juga lebih besar. Semakin luas lahan yang diusahakan maka produk bayam yang dihasilkan akan juga semakin tinggi. Penggunaan input seperti tenaga kerja dan pupuk akan lebih efisien pada luasan lahan yang lebih tinggi. 31 Tabel 8 Proporsi luasan lahan bayam terhadap luasan total lahan petani responden mitra ADS musim tanam September 2015 Responden petani mitra ADS Luas lahan (m 2 ) L Lahan Bayam (m 2 ) Proporsi Bayam (%) Rata-rata Benih bayam Benih merupakan input yang mempengaruhi kualitas dari komoditas yang dihasilkan. Semakin unggul kualitas benih maka semakin baik pula kualitas bayam yang dihasilkan. Kualitas benih yang baik juga dapat dilihat dari kemampuannya untuk bertahan dari serangan hama dan penyakit. Benih dapat diperoleh dari hasil pembenihan langsung oleh petani atau dengan membelinya di pasar atau KSU Lestaru. Berdasarkan hasil wawancara dengan reponden, sebagian besar petani pada musim tanam September 2015 menggunakan benih hasil pembenihan sendiri. Jika petani tidak memiliki persediaan benih maka petani akan membeli benih di pasar dengan kisaran harga Rp per kilogram. Rata-rata reponden petani mitra KSU Lestari menebarkan benih sebanyak 77 gram per 40 m 2, sedangkan petani mitra ADS dapat menebarkan benih mencapai 200 gram per 40 m 2. Perbedaan penggunaan input benih mempengaruhi output yang akan dihasilkan. Pada pertanian mitra ADS menunjukkan peningkatan penggunaan input menghasilkan peningkatan pada jumlah produksi, artinya proses produksi masih berjalan secara efisien. Pupuk kandang dan kompos Pupuk merupakan salah satu input yang penting dalam memberikan tambahan nutrisi unsur hara pada tanah yang dikelola oleh petani. Pertanian organik hanya memperbolehkan penggunaan pupuk organik seperti pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan dan sampah organik baik melalui kegiatan pengkomposan atau tidak. Petani mitra KSU Lestari hanya melakukan

48 32 satu kali pemupukan yaitu pada saat penanaman, sedangkan petani mitra ADS melakukan dua sampai empat kali pemupukan selama musim tanam. Responden petani mitra KSU Lestari membuat pupuk kompos secara mandiri dengan bahan kotoran ayam, kotoran kambing serta hijauan. Pembuatan pupuk kompos dilakukan untuk meningkatkan kuantitas pupuk, yakni dengan menggabungkan kotoran hewan serta hijauan. Hal ini dilakukan karena terbatasnya kotoran hewan yang ada dibandingkan kebutuhan pupuk yang diperlukan. Sedangkan petani mitra ADS menggunakan kotoran ayam sebagai pupuk dan tanpa melakukan pengkomposan. Ketersediaan distributor kotoran ayam yang dekat dengan lahan petani menjadi faktor pendukung petani dalam berusahatani. Berdasarkan Tabel 9, rata-rata penggunaan pupuk untuk luasan 40 m 2 pada musim tanam bulan September 2015, petani responden mitra KSU Lestari sebesar kilogram, sedangkan petani mitra ADS sebesar kilogram. Petani mitra ADS menggunakan pupuk yang lebih banyak karena ketersediaanya yang memadai, sedangkan petani mitra KSU Lestari menggunakan pupuk yang jauh lebih rendah karena keterbatasan dari jumlah pupuk yang dimiliki. Keseluruhan responden pada masing-masing kemitraan menunjukkan keragaman dalam kuantitas penggunaan pupuk, hal ini dapat dilihat dari standar deviasi yang tinggi, yaitu pada petani mitra KSU Lestari dan pada petani mitra ADS. Keragaman yang lebih tinggi pada petani mitra ADS karena masing-masing petani melakukan pemupukan sebanyak dua hingga empat kali pemupukan. Tabel 9 Penggunaan pupuk pada usahatani bayam organik petani responden per 40 m 2 pada musim tanam September Responden petani mitra KSU Pupuk kompos (kg) Responden petani mitra ADS Kotoran ayam (kg) Rata-rata Standar Deviasi Maximum Minimum

49 Tenaga kerja Petani bayam organik dalam menjalankan usahataninya menggunakan dua sumber tenaga kerja, yaitu Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). TKDK meliputi suami, istri dan anak, sedangkan TKLK berasal dari penduduk sekitar. Biaya untuk TKDK biasanya tidak diperhitungkan oleh petani karena berasal dari dalam keluarganya sendiri. Upah harian untuk TKLK laki-laki berdasarkan hasil wawancara untuk daerah Kecamatan Leuwiliang sebesar Rp per HOK dan untuk wilayah Kecamatan Cijeruk sebesar Rp40 000, ditambah biaya untuk rokok, makan serta kopi ratarata sebesar Rp perhari. TKLK perempuan yang berlaku pada kedua daerah kemitraan sebesar Rp per HOK, ditambah untuk biaya makan dan teh sebesar Rp Keseluruhan petani responden menggunakan TKDK sebagai sumber tenaga utama. Keputusan petani dalam menggunakaan TKDK maupun TKLK bergantung pada kemampuan fisik dan ekonomi petani. Adapun beberapa alasan petani memutuskan menggunakan TKLK, yaitu : bagi petani wanita yang sudah berusia kebih dari 50 tahun, menggunakan TKLK untuk kegiatan-kegiatan usahatani yang berat seperti pengolahan lahan; bagi petani dengan luasan lahan yang besar mencapai lebih dari 1000 m 2 memilih menggunakan TKLK pada beberapa kegiatan usahatani seperti pengolahan lahan dan pemanenan agar proses pengerjaan dapat dikerjakan lebih cepat. Rata-rata proporsi penggunaan TKLK petani mitra KSU Lestari sebesar persen, sedangkan petani mitra ADS sebesar persen. Jumlah penggunaan TKLK tergantung pada jenis kelamin petani, kemampuan modal petani dan luasan lahan yang dimiliki petani. Penggunaan TKDK petani responden meliputi suami, istri dan anak. Anggota keluarga menjalankan kegiatan usahatani secara bersama antara suami dan istri, mulai dari pengolahan lahan hingga panen. dan anak perempuan membantu pada saat panen. Tabel 10 dan 11 menunjukkan penggunaan TKDK yang terdiri dari perempuan dan laki-laki. Pada responden petani mitra KSU Lestari, TKDK perempuan memiliki nilai sebesar persen terhadap total HOK. Angka tersebut menunjukkan kontribusi perempuan dalam kegiatan usahatani bayam organik, sehingga akan mempengaruhi struktur biaya usahatani. Pada responden petani mitra ADS, hanya sebesar 3.77 persen kontribusi perempuan dalam kegiatan usahatani bayam organik. Hal ini karena sebagian besar responden petani mitra ADS menjalankan usahatani nya secara mandiri oleh suami dan tidak melibatkan istri maupun anak. Pada Tabel 10 dan 11, Penggunaan tenaga kerja petani mitra ADS lebih tinggi dibandingkan petani mitra KSU Lestari, hal ini karena kegiatan usahatani yang dijalankan kedua kemitraan juga berbeda. Petani mitra ADS melakukan penyiraman dan pemupukan yang lebih banyak dibandingkan petani mitra KSU Lestari. Petani mitra ADS melakukan pemupukan sebanyak dua sampai tiga kali pemupukan, sedangkan petani mitra KSU Lestari hanya pada saat proses penanaman. Penyiraman petani mitra ADS dilakukan secara rutin sehari sebanyak dua kali, pada saat tanaman bayam mulai ditanam hingga berumur 10 hari. Sedangkan, petani mitra KSU Lestari hanya tiga responden yang melakukan penyiraman karena dekat dengan aliran air sungai. Petani mitra KSU Lestari yang tidak melakukan penyiraman mengandalkan air hujan saja. 33

50 34 Tabel 10 Penggunaan tenaga kerja usahatani bayam organik luasan 40 m 2 pada musim tanam September 2015 petani mitra KSU Lestari Jenis kegiatan TKDK TKLK % terhadap (HOK) Total HOK (HOK) total HOK P L Pengolahan lahan Penanaman + pemupukan Penyiraman Panen Total HOK Kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemupukan dan panen untuk luasan lahan 40 m 2 petani mitra KSU Lestari menggunakan HOK yang lebih tinggi dibandingkan petani mitra ADS. Hal ini karena kondisi lahan petani mitra KSU Lestari terdapat pada daerah perbukitan, terdiri dari petak-petak lahan dengan jarak sekitar 5-10 meter antara petaknya sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mobilisasi tenaga kerja. Petani mitra KSU Lestari juga harus mengangkut kebutuhan pupuk dari rumahnya yang berlokasi sekitar 20 meter dari lahan pertanian, sehingga membutuhkan waktu yang lebih untuk mobilisasi pupuk. Sedangkan kondisi lahan petani mitra ADS berada pada satu luasan lahan yang datar, selain itu adanya saung pada lokasi pertanian dimanfaatkan untuk penyimpanan pupuk sehingga mempermudah mobilisasi pupuk. Tabel 11 Penggunaan tenaga kerja usahatani bayam organik luasan 40 m 2 pada musim tanam September 2015 petani mitra ADS Jenis kegiatan TKDK (HOK) P L TKLK (HOK) Total HOK % terhadap total HOK Pengolahan lahan Penanaman + pemupukan I Pemupukan lanjutan Penyiraman I Penyiraman II Panen Total HOK Petani mitra KSU Lestari, paling tinggi menggunakan tenaga untuk kebutuhan panen, yang kedua dan ketiga adalah kegiatan pengolahan lahan dan penanaman. Sedangkan petani mitra ADS paling tinggi menggunakan tenaga keja

51 untuk penyiraman, yang kedua dan ketiga adalah pengolahan lahan dan panen. Kegiatan panen membutuhkan tenaga kerja yang cukup tinggi karena panen dilakukan secara manual dengan mencabut tanaman bayam hingga akar, dan diperlukan kerapihan dalam memanen agar tanaman tidak rusak. Peralatan Peralatan digunakan untuk membantu memperlancar dan menunjang kegiatan pertanian. Peralatan yang digunakan untuk usahatani bayam organik diantaranya pacul, arit, kored, garpu, paranet dan tahang. Pacul digunakan untuk mencangkul pada kegiatan pengolahan lahan. Kored dan arit digunakan untuk penyiangan gulma disekitar tanaman. Paranet hanya digunakan oleh petani mitra ADS yaitu untuk menjaga kelembaban bayam pada saat awal penanaman serta melindungi dari sinar matahari. Tahang digunakan untuk proses penyiraman tanaman bayam. Peralatan yang digunakan oleh petani responden memiliki biaya penyusutan yang termasuk dalam biaya yang diperhitungkan dalam usahatani. 35 Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik Analisis pendapatan usahatani bayam organik dilakukan bertujuan mengetahui tingkat pengeluaran dan penerimaan petani responden serta perbandingan dari penerimaan dan pengeluaran antara dua tempat kemitraan yaitu KSU Lestari dan ADS. Selanjutnya dapat diketahui tingkat keuntungan yang diperoleh oleh petani responden. Analisis yang dilakukan meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan serta analisis R/C rasio usahatani bayam organik. Penerimaan Usahatani Bayam Organik Penerimaan kotor usahatani (gross farm income) bayam organik terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diterima oleh petani dalam bentuk tunai sebagai hasil dari penjualan bayam organik. Sedangkan penerimaan tidak tunai adalah penerimaan yang diterima petani dalam bentuk tidak tunai seperti hasil panen yang digunakan untuk pembibitan. Sebanyak 15 petani responden menggunakan bibit hasil dari pembenihan sendiri. Penerimaan tunai usahatani didapatkan dengan mengalikan antara jumlah output bayam dengan harga jual bayam organik. Output bayam organik kedua kemitraan menunjukkan produktivitas petani mitra ADS lebih tinggi dibandingkan petani mitra KSU Lestari. Produktivitas petani responden mitra ADS rata-rata sebesar kg per 40 m 2, sedangkan petani responden mitra KSU Lestari ratarata sebesar kg per 40 m 2 per musim tanam bulan September Perbedaan produktivitas kedua kemitraan memiliki selisih kg per 40 m 2, hal ini karena perbedaan teknik budidaya bayam organik yang diterapkan kedua kelompok kemitraan. Petani mitra ADS lebih banyak dalam penggunaan benih, pupuk dan penyiramaan selama proses produksi, sehingga menghasilkan perbedaan kualitas serta kuantitas bayam organik.

52 36 Tabel 12 Penerimaan usahatani bayam organik responden petani mitra KSU Lestari per 40 m 2 pada musim tanam September 2015 Uraian Jumlah Harga Nilai Penerimaan tunai KSU Lestari (57%) Pengumpul (35%) Total penerimaan tunai Penerimaan non tunai Konsumsi bibit (8%) Total Penerimaan Pada Tabel 12 dan 13, pada kedua kemitraan bayam organik dijual tidak hanya pada lembaga mitra namun juga dijual ke pedagang pengumpul bayam konvensional. Hal ini karena lembaga mitra tidak membeli semua hasil produksi petani mitra. Saat ini, KSU Lestari hanya membeli sebanyak 5 kilogram bayam organik dari seluruh petani mitra pada setiap waktu panen, sedangkan ADS memilki kontrak kuota produksi untuk bayam harus mengirimkan 100 kilogram bayam per kelompok tani. Belum adanya pengaturan pola tanam antar anggota di dalam kelompok tani sehingga menyebabkan tidak terserapnya produk bayam secara optimal oleh mitra KSU Lestari dan ADS. Hasil panen bulan September 2015 pada Lampiran 2, menunjukkan rata-rata penjualan hasil bayam organik petani mitra ke KSU Lestari sebesar 57 persen dari total produksi, sedangkan petani mitra ke ADS sebesar 69 persen. Sisanya petani mitra melakukan penjualan ke pedagang pengumpul dengan harga jual bayam konvensional serta digunakan untuk konsumsi benih. Tabel 13 Penerimaan usahatani bayam organik responden petani mitra ADS per 40 m 2 pada musim tanam September 2015 Uraian Jumlah Harga Nilai Penerimaan tunai ADS(69%) Pengumpul (28%) Total penerimaan tunai Penerimaan non tunai Konsumsi bibit (3%) Total Penerimaan Harga jual bayam organik di lembaga mitra KSU Lestari sebesar Rp6 000 per kg, sedangkan lembaga mitra ADS sebesar Rp9 000 per kg. Perbedaan harga antara KSU Lestari dan ADS karena adanya perbedaan kualitas bayam organik. ADS menerapkan standar kualitas bayam organik yang dihasilkan, seperti tidak terdapatnya bintik-bintik putih dan lubang pada bagian tanaman. Sedangkan KSU

53 Lestari tidak menerapkan standar kualitas bayam organik. Sehingga kualitas bayam organik yang dihasilkan ADS lebih baik dibandingkan KSU Lestari. Ini juga yang menjadi faktor pendukung produk ADS dapat memasuki pasar retail sehingga memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan KSU Lestari. Harga jual di pedagang pengumpul bayam konvensional sebesar Rp2 000 per kg. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dilihat produktifitas, harga jual di tingkat petani dan persentase penyerapan bayam organik yang lebih tinggi pada ADS sehingga menyebabkan penerimaan tunai usahatani bayam organik per 40 m 2 pada musim tanam September 2015 petani mitra ADS lebih besar dibandingkan petani mitra KSU Lestari. Penerimanaan non tunai didapatkan dengan mengalikan jumlah output bayam organik yang digunakaan untuk konsumsi bibit dengan harga yang jual bayam. Harga jual bayam yang digunakan adalah harga bayam konvensional di pengumpul. Hal ini karena proses pembenihan biasa dilakukan petani pada waktu panen terakhir setelah dilakukan penjualan kepada lembaga pemasar. Rata-rata konsumsi bibit petani responden mitra KSU Lestari sebesar 6.23 kilogram, sedangkan petani responden mitra ADS sebesar 3.09 kg. Besar kecilnya konsumsi bibit ini bergantung dari persediaan bibit yang dimiliki petani mitra pada musim tersebut. Total penerimaan merupakan penjumlahan dari penerimaan tunai dan non tunai. Penerimaan petani mitra ADS menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan petani mitra KSU Lestari. Perbedaan penerimaan antara kedua kemitraan karena perbedaan produktivitas bayam organik, harga jual di tingkat petani mitra dan penyerapan lembaga mitra pemasar. Biaya Usahatani Bayam Organik Biaya usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya non tunai. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai dan berkaitan langsung dengan kegiatan produksi bayam organik. Biaya tunai meliputi pengeluaran kebutuhan benih, pupuk kandang atau kompos, TKLK dan biaya sewa lahan. Sedangkan biaya non tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tidak tunai namun diperhitungkan sebagai biaya imbangan atas kegiatan produksi bayam organik yang dilakukan. Biaya non tunai meliputi benih bayam jika melakukan pembenihan mandiri, TKDK usahatani, biaya penyusutan dan sewa lahan (bagi yang berstatus pemilik lahan). Adapun uraian biaya usahatani bayam organik petani mitra KSU Lestari dan ADS dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15. Komposisi biaya antara kedua kemitraan memiliki keragaman. Petani mitra KSU Lestari memiliki komposisi biaya terbesar terdapat pada biaya TKDK laki-laki dan perempuan dan TKDK pembuatan pupuk. Begitu juga dengan petani mitra ADS memiliki komposisi biaya terbesar terdapat pada biaya TKDK laki-laki dan perempuan dan kebutuhan kotoran ayam. Pengeluaran untuk biaya non tunai petani mitra KSU Lestari dan ADS lebih besar dibandingkan biaya tunai, hal ini karena belum diperhitungkan biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan saprotan secara tunai, selain itu dalam penerapan sistem pertanian organik tidak menggunakan pupuk kimia, sehingga petani membuat kompos secara mandiri. 37

54 38 Tabel 14 Biaya usahatani bayam organik responden petani mitra KSU Lestari per 40 m 2 pada musim tanam September 2015 Pengeluaran usahatani Jumlah Harga (Rp/unit) Nilai (Rp) % terhadap biaya total Biaya tunai Kotoran ayam (kg) Kotoran sapi (kg) EM4 (ml) TKLK (HOK) Sewa lahan (40m 2 per musim) Total biaya tunai Biaya non tunai Benih bayam (gram) TKDK P usahatani (HOK) TKDK L usahatani (HOK) TKDK pembuatan pupuk Biaya penyusutan Sewa lahan (40m 2 per musim) Total biaya non tunai Total biaya Benih Responden petani mitra KSU Lestari keseluruhan menggunakan benih hasil pembenihan mandiri, sedangkan responden petani mitra ADS sebagian besar melakukan pembenihan mandiri dan terdapat dua responden yang membeli pada pasar. Sehingga mempengaruhi biaya usahatani pada dua sisi, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan pada struktur biaya petani mitra ADS. Keputusan melakukan pembenihan secara mandiri atau membeli bergantung pada persediaan benih yang dimiliki oleh petani. Harga benih bayam di pasaran Rp per kilogram. Petani mitra ADS memiliki kebutuhan bibit yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani mitra KSU Lestari, sehingga persentase biaya benih terhadap biaya total pada petani mitra ADS juga lebih tinggi dibandingkan dengan petani mitra KSU Lestari. Perbedaan penggunaan input benih mempengaruhi output yang akan dihasilkan. Petani mitra ADS menggunakan input yang lebih tinggi dibandingkan KSU Lestari sehingga memperoleh output yang lebih tinggi.

55 39 Tabel 15 Biaya usahatani bayam organik responden petani mitra ADS per 40 m 2 pada musim tanam September 2015 Pengeluaran usahatani Jumlah Harga (Rp/unit) Nilai (Rp) % terhadap biaya total Biaya tunai Benih bayam (gram) Kotoran ayam (kg) TKLK (HOK) Sewa lahan( 40m 2 per musim) Total biaya tunai Biaya non tunai Benih bayam (gram) TKDK P (HOK) TKDK L (HOK) Biaya penyusutan Sewa lahan (40m 2 per musim) Total biaya non tunai Total biaya Pupuk Kandang atau Kompos Petani mitra KSU Lestari secara keseluruhan menggunakan pupuk kompos yang dibuat oleh masing-masing petani, sehingga komposisi biaya terdapat pada biaya tunai meliputi bahan-bahan pupuk kompos dan juga biaya imbangan TKDK pembuatan pupuk kompos. Bahan untuk membuat pupuk kompos rata-rata responden petani mitra KSU Lestari sebesar Rp per 40 m 2 per musim tanam atau sebesar 7.34 persen terhadap total biaya. Biaya tunai tersebut dibutuhkan untuk membuat pupuk kompos sebanyak 61 kg pupuk yang merupakan campuran dari kotoran ayam, kotoran kambing, sisa-sisa hijauan dan larutan EM4. Biaya pembelian kotoran ayam, kotoran kambing dan EM4 dikeluarkan secara tunai. Sedangkan TKDK pembuatan pupuk kompos termasuk dalam biaya diperhitungkan. Petani mitra ADS menggunakan kotoran ayam langsung sebagai pupuk, tidak dilakukan proses pengkomposan terlebih dahulu. Kebutuhan kotoran ayam rata-rata petani mitra ADS sebsesar 308 kg per 40 m 2 pada musim tanam September 2015 dengan harga Rp160 per kg. Biaya pengeluaran kebutuhan kotoran ayam Rp per 40 m 2 atau sebesar persen terhadap biaya total. Penggunaan pupuk petani mitra KSU Lestari lebih sedikit dibandingkan petani mitra ADS karena ketersediaan pupuk yang juga terbatas. Ketersediaan distributor kotoran ayam yang dekat dengan lokasi pertanian petani ADS menjadi suatu

56 40 kemudahan bagi petani dan mendorong petani untuk memaksimalkan dalam penggunaan input sekam sebagai sumber unsur hara bagi tanah. Tenaga Kerja Luar Keluarga Tenaga kerja luar keluarga merupakan tenaga kerja yang bersumber dari luar anggota keluarga petani dan sengaja dibayar untuk melakukan kegiatan usahatani. TKLK termasuk kedalam biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani. TKLK secara umum digunakan pada kegiatan pengelolaan lahan meliputi memacul lahan dan membentuk bedengan. Penggunaan TKLK merupakan pilihan jika petani memiliki modal untuk membayar jasa TKLK dan merasa lebih efisien jika menggunakan jasa TKLK. Rata-rata penggunaan TKLK pada petani mitra KSU Lestari sebesar 0.41 HOK sedangkan rata-rata petani mitra ADS sebesar 0.62 HOK. Nilai yang lebih tinggi pada petani mitra ADS karena luasan lahan yang dimiliki petani mitra ADS lebih luas dibandingkan petani mitra KSU Lestari, yaitu kisaran m 2, sehingga petani cenderung menggunakan TKLK untuk membantu dalam kegiatan usahatani. Biaya yang dibutuhkan untuk membayar jasa TKLK laki-laki sebesar Rp40 000/HOK untuk wilayah Kecamatan Cijeruk dan Rp untuk wilayah Kecamatan Leuwiliang. Kedua kelompok petani mitra juga mengeluarkan biaya makan TKLK sebesar Rp TKLK perempuan yang berlaku pada kedua daerah kemitraan sebesar Rp per HOK, ditambah untuk biaya makan dan teh sebesar Rp Sehingga, rata-rata biaya untuk TKLK petani mitra KSU Lestari sebesar Rp per 40 m 2 per musim tanam atau sebesar 9.17 persen terhadap biaya total, dan responden petani mitra ADS sebesar Rp per 40 m 2 per musim tanam atau sebesar persen terhadap biaya total. Tenaga Kerja Dalam Keluarga Tenaga kerja dalam keluarga merupakan tenaga kerja yang bersumber dari anggota keluarga petani. TKDK termasuk ke dalam biaya non tunai, karena petani tidak mengeluarkan secara tunai untuk membayar jasa TKDK dalam kegiatan usahatani sehingga perlunya dihitung sebagai biaya imbangan yang memang dikeluarkan oleh petani. TKDK secara umum melakukan seluruh kegiatan usahatani meliputi pengelolaan lahan, pembibitan, penanaman, pemupukan, penyiraman, pemeliharaan dan pemanenan. TKDK yang biasa terlibat pada kegiatan usahatani adalah suami, istri dan anak perempuan. Pada Tabel 14 dan 15, TKDK usahatani dikelomppokkan menjadi TKDK perempuan dan TKDK lakilaki. Perbedaan antara perempuan dan laki-laki dilihat dari kebutuhan biaya per HOKnya, untuk perempuan memiliki nilai standar Rp per HOK dan lakilaki sebesar Rp Rp per HOK, dan biaya tambahan untuk makan sebesar Rp8 000 Rp Rata-rata penggunaan TKDK responden petani mitra KSU Lestari sebesar 3.59 HOK, sedangkan rata-rata responden petani mitra ADS sebesar 4.15 HOK. Kebutuhan HOK TKDK petani mitra ADS lebih besar karena pada kegiatan usahatani bayam organiknya melakukan kegiatan penyiraman serta pemupukan hingga empat kali, sedangkan petani mitra KSU Lestari tidak semua petani melakukan kegiatan penyiraman, hanya mengandalkan dari air hujan dan pemukukan dilakukan hanya satu kali pada saat pemanenan.

57 TKDK pembuatan pupuk kompos tidak secara langsung mempengaruhi kegiatan produksi, namun diperhitungkan sebagai biaya pengeluaran untuk kebutuhan pupuk. TKDK pembuatan pupuk kompos hanya dikeluarkan oleh petani mitra KSU Lestari. Kegiatan pembuatan pupuk kompos meliputi pengumpulan hijauan, pengomposan, pemantauan dan pengemasan. TKDK pembuatan pupuk kompos sebesar 0.75 HOK. Biaya TKDK pembuatan pupuk kompos sebesar Rp per 40 m 2 per musim tanam atau sebesar persen terhadap biaya total petani mitra KSU Lestari. Sewa Lahan Biaya sewa lahan masuk kedalam biaya tunai dan non tunai. Hal ini karena responden petani kedua kemitraan ada yang berstatus sebagai pemilik lahan dan sebagai penyewa lahan. Jika petani merupakan pemilik maka biaya sewa masuk kedalam biaya non tunai yang diperhitungkan seandainya petani menyewa lahan, sedangkan jika petani memang penyewa lahan maka biaya sewa masuk kedalam biaya tunai. Harga sewa untuk kedua tempat responden petani mitra juga berbeda, karena tergantung dari jarak lahan dengan akses jalan umum. Biaya sewa lahan untuk lokasi petani mitra KSU Lestari di Desa Cijulang, Kecamatan Cijeruk sebesar Rp per 1000 m 2 per tahun sedangkan untuk lokasi petani mitra ADS di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang sebesar Rp per 1000 m 2 pertahun. Rata-rata biaya sewa lahan tunai petani mitra KSU Lestari sebesar Rp2 00 per 40 m 2 per musim tanam atau sebesar 0.09 persen terhadap biaya total. Sedangkan rata-rata biaya sewa lahan tunai petani mitra ADS sebesar Rp 571 per 40 m 2 per musim tanam atau sebesar 0.17 persen terhadap biaya total. Biaya tunai sewa lahan petani mitra ADS lebih besar karena harga sewa lebih besar sebanyak dua kali dari harga sewa petani mitra KSU Lestari. Begitu juga dengan biaya sewa lahan non tunai petani mitra KSU Lestari sebeasr Rp1 800 per 40 m 2 per musim tanam atau sebesar 0.80 persen terhadap biaya total, sedangkan petani mitra ADS sebesar Rp3 429 per 40 m 2 per musim tanam atau sebesar 1.00 persen terhadap biaya total. Biaya Penyusutan Biaya penyusutan merupakan biaya imbangan yang harus dikeluarkan karena invesatsi kepemilikan alat-alat pertanian. Secara umum kedua kemitraan memiliki alat pertanian untuk budidaya bayam organik meliputi cangkul, kored dan garuk. Namun pada petani mitra ADS memilki alat pertanian lainnya yaitu paranet dan tahang air. Paranet digunakan untuk menjaga kelembaban tanaman bayam stelah dilakukan penanaman sampai bayam berumur 10 hari, dan tahang air digunakan untuk melakukan kegiatan penyiraman. Penentuan biaya penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus. Estimasi nilai sisa berdasarkan jenis barang, untuk saprotan yang berbahan logam maka nilai sisa berdasarkan nilai besi tua pada pedagang loak, sedangkan untuk saprotan yang berbahan plastik dan kain memilki nilai sisa nol karena penggunaan petani hingga barang tersebut tidak dapat digunakan lagi. Estimasi umur ekonomis berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden yang memiliki pengalaman bertani lebih lama dibandingkan petani responden lainnya. Rata-rata biaya penyusutan petani mitra KSU Lestari sebesar Rp 504 per 40 m 2 per musim 41

58 42 tanam atau sesbesar 0.22 persen terhadap biaya total. Sedangkan rata-rata biaya penyusutan petani mitra ADS sebesar Rp1 306 atau sebesar 0.38 persen terhadap biaya total. Pendapatan Usahatani Bayam Organik Pendapatan usahatani dihitung utnuk mengetahui keuntungan yang diperoleh dari usahatani bayam organik. Pendapatan usahatani terdiri dari pendpatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai hanya mempertimbangkan biaya tunainya saja tidak memperhitungkan biaya diperhitungkan yang seharusnya dikeluarkan petani, sehingga belum menggambarkan tingkat pendapatan yang sesungguhnya. Pendapatan atas biaya total dapat digunakan untuk menilai kelayakan dari usaha tersebut apakah menguntungkan atau tidak. Pada Tabel 16 menunjukkan, pendapatan usahatani kedua mitra sangat berbeda, karena adanya perbedaan harga jual dan komposisi biaya. Pendapatan atas biaya tunai petani mitra KSU Lestari sebesar Rp per 40 m 2 per musim tanam, sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani mitra ADS mencapai Rp Kedua kemitraan bernilai lebih dari nol yang artinya usahatani bayam organik memperoleh keuntungan. Pendapatan atas biaya total petani mitra KSU Lestari sebesar Rp sedangkan petani mitra ADS sebesar Rp Kedua kemitraan bernilai lebih dari nol yang artinya usahatani bayam organik memperoleh keuntungan atas biaya total. Tabel 16 Pendapatan dan R/C rasio usahatani bayam organik pada musim tanam September 2015 Komponen Mitra KSU Lestari Nilai (Rp) Mitra ADS Nilai (Rp) A. Penerimaan Tunai B. Penerimaan Diperhitungkan C. Total Penerimaan (A+B) D. Biaya Tunai E. Biaya Diperhitungkan F. Biaya Total (D+E) Pendapatan Atas Biaya Tunai (C-D) Pendapatan Atas Biaya Total (C-F) R/C atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total Analisis R/C rasio Analisis R/C untuk mengetahui ratio perbandingan antara nilai output dan nilai input. Analisis R/C untuk mengetahui efisiensi dari usahatani yang dijalankan, dikatakan efisien jika nilai R/C lebih dari 1. Nilai R/C atas biaya tunai petani mitra KSU Lestari sebesar 8.95, artinya setiap Rp 1000 biaya input akan

59 memperoleh pendapatan sebesar Rp8 950, sedangkan pada petani mitra ADS nilai R/C atas biaya tunai sebesar 8.05 artinya setiap Rp1 000 biaya input yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan sebesar Rp Nilai R/C atas biaya tunai kedua kemitraan sudah menunjukkan usahatani bayam organik efisien karena memiliki nilai lebih dari satu. R/C atas biaya total petani mitra KSU Lestari memiliki nilai 1.48 artinya setiap Rp1 000 biaya input yang dikeluarkan akan menyebabkan kerugian sebesar Rp1 480, sedangkan petani mitra ADS nilai R/C atas biaya total sebesar 2.05 artinya setiap Rp1 000 akan memperoleh pendapatan sebesar Rp Usahatani bayam organik yang dijalankan petani mitra KSU Lestari memiliki nilai R/C atas biaya total lebih rendah dbandingkan mitra ADS karena biaya TKDK pembuatan pupuk kompos menjadi biaya diperhitungkan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai petani mitra KSU Lestari lebih besar dibandingkan petani mitra ADS, namun pada penghitungan R/C atas biaya total petani mitra KSU Lestari lebih kecil dibandingkan dengan petani mitra ADS. Hal ini menunjukkan penggunaan faktor produksi petani mitra KSU Lestari lebih banyak menggunakan sumber daya dalam keluarga, sehingga tidak menambah biaya tunai. Adapun uraian R/C rasio bayam organik, dapat dilihat pada Tabel 16. Return to total capital dan return to family labour Pada Tabel 17, menunjukkan hasil perhitungan return to capital dan return to labour. Perhitungan net farm income merupakan selisih antara penerimaan kotor (gross farm return) dan biaya total (total farm expenses). Seluruh petani responden tidak melakukan peminjaman untuk kebutuhan modal, sehingga nilai net farm earnings sama dengan nilai net farm income. Penghitungan return to total capital merupakan nilai nisbah net farm income terhadap total modal. Penghitungan return to family labour merupakan hasil nisbah net farming earning terhadap tenaga kerja dalam keluarga. 43 Tabel 17 Return to total capital dan return to family labour usahatani bayam organik pada musim tanam September 2015 Uraian 1 musim KSU Lestari ADS Gross Farm Return (Rp) Total Farm Expenses (Rp) Net Farm Income (Rp) Net Farm Earnings (Rp) Return tototal Capital (%) Return to Family Labour (Rp/HOK) Penghitungan return to total capital merupakan nilai nisbah net farm income terhadap total modal. Total modal terdiri dari modal investasi untuk pembelian lahan dan saprotan, serta modal kerja untuk kegiatan produksi. Ratarata modal investasi petani mitra KSU Lestari sebesar Rp sedangkan petani mitra ADS sebesar Rp Modal investasi petani mitra KSU Lestari memiliki nilai dua kali lebih tinggi dari petani ADS karena harga beli lahan di

60 44 wilayah Kecamatan Cijeruk mencapat Rp per m 2 sedangkan untuk wilayah Kecamatan Leuwiliang hanya Rp per m 2. Nilai total modal yang digunakan adalah total modal satu musim tanam bayam yaitu 30 hari (1 bulan), maka modal investasi dibagi dengan jumlah musim tanam bayam setiap tahunnya yaitu 10 musim. Penghitungan modal kerja juga berdasarkan kebutuhan modal kerja untuk satu musim. Nilai suku bunga dasar kredit mikro Bank Rakyat Indonesia pada September 2015, yaitu persen (Bank Indonesia, 2015). Berdasarkan hasil diperoleh nilai return to total capital petani mitra KSU Lestari menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan tingkat suku bunga yang berlaku, sehingga keputusan petani untuk menginvestasikan modalnya pada kegiatan usahatani bayam organik belum tepat. Lain halnya dengan petani mitra ADS, menunjukkan keputusan petani sudah tepat dalam menginvestasikan modalnya pada kegiatan usahatani bayam organik. Nilai return to family labour dinyatakan dalam rupiah per HOK dan dibandingkan dengan upah tenaga kerja yang berlaku. Penghitungan return to family labour merupakan hasil nisbah net farming earning terhadap tenaga kerja dalam keluarga. Tabel 17 menunjukkan imbalan terhadap tenaga kerja keluarga petani mitra ADS lebih besar, jika dibandingkan dengan tingkat upah tenaga kerja yang berlaku yaitu Rp Sehingga dapat dikatakan keputusan petani mitra ADS sudah untuk mengerjakan usahatani bayam organik sudah tepat. Sedangakan petani nilai return to family labour petani mitra KSU Lestari menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan tingkat upah yang berlaku sebesar Rp50 000, sehingga dapat dikatakan keputusan petani mitra KSU Lestari untuk mengerjakan usahatani bayam organik belum tepat. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pendapatan petani bayam organik petani mitra ADS lebih tinggi dibandingkan petani mitra KSU Lestari. Kegiatan usahatani bayam organik petani mitra ADS lebih efisien dibandingkan petani mitra KSU Lestari. 2. Petani mitra ADS mampu menciptakan imbalan terhadap tenaga kerja yang lebih tinggi dari upah rata-rata di bidang pertanian. Sedangkan imbalan terhadap tenaga kerja petani mitra KSU Lestari menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan upah rata-rata di bidang pertanian. Petani mitra ADS mampu menciptakan imbalan terhadap modal yang lebih tinggi dari suku bunga kredit yang berlaku. Sedangkan imbalan terhadap modal petani mitra KSU Lestari menunjukkan nilai yang lebih rendah dari suku bunga kredit yang berlaku.

61 45 Saran 1. KSU Lestari dan ADS perlu melakukan pengaturan pola tanam pada tingkat kelompok tani agar petani menghasilkan jumlah produksi bayam organik sesuai dengan kuota pihak pemasar KSU Lestari dan ADS. 2. KSU Lestari perlu membuat standar kualitas sayuran organik sehingga mendorong petani mitra untuk meningkatkan kualitas sayuran yang dihasilkan dan produk yang dihasilkan juga akan memiliki daya saing agar dapat masuk ke pasar supermarket. 3. KSU Lestari perlu melakukan perluasan pasar untuk meningkatkan pendapatan petani mitra dengan meningkatkan produksi sesuai dengan permintaan pasar. DAFTAR PUSTAKA AOI Statistik Pertanian Organik Indonesia Bogor: AOI Arnas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rumah Tangga terhadap Sayuran Organik di Kota Bogor.[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Aryani Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah (Kasus Kemitraan PT Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur). [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor [Bank Indonesia] Suku Bunga Dasar Kredit September tersedia pada: [diunduh pada 15 Januari 2016] Deshinta Peranan Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Dewi, P Analisis Pendapatan Petani Bayam di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Ekaningtias Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Kelompok tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Hendrani et al Perdagangan Produk Organik: Value Chains dan Determinan Keputusan Konsumen Membeli Produk Organik. No: III/LPPM/ /49-P. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan Jasuli Analisis Pola Kemitraan Petani Kapas dengan PT Nusafarm terhadap Pendapatan Usahatani Kapas di Kabupaten Situbundo. [skripsi]. Jember: Universitas Jember Karliya H, Noknik et al Viabilitas Pertanian Organik Dibandingkan dengan Pertanian Konvensional. Parahyangan: Universitas Katolik Parahyangan Kementan Statistik Konsumsi Pangan Jakarta: Kementerian Pertanian Mei Analisis Pendapatan dan Pemasaran Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bhakti. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor

62 46 Pertiwi, D.M Analisis Usahatani Sayuran Organik di PT Anugerah Bumi Persada RR Organic Farm Kabupaten Cianjur Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Rochmawan Pengaruh Pola Kemitraan dengan PT Bisi terhadap Pendapatan Petani Jagung di Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri. Jurnal Manajemen Agribisnis Vol.13 No.1. tersedia pada: [diunduh 22 Februari 2016] Rosdiana Analisis Pemasaran Sayuran Organi di PT Agro Lestari, Ciawi Bogor Jawa Barat. [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor Sestika, Analisis Pendapatan Usahatanni Sayuran Organik pada Yayasan Bina Sarana Bakti Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor.[skripsi] Bogor : Institut Pertanian Bogor Soekartawi Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press Soekartawi, Soeharjo A, Dillon J, Hardaker J Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Dillon JL, Hardaker JB, Penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Farm Management Research for Small Development. Seufert, V., Ramankutty, N., & Foley, J. A. (2012). Comparing the yields of organic and conventional agriculture. Nature, 485, Tersedia pada: [diunduh 29 Februari 2016] Soemardjo, et al Teori dan Praktek Kemitraan Agribisnis.Jakarta: Penebar Swadaya Suratiyah Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya Suratmi Analisis Perbandingan Pendapatan dan Produktivitas antara Petani Jagung yang Non Mitra dengan Petani Jagung yang Bermitra dengan PT BISI Internasional. Jurnal Manajemen Agribisnis Vol.14 No.1 Soekartawi Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb-Douglas. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Theresia Analisis Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Konsumen akan Sayuran Organik (Studi kasus: Konsumen Sayuran Organik di Kota Medan). [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara Utomo Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Wortel di Agro Farm Desa Ciherang kabupaten Cianjur, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor

63 LAMPIRAN 47

64 48 Lampiran 1 Gambar Standar penerimaan sayur di ADS Sumber: ADS, 2016

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dengan responden para petani yang menggunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (pusposive). Alasan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK 1 ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK FARMING ANALYSIS OF PADDY IN KEMUNINGMUDA VILLAGE BUNGARAYA SUB DISTRICT SIAK REGENCY Sopan Sujeri 1), Evy Maharani

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani (wholefarm) adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Penentuan Sampel

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Penentuan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan dalam kelompok ternak Hidayah Alam yang terletak di Desa Nambo, Kecamatan Klapa Nunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Peneilitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 di Desa Ringgit Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dengan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN Prinsip-Prinsip Efisiensi Usahatani Usahatani ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Kelurahan Sindang Barang dan Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi III. METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengembangan usahatani mina padi dengan sistem jajar legowo ini dilakukan di Desa Mrgodadi, Kecamatan sayegan, Kabupaten Sleman. Penelitian ini menggunakan metode

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lahan Pasir Pantai Lahan pasir pantai merupakan tanah yang mengandung lempung, debu, dan zat hara yang sangat minim. Akibatnya, tanah pasir mudah mengalirkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Usahatani tembakau sendiri merupakan salah satu usahatani yang memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. Usahatani tembakau sendiri merupakan salah satu usahatani yang memiliki 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Tembakau merupakan salah satu tanaman yang memberikan kontribusi besar kepada negara Indonesia yaitu sebagai salah satu penghasil devisa negara. Usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI (Studi Kasus: Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan) WANDA ARUAN, ISKANDARINI, MOZART Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara e-mail

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang 50 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Sistem pertanian polikultur didefinisikan sebagai sebuah metode pertanian yang memadukan lebih dari 4 jenis tanaman lokal bernilai

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian dari bibit tanaman lokal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawinangun, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk,

II. TINJAUAN PUSTAKA. input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Usahatani Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pertanian Organik Ada dua pemahaman umum tentang pertanian organik menurut Las,dkk (2006)

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI IKAN HIAS GUPPY (Poecilia reticulata) DI KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR ALYANI FADHILAH HUSNA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI IKAN HIAS GUPPY (Poecilia reticulata) DI KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR ALYANI FADHILAH HUSNA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI IKAN HIAS GUPPY (Poecilia reticulata) DI KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR ALYANI FADHILAH HUSNA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pulahenti, Kecamatan Sumalata, Kabupaten Gorontalo Utara. Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Mubyarto (1989) usahatani adalah himpunan dari sumber sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air,

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian survey. Dalam penelitian ini data yang diperlukan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Organisasi Produksi Usahatani Menurut Rivai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA e-j. Agrotekbis 4 (4) : 456-460, Agustus 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA Income Analysis of Corn Farming Systemin Labuan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Padi Organik dan Padi Konvensional Ada dua pemahaman tentang pertanian organik, yaitu pertanian organik dalam arti sempit dan dalam artisan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

II. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif II. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Metode deskriptif analitik yaitu metode penelitian yang menuturkan dan menafsirkan data yang tidak hanya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis 30 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM 7.1 Penerimaan Usahatani Caisim Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh petani dari jumlah produksi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya

Lebih terperinci

PERAN KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI CAISIM DI KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR NOVA CHRISDAYANTI SIAHAAN

PERAN KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI CAISIM DI KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR NOVA CHRISDAYANTI SIAHAAN PERAN KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI CAISIM DI KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR NOVA CHRISDAYANTI SIAHAAN DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK Analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C. Perhitungan usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional Manajer I Sukamandi di Sukamandi, Kabupaten Subang. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 1. Produksi tanaman sayuran menurut kabupaten/kota dan jenis sayuran di Provinsi Lampung

DAFTAR TABEL. 1. Produksi tanaman sayuran menurut kabupaten/kota dan jenis sayuran di Provinsi Lampung DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Produksi tanaman sayuran menurut kabupaten/kota dan jenis sayuran di Provinsi Lampung 2012... 4 2. Luas panen dan produksi tanaman sayuran Kabupaten Tanggamus... 6 3. Luas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Sabila Farm dan wilayah Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan data primer dilaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI ej. Agrotekbis 3 (2) : 240 246, April 2015 ISSN : 23383011 ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI Feasibility study on Pineapple Farming at Doda Village, Sigi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Efisiensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soeharjo dan Patong (1973:135-137) kemungkinan ada pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan, karena itu analisa pendapatan

Lebih terperinci

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN M. Handayani, dkk Pendapatan Tenaga Kerja... PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN FAMILY LABOUR INCOME ON CATTLE FARMING IN TOROH SUBDISTRICT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Anorganik Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4.1 Tinjauan Pustaka Ubi kayu atau Manihot esculenta termasuk familia Euphorbiaceae, genus Manihot yang terdiri dari 100 spesies. Ada dua tipe tanaman ubi kayu yaitu tegak (bercabang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan

Lebih terperinci

KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHA TERNAK MITRA DAN USAHA TERNAK MANDIRI SURYANI NURFADILLAH

KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHA TERNAK MITRA DAN USAHA TERNAK MANDIRI SURYANI NURFADILLAH i KERAGAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KECAMATAN PARUNG BOGOR: PERBANDINGAN USAHA TERNAK MITRA DAN USAHA TERNAK MANDIRI SURYANI NURFADILLAH DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) VARIETAS ORBA (Suatu Kasus pada Kelompoktani Cikalong di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Apang Haris 1, Dini Rochdiani

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian Gaol (2011) yang berjudul Analisis Luas Lahan Minimum untuk Peningkatan Kesejahteraan Petani Padi Sawah di Desa Cinta Damai, Kecamatan Percut Sei Tuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Kebonagung Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian survai dan menggunakan kuesioner. Kuesioner ini akan dijadikan instrumen pengambilan data primer yang berisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. banyak membahas mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses

III. METODE PENELITIAN. banyak membahas mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, karena dalam pembahasannya lebih banyak membahas mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, input yang digunakan, penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penerimaan yang diperoleh petani kedelai, pendapatan dan keuntungan yang

III. METODE PENELITIAN. penerimaan yang diperoleh petani kedelai, pendapatan dan keuntungan yang III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, dalam pembahasannya lebih ditekankan pada biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, input yang digunakan, penerimaan yang diperoleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis)

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis) ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Ciamis) Oleh : Didin Saadudin 1, Yus Rusman 2, Cecep Pardani 3 13 Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2 Fakultas

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di gabungan gelompok tani (Gapoktan) Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agribisnis Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih

Lebih terperinci