Tidak ditemukannya embrio yang mati pasca penyuntikan ekstrak benalu teh ke dalam ruang alantois TAB dengan dosis yang meningkat secara logaritmik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tidak ditemukannya embrio yang mati pasca penyuntikan ekstrak benalu teh ke dalam ruang alantois TAB dengan dosis yang meningkat secara logaritmik"

Transkripsi

1 PEMBAHASAN UMUM Telur ayam berembrio (TAB) merupakan salah satu media yang umum digunakan pada propagasi virus. Sejak awal tahun 1990an TAB juga banyak digunakan sebagai media uji suatu toksisitas obat atau bahan kimia, karena pengujian in ovo ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pengujian in vitro. Telur ayam berembrio juga merupakan suatu sistem biologis yang dinamis sehingga dapat menggambarkan kondisi in vivo. Kondisi in vivo yang dimaksudkan adalah adanya metabolisme dan perkembangan sel sel embrio di dalam telur yang berlangsung terus menerus. Penelitian lain yang juga menggunakan TAB adalah penelitian dalam bidang biomedis. Pada bidang ini telur ayam berembrio banyak digunakan sebagai model untuk mempelajari proses perkembangan tumor dan pengobatan tumor pada manusia dan dampak zat adiktif seperti alkohol pada janin manusia (Becker dan Shibley 1998; Ribatti et al. 2000). Peningkatan kesadaran dan perhatian masyarakat dunia terhadap hak-hak serta kesejahteraan hewan (animal rights and welfare) berdampak pada meningkatnya tekanan kepada para peneliti biomedis agar melakukan berbagai upaya untuk mengurangi jumlah hewan coba dan meminimalkan penderitaan yang dialami hewan akibat pelakuan dalam penelitian. Dalam konsep animal welfare dikenal adanya prinsip 3R (Replacement, Reduction, Refinement) dalam penggunaan hewan coba untuk tujuan penelitian (WSPA 2003). Pemanfaatan TAB dalam penelitian biomedis merupakan salah satu alternatif dari penggunaan hewan coba. Saat ini Uni Eropa (EU/OECD) telah mengakui penggunaan TAB sebagai media alternatif untuk pengujian toksisitas akut bahan kimia secara in vitro (Spielmann 2002). Pada penelitian ini digunakan TAB sebagai media pengujian khasiat anti virus Marek dari ekstrak benalu teh (Scurrula oortiana). Rute pemberian ekstrak benalu teh yang tepat adalah pada ruang alantois, karena pemberian ekstrak benalu teh melalui rute ini tidak menyebabkan kematian embrio. Amannya rute pemberian ekstrak ke ruang alantois tersebut karena mudahnya ekstrak tersebut terlarut dalam cairan alantois. Larutan tersebut akan berdifusi masuk kedalam cairan amnion yang selanjutnya akan diserap secara perlahan ke dalam tubuh embrio melalui mulut dan trakhea sehingga tidak terjadi penumpukan senyawa dalam embrio (Jochemsen dan Jeurissen 2002).

2 Tidak ditemukannya embrio yang mati pasca penyuntikan ekstrak benalu teh ke dalam ruang alantois TAB dengan dosis yang meningkat secara logaritmik antara 0, mg/butir (setara 0, mg/kg BB) memperlihatkan bahwa LD50 ekstrak ini berada jauh di atas 4000 mg/kg BB. Sesuai standar uji toksisitas akut yang dikeluarkan oleh OECD (2001) bahwa zat dengan LD50 > 4000 mg dikategorikan bahan tidak beracun, maka ekstrak benalu teh termasuk dalam golongan bahan tidak beracun dan aman diberikan pada embrio. Pada penelitian awal penggunaan TAB sebagai media uji khasiat benalu teh, ditemukan perbedaan respon bobot badan embrio. Perbedaan respon ini diduga disebabkan oleh perbedaan ras telur ayam yang digunakan yaitu antara TAB dari ayam petelur dan telur ayam pedaging. Ras ayam petelur berbeda dari ras pedaging dalam pengaturan sistem pertumbuhan otot, laju sintesa protein dan aktivitas enzim proteolitik. Ayam petelur diseleksi untuk lebih tinggi kemampuan reproduksinya sebaliknya ayam ras pedaging diseleksi untuk bisa tumbuh lebih cepat, sehingga adanya pengaruh bahan tertentu dalam jumlah sedikit saja akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan embrio ayam ras pedaging. Ayam ras pedaging memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dan laju pendegradasi protein lebih rendah dibanding ayam petelur (Griffin dan Goddar 1994). Untuk menghindari pengaruh ekstrak terhadap laju pertumbuhan embrio maka pada penelitian lebih lanjut digunakan TAB ras petelur Ekstrak benalu teh berkhasiat sebagai imunomodulator, karena mampu meningkatkan rataan jumlah folikel aktif bursa Fabricius maupun jumlah limfosit aktif pada timus. Hasil tersebut tercermin dari tingginya jumlah folikel aktif tiap plika bursa Fabricius dan luas medula tiap lobus timus pada kelompok yang diberi ekstrak benalu teh dibandingkan kelompok kontrol. Proliferasi sel limfosit dapat terjadi akibat rangsangan mitogen tertentu seperti lektin yang merupakan salah satu glikoprotein asal tanaman (Roitt et al. 2000). Di dalam ekstrak benalu teh dari genus Scurrula terkandung tidak kurang dari 16 macam bahan aktif, terdiri dari enam senyawa asam lemak tidak jenuh, dua senyawa xantin, dua senyawa flavonol glikosida, empat senyawa flavonol, satu senyawa lignan glikosida dan satu senyawa monoterpen glikosida (Ohashi et al. 2003). Senyawa-senyawa flavonol glikosida, lignan glikosida dan monoterpen glikosida merupakan glikoprotein asal tanaman yang dapat bersifat sebagai mitogen. Rangsangan mitogen pada embrio ayam berusia 18 hari dapat menginduksi sel-sel timus (timosit) untuk meningkatkan 96

3 transkripsi interferon γ (IFNγ) dan tumor growth factor β (TGFβ). Peningkatan transkripsi berlanjut dengan translasi akan menghasilkan peningkatan sitokin-sitokin tersebut diatas. Tingginya induksi transkripsi interferon γ (IFNγ), dan tumor growth factor β (TGFβ) akan meningkatkan jumlah reseptor pada sel T (TCR) yang matang (Peters et al. 2003). Sitokin-sitokin tersebut akan meningkatkan jumlah reseptor pada sel T (TCR) yang matang melalui peningkatan cgmp intraselular. Peningkatan cgmp diduga akibat adanya ikatan antara mitogen pada reseptor CD2 dari sel limfosit T, sehingga dapat menginduksi sel-sel limfosit T yang belum matang untuk berkembang dan mengalami pematangan (Fudenberg et al.1980). Limfosit T yang matang akan memproduksi sitokin, berupa interferon γ (IFN-γ) dan interleukin 2 (IL-2). IFN-γ berperan dalam aktivasi makrofag dan dapat menginduksi molekul MHC kelas II pada makrofag, sehingga membantu fungsi makrofag pada folikel limfoid untuk mengenali substansi asing. Makrofag juga dapat melepas sitokin, yaitu IL-1 yang berperan dalam memacu proliferasi sel T helper dan sel B. IL-2 merupakan faktor pertumbuhan untuk sel T yang teraktivasi oleh antigen dan dapat berperan sebagai faktor pertumbuhan dan diferensiasi bagi sel B, serta dapat mengaktivasi makrofag (Roitt et al. 2000). Kemampuan ekstrak benalu teh dalam memodulasi perkembangan sel-sel limfosit terkait dengan kemampuannya meningkatkan kekebalan nonspesifik embrio sehingga pada saat diinfeksi virus Marek jumlah virus yang berkembang jauh lebih sedikit dibandingkan embrio yang tidak diberi ekstrak. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah badan inklusi dan pembentukan atau penebalan pock yang lebih sedikit pada membran korioalantois embrio yang diberi ekstrak benalu teh baik sebelum maupun setelah infeksi virus Marek dibandingkan dengan kontrol infeksi virus yang tidak diberi ekstrak benalu teh. Rendahnya jumlah badan inklusi maupun pock yang muncul pada kelompok yang diberi ekstrak benalu teh menunjukkan pengaruh ekstrak benalu teh terhadap pertumbuhan virus (efek antiviral). Efek antiviral diduga akibat adanya modulasi ekstrak benalu teh terhadap mekanisme efektor dari sel radang berupa pelepasan jumlah sitokin yang makin meningkat sehingga menekan proses replikasi virus. Pengaruh pemberian ekstrak benalu teh baik dalam memodulasi pematangan sel limfosit maupun efek antivirus tidak selalu meningkat secara linier seiring peningkatan dosis yang diberikan. Bila digambarkan dengan kurva tampak bahwa 97

4 hubungan antara dosis pemberian dengan efek imunomodulator dan jumlah badan inklusi membentuk huruf U. Menurut Calabrese dan Baldwin (1999) kondisi tersebut menunjukkan adanya fenomena yang disebut dengan hormesis. Hormesis adalah gambaran fenomena efek stimulasi dari suatu zat yang muncul pada pemberian dosis sangat rendah atau sangat tinggi. Fenomena hormesis ini biasa terjadi pada percobaan farmakologi dan toksisitas berbagai jenis zat, tidak tergantung jenis bahan kimia dari zat yang diuji. Dengan teknik imunohistokimia menggunakan antibodi terhadap virus Marek dapat diketahui keberadaan antigen virus Marek pada jaringan. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah antigen Marek pada embrio yang diberi ekstrak benalu teh sebelum infeksi lebih sedikit dibandingkan kelompok kontrol virus maupun kelompok embrio yang diberi ekstrak benalu teh setelah infeksi ditandai dengan tingkat imunoreaktivitas yang lebih rendah pada sel-sel bursa maupun CAM dari kelompok tersebut. Dengan dosis infeksi yang sama tetapi jumlah antigen yang ditemukan lebih sedikit menunjukkan bahwa pada kelompok yang diberi ekstrak benalu teh sebelum infeksi jumlah virus yang berbiak lebih sedikit dibandingkan kontrol virus maupun kelompok embrio yang diberi ekstrak benalu teh setelah infeksi. Mekanisme penekanan perkembangan virus ini terjadi melalui peningkatan jumlah makrofag dan sel-sel limfosit serta produksi sitokin kedua sel tersebut. Peningkatan jumlah makrofag dan sel-sel lmfosit maupun sitokin yang diproduksinya terjadi akibat adanya modulasi dari benalu teh, sehingga proses fagositosis serta lisis sel yang terinfeksi meningkat. Pemberian ekstrak benalu teh dapat meningkatkan kepekaan sel-sel tumor terhadap TNF alpha (TNFa) dan efektivitas proses eleminasi sel tumor ataupun sel target yang terinfeksi virus seperti makrofag dan sel T (Murwani 2003). Sitokin lain yang diduga meningkat akibat adanya modulasi dari benalu teh adalah interferon-gamma (IFNγ). IFNγ sendiri maupun kombinasinya dengan TNFa dapat menstimulasi makrofag untuk memproduksi inducible Nitric Oxide synthase (inos) yang akan mengkatalisa L-arginin menjadi NO dan L-citrulin dengan kofaktor tetrahyroboipterine, calmodulin, NADPH dan O 2. NO merupakan senyawa radikal bebas yang dapat menghambat replikasi virus Marek (Xing dan Schat 2000a). Inducible NOS (tipe II inos) tidak diekspresikan pada kondisi fisiologis normal. Produksi inos diinduksi oleh adanya sitokin atau endotoksin selama proses 98

5 peradangan ataupun dalam proses infeksi. inos dapat diproduksi oleh berbagai jenis sel seperti hepatosit, makrofag, neutrofil, sel-sel otot polos serta chondrosit. NO yang diproduksi oleh inos memiliki aktivitas antimikrobial dan terlibat dalam proses pembunuhan sel-sel tumor (Moshage 1997). Studi ini mengeksplorasi peranan NO dalam mekanisme penghambatan replikasi virus Marek oleh ekstrak benalu teh dengan mengukur ekspresi inos pada sel makrofag di hati dan limfosit di limpa embrio. Pengamatan terhadap sel-sel makrofag dan limfosit di limpa menunjukan bahwa embrio yang diberi ekstrak benalu teh tersebut mengekspresi inos lebih tinggi dibandingkan kelompok embrio yang diinfeksi virus Marek saja. inos merupakan bagian dari sistem fagositosis oksida makrofag yang diproduksi oleh makrofag aktif. Hipotesa mekanisme pengaturan kerja NO dalam menghambat replikasi virus Marek pada embrio yang diberi benalu teh tersaji pada Gambar 20. Tingginya jumlah inos pada kelompok embrio yang diberi ekstrak benalu teh terjadi akibat induksi limfosit maupun makrofag yang sebelumnya tidak aktif (resting makrofag) menjadi makrofag aktif sehingga dapat menghasilkan inos (Xing dan Schat 2000a; Djeraba et al. 2000). MDV Penghambatan replikasi virus Sel limfosit/makrofag IFN-g ONOO - inos NO Makrofag inaktif Makrofag aktif inos Protein p 53 Benalu teh Gambar 20. Hipotesa mekanisme kerja ekstrak benalu teh dalam menghambat replikasi virus Marek pada telur ayam berembrio 99

6 IFNγ merupakan sitokin yang dapat memblokir replikasi virus (Xing dan Schat 2000a) bersama NO yang dihasilkan oleh kerja inos penghambatan replikasi akan meningkat. NO selain mampu menghambat replikasi virus Marek juga dapat menghambat replikasi beberapa virus herpes lainnya seperti virus Herpes Simpleks (HSV-1), Epstein-Barr Virus dan Murine Cytomegalovirus (Croen 1993; Karupiah et al. 1993; Mannick et al 1994; Tay dan Welsh 1997; Xing dan Schat 2000b). NO dapat merusak asam inti (Deoxyribonucleic acid/ DNA) virus secara langsung (Esumi dan Tannenbaum 1994). Disamping itu NO dapat merusak enzim ribonucleotide reductase yang diproduksi oleh kelompok Herpesvirus. Enzim ribonucleotide reductase adalah enzim yang bekerja mengkatalisis reaksi yang mengubah ribonukleotida menjadi deoksiribonukleotida. Deoksiribonukleotida ini merupakan prekusor pada sintesa DNA dan perbaikan DNA (Dong et al. 2005). Enzim tersebut merupakan salah satu enzim yang menjadi target perusakan NO sehingga produksi enzim ini dapat dihambat oleh NO (Kwon et al.1991). NO juga dapat berikatan dengan ion logam pada bagian protein virus yang merupakan protein esensial dalam replikasi virus. Penelitian Rice et al. pada tahun 1993 menggunakan virus human immunodeficiency virus (HIV) membuktikan bahwa komponen nitroso dapat mereduksi infektivitas virus HIV dengan cara mengikat dan memindahkan ion zink yang merupakan faktor transkripsi virus (Xing dan Schat 2000a). Dengan cara melakukan oksidasi pada gugus sulfhydril protein-protein virus, NO diduga juga mempengaruhi sinyal berbagai lintasan pengaturan perkembangbiakan virus dalam sel (Mannick 1994). NO juga dikenal sebagai faktor penting dalam sistem kekebalan nonspesifik karena memiliki aktivitas anti mikroba terutama terhadap protozoa, cendawan (kapang dan khamir) bakteri dan virus. NO merupakan mediator penting penghambatan replikasi virus di dalam sel yang berdampak pada penurunan jumlah virus yang dihasilkan serta peningkatan efisiensi pembersihan infeksi dalam tubuh induk semang yang mengarah pada penyembuhan (Staeheli 1990) Disamping sebagai senyawa yang berguna dalam mekanisme penyingkiran mikroba dalam sel, NO juga berperanan dalam kerusakan jaringan terutama bila terjadi aktivasi sejumlah besar makrofag untuk memproduksi NO. NO dapat menyebabkan kerusakan DNA dan menyebabkan kematian berbagai macam sel. NO juga memiliki kemampuan untuk memodifikasi target intraseluler seperti protein dan 100

7 produk-produk peroksidasi lipid. Produksi NO dengan konsentrasi tinggi dalam tubuh menyebabkan kerusakan sel namun pada konsentrasi rendah senyawa ini sangat efektif melindungi sel dari berbagai kerusakan, sehingga pengaturan produksi NO dalam tubuh sangat penting. Pengaturan transkripsi gen inos dalam tubuh dikontrol oleh protein p53 yang memegang peranan penting dalam menekan ekspresi gen penyandi inos in vivo dan mengurangi NO yang berlebihan melalui suatu mekanisme umpan balik negatif (Ambs et al. 1998). Kejadian kerusakan jaringan akibat kerja NO juga dapat diatasi oleh tubuh karena didalam tubuh tersedia senyawa inhibitornya (Reiss dan Komatsu 1998). Berbagai jenis senyawa yang bekerja menghambat aktivitas inos dan sintesa NO adalah S-methylisothiourea dan N-onomethyl L- arginin (Akerstorm 1998; Xing dan Schat 2000b). Studi ini telah mengembangkan suatu model pengujian khasiat antivirus dari suatu sediaan senyawa alami in vivo menggunakan telur ayam berembrio. Model pengujian ini juga dapat digunakan untuk mempelajari aspek keamanan sediaan senyawa alami yang diujikan. Kajian khasiat ekstrak benalu teh sebagai bahan antivirus in vivo menggunakan telur ayam berembrio membuktikan bahwa ekstrak benalu teh memiliki kemampuan menghambat replikasi virus Marek. Temuan ini memperkaya pengetahuan kita tentang berbagai khasiat ekstrak benalu teh sebagai bahan antivirus serta mekanisme kerjanya. Penggunaan virus Marek yang merupakan salah satu kelompok Herpesviridae dapat menjadi model untuk mengeksplorasi pemanfaatan ekstrak benalu teh dalam pengendalian penyakit yang disebabkan oleh kelompok Herpesviridae lainnya. Pada manusia virus-virus dari kelompok Herpesviridae menyebabkan penyakit yang bersifat laten seperti herpes simpleks. Infeksi virus tersebut akan memperlihatkan gejala klinis pada saat penderita mengalami penurunan kondisi tubuh. Gejala klinis ini mungkin dapat dicegah dengan mengkonsumsi ekstrak benalu teh pada saat kondisi tubuh sedang menurun. 101

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Dosis Infeksi MDV Pengamatan histopatologi dilakukan terhadap lima kelompok perlakuan, yaitu kontrol (A), 1 x 10 3 EID 50 (B), 0.5 x 10 3 EID 50 (C), 0.25 x 10 3 EID 50 (D)

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Neoplasma atau tumor adalah transformasi sejumlah gen yang menyebabkan gen tersebut mengalami mutasi. Gen yang mengalami mutasi disebut proto-onkogen dan gen supresor tumor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

Aktivitas benalu teh sebagai antioksidan yang terkandung dalam ekstrak ditandai dengan daya mereduksi kaliumferisianida [K 3 Fe (CN) 6 ], menghambat

Aktivitas benalu teh sebagai antioksidan yang terkandung dalam ekstrak ditandai dengan daya mereduksi kaliumferisianida [K 3 Fe (CN) 6 ], menghambat 56 PEMBAHASAN UMUM Pada infeksi produktif MDV terjadi replikasi DNA virus, sintesis protein yang menghasilkan partikel virus secara lengkap. Virus menginfeksi, merusak, dan membunuh limfosit B maupun limfosit

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan peranan penting dalam beberapa sistem biologis manusia. Diketahui bahwa endothelium-derived

Lebih terperinci

Efek Imunomodulasi Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) pada Telur Ayam Berembrio

Efek Imunomodulasi Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) pada Telur Ayam Berembrio Efek Imunomodulasi Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) pada Telur Ayam Berembrio S. MURTINI 1, R. MURWANI 3, F. SATRIJA 1 dan E. HANDHARYANI 2 1 Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit intraseluler Protozoa, yaitu genus Plasmodium, menginfeksi 500 juta dan membunuh lebih dari 1 juta jiwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan. (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiki 2 sistem imun yaitu sistem imun bawaan (innate immunity) dan sistem imun adaptif (adaptive immunity). Sistem imun bawaan bersifat non-spesifik sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

MARTHEN B.M. MALOLE, WASMEN MANALU,

MARTHEN B.M. MALOLE, WASMEN MANALU, ABSTRACT MUHAMAD SAMSI. The Tea Parasite (Scurrula oortiana) Extract as Immunomodulator and Antitumor on the Infection of Marek s Disease Virus (MDV) Serotype 1 Oncogenic in Chicken. Under supervision

Lebih terperinci

KAJIAN EKSTRAK BENALU TEH (Scurrula oortiana) SEBAGAI BAHAN ANTIVIRUS TERHADAP VIRUS MAREK PADA TELUR AYAM BEREMBRIO SRI MURTINI

KAJIAN EKSTRAK BENALU TEH (Scurrula oortiana) SEBAGAI BAHAN ANTIVIRUS TERHADAP VIRUS MAREK PADA TELUR AYAM BEREMBRIO SRI MURTINI KAJIAN EKSTRAK BENALU TEH (Scurrula oortiana) SEBAGAI BAHAN ANTIVIRUS TERHADAP VIRUS MAREK PADA TELUR AYAM BEREMBRIO SRI MURTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, jamur, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium 49 BAB 5 PEMBAHASAN Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium Biokimia Universitas Muhammdiyah Jogjakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24 ekor, di mana tiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS dapat terjadi pada hampir semua penduduk di seluruh dunia, termasuk penduduk Indonesia. AIDS merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi akibat menurunnya

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini BAB 6 PEMBAHASAN Phaleria macrocarpa merupakan salah satu tanaman obat tradisional Indonesia yang mempunyai efek anti kanker, namun masih belum memiliki acuan ilmiah yang cukup lengkap baik dari segi farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki sistem imun sebagai pelindung dari berbagai jenis patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker (Djajanegara dan Wahyudi,

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirih merah merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirih merah merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal luas di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirih merah Sirih merah merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal luas di Indonesia. Sirih merah selain dimanfaatkan sebagai tanaman hias, juga dimanfaatkan sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan khususnya untuk bahan obat-obatan (Susi et al., 2009). Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan khususnya untuk bahan obat-obatan (Susi et al., 2009). Sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki posisi sangat penting dan strategis dari sisi kekayaan dan keanekaragaman jenis tumbuhan beserta ekosistemnya (Walujo, 2011). Kekayaan dan keanekaragamannya

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui nyamuk yang terinfeksi protozoa obligat intraseluler dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu golongan penyakit ditandai dengan adanya pembelahan sel yang berlangsung secara tidak terkendali serta berkaitan dengan kemampuan sel sel dalam

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO MEKANISME FAGOSITOSIS oleh: DAVID CHRISTIANTO 136070100011013 PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 1 DAFTAR ISI SAMPUL... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika merupakan suatu penyakit yang sering kita jumpai di masyarakat yang dikenal juga sebagai dermatitis atopik (DA), yang mempunyai prevalensi 0,69%,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri.

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat Indonesia. Salah satu penyakit yang sering dialami adalah diare. Penyakit diare merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular utama di sebagian wilayah Indonesia seperti di Maluku Utara, Papua Barat, dan Sumatera Utara. World Malaria Report - 2008,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benalu teh

TINJAUAN PUSTAKA Benalu teh TINJAUAN PUSTAKA Benalu teh Benalu teh merupakan tumbuhan yang bersifat hemiparasit atau setengah parasit, karena tumbuhan ini masih punya hijau daun (klorofil) sehingga tetap dapat melakukan asimilasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kesehatan dan menjadi

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kesehatan dan menjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kesehatan dan menjadi salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta merupakan penyakit ganas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit mata penyebab kebutaan di dunia adalah disebabkan oleh katarak. Pada tahun 1995 dikatakan bahwa lebih dari 80% penduduk dengan katarak meninggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia masalah penyakit hepar masih menjadi masalah kesehatan (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 1999). Kerusakan sel hepar dan fungsi hepar disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Efektivitas Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Sel NK. kontrol mengalami kenaikan. Hal ini dapat kita lihat pada grafik berikut ini.

BAB VI PEMBAHASAN. Efektivitas Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Sel NK. kontrol mengalami kenaikan. Hal ini dapat kita lihat pada grafik berikut ini. Jumlah Sel NK Jumlah Sel NK BAB VI PEMBAHASAN Efektivitas Ekstrak Kulit Manggis Terhadap Sel NK Hasil yang didapatkan pada pada pemeriksaan yang dilakukan pada sel NK, kelompok ekstrak/perlakuan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap jejas yang terjadi dalam tubuh manusia. Inflamasi, bila terjadi terus menerus dalam waktu lama maka merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya (Candra et al., 2011).

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi penyakit endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis dunia. Pada tahun 2006, terjadi 247 juta kasus malaria,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci