AGRIPLUS, Volume 25 Nomor : 02 Mei 2015, ISSN
|
|
- Johan Oesman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ANALISIS SOCIAL CAPITAL MASYARAKAT BAJO DI KECAMATAN KULISUSU KABUPATEN BUTON UTARA Oleh: Dasmin Sidu 1 ABSTRACT The study aims to determine the condition bajo community social capital and how the implementation of social capital in society. The study was planned to be implemented in the District of North Buton Kulisusu on month from January to April The determination of the sample using the formula solvin (70 samples), with a sample penerikan techniques using simple random sampling technique. Data were collected by interview and recording was then analyzed using descriptive analysis. Results showed that; (1) social capital Bajo District of Kulisusu North Buton has begun to weaken, (2) community Bajo think how the interests and needs of families are met, only the cooperation and trust with the family nearby, obedient to the family, is less concerned with activities nothing to do with the interests of the family and less involved in social organizations. Therefore, the government should be no effort to preserve social capital, through socialization to young people and activities that can strengthen the bonds of social capital in society. Keywords: social capital, trust, social networking. PENDAHULUAN Dalam teori pembangunan konvensional, memang masalah SDM belum mendapat perhatian secara proporsional. Teori pembangunan konvensional masih meyakini bahwa sumber pertumbuhan ekonomi itu terletak pada konsentrasi modal fisik (physical capital) yang diinvestasikan dalam suatu proses produksi seperti pabrik dan alat-alat produksi. Modal fisik termasuk pula pembangunan infrastruktur seperti transportasi, komunikasi, dan irigasi untuk mempermudah proses transaksi ekonomi. Namun, sekarang terjadi pergeseran teori pem-bangunan, bahwa yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi justru faktor modal sosial (social capital). Modal social penekanannya pada penanaman kepercayaan dan membangun jaringan sosial. Masyarakat Suku Bajo disebagian tempat dikenal sebagai masyarakat yang terpinggirkan dan memiliki keterbatasan dalam mengakses infomasi pendidikan dan kesehatan. Saran pendidikan dan kesehatan jarang ditemukan ada disekitar tempat tinggal mereka. Masyarakat Suku Bajo jika ingin mengikuti pendidikan, terutama Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas haru berjuang lebih keras dari pada masyarakat lain yang tinggal di daratan karena jarak sekolah dengan tempat mereka relatif jauh. Di Kecamatan Kulisusu jarak sekolah SMP dan SMA dengan pemukiman masyarakat Bajo kurang lebih 2-4 kilo meter yang ditempuh dengan berjalan kaki. Kondisi ini salah satu penyebab sebagian besar masyarakat Bajo hanya tamat Sekolah Dasar (SD) saja. Secara sosial masyarakat Suku Bajo sampai saat ini tetap teridentifikasi sebagai masyarakat marginal (terpinggirkan) dan tidak memiliki daya, kekuatan, dan kemampuan yang dapat diandalkan serta tidak memiliki modal yang memadai untuk bersaing dengan masyarakat kapitalis atau masyarakat pengusaha yang secara sosial dan politik memiliki daya, kekuatan dan kemampuan yang memadai. Secara ekonomis kondisi kehidupan masyarakat Suku Bajo tergolong miskin. Secara politik mereka tetap tertindas oleh struktur dan sistem politik pemerintah (negara) yang belum berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar/kepentingan masyarakat. Ketidakmampuan masyarakat secara sosial, ekonomi dan politik menjadi salah satu ganjalan bagi masyarakat untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan sesama saudaranya yang secara sosial dan ekonomi telah berhasil. Ketidakmampuan masyarakat Suku Bajo salah satu penyebabnya dan bahkan menjadi penyebab utama adalah semakin memudarnya nilai-nilai social capital masyarakat. Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan adanya kebersamaan dan kerjasama yang baik 1 ) Staf Pengajar pada Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari 118
2 dari segenap anggota masyarakat yang berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemikiran seperti inilah yang pada awal abad ke 20 mengilhami seorang pendidik di Amerika Serikat bernama Lyda Judson Hanifan untuk memperkenalkan konsep modal sosial (social capital) pertama kalinya. Dalam tulisannya berjudul The Rural School Community Centre tahun 1916 mengatakan modal sosial, bukanlah modal dalam arti biasa seperti harta kekayaan atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan, namun merupakan aset atau modal nyata yang penting dalam hidup bermasyarakat. Menurut Hanifan, dalam modal sosial termasuk kemauan baik, rasa bersahabat; saling simpati serta hubungan sosial dan kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial (Syabra, 2003). Sekalipun Hanifan telah menggunakan istilah modal sosial hampir seabad yang lalu, istilah tersebut baru mulai dikenal di dunia akademis sejak akhir tahun 1980-an. Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Perancis kenamaan, dalam sebuah tulisan yang berjudul "The Forms of Capital" tahun 1986 (Syabra, 2003) mengemukakan bahwa untuk dapat memahami struktur dan cara berfungsinya dunia sosial perlu dibahas modal dalam segala bentuknya, tidak cukup hanya membahas modal seperti yang dikenal dalam teori ekonomi. Penting juga diketahui bentuk transaksi yang dalam teori ekonomi dianggap sebagai non-ekonomi karena tidak dapat secara langsung memaksimalkan keuntungan material. Padahal sebenarnya dalam setiap transaksi modal ekonomi selalu disertai oleh modal immaterial berbentuk modal budaya dan modal sosial. Bourdieu (Syabra, 2003) menjelaskan perbedaan antara modal ekonomi, modal budaya dan modal sosial serta menggambarkan bagaimana ketiganya dapat dibedakan antara satu sama lain dilihat dari tingkat kemudahannya untuk dikonversikan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa modal sosial (social capital) merupakan fasilitator penting dalam pembangunan ekonomi. Modal sosial yang dibentuk berdasarkan kegiatan ekonomi dan sosial dimasa lalu dipandang sebagai faktor yang dapat meningkatkan dan jika digunakan secara tepat mampu memper-kuat efektifitas pembangunan (Suharto dan Yuliani, 2005). Demikian juga Tjondronegoro (2005) menjelaskan bahwa modal sosial dapat menjadi unsur pendukung keberhasilan pembangunan, termasuk pula dinamika pembangunan pedesaan dan pertanian di Indonesia. Seperti dicontohkan oleh Tjondronegoro tentang bentuk-bentuk jaringan daerah pedesaan dan perkotaan seperti gotong royong, kelompok arisan maupun pengajian dapat disebut sebagai modal sosial. Sehingga dalam menjalankan program pembangunan, khususnya pertanian dan pedesaan bentuk-bentuk modal sosial tersebut sebaiknya di perhati-kan dan dimanfaatkan. Brehm dan Rahn (Bahtiar,1997) menjelaskan bahwa modal sosial adalah jaringan kerjasama di antara warga masyarakat yang memfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi. Definisi lain dikemukakan oleh Pennar (Bahtiar,1997) bahwa modal sosial adalah jaringan hubungan sosial yang mempengaruhi perilaku individual yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Prusak (2001) menjelaskan bahwa modal sosial adalah kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia: rasa percaya, saling pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya kerjasama. Putnam (Budi, 2005) merumuskan bahwa modal sosial (social capital) menunjuk pada ciri-ciri organisasi sosial yang berbentuk jaringan-jaringan horisontal yang di dalamnya berisi norma-norma yang memfasilitasi koordinasi, kerja sama, dan saling mengendalikan yang manfaatnya bisa dirasakan bersama anggota-anggota organisasi. Dalam konteks ekonomi, jaringan horisontal yang terkoordinasi dan kooperatif itu akan menyumbang pada kemakmuran. Modal sosial dalam bentuk asosiasi-asosiasi horisontal ini umpamanya berperan penting dalam mendukung kemajuan ekonomi pada komunitas Cina perantauan (overseas Chinese) melalui apa yang disebut dengan network capitalism. Organisasi informal Cina perantauan di Asia Tenggara, misalnya di Singapura dan Malaysia, mendorong kemampuan kompetitif mereka dalam kegiatan bisnis. Keunggulan bersaing tersebut bukan hanya karena mereka memiliki bakat kewiraswastaan, tapi juga berasal dari perkumpulan dan lembaga dagangnya yang kuat. Coleman (1998) memandang modal sosial (social capital) dari sudut pandang struktur sosial yang memiliki berbagai tindakan dan aturan yang dapat dimanfaatkan secara 119
3 120 bersama seperti; kewajiban dan harapan, saluran informasi, ketaatan terhadap sanksi dan norma-norma. Lebih lanjut Coleman melihat modal sosial dari sisi fungsinya. Dia menunjukkan bahwa struktur sosial dalam bentuk jaringan yang sifatnya lebih ketat dan relatif tertutup cenderung lebih efektif daripada yang terbuka. Jaringan komunitas yang dikembangkan kelompok perantau lazimnya dibuat eksklusif, yang keanggotaannya didasari relasi kekera-batan dan kesamaan daerah, bahasa, etnis, dan agama, dan mungkin karena ketertutupan itulah mereka bisa survive dan bisa menguasai jaringan perdagangan komoditas dan ketrampilan tertentu di daerah perantauan. Berbeda dengan Fukuyama (2002), yang tulisannya dianggap kontroversial yang menekankan bahwa modal sosial (social capital) memiliki kontribusi yang cukup besar atas terbentuk dan berkembangnya ketertiban dan dinamika ekonomi. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa modal sosial adalah suatu norma atau nilai yang telah dipahami bersama oleh masyarakat yang dapat memperkuat jaringan sosial/kerja yang positif, terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan, menumbuhkan kepedulian dan solidaritas yang tinggi dan dapat mendorong tingkat kepercayaan antara sesama dalam rangka tercapainya tujuan bersama. Terkait dengan hal ini, Paldam (Amin, 2002) menyebutkan bahwa yang menjadi pilar modal sosial (social capital) adalah kepercayaan (trust), eksistensi jaringan (network), dan kemudahan bekerja sama (ease of cooperation). Grootaert dan Basteler (2001) mengungkapkan ada tiga manfaat modal sosial (social capital), yaitu: (1) partisipasi individu dan jaringan kerja sosial akan meningkatkan ketersediaan informasi dengan biaya rendah; (2) partisipasi dan jaringan kerja lokal serta sikap saling percaya akan membuat kelompok lebih mudah untuk mencapai keputusan bersama dan mengimplementasikan dalam kegiatan bersama; dan (3) memperbaiki jaringan kerja dan sikap mengurangi perilaku tidak baik dari anggota. Jika disimak, titik simpul kekuatan modal sosial (social capital) itu bertumpu pada dua hal: jaringan dan sumber daya. Itulah yang dapat dibaca dalam karya-karya para pemikir seperti Pierre Bourdieu, Robert Putnam, James Coleman, Fukuyama, dan lain-lain. Mereka mengenalkan konsep modal sosial itu merujuk dua komponen penting yaitu: (1) jaringan sosial yang beroperasi di masyarakat yang memberi manfaat mutualistik bagi para warganya; dan (2) berbagai jenis sumber daya yang tersedia di masyarakat bersangkutan yang dapat didayagunakan bagi kepentingan publik. Oleh karena itu, upaya peningkatan nilai-nilai social capital merupakan salah satu alternatif untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat suku Bajo secara berkelanjutan. Peningkatan nilai-nilai modal sosial masyarakat dilakukan melalui penelitian terkait dengan Bagaimana kondisi implementasi modal sosial (social capital) masyarakat Suku Bajo di Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara dalam kehidupan bermasyarakat? METODE PENELITIAN Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara Januari-April Penentuan besarnya sampel menggunakan rumus solvin (70 sampel), dengan teknik penerikan sampel menggunakan teknik simple random sampling (acak sederhana). Data akan dikumpulkan dengan teknik wawancara dan pencatatan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Modal Sosial (Social Capital) Masyarakat Bajo Modal sosial dapat dipahami sebagai suatu norma atau nilai yang telah disepakati bersama oleh masyarakat yang dapat memperkuat jaringan kerjasama yang saling menguntungkan, menumbuhkan kepedulian dan solidaritas yang tinggi dan dapat mendorong tingkat kepercayaan antara sesama/kelompok/institusi dalam rangka tercapainya tujuan bersama. Modal sosial merupakan sumberdaya dan nilai yang dimiliki bersama untuk membangun demokrasi, meningkatkan sumberdaya dan kesejahteraan manusia. Dalam penelitian ini, aspek modal sosial yang dikaji adalah terjalinnya kerjasama yang baik, tumbuhnya kepercayaan dan kepedulian antar sesama, kepatuhan terhadap norma yang ada dan keterlibatan dalam aktivitas organisasi sosial masyarakat. Aspekaspek modal sosial tersebut diharapkan akan selalu tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih positif di kalangan masyarakat Suku Bajo.
4 Hasil analisis data empiris menunjukkan bahwa secara umum masyarakat memiliki modal sosial yang tergolong kategori sedang/standar (skor 52) yaitu mereka dalam melakukan kerjasama masih mengedepankan kepentingan bersama, berprasangka baik 121 (percaya) terhadap sesama, patuh terhadap norma bersama, peduli atas kondisi orang lain dan selalu terlibat dalam organisasi sosial masyarakat. Secara rinci hasil penilaian terhadap kualitas modal sosial yang dimiliki responden disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Penilain (Skor) terhadap kualitas modal sosial responden Variabel dan indikator Skor Tingkat Penilaian Modal Sosial X3 40 Rendah 1. Tingkat Kerjasama antar sesama 51 Sedang 2. Tingkat kepercayaan antar sesama 22 Rendah 3. Tingkat kepatuhan terhadap norma 52 Sedang 4. Tingkat kepedulian terhadap sesama 54 Sedang 5.Tingkat keterlibatan dalam aktivitas organisasi sosial 20 Rendah Keterangan: Selang skor Kategori penilaian: > 50 = rendah, = sedang, dan > 75 = tinggi Tabel 1 menunjukkan bahwa dari Lima aspek modal social yang diteliti, Aspek kerjasama antar sesama dan ketaatan terhadap norma masih tergolong kategori sedang sedangkan aspek kepercayaan dan keterlibatan dalam organisasi social tergolong kategori rendah. Secara umum semua aspek Modal social masyarakat Suku Bajo termasuk dalam kategori rendah (skor 40). Kondisi kebersamaan dan ketaatan terhadap norma masyarakat yang relative masih terjaga ini akan menjadi tanggungjawab masyarakat untuk selalu memelihara dan meningkatkannya. Kebersamaan dan ketaatan terhadap norma adalah merupakan modal penting dalam menajalankan usaha agar dapat memberikan hasil yang memuaskan. Tingkat kepercayaan masyarakat suku Bajo menunjukan kategori rendah, artinya kepercayaan antara sesame masyarakat bajo sudah mulai tidak saling percaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antar masyarakat Suku Bajo tingkat kepercayaan antara sesame sudah mulai memudah. Salah satu penyebab dari ketidaksaling percayaan antara sesame masyarakat bajo dimulai dari perilaku pinjam-meminjam barang yang tidak dikembalikan sesuai kesepakan bersama. Masyarakat yang meminjam dengan kesibukannya lupa mengembalikan barang yang dipinjamnya. Keterlibatan masyarakat dalam organisasi sosial masyarakat tergolong rendah (skor 25). Masyarakat Suku Bajo sangat jarang meluangkan waktu untuk mengikuti kegiatan organisasi sosial masyarakat. Masyarakat Suk Bajo kurang dan bahkan tidak meluangkan waktu untuk mengikuti pertemuan di desa/kelurahan. Alasan masyarakat kurang terlibat dalam kegiatan organisasi social antara laian disebabkan oleh kesibukan dalam mencari nafkah keluarga. Masyarakat Suku Bajo yang sebagian besar sumber pendapatannya adalah dari hasil penangkapan ikan. Waktu mereka setiap harinya dimanfaatkan untuk kegiatan dilaut, sehingga waktu untuk melakukan kegiatan yang tidak berkaitan dengan mata pencaharian mereka sangat kurang atau bahkan tidak ada. Analisis Modal Sosial (Social Capital) Masyarakat Bajo Berdasarkan pendapat Putnam (1995), Coleman (1998), dan Fukuyama (2002), maka indiktor untuk mengukur tinggi rendahnya modal sosial masyarakat antaral lain dapat dilihat dari; (1) jaringan sosial/kerja, (2) kepercayaan (saling percaya), (3) ketaatan terhadap norma, (4) kepedulian terhadap sesama, dan (5) keterlibatan dalam organisasi sosial. Jaringan social atau Jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpulsimpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang diikat dengan satu atau lebih aturan tau norma dan tujuan yang spesifik Analisis jaringan sosial memandang hubungan sosial sebagai simpul dan ikatan. Simpul adalah aktor individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan adalah hubungan antar aktor tersebut. Bisa terdapat banyak jenis ikatan antar simpul. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
5 122 jaringan social yang terjadi pada masyarakat Suku Bajodi Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara dominan terjadi pada tingkatan keluarga saja. Dalam bentuk yang paling sederhana, jaringan social yang telah terbentuk di masyarakat Suku Bajo adalah kekerabatan serumpun. Artinya hubungan keluarga menjadi pengikat mereka dalam menentukan suatu tindakan atau kegiatan yang dilakukan. Jaringan sosial Masyarakat Suku Bajo dengan suku-suku atau masyarakat lainnya menunjukan ikatan yang lemah. Bahkan ada beberapa informan mengatakan bahwa Suku Bajo sangat jarang melakukan kerjasama dengan orang luar diluar komunitas mereka. Jaringan social cenderung hanya terjadi sesama mereka yang dengan menggunakan simpul keluarga. Katalisator atau penghubung antar keluarga satu dengan keluarga lainya diperankan oleh anggota keluarga yang ditokohkan. Secara sederhana jaringan sosial yang terjadi pada Masyarakat Suku Bajo terlihat pada Gambar 1. A A B B A Keterangan : A : Orang yang dituakan dalam rumpun keluarga B : Orang yang menjadi penghubung antara dua rumpun keluarga. Gambar 1. Pola Jejaring Antara Masyaraka Suku Bajo di Kecamatan Kulisusu Kab. Muna Pemeliharaan jejaring sosial sangat tergantug padai A dan B. Orang yang menjadi panutan dalam keluarga (A) dipilih karena memiliki kelebihan dalam hal pengetahuan agama, adat istiadat dan kemampuan berkomunikasi bahasa indonesia. Orang yang dipercayaan untuk menjadi penghubungan antara rumpun keluarga (B) disamping memiliki pengethauan agama, adat istiadat dan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia juga harus memiliki kedekatan dengan rumpun keluarga yang lain. Kedekatan dengan rumpun keluarga yang lain biasaya dibentuk melalui pertemanan dalam menjalankan usaha, menjalani pendidikan dan atau ada ikatan pernikahan. Masyarakat Suku Bajo seiring berjalannya waktu dan perkembangan peradaban, Suku Bajo sudah mulai membukan ruang untuk membangun jejaringa kerjasama dengan orang luar. Jaringan social dengan orang luar sebenarnya sudah mulai sejak lama pada saat mereka menjual hasil tangkapannya tetapi masih hubungan antara penjual dan pembeli yang tidak memiliki ikatan yang kuat. Namun setelah ada beberapa orang darat menikah dengan orang Bajo, mapa pada saat itu sudah mulai membangun kerjasama dengan orang luar. Kerjasama mula-mula dibangun melalui jalur dagang, lalu berkembang pada jalur politik. Orang menjadi penghubung atau yang merintis kerjasama dengan orang luar adalah masyarakat suku bajo yang sudah memiliki tingkat pendidikan yang memadai dan orang daratan yang menikah dengan orang bajo. Modal sosial masyarakat Suku Bajo memiliki ikatan yang lemah. Ikatan lemah modal sosial itu disebabkan oleh sebagian besar masyarakat masih berpikir bagaimana kepentingan dan kebutuhan keluarga terpenuhi. Pada indikator jaringan kerja menunjukan bahwa masyarakat cenderung hanya bekerjasama dengan keluarga dan krabat dekatnya. Pada indikator kepercayaan, mayarakat hanya percaya pada keluarga dan krabat dekat, norma yang diwariskan dan taat terhadap keluarga yang ditokohkan serta kurang percaya dengan orang luar termasuk norma yang dibawah. Indikator modal sosial lainnya juga menunjukan bahwa masyarakat bajo masih terskesan hanya taat terhadap aturan yang berlaku pada keluargannya, kurang peduli dengan kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan keluarga serta kurang terlibat pada organisasi sosial. Secara jelas dapat dilihat pada Tabel 2.
6 Tabel 2. Kondisi modal sosial masyarakat Suku Bajo di Kecamatan Kulisusu Jenis Modal Kondisi modal sosial Masyarakat Suku Bajo di Unsur penilian Sosial Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara (1) (2) (3) Jaringan Sosial/kerja Tujuan Untuk memenuhi kepentingan sendiri dan memikirkan kurang kepentingan orang lain Sasaran Masih terbatas pada lingkungan keluarga (rumah tangga) dan krabat dekat Sumber Motivasi Sebagai besar terinspirasi dari kondisi diluar dirinya Penyelesaian Konflik Kurang peduli dengan permasalahan orang lain Pengambangan Kurang mengembangkan jaringan keluarga jaringan Kepercayaan Antar sesama Hanya percaya terhadap famili, krabat/teman dekat dan tetangga dan Kurang percayaan terhadap warga masyarakt yang tidak ada ikatan famili Nila/norma masyarakat Hanya percaya kepada nilai/norma yang diwariskan keluarganya dan nila/normal yang disepakati oleh komunitasnya Tokoh masyarakt Percaya terhadap tokoh masyarakat yang ada hubungan keluarga dan Kurang percaya terhadap orang luar Ketaatan terhadap norma Pihak Luar/LSM Pemerintah Agama Nilai/norma masyarakat Tokoh masyarakt Pihak Luar/LSM Pemerintah Tujuan Kepedulian terhadap Sasaran sesama Sumber Motivasi Ketelibatan Tujuan dalam Frekuensi organisasi Jumlah organisasi sosial yang diikuti Sumber : Analisis data primer 123 Percaya kepada orang luar/lsm yang sudah dikenal Kurang percaya terhadap pemerintah karena sering menipu masyarakat dan Percaya terhadap pemerintah yang ada hubungan keluarga atau persahabatan saja. Sering tidak mentaati ajaran agama yang dianut seperti shalat tepat waktu, puasa dan lain lain. Hanya taat terhadap nilai/norma yang menguntungkan diri sendiri dan keluarga. Hanya taat terhadap tokoh masyarakat yang ada hubungan keluarga Kurang taat terhadap orang luar/lsm terutama yang tidak memperhatikan nasib mereka Kurang taat terhadap peraturan pemerintah, seperti bayar PBB tepat waktu Kepentingan pribadi tlebih diutamakan dibanding kepentingan kelomok Terbatas pada lingkungan keluarga (rumah tangga) dan krabat dekat Dominan karena ajakan orang lain dan jarang sekali sebagai inisiatif sendiri Kurang memiliki tujuan yang jelas (ikut-ikutan) Jarang terlibat Tidak lebih dari satu organisasi
7 124 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Modal sosial masyarakat Suku Bajo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara sudah mulai melemah, (2) Masyarakat Suku Bajo berpikir bagaimana kepentingan dan kebutuhan keluarga terpenuhi, hanya bekerjasama dan percaya dengan keluarga dan krabat dekatnya, taat terhadap keluarga, kurang peduli dengan kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan keluarga dan kurang terlibat pada organisasi sosial. Oleh karena itu, pemerintah perlu ada upaya pelestarian modal sosial masyarakat, melalui kegiatan sosialisasi ke generasi muda dan kegiatan yang dapat memperkuat ikatan modal sosial masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Alder, P.S. & W.K. Seok Social Capital: Prospect for a New Concept. Academy of management Journal. Vol. 27. No. 1: 17 Coleman, J Social Capital in the Creation of Human Cpaital. (Article on-line). Didapat dari pic/5038/ htm. Internet; diakses pada 20 Mei Fukuyama, F The Great Disruption : Human Nature and the Reconstitution of Social Order. Yokyakarta: Qalam, Trust: Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Qalam: Yogyakarta. Nurulpaik, I Pendidikan Sebagai Investasi. (Article on-line). Didapat dari a05. htm. Internet; Diakses pada 28 Juli Singarimbun, M. dan Sofian Effendi Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Suharto, E. & Yuliani Analisis Jaringan Sosial: Menerapkan Metode Asesmen Cepat dan Partisipatif (MACPA) Pada Lembaga Sosial Lokal di Subang, Jawa Barat. (Article on-line). Didapat dari policy.hu/suharto/mak- Indo4.html. Internet; Diakses pada 28 Juli Syabra, R Modal Sosial: Konsep dan aplikasi. Jurnal Masyarakat dan Budaya. Vol.V. N0.1:1-5. Tjondronegoro, S.M.P Pembangunan, Modal dan Modal Sosial. Jurnal Sosiologi Indonesia. Vol. I. No. 7: Todaro, P.M. & Smith S.C Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. Umar, H Metode Penelitian. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir
35 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Perencanaan pengelolaan hutan lestari dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan, pemerintah selalu dilakukan secara sentralistik tanpa melibatkan
Lebih terperinciTingkatan Modal Sosial dalam Masyarakat (berdasarkan Teori Sidu) Masyarakat yang memiliki modal sosial minimum/ rendah
Lampiran 1 Tingkatan Modal dalam Masyarakat (berdasarkan Teori Sidu) Tujuan Untuk memenuhi kepentingan sendiri tanpa peduli lain. Untuk memenuhi kepentingan sendiri dengan memperhatikan lain. Untuk membantu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Modal Sosial Konsep modal sosial juga muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan berhubungan dengan modal sosial antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Slamet Widodo (2012) yang melihat tentang penguatan modal
Lebih terperinciPilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang
Bab Dua Kajian Pustaka Pengantar Pada bab ini akan dibicarakan beberapa konsep teoritis yang berhubungan dengan persoalan penelitian tentang fenomena kegiatan ekonomi pedagang mama-mama asli Papua pada
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Alder, P.S. & W.K. Seok Social Capital: Prospect for a New Concept. Academy of management Journal. Vol. 27. No.
168 DAFTAR PUSTAKA Adi, I.R. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. Alder, P.S. & W.K. Seok. 20002. Social Capital: Prospect for a New Concept.
Lebih terperinciPENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224)
PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224) KULIAH 12: TEORI MODAL SOSIAL Koordinator : Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Lebih terperinciKELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG
KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan KUSP Gotong Royong RW IV Kwaluhan, Kelurahan Kertosari didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya, KUSP (KUSP) Gotong Royong
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO
PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN
POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berbagai macam karakter masyarakat di Yogyakarta mampu memecah jaringan sosial yang dimiliki oleh kelompok masyarakat termasuk kelompok pengusaha asal Kuningan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran
BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Bank Plecit Bank plecit merupakan koperasi simpan pinjam yang memberikan tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Modal sosial adalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup, serta baiknya pengelolaan sumber daya alam yang ada. diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan dalam model
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan ekonomi yang bersifat kerakyatan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, lebih fokus untuk tujuan mengurangi kemiskinan, pengangguran, kesenjangan
Lebih terperinciPEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital)
PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL Modal Sosial (Social Capital) Apa yang dimaksud dengan Modal Sosial dan apa relevansinya dengan Pembangunan? Modal yang dibutuhkan dalam proses pembangunan: Modal Sumber
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi
Lebih terperinciEFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (P2KP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG
EFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (PKP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG (EFFECTIVENESS AND PARTICIPATION SOCIETY AGAINST THE URBAN POVERTY ERADICATION
Lebih terperinciBAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN MODAL SOSIAL
BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN MODAL SOSIAL 6.1. Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Kendel Kehidupan ekonomi tertanam secara mendalam kepada kehidupan sosial serta tidak bisa dipahami terpisah
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PROGRAM ALOKASI DANA DESA DALAM PENGEMBANGAN MODAL SOSIAL
274 IMPLEMENTASI PROGRAM ALOKASI DANA DESA DALAM PENGEMBANGAN MODAL SOSIAL Sabaruddin Program Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau Kampus Bina Widya Jl. H.R.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. disekelilingnya. Ini merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Kelompok Sosial Manusia pada dasarnya dilahirkan seorang diri namun di dalam proses kehidupan selanjutnya, manusia membutuhkan manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bertahan Strategi bertahan hidup menarik untuk diteliti sebagai suatu pemahaman bagaimana rumah tangga mengelola dan memanfaatkan aset sumber daya dan modal yang dimiliki
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian
BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan
Lebih terperinciEVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS
53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam
Lebih terperinciAgus Nurkatamso Umi Listyaningsih
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM FISIK PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PEDESAAN DI KECAMATAN NANGGULAN KABUPATEN KULONPROGO, YOGYAKARTA Agus Nurkatamso agus_nk@mail.ugm.ac.id
Lebih terperinciBAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber daya alam. Sub sistem ekologi,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Konsep Pemberdayaan
12 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pemberdayaan Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti pemberdayaan, adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat kebudayaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Peraturan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara yang memberikan manfaat serbaguna bagi umat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Strategi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM
Lebih terperinciBAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,
BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang
Lebih terperinciBAPPEDA KAB. LAMONGAN
BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN PEMERINTAH DESA DALAM MENDIRIKAN BADAN USAHAMILIK DESA. A. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Badan Usaha Milik Desa
BAB II PENGATURAN PEMERINTAH DESA DALAM MENDIRIKAN BADAN USAHAMILIK DESA A. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Badan Usaha Milik Desa BUMDesa didirikan dengan kesepakatan melalui musyawarah desa yang ditetapkan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkaji permasalahan tentang fungsi lahan sawah terkait erat dengan mengkaji masalah pangan, khususnya beras. Hal ini berpijak dari fakta bahwa suatu komunitas
Lebih terperinciVIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA
92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Kemasyarakatan Menurut Selo Soemarjan (1964), istilah lembaga kemasyarakatan sebagai terjemahan dari Social Institution, istilah lembaga kecuali menunjukkan kepada
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya
Lebih terperinciBAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada
BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada Proses peralihan kepemilikan lahan kosong terjadi sejak akhir 2004 dan selesai pada tahun 2005, dan sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demokrasi menjadi bagian bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi menjadi bagian bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya untuk mewujudkan kekuasaan warga negara untuk dijalankan oleh pemerintahan
Lebih terperinciPENGARUH MINAT, KEMANDIRIAN, DAN SUMBER BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII SMP NEGERI 5 UNGARAN
JURNAL PENDIDIKAN EKONOMI DINAMIKA PENDIDIKAN Vol. VII, No. 1, Juni 2012 Hal. 8-13 PENGARUH MINAT, KEMANDIRIAN, DAN SUMBER BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII SMP
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007
Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu provinsi yang besar, Sumatera Utara dengan ibukota Medan sedang bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bentuk modal sosial yang dikembangkan dalam koperasi Credit Union Tunas
165 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Bentuk modal sosial yang dikembangkan dalam koperasi Credit Union Tunas Mekar adalah nilai dan norma yang membangun sikap kejujuran, saling percaya, tangungjawab,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciVIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN
VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah
Lebih terperinciBUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan secara tepat, modal sosial akan melahirkan serangkaian nilai-nilai atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal sosial merupakan fasilitator penting dalam pembangunan ekonomi. Modal sosial yang dibentuk berdasarkan kegiatan ekonomi dan sosial dipandang sebagai faktor yang
Lebih terperinciREVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SPIRIT KONSTITUSI Pasal 36A UUD 1945 menyatakan
Lebih terperinciPROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE
PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat
Lebih terperinciPROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA
PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. diversifikasi pekerjaan. Diversifikasi pekerjaan ini lebih diarahkan tidak untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Mekanisme Survival Sekecil apapun perubahan kondisi ekonomi makro, baik disebabkan oleh kebijakan pemerintah maupun mekanisme pasar, sangat berpengaruh terhadap kelompok
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi
Lebih terperinciA. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM
A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri
Lebih terperinciGood Governance. Etika Bisnis
Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan tujuan tertentu seperti meningkatkan kesejahteraan, menciptakan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses terencana dilakukan oleh golongan tertentu dengan tujuan tertentu seperti meningkatkan kesejahteraan, menciptakan perdamaian. Ciri
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang
Lebih terperinciBAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH
BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga
7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,
Lebih terperinciLATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS
LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang
Lebih terperinciVII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah
VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar
Lebih terperinciTERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021
VISI TERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021 MISI 1 Menigkatkan kerukunan keharmonisan kehidupan masyarakan dalam melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN REKOMENDASI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kekuatan yang dimiliki oleh kelompok pengrajin tenun ikat tradisional di desa Hambapraing, sehingga dapat bertahan sampai sekarang adalah, kekompakan kelompok, suasana
Lebih terperinciRencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan menegaskan tentang kondisi Kota Palembang yang diinginkan dan akan dicapai dalam lima tahun mendatang (2013-2018).
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)
Lebih terperinciPERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO
PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO Setya Prihatiningtyas Dosen Program Studi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Lebih terperinciBAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Blitar Tujuan dan sasaran adalah tahap perumusan sasaran strategis yang menunjukkan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN
PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Republik Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan luas sekitar 2/3 bagian (5,8 juta Km 2 ) adalah lautan, dan sekitar 1/3 bagian (2,8 juta km 2 ) adalah daratan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciCommunity Participation in Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri in Kotabatu Village, Ciomas Sub-District, Bogor District
Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor Community Participation in Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri
Lebih terperinciHASBULLAH NPM
KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAHAN DESA KEBAGUSAN KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN (Skripsi) Oleh NPM 0746021030 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
Lebih terperinciPERAN KEPALA DESA SEBAGAI ADMINISTRATOR PEMBANGUNAN DI DESA MONCONGLOE KECAMATAN MONCONGLOE KABUPATEN MAROS
PERAN KEPALA DESA SEBAGAI ADMINISTRATOR PEMBANGUNAN DI DESA MONCONGLOE KECAMATAN MONCONGLOE KABUPATEN MAROS Sirajuddin Saleh, & Hariati Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makassar ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI PEREMPUAN UNTUK BERTAHAN HIDUP JENIS KEBUTUHAN HIDUP
BAB VI STRATEGI PEREMPUAN UNTUK BERTAHAN HIDUP 6.1 Perempuan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Hidup Posisi perempuan menjadi bagian yang terpenting dalam pemenuhan kebutuhan hidup dalam rumah tangga, kebutuhan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPROSES KLIENTISASI PETANI DAN PEDAGANG DI DUSUN AROA DESA KATALOKA KECAMATAN PULAU GOROM KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR
VOLUME 2 No.3 Oktober 2014 21 PROSES KLIENTISASI PETANI DAN PEDAGANG DI DUSUN AROA DESA KATALOKA KECAMATAN PULAU GOROM KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR THE CLIENTISATION PROCESS BETWEEN FARMERS AND TRADERS
Lebih terperinciJurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM
UPAYA GURU DALAM MENGATASI MASALAH KENAKALAN SISWA DI SMA NEGERI 1 PANGKAJENE KABUPATEN PANGKEP Ince Deriansyah Syam Pendidikan Sosiologi FIS-UNM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu indikator keberhasilan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu indikator keberhasilan Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
Lebih terperinciBAB IV PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN POTENSI PARIWISATA DI DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KOTA AGUNG TIMUR KABUPATEN TANGGAMUS
BAB IV PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN POTENSI PARIWISATA DI DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KOTA AGUNG TIMUR KABUPATEN TANGGAMUS A. Potensi Sumber Daya Pengembangan Wisata di Desa Kampung Baru Kecamatan
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN SARAN
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dari hasil analisis terhadap keberlanjutan komunitas Kampung Adat Cireundeu dapat disimpulkan beberapa hal sebagai akhir kajian : Kelembagaan adat sebagai salah
Lebih terperinci