DINAMIKA SEJARAH SUMATERA ABAD XIX

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA SEJARAH SUMATERA ABAD XIX"

Transkripsi

1 DINAMIKA SEJARAH SUMATERA ABAD XIX Oleh: Hj. Harianti, M. Pd Sudrajat, M. Pd J U R U S A N P E N D I D I K A N S E J A R A H F A K U L T A S I L M U S O S I A L U N I V E R S I T A S N E G E R I Y O G Y A K A R T A Penelitian ini Dibiayai Dengan Dana DIPA Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta SK Dekan FIS UNY Nomor: 95 Tahun 2013 Tanggal 29 April 2013 Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor: 952/UN34.14/PL/2013 Tanggal 1 Mei 2013

2 HALAMAN PENGESAHAN 1 Judul Penelitian : Dinamika Sejarah Sumatera Abad XIX 2 Ketua Peneliti a. Nama : Harianti, M. Pd. b. NIP/NIDN : / c. Pangkat/Jabatan : Pembina Utama Muda/Lektor Kepala d. Jurusan : Pendidikan Sejarah e. HP, , harianti@uny.ac.id 3 Sub Tema Penelitian : Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial 4 Bidang Keilmuan : Sejarah 5 Anggota Peneliti No Nama dan Gelar Bidang Keahlian 1 Sudrajat, M. Pd. Sejarah Eropa 6 Mahasiswa yang terlibat No Nama NIM 1 Ferdiansyah Apriana Luna Boru D Lokasi Penelitian : Palembang-Tapanuli-Yogyakarta 8 Waktu Penelitian : 6 Bulan 9 Dana yang Diusulkan : Rp ,- (Sepuluh juta rupiah) Ketua Jurusan Pend. Sejarah Yogyakarta, 15 November 2013 Ketua Peneliti M. Nur Rokhman, M. Pd. Harianti, M. Pd. NIP NIP Mengetahui, Dekan FIS Universitas Negeri Yogyakarta Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M. Ag. NIP

3 ABSTRAK DINAMIKA SEJARAH SUMATERA ABAD XIX Oleh Harianti, Sudrajat Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui perjuangan rakyat Sumatera dalam menghadapi hegemoni bangsa Barat, 2) mengetahui penyebaran agama Kristen di Tapanuli, 3) mengetahui dampak kehadiran bangsa Barat terhadap kehidupan rakyat Sumatera. Metode penelitian yang dipergunakan yaitu metode penelitian sejarah meliputi empat langkah kegiatan yaitu: Pengumpulan objek yang berasal dari zaman itu dan pengumpulan bahan-bahan tercetak, tertulis, dan lisan yang boleh jadi relevan (heuristic), Menyingkirkan bahan-bahan (atau bagianbagian daripadanya) yang tidak autentik (kritik), Menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai bahan-bahan yang autentik (interpretasi), dan Penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya menjadi sesuatu kisah atau penyajian (historiografi). Kehadiran bangsa Barat (Belanda) ke Nusantara yang diikuti dengan campur tangan dalam masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya menimbulkan perlawanan dari rakyat Indonesia. Di Palembang, Sultan Muhammad Badarudin mengadakan perlawanan terhadap Belanda pada tahun Perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh rakyat Palembang berhasil mengalahkan pasukan Belanda dalam pertempuran di Sungai Musi. Kemenangan ini setidaknya menunda dominasi, eksploitasi dan penetrasi budaya bangsa Barat ke tanah Palembang. Penetrasi budaya Belanda di Sumatera diwujudkan dalam penyebaran agama Kristen di Tapanuli. Raja Batak, Sisingamaraja serta beberapa raja lainnya sebenarnya menentang Kristenisasi ini, akan tetapi perlawanan mereka dapat dipatahkan. Zendeling menugaskan kepada Richard Burton di Sibolga, Nathaniel Ward di Bengkulen, dan Evans di Padang untuk melakukan misi penyebaran agama Kristen. Misi yang diemban oleh tiga orang ini mengalami kegagalan, akan tetapi kemudian gerakan berikutnya berhasil menyebarkan agama Kristen di Tapanuli. Mereka kemudian mendirikan sekolah dan balai pengobatan, mempelajari budaya Batak, dan lain-lain. Singkat kata kehadiran bangsa Barat ke Sumatera pada abad XIX telah mengubah dinamika Sumatera menuju kepada modernitas. Kata Kunci: Sumatera, Sultan M Badarudin II, Batak, Kristen.

4 DAFTAS ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv KATA PENGANTAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Studi Pustaka... 5 E. Metode Penelitian... 7 F. Pendekatan Penelitian... 7 BAB II PERJUANGAN RAKYAT PALEMBANG MENGHADAPI BELANDA 9 A. Perang Palembang... 9 B. Peranan Sultan Muhammad Badarudin II BAB III PENYEBARAN AGAMA KRISTEN DI TAPANULI UTARA A. Kemunculan Agama Kristen di Tapanuli Utara B. Perkembangan Agama Kristen di Tapanuli Utara C. Peranan Ludwig Ingwer Nommensen BAB IV DAMPAK KEHADIRAN BANGSA BARAT TERHADAP - KEHIDUPAN RAKYAT SUMATERA A. Disintegrasi Sumatera B. Keamanan Palembang Tahun C. Berkembangnya Pendidikan di Batak BAB V SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN... 55

5 KATA PENGANTAR Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadhirat Allah Swt., berkat karunia-nya maka penelitian dengan judul Dinamika Sejarah Sumatera Abad XIX yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 dapat diselesaikan dengan baik. Dinamika Sumatera kurang mendapat perhatian yang memadai dari para sejarawan. Padahal Sumatera mempunyai dua aspek yang sangat penting bagi perjalanan sejarah Indonesia secara keseluruhan yaitu: kebesaran kerajaan Sriwijaya (abad VII-XIII) serta bahasa Melayu yang sampai saat ini diakui sebagai bahasa nasional Indonesia. Oleh karenanya penelitian ini dirasakan cukup penting untuk mengisi celah-celah yang abaikan oleh sejarah nasional Indonesia. Oleh karenanya tim peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan FIS Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan penelitian 2. Kepala Arsip Nasional di Jakarta dan segenap karyawan yang telah mengizinkan tim peneliti mengumpulkan arsip dan sumber sejarah yang diperlukan. 3. Kepala perpustakan Nasional Jakarta, Perpustakaan UNY, Ignatius, Perpusda Yogyakarta yang memberikan izin bagi studi literatur. Tim peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang karena alasan teknis tidak dapat disebutkan satu per satu, atas semua bantuan, doa dan dukungan moralnya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi pengembangan sejarah Indonesia dan pembelajaran sejarah pada khususnya. Yogyakarta, 15 November 2013 Tim Peneliti

6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan peradaban, keseluruhan informasi tentang masa lalu suatu masyarakat sangat penting dalam merancang bangun arah pengembangan sosial dalam peradaban yang dijalaninya serta pencitraan komunitasnya. Namun satu hal yang harus dicatat dalam pemanfaatan informasi masa lalu adalah masih bercampur aduknya informasi faktual dengan mitos, legenda, saga dan berbagai bentuk folklor lain yang sangat bervariasi antar lokus. Dalam studi sejarah peradaban kedua aspek tersebut memiliki peran tersendiri memaknai sejarah dalam sebuah komunitas budaya. Keragaman informasi masa lalu kemudian menjadi bahan baku dalam histiografi yang melahirkan berbagai cabang sejarah secara substansial: sejarah politik, sejarah sosial, sejarah mentalitas, sejarah agraris, sejarah kebudayaan dan lain-lain. Penulisan sejarah lokal di Indonesia mulai berkembang dengan cukup baik akhir-akhir ini. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perkembangan sejarah nasional, sehingga ke depan harus terus digalakkan. Karya mahasiswa baik skripsi, tesis, maupun disertasi telah banyak memberikan wacana pencerahan, sehingga penelitian lebih lanjut perlu ditingkatkan mengingat penulisan sejarah tidak pernah final. Upaya terus menerus untuk melakukan rekonstruksi masa lampau sebuah masyarakat merupakan upaya yang sistematis untuk mencari jati diri, identitas yang menjadi kebutuhan dasar manusia. Tanpa identitas, sukar bahkan mustahil dilakukan komunikasi dalam masyarakat. Identitas

7 mendefinisikan status dan peran seseorang, mencakup ciri-ciri pokok seseorang baik yang bersifat fisik maupun sosial-budaya. 1 Sekarang ini penulisan sejarah harus diarahkan untuk lebih banyak menggarap sejarah di luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Hal ini disebabkan penulisan sejarah di wilayahwilayah tersebut dirasakan masih sangat kurang. Rekaman tentang peristiwa-peristiwa yang sangat penting dan bermakna dirasakan masih sangat langka. Ungkapan Daniel Dakhidae orang Kalimantan tidak mempunyai sejarah menyiratkan keputusasaan dan sikap skeptis yang perlu untuk kita renungkan. Oleh karenanya mulai maraknya penulisan sejarah lokal mulai memberikan harapan adanya perubahan paradigma bagi para sejarawan dengan lebih menekankan pada penulisan sejarah tingkat lokal. Dengan demikian dinamika masyarakat masyarakat bawah, terutama masyarakat pedesaan dapat diungkapkan secara lebih komprehensif. Sayangnya penulisan sejarah lokal selama ini masih dilakukan oleh kelompok yang dianggap tidak akademik atau sejarawan amatir. Mereka menulis sejarah dengan beragam tujuan yang jauh dari sentuhan metodologis. Dalam hal ini P.D. Jordan menyatakan 2 : berpuluh-puluh tahun karya-karya sejarah lokal dihasilkan oleh para amaturis, para antikuarian serta para sejarahwan hasil belajar sendiri yang dengan serampangan mencampuradukan antara fakta, fiksi dan fabel dengan cerita bikinan. Kaum amaturis dikritik karena menulis sejarah secara serampangan, tidak akademis, dan lain-lain. Kritik ini sebetulnya tidak salam akan tetapi mengingat karya sejarah lokal yang masih sangat langka, maka karyakarya mereka seharusnya diusahakan untuk ditingkatkan kualitasnya 1 Sartono Kartodirdjo, (2005). Dari Indische Sampai Indonesia Merdeka. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm I Gde Widja. (1989). Sejarah Lokal di Indonesia. Jakarta: Penerbit Depdikbud. Hlm. 25

8 sehingga dapat berkembang menjadi tulisan ilmiah yang berbobot. Ini berarti karya-karya para amaturis ini tidak perlu dipermasahkan dan dipandang merusak penulisan sejarah, justru mereka harus diberi apresiasi karena telah membuka tabir rahasia kehidupan dari masa lalu. Pulau Sumatera juga menghadapi permasalahan yang sama dengan daerah lain di luar Jawa. Sebagai pulau yang besar dengan peranan yang signifikan pada abad V sampai XIX, ternyata Sumatera belum mendapat tempat proporsional dalam sejarah nasional Indonesia. Dinamika Sumatera kurang mendapat perhatian yang memadai dari para sejarawan. Padahal Sumatera mempunyai dua aspek yang sangat penting bagi perjalanan sejarah Indonesia secara keseluruhan yaitu: kebesaran kerajaan Sriwijaya (abad VII-XIII) serta bahasa Melayu yang sampai saat ini diakui sebagai bahasa nasional Indonesia. 3 Untunglah beberapa tahun belakangan mulai muncul kajian tentang Sumatera dari berbagai kalangan terutama yang mempunyai perhatian terhadap perkembangan sejarah pulau tersebut, sebut saja misalnya William Marsden, Anthony Reid, dan lain-lain. Namun usaha untuk terus menggali informasi tentang pulau Sumatera merupakan ikhtiar yang harus dilakukan secara terus menerus mengingat informasi yang telah diperoleh masih belum memadai. Menulis tentang sejarah lokal harus diakui memang tidak semudah yang dibayangkan oleh banyak orang. Permasalahan yang dihadapi oleh banyak peneliti adalah kekurangan sumber sejarah, terutama sumber tertulis. Dalam kaitannya dengan Sumatera, sebenarnya sumber tertulis cukup tersedia, meskipun masih sangat kurang. Catatan dari beberapa penulis China, Arab, dan orang Eropa paling tidak cukup membantu sejarawan merekontruksi dinamika Sumatera. Hal ini telah dibuktikan setidaknya oleh Oliver William Wolters yang berupaya membangkitkan kejayaan masa lalu Sumatera terutama masa Sriwijaya dan mampu 3 Anthony Reid, (2011). Menuju Sejarah Sumatera. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm. 34

9 memberikan gambaran yang menarik tentang perkembangan dunia perdagangan Sumatera abad III sampai VII. Berangkat dari realitas tersebut maka upaya merekontruksi dinamika masyarakat Sumatera menjadi semakin penting, terlebih dalam abad XIX dimana bangsa Indonesia sedang menghadapi dominasi, eksploitasi dan penetrasi Belanda. Masa tersebut merupakan era yang cukup penting karena berkaitan dengan pembentukan negara kolonial yang menempatkan Indonesia di bawah kekuasaan langsung Belanda, yang menggantikan kekuasaan VOC sejak 20 Maret Di samping hal tersebut, bangsa Indonesia juga tengah berupaya mencari jati diri dan identitas di tengah bayang-bayang hegemoni dan kekuasaan Belanda. Oleh karenanya penulisan sejarah Indonesia yang kritis dari abad XIX menjadi penting sebagai ikhtiar perumusan jati diri bangsa yang tengah galau di tengah gemerlapnya globalisasi yang menawarkan budaya konsumerisme dan hedonisme bagi generasi muda Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah perjuangan rakyat Sumatera dalam menghadapi hegemoni Belanda? 2. Bagaimanakah upaya penyebaran agama Kristen di Tapanuli? 3. Bagaimanakah dampak kehadiran Belanda terhadap kehidupan rakyat Sumatera? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perjuangan rakyat Sumatera dalam menghadapi hegemoni bangsa Barat. 2. Mengetahui penyebaran agama Kristen di Tapanuli. 4 Bambang Purwanto. (2006). Gagalnya Historiografi Indonesiasentris. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Hlm. 134

10 3. Mengetahui dampak kehadiran bangsa Barat terhadap kehidupan rakyat Sumatera. D. Studi Pustaka Sejarah menjadi bermakna atau tidak sangat tergantung pada kemampuan seseorang untuk merumuskan makna itu. Secara intrinsik, sejarah merupakan salah satu metode untuk mengetahui masa lalu, sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai pernyataan pendapat dan sejarah sebagai profesi. Secara ekstrinsik sejarah dapat berfungsi sebagai pendidikan moral, politik, penalaran, keindahan, perubahan, dan pendidikan masa depan. Disamping itu sejarah juga berfungsi sebagai latar belakang atau pendahulu historis suatu keadaan atau peristiwa, sebagai alat pembuktian dan sebagai rujukan. Demikian banyak fungsi, makna dan manfaat sejarah dalam membangun peradaban dan sekaligus menata sistem ketahanan budaya manusia baik secara individu maupun secara sosial, tetapi sangat sedikit orang yang peduli dan memanfaatkan. Hal ini mungkin disebabkan karena penggunaan metode sejarah dalam ilmu-ilmu sosial maupun rancang bangun sosial harus menggunakan metode longitudinal yang cenderung kurang menarik dalam peradaban instan dan pragmatis saat ini. Memaknai sejarah dalam kehidupan akan membantu seseorang atau suatu komunitas untuk mengenal sejarah mentalitasnya, sejarah sosial, sejarah budaya dan sekaligus akan dapat dijadikan pertimbangan dalam rancang bangun peradabannya ke masa depan. Kajian terhadap kehidupan bangsa Indonesia abad XIX menjadi sedemikian penting mengingat era tersebut merupakan fase penting menuju kesadaran Indonesia. Historiografi kolonial dengan sendirinya menonjolkan peranan bangsa Belanda dan memberi tekanan pada aspek politis, ekonomis dan institusional. Hal ini merupakan perkembangan secara logis dari situasi kolonial dimana penulisan sejarah terutama

11 mewujudkan sejarah dari golongan yang dominan beserta lembagalembaganya. Interpretasi dari zaman kolonial cenderung untuk membuat mitologisasi dari dominasi itu, dengan menyebut perang-perang kolonial sebagai usaha pasifikasi daerah-daerah, yang sesungguhnya mengadakan perlawanan untuk mempertahankan kehidupan masyarakat serta kebudayaannya. Dalam pandangan Bambang Purwanto 5 melalui wacana Indonesiasentris telah terjadi reinterpretasi terhadap kolonialisme dalam namun dalam kenyataannya wacana kolonial tetap menjadi faktor dominan dalam narasi faktual. Segala sesuatu yang terjadi dalam sejarah Indonesia dianggap sebagai produk kolonialisme, padahal secara kontekstual kolonialisme sama dengan kemerdekaan, yaitu hanya merupakan representasi waktu dalam proses dan struktur sejarah Indonesia. Perlawanan terhadap hegemoni Belanda, dan perubahan dalam kehidupan dan keagamaan merupakan dua hal yang menjadi zeitgeist pada masyarakat Indonesia abad XIX. Dalam konteks tersebut penelitian ini akan menyoroti peranan Sultan Mahmud Badarudin II dalam menghadapi dominasi dan hegemoni Belanda di Palembang pada tahun Persoalan ini menjadi krusial karena merupakan warisan dari Raffles yang ingin menguasai Palembang berkat kekayaan alamnya terutama timah. Hal lain yang akan diungkapkan adalah upaya penyebaran agama Kristen di Tapanuli pada tahun Penyebaran agama Kristen di daerah tersebut menunjukkan hasil yang maksimal sehingga terjadi transformasi kepercayaan bagi penduduk asli Tapanuli. Sampai saat ini daerah Tapanuli menjadi pusat penyebaran dan perkembangan agama Kristen di Sumatera. 5 Ibid., hlm. 13.

12 E. Metode Penelitian Penelitian sebagai kerja ilmiah membutuhkan metode penelitian yang sesuai dengan karakter permasalahan yang akan ditelitinya. Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian historis. Yang dimaksud dengan metode penelitian historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Lebih lanjut, Louis Gottschalk 6 menguraikan intisari dari metode penelitian sejarah dalam empat langkah kegiatan yaitu: 1. Pengumpulan objek yang berasal dari zaman itu dan pengumpulan bahan-bahan tercetak, tertulis, dan lisan yang boleh jadi relevan (heuristic). 2. Menyingkirkan bahan-bahan (atau bagian-bagian daripadanya) yang tidak autentik (kritik). 3. Menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai bahanbahan yang autentik (interpretasi). 4. Penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya menjadi sesuatu kisah atau penyajian (historiografi). F. Pendekatan Penelitian Untuk mendapatkan gambaran permasalahan secara utuh dan komprehensif, dalam penelitian ini team peneliti menggunakan beberapa pendekatan. Tujuannya adalah untuk mempertajam analisis sehingga dapat menghasilkan karya sejarah yang kritis, analitis dan komprehensif. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain: pendekatan politis, ekonomis, dan sosio-kultural. Dengan pendekatan yang multidimensional tersebut diharapkan penelitian dapat mengungkapkan permasalahan dengan lebih jelas, dapat menjelaskan perkembangan dan dinamika baik secara struktural maupun prosesual 6 Gootschalk, Louis. (1986). Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press. Hlm. 32.

13 sehingga gambaran yang objektif dan komprehensif dapat diperoleh dengan memuaskan. Analisis yang dipergunakan untuk mengolah data yang diperoleh ialah dengan hermeneutics yang berusaha untuk memahami inner context dari perbuatan yang tidak dinyatakan dalam kata-kata pelaku itu sendiri. Metode yang terkait dengan hal tersebut adalah verstehen atau pemahaman (understanding) yaitu usaha untuk mengerti makna yang ada di dalam, mengerti subjective mind dari pelaku sejarah. 7 Pendekatan ini bertolak dari gagasan bahwa setiap situasi sosial didukung oleh jaringan makna yang dibuat oleh pelaku yang terlibat di dalamnya. Substansi permasalahan bukanlah bentuk-bentuk dari kehidupan masyarakat maupun nilai yang obyektif dari tindakan, melainkan semata-mata arti yang nyata dari tindakan perseorangan. 7 Kuntowijoyo (2008). Penjelasan Sejarah. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Hlm. 4.

14 BAB II PERJUANGAN RAKYAT PALEMBANG MENGHADAPI BELANDA A. Perang Palembang Ketika pertama kali dilantik pada 1803, Sultan Muhammad Badarudin II mengeluarkan kebijakan untuk terus memperkuat pertahanan Kesultanan Palembang Darussalam dengan cara mendirikan benteng-benteng pertahanan. Mula-mula benteng yang dibangun berada di hulu sungai Musi yaitu di daerah Banyu Langu yang dipergunakan untuk menghadapi serangan pasukan musuh. 8 Selain sebagai pertahanan, benteng juga digunakan untuk mengawasi aliran perdagangan dari daerah sampai ke pusat, sebagai tempat mendirikan gudang-gudang perbekalan, serta sebagai tempat mengatur siasat menghimpun kekuatan massa. Perlawanan oleh Sultan Muhammad Badarudin II terhadap Belanda lahir dari kesadaran bahwa untuk menjadi suatu kesultanan yang besar, maka Palembang harus mampu menjaga kedaulatannya dari intervensi-intervensi bangsa asing. Dalam hal ini Sultan Muhammad Badarudin II berusaha untuk mencegah Belanda mencampuri persoalan yang terjadi di dalam lingkungan kraton. Selain itu, Sultan Muhammad Badarudin II menghapuskan kebijakan pendahulunya yaitu Sultan Komaruddin Wikramo (memerintah pada 1722) yang memberikan hak kepada VOC untuk membeli dan memonopoli perdagangan timah. 9 Melihat hal tersebut Inggris mempunyai motivasi untuk menguasai Pulau Bangka dan Belitung karena adanya timah yang 8 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: dari Imporium sampai Imperium, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999, hlm Mary F. Somers, Timah Bangka & Lada Mentok: Peran masyarakat Tionghoa dalam pembangunan Bangka abad 18 s/d 19, Jakarta: Yayasan Nabil, 2008, hlm 7.

15 merupakan salah satu komoditi paling diminati di Eropa. Selain itu, jika Inggris berhasil menguasai pulau Bangka dan Belitung, maka gerak pasukan Belanda dari Batavia yang akan menguasai Palembang kembali dapat diamati. 10 Karena kondisi politik di Eropa, dimana Kerajaan Belanda dikuasai oleh Napoleon dari Prancis, maka secara otomatis Hindia Belanda juga menjadi milik Prancis. Untuk menyelamatkan daerah jajahannya di seberang lautan, Pangeran Belanda meminta bantuan kepada Inggris untuk menjaga daerah jajahannya selama kerajaan Belanda dikuasai Napoleon. Atas dasar ini lah, Raffles mendapatkan perintah dari Lord Minto seorang Gubernur Jendral Inggris yang berkedudukan di India untuk mengambil alih daerah jajahan Belanda di Nusantara. Salah satu usaha Raffles dalam mengambil alih daerah jajahan Belanda di Nusantara adalah dengan berusaha menguasai Kesultanan Palembang Darussalam, terutama Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Berbagai cara telah Raffles lakukan untuk merayu agar Sultan Muhammad Badarudin II menyerahkan kedua pulau tersebut kepada Inggris. Hingga akhirnya pada 20 Maret 1812, 11 Raffles memerintahkan sebuah ekspedisi di bawah pimpinan Robert R.Gillespie untuk menyerang Kesultanan Palembang Darussalam karena tidak mematuhi perjanjian Tuntang. Ekspedisi ini tiba di muara sungai Musi pada 15 April Untuk mengantisipasi serangan Inggris, Sultan Muhammad Badarudin II mempercayakan keamanan ibukota Palembang kepada adiknya, Ahmad Najamuddin yang berjaga di Benteng Pulau Borang. Benteng ini merupakan benteng pertama yang dijumpai jika ada kapal yang akan menuju ibukota Palembang. Namun, Raffles telah mengirim surat 10 Ibid, hlm Ibid, hlm 64.

16 perjanjian kepada Ahmad Najamuddin jika pasukan Inggris berhasil menggulingkan Sultan Muhammad Badarudin II, maka Ahmad Najamuddin akan menjadi sultan dan timbal balik kepada Inggris berupa penyerahan Pulau Bangka dan Pulau Belitung menjadi milik Inggris. Tanpa mengalami banyak rintangan, pasukan Gillespie berhasil menaklukan Benteng Pulau Borang pada 24 April Dengan jatuhnya benteng Pulau Borang ke tangan Inggris, Sultan Muhammad Badarudin II beserta pasukan dan pengikutnya segera hijrah ke pedalaman Musi Rawas. Kabar jatuhnya benteng Pulau Borang ke tangan Inggris tanpa adanya perlawanan dari Ahmad Najamuddin membuat Sultan Muhammad Badarudin II berinisiatif membawa semua atribut dan lambang-lambang kerajaan ke pedalaman. Sultan Muhammad Badarudin II juga membawa harta kerajaan sebanyak 97 peti yang diisi dengan 100 uang Spanyol tiap petinya yang diangkut dengan lima buah perahu. 13 Mundurnya Sultan Muhammad Badarudin II dari kraton Kesultanan Palembang Darussalam ke pedalaman tanpa berhadapan langsung dengan pasukan Inggris merupakan suatu strategi dari Sultan Muhammad Badarudin II untuk menyiapkan serangan balik. Sultan Muhammad Badarudin II menyadari bahwa jatuhnya Benteng Pulau Borang dengan mudah kepada pihak Inggris merupakan pertanda ada sesuatu yang dilakukan oleh adiknya, Ahmad Najamuddin. Sultan Muhammad Badarudin II juga menghindari terjadinya pertempuran yang tidak seimbang antara pasukan Inggris dan pasukan kraton. Ketika mendengar kabar bahwa Inggris akan menyerang Kesultanan Palembang Darussalam, Sultan Muhammad Badarudin II 12 Ibid, hlm ANRI, Arsip Bundel Palembang No. 66.7, Minuut van vitgande brieven van de H.W. Muntinghe, aan de Baron van der Capellen, secretarie van Staat Gouverneur Generaal Ned. Indie

17 memerintahkan sebagian besar pasukannya untuk berjaga di Benteng Pulau Borang dengan dikomando oleh adiknya sendiri, Ahmad Najamudin. Harapannya, pasukan Inggris tidak sanggup menembus Benteng Pulau Borang karena pasukannya sudah bersiap di sana. Namun, Benteng Pulau Borang dapat ditembus dengan mudah. Karena jumlah pasukan yang berada di kraton sedikit, maka Sultan Muhammad Badarudin II berinisiatif segera memerintahkan untuk mundur ke daerah pedalaman sambil menyiapkan strategi. Mundurnya Sultan Muhammad Badarudin II dan pasukannya ke daerah pedalaman juga menghindari kekalahan Sultan Muhammad Badarudin II dari pasukan Inggris. Secara hukum adat yang berlaku di kesultanan Palembang Darussalam, Sultan Muhammad Badarudin II masih merupakan sultan yang sah di Kesultanan Palembang Darussalam. Karena Sultan Muhammad Badarudin II masih memiliki lambang dan atribut kebesaran kerajaan, meskipun Sultan Muhammad Badarudin II tidak berada di kratonnya, serta tidak mengalami kekalahan yang mengakibatkan dirinya menyerah kepada pihak musuh. Dugaan Sultan Muhammad Badarudin II terhadap adiknya yang bekerja sama dengan pihak Inggris ternyata memang benar. Pada 14 Mei 1812, Ahmad Najamuddin diangkat oleh Inggris menjadi Sultan yang baru di Kesultanan Palembang Darussalam dengan bergelar Sultan Najamuddin II. 14 Dilantiknya Ahmad Najamuddin menjadi seorang sultan, mengharuskan ia menyerahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung ke pihak Inggris. Setelah mendapatkan kedua pulau tersebut, Raffles memerintahkan Kapten Mears menjadi residen di Bangka untuk memantapkan pengaruh kekuasaan Inggris di pulau penghasil timah tersebut. Konvensi London tanggal 14 Agustus 1814 menetapkan bahwa Inggris menyerahkan kembali kepada Belanda semua koloninya di 14 Djohan Hanafiah, Op.cit. hlm. 66.

18 seberang laut, yang dikuasai Inggris sejak Thomas Stamford Raffles sebagai seorang Gubernur Jenderal Inggris yang menguasai daerah-daerah di Nusantara, tidak setuju dengan kebijakan yang disepakati di London ini. Daerah-daerah di Nusantara baru diserahkan kembali kepada Belanda setelah Raffles digantikan oleh John Fendal tepatnya melalui sebuah peristiwa resmi pada tanggal 19 Agustus 1816 kepada Commisaren Generaal Belanda. 15 Kemudian Commisaren Generaal mengangkat Klass Hejnis atau K. Heynes sebagai residen untuk Palembang dan Bangka. Sesampainya di Palembang, Heynis sebagai residen baru merasa keadaan Palembang sangat jauh dari kata aman. Banyak kekerasan dan perampokan terjadi di wilayah yang baru ia kenal. Oleh karena itu, Heynis menetapkan daerah Muntok, Bangka sebagai pusat pemerintahan sementara. Pemerintah Kolonial Belanda juga tidak tinggal diam terhadap laporan Residen Heynis mengenai situasi di Palembang, sehingga pada tanggal 27 Okober 1817 diangkatlah Mr. Herman Warner Muntinghe sebagai Komisaris Pemerintahan Belanda. 16 Dengan hal ini, Muntinghe mencoba mempersatukan dua Sultan di Kesultanan Palembang Darussalam. Usaha Muntinghe dalam mempersatukan dua sultan dengan cara menurunkan sultan Najamuddin dan mengembalikan tahta kepada Sultan Muhammad Badarudin II. Usaha Muntinghe dengan kedua saudara itu berhasil, kekuasaan sultan dikembalikan kepada sultan Mahmud Badaruddin II. Sultan Muhammad Badarudin II mendapat kembali gelar dan kekuasaan sebagai sultan setelah ia membayar sejumlah uang kepada adiknya sebagai kompensasi. Ia menempati kraton besar dengan simbol status sebagai seorang sultan, sementara adiknya kembali ke kraton tua. 15 Suyono, Peperangan Kerajaan di Nusantara: Penelusuran Kepustakaan Sejarah, Jakarta: Grasindo, 2004, hlm Ibid, hlm. 146.

19 Kembalinya Sultan Muhammad Badarudin II menjadi sultan Palembang lagi, membuat berang Raffles yang kembali dari cutinya ke Bengkulu pada 22 Maret Raffles berpendapat bahwa perjanjiannya dengan sultan Najamuddin II masih berlaku dan juga mengajukan protes resmi ke Commisaren Generaal Pemerintah Kolonial Belanda di Batavia. Raffles juga menganggap Benteng Malborough di Bengkulu merupakan pertahanan terakhirnya, sehingga dia mengadakan intrik-intrik kepada raja-raja di Sumatra untuk melawan Belanda. 17 Sementara itu, Sultan Najamuddin II yang mengetahui kedudukannya bakal terancam oleh pasukan Belanda, meminta pertolongan kepada Inggris. Hal ini disambut baik oleh Raffles sebagai salah satu usahanya untuk berkuasa kembali di Palembang. Raffles menjawabnya dengan mengirimkan pasukan Sepoy. Pasukan yang dipimpin oleh kapten Francis Salmond ini berangkat melalui daratan. Mereka tiba di Palembang 4 Juli 1818 dan membuat perjanjian dengan Najamuddin II. 18 Peristiwa ini membuat marah Muntinghe, namun karena ia sedang dalam perjalanan ke Batavia, ia memerintahkan pasukannya yang ada di Palembang untuk menahan Najamuddin II di kratonnya serta menghabisi pasukan Inggris yang berada di lingkungan kraton tua. Raffles yang mengetahui berita ini segera mengirimkan pasukan baru di bawah pimpinan Residen Heynes untuk menancapkan bendera Inggris di daerah Muara Beliti. 19 Muntinghe yang telah kembali ke Palembang dari Batavia segera bertindak. Hal pertama yang dilakukannya adalah meminta pertanggungjawaban Najamuddin II atas kehadiran pasukan Inggris di kraton tua dan mengasingkannya beserta keluarganya ke Cianjur pada 30 Oktober Kedua menyiapkan pasukan dengan jumlah yang 17 Ibid, hlm Ibid, hlm Suyono, Op.cit, hlm H.A. Dahlan, dkk. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang: TP, 1981, hlm. 26.

20 besar untuk menghadapi pasukan Inggris di Muara Beliti. Pasukan Inggris ternyata tidak ke Muara Beliti terlebih dahulu, namun ke kota Palembang terlebih dahulu untuk mengamankan Najamuddin II. Mengetahui bahwa Najamuddin II tidak ada di kraton tua, pasukan Inggris yang dalam keadaan lapar segera melanjutkan perjalanan di Muara Beliti. Sesampainya di Muara Beliti, Muntinghe telah menunggu pasukan Inggris dan telah menyiapkan persenjataan. Namun karena telah didera kelelahan dan kelaparan, pasukan Inggris membuat kesepakatan dengan Muntinghe dan tidak akan menyerang wilyah Kesultanan Palembang Darussalam. Bahkan Muntinghe sendiri yang mengantarkan pasukan Inggris ke perbatasan Bengkulu. Pengusiran Najamuddin II oleh Muntinghe membuat Sultan Muhammad Badarudin II merasa sakit hati. Oleh sebab itu, Sultan Muhammad Badarudin II memerintahkan rakyat untuk menyerang pasukan Muntinghe yang akan kembali ke Palembang. Perlawanan rakyat cukup membuat pasukan Muntinghe mengalami kehancuran. Sesampainya di Palembang, Muntinghe menuntut Sultan Muhammad Badarudin II untuk menyerahkan putra mahkota kepadanya sebagai ganti rugi atas serangan rakyat yang menimpa dirinya, dan membuang putra mahkota ke tanah Jawa agar lebih mudah diawasi oleh pemerintah Kolonial. 21 Sementara dari Batavia datang lagi dua ratus prajurit Belanda dan Muntinghe menempatkan mereka di sisi kraton, padahal benteng Belanda sendiri sebenarnya berada di luar kraton. 22 Muntinghe melakukan teror psikologis terhadap sultan sehingga mau tidak mau memberikan jawaban atas permintaan Muntinghe. Sultan Muhammad Badarudin II menanggapi permintaan Muntinghe dengan menolak mengabulkan tuntutan tersebut. Terhadap jawaban sultan tersebut, Muntinghe memberikan batas waktu dan ultimatum bahwa jikalau sultan menolak bahwa itu berarti perang 21 Ibid, hlm Suyono, Op.cit hlm. 148.

21 dengan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Sultan Muhammad Badarudin II tetap bersikeras untuk menolak menyerahkan putra mahkotanya namun bersedia mengasingkan orang-orangnya ke tanah Jawa. Kesultanan Palembang Darussalam menyiapkan diri dengan memobilisasi persenjataan dan pasukan. Sebanyak 242 pucuk artileri yang terdiri dari 105 pucuk meriam dan 139 pucuk meriam kecil yang siap dibidikkan. 23 B. Peranan Sultan Mahmud Badaruddin II Selaku sultan dari sebuah kesultanan, sudah selayaknya Sultan Muhammad Badarudin II memiliki pengetahuan dan wawasan ilmu pengetahuan yang luas. Dalam perjalanan sebuah kesultanan tidak terlepas adanya konflik, baik dengan sebuah kelompok, kerajaan maupun dengan pemerintah kolonial Belanda. Demikian juga halnya selama menjadi pemimpin dari Kesultanan Palembang Darussalam, Sultan Muhammad Badarudin II juga tidak terlepas dari berbagai macam konflik atau peperangan. Baik itu konflik internal kesultanan maupun konflik dengan pemerintahan asing. Salah satu konflik yang cukup besar dalam masa pemerintahan Sultan Muhammad Badarudin II adalah konflik dengan pemerintah Hindia Belanda pada tahun Dimana konflik ini dikenal dengan perang Palembang, yang merupakan perang terbesar di lautan pada akhir abad ke 19. Peperangan ini merupakan peperangan terbesar karena memakan banyak korban baik dari segi jumlah pasukan, senjata, alat perang dan keuangan. Dalam menghadapi sebuah pemerintah asing yang memiliki alat perang yang jauh lebih unggul, Sultan Muhammad Badarudin II memiliki banyak strategi yang jitu. Berdasarkan pengalaman para sultan-sultan terdahulu di Kesultanan Palembang Darussalam serta 23 Djohan Hanafiah, Op.cit hlm. 76.

22 ajaran dari kakek dan ayahnya, Sultan Muhammad Badarudin II ketika selesai dinobatkan menjadi seorang sultan, mengambil langkah untuk membangun banyak benteng sebagai bentuk pertahanan keamanan penduduknya serta sebagai tempat mengontrol perdagangan di wilayah kesultanannya. Dalam pembangunan benteng ini, Sultan Muhammad Badarudin II tidak serta merta memaksa rakyatnya untuk ikut serta menjalankan programnya. Namun, ia hanya mempekerjakan rakyatnya yang tidak memiliki lahan pertanian. 24 Dalam pembangunan ini, Sultan Muhammad Badarudin II tetap memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dengan cara memberikan imbalan seperti pakaian dan makanan selama proses pembangunan benteng. Sementara para pejabat istana yang memiliki dusun diwajibkan untuk membantu programnya dengan cara memberikan sebagian hasil panen dari dusun yang dimiliki oleh pejabat-pejabat istana. Kesultanan yang memiliki kekayaan yang berlimpah, Sultan Muhammad Badarudin II selaku sultan tidak segan-segan mengeluarkan sebagian besar uangnya untuk kemakmuran dan keamanan penduduknya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya benteng yang dibangun di masa pemerintahannya, terutama di wilayah ibukota kerajaan. Dalam menjaga benteng, pasukan kesultanan dibekali dengan senjata-senjata yang cukup modern seperti meriam dan senapan. Senjata-senjata ini diperoleh Sultan Muhammad Badarudin II dari perdagangan dengan pihak Inggris dan Belanda. Selain itu, Sultan Muhammad Badarudin II juga dikenal sebagai seorang sultan yang bisa membangkitkan semangat pasukannya di medan perang. Melalui keterampilannya di bidang sastra, Sultan Muhammad Badarudin II membuat sebuah syair yang bernama Syair 24 Djohan Hanafiah, Perang Palembang : Perang Laut Terbesar di Nusantara, Palembang: Pariwisata Jasa Utama, 1986, hal. 45.

23 Perang Menteng. 25 Syair ini oleh Sultan Muhammad Badarudin II digunakan untuk menyemangati pasukannya dalam pertempuran melawan Belanda di tahun Dengan adanya sebuah penyemangat dan perjuangan dikala berperang, membuat pasukan Sultan Muhammad Badarudin II meraih kemenangan di perang itu Kiagus Imran Mahmud, Sejarah Palembang. Palembang: Anggrek, 2008, hal.

24 BAB III PENYEBARAN AGAMA KRISTEN DI TAPANULI UTARA A. Kemunculan Agama Kristen di Tapanuli Utara Pemberitaan Injil di Tapanuli Utara pertama kali dilakukan oleh lembaga penginjilan di London yaitu Baptist Missionary Society (BMS). Pada tahun 1820, lembaga tersebut mengirimkan tiga orang zendeling ke daerah Sumatera. Empat tahun kemudian barulah mereka sampai di Bengkulen. 26 Zendeling yang ditugaskan tersebut ialah Richard Burton di Sibolga, Nathaniel Ward di Bengkulen, dan Evans di Padang. Namun kemudian Nathaniel Ward berpindah ke Sibolga dan memberitakan Injil bersama-sama dengan Richard Burton. 27 Pada tanggal 30 April 1824, Burton dan Ward melakukan perjalanan ke Danau Toba (Lihat Lampiran No. 12). Mereka didampingi 16 orang kuli angkut dan 2 orang pembantu. Pada tanggal 4 Mei 1824, rombongan tersebut tiba di Silindung. 28 Mereka disambut dengan baik oleh masyarakat Silindung. Untuk beberapa waktu mereka menetap di sana sambil memberitakan Injil di tengah-tengah suku Batak. Ada banyak orang yang berkumpul dan mendengarkan khotbah Burton dan Ward. Tetapi tidak sedikit pula orang yang tidak suka, sehingga dimusuhi dan bahkan dibunuh, diantaranya Burton, Ward, Munson dan Lymann. Penyebab terjadinya pembunuhan kepada dua orang zendeling tersebut sebenarnya masih belum bisa dipastikan karena muncul berbagai pendapat yang saling bertentangan. Menurut Dr. James Gould, 26 Bengkulen (sekarang Bengkulu) merupakan salah satu daerah Sumatera yang pada saat itu dikuasai oleh pemerintahan Inggris. Lihat tulisan O. L. Napitupulu, Perang Batak Perang Sisingamangaraja, (Djakarta: Jajasan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja, 1972), hlm Anthony Reid, Witnesses to Sumatra. A Travellers Anthology, terj. Tim Komunitas Bambu, Sumatera Tempo Doeloe: dari Marco Polo sampai Tan Malaka, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2010), hlm Ibid., hlm

25 ada beberapa keterangan mengenai pembunuhan Munson dan Lyman yakni sebagai berikut Masyarakat Batak mengira Munson dan Lyman adalah orang Belanda. Munson dan Lyman dicurigai sebagai mata-mata atau musuh yang mencoba menghancurkan Tanah Batak. Hal ini bisa saja terjadi karena pada saat itu masyarakat Batak memiliki hubungan yang tidak baik dengan Belanda (Belanda berusaha memperluas daerahnya ke pedalaman daerah Batak). 2. Munson dan Lyman dibunuh oleh pembantunya sendiri yang saat itu ikut serta dalam perjalanan. Namun, hal ini masih diragukan karena pencurian barang-barang yang tidak berharga kurang bisa dijadikan alasan. 3. Munson dan Lyman dibunuh oleh orang Belanda bukan orang Batak. Tuan F. Bonnet (Wakil Belanda di Sibolga) berulang kali menyatakan bahwa ia telah memperingatkan Munson dan Lyman agar tidak pergi ke pedalaman Tapanuli karena saat itu kekuasaan Belanda belum sampai ke sana, namun dua orang zendeling tersebut tetap berangkat ke pedalaman Tapanuli. Bonnet juga mengancam akan menghukum setiap orang yang menyebarkan berita mengenai dibunuhnya para zendeling. Selain pernyataan di atas yang disampaikan oleh Dr. James Gould, ada pula pendapat yang menyampaikan bahwa pembunuhan tersebut merupakan dampak dari Perang Padri (1830) yang belum lama terjadi sebelum Munson dan Lyman tiba di pinggir Lembah Silindung. Suku Batak yang baru saja mengalami peran dan masih dalam keadaan kacau menjadi sangat berhati-hati dengan masuknya bangsa asing ke wilayah mereka. Saat itu, daerah Lobu Pining dijadikan pos keamanan untuk melindungi Silindung. 29 Paul Bodholdt Pedersen, op.cit., hlm. 49.

26 Pekabaran Injil di Tanah Batak kemudian dilanjutkan oleh zending Jerman. Pada tahun 1840, Rheinische Missions Gesellschaft (RMG) mempekerjakan Franz Wilhelm Junghuhn untuk meneliti kebudayaan dan kepercayaan suku Batak. Wilhelm Junghuhn adalah seorang ahli bangsa-bangsa (Ethnologist). Pada tahun 1847, ia berhasil menulis buku yang berjudul Beschreibung der Battalander. Buku tersebut merupakan buku pertama yang mengkaji tentang kebudayaan dan kepercayaan suku Batak secara khusus. 30 Karya-karya Franz Wilhelm Junghuhn selama berada di Tanah Batak di baca oleh Herman Neubronner van der Tuuk. Setelah membaca buku tersebut, ia menjadi tertarik untuk menginjili suku Batak. Pada tahun 1849, van der Tuuk akhirnya ditugaskan oleh Nederlandse Bijbelgenootschap (NBG) yaitu Lembaga Alkitab di Belanda untuk menginjili dan mempelajari bahasa Batak. 31 Saat tiba di Tanah Batak, van der Tuuk bisa diterima dengan baik oleh masyarakat setempat karena ia bisa menggunakan bahasa Batak dan sudah mengetahui kebudayaan suku Batak. Bahkan van der Tuuk diberi hak-hak istimewa karena sudah dianggap sebagai bagian dari suku Batak. Pada tahun 1856, van der Tuuk berhasil menulis tata bahasa Batak, kamus bahasa Batak, dan menerjemahkan beberapa bagian Perjanjian Lama dalam Alkitab ke bahasa Batak Toba. 32 Setelah Herman Neubronner van der Tuuk, ada juga beberapa orang zendeling yang diberangkatkan dari Ermelo (kota kecil di Belanda) ke daerah Tapanuli bagian Selatan. Mereka adalah Gerrit Van Asselt, Dammeboer, dan Betz. Zendeling Belanda ini mulai melakukan pekabaran Injil ke daerah Tapanuli bagian Utara pada tahun Pada tahun yang sama, dua lembaga yaitu NBG dan RMG menjadi satu untuk mulai melakukan pekabaran Injil di Tapanuli Utara. Gerrit Van Asselt, Dammerboer, dan 30 Uli Kozok, op.cit., hlm Paul Bodholdt Pedersen, op. cit., hlm Walter Lempp, op.cit., hlm. 110.

27 Betz yang awalnya berada di bawah bimbingan zending Belanda, bergabung dengan Carl Wilhelm Heine dan Karl Klammer yang berada di bawah bimbingan RMG. 33 Empat orang zendeling ini bersatu dalam bimbingan RMG. Pada tanggal 7 Oktober 1861, mereka mengadakan pertemuan di rumah Bondanalotot Nasution yang terletak di daerah Prausorat, Sipirok. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk membicarakan pembagian daerah kerja dan perencanaan pelaksanaan kerja selama mereka berada di Tapanuli. 34 Keputusan yang dihasilkan adalah Betz ditempatkan di Bunga Bondar, Klammer di Sipirok, Van Asselt dan Heine ditempatkan di Pangaloan. Sedangkan Dammerboer mengundurkan diri dari zending. 35 Pertemuan di Sipirok tanggal 7 Oktober 1861 tersebut dijadikan sebagai tanggal kelahiran Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), meskipun sebenarnya saat itu belum dibangun sebuah gereja dan nama HKBP juga belum dibuat. Pada tahun yang sama, RMG kembali mengutus zendeling untuk suku Batak. Zendeling tersebut adalah Ludwig Ingwer Nommensen, 36 berasal dari daerah Nordstrand yang saat itu menjadi bagian dari Kerajaan Denmark. Nommensen lahir pada tanggal 6 Februari Kehidupan keluarga yang jauh dari berkecukupan membuatnya harus bekerja. Saat ia berusia 12 tahun, ia mengalami cidera pada kakinya yang mengakibatkan ia tidak bisa berjalan. Pada saat sakit tersebut ia berikrar bahwa ia akan menjadi zendeling jika ia sudah sembuh. Inilah yang mengawali cita-cita Nommensen untuk menginjili. Nommensen tiba di Tanah Batak pada tanggal 23 Juni Pemerintah Belanda hanya memperbolehkan Nommensen menetap di daerah yang telah mereka kuasai. Nommensen pun memulai 33 Muller Kruger, Sedjarah Geredja di Indonesia, (Djakarta: BPK, 1959), hlm Paul Bodholdt Pedersen, op. cit., hlm Uli Kozok, op.cit., hlm Biasanya ditulis dengan nama Ingwer Ludwig Nommensen.

28 pelayanannya di daerah Barus. 37 Daerah ini merupakan daerah di Tapanuli bagian utara yang telah dikuasai Belanda. Namun pada bulan November 1863, Nommensen memaksa agar ia dapat masuk ke daerah pedalaman Tapanuli Utara, yaitu Silindung. Padahal daerah Silindung merupakan daerah merdeka karena pemerintah Belanda belum pernah mencoba untuk menguasai daerah tersebut. Banyak pihak yang melarang Nommensen pergi ke sana karena takut peristiwa yang menimpa Munson dan Lyman terjadi juga pada Nommensen. Namun Nommensen tetap berangkat ke Silindung. Sesampainya di Silindung, ia mendapatkan perlindungan dan diperlakukan dengan baik oleh Raja Pontas Lumbantobing, seorang Raja di daerah Silindung. 38 Meskipun Raja Pontas Lumbantobing memperlakukan Nommensen dengan baik, namun tidak semua masyarakat Silindung juga memperlakukannya dengan baik. Banyak cara yang dilakukan masyarakat untuk mengusir dan bahkan untuk membunuh Nommensen. Tetapi semua usaha masyarakat Silindung gagal karena Nommensen tetap menghadapi sikap jahat itu dengan ramah dan lemah lembut. Setelah beberapa tahun menetap di Silindung, Nommensen mulai diterima oleh beberapa orang Batak. Mereka belajar dan membantu Nommensen secara diam-diam, karena jika ketahuan maka mereka akan dianggap sebagai pengkhianat adat Batak dan mereka akan diusir dari kampungnya. Pada tahun 1865, orang Batak yang secara diam-diam megikuti Nommensen ketahuan dan diusir dari Silindung. Orang-orang tersebut mendatangi Nommensen untuk meminta bantuan dan perlindungan. Inilah awal mula munculnya Huta Dame (Kampung Damai) 37 Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga 1945: Suatu Pendekatan Sejarah, Antropologi Budaya, dan Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), hlm Muller Kruger, Sedjarah Geredja di Indonesia, (Djakarta: BPK, 1959), hlm. 213.

29 yang didirikan Nommensen untuk membantu orang Kristen mula-mula di Tapanuli Utara. B. Perkembangan Agama Kristen di Tapanuli Utara ( ) Lothar Schreiner membagi sejarah pengkristenan orang Batak dalam enam tahap, yakni sebagai berikut Tahun Ingwer Ludwig Nommensen dan P. H. Johannsen memulai penginjilan di lembah Silindung, bagian selatan Danau Toba. Dua orang zendeling ini mendapat dukungan dari Raja Pontas Lumbantobing. Mereka berhasil menerjemahkan Perjanjian Baru dan Katekismus Kecil ke dalam bahasa Batak. Tata gereja inilah yang paling lama digunakan, sejak tahun 1881 hingga Tahun Nommensen pindah dari lembah Silindung ke pantai Danau Toba. Jumlah orang Batak yang menjadi Kristen semakin banyak, dan mulai dibangun sebuah gereja suku. Pendetapendeta pertama ditahbiskan pada tahun Tahun Tahap ini juga masih dikerjakan oleh Nommensen untuk menginjili daerah Tapanuli Utara. Usaha Nommensen yang terus bergerak ke bagian utara baru memberikan hasil setelah tahun Pada tahun-tahun setelah 1930, sudah banyak orang Batak Simalungun menjadi Kristen, bahkan mereka sudah memisahkan diri dari Gereja Batak Toba, dan membentuk Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). 4. Tahun Tahap ini merupakan masa Gereja Batak memiliki tata gereja yang baru dan menjadi Gereja Batak yang mandiri. Secara nyata, Gereja Batak berhasil menjadi mandiri setelah tahun 1940, 39 Lothar Schreiner, Adat und Evangelium. Zur Bedeutung Der Altvolkischen Lebensordnungen Fur Kirche und Mission Unter Den Batak in Nordsumatra, terj. P. S. Naipospos, dkk., Telah Kudengar Dari Ayahku; Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), hlm. 8-9.

30 ketika Sinode memilih seorang pendeta Batak untuk menjadi ketuanya yaitu Pendeta K. Sirait. 5. Tahun Pada tahap ini pendidikan pendeta-pendeta dan penyelenggaraan jemaat-jemaat sudah tidak mendapatkan bantuan dari luar negeri lagi. Hubungan dengan luar negeri kembali menjadi baik pada tahun 1948 saat Gereja Batak menjadi anggota Dewan Gereja-Gereja Sedunia dan masuk dalam Federasi Gereja-Gereja Luther Sedunia pada tahun Tahun Ini merupakan tahap terakhir dengan didirikannya Universitas Nommensen tahun 1954, dan pembentukan tata gereja baru (dihapuskannya sinode distrik) pada tahun Tahap ini menunjukkan betapa besarnya jumlah anggota Gereja Batak. Memang jika dilihat dari segi jumlah, Gereja Batak adalah Gereja Injili yang paling besar di Asia Tenggara. Jika melihat pembagian tahap yang digunakan Lothar Shreiner mengenai sejarah pengkristenan orang Batak, maka penulisan ini lebih difokuskan pada tahap pertama ( ) dan tahap kedua ( ). Jika dilihat secara keseluruhan untuk daerah Tapanuli, maka sejak tanggal 2 April 1861 sudah ada dua orang Batak yang dibaptis oleh Gerrit Van Asselt. Mereka adalah Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar. 40 Untuk di daerah Tapanuli Utara sendiri, orang Batak pertama menerima Baptisan pada tahun Pendeta yang memberikan baptisan pertama untuk orang Batak di Tapanuli Utara ialah Nommensen. Pada tanggal 27 Agustus 1865, Nommensen membaptis empat orang laki-laki, empat orang perempuan, dan lima orang anakanak di Silindung. Salah satu diantara mereka adalah Raja Pontas Lumbantobing. Pada tanggal 7 Oktober 1862, diadakan kembali rapat untuk kedua kalinya oleh pendeta-pendeta. Rapat tersebut memberikan 40 Walter Lempp, op. cit., hlm. 111.

31 keputusan yang mengecewakan Nommensen karena ia tidak bisa langsung pergi ke pedalaman Tapanuli tetapi ia akan memulai pelayanannya di Prausorat, Sipirok, Tapanuli Selatan. Pada tanggal 7 November 1863, Nommensen telah meninggalkan Prausorat dan pergi ke Silindung melalui Simangambat dan Silantom. 41 Perkembangan agama Kristen di Tapanuli Utara berlangsung sangat cepat. Pada awal tahun 1866, jumlah orang Batak yang menjadi Kristen bertambah sebanyak 50 orang. 42 Pada bulan Maret 1866, RMG mengirimkan calon istri Nommensen bersama dengan Peter Hinrich Johannsen ( ) yang ditugaskan untuk membantu pelayanan Nommensen di Tapanuli Utara. Selama berada di Tanah Batak, Peter H. Johannsen telah menerjemahkan Perjanjian Lama ke dalam bahasa Batak. Tahun 1867, Johannsen membuka pos zending di Pansurnapitu. Pada tanggal 17 November 1867, Nommensen dan Johannsen telah membaptis 26 orang Pansurnapitu dan 43 orang Saitnihuta. Kemudian Johannsen membaptis Ompu Sarimatua yang diberi nama Raja Salomo Pengabean pada tanggal 24 September Perkembangan agama Kristen di Tapanuli Utara mendapatkan tanggapan yang berbeda dari dua pihak yang berbeda, yaitu pemerintah Belanda dan Raja Sisingamangaraja XII. Melihat perkembangan yang pesat, orang Belanda langsung menaruh perhatian lebih pada daerah Tapanuli Utara. Bulan November 1868, Gubernur Arriens dari Padang mengirimkan kabar kepada Nommensen bahwa ia akan pergi ke daerah lembah Silindung dan akan singgah ke Huta Dame. 44 Tanggapan dari para Raja Batak bertolak belakang dengan pemerintah Belanda. Raja Batak yang menjadi marah, terutama Raja 41 O. L. Napitupulu, op. cit., hlm Bungaran Antonius Simanjuntak, op. cit., hlm A. A. Sitompul, Perintis Kekristenan di Sumatera Utara, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hlm. 57 & Paul Bodholdt Pedersen, op. cit., hlm. 60.

32 Sisingamangaraja XII. Kemarahan tersebut ditunjukkannya dengan usaha pembakaran gereja dan sekolah yang didirikan oleh zendeling dan masyarakat. Sikap Sisingamangaraja XII ini ditanggapi oleh pemerintah Belanda yang ada di Sibolga dengan mengirimkan pasukannya untuk berperang melawan Sisingamangaraja XII tahun Perang antara Raja Sisingamangaraja dengan pemerintah Belanda ini dikenal dengan nama Perang Sisingamangaraja, namun bagi orang Batak ini disebut dengan Perang Batak. Pada tahun 1878, Silindung menjadi daerah jajahan Belanda dan kontroleur ditempatkan di Tarutung. 45 Zendeling terus mengusahakan agar penginjilan di Silindung tetap berjalan meskipun mereka menemui banyak masalah. Hasil ketekunan mereka adalah dibukanya pos zending di Sipoholon (1870), Simorangkir (1875), dan di Bahal Batu (1876). Pada tahun 1873, Nommensen berasama-sama dengan masyarakat Huta Dame telah berhasil membangun sebuah gereja yang menjadi gereja pertama di Tanah Batak. Mereka juga membangun sekolah di daerah Pearaja yang terletak di lereng sawah-sawah Silindung. Daerah ini menjadi pusat Gereja Batak hingga saat ini. Ketika pekabaran Injil di Tapanuli Utara mulai terlihat hasilnya, Nommensen pergi untuk melakukan pekabaran Injil ke tempat yang lebih utara lagi. Ia pergi ke Sigumpar, di daerah Danau Toba. Nommensen menetap disana hingga akhir hayatnya, dari tahun 1891 hingga Pada tahun 1873, Nommensen membuka pelajaran katekisasi pertama di Silindung. Awalnya kelas katekisasi hanya dua orang saja yang datang. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama. Nommensen pindah ke Pearja pada tahun yang sama. Pearaja merupakan daerah yang diberikan Raja Pontas Lumbantobing kepada Nommensen Bungaran Antonius Simanjuntak, op.cit., hlm Muller Kruger, op.cit., hlm Andar M. Lumbantobing, op. cit., hlm. 72.

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Ada empat hal penulis simpulkan sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB III PERANG PALEMBANG A. Latar Belakang Terjadinya Perang Darussalam dengan cara mendirikan benteng-benteng pertahanan.

BAB III PERANG PALEMBANG A. Latar Belakang Terjadinya Perang Darussalam dengan cara mendirikan benteng-benteng pertahanan. BAB III PERANG PALEMBANG 1819 A. Latar Belakang Terjadinya Perang 1819 Ketika pertama kali dilantik pada 1803, SMB II mengeluarkan kebijakan untuk terus memperkuat pertahanan Kesultanan Palembang Darussalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat Penyebaran agama Kristen Protestan sudah dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat Penyebaran agama Kristen Protestan sudah dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat Penyebaran agama Kristen Protestan sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di Indonesia tidak demikian halnya di tanah batak (Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Palembang muncul sebagai Kesultanan Palembang sekitar pada tahun 1659 dan

I. PENDAHULUAN. Palembang muncul sebagai Kesultanan Palembang sekitar pada tahun 1659 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Palembang merupakan salah satu wilayah terpenting yang berada di Sumatera dikarenakan keadaan geografinya yang kaya akan sumber daya alamnya dan didominasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat Penyebaran agama Kristen sudah dilakukan secara sistematis di

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat Penyebaran agama Kristen sudah dilakukan secara sistematis di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat Penyebaran agama Kristen sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di Indonesia tidak demikian halnya di Tanah Batak (Sumatera Utara).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting bagi pemerintah Belanda karena gama Kristen mengajarkan perdamaian. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa 31 Maret na parjolo tardidi sian halak Batak, ima Simon Siregar dohot

BAB I PENDAHULUAN. bahwa 31 Maret na parjolo tardidi sian halak Batak, ima Simon Siregar dohot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya bebas memeluk Agama dan Kepercayaannya masing-masing. Dimana salah satu agama tersebut adalah Agama Kristen

Lebih terperinci

BAB IV DAMPAK PERANG PALEMBANG A. Kemenangan Sultan Mahmud Badaruddin II. maupun dampak yang buruk bagi kehidupan manusia di daerah yang

BAB IV DAMPAK PERANG PALEMBANG A. Kemenangan Sultan Mahmud Badaruddin II. maupun dampak yang buruk bagi kehidupan manusia di daerah yang BAB IV DAMPAK PERANG PALEMBANG 1819 A. Kemenangan Sultan Mahmud Badaruddin II Setiap pertempuran yang terjadi pasti akan membawa dampak yang baik maupun dampak yang buruk bagi kehidupan manusia di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedalaman Sumatera Utara. Sumatera adalah Pulau terbesar kedua sesudah

BAB I PENDAHULUAN. pedalaman Sumatera Utara. Sumatera adalah Pulau terbesar kedua sesudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang Batak adalah salah satu suku dari bangsa Indonesia yang tinggal pedalaman Sumatera Utara. Sumatera adalah Pulau terbesar kedua sesudah kalimantan dan terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tapanuli menjadi 4 Afdeling yaitu Afdeling Batak Landen, Afdeling Padang

BAB I PENDAHULUAN. Tapanuli menjadi 4 Afdeling yaitu Afdeling Batak Landen, Afdeling Padang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keresidenan Tapanuli adalah wilayah administrasi Hindia Belanda yang berdiri pada tahun 1834. Keresidenan Tapanuli dipimpin oleh seorang Residen yang berkedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda

Lebih terperinci

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dan masih akan terus berkembang dengan pesat. yakni Huta Dame, yang artinya desa-atau-kampung damai.

BAB V PENUTUP. dan masih akan terus berkembang dengan pesat. yakni Huta Dame, yang artinya desa-atau-kampung damai. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Perkembangan agama Kristen Protestan setelah Injil masuk ke daerah Tarutung sangat cepat, tepat dan bermanfaat. Proses pertumbuhan agama ini sudah berlangsung lebih dari seratus

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional Oleh : Andy Wijaya NIM :125110200111066 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Malang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan penting

Lebih terperinci

BAB II PENDIDIKAN THEOLOGI SEBELUM TAHUN Sumatera dilakukan oleh Zending-zending ke Tanah Batak (Tapanuli) yaitu dimulai

BAB II PENDIDIKAN THEOLOGI SEBELUM TAHUN Sumatera dilakukan oleh Zending-zending ke Tanah Batak (Tapanuli) yaitu dimulai BAB II PENDIDIKAN THEOLOGI SEBELUM TAHUN 1954 2.1 ZENDING DAN KRISTENISASI Badan penyebaran Agama Kristen yang pertama sekali memasuki wilayah Sumatera dilakukan oleh Zending-zending ke Tanah Batak (Tapanuli)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah Batak. Dialah yang kemudian dijuluki sebagai Apostel Batak yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah Batak. Dialah yang kemudian dijuluki sebagai Apostel Batak yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Tarutung merupakan salah satu kota wisata rohani bagi pemeluk agama Kristen. Daerah yang dulunya dikenal dengan nama Silindung ini merupakan sebuah lembah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukti bahwa sejarah itu perlu. Sejarah merupakan hasil peradaban manusia. Karena

BAB I PENDAHULUAN. bukti bahwa sejarah itu perlu. Sejarah merupakan hasil peradaban manusia. Karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu. 1 Yang direkonstruksi ialah apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan, dan dialami oleh manusia. Kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15

Lebih terperinci

abad ke-19 kota Tarutung dulunya sudah ramai dikunjungi oleh orang-orang disebut Onan Sitahuru (= pasar barter) di perkampungan Saitnihuta sekarang.

abad ke-19 kota Tarutung dulunya sudah ramai dikunjungi oleh orang-orang disebut Onan Sitahuru (= pasar barter) di perkampungan Saitnihuta sekarang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tarutung adalah sebutan untuk buah durian yang dalam bahasa Batak disebut tarutung. Jadi nama Kota Tarutung sebagai sebutan untuk nama Ibukota Kabupaten Tapanuli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk wilayah Indonesia bagian barat. Karena letaknya berada pada pantai selat Malaka, maka daerah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Masyarakat Karo terkenal dengan sikap persaudaraan dan sikap solidaritas yang sangat tinggi. Namun ironisnya sikap persaudaraan dan kekerabatan yang mewarnai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya adalah pribumi. Suku bangsa yang berbeda ini menyebar dari Sabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gereja Methodist adalah suatu gereja Kristus (yang mengikuti ajaran

BAB I PENDAHULUAN. Gereja Methodist adalah suatu gereja Kristus (yang mengikuti ajaran BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Gereja Methodist adalah suatu gereja Kristus (yang mengikuti ajaran kristus) dimulai dari kesadaran teologis oleh seorang pendeta Inggris bernama John Wesley,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau Sumatera. Pada tahun 1820, Gereja Baptis Inggris mengirimkan tiga orang

BAB I PENDAHULUAN. pulau Sumatera. Pada tahun 1820, Gereja Baptis Inggris mengirimkan tiga orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdirinya gereja HKBP di Medan dimulai dari masuknya agama Kristen di pulau Sumatera. Pada tahun 1820, Gereja Baptis Inggris mengirimkan tiga orang pemberita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau, disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan yang terdapat dimasa kini. Perspektif sejarah selalu menjelaskan ruang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME KOLONIALISME DAN IMPERIALISME Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata Methodist adalah banyak atau macam cara dalam tata cara beribadah (tidak

BAB I PENDAHULUAN. kata Methodist adalah banyak atau macam cara dalam tata cara beribadah (tidak BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Kata Methodist berasal dari kata Method yang artinya cara, jadi arti dari kata Methodist adalah banyak atau macam cara dalam tata cara beribadah (tidak monoton).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik perhatian umat manusia karena berbagai hal. Jepang mula-mula terkenal sebagai bangsa Asia pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah seperti vanili, lada, dan cengkeh. Rempah-rempah ini dapat digunakan sebagai pengawet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada awal abad ke-19 kota Tarutung dulunya sudah ramai dikunjungi oleh orangorang

BAB I PENDAHULUAN. pada awal abad ke-19 kota Tarutung dulunya sudah ramai dikunjungi oleh orangorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tarutung adalah sebutan untuk buah durian yang dalam bahasa Batak disebut tarutung. Oleh karena itu, nama kota Tarutung sebagai sebutan untuk nama ibukota Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan membahas secara rinci mengenai metode dan teknik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan membahas secara rinci mengenai metode dan teknik BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan membahas secara rinci mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Dari pembahasan mengenai Peran Sultan Iskandar Muda Dalam. Mengembangkan Kerajaan Aceh Pada Tahun , maka dapat diambil

BAB V KESIMPULAN. Dari pembahasan mengenai Peran Sultan Iskandar Muda Dalam. Mengembangkan Kerajaan Aceh Pada Tahun , maka dapat diambil BAB V KESIMPULAN Dari pembahasan mengenai Peran Sultan Iskandar Muda Dalam Mengembangkan Kerajaan Aceh Pada Tahun 1607-1636, maka dapat diambil kesimpulan baik dari segi historis maupun dari segi paedagogis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam suatu negara selalu menjadi salah satu faktor utama kemenangan atau kekalahan suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berdiri sekitar abad ke-17. Letak Kesultanan Palembang Darussalam

BAB I PENDAHULUAN. yang berdiri sekitar abad ke-17. Letak Kesultanan Palembang Darussalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Palembang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Selatan. Terletak pada posisi 1 0 4 0 Lintang Selatan dan antara 102 0 108 0 Bujur Timur. 1 Dahulu, Palembang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara. Setiap daerah memiliki suku asli dengan adatnya

Lebih terperinci

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN Saya siswa kelas 5A Siap Belajar dengan Tenang dan Tertib dan Antusias Pada abad ke-16 berlayarlah bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Timur. Diantaranya adalah Portugis, Spanyol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sibolga merupakan satu kota yang dikenal sebagai Kota Bahari, Sibolga memilki sumber daya kelautan yang sangat besar. Selain pemandangan alamnya yang begitu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana rempah-rempah menjadi komoditas yang paling menguntungkan pasar internasional. Itulah yang mendorong para

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah usaha untuk memperluas, menjamin lalu lintas perdagangan rempah-rempah hasil hutan yang

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5 Disusun Oleh : Kelompok 5 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5 LATAR BELAKANG TOKOH PEMIMPIN KRONOLOGIS PETA KONSEP PERLAWANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara terperinci mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kolonialisme Belanda di Nusantara, penyebaran agama Kristen

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kolonialisme Belanda di Nusantara, penyebaran agama Kristen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa kolonialisme Belanda di Nusantara, penyebaran agama Kristen merupakan hal penting bagi pemerintah Belanda. Agama Kristen mengajarkan perdamaian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan aset, anak adalah titisan darah orang tua, anak adalah warisan, dan anak adalah makhluk kecil ciptaan Tuhan yang kelak menggantikan peran orang tua sebagai

Lebih terperinci

2014), hal , Th. Van den End, Harta Dalam Bejana. Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2003), hal 267.

2014), hal , Th. Van den End, Harta Dalam Bejana. Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2003), hal 267. III.Sejarah Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) A. Sejarah Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) adalah salah satu gereja yang didirikan lembaga Zending RMG (Rheinishe Missions Gesellschaft ) di daerah

Lebih terperinci

BAB II KEHADIRAN SERIKAT YESUIT DI NUSANTARA. perdagangan ke pusat rempah-rempah di Asia. Perdagangan Portugis ke Asia

BAB II KEHADIRAN SERIKAT YESUIT DI NUSANTARA. perdagangan ke pusat rempah-rempah di Asia. Perdagangan Portugis ke Asia BAB II KEHADIRAN SERIKAT YESUIT DI NUSANTARA A. Awal Misi di Maluku Misi Katolik di Nusantara dimulai ketika bangsa Portugis melaksanakan perdagangan ke pusat rempah-rempah di Asia. Perdagangan Portugis

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus BAB VI KESIMPULAN Berbagai penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan wacana agama Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus tema etika, dan moralitas agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aceh terletak di ujung bagian utara pulau Sumatera, bagian paling barat dan paling utara dari kepulauan Indonesia. Secara astronomis dapat ditentukan bahwa daerah ini

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan

BAB I Pendahuluan. tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan BAB I Pendahuluan I. 1. Latar belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di dalam perkembangan sebuah masyarakat. Melalui pendidikan kemajuan individu bahkan komunitas masyarakat tertentu dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Sejarah

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Sejarah UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Sejarah Kelas : 8 Waktu : 10.00-11.30 No.Induk : Hari/Tanggal : Senin, 08 Desember 2014 Petunjuk Umum: Nilai : 1.

Lebih terperinci

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Latar Belakang Kesultanan Gowa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi

Lebih terperinci

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT A. Pengaruh Kebudayaan Islam Koentjaraningrat (1997) menguraikan, bahwa pengaruh kebudayaan Islam pada awalnya masuk melalui negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nurhidayatina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nurhidayatina, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Blokade ekonomi adalah perang ekonomi yang pernah diterapkan oleh Napoleon Bonaparte di Eropa pada saat memerintah Prancis tahun 1806-. Penulis ingin mengetahui

Lebih terperinci

Di samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah

Di samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah BAB VI KESIMPULAN Dari pengungkapan sejumlah fakta dan rekonstruksi yang dilakukan, penelitian ini menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut ini : Sultan Hamengku Buwono VII adalah seorang raja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada sisi positif yang dihasilkan oleh misi pekabaran Injil yaitu sejalan dengan kata Brunner

BAB I PENDAHULUAN. ada sisi positif yang dihasilkan oleh misi pekabaran Injil yaitu sejalan dengan kata Brunner BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Misi pekabaran Injil yang dilakukan oleh gereja maupun badan misi pada masa lampau, yang berkaitan dengan kolonialisasi, tidak hanya menjadi halangan ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode 1945-1949 merupakan tahun-tahun ujian bagi kehidupan masyarakat Indonesia, karena selalu diwarnai dengan gejolak dan konflik sebagai usaha untuk merebut dan

Lebih terperinci

REVOLUSI FISIK DI SUMATERA PADA AWAL KEMERDEKAAN : STUDI KASUS DI SUMATERA BARAT DAN BENGKULU

REVOLUSI FISIK DI SUMATERA PADA AWAL KEMERDEKAAN : STUDI KASUS DI SUMATERA BARAT DAN BENGKULU LAPORAN PENELITIAN MELIBATKAN MAHASISWA REVOLUSI FISIK DI SUMATERA PADA AWAL KEMERDEKAAN : STUDI KASUS DI SUMATERA BARAT DAN BENGKULU Oleh: Danar Widiyanta, M. Hum. Miftahuddin, M. Hum. Dina Dwikurniarini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menaklukkan Jayakarta dan memberinya nama Batavia 1. Batavia dijadikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menaklukkan Jayakarta dan memberinya nama Batavia 1. Batavia dijadikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belanda datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1569 dan melabuhkan kapalnya di pelabuhan Banten. Pada tahun 1610 mereka membangun benteng sebagai tempat pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjalanan agama Kristen masuk ke Indonesia memang panjang. Ada beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia. Agama Kristen memang bukan agama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perjuangan Pengertian perjuangan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yang dilakukan dengan menempuh

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran uang 1 di suatu daerah merupakan hal yang menarik untuk dikaji, terutama di suatu negara yang baru memerdekakan diri dari belenggu penjajahan. Uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa bersejarah 10 November 1945 yang dikenal dengan Hari Pahlawan. Pertempuran tiga pekan yang terjadi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kegagalan suatu bangsa oleh sebab itu sejarawan perlu untuk

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kegagalan suatu bangsa oleh sebab itu sejarawan perlu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting bagi manusia. Pendidikan juga diperlukan jika ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengantarkan orang untuk terbuka terhadap kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengantarkan orang untuk terbuka terhadap kebutuhan-kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan akan membawa perubahan sikap, perilaku, nilai-nilai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah Kota Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Sekutu tanggal 6 Agustus 1945, keesokan harinya tanggal 9 Agustus 1945 bom atom kedua jatuh di Kota Nagasaki, Jepang

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 1. MANUSIA DAN SEJARAHLatihan Soal 1.4. Bentuk publikasi secara tertulis tentang peristiwa pada masa lampau

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 1. MANUSIA DAN SEJARAHLatihan Soal 1.4. Bentuk publikasi secara tertulis tentang peristiwa pada masa lampau 1. Berikut ini merupakan pengertian historiografi adalah... SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 1. MANUSIA DAN SEJARAHLatihan Soal 1.4 Hasil tulisan ilmiah pada masa lalu Peninggalan sejarah dalam bentuk

Lebih terperinci

KASUS AMBALAT : KONFLIK WILAYAH ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA ( )

KASUS AMBALAT : KONFLIK WILAYAH ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA ( ) LAPORAN PENELITIAN KASUS AMBALAT : KONFLIK WILAYAH ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA (1979-2013) Oleh: MUDJI HARTONO DANAR WIDIYANTA RIRIN DARINI PENELITIAN INI DIBIAYAI DENGAN DANA DIPA FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum agama Kristen masuk ke Tapanuli khususnya daerah Balige, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum agama Kristen masuk ke Tapanuli khususnya daerah Balige, masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum agama Kristen masuk ke Tapanuli khususnya daerah Balige, masyarakat Batak Toba sudah mempunyai sistem kepercayaan tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR. tentang keberadaan Yayasan Perguruan Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR. tentang keberadaan Yayasan Perguruan Sekolah Menengah Pertama (SMP) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR Gambaran umum Kecamtan STM Hilir yang merupakan lokasi penilitian ini adalah, letak geografis, komposisi penduduk, dan perkembangan pemerintahan. Hal ini untuk

Lebih terperinci

PERJUANGAN DIPLOMASI DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA MASA REVOLUSI ( ) SKRIPSI

PERJUANGAN DIPLOMASI DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA MASA REVOLUSI ( ) SKRIPSI PERJUANGAN DIPLOMASI DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA MASA REVOLUSI (1946-1949) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan peranan penting dan strategis. Bukan hanya dalam peningkatan spiritual umat, melainkan juga

Lebih terperinci

Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI

Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI Oleh: Zulkarnain JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 1 SISTEM TANAM PAKSA Oleh: Zulkarnain Masa penjajahan yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari penulisan skripsi yang berjudul Blokade Ekonomi Napoleon Bonaparte dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Inggris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah Indonesia pada periode merupakan sejarah yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah Indonesia pada periode merupakan sejarah yang menentukan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Sejarah Indonesia pada periode 1945-1950 merupakan sejarah yang menentukan masa depan bangsa ini, karena pada periode inilah bangsa Indonesia mencapai titik puncak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penginjil Rheinische Mission Gesellschaft (RMG) masih sedikit. Keadaan ini

BAB I PENDAHULUAN. penginjil Rheinische Mission Gesellschaft (RMG) masih sedikit. Keadaan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ingwer Ludwig Nomensen sebagai perintis pengkristenan di Tanah Batak sebelah Utara berserta teman- teman sekerjanya memberikan perhatian yang sangat besar untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang didiami oleh masyarakat yang multietnis. Hal ini tampak dari banyaknya suku yang beragam yang ada di provinsi ini misalnya

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA Yang saya hormati, Tanggal : 11 Agustus 2008 Pukul : 09.30 WIB Tempat : Balai

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di hari yang membahagiakan ini, ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan. Memiliki kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan. Memiliki kekayaan alam yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Hutajulu merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Onan Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan. Memiliki kekayaan alam yang berpotensi, dan yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I. (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h

UKDW BAB I. (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia di tengah keberagamannya menganut falsafah Bhinneka Tunggal Ika. 1 Prinsip ini mengandung makna dan nilai yang sangat dalam serta luas bagi pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

Perjuangan Wong Agung Wilis Melawan VOC Belanda di Banyuwangi

Perjuangan Wong Agung Wilis Melawan VOC Belanda di Banyuwangi Perjuangan Wong Agung Wilis Melawan VOC Belanda di Banyuwangi 1767 1769 SKRIPSI Oleh: A n g g a M a y R a w a n NIM : 050210302229 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah peristiwa yang terjadi begitu saja. Peristiwa tersebut adalah sebuah akumulasi sebuah perjuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak serta merta mengakhiri perjuangan rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM.

PEDOMAN PRAKTIKUM. PEDOMAN PRAKTIKUM 1 PENGEMBANGAN SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN SEJARAH Oleh : SUPARDI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti

Lebih terperinci

YAYASAN WIDYA BHAKTI SMA SANTA ANGELA Jl. Merdeka 24, Bandung MODUL 2 BAHASA INDONESIA XII MIA 3-6 & XII IIS 1-2 OLEH :

YAYASAN WIDYA BHAKTI SMA SANTA ANGELA Jl. Merdeka 24, Bandung MODUL 2 BAHASA INDONESIA XII MIA 3-6 & XII IIS 1-2 OLEH : YAYASAN WIDYA BHAKTI SMA SANTA ANGELA Jl. Merdeka 24, Bandung 4214714 MODUL 2 BAHASA INDONESIA TEKS CERITA SEJARAH DAN CERPEN SEJARAH XII MIA 3-6 & XII IIS 1-2 OLEH : Dra. M.M. Lies Supriyantini 1 TEKS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kebebasan merupakan hal yang menarik bagi hampir semua orang. Di Indonesia, kebebasan merupakan bagian dari hak setiap individu, oleh karena itu setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Karo itu suku bangsa Haru kemudian di sebut Haru dan akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Karo itu suku bangsa Haru kemudian di sebut Haru dan akhirnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Karo itu suku bangsa Haru kemudian di sebut Haru dan akhirnya dinamai suku Karo sekarang ini (P. Sinuraya,2000: 1). Setelah hancurnya Kerajaan Haru Wampu, Kerajaan

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam catatan sejarah maupun tidak, baik yang diberitakan oleh media masa maupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia mencatat bahwa negara kita ini telah mengalami masa kolonialisasi selama tiga setengah abad yaitu baik oleh kolonial Belanda maupun kolonial

Lebih terperinci

Arsip dan Naskah Banten yang tersimpan di Luar Negeri. Titik Pudjisatuti 1

Arsip dan Naskah Banten yang tersimpan di Luar Negeri. Titik Pudjisatuti 1 Arsip dan Naskah Banten yang tersimpan di Luar Negeri Titik Pudjisatuti 1 1. Pengantar Banten sebagai salah satu kesultanan Islam terbesar di Nusantara pada abad ke-16--17 telah menarik perhatian banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian. Dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsepkonsep atau

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG HARI JADI KOTA OTONOM TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG HARI JADI KOTA OTONOM TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG HARI JADI KOTA OTONOM TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa Kota Tanjungpinang yang

Lebih terperinci