BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan penurunan tingkat toleransi di Indonesia, salah satu segmen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan penurunan tingkat toleransi di Indonesia, salah satu segmen"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir muncul beberapa studi yang menunjukkan kecenderungan penurunan tingkat toleransi di Indonesia, salah satu segmen masyarakat yang menjadi perhatian adalah kalangan anak muda di tingkat sekolah menengah. Rendahnya tingkat toleransi ditunjukkan dalam sejumlah survei tentang toleransi agama-politik masyarakat Indonesia termasuk di antaranya survei oleh LSI (Lembaga Survei Indonesia) pada tahun 2006, survei toleransi beragama siswa SMA di Yogyakarta oleh LKiS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial) pada tahun 2009, dan monograf tentang pengerasan identitas keagamaan SMA Yogyakarta oleh LKiS dan CRCS (Center for Religious and Cross-Cultural Studies) pada tahun Berbagai sumber tersebut menunjukkan adanya peningkatan sikap intoleran terhadap kelompok atau praktik keagamaan yang lain baik yang seagama maupun berbeda agama. LSI (2006) telah melakukan survei kepada masyarakat Indonesia tentang sikap toleransi dan pandangan tentang pluralisme masyarakat Indonesia. Terkait toleransi beragama, responden diberi pertanyaan mengenai kesediaan mereka untuk membiarkan pihak yang berbeda keyakinan untuk melaksanakan dan membangun sarana ibadah. Survei tersebut menunjukkan bahwa: Sebanyak 36,7% warga negara Indonesia merasa keberatan jika ada pemeluk agama lain melakukan ritual keagamaan di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka, selain itu ada sebanyak 42,3% warga negara Indonesia merasa keberatan jika ada pemeluk agama lain membangun tempat peribadatan di lingkungan sekitar tempat mereka tinggal (LSI, 2006:11). 1

2 Hal serupa ditemukan dalam survei yang dilakukan oleh Yayasan LKiS (2009) mengenai gejala intoleransi di Sekolah Menengah Atas Negeri di Yogyakarta; survei tersebut menjaring 760 responden dari 20 SMA Negeri di Yogyakarta. Dalam survei ini, LKiS mencoba mengukur toleransi beragama terhadap agama lain dan seagama pada siswa SMA di Yogyakarta. Maksud dari toleransi di sini adalah bentuk pengukuran toleransi keagamaan terhadap agama lain dan bentuk keagamaan lain yang seagama. Hasil survei LKiS menunjukkan bahwa: Ada 6,4 % responden memiliki pandangan yang rendah dalam hal toleransi, 69,2% memiliki pandangan yang sedang dan hanya 24, 3% yang memiliki pandangan yang tinggi. Sementara dalam hal tindakan; 31,6% memiliki tingkat toleransi yang rendah, 68,2% memiliki tingkat toleransi yang sedang dan hanya 0,3% yang bisa dikategorikan memiliki pandangan toleransi yang tinggi. (Wajidi, 2009 dalam Salim, 2011:31) Dari hasil survei tersebut bisa terlihat bahwa tingkat toleransi siswa SMA Negeri di Yogyakarta perlu mendapat perhatian lebih. Kecenderungan rendahnya tingkat toleransi ini juga dikhawatirkan terjadi di berbagai kota lain di Indonesia, termasuk di Purwokerto yang sama-sama menjadi kota tujuan belajar. Satu hal yang belum dijelaskan dalam beberapa kajian dan survei di atas adalah korelasi antara tingkat toleransi dan orientasi keagamaan teologis dan politik. Kaitan antara tingkat toleransi dan orientasi keagamaan tertentu, seperti Wahabisme atau puritanisme dan cara memahami teks keagamaan yang formalistik sering muncul sebagai penjelasan terhadap karakter intoleransi keagamaan, tetapi sejauh ini belum ada penelitian dengan metode kuantitatif yang menguji asumsi tentang korelasi ini. 2

3 Meski kaitan antara puritanisme dan intoleransi nampak logis tetapi dibutuhkan data empiris untuk menguji asumsi ini. Untuk menjawab kebutuhan ini, tesis ini mengkaji secara kuantitatif pengaruh orientasi keagamaan dan politik terhadap sikap toleransi di kalangan anak muda dengan mengambil studi kasus siswa di empat SMA di Purwokerto. Apakah suatu orientasi atau bentuk keagamaan yang dimiliki siswa berpengaruh pada sikap toleransi mereka. Dengan penelitian ini maka akan terlihat seberapa toleran siswa SMA di empat sekolah di Purwokerto terhadap bentuk keagamaan lain, tidak hanya yang berbeda agama namun juga yang seagama. Kota Purwokerto diambil sebagai lokasi penelitian karena Purwokerto adalah salah satu kota tujuan belajar dan adanya berbagai organisasi keagamaan yang aktif di sana seperti NU (Nahdlathul Ulama), Muhammadiyah, Al Irsyad Al Islamiyyah, PITI (Pembina Islam Tauhid Islam), Gerakan Tarbiyah dan Hizbut Tahrir Indonesia. Organisasi-organisasi tersebut aktif dalam ranah pendidikan, kultural, dan sosial yang dapat mempengaruhi bentuk keagamaan anak-anak muda atau para siswa di Purwokerto. Selain alasan di atas, kota Purwokerto dijadikan objek penelitian dalam tesis ini karena peneliti memiliki akses ke berbagai sekolah di kota tersebut. Hal ini bisa mempermudah penelitian yang dijalankan. B. Perdebatan tentang Intoleransi Para peneliti memiliki pendapat yang berbeda mengenai faktor penyebab kekerasan dan intoleransi agama. Dalam tulisannya tentang toleransi yang banyak 3

4 dikutip, Powell & Clarke (1992) membahas tentang permasalahan pengaruh faktor keagamaan terhadap toleransi atau sebaliknya. Powell & Clarke (1992:2) menerangkan bahwa para pemikir ilmu politik cenderung berpendapat bahwa kekerasan dan intoleransi tidak disebabkan oleh keagamaan, namun disebabkan masalah ekonomi dan politik. Agama hanya sebagai pemicu atau faktor pendorong kekerasan tersebut. Selanjutnya, mereka menerangkan bahwa para kalangan antiagama berpendapat bahwa agama lah yang menyebabkan kekerasan. Tentu intoleransi terjadi karena adanya dogma dan klaim kebenaran agama Penelitian berjudul Toleransi Beragama Mahasiswa dari Puslitbang Kemenag (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementrian Agama) menunjukkan bahwa kondisi lingkungan pendidikan di sekolah memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung terbesar terhadap toleransi beragama. Di samping latar belakang agama, ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi sikap toleransi, namun memiliki nilai korelasi yang rendah, yakni nilai pendidikan agama dan keterlibatan organisasi (Puslitbang Kemenag, 2010:141). Selain itu, tesis yang ditulis oleh Jeny Elna Mahupale (2007) pada Program Studi Kajian Agama dan Lintas Budaya UGM (Universitas Gadjah Mada) menjabarkan bahwa model pendidikan agama memiliki tingkat korelasi yang cukup dalam meningkatkan sikap pluralisme siswa. Ia berpendapat bahwa masyarakat sekolah dalam kegiatan belajar mengajarnya telah memiliki kesadaran tentang kontekstualisasi wacana pendidikan agama yang berwawasan pluralis dan kesadaran masyarakat sekolah tersebut sangat dipengaruhi oleh paradigma multikultural yang berkembang di dalam masyarakat sekitar. 4

5 Dengan pandangan senada, Altemeyer and Hunsberger (1992) memperkenalkan konsep tentang Religious Fundamentalism (RF) dan Right Wing Authoritarism (RWA) untuk menjelaskan pengaruh agama terhadap berbagai sikap intoleransi, khususnya praduga terhadap agama lain. Mereka menjelaskan dalam penelitiannya bahwa RF dan RWA berkorelasi secara konsisten pada sikap intoleransi terhadap kelompok di luar mereka (Altemeyer and Hunsberger, 1992:188) Di berbagai penelitian yang ada tentang hubungan antara orientasi keagamaan dan toleransi menghasilkan banyak kontradiksi. Ketika keagamaan hanya diukur dari penampakan luar, seperti kehadiran ke gereja, intensitas berdoa dan seberapa sering membaca kitab suci, berbagai penelitian menunjukkan agama berkorelasi positif dengan sikap intoleransi, namun beberapa penelitian selanjutnya menunjukkan sebaliknya (Altemayer & Hunsberger, 1992). Untuk memecahkan paradoks itu Powell & Clarke merujuk pada hasil penelitian Gordon Allport. Allport dalam Powell & Clarke (1992:10) mencoba menjelaskan mengapa agama menyebabkan toleransi dan sekaligus intoleransi. Hal ini dikarenakan agama bukanlah entitas yang tungggal, ada dimensi dan spektrum di dalamnya. Keagamaan perlu dibagi menjadi dua orientasi, yakni intrinsic religious (IR) dan extrinsic religious (ER). IR adalah bentuk beragama yang menganggap agama sebagai nilai-nilai yang diinternalisasikan pada diri, sedangkan ER adalah keagamaan yang memandang agama sebagai instrumen untuk meraih kebahagiaan hidup (Powell & Clarke,1992:11). Dalam penelitiannya, Allport menunjukkan bahwa IR berkorelasi dengan intoleransi dan ER berkorelasi dengan toleransi. 5

6 Pendapat serupa dikemukakan Effendy (2012) dalam bukunya Islam dan Negara: Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia, ia berpendapat bahwa orientasi keagamaan formalistik cenderung mengarah pada halhal yang mengganggu toleransi, sedangkan orientasi keagamaan yang menekankan substansi cenderung membawa keharmonisan. Menurut Effendy: Pandangan mengenai Islam yang legalistik dan formalistik, karena kecenderungan eksklusifnya, tampak memancing munculnya ketegangan-ketegangan dalam sebuah masyarakat yang secara sosial-keagamaan dan kultural bersifat heterogen. Pada sisi lain, apa yang dapat disebut sebagai pandangan mengenai Islam yang substansialistik yakni yang menomorsatukan keadilan, kesamaan, partisipasi dan musyawarah dapat memberi landasan yang penting bagi pengembangan sintesis yang pas antara Islam dan negara, dalam rangka membentuk kembali hubungan politik keduanya. (Effendy, 2005:18) Sutiyono (2010) dalam bukunya yang berjudul Benturan Budaya Islam: Puritan & Sinkretis, yang disusun dari hasil penelitian di salah satu desa di Klaten menjelaskan bahwa benturan budaya yang menyebabkan konflik berlangsung sejak Islam puritan datang ke desa Senjakarta (lokasi penelitiannya), hal ini disebabkan karena masyarakat puritan melarang tradisi slametan dan tahlilan pada kelompok Islam sinkretis (Sutiyono, 2010:12). Dua orientasi keagamaan tersebut, yakni puritan dan sinkretis, memiliki pemahaman yang berbeda tentang bagaimana agama bersentuhan dengan budaya lokal, sehingga benturan keduanya menyebabkan hal-hal yang merusak toleransi pada masyarakat. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab intoleransi bisa berupa faktor agama dan faktor non agama. Faktor non agama bisa berupa politik, 6

7 model pendidikan dan kondisi lingkungan. Faktor keagamaan berupa bagaimana cara dia beragama atau seperti apa orientasi dia beragama, berupa orientasi intrinsic religiousity, extrinsic religiousity, fundamentalism dan ada juga spektrum keagamaan dalam ranah politis berupa substansialis dan formalis, serta spektrum keagamaan dalam ranah teologis yang berupa puritan dan inklusif/sinkretis. C. Batasan Masalah Dari identifikasi permasalahan tentang tingkat toleransi di atas terlihat bahwa toleransi dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor relijius maupun non relijius, seperti orientasi keagamaan, lingkungan, pendidikan agama dan sosial-politik. Untuk memperdalam kajian dan melihat keterbatasan peneliti, maka penelitian ini hanya akan memfokuskan pada aspek pengaruh orientasi keagamaan politis dan orientasi keagamaan teologis pada tingkat sikap toleransi. Orientasi keagamaan teologis adalah suatu bentuk atau corak keagamaan dalam wilayah keyakinan keagamaan, yakni kecenderungan kembali pada pemahaman awal suatu agama atau membuka penafsiran baru, serta bagaimana agama bersentuhan dengan kepercayaan dan budaya lokal. Sedangkan orientasi keagamaan politis adalah bentuk atau corak keagamaan dalam ranah politis, yakni bagaimana mengaplikasikan kepercayaan mereka pada wilayah sosial-politis, dan peraturan hukum kenegaraan. Oleh karena itu, orientasi keagamaan politis dan orientasi keagamaan teologis merupakan konsep yang cukup baik dalam menjelaskan fenomena keagamaan dimana dua variabel tersebut memiliki spektrum yang dinamis. Selain itu, kedua model ini mewakili dua tipe gerakan Islam, 7

8 puritan dan inklusif pada ranah teologis serta formalis dan substansialis pada ranah politis. Tesis ini akan menguji manakah dari dua jenis gerakan ke-islaman ini yang lebih berpengaruh terhadap toleransi. Tesis ini juga akan menunjukkan apakah orientasi keagamaan teologis atau orientasi keagamaan politik tertentu berpengaruh pada tingkat sikap toleransi. Objek penelitian dalam tesis ini juga akan mengerucut pada siswa SMA yang beragama Muslim. Peneliti hanya membatasi kepada siswa Muslim karena selain demi kedalaman kajian, juga untuk mempermudah analisa dan ketepatan instrumen penelitian. Penelitian ini berfokus pada siswa SMA karena mengingat kasus-kasus munculnya pengerasan identitas keagamaan yang terjadi pada siswa SMA dan hubungan radikalisme dengan pemuda. Peneliti mengambil empat sekolah berbeda untuk melihat variasi fenomena toleransi di berbagai sekolah yang walaupun berada dalam naungan Dinas Pendidikan, tetapi memiliki corak pendidikan agama yang berbeda. Kemampuan untuk mengakses sekolah-sekolah tersebut juga menjadi pertimbangan dalam memilih obejek penelitian ini. Peneliti memilih SMA N 1 Purwokerto sebagai sekolah negeri berlabel RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional), SMA IT Al Irsyad Purwokerto sebagai sekolah swasta milik Yayasan Al Irsyad Al Islamiyah, SMA Muhammadiyah 1 Purwokerto sebagai sekolah swasta di bawah naungan Yayasan Muhammadiyah, serta SMA Diponegoro 1 Purwokerto sebagai sekolah swasta milik Yayasan Al Hidayah. 8

9 D. Rumusan Masalah 1. Bagaimana orientasi keagamaan siswa Muslim di empat SMA di Purwokerto secara teologis dan politis? 2. Bagaimana tingkat sikap toleransi siswa Muslim di empat SMA di Purwokerto? 3. Apakah ada pengaruh orientasi keagamaan teologis terhadap tingkat sikap toleransi siswa Muslim di empat SMA di Purwokerto? 4. Apakah ada pengaruh orientasi keagamaan politis terhadap tingkat sikap toleransi siswa Muslim di empat SMA di Purwokerto? E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui bagaimana orientasi keagamaan siswa Muslim di empat SMA di Purwokerto secara teologis dan politis. 2. Mengetahui bagaimana tingkat sikap toleransi siswa Muslim di empat SMA di Purwokerto. 3. Mengetahui apakah ada pengaruh antara orientasi keagamaan teologis terhadap tingkat sikap toleransi siswa Muslim di empat SMA di Purwokerto. 4. Mengetahui apakah ada pengaruh orientasi keagamaan politis terhadap tingkat sikap toleransi siswa Muslim di empat SMA di Purwokerto. F. Penjelasan Istilah-istilah Pada bagian ini penulis akan menjelaskan definisi istilah atau tipologi yang dipakai pada tesis ini agar terjadi kesepahaman makna. Tipologi dipakai untuk membantu kita memahami fenomena relijius yang kompleks dan sangat beragam 9

10 (Effendy, 2012:8). Peneliti menyadari bahwa definisi atas istilah yang akan digunakan bukanlah realitas yang terpatri secara permanen. Tipologi adalah upaya memahami fenomena keagamaan yang akan diungkap pada penelitian. Dalam penelitian, akan sulit untuk menghindar dari penggunaan tipologi. Tipologi memang seringkali problematik, karena bersifat reduksionis. Selain itu, setiap tipologi memiliki sejarah dan konteks tersendiri dalam penggunaannya dan akan problematik jika digunakan untuk menjelaskan fenomena pada konteks historis yang berbeda. Itulah sebabnya ada orang yang menghindarinya, namun kita tidak bisa sepenuhnya menghindar, khususnya bila kita menghadapi fenomena kompleks masyarakat politik seperti fenomena Muslim Indonesia (Effendy, 2010:9). Orientasi keagamaan teologis: Dalam tesis ini, orientasi keagamaan teologis dimaknai sebagai suatu bentuk atau corak keagamaan dalam wilayah keyakinan keagamaan, yakni kecenderungan kembali pada pemahaman awal suatu agama atau membuka penafsiran baru, serta bagaimana agama bersentuhan dengan kepercayaan dan budaya lokal. Orientasi keagamaan ini memiliki dua dimensi, yakni orientasi keagamaan inklusif dan puritan. Orientasi keagamaan politis: Orientasi keagamaan politis adalah bentuk atau corak keagamaan dalam ranah politis, yakni bagaimana mengaplikasikan kepercayaan mereka pada wilayah sosialpolitis, dan peraturan hukum kenegaraan. Orientasi keagamaan ini memiliki dua dimensi, yakni orientasi keagamaan formalis dan orientasi keagamaan substansialis. 10

11 Puritan: Puritan dipahami sebagai sistem budaya yang menginginkan kembalinya sistem kehidupan Islam yang otentik yang berpedoman pada teks suci (Sutiyono, 2010:12). Orientasi keagamaan puritan sangat dekat dengan konsep fundamentalisme dalam pengertian Altemayer & Hunsberger yang mencoba kembali pada teks-teks suci. Sinkretisme: Sinkretisme adalah suatu bentuk keagamaan yang membentuk suatu sistem budaya yang menggambarkan pencampuran antara Islam dan budaya lokal atau sifat permisif terhadap unsur-unsur budaya lokal (Sutiyono, 2010:12). Inklusif: Dalam tesis ini, pengertian inklusif memiliki kesamaan makna dengan sinkretisme. Istilah inklusif memang sering digunakan sebagai suatu tipologi yang menjelaskan bentuk keagamaan yang mengasimilasi berbagai kepercayaan dan agama. Namun, pada tesis ini istilah inklusif diartikan sebagai bentuk keagamaan yang merupakan hasil dari respon terhadap kultur lokal. Oleh kerena itu, peneliti akan menggunakan istilah inklusif, yang diartikan sebagai keagamaan yang akomodatif pada budaya lokal dan bersifat dinamis dimana mereka sering melakukan ritual-ritual seperi tahlilan, ziarah kubur, slametan, dan lain-lain. Substansialis: Substansialis adalah bentuk keagamaan yang lebih menekankan substansi daripada bentuk negara yang legal dan formal. Sehingga, keagamaan ini lebih menekankan pada penerapan nilai-nilai keadilan, persamaan, musyawarah, dan 11

12 partisipasi, yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam daripada simbolsimbol Islam. Formalis: Formalis adalah bentuk keagamaan yang memiliki kecenderungan untuk menekankan aspek legal dan formal aturan-aturan yang bersumber dari agama Islam pada ranah politik kenegaraan. Kecenderungan seperti ini biasanya ditandai oleh keinginan untuk menerapkan syari ah secara langsung sebagai konstitusi negara. Fundamentalisme: Fundamentalisme adalah suatu keyakinan bahwa hanya ada sekumpulan ajaran agama yang jelas berisikan kebenaran yang mendasar, intrinsik, esensial, kebenaran tentang kemanusiaan dan ke-illahian, dan ajaran agama tersebut harus diikuti pada saat ini dimana ajaran itu harus sesuai dengan praktek dan pemahaman yang ada pada masa lalu (Altemayer & Hunsberger, 1992:188). Toleransi: Toleransi diartikan sebagai sikap yang tidak berprasangka kepada orang lain, sikap menghormati perbedaan, dan tidak mengintervensi berbagai hal yang berbeda dengan dirinya. Dan dalam penelitian ini, objek toleransinya adalah bentuk keagamaan yang berbeda baik yang seagama maupun yang berbeda agama. 12

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara multikultural yang masyarakatnya memiliki beragam suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Keberagaman tersebut dapat memunculkan sikap

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan organisasi politik namun sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mendekati pemilihan Gubernur DKI Jakarta dalam PILKADA (Pemilihan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mendekati pemilihan Gubernur DKI Jakarta dalam PILKADA (Pemilihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mendekati pemilihan Gubernur DKI Jakarta dalam PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) serentak yang dilaksanakan pada pertengahan Februari 2017, dilakukan jajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui pembahasan dan analisis dari bab I sampai bab IV, maka ada beberapa hal yang sekiranya perlu penulis tekankan untuk menjadi kesimpulan dalam skripsi ini, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan, lahir lebih dulu daripada NU dan strategi dakwahnya berpusat pada pembaharuan (tajdid) serta menjaga kemurnian Islam

Lebih terperinci

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI l Edisi 003, Agustus 2011 SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI P r o j e c t i t a i g k a a n D Saiful Mujani Edisi 003, Agustus 2011 1 Edisi 003, Agustus 2011 Syariat Islam dan Keterbatasan Demokrasi

Lebih terperinci

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia Jakarta, 7 Agustus 2006 METHODOLOGI Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Prinsip dasar bahwa untuk beriman kita membutuhkan semacam jemaat dalam bentuk atau wujud manapun juga. Kenyataan dasar dari ilmu-ilmu sosial ialah bahwa suatu ide atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, adat-istiadat, golongan, kelompok dan agama, dan strata sosial. Kondisi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU

BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU Pluralisme adalah sebuah realitas sosial yang siapapun tidak mungkin memungkirinya, kehidupan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari. 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Dengan tumbuhnya pengetahuan tentang agama-agama lain, menimbulkan sikap saling pengertian dan toleran kepada orang lain dalam hidup sehari-hari, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan munculnya berbagai konflik yang berujung kekerasan karena berbagai aspek seperti politik,

Lebih terperinci

[ Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi] 2012

[ Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi] 2012 [ R1] Harmonisasi Hubungan Lintas Kultural Masyarakat Transmigrasi Mendukung Pusat Pertumbuhan (Kasus Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan Agen/Fasilitator Mendukung Koridor Ekonomi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal jika berbicara tentang identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat multidimensional. Kemajemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta didik. Diasumsikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan BAB V PENUTUP Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan orang-orang Islam di Jawa. Kedudukan dan kelebihan Masjid Agung Demak tidak terlepas dari peran para ulama yang bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda budaya. Bahasa Indonesia bukanlah bahasa pidgin dan bukan juga bahasa

BAB I PENDAHULUAN. berbeda budaya. Bahasa Indonesia bukanlah bahasa pidgin dan bukan juga bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dikenal sebagai bangsa besar dengan masyarakat dan bahasa yang beragam. Di antara keragaman itu, bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Jember merupakan percampuran dari berbagai suku. Pada umumnya masyarakat Jember disebut dengan masyarakat Pandhalungan. 1 Wilayah kebudayaan

Lebih terperinci

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Hidup bersama membutuhkan membutuhkan modus operandi agar setiap individu di dalamnya dapat berdampingan meskipun memiliki identitas dan kepentingan berbeda. Perbedaan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnyaberbagai macam suku, ras,

BAB I PENDAHULUAN. harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnyaberbagai macam suku, ras, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerukunan antar umat beragama merupakan satu unsur penting yang harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnyaberbagai macam suku, ras, aliran dan agama. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. 1. Konstruksi pemahaman aktivis organisasi keagamaan Muhammadiyah,

BAB VII PENUTUP. 1. Konstruksi pemahaman aktivis organisasi keagamaan Muhammadiyah, 277 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konstruksi pemahaman aktivis organisasi keagamaan Muhammadiyah, NU dan HTI tentang hadis-hadis misoginis dapat diklasifikasikan menjadi empat model pemahaman, yaitu

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. tesis ini untuk menjawab rumusan masalah dapat penulis uraikan sebagai

BAB IV PENUTUP. tesis ini untuk menjawab rumusan masalah dapat penulis uraikan sebagai 146 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Hal-hal yang dapat penulis simpulkan setelah melakukan penelitian tesis ini untuk menjawab rumusan masalah dapat penulis uraikan sebagai berikut : 1. Format kurikulum fiqih

Lebih terperinci

maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya.

maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya. ILMU TAUHID / ILMU KALAM Ilmu Tauhid sering disebut juga dengan istilah Ilmu Kalam, Ilmu 'Aqaid, Ilmu Ushuluddin, dan Teologi Islam. Menurut bahasa (etimologis) kata "tauhid" merupakan bentuk masdar yang

Lebih terperinci

PROPOSAL PENGAJUAN BEASISWA UNGGULAN PASCASARJANA DALAM NEGERI BIRO PERENCANAAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI

PROPOSAL PENGAJUAN BEASISWA UNGGULAN PASCASARJANA DALAM NEGERI BIRO PERENCANAAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI PROPOSAL PENGAJUAN BEASISWA UNGGULAN PASCASARJANA DALAM NEGERI BIRO PERENCANAAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA A. Pendahuluan Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

Prosedur Penelitian (1)

Prosedur Penelitian (1) HAND OUT MATA KULIAH Prosedur Penelitian (1) Tedi Priatna Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung 1 Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan kenyataan dan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategis dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan dimana kesemuanya itu merupakan anugrah dari Tuhan yang maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

Pendahuluan. Ainol Yaqin. Pertemuan ke-1 M E T O D O L O G I S T U D I I S L A M

Pendahuluan. Ainol Yaqin. Pertemuan ke-1 M E T O D O L O G I S T U D I I S L A M M E T O D O L O G I Pertemuan ke-1 S T U D I I S L A M Pendahuluan Ainol Yaqin Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Kontrak Perkuliahan Pendahuluan Outline Kontrak Perkuliahan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana strategi studi kasus dipilih dan bersifat multi metode. Strategi studi kasus ini dianggap memadai dengan tiga dasar pertimbangan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang 1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Bagi orang Asia, adat merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan melekatnya identitas sebagai masyarakat suku. Hampir setiap suku mengenal adat sebagai bagian integral

Lebih terperinci

Islam dan Sekularisme

Islam dan Sekularisme Islam dan Sekularisme Mukaddimah Mengikut Kamus Dewan:- sekular bermakna yang berkaitan dengan keduniaan dan tidak berkaitan dengan keagamaan. Dan sekularisme pula bermakna faham, doktrin atau pendirian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari perspektif filsafat ilmu, paradigma Pendidikan Bahasa Indonesia berakar pada pendidikan nasional yang mengedepankan nilai-nilai persatuan bangsa.

Lebih terperinci

Щ6

Щ6 1 3 1 9 1 8 1 9 1 4 1 7 1 8 1 1 1 1 1 9 1 8 1 6 1 9 1 4 1 0 1 4 1 1 1 5 1 4 1 9 1 8 1 2 1 7 1 7 1 1 1 7 1 4 1 1 1 9 1 8 1 7 1 4 1 0 1 4 1 1 1 2 1 2 1 5 1 1 1 4 1 9 1 0 1 9 1 7 1 0 1 7 1 9 1 8 1 8 1 0 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama adalah penghubung antara manusia dengan Tuhan. Setiap manusia berhak menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia selalu saja menarik untuk diwacanakan, dikaji, diteliti, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia selalu saja menarik untuk diwacanakan, dikaji, diteliti, bahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap upaya untuk menghadirkan ajaran Islam bagi perbaikan kualitas kehidupan manusia selalu saja menarik untuk diwacanakan, dikaji, diteliti, bahkan diwaspadai.

Lebih terperinci

NOVIYANTI NINGSIH F

NOVIYANTI NINGSIH F PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERAGAMA PADA ANAK DARI PASANGAN BEDA AGAMA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NOVIYANTI NINGSIH F 100 040 285 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial

Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial XVI Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial Untuk mewujudkan Jawa Timur makmur dan berakhlak, diperlukan landasan kesalehan sosial dalam pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: harga tanah. Lembaga pertanahan berkewajiban untuk melakukan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: harga tanah. Lembaga pertanahan berkewajiban untuk melakukan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada Bab IV, maka peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Aktor Penyelenggara Pengadaan Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. fundamentalisme secara etimologi berasal dari kata fundamen, yang berarti dasar.

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. fundamentalisme secara etimologi berasal dari kata fundamen, yang berarti dasar. BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Fundamentalisme selalu menjadi perbincangan hangat, baik di dunia Timur (Islam) maupun Barat. Alim (Ratnasari, 2010) menyatakan bahwa fundamentalisme secara

Lebih terperinci

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat

RINGKASAN. Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat RINGKASAN Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Disertasi ini memfokuskan kajian tentang peran pemerintah Kabupaten Mamuju dalam mengoptimalkan

Lebih terperinci

Dawam Rahardjo: Saya Muslim dan Saya Pluralis

Dawam Rahardjo: Saya Muslim dan Saya Pluralis http://www.sinarharapan.co/news/read/31850/dawam-rahardjo-saya-muslim-dan-saya-pluralis- Dawam Rahardjo: Saya Muslim dan Saya Pluralis 03 February 2014 Ruhut Ambarita Politik dibaca: 279 Dawam Rahardjo.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia sejak berdiri adalah negara hukum, bukan negara yang mendasarkan kepada satu jenis agama secara khusus dalam menjalankan sistem kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menulis merupakan salah satu cara manusia untuk mengungkapkan sebuah ide atau gagasan kepada orang lain melalui media bahasa tulis. Bahasa tulis tentu berbeda

Lebih terperinci

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I ISBN: 978-602-71453-0-6 Editor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang membuat hubungan antar manusia lebih terbuka, serta arus globalisasi membuat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih

BAB VI PENUTUP. Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih cenderung melakukan ijtihad politik praktis ketimbang menjalankan perjuangan triologi khtitah Tarbiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada akhir abad 19, mulai berkembang sebuah disiplin ilmu baru yang terpisah dari disiplin ilmu lainnya. Pada awal perkembangannya ilmu

Lebih terperinci

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel 1 PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel Abstrak Setiap etnik atau ras cenderung memunyai semangat dan ideologi yang etnosentris,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan seluruh pembahasan hasil penelitian, dapat ditarik

BAB V PENUTUP. Berdasarkan seluruh pembahasan hasil penelitian, dapat ditarik BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan seluruh pembahasan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Para elit pimpinan Muhammadiyah (yang menjadi sasaran penelitian) yakni M.

Lebih terperinci

barakah sesuai dengan sosio-kultural yang membentuknya dan mendominasi cara

barakah sesuai dengan sosio-kultural yang membentuknya dan mendominasi cara BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep barakah dimaknai oleh para peziarah di makam KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tidaklah tunggal. Artinya, latar belakang peziarah turut mempengaruhi makna barakah sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan kehidupan masyarakat modern yang demokratis.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil temuan, pembahasan, dan hasil penelitian terdahulu yang telah diuraikan pada bab sebelumnya tampak bahwa nilai-nilai yang digunakan sebagai pedoman

Lebih terperinci

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian Penelitian tentang karakteristik organisasi petani dalam tesis ini sebelumnya telah didahului oleh penelitian untuk menentukan klasifikasi organisasi petani yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik melalui proses pembelajaran dengan tujuan untuk memperoleh berbagai ilmu berupa pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pustaka baik berupa konsep, teori-teori dan lain-lainnya yang berhubungan

BAB III METODE PENELITIAN. pustaka baik berupa konsep, teori-teori dan lain-lainnya yang berhubungan BAB III METODE PENELITIAN Pada dasarnya penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kepustakaan (library research) yaitu penulis melakukan penggalian data dengan cara mempelajari dan menelaah sejumlah

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas

BAB VII PENUTUP. Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Dari kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, Realitas keberagamaan warga Nelayan Bugis Pagatan yang terkonstruk dalam ritual Massorongritasi sebagai puncaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang ada dan diciptakan di muka bumi ini selalu memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara utuh, bahkan meskipun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP KESIMPULAN

BAB V PENUTUP KESIMPULAN BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Penelitian ini mengambil latar belakang akan adanya keinginan sebagian masyarakat untuk hidup dalam tatanan sistem pemerintahan yang baik dan dapat mengatasi sejumlah persoalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter sebuah peradaban dan kemajuan yang mengiringinya. Tanpa pendidikan, sebuah bangsa atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kajian keterpinggiran perempuan Hindu pekerja Hotel Berbintang Lima,

BAB III METODE PENELITIAN. Kajian keterpinggiran perempuan Hindu pekerja Hotel Berbintang Lima, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Kajian keterpinggiran perempuan Hindu pekerja Hotel Berbintang Lima, bukan semata-mata penelitian pariwisata, melainkan suatu penelitian dengan perspektif

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG PENANAMAN DAN PENERAPAN TOLERANSI BERAGAMA DI SMK THERESIANA SEMARANG

BAB IV ANALISIS TENTANG PENANAMAN DAN PENERAPAN TOLERANSI BERAGAMA DI SMK THERESIANA SEMARANG BAB IV ANALISIS TENTANG PENANAMAN DAN PENERAPAN TOLERANSI BERAGAMA DI SMK THERESIANA SEMARANG A. Analisis Penanaman Toleransi Beragama Berdasarkan Aspek Pola Pengajaran Pendidikan di Sekolah Tujuan akhir

Lebih terperinci

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel Dasar Filosofis Rukun: Orang Indonesia (khususnya Orang Jawa) selalu mengedepankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan memiliki arti penting dalam kehidupan seluruh umat manusia. Betapa pentingnya pendidikan sehingga siapapun tidak dapat lepas dari proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis

BAB I PENDAHULUAN. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang dapat diartikan berbeda-beda. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis primata dari golongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global, plural, multikultural seperti sekarang setiap saat dapat saja terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dapat terbayangkan dan tidak terduga sama

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati I Proses pendidikan ada sebuah tujuan yang mulia, yaitu penanaman nilai yang dilakukan oleh pendidik terhadap

Lebih terperinci

PRANATA KEISLAMAN Oleh Nurcholish Madjid

PRANATA KEISLAMAN Oleh Nurcholish Madjid MUSYAWARAH DAN PARTISIPASI PRANATA KEISLAMAN Oleh Nurcholish Madjid Inti keagamaan seperti iman dan takwa pada dasarnya adalah individual (hanya Allah yang mengetahui iman dan takwa seseorang seperti banyak

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Kompetisi Debat Hak Asasi Manusia Dalam Rangka Perayaan Hari HAM Internasional 3-6 Desember 2009

Kerangka Acuan Kompetisi Debat Hak Asasi Manusia Dalam Rangka Perayaan Hari HAM Internasional 3-6 Desember 2009 Kerangka Acuan Kompetisi Debat Hak Asasi Manusia Dalam Rangka Perayaan Hari HAM Internasional 3-6 Desember 2009 Latar Belakang Enam belas tahun ELSAM telah berjuang untuk pemajuan hak asasi manusia, dirasakan

Lebih terperinci

Agama Resmi dalam RUU PUB: Solusi konflik agama? Tobias Basuki

Agama Resmi dalam RUU PUB: Solusi konflik agama? Tobias Basuki Agama Resmi dalam RUU PUB: Solusi konflik agama? Tobias Basuki Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) di awal masa konsepsinya digadang sebagai peraturan payung akan mengakomodasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara yang sangat majemuk atau beraneka ragam, baik dilihat secara geografis, struktur kemasyarakatan, adat istiadat, kebiasaan,

Lebih terperinci

RINGKASAN DAN SUMMARY

RINGKASAN DAN SUMMARY RINGKASAN DAN SUMMARY Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengungkap fakta-fakta ilmiah (scientific finding) berkaitan dengan peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama, melalui studi Komunikasi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan 1 BAB VI KESIMPULAN Sebagaimana proses sosial lainnya, proselitisasi agama bukanlah sebuah proses yang berlangsung di ruang hampa. Ia tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik yang melingkupinya.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 207 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Bab V ini peneliti akan menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian. Bab lima ini merupakan kesimpulan dari hasil

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

diajarkan oleh pendidik yang seagama. Serta mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

diajarkan oleh pendidik yang seagama. Serta mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. 66 diajarkan oleh pendidik yang seagama. Serta mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Tetapi semuanya berbanding terbalik dengan pelaksanaan pendidikan agama yang

Lebih terperinci

Policy Brief. Tanggung Jawab Negara terhadap Pendidikan Agama Islam. September Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)

Policy Brief. Tanggung Jawab Negara terhadap Pendidikan Agama Islam. September Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Policy Brief Tanggung Jawab Negara terhadap Pendidikan Agama Islam September 2016 1 Ringkasan Eksekutif Sejumlah elemen masyarakat di daerah mengajukan keberatan terhadap bahan ajar Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah dinamisasi terutama setelah semakin banyaknya pergolakan pemikiran yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan dari Sekolah Bertaraf Internasional

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan dari Sekolah Bertaraf Internasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini dikembangkan untuk memahami lebih jauh mengenai pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan dari Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang masih dipandang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pembahasan dalam tesis ini. Adapun, saran akan berisi masukan-masukan dari. penulis untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

BAB V PENUTUP. pembahasan dalam tesis ini. Adapun, saran akan berisi masukan-masukan dari. penulis untuk pengembangan penelitian selanjutnya. BAB V PENUTUP Bab V merupakan bab terakhir dari tesis ini. Bab ini akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi intisari dari seluruh pembahasan dalam tesis ini. Adapun,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah langkah

BAB III METODE PENELITIAN. yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah langkah BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Setiap karya ilmiah yang dibuat disesuaikan dengan metodologi penelitian. Dan seorang peneliti harus memahami metodologi penelitian yang merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA. maka dalam bab ini peneliti kemukakan secara garis besar mengenai

BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA. maka dalam bab ini peneliti kemukakan secara garis besar mengenai BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA Dalam bab sebelumnya telah di uraikan tentang toleransi antar umat beragama di Desa Jolotigo Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan,

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat unik dengan berbagai keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana reklamasi Teluk Benoa ini digagas oleh PT Tirta Wahana Bali

BAB I PENDAHULUAN. Rencana reklamasi Teluk Benoa ini digagas oleh PT Tirta Wahana Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setidaknya sejak 2013 terjadi perdebatan di lingkup masyarakat Bali pada khususnya dan nasional juga internasional pada umumnya yang dikarenakan adanya rencana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh perubahan lingkungan yang drastis dan cepat. Kualitas sumber daya manusia menjadi penentu

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci