KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN"

Transkripsi

1 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Kecamatan Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar yang menjadi target kawasan kegiatan Kampanye Bangga ini terbentuk menjadi daerah otonom melalui Undang-Undang No 7 Tahun 1956 dengan ibukotanya pada waktu itu adalah kota Banda Aceh. Baru pada tahun 1983 ibukota Aceh Besar dipindahkan ke Kota Jantho seiring pemindahan seluruh aktifitas perkantoran ke ibu kota Aceh Besar tersebut. Kabupaten Aceh Besar memayungi 22 kecamatan, 68 kemukiman, dan 596 desa (BPS 2004). Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada LU dan BT dengan luas kawasan sebesar km2. Kabupaten ini berbatasan dengan Selat Malaka dan Kota Banda Aceh di sebelah Utara, Kabupaten Aceh Jaya di sebelah Selatan, Kabupaten Pidie di sebelah Timur, dan Samudera Hindia di sebelah Barat. Kecamatan Kota Jantho adalah juga sebagai Mukim Jantho yang memayungi 13 desa dengan luas wilayah km2. Desadesa tersebut adalah Jantho Makmur, Barueh, Jantho Baru, Buket Meusara, Jalin, Sukatani, Awek, Weue, Bueng, Jantho Lama, Teureubeh, Cucum, dan Data Cut. Jumlah total populasi di kecamatan ini adalah jiwa (BPS 2004). Kecamatan Kota Jantho berbatasan dengan beberapa kawasan lindung yaitu Cagar Alam Jantho seluas ha dan Hutan Lindung Jantho seluas ha. (BPS 2004). Cagar Alam Jantho dan Hutan Lindung Jantho merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Seulawah (KES) Aceh Besar. Berdasarkan hotspot keragaman hayati yang dirancang oleh lembaga konservasi Conservation International (CI) tahun 2001, KES merupakan bagian dari Hotspot Keragaman Hayati Sundaland dimana 1.9 juta km2 luas Sundaland didominasi oleh dataran Sumatera dan Kalimantan ( Mei 2006). KES dalam periode tahun merupakan fokus kerja proyek Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) karena nilai keragaman hayatinya yang tinggi. Kawasan lindung yang berbatasan dengan Kota Jantho ini diusulkan oleh banyak pihak untuk menjadi kawasan konservasi karena selain nilai keragaman hayatinya, kawasan ini juga merupakan sistem daerah tangkapan air bagi Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng (Kr.) Aceh.

2 Gambaran Umum Masyarakat Gambaran Umum Masyarakat Aceh Besar Penduduk di Kecamatan Kota Jantho terdiri dari suku Aceh dan suku Jawa dan umumnya menggunakan Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-harinya. Penduduk Jantho sebagaimana penduduk Aceh lainnya semuanya menganut agama Islam dan nuansa keislaman terlihat dalam kegiatan sosial mereka. Suku Jawa yang telah lama berbaur dengan suku Aceh dalam kegiatan sosial telah mengikuti tradisi masyarakat Aceh pada umumnya. Secara umum, sebagian besar mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai petani. Sebagian lain mempunyai penghasilan dari beternak sapi, kambing, menjadi tauke/pedagang, menampung atau menjual hasil pertanian, menjadi pengrajin, mengembangkan industri kecil pengolahan hasil pertanian (keripik ubi dan ketela), dan menjadi buruh angkat ubi. Sebagian kecil mempunyai pekerjaan sebagai tukang, pekerja bengkel dan dukun (Mapayah 2006) Kondisi Sosial Budaya Aceh sebagai identitas etnis dan wilayah memiliki ciri khas dimana masyarakatnya sangat pluralistis dan terbuka. Pada saat Aceh masih dalam bentuk kerajaan, yang dimaksud dengan Aceh adalah Aceh Besar atau dalam istilah Aceh disebut Aceh Rayeuk. Berdasarkan pendekatan historis, struktur masyarakat Aceh yang paling menonjol dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan yaitu golongan ulama dan golongan umara. Golongan umara adalah pemimpin pemerintahan, contohnya Sultan sebagai pemimpin tertinggi kerajaan; Uleebalang sebagai pemimpin unit pemerintahan negeri; Panglima Sagoe sebagai pemimpin pemerintahan sagi; dan Kepala Mukim yang memimpin unit pemerintahan mukim serta Geuchiek yang memimpin unit pemerintahan gampong (kampung). Sementara golongan ulama adalah pimpinan yang mengurusi masalah-masalah keagamaan dan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam golongan ulama adalah: 1. Tengku Meunasah, yang memimpin masalah-masalah yang berhubungan dengan keagamaan pada satu unit pemerintah gampong (kampung).

3 29 2. Imum Mukim (Imam Mukim), yaitu yang mengurusi masalah keagamaan pada tingkat pemerintahan mukim, yang bertindak sebagai imam sembahyang pada setiap hari Jumat di sebuah mesjid pada wilayah mukim yang bersangkutan. 3. Qadli (kadli), yaitu orang yang memimpin pengadilan agama atau yang dipandang menerti mengenai hukum agama pada tingkat kerajaan dan juga pada tingkat Nanggroe yang disebut Kadli Uleebalang. 4. Teungku-teungku, yaitu pengelola lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seperti dayah dan rangkang, juga termasuk murid-muridnya. Bagi mereka yang sudah cukup tinggi tingkat keilmuannya, disebut dengan istilah Teungku Chiek. (Dinas Pariwisata Aceh 2004). Masyarakat memiliki kebiasaan mendamaikan perselisihan antar warga dengan kenduri potong kambing. Pada awal masa tanam padi masyarakat juga mengadakan upacara kenduri blang. Selain itu, Gunung Seulawah merupakan simbol yang melambangkan ciri khas Aceh Besar. Dalam prosesi acara adat yang paling sering digunakan adalah sirih (Piper betle) sebagai lambang kemulian. Sirih diberikan pada tamu-tamu yang datang sebagai tanda penghormatan Situasi Politik Masyarakat Kecamatan Kota Jantho turut juga merasakan dampak positif dari perjanjian damai antara pemerintah Indonesia (RI) dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada Agustus tahun 2005 lalu. Saat konflik berlangsung, sebagian besar penduduk di kawasan ini eksodus ke wilayah yang relatif lebih aman. Hal ini disebabkan karena tekanan dari pihak-pihak bersenjata sehingga masyarakat menghindari situasi yang tidak kondusif ini. Sejak penandatanganan naskah perdamaian antara RI dan GAM masyarakat sudah mulai kembali ke kampung. Mereka mulai melaksanakan aktivitas berkebun dan berladang dengan rasa aman. Bagi masyarakat Aceh yang sejak lama berada dalam situasi konflik berkepanjangan, musibah gempa dan tsunami pada 26 Desember 2006 dianggap sebagai katalisator dalam proses perdamaian antara TNI dan GAM. Sekarang, masyarakat sedang menikmati perdamaian di bumi Aceh dan mencoba

4 30 menggantungkan harapan baru di bawah kepala pemerintahan baru Nanggroe Aceh Darussalam (Mapayah 2006) Hutan di Jantho Kawasan lindung yang berada di bawah administrasi pemerintahan Kota Jantho Aceh Besar adalah: 1. Cagar Alam Pinus Jantho Cagar Alam Pinus Jantho secara geografis terletak pada 5 6 LU LU dan BT BT. Dalam administrasi pemerintahan cagar alam ini terletak di Kecamatan Jantho Kabupaten Aceh Besar. Cagar Alam Jantho seluas hektar telah ditata batas dan ditunjuk sebagai kawasan konservasi berdasarkan SK MenHut No.186/Kpts-II/1984 tanggal 4 Oktober Kawasan ini ditunjuk sebagai cagar alam karena merupakan perwakilan hutan alam Pinus merkusii strain Aceh dengan potensi tegakan pinus yang besar serta habitat satwa yang dilindungi seperti gajah sumatera dan harimau sumatera. Cagar Alam Jantho merupakan hulu dari sungai Krueng Aceh yang menjadi sumber air PDAM Kota Banda Aceh sehingga termasuk dalam DAS Krueng Aceh (BKSDA 2007). 2. Hutan Lindung Jantho Hutan lindung Jantho adalah salah satu kawasan penting yang ada di KES. Pentingnya melindungi keberadaan hutan lindung Jantho bukan hanya sematamata untuk menjaga keutuhan kawasan hutan KES akan tetapi karena kawasan hutan ini juga menjadi daerah jelajah beberapa satwa penting yang sudah langka termasuk diantaranya harimau sumatra. Selain itu, hutan lindung ini juga merupakan kawasan tangkapan air penting bagi DAS Kr. Aceh. Sebagai informasi tambahan, bendungan Jantho yang dibangun tahun 1984 juga terletak di Hutan Lindung Jantho. Tipe iklim di kawasan ini adalah tipe B dan C (lima sampai sembilan bulan berturut-turut hujan dan tiga bulan atau kurang berturut-turut kering). Curah hujan tahunan berkisar antara mm dengan suhu udara rata-rata 27 o C, sedangkan kelembaban udaranya 92.7% per tahun dan tekanan udara rata-rata mb per tahun (BPS 2004).

5 Kearifan Tradisional dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan Dilihat dari sejarahnya, masyarakat Aceh telah memiliki kearifan tradisional mengenai pengelolaan sumber daya alam. Masyarakat Aceh sejak zaman dahulu telah memiliki hukum adat dalam pemanfaatan dan tata kelola sumber daya alam tersebut seperti laut, sawah, kebun, pasar dan hutan. Wilayah hutan telah sejak lama diatur oleh masyarakat adat di Aceh. Di hutan ada seorang Panglima Hutan (Panglima uteun). Pawang uteun hanya bertugas memberi nasehat dan petunjuk dalam perjalanan dalam hutan. Biasanya seorang Pawang uteun memiliki ilmu mantra untuk menangkal jin dan binatang buas. Perselisihan dalam pelanggaran hukum adat uteun diselesaikan oleh Keujreun namun dengan tetap mendengar pendapat dari para Pawang uteun. Beberapa larangan yang diatur adalah: 1. Orang dilarang menebang pohon tualang, kemuning, ketapang, geulumpang, beringin, dan kayu-kayu besar lainnya yang menjadi tempat sarang lebah. Menebang pohon ini bukan hanya dilarang tetapi menjadi pantangan karena diyakini menebang pohon-pohon besar tersebut dapat merugikan orang banyak, larangan baru terlepas jika telah mendapat izin dari Keujreun atau Raja. 2. Orang dilarang menebang pohon kayu meudang ara, bungo merbau, dan kayukayu besar lainnya kecuali hanya untuk membuat tongkang atau perahu. 3. Orang dilarang menebang pohon yang kulitnya sudak ditetak sedikit dan diatasnya dililit dengan akar kayu. 4. Orang dilarang mengambil kayu yang sudah ditumpuk dan di atasnya sudah diletakkan batu. Ini pertanda kayu tersebut sudah ada yang punya. 5. Orang dilarang atau pantang menyebutkan nama-nama hewan buas di dalam hutan. Jika terpaksa harus menyebutkan maka harus memakai nama samaran umpamanya Nek Kaum untuk harimau, Po Meurah untuk gajah, Nek Lubuk untuk buaya, Po Meucula untuk badak. 6. Orang juga dilarang lari ke kanan jika melihat binatang buas tapi harus mengambil jalan ke kiri. 7. Untuk berburu rusa alat yang digunakan adalah jaring. Tenaga yang digunakan adalah 4 5 orang dan diketuai oleh seorang Pawang. Bila rusa sudah

6 32 terjaring dan ada orang yang meminta sebagian daging rusa ketika perjalanan mereka pulang ke rumah maka harus diberikan (Zainuddin 1961) Permasalahan Konservasi Secara umum, perusakan hutan selain mempengaruhi kepada menurunnya nilai keanekaragaman hayati di kawasan ini juga mempengaruhi keadaan DAS Krueng Aceh. Lebih lanjut, permasalahan pengelolaan lingkungan yang ada di KES terutama terkait dengan DAS Kr. Aceh adalah sebagai berikut: 1. Penebangan Liar Masalah lingkungan yang paling parah adalah kegiatan penebangan liar. Sebelum musibah tsunami, laju kerusakan hutan di Aceh berdasarkan Pusat Data dan Perpetaan Badan Planologi selama periode waktu 13 tahun sebesar ha atau ± ha/tahun. Laju kerusakan hutan semakin meningkat seiring meningkatnya kebutuhan kayu untuk kegiatan rekontruksi dan rehabilitasi pasca tsunami. Hasil survei Pokja Advokasi Hutan Aceh (2006) sekitar 15 m3 kayu keluar dari kawasan hutan ini setiap harinya. Sebelum tsunami produksi kayu dari Aceh hanya 47 ribu meter kubik per tahunnya. Di tahun 2006 (pasca tsunami) pemerintah mengaktifkan kembali 5 HPH dan memberi kuota 300 ribu meter kubik untuk mencapai kuota produksi sebesar 500 ribu meter kubik per tahun. Padahal angka ini melebihi kebutuhan kayu untuk kegiatan rekonstruksi yang hanya sebesar dua ratus ribuan meter kubik per tahun. Penebangan di kawasan hutan lindung juga menyebabkan fragmentasi habitat satwa yang mengakibatkan konflik satwa dengan manusia, menurunnya produksi panen karena sawah terendam banjir saat musim hujan tiba, kekeringan saat musim kemarau datang, menurunnya jumlah dan kualitas sumber daya air bersih (Mapayah 2006). 2. Konversi Lahan Departemen Kehutanan menyatakan bahwa banyak pengelola perkebunan yang tidak memandang hutan sebagai kesatuan ekosistem yang perlu dijaga kelestariannya. Tidak ada upaya untuk mempertahankan daerah aliran sungai sepanjang perkebunan bahkan tidak terlibat kegiatan penyelamatan satwa dengan

7 33 mempertahankan kawasan berupa koridor biologis. Hutan alam diubah menjadi hutan tanaman monokultur. Secara teoritis, hutan tanaman monokultur rentan terhadap hama dan penyakit tanaman. Akibatnya kondisi fisik dan biologis tanah berubah dan menyebabkan ketidakseimbangan biologis. (Yayasan Pasir Luhur 2006). 3. Kebakaran Hutan Permasalahan yang juga dipandang cukup serius adalah kasus kebakaran hutan. Kasus ini biasanya terjadi saat musim kemarau. Menurut BKSDA, kasus kebakaran hutan biasanya terjadi karena tindakan masyarakat yang membuka lahan pertanian ( 2006). Masyarakat masih menggunakan cara membakar untuk membuka lahan pertanian. Kasus kebakaran juga ditimbulkan karena dalam kegiatan berburu masyarakat membakar lahan hutan agar tumbuh rumput muda sehingga mangsa lebih cepat diperoleh. Selain itu, tindakan membuang puntung rokok dengan sengaja atau tidak sengaja terutama di musim kemarau diduga memicu terjadinya kebakaran hutan (Mapayah 2006). 4. Konflik Satwa-Manusia Dampak dari kerusakan hutan bagi masyarakat Jantho adalah munculnya konflik antara penduduk lokal dengan harimau sumatera. Mapayah menerima laporan dari penduduk di Jantho bahwa konflik dengan harimau sumatera semakin meningkat. Dalam tahun 2006 ini hampir 20 ekor ternak warga yang menjadi mangsa harimau sumatera. Ada beberapa desa di Jantho yang tercatat sebagai desa yang rawan konflik satwa-manusia (harimau sumatera) yaitu: 1. Jantho Baru Pada akhir tahun 2006 Mapayah pernah melakukan pemetaan titik konflik satwamanusia di Kecamatan Kota Jantho. Menurut pengakuan salah satu warga Desa Jantho Baru (desa ini berbatasan dengan Hutan Lindung Jantho) kejadian konflik dengan harimau sumatera mulai meningkat pada awal tahun Mulai saat itu rata-rata ada 12 ekor sapi milik masyarakat yang menjadi korban harimau sumatera. Masyarakat biaanya melepas ternak pada siang hari tanpa pengawasan dan lokasinya dekat dengan hutan lindung.

8 34 2. Bueng Pada bulan-bulan terakhir dari tahun 2006 terdapat 1 sapi dan 2 kerbau yang menjadi korban harimau sumatera. Bahkan pada saat itu ada anggota masyarakat Desa Bueng yang melihat langsung harimau sumatera yang turun ke desa yaitu di lokasi N 05º dan E: 095 º dan di titik N 05 º dan E 095 º namun tidak memakan korban apa-apa. 3. Weue Desa Weue adalah salah satu desa yang memiliki tingkat konflik satwa tertinggi di Jantho. Pada saat survei dilakukan, masyarakat Desa Weue mengakui bahwa selama periode 1 tahun terakhir (Tahun 2006) ada 10 ekor sapi dan 50 ekor kambing yang menjadi korban harimau sumatera. Kejadian tidak hanya terjadi malam hari namun juga saat siang hari. Salah satu titik kejadian di desa ini adalah pada lokasi N 05 º dan E 095 º dan N , E Kejadian konflik pada tahun 2006 tersebut terjadi pada bulan Maret, Juni, Juli, Agustus, dan Desember. Jarak kandang dengan rumah adalah sekitar 100 meter. Kandang yang digunakan oleh masyarakat Desa Weue dan juga masyarakat desa di Jantho lainnya adalah kandang yang terbuka. 4. Jantho Lama Desa Jantho Lama berbatasan dengan Desa Weue. Pada saat survei dilakukan sudah ada 3 ekor lembu yang menjadi korban harimau sumatera. Hampir setiap bulan, bahkan dalam sebulan lebih dari 1 kali harimau sumatera turun ke kampung atau mencari korban ternak masyarakat. Salah satu lokasi kejadian di Desa Jantho Lama adalah pada N dan E Awek Pada bulan-bulan akhir tahun 2006 ada 6 ekor sapi mati menjadi korban harimau sumatera dan berlangsung pada saat siang dan sore hari. Titik kejadian di desa ini adalah di N dan E Upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat mulai dari membuat perangkap, dan memancing dengan umpan belum pernah berhasil. Masyarakat juga melaporkan ke Dinas Kehutanan dan BKSDA Resort Jantho namun tindakan yang diambil belum berhasil mengatasi konflik dengan harimau sumatera (Mapayah 2006).

9 35 5. Perburuan Liar Penebangan liar yang memberi dampak sosial ekonomi menyebabkan masyarakat berburu satwa liar untuk menunjang pendapatan keluarga. Hasil survei Mapayah (2006) di Desa Jantho Baru, burung murai dijual seharga Rp per ekor, harimau sumatera dijual hidup atau mati untuk diambil kulit dan giginya. Rusa juga diburu untuk dijual ke warung nasi karena daging rusa termasuk menu makanan yang disukai. Perilaku yang cenderung mengeksploitasi atau mengambil langsung dari hutan tanpa upaya penangkaran sangat berpotensi punahnya spesies tertentu. Punahnya potensi tumbuhan dan satwa yang belum diketahui manfaatnya merupakan salah satu bencana kemanusiaan karena apabila spesies itu punah maka tidak semua sumber daya alam hayati dalam ekosistem hutan bersifat dapat diperbarui tetapi sebagian besarnya adalah tidak dapat diperbarui, termasuk keanekaragaman tumbuhan dan satwa (Yayasan Pasir Luhur 2006). 6. Penambangan Bahan Galian C Penambangan pasir kerikil (bahan galian C) baik oleh masyarakat maupun pihak swasta telah berlangsung lama. Seiring meningkatnya laju pembangunan, kegiatan penambangan pun terus meningkat. Sebelum musibah tsunami 26 Desember 2004, kegiatan penambangan pasir di kawasan larang tambang sepanjang ruas badan Krueng Aceh dilakukan oleh 75 perahu oleh 250 orang penambang dan alat berat dengan volume pengambilan mencapai 600 m3 per hari. Pasca tsunami, eksploitasi sumber daya alam tersebut meningkat terutama sebagai bahan baku dalam masa rehabilitasi dan rekonstruksi. Selain dalam jumlah besar, uga menggunakan berbagai jenis alat berat, bahkan para pelakunya didominasi oleh pihak pengusaha papan atas (Mukhlisudin 2006).

PERANAN PENDIDIKAN KONSERVASI DALAM PENYELAMATAN HUTAN DI KAWASAN EKOSISTEM SEULAWAH ACEH BESAR RENCANA KERJA. Hutanku Hutanmu Jua, Selamatkan Dia

PERANAN PENDIDIKAN KONSERVASI DALAM PENYELAMATAN HUTAN DI KAWASAN EKOSISTEM SEULAWAH ACEH BESAR RENCANA KERJA. Hutanku Hutanmu Jua, Selamatkan Dia PERANAN PENDIDIKAN KONSERVASI DALAM PENYELAMATAN HUTAN DI KAWASAN EKOSISTEM SEULAWAH ACEH BESAR RENCANA KERJA Hutanku Hutanmu Jua, Selamatkan Dia Cut Meurah Intan Yayasan Masyarakat Penyayang Alam dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

QANUN MUKIM PALOH NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN MUKIM PALOH NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN MUKIM PALOH NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA IMUEM MUKIM PALOH, Menimbang: a. Bahwa hutan adat mukim

Lebih terperinci

QANUN MUKIM LANGO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN MUKIM LANGO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN MUKIM LANGO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA IMUEM MUKIM LANGO Menimbang: a. Bahwa hutan adat mukim

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

SOAL KONSEP LINGKUNGAN

SOAL KONSEP LINGKUNGAN 131 SOAL KONSEP LINGKUNGAN 1. Ciri-ciri air yang tidak tercemar adalah a. Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa b. Berkurangnya keberagaman biota perairan c. Banyak biota perairan yang mati d.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 o LU - 11 o LS, dan 97 o BT - 141 o BT. Secara geografis

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010 REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM (ADAT MERAGREH UTEN) BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam Banyak sekali ulah manusia yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap Flora dan Fauna di Indonesia juga di seluruh dunia.tetapi,bukan hanya ulah manusia saja,berikut beberapa penyebab kepunahan flora dan

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

REUSAM GAMPOENG ALUE WAKI KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG

REUSAM GAMPOENG ALUE WAKI KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG REUSAM GAMPOENG ALUE WAKI KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG PENYELAMATAN HUTAN DAN PELESTARIAN SUMBER DAYA ALAM GAMPOENG ADAT PEULARA UTEUN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PEMERINTAH DESA KUCUR

PEMERINTAH DESA KUCUR PEMERINTAH DESA KUCUR PERATURAN DESA KUCUR NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA LIAR DESA KUCUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA KUCUR Menimbang: a. Bahwa tumbuhan dan satwa liar

Lebih terperinci

REUSAM GAMPOENG BUMI SARI KECAMATAN BEUTONG KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 24 TAHUN 2010 TENTANG

REUSAM GAMPOENG BUMI SARI KECAMATAN BEUTONG KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 24 TAHUN 2010 TENTANG REUSAM GAMPOENG BUMI SARI KECAMATAN BEUTONG KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 24 TAHUN 2010 TENTANG PENYELAMATAN HUTAN DAN PELESTARIAN SUMBER DAYA ALAM GAMPOENG ADAT PEULARA UTEUN PEMERINTAH KABUPATEN NAGAN

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1. Taman Nasional Tesso Nilo Sejarah Kawasan

IV. KONDISI UMUM 4.1. Taman Nasional Tesso Nilo Sejarah Kawasan 18 IV. KONDISI UMUM 4.1. Taman Nasional Tesso Nilo 4.1.1. Sejarah Kawasan Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo mulanya dikenal sebagai kawasan hutan langgam yang difungsikan sebagai Hutan Produksi terbatas

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KOTA BANDA ACEH. Tabel 4. Luas dan Persentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh NO KECAMATAN LUAS (Km 2 )

KEADAAN UMUM KOTA BANDA ACEH. Tabel 4. Luas dan Persentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh NO KECAMATAN LUAS (Km 2 ) 38 KEADAAN UMUM KOTA BANDA ACEH 4.1. Kota Banda Aceh 4.1.1. Letak Geografis Secara geografis Kota Banda Aceh terletak antara 5 30 05 0 35 LU dan 95 30 99 0 16 BT, dengan ketinggian rata-rata 0,80 meter

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

IV. KEADAAN UMUM LOKASI IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Letak dan Luas TPMI didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor.1/Kpts-II/1998 tanggal 5 Januari 1998 tentang perubahan fungsi sebahagian kawasan

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PENDAHULUAN Masalah lingkungan timbul sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri, dari hari ke hari ancaman terhadap kerusakan lingkungan semakin meningkat. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

selama 12 jam. Pendapatan mereka rataratanya 1.5 juta rupiah sebulan. Saat ini, mata Nelayan 1.000.000 kerja masyarakat adalah nelayan selama 4 jam.

selama 12 jam. Pendapatan mereka rataratanya 1.5 juta rupiah sebulan. Saat ini, mata Nelayan 1.000.000 kerja masyarakat adalah nelayan selama 4 jam. Datar Luas Gambaran Umum Desa Datar Luas terletak di Kecamatan Krueng Sabee dengan luas 1600 Ha terdiri dari tiga dusun yaitu Dusun Makmur Jaya, Dusun Damai dan Dusun Subur. Desa yang dipimpin oleh Andalan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI 3.1. Umum Danau Cisanti atau Situ Cisanti atau Waduk Cisanti terletak di kaki Gunung Wayang, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Secara geografis Waduk

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ekosistem hutan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar terdapat di hutan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1. Desa Karimunjawa 4.1.1. Kondisi Geografis Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) secara geografis terletak pada koordinat 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan 110 0 05 57-110

Lebih terperinci

Berkah dari Listrik. Meningkatnya Kesejahteraan Masyarakat

Berkah dari Listrik. Meningkatnya Kesejahteraan Masyarakat Berkah dari Listrik Pada dua bagian sebelumnya telah diceritakan bagaimana masyarakat yang diwakili oleh tokoh tiga desa (desa Baro, Teunong dan Meunasah) membentuk Koperasi untuk Mencari Bantuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

REUSAM KAMPUNG KALOY. No : Tahun 2010 TENTANG PERATURAN KAMPUNG (REUSAM) TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM / ADAT MERAGREH UTEN

REUSAM KAMPUNG KALOY. No : Tahun 2010 TENTANG PERATURAN KAMPUNG (REUSAM) TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM / ADAT MERAGREH UTEN REUSAM KAMPUNG KALOY No : Tahun 2010 TENTANG PERATURAN KAMPUNG (REUSAM) TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM / ADAT MERAGREH UTEN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN. Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar

AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN. Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar HUTAN TERANCAM Indonesia Kehilangan hutan asli 72% (Walhi, 2009) Luas Hutan dan

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389 BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang a. GUBERNUR

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia: Pengaruh Letak Geografis Terhadap Kondisi Alam dan Flora Fauna di Indonesia Garis Lintang: adalah garis yang membelah muka bumi menjadi 2 belahan sama besar yaitu Belahan Bumi Utara dan Belahan Bumi Selatan.

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geofrafis dan Demografis Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di wilayah Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Negara Indonesia yang terdiri dari 17.058 pulau itu memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad renik yang lebih besar daripada negara-negara tetangganya.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kecamatan Kretek

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kecamatan Kretek III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kecamatan Kretek Kecamatan Kretek merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Bantul. Gambar 5. Peta Administrasi Kecamatan Kretek 17 18 Secara geografis Kecamatan

Lebih terperinci

REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010

REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010 REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM ( ADAT MERAGREH UTEN ) BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, jumlah populasi manusia semakin meningkat. Di Indonesia kepadatan penduduknya mencapai 200 juta jiwa lebih. Kebutuhan akan tempat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 3 Peta DAS dan Wilayah Target Kampanye Bangga. Kemuki man Lhoknga

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 3 Peta DAS dan Wilayah Target Kampanye Bangga. Kemuki man Lhoknga 26 III. KEADAAN UMUM LOKASI 3.1 Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung Kabupaten Aceh Besar Kemukiman Kueh, Lhoknga dan Leupung berada dalam Satuan Wilayah Sungai (SWS) Kr. Aceh. Jika dilihat secara administratif

Lebih terperinci

BAB. Keseimbangan Lingkungan

BAB. Keseimbangan Lingkungan BAB 3 Keseimbangan Lingkungan Pada hari minggu, Dimas dan keluarganya pergi menjenguk neneknya. Rumah nenek Dimas berada di Desa Jangkurang. Mereka membawa perbekalan secukupnya. Ketika tiba di tempat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Peringatan Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia 5 Juni 2010 PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, baik tumbuhan maupun hewan. Sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN 24 BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN 3.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tinggi yang tersebar di ekosistem hutan dataran rendah Dipterocarpaceae sampai hutan

TINJAUAN PUSTAKA. tinggi yang tersebar di ekosistem hutan dataran rendah Dipterocarpaceae sampai hutan TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Gunung Leuser Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ditetapkan sebagai kawasan strategis karena kawasan penyangga ini memiliki peranan yang sangat besar dalam melindungi dan

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Kota Lhokseumawe terletak pada posisi Lintang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Kota Lhokseumawe terletak pada posisi Lintang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kota Lhokseumawe ditetapkan statusnya dikota berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

REUSAM GAMPOENG ALUE KUYUN KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG

REUSAM GAMPOENG ALUE KUYUN KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG REUSAM GAMPOENG ALUE KUYUN KECAMATAN DARUL MAKMUR KABUPATEN NAGAN RAYA NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG PENYELAMATAN HUTAN DAN PELESTARIAN SUMBER DAYA ALAM GAMPOENG ADAT PEULARA UTEUN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak terkendali. Dilakukan dengan cara menebang, membakar, atau mengalihkan fungsi hutan menjadi pertambangan. Degradasi hutan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang sangat tinggi, sehingga memiliki peranan yang baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Kondisi Desa 1. Sejarah Desa Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam gunung berapi di Magelang Kecamatan Serumbung Jawa tengah. Pada

Lebih terperinci