BAB I PENDAHULUAN. Menggambarkan diagenesa batuan sedimen. Memberikan nama batuan sedimen berdasarkan klasifikasi After Dott (1964).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Menggambarkan diagenesa batuan sedimen. Memberikan nama batuan sedimen berdasarkan klasifikasi After Dott (1964)."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Mengetahui komposisi penyusun batuan sedimen secara mikroskopis. Menggambarkan diagenesa batuan sedimen. Memberikan nama batuan sedimen berdasarkan klasifikasi After Dott (1964). 1.2 Tujuan Dapat mengetahui komposisi penyusun batuan sedimen secara mikroskopis. Dapat menggambarkan diagenesa batuan sedimen. Dapat memberikan nama batuan sedimen berdasarkan klasifikasi After Dott (1964). 1.3 Waktu dan Temapt Pelaksanaan Praktikum Kegiatan praktikum Petrografi acara batuan sedimen siliklastik ini dilaksanakan pada : hari : Kamis tanggal : 26 April 2012 pukul : WIB WIB tempat : Lab. Petrografi Gedung Pertamina Sukowati, Teknik Geologi 1

2 2

3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Batuan Sedimen Istilah sedimen berasal dari kata sedimentum, yang mempunyai pengertian yaitu material endapan yang terbentuk dari proses pelapukan dan erosi dari suatu material batuan yang ada lebih dulu, kemudian diangkut secara gravitasi oleh media air, angin atau es serta diendapkan di tempat lain dibagian permukaan bumi. Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau dari hasil aktivitas kimia ataupun organisme, yang diendapakan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan (Pettijohn et al, 1904). Berdasarkan ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat dibedakan menjadi 2 macam : 1. Batuan Sedimen Klastik Yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari hancuran batuan lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang selanjutnya mengalami diagenesis dan litifikasi. 2. Batuan Sedimen Non Klastik Yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami proses dari batuan lain. Pembentukannya adalah kimiawi dan organis. 2.2 Penggolongan Batuan Sedimen Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah dikemukakan oleh para ahli, baik berdasarkan genetis maupun deskriptif. Secara genetis disimpulkan dua golongan (Pettijohn et al, 1904 dan Huang, 1962), yaitu batuan sedimen klastik dan batuan sedimen non-klastik Batuan Sedimen Klastik 3

4 Merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf, atau batuan sedimen itu sendiri. Batuan sedimen ini diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua golongan besar dan pembagian ini berdasarkan ukuran butirnya. Cara terbentuknya batuan tersebut berdasarkan proses pengendapan baik yang terbentuk di lingkungan darat maupun di lingkungan air (laut). Batuan berukuran besar seperti breksi dapat terjadi pengendapan langsung dari ledakan gunung api dan diendapakan di sekitar gunung tersebut dan dapat juga diendapakan di lingkungan air seperti sungai, danau, atau laut. Konglomerat biasanya diendapkan di lingkungan sungai dan Batupasir dapat terjadi di lingkungan laut, sungai, danau, maupun delta. Semua batuan tersebut di atas termasuk dalam detritus kasar. Sementara itu, golongan detritus halus terdiri dari Batulanau, serpih, Batulempung, dan napal. Batuan yang termasuk dalam golongan ini pada umumnya diendapkan di lingkungan laut dari laut dangkal sampai ke laut dalam. Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis (disintegrasi) maupun secara kimiawi (dekomposisi), kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan. Setelah fragmentasi berlangsung sedimen mengalami diagenesa, yakni proses perubahan-perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi. Hal ini merupakan proses merubah sedimen menjadi batuan keras. Proses diagenesa antara lain: a. Kompaksi Sedimen Yaitu termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat tekanan dari berat beban di atasnya. Di sini volume sedimen berkurang dan hubungan antar butir yang satu dengan yang lain menjadi rapat. b. Sementasi 4

5 Yaitu turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan secara kimiawi mengikat butir-butir sedimen satu dengan yang lain. Sedimentasi makin efektif bila derajat kelurusan larutan (permeabilitas relatif) pada ruang antar butir semakin besar. c. Rekristalisasi Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesa atau sbelumnya. Rekristalisai sangat umum terjadi pada pembentukan batuan karbonat. d. Autigenesis Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, sehingga adanya mineral tersebut merupakan partikel batu dalam suatu sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui sebagai berikut: karbonat, silika, klorit, illite, gipsum, dan lain-lain. e. Metasomatisme Yaitu penggantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autigenik, tanpa pengurangan volume asal. Contoh: dolomitasi, dapat merusak bentuk suatu batuan karbonat atau fosil Batuan Sedimen Non-Klastik Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari hasil kegiatan organism. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik (penggaraman unsurunsur laut, pertumbuhan kristal dari agregat kristal yang terpresipitasi dan replacement). Menurut Koesoemadinata (1980), batuan sedimen dibedakan menjadi enam golongan utama, yaitu: a. Golongan detritus kasar Batuan sedimen ini diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam golongan ini antara lain breksi, konglomerat, dan 5

6 Batupasir. Lingkungan tempat diendapkannya batuan ini dapat di lingkungan sungai, danau, atau laut. b. Golongan detritus halus Batuan yang termasuk golongan ini pada umumnya diendapkan di lingkungan laut dan laut dangkal sampai laut dalam. Termasuk golongan ini antara lain Batulanau, serpih, Batulempung, dan napal. c. Golongan karbonat Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae, foraminifera, atau lainnya yang bercangkang kapur. Atau oleh proses pengendapan yang merupakan perombakan dari batu yang sudah terbentuk terlebih dahulu dan diendapkan di suatu tempat. Proses pengendapan biasanya pada lingkungan laut litoras sampai neritik, sedangkan proses kedua diendapakan pada laut neritik sampai batial. Jenis batuan karbonat ini banyak sekali bergantung pada material penyusun misalnya: Batugamping pada terumbu terbentuk karena batuan tersebut disusun oleh material terumbu koral. d. Golongan silika Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara proses kimiawi dan organik untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini adalah rijang (chert), radiolarian, dan tanah diatome. Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali. e. Golongan evaporit Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga sangat memungkinkan selalu terjadinya pengayaan unsur-unsur tertentu. Suatu contoh adalah larutan garam yang akan semakin pekat apabila lingkungan tempat ia itu berupa danau yang tidak ada 6

7 saluran pembuangannya. Dan faktor yang penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu endapan dari lautan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk ke dalam golongan ini adalah gip, anhidrit, batugaram, dan lain-lain. f. Golongan batubara Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organic yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Di mana sewaktu tumbuhan itu mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal di atasnya sehingga tidak memungkinkan untuk terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentunya batubara adalah khusus sekali, ia harus memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati atau tumbang tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut. 2.3 Tekstur Batuan Sedimen Berdasarkan kejadiannya, batuan sedimen dibedakan menjadi batuan sediment klastik dan non klastik. Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari material material hasil rombakan batuan yang telah ada sebelumnya. Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk butir serta susunannya. Butiran tersusun atau terikat oleh semen dan masih adanya rongga di antara butirnya. Pembentukannya di kontrol oleh media dan cara transportasinya. Pembahasan tekstur meliputi : Ukuran Butir (Grain Size) Pemilahan ukuran butir didasarkan pada skala Wenworth,

8 Tabel 2.1 Klasifikasi Wenworth, 1922 Ukuran Nama Butir Butir (mm) > Nama Batuan Bongkah (Boulder) Berangkal (Couble) Kerakal (Pebble) Breksi : jika fragmen berbentuk runcing Konglomerat : jika 2-4 Kerikil (Gravel) membulat fragmen 1-2 Pasir Sangat Kasar berbentuk membulat 1/2-1 (Very Coarse Sand) Pasir Kasar (Coarse Sand) 1/4-1/2 1/8-1/4 Pasir Sedang (Fine Sand) Pasir halus (Medium Sand) 1/16-1/8 Pasir Sangat Halus 1/256-1/16 <1/256 ( Very Fine Sand) Lanau Lempung Batupasir Batulanau Batulempung Pemilahan (sorting) Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya, maka pemilahan semakin baik. Beberapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan adalah: Well sorted : terpilah baik Medium sorted : terpilah sedang Poor sorted : terpilah buruk Kebundaran Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya butiran dimana sifat ini hanya bisa diamati pada batuan sedimen klastik kasar. Kebundaran dapat dilihat dari bentuk batuan yang terdapat dalam batuan tersebut. Tentunya terdapat banyak sekali variasi dari bentuk 8

9 batuan, akan tetapi untuk mudahnya dipakai perbandingan sebagai berikut: - well rounded (membundar baik) Semua permukaan konveks, hampir equidimensional, dan sferodial - rounded (membundar) Pada umumnya permukaan-permukaan bundar, ujung-ujung dan tepi-tepi butiran bundar - subrounded (membundar tanggung) Permukaan umumnya datar dengan ujung yang membundar - subangular (menyudut tanggung) Permukaan pada umumnya datar dengan ujung-ujung yang tajam - angular (menyudut) Permukaan konkaf dengan ujungnya yang tajam Gambar 2.1 Klasifikasi Roundness Shape Shape adalah bentuk daripada butiran tersebut, dapat dibedakan menjadi 4 macam. Golongan pertama : oblate/lobular Golongan kedua : equent/equiaxial Golongan ketiga : bladed/triaxial Golongan keempat : prolate/rod shaped Porositas 9

10 Porositas suatu batuan adalah perbandingan seluruh permukaan poridengan volume dari batuan. Bila dijadikan dalam presentase adalah sebagai berikut: Porositas = SeluruhPermukaanPori x100% VolumeBatuan Fragmen Merupakan butiran penyusun suatu batuan sedimen yang berukuran lebih besar daripada pasir Matrik Matrik adalah semacam butir (klastik), tetapi sangat halus sehingga aspek geometri tak begitu penting, tedapat diantara butiran sebagai massa dasar Semen Semen bukan merupakan butir, tetapi material pengisi rongga antar butir, biasanya dalam bentuk amorf atau kristalin. Bahan-bahan semen yang lazim adalah: klasit, solomit, sulfat, karbonatan, silika, oksida, firit, lempung, silit, dan siderite Kemas (fabric) Terbagi menjadi dua: - kemas terbuka yaitu butiran tidak saling bersentuhan (mengambang dalam matriks) - kemas tertutup yaitu butiran saling bersentuhan satu dengan yang lainnya 10

11 2.4 Klasifikasi Batuan Sedimen Klasifikasi batuan sedimen klastik Gambar 2.2 klasifikasi batupasir Folk (1980) Gambar 2.3 klasifikasi batupasir after Dott (1964) 11

12 LABORATORIUM PETROGRAFI Nama batuan : Wackestone Klasifikasi : Embry & Klovan (1971) Jenis batuan : Carbonate No. Peraga STA BC-9 Perbesaran : 4 X Deskripsi Sayatan Tipis MP 1 Tekstur : - Grain size means : 0,004 mm - Grain size range : 0, mm - Sorting : poor - Roundness : rounded - Grain contact : grain floating, connect - Structure : - Komposisi : - Matriks : Lempung karbonat (40 %) : Semen dolomite (10%) : replacement calcite (5%) - Butiran : Alga hijau (skeletal grain, 30 %) : Foraminifera kecil (15%) Diagenesis : batuan ini mengalami diagenesis sementasi dengan jenis semen dolomite, semen tersebut mengisi celah antar butir yang terbentuk akibat proses sedimentasi, kemudian setelah batuan ini terdiagenesis, batuan ini mengalami pengompakan komposisi sehingga terlihat lenih massif sampai akhirnya terlithifikasi dan kemudian mengalami diagenesis lanjut berupa replacement dari mineral dolomite yang tergantikan oleh kalsit akibat ketidakresistensian mineral dolomite terhadap proses eksogen. Porositas : - Fasies : Fasies belakang terumbu (Back reef facies). MP Sayata BC-9 12

13 LABORATORIUM PETROGRAFI Nama batuan : Bafflestone Klasifikasi : Embry&Klovan (1971) Jenis batuan : Carbonate Perbesaran : 4 X MP 1 koral (5E; 6G; 5I) Acara Paraf asisten No. Peraga GP-6 Deskripsi Sayatan Tipis Tekstur : - Grain size means : 7 mm - Grain size range : 0,5 15 mm - Sorting : poor - Roundness : well-rounded - Grain contact : connect - Structure : Komposisi : - Matriks : Lempung karbonat (15 %) : Semen micrite (20%) : stylolyte porosity (7%) - Butiran : koral (skeletal grain, 50 %) : Foraminifera kecil (3%) MP 2 Koral (3D) lumpur karbonat (4B), Stylolyte (3E) Diagenesis : batuan ini mengalami diagenesis sementasi dengan jenis semen micrite, semen tersebut mengisi celah antar butir yang terbentuk akibat proses sedimentasi, kemudian setelah batuan ini terdiagenesis, batuan ini mengalami pengompakan komposisi sehingga terlihat lenih massif sampai akhirnya terlithifikasi. Porositas : intergranular porosity & stylolyte porosity Fasies : Fasies depan terumbu (Fore reef facies). 3.2 Sayatan GP-6 13

14 LABORATORIUM PETROGRAFI Nama batuan : Framestone Klasifikasi : Embry&Klovan (1971) Jenis batuan : Carbonate Perbesaran : 4x MP 1 Koral (B4) Acara Paraf asisten No. Peraga MST-1 Deskripsi Sayatan Tipis Tekstur : - Grain size means : 10 mm - Grain size range : 2 20 mm - Sorting : poor - Roundness : well-rounded - Grain contact : connect - Structure : Komposisi : - Matriks : Semen Sparite (5 %) : Semen micrite (30%) : replacement calcite (15%) - Butiran : koral (skeletal grain, 50 %) MP 2 MICRITE (4B), KALSIT (5A) Diagenesis : batuan ini mengalami diagenesis sementasi dengan jenis semen micrite, semen tersebut mengisi celah antar butir yang terbentuk akibat proses sedimentasi, kemudian setelah batuan ini terdiagenesis, batuan ini mengalami pengompakan komposisi sehingga terlihat lenih massif sampai akhirnya terlithifikasi. Kemudian mengalami diagenesis lanjut yaitu mengalami replacement. Porositas : Fasies : Fasies depan terumbu (Fore reef facies). 14

15 3.3 Sayatan MST-1 LEMBAR DATA PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KLASTIK DAN KARBONAT Nama Batuan Klasifikasi Range ukuran butir Perbesaran Butiran terrigenous Monocrystalline quartz Straight extinction Undulose extinction Quartz arkose after Dott, mm 4X % 80 % Feldspars Potash feldspar Plagioclase feldspar Microline Lithic fragments Igneous Acid Basic Metamorphic Polycristalline quartz Low grade Mod. Grade High grade Sedimentary Chert Claystone Siltstone Sandstone Accessory minerals Micas Glauconite Heavy minerals Carbonacous mat Opaque minerals Pyrite TIPE BATUAN DAN TEKSTUR Sorting Roundness Hubungan antar butir Poorl y sorted Angular Concavo-convex Struktur - Matriks Lempung detrital % 10 % Carbonate mud Pseudomatrix Vulcanic glass Indeterminate CEMENTS Silica (qz overgrowth) Pyrite Chlorite Kaolinite Illite pyrite Indeterminate clays Calcite spar Dolomite Siderite calcite Ferroan dolomite % 10 % REPLACEMENT Calcite spar Dolomite Siderite Kaolinite Chlorite Pyrite Indeterminate clays % % Butiran karbonat Buitiran skeletal Foraminiferals Arenaceous forams Planktonic forams Small benth. forams Large forams Mollucas Pellecypoda Gastropoda Ostracoda Algals Red algae Green algae Blue green algae Echinoderms Brachiopod Bryozoan Pylloid algae Corals Indeterminate bioclast Non skeletal grains Intraclast Oolites Pisolites Oncolites POROSITAS Conec/isolated/inter 3.4 Sayatan Kali Muncar 15

16 LEMBAR DATA PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KLASTIK DAN KARBONAT Nama Batuan Mudstone LABORATORIUM Klasifikasi After Dott, 1964 PETROGRAFI Range ukuran butir 1/256 mm Perbesaran x Nama batuan : 4 Wackestone TIPE BATUAN DAN TEKSTUR SortingAcara Roundness Hubungan antar butir WellParaf sorted asisten Well rounded Tertutup Struktur - Klasifikasi : Embry &Klovan, 1971 Jenis batuan : Carbonate Sedimentary Perbesaran : 4x alga (2H; 3G), Foraminifera (3A), Dolomite (4B) No. Peraga Kali Muncar Deskripsi Sayatan Tipis Tekstur : - Grain size means : 0, mm - Grain size range: 0,004 mm - Sorting : poor - Roundness : rounded - Grain Contact : floating - Structure: Komposisi : - Matriks : lumpur karbonat (40 %) : semen dolomit (10%) : replacement calcite (5%) - Grain : green algae (30 %) : foraminifera (15%) Alga hijau (4C; 2F) Foraminifera (4C Diagenesis : batugamping ini mengalami diagenesis berupa proses sementasi berjenis semen kalsit, semen tersebut mengisi celah antar batuan yang terbentuk pada proses sedimentasi, selanjutnya ketika batuan tersebut telah tersedimentasi batuan ini mengalami pengompakan dan akhirnya terlithifikasi. Selanjutnya batuan ini mengalami diagenesis lanjut dengan proses penggantian dari mineral dolomite menjadi mineral kalsit akibat ketidakstabilan mineral dolomite terhadap proses eksogen. Porositas : Fasies : Fasies belakang terumbu (Back Reef Facies) Butiran terrigenous Monocrystalline quartz Straight extinction Undulose extinction Feldspars % 10 Matriks Lempung detrital Carbonate mud Pseudomatrix Vulcanic glass % 90 % Butiran karbonat Buitiran skeletal Foraminiferals Arenaceous forams Planktonic forams Small benth. forams 16

17 Potash feldspar Plagioclase feldspar Microline Lithic fragments Igneous Acid Basic Metamorphic Polycristalline quartz Low grade Mod. Grade High grade Sedimentary Chert Claystone Siltstone Sandstone Accessory minerals Micas Glauconite Heavy minerals Carbonacous mat Opaque minerals Pyrite Indeterminate Large forams CEMENTS Silica (qz overgrowth) Pyrite Chlorite Kaolinite Illite pyrite Indeterminate clays Calcite spar Dolomite Siderite calcite Ferroan dolomite % REPLACEMENT Calcite spar Dolomite Siderite Kaolinite Chlorite Pyrite Indeterminate clays % Mollucas Pellecypoda Gastropoda Ostracoda Algals Red algae Green algae Blue green algae Echinoderms Brachiopod Bryozoan Pylloid algae Corals Indeterminate bioclast Non skeletal grains Intraclast Oolites Pisolites Oncolites POROSITAS Conec/isolated/inter BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Sayatan STA 15 Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis pada sayatan batuan STA 15 dengan perbesaran 4x dapat terlihat bahwa batuan ini memiliki warna coklat yang mengindikasikan bahwa batuan ini memiliki komposisi matriks dalam sayatan tersebut. Ukuran butir pada batuan ini berkisar antara 1/256 mm yang menunjukkan ukuran lempung. Berdasarkan deskripsi teksturnya dapat diketahui batuan ini memiliki sortasi baik karena ukuran butir pada batuan ini cenderung seragam, tingkat kebundaran (roundness) dari batuan ini adalah well rounded karena ukuran butir yang kecil mencerminkan bahwa butiran pada batuan ini sudah mengalami proses transportasi yang cukup jauh jaraknya dan otomatis proses erosi pada butiran tersebut sudah sangat signifikan, dari yang awal bentuk butirnya angular menjadi well-rounded dan grain contactnya berjenis connect/isolated/inter porosity karena porositas pada batuan ini cenderung sangat sedikit dijumpai. 17

18 Berdasarkan pengamatan dari komposisi penyusun batuan dapat diketahui batuan ini sebagian besar terdiri dari matriks berupa lempung detrital yang memiliki ciri-ciri berwarna kecoklatan keruh dengan kelimpahan sebesar 85 %. Komposisi batuan STA 15 ini juga terdiri dari semen berupa kalsit yang memiliki ciri-ciri colorless dan pecahan banyak tidak beraturan, semen kalsit memiliki kelimpahan sebesar 15 %. Batuan ini pada awalnya mengalami proses terombakan kemudian tererosi menjadi suatu material sedimen yang lepas lalu tertransportkan dengan jarak yang cukup jauh dari batuan induknya, dengan energi transport cenderung kecil karena material yang terendapkan pada batuan ini sangat kecil, setelah tertransport material sedimen ini terendapkan pada suatu cekungan, kemudian material sedimen teresbut mengalami proses diagenesa yaitu pada awalnya yaitu proses sementasi, semen yang ada pada batuan ini berjenis karbonatan/kalsit, diduga pada saat material sedimen ini tersedimentasikan ada fluida berjenis karbonatan yang masuk ke dalam material sedimen ini sehingga setelah material sedimen ini tersemenkan, batuan ini mengalami proses kompaksi yaitu pemadatan massa endapan akibat pengisian semen, kemudian setelah massa endapan sedimen memadat air dari rongga-rongga butiran sedimen tersebut keluar lalu endapan tersebut terlithifikasikan menjadi sebuah batuan. Dari seluruh pendeksripsian di atas batuan ini tergolong batuan yang mature dewasa karena ukuran butirnya yang berukuran 1/64 1/256 mm, lalu sortasi batuan yang baik menandakan bahwa batuan tersebut sudah mengalami proses transportasi yang sangat signifikan jadi dapat dikatakan batuan ini derajat kedewasaannya mature. Berdasarkan berbagai penjelasan dan mekanisme genesis serta diagenesa batuan ini, dapat disimpulkan bahwa batuan ini lingkungan pengendapannya berada di daerah hulu menuju daerah laut dangkal karena adanya semen kalsit yang mencirikan adanya komponen laut dangkal pada batuan ini. Berdasarkan komposisi dari batuan STA 15 diatas, batuan dapat diklasifikasikan kedalam Mudstone (After Dott, 1964 ). 18

19 4.2. Sayatan 11-SK6 Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis pada sayatan batuan 11SK6 dengan perbesaran 4x dapat terlihat bahwa batuan ini memiliki warna yang bervariasi ada yang putih, hitam, pink orange dan lainnya. Warna putih dan hitam menunjukkan mineral kuarsa, sedangkan warna pink menunjukkan mineral kasit yang menjadi semen pada batuan ini. Ukuran butir pada batuan ini berkisar antara 0,7 mm yang menunjukkan ukuran butir pasir halus (1/81/4 mm). Berdasarkan deskripsi teksturnya dapat diketahui batuan ini memiliki sortasi baik karena ukuran butir pada batuan ini cenderung seragam, tingkat kebundaran (roundness) dari batuan ini adalah sub-angular yang mengidikasikan proses erosi pada butiran sedimen ini belum cukup signifikan dan grain contactnya berjenis concavo-convex, karena butiran pada batuan ini cenderung sangat berdekatan antara butiran yang lainnya. Berdasarkan pengamatan dari komposisi penyusun batuan dapat diketahui batuan ini sebagian besar terdiri dari grain atau butiran berupa mineral kuarsa dengan sifat optiknya memiliki gelapan yang bergelombang, tidak memiliki warna/colorless, kelimpahannya pada batuan ini sebesar 75 %. Komposisi batuan STA 15 ini juga terdiri dari semen berupa kalsit yang memiliki ciri-ciri colorless dan pecahan banyak tidak beraturan, semen kalsit memiliki kelimpahan sebesar 15 %. Selanjutnya terdapat komposisi lithic/fragment batuan yang bentuknya berupa butiran-butiran kecil yang mengumpul/mengompak jadi satu kesatuan yang utuh, kelimpahannya pada batuan ini sebesar 10 %. Pada awalnya batuan ini terombakan dari batuan induknya kemudian tererosi menjadi material sedimen yang lepas kemudian tertransportasi dengan energi transport yang kecil, karena material yang tertransport pada batuan ini tergolong kecil dan halus-halus, lalu batuan ini tertransport cukup jauh dari batuan induknya karena pada saat proses trasnportasi butiranbutiran pada batuan sedimen ini mengalami proses erosi yang cukup signifikan sehingga mengalami perubahan bentuk dan ukuran yang signifikan 19

20 pula, lalu setelah tertransport, material sedimen ini terendapkan pada suatu cekungan dan mengalami proses sedimentasi, setelah itu mengalami diagenesa. Pada tahap diagenesa yaitu pada awalnya yaitu proses sementasi, semen yang ada pada batuan ini berjenis karbonatan/kalsit, diduga pada saat material sedimen ini tersedimentasikan ada fluida berjenis karbonatan yang masuk ke dalam material sedimen ini sehingga setelah material sedimen ini tersemenkan, batuan ini mengalami proses kompaksi yaitu pemadatan massa endapan akibat pengisian semen, kemudian setelah massa endapan sedimen memadat air dari rongga-rongga butiran sedimen tersebut keluar lalu endapan tersebut terlithifikasikan menjadi sebuah batuan. Dari seluruh pendeksripsian di atas batuan ini tergolong batuan yang sub-mature/cukup dewasa karena ukuran butirnya yang berukuran 0,7 mm yang berjenis pasir halus, lalu sortasi batuan yang baik menandakan bahwa batuan tersebut sudah mengalami proses transportasi yang sangat signifikan jadi dapat dikatakan batuan ini derajat kedewasaannya mature. Berdasarkan berbagai penjelasan dan mekanisme genesis serta diagenesa batuan ini, dapat disimpulkan bahwa batuan ini lingkungan pengendapannya berada di daerah hulu menuju daerah laut dangkal karena adanya semen kalsit yang mencirikan adanya komponen laut dangkal pada batuan ini. Berdasarkan komposisi dari batuan STA 11-SK6 diatas, batuan dapat diklasifikasikan kedalam Quartz Arenites (After Dott, 1964 ). 4.3 Sayatan STA 205 EA Jambi Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis pada sayatan batuan dengan kode peraga STA 205 EA Jambi dengan perbesaran 4x dapat terlihat bahwa batuan ini memiliki warna yang bervariasi ada yang putih, hitam, orange dan lainnya. Warna putih dan hitam menunjukkan mineral kuarsa. Ukuran butir pada batuan ini berkisar antara 1 mm yang menunjukkan ukuran butir pasir sangat kasar (1-2 mm). Berdasarkan deskripsi teksturnya dapat diketahui batuan ini memiliki sortasi buruk karena ukuran butir pada batuan 20

21 ini cenderung tidak seragam, hal tersebut diindikasikan tempat proses pembentukkan batuan ini berada pada daerah hulu yang memiliki ukuran butir yang bervariasi mulai dari yang kecil maupun yang besar-besar jadinya material yang terendapkan ukurannya beragam, tingkat kebundaran (roundness) dari batuan ini adalah angular yang mengidikasikan proses erosi pada butiran sedimen ini belum cukup signifikan dan grain contactnya berjenis concavo-convex, karena butiran pada batuan ini cenderung sangat berdekatan antara butiran yang lainnya. Berdasarkan pengamatan dari komposisi penyusun batuan dapat diketahui batuan ini sebagian besar terdiri dari grain atau butiran berupa mineral kuarsa dengan sifat optiknya memiliki gelapan yang bergelombang, tidak memiliki warna/colorless, kelimpahannya pada batuan ini sebesar 80 %. Komposisi batuan STA 15 ini juga terdiri dari semen berupa silika (quartz overgrowth) yang memiliki ciri-ciri colorless, semen silika ini memiliki kelimpahan sebesar 10 %. Selanjutnya terdapat komposisi lempung detrital yang dicirikan dari kenampakan optiknya berwarna coklat keruh, kelimpahannya pada batuan ini sebesar 10 %. batuan ini mengalami proses perombakan dari batuan asalnya (provenance) kemudian tertransportkan dengan energi transport yang sedang sampai besar karena materi yang terendapkan pada batuan ini tergolong besar, lalu batuan ini tertransportkan dari batuan induknya dengan jarak yang tergolong masih dekat, setelah melalui proses transportasi, material-material sedimen yang masih dalam kondisi lepas terendapkan pada suatu cekungan lalu material tersebut mengalami proses sedimentasi. Setelah mengalami proses sedimentasi, selanjtnya mengalami proses diagenesis. Pada tahap diagenesis, yaitu pada awalnya berupa proses sementasi, semen yang ada pada batuan ini berjenis silika (quartz overgrowth), diduga pada saat material sedimen ini tersedimentasikan ada fluida berjenis silikaan yang masuk ke dalam material sedimen ini sehingga setelah material sedimen ini tersemenkan, batuan ini mengalami proses kompaksi yaitu pemadatan massa endapan akibat pengisian semen, kemudian setelah massa endapan sedimen 21

22 memadat air dari rongga-rongga butiran sedimen tersebut keluar lalu endapan tersebut terlithifikasikan menjadi sebuah batuan. Dari seluruh pendeksripsian di atas batuan ini tergolong batuan yang immature/belum dewasa karena ukuran butirnya yang berukuran 1 mm, lalu sortasi batuan yang buruk menandakan bahwa batuan tersebut belum mengalami proses transportasi yang sangat signifikan jadi dapat dikatakan batuan ini derajat kedewasaannya immature. Berdasarkan berbagai penjelasan dan mekanisme genesis serta diagenesa batuan ini, dapat disimpulkan bahwa batuan ini lingkungan pengendapannya berada di daerah hulu. Berdasarkan komposisi dari batuan STA 15 diatas, batuan dapat diklasifikasikan kedalam Quartz Arenites (After Dott, 1964 ) Sayatan STA Kali Muncar Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis pada sayatan batuan dengan kode peraga STA Kali Muncar dengan perbesaran 4x dapat terlihat bahwa batuan ini memiliki warna coklat yang mengindikasikan bahwa batuan ini memiliki komposisi matriks dalam sayatan tersebut. Ukuran butir pada batuan ini berkisar antara 1/256 mm yang menunjukkan ukuran lempung. Berdasarkan deskripsi teksturnya dapat diketahui batuan ini memiliki sortasi baik karena ukuran butir pada batuan ini cenderung seragam, tingkat kebundaran (roundness) dari batuan ini adalah well rounded karena ukuran butir yang kecil mencerminkan bahwa butiran pada batuan ini sudah mengalami proses transportasi yang cukup jauh jaraknya dan otomatis proses erosi pada butiran tersebut sudah sangat signifikan, dari yang awal bentuk butirnya angular menjadi well-rounded dan grain contactnya berjenis connect 22

23 karena butiran pada batuan ini cenderung menempel namun antar butiran tidak saling berdesakan. Berdasarkan pengamatan dari komposisi penyusun batuan dapat diketahui batuan ini sebagian besar terdiri dari matriks berupa lempung detrital yang memiliki ciri-ciri berwarna kecoklatan keruh dengan kelimpahan sebesar 90 %. Komposisi batuan STA Kali Muncar ini juga terdiri dari semen berupa silika (quartz overgrowth) yang memiliki ciri-ciri colorless dan gelapan bergelombang, kelimpahan semen silika pada batuan ini berjumlah 15 %. Skema dan mekanisme pembentukkan batuan ini yakni pada awalnya batuan ini mengalami proses perombakan dari batuan asalnya, kemudian tertransport dengan jarak yang cukup jauh dari batuan asalnya karena pada saat proses transportasi butiran yang ada dalam batuan ini sudah tererosi cukup signifikan, lalu energi transport yang mengendapkan batuan ini kecil karena material pada batuan ini tergelong kecil dan berukuran halus, lalu setelah tertransport, batuan ini tersedimentasikan pada suatu cekungan. Akibat adanya suatu proses geologi tertentu batuan ini terburialkan di bawah permukaan kemudian terkena suatu gaya tektonik berupa gaya kompressi di bawah permukaan sehingga proses kompaksi dan pemadatan pun berjalan cepat dengan bantuan gaya kompressi tersebut lalu ketika gaya kompressi menekan batuan ini terus menerus hingga batuan ini tidak bisa menahan gaya tekan tersebut akhirnya terbentuklah fracture yang menyebabkan adanya celah pada batuan ini kemudian celah tersebut terisi oleh fluida yang bersifat silikaan yang selanjutnya menjadi komponen mineral pengisi celah tersebut.. Dari seluruh pendeksripsian di atas batuan ini tergolong batuan yang mature dewasa karena ukuran butirnya yang berukuran 1/64 1/256 mm, lalu sortasi batuan yang baik menandakan bahwa batuan tersebut sudah mengalami proses transportasi yang sangat signifikan jadi dapat dikatakan batuan ini derajat kedewasaannya mature. Berdasarkan berbagai penjelasan dan mekanisme genesis serta diagenesa batuan ini, dapat disimpulkan bahwa batuan ini lingkungan pengendapannya berada di daerah hulu menuju daerah 23

24 laut dangkal karena adanya semen kalsit yang mencirikan adanya komponen laut dangkal pada batuan ini. Berdasarkan komposisi dari batuan STA 15 diatas, batuan dapat diklasifikasikan kedalam Mudstone (After Dott, 1964 ). 24

25 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan, sebagai berikut : a. Berdasar komposisi dari batuan STA 15 yang dominan lempung detrital, batuan dapat diklasifikasikan kedalam mudstone (after Dott, 1964). b. Berdasar komposisi dari batuan STA 76, yang sebagian besar merupakan grain/butiran berupa mineral kuarsa, batuan dapat diklasifikasikan kedalam Quartz Arenite (after Dott, 1964). c. Berdasar komposisi dari batuan STA 205 yang sebagian besar merupakan grain/butiran berupa mineral kuarsa, batuan dapat diklasifikasikan kedalam Quartz Arenite (after Dott, 1964). d. Berdasar komposisi dari batuan STA Kali Muncar yang sebagian besar komposisinya berupa lempung detriltal, batuan dapat diklasifikasikan kedalam mudstone (after Dott, 1964). 5.2 Saran a. Pada saat melakukan pengamatan agar melakukan pengamatan dengan teliti sehingga semua komposisi batuan dapat diketahui. b. Dalam melakukan pemberian persentase komposisi batuan beku agar menggunakan komparator sehingga pemberian persentase komposisi lebih akurat. 25

26 DAFTAR PUSTAKA Staff asisten petrografi Buku Panduan Praktikum Petrografi.Laboratorium Paleontologi, Geologi Foto dan Geologi Optik Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro. 26

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth 3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang

Lebih terperinci

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI

LEMBAR DESKRIPSI PETROGRAFI DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Lampiran Petrografi 1 KODE SAYATAN : Y1 LINTASAN : TERMINAL MS 3 FORMASI : Steenkool PERBESARAN : 10 X d = 2 mm DESKRIPSI : LEMBAR DESKRIPSI

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA IV: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN SILISIKLASTIK Asisten Acara: 1. 2. 3.

Lebih terperinci

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis. besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HALU OLEO FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN JURUSAN TEKNIK GEOLOGI TUGAS BATUAN KARBONAT Makalah Batuan Karbonat Di Susun Oleh : WA ODE SUWARDI

Lebih terperinci

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING IV.1 Pendahuluan Batuan Karbonat Klastik Terrigenous Sedimen yang global dan tak terbatas dengan iklim. Suplai sedimen berasal dari kontinen dan laut. Ukuran dari butiran

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm Sampel lain yang mewakili mikrofasies ini adalah D 34 D, merupakan batugamping packstone, klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran (50%), terdiri dari fragmen fosil berupa alga, foraminifera

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA VII: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KARBONAT Asisten Acara: 1 2 3 4 Nama

Lebih terperinci

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1 DIAGENESA BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat,

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG

BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG BAB V DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI CIMAPAG 5.1 Metode Penelitian Analisis data dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan dan pendekatan petrografi menggunakan mikroskop polarisasi terhadap 27 sampel

Lebih terperinci

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Penulis Rizki Puji Diterbitkan 23:27 TAGS GEOGRAFI Kali ini kita membahas tentang batuan pembentuk litosfer yaitu batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf serta

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN Kegiatan : Praktikum Kuliah lapangan ( PLK) Jurusan Pendidikan Geografi UPI untuk sub kegiatan : Pengamatan singkapan batuan Tujuan : agar mahasiswa mengenali

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen

Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen Tekstur Batuan Sedimen a. Ukuran butir Dalam pemerian ukuran butir digunakan pedoman ukuran dari Skala Wentworth yaitu b. Sortasi atau Derajat Pemilahan Derajat

Lebih terperinci

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit

: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit : 09AS117 : Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit Sayatan batugamping Mudstone, butiran 8%) terdiri dari komponen cangkang biota (85%) berupa foraminifera

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

Terbentuknya Batuan Sedimen

Terbentuknya Batuan Sedimen Partikel Sedimen Terbentuknya Batuan Sedimen Proses terbentuknya batuan sedimen dari batuan yang telah ada sebelumnya. Material yang berasal dari proses pelapukan kimiawi dan mekanis, ditransportasikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat

01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat http://disbudparkbb.id/images/potensi/citatah2.jpg 01.Pendahuluan Petrologi Batuan Karbonat Kerangka Materi Pengertian Batuan Karbonat Manfaat dan Hubungan dengan ilmu geologi yang lain Klasifikasi batuan

Lebih terperinci

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini

Lebih terperinci

Gambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert

Gambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert Chert Dasar Penamaan (Klasifikasi) Chert Chert adalah penamaan umum yang digunakan untuk batuan siliceous sebagai sebuah kelompok (grup), namun ada yang mengaplikasikannya untuk tipe spesifik dari chert

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT

PETROGRAFI BATUAN KARBONAT PETROGRAFI BATUAN KARBONAT I. PENDAHULUAN Batuan karbonat merupakan batuan yang tersusun dari mineral-mineral garam karbonat yang terbentuk secara kimiawi dalam bentuk larutan, dimana organisme perairan

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU

BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU BAB IV FASIES BATUGAMPING FORMASI TENDEH HANTU 4.1 Pendahuluan Batuan Karbonat adalah batuan sedimen yang terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah gamping (limestone) dan dolomit (Koesoemadinata,

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH GUNUNG KROMONG 5.1 Dasar Teori Secara umum batu gamping merupakan batuan sedimen yang tersusun oleh satu mineral yaitu Kalsium Karbonat (CaCO 3 ), namun terdapat pula sedikit

Lebih terperinci

Bahan 1. Problem set 6 lembar 2. Skala Wentwort 3. Beberapa Batuan Sedimen Non Karbonat

Bahan 1. Problem set 6 lembar 2. Skala Wentwort 3. Beberapa Batuan Sedimen Non Karbonat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batuan sedimen sudah banyak dikenal orang dan juga sudah sering dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, dari hal yang paling sederhana seperti pembuatan pondasi

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Proses ini merupakan tahap pasca pengolahan contoh yang dibawa dari lapangan. Dari beberapa contoh yang dianggap mewakili, selanjutnya dilakukan analisis mikropaleontologi, analisis

Lebih terperinci

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur

Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Farida Alkatiri 1, Harmansyah 1 Mahasiswa, 1 Abstrak Daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan merupakan lokasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

Laboratorium Bahan Galian Sie Petrologi

Laboratorium Bahan Galian Sie Petrologi Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang di endapkan lapis demi lapis pada

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Latih tersusun dari perselang-selingan antara batupasir kuarsa, batulempung, batulanau dan batubara dibagian atas, dan bersisipan dengan serpih pasiran dan

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENGERTIAN TANAH Apa itu tanah? Material yang terdiri dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.

Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB. 1 Lampiran 1. Hasil analisis irisan tipis sampel tanah ultisol dari laboratorium HASIL ANALISIS PETROGRAFI 3 CONTOH TANAH NO. LAB.: 1153 1155/2013 No. : 01 No.Lab. : 1153/2013 Kode contoh : BA-II Jenis

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung

Lebih terperinci

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

REKAMAN DATA LAPANGAN

REKAMAN DATA LAPANGAN REKAMAN DATA LAPANGAN Lokasi 01 : M-01 Morfologi : Granit : Bongkah granit warna putih, berukuran 80 cm, bentuk menyudut, faneritik kasar (2 6 mm), bentuk butir subhedral, penyebaran merata, masif, komposisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

Batuan sedimen : batuan yang terbentuk. (pelapukan transportasi sedimentasi diagenesa) Komposisi sedimen :

Batuan sedimen : batuan yang terbentuk. (pelapukan transportasi sedimentasi diagenesa) Komposisi sedimen : BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen : batuan yang terbentuk dalam suatu siklus sedimentasi (pelapukan transportasi sedimentasi diagenesa) Komposisi sedimen : - Fragmen mineral/batuan hasil rombakan (terigen)

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang BAB. I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat, dalam hal ini CaCO 3 dan MgCO 3. Batuan karbonat memiliki keistimewaan dalam cara terbentuknya,

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... SURAT PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... SARI... i ii iii iv v vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... ix xii DAFTAR

Lebih terperinci

Batuan Sedimen 2.1. Struktur Sedimen Struktur Sedimen Pengendapan (Depositional Sedimentary Strucures)

Batuan Sedimen 2.1. Struktur Sedimen Struktur Sedimen Pengendapan (Depositional Sedimentary Strucures) Batuan Sedimen 2.1. Struktur Sedimen Struktur sedimen termasuk ke dalam struktur primer yaitu struktur yang terbentuk pada saat pembentukan batuan (pada saat sedimentasi). Struktur sedimen dapat dibagi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT 4.1 Fasies Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang

Lebih terperinci

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG 4.2 Latar belakang Studi Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir). Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi

Lebih terperinci

Arus Traksi dan Arus Turbidit

Arus Traksi dan Arus Turbidit Arus Traksi dan Arus Turbidit Transportasi dan Deposisi Sedimen Media transportasi dari sedimen pada umumnya dapat dibagi menjadi berikut ini : Air - Gelombang - Pasang Surut - Arus Laut Udara Es Gravitasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU 4.1 Pendahuluan Kata provenan berasal dari bahasa Perancis, provenir yang berarti asal muasal (Pettijohn et al., 1987 dalam Boggs, 1992). Dalam geologi, istilah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN IV.1 Litofasies Suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen terlihat padanya karateristik fisik, kimia, biologi tertentu. Analisis rekaman tersebut digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi

Lebih terperinci

BATUAN SEDIMEN : BATUAN YANG TERBENTUK. (PELAPUKAN TRANSPORTASI SEDIMENTASI DIAGENESA) KOMPOSISI SEDIMEN :

BATUAN SEDIMEN : BATUAN YANG TERBENTUK. (PELAPUKAN TRANSPORTASI SEDIMENTASI DIAGENESA) KOMPOSISI SEDIMEN : BATUAN SEDIMEN : BATUAN YANG TERBENTUK. (PELAPUKAN TRANSPORTASI SEDIMENTASI DIAGENESA) KOMPOSISI SEDIMEN : BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen : batuan yang terbentuk dalam suatu siklus sedimentasi (pelapukan

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI BULU 4.1 TINJAUAN UMUM Diagenesis merupakan perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan, tidak termasuk proses-proses

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa 1. LINGKUNGAN PENGENDAPAN - Mempengaruhi : distribusi dan ukuran pori inisial serta geometri

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Abstrak HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Muhamad Rizki Asy ari 1*, Sarju Winardi 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

hiasan rumah). Batuan beku korok

hiasan rumah). Batuan beku korok Granit kebanyakan besar, keras dan kuat, Kepadatan rata-rata granit adalah 2,75 gr/cm³ dengan jangkauan antara 1,74 dan 2,80. Kata granit berasal dari bahasa Latingranum. (yang sering dijadikan Granit

Lebih terperinci