METODE PENELITIAN. Gambar 4 Lokasi penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN. Gambar 4 Lokasi penelitian"

Transkripsi

1 0 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 009 di Sungai Metro, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur (Gambar 4). Pemilihan daerah penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perairan Sungai Metro pada saat ini merupakan tempat pembuangan dari aktifitas industri (PG Kebon Agung dan CV Singkong Artha Mas) serta limbah peternakan babi, sehingga menurunkan nilai pemanfaatan airnya. Selain itu, Sungai Metro dijadikan masyarakat di sekitarnya sebagai sarana MCK dan airnya cukup keruh. Gambar 4 Lokasi penelitian Penentuan Stasiun Penelitian ini menggunakan metode penelitian expost facto, yaitu suatu metode yang menunjuk kepada perlakuan atau manipulasi variabel (parameter kualitas air) yang telah nyata terjadi di lapangan (fenomena alami) sehingga peneliti tidak perlu memberi perlakuan lagi tetapi tinggal melihat efeknya pada variabel (dalam penelitian ini adalah makrozoobenthos) (Sudjana 1989). Dasar pendekatan sistematik penelitian adalah hubungan kausal tuntas (causal finalis) dari objek yang dinilai, yaitu limbah bahan organik terhadap struktur komunitas makrozoobenthos yang terdapat di setiap stasiun. Sebagai variabel tidak bebas

2 1 (terikat) dalam penelitian ini adalah kepadatan makrozoobenthos, sedangkan variabel bebas adalah parameter kualitas air. Substrat merupakan faktor kondisional dari terjadinya keterkaitan hubungan antara kedua variabel tersebut. Pengambilan contoh bahan penelitian dilakukan di enam stasiun pengamatan di sepanjang Sungai Metro. Penentuan letak stasiun didasarkan atas : 1) Sistem badan air penerima limbah, ) Sistem pembuangan dan pengendalian air limbah, 3) Kondisi lingkungan dan tataguna lahan di sekitar badan air penerima maupun pembuangan limbah, 4) Jarak dari pengaruh aliran masuk limbah, 5) Mudahnya medan yang ditempuh agar pelaksanaan pengambilan contoh dapat berjalan dengan lancar. Penentuan stasiun pengambilan contoh seperti disebutkan di atas diharapkan dapat mewakili perairan Sungai Metro. Lokasi setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel dan Gambar 5. Tabel Stasiun pengambilan contoh air dan makrozoobenthos di sepanjang Sungai Metro Stasiun Lokasi Deskripsi Area Desa Guyangan, Kec. Lowokwaru Desa Kebon Agung, Kec. Pakisaji Desa Ngadilangkung, Kec. Ngajum Desa Talangagung, Kec. Kepanjen Desa Cempokomulyo, Kec. Kepanjen Desa Panggungrejo, Kec. Kepanjen Daerah ini merupakan bagian hulu Sungai Metro. Di daerah ini terdapat pemukiman penduduk dan areal pertanian. Di daerah ini terdapat Industri PG Kebon Agung dan pemukiman penduduk. Daerah sekitar stasiun 3 adalah lahan pertanian dan banyak ditumbuhi vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu dan sengon. Di daerah ini terdapat pabrik penggilingan ketela CV Singkong Artha Mas, lahan disekitarnya adalah lahan pertanian kering dan banyak vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu. Di daerah ini terdapat peternakan babi dan pemukiman penduduk. Lahan disekitar sungai adalah persawahan dan banyak vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu. Daerah ini merupakan bagian dari hilir sungai metro. Lahan disekitarnya banyak ditumbuhi vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu dan mahoni.

3 Gambar 5 Denah lokasi pengambilan sampel Metode Pengambilan dan Penanganan Contoh Makrozoobenthos Pengambilan contoh makrozoobenthos dilakukan pada tiap stasiun sebanyak lima kali ulangan dengan mengikuti arus sungai. Pengambilan contoh dilakukan ±10 hari sekali sebanyak 6 kali berturut-turut. Hal ini lebih didasarkan atas pertimbangan bahwa satu daur perkembangan insekta air (Chironomidae) dari telur menetas sampai dewasa berkisar 30 hari (Suwignyo et al. 005). Pengambilan contoh makrozoobenthos dilakukan dengan menggunakan surber (ukuran 30 cm x 30 cm). Surber diletakkan dengan bukaan jaring menghadap arah arus yang datang (Gambar 6). Bagian surber yang berupa bingkai diletakkan di dasar perairan di muka bukaan jaring. Substrat dalam bingkai diganggu kurang lebih selama 5 menit sehingga biota yang bersembunyi di

4 3 sekitarnya akan hanyut ke arah jaring. Kemudian surber diangkat, makrozoobenthos yang terbawa di dalam jaring surber diletakkan ke baki kemudian dipisahkan antara serasah dengan makrozoobenthos. Setelah itu contoh yang didapat dimasukan dalam botol contoh yang telah diberi label untuk membedakan tiap stasiun. Contoh makrozoobenthos diawetkan dengan alkohol 96% dan disimpan dalam icebox untuk dibawa ke laboratorium. Gambar 6 Sketsa penggunaan surber Sebelum pencacahan dan identifikasi, contoh makrozoobenthos dibersihkan dahulu dari lumpur, sampah dan pasir dengan cara memasukkan contoh ke dalam saringan benthos yang berukuran mata jala (mesh size) sebesar 0,5 mm. Setelah pencucian dengan air untuk menghilangkan lumpur dan sampah kemudian dilakukan penyortiran makrozoobenthos. Penyortiran dilakukan di laboratorium dengan menggunakan mikroskop bedah. Makrozoobenthos yang terlihat di mikroskop diambil dengan pinset dan pipet kemudian disimpan pada botol yang berisi larutan alkohol 96%. Setelah itu, diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop majemuk perbesaran hingga 40 x 10. Identifikasi menggunakan buku identifikasi dari Edmonson (1959), Quigley (1977), Pennak (1978) dan Mc Caffery (1981).

5 4 Parameter Fisika Kimia Air Pengambilan contoh air dilakukan pada waktu yang sama dengan pengambilan contoh makrozoobenthos. Pada setiap stasiun dilakukan pengambilan contoh air sebanyak satu kali tanpa adanya pengulangan. Contoh air diambil pada lapisan permukaan air atau kedalaman ± 30 cm di tiap stasiun sebanyak liter. Contoh air yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam botol contoh dan diberi label. Pada label dicantumkan keterangan mengenai lokasi pengambilan, tanggal serta jam pengambilan dan kondisi cuaca. Contoh air kemudian dimasukkan ke dalam icebox untuk dibawa ke laboratorium guna dianalisis. Beberapa parameter pengukurannya dilakukan secara in situ (dianalisis di lapangan), sedangkan lainnya secara ex situ (dianalisis di laboratorium). Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Ilmu-Ilmu Perairan dan Bioteknologi Kelautan FPIK Unibraw, Malang. Parameter fisika-kimia air yang diukur serta metode yang digunakan disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Parameter dan metode pengukuran fisika kimia air Parameter Satuan Alat/Bahan/Metode Keterangan Fisika : - Lebar Sungai - Kedalaman - Kecepatan Arus - Suhu air - Kekeruhan - Tipe Substrat m cm m/dt o C FTU - Tali berskala/visual Tongkat berskala/visual Benda terapung/visual Termometer/Pemuaian Spektrofotometer/Spectrofotometric Visual In situ In situ In situ In situ Ex situ In situ Kimia : - ph air - Kesadahan - DO - BOD 5 - COD - Amonia (NH 3 ) - mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l ph meter/digital analyzer Peralatan titrasi/titimetrik Peralatan titrasi/ Titimetrik-Winkler Peralatan titrasi/ Titimetrik-Winkler Spektrofotometer/Spectrofotometric Spektrofotometer/Spectrofotometric In situ Ex situ In situ Ex situ Ex situ Ex situ

6 5 Analisis Data Analisis Struktur Komunitas Makrozoobenthos 1. Kepadatan Makrozoobenthos Kepadatan jenis makozoobenthos didefinisikan sebagai jumlah individu satu jenis per stasiun, biasanya dalam satuan meter persegi. Dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut : K i = (a i /b) x Keterangan : K i : Kepadatan makrozoobenthos jenis ke-i (individu/m ) a i : Jumlah individu makrozoobenthos jenis ke-i pada setiap bukaan surber b : luas bukaan surber (30 x 30) cm : Nilai konversi dari cm ke m. Uji Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis Untuk menentukan adanya perbedaan kepadatan antar stasiun pengamatan digunakan uji non parametrik Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis dengan menggunakan software Statistical Program for Social Science (SPSS) versi Uji statistik non parametrik adalah suatu uji statistik yang belum diketahui sebaran datanya dan tidak perlu harus berdistribusi normal. Uji Mann-Whitney digunakan untuk menetapkan apakah nilai variabel tertentu berbeda diantara dua kelompok sedangkan uji Kruskal-Wallis digunakan untuk menetapkan apakah nilai variabel tertentu berbeda diantara beberapa kelompok. Dengan hipotesis : H 0 H 1 : Antar stasiun adalah sama : Antar stasiun tidak sama Dasar pengambilan keputusan : Berdasarkan nilai probabilitas dengan selang kepercayaan 80% 1. Jika p > 0,0 maka H 0 diterima. Jika p < 0,0 maka H 0 ditolak

7 6 3. Indeks Keanekaragaman (H ) Indeks keanekaragaman atau indeks Shannon-Wiener digunakan untuk menunjukkan keanekaragaman makrozoobenthos yang ada di suatu komunitas perairan. Untuk mengetahui indeks keanekaragaman suatu komunitas dapat digunakan rumus di bawah ini (Krebs 1989) : Keterangan : s H ' = - Pi log P i ; i= 1 n Pi = i N H = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener P i S N n = Proporsi jenis ke-i terhadap jumlah total = Jumlah total spesies di dalam komunitas = Jumlah total individu = Jumlah individu tiap jenis ke-i 4. Indeks Keseragaman (E) Keseragaman adalah komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas (Krebs 1989). Hal ini didapat dengan cara membandingkan indeks keanekaragaman dengan nilai keanekaragaman maksimumnya, yaitu : H' E = ; H max = log S H' max Keterangan : E = Indeks keseragaman H = Indeks keanekaragaman H max = Nilai keanekaragaman maksimum S = Jumlah spesies Dari perbandingan tersebut maka akan didapat suatu nilai yang besamya antara 0 dan 1 semakin rendah nilai E akan semakin rendah pula keseragaman populasi spesies, artinya penyebaran jumlah individu setiap spesies tidak merata dan ada kecenderungan satu spesies mendominasi. Semakin besar nilai E maka penyebarannya cenderung merata dan tidak ada spesies yang mendominasi (Krebs 1989).

8 7 Indeks Biologi 1. LQI (Lincoln Quality Index) Organisme yang ditemukan dan telah diidentifikasi sampai dengan famili, kemudian diberi skor berdasarkan data, kemudian skor itu dijumlahkan seluruhnya dan dari jumlah tersebut didapatkan nilai BMWP (Biological Monitoring Working Party). Nilai BMWP dibagi dengan jumlah taksa untuk mendapatkan nilai ASPT (Average Score Per Taxon). Kalkulasi dari nilai BMWP dan ASPT diberikan penilaian bergantung pada tempat pengambilan sampel, kemudian dilihat nilai X dan Y nya. Nilai X dan Y tersebut dikalkulasikan untuk mengetahui nilai OQR (Overal Quality Rating) dengan formulasi sebagai berikut : OQR = (X+Y)/ Nilai OQR di gunakan untuk memberikan Indeks Kualitas Lincoln atau Lincoln Quality Indices (LQI) yang terdapat pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai OQR (Overal Quality Ratings) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya Nilai OQR Indeks Interpretasi 6+ A++ kualitas excellent 5,5 A+ kualitas excellent 5 A kualitas excellent 4,5 B kualitas baik 4 C kualitas baik 3,5 D kualitas sedang 3 E kualitas sedang,5 F kualitas rendah G kualitas rendah 1,5 H kualitas sangat rendah. 1 I kualitas sangat rendah. Sumber : Mason (1993). FBI (Family Biotic Index) Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan perkalian antara nilai kelimpahan organisme indikator yang ditemukan, berdasarkan famili pada tiap pengamatan dengan skor pada Lampiran 3. Kemudian jumlah total tersebut dibagi dengan jumlah seluruh organisme yang ditemukan kemudian dicocokkan dengan kriteria kualitas yang dapat dilihat dalam Tabel 5.

9 8 Tabel 5 Penggolongan kriteria kualitas air oleh Hinselhoff (l988) in Hauer dan Lamberti (1996) Indeks Kualitas Air 0-3,75 Excellent 3,76-4,5 Sangat baik 4,6-5,00 Baik 5,01-5,75 Sedang 5,76-6,50 Agak buruk 6,51-7,5 Buruk 7,6-10,00 Sangat buruk 3. Indeks Saprobitas Perbedaan kandungan organik dalam perairan akan dicirikan oleh kehadiran spesies tertentu di perairan tersebut. Tingkat pencemaran yang terjadi dalam suatu perairan dapat dilihat dari Indeks Saprobitas, yaitu dengan menggunakan data parameter biologi (makrozoobenthos). Makrozoobenthos yang telah diidentifikasi dikelompokkan berdasarkan daya toleransinya terhadap bahan pencemar yaitu, kelompok indikator oligosaprobik (intoleran), kelompok indikator ß mesosaprobik, dan a mesosaprobik (fakultatif) dan kelompok indikalor polisaprobik (toleran). Indeks Saprobitas dapat dihitung dengan rumus (Pantle dan Buck 1955 in Persoone dan Pauw 1979) sebagai berikut: Is = s. h h Keterangan : Is s h : Indeks Saprobitas : Tingkat saprobitas tiap spesies : Frekuensi kehadiran relatif spesies Langkah-langkah analisis Indeks Saprobitas adalah sebagai berikut : a. Menentukan nilai s (Tingkat saprobitas makrozoobenthos) Makrozoobenthos yang dijumpai dikelompokkan jenisnya berdasarkan kepekaannya terhadap polusi organik. Apabila organisme tersebut termasuk dalam organisme sensitif maka organisme tersebut mempunyai nilai s : 1 (oligosaprobik), bila organisme intermidiate atau fakultatif mempunyai nilai s :

10 9 (ß mesosaprobik) atau nilai s : 3 (a mesosaprobik) dan bila toleran mempunyai nilai s : 4 (polisaprobik). Tabel 6 Tingkat saprobitas makrozoobenthos (s) Tingkat Saprobitas (s) Jenis makrozoobenthos Indikator oligosaprobik Indikator ß mesosaprobik Indikalor a mesosaprobik Indikator polisaprobik b. Menentukan nilai h Dari data pada setiap stasiun dilakukan perhitungan jumlah individu rata-rata tiap pengamatan. Untuk genus atau spesies yang jarang ditemukan (< individu) diberi bobot 1, untuk genus atau spesies yang cukup sering ditemukan (-4 individu) diberi bobot 3 dan untuk genus atau spesies yang sering ditemukan (>4 individu) diberi bobot 5. Kisaran nilai h dan keterangan dapat dilihat di Tabel 7. Tabel 7 Nilai h berkisar antara 1-5 dan interpretasi h Keterangan Spesies jarang ditemukan Spesies cukup sering ditemukan Spesies sering ditemukan c. Setelah proses perhitungan diatas nilai s dan h tersebut dimasukan kedalam rumus Is untuk semua organisme yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan. Dengan demikian status perairan dapat diduga dengan melihat nilai indeks saprobitasnya (Is), kisaran nilai indeks saprobitas dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Nilai indeks saprobitas (Is) dan interpretasi Is 1,0-1,5 1,5 -,5,5-3,5 3,5-4,5 Tingkat Pencemaran Sangat ringan Ringan Sedang Berat

11 30 4. SIGNAL (Stream Invertebrate Grade Number Average Level) SIGNAL merupakan indeks biotik yang sederhana untuk makrozoobenthos, dikembangkan pertamakali di Australia bagian timur khususnya sistem Sungai Hawkesbury-Nepean (Chessman 003). Adapun langkah-langkah dalam perhitungan SIGNAL adalah sebagai berikut : 1. Organisme yang ditemukan dan sudah diidentifikasi sampai tingkat famili atau tingkat ordo diberi nilai l-10 berdasarkan penetapan nilai SIGNAL. Skor untuk penetapan nilai SIGNAL ada di Lampiran 4. Dalam penelitian ini pemberian nilai skor berdasarkan hasil jumlah famili rata-rata dari 6 stasiun dengan enam kali ulangan.. Penentuan faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan pada tiap famili atau ordo. Nilai faktor pembobotan untuk jumlah famili yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 9. Dalam penelitian ini jumlah famili ratarata yang nilainya < l tidak diberi skor dan faktor pembobotan. 3. Nilai faktor pembobotan yang telah dihitung dikalikan dengan skor dari tiap famili yang ditemukan, kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan secara keseluruhan. 4. Hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan jumlah total faktor pembobotan, dan didapatkan nilai SIGNAL yang biasanya berkisar antara 3-7 (Chessman 003). 5. Nilai SIGNAL didapatkan dan diplotkan dalam grafik yang dihubungkan dengan jumlah famili yang ditemukan. Contoh grafik dapat dilihat pada Gambar Dari grafik tersebut diperkirakan keberadaan dari nilai SIGNAL tersebut dalam suatu kuadran. Penentuan kuadran berdasarkan pada keadaan geografis dari tempat pengambilan sampel makrozoobenthos. Dari kuadran yang diperoleh dapat diketahui kriteria lingkungan.

12 31 Tabel 9 Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan Jumlah individu pada tiap famili Faktor pembobotan l > 0 5 Sumber : Chessman (003) Gambar 7 Contoh grafik dan kuadaran untuk nilai SIGNAL Menurut Chessman (003), interpretasi dari kuadaran yaitu sebagai berikut: a. Kuadran 1 sering mengindikasikan habitat yang baik. b. Kuadran sering mengindikasikan salinitas dan tingkat nutrien yang tinggi (mungkin alami). c. Kuadran 3 sering mengindikasikan polusi racun atau kondisi perairan yang buruk (atau sampling yang kurang teliti). d. Kuadran 4 sering mengindikasikan adanya polusi rumah tangga, industri, atau pertanian atau efek drainase dari suatu bendungan. Analisis Parameter Fisika Kimia Perairan Parameter fisika-kimia perairan yang terukur dianalisa secara deskriptif yaitu membandingkan parameter kualitas air dengan baku mutu air menurut PP. RI. No. 8 tahun 001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air kelas III yaitu air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan air untuk pertanaman. Analisis

13 3 parameter kualitas air dikaji dengan pola perbandingan (comparison). Data yang sudah diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Tahapan analisa kualitas air secara deskriptif adalah sebagai berikut: 1. Mencari rata-rata dari masing-masing parameter pada setiap stasiun.. Menyajikan data dalam bentuk grafik untuk distribusi secara spasial. 3. Membandingkan data dengan baku mutu kualitas perairan dan literatur yang ada untuk melihat kualitas perairan. Analisis Pengelompokan Komunitas dan Habitat Makrozoobenthos Analisis statistik multivariat Correspondence Analysis (CA) disebut juga Analisis faktorial koresponden diterapkan guna mengetahui adanya pengelompokan komunitas makrozoobenthos pada setiap stasiun pengamatan. Analisis faktorial koresponden adalah suatu metode statistik yang bertujuan untuk mencari hubungan yang erat antara modalitas dari dua karakter/variabel pada variabel matriks data kontigensi serta mencari hubungan yang erat antara seluruh modalitas karakter dan kemiripan antara individu berdasarkan konfigurasi jawabannya pada matriks data (Bengen 000). Untuk membandingkan objek, maka perlu diberikan suatu pengukuran yang dapat mengkarakteristikan kemiripan atau ketidakmiripan. Dalam hal ini Analisis faktorial koresponden menggunakan jarak khi-kuadrat. Jarak khi kuadrat diformulasikan sebagai berikut: d i, i' ) = [( X / X X / X )] ( ij i i ' j i' Keterangan: X i X ij = Jumlah baris i untuk semua kolom = Jumlah kolom j untuk semua baris Pada matriks data, terdiri dari baris-i (genera makrozoobenthos) dan kolom-j (stasiun pengamatan), dimana pada baris ke-i dan kolom ke-j ditemukan kelimpahan makrozoobenthos. Principal Components Analysis (PCA) disebut juga analisis komponen utama merupakan teknik ordinasi langsung yang telah secara luas digunakan dalam model ekologi guna karakterisasi hubungan diantara variabel lingkungan yang mempengaruhi spesies dan lokasi sampling. Analisis komponen utama

14 33 merupakan metode statistik deskriptif yang memberikan gambaran lebih mudah dibaca atau diinterpretasikan dalam bentuk grafik, informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data. Matriks data yang dimaksud terdiri dari stasiun pengamatan sebagai individu statistik (baris) dan parameter fisika kimia air sebagai variabel kuantitatif (kolom). Tujuan utama penggunaan analisis komponen utama antara lain untuk mempelajari suatu matriks data dari sudut pandang kemiripan antara individu (stasiun) dan hubungannya dengan variabel lingkungan serta menghasilkan suatu representasi grafik yang memudahkan interpretasi (Bengen 000). Pada Analisis komponen utama digunakan jarak Euclidean yang didasarkan pada rumus dibawah ini: d ( i, i') = p j= 1 ( X ij X i ') Keterangan: d (i,i ) = baris i & i = indeks untuk baris, dari baris ke-i sampai dengan ke-i j = indeks untuk kolom Semakin kecil jarak Euclidean antar stasiun pengamatan, maka semakin mirip karakteristik antara stasiun tersebut. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Multivariate Statistical Package (MVSP) versi 3.1. Analisis Keterkaitan Makrozoobenthos dan Parameter Kualitas Air 1. Koefisien Korelasi Pearson Untuk korelasi antara makrozoobenthos dan parameter kualitas air digunakan analisis Pearson Correlation Coefficient (Koefisien Korelasi Pearson). Dimana analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan makrozoobenthos dengan parameter kualitas air, apakah kuat atau lemah. Menurut Hasan (008), koefisien korelasi Pearson (r) diinterpretasikan sebagai berikut: r : 0 = tidak ada korelasi; 0 < r < 0,0 = korelasi sangat lemah 0,0 < r < 0,40 = korelasi lemah; 0,40 < r < 0,70 = korelasi cukup 0,70 < r < 0,90 = korelasi kuat; r : 1 = korelasi sempurna

15 34 Formulasi koefisien korelasi Pearson adalah: r = n XY ( X )( Y ) X ( X ) )( n Y ( Y ) ( n )) Keterangan : r = Korelasi antara makrozoobenthos dengan kualitas air X = Parameter makrozoobenthos Y = Parameter kualitas air n = Jumlah data. Uji lanjut LSD (Least Significant Difference) Uji lanjut LSD ini disebut juga uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) (Matjik dan Sumertajaya 00), digunakan untuk menguji perlakuan secara berpasang-pasangan. Hipotesis dari perbandingan metode ini adalah: H 0 : µi = µi'; H 1 : µi? µi' 1 1 LSD = t( α, dbs) KTS( + ) TA TB Keterangan : LSD : uji lanjut t( a / ) : nilai selang kepercayaan (95%) dbs : derajat bebas sisa TA,TB : Nilai yang ingin di uji KTS : Kuadrat tengah sisa 3. Regresi Linier Berganda Untuk mengetahui hubungan fungsional antara kadar bahan organik yang dinyatakan dalam nilai DO, BOD dan COD dengan kepadatan makrozoobenthos, maka dilakukan analisis keeratan hubungan dalam bentuk model regresi berganda. Model hubungan fungsional tersebut disajikan sebagai: Y MZB : f(do, BOD, COD)

16 35 atau dengan persamaan regresi berganda sebagai berikut: Y MZB : ßo ± ß 1 X 1 ± ß X ± ß 3 X 3 + e dengan: Y MZB : Kepadatan makrozoobenthos X 1 X X 3 ßo ß 1-n e : DO perairan : BOD perairan : COD perairan : Intersep : Koefisien regresi parsial dari parameter ke-i sampai ke-n : Nilai kesalahan/error Nilai koefisien determinasi (R ) digunakan untuk mengetahui besarnya peranan dari peubah X terhadap Y. Nilai R berkisar antara 0 - l. Apabila nilainya lebih besar dari 0,6 (60%) atau mendekati l, maka dapat diartikan bahwa X memiliki peranan yang besar terhadap Y. Besarnya pengaruh dari peubah bebas dapat dilihat dari nilai koefisien regresi (ß) dari masing-masing parameter peubah bebas tersebut. Koefisien tersebut digunakan untuk mengukur kenaikan atau penurunan peubah tak bebas (kepadatan makrozoobenthos) sebagai akibat dari perubahan nilai peubah bebas. Penghitungan koefisien korelasi Pearson, uji lanjut LSD, uji regresi linier berganda dilakukan menggunakan software SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 13.0.

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Pengambilan Sampel Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan pada tanggal 19 Februari, 19 Maret, dan 21 Mei 2011 pada jam 10.00 12.00 WIB. Lokasi dari pengambilan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN

PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan. 3. METODOLOGI 3.1. Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan berupa percobaan lapangan dan laboratorium yang dirancang sesuai tujuan penelitian, yaitu mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 pada 3 (tiga) lokasi di Kawasan Perairan Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat,

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 pada 4 lokasi di Sungai Bah Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. Tempat penelitian berlokasi di Sungai Way Sekampung, Metro Kibang,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah Purpossive Random Sampling dengan menentukan tiga stasiun pengamatan.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu pengambilan contoh dan analisis contoh. Pengambilan contoh dilaksanakan pada bulan Maret 2011 di perairan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Perairan Estuari Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian.

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian. 3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan September 2007 dan Juni 2008. Stasiun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analitik. Penelitian menggambarkan fakta, sifat serta hubungan antara fenomena

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - Nopember 2010. Sampling dilakukan setiap bulan dengan ulangan dua kali setiap bulan. Lokasi sampling

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan dilakukan dengan Metode Purpossive Random Sampling pada tiga stasiun penelitian. Di masing-masing stasiun

Lebih terperinci

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03LU '6.72 BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km. 8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 5 3 '15 " 5 3 '00 " 5 2 '45 " 5 2 '30 " BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan April 2010, lokasi pengambilan sampel di perairan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2010 di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah, dan Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2011 dalam selang waktu 1 bulan sekali. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 5 kali (19 Maret

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 31 Juli 2013. Penelitian meliputi kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Kegiatan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 13 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di perairan Pesisir Manokwari Provinsi Papua Barat, pada empat lokasi yaitu Pesisir Perairan Rendani, Wosi, Briosi dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten 16 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura (Gambar 6). Kabupaten Sumenep berada di ujung timur Pulau Madura,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di Pulau Pramuka

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di Pulau Pramuka 21 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan rehabilitasi lamun dan teripang Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di muara Sungai Citepus, Kecamatan Palabuhanratu dan muara Sungai Sukawayana, Kecamatan Cikakak, Teluk Palabuhanratu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. penduduk yang dilalui saluran lindi bermuara ke laut dengan jarak drainase 2,5

METODELOGI PENELITIAN. penduduk yang dilalui saluran lindi bermuara ke laut dengan jarak drainase 2,5 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Bakung desa Keteguhan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung, jarak Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 007 untuk survey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, mengalir dari hulu di Kabupaten Simalungun dan terus mengalir ke

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITAN

3. METODOLOGI PENELITAN 3. METODOLOGI PENELITAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pantai Sanur Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali (Lampiran 1). Cakupan objek penelitian

Lebih terperinci

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1)

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1) LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Hasil rata-rata pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Way Perigi Parameter Satuan Baku Mutu Kelas I 1) Baku Mutu Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Kelas III 2) Stasiun 1

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 25-31 ISSN : 2088-3137 HUBUNGAN LIMBAH ORGANIK DENGAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI SUNGAI MUSI BAGIAN HILIR Ghina Ilmia Hafshah*, Henhen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus sampai September 2011,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus sampai September 2011, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus sampai September 2011, berlokasi di mata air Kuluhan dan Jabung serta sungai alirannya di Desa Jabung,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2012. Lokasi penelitian di Way Perigi, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Sistematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sumber mata air Kuluhan dan alirannya di Desa Jabung Kecamatan Panekkan Kabupaten Magetan. Sumber mata air Kuluhan terletak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan atau pengambilan sampel secara langsung pada lokasi

Lebih terperinci

Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data *

Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data * Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data * Hawis H. Madduppa, S.Pi., M.Si. Bagian Hidrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42" ' 47" Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42 ' 47 Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor 3. METODE PENELITIAN 5.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009, berlokasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Sampel yang didapat dianalisis di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone)

STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone) STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone) Stevi Mardiani M. Maruru NIM 811408109 Dian Saraswati, S.Pd, M.Kes Ekawati Prasetya,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2 POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2 ABSTRAK Sungai Ogan dimanfaatkan penduduk untuk kepentingan sosial dan ekonomi, dampak kegiatan tersebut mengakibatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 07 o 20 0,6576 LS 19 o 13 48,4356 BT Kober, Kec. Purwokerto Barat Bantarsoka, Kec. Purwokerto Barat

METODE PENELITIAN. 07 o 20 0,6576 LS 19 o 13 48,4356 BT Kober, Kec. Purwokerto Barat Bantarsoka, Kec. Purwokerto Barat III. METODE PENELITIAN A. Materi Penelitian 1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan selama penelitian adalah botol Winkler, plankton net no.25, ember plastik, buret, statif, Erlenmayer, pipet tetes,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksaakan di Karamba Jaring Apung (KJA) dengan mengambil lokasi di Waduk Cirata, Jawa Barat melalui 3 tahap sebagai berikut: 3.1. Penelitian Tahap I Tahap penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Tahapan Penelitian Persiapan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Tahapan Penelitian Persiapan 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2011, berlokasi di Laboratorium Biologi Mikro I, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di pesisir utara Kabupaten Brebes, yaitu di kawasan pertambakan Desa Grinting, Kecamatan Bulakamba. Secara geografis letak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2016 di Muara Sungai Nipah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelititan Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 bertempat di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menggunakan angka-angka, pengolahan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Muara Kamal pada bulan Agustus Oktober 2011. Analisis preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Produktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau dengan tiga titik stasiun pengamatan pada bulan Januari-Mei 2013. Pengolahan data dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal penambangan pasir tepatnya di Kampung Awilarangan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Sebagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2011 di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido terletak pada koordinat posisi 106 48 26-106 48

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu kegiatan penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Masing-masing kegiatan tersebut dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang Kelimpahan, Indeks keanekaragaman dan Indeks dominansi zooplankton

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda tanah

Lebih terperinci

Gambar 3. Skema akuarium dengan sistem kanal (a) akuarium berkanal (b) akuarium tanpa sekat

Gambar 3. Skema akuarium dengan sistem kanal (a) akuarium berkanal (b) akuarium tanpa sekat 10 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Plankton, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn Didapatkan hasil sungai Wonorejo Surabaya mempunyai indeks kesamaan komunitas makrozoobenthos antara stasiun 1 dengan stasiun 2 yaitu 0.88. Perbandingan dari kedua stasiun ini memiliki indeks kesamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sungai adalah tempat berkumpulnya air yang berasal dari hujan yang jatuh di daerah tangkapannya dan mengalir dengan takarannya. Sungai tersebut merupakan drainase

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Lokasi penelitian berada di sungai Brantas di mana pengambilan sampel dilakukan mulai dari bagian hilir di Kota Surabaya hingga ke bagian hulu di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2013. Lokasi Penelitian adalah Teluk Banten, Banten.Teluk Banten terletak sekitar 175

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI (Community Structure of Macrozoobenthos in the River Bingai at West Binjai Subdistrict of Binjai City) Navisa

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI CIAMBULAWUNG, LEBAK, BANTEN

MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI CIAMBULAWUNG, LEBAK, BANTEN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI CIAMBULAWUNG, LEBAK, BANTEN YUNITA MAGRIMA ANZANI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BB III BHN DN METODE PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013. Tempat penelitian di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat pengambilan sampel dilakukan pada vegetasi riparian sungai

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat pengambilan sampel dilakukan pada vegetasi riparian sungai BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pengambilan sampel dilakukan pada vegetasi riparian sungai Sempur dan sungai Maron, Desa Sampel yang telah didapatkan dari lokasi pengambilan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

III. METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi S e l a t M a k a s s a r III. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dimulai dari bulan September 2005 sampai Februari 2006. Rentang waktu tersebut mencakup

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 13) mengatakan bahwa, Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan usaha dibidang sumber daya perairan. Menurut Sarnita dkk. (1998), luas perairan umum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel langsung dari lokasi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Ada beberapa data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data angin serta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian. menentukan kualitas air berdasarkan faktor fisika kimia.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian. menentukan kualitas air berdasarkan faktor fisika kimia. BAB III METODE PENELITIAN. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton. erta menentukan kualitas air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci